Golok Halilintar 5

Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 5


mbujuk: "Bu toako! Duapuluh tahun lamanya, kita saling
mendendam. Apakah sekarang belum tiba waktunya untuk
melenyapkan permusuhan ini" Aku ingin mengajukan sebuah
usul kepadamu, marilah kita saling menukar obat pemunah
dan menyudahi permusuhan ini."
Kata-katanya itu diucapkan dengan penuh perasaan,
sehingga rasa hati Bu Teng Kun terpengaruh juga, Katanya
dengan suara sabar: "Kim sute, sebenarnya Cin Nio kena racun apakah?"
Mendengar ucapannya, Kim Popo jadi tertawa dingin.
sahutnya mendongkol: "Bu toako! sampai pada saat ini kau masih berpura-pura
saja, Baiklah dengan ini kami berdua menghaturkan selamat
atas berhasilnya toako menanam bunga Pek-hu cu-hwa ..."
"Siapa yang menanam Pek hu cu-hwa" teriak Bu Teng Kun
tersinggung. Tiba-tiba meledak: "Apakah Cin Nio kena racun
Pek-hu cu-hwa" Kalau begitu bukan aku! Tentu saja bukan
aku! Benar sungguh mati bukan aku!" ia berteriak dengan
suara tinggi. Dan wajahnya mendadak bertambah pucat.
jelaslah sudah, ia terserang rasa takut. Akan tetapi, Kim Popo
276 seolah-olah tidak menghiraukan keadaan dirinya, Katanya,
dengan suara mengejek: "Sudahlah, Bu toako! Tak usahlah kita membicarakan hal
itu lagi! Hanya satu hal yang ingin kutanyakan padamu: untuk
apa kau minta kami datang ke mari?".
"Aku meminta kalian datang kemari,.?" teriak Bu Teng Kun
keheran-heranan, "Tidak! Sama sekali aku tak pernah
meminta kalian datang kemari. Tuduhanmu ini benar-benar tak
ku mengerti! Bahkan kalian berdualah yang membawaku
kemari. Apa sebab kau malah memutar balikkan kenyataan
ini?" Tadi-nya ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk
mengesankan bahwa dalam hal ini, bukan dia yang meminta
mereka berdua datang ke tempat itu, setelah selesai
berbicara, tiba-tiba ia menjadi gusar dan menendang
keranjang bamtu itu yang lantas saja terpental beberapa
langkah jauhnya. "Huuh" dengus Kim Popo dengan suara menyimpan
dendam, "Apakah surat ini bukan kau tulis dengan tanganmu
sendiri" Akh, Bu toako. Mataku belum lamur! Aku masih cukup
awas untuk mengenal kembali gaya tulisanmu!" setelah
berkata demikian, ia meraba sakunya dan mengeluarkan
sehelai kertas yang diangsurkan kepada Bu Teng Kun.
Bu Teng Kun segera mengulurkan ia punya tangan,
hendak menyambuti kertas itu, Tiba-tiba suatu ingatan
menyadarkannya. segera ia mengebas dengan telapakan
tangannya, dan kertas itu terpental tinggi melayang-layang di
udara, Hampir berbareng dengan itu pun jari-jarinya menyentil
sebatang paku, Dan Paku itu menyambar serta memakunya
kertas itu pada sebatang pohon. Menyaksikan adegan itu, hati Thio Sin Houw tergoncang.
Katanya di dalam hati: 277 "Sungguh berbahaya! Berlawan-lawanan dengan orangorang
semacam mereka ini, setiap detik kita harus berhati-hati
dan berwaspada, orang tua itu tidak berani menyambuti kertas
pemberian Kim Popo, ia khawatir kalau ada ramuan racunnya.
Kim Popo kemudian mengangkat lenteranya tinggi-tinggi,
dan diatas kertas terlihat beberapa deret huruf-huruf besar
yang berbunyi: "Dua saudara seperguruanku, Kim Sun Bo dan isteri.
Haraplah kalian datang di hutan Ouw-tiap kok setelah jam tiga
menjelang subuh, aku ingin mendamaikan suatu perkara yang
maha penting." Huruf-huruf itu berbentuk panjang kurus sedikit,
melengkung, sehingga mirip perawakan tubuh Bu Teng Kun,
Dan melihat huruf-huruf itu, Bu Teng Kun berteriak heran:
"He-he-he! Kau kenapa?" ejek Kim Sun Bo dengan suara
mendongkol. "ltu bukan tulisanku!" seru Bu Teng Kun,
Kedua suami-isteri itu saling memandang dan mencibirkan
bibirnya, Berkata dengan berbareng:
"Apa kau bilang?" "Heran, sungguh-sungguh heran!" kata Bu Teng Kun
dengan suara sungguh-sungguh, "Bentuk buruf-hurufnya
memang mirip dengan tulisanku, Akan tetapi... ..." Bu Teng
Kun mengusap-usap jenggotnya dan tiba-tiba saja ia berteriak
dengan suara kalap: "Binatang! Sama sekali tak kuduga
bahwa sampai pada saat ini, kalian masih main fitnah saja
kepadaku. Dengan maksud apa kalian memasukkan aku ke
dalam keranjang, dan membawa kemari" Aku sudah
278 bersumpah, bahwa selama hidupku tak sudi aku melihat kalian
lagi!" "Sudahlah, jangan berpura-pura!" bentak Kim Popo si
wanita bongkok itu, "Cin Nio kena racun Pek-hu cu-hwa.
Katakan saja, kau mau memberi obat pemunahnya atau
tidak?" "Apakah kau tahu dengan pasti bahwa... anakmu, Cin
Nio... kena... racun Pek-hu cu-hwa?" tanya Bu Teng Kun
dengan suara terputus-putus. Tatkala mengucapkan kalimat
Pek-hu cu-hwa suaranya bergemetaran seperti ketakutan.
Lambat laun Thio Sin Houw mengerti duduk persoalannya,
ia menduga bahwa seorang berkepandaian tinggi memegang
peranan dalam peristiwa ini, Tetapi siapakah orang itu" Tanpa
dikehendaki sendiri, ia mengerling kepada Lie Hong Kiauw,
Mungkinkah gadis kurus kering ini yang mengatur peristiwa
itu" Selagi Thio Sin Houw berbimbang-bimbang, sekonyongkonyong
terdengar suara bentakan: "Uuh ...!" Suara itu terdengar aneh dan menyeramkan hati. Dengan
meremang Thio Sin Houw menoleh. Ternyata suara tersebut
keluar dari mulut Kim Sun Bo dan Kim Popo, serta Bu Teng
Kun. Ketiga-tiganya mendorongkan kedua belah tangannya
masing-masing kedepan, Dalam sekejab saja, malam yang
sunyi senyap menjadi semakin hening. Tiada sesuatu yang
terdengar, kecuali suara "uuhh... uuhh ... uuhh..." yang tiada
henti-hentinya. Mendadak saja suara "uh-uh" itu berhenti, kemudian
berkejaplah secercah sinar dingin dan lentera hijau itu padam
279 seketika. Thio Sin Houw tahu, bahwa padamnya lentera itu adalah
akibat paku Bu Teng Kun yang dilepaskan dengan mendadak,
beberapa saat kemudian, terdengar suara meremang, itulah
suara erangan Kim Sun Bo, karena rupanya ia kena serangan
paku dari Bu Teng Kun, Alangkah menyeramkan suasana
pada malam hari itu, udara dan bumi seolah-olah terancam
suatu bahaya maut. Dan menyaksikan hal itu, darah ksatria Thio Sin Houw
meluap dengan tak dikehendaki sendiri. ia memegang tangan
Lie Hong Kiauw dan ditariknya ke belakang, ia sendiri lantas
bersedia berkorban untuk melindungi jiwa gadis kurus-kering
itu. Begitu suara rintih dan erangan lenyap, keadaan sekitar
hutan itu lantas menjadi sunyi senyap kembali. Yang terdengar
hanyalah bunyi margasatwa dan burung-burung hantu
dikejauhan. Tiba-tiba terasa ada tangan kecil halus memegang tangan
Thio Sin Houw dan bocah itu terkejut sekali, tangan kecil yang
minta perlindungan. Tadi ia menduga bahwa yang mendalangi
peristiwa mereka bertiga adalah ide Hong Kiauw - akan tetapi
setelah Lie Hong Kiauw memegang tangannya, tahulah dia
bahwa gadis itupun berada dalam ketakutan.
Ditengah kesunyian itu, sekonyong-konyong muncul dua
gulung asap, Yang satu berasap putih, dan yang lain berasap
abu-abu, seperti dua ekor ular, kedua gumpalan asap itu
saling menyambar. Munculnya kedua gumpalan asap itu
tersusul suara orang seperti meniup api.
Thio Sin Houw membuka matanya lebar-lebar untuk
memperoleh penglihatan yang lebih jelas lagi, samar-samar ia
melihat dua sinar api berada di sebelah kiri dan kanan.
Dibelakang sinar api duduk Bu Teng Kun, sedangkan di
280 belakang sinar api yang lain, Kim Popo bersila dan
membungkukkan badannya ke tanah. Ternyata mereka berdua sedang berusaha meniup titik-api
yang segera meruapkan asap, Tahulah Thio Sin Houw kini,
bahwa mereka berdua tengah menggunakan senjata asap
beracun untuk merobohkan. Kira-kira seperempat jam kemudian sekitar hutan itu sudah
penuh dengan asap beracun. Thio Sin Houw menekapkan
pergelangan tangan Lie Hong Kiauw erat-erat, dan tangan Lie
Hong Kiauw terasa bergemetaran, Mendadak dari sebuah
pohon terdengar suara aneh. Cepat Thio Sin Houw berpaling,
dan mengawasi pohon itu, itulah pohon tempat menancap
kertas Kim Popo yang terpantek paku beracun Bu Teng Kun.
ia terkesiap karena kertas itu mendadak saja menyinarkan
cahaya terang. Dan dengan pertolongan sinar tersebut, kelihatanlah
beberapa deretan huruf. Melihat hal itu, Bu Teng Kun dan Kim
Popo berpaling berbareng. Dengan sendirinya mereka
berhenti meniup api beracun, dan dengan terlongong-longong
mengamati huruf-huruf yang mendadak muncul dengan tegar.
Hampir berbareng mereka berdua membaca:
"Surat ini kualamatkan kepada ke tiga muridku: Bu Teng
Kun, Kim Sun Bo dan isterinya ... Dengan melupakan ikatan rasa cinta kasih antara sesama
saudara seperguruan, kalian bertiga saling mencelakakan,
peristiwa ini benar-benar sangat menyedihkan hatiku, itulah
sebabnya mulai saat ini aku mengharap dengan sangat agar
kalian bertiga cepat-cepat memperbaiki pekerti yang sesat,
Dan hendaklah kalian bertiga menuntut penghidupan yang
sesuai dengan cita-citaku. Segala sesuatu mengenai
kepulanganku ke alam baka, kalian bertiga bisa mengetahui
dari muridku yang bungsu, Lie Hong Kiauw, inilah pesanku
281 yang terakhir gurumu: Ting-kek le-sian Ouw Gie Coen. Setelah membaca bunyi surat itu, Bu Teng Kun dan Kim
Popo berseru kaget, dengan serentak mereka berseru
berbareng: "Apakah guru sudah wafat" Lie Hong Kiauw sumoay!
Dimana kau?" Perlahan-lahan Lie Hong Kiauw menarik tangannya dari
genggaman Thio Sin Houw, lalu ia menyalakan sebatang lilin.
Kemudian berjalan dengan tenang menghampiri mereka
bertiga. Melihat Lie Hong Kiauw muncul, Bu Teng Kun dan Kim
Popo berubah wajahnya. Dengan serentak mereka
membentak: "Sumoay! Apakah kau menyimpan kitab peninggalan
suhu" Ya, pastilah himpunan ilmu ketabiban guru diwariskan
kepadamu. sekarang dimana kau simpan?"
"Suheng dan suci!" kata Lie Hong Kiauw dengan sabar.
"Kalian berdua benar-benar tidak mempunyai perasaan.
Nilai budi kalian berdua sungguh mengecewakan suhu,
Dengan susah payah almarhum mengasuh, merawat dan
mendidik kita. Budi sedemikian besarnya, bagaimana kalian
hendak membalasnya" Sebaliknya, kalian tidak pernah memperhatikan
kesejahteraan suhu, Bahkan hidup-matinya suhupun luput dari
perhatian kalian, yang kalian ingat hanya buku warisannya
belaka, Benar-benar sangat mengecewakan Jie-suheng,
bagaimana menurut pendapatmu?" kalimat yang terakhir itu,
Lie Hong Kiauw tujukan kepada Kim Sun Bo sebagak kakak
282 seperguruannya yang kedua. Kim Sun Bo yang rebah ditanah karena terkena paku
beracun dari Bu Teng Kun, menegakkan kepalanya dan
berteriak dengan suara gusar: "Janganlah kau mengoceh dan berkothbah sepergi
pendeta. Hayo, kau perlihatkan kitab warisan itu secepat
mungkin kepada kami! Bukankah Cin Nio kau yang lukai" Ya
,., ya ... tak bisa salah lagi ... semua perisitiwa yang terjadi
pada malam ini, tentu hasil pekerjaanmu pula!"
Dengan menutup mulut, Lie Hong Kiauw menyiratkan
pandang kepada ketiga kakak seperguruannya.
"Benar-benar suhu pilih kasih!" teriak Bu Teng Kun dengan
hati dengki. "Sudah pasti bahwa suhu menyerahkan kitab sakti
itu kepadanya ..." "Sumoay! Coba kau perlihatkan kitab itu kepada kami,"
bujuk Kim popo dengan suara halus. "Marilah kita beramairamai
mempelajarinya!" Dengan pandang mata tajam, Lie Hong Kiauw menatap
mereka bertiga. Kemudian berkata: "Benar! Memang benar suhu mewariskan kitab saktinya
kepadaku." setelah berkata demikian, ia menggerayangi
sakunya dan berkata lagi: "Lihatlah! inilah wasiat suhu,
bacalah!" Setelah berkata demikian, ia segera mengangsurkan
selembar kertas kepada Kim Popo. Mereka bertiga jadi kecewa, Tadinya mereka mengira Lie
Hong Kiauw hendak memperlihatkan buku warisan dari guru
mereka. Tak tahunya, yang diperlihatkan hanya sehelai kertas
283 dan di angsurkan kepada Kim Popo, Tatkala Kim Popo hendak
menerimanya, tiba-tiba Kim Sun Bo berteriak
memperingatkan: "Awassss!" Dan oleh peringatan itu, sadarlah Kim Popo akan
kesemberonoannya, Dengan cepat ia melompat mundur
sambil menunjuk ke arah pohon. Menyaksikan pekerti ketiga kakak seperguruannya, Lie
Hong Kiauw menghela napas. Dengan berdiam diri ia
mencabut tusuk kondenya yang terbuat dari bahan perak, ia


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menusuk kertas itu dan dengan sekali mengayun tangannya,
tertancap pada pohon. Thio Sin Houw kagum menyaksikan timpukan itu, Katanya
didalam hati: "Benar-benar tak terduga, bahwa gadis dusun yang kurus
kering ini mempunyai kepandaian tinggi."
Ia ikut memperhatikan kertas yang tertancap pada pohon
itu. Dan dengan bantuan sinar lilin Lie Hong Kiauw mereka
semua dapat membaca tulisannya dengan jelas. Bunyinya:
"Surat pusaka ini kutulis untuk muridku: Lie Hong Kiauw,
Anakku, setelah aku meninggal dunia kau boleh menceritakan
semua peristiwa yang terjadi kepada ketiga kakak
seperguruanmu. Kau kuijinkan memperlihatkan kitab
himpunanku kepada salah seorangnya, yang benar-benar
memperlihatkan rasa cinta kasihnya kepadaku,
Siapa saja diantara mereka bertiga yang tidak
memperlihatkan rasa duka-cita dan rasa kasih sayang
284 kepadaku sebagai murid maka perhubungan di antara guru
dan murid, terputuslah. inilah pesanku kepadamu. Surat terakhir dari gurumu: Tiap-kok Ie-sian Ouw Gie Coen. setelah membaca surat itu, Kim Sun Bo dan isterinya serta
Bu Teng Kun saling memandang dengan mulut terbuka. Tak
dapat mereka mengingkari bahwa sepak terjang mereka tadi
benar-benar keterlaluan, dan tidak pantas sebagai murid
terhadap gurunya. Betapa tidak" setelah mengetahui gurunya
wafat, sedikitpun mereka tidak mengatakan kata-kata duka
cita, Bahkan yang mereka tanyakan adalah kitab warisannya.
Untuk beberapa saat lamanya mereka terbengong seperti
kehilangan diri. Tiba-tiba seperti saling berjanji mereka berteriak dan
menerjang dengan serentak. "Hong cici, awas!" seru Thio Sin Houw sambil melompat
dari persembunyiannya. ***** PADA SAAT ITU kedua tangan Kim Popo menyambar Lie
Hong Kiauw, Menyaksikan ancaman bahaya itu, kembali lagi
Thio Sin Houw berteriak memperingatkan gadis dusun itu:
"Hong cici, awas!" Dan dengan cepat bagaikan kilat ia menangkis dengan
sebelah tangannya: "Paakkk!" 285 seperti diketahui, Thio Sin Houw mewarisi ilmu sakti Si
Tangan Geledek Lie Sun Pin, kakeknya sendiri. ilmu sakti
Tangan Geledek itu diwariskan kepada anak perempuannya,
Lie Lan Hwa, isterinya Thio Kim San - dan kemudian diajarkan
sejurus dua jurus kepada Thio Sin Houw, ilmu itu pernah
mengejutkan Tie-kong tianglo, sebab cara mengatur tata
pernapasan dan tata peredaran darah sangat bertentangan
dengan ajaran Boe-tong pay. Apa yang diwarisi Thio Sin Houw itu sebenarnya termasuk
golongan ilmu sakti yang luar biasa dahsyatnya, akan tetapi
sangat memakan tenaga sehingga aliran itu termasuk aliran
sesat. seseorang yang dapat mewarisi ilmu sakti Tangan
Geledek , akan menjadi orang yang mempunyai tenaga
sehebat raksasa, Karena itu Thio Sin Houw, meskipun
umurnya baru belasan tahun sudah memiliki pukulan sakti
yang hebat pula dayanya. Maka begitu kena tangkisan tangan Thio Sin Houw, Kim
Popo terpental dengan menjerit keras!
Begitu berhasil. Thio Sin Houw membalikkan tangannya
dan mencengkeram pergelangan tangan Kim Sun Po.
Kemudian dengan menggunakan pukulan ilmu sakti warisan
kakeknya, ia mendorong dengan meminjam tenaga lawan.
Tubuh Kim Sun Bo yang tinggi besar - Akan tetapi kenapukulan
sakti warisan Si Tangan Geledek Lie Sun Pin, lantas
saja terpental tujuh langkah dan roboh terguling diatas tanah.
Maka tahulah Thio Sin Houw kini, bahwa kedua suami-isteri itu
memang ahli dalam menggunakan racun akan tetapi dalam
hal tata berkelahi, mereka tidak mempunyai kepandaian yang
berarti. Dengan hati mantap, ia kemudian memutar badannya
menghadapi Bu Teng Kun, Akan tetapi belum lagi ia bergerak,
mendadak saja orang itu bergoyang goyang tubuhnya,
kemudian roboh sendirinya. Aneh sekali, begitu roboh
286 badannya lantas saja tak bergerak sama sekali.
"Sumoay," kata Kim Popo dengan meringis menahan rasa
nyeri. "Benar-benar hebat kawanmu ini! Dia masih kanakkanak
yang belum pandai bertarung, akan tetapi pukulannya
bukan main hebatnya. siapa dia?"
"Namaku Thio Sin Houw!" sahut Sin Houw cepat dengan
suara nyaring, mendahului Lie Hong Kiauw, "Jika kalian suami
isteri merasa penasaran, carilah aku saja."
sebenarnya Thio Sin Houw hanya menirukan cara para
pendekar menantang lawannya, sama sekali ia tidak
memikirkan akibatnya di kemudian hari. sebaliknya Lie Hong
Kiauw lantas saja membentak dengan suara penuh sesal:
"Sudah! Mengapa kau usilan?" sambil berkata demikian,
gadis itu membanting-banting kakinya.
HERAN DAN TERKEJUT Thio Sin Houw menyaksikan
pekerti Lie Hong Kiauw sehingga ia merasa tergugu. Meskipun
cerdas, pada saat itu tak dapat ia menebak pekerti Lie Hong
Kiauw yang membanting-banting kakinya.
Dalam pada itu Kim Sun Bo dan kiri Popo sudah dapat
bangkit kembali. dengan pandang berkilat-kilat, mereka
menatap wajah Thio Sin Houw. Kemudian mereka memutar
tubuh dan berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah
panjang. Dengan membungkam mulut, Lie Hong Kiauw meniup
lilinnya, Lalu dimasukkan kembali ke dalam sakunya. Pada
saat itu, Thio Sin Houw minta keterangan kepadanya.
Katanya: "Hong cici, kenapa Bu Teng Kun roboh sendiri?"
Lie Hong Kiauw menggerendang, ia tak segera menjawab,
287 hanya berkali-kali ia mendengus. Thio Sin Houw hatinya
menjadi tak enak sendiri. Beberapa waktu kemudian, ia
berkata dengan perlahan: "Hong cici, kau tak menjawab pertanyaanku . Mengapa"
Apakah cici tidak senang lagi kepadaku?"
Mendengar perkataan Thio Sin Houw - Lie Hong Kiauw
mengangkat kepalanya, Dengan suara menyesal ia menyahut:
"Mengapa kau tidak menepati janji..." Bukankah kau telah
berjanji tiga hal kepadaku, sebelum ikut kemari" Kenapa kau
langgar semuanya?" Diingatkan tentang janjinya, Thio Sin Houw menjadi
terkejut, Benar! ia telah melanggar semua janjinya. pertama ia
tidak boleh bicara, akan tetapi nyatanya ia telah bicara juga,
Kedua, ia tak boleh bertempur atau melepaskan senjata
rahasia apapun juga atau melukai siapa saja, juga janji yang
kedua ini dilanggarnya, Dan ketiga, ia tidak boleh berpisah
lebih dari tiga langkah dari Lie Hong Kiauw, nyatanya karena
bertempur - ia tidak hanya berpisah tiga langkah jauhnya,
tetapi malam lebih dari sepuluh langkah! itulah sebabnya Thio
Sin Houw menjadi tertegun. Dengan perasaan malu, ia
berkata memohon belas kasihan: "Hong cici, kau benar. Aku telah melanggar semua janjiku,
maukah engkau memaafkan kesalahanku ini" Karena melihat
kau dalam bahaya semata-mata hatiku tak tahan lagi. Aku
takut, kau akan kena dilukai mereka, Karena di dalam diriku ini
telah penuh racun mati dan hidup belum memperoleh kepastian,
maka lebih baik aku yang menerima pukulan mereka dari
pada kau, Dengan begitu, kau memperoleh kesempatan untuk
melarikan diri, Tetapi agaknya aku telah salah terhadapmu,
karena itu maafkanlah semua kecerobohanku ini."
"Hmmm!" dengus Lie Hong Kiauw. Tetapi kali ini ia tertawa.
"Kalau begitu , semua yang kau lakukan tadi semata-mata
288 karena kau mencemaskan diriku. pandai benar kau mencaricari
alasan, Kau yang salah, akan tetapi akibatnya nanti kau bebankan
diatas pundakku, Kau tak percaya" Coba jawab pertanyaan
ku: Apa sebab kau menyebutkan namamu kepada mereka"
Tentu saja mereka sangat dendam kepadamu, tak mungkin
mereka melupakan dendam ini. Pada suatu hari, mereka pasti
akan mencarimu Dalam hal ilmu silat, mereka mungkin tidak
akan menang. Tetapi dalam menggunakan racun, apa kau
bisa menjaga diri ..." Karena itu, mulai sekarang hendaklah
kau selalu waspada dan berhati-hati!"
Setelah berkata demikian, tiba-tiba sikap Lie Hong Kiauw
menjadi lemah lembut. Dan suaranya yang paling akhir
diucapkan dengan penuh kecemasan atas keselamatan Thio
Sin Houw. Mendengar keterangannya Lie Hong Kiauw, entah apa
sebabnya bulu roma Thio Sin Houw terbangun serentak. Akan
tetapi dia anak seorang pendekar berjiwa ksatrya, oleh karena
itu ia segera dapat menetapkan hatinya, Dan pada saat itu, Lie
Hong Kiauw berkata lagi: "Kenapa tadi kau menyebutkan namamu kepada mereka?"
Thio Sin Houw menjawab pertanyaan Lie Hong Kiauw
hanya dengan tertawa, sehingga Lie Kong Kiauw yang
kemudian berkata lagi: "Akh, adik yang baik! Rupanya kau tidak juga menyadari,
adanya ancaman bahaya dikemudian hari, sebaliknya kau
bersikap seperti seorang pahlawan hendak melindungi diriku,
kenapa kau begitu baik kepadaku?"
Ucapan Lie Hong Kiauw yang terakhir itu dinyatakan
dengan penuh perasaan, sehingga hati Thio Sin Houw
terpengaruh karenanya. Halus budi pekerti gadis dusun ini,
289 pikirnya, oleh pikiran itu, ia menyahut dengan penuh rasa
terima kasih: "Hong cici. Bukan aku yang memperhatikan
keselamatanmu tetapi sebaliknya justru adalah kau yang
sangat memperhatikan keselamatanku, sehingga kau siap
melindungiku sejak tadi." ia berhenti sebentar untuk
mengesankan kata-katanya itu, Kemudian melanjutkan lagi:
"Berkat perlindunganmu, aku lepas dari bahaya. Ayahbundaku
selalu berkata kepadaku bahwa kebajikan kita
sebagai anak manusia, harus baik kepada orang yang berbuat
kebaikan kepada kita, Karena itu sudah sewajarnya, kalau aku
memandangmu sebagai sehabat sejati."
Mendengar perkataan Thio Sin Houw itu, Lie Hong Kiauw
nampak girang bukan main, Katanya menegas:
"Benarkah kau sudi menganggapku sebagai sahabatmu?"
lalu ia tertawa manis. Manis sekali. Meneruskan: "Kalau
begitu, biarlah aku menolong selembar jiwamu terlebih dahulu
..." "Apa?" Thio Sin Houw heran menebak-nebak .
"Coba kau nyalakan dulu lentera itu," perintah Lie Hong
Kiauw. Kemudian ia mengawasi kesekelilingnya dan bertanya:
"Hai mana lentera yang tadi...?" ia membungkuk mencari-cari
lentera Kim Popo yang ketinggalan, tetapi karena gelap tak
dapat ia menemukannya. "Bukankah dalam sakumu masih ada lilin?" Thio Sin Houw
mengingatkan. "Apakah kau mau mati?" kata Lie Hong Kiauw sambil
tertawa, serta masih tetap membungkuk-bungkuk mencari
lentera Kim Popo, Lalu berkata meneruskan: "Lilin itu kubuat
dari bahan kembang Pek-hu cu-hwa... Haa! Eh, inilah dia!"
290 oleh ketekunannya, akhirnya ia dapat menemukan juga lentera
itu yang segera dinyalakan. Setelah mendengar pembicaraan antara suami isteri Kim
Sun Bo dan Kim Popo dengan Bu Teng Kun, maka Thio Sin
Houw mengetahui bahwa kembang Pek-hu cu-hwa pastilah
merupakan kembang beracun yang sangat dahsyat. Pada saat
itu oleh cahaya lentera, Thio Sin Houw melihat Bu Teng Kun
masih menggeletak diatas tanah seperti mayat. Dan melihat
keadaan Bu Teng Kun, tiba-tiba Thio Sin Houw menjadi
mengerti sebab sebabnya, Terus saja ia berseru tertahan:
"Akh, sekarang barulah aku mengerti. Jika aku tadi tidak
semberono menerjang keluar, pastilah suami isteri Kim Sun
Bo dan Kim Popo akan dapat kau taklukkan pula ..."
Lie Hong Kiauw tersenyum, Agaknya ia puas mendengar
perkataan Thio Sin Houw, katanya: "Tetapi kelakuanmu tadi karena terdorong oleh maksud
yang sangat baik ... biar bagaimanapun juga, aku merasa
berhutang budi kepadamu!" Thio Sin Houw menatap gadis dusun yang bertubuh kurus
kering itu dengan perasaan kagum berbareng malu, pikirnya
didalam hati: "Umurnya, paling banyak terpaut lima tahun denganku,
akan tetapi otaknya yang penuh tipu-tipu daya, seratus kali
lipat dari pada aku, Kukira aku sudah berotak lumayan, tak
tahunya dia jauh melebihi aku..."
Walaupun merasa tidak berarti apabila dibandingkan
dengan kecerdasan gadis itu, tetapi sesungguhnya Thio Sin
Houw sendiri memiliki otak yang cemerlang pula. Dengan
sekali melihat ia dapat menebak sebab-sebabnya Bu Teng
Kun jatuh tak berkutik diatas tanah . Hal itu disebabkan karena
sesungguhnya lilin yang dinyalakan Lie Hong Kiauw tadi
291 mengandung racun yang hebat - asapnya tidak berbau dan
tidak berwarna, hal itu membuktikan betapa pandai Lie Hong
Kiauw mengelabui orang, jangan lagi manusia biasa,
sedangkan suami-isteri Kim Sun Bo dan Kim popo serta Bu
Teng Kun yang terkenal sebagai biang racun, masih dapat
diingusi terang-terangan, Dengan demikian, apabila Thio Sin Houw berlaku tidak
semberono, dalam waktu yang cepat kedua suami-isteri itu
beserta Bu Teng Kun akan roboh tak berkutik dengan
sendirinya . Akan tetapi sebelum suami isteri Kim Sun Bo dan
Kim Popo dirobohkan dengan hawa beracun itu, mereka tadi
sudah menyerang dengan pukulan-pukulan kilat yang sangat


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hebat. Maka kemungkinan besar sebelum mereka roboh, Lie
Hong Kiauw akan kena malapetaka terlebih dahulu. oleh
pertimbangan itu, Thio Sin Houw tidak mau terlalu
menyalahkan dirinya sendiri. Akan tetapi Lie Hong Kiauw rupanya dapat menebak
pikiran Thio Sin Houw, katanya sabar:
"Adik yang baik, coba kau pukul pundakku dengan
tanganmu!" Thio Sin Houw tak mengerti maksud gadis dusun itu, akan
tetapi karena percaya bahwa gadis itu mempunyai rencana
tertentu yang berada diluar dugaannya sendiri, segera ia
memukul pundak Lie Hong Kiauw dengan jari tangannya. Dan
begitu jari tangannya menyentuh pundak gadis itu, maka jarijari
tangan Thio Sin Houw mendadak terasa panas seperti
terkena bara. Diluar kehendaknya sendiri, Thio Sin Houw
melompat mundur menjauhi beberapa langkah .
Lie Hong Kiauw tertawa geli, katanya:
292 "Nah, kau rasakan sekarang, Begitulah, apabila mereka
menghantam diriku dengan sekuat tenaga, mereka akan roboh
begitu menyentuh pakaianku!" "Benar-benar hebat dan berbahaya!" kata Thio Sin Houw
kagum sambil memijit-mijit jari tangannya, "Racun apakah
yang kau gunakan?" "Sebenarnya bukan racun luar biasa, hanya campuran
bubuk ular hijau dan ular belang yang kucampur dengan
bubuk kadal biru." jawab Lie Hong Kiauw dengan sederhana.
Dengan pertolongan sinar lentera, Thio Sin Houw melihat
betapa jari-jari tangannya melepuh dengan mendadak.
Katanya: "Akh, masih untung aku tadi tidak menyentuh pakaianmu!"
"Adik yang baik," kata Lie Hong Kiauw dengan suara
mohon maaf. "Aku bukan bermaksud hendak menyakiti dirimu,
maksudku hanyalah agar kau selalu berhati-hati dan waspada
menghadapi saudara-saudara seperguruanku di kemudian
hari, Dalam ilmu silat,mereka dapat ketinggalan darimu, akan
tetapi lihatlah telapak tanganmu yang tadi kau gunakan untuk
menangkis pukulan mereka!" Thio Sin Houw lalu memperhatikan tangan kirinya, akan
tetapi ia tidak melihat sesuatu yang luar biasa.
"Coba, dekatkan kemari!" kata Lie Hong Kiauw sambil
mengangsurkan lenteranya. Begitu mendekatkan tangannya pada lentera, Thio Sin
Houw terkejut, Pada saat itu ia melihat telapakan tangannya
bergaris-garis hitam, serunya tak mengerti:
"Apa ini" Apakah aku terkena racun ?"
293 "Hmm!" dengus Lie Hong Kiauw.
"Apakah kau anggap murid-muridnya Tiap kok ie-sian tidak
mempunyai ilmu pukulan beracun?"
"Akh!" Thio Sin Houw terkejut berbareng heran. "Kalau
begitu kalian adalah murid-muridnya si Tabib Sakti Ouw Gie
Coen, Ouw Sinshe, Tetapi mengapa kalian saudara-saudara
seperguruan saling bertengkar?"
Lie Hong Kiauw tidak menjawab. ia hanya menghela
napas, kemudian mencabut tusuk sanggulnya yang tadi
digunakan untuk memantek kertas tulisan Ouw Sinshe yang
mengandung bisa racun Pek-hu cu-hwa dipohon, Kemudian ia
memasukkan kedua benda itu kedalam sakunya dan waktu itu
huruf-huruf yang bercahaya pada surat pertama sudah lenyap
seketika. "Apakah cici yang menulis semua surat-surat itu?" tanya
Thio Sin Houw. "Benar!" sahut Lie Hong Kiauw. "Suhu nampaknya sayang
benar kepada toa-suheng Bu Teng Kun pada masa mudanya,
hal itu terbukti dengan banyaknya tulisan-tulisan toa-suheng
yang terdapat dalam kumpulan naskah dalam peti peninggalan
suhu. Umpamanya catatan-catatan mengenai nama-nama
bunga, tetumbuhan dan ramuannya, Dengan demikian aku
paham benar akan bentuk tulisannya, itulah sebabnya dapat
aku meniru bentuk-bentuk hurufnya. Akan tetapi aku belum
berhasil dengan sempurna , karena melupakan pengucapan
hatinya." "Tentu saja cici tidak dapat menirukan dengan sempurna,
karena beda watak cici dengan wataknya." potong Thio Sin
Houw cepat. "Cici adalah seorang yang jujur dan bersih hati,
sebaliknya toa-suhengmu penuh dengan fitnah, kekejian dan
kelicikan kelicikan." 294 Lie Hong Lian tidak membenarkan ataupun membantah, ia
berdiam sejenak. setelah itu meneruskan lagi:
"Surat wasiat suhu ditulis dengan larutan tawas. orang
harus memanggang terlebih dahulu di atas api, apabila
hendak membacanya. Kemudian setelah aku melakukan
percobaan-percobaan, aku mengaduknya dengan sumsum
harimau dan berbagai campuran lainnya. Karena itu apabila
surat itu berada ditempat gelap akan menyala sendirinya. Kau
lihatlah!" Setelah berkata demikian ia memadamkan lenteranya, dan
benar saja tulisan yang berada di atas kertas lantas bercahaya
mengkilat, Dan begitu lentera dinyalakan kembali sehingga
kegelapan malam dikalahkan oleh cahaya lentera, maka nyala
huruf-huruf itu lantas lenyap tak kelihatan lagi.
Dengan demikian, pada kertas itu terdapat dua bentuk
tulisan. Yang pertama tulisan Lie Hong Kiauw yang terbaca
apabila keadaan terang, dan yang kedua tulisan Sinshe Ouw
Gie Goen yang terbaca apabila keadaan gelap pekat.
Setelah mengetahui latar belakangnya, Thio Sin Houw ikut
bergembira dan bersyukur, seakan-akan iapun ikut senang
dalam persoalan ini, sebaliknya Lie Hong Kiauw heran
menyaksikan kegirangan Thio Sin Houw, tanyanya menegas:
"Kenapa kau begitu girang" Bukankah tanganmu terkena
racun jahat kakak seperguruanku?"
"Cici tadi berjanji hendak menyembuhkan aku!" sahut Thio
Sin Houw cerdik. "Dan aku tahu, cici adalah seorang bidadari
yang jujur, Kukira duduk dekat murid terkasih Ouw sinshe,
seorang tabib maha sakti tak ubah malaikat. Karena itu
meskipun andaikata aku kena pukulan dewa maut, muridnya
Ouw Sinshe pasti sanggup menolong jiwaku, Jadi, aku tidak
perlu takut!" 295 Mendengar perkataan Thio Sin Houw yang kekanakkanakan,
Lie Hong Kiauw tertawa geli, Tiba-tiba ia
memadamkan lenteranya, kemudian terdengar suara
gemeresek dari tempat keranjang ditempatkan, Tak lama lagi
lentera dinyalakan lagi, dan ternyata Lie Hong Kiauw telah
berganti pakaian. "Lihatlah! sekarang aku berganti pakaian baru, kau tak
perlu takut lagi akan racun yang kulumurkan di pakaianku
tadi." kata Lie Hong Kiauw sambil tertawa lebar.
"Hong cici! Kau dapat memikirkan segala sesuatunya
dengan cermat terlebih dahulu sebelum bertindak. Apabila aku
dapat mewarisi sepersepuluh bagian saja dari kepandaianmu
ini, aku sudah bersyukur..." kata Thio Sin Houw bersungguh
sungguh . Mendengar perkataan Thio Sin Houw, mendadak Lie Hong
Kiauw berkilat-kilat kedua matanya, dengan suara
mengandung penuh penyesalan ia berkata:
"Apa katamu tadi" Apakah kau bisa menjadi manusia
bahagia apabila mengenal racun" Huh! Orang yang mengenal
racun, akan selalu tergoda oleh pikirannya sendiri terus
menerus untuk mengadakan percobaan-percobaan penebaran
racun-racunnya. setiap detik yang di pikirkan hanyalah
bagaimana dapat membuat racun sehebat-hebatnya melebihi
yang sudah-sudah, lihatlah aku ini setiap saat mana-kala aku
bangun tidur sampai nanti menjelang tidur kembali, dalam
hatiku terus menerus bergumul satu perjoangan hebat antara
hawa-napsuku sendiri. Karena itu apabila dapat, aku memohon kepada Tuhan
agar di lahirkan kembali sebagai manusia biasa seperti dirimu,
Alangkah bahagianya!" Setelah berkata demikian, ia lalu menghela napas
296 berulangkali. Kemudian menarik lengan Thio Sin Houw, dan
segera menusuk jari-jari Thio Sin Houw dengan tusuk
sanggulnya, Kemudian mengurut sehingga tak lama
kemudian, darah ungu meleleh keluar.
Thio Sin Houw yang sejak tadi membiarkan tangannya
ditarik dan di tusuk dengan tusuk sanggul perak Lie Hong
Kiauw, menjadi heran karena tusukan itu sama sekali tidak
terasa sakit, bahkan tatkala darah ungu meleleh keluar, ia
merasakan suatu hawa yang nyaman sekali meresap kedalam
peredaran darahnya. ia jadi kagum luar biasa pada saat itu
mendadak saja ia mendengar suara Bu Teng Kun menggeliat,
ia terperanjat dan lantas berseru: "Heil Dia tersadar!" "Tak mungkin!" sahut Lie Hong Kiauw yakin. "Paling cepat,
tiga jam lagi !" Memperhatikan keadaan Bu Teng Kun, Thio Sin Houw
menjadi teringat kepada pengalamannya tadi, Terus saja ia
minta keterangan: "Tadi ketika aku mengangkat keranjang, sama sekali dia
tidak bergerak sehingga aku tidak tahu bahwa dalam
keranjang itu ada manusianya ... Akh! benar-benar aku tolol sekali."
Lie Hong Kiauw tersenyum lebar, Menjawab:
"Hemm! orang yang menyatakan dirinya tolol, biasanya
justru orang pintar luar biasa!"
Thio Sin Houw tidak menjawab, ia hanya tertawa. Akan
tetapi dalam hatinya ia merasa puas, dan sesaat kemudian ia
berkata lagi: 297 "Eh, mereka tadi memperebutkan kitab sakti warisan
gurumu, apakah mengenai ilmu pengetahuan ketabiban atau
sarwa racun?" "Dugaanmu tepat sekali," jawab Lie Hong Kiauw senang,
"ltulah jerih payah almarhum suhu, semuanya ada dua buku,
Yang satu tentang ilmu ketabiban, dan yang lain tentang
rahasia ramuan sarwa racun. Apa engkau ingin melihatnya?"
Heran Thio Sin Houw mendengar tawaran itu. Bukankah
dia tadi menolak keinginan ketiga kakak seperguruannya
untuk membaca kitab warisan gurunya barang sebentar saja"
Melihat Lie Hong Kiauw mengeluarkan sebuah bungkusan
kain putih yang disimpan dalam sakunya - Thio Sin Houw jadi
terharu. Dalam bungkusan kain putih itu terdapat lain
bungkusan kertas minyak. setelah kertas minyak itu dibuka,
terlihatlah dua jilid kitab kuning dan hitam yang panjangnya
enam senti dan lebar empat senti. Dengan menggunakan tusuk sanggulnya, Lie Hong Kiauw
membalik balik halaman kitab yang penuh tulisan huruf huruf
indah. Tak usah dikatakan lagi, bahwa setiap halaman kertas
itu pastilah sangat beracun. orang akan celaka apabila berani
dengan sembarangan menyentuh atau membalik-balik dengan
tangannya. Memperoleh kepercayaan dari Lie Hong Kiauw yang begitu
besar terhadap dirinya, Thio Sin Houw merasa bersyukur dan
girang bukan kepalang. Dengan mengangguk, ia memberi
isyarat bahwa sudahlah cukup ia melihat buku warisan Tiapkok
ie-sian Ouw Goe Coen itu. Maka Lie Hong Kiauw kembali
membungkusnya rapih-rapih, dan dimasukkannya ke dalam
saku. Kemudian ia mengeluarkan sebotol bubuk berwarna ungu,
ia menuangkan diatas telapak tangan dan memborehkan pada
telapak tangan Thio Sin Houw yang tadi ditusuknya dengan
tusuk sanggul perak, sebentar ia mengurut-urut jari-jari itu, dan
298 tak lama kemudian bubuk berwarna ungu tadi lantas saja
terhisap masuk melalui lubang-lubang bekas tusukan Lie Hong
Kiauw. "Benar-benar hebat kau, cici!"
Thio Sin Houw memuji dengan setulus hati, "Seumur
hidupku, belum pernah aku menyaksikan seorang tabib seperti
dirimu!" "Kepandaianku ini tidak ada artinya, apabila dibandingkan
dengan kepandaian guruku," sahut Lie Hong Kiauw merendah.
"Suhu pandai membedah perut dan dada, serta ahli
menyambung tulang, apabila kau telah menyaksikan
kepandaiannya, barulah kau pantas kagum benar-benar."
"Benar!?" kata Thio Sin Houw memuji. "Gurumu mahir
menggunakan racun, pasti ahli pula dalam menyembuhkan
penyakit, Pantaslah, kakek-guruku pernah memuji gurumu
setinggi langit." "Siapakah kakek gurumu itu?" tanya Lie Hong Kiauw
penuh perhatian. "Thay-suhu bermukim diatas gunung Boe-tong, namanya
Tie-kong tianglo.,." jawab Thio Sin Houw,
Mendengar jawaban Thio Sin Houw, Lie Hong Kiauw
nampak terperanjat. jelas ia sering mendengar nama Tie-kong
tianglo yang termashur itu, terus saja ia berseru girang:
"Akh! Jika suhu masih hidup dan mendengar pujianmu ini,
pastilah beliau akan girang bukan kepalang, Hanya sayang,
beliau sekarang sudah tiada didunia ini ..." perkataannya yang
terakhir itu diucapkan dengan nada penuh duka.
"Kakak seperguruanmu tadi, Kim-Popo berkata, bahwa
299 gurumu pilih kasih, beliau agaknya hanya sayang kepada cici
belaka," kata Thio Sin Houw. "Kurasa kata-katanya benar
belaka, Tetapi hal itu terjadi karena kaupun mencintai gurumu
dengan sepenuh hati, Dengan demikian terjadi timbal-balik
yang sewajarnya." Lie Hong Kiauw tertawa melalui dadanya, ia menundukkan
kepala, Dan beberapa saat kemudian baru ia berkata:
"Suhu mempunyai empat orang murid, semuanya sudah
kau ketahui. Yang tertua adalah Bu Teng Kun, kemudian Kim
Sun Bu dan isterinya, Kim popo sedangkan aku adalah yang
termuda, sebenarnya setelah mempunyai tiga orang murid,
suhu tidak ingin menerima murid lagi, akan tetapi melihat
ketiga kakak seperguruanku itu saling bermusuhan dan saling
dendam, suhu menjadi cemas juga.

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau nanti suhu telah meninggal dunia, siapa yang dapat
menguasai mereka bertiga" Maka dalam usianya yang lanjut,
beliau menerima aku sebagai muridnya yang termuda."
Lie Hong Kiauw berdiam sejenak -kemudian meneruskan
sambil menatap wajah Thio Sin Houw:
"Mereka bertiga sebenarnya bukanlah orang-orang yang
jahat. permusuhan itu terjadi semata-mata karena Kim popo
menikah dengan Kim Sun Bo, dan Bu Teng Teng Kun menjadi
sakit hati, Dan sejak itu mereka saling bermusuhan sehingga
tak dapat didamaikan lagi." Thio Sin Houw memanggut manggutkan kepalanya,
tanyanya: "Toa-suhengmu, Bu Teng Kun pasti mencintai Kim Popo,
Kukira demikian bukan ?" "Bagaimana kisah asmara itu terjadih, sesungguhnya aku
tidak mengetahui. sebab pada saat itu mungkin sekali aku
300 belum lagi dilahirkan di dunia ini." sahut Lie Hong Kiauw
dengan tertawa manis. "Aku hanya mengetahui dari suhu,
bahwa toa-suheng Bu Teng Kun dahulu sudah beristeri,
padahal rupanya Kim Popo diam-diam mencintai toa-suheng,
Pada suatu hari, Kim popo meracuni isterinya toa-suheng
sehingga mati." Mendengar sepak terjang Kim Popo yang sampai hati
meracuni isterinya Bu Teng Kun, bulu roma Thio Sin Houw
terbangun. Terasa dalam hatinya, bahwa orang yang pandai
menggunakan racun, pasti kejam pula hatinya, sehingga
apabila ada persoalan kecil saja, mereka lantas main bunuh
dengan racunnya itu. Sementara itu Lie Hong Kiauw meneruskan perkataannya :
"Karena gusar, toa-suheng Bu Teng Kun lantas membalas
meracuni Kim Popo sehingga ia menjadi cacad seumur hidup,
ia menjadi wanita bongkok dan kakinya pincang pula.
"Akan tetapi, Kim Sun Bo yang menyintai Kim Popo
dengan segenap hati, tidak berobah cinta kasihnya meskipun
Kim Popo telah cacad tubuhnya, Maka mereka berdua lantas
kawin. Entah bagaimana alasannya, setelah Kim Popo
menikah dengan Kim Sun Bo, mendadak Bu Teng Kun teringat
akan hubungannya pada masa lampau. ia kembali berbaik hati
kepada Kim Popo dan mulai mengganggu cinta-kasih mereka
berdua. Dengan demikian, kalau tadinya Kim Popo yang salah, kini
toa-suheng Bu Teng Kun yang tercela. Sebab yang
membuktikan cinta-kasih sejati adalah Jie suheng Kim Sun Bo.
"Menyaksikan peristiwa itu, suhu menjadi jengkel.
Berulangkali suhu itu mencoba menasehati mereka bertiga
agar teringat akan nilai-nilai budi pekerti - akan tetapi
nasehatnya sama sekali tiada guna. Mereka menganggap
seperti segumpal awan berserakan ditengah udara, makin
301 lama permusuhan mereka makin hebat, Masing-masing
mempersiapkan kubu-kubu pertahanan.
Jie-suheng Kim Sun Bo yang sangat mencintai Kim Popo
membangun sebuah rumah dari besi, bentuknya setengah
bulat seperti bola, Rumah itu dilumuri racun penyepuh, ia
menanam pula pohon-pohon mengandung racun disekitar
rumahnya. semula rumah itu dimaksudkan sebagai kubu
pertahanan menghadapi Toa-suheng Bu Teng Kun, tetapi
karena merasa diri terancam bahaya terus-menerus akhirnya
mereka bertempat tinggal dalam rumah tersebut.
Hanya sekali-kali mereka mengadakan perjalanan untuk
mengintai dimana Toa-suheng Bu Teng Kun berada. Demikian
pula yang dilakukan Toa-suheng Bu Teng Kun terhadap
mereka berdua. Dengan demikian, karena mereka bertiga
menggunakan nama suhu, masyarakat dibuat bingung oleh
munculnya tiga tokoh yang berbeda perawakan tubuhnya
tetapi nama yang dikenakan sama, Maka banyaklah cerita dan
kisah mengenai diri pribadi guruku, Ouw Sinshe.
Penduduk disebelah selatan yakin, bahwa Ouw Shinshe
adalah seorang laki-laki berjubah seperti pendeta. sedangkan
sebenarnya dialah Toa-suheng Bu Teng Kun, sebaliknya
penduduk yang bermukim disebelah barat berkata, bahwa
Ouw Sinshe sebenarnya seorang perempuan, sementara
penduduk sebelah timur mengabarkan bahwa Ouw Sinshe
adalah seorang laki-laki berperawakan kasar dan nampak
dungu. itulah kedua kakak seperguruanku Kim Sun Bo dan
Kim Popo." "Oh, begitu?" kata Thio Sin Houw sambil manggutkan
kepalanya. "Tetapi sebenarnya diantara mereka bertiga,
siapakah yang berhak memakai nama Ouw Sinshe?"
"Aku sendiri tidak tahu," jawab Lie Hong Kiauw, "Tetapi
satu hal yang pasti, betapapun alasan mereka bertiga - suhu
302 tidak merestui, Hal itu disebahkan karena permintaan racun
mereka. Apa yang mereka lakukan benar-benar bertentangan
dengan panggilan hidup suhu, Berulangkali suhu berkata
kepadaku , begini: "Aku mempelajari sarwa racun demi untuk menolong
sesama hidup, sekarang kakakmu bertiga menyematkan
namaku untuk melampiaskan dendamnya masing-masing,
Tidak segan-segan mereka membunuh sesama umat dengan
menggunakan bisa racun. walaupun aku sama sekali tidak
melakukan hal itu, akan tetapi karena mereka murid-muridku,
maka kesalahan itu akan ditimpakan di atas pundakku juga,
Apakah kau mengira bahwa pendiri aliran kita ini tadinya
seorang biadab yang senang membunuh sesama hidup"
Tidak, anakku! ilmu pengetahuanku ini kuperoleh untuk tujuan
maha mulia dan bijaksana, setiap saat yang perlu dipikirkan
ialah bagaimana menolong orang dari lembah kesengsaraan
hidup ... "Akan tetapi racun kami memang sangat dahsyat,
sehingga tiada seorang saktipun didunia ini yang sanggup
menghadapinya, sayang sekali, ketiga kakak seperguruanku
itu meracuni orang dengan sembarangan saja, Tidak jarang
mereka meracuni orang baik-baik, Karena mereka murid-murid
suhu, maka nama Ouw Gie Coen menjadi bulan-bulanan dan
setiap orang mengutuki serta menyumpahi sampai langit
ketujuh, Akh!" Benar-benar menyedihkan sekali. Adik yang
baik, bagaimana menurut pendapatmu?"
Thio sin Houw menghela napas. sebagai anak yang baru
berumur belasan tahun, belum dapat ia membuat
pertimbangan Tetapi secara naluriah ia tahu pekerti baik dan
buruk, maka ia menjawab: "Sepak terjang kakakmu bertiga memang keterlaluan,
pastilah orang akan segera teringat pada gurumu manakala
mereka meracuni orang. Apalagi tadi kau berkata bahwa
303 orang-orang di sekitar sini salaf tafsir dan salah terka
mengenai pribadi gurumu, Mereka menyangka bahwa ketiga
kakak seperguruanku itu adalah Ouw Sinshe. Herannya, apa
sebab gurumu tidak turun gunung untuk membereskan dan
membersihkan namanya?" "Hal itu mudah dikatakan, tetapi sukar dilakukan." sahut Lie
HongKiauw, "Apabila suhu sampai turun gunung maka salah
pengertian akan jadi semakin parah sekali ..."
Gadis itu lantas menghela napas dalam, ia memeriksa
luka-luka Thio Sin Houw sekali lagi, Kemudian menyatakan
bahwa racun telah larut sirna, lalu ia bangkit berdiri dan
berkata lagi: "Malam ini aku masih harus menyelesaikan dua tugas lagi,
Yang pertama, kita harus mengambil obat pemunah racun
rumput Cin-su cay. Dan yang kedua mengobati Kim Cin Nio,
puteri Jie-su-heng Kim Suii Bo, Apabila tidak..."
Ia tersenyum dan tidak menyelesaikan perkataannya.
"Semua ini terjadi karena kesemberonoanku semata," Thio
Sin Houw menghela napas pula, "Jika aku tadi tidak
mencampuri urusanmu, pastilah kau telah dapat
membereskan mereka... Bukankah kau ingin berkata
demikian?" "Ya," jawab Lie Hong Kiauw dengan tegas, "Bagusilah, jika
kau tahu, "Marilah kita berangkat sekarang!"
"Apalkah dia dimasukkan ke dalam keranjang lagi?" tanya
Thio Sin Houw sambil menunjuk Bu Teng Kun yang masih
menggeletak di atas tanah. "Benar! Kau tolonglah." ujar Lie Hong Kiauw.
304 Thio Sin Hauw menghampiri Bu Teng Kun dan mencoba
mengangkatnya, Tentu saja tak dapat ia mengangkat tubuh Bu
Teng Kun dengan seorang diri, maka Lie Hong Kiauw
membantunya. Dengan tenaga mereka berdua, tubuh Bu Teng
Kun terangkat dengan mudah dan dimasukkannya ke dalam
keranjang kembali. Lie Hong Kiauw kemudian mencari
pikulannya, setelah diketemukan, seperti tadi ia memikul
kedua keranjangnya dan berjalan mengarah ke jurusan baratdaya.
Berjalan kira-kira beberapa lie, tibalah mereka di sebuah
rumah gubuk. Lie Hong Kiauw lalu berteriak:
"Kiang susiok, hayolah!" pintu terbuka, dan muncullah
seorang laki-laki hitam legam memikul beban pula. Pandang
matanya berkilat-kilat, Dengan tak mengeluarkan sepatah
katapun, ia segera mengikuti Lie Hong Kiauw.
***** MELIHAT munculnya orang hitam legam itu, meremanglah
bulu-roma Thio Sin Houw. pikirnya didalam hati:
"Lagi-lagi orang aneh ...!"
Akan tetapi melihat kesungguh-sungguhannya dan Lie
Hong Kiauw menanggapi dengan sikap wajar pula, tak berani
Thio Sin Houw minta keterangan kepadanya. iapun segera
mengikuti Lie Hong Kiauw dalam jarak tiga langkah. Empatlima
kali Lie Hong Kiauw menengok dan menghadiahkan
suara tertawa manis, itulah suatu tanda bahwa kini ia merasa
puas terhadap sang adik yang patuh.
Dari rumah gubuk orang hitam itu, Lie Hong Kiauw terus
berjalan mengarah ke utara. Dan selama berjalan mereka
bertiga membisu, Kira-kira jam empat pagi, tibalah mereka di
depan rumah aneh yang bentuknya seperti topi di
tengkurupkan, itulah rumah suami isteri Kim Sun Bo dan Kim
305 Popo. Lie Hong Kiauw kemudian mengeluarkan tiga ikat bunga
biru dari dalam keranjang. yang seikat diberikannya kepada
Thio Sin Houw, yang lain di berikan kepada orang hitam
tersebut dan sisanya dipegangnya sendiri. setelah melompati
pagar pohon rumput Cin-su cay, ia berteriak nyaring:
"Jie-ko dan sam-sucie! Apakah kalian berdua sudi
membukakan pintu bagiku?" Tiga kali ia berseru, akan tetapi sama sekali tak
memperoleh jawaban. Setelah menunggu beberapa saat lamanya, Lie Hong
Kiauw memberi isyarat anggukan kepada orang yang
disebutnya. Kiang susiok. Orang hitam itu segera meletakkan
bebannya kaatas tanah, dan mengeluarkan alat-alat besi - dari
sebuah alat penyemprot api tungku dapur, bubuk besi, timah
dan perabot pengebur. ia membuat api dan mulai melumerkan
bubuk besinya. setelah bubuk besi lumer, ia lalu memateri
bagian bagian yang renggang dari rumah aneh itu.
Thio Sin Houw yang selama ini mengikuti gerak-gerik
orang hitam itu segera mengetahui, bahwa dia sedang
menutup pintu-pintu dan jendela-jendela rumah besi Kim Sun
Bo suami-isteri, Rupanya karena merasa diri tidak dapat
mengatasi kepandaian adik seperguruannya, mereka berdua
tak berani perlihatkan diri. Tak ubah seperti kura-kura sembunyikan kepala, mereka
lantas saja menutup semua pintu dan jendelanya, Dengan
demikian, seperti halnya yang dilihat oleh Thio Sin Houw,
rumahnya yang aneh itu nampak seperti tidak berpintu
maupun jendela. 306 Setelah semua lubang ditutup rapat, Lie Hong Kiauw
menggapai Thio Sin Houw, Dengan isyarat mata, gadis itu
memberi perintah agar Sin Houw mengikutinya, Dia berjalan
mendahului dan melompati barisan pagar pohon-pohon
rumput Cin-su cay. Arahnya ke jurusan barat-laut dan setiap kali mengalahkan
kakinya, ia selalu menghitung dengan cermat. setelah berjalan
beberapa puluh langkah, ia membelok ke timur lima langkah
lagi dan kekiri empat langkah. Kemudian berkata
memutuskan: "Disinilah!" Lalu ia menyalakan lilinnya, Dengan matanya yang tajam
Thio Sin Houw mengamat-amati dua batu besar yang berada
didepannya, ternyata diantara dua batu besar tersebut
terdapat sebuah lubang kira-kira sebesar piring dan teraling
sebuah batu. "lnilah lubang tempat mereka bernapas." kata Lie Hong
Kiauw sambil terus berjongkok. "Mereka tak dapat ke luar lagi
dari rumah itu, karena semua lubang angin maupun pintu dan
jendelanya sudah tertutup rapat, Maka sebentar lagi pastilah
mereka akan menghampiri lubang ini."
Lilin yang telah dinyalakan tadi diletakkan ke mulut lubang
dan dengan bantuan angin perlahan-lahan asapnya masuk ke
dalam. Menyaksikan tindakan Lie Hong Kiauw yang dianggapnya
sangat kejam Thio Sin Houw jadi bergidik. Tiba-tiba saja ia jadi
merasa iba terhadap orang orang yang terkurung didalam
rumah besi tersebut. Apakah perbuatan begini dapat
dibenarkan" Beberapa saat kemudian, Lie Hong Kiauw bahkan
307 mengeluarkan kipas bambunya. Dan dengan kipas itu ia mulai
me-ngipasi asap lilin ke dalam lubang pernapasan, dan Thio
Sin Houw tak dapat bersabar lagi, Dengan berdiri tegak ia
berkata menegur: "Hong cici! Apakah kau sangat berdendam terhadap kedua
kakak seperguruannya itu" Tak dapatkah kau mencari jalan
damai lain lagi?" "Tidakl" jawab Lie Hong Kiauw dengan suara tawar.
"Apakah gurumu memberi perintah kepadamu, agar kau
membersihkan rumah perguruanmu?" Thio Sin Houw
menegas.

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Belum sampai begitu jauh, hanya mirip saja." sahut Lie
Hong Kiauw acuh tak acuh. "Tapi ... tapi ..." kata Thio Sin Houw terputus-putus. Tak
tahulah ia bagaimana hendak menyatakan perasaan hatinya,
sedangkan Lie Hong Kiauw mendongak mengawasi lalu
berkata dengan suara tawar dingin: "Kenapa kau jadi begitu bingung?"
"Jika kedua kakak seperguruanmu itu mempunyai
kedosaan yang sangat besar, biarlah kali ini diberi
kesempatan agar mereka dapat merobah sepak-terjang
mereka yang telah lampau untuk menebus dosa-dosanya."
ujar Thio Sin Houw dengan suara setengah memohon.
"Ya!" sahut Lie Hong Kiauw. "Guruku pun pernah berkata
begitu," ia berdiam sejenak, lalu berkata lagi: "Sayang sekali,
guruku kini sudah berada di alam baka, Jika beliau masih
hidup, pasti beliau merasa cocok dengan cara berpikirmu."
sedang mulutnya berkata demikian, tangannya tetap
mengipasi asap lilin yang makin lama makin banyak masuk ke
dalam lobang, Thio Sin Houw menggaruk-garuk kepalanya
308 dengan menuding lilin berasap itu ia berkata:
"Bukankah asap beracun itu dapat membunuh manusia?"
"Oh! Kalau begitu, hatimu yang mulia ini menyangka aku
hendak mengambil jiwa mereka?" seru ide Hong Kiauw
dengan tersenyum. Wajah muka Thio Sin Houw lantas saja menjadi merah,
sebab oleh jawaban itu Lie Hong Kiauw hendak meyakinkan
kepada Thio Sin Houw, bahwa ia tidak bermaksud hendak
membunuh kakak seperguruannya. Maka Sin Houw jadi
merasa malu sendiri. Lie Hong Kiauw sendiri tidak menghiraukan keadaan hati
Thio Sin Houw - dengan kukunya ia menggores lilinnya sambil
berkata: "Adikku Sin Houw! Tolonglah kau menggantikan aku, tetapi
hati-hati jangan sampai lilin ini padam. Kau boleh
memadamkan lilin ini, apabila apinya sudah membakar sampai
digoresan ini!" Segera ia menyerahkan kipas bambunya kepada Thio Sin
Houw, dan kemudian bangkit berdiri sambil menebarkan
penglihatannya ke sekitar rumah aneh itu serta memasang
telinga. Tanpa berkata sepatah katapun lagi, Thio Sin Houw
lantas saja melakukan perintahnya tadi.
Apabila keadaan disekitar rumah aneh itu tetap sunyi
senyap dan tiada terjadi sesuatu diluar perhitungannya, Lie
Hong Kiauw lantas duduk di atas sebuah batu besar dekat
Thio Sin Houw. "Orang berkuda yang menghancurkan kebun bungaku,
adalahKim Cin Nio, puterinya Kim Sun Bo." kata ide Hong
Kiauw tiba-tiba. 309 "Aneh!" Thio Sin Houw berseru heran. "Bukankah yang
melakukannya bukan seorang laki-laki?"
"Apakah seorang perempuan tidak bisa menyamar sebagai
laki-laki?" sahut Lie Hong Kiauw membalas pertanyaan Thio
Sin Houw dengan pertanyaan pula. Thio Sin Houw tergugu sejenak lalu minta keterangan:
"Apakah diapun berada dalam rumah ini?"
"Benar," jawab Lie Hong Kiauw dengan tertawa lebar. "Apa
yang kita lakukan sekarang ini, justru untuk menolong dia. Kita
harus merobohkan kedua kakak seperguruanku terlebih
dahulu, agar mereka berdua tidak menghalangi pekerjaanku
ini." Sekali lagi Thio Sin Houw berseru tertahan. Didalam hati ia
berkata: "Benar-benar diluar dugaanku semua perbuatannya, ia
membakar lilin yang samar akan tetapi ia tidak bermaksud
membunuh orang, sebaliknya malah menolong. Sepakterjangnya
ini yang sukar diduga. Hanya setan dan iblis yang
bisa menebaknya!" "Sebenarnya jie-suheng dan sam-sucie mempunyai
seorang musuh bernama Ang Sin Kong." ujar Lie Hong Kiauw.
"Ang Sin Kong sudah berada di tempat ini kira-kira
setengah tahun yang lalu, akan tetapi masih belum mampu ia
menerjang rumahnya jie-suheng yang istimewa ini. itulah
disebabkan karena pohon rumput Cin-siu cay yang sangat
mengandung racun. Di dunia ini tak ada orang yang mampu
melawan racun dahsyatnya, hanya bunga biru itulah satusatunya
pemunah racun rumput Cin-siu cay. 310 Mula-mula jie-suheng dan sam-suci tidak mengetahui
khasiat bunga biruku, akan tetapi begitu kuberikan kepadamu
berdua, mereka lantas tersadar. Dapat dibayangkan betapa
terkejutnya mereka berdua, begitu menyaksikan kalian dapat
melawan pohon-pohon beracunnya,"
"Benar!" Thio Sin Houw memotong. "Tatkala aku dan Cie
toako datang ke mari, lapat-lapat aku mendengar suara
mereka, kaget berbareng gusar dari dalam rumah ini."
Lie Hong Kiauw mengangguk dan ber kata meneruskan:
"Seperti kataku tadi, racun Cin-siu cay sebenarnya tak
dapat dipunahkan oleh ramuan pemunah yang terdapat di
dunia ini, sebaliknya orang bisa kebal terhadap racunnya,
apabila sering makan buahnya. Untunglah, meskipun besar
bahayanya, tanda-tanda Cin-siu cay sebenarnya mudah sekali
dikenali. Jika pohon itu tumbuh di suatu tempat, disekitarnya
dalam jarak sepuluh atau duapuluh meter tiada terdapat
seekor semut atau sebatang rumputpun."
"Benar katamu!" kata Thio Sin Houw, "Tadinya aku heran
sekali melihat disekitar rumah ini, sama sekali tiada terdapat
tetumbuhan apapun juga. Akh, jika aku tidak kau berikan
bunga birumu itu ..." berkata sampai disitu, Thio Sin Houw
bergidik dengan sendiri-nya, karena teringat pengalamannya
yang seram bersama Cie Siang Gie. "Bunga biru itu baru saja berhasil aku tanam." Lie Hong
Kiauw memberi keterangan. "Aku merasa syukur terhadap
kalian berdua, yang bisa menghargai jerih payahku, Mengapa
tidak kau lemparkan saja ditengah jalan?"
"Bunga itu sangat indah!" sahut Thio Sin Houw.
"Hemm ... karena indah, maka kau tidak membuangnya,
bukan?" Lie Hong Kiauw menegas.
311 Thio Sin Houw tergugu, ia mendeham beberapa kali,
karena tak tahu bagaimana harus menjawabnya, Berkata
didalam hati: "Benar, Jika bunga itu tidak indah, barangkali tak sudi aku
menyimpan nya didalam saku. Dengan begitu yang menolong
aku berdua Cie toako sesungguhnya adalah keindahannya."
Selagi ia mendengarkan kata hatinya sendiri, angin
mendadak meniup keras, sehingga memadamkan nyala lilin.
Thio Sin Houw terperanjat bukan main sampai setengah
berteriak: "Hai! Bagaimana ini?" "Sudahlah! Kira-kira sudah cukup! ..." kata Lie Hong Kiauw
menghibur. Hati Thio Sin Houw tercekat mendengar suara Lie Hong
Kiauw agak kurang senang, ia jadi malu sendiri karena segala
yang diminta Lie Hong Kiauw berakhir dengan kejadiankejadian
yang tidak memuaskan hati. Maka segera ia berdiri
dengan membungkuk penuh sesal. Katanya.
"Maaf, Hong cici. Entah sudah berapa kali aku meminta
maaf kepadamu. Entah kenapa, malam ini pikiranku menjadi
kalut begini ..." Lie Hong Kiauw tidak menyahut. Karena itu Thio Sin Houw
meneruskan: "Aku tadi sedang berpikir, tiba-tiba angin kencang meniup.
Tatkala kau menghadiahi aku bunga biru itu, sama sekali tak
kuketahui bahwa bunga itu menolong jiwaku. Meskipun
demikian aku tetap menyimpannya, karena aku pikir segala
hadiah dari seseorang itu harus dan wajib disimpan dengan
sebaik-baiknya." 312 sekali lagi Lie Hong Kiauw membungkam mulut, ia hanya
mendengus beberapa kali, Dan hati Thio Sin Houw jadi pedih.
Beberapa saat kemudian, ia mencoba berkata lagi:
"Belum lagi umurku mencapai sepuluh tahun, aku sudah
tiada berayah bunda lagi, jarang sekali orang menghadiahkan
sesuatu kepadaku ..." "Akupun begitu," tiba-tiba Lie Hong Kiauw memotong.
"Akan tetapi semua orang dewasa di dunia ini berasal dari
bocah yang belum pandai beringus. Lambat-laun, seseorang
akan bisa menjadi dewasa..." sambil berkata demikian ia turun
dari batu. ia menyerahkan lilinnya kembali dan mencari
sebuah batu, Kemudian ditutupkan ke lubang pernapasan
rumah aneh itu, dan dengan menghela napas ia berkata
memerintah: "Hayooolah!" ia mendahului berjalan dan Thio Sin Houw mengikukt
dengan membungkam mulut. Anak itu tak berani lagi
mengumbar pikirannya yang ternyata selalu salah. Sebab
ternyata tatkala mereka tiba-di rumah Kim Sun Bo suami isteri,
si tukang besi "Kiang susiok" itu sedang duduk diatas tanah.
"Kiang susiok! Tolong sekarang buka kembali semua!"
perintah Lie Hong Kiauw sambil menunjuk bagian rumah yang
tadi dipateri. Tanpa berkata sepatah katapun juga, tukang besi itu
segera mengambil alat-alatnya. Lalu melakukan perintah Lie
Hong Kiauw dengan sungguh-sungguh. Kira-kira seperempat
jam kemudian, semua pateri tadi selesai dibuka kembali.
"Sekarang bongkarlah pintunya susiok!" perintah Lie Hong
Kiauw. 313 Kiang susiok itu segera bekerja, setelah mengetuk-ngetuk
beberapa kali, ia kemudian menyentak dengan palunya Dan
dengan suara berkerontangan, sepotong papan besi jatuh
kebawah dan berbukalah sebuah pintu yang tingginya enam
kaki dan lebarnya tiga kaki. Thio Sin Houw heran menyaksikan cara kerja tukang besi
itu, ia benar-benar paham akan pekerjaannya, perlengkapan
rumah dikenalnya dengan baik - dengan cekatan ia menarik
sebuah tombol yang ada dibalik pintu, lalu muncullah
sepasang tangga kecil. "Sekarang buang lah semua bunga biru?" perintah Lie
Hong Kiauw, ia mendahului melaksanakan perintahnya -
mendadak menoleh yang segera diikuti oleh "Kiang susiok dan
Thio Sin Houw, Tatkala hendak mendaki tangga penghubung,
ia menebarkan penciumannya. Mendadak menoleh kepada
Thio Sin Houw dan berkata. "Adik, didalam sakumu masih tersimpan bunga biru
pemberianku jangan kau bawa masuk."
"Akh!" seru Ohio Sin Houw heran sambil menggerayangi
sakunya, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan kain dan
dibukanya. Katanya lagi: "Penciumanmu benar-benar tajaml Meskipun didalam
bungkusan, masih saja tercium olehmu ..."
Thio Sin Houw membungkus bunga biru tersebut dalam
saputangan pemberian Ciu Sin Lan.. Bunga itu ternyata telah
layu. Dengan hati-hati ia menaruhnya di luar pintu.
Melihat cara menaruh dan menyimpan, terharu hati Lie
Hong Kiauw, Benar benar Thio Sin Houw menghargai bunga
pemberiannya. Tadi ia tidak yakin akan kejujuran bocah ini,
akan tetapi kini hatinya menjadi girang dan bersyukur, ia
314 berpaling menatap wajah Thio Sin Houw dan memberi hadiah
senyum, Kemudian katanya: "Adik yang baik, kau benar tidak berdusta."
Thio Sin Houw tak mengerti, apa sebab Lie Hong Kiauw
berkata demikian. serunya tersinggung:
"Dusta" Kenapa aku berdusta kepadamu ?"
Lie Hong Kiauw tidak menjawab. ia melangkahkan kakinya
ke ambang pintu sambil berkata: "Mereka yang berada didalam tak tahan terhadap bunga
biruku, karena mereka biasa makan buah pohon Cin-siu cay."
setelah berkata demikian ia meneruskan perjalanan memasuki
rumah aneh itu, dengan merribawa lenteranya.
Thio Sin Houw dan Kiang susiok segera mengikuti
dibelakang. Tiba dikaki tangga terakhir mereka berada di sebuah
terowongan yang sangat sempit. setelah membiluk dua kali,
lalu masuk ke dalam sebuah ruangan kecil berdinding penuh
lukisan dan perabut rumah tangga dari bambu, Menyaksikan
hal itu diam-diam Thio Sin Houw heran didalam hatinya.
Sama sekali diluar dugaan, bahwa Kim Sun Bo dan
isterinya yang nampaknya begitu kasar mempunyai perasaan
halus sampai dapat menghiasi rumahnya dengan lukisan
lukisan serta perabot meja kursi yang sedap dipandang mata.
Lie Hong Kiauw berjalan tanpa membuka mulut, beberapa
saat kemudian mereka bertiga tiba dibagian dapur, Dan apa
yang terjadi didapur itu sangat mengejutkan Thio Sin Houw.
Kim yun Bo dan Kim Popo nampak menggeletak di atas
lantai. Mereka berdua tidak berkutik, entah mati entah masih
315 hidup. Akan tetapi, bukan keadaan mereka itulah yang
mengherankan Thio Sin Houw, ia tahu, mereka roboh akibat
racun bunga Pek-hu cuhwa, Apa yang mengherankan hatinya
adalah, ia melihat seorang dewasa berada didalam sebuah
kuali besar, sedang air di dalam kuali itu nampak
mengepulkan uap walaupun belum mendidih, akan tetapi
sudah pasti panas sekali. Melihat hal itu secara naluriah Thio Sin Houw
mempercepat langkahnya, ia bergegas mendahulup Lie Hong
Kiauw yang berjalan didepannya, Maksudnya sudah terang
hendak menolong orang itu, yang tersiksa digodbk dalam
kuali. Dia menduga bahwa orang itu terjatuh dalam kuali
tatkala pingsan, akibat asap beracun kembang Pek-hu cu-hwa
memasuki lubang pernapasan. "Hei, kau mau kemana?" tegur Lie Hong Kiauw sambil
menarik lengan baju Thio Sin Houw, "Cobalah lihat, dia lelaki
atau perempuan?" "Dia laki-laki atau perempuan ... bukan soal!" sahut Ihio Sin
Houw dengan suara bergemetaran. "Oh, begitu" coba lihat yang jelas, dia memakai celana


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau tidak.,?" kata Lie Hong Kiauw dengan wajah merah.
"ldiiih! Masa orang itu tidak memakai pakaian ?"
"Bungkukkan saja badanmu dan mendekatlah ! Tolong
tambah kayunya, agar airnya cepat mendidih!"
Thio Sin Houw percaya akan kecerdasan otak gadis itu,
tetapi ia perlu meyakinkan diri, Tanyanya menegas:
"Apakah dia Kim Cin Nio?"
"Ya!" jawab Lie Hong Kiauw. Jie-suheng dan Sam-sucie
ingin melarutkan racun yang berada dalam diri Cin Nio dengan
316 jalan menggosoknya dalam kuali. Akan tetapi tanpa bantuan
bubuk racun Pek-hu cu-hwa, jerih payahnya, tidak akan
berhasil." Mendengar keterangan Lie Hong Kiauw, Thio Sin Houw
menjadi berlega hati, Tanpa ragu-ragu lagi ia menambah
beberapa potong kayu bakar ke dalam tungku api, Akan tetapi
ia tidak berani menambah terlalu banyak, karena khawatir Kim
Cin Nio tidak akan tahan. Terdengar Lie Hong Kiauw berkata
memerintah lagi: "Tambah lagi! Kenapa kau begini pelit?"
THIO SlN HOUW merasa bimbang lalu mendongak
menatap wajah Lie Hong Kiauw dengan pandang menyelidik.
Lie Hong Kiauw berkata meyakinkan: "Percayalah! Dia tidak akan mati."
Dengan kepala penuh teka-teki ia menambah empat
potong kayu bakar lagi ke dalam tungku itu, kemudian mundur
dengan tetap membungkuk. setelah mundur lima langkah, ia
memutar badan menjauhi. Melihat pekerti Thio Sin Houw,
maka Lie Hong Kiauw tersenyum dengan muka bersemu
dadu. Tak lama kemudian, Lie Hong Kiauw menghampiri kuali
besar itu, ia mencelupkan jari telunjuknya untuk mengukur
suhu air yang nampak mulai mendidih.
Ia menunggu kira-kira sepuluh menit lagi, lalu
mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi bubuk berwarna
ungu. Itulah bubuk bunga biru, Pek-hu cu-hwa. ia menaburkan ke
dalam air mendidih dan kemudian mengaduknya, setelah itu
menghampiri Kim Sun Bo dan Kim Po-po. Dengan jari telunjuk
317 ia mengambil bubuk pemunah racun, kemudian diselomoti ke
hidung mereka berdua. Dan begitu menyedot obat pemunah racun yang
ditempelkan Lie Hong Kiauw, lantas saja mereka bersin, pada
saat itu juga mereka menyenakkan mata.
Dalam pada itu, Lie Hong Kiauw mulai bekerja, ia
menyenduk air mendidih dalam kuali besar tersebut dengan
sebuah gayung. Air mendidih itu dibuangnya dan diganti
dengan air dingin, sambil menuang air dingin, tak lupa ia
menaburkan bubuk bunga birunya. Menyaksikan hal itu, paras muka Kim Sun Bo dan isterinya
yang tadinya guram lantas saja berugah girang, Mereka tahu,
bahwa Lie Hong Kiauw sedang menolong puterinya, serentak
mereka bangun berdiri mengawasi gerak-gerik adik
seperguruan mereka itu dengan membungkam mulut.
Thio Sin Houw menoleh dan mengamat-amati wajah
mereka, nampaknya masih berbimbang hati, Hal itu bisa
dimengerti, puteri mereka kena racun adik seperguruannya
dan kini gadis yang meracuni datang menolongnya. inilah
pekerti yang tak pernah terlintas dalam benak mereka.
Kim Sun Bo dan Kim Popo tadi sudah berusaha matimatian,
untuk menolong jiwa puteri mereka itu dengan hati
kurang yakin. Dan kini gadis yang meracuni dapat
memunahkan racun dengan cekatan dan pasti. Tentulah gadis
itu sudah mewarisi seluruh kepandaian guru mereka.
Menyadari hal itu, mereka berdua nampak jelus, Akan
tetapi mereka mati kutu, bukankah dalam waktu singkat saja
mereka berdua dan kakak seperguruan mereka yang tertua
roboh ditangan adik seperguruan yang termuda itu"
Lie Hong Kiauw tidak menghiraukan kesan mereka berdua,
dia tetap bekerja dengan tekun dan sungguh-sungguh, seperti
318 tadi, setiap kali air mendidih ia menyendok dengan gayung
dan membuangnya. Kemudian diganti dengan segayung air
dingin. Direbus secara begitu, racun yang mengeram di dalam
tubuh Cin Nio terhisap perlahan lahan oleh bubuk pemunah.
setelah beberapa lama, Lie Hong Kiauw kemudian berpaling
kepada si tukang besi dan berkata memerintah:
"Kiang susiok! Hayolah turun tangan. Tunggu sampai
kapan lagi" Bukan-kah sekarang saat yang sebaik-baiknya.
"Baiklah!" sahut si tukang besi sambil mengambil sepotong
kayu bakar. Dan selagi Thio Sin Houw sedang heran
mengawasi, tiba-tiba tangan Kiang susiok yang menggenggam
kayu bakar itu terayun memukul kepala Kim Sun Bo.
"Hei, gila kau!" bentak Kim Sun Bo dengan suara gusar.
segera ia hendak menggerakkan tangannya, tetapi isterinya
mencegah: "Suko! Saat ini adik kita sedang menolong jiwa anak kita
satu-satunya, Budi ini bukan main besarnya. Menerima
pukulan beberapa kali tanpa membalas, rasanya bukan apaapa.
Kau terimalah, dengan hati ikhlas, orang itu hanya
melaksanakan perintah adik kita."
Mendengar kata-kata isterinya, Kim Sun Bo tercengang,
akan tetapi kemudian ia menundukkan kepala. Lalu ia berkata
dengan suara menahan gusar: "Baiklah!" Dan ia menyerahkan dirinya kepada si tukang besi, untuk
membiarkan digebuk pulang-balik sampai babak belur!
"Anjing!" teriak si tukang besi.
"Kau sudah merampas sawah-ladangku... rumahku .. kau
319 paksa pula aku membangun rumah besi ini, jangan lagi kau
merasa hutang budi atau memberikan sekedar upah
kepadamu, sebaliknya kau bekuk aku sampai nyaris mampus.
lihatlah, tulang igaku patah tiga!Dan hampir setahun penuh
aku terpaksa rebah tidak berdaya. Karena sawah dan
ladangku kau injak-injak, rumahku kau rampas, aku terpaksa
mengobati lukaku dengan sisa-sisa barangku yang masih ada,
Anjing! Aku ini orang miskin... kenapa kau begitu kejam dan
biadab" Apa aku pernah mengganggu selembar rambutmu" Oh,
Tuhan! Akhirnya pada hari ini aku bisa bertemu dengan kalian
berdua ..," Sambil terus memaki-maki, tukang besi itu memukul,
menghantam dan menendang kalang-kabut tubuh Kim Sun
Bo. Meskipun tidak memiliki himpunan tenaga sakti, akan
tetapi pukulannya cukup keras karena tangannya terlatih
sebagai tukang besi, Kayu pembakar yang digunakan sebagai
alat penggebuk, patah tujuh-delapan kali sabetan saja.
Dapat dibayangkan, bahwa Kim Sun Bo sangat menderita
karenanya, Namun dengan mengertak gigi, ia menerima
pukulan-pukulan tukang besi itu tanpa membalas atau
mengelak. sekarang tubuh serta mukanya tidak hanya babakbelur,
tetapi mulai mengeluarkan darah. Dalam pada itu Thio Sin Houw yang berotak cerdas, lantas
saja dapat menebak latar belakang peristiwa itu.
Tukang besi itu rupanya menyimpan dendam begitu rupa
kepada suami isteri Kim Sun Bo. oleh pertolongan Lie Hong
Kiauw, dapatlah ia melampiaskan dendamnya. Dia sendiri
adalah seorang anak yang mendendam pula terhadap lawanlawan
ayah-bunda dan saudaranya yang mati penasaran.
Karena itu menyaksikan betapa si tukang besi dapat
melampiaskan dendamnya, hatinya mendadak ikut bersyukur
pula, Tak sekehendaknya sendiri, ia memanjatkan doa syukur
320 ke hadirat Tuhan yang Maha Adil. Dalam waktu yang pendek saja, tiga potongan kayu bakar
sudah patah untuk alat penggebuk. Muka dan seluruh tubuh
Kim Sun Bo berlumuran darah. Dan melihat seluruh tubuh Kim Sun Bo sudah berlumuran
darah, tukang besi itu menghentikan gebukannya, Betapapun
juga, dia bukan manusia kejam. segera ia melemparkan kayu
bakar keempat ke tanah, lalu menghadap Lie Hong Kiauw,
sambil membungkuk hormat, ia berkata:
"Lie kouwnio, pada hari ini kau telah menolong aku
melampiaskan dendamku. Budimu ini takkan kulupakan
selama-lamanya. Entah dengan cara bagaimana, aku dapat
membalas budimu!" "Kiang susiok! Tak usah kau berkata demikian." sahut Lie
Hong Kiauw, Kemudian menoleh kepada Kim Popo, katanya:
Sam-sucie, kembalikanlah sawah ladang dan rumahnya.
Aku mohon kepadamu, agar mulai saat ini kalian jangan
membalas sakit hati kepadanya lagi.Maukah sam-sucie
berdua jie-suheng berjanji?" "Selama hidupku, tak akan lagi menginjak daerahnya,"
jawab Kim popo dengan angkuh, "Akan tetapi, jangan harap
aku akan melupakan peristiwa hari ini..."
"Baiklah!," sahut Lie Hong Kiauw memaklumi. "Kiang
susiok, kau pulanglah dahulu, Disini tiada lagi sangkut-pautnya
dengan urusanmu. semuanya sudah beres, bukan?"
Dengan muka berseri-seri, tukang besi itu memungut
beberapa potongan kayu bakar yang berlumuran darah, lalu
berkata: "Orang itu sangat jahat, tetapi aku telah dapat
321 melampiaskan dendamku, Perkenankan aku menyimpan alat
pemukul pembalas dendam ini, sebagai kenang-kenangan, "
Setelah berkata demikian, kembali ia membungkuk hormat
kepada Lie Hong Kiauw, kemudian memutar badannya
meninggalkan ruangan itu dengan langkah panjang.
Melihat pandang mata tukang besi yang berseri-seri itu,
jantung Thio Sin Houw tergoncang, itulah suatu keserian yang
membersit dari rasa syukur luar biasa, ia jadi ingat dirinya
sendiri. Apabila dikemudian hari ia juga berhasil
melampiaskan dendamnya, pastilah akan segirang dia pula.
Teringat pula ia kepada musuh-musuhnya yang kejam, dan
kekejaman mereka tiada beda dengan kebengisan Kim Sun
Bo maupun Kim Popo. Mengingat pekertinya yang busuk,
bukanlah suatu hal yang mustahil akan mengejar si tukang
besi untuk menganiaya sekali lagi, begitu Lie Hong Kiauw
meninggalkan rumahnya, Memperoleh pikiran demikian,
segera Thio Sin Houw lari mengejar si tukang besi sambil
berseru. "Kiang susiok, menurut pendapatku Kim Sun Bo dan
isterinya bukanlah manusia-manusia baik. Karena itu, lebih
baik susiok mengungsi jauh-jauh. Sawah-ladang dan rumah susiok, segera dijual saja!
Dengan bekal uang hasil penjualan itu, hendaklah susiok
mencari daerah yang jauh dan aman dari perbuatan mereka."
Si tukang besi itu tercengang, sejenak kemudian ia
terperanjat. Benar pikirnya, Mereka berdua, suami isteri Kim
Sun Bo adalah manusia-manusia beracun. Kemungkinan
besar mereka akan datang kembali untuk menyakiti dirinya,
akan tetapi menjual sawah-ladang dan rumahnya yang telah
didiami belasan tahun, alangkah sayang, Rasa cinta kepada
kampung-halaman sudah demikian meresap didalam dirinya,
maka berkatalah dia mencoba minta pertimbangan:
322 "Tetapi, bukankah mereka berdua sudah berjanji kepada
Lie Kouwnio" masakan mereka akan melanggar janjinya
sendiri?" Lie Hong Kiauw tadi menyesali Thio Sin Houw yang telah
memperkenalkan namanya terhadap suami-isteri Kim Sun Bo.
pastilah hal itu ada alasannya yang kuat, itulah sebabnya,
begitu mendengar perkataan si tukang besi maka Thio Sin
Houw lalu berkata meyakinkan: "Mereka berdua manusia-manusia beracun, apakah susiok
percaya kepada orang semacam mereka berdua?"
Si tukang besi seperti tersadar dari tidurnya, dengan suara
mengeluh ia berkata: "Benar ... benar, Baiklah, kalau begitu aku harus
menyingkir jauh-jauh" sehabis berkata demikian, dengan
bergegas ia menuju ke ambang pintu.
Sekonyong-konyong pada waktu menginjak tangga kedua,
ia berhenti lalu menoleh dan berkata kepada Thio Sin Houw:
"Terima kasih, siauw siangkong siapakah namamu?"
"Thio Sin Houw." jawab Sin Houw singkat.
"Sin Houw! Alangkah hebat nama itu!" seru si tukang besi.
Tiba-tiba ia tersenyum, kemudian berkata setengah berbisik:
"Aku berharap dengan sangat hendaklah kau
memperhatikan Lie kouw-nio selama hidupmul"
Mendengar perkataan si tukang besi itu, Thio Sin Houw
tercekat hatinya berbareng heran. Bertanya menegas:
"Apa maksudmu, susiok?" 323 "Siauw siangkong," kata si tukang besi sungguh-sungguh,
"Selama hidup aku ini adalah seorang pandai besi. Akan tetapi
meskipun tolol, tidaklah sebodoh kerbau. Umurmu empat atau
lima tahun lebih muda dari dia. Meskipun demikian, ia sangat
memperhatikan dirimu, Dia seorang gadis yang suci bersih,
berhati mulia dan berkepandaian tinggi. Tahukah kau siapa dia
sebenarnya, selain kau kenal sebagai murid Ouw Sinshe"
sebenarnya dia anak seorang maha sakti, Karena itu baikbaiklah
kau bergaul dengan dia." Setelah berkata demikian, si tukang besi memutar tubuh
dan keluar ambang pintu dengan tertawa lebar.
Keruan saja Thio Sin Houw tidak dapat menyelami arti
kata-katanya. secara naluriah, tiba-tiba ia merasa malu seperti
melihat seorang perempuan bertelanjang bulat dihadapannya,
Untuk mengatasi perasaan naluriahnya itu, ia berseru
membalas: "Susiok! sampai bertemu lagi...!"
"Siauw siangkong, sampai bertemu kembalil" jawab si
tukang besi, ia lalu mengumpulkan alat-alat besinya kedalam
keranjang, setelah lengkap semua, segera ia memikulnya
berjalan pulang ke kampungnya dengan hati lega.
Kira-kira sepuluh langkah berjalan, ia bersenandung. itulah
suatu bukti kesederhanaan hatinya. ia menangis waktu sedih,
ia membungkam mulut sewaktu prihatin, dan tertawa serta
bersenandung tatkala hatinya tegar.


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seperti seorang hukuman melihat salah seorang
sahabatnya memperoleh kebebasannya kembali, Thio Sin
Houw menghela napas karena senang, Dan dengan langkah
perlahan ia berjalan kembali ke dapur.
Tatkala itu Kim Cin Nio telah sadar dari pingsannya, ia
324 sudah berdiri di atas lantai dengan berkerebong selimut kain
panjang. Terhadap Lie Hong Kiauw, keluarga Kim suami-isteri jelus,
dengki dan juga membenci. Akan tetapi menyaksikan
kepandaian gadis itu dalam hal menggunakan obat dan racun,
mau tak mau mereka merasa sangat kagum, Dengan berdiri
tegak mereka menatap pandang Lie Hong Kiauw, seakanakan
persakitan menunggu keputusan hakim dengan
membungkam mulut. sama sekali mereka bertiga tidak
menghaturkan rasa terima kasih. Lie Hong Kiauw sendiri tak menghiraukan sikap mereka
yang dingin itu, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan tiga
ikat rumput obat kering berwarna putih, Diletakkannya ketiga
ikat rumput obat kering itu di atas meja, kemudian berkata:
"Rumah kalian tidak lagi merupakan rumah tertutup, semua
pohon-pohon racunmu sudah kupunahkan, Karena itu pada
suatu kali musuh kalian, Ang Sin Kong - sewaktu-waktu dapat
memasuki rumah ini. Karena itu kalian bisa memilih, keluar
atau tetap berada di rumah ini, Kedua-duanya sama saja
bahayanya bagi kalian bertiga, inilah rumput Sian-ie su-cay,
yang dahulu kutanam diantara pohon bunga Pek-hu cu-hwa,
Dengan membakar rumput ini, kukira kalian sanggup
mengundurkan gangguan Ang Sin Kong, Akan tetapi sejak ini,
janganlah kalian mengambil jiwa orang dengan sesuka hati
sendiri. Kuharapkan pula agar permusuhan kalian dengan
keluarga Ang Sin Kong dapat di selesaikan dengan damai."
Pada muka Kim Sun Bo berdua isterinya nampak berubahrubah,
Kadang merah-padam, kadang pula nampak berseriseri.
Mereka merasa girang dan bersyukur karena
memperoleh pertolongan, sebaliknya mereka mendongkol
karena harus mendengarkan segala petuah dan ceramah adik
seperguruannya yang masih belum dewasa, itulah suatu
penghinaan luar biasa bagi mereka berdua, Meskipun
325 demikian, mereka tak dapat memungkiri kenyataan, Kim Sun
Bo segera mengatasi perasaannya dan berkata:
"Lie sumoay, terima kasih atas segala perhatianmu ini."
"Hmm ..." dengus Thio Sin Houw di dalam hati, "Kau
berterima kasih terhadap alat pemunah lawan, dan bukan
karena tertolongnya nyawa anakmu..."
Setelah suaminya menghaturkan terima kasih, Kim Popo
mengeluarkan sebotol kecil yang kemudian diserahkan
kepada Lie Hong Kiauw, Katanya: "Sumoay, inilah obat pemunah bisa racun Hian-beng Sinkang,
Aku percaya, kau bisa membuatnya sendiri. Akan tetapi
kukira tak keburu lagi untuk menolong temanmu itu..."
Mendengar disebutnya racun Hian-beng Sin-kang, hati
Thio Sin Houw tercekat, ia girang bercampur heran,
bagaimana Kim Popo dapat melihat racun Hian-beng Sin-kang
yang mengeram didalam dirinya dengan sekali melihat saja"
sedang hatinya penuh pertanyaan demikian, ia melihat Lie
Hong Kiauw menerima botol pemberian Kim Popo.
Gadis itu segera, memeriksanya, dan kemudian menoleh
kepada Thio Sin Houw, Katanya lembut:
"Adik yang baik, orang yang berhati mulia dimana saja
gampang memperoleh pertolongan Tuhan, Terimalah!"
Setelah berkata demikian kepada Thio Sin Houw, gadis itu
berputar arah kepada Kim Cin Nio. Katanya dengan suara
angker. "Cici, kenapa kau memberikan racun Hian-beng Sin-kang
kepada orang luar?" Kim Cin Nio terkesiap, ia heran bukan main, bagaimana Lie
326 Hong Kiauw bisa mengetahui rahasia itu yang di tutupnya
rapat-rapat" Karena ditanya secara mendadak, ia menjawab
dengan gugup: "Aku ... aku..." "Lie sumoay!" kata Kim Sun Bo dan meneruskan lagi: "Cin
Nio memang keterlaluan, dan aku sudah menghajarnya"
Setelah berkata demikian, ia berjalan mendekati puterinya.
Kemudian memutar tubuh Cin Nio sehingga memunggungi Lie
Hong Kiauw berdua Thio Sin Houw, Dibukanya selimut kain
panjang yang menutupi punggung puterinya. Dan begitu
selimut kain tersibak, nampak punggung Kim Cin Nio penuh
jalur bekas sabetan cambuk yang bersemu darah.
Sebenarnya, tatkala menolong melarutkan racun yang
mengeram di dalam tubuh Cin Nio, Lie Hong Kiauw melihat
bekas sabetan cambuk tersebut. Akan tetapi mengingat bahwa
perbuatan Cin Nio melanggar undang-undang gurunya,
merupakan kesalahan sangat besar, ia wajib menegur.
Bahwasanya Cin Nio telah memberikan racun Hian-beng sin
kang kepada orang luar, diketahui Lie Hong Kiauw tatkala Kim
popo menyerahkan obat pemunahnya. ia teringat pula akan
racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram didalam tubuh
Thio Sin Houw. Pada saat itu serasa ia mendengar suara
gurunya mengiang-ngiang dalam telinganya:
"Jika kau sendiri yang meracuni orang, andaikata
kesalahan tangan, segera kau dapat memberi pertolongan.
Sebaliknya apabila racun, itu jatuh ke tangan orang lain
yang kemudian menggunakannya untuk mencelakakan orang
baik-baik, maka korban itu takkan tertolong lagi, Dosa ini
sepuluh kali lipat besarnya dari pada meracuni orang dengan
tangan sendiri." Lie Hong Kiauw percaya, bahwa larangan itu pastilah
327 sudah sering di katakan kepada Kim Cin Nio, oleh kedua
orang tuanya, Kenapa dia masih melanggar juga" pastilah ada
latar belakangnya yang beralasan kuat. Sebenarnya Lie Hong
Kiauw ingin minta keterangan lebih jelas lagi, akan tetapi
karena Kim Cin Nio sudah dihajar keras oleh kedua orang
tuanya, ia merasa tak sampai hati, segera ia mengambil
keputusan untuk berangkat saja. Katanya sambil membungkuk
hormat kepada kedua kakak seperguruannya:
"Jie suheng dan Sam sucie, Maaf-kan aku, pada akhirakhir
ini aku banyak melakukan kesalahan kepada kalian
berdua, sampai bertemu lagi..."
Kim Sun Bo segera membalas hormat, akan tetapi tidak
demikian halnya Kim Popo, perempuan bongkok itu hanya
mendengus, sudah barang tentu Lie Hong Kiauw tahu akan
arti dengusan itu, namun ia tidak menghiraukan. Dengan
memberikan isyarat mata kepada Thio Sin Houw, ia
mendahulukan bertindak keluar ruangan. Baru saja ia hendak
melangkahi ambang pintu, Kim Sun Bo mengejar sambil
berseru: "sumoay!" Lie Hong Kiauw memutar tubuhnya, Dan begitu melihat
paras muka kakak seperguruannya penuh rasa bimbang dan
guram, segera ia mengetahui apa yang berkutik didalam
hatinya. Dengan tertawa manis Lie Hong Kiauw berkata:
"Suheng, apakah yang menyulitkan hatimu?"
"Keluarga Ang Sin Kong berjumlah tiga orang, himpunan
ilmu saktinya sangat tinggi. Untuk mengundurkan mereka
bertiga, kami berdua membutuhkan bantuan seorang lagi"
sahut Kim Sun Bo "llmu kepandaian Cin Nio masih terlalu dangkal, karena itu
328 ingin aku memohon kepadamu ..." ia, tak dapat menyelesaikan
perkataannya karena tiba-tiba hatinya menjadi segan.
Lie Hong Kiauw tersenyum, dan segera menunjuk ke
keranjang bambu yang menggeletak diluar pintu:
"Toa-suheng berada di dalam keranjang itu, Bubuk bunga
biru Pek hu-cu-hwa yang berada ditangan Sam sucie cukup
untuk memunahkan racun yang mengeram didalam tubuh
Toa-suheng. Jie- suheng, kenapa kau tak mau menggunakan
kesempatan sebagus ini untuk memperbaiki hubunganmu
dengan Toa-suheng" Jika kau memberikan pertolongan
kepadanya, niscaya dia akan membantu kesulitanmu juga."
Mendengar keterangan Lie Hong Kiauw, bukan main
girang hati Kim Sun Bo, Belasan tahun lamanya ia berlawanlawanan
dengan kakak seperguruannya, sebenarnya ingin ia
memperoleh titik-titik perdamaian, akan tetapi selalu gagal.
Bahkan makin lama makin mendalam sama sekali tak pernah
diduganya, bahwa adik seperguruannya yang masih belum
pandai beringus itu dengan mudah saja dapat mengatur siasat
yang mengagumkan. Kecuali mengundurkan lawan berbareng memperbaiki
perhitungan antara sesama saudara seperguruan. Keruan saja
hati Kim Sun Bo jadi terharu, setelah menghaturkan terima
kasihnya berulangkali, segera ia mengambil keranjang bambu
itu. Dalam pada itu Thio Sin Houw sudah memungut bunga
birunya lagi, yang tadi diletakkan diluar pintu, Lie Hong Kiauw
mengalihkan perhatiannya kepadanya, kemudian ia berpaling
lagi kepada Kim Sun Bo dan berkata:
"Jie-suheng. Kepala dan hampir seluruh tubuhmu
mengalirkan darah. Tetapi begitu hawa racun yang mengeram
di dalam tubuhmu ikut merembes keluar pula, kuharap
janganlah kau menyimpan dendam terhadap perbuatanku
329 yang kurang ajar tadi." Lagi-lagi Kim Sun Bo terkejut, seperti seseorang yang
tersadar dari tidur nyenyak. pikirnya di dalam hati:
"Akh! Baru sekarang aku tahu, bahwa perintahnya agar
tukang besi tadi memukuli aku sebenarnya kecuali
menghukum kesalahanku, juga mengandung maksud baik,
Racun yang mengeram dalam tubuh Kim popo masih utuh,
kalau begitu aku harus mengeluarkan darahnya pula, agar ia
terhindar dari keracunan." Memperoleh pengertian itu, ia merasa benar-benar takluk
terhadap adik seperguruannya yang jauh lebih muda dari
dirinya, Benar-benar si bungsu itu banyak akal dan lebih
unggul dari pada dirinya sendiri, segera lenyaplah napsunya
untuk merebut atau merampas buku warisan gurunya, yang
kini berada ditangan Lie Hong Kiauw.
Dengan berdiam diri, Lie Hong Kiauw dan Thio Sin Houw
meninggalkan rumah aneh itu. Didalam benak Sin Houw
berkecamuk banyak persoalan yang berkelebatan tiada
hentinya. ia menggeridik tatkala mereka bertiga tstdi
membicarakan urusan racun Hiang-beng sinkang . Berbagai
pertanyaan timbul dalam hatinya: "Aku terkena racun Hian-beng bin-kang, siapa yang
melukai aku agaknya hanya setan dan iblis yang mengetahui.
Kini setitik sinar menyingkap kabut tebal itu, Kim Cin Nio
memberikan racun itu kepada seseorang, sayang Hong cici
tidak minta keterangan kepadanya, siapa orang yang
dimaksud itu," Ia merasa kecewa dan menyesali Lie Hong Kiauw, akan
tetapi tiba-tiba suatu pertimbangan lain menusuk benaknya.
Katanya didalam hati: "Dalam semua sepak terjangnya, gadis ini selalu
330 mengandung dua maksud yang saling bertentangan. Dia
menggebuk sambil menolong, dia tidak mau minta keterangan
yang lebih jelas lagi tentang orang yang membawa racun
Hian-beng sin-kang dari tangan Kim Cin Nio. Apakah dia
bermaksud melindungi aku" Memang, hatiku penuh dendam terhadap orang itu dan
semua yang membunuh ayah bunda dan saudaraku, Akan
tetapi aku belum mempunyai kepandaian yang berarti. Kalau
mendadak hatiku panas dan ingin melampiaskan dendamku,
bukankah sama saja artinya aku mengantarkan jiwaku
sendiri?" Dan memperoleh pertimbangan demikian, hatinya
menjadi lega. Tatkala itu fajar hari telah menyingsing, mereka berdua
sudah bekerja berat dan semalam suntuk tidak memejamkan
mata, Meskipun demikian karena terselimut kesejukan hawa
pegunungan yang segar, sama sekali mereka tidak merasa
letih. "Hong cici, bagaimana kau mengetahui bahwa Kim Cin Nio
kena racun Pek hu cu-hwa?" tanya Thio Sin Houw, "Dalam
kegelapan, mataku tak dapat melihat tegas."
"Mula-mula sewaktu melihat kawanan anjing hutan itu,
kukira yang datang adalah salah seorang keluarga Ang Sin
Kong," sahut Lie Hong Kiauw. "Akan tetapi begitu melihat pada leher orang itu terikat
seikat rumput obat, segera aku mengetahui bahwa dia itulah
Kim cici." "Apakah sebelumnya kau pernah melihat anaknya saudara
seperguruanmu itu?" tanya Thio Sin Houw.
"Belum pernah aku melihat orangnya tetapi kenal
namanya," jawab Lie Hong Kiauw secara sederhana,
331 kemudian meneruskan "Kemudian kuserang dia dengan paku
beracun milik Toa-suheng, dan pada paku itu kuikatkan
sepucuk surat palsu Toa-suheng. Paku beracun Toa-suheng
sangat terkenal diantara kita sesama rumah perguruan, itulah
salah satu senjata rahasia guruku yang di ajarkan kepadanya.
Namanya paku Tok-liong teng, sudah barang tentu Jie-suheng
berdua segera mengetahui dan mengenal pemiliknya. Apalagi
Jie suheng berdua menemukan surat tulisan Toa suheng yang
sebenarnya tulisanku sendiri. itulah sebabnya pula, mereka
berdua menuduh Toa suheng meracuni anak mereka, Cin
Nio." "Dari mana kau peroleh senjata rahasia toa suhengmu?"
tanya Thio Sin Houw. "Adik yang baik, kau tentu bukan anak tolol. pastilah kau
bisa menebak-nya." jawab Lie Hong Kiauw dengan tertawa
lebar. Thio Sin Houw berdiam sejenak, kemudian berkata nyaring
seperti baru tersadar: "Akh! sekarang tahulah aku. Pada saat itu Toa suhengmu
telah kau bekuk, dan kau masukkan ke dalam keranjangmu.
Bukankah begitu" Dan kau mengambil sebuah paku Tok-liong
teng!"

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar!" sahut Lie Hong Kiauw. "Melihat bunga biru itu Toa
suheng sudah menaruh curiga, ia mengikutimu ketika kau
berdua minta keterangan jalan yang menuju ke rumah suhu,
Dan akhirnya ia masuk ke dalam keranjangku..."
Mereka berdua lantas tertawa gembira, Tiba-tiba wajah Lie
Hong Kiauw berubah menjadi sungguh-sungguh, katanya:
"Adik Sin Houw! Racun Hian-beng Sin-kang yang
mengeram didalam dirimu itu belum larut seluruhnya,
Sewaktu-waktu kau masih akan terserang hawa yang dingin
332 luar biasa, karena itu obat pemunah hadiah Sam sucie harus
kau telan secepat mungkin!" Diingatkan tentang racun Hian-beng Sin-kang yang
mengeram di dalam dirinya, Thio Sin Houw segera
menceritakan bagaimana terjadinya, Maksudnya ia hendak
memperoleh keterangan pula siapakah orang yang telah
memukul dirinya dengan racun itu, Akan tetapi Lie Hong Kiauw
hanya bersikap diam saja. "Hong cici, kemarin aku menerangkan kepadamu bahwa
orang tua dan sekalian saudaraku tiada lagi. Mereka
sesungguhnya mati terbunuh oleh lawan-lawan yang belum
kuketahui dengan jelas," kata Thio Sin Houw menambahkan
keterangan mengenai riwayat hidupnya.
Dan mendengar riwayat hidup Thio Sin Houw, Lie Hong
Kiauw nampak menundukkan kepalanya, tetapi gadis itu tetap
membungkam mulut. Tak terasa mereka berdua sudah tiba kembali ke gubuk Lie
Hong Kiauw. Cie Siang Gie masih nampak tidur nyenyak, Lie Hong
Kiauw segera mengeluarkan obat pemunah dan diberikannya
kepada Thio Sin Houw, Kemudian ia mencari cangkulnya, dan
berangkat ke ladang untuk mengatur kembali bunga-bunga
birunya yang semalam terinjak-injak kudanya Kim Cin Nio dan
kawanan anjing liar. Menyaksikan hal itu, segera Thio Sin
Houw menjejalkan obat pemunah ke dalam mulut Cie siang
Gie. Kemudian ia mencari cangkul pula dan menyusul ke
ladang untuk membantu Lie Hong Kiauw.
Semalaman penuh ia bekerja berat, dan sama sekali tidak
memicingkan mata. Namun demikian, ia berangkat ke ladang
juga untuk merawat kembali pohon bunga-bunga birunya.
333 Kalau aku tidak membantu apa yang menjadi perhatiannya,
maka aku adalah manusia yang tidak mengenal budi," pikir
Thio Sin Houw sambil bekerja dengan sungguh-sungguh,
Akan tetapi sebenarnya dia tak boleh bekerja menggunakan
tenaga yang berlebihan, karena racun Hian-beng Sin-kang
yang masih mengeram di dalam tubuhnya.
Meskipun Lie Hong Kiauw seorang gadis yang kurus
kering, akan tetapi kesehatannya memang seratus kali lipat
apabila dibandingkan dengan Thio Sin Houw, inilah
perhitungan yang tidak pernah terpikirkan oleh Thio Sin Houw,
ia hanya menuruti luapan perasaannya belaka, yang penuh
dengan tata susila dan kemanusiaan.
Matahari sudah sepenggalah tingginya, tatkala tiba-tiba
ada seseorang menegur dirinya: "Hei, Sin Houw! Kau sudah bisa bergerak, bahkan
mencangkul pula, Apakah aku sedang mimpi?"
Serentak Thio Sin Houw menoleh dan melihat Cie siang
Gie berdiri di pengempangan ladang, dalam keadaan segar
bugar! wajahnya nampak bersemu merah, menandakan
bahwa kesehatannya telah pulih kembali. Tetapi justeru pada
saat itu, suatu gumpalan hawa dingin bergolak hebat didalam
perut Thio Sin Houw, ia terkejut, buru-buru diletakkannya
cangkulnya dan membungkukkan tubuhnya.
Dengan mengertak gigi ia menahan rasa sakit luar biasa,
tubuhnya lantas saja menggigil dan kemudian ia roboh
terguling keatas tanah. Keruan saja hal itu membuat Cie Siang Gie kaget setengah
mati, dengan sekali menjejak tanah ia melesat menghampiri
dan memeluk Thio Sin Houw dan berteriak:
"Sin Houw! Kenapa kau" Apakah kau kumat lagi?"
334 "Cie toako ... aku bersyukur karena kau telah sehat kembali
..." sahut Thio Sin Houw dengan suara lemah.
Cie siang Gie jadi kebingungan, karena tubuh Thio Sin
Houw terasa dingin sekali. Dengan tak sekehendaknya sendiri
ia menoleh kepada Lie Hong Kiauw, disaat gadis itu berhenti
mencangkul dan berkata: "Bawa masuk saja ke dalam rumah."
"Sebenarnya bagaimana" sejak kapan ia bisa
menggerakkan kaki dan tangannya" Dan kenapa tiba-tiba ia
roboh kembali?" Cie siang Gie menegas dengan suara
menggeletar. "Aku bilang, bawa dia masuk ke dalam rumah!" sahut Lie
Hong Kiauw dengan suara dingin. Kemudian ia berjalan
mendahului mengarah ke rumahnya. Meskipun dalam hati Cie Siang Gie masih penuh
pertanyaan, tetapi pemuda itu tak berani membuka mulut lagi.
Segera ia memondong tubuh Thio Sin Houw dan dibawanya
berjalan mengikuti Lie Hong Kiauw. "Kau berkata, kau adalah keponakannya Ouw sinshe,
Bagaimana kau memanggil padanya?" tanya Lie Hong Kiauw
setelah Cie siang Gie meletakkan Thio Sin Houw diatas dipan.
Cie Siang Gie terkesiap, Menyahut, sambil mengawasi:
"Susiok." "Apakah dia kakak dari ibumu?"
"Bukan, Aku memanggil paman padanya, karena aku
termasuk sealiran dengan dia."
335 "Hem!" dengus gadis dusun itu, "Apakah kau seorang
anggota Beng-kauw?" "Benar." "Kau sudah tahu, tatkala dia kau bawa menginap kemari,
sudah dapat ia menggerakkan kaki dan tangannya, Mengapa
hal itu kau tanyakan kepadaku?" tanya Lie Hong Kiauw
dengan wajah bersungguh-sungguh. Cie siang Gie tercekat hatinya. Mendadak pikirannya yang seperti di liputi kabut menjadi
terang kembali, terus saja katanya sambil menepuk
kepalanya: "Akh, benar! Kenapa pikiranku menjadi linglung begini"
Tatkala dia kembali dari rumah aneh itu, kaki dan tangannya
sudah dapat digerakkan. Bahkan dia berseru menegas
kepadaku, apakah hal itu hanya suatu mimpi belaka, Aku
menegaskan bahwa dia bisa bergerak benar-benar, Hanya
saja aku tak tahu, bagaimana dia bisa menggerakkan kaki dan
tangannya dengan tiba-tiba saja."
Lie Hong Kiauw tidak segera menjawab, ia memeriksa
denyut nadi dipergelangan tangan Thio Sin Houw, sejenak
kemudian berkata: "Tahukah kau, racun apakah yang mengeram didalam
tubuhnya?" "Aku hanya mendengar keterangan dari kakek gurunya,
Tie-kong tianglo, dia terkena pukulan tangan jahat yang
beracun. Racun itu racun Hiang-beng Sin-kang." jawab Cie
siang Gie. Lie Hong Kiauw tersenyum, agaknya ia merasa puas,
Kemudian memanggut kecil dan berkata:
336 "Apakah dia ini anggauta Beng-kauw juga?"
"Bukan," sahut Cie siang Gie dengan suara tegas. "Tatkala
kubawa dia mendaki gunung Ouw-tiap san, aku berjanji
kepada kakek gurunya bahwasanya tujuanku hendak
membalas budi dengan mengandalkan kesaktian Ouw susiok.
Dan apabila dia dapat disembuhkan kembali, tak perlu merasa
berhutang budi, Aku berkata kepada Tie-kong tianglo, bahwa
untuk kesemuanya itu tak perlu dia masuk menjadi anggauta
Beng-kauw." Lie Hong Kiauw menatap wajah Cie siang Gie dengan
pandang heran, tanyanya tak mengerti:
"Mengapa kakek gurunya begitu picik pandangannya
terhadap golongan kita?" "Entahlah." sahut Cie siang Gie dengan tertawa melalui
dadanya, "Sebenarnya setelah aku bertemu dengan Ouw
susiok, segera aku akan membicarakan hal ini. sayang sekali
sampai pada hari ini, aku belum berhasil menghadap beliau.
Apakah kau masih tidak sudi menunjukkan dimanakah tempat
tinggalnya?" "Heng!" dengus Lie Hong Kiauw, ia diam beberapa saat
lamanya, kemudian berkata: "Kau menyebut beliau paman, bukan?"
"Benar." "Beliau adalah guruku," Cie siang Gie kaget sampai terpukau, tetapi dia seorang
pemuda berpengalaman dan cerdas. Kemarin, meskipun
dapat berjalan seperti sediakala, namun tenaga saktinya
337 belum pulih kembali. Tetapi pada pagi hari ini, ia merasa diri
sehat benar. Bankan di dalam tubuhnya terasa segumpal
hawa hangat yang nyaman luar biasa," berputar-putar
menembus peredaran darahnya, itu merupakan suatu tanda
bahwa dirinya sudah pulih, padahal dia belum bertemu dengan
Ouw sinshe. Kalau begitu, siapa lagi yang telah menolongnya, selain
gadis didepannya ini" Maka segera ia menjatuhkan diri,
berlutut di hadapan gadis itu, Katanya dengan suara
memohon: "Dengan sekali melihat, tahulah sudah kau bahwa Sin
Houw terkena pukulan jahat Hian-beng Sin-ciang. Maka aku
yakin, pastilah kau sudah mempunyai pegangan untuk
menyembuhkannya. Aku sendiri yang menderita pukulan jahat, dapat kau
sembuhkan hanya dalam waktu satu malam saja, ini semua
membuktikan, bahwa kau sudah mewarisi kepandaian Ouw
susiok. Teringatlah aku akan suatu pepatah: menolong jiwa
orang, lebih penting dari pada menolong rumah tingkat tujuh
yang terbakar api, Memang sekali menolong orang,
seyogianya jangan setengah-setengah."
"Hemm! Rupanya kau pandai berkotbah pula!" potong Lie
Hong Kiauw dengan memberengut. "Bukan begitu! Aku telah berhutang budi terhadap kakek
gurunya. Maka dengan ini aku mohon kepadamu, agar kau
sudi menolong cucunya." "Tak kukira kau ternyata seorang bijak, kau tahu membalas
budi!" kata Lie Hong Kiauw dengan suara dingin, "Yang
berhutang budi adalah kau, bukan aku."
Cepat-cepat Cie siang Gie membungkukkan badan, dan
menundukkan kepala sampai mencium bumi. Katanya:
338 "Lie kouwnio, Sin Houw ini adalah anak seorang pendekar
sejati. Aku percaya bahwa darah ayahnya mengalir dalam
dirinya. Kita boleh kehilangan ribuan orang yang tiada
gunanya, akan tetapi apabila sampai kehilangan seorang
berjiwa ksatria, sesungguhnya sangat disayangkan."
"Apakah seorang pendekar sejati mesti baik hatinya" Hem
... di dalam jagad ini, berapa jumlahnya orang yang berhati
baik" Kalau aku harus menyembuhkan orang-orang berhati
baik di seluruh dunia ini, mestinya aku harus mempunyai
tangan seribu dan kaki seribu pula." kata Lie Hong Kiauw lagi.
Kemudian ia menghela napas panjang. Berkata
meneruskan: "Sekiranya dia salah seorang anggauta golongan
kita, masih mau aku berusaha menolong jiwanya, Sebaliknya,
dia adalah cucu seorang tokoh persilatan yang mengaku
dirinya seorang ksatria sejati yang tidak memandang sebelah
mata golongan kita, Kenapa dia tidak mencari seorang tabib
pandai lain saja?" "Sebenarnya akulah yang membawa Sin Houw kemari."
sahut Cie siang Gie. "Oh, begitu?" Lie Hong Kiauw mengerutkan keningnya.
***** PADA WAKTU ITU Thio Sin Houw kehilangan
kesadarannya. Satu kekuatan yang berada diluar
kemampuannya merenggut dirinya, dan ia merasakan dibawa
terbang tinggi ke udara menyusupi gumpalan-gumpalan awan
- kemudian di banting keatas tanah. Debu lantas saja
membubung tinggi, dan matanya menjadi gelap, selagi
demikian, sekonyong-konyong ia mendengar deru angin
melanda bumi". Dan debu yang menutupi penglihatannya dibawa buyar
339 berderai, segera ia mengucak-ngucak matanya, dan tiba-tiba
saja ia sudah berada didalam sebuah ruangan besar.
Cie siang Gie berada disampingnya dan di depannya
berdiri seorang laki-laki berusia kurang lebih tujuh puluh tahun.
perawakan orang itu tinggi kurus, kepalanya setengah botak
dan tertutup topi merah kecil. Dahinya menonjol ke depan,
sehingga matanya kelihatan sangat sipit, Hidungnya kecil,
akan tetapi lubangnya terlalu besar, Melihat dirinya, orang tua
itu tertawa terkekeh-kekeh, Katanya dengan suara yang parau:
"Hei! Tahukah kau siapa aku" Aku adalah Ouw Gie Coen,
si tabib sakti yang tak ubah malaikat, sanggup menghidupkan
manusia yang sudah terkubur di dalam bumi seribu tahun. Kau
percaya atau tidak?" Cie siang Gie segera menjatuhkan diri, ia berlutut dengan
muka sampai mencium bumi, Kemudian berkata dengan suara
memohon belas kasihan: "Hemm ... orang yang bernama Tie-kong tianglo itu
manusia macam apa?" tanya Ou Gie Coen jadi gusar sekali.
"Ouw susiok. Meskipun ayahnya menjadi murid Tie-kong
tianglo yang mengaku diri dari aliran suci, dan tidak
memandang sebelah mata kepada aliran kita, akan tetapi
ibunya adalah puteri tunggal si Tangan Geledek Lie Sun Pin
yang sealiran dengan kita," Mendengar perkataan Cie siang Gie, maka Ouw Gie Coen
yang bersikap kaku lantas saja nampak berubah. Katanya
menyahut: "Kalau begitu, bangunlah kau! jadi dia adalah puteranya
Lie Lan Hwa..." itulah lain perkara."
Setelah berkata demikian, ia mendekati Thio Sin Houw,


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

340 Dengan suara lemah lembut dia berkata:
"Anakku, di dalam dunia ini tidak terhitung jumlahnya
orang-orang yang mengaku dirinya suci akan tetapi
sesungguhnya jahat sekali. Mereka yang mengaku dirinya
suci, kebanyakan hanya mementingkan diri sendiri. lihatlah
selagi kancah peperangan di tanah air begini bergolak,
mereka berebut nama kosong agar diakui masyarakat sebagai
aliran atau golongan suci bersih yang mengerti perkara Tuhan,
Kami yang berada dipihak Cu Goan Ciang, tidak
memperdulikan suci atau kotor dan baik atau buruk. perkara ini
kami serahkan kepada Tuhan. Hanya karena kami didahului mereka, maka kami terpaksa
juga membuat peraturan. Bahwasanya kami tidak akan
menolong orang-orang yang tidak sealiran dengan kami. Kau
adalah cucunya si Tangan Geledek Lie Sun Pin yang sealiran
dengan kami. Baiklah, aku akan menyembuhkan penyakitmu,
Asal saja kau berjanji kepadaku, setelah sembuh kau akan
menanggalkan rumah perguruan Tie-kong tianglo yang
menganggap dirinya golongan suci dan baik. Bagaimana?"
"ltu tidak boleh, paman!" tiba-tiba Cie siang Gie menjawab,
mewakili Thio Sin Houw, "Sudah kukatakan tadi, bahwa
sebelum berangkat kemari aku telah berjanji kepada Tie-kong
tianglo, sekali-kali susiok tidak boleh memaksa Sin Houw ini
memasuki aliran kita sebagai suatu jual beli, Bahkan Tie-kong
tianglo tidak sudi pula mengakui menerima budi dari aliran
kita. Tiap-kok ie-sian Ouw Gie Coen jadi gusar sekali, sepasang
alisnya tegak berdiri dan ia menggebrak meja yang berada di
depannya, Katanya dengan suara nyaring:
"Hengg ... orang yang bernama Tie kong tianglo itu
manusia macam apa" Begitu berani ia menghina golongan kita" Kalau begitu,
341 apa perlunya aku menolong menyembuhkan penyakit cucumuridnya"
Tetapi mengingat anak ini adalah cucunya Lie Sun
Pin, biarlah aku ingin mendengar ucapannya sendiri. Nah,
bagaimana?" Thio Sin Houw menyadari, bahwa racun Hian-beng Sinkang
sudah mengamuk keseluruh jalan darahnya, Demikian
hebat penderitaannya sampai kakek-gurunya, Tie-kong tianglo
yang berkepandaian tinggi merasa tidak berdaya, jiwanya kini
hanya tergantung kepada tabib sakti Ouw Gie Coen belaka,
Kalau tabib itu mau mengulurkan tangannya, dia bakal
hidup. sebaliknya apabila tidak sudi menolong, dia akan
segera mati. Tetapi tatkala berpisah dengan kakek gurunya, ia telah
dipesan berulangkali jangan sampai memasuki aliran sesat,
Orang boleh mati tak berkubur didalam dunia ini, akan tetapi
dalam menghadap Tuhan, jangan sampai tersesat,
Demikianlah pesan Tie-kong tianglo.
Sebaliknya, bagaimana sesungguhnya aliran Beng-kauw
itu" Belum ia ketahui dengan jelas. Apakah benar-benar aliran
sesat atau tidak" Namun terhadap Tie-kong tianglo ia
menaruh hormat karena orang tua itu sangat kasih kepadanya,
tak ubah cucu kandung sendiri, ia berpesan demikianpun
karena terdorong oleh rasa kasih sayangnya dan bukan
bermaksud jahat atau hendak menjerumuskan dirinya ke
dalam jurang kehinaan. oleh pertimbangan demikian, ia
berpikir didalam hati: "Baiklah, meskipun dia akhirnya tidak sudi menolong
jiwaku, tetapi rasanya adalah suatu dosar besar, apabila
melanggar pesan kakek guru." Dengan keputusan itu, Thio Sin Houw menjawab dengan
lantang: 342 "Ouw sinshe, ibuku adalah puteri tunggal Lie Sun Pin yang
sealiran dengan sinshe, pastilah ibuku seorang yang baik hati
pula. Hanya saja, kakek guruku berpesan kepadaku, agar aku
tidak memasuki aliran Beng-kauw, Aku sudah sanggupi. Dan
kalau sekali sudah menyanggupi, bagaimana mungkin aku
melanggar perkataanku sendiri" Kalau sampai terjadi
demikian, aku bukan laki-laki lagi, Bukankah perkataan
seorang laki-rlaki berharga seribu gunung"
Dengan pendirian ini, apabila sinshe tidak sudi mengobati
aku, tidak apalah. seumpama aku berhasil kau sembuhkan,
tetapi kemudian memasuki aliran Beng-kauw, maka di dunia
ini hanya ketambahan seorang laki-laki yang mulutnya tidak
dapat dipercaya lagi, Apakah gunanya hidup demikian, dan
apakah keuntungannya dunia menghidupi aku?"
Mendengar perkataan Thio Sin Houw, diam-diam Ouw Gie
Coen terkejut, pikirnya: "Setan cilik ini besar mulutnya, dia berlagak seperti
seorang ksatria-sejati yang tidak butuh nasi dan pakaian.
Hmm, kalau aku tidak mau mengobati, masakan dia tidak
berlutut memohon-mohon belas kasihanku?"
Memperoleh pikiran demikian, ia berkata lantang kepada
Cie siang Gie: "Aku sudah mendengar pendirian anak ini, dia tidak sudi
memasuki aliran kita, Karena itu, bawalah dia keluar! Tak sudi
aku menyaksikan orang mati didalam rumahku!"
Cie siang Gie kenal tabiat pamannya itu, sekali berkata
tidak, dia tetap akan mempertahankan pendiriannya itu,
sebaliknya kalau sudah sanggup, meskipun yang
berkepentingan akan lari, akan dikejarnya sampai dapat
ditangkapnya kembali. Maka segera ia berkata kepada Thio
Sin Houw: 343 "Sin Houw, Meskipun aliran Beng-kauw tidak mempunyai
nabi, akan tetapi tujuannya sama dengan golongan lainnya,
anggautanya kebanyakan adalah ksatria sejati, yang tak usah
kalah dengan golongan kakek gurumu. Kakekmu, Lie Sun Pin,
membuktikan hal itu. Bukankah ibumu seorang wanita sejati
pula" Karena itu, apakah jeleknya kau masuk aliran Bengkauw"
Kelak di hadapan kakek gurumu, aku yang
bertanggung jawab. " "Baik." jawab Thio Sin Houw diluar dugaan. "Nah, pukullah
punggungku beberapa kali, Disini, tulang punggung yang ke
delapan dan ke sebelas!" "Baiklah!" sahut Cie siang Gie girang, Dengan cepat ia
melakukan apa yang diminta Thio Sin Houw, dan seketika itu
juga kedua kaki Thio Sin Houw bisa bergerak.
"Toako!" kata Thio Sin Houw sambil menggerak-gerakkan
kakinya, "Benar, aku percaya kepada perkataanmu. Apabila
kau berani bertanggung jawab, pastilah kakek guruku tidak
akan marah, tak kukira, bahwa kaupun berpendirian seperti
Ouw sinshe." Setelah berkata demikian, dengan angkuh Thio Sin Houw
keluar ruangan. Tentu saja Cie siang Gie sangat terkejut. Teriaknya:
"Hei, Sin Houw! Kau mau kemana?"
"Jika aku mati didepan rumah Ouw sinshe, seorang tabib
sakti yang tak ubah malaikat, bukankah akan mengotori
namanya yang menjulang tinggi di atas gumpalan awan?"
jawab Thio Sin Houw dengan suara mengejek. "Karena itu
biarlah aku mati dijalan saja." Dan setelah demikian, entah dari
mana datangnya kekuatan, ia lari kencang bagaikan
melesatnya anak panah. 344 "Bagus! orang boleh mati di luar kandangku, apa
peduliku?" kata Ouw Gie Coen dengan tak kurang angkuhnya.
Cie Siang Gie tidak menggubris perkataan pamannya,
dengan mati-matian ia mengejar Thio Sin Houw, Meskipun dia
terluka pula, akan tetapi lukanya lebih ringan dari pada luka
yang diderita Thio Sin Houw. Dalam hal ilmu kepandaian, Cie
siang Gie pun menang seratus kali lipat daripada Thio Sin
Houw, Kecuali gerak-geriknya lebih gesit, langkahnya panjang
pula, Maka tak mengherankan, lengan Thio Sin Houw kena
disambarnya dan dibawanya kembali ke pondok Ouw sinshe,
Kedua tangan Sin Houw bergerak ingin merenggutkan diri,
akan tetapi tenaganya terlalu lemah sehingga ia mati kutu.
"Oh, susiok!" seru Cie siang Gie dengan napas tersengalsengal,
"Apakah susiok benar-benar tak sudi menolong anak
ini?" "Sekali aku menolak, tiada lagi yang bisa merobah
pendirianku, Kalau kau tidak percaya, boleh kau minta
bantuan seribu dewa untuk menggugurkan pendirianku ini dan
aku tidak akan bergerak meskipun serambutpun." sahut Ouw
Gie Coen. "Tetapi susiok akan menolong menyembuhkan lukaku,
bukan?" Cie siang Gie menegas.
"Ya." jawab Ouw Gie Coen Seruling Samber Nyawa 7 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 15
^