Golok Yanci Pedang Pelangi 4

Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Bagian 4


engan jelas. Pang Goan segera menarik serangannya sambil melompat mundur, bentaknya,
"Sahabat dari manakah itu" Silakan tampil ke depan!"
Tiada jawaban yang terdengar, suasana tetap hening dan gelap.
Samkongcu pun menitahkan keempat perempuan cebol itu menghentikan
serangannya, kepada Liu A-ih katanya sambil mengangguk, "Lumayan juga hasil
yang kita peroleh malam ini, mari kita pergi!"
"Tapi golok itu . . . " bisik Liu A-ih.
"Benda itu sudah tidak terlampau penting lagi artinya. Hayo berangkat!" tangan
Samkongcu lantas memberi tanda, serentak lampu di empat penjuru menjadi padam.
"Perempuan busuk, mau lari ke mana kalian?" bentak Pang Goan cepat.
Pedang bergerak dan langsung membabat ke pinggang seorang perempuan cebol
berbaju hitam yang kebetulan berada di dekatnya.
Perempuan cebol itu tidak menangkis melainkan melompat ke samping dan
menghindarkan diri, sebelah tangannya lantas menyebarkan seenggan kabut berbau
harum. Kebanyakan kabut asap yang berbau harum adalah kabut yang mengandung obat
pemabuk. Cepat Pang Goan menutup pernapasannya sambil melompat ke belakang dan buruburu
mengambil geretan api. Tapi ketika cahaya api menerangi sekeliling tempat itu, hanya kabut tebal berbau
harum yang menyelimuti taman bunga itu, sementara Samkongcu dan rombongannya
telah lenyap tak berbekas. Buru-buru Leng-hong melompat keluar dari tempat sembunyinya sambil berseru,
"Lotoako, musuh yang kalah tak perlu dikejar lagi, biarkan mereka pergi!"
Pang Goan mengangkat tinggi-tinggi obornya, lalu serunya dengan tercengang, "Jadi
kau yang bersuara tadi?" Leng-hong menggeleng kepala, "Siaute juga Cuma mendengar suaranya dan tidak
melihat orangnya, tapi kukira ia memang tidak bermaksud jelek."
"Darimana kautahu ia tidak bermaksud jelek?"
"Soal itu kita bicarakan nanti saja, sekarang kita harus menangkap seseorang lebih
dulu, jangan sampai ia sempat meloloskan diri."
"Siapa?" "Perempuan yang menyaru sebagai Wan-kun!"
Betapa girangnya Pang Goan, "Jadi ia sudah kautangkap" Di mana sekarang?"
Leng-hong memberi tanda dan segera berangkat lebih dulu.
Tapi ketika mereka sampai di hutan tempat golok itu disimpan, di sana tak mereka
jumpai seorang pun, Pang Wan-kun ternyata sudah lenyap tak berbekas.
"Heran!" keluh Leng-hong, "padahal Cuma sebentar kutinggalkan tempat ini, dan
lagi jalan darahnya sudah kututuk, masa ia bisa terbang sendiri?"
Pang Goan mengomel, "Kau sudah tahu perempuan itu penting sekali artinya buat
kita, kalau sudah dibekuk kenapa tidak dibawa serta" Besar kemungkinan ia pasti
telah ditolong oleh kawanan perempuan busuk komplotannya."
"Tidak mungkin, Samkongcu tidak tahu kalau anak buahnya sudah kubekuk, lagipula
mereka baru saja pergi, hakikatnya tak ada waktu bagi mereka untuk menolongnya."
"Jangan-jangan ia diselamatkan oleh orang yang memberi peringatan tadi?"
Kembali Leng-hong menggeleng-geleng kepala, "Itupun tak mungkin, sebab
peringatan tadi justru mengingatkan kita agar jangan tertipu, atau dengan perkataan
lain iapun bermusuhan dengan Ci-moay-hwe, tidak mungkin ia menyelamatkan
perempuan itu." "Apa yang diperingatkan kepada kita" Siapa pula Ci-moay-hwe itu?" tanya Pang
Goan keheranan. Secara ringkas Leng-hong menceritakan apa yang didengarnya tadi . . . .
Selesai mendengar cerita itu, dengan wajah kurang percaya Pang Goan berkata,
"Kalau begitu, Ci-moay-hwe adalah suatu organisasi yang sangat besar?"
"Bukan saja organisasi besar, bahkan ambisinya juga besar, tujuan mereka bukan
hanya menghadapi tiga istana persilatan saja, bahkan kalau bisa semua pria di dunia
ini hendak dikuasai dan ditaklukkannya."
"Tapi yang pasti perempuan busuk itu tak mungkin jatuh dari langit, mereka pasti
mempunyai asal-usul tertentu, kenapa dalam dunia persilatan belum pernah kudengar
nama organisasi itu?" "Menurut dugaanku, mungkin mereka beranggapan bahwa kini belum saatnya untuk
meresmikan organisasinya secara terbuka, maka nama perkumpulan masih
dirahasiakan, bila mereka sudah yakin dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe nanti pasti
akan berhasil mengalahkan semua jago di dunia, otomatis nama perkumpulan mereka
akan diumumkan secara terbuka."
Pang Goan tertawa dingin, "Huh, aku tidak percaya hanya beberapa perempuan
busuk yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, seluruh dunia persilatan
dapat mereka kuasai?" "Ya, sebab itulah mereka ingin mencuri belajar ilmu pedangmu," kata Leng-hong.
"Mencuri belajar ilmu pedangku?" Pang Goan tertegun, "maksudmu . . . ."
"Sengaja Samkongcu menitahkan keempat orang perempuan cebol itu menyerangmu
secara bergilir, tujuannya tak lain adalah untuk menyadap ilmu pedang Keng-hongkiam-
hoatmu, sayang pada waktu itu kita tidak menyadari hal ini."
Pang Goan termenung dan berpikir sebentar, tiba-tiba air mukanya berubah hebat,
lalu serunya, "Betul juga, seandainya orang itu tidak memperingatkan, aku benarbenar
tak mengira sampai ke situ, tak aneh kalau secara beruntun perempuanperempuan
busuk berubah serangan sampai tiga kali, rupanya mereka tidak sungguh
bertempur . . . . . " Sesudah berhenti sebentar, lalu katanya pula, "Jit-long, menurut anggapanmu,
mungkinkah ia bisa mengingat setiap jurus pedangku cukup hanya menyaksikan
jalannya pertarungan tadi?" Leng-hong mengangguk, "Bila dia mempunyai daya ingat yang bagus, kukira semua
jurus pedangmu dapat diingat seluruhnya."
"Tapi masa dia mempunyai bakat tinggi semacam itu?"
Leng-hong kembali mengangguk, "Aku percaya bisa, kalau tidak, tak mungkin ia
atur keempat perempuan cebol itu untuk menyadap ilmu pedangmu. Lagipula . . . . ."
"Lagipula apa?" Setelah tertawa getir, kata Leng-hong, "Terus terang kuakui Lotoako, ketika Siaute
menyaksikan jalannya pertarunganmu melawan keempat perempuan cebol tersebut,
lantaran terpesona pada kehebatan ilmu pedang Lotoako maka secara diam-diam
akupun telah menyadap beberapa jurus diantaranya."
"Oya" Berapa jurus kauingat?"
"Kurang lebih dua puluhan jurus!"
Tentu saja Pang Goan tidak percaya, katanya sambil tertawa, "Baik, sekarang coba
kaumainkan di hadapanku." Setelah memberi hormat Leng-hong berkata, "Siaute hanya berbuat seperti apa yang
kuingat, jika salah harap Lotoako jangan menertawakan."
Pang Goan tidak berkata apa-apa, sambil tertawa dia angsurkan pedangnya kepada
Leng-hong. Setelah menerima pedang, Leng-hong mundur ke belakang, lalu mulai mainkan jurus
pedang yang berhasil disadapnya tadi, benar juga, semua jurus pedang yang telah
digunakan Pang Goan untuk bertarung melawan keempat perempuan wol tadi dapat
dimainkan satu persatu dengan tepat.
Dengan saksama Pang Goan awasi setiap gerakan itu, mula-mula ia cuma tercengang,
kemudian terkejut, dan akhirnya senyuman yang semula menghiasi bibirnya berubah
menjadi rasa kaget. Sedikitpun tidak salah, itulah ilmu pedang Keng-hong-kiam-hoat dari Cian-sui-hu di
Liat-liu-shia. Ho Leng-hong mainkan ilmu pedang itu sampai jurus yang kedua puluh satu,
kemudian memberi hormat, katanya dengan tertawa, "Malam ini Lotoako telah
memainkan dua puluh empat jurus, sayang Siaute terlalu bodoh sehingga hanya ingat
dua puluh satu jurus saja, mungkin di antaranya ada bagian-bagian yang salah."
Pang Goan tidak menjawab, ia geleng-geleng kepala berulang kali sambil bergumam,
"Tidak! Tidak! Tak mungkin, hakikatnya tak mungkin . . . ."
"Lotoako, hal ini mungkin saja terjadi, kalau Siaute saja bisa mengingat sampai dua
puluh satu jurus, mungkin sekali Samkongcu dapat mengingat dua puluh empat jurus
itu sekaligus, kalau tidak, tak mungkin dia mengatakan bahwa hasil yang
diperolehnya malam ini cukup lumayan."
Pang Goan hanya berdiri termangu di situ, lama kemudian baru ia menghela napas
panjang. "Tak kusangka di dunia ini benar-benar terdapat orang yang bisa mengingat segala
apa hanya sekali lihat saja, hal ini benar-benar sukar dipercayai."
"Mereka telah berhasil mendapatkan kitab pusaka Po-in-pat-toa-sik dari Nyo-kehsin-
to, tapi tidak tahu cara berlatih To-kiam-hap-ping-tin-hoat, maka sengaja
diaturnya keempat perempuan cebol yang lihai dalam ilmu golok itu untuk menyerang
Lotoako dengan berbagai jurus serangan yang berbeda, pada kesempatan tersebut
diam-diam ia sadap ilmu pedang Keng-hong-kiam-hoat, sudah pasti tujuannya adalah
untuk mencari intisari kepandaian tersebut untuk menciptakan semacam To-kiamhap-
ping-tin, bila kepandaian tersebut berhasil dipahaminya, jelas, dalam pertemuan
Lo-hu-to-hwe yang akan datang ia dapat mengalahkan tiga gedung besar dunia
persilatan." Pang Goan tertawa getir, "Seandainya benar begitu, kita masih terhitung untung di
tengah ketiak keberuntungan, paling tidak karena lukamu belum sembuh, kita masih
belum lagi mulai mempelajari ilmu To-kiam-hap-ping-tin yang diincar mereka."
"Hal ini disebabkan perempuan yang menyaru sebagai Wan-kun itu bertindak
terlampau tergesa-gesa, coba kalau Yan-ci-po-to tidak dicuri dengan terburu nafsu,
kemungkinan besar kita sudah terperangkap."
Pang Goan mengangguk tanda membenarkan, "Diapun mempunyai alasan yang
terpaksa, kalau golok mestika Yan-ci-po-to tidak dicuri lebih dulu, sulit bagi keempat
orang perempuan cebol itu untuk menyerangku, dan merekapun tak akan berhasil
menyadap ilmu pedang Keng-hong-kiam-hoat."
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi, "Ilmu pedang Keng-hong-kiam-hoat
mengandung unsur gabungan Thian-kang, semuanya terdiri dari tiga puluh enam
jurus, untungnya masih ada dua belas jurus inti yang tidak berhasil mereka sadap,
mulai sekarang kita harus lebih waspada."
"Kini situasinya berkembang makin kacau dan tak keruan. Ci-moay-hwe mempunyai
ambisi yang amat besar, tapi ada orang yang rupa-rupanya memusuhi mereka secara
diam-diam, misalnya saja dicurinya golok mestika Yan-ci-po-to serta orang yang
memberi peringatan kepada kita tadi, cuma tidak diketahui mereka berasal dari aliran
mana?" "Tercurinya Yan-ci-po-to untuk sementara waktu bukan suatu perintang besar,
siapakah orang yang memperingati kita secara diam-diam juga tak usah terburu-buru
diselidiki, yang perlu kita pahami sekarang adalah rahasia sekitar perkumpulan Cimoay-
hwe, organisasi ini selain misterius juga luas pengaruhnya, di kemudian hari
pasti akan merupakan bibit bencana bagi umat persilatan."
"Lantas kita bagaimana menurut pendapat Lotoako" Bagaimana kita mesti turun
tangan?" Setelah berpikir sebentar, kata Pang Goan, "Kukira, jika tujuan Ci-moay-hwe adalah
untuk berebut gelar juara dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe, berarti mereka tak akan
melepaskan pula Hiang-in-hu di Leng-lam, maka aku bermaksud berangkat sendiri ke
Hu-yong-shia dan menemui Hui Pek-ling, cuma sebelum keberangkatanku ini kita
masih harus menyelesaikan dulu satu persoalan."
"Persoalan apa?" "Mumpung hari masih malam, aku ingin mewariskan dulu To-kiam-hap-ping-tin
kepadamu, kupercaya dengan daya ingatanmu yang baik, semua jurus serangan bisa
kauingat baik-baik, kemudian pelahan kaupelajari dan resapi, sebelum pertemuan Lohu-
to-hwe nanti kita boleh melatihnya beberapa kali, kemudian dapat digunakan
setiap waktu." "Lotoako bermaksud begitu, sesungguhnya aku harus menurut, cuma ada satu hal
yang harus kuterangkan juga sebelum Lotoako wariskan ilmu To-kiam-hap-ping-tinhoat
tersebut kepadaku...." "Tidak usah kaukatakan lagi," tukas Pang Goan sambil menggoyang tangan, "apa
yang hendak kau katakan sudah kuketahui, lagipula sudah kupertimbangkannya,
pokoknya kau telah menjadi majikan Thian-po-hu dan mulai sekarang boleh
melanjutkan kedudukanmu dengan hati tenang, mengenai soal lain tak perlu
kaupikirkan." "Lotoako, benarkah kau sudah mengetahui apa yang ingin kukatakan?" tanya Lenghong
terkesiap. "Mataku belum buta, telingaku tidak tuli, Wan-kun saja dapat kuketahui sebagai
gadungan, masakah tidak kupikirkan pula dirimu?" kata Pang Goan dengan wajah
serius, "terutama setelah kejadian malam ini, lebih terbukti lagi bahwa dugaanku tidak
salah, terus terang kukatakan kepadamu, manusia macam apakah Nyo Cu-wi itu masa
aku tak tahu" Andaikata dia memiliki separoh dari bakatmu, tak mungkin Thian-pohu
akan berada dalam posisi sulit semacam ini."
Leng-hong terkejut dan melongo, sepatah katapun tak mampu menjawab.
Pang Goan tertawa getir, sambil menepuk bahunya ia berkata lagi, "Lote, peduli
siapakah kau, dalam pikiranku kau tetap Nyo Cu-wi, seandainya adikku suami-isteri
sudah tertimpa musibah, maka kau adalah majikan Thian-po-hu untuk selamanya,
dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe yang akan datang, sepantasnya pula Thian-po-hu
diwakili olehmu, sebaliknya bila adikku suami-isteri masih hidup, maka kau adalah
tuan penolong dari Thian-po-hu dan Cian-sui-hu, selamanya aku akan menganggapmu
sebagai saudara kandung sendiri, suatu hari jika aku mati, maka Cian-sui-hu adalah
rumahmu." "Lotoako . . . . . . ." saking terharunya Ho Leng-hong tak sanggup melanjutkan katakatanya.
"Cukup, soal lain tak usah dibicarakan lagi, aku hanya ingin jawabanmu sekecap
saja, yakni siapa namamu?" "Aku she Ho bernama Leng-hong!"
"O, Ho Leng-hong!" dengan suara rendah Pang Goan mengulang nama itu beberapa
kali, lalu sambil mengangguk terusnya, "nama hanya tanda pengenal seseorang, untuk
menghindari segala kesulitan lebih baik kusebut Jit-long saja padamu. Hayo
berangkat Jit-long! Kita harus mulai berlatih To-kiam-hap-ping-tin-hoat . . . ."
"Lotoako, bolehkah kuucapkan sepatah kata lagi?"
"Katakanlah!" "Siaute merasa menyelidiki asal usul Ci-moay-hwe adalah suatu hal yang penting,
mencari jejak Nyo-tayhiap suami-isteri juga tidak kurang pentingnya, mana boleh kita
pergi ke Leng-lam malah." "Meskipun persoalan itu tampaknya dua, hakikatnya hanya satu masalah, bisa kita
tebak kalau Cu-wi dan Wan-kun telah terjatuh ke tangan pihak Ci-moay-hwe, kalau
tidak, tak mungkin mereka berani datang kemari serta berbuat sewenang-wenang, jadi
asal rahasia Ci-moay-hwe berhasil kita ketahui, hal ini sama pula berhasil mengetahui
jejak Wan-kun suami-isteri." "Tapi perjalanan menuju ke Leng-lam jauh sekali, untuk pulang-pergi membutuhkan
waktu cukup lama, padahal Samkongcu dari Ci-moay-hwe berada di dekat sini,
kenapa kita menolak yang dekat dan meraih yang jauh" Kenapa kita tidak turun
tangan mulai dari Samkongcu ini?"
Pang Goan termenung sebentar, ia tanya kemudian, "Apakah kau ada akal untuk
menyelidiki tempat pondokan budak itu?"
"Tidak sulit untuk hal itu, kita boleh pancing mereka datang lagi ke Thian-po-hu,
atau dari musuh-musuh mereka kita berusaha mencari tahu tempat mereka."
Kemudian dengan suara lirih ia jelaskan rencananya.
"Apakah kau yakin?" tanya Pang Goan kemudian dengan dahi berkerut.
"Tujuan mereka adalah To-kiam-hap-ping-tin-hoat, sehari Lotoako sebelum
meninggalkan Thian-po-hu, tak mungkin mereka akan berlalu dengan begitu saja."
"Baiklah," kata Pang Goan sambil mengangguk, "kita tunggu tiga hari lagi, dalam
tiga hari bila tak ada berita apa-apa, kita baru berangkat menuju ke Leng-lam."
--------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***---------
Sejak hari kedua, penjagaan di Thian-po-hu tiba-tiba diperketat, di samping itu
diumumkan pula "Pit-hu-sia-khek" (tutup pintu dan tidak terima tamu).
Mendapat perintah tersebut, seluruh Busu dalam gedung bergerak melakukan
penjagaan yang ketat, terutama dinding taman bunga bagian belakang, hampir boleh
dibilang setiap tiga langkah terdapat penjaga, tiap lima langkah sebuah pos, siang
maupun malam Busu berseragam lengkap melakukan perondaan, tak seorang pun
diizinkan mendekati dinding taman belakang.
Pihak Thian-po-hu tak pernah mengumumkan alasannya Pit-hu-sia-khek, tapi
penduduk di sekitarnya sama-sama menyiarkan berita yang menyatakan bahwa Nyo
Cu-wi, majikan Thian-po-hu sedang tirakat untuk melatih sejenis ilmu silat yang
istimewa dan bersiap-siap akan mengikuti pertemuan Lo-hu-to-hwe yang akan datang.
Tentu saja sumber berita itu berasal dari mulut para Busu, tapi hakikatnya Ho Lenghong
dan Pang Goan memang benar-benar sedang berlatih To-kiam-hap-ping-tin,
sekalipun untuk melatih ilmu barisan itu tidak perlu mengurung diri, mereka berharap
dengan To-kiam-hap-ping-tin sebagai umpan dapat memancing kedatangan
Samkongcu ke Thian-po-hu. Oleh sebab itulah, meski penjagaan di luar gedung tampaknya sangat ketat,
sesungguhnya penjagaan di dalam gedung sendiri amat kendur, kalau siang hari
perondaan dilakukan berulang-ulang, maka bila malam tiba, penjagaan berubah
menjadi penjagaan secara diam-diam, kecuali para Busu di luar tembok yang berjaga
dengan obor di mana-mana suasana dalam taman bagian dalam amat sepi, kecuali
petugas peronda dan penyampai berita, tiada pengadaan atau pemeriksaan yang teliti.
Hari pertama bisa dilalui dengan tenang, apa pun tidak terjadi.


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hari kedua kembali lewat, tapi belum juga ada sesuatu yang mencurigakan.
Pada hari ketiga, Pang Goan sudah mulai tak sabar, sudah lewat tengah hari, tapi
kabar tentang Ci-moay-hwe belum juga didapatkan, ia mulai bersiap-siap melakukan
penjagaan. Menjelang senja itulah, tiba-tiba di luar gedung kedatangan seorang tamu.
Orang itu masih muda sekali, sekitar dua puluh tahunan, raut mukanya bulat,
matanya besar dan giginya rata, cuma hidungnya agak pesek. Ia mengenakan baju dari
kain kasar, membawa buntalan dan mukanya kotor penuh debu.
Kalau dilihat wajahnya yang kusut dan letih bisa diketahui dia baru saja menempuh
perjalanan jauh dan khusus datang untuk menyambangi Thian-po-hu.
Ia mengaku she Oh, datang ke sini ingin bertemu dengan Nyo Cu-wi, majikan Thianpo-
hu. Ketika para Busu mengatakan bahwa majikannya sedang "Pit-hu-sia-khek", orang itu
berkeras ingin menjumpainya, katanya ada urusan penting yang hendak dibicarakan
secara langsung tapi ia enggan memberi penjelasan yang terperinci tentang nama dan
maksud tujuannya. Ia hanya berkata seandainya Nyo Cu-wi sedang tutup pintu tidak menerima tamu,
maka ia rela menunggu terus di luar gedung.
Ketika Leng-hong menerima laporan dari para Busu, ia lantas mencari Pang Goan
untuk berunding, "Kemungkinan besar orang ini adalah utusan dari Ci-moay-hwe
yang ditugaskan untuk mencari berita. Lotoako, mari kita temui bersama."
Pang Goan berpikir sebentar, lalu sahutnya, "Kukira cara ini kurang baik, lebih baik
salah seorang di antara kita menjumpainya dan yang lain bersembunyi. Begini saja,
kau yang temui orang itu dan aku akan mengintip secara diam-diam, apapun maksud
kedatangannya lebih baik kita tahan dia agar menginap di kamar tamu ruang depan,
kita harus menggunakan ketenangan untuk menghadapi segala perubahan yang
penting, selidiki dulu asal-usulnya."
Selesai berunding, Leng-hong muncul sendiri ke ruang depan dan Pang Goan
sembunyi lebih dulu di belakang ruang tamu.
Ketika orang itu berjumpa dengan Ho Leng-hong, sambil memberi hormat ia
bertanya, "Tolong tanya, apakah saudara ini Nyo Cu-wi, Nyo-tayhiap dari Thian-pohu?"
"Benar," sahut Leng-hong sambil tersenyum, "Sebetulnya, karena ada urusan, Siaute
sedang mengurung diri dan tidak menerima tamu, tapi berhubung kudengar Oh-heng
datang dari jauh, terpaksa kusambut kedatanganmu, bolehkah kutahu ada urusan apa
Oh-heng mencari Siaute?" Dengan sorot mata tajam orang itu memperhatikan Ho Leng-hong dari atas sampai ke
bawah, lalu katanya, "Maaf, aku belum pernah berjumpa dengan Nyo-heng, karena itu
maaf jika sekiranya ucapanku kurang pantas, dapatkah Nyo-heng menjelaskan apakah
kau benar-benar majikan dari Thian-po-hu?"
"Aku tidak mengerti maksud Oh-heng....." kata Leng-hong dengan melengak.
"Maksudku, berhubung urusan ini penting dan sangat rahasia, maka sebelum
kuutarakan lebih baik Nyo-heng membuktikan diri sendiri sebagai majikan Thian-pohu."
"Tempat ini adalah Thian-po-hu dan akulah Nyo Cu-wi, memangnya Oh-heng minta
aku membuktikan dengan cara bagaimana?"
"Gampang sekali, bila Nyo-heng dapat mengundang keluar enso, maka akupun akan
percaya." "Apakah Oh-heng kenal dengan Wan-kun?" tanya Leng-hong dengan agak
tercengang. "Ya, tiga tahun yang lalu pernah kuberjumpa dengan Pang-toaci, atas kebaikannya
kami telah mengikat menjadi....."
Menjadi apa" Tiba-tiba ia tutup mulut dan tidak melanjutkan, agaknya tidak leluasa
dijelaskannya. Leng-hong tambah terkejut, katanya dengan suara tertahan, "Oh-heng, sesungguhnya
siapa kau" Ada urusan apa datang ke Thian-po-hu?"
"Maaf," sahut orang itu sambil memberi hormat, "sebelum bertemu dengan Pangtoaci
dan terbukti kau betul-betul adalah Nyo-heng, aku tak dapat menjawab
pertanyaanmu." "Kau . . . . " Pang Goan yang bersembunyi di belakang pintu angin tiba-tiba tertawa dan berseru,
"Jit-long, tak usah kau tanya dia lagi, aku tahu siapakah dia."
Sambil melangkah keluar dari tempat sembunyiannya, Pang Goan berkata seraya
menuding orang itu, "Kau adalah Siau-cu-cu (si cu kecil), betul tidak?"
Agaknya orang itu tidak kenal dengan Pang Goan, dengan bingung sahutnya, "Benar,
dan siapakah kau . . . ." "Kau hanya ingat pada Pang-toaci seorang, masakah tidak tahu akan Pang-toako?"
"O!" orang itu cepat-cepat memberi hormat, "maaf, kiranya Pang-toako juga berada
di sini." Pang Goan memberi tanda agar semua Busu dan pelayan keluar ruangan, kemudian
dengan wajah serius katanya kepada Ho Leng-hong, "Jit-long, dia ini Hui Beng-cu,
putri tunggal Hui Pek-ling dari Hu-yong-shia, di Leng-lam."
Leng-hong melonjak kaget buru-buru ia memberi hormat sekali lagi, "Nona Hui,
kenapa jauh-jauh kau datang kemari" Lagi pula perempuan menyaru sebagai lakilaki?"
Sebelum menjawab, mata Hui Beng-cu sudah merah lebih dulu, sambil menahan isak
tangisnya ia berkata, "Terus terang kuberitahukan kepada Toako berdua,
kedatanganku kemari adalah khusus untuk minta bantuan."
"Apa" Jadi Hiang-in-hu juga tertimpa musibah?" seru Pang Goan kaget.
"Pang-toako, kenapa kau mengatakan "juga tertimpa musibah?"" tanya Hui Beng-cu,
"jangan-jangan di Cian-sui-hu juga terjadi sesuatu peristiwa besar?"
Sambil menghela napas Pang Goan geleng-geleng kepala berulang kali, "Cian-sui-hu
sih tak terjadi apa-apa, tapi Thian-po-hu telah mengalami kesulitan, Siaucu, coba
terangkan dulu kejadian yang telah menimpa Hiang-in-hu kalian."
"Dapatkah kujumpai Pang-toaci lebih dulu?" pinta Hui Beng-cu, ia masih agak
sangsi. "Tak usah kau singgung dia lagi, persoalan ini justru terjadi atas dirinya, terus terang
kuberitahukan padamu, ia sudah ditawan orang dan tak ada di sini, kemungkinan
besar telah dicelakai musuh dan tiada di dunia lagi."
Ketika dilihatnya wajah Hui Beng-cu diliputi rasa kaget dan curiga, ia berkata lebih
jauh, "Cuma kau jangan kuatir. Aku Pang-toako bukan gadungan, kalau tidak, mana
mungkin nama kecilmu bisa kusebut, meskipun kita belum pernah bertemu, tapi
pernah kudengar Wan-kun menceritakan perkenalannya denganmu, konon kalian
bertemu dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe yang lalu, mula-mula bertarung dan akhirnya
mengikat tali persaudaraan, bahkan berjanji akan main bersama-sama ke pulau Bu-tosan
di Lam-hay, betul tidak?" Dengan air mata bercucuran Hui Beng-cu mengangguk, "Benar, sebenarnya Pangtoaci
ajak aku pesiar ke laut selatan, tapi karena pertemuan To-hwe berakhir sebelum
saatnya, niat tersebut tidak terlaksana, kemudian kudengar Taci kawin dengan
majikan Thian-po-hu, sebetulnya aku mau datang menyampaikan selamat, tapi ayah
tidak mengizinkan..., sungguh tak nyana perpisahan itu adalah perpisahan untuk
selamanya." Ketika mengucapkan kata-kata terakhir, meledaklah isak tangisnya.
"Nona jangan bersedih hati dulu," hibur Leng-hong, "bagaimanakah keadaan Wankun
hingga kini belum diketahui dengan pasti, coba beritahukan dulu kepada kami,
apa yang terjadi di Hiang-in-hu?"
"Panjang sekali ceritanya," tutur Hui Beng-cu dengan air mata bercucuran, "ini harus
dimulai ketika pertemuan Lo-hu-to-hwe yang lalu."
"Tidak menjadi soal, tahan dulu rasa sedih nona, kemudian baru bercerita."
Hui Beng-cu mengusap air matanya, setelah menenangkan hati lalu ia berkata dengan
sedih, "Pertemuan Lo-hu-to-hwe yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali itu
selalu dijuarai oleh Thian-po-hu, tapi semenjak gelar Thian-he-te-it-to berhasil
diperoleh ayahku dalam pertemuan yang lampau, dalam dunia persilatan lantas tersiar
berita yang mengatakan bahwa Hiang-in-hu telah mempergunakan siasat Bi-jin-ke
(siasat perempuan cantik) yang mengakibatkan pemilik Thian-po-hu kehilangan
tenaga dalamnya sebelum bertanding sehingga kedudukan terhormat itu dirampas
orang. Ayahku marah dan mendongkol sekali setelah mengetahui kabar ini, dia
bersumpah akan mempertahankan gelar tersebut selama hidup, maka mulailah dengan
usaha ayahku untuk mencari golok mestika . . . . "
Ho Leng-hong dan Pang Goan saling pandang sekejap, namun keduanya tetap
bungkam. "Kemudian datang seorang perempuan asing yang menawarkan sebilah golok
(samurai), perempuan asing itu berdandan genit dan menyolok, ia pandai pula
berbicara, setelah melakukan tawar menawar, akhirnya bukan saja ayahku membeli
samurai tersebut, perempuan asing penjual samurai itupun diminta pula tinggal di
rumah." "Apakah perempuan asing itu adalah orang Ainu dari negeri Timur?" tiba-tiba Lenghong
menyela. "Nyo-toako, darimana kautahu?" tanya Hui Beng-cu tercengang.
Ho Leng-hong tertawa getir, "Kejadian selanjutnya tidak nona katakanpun aku sudah
tahu, tentunya perempuan asing itu merayu ayahmu dan merengek kepada ayahmu
agar diajari ilmu golok Hiang-in-hu bukan?"
"Memang demikianlah. Ilmu golok keluarga Hui kami bernama Liat-yam-cap-sacam,
biasanya tidak diwariskan kepada anak perempuan, tapi berhubung ayah Cuma
mempunyai seorang puteri, maka terpaksa ilmu itu diwariskan kepadaku, tak nyana
ayah juga telah mewariskan kepandaian saktinya itu kepada seorang perempuan asing
yang tidak diketahui asal-usulnya."
"Lama kelamaan perempuan asing itu tentunya mendatangkan banyak koncokonconya
untuk mengurusi semua pekerjaan rumah, selain itu memperuncing pula
hubungan kalian ayah dan anak, betul tidak?" tanya Leng-hong pula.
"Tepat sekali, sejak ayah memelihara perempuan asing itu, wataknya sama sekali
berubah, ia melarang aku berhubungan dengan Pang-toaci, kemudian ketika Cian-suihu
berbesanan Thian-po-hu, akupun dilarang kondangan, satu persatu anggota lama
dalam gedung dipecat dan diganti oleh konco-konco perempuan asing itu, bahkan
belakang ini keadaannya bertambah hebat, ia hendak memaksaku untuk kawin dengan
Congkoan (kepala rumah tangga) baru bernama Kim Pang, kumohon agar perkawinan
ini dibatalkan, tapi ayah tak mau ubah pendiriannya, terpaksa aku minggat dari
rumah." Leng-hong hanya mendengarkan tanpa berbicara, ia seakan-akan sedang memikirkan
sesuatu persoalan. Sebaliknya dengan marah Pang Goan berkata, "Sungguh tak nyana nama besar Tayyang-
to Hui Pek-ling harus kandas di tangan orang perempuan asing pada usia
tuanya." "Aku sendiripun tidak menyangka," kata Beng-cu pula dengan gegetun, "kecuali
agak berangasan, sesungguhnya ayahku adalah seorang yang jujur dan berhati lurus,
tapi sekarang ia seperti telah kena guna-guna dan berubah menjadi seorang yang
lain...." "Nona Hui, apakah ibumu masih hidup?" tiba-tiba Leng-hong bertanya.
"Tidak, ibuku sudah lama meninggal dunia, waktu itu aku baru berusia empat tahun."
"Selama ini pernahkah ayahmu bermaksud kawin lagi?"
"Tidak pernah, ayahku selalu kangen dan memikirkan ibu, hakikatnya sama sekali
tak berniat mencari isteri baru, belasan tahun belakangan ini kami berdua ayah dan
anak selalu hidup berdampingan."
"Kalau begitu, kenapa setelah bertemu dengan seorang perempuan asing dia lantas
menjadi bodoh dan mau dirayu" Betul-betul tua bangka pikun dan keblingar!" omel
Pang Goan dengan gemas. "Lotoako tak boleh menyalahkan Hui-locianpwe," kata Leng-hong sambil geleng
kepala, "menurut dugaanku kejadian ini lagi-lagi adalah hasil karya Ci-moay-hwe."
"Maksudmu, Hui Pek-ling yang asli telah ditukar dengan Hui Pek-ling gadungan?"
"Ya, kalau mereka bisa melatih seorang Pang Wan-kun gadungan, kenapa tak bisa
melatih pula seorang Hui Pek-ling gadungan?"
"He, apa yang kalian bicarakan?" seru Hui Beng-cu kebingungan, "Ci-moay-hwe apa
maksud kalian" Dan apapula yang asli dan gadungan?"
Secara ringkas Leng-hong lantas menceritakan kejadian yang telah menimpa Thianpo-
hu, tentu saja merahasiakan tentang dirinya yang dijadikan Nyo Cu-wi gadungan
ini. Ketika mendengar cerita tersebut, Hui Beng-cu melongo kaget, sampai lama ia tak
sanggup mengucapkan sepatah katapun, kemudian ia menggeleng kepala sambil
mengeluh, "Tak kusangka di kolong langit ada kejadian seperti ini, masa seorang bisa
diubah menjadi orang lain, hal ini . . . hal ini benar-benar terlalu mengerikan."
"Untuk berhasil merajai dunia persilatan dan memusuhi kaum pria, pertama-tama Cimoay-
hwe harus berhadapan dulu dengan Bu-lim-sam-hu (tiga gedung dalam dunia
persilatan), asal mereka membuang pikiran dan tenaga dengan mencari seorang yang
berwajah mirip, kemudian diberi pula latihan yang ketat, untuk menyamar sebagai
seseorang memang bukan sesuatu pekerjaan yang sukar."
Tiba-tiba ia tertawa, lalu katanya lagi, "Setelah mereka sanggup merias wajah
seseorang, lalu diselundupkan ke suatu tempat untuk menyelidiki suatu rahasia, kukira
hal ini suatu pekerjaan yang sangat mudah."
Hui Beng-cu tertegun, serunya, "Nyo-toako, apakah kaupun mencurigai diriku
sebagai seorang yang menyamar orang lain?"
"Bukannya aku suka curiga," kata Ho Leng-hong sambil tertawa, "tapi justru karena
pihak Ci-moay-hwe sedang berusaha dengan segala akal untuk menyusupkan
orangnya ke Thian-po-hu, dan kebetulan nona seorang gadis pula yang belum pernah
kami lihat, maka bila nona dapat membuktikan kebenaran asal-usulmu, tentu saja hal
ini akan jauh lebih baik." "Cara yang paling baik adalah mempersilakan nona memainkan Liat-yam-cap-sahcam
dari perguruanmu." Hui Beng-cu berpikir sebentar, lalu katanya, "Padahal cara inipun belum dapat
membuktikan kebenaran asal usulku, sebab ayahku telah mengajarkan pula Liat-yamcap-
sah-cam tersebut perempuan siluman itu."
"Tidak menjadi soal, meskipun perempuan siluman itu juga bisa memainkan ilmu
golok Liat-yam-cap-sah-cam, kesempurnaannya tentu masih jauh daripada yang
diharapkan, bagaimanapun tentu berbeda dengan nona yang telah mempelajarinya
sejak kecil." Kembali Hui Beng-cu termenung sebentar, katanya kemudian, "Baiklah, aku akan
mempertunjukkan, Cuma akupun mempunyai satu permintaan."
"Katakan saja nona!" "Ayahku telah dikuasai mereka, apakah dipalsui atau tidak, yang pasti keadaannya
sangat berbahaya, bila sudah kubuktikan kebenaran asal-usulku, Toako berdua harus
menyanggupi akan menemaniku berangkat ke Leng-lam dan menyelamatkan
ayahku." "Soal ini tak perlu nona katakan lagi," sahut Leng-hong tanpa ragu-ragu, "Bu-limsam-
hu sama-sama tertimpa musibah, sudah sepantasnya kita saling membantu untuk
menghadapi musuh yang sama." Hui Beng-cu tidak banyak bicara lagi, ia membuka bungkusannya dan meloloskan
sebilah golok melengkung yang amat tajam.
Golok itu bentuknya seperti sabit, lebar golok hanya tiga jari dengan gagang dari
emas serta rantai perak pengikat tangan, pada kedua sisi sarung golok masing-masing
terdapat sebuah mutiara besar yang dijadikan sebagai lukisan matahari, sekilas
pandang dapat diketahui bahwa senjata tersebut adalah golok mestika yang tak ternilai
harganya. Hui Beng-cu melolos goloknya, lalu melangkah ke luar ruangan, setelah memberi
hormat, katanya, "Mohon petunjuk Toako berdua."
"Tidak berani!" Leng-hong dan Pang Goan segera membalas menghormat.
Hui Beng-cu menarik kaki kanannya ke belakang lalu tubuhnya berputar setengah
lingkaran, tangan kiri direntangkan, pelahan hawa murninya dikerahkan.
Dalam waktu singkat, air mukanya dari merah, berubah menjadi pucat, sebaliknya
goloknya yang bening tajam pelahan memancarkan selapis hawa berwarna merah.
Melihat ini, entah mengapa tiba-tiba Leng-hong teringat pada golok mestika Yan-cipo-
to. Baik Tay-yang-sin-to dari keluarga Hui maupun Nyo-keh-sin-to dari Thian-po-hu,
keduanya adalah ilmu golok terkenal di dunia persilatan, Cuma bedanya Po-in-pattoa-
sik dari Nyo-keh-sin-to lebih mengutamakan keganasan, keanehan dan
kelincahan, sehingga dibandingkan dengan Liat-yam-cap-sah-cam dari Tay-yang-sinto
lebih tinggi setengah tingkat. Sebab itulah kemenangan yang beruntun dalam pertempuran Lo-hu-to-hwe sebagian
besar disebabkan keanehan serta kelincahan ilmu golok terebut, ditambah lagi dengan
Yan-ci-po-to yang amat tajam, jadi mustahil kalau sampai kalah di tangan Hui Pekling.
Kalau memang begini, lantas apa yang menjadi sebab utama kekalahan Thian-po-hu
dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe yang lampau" Kecuali berita yang mengatakan
lantaran terkena siasat Bi-jin-ke, mungkinkah masih terselip sebab-sebab lain"
Andaikata memang benar terjebak oleh siasat Bi-jin-ke, siapakah yang secara diamdiam
mengatur segala sesuatunya itu"
Seandainya siasat Bi-jin-ke datangnya dari pihak Ci-moay-hwe, mengapa pula
keuntungan besar ini mereka berikan kepada Hui Pek-ling dengan begitu saja"
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak Ho Leng-hong, dari hawa golok yang
dipancarkan Tay-yang-sin-to, ia membayangkan kembali Yan-ci-po-to yang dicuri
orang, lalu terbayang lenyapnya Thian Pek-tat dan manusia misterius yang
memperingatkan Pang Goan secara diam-diam, serta mati hidup Nyo Cu-wi suami
isteri..... dan sebagainya. Di antara sekian banyak kejadian ia merasa satu sama lainnya mempunyai kaitan
yang erat, dan satu hal ia yakin benar, yakni selain Ci-moay-hwe pasti ada pula
organisasi rahasia lainnya yang turut dalam pertikaian ini.


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada mulanya Ho Leng-hong mencurigai pihak Hiang-in-hu dari Hu-yong-shia yang
diam-diam berperan, tapi setelah terbukti bahwa Hui Pek-ling sendiripun dikuasai
orang, ia semakin yakin ada sekelompok manusia misterius lagi yang diam-diam
sedang beradu kekuatan dengan Ci-moay-hwe, sedang golok Yan-ci-po-to itu justru
telah terjatuh ke tangan manusia tersebut....
Sementara ia masih melamun, Hui Beng-cu telah berseru nyaring, lalu mulai mainkan
ilmu golok Liat-yam-cap-sa-cam, tiga belas jurus bacokan bara api.
Cepat-cepat Leng-hong membuang jauh semua pikiran dan pusatkan perhatiannya
mengikuti permainan tersebut. Tertampaklah golok Hui Beng-cu telah memancarkan selapis cahaya merah, tatkala
golok mulai bergerak, maka terasalah seperti segulung kobaran api seolah-olah
sedang menyambar ke sana kemari, semua jurus serangannya merupakan jurus aliran
keras, demikian hebatnya gerakan itu, tak malulah ilmu golok tersebut disebut ilmu
golok jempolan. Selesai ilmu golok itu diperlihatkan, tampak jidat Hui Beng-cu sedikit berkeringat,
bagaimanapun kekuatan kaum wanita memang ada batasnya, tentu saja ia merasa
agak lelah memainkan ilmu golok aliran keras semacam ini.
Leng-hong mengerling sekejap ke arah Pang Goan sambil bertanya, "Bagaimana?"
"Memang betul ilmu golok Tay-yang-sin-to asli, tak mungkin salah lagi," kata Pang
Goan sambil manggut-manggut. Tersenyum Ho Leng-hong dan segera memberi hormat, katanya, "Nona Hui,
maafkanlah bila kurang hormat tadi, silakan masuk ke dalam untuk bicara."
"Sekarang tentunya kalian sudah percaya bahwa aku bukan samaran orang lain?"
"Setelah menyaksikan sendiri kelihaian ilmu golok Leng-lam, tentu saja kami
percaya." Hui Beng-cu mengembus napas lega, "Kalau begitu menurut rencana Toako kapan
kita berangkat ke Leng-lam?" "Hari ini jelas tak sempat, lagipula nona baru datang dari tempat jauh, silakan cuci
badan, ganti pakaian dan beristirahat dulu, malam nanti akan kusiapkan perjamuan
untuk menyambut kedatangan nona, sekalian kita rundingkan lagi rencana
selanjutnya, setuju?" "Ah, akupun bukan orang yang tak tahu diri, setibanya di sini, sedikitnya harus
mengganggu beberapa hari lebih dulu sebelum berangkat," kata Hui Beng-cu sambil
tertawa. Maka Leng-hong lantas menyuruh pelayan menemani Hui Beng-cu membersihkan
badan mengganti pakaian, lalu memerintahkan koki menyiapkan perjamuan.
Begitu Hui Beng-cu berlalu, buru-buru Pang Goan bertanya, "Jit-long, apakah ketiga
belas jurus ilmu golok tadi sudah kau ingat semua?"
"Jangan kuatir, sudah ada di sini semua," jawab Leng-hong sambil mengetuk batok
kepala sendiri. "Bagus sekali," sorak Pang Goan dengan gembira, "meskipun kita sudah kecurian
ilmu Po-in-pat-toa-sik dan dua puluh empat jurus ilmu pedang, setelah kita berhasil
menyadap Liat-yam-cap-sa-cam dari Hiang-in-hu, rasanya tidak rugi terlalu besar kita
ini." "Cuma, Siaute merasa Tay-yang-sin-to terlalu banyak kerasnya daripada kelincahan,
bila ketemu dengan golok mestika yang tajam maka sulit untuk mengembangkan
kelihaian ilmu golok tersebut."
"Sebab itulah Hui Pek-ling berusaha dengan segala daya upaya untuk mendapatkan
sebilah golok mestika." Tapi Leng-hong geleng kepala berulang kali, "Siaute bukan maksudkan hal ini, aku
merasa untuk menandingi Po-in-pat-toa-sik dan Yan-ci-po-to dari Thian-po-hu
dengan Tay-yang-sin-to, sesungguhnya tidak besar kesempatan untuk merebut
kemenangan, kalau begini, maka aku menjadi berpikir kembali berdasar apakah Hui
Pek-ling berhasil mengalahkan Thian-po-hu dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe yang
lalu?" "Kenapa secara tiba-tiba kau berpikir sampai ke situ?" tanya Pang Goan tertegun.
"Sesungguhnya persoalan ini sudah lama terpikir olehku, setelah nona Hui
menyinggung soal "Bi-jin-ke" tadi, lalu kuputuskan untuk menanyakan soal ini kepada
Lotoako." "Apa yang ingin kau ketahui?"
"Teringat sewaktu kita berjumpa untuk pertama kalinya dulu Lotoako pernah
menyinggung soal "rela menghadapi kematian", bolehkah kutahu apa sebabnya para
kakak Nyo Cu-wi rela mati" Apa pula maksud tujuannya yang sesungguhnya di balik
perkawinan antara Thian-po-hu dengan Cian-sui-hu?"
"O, rupanya persoalan ini yang kautanyakan, waktu itu aku mengira kau adalah Nyo
Cu-wi, maka tidak kuberi penjelasan lebih lanjut, kemudian setelah dikacau oleh Cimoay-
hwe, akupun lupa membertahukan hal ini kepadamu, bila dibicarakan,
sebenarnya hingga kini peristiwa tersebut masih merupakan teka-teki besar."
"Apakah menyangkut keluarga Nyo dari Thian-po-hu?"
"Benar. Tapi mungkin juga ada hubungannya dengan Ci-moay-hwe atau keluarga
Hui di Hu-yong-shia." "Dapatkah Lotoako menjelaskan lebih terperinci?"
Pang Goan manggut-manggut, "Aku ingin menjelaskan semua yang kuketahui,
sayangnya apa yang kuketahui tidak terlalu banyak . . . "
--------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***--
"Cerita ini dimulai pada empat ratus tahun yang lalu," demikian Pang Goan mulai
menuturkan suatu cerita yang aneh dan misterius, "konon pada jaman itu hidup
sepasang suami-isteri, yang pria she Oh, asalnya adalah seorang panglima perang di
bawah pimpinan Gak Hui, ilmu goloknya sangat lihay dan pernah menghancurkan
pasukan kuda berantai dari tentara Kim, kemudian setelah Gak Hui tewas di tangan
menteri dorna, dalam keputus-asaannya ia meletakkan jabatan dan hidup berkelana
sebagai seorang pendekar, dengan sebilah goloknya secara beruntun ia mengalahkan
delapan puluh sembilan orang jago lihay ahli golok sehingga namanya termasyhur
dalam dunia persilatan sebagai To-seng (nabi golok), maka iapun memberi nama pada
dirinya sendiri sebagai Oh It-to atau Oh si golok."
"Bagus juga nama ini," kata Leng-hong sambil tertawa.
Bukan cuma namanya saja yang bagus, ilmu golok Oh It-to terhitung juga sakti luar
biasa, sukar diraba kehebatannya, orang persilatan pada jaman itu jarang ada yang
sanggup menangkis sekali bacokannya. Sayang saking keranjingannya dengan ilmu
goloknya, Oh It-to sampai melupakan isterinya, dan lebih celaka lagi isterinya
ternyata seorang ahli golok pula."
"Oo" siapakah nama isterinya?"
"Siapa namanya kurang begitu jelas, orang hanya tahu dia bernama Hui-nio, lantaran
sehari-hari ia gemar berpakaian gaun merah, orang menyebutnya sebagai Ang-ih Huinio
(Hui-nio si baju merah)." "Apakah ilmu goloknya sangat lihay?"
Pang Goan manggut-manggut, "Konon Ang-ih Hui-nio berasal dari keluarga kaya,
lagipula dia memiliki bakat alam dan otak cerdas, ketika kawin dengan Oh It-to, usia
mereka selisih tiga puluh tahunan, sebetulnya orang tua Hui-nio tidak setuju dengan
perkawinan ini, tapi berhubung Hui-nio begitu terpesona pada ilmu silat Oh It-to, ia
rela retak hubungan dengan orang tua dan kawin dengan pujaan hatinya, pada
akhirnya kedua orang itu kawin juga, sayang belum sampai setahun suami isteri itu
lantas mulai cekcok dan tidak akur, pada akhirnya harus berpisah."
"Ai, sungguh drama yang menyedihkan," bisik Leng-hong sambil menghela napas.
"Memang tragedi yang mengharukan. Setelah putus hubungan dengan orang tua, dan
disia-siakan pula oleh suaminya, setelah perpisahan tersebut Hui-nio merasa malu
bercampur marah, sejak itu ia bertekad menciptakan sejenis ilmu golok dan
bersumpah hendak mengalahkan Oh It-to. Setelah berlatih sepuluh tahunan, akhirnya
berhasil juga ia ciptakan serangkaian ilmu golok yang lihay, maka secara resmi ia
tantang Oh It-to untuk menentukan siapa yang lebih hebat!"
"Bagaimana akhirnya?" tanya Leng-hong dengan cepat.
Pang Goan tersenyum getir, katanya, "Suami-isteri itu secara beruntun telah
melangsungkan delapan kali pertandingan, setiap kali pertempuran berlangsung tak
pernah lebih dari satu gebrakan, sebab setiap kali Oh It-to melancarkan serangan,
jurus serangannya selalu terbendung, delapan kali pertarungan delapan kali pula ia
menderita kekalahan, satu kalipun tak pernah menang."
"Oh, masa sampai begitu?"
"Sebetulnya kejadian ini tidak aneh, sebab pada dasarnya Ang-ih Hui-nio adalah
orang yang cerdas dan berbakat bagus, usianya masih muda, selama menjadi suamiisteri
dia sudah apal dengan rahasia ilmu golok Oh It-to, selain itu iapun memeras
otak selama sepuluh tahun untuk menciptakan ilmu golok saktinya, tentu saja ia dapat
merebut posisi menguntungkan dan mengatasi semua serangan Oh It-to, tapi dengan
terjadinya peristiwa ini, meskipun Ang-ih Hui-nio berhasil melampiaskan rasa
dendamnya, tapi nama besar Oh It-to pun hancur berantakan, hitung-hitung kedua
pihak sama-sama menderita kerugian besar."
"Bagaimana kemudian?" "Delapan kali pertarungan yang mereka lakukan hampir berlangsung sepuluh tahunan
lamanya, semenjak itu Oh It-to tak pernah muncul lagi di dunia persilatan, sedang
usia Ang-ih Hui-nio pun sudah empat puluh tahunan, kedua suami isteri itu tak pernah
terjun lagi ke dalam dunia persilatan."
"Dapatkah mereka rukun kembali?"
Pang Goan menggeleng kepala, "Sekali suami isteri sudah bertengkar, sukar bagi
mereka untuk rujuk kembali." "Tapi apa hubungannya antara peristiwa itu dengan Thian-po-hu?" tanya Ho Lenghong
sesudah termenung sebentar. "Besar sekali hubungannya. Sebab dalam delapan kali pertarungan antara Oh It-to
melawan Ang-ih Hui-nio, setiap jurus serangan yang ia gunakan merupakan intisari
dari ilmu golok Oh It-to yang kemudian disebut sebagai Po-in-pat-toa-sik (delapan
jurus sakti pembelah awan)." "O!" Ho Leng-hong bersuara kaget, "ternyata Nyo-keh-sin-to (golok sakti keluarga
Nyo) berasal dari Oh It-to" Cuma . . . . . . ."
Setelah berhenti sejenak, seperti memahami akan sesuatu, katanya pula, "Kalau Poin-
pat-toa-sik pernah dipatahkan oleh Ang-ih Hui-nio, jangan-jangan Hui Pek-ling
telah berhasil mendapatkan ilmu golok dari Ang-ih Hui-nio?"
"Itu sih tidak. Cuma konon ilmu golok sakti Ang-ih Hui-nio telah diwariskan pula
dalam bentuk sejilid kitab pusaka, justru untuk menemukan kitab pusaka ilmu golok
itulah Nyo-si-hengte dari Thian-po-hu telah mengorbankan jiwanya di lembah Bi-kok
(lembah sesat)." "Bi-kok?" Leng-hong menegas.
"Benar. Lembah itu adalah lembah misterius yang amat berbahaya dan buas, konon
di situlah bersembunyi anak murid Ang-ih Hui-nio, semua murid-muridnya rata-rata
memiliki ilmu golok yang lihai, tapi tak seorang pun yang pernah meninggalkan
lembak tersebut, orang luar pun tak boleh masuk ke situ, barang siapa berani
memasuki Bi-kok, jangan harap bisa muncul lagi dalam keadaan hidup, entah
bagaimana kejadiannya, berita itu akhirnya diketahui oleh Nyo Ciau-thong, majikan
tua dari gedung Thian-po-hu, sebelum wafat rahasia ini ia beritahukan pula kepada
putera sulungnya, Nyo Han-wi."
"Maksud Nyo Ciau-thong waktu itu mungkin hanya ingin menjelaskan kepada anak
cucunya bahwa ilmu Poh-in-pat-toa-sik bukan kepandaian yang tiada tandingannya di
dunia ini, cerita tersebut diturun terurunkan dengan maksud sebagai peringatan saja.
Siapa tahu Nyo Han-wi yang masih muda dan berjiwa panas menganggap hal ini
sebagai suatu bibit bencana terbesar bagi Thian-po-hu, maka begitu ayahnya
meninggal, segera ia serahkan semua urusan rumah tangga Thian-po-hu kepada Jilong
(saudara kedua), ia sendiri lantas berangkat ke Bi-kok, semenjak itu tiada kabar
beritanya lagi dan mungkin jiwanya telah melayang...."
Ho Leng-hong menghela napas panjang.
Setelah berhenti sebentar, Pang Goan bercerita lebih lanjut, tujuh bersaudara keluarga
Nyo rata-rata adalah pemuda berwatak tinggi hati, ketika Lotoa pergi tak kembali, Jilong
melakukan tindakan yang sama dan menyerahkan tanggung jawab Thian-po-hu
kepada Sam-long, tapi iapun pergi tak kembali lagi, maka menyusul kemudian Sulong,
Ngo-long.... satu persatu pergi meninggalkan rumah untuk tidak kembali lagi,
dalam beberapa tahun saja secara beruntun Nyo-keh-hengte telah tewas semua,
selama beberapa tahun belakangan itu seluruh perhatian dan pikiran mereka hanya
terpusatkan untuk melakukan misi terebut, merekapun tak ingin diketahui orang luar,
sehingga tidak memperdalam ilmu silatnya lagi, sebab itulah Lak-long Nyo Ci-kong
harus menelan kekalahan getir di tangan Hui Pek-ling dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe
tahun lalu." "Ya, maklumlah! Jika seorang yang belajar silat sudah mengalihkan perhatiannya ke
masalah lain, otomatis ilmu silatnya akan terbengkalai," kata Ho Leng-hong sambil
menghela napas, "tapi persoalan ini merupakan rahasia keluarga Nyo, darimana
Lotoako mengetahuinya?" "Lak-long Nyo Ci-kong yang memberitahukan sendiri kepadaku. Sebelum berangkat
ke pertemuan Lo-hu-to-hwe, ia menyadari bahwa ilmu silatnya terbengkalai dan
kemungkinan besar bakal kalah, tapi ia bertekad tidak menyampaikan rahasia ini
kepada Jit-long Nyo Cu-wi agar keturunan keluarga Nyo tidak putus di tengah jalan,
pada waktu itu dengan perasaan tertekan ia berangkat untuk ikut serta dalam
pertemuan, betul juga akhirnya ia dikalahkan oleh Hui Pek-ling.
"Setelah kejadian itu, dengan membawa kitab pusaka ilmu golok dan golok mestika
Yan-ci-po-to warisan leluhurnya ia datang sendiri ke Cian-sui-hu untuk melakukan
lamaran, pada kesempatan itu ia memberitahukan rahasia tersebut kepadaku di
samping memohon agar adikku dikawinkan dengan adiknya, selain itu iapun ingin
menggunakan To-kiam-hap-ping-tin untuk membantu Thian-po-hu serta mendorong
Jit-long agar berjuang untuk kemajuan. Iapun bertekat merahasiakan soal Bi-kok agar
jangan sampai membuat pikiran Jit-long bercabang, bersamaan dengan itu juga minta
kepada adiknya agar memusatkan pikiran untuk berlatih silat dan menjunjung kembali
nama baik keluarga setelah ia menderita kekalahan di tangan orang. Dengan dasar
tujuannya yang baik dan mulia itu, hatiku menjadi terharu sehingga lamarannya pun
kuterima." "Setelah mengatur perkawinan adiknya, apakah Lak-long Nyo Ci-kong juga
berangkat ke lembah Bi-kiok?" tanya Leng-hong.
"Benar!" Pang Goan mengangguk.
"Seharusnya Lotoako nasihati dia agar jangan menempuh jalan yang salah lagi!"
"Tentu saja kunasihati, tapi ia menyatakan hanya ingin mencari jejak kelima orang
saudaranya dan bukan lantaran ingin mencari ilmu silat peninggalan Ang-ih Hui-nio,
kupikir niat tersebut dapat dimengerti, tentunya tak bisa kualangi dia."
"Lalu, apakah ia pernah memberitahukan kepada Lotoako di manakah letak Bi-kok
tersebut?" "Tidak!" "Kenapa Lotoako tidak bertanya kepadanya?"
"Kenapa aku mesti bertanya" Apakah keenam nyawa keluarga Nyo masih belum
cukup?" Leng-hong berpikir sebentar, kemudian tanyanya, "Apakah adikmu Wan-kun juga
mengetahui akan rahasia ini?" "Hanya tahu garis besarnya saja."
"Wah, celakalah kalau begitu!" tutur Leng-hong sambil geleng kepala dan menghela
napas. "Kenapa celaka?" "Kemungkinan besar nona Wan-kun telah memberitahukan soal lembah Bi-kok
kepada Nyo Cu-wi, jadi lenyapnya suami-isteri mereka kemungkinan besar karena
berangkat ke Bi-kok." "Tapi mereka tidak tahu di mana letak Bi-kok, ke mana mereka akan mencarinya?"
"Meskipun Nyo Ciau-thong merahasiakan peristiwa lembah Bi-kok, tapi setelah
keenam orang saudaranya dalam waktu singkat beruntun pergi dan tak kembali lagi,
tak mungkin Cu-wi sama sekali tidak mengetahui akan kejadian ini, mungkin saja ia
hanya mendengar sekadarnya, dan kemudian soal tersebut hanya disimpan dalam hati
saja, kemudian setelah dibuktikan dengan cerita dari adikmu, mana bisa dia tidak
tergerak hatinya untuk menyelidiki mati hidup saudara-saudaranya" Hal ini ditambah
pula mereka sebagai suami-isteri muda, rasa ingin tahunya masih sangat tebal, besar
kemungkinan mereka meneruskan perbuatan keenam saudaranya yang lain."
Setelah mendengar uraian ini, air muka Pang Goan makin lama makin bertambah
serius, lewat sesaat kemudian baru berkata, "Kalau memang demikian jadinya, akulah
yang paling berdosa." "Satu-satunya kekeliruan yang dilakukan Lotoako adalah tidak seharusnya
memberitahukan kejadian yang sesungguhnya kepada adikmu Wan-kun."
Pang Goan manggut-manggut lalu geleng kepala, sambil menghela napas ia berkata
lagi, "Sesungguhnya aku pun tahu, tetapi aku dan adikku bukan dilahirkan oleh ibu
yang sama, usia kampiun terpaut separuh lebih, sekalipun bersaudara, sedikit banyak
hubungan batin kami agak jauh, hal ini menyangkut kehidupan selanjutnya, mana
boleh kurahasiakan persoalan ini padanya" Hanya aku tak mengira kejadian ini akan
disampaikannya pula kepada Nyo Cu-wi."
"Mereka adalah suami-isteri, sudah barang tentu persoalan ini akan dibicarakan,
hanya saja . . . ." tiba-tiba Leng-hong alihkan pembicaraan ke soal lain, katanya lagi,
"Lotoako, percayakah kau bahwa Ang-ih Hui-nio dan lembah Bi-kok adalah kejadian
yang sesungguhnya?" "Sebetulnya aku tidak percaya, tapi hal ini diceritakan sendiri oleh Nyo Ciau-thong,
majikan tua Thian-po-hu, lagipula lenyapnya tujuh bersaudara keluarga Nyo
merupakan kenyataan, hal ini membuat aku mau-tak-mau harus percaya.."
"Tidak mungkinkah kenyataan ini adalah sebagian dari perangkap yang sengaja
diatur oleh perkumpulan Ci-moay-hwe?"
"Tentu saja kemungkinannya selalu ada. Tapi munculnya Ci-moay-hwe baru terjadi


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa tahun belakangan ini, sebaliknya rahasia tentang Bi-kok sudah ada sejak
belasan tahun sebelum meninggalnya Nyo Ciau-thong, Cuma saja Nyo Ciau-thong
tidak pernah mengungkapnya." Leng-hong tertawa, "Siaute malah berharap lembah Bi-kok memang benar-benar ada,
bila ada kesempatan nanti ingin sekali kusaksikan sendiri kehebatan ilmu golok
warisan Ang-ih Hui-nio itu." Sementara pembicaraan berlangsung sampai di situ, Hui Beng-cu telah keluar setelah
membersihkan badan dan berganti pakaian perempuan, sambil tertawa ia bertanya,
"Ilmu golok apakah yang maha hebat" Bolehkah kuikut Nyo-toako untuk
menyaksikannya bersama?" Meskipun hidung Hui Beng-cu agak pesek, tapi kekurangannya itu telah tertutup oleh
matanya yang besar dan jeli, dengan tubuh yang padat sebagai gadis-gadis wilayah
selatan umumnya, ia tampak montok dan memesona, malahan hidungnya yang agak
pesek justru menambah daya pikatnya.
Ho Leng-hong pernah bertemu dengan Pang Wan-kun gadungan, ia tahu Pang WanKoleksi
Kang Zusi kun cantik sekali, tapi bila dibandingkan dengan Hui Beng-cu, maka yang pertama
kalah daya pesonanya. Kalau kecantikan Wan-kun termasuk perempuan yang lembut dan agung, maka Hui
Beng-cu mempunyai tipe yang lebih menggiurkan, di antara kegenitannya rada-rada
bersifat "berandalan", hal ini membuat siapa pun ingin memandang beberapa kejap
lebih banyak kepadanya. Bukan cuma Ho Leng-hong yang mempunyai perasaan demikian, bahkan hati Pang
Goan juga agak goyah, ia memandang beberapa kejap lebih banyak sebelum
melengos ke arah lain. Pada saat itu muncul seorang pelayan yang melaporkan, "Perjamuan telah siap!"
--------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***---
Perjamuan untuk menyambut kedatangan Hui Beng-cu berlangsung hingga
menjelang tengah malam dan dengan hati puas.
Setelah kembali ke taman belakang, Leng-hong bertanya, "Lotoako, benarkah kita
akan mengiringi nona Hui pulang ke Leng-lam?"
"Tentu saja, sekarang Hui Pek-ling sedang tertimpa musibah, perempuan asing itu
jelas pula anggota Ci-moay-hwe, asal perempuan itu berhasil kita bekuk,
kemungkinan besar latar belakang perkumpulan Ci-moay-hwe bisa kita singkap,
kenapa tidak pergi?" "Tapi Siaute masih merasa keheranan, Samkongcu berada di sekitar sini, kenapa ia
tidak tertarik oleh To-kiam-hap-ping-tin dan sampai sekarang belum lagi melakukan
gerakan apa-apa?" "Kupikir, mungkin juga mereka sudah meninggalkan wilayah Kwan-lok," kata Pang
Goan dengan kening berkerut. "Tidak mungkin, untuk mendapatkan Yan-ci-po-to dan To-kiam-hap-ping-tin-hoat
entah sudah berapa banyak pikiran dan tenaga yang telah dicurahkan, tidak mungkin
mereka lepaskan dengan begitu saja."
"Mungkin karena penjagaan dalam gedung terlalu ketat sehingga mereka tak berani
bergerak secara gegabah." "Itupun tak mungkin, semakin ketat penjagaan kita semakin menunjukkan betapa
pentingnya To-kiam-hap-ping-tin-hoat tersebut, hanya beberapa orang Busu kita masa
berada dalam pandangan mereka?"
"Wah, kalau begitu aku jadi tidak mengerti, jangan-jangan mereka mempunyai
rencana lain?" "Tepat. Ketidak bergerak mereka membuktikan mereka mempunyai rencana lain."
Tiba-tiba hati Pang Goan tergerak, bisiknya, "Apakah kau mencurigai asal-usul Hui
Beng-cu?" Ho Leng-hong tidak menjawab, tapi berdiri, katanya kemudian, "Lotoako, lebih baik
kita berlatih dalam taman!" "Baik!" Pang Goan setuju.
Dengan membawa senjata kedua orang itu menuju ke tanah lapang dalam taman,
pertama-tama Leng-hong mengontrol dulu penjagaan di sekitar taman, setelah terbukti
keadaan aman tenang, ia baru mulai berlatih.
Yang dimaksud sebagai To-kiam-hap-ping-tin-hoat, sesuai namanya yaitu permainan
kombinasi ilmu golok dan pedang, tapi berhubung dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe
hanya diizinkan menggunakan golok dan tak boleh memakai pedang, lebih-lebih tak
diizinkan dua orang maju bersama, maka oleh Nyo Ci-kong, kitab pusaka Nyo-kehsin-
to tersebut diserahkan kepada Pang Goan agar setelah memahami kunci ilmu
golok terebut, kemudian ditambah dengan Keng-hong-kiam-hoat dari Cian-sui-hu,
kedua ilmu dilebur menjadi satu dan menciptakan serangkaian jurus serangan baru
yang bisa menggunakan golok dan pedang sekaligus.
Dia berharap dengan bekal ilmu gabungan golok dan pedang ini, gelar Thian-he-te-itto
dapat direbut kembali oleh Thian-po-hu.
Tampaknya golok dan pedang itu hampir sama bentuknya, tapi penggunaannya jauh
berbeda. Pedang mengutamakan kelincahan, sedang golok mengutamakan
kemantapan, terutama Po-in-pat-toa-sik dari Thian-po-hu terlebih keras dan mantap,
ganasnya juga cukup ganas, Cuma kurang lincah dan gesit.
Setelah bersusah payah selama dua tahun baru Pang Goan berhasil melebur
kedelapan jurus ilmu pedang Keng-hong-kiam-hoatnya yang lincah dan gesit ke
dalam gerakan Po-in-pat-toa-sik sehingga dapat mengurangi kekerasan dan
keganasannya, juga menambah kegesitan dan kelincahannya.
Atau dengan perkataan lain, diambil kelebihan yang terdapat pada ilmu andalan
Cian-sui-hu dan Thian-po-hu, ia membuat permainan golok mengandung gerakan
pedang, hal ini akan sangat bermanfaat untuk menghadapi Tay-yang-sin-to dari Hui
Pek-ling. Oleh karena itulah selama berlatih Pang Goan selalu menjadi lawan umpan latihan,
mereka sama-sama memegang pedang di tangan kiri dan golok di tangan kanan.
Setiap jurus selesai dilatih, golok dan pedang segera bertukar, dengan begitu
penggunaan golok sebagai pedang dapat dilakukan setiap saat dan tidak canggung lagi
antara golok dan pedang. Ho Leng-hong belum pernah mempelajari Po-in-pat-toa-sik, tapi dia masih ingat
setiap gerak jurus Keng-hong-kiam-hoat, maka Pang Goan harus mengajarkan dulu
Nyo-keh-sin-to kepadanya sebelum mengajar To-kiam-hap-ping-tin tersebut.
Untung Ho Leng-hong berbakat bagus dan otak yang encer, setiap jurus serangan
yang pernah dilihatnya segera apal di luar kepala, maka cukup bagi Pang Goan untuk
bermain satu kali, setiap jurus serangan segera diingatnya, tinggal soal latihan dan
kesempurnaan belaka. Cuma latihan mereka malam ini tentu saja bukan To-kiam-hap-ping-tin
sesungguhnya, mereka memang bergebrak ke sana kemari dengan gesitnya, hal ini
hanya sengaja supaya dilihat orang dan menunggu sang ikan menyambar umpan.
Suasana dalam taman amat sepi, kecuali Pang Goan dan Leng-hong hampir tidak
terlihat orang ketiga. Tapi, tiba-tiba Leng-hong merasa ada sepasang mata yang jeli sedang mengawasinya
di balik kegelapan sana. Letak tanah rumput di mana mereka berlatih di depan semak bunga sebelah utara
Kiok-hiang-sia. Tempat itulah untuk pertama kalinya diketahui oleh Ho Leng-hong sebagai tempat
pertemuan rahasia kedua orang laki-perempuan itu.
Sembari melancarkan serangan, Ho Leng-hong memberi tanda kedipan mata kepada
Pang Goan sambil berbisik, "Perhatikan sebelah utara Kiok-hiang-sia, agaknya sang
ikan sudah mencium harum umpan!"
Sambil putar badan dan melancarkan suatu tusukan, bisik Pang Goan, "Betul,
dugaanmu memang benar . . . . Hei . . . . rupanya dia . . . . ."
"Jangan bersuara, pelahan kita bergeser ke sana, kita cegat jalan larinya dari kanankiri."
Pang Goan mempergencar serangannya, maka cahaya tajam segera berhamburan
mengurung tubuh Ho Leng-hong dengan rapat.
Sambil bertarung pelahan mereka bergeser sedikit demi sedikit, akhirnya mereka
semakin dekat Kiok-hiang-sia. "Lotoako, perhatikan seruanku, kau ke barat dan aku ke timur, kita adang jalan
larinya . . . ." bisik Leng-hong, kemudian bentaknya mendadak, "Siapa di situ"
Berhenti!" Berbareng dengan suara bentakannya, cahaya pedang dan sinar golok segera
berpencar, kedua orang sama melayang ke arah yang berbeda, mengitari pepohonan
sana. Mata jeli itu tidak bergerak, malah pemiliknya pelahan berjalan keluar dari balik
pepohonan sambil tertawa. "Akulah yang berada di sini!" katanya, "hebat betul semangat Toako berdua, sudah
jauh malam, bukannya pergi beristirahat, sebaliknya malah berlatih kungfu di bawah
sinar bulan. "Nona Hui, bukannya beristirahat di kamar tamu, untuk apa datang ke taman sini?"
tegur Leng-hong. "Aku mempunyai penyakit yang aneh, yakni bila baru pertama kali tiba di suatu
tempat asing, aku menjadi tak dapat tidur," jawab Hui Beng-cu sambil tertawa,
"sewaktu jalan-jalan tadi, tanpa kusadari telah tiba di taman ini."
"Lalu kenapa kau sembunyi di balik pepohonan dan mengintip kami berlatih?" tanya
Pang Goan. "Tidak, aku tidak bersembunyi, lantaran kalian sedang berlatih dengan sungguhsungguh,
maka aku tidak menyapa kalian karena kuatir akan mengganggu konsentrasi
Toako berdua." "Tapi nona kan tahu, mencuri lihat ilmu silat orang lain adalah pantangan besar bagi
umat persilatan," kata Leng-hong.
Hui Beng-cu tersenyum, "Aku tidak bermaksud mencuri lihat ilmu silat orang, hanya
secara kebetulan saja kulewat di sini. Lagipula sore tadi kan Toako berdua juga telah
menguji Tay-yang-sin-to keluarga ku" Apa salahnya kalau akupun menyaksikan ilmu
silat Toako berdua?" Leng-hong dan Pang Goan hanya saling pandang belaka, mereka tak sanggup
membantah lagi. Sambil tertawa kembali Hui Beng-cu berkata, "Setelah menyaksikan ilmu golok dan
pedang Toako berdua, aku benar-benar merasa kagum sekali! Kepandaian Toako
berdua memang sangat hebat, tampaknya Hiang-in-hu kami pasti akan menderita
kalah dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe yang akan datang!"
"Aku kuatir bukan Cuma Hiang-in-hu saja yang bakal kalah, melainkan Bu-lim-samhu
akan menderita nasib yang sama."
"Hei, kalau begitu siapa yang bakal menang?"
"Tentu saja Ci-moay-hwe!" kata Leng-hong.
"Sungguhkah mereka selihay itu?" tanya Beng-cu tercengang.
"Sebenarnya mereka tidak terlalu lihay, tapi setelah mereka mendapatkan ilmu sakti
dari Leng-lam, dan sekarang berhasil pula menyadap ilmu silat Cian-sui-hu dan
Thian-po-hu, sudah barang tentu lebih mudah bagi mereka untuk mencari cara
mematahkannya." Ia sengaja menandaskan kata "sekarang" dengan nada berat dengan maksud untuk
memancing reaksi Hui Beng-cu. Ternyata Hui Beng-cu tidak menunjukkan rasa kikuk atau gugup, malah sambil
mengangguk katanya, "Perkataan Nyo-toako memang benar, setelah ilmu silat Bulim-
sam-hu disadap semua oleh mereka, peristiwa ini memang akan menyulitkan
posisi kita, cuma, asal kita mau bekerja sama dan menciptakan jurus serangan baru,
rasanya masih bisa kita hadapi kelihayan mereka, entah bagaimana pendapat Toako
berdua?" Sekali lagi Leng-hong dan Pang Goan tak sanggup memberi jawaban.
"Padahal kita sama-sama umat persilatan," kata Hui Beng-cu lebih lanjut, "sudah
sewajarnya kalau saling tolong menolong, saling bantu-membantu agar ilmu silat
lebih maju dan cemerlang, bila masing-masing orang menyimpan ilmunya sendiri
seperti menyimpan azimat dan enggan menurunkan kepandaian leluhurnya kepada
masyarakat, lama kelamaan dunia persilatan pasti akan bertambah lemah, pada
akhirnya ilmu silat yang sakti itu akan terus menyusut turun temurun dan akan
menjadi ilmu "terakhir" pula."
Perkataan itu cukup keras dan tegas, hal ini membuat perasaan Ho Leng-hong dan
Pang Goan tergetar juga. Pang Goan mendongakkan kepalanya sambil menarik napas panjang, kemudian
gumamnya, "Tak kusangka, nona yang masih muda ternyata mempunyai jiwa yang
besar, sungguh sukar dicari bandingannya."
"Sayang kebanyakan orang persilatan adalah manusia rakus yang terlalu
mementingkan diri sendiri tidak seperti nona yang berjiwa besar dan dapat
berpandangan jauh," sambung Leng-hong.
Hui Beng-cu hanya tersenyum, lalu berkata lagi, "Kata-kata semacam itu memang
sulit diterima orang lain, tapi setelah Toako berdua pergi ke Leng-lam dan
menyaksikan keadaan di rumahku, kalian akan percaya bahwa perkataanku bukan
cuma khayalan belaka, tapi timbul dari fakta yang sudah ada."
"Baik, persoalan ini tak bisa ditunda lagi, kita putuskan berangkat besok pagi," kata
Pang Goan. Leng-hong tidak menyatakan setuju, juga tidak menolak, dilihat dari perubahan
wajahnya, agaknya iapun kehilangan rasa percaya pada diri sendiri setelah gagalnya
rencana "menunggu kelinci masuk perangkap".
Dari wilayah Kwan-lok ke Leng-lam ada ribuan li jauhnya, untuk menempuh
perjalanan sejauh ini sebetulnya mereka harus berjalan secepatnya, tapi ketiga laki
perempuan ini justru berjalan dengan sangat lambat.
Sepanjang jalan Ho Leng-hong dan Pang Goan makan minum dan berpesiar dengan
santainya, seakan-akan sedang menunggu sesuatu.
Hui Beng-cu tidak nampak gelisah, malah sebaliknya kelihatan gembira, ia selalu
menemani kedua Toako itu berpesiar dan menikmati keindahan alam, gelak tertawa
yang riang selalu menyemarakkan suasana, seakan-akan iapun sudah lupa pada
keadaan di Hiang-in-hu, di rumahnya sendiri.
Setengah bulan setelah meninggalkan Kiu-ci-shia, mereka baru tiba di sekitar Sianghoan.
"Sepanjang perjalanan ini kita selalu menunggang kuda dan naik kereta, lama-lama
menjadi bosan juga, bagaimana kalau perjalanan kita selanjutnya kita ganti naik kapal
saja" Lebih cepat dan lebih nyaman rasanya," usul Leng-hong.
Sebelum Pang Goan menjawab, Hui Beng-cu segera berseru lebih dulu, "Bagus
sekali, kita boleh menyewa kapal sampai Liang-han, sekalian pesiar di telaga Tongteng,
dari situ dengan menunggang kuda kita melintasi Ngo-leng-san, perjalanan ini
tentu lebih cepat." "Orang bilang: "Kapal di selatan dan kuda di utara". Nona Hui sebagai gadis yang
dibesarkan di wilayah selatan, apakah tidak merasa bosan naik kapal?" tanya Lenghong.
"Mana bisa bosan!" sahut Beng-cu dengan tertawa, "aku paling suka naik kapal, tapi
dulu aku hanya naik kapal laut, kapal sungai belum pernah kurasakan."
Pang Goan manggut-manggut, "Kalau begitu kita putuskan untuk menyewa kapal
setibanya di Huan-shia nanti."
Hari itu juga mereka tiba di Huan-shia. Setelah menginap semalam, tengah hari
keesokannya dengan meninggalkan Pang Goan yang beristirahat seorang diri di hotel,
Ho Leng-hong dan Hui Beng-cu berangkat ke dermaga untuk menyewa kapal.
Sebetulnya soal menyewa kapal bisa diselesaikan oleh pelayan penginapan, tapi Hui
Beng-cu ingin memilih kapal yang nyaman sekalian menikmati pemandangan di
dermaga, maka Leng-hong terpaksa harus menemaninya ke dermaga.
Setibanya di dermaga, tampaklah layar kapal berjajar di sana sini, tapi sebagian besar
adalah kapal layar yang memuat bahan obat-obatan dan sekalian membawa
penumpang, jarang sekali ada kapal yang khusus hanya mengangkut penumpang.
Terpaksa mereka menelusuri sungai tepi untuk mencari kapal, tapi beberapa buah
kapal yang dikunjunginya semua memberi jawaban yang sama, "Kebanyakan perahu
di kota Huan-shia adalah perahu pengangkut barang, untuk menyewa perahu
penumpang harus menyeberang ke kota Siang-yang!"
"Baiklah," kata Leng-hong kemudian, "apa salahnya kita mengunjungi kota Siangyang!"
"Nyo-toako, coba lihat! Bukankah di sana terdapat sebuah kapal penumpang?" tibatiba
Hui Beng-cu menuding ke arah sungai.
Mengikuti arah yang ditunjuk, betul juga Leng-hong lihat ada sebuah perahu
penumpang dengan layar rangkap yang indah membuang sauh di tengah sungai,
perahu itu bercat masih baru, ruang duduknya bersih dan luas, ketika itu sedang
membuang sauh kurang lebih sepuluh tombak di tengah sungai.
Leng-hong segera menggapai seorang tukang sampan, sambil menuding ke arah
kapal layar itu ia bertanya, "Lotoa, tahukah kau siapa pemilik perahu itu?"
Tukang perahu itu mengamati perahu itu sejenak, kemudian menggeleng kepala,
jawabnya, "Entahlah, dulu rasanya belum pernah melihat perahu ini, di atas perahu
juga tidak terdapat bendera perkumpulan atau organisasi tertentu, mungkin saja
perahu pribadi orang kaya." "Peduli perahu pembesar atau perahu orang kaya, apa salahnya kalau kita tanya dia,
siapa tahu perahunya kebetulan kosong, dan dia bersedia memuat kita?"
Ho Leng-hong tertawa dan tidak omong lagi, dengan membimbing Hui Beng-cu
mereka naik ke sampan kecil itu. Tiba di dekat perahu penumpang itu terasa suasana amat hening, sesosok bayangan
pun tak kelihatan. Sambil melompat ke atas geladak, Hui Beng-cu berteriak, "Hei, ada orangkah di
sini?" Setelah berteriak beberapa kali, dari buritan menongol keluar sebuah kepala gundul,
sahutnya, "Mau apa kalian" Cari siapa?"
Orang itu adalah seorang kakek kurus berusia enam-tujuh puluh tahunan, mukanya
penuh berkeriput, kepalanya botak dan tak berambut, mungkin ia lagi tidur di buritan,


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka sikapnya agak uring-uringan. "Maaf jika kami telah mengganggu," cepat Leng-hong memberi hormat, "kami ingin
menyewa perahu, ingin kami tanya apakah perahu ini boleh disewa atau tidak?"
"Kau bilang apa?" tanya si kakek sambil miringkan kepalanya.
Terpaksa Leng-hong mengulangi lagi kata-katanya.
Kali ini kakek itu dapat mendengar dengan jelas, ia mengulapkan tangan berulang
kali, "Pergi! Pergi! Perahu ini bukan perahu penumpang yang disewakan, perahu ini
adalah perahu pribadi, lebih baik menyewa perahu di tempat lain!"
"Apa salahnya dengan perahu pribadi" Kami bersedia membayar tinggi, satu jalan
pula, kenapa tidak bisa?" kata Hui Beng-cu.
Sambil memicingkan matanya kakek itu memperhatikan mereka sekejap, lalu
bertanya, "Apakah kalian suami-isteri?"
Merah wajah Hui Beng-cu, cepat-cepat sangkalnya, "O, bukan! Aku she Hui dan dia
adalah Nyo-toako, Nyo-tayhiap pemilik Thian-po-hu di Kiu-ki-shia."
"Aku tidak kenal Nyo atau Nya, aku cuma ingin tahu kalian mau ke mana" Dan
berapa berani bayar?" "Kami ingin pesiar ke Tong-ting-ou, kemudian berganti kuda ke Leng-lam, jadi
hanya satu jalan, terserah berapa besar ongkos yang kau minta."
Kakek itu segera menghitung sambil bergumam, "Sejalan ke Tong-ting berarti tidak
akan kembali ke sini . . . dari sini menuju Ji-han mengikuti arah arus, waktu berbelok
ke Tong-ting harus berlayar melawan arus . . . waktu berangkat membutuhkan lima
hari, waktu pulang tujuh sampai delapan hari . . . "
Tiba-tiba ia tanya lagi, "Apakah hanya kalian berdua" Boleh tambah penumpang
tidak" Sepanjang jalan akan mendarat atau tidak?"
"Kita berjumlah tiga orang dan langsung menuju ke Tong-ting, dalam perjalanan pun
tak akan mendarat. Tentu saja kami sewa seluruh perahu ini jadi tak boleh menambah
penumpang lagi." Kembali kakek itu bergumam, "Kalau begitu, kuhitung seratus tahil perak saja."
"Ha, masa begitu mahal?" teriak Hui Beng-cu.
"Kalau merasa mahal lebih baik jangan menyewa," kata kakek itu dengan wajah
cemberut, "terus terang kuberitahu kepada kalian, perahu ini adalah perahu pribadi
Paduka wali kota Keng-ciu, sebetulnya aku tak boleh menerima permintaan kalian,
tapi berhubung majikan kami sedang menemani nyonya berziarah ke Siong-san dan
setengah bulan kemudian baru pulang, daripada waktu senggang terbuang begitu saja,
kuputuskan untuk mengantar kalian dan mencari sedikit tambahan penghasilan."
"Sekalipun begitu jangan seratus tahil perak, ah!" kata Beng-cu.
"Masa seratus tahil perak kauanggap mahal" Mari kuperinci untukmu, kelasi berikut
aku ada empat orang, untuk melakukan dagang gelap yang menyerempet bahaya ini
kan pantas kalau setiap orang mencari untung dua puluh tahil perak" Nah, dua kali
empat adalah delapan berarti sudah termakan delapan puluh tahil perak, sisanya yang
dua puluh tahil perak adalah makanan dan minuman untuk kalian bertiga, begini masa
kaubilang mahal?" "Ya, tidak mahal, kami akan sewa perahu ini," kata Leng-hong cepat. Diambilnya
selembar daun emas dan diperlihatkan kepada kakek itu, lalu katanya lagi, "Benda ini
adalah daun emas, seberat sepuluh tahil, nilainya sama seratus tahil perak. Nah, orang
tua, kapan kita akan berangkat?"
Kakek itu memandang daun emas itu sekejap, lalu memandang pula wajah Lenghong,
tiba-tiba ia tertawa, "Sekaligus kau bayar sewa perahu ini, apakah tidak takut
kabur setelah menerima uang?" "O, tidak menjadi soal, kupercaya penuh kepadamu."
"Bagus sekali," kata kakek itu sambil menerima daun emas tersebut, "kita putuskan
begini saja, setelah menambah bahan makanan dan air tawa tengah hari nanti, kita
segera berangkat. Jadi tengah hari nanti kalian boleh naik perahu."
"Bolehkah kutahu kau orang tua she apa" Dan siapa namamu?"
"Aku she Kim, panggil saja Kim-lotoa kepadaku!"
Ho Leng-hong segera memberi hormat dan bersama Hui Beng-cu turun ke sampan.
Di tengah jalan, Hui Beng-cu tiada hentinya berpaling ke arah perahu itu katanya,
"Kulihat kakek she Kim itu bukan orang baik-baik!"
"Oya"! Kenapa?" "Sikapnya tidak sopan, waktu bicara mau menangnya sendiri, sedikitpun tidak mirip
seorang pembantu orang kaya yang mendapat pendidikan."
Leng-hong tertawa, "Justru lantaran dia bekerja pada orang kaya, maka sikapnya
kurang ajar dan tak tahu sopan, sewaktu berbicara pun hanya mau menangnya
sendiri." "Nyo-toako, bagaimanapun juga aku tetap merasa tidak seharusnya kau bayar dulu
ongkos perahu itu, andaikata dia benar-benar seorang penipu, setelah terima uang
lantas kabur, bukankah kita akan membuang uang percuma?"
"Jangan kuatir, aku bertaruh ia tak akan kabur, sekalipun diusir dengan pecut pun dia
takkan pergi!" jawab Leng-hong sambil tertawa.
--------------------- *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***--------
Tengah hari itu, mereka bertiga pun naik perahu. Benar juga, Kim-lotoa tidak kabur,
bahan makanan dan air tawar di atas perahu pun telah ditambah, maka begitu Lenghong
bertiga sudah naik, mereka segera berangkat.
Tiga orang kelasi di atas perahu itu rata-rata adalah pemuda berusia dua puluh
tahunan, semuanya bertubuh kekar, berotot dan cekatan.
Leng-hong mempersilakan Hui Beng-cu berdiam seorang diri di ruang tengah,
sedang ia dan Pang Goan berdiam di ruang lain.
Kim-lotoa adalah juru mudi, ia tinggal di ruang kemudi, sedang tiga orang kelasinya
tinggal di ruang depan, seorang mengurusi dapur, sedang dua lagi bertugas di bagian
layar. Begitulah, dari kota Huan-shia menuju ke selatan perahu berlayar dengan lancar
karena mengikuti arus, hari itu juga mereka telah melewati kota Cwan-shia dan
malamnya berlabuh di teluk, keesokan harinya mereka tiba di kota Tin-kang, jaraknya
dengan kota Ji-han tinggal sehari perjalanan air.
Selama dua hari ini suasana di atas perahu tetap tenang, tapi Leng-hong telah
menemukan ada sebuah perahu yang selalu mengikuti di belakang perahu mereka.
Perahu itu adalah sebuah perahu barang yang penuh dengan muatan bahan obat serta
bahan lainnya, mulai dari kota Huan-shia, perahu itu membuntuti terus dengan
ketatnya, meskipun kadang-kadang kala melewati perahu mereka, tapi mereka lantas
menunggu lagi di depan sana, setelah perahu penumpang itu lewat mereka baru
berlayar lagi. Di atas perahu berang itu hanya ada lima-enam orang kelasi, tidak tampak
penumpang lain dan tidak dijumpai pula orang-orang yang menyolok.
Diam-diam Ho Leng-hong memberitahukan hal ini kepada Pang Goan.
Mendengar laporan itu, Pang Goan tertawa dingin, katanya, "Sejak pertama kali tadi
sudah kuperhatikan, selain itu Kim-lotoa dan ketiga orang kelasinya juga adalah jagojago
silat, tampaknya kungfu mereka tidak lemah."
"Lantas mengapa mereka belum juga turun tangan?" ujar Leng-hong.
"Siapa yang tahu?" Pang Goan angkat bahu, "mungkin mereka sedang menunggu
bala bantuan, pokoknya cepat atau lambat mereka pasti akan bergerak."
"Menurut dugaanku mereka pasti lantaran takut pada seseorang, jadi sampai sekarang
belum juga turun tangan," kata Leng-hong sambil tertawa.
"Takut kepada siapa?" "Kau, Lotoako!" "Kenapa mereka takut padaku?" tanya Pang Goan tertegun.
"Tujuan mereka yang terutama adalah ingin mengetahui ilmu To-kiam-hap-ping-tin,
sekarang kau telah mengajarkan padaku, maka asal aku berhasil ditangkap dan
dipaksa untuk bicara, urusan tetap akan beres, untuk menghadapiku adalah urusan
gampang, tapi berhubung ada Lotoako, maka tak berani turun tangan."
"Kalau begitu aku mesti menyingkir dulu?"
"Benar!" Leng-hong mengangguk, "lebih baik Lotoako bermain-main di darat,
sementara Siaute tinggal di perahu . . . . . ini namanya memberi kebebasan kepada
orang." Pang Goan tertawa terbahak-bahak, ia lantas beranjak dan menuju ke geladak.
Suasana di luar gelap gulita, hanya kerlipan api di balik pintu ruangan, itulah lelatu
api dari pada Huncwe (pipa tembakau) yang sedang dihisap Kim-lotoa.
Pelahan Pang Goan menghampirinya sambil menyapa, "Lotoa, apakah di atas perahu
tersedia arak?" "Tidak ada!" jawab Kim-lotoa dengan ketus dan tanpa mendongakkan kepalanya.
"Bolehkah aku meminjam seorang anak buahmu untuk membelinya sebentar di
daratan?" "Maaf, para kelasi sudah bekerja keras seharian penuh, besok pagi-pagi harus bekerja
lagi, kini sudah tidur semua."
"Kalau begitu . . . . . ." Pang Goan berpikir sebentar, lalu katanya, "Terpaksa aku
harus pergi membeli sendiri, tolong sewakan sampan tentunya boleh bukan, Lotoa?"
"Tempat ini bukan dermaga besar, mana ada sampan yang bisa disewa?" kata Kimlotoa,
lalu sambil menuding ke belakang buritan, katanya lagi, "Tuh, di sana ada
sampan yang tersedia di perahu kami, kalau kau bisa mendayung sendiri, aku sih
dengan senang hati akan membantumu untuk menurunkannya ke air."
"Mendayung perahu sih aku bisa, tak perlu bantuan Lotoa lagi, aku bisa turun tangan
sendiri." Agaknya ia memang sengaja hendak pamer kekuatan, setelah menghampiri sampan
itu dengan langkah lebar, dicekalnya pinggiran sampan dengan kedua tangan, begitu
hawa murninya dikerahkan, sampan kecil yang cuma muat tiga-empat orang ini
segera terangkat dengan enteng. Kim-lotoa tidak menunjukkan wajah kaget atau ketakutan, malah sambil tertawa
katanya, "Wah, hebat juga tenagamu."
Pang Goan mendengus, "Hei, Kim-lotoa, sanggupkah kau lakukan cara yang sama?"
Kim-lotoa menggeleng kepala, "Aku tak lebih cuma seorang juru mudi, bukan kuli
panggul di dermaga yang biasa mengangkuti karung berat, apa gunanya memiliki
tenaga sebesar itu?" Mendongkol Pang Goan karena dipersamakan dengan kuli, segera dilemparkan
sampan itu ke permukaan air. "Plung!" sampan itu terjatuh di air kurang lebih sepuluh tombak dari perahu tersebut.
Sekali lompat Pang Goan melayang ke sana dan turun di atas sampan itu, tanpa
menggunakan dayung maupun gala, ia menggerakkan kedua lengan bajunya secara
bergantian, di antara deru angin yang keras, bagaikan anak panah terlepas dari
busurnya sampan itu meluncur ke arah daratan.
Kim-lotoa masih saja berjongkok di geladak sambil mengisap Huncwe, tampaknya ia
sama sekali tidak tertarik oleh demonstrasi kekuatan Pang Goan itu.
Lelatu api pada pipa tembakaunya kembali berkedip tiga kali panjang dan tiga kali
pendek. Perahu barang yang buang sauh pada setengah li di depan perahu penumpang, di
buritan perahu itu juga ada seorang sedang mengisap Huncwe sehingga kerlipan
apinya juga tiga kali panjang dan tiga kali pendek.
Tak lama kemudian, sebuah sampan kecil tanpa menimbulkan suara mendekati
perahu penumpang itu. Di atas sampan berdiri lima orang perempuan, mereka adalah Liu A-ih beserta empat
orang perempuan cebol yang menyandang sepasang samurai panjang dan pendek.
Dengan langkah cepat Kim-lotoa menyambut kedatangan mereka, kemudian
bisiknya, "Si monyet dua kuda sedang naik ke darat, Hui Beng-cu ada di ruang
tengah, sedang "sasaran" ada di ruang nomor dua sebelah kiri."
"Ehm, tahu," Liu A-ih manggut-manggut, "kau tetap berjaga di luar perahu, kami
bisa bereskan sendiri persoalan ini."
Sambil memberi tanda, ia membawa keempat orang perempuan cebol berbaju hitam
itu menyerbu ke dalam kabin. Agaknya ia apal sekali letak ruang di atas perahu tersebut, tanpa membuang banyak
waktu ruang kedua di sebelah kiri telah ditemukan, ia lantas mengetuk pintu.
"Pintu tidak dikunci, silakan masuk sendiri!" sahut Leng-hong dari dalam
Sambil mendorong pintu Liu A-ih mendadak menyerbu ke dalam, menyusul keempat
orang cebol berbaju hitam itupun ikut menyerbu ke dalam ruangan.
Suasana dalam ruangan terang benderang, Ho Leng-hong sedang duduk menghadap
ke pintu, ia duduk di atas sebuah kursi, di atas lututnya tergeletak sebilah golok dan
sebilah pedang. Golok dan pedang diletakkan menjadi satu hanya gagangnya menghadap ke arah
yang berlawanan, gagang golok menghadap ke kanan dan gagang pedang menghadap
ke kiri. Dengan mengulum senyum, Ho Leng-hong manggut-manggut sambil berkata,
"Sungguh tak kusangka begini cepat Liu A-ih akan sampai di sini. Maaf kalau aku tak
menyambut kedatangan kalian, silakan duduk!"
"Jadi kau sudah tahu kami akan datang?" tanya A-ih.
"Benar!" Leng-hong tertawa, "Bukan cuma tahu kalian akan datang, bahkan telah
kuduga pula kalian enggan berjumpa dengan Pang-toako, maka kuminta dia naik ke
daratan. Sekarang di sini sudah tak ada orang lain lagi, kita boleh bercakap-cakap
dengan tenang dan santai." "Apa yang ingin kaubicarakan?" tanya A-ih.
"Apa yang kalian inginkan, itu pula yang kita bicarakan!"
Biji mata Liu A-ih berputar-putar, setelah memeriksa sekejap sekeliling ruangan, ia
baru berkata, "Baiklah! Setelah kau berlapang dada, kami pun tak akan berkecil hati,
mari kita bicarakan persoalan ini dengan sebaik-baiknya."
"Silakan duduk!" kata Leng-hong.
Liu A-ih maju dua langkah dan duduk di sebuah bangku panjang dekat pintu,
sedangkan keempat orang perempuan cebol berbaju hitam itu berdiri berjajar di depan
pintu. "Bila keempat Taci itu tak mau duduk juga tak menjadi soal, tapi lebih baik pintunya
ditutup saja agar orang lain tidak mengganggu," kata Leng-hong dengan tertawa.
Keempat perempuan cebol berbaju hitam itu melirik sekejap ke arah Liu A-ih, ketika
dilihatnya orang mengangguk kepala, pintu kamar segera ditutup rapat.
Setelah pintu tertutup, Ho Leng-hong baru mengembus napas lega, katanya,
"Baiklah, sekarang kita boleh mulai bicara secara resmi, tapi sebelum pembicaraan
berlangsung, kuharap kedua pihak harus mempunyai niat yang bersungguh-sungguh,
siapa pun jangan coba main kotor dan siapa pun tak boleh memanasi hati lawan,
dengan demikian kita baru dapat menyelesaikan urusan secara adil, entah bagaimana
menurut pendata Liu A-ih?" "Aku setuju!" "Baiklah, kalau setuju, maka kitapun tak usah membicarakan soal-soal lain lagi,
langsung saja menyinggung ke masalah pokok. Liu A-ih yang akan bicara dulu atau
aku lebih dulu?" "Kau saja yang berbicara lebih dulu?"
Leng-hong manggut-manggut, setelah berdehem iapun mulai berkata, "Pertama-tama
hendak kuterangkan dulu kedudukanku sekarang, aku bukan anggota dari Bu-limsam-
hu, juga tak ingin mencari nama dalam pertemuan Lo-hu-to-hwe yang akan
datang, lebih-lebih lagi tak ingin terlibat dalam pertikaian ataupun perselisihan antar
aliran atau golongan, terjunku ke dalam air keruh ini adalah karena terpaksa, boleh
juga dibilang pihak Ci-moay-hwe yang memaksa aku terjun ke liang api ini, kurasa
dalam hal ini Liu A-ih tak akan menyangkal bukan?"
Liu A-ih tidak menyangkal pun tidak mengakui, hanya katanya dengan ketus,
"Katakan saja apa yang ingin kaukatakan, jangan bertanya melulu kepadaku."
"Baiklah setelah Ci-moay-hwe mengubah diriku menjadi Nyo Cu-wi, terpaksa aku
harus menyesuaikan keadaan dan menganggap diriku sebagai Nyo Cu-wi dan berdiri
di pihak Thian-po-hu, maka saat ini akupun harus tampil dalam kedudukan sebagai
majikan Thian-po-hu untuk berunding dengan kalian, tentang soal ini akupun minta
Liu A-ih suka memperhatikan." Liu A-ih kembali mendengus, rasa memandang hina terlintas pada wajahnya, tapi ia
tidak berkata apa-apa. Maka Leng-hong berkata lebih lanjut, "Sesungguhnya pertemuan Lo-hu-to-hwe yang
diselenggarakan empat tahun sekali adalah tempat untuk memperebutkan nama dan
kedudukan, dalam pertemuan tersebut tidak dibatasi jumlah golongan yang ingin ikut,
setiap jago silat di dunia berhak naik ke panggung untuk memperlihatkan
kebolehannya, jadi bila Ci-moay-hwe ingin beradu kekuatan dengan kaum pria di
dunia ini, takkan ada orang yang melarang atau mengalanginya, sebab kalian berhak
untuk berbuat begini, cuma seharusnya kalian mempergunakan cara yang wajar,
jangan menggunakan cara licik dan rendah semacam ini untuk mencelakai orang di
sana sini, karena hal ini tidaklah pantas . . . ."
"Cukup," sela Liu A-ih tiba-tiba, "kami bukan datang untuk mendengar ceramahmu,
lebih baik simpan saja kata-katamu yang tak sedap ini, mari bicarakan dulu masalah
pokok." "Jangan terburu-buru," kata Leng-hong dengan tertawa, "sekarang juga akan
kubicarakan masalah pokok." "Kuharap kaubicara ringkas saja dan jangan mencoba mengulur waktu, sebab kalau
sampai si monyet dua kuda datang, hal itu sama sekali tak ada manfaatnya bagimu."
"Hei, jangan kaunilai orang lain dengan pikiran picikmu, kalau aku ingin menunggu
sampai kembalinya Pang-toako, tak nanti kudesak kepadanya agar menyingkir dulu
ke daratan." Setelah berhenti sejenak, lalu Leng-hong berkata pula, "Sekarang marilah kita bicara
blak-blakan, bukanlah kerja keras dan usaha Ci-moay-hwe selama ini dengan melatih
manusia-manusia gadungan, tujuannya tak lain adalah untuk mendapatkan golok
mestika Yan-ci-po-to serta ilmu To-kiam-hap-ping-tin-hoat?"
Liu A-ih tidak menjawab, dan diam berarti telah mengakuinya.
"Kalau memang begitu, soal ini lebih gampang lagi untuk dibicarakan," kata Lenghong,


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kini Yan-ci-po-to sudah dicuri orang dan entah ke mana perginya, jadi maaf
kalau aku tak dapat memenuhi harapan kalian, lain halnya dengan ilmu To-kiam-happing-
tin-hoat, kepandaian tersebut telah berada dalam benakku semua, asal syaratnya
cocok setiap saat dapat kupersembahkan dengan begitu saja kepada kalian, mau
diajarkan secara lisan atau tulisan, boleh terserah kemauan kalian."
Mencorong sinar mata Liu A-ih, ia lantas tanya, "Syarat apa yang kaukehendaki?"
"Sederhana sekali, dengan ilmu To-kiam-hap-ping-tin-hoat ditukar dengan
keterangan jejak Nyo Cu-wi suami isteri."
Tiba-tiba Liu A-ih mengerutkan dahinya, "He, syarat ini atas niatmu atau maksud
Pang Goan?" "Maksudku tentu Pang-toako juga setuju!"
Liu A-ih tertawa dingin, "Heran, aku betul-betul tak habis mengerti, Pang Goan
bersaudara kandung dengan Pang Wan-kun, tidak aneh jika ia menguatirkan
keselamatan saudaranya, sebaliknya kau bukan sanak bukan keluarga mereka, mau
apa kau mencampuri urusan ini?"
"Sesungguhnya urusan ini memang tiada sangkut pautnya denganku, tapi kalian yang
telah memaksaku untuk menyaru sebagai Nyo Cu-wi" maka mau-tak-mau aku harus
memperhatikan juga nasib mereka."
"Apa jeleknya kami mengubah kau menjadi Nyo Cu-wi" seandainya mereka tak
pulang lagi ke Thian-po-hu, maka selamanya kau dapat menikmati segala
kehormatan, kedudukan serta harta kekayaan yang melimpah, mengapa tidak kau
nikmati rejeki nomplok itu, malah sebaliknya mengharapkan kembalinya Nyo Cuwi?"
Ho Leng-hong tertawa, "Seandainya aku bisa menyaru menjadi dia selama hidup,
tentu saja aku tidak berharap ia pulang kembali, sayang semua rahasia kini telah
terbongkar, bukan kalian saja yang tahu bahwa aku ini Nyo Cu-wi gadungan, bahkan
Pang-toako juga tahu, pikirlah sendiri, mana mungkin aku tinggal diam terus
menerus?" "Sekalipun tak bisa melanjutkan penyaruanmu, kau boleh berdiri di luar garis, apa
gunanya kaubantu mereka mencari kembali Nyo Cu-wi?"
"Sayang selama beberapa waktu belakangan ini aku sudah terbiasa dengan kehidupan
mewah, agak keberatan juga bagiku untuk melepaskan semua itu dengan begitu saja."
"Kalau memang begini, lebih-lebih tidak pantas bagimu untuk menemukan kembali
Nyo Cu-wi suami-isteri." "Tentu saja di samping ini masih ada masalah lain," kata Leng-hong lebih lanjut
sambil tertawa, "aku ingin kehidupan yang mewah, tapi tak perlu menyaru sebagai
Nyo Cu-wi, dan kebetulan Pang-toako telah menyanggupi permintaanku, asal Nyo
Cu-wi kembali ke Thian-po-hu, dia akan mengajakku pulang ke Cian-sui-hu di Liatliu-
shia serta mengangkat diriku menjadi saudaranya, keluarga Pang tak punya
keturunan, bila Lotoako berpulang ke alam baka, secara resmi aku akan menjadi
majikan Cian-sui-hu, bukankah cara ini jauh lebih menguntungkan diriku daripada
melanjutkan penyaruan sebagai Nyo Cu-wi?"
"O, jadi berbicara pulang pergi rupanya kau sedang mengincar harta kekayaan Ciansui-
hu dan kau sudah kena disuap oleh Pang Goan?" kata Liu A-ih.
"Ah, betapa tak sedapnya kata suap itu," seru Leng-hong sambil menggoyangkan
tangannya, "bila manusia tidak mementingkan diri sendiri, matilah dia, bagaimanapun
juga aku harus memikirkan kehidupanku seterusnya, apalagi kami suka sama suka,
siapapun tak memaksa yang lain."
"Hehehe, manusia tak mementingkan diri sendiri matilah dia, sungguh kata yang
bagus," ejek Liu A-ih, "Bila kutawarkan harta kekayaan dua kali lipat lebih besar
daripada Cian-sui-hu, apakah kau bersedia menukarnya dengan ilmu To-kiam-happing-
tin-hoat?" "O, hal itu tak mungkin terjadi, sebab meskipun kau bisa memberikan harta kekayaan
dua kali lebih besar, kan sekaligus tak dapat kauberi nama Cian-sui-hu kepadaku."
"Dapat! Bukan cuma nama besar seperti Cian-sui-hu, kampiun sekaligus dapat pula
memberikan nama seharum Thian-po-hu kepadamu, agar kecuali Ci-moay-hwe, kau
merupakan manusia yang paling berkuasa, laki-laki paling kaya dan terhormat di
dunia ini, percaya tidak?" "Aku tak berani mempercayainya," kata pemuda itu sambil mengangkat bahu.
"Kalau begitu dengarkan baik-baik," sengaja Liu A-ih mempertinggi nada
pembicaraannya, "asal ilmu To-kiam-hap-ping-tin-hoat kau berikan kepada kami, dan
mulai sekarang kau bersedia mendengarkan perintah Ci-moay-hwe, maka selama
hidup ini tak akan terbongkar rahasia penyaruanmu sebagai Nyo Cu-wi, bahkan akan
kami bantu dirimu untuk melenyapkan Pang Goan agar sekaligus kau menjadi
majikan Thian-po-hu maupun Cian-sui-hu serta menikmati segala kehormatan dan
kejayaannya." "Apakah kalian mempunyai keyakinan dapat melenyapkan Pang-toako?"
"Apa susahnya untuk berbuat demikian?" ejek Liu A-ih dengan sombongnya, "kami
telah berhasil memahami inti sari ilmu pedang Keng-hong-kiam-hoatnya, jika dapat
memperoleh rahasia To-kiam-hap-ping-tin lagi, bukan masalah sulit untuk
menyingkirkan dia." Ho Leng-hong berpikir sebentar, lalu berkata lagi, "Sekalipun Pang-toako dapat
disingkirkan, andaikata secara tiba-tiba Nyo Cu-wi suami-isteri muncul kembali di
Thian-po-hu, bukankah rahasia tersebut akhirnya terbongkar juga?"
"Jangan kuatir, mereka tak mungkin bisa kembali lagi . . . " tiba-tiba Liu A-ih merasa
salah omong, buru-buru katanya lagi, "andaikata ia pulang juga, asal kau berkeras
menuduh mereka sebagai gadungan, siapakah yang berani tidak percaya pada
perkataanmu?" "Liu A-ih!" kata anak muda itu kemudian dengan serius, "tolong beritahu kepadaku
dengan sejujurnya, apakah kalian telah membunuh Nyo Cu-wi suami-isteri?"
"Tidak!" "Lalu berdasarkan apa kau berani mengatakan bahwa mereka tak mungkin kembali
lagi?" "Aku tidak mengatakan demikian, hal itu cuma dugaan dan perumpamaan saja."
Leng-hong mendengus, "Kalau cuma dugaan saja, kenapa kalian berani
mengangkangi Thian-po-hu dengan sewenang-wenang" Paling sedikit, kalian pasti
tahu jejak mereka berdua." "Wahai orang she Ho, jangan lupa kita sedang merundingkan pertukaran syarat,"
teriak Liu A-ih dengan suara keras, "sekalipun kami mengetahui jejaknya, tidak
menjadi keharusan bagiku untuk memberitahukan padamu . . . . ."
"Beritahu atau tidak, mungkin kau tak bisa lagi berbuat sesuka hatimu!"
Ucapan ini bukan berasal dari mulut Ho Leng-hong melainkan datang dari luar pintu
ruangan. Bersamaan itu, "blang," pintu ruangan terpentang dan melayang masuklah sesosok
tubuh manusia . . . . Ketika keempat perempuan cebol berbaju hitam yang berdiri berjajar membelakangi
pintu itu mendengar sambaran angin dari belakang, tanpa berpaling empat bilah
samurai segera dilolos bersama. Di antara berkelebatnya cahaya golok, seketika itu juga tubuh manusia itu tercincang
menjadi beberapa bagian dan rontok ke lantai, ternyata orang itu bukan lain adalah
Kim-lotoa yang gundul. Liu A-ih menjerit kaget, serentak ia mendorong bangku dan melompat bangun.
Ia cepat, ternyata Leng-hong jauh lebih cepat daripadanya, golok dan pedang yang
berada di lututnya serentak dicabut, sambil bangkit berdiri dan tertawa, katanya, "Liu
A-ih, jika kau ingin menyaksikan ilmu To-kiam-hap-ping-tin, bagaimana kalau
sekarang juga kumainkan di hadapanmu?"
"Betul!" sambung orang di luar ruangan itu, "sudah sering kita tekun berlatih, tapi
belum ada kesempatan untuk dipraktekkan dengan musuh, hari ini kita harus mencoba
dengan sebaik-baiknya." Yang berbicara adalah Pang Goan, ia berdiri di depan pintu dengan golok dan pedang
terhunus. Sementara itu meski keempat perempuan cebol berbaju hitam itu telah meloloskan
samurainya, berhubung ruangan dalam perahu amat sempit dan lagi mereka harus
berdiri saling berdesakan, hakikatnya sulit bagi mereka untuk mengembangkan
serangan goloknya. Air muka Liu A-ih agak berubah, tapi ia masih diam saja tanpa mengucapkan sepatah
katapun. "Sekarang kalian sudah tiada jalan keluar untuk mundur lagi," kata Leng-hong, lebih
baik simpan saja senjata kalian dan katakan secara jujur di manakah Nyo Cu-wi
suami-isteri berada, asal kalian mau mengaku, kampiun tak akan menyusahkan
kalian." Liu A-ih hanya mendengus, ia tetap belum membuka suara.
Pang Goan habis sabarnya, dengan gusar ia membentak, "Perempuan busuk, rupanya
kau minta diperlakukan keras. Hmm, kau anggap kami tak berani membunuh
dirimu?" Seraya berkata ia lantas melangkah masuk ke dalam dan siap turun tangan.
Pada saat itulah tiba-tiba dari luar muncul seorang yang segera menjerit, "Pangtoako,
apa yang terjadi" Siapakah orang-orang ini...."
Waktu itu Pang Goan baru saja melangkah masuk ke dalam ruangan, mendengar
teguran tersebut, ia berpaling, tertampaklah Hui Beng-cu dengan golok lengkungnya
terhunus berdiri di belakangnya. Tiba-tiba timbul kewaspadaannya, cepat ia putar badan dan menyingkir ke samping.
Liu A-ih tidak membuang kesempatan baik itu, ia segera mencabut senjata sambil
membentak, "Serbu!" Serentak keempat orang perempuan cebol berbaju hitam itu melancarkan serangan,
dengan menciptakan selapis cahaya tajam samurai mereka terayun ke depan dan
menerjang ke arah pintu. Pang Goan membentak, dengan pedang di kiri dan golok di kanan, ia melancarkan
serangan berbareng. Di tengah bentrokan senjata yang ramai, dua orang perempuan cebol berbaju hitam
terdepan segera termakan oleh serangan tersebut, yang seorang tertebas lambungnya
dan tewas seketika, sedang yang lain kena dikutungin lengan kanannya, samurai dan
kutungan lengannya terjatuh ke lantai.
Untuk pertama kalinya To-kiam-hap-ping-tin dipergunakan untuk menghadapi
musuh tangguh, nyata ilmu gabungan antara golok dan pedang ini memang maha
sakti. Namun perempuan cebol berbaju hitam itu betul-betul pasukan berani mati,
meskipun orang yang terbacok kutung lengah kanannya sudah terluka parah, bahkan
darah mengucur dengan derasnya, namun ia pantang menyerah, sambil meloloskan
samurai kecil dengan tangan kiri ia menerjang lagi ke arah pintu dengan garang.
Kedua perempuan cebol berbaju hitam yang berada di belakangnya ikut menyerbu
maju, mereka malah mempergunakan mayat rekannya sebagai tameng untuk
disodorkan ke arah Pang Goan. Semua kejadian ini berlangsung dalam sekejap mata, tahu-tahu Pang Goan sudah
terdesak meninggalkan pintu ruangan, ketika dia hendak mengalangi lagi, namun
sudah terlambat. Jarak Ho Leng-hong lebih jauh lagi, ia tahu dikejarpun tak ada gunanya, namun
pemuda itu tidak tinggal diam, cepat ia menerobos jendela dan dari geladak berputar
menuju ke depan perahu. Hui Beng-cu berdiri di depan pintu, entah lantaran kaget atau diterjang oleh
perempuan-perempuan cebol berbaju hitam yang dahsyat, beruntun ia mundur dua
langkah ke belakang sebelum golok dicabut keluar.
Tapi keadaan sudah terlambat, dengan kekuatan seorang dan sebilah golok, mana
mungkin terjangan keempat orang itu dapat dibendung" Baru bergebrak satu jurus, ia
terdesak mundur oleh samurai panjang dan pendek dari ketiga perempuan cebol itu.
Bagaikan air bah yang menjebolkan tanggul Liu A-ih dan ketiga orang perempuan
cebol itu menerjang keluar pintu dan langsung melarikan diri.
Tapi baru tiba di luar, Leng-hong telah menghadangnya lagi.
Sementara itu Pang Goan juga menyusul tiba pada saatnya.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, Liu A-ih buru-buru melancarkan dua kali
bacokan, kemudian kabur ke tepi perahu dan terjun ke dalam sungai.
Sedangkan ketiga perempuan cebol berbaju hitam itu di bawah kerubutan Leng-hong
dari belakang dalam waktu singkat salah seorang di antaranya kembali terluka.
Leng-hong kuatir Pang Goan menyerang terlampau berat, buru-buru teriaknya,
"Lotoako, bekuk mereka hidup-hidup."
Waktu itu golok di tangan kanan Pang Goan sedang menangkis bacokan samurai
pendek dari perempuan yang kutung tangannya, sementara pedang di tangan kirinya
siap melancarkan tusukan, ketika mendengar teriakan tersebut,jurus serangan segera
berubah, dengan gagang pedang ia sodok jalan darah di pinggang perempuan itu.
Kedua orang lainnya tak berani bertarung lebih lanjut, sambil menjerit aneh merek
sambitkan samurai itu sebagai senjata rahasia ke arah Ho Leng-hong dan Pang Goan.
Pada waktu Leng-hong dan Pang Goan memukul rontok samurai tersebut, kedua
orang perempuan cebol itu melepaskan kabut pemabuk dan melompat ke dalam
sungai. Baik Leng-hong maupun Pang Goan sama-sama tak pandai berenang, terpaksa
mereka membentang mata lebar-lebar dan sambil menyaksikan kedua orang musuh
melarikan diri. "Jangan kuatir, mereka tak bakal lolos!" teriak Hui Beng-cu tiba-tiba, ia pun terjun ke
dalam sungai. "Perempuan busuk, anggap saja nasib kalian masih baik," maki Pang Goan dengan
mendongkol, "jika sampai ketemu lagi lain kali, jangan harap kalian bisa kabur."
Leng-hong memandang ke depan, ia lihat perahu barang tadi sedang menaikkan
jangkar dan kabur dengan tergesa-gesa.
Dengan saksama kedua orang itu menggeledah seluruh perahu, tapi ketiga orang
kelasi yang berada di ruang depan tadi telah lenyap pula tak berbekas.
"Untung kau segera memberi peringatan sehingga berhasil kita tangkap seorang
musuh, bagaimana kalau kita mendarat dulu kemudian baru memeriksa dia?" kata
Pang Goan. "Lotoako, kau terlalu cepat pulang kembali ke perahu, coba sedikit lebih lambat,
mungkin dari mulut perempuan busuk she Liu itu dapat kupancing keterangan yang
lebih terperinci lagi." "Sesungguhnya akupun tak ingin cepat-cepat menampakkan diri, tapi berhubung
kakek she Kim itu sangat lihai, sewaktu menundukkannya mungkin akan terlihat oleh
orang yang berada di atas perahu barang, maka daripada rahasianya bocor, kupercepat
tindakanku." "Hahaha, kali ini Ci-moay-hwe betul-betul rugi besar, menurut perhitungan mereka
pasti akan berhasil membekuk kita, siapa tahu justru kitalah yang berhasil menangkap
salah seorang di antara mereka."
Pang Goan ikut tertawa, "Sekalipun perempuan busuk she Liu itu berhasil
meloloskan diri, sepulangnya dari sini pasti akan dicaci maki oleh pemimpinnya,
betapapun ia telah merasakan kelihaian To-kiam-hap-ping-tin kita, sayangnya jurusjurus
serangan itu tak dapat diingatnya."
Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, katanya pula, "Saudaraku, menurut
pendapatmu apa pula yang akan terjadi pada budak Hui itu" Mungkinkah dia akan
kembali lagi kemari?" "Kukira dia tak akan kembali lagi ke sini," jawab Ho Leng-hong dengan dahi
berkerut. "Kenapa" Apakah dia betul-betul anggota Ci-moay-hwe?"
Leng-hong menggeleng kepala berulang kali, "Soal ini sulit untuk dipastikan Cuma
penampilannya malam ini mau-tak-mau menimbulkan juga kecurigaan kita."
Pang Goan termenung sejenak, kemudian menarik napas panjang, "Andaikata ia
benar-benar tidak kembali lagi ke sini, apakah kita akan melanjutkan perjalanan ke
Leng-lam?" "Pergi ke Leng-lam atau tidak adalah urusan nomor dua, kurasa masalah paling
penting yang kita hadapi sekarang adalah mencari tahu mati-hidup Nyo Cu-wi suamiisteri,
menurut apa yang dikatakan perempuan busuk she Liu itu, kemungkinan besar
Nyo Cu-wi suami isteri tidak berada di tangan Ci-moay-hwe, sekali pun dulu pernah
terjatuh ke tangan mereka, sekarang sudah tidak berada di sana lagi."
"Apa yang dia katakan?" tanya Pang Goan.
"Ia tidak bicara terus terang, tapi jelas mereka ketahui bahwa Nyo Cu-wi suami-isteri
tak mungkin kembali ke Thian-po-hu lagi, bahkan selamanya tak mungkin pulang
lagi, dari sini terbuktilah bahwa mereka mengetahui jejak Nyo Cu-wi suami-isteri."
"Bukankah hal ini sama artinya dengan menyatakan bahwa mereka sudah terbunuh?"
kata Pang Goan dengan kuatir. "Tapi kukira tujuan mereka adalah menguasai dunia persilatan, jadi tiada alasan bagi
mereka untuk mencelakai jiwa Nyo Cu-wi suami-isteri."
"Perempuan sialan!" maki Pang Goan, "jika mereka berani mengganggu seujung
rambut Wan-kun, aku bersumpah akan membantai setiap anggota Ci-moay-hwe yang
kujumpai." Setelah berhenti sejenak, katanya lagi, "Mari, kita periksa dulu perempuan busuk
itu." Dengan langkah lebar ia menuju ke lorong sana, dicengkeramnya perempuan cebol
berbaju hitam yang sudah buntung itu.
Dengan bentakan pelahan jari tangannya bekerja, beruntun menutuk empat jalan
darah penting di tubuh perempuan cebol itu.
Buru-buru Leng-hong memburu ke situ, tapi ia segera terperanjat, sebab air muka
perempuan cebol itu telah berubah menjadi hitam pekat, cairan darah berwarna hitam
kental meleleh dari ujung bibirnya, keadaan sangat gawat, jelas ia telah menelan racun
sebelum sempat diperiksa. Dengan paksa Pang Goan memencet rahangnya dan membuka mulut yang terkatup,
kemudian digabloknya punggung perempuan itu keras-keras, sebiji gigi palsu yang


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah tergigit pecah terjatuh ke geladak.
Melihat itu, Leng-hong menggeleng kepala berulang kali, "Sungguh tak kusangka
mereka telah menyiapkan racun dalam mulutnya, ai . . . sayang . . . sayang . . . ."
Tak terlukiskan kemarahan Pang Goan, ia menampar wajah perempuan cebol itu
sekeras-kerasnya dan membentak, "Perempuan busuk, ayo bicara! Kalian apakan
Wan-kun" Ayo bicara!" Tapi kepala perempuan cebol berlengan kutung itu lantas menjuntai dengan lemas,
seluruh tubuhnya berpelepotan darah, napasnya telah berhenti.
Leng-hong menghela napas, "Ai, tampaknya kita tetap harus berkunjung ke Lenglam...."
Tengah bicara, tiba-tiba terdengar suara percikan air disusul munculnya seseorang....
Di luar dugaan, orang ini ternyata adalah Hui Beng-cu!
Lebih-lebih di luar dugaan lagi, di bawah ketiak Hui Beng-cu ternyata mengempit
seorang perempuan cebol berbaju hitam.
Leng-hong dan Pang Goan saling pandang dengan melenggong, mereka tak
menyangka Hui Beng-cu akan muncul kembali, lebih-lebih tak menyangka ia kembali
dengan membawa seorang tawanan hidup.
Seruling Samber Nyawa 11 Bara Naga Karya Yin Yong Bukit Pemakan Manusia 12
^