Hikmah Pedang Hijau 15

Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 15


n kepalanya di dinding tetapi justeru di balik kenekatan ini tersembunyi daya serangan yang dahsyat. inilah jurus kedua dari Kui-pok-ciang yang bernama Kui-ong ciong-ceng (raja setan menumbuk lonceng).
Kelihatannya gerakan menerjang ini sederhana, tapi di balik kesederhanaan ini tersimpan lima perubahan, kepala, tangan dan kaki dapat digunakan bersama, dengan begitu maka serangan ini berlipat lebih hebat dibandingkan serangan dengan memakai kedua belah tangan.
Kehebatan ini bertambah lagi karena Sam-oun teng memang terkenal sebagai si cebol yang berkepala baja, sejak kecil ia melatib ilmu Yu-cui-koan-teng, sejenis ilmu yang dapat membuat kepala manusia jadi keras seperti baja, tiap tumbukan kepalanya ibarat pukulan martil seberat ribuan kati, bisa dibayangkan bagaimana akibatnya bila tubuh manusia tertumbuk"
Sedang kedua kakinya yang tersembunyi di belakang pada ujung sepatunya terpasang dua batang pedang pendek, bila melancarkan tendangan, serta merta pedang pendek menjulur dan khusus dapat menghancurkan kekebalan lawan yang melatih sebangsa ilmu Tiat-poh-san atau Kim-ciong-cau.
Tian Pek tidak tahu kelihayan lawan, ketika kepala orang menumbuk tiba, dengan jurus Siok hong-Wi-lui (angin
puyuh sambaran beledek), dibacoknya kepala lawan yang besar itu.
Mendadak Sam-cun-teng menengadah ke atas, tubuhnya yang sedang meluncur tiba2 melambung lebih tinggi, berbareng itu telapak tangan yang terentang tadi dengan ujung jari yang tajam terus menusuk Tay-yang-hiat di pelipis pemuda itu.
Hebat sekali perubahan serangan ini, Tian Pek terperanjat, cepat ia tarik kepalanya ke bawah sehingga tusukan maut lawan menyambar lewat di atas kepala.
"Sungguh berbahaya. .. ."demikian pikir Tian Pek.
Sam-cun-teng tidak memberi kesempatan bagi musuh untuk berganti napas, tubuhnya yang masih melambung di udara mendadak melejit ke atas, kedua kakinya terus menendang.
"Cret Cret!" dua bilah pedang pendek pada ujung sepatunya menyambar ke muka den mengancam mata Tian Pek.
"Celaka! . . : . " keluh Tian Pek, untung ia menguasai ilmu langkah Cian-hoan-biau-hang-poh yang tangguh tatkala ujung pedang menyambar tiba di depan mata, tahu2
bayangan berkelebat lewat, jejak anak muda itu lenyap dari pandangan.
Merasa tendangannya mengenai tempat kosong Sam-cun-teng berputar di udara dan melayang turun ke bawah dengan tertegun.
Dengan jelas tendangannya hampir bersarang di mata musuh, lawan pasti kelabakan dan tak tahu bagaimana caranya menghindar, mengapa jejaknya tiba2 lenyap tak berbekas" Mungkinkah pemuda itu bisa kabur masuk ke bumi"
Dengan terbelalak hcran Sam-cun-teng celingukan ke sana kemari, pada saat itulah suara tertawa dingin mendadak menggema di belakangnya.
Tak terkira rasa kaget si cebol, serentak ia berpaling, Tian Pek yang di cari2 ternyata berdiri di belakangnya sambil tertawa dingin.
Kejut dan marah Sam-cun teng, ia berpekik nyaring, ia terjang lagi dada Tian Pek dengan kepalanyn, jurus yang dipergunakan masih teiap "raja setan menumbuk lonceng".
"Kau cari mampus!" bentak Tian Pek dengan gusar, ia tidak sungkan2 lagi, dengan jurus Sau-cing-yau-hun (menyapu bersih hawa siluman) yang disertai hawa pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang dihajarnya batok kepala Sam cun-teng.
Hebat serangan ini, Sam-oun-teng terkejut, ia merasa gelagat tak mcnguntungkan, tapi sudah terlambat. "Bluk!''
tak ampun lagi Sam-cun-teng ter-sapu oleh pukulan dahsyat itu, darah dan otak berceceran, untuk selamanya si cebol tak pernah bangun lagi.
Melihat musuh sudah mampus dengan kepala hancur, Tian Pek merasa gemas dan menyesal. Ia gemas karena hampir saja matanya buta termakan oleh tendangan cebol itu. Menyesal karena ia telah membunuh seorang jago persilatan lagi, padahal semenjak kalah bertaruh dari Hay gwa-sam-sat ia telah berjanji takkan mencampuri urusan dunia persilatan.
"Ai, entah perbuatanku ini termasuk melanggar janji atau tidak?" demikian ia berpikir.
Sementara Tian Pek masih termenung tiba2 terdengar lagi pekikan nyaring tajam dan menyeramkan ibarat jeritan setan di tengah malam buta. Mcnyusul dari semak2 pohon
sana muncul dua sosok bayangan hitam, dari situlah Sam-cun teng muncul tadi, gerakan orang2 itu cepat luar biasa, tahu2 sudah berada di depannya.
Diam2 Tian Pek menghela napas dingin, dari Ginkang orang dapatlah diketahui betapa lihaynya Kungfu mereka.
"Siapa gerangan kedua orang ini?" begitulah Tian Pek membatin, tatkala diamati lebih seksama, ternyata mereka adalah seorang kakek bermuka seperti kunyuk berambut merah dan seorang lagi seorang kakek gemuk berbaju tebal.
Siapa lagi mereka kalau bukan Ci-hoat-leng-kau Siang Ki-ok dan Kui-kok-in-siu Bun Ceng-ki, guru si cebol tadi.
Dengan bengis dan penuh kebencian, kedua orang aneh itu melototi Tian Pek tanpa berkedip.
Tadi Tan Pek menyesal karena telah membunuh murid kesayangan orang, akan tetapi bila teringat bagaimana kedua orang ini berkhianat pada gurunya, bahkan menyiksanya secara keji darah Tian Pek tersirap, timbul niatnya untuk membinasakan kedua orang durhaka ini.
"Bocah keparat!' segera si monyet berambut merah memaki dengan penuh kebencian, "Kau telah membunuh murid kesayangan kami! Kau telah menghancurkan harapan kami! Kalau tidak kucincang tubuhmu, rasa benci dan dendam ini tak terhapus dari hati kami. Bangsat, terimalah ajalmu!"
Kui-kok-in-siu juga tertawa dingin dengan seram, suaranya mirip lolongan serigala atau jeritan setan, bulu kuduk Tian Pek terasa berdiri.
"Keenakan dia jika kita mencincang tubuhnya!" serunya dengan tajam, "akan kusiksa dia dengan cara2 yang paling keji, biar dia rasakan hidup susah matipun tidak, habis itu
baru kucincang tubuhnya kemudian kugunakan santapan bagi anjing!"
Bukan menjadi jeri, Tian Pek malah tertawa ter-bahak2.
"Hahaha, sekalipun kalian berbuat lebih keji, tetap kalian tak bisa mencuci bersih dosa kalian yang telah berkhianat dan menyiksa guru sendiri!"
Ucapan ini di luar dugaan kedua orang itu, wajah mereka yang bengis. segera terlintas rasa kaget, setelah saling pandang sekejap, nafsu membunuh yang menyelimuti wajah mereka kian menebal, hampir berbareng kedua orang itu berpekik.
"Bangsat cilik, kau jangan ngaco belo! Siapakah guru kami kaupun tak tahu, berani kau menuduh yang bukan2, kematianmu sudah di depan mata, tapi mulutmu yang kotor masih juga memfitnah orang . . . . "
Tian Pek tertawa: "Bila tak ingin orang tahu kecuali diri sendiri tak pernah melakukan. Tentunya kalianpun pernah membaca, masa arti dan kata kata ini tidak kalian pahami"
Kedua orang terperanjat.
"Hayo katakan siapa..siapakah guru kanm?"
Ci-hoat-leng-kiau menjerit. "Bila kau tak sanggup mengatakanuya akan kusiksa kau dengan cara yang paling keji!"
"Sin-kau Tiat-leng! Kukira sama ini tak bakal salah bukan?" ejek Tian Pek sambil melirik menghina.
Bagaikan dipagut ular, kedua orang itu gemetar keras, kulit wajah mereka berkerut, jelas sangat ketakutan.
Tapi sesaat kemudian segera Kui-kok-in-siu membentak dengan gusar: "Suheng, apa gunanya ribut dengan setan cilik ini" Hayo kita bekuk dan mampuskan dia!"
Ci-hoat-leng-kau dapat merasakan betapa seriusnya urusan ini karena menyangkut mati-hidup mereka, bila Tian Pek tahu rahasia ini dan menyiarkannya di dunia persilatan, maka Kanglam-ji-ki tak kan diampuni oleh setiap umat persilatan.
Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, timbul sifat mereka untuk membinasakan Tian Pek, asalkan pemuda ini lenyap dengan sendirinya rahasia mereka akan terpendam selamanya.
Maka habis Kui kok-in-siu berkata Ciam-hoat-leng kau tidak berbicara lagi, hawa saktinya segera dihimpun hingga terdengar ruas tulangnya bergemerutukan
Kui-kok-in-siu sendiri berdiri dengan mengepal tangan lalu dikendurkan lagi, kemudian mengepal dan mengendur pula beberapa kali, jelas iapun sedang menghimpun tenaga.
Suasana jadi tegang, kebetulan awan hitam mcnyelimuti angkasa dan mengalangi sinar bintang di langit, udara jadi gelap gulita dan terasa menyeramkan.
Tiam Pek menyadari betapa gentingnya keadaaan, partarungan sengit tak terhindar lagi. Bukannya ia takut menghadapi pertarungan, justeru dengan wataknya yung jujur dan mulia, ia amat mengutuk pengkhianatan kedua orang ini terhadap gurunya, sekalipun tahu bukan tandingan orang juga akau dihadapinya dengan mati2an.
Satu hal yang merisaukau pemuda ini adalah janjinya dengan Hay-lam-bun, ia telah berjanji akan mengundurkan diri dari dunia persilatan, bila pertarungan ini dia layani dan berita ini sampai terdengar oleh Hay-gwa-sam-sat, bagaimana dia akan menjawab"
Sebab itulah meski diam2 ia sudah bersiap menghadapi pertarungan, pemuda ini masih mencoba menghindari terjadinya pertarungan ini.
"Aku telah berjanji dengan orang takkan mencampuri urusan dunia persilatan lagi, jangan kalian paksa aku main kekerasan. Tapi kalau kalian memaksa juga untuk bertempur, silakan meninggalkan bukti yang menyatakan bahwa kalianlah yang mamaksa aku turun tangan dan aku akan.."
Bangsat, tak perlu banyak bacot lagi!" bentak Ci-hoat-leng-kau.
Kui-kok-in-siu juga membentak dengan gusar: "Hari ini, kau yang akan mampus di tangan kami, buat apa minta bukti segala."
Sambil menjerit Ci-hoat-leng-kau segera menerkam ke depan, ia langsung menghantam kepala Tian Pek dengan jurus serangan yang baru berhasil dilatihnya.
Hampir sama waktunya, Kui-kok-in-siu yang gemuk juga mengebas lengan bajunya hingga kelihatan tangan kanannya yang seram bagaikan cakar setan, dengan ilmu pukulan Im-hong-ciang yang belum lama diyakinkannya dia imbangi serangan kawannnya dengan memotong Cian-keng-hiat di bahu kiri Tian Pek.
Kedua orang ini sudah menekuni ilmu silatnya selama puluhun tahun, kerja sama mereka sangat rapat tenaga pukulan merekapun sangat mengejutkan.
Tian Pek terkesiap dan kagum pada ketangguhan musuh, serangan orang tidak dia layani, pertama ia tidak merasa yakin akan menang. kedua bila ditanya Hay-gwa sam sat ia pun tidak punya bukti yang bisa menunjukkan bahwa ia turun tangan karena ddesak, maka dengan andalkan ilmu
langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh, semua serangan musuh dihindari dengan begitu saja.
Kedua orang itu tertegun, tapi kungfu mereka memang lebih hebat daripada Sam-cun-teng, sekalipun ilmu langkah Tian Pek sangat bagus namun cukup satu perputaran badan, mereka lantas melancarkan pukulan lagi.
Angin pukulan men-deru2, debu pasir beterbangan, sebagaimana tadi, kembali Tian Pek meng-egos tanpa balas menyerang.
Dengan kalap kedua orang itu mencecar lawan, mereka berpekik nyaring, dengan jurus mematikan mereka mengurung pemuda itu.
Meski ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh sangat gesit, tapi lama2 keteter juga Tian Pek, mau-tak-mau ia harus balas menyerang.
Se-konyong2 terendus bau harum menyusul terjadi benturan keras, "blang", tahu2 Kanglam-ji-ki mundur dengan sempoyongan.
Kejut luar biasa Kanglam-ji-ki, mereka merasakan tenaga lawan terlalu kuat dan sukar dilawan, namun sebisanya mereka bertahan.
Waktu mereka berpaling, pendateng ternyata adalah seorang manusia aneh, bertubuh kecil pendek, berwajah seram, merah rambutnya, mukanya berwarna hijau pula.
Merasa tak kenal Ci-hoat-leng-kau Siang Ki-ok mencaci maki dengan mata melotot: "Keparat, siapa kau" Berani mencampuri urusan Kanglam-ji-ki!"
"Bangsat! Rupanya kau sudah bosan hidup" Mau apa kau campuri urusan kami?" Kui-kok-in-siu juga marah2.
Manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu jelas adalah Liu Cui-cui yang bertopeng, dengan suara aneh ia balas berteriak: "Kunyuk, buat apa banyak bicara"
Sambut pukulanku ini!" Kedua tangan terentang, serentak ia menyerang ke kiri dan ke kanan.
Kanglam-ji-ki menyambut pukulan itu dengan keras lawan keras. "Blang, blang!" kedua orang itu tergetar mundur.
'Hehehe, cuma begini sa]a kalian berani omong besar!?"
ejek Cui cui sambil tertawa aneh,
Gusar sekali kedua orang itu, mereka berpekik nyaring, sambil mengerahkan segenap kekuatan mereka terkam Cui cui dengan ganas.
Tapi Cui-cui masih tertawa terkekeh, seperti kupu2
menyongsong angin dua tangannya yang putih bersih mengebas pelahan ke depan.
"Blang! Blang!" kembali terjadi benturan keras, kali ini Kanglam-ji-ki tergetar mundur lima-enam langkah.
Setelah berulang kali tergetar mundur, sadarlah kedua orang itu bahwa kungfu mereka masih kalah jauh dibandingkan lawan, kejumawaan mereka tersapu lenyap, rasa takut dan ngeri lantas timbul.
Kembali Cui-cui tertawa mengikik, ejeknya: "Hayo, maju lagi! Kenapa berhenti"'
Pelahan ia angkat tangannya keatas, di antara tangannya yang halus dan putih tiba2 terpancar sinar putih menyilaukan.
"Hih, Tay im-sin ciang!' Kanglam ji ki menjerit kaget dengan air muka berubah hebat.
"Hehehe, takut"' ejek Cui-cui pula, pelahan telapak tangannya lantas menolak ke tubuh kedua orang itu. Segera segulung angin pukulan dahsyat mendampar ke depan, Pucat wajah kedua orang itu, mereka ingin kabur, tapi gulungan angin pukulan yang kuat itu ibaratnya sebuah kurungan baja yang besar telah mengurung mereka hingga tak mampu berkutik.
Semenjak terjun ke dunia persilatan dan mengalami berbagai pertempuran, belum pernah Kang lam-ji-ki menghadapi kejadian seperti ini, kehebatan musuh membuat mereka ketakutan dan peluh dinginpun bercucuran.
Siapapun tak mengira kedua tokoh sakti yang jumawa dan tak pernah takut pada langit dan tak gentar pada bumi ini, akhirnya ketakutan setengah mati dan tak mampu berbuat apa2.
"Cui-cui . .. .!" mendadak Tian Pek berseru.
Seruan tersebut segera mengingatkan Cui-cui bahwa engkoh Pek tidak suka melihat dia membunuh orang, agar tidak membuat Tian Pek tak senang hati, segera ia tarik kembali pukulannya dan buyarkan tenaga kurungan yang lihay itu, katanya: "Mengingat engkoh Pek, kuampuni jiwa anjing kalian untu kali ini, hayo cepat enyah dari sini!"
Bagaikan mendapat pengampunan, Kanglam-ji-ki tidak berani mengucapkan sepatah katapun, mereka langsung putar badan dan melarikan diri ter-birit2, begitu ketakutannya sampai mayat murid kesayangan mereka, Sam-cun-teng, yang masih menggeletak itupun tak sempat diurus lagi.
Menyesal Tian Pek melihat Cui-cui melepaskan Kanglam-ji-ki, berulang kali ia menggerutu: "Cui-cui, kenapa kau lepaskan kedua orang itu?"
"Eh, aneh," jawab Cui-cui dengan terbelalak heran,
"bukankah engkoh Pek tak suka menyaksikan aku membunuh orang?"
"Tapi kedua orang itu adalah murid durhaka yang telah mencelakai guru sendiri, manusia berhati binatang macam mereka itu tidaklah pantas dibiarkan hidup di dunia ini"
"Wah, susah!" keluh Cui-cui. "Ada kalanya kau tak suka melihat kubunuh orang, sekarang kau malah suruh aku membunuh orang, sebetulnya kau inginkan aku berbuat bagaimana?"
"Berbuat bagaimana maksudmu?" teriak Tian Pek dengan mendongkol. "Asalkan kau tidak menimbulkan kesulitan bagiku sudah lebih dari cukup! Baru saja kau membuat kheki nona Hoan, sekarang melepaskan pula murid durhaka yang pantas di-bunuh itu . . . ."
Hebat perubahan air muka Cui-cui, meskipun tak terlihat karena tertutup topeng, dari sikapnya sudab kentara, ia berteriak: "Baik, aku tak akan mendatangkan kerepotan lagi bagimu, biarlah aku pergi!" Sekali berkelebat, tahu2
bayangannya sudah lenyap dari pandangan.
Tian Pek tertegun, ia tak menyangka Cui-cui akan pergi begitu saja, ia tak menduga ucapannya tadi telah melukai hati nona itu.
Supaya maklum, kendatipun sikap Cui-cui sudah lebih supel dan terbuka, pada hakikatnya ia cuma bertujuan membuat Tian Pek senang, padahal rasa cemburunya masih amat tebal. Dan sekarang, setelah melihat munculnya seorang nona lagi yang bernama Hoan Soh-ing. dia jadi
mendongkol, tak di-ketahuinya berapa banyak nona lain yang menjadi kekasih Tian Pek.
Mendingan bila sikap Tian Pek mesra padanva, ternyata pemuda itu malah membantu Hoan Soh-ing, keruan Cui-cui makin mendongkol, tapi ia masih bersabar dan berusaha menyenangkan kekasihnya dengan melepaskan Kanglam-ji-ki, tak tersangka justeru perbuatannya itu kembali membuat pemuda itu tak senang hati, malahan menegurnya, sebagai gadis yang angkuh, ia tak tahan sehingga berlalu dengan begitu saja.
Tian Pek sendiri tidak mengalangi kepergian Cui-cui sebab dia sendiripun mendongkol. Setelah bayangan Cuicui lenyap dan pandangan pemuda itu masih bergumam tersendiri: "Mau pergi biar pergi. Uh, memangnya kenapa
..." Kendatipun begitu, sedikit banyak pemuda itu merasakan kehampaan dan kesepian.
Langit yang gelap entah sejak kapan telah remang2, sinar ke-emas2an telah muncul di ufuk timur, fajar hampir menyingsing.
"Kuak! Kuak!" bunyi seekor burung belibis yang ketinggalan induknya memecah kesunyian di pagi itu, setelah beterbangan mengitari pohon lalu meluncur jauh ke sana.
Tian Pek menarik napas panjang, ia merasakan kehampaan dan kesepiannya seperti apa yang dialami burung itu ..
Dewasa ini ia sebatang kara, tanpa sanak tanpa keluarga, sejak kekalahannya di tangan Cu Ji-hay, kakek berjenggot panjang dari Hay-gwa-sam-sat itu ia tak dapat menancapkan kaki di dunia persilatan, iapun merasa malu
untuk kembali ke Pah to-san-ceng, meski di situ masih ada calon isterinya. Tapi ia percaya, walaupun mereka tak ada ikatan apa2. Tian-hujin yang menyayangi-nya seperti anak sendiri, serta paman Lui yang menyayanginya pula tentu akan menerima dia untuk berdiam di situ.
Tapi apa yang harus dilakukannya bila mereka mohon bantuannya untuk balaskan dendam kematian Buyung-cengcu" Lalu, Wan-ji sudah di-temukan, tak mungkin kukawini mereka kakak ber-adik sekaligus, padahal jelas Wan-ji sangat men-cintaiku, bagaimanapun juga kehadiranku tentu akan menyakitkan hati Wan-ji, ia pasti tak betah berdiam di rumah dan mungkin akan minggat lagi.
Pada dasarnya Tian Pek adalah pemuda yang jujur dan pegang janji, selalu memikirkan kepentingan orang lain, sebab itulah kesulitan yang dihadapinya selalu lebih banyak daripada orang lain. Seandainya dia adalah pemuda yang cuma mementingkan diri sendiri, apa yang dihadapinya tentu bukanlah masalah yang sulit, tapi bagi pandangan Tian Pek, justeru masalah ini masalah yang pelik. Masalah pelik ini selalu berkecamuk dalam benaknya, ia kebingungan dan tak tahu ke mana harus pergi.
Tanpa tujuan ia terus berjalan di antara pegunungan yang sunyi, tiada kicauau burung, tak ada suara manusia, yang ada cuma embusan angin serta bayangan sendiri.
Tiba2 dari lereng bukit sana muncul beberapa sosok bayangan, orang2 itu berjalan dengan ter-gesa2, ketika melihat Tian Pek, mereka lantas memburu datang:
'Hiantit. ..!"
"Siau-in-kong....!"
"Engkoh Tian !"
Masih jauh orang2 itu lantas berteriak, kiranya mereka adalah pamnan Lui, Tay-pek-siang-gi, Ji lopiautau serta Buyung Hong.
Beberapa orang itu payah sekali keadaannya, napas mereka ter-engah2 dan peluh membasahi sekujur badan.
Begitu berhadapan, paman Lui yang berambut awut2an segera menegur: "Hiantit, kenapa seorang diri kau kabur kemari?"
"Betul Siau-in-kong! Payah sekali kami mencari jejakmu
" sambung Tay-pek-siang-gi.
"Engkoh Tian . . . ." Buyung Hong juga berseru dengan cemas. Kegelisshan nona berwatak angkuh ini jauh melebihi siapupun ketika kehilangan calon suammya, tapi setelah bcrjumpa dia hanya bisa menyebut "Engkoh Tian"
belaka, kendatipun demikian seruan itu sudah meliputi pelbagai perasaannya yang bercampur aduk.
Tian Pek menghela napas dan menggeleng, walaupun masih murung, hatinya terasa hangat, sebab dari sikap beberapa orang ini ia merasa dirinya tidaklah sebatangkara lagi, tapi masih banyak orang yang menguatirkan keselamatanya, meng-hormat serta menyayanginya.
Begitulah manusia, manusia tak terlepas dari kasih sayang, kendatipun dia adalah seorang enghiong, seorang pahlawan.
Di antara sekian banyak orang yang hadir, pengetahuan dan pengalaman Ji-Iopiautau paling luas, ia pandai sekali melihat gelagat serta perubahan sikap seseorang, ia pun pandai menebuk hati orang. Dari sikap Tian Pek yang murung, kesal dan geleng kepala sambil menghela napas, tahulah orang tua ini apa yang menjadi beban pikirannya.
Setelah berdehem ringan, iapuu berkata: "'Tian hiante, sedikit kekalahan yang kau terima janganlah selalu kau pikirkan. Kendatipun tenaga dalam si kakek berjenggot itu lebih tinggi setengah tingkat, tapi Hiante masih muda dan masa depan masih cemerlang" Asal kau berlatih dengan tekun, tentu kemajuanmu akan melampaui siapapun.
Waktu itu, bukan saja Hiante bisa mengalahkan kakek berjenggot itu, sekalipun dunia persilatan muugkin jaga akan berada dibawah kekuasaan Hiante..Hahaha!"
Tian Pek tahu tujuan Ji lopiautau hanya untuk menghibur hatinya yang duka. Tapi dalam keadaan begini, justeru semakin ada orang menghiburnya,
ia merasa semakin malu, cepat ia menjura dan berkata: "
Terima kasih Lokoko. gara2 Siaute tak becus.."
"Siau-in-kong, buat apa kau ucapkan kata2 yang tak bersemangat begini?" si orang mati-hidup dari Tay pek-siang-gi yang berwajah kaku tiba2 menyeletuk. "Bila Siau inkong tak becus, bukankah kami beberapa orang tua bangka ini menjadi gentong nasi belaka?"
"Betul! " sambung si orang hidup-mati dengan mata melotot 'Padahal bicara sesuugguhnya, kekalahan Siau inkong bukan lantaran ceteknya kungfu yang dimiliki. Siapa yang tak lelah setelah bertarung melawan kerubutan tiga orang" Coba saja suruh mereka bertarung satu lawan satu, aku Si-boat-jin
berani bertaruh, kakek berjenggot panjang itu pasti bukan tandingnya Siau-inkong!"
"Terima kasih atas pujian Cianpwe sekalian" kata Tian Pek kemudian seraya menjura. "Bagaimanapun juga aku Tian Pek sudah berjanji, maka setelah dikalahkan orang, sudah tentu aku harus memegang janji dan mungundurkan diri dari dunia persilatan!"
"Ai, Tian-hiantit kita ini memang berwatak persis ayahnya vang telah meninggal," keluh paman Lui sambil menghela nspas sedih, "setiap perkataan yang telah diucapkan sampai matipun takkan diingkari."
"Tapi bagaimanapun juga Tian-hiante tak boleh mengundurkan diri dari dunia persilatan," seru Ji-lopiautau dengan cemas, "Semua kekuatan Lam hay-bun kini sudah mendarat di Tionggoan, jago mereka rata2 lihay, bukan saja sering melakukan kejahatan, merekapun membantai kawan kita secara keji, di dunia persilatan dewasa ini kecuaii Tian-hiante seorang, hakikatnya sukar menemukan jago lain yaug mampu menandingi mereka. Tian-hiante. bila kau sampai mengundurkan diri dari dunia persilatan, sama artinya kau telah termakan oleh siasat licik orang2 Lam hay-bun, apakah kau senang melihat daratan Tionggoan dijadikan arena pembantaian oleh orang2 Lam-hay bun?"
"Buul, apa yang dikatakan Ji-lopiautau tepat sekali," seru Tay-pek siang-gi. "Siau-inkong, bagaimanapun juga, kita tak perlu pegang janji dengan munusia2 biadab Lam-hay-bun itu, toh mereka keji dan tak pakai aturan persilatan lebih dulu, kenapa kita mesti pegang janji."
"Bukan begitu soalnya," tukas paman Lui, "sebagai umat persilatan, sebagai kaum pendekar sepantasnya kita menunjukkan sikap yang jujur dan gagah perkasa, kalau kita tak jujur darimana bisa memperoleh kepercayaan" Bila perkataan yang kita ucapkan tak ditaati, lalu apa gunanya kita hidup sebagai pendekar" Apakah orang lain mau menghormati kita" Bukankah perbuatan itu tak ada bedanya dengan perbuatun pengecut yang licik dan licin?"
Kagum Tian Pek setelah mendengar perkataan itu, demikian pula dengan yang lain, mereka merasakan kebenaran dan ucapan ini.
Paman Lui berkata lagi setelah berhenti sebentar:
"Persoalan inipun harus kita rundingkan dengan cermat dan matang. Hayo berangkat, kita pulang dulu ke Pah-to sanceng!"
Habis berkata ia lantas melangkah lebih dulu.
Di antara sekian orang, Buyung Hong paling gembira setelah mengetahui tujuan mereka adalah Pah-to-san-ceng, sambil memandang Tian Pek dengan wajah berseri, ajaknya: "Hayo kitapun berangkat!"
Karena merasa apa yang diucapkan paman Lui memang benar, Tian Pek pun tidak berkata lagi, pada kesempatan berjalan berdampingan dengan Buyung Hong, ia bertanya:
"Dimana Wan-ji?"
"Dia sudah pulang lebih duluan!" sahut Buyung Hong sambil tertawa.
Mendengar jawaban itu, kembali Tian Pek menghela napas panjang.
Buyung Hong mengira luka yang diderita Tian Pek akibat pukulan kakek berjenggot itu belum sembuh, ia lantas menatapnya dengan penuh perhatian: "Engkoh Tian, adakah sesuatu yang kurang beres?"
"O, tidak apa2! . , . . " cepat Tian Pek menggeleng.
Berbicara ssbenarnya, dengan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, luka serangan itu bukan masalah baginya, cukup mengatur pernapasan sebentar luka itu akan sembuh. Justeru masalah Wan-ji yang membuat ia pusing, ia tahu Wan-ji amat mencintainya, tapi bagaimana mungkin ia dapat mengatakan persoalan ini kepada Buyung Hong"
Dengan kekuatan lari mereka, menjelang tengah hari mereka sudah berada di Hin-liong tin, kota perbatasan antara propinsi Kangsoh dan Anhui.
Tian Pek teringat kembali pada pengalaman dulu ditolak memasuki rumah makan. Ia berkata kepada rekan2nya:
"Kota ini adalah daerah kekuasaan Hiat-ciang-hwe liong Yau Peng-kun, seorang anak buah An-lok Kongcu, padahal Hiat ciang-hwe-liong sudah mampus di tangan Hay-gwa-sam-sat, entah siapa yang menggantikan kedududukannya di sini?"
"Hiat ciang-hwe-liong Yau Peng-kun sudah mati?" seru Ji-lopiautau kaget. "Padahal kutahu ilmu pukulan Ang-se-hiat-heng-ciang-nya sudah mencapai tingkatan paling tinggi.
senjata Sian-jin-ciang-nya jarang ada tandingannya, obat mesiunya juga luar biasa, masa dia mampus di tangan Hay-gwa-sam-sat?"
"Yau Peng-kun hanya lihay dalam soal senjata rahasia yang mengandung mesiu, sedangkan iimu silatnya cuma biasa2 saja," kata paman Lui "Cuma dia memang sombong, sudah lama aku ingin bertemu, aayang sekarang tak ada kesempatan lagi!"
Bsgitulah, sambil ber~cakap2 mereka pun memasuki kota itu, mendadak terlihat banyak kawanan pengemis yang menggendong karung dan berkeliaran di jalanan.
Kswanan pegemis itu sama membawa tongkat
penggebuk anjing, langkah mereka ter-gesa2 menuju ke satu arah yang sama, bahkan pengemis yang berlari di depan rumah makanpun tidak minta minta, ketika bertemu pengemis yang lewat mereka saling memberi tanda dengan kerdipan mata kemudian ikut ke sana.
Sebagian besar rombongan Tian Pek ini adalah jago2
kawakan, sekilas pandang mereka lantas tahu orang2 Kay-
pang sedang mengadakan pertemuan di kota ini, mereka tak menghiraukan dan melanjutkan perjalanan masuk ke kota.
Hanya Buyung Hong, dia jarang keluar rumah, kejadian ini menarik perhatiannya, dengan heran ia bertanya: "Aneh benar, kenapa begitu banyak pengemis yang berkumpul dikota ini?"
"Nona," sahut Ji-lopiautau setengah berbisik: "Lebih baik jangan mencampuri urusan orang, mereka adalah orang Kay-pang, perkumpulan terbesar kaum jembel."
"Kaum pengemis juga punya perkumpulan?" pikir Buyung Hong, ia semakin tercengang, namun tidak bertanya lagi.
Walaupun pengemis itu berpakaian dekil dan pepuh tambalan, rata2 tubuh mereka tegap dan bertenaga besar, mukanya kereng, matanya tajam, siapapun akan tahu mereka semuanya berilmu silat tinggi.
Masing2 pengemis itu menggembol karung goni di punggungnya, ada yang memiliki tiga ada pula yang empat, yang paling banyak tujuh buah, paling sedikit dua buah.
Tongkat Tah-kau-pang yang mereka bawapun ber-beda2, ada yang berwarna hijau, ada yang berwarna kuning dan ada pula yang berwarna hijau muda.
Buyung Hong kurang berpengalaman, sudah tentu ia tak tahu apa arti dari karung goni serta tongkat Tah-kau-pang itu, berbeda dengan paman Lui. Jo-lopiautau serta Tay-pek-siang-gi, mereka mengetahui dengan jelas apa arti ksrung goni serta warna tongkat itu, sebab dari tanda2 itulah mereka mengetahui tingkat kedudukan pengemis2 itu dalam perkumpulannya.
Kalau Buyung Hong merasa heran, maka Ji lopiautau sekalian diam2 ber-tanya2, sebab dari sekian banyak
pengemis yang berkeliaran, mereka melihat banyak pengemis yang membawa tujuh buah karung goni, itu menandakan kedudukan mereka sudah mencapai tingkatan Tianglo (tertua), dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa pertemuan yang akan diselenggarakan pastilah pertemuan besar yang penting artinya.
Meneruskan perjalanan lebih ke depan, mereka bertemu semakin banyak pengemis yang bergerombol, ketika tiba di suatu persimpangan jalan mereka pada berbelok masuk ke sebuah lorong yang panjang dan sempit.
Tian Pek tak dapat menahan rasa ingin tahunya, ia lantns berbisik: "Menurut apa yang kuketahui, perkumpulan kaum pengemis selamanya berada di bawah pengaruh Toan-hong Kongcu, kenapa hari ini mereka berkumpul di wilayah kekuasaan An-lok Kongcu" Jangan2 telah terjadi sesuatu yang luar biasa?"
"Benar dugaan Hiantit" sahut paman Lui seraya mengangguk. "Hayo berangkat, kita lihat apa yang terjadi!"
Selesai berkata ia mendahuluhi menyusuri lorong panjang itu. Terpaksa Ji-lopiautau, Tay-pek Siang-gi dan lain2
mengikutinya. Lorong ini memang panjang sekali, sudah lima puluh tombak mereka memasukinya tapi belum juga sampai di ujung lorong.
Selagi mereka berjalan ke depan tiba2 di suatu persimpangan jalan muncul tiga orang pengemis dengan Tah-kau-pang melintang di depan dada, mereka mengadang di tengah jalan.
Salah seorang pengemis yang membawa empat karung goni mengangguk dan berseru: "Berhenti! Tampaknya tuan yang berduit juga jago dunia persilatan, masakah tidak
kalian lihat di ujung lorong situ sedang diadakan pertemuan kaum pengemis kami?"
Paman Lui ter-bahak2: "Kami justeru adalah sahabat kaum pengemis, sengaja kami datang ke sini untuk ikut memeriahkan pertemuan ini!"
Ucapan tersebut membuat ketiga pengemis itu tertegun, mereka melototi paman Lui, sementara air mukanya berubah tak menentu, jelas mereka merasa curiga.
Potongan paman Lui memang dekil, rambutnya
awut2an, cambangnya lebat, kecuali jubah hijau-nya masih tampak agak bersih, boleh dibdang ia-pun mirip seorang pengemis.
Lama ketiga orang pengemis itu mengamati paman Lui, akhirnya salah seorang pengemis berjenggot panjang yang berada di ujung kiri tertawa dingin dan berkata: "Hebehe, mata yang celi tak nanti kemasukan pasir, sobat! Kalau kau ingin berbohong di hadapan kami, itu artinya matamn sudah buta. Hm, pertama kau tidak membawa penunjuk tingkat, kedua kaupun tidak membawa tanda pengenal.
Hanya dengan beberapa patah kata saja lantas kau ingin bertemu dengan Cousuya" Huh, jangan mimpi!"
Ji lopiautau terperanjat, cepat ia maju ke muka dan menegasi, "Ah, jadi perkumpulan kalian mengadakan upacara kebaktian disini?"
Ketiga pengemis itu tidak menjawab, mereka hanya tertwa dingin.
Paman Lui jadi mendongkol, serunya lantang, "Lohu adalah Lui Ceng-wan, Tianglo kalian Hong-jen-san-kay saja tak berani bersikap kurang ajar kepadaku, kalian angkatan muda berani takabur" Hm! Sungguh menjengkelkan!"
Tanpa menggubris lagi ia terus menerjang masuk dengan langkah lebar.
Tiga pengemis itu membentak, tiga batang Tah-kau-pang serentak beegerak, dua batang tongkat menyodok Hiat-to penting di dada paman Lui, sedangkan toya yang ketiga mengancam batok kepala,
Sebagaimana diketahui, lorong itu sempit tapi panjang, kaarena ketiga pengemis itu turun tangan bersama lorong lantas tersumbat oleh putaran toya mereka, dalam keadaan bertangan kosong, jika paman Lui nekat dan menerjang terus, niscaya dia akan dilukai oleh ketiga toya itu.
Paman Lui bukan jagoan lihay kalau cuma serangan itu saja tak bisa dihindari, sudah puluhan tahun ke-27 jurus Thian-hud ciang-nya tersohor di dunia persilatan, cuma sayang ketiga orang pengemis ini masih muda. meski paman Lui sudah menyebutkan namanya, ketiga pengemis itu masih tidak tahu manusia aneh yang dihadapi mereka sebenarnya adalah Thian-hud-ciang Lui Ceng-wan.
Tatkala ketiga batang Tah-kau-pang yang menyambar bagaikan angin puyuh dan hujan badai itu hampir mengenai tubuh paman Lui, tiba2 paman Lui menghardik:
"Mundur .... !"
Sekali ujung bajunva mengebas ke depan angin puyuh yang tajam kontan menghajar ketiga pengemis itu hingga (trgetar mundur lima enam langkah, hampir saja toya kuning mereka terlepas dari cekalan.
Sunggub kaget ketiga pengemis itu, bukan saja mereka merasa telapak tangan jadi sakit, separoh badan terasa kaku, hawa murni dalam perut serasa bergolak, mereka menjerit kaget: "Hati2, ada sasaran keras hendak menerjang maju"
Setelah teriakan itu, serentak dari empat tempat melompat keluar belasan pengemis lagi.
Pengemis yang muncul ini rata2 membawa lima buah karung goni dengan tongkat bambu, ini menunjukkan mereka adalah tokoh pengemis angkatan kedua.
Berbareng itu pula di atap rumah terdengar suara gendewa dipentang orang, ketika Tian Pek sekalian menengadah, tertampaklah berpuluh jago Kay-pang telah berdiri di sepanjang atap rumah dengan mementang gendewa dan peluru siap dibidikkan.
Semua oreng terkesiap, mereka tak mengira pihak pengemis telah mempersiapkan diri di sekitar itu, bukannya mereka takut menghadapi serangan peluru itu, tapi bertarung di lorong yang sempit jelas tidak menguntungkan, apalagi jika mereka dihujani peluru dari atas, tentu mereka akan kerepotan.
Buru2 Tian Pek berseru: "Aku ini Tian Pek sengaja datang kemari untuk menyambangi Toan-hong Kongcu, tolong kalian sudi melaporkan kunjungan kami ini kepadanya!"
Baru lenyap suaranya, seorang pengemis tua berkarung goni lima buah segera tertawa dingin dan menjawab: "Kami sudah merasakan kelihayanmu sewaktu berada di lembah kematian dahulu, dan sekarang kami harap kalian jangan sembarangan berkutik dulu!"
Kiranya pengemis ini pernah ikut serta dalam pertarungan melawan "sepasang pengawal baja" dari istana Kim di "Lembah kematian", dulu oleh karena Tian Pek juga ikut dalam pertarungan itu, dan lagi banyak korban yang berjatuhan dipihak Kay-pang, maka ia kenal dengan pemuda kita.
Setelah mengucapkan kata2 tadi, pengemis itu keluarkan beberapa utas tali dari karungnya dan dilemparkan ke hadapan Tian Pek sembari berkata lagi: "Asal kalian bersedia menyerah dan membelenggu diri sendiri, kami tak akan menyusahkan kalian, setelah bertemu dengan Cousuya nanti, cukup sepatah ksta beliau lantas kalian akan kami lepas. Tapi kalau membangkang . . .Hmm! Hmm!"
Setelah mendengus ia melirik sekejap ke atap rumah dan melanjutkan dengan nyaring: "Terpaksa kami akan mcmpersilakan kalian mencicipi bagaimana rasanya Bak-cu (peluru daging)!"
Tian Pek naik pitam, begitu pula jago lainnya semuanya mendongkol dan gemas.
Paman Lui tertawa dingin, katanya: "Hehehe. selama ini perkumpulan pengemis bisa tancapkan kaki di dunia persilatan adalah lantaran kalian tak mencampuri urusan orang, maka anggotanya bisa tersebar luas sampai kemana2, bila cara kalian main menjebak begini, hmm, kukira sebentar saja perkumpulan pengemis akan hancur musnah di tangan kalian!"
Pengemis bertongkat bambu itu balas tertawa dingin, katanya: "Huh, kematian sudah di depan mata masih berani bicara besar! Mulai sekarang aku akan menghitung sampai angka kelima, kalau angka lima sudah kusebut dan kalian belum juga menyerahkan diri akan kuperintahkan mereka menghujani kalian dengan seribu peluru!"
Selesai bicara dia lantas angkat jari tangannya ke atas sambil berteriak; "Satu ... !"
Paman Lui masih berdiri tak acuh, Tian Pek pun tidak menunjukkan reaksi apa2.
"Dua . . . .!" pengemis itu menekuk jari yang kedua.
Paman Lui masih berdiri sekukuh bukit, sementara Tian Pek dan lain2 sudah siap siaga.
"Tiga ....!" kembali pengemis itu berseru sambil menekuk jari tangannya yang ketiga. Serentak kawanan pengemis yang berada di atas rumah memasang gendewa masing2
dengan peluru besi.
"Empat .... !" begitu disebutkan hitungan ke-empat, segera gendewa berisi peluru besi itu diarahkan ke bawah, tertuju sasarannya.
Paman Lui masih diam saja, sedangkan Tian Pek, Buyung Hong, Ji lopiautau serta Tay-pek-siang-gi sama berkeringat dingin dan ingin melabrak musuh.
Bila hitungan kelima si pengemis bambu hijau itu disebutkan, tak bisa dihindarkan lagi pertarungan dahsyat pasti akan berkobar.
"Tahan ...,!" untunglah pada saat terakhir terdengar seorang membentak keras, menyusul munoul tiga sosok bayangan.
Ketiga orang itu adalah tiga pengemis tua ber-usia enam puluhan, mereka adalah tiga Tianglo perkumpulan pengemis yang terkenal sebagai Hong-jan-sam-kay.
Dari kejauhan, pengemis sinting Coh Liang lantas bcrseru dengan lantang: "Hei, Lui sinting! Baik2kah selama ini?"
"Hahaha, kau sendiri kan tersohor sebagai orang sinting!" sahut paman Lui sambil ter-bahak2.
Si pengemis tuli memandang kawanan jago itu dengan sinar mata mencorong, sementara pengemis pemabok memicingknn mata dan berkata sambil ter-bahak2:
"Hahaha, belasan tahun tak ketemu, kegagahan Lui sinting masih sama juga seperti dulu!"
Paman Lui tersenyum getir: "Sudahlah, kalian tak usah memuji, andaikata watakku masih berangasan seperti dulu, cara kalian menyambut kedatanganku ini mungkin sudah menimbulkan banjir darah "
Pengemis sinting Coh Liang melihat anak buahnya masih berada dalam siap siaga dengan pedang terhunus dan gendewa tertuju pada sasaran. dia lantas menghardik: "Mau apa kalian berada di sini" Hayo mnudur semua! Hm, kalian benar2 tak tahu diri, hanya kalian ini masa mampu menahan Thian-hud-ciang Lui Ceng-wan, Lui-tayhiap, yang termashur pada puluhan tahun yang lalu?"
Dengan sikap hormat serentak pemanah yang berada di atap rumah serta kaum pengemis yang memenuhi lorong sempit pada mengundurkan diri semua.
Sepeninggal pengemis2 itu, si pengemis sinting baru berkata kepada Paman Lui: "Maklumlah, anak buah kami tak ada yang kenal kau, harap kau jangan marah kepada mereka!"
Setelah orang minta maaf, paman Lui tak bisa ngotot lagi, iapun berkata: "Bicara tentang hubungan persahabatan kita yang sudah berusia puluhan tahun, kenapa kalian mesti sungkan2 kepadaku" Eh, omong2, kalian kaum pengemis biasanya hidup tersebar kenapa sekarang berkumpul di kota kecil ini?"
Sesuai julukannya, pengemis tuli tak dapat mendengar pembicaraan orang lain, ia sendiripun tak pandai bicara, maka sejak tadi dia cuma membungkam saja, sedangkan pengemis pemabuk tampak setengah melek setengah meram dan jarang pula bicara. Maka selama pembicaraan
berlangsung hanya si pengemis sinting saja yang melayani tamunya ber-cakap2.
Atas pertanyaan tersebut, ia menjawab: "Ai, soal ini panjang sekali kalau diceritakan, tempat ini bukan tempat untuk berbicara, hayo, kita bicara di dalam sana!"
Paman Lui tertawa, katanya: "Mau undang kami sih boleh saja, tapi kau harus tahu, kumi belum bersantap siang karena baru saja sampai di sini. Sedangkan kaum pengemis kalian biasanya makan dari minta2, kukira lebih baik kami bersantap dulu di restoran kemudian baru berkunjung lagi!"
Sehabis berkata dia lantas hendak berlalu.
Cepat pengemis sinting menyambar lengan paman Lui, serunya: "Ah, perkataan macam apa ini" Meskipun kami ini miskin, untuk menjamu beherapa orang saja bukan soal.
Hayo jalan! Kalau kau menampik lagi, itu namanya tidak menghormati teman!"
Jilid 23 Pengemis pemabuk juga menimbrung sambil ter-bahak2:
"Hahaha, Lui sinting, jangan kau kira si pengemis pasti miskin, melulu cupu2ku ini saja tak pernah kuisi dengan sembarangan arak. Tidak percaya" Buktikan sendiri, di cupu2 ini masih ada sepuluh kati arak Kui-ciu-mo, hayolah kita minum tiga ratus cawan..."
Dia lantas membuka tutup cupu2 itu dan di-goyangkan di hadapan tamunya, bau barum segera menyebar ke udara dan terbukti isi cupunya memang arak wangi kelas satu.
Pengemis tuli yang ada disampingnya tiba2 pegang lengan rekannya dan menggoyang tangannya berulang kali sambil unjuk muka murung dan menirukan gaya orang
sempoyongan, maksudnya minta pengemis pemabuk jangan minum, sebab kalau minum bisa mabuk lagi.
Dengan isyarat tangan pengemis pemabuk
memberitahukan kepada pengemis tuli bahwa bukan dia yang akan minum, melainkan hendak mengundang paman Lui untuk minum.
Setelah mengetahui muksudnya, pengemis tuli mengangguk, lalu kepada paman Lui ia tuding sini, ulur leher dan melototkan mata, sampai sekian lama ia berblcara dengan bahasa isyarat.
Paman Lui tak tahu aps yang dimaksudkan untunglah pengemis pemabuk segera memberi penjelasan, barulah paman Lui tahu bahwa pengemis tuli mengundang tamu2nya unluk makan ayam pengemis", semacam masakan khas kaum jembel.
Paman Lui ter-bahak2, sambil mengangguk kepada pengemis tuli, sahutnya: "Hahaha, jangan kuatir, hari ini kami pasti akan bersantap sampai kenyang!"
Begitulah, sambil bergurau mereka menyusuri lorong itu, akhirnya mereka berbelok pada suatu tikungan dan sampailah di suatu tanab lapang yang luas.
Sekeliling adalah tanah persawahan yang tak bertepian, tepat didepan sana adalah sebuah bangunan besar, model bangunan itu mirip sebuah kuil, namun tiada patung pemujaan di situ, mirip pula tempat sembahyang abu keluarga, tapi tidak nampak pula tempat abunya.


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Halaman luas di depan gedung itu sudah penuh dengan pengemis, ketika melihat Hong-jan-sam kay datang dengan membawa tamu, mereka lantas menyingkir dan berdiri dengan sikap hormat.
Setelah melewati halaman pekarangan, mereka masuk ruang tengah yang besar, dalam ruangan berduduk puluhan orang pengemis tua yang terbagi menjadi dua kelompok, masingZ kelompok duduk di atas lantai, tampaknya mereka termasuk kaum Tianglo yang berkedudukan tinggi.
Di dinding tepat ruangan tergantung sebuah lukiisn yang besar, lukisan itu menggambarkan seorang pengemis tua yang berbaju tambal sulam, bermuka kecil, beralis panjang dan berambut kaku seperti duri landak, maskipun duduk bersila, namun wajahnya berwibawa.
Di atas lukiian itu tertera beberapa huruf yang berbunyi:
"Cikal-bakal perkumpulan Tiong-ciu-sin-kay Tang Tiau-tong"
Di bawah tertera pula tulisan yang berbunyi:
"Dipersembabkan oleh murid Kay-pang angkatan kedua, Tan-cing-biau-jiu Ce Pek-tik".
Memang tak malu orang yang bernama Ce Pek-sik itu berjuluk Tan-cing-biau-jiu atsu pelukis ulung, sebab dilihat dari lukisannya yang setinggi beberapa kaki itu memang sangat hidup dan sedap dipandang, bisa diketahui bahwa kepandaian melukisnva amat sempurna.
Di depan lukisan itu terdapat meja sembahyangan dan teratur sesajian bebuahan, asap dupa menyelimuti udara dan menambah khitmadnya suasana.
Di kedua sisi meja sembahyang itu masing2 ber-duduk An-lok Kongcu yang terkenal romantis serta Toan-hong Kongcu yang susah dicari jejaknya, dari tingkat kedudukan mereka rupanya kedua Kongcu ini menempati kursi utama.
Hal ini membuat Tian Pek melenggong, apa-iagi dilihatnya pula seorang nona cantik di samping Toan-hong Kongcu sedang memandangnya lekat, ia tambah melongo.
Kiranya nona cantik itu bukan lain ialah Wan-ji yang jatuh cinta padanya itu.
Tergetar perasaan Tian Pek, timbul perasaan aneh demi menyaksikan Wan-ji duduk di sampiug Toan-hong Kongcu.
perasaan aneh yang belum pernah dialami sebelumnya.
Wan-ji lincah dan polos, dia mencintai Tian Pek, adalah omong kosong jika dibilang Tian Pek tidak tahu. Tapi oleh pelbagai pihak, akhirnya ia dijodohkan kepada Buyung Hong, enci Wan-ji sendiri, tentu saja sejak itu Tian Pek terpaksa memendam cinta Wan-ji itu di lubuk hatinya.
Walaupun demikian, ketika menyaksikan nona itu duduk di samping Toan-hong Kongcu, serta merta timbul perasaan cemburu dalam hati Tian Pek, inilah penyakit umum setiap lelaki, tidak terkecuali jago muda itu, Untunglah Tian Pek masih memiliki kemampuan orang lain, segera terpikir olehnya bahwa Wan-ji memang setimpal kalau dijodohkan kepada Toan-hong Kongcu, apabila kedua orang itu dapat hidup berbahagia, bukankah sama juga dengan mengurangi kepusingan sendiri menghadapi urusan perempuan"
Di pihak lain, Toan-hong Kongcu sendiripun tertegun, rupanya ia tak menduga Tian Pek bakal muncul di situ.
Berbeda dengan An-lok Kongcu yang periang dan berhati terbuka, lantaran dia berambisi merajai dunia persilatan, tujuannya bergaul memang untuk
mengumpulkan pembantu yang kuat, iapun tahu Tian Pek adalah jago yang luar biasa, sejak mula ia sudah berminat menarik pemuda ini ke pihaknya, maka mehhat kemurculan Tian Pek, dia lantas bangkit dan maju ke muka, ia pegang tangan Tian Pek dan berkata dengan hangat:
"Saudara Tian, sama sekali tak kusangka kita akan
berjumpa di sini, selamat bertemu! Selamat bertemu!"
Dalam pada itu Wan-ji juga berbangkit dan memberi hormat kepada paman Lui serta encinya.
Paman Lui agak melongo setelah tahu penyelenggara pertemuan besar kaum pengemis ini adalah keturunan kedua pemuka persilatan, lebih2 tak mengra Wan-ji bisa muncul lebih dulu di sini.
"Wan-ji!" ia lantas menegur, "Kenapa kau berada di sini?"
Wan-ji tertawa, sahutnya: "Keponakan datang kemari karena diundang sebagai tamu!"
Ketika berbicara matanya mengerling sekejap ke arah Tian Pek.
Se-bodoh2 pemuda itu, iapun tahu Wan-ji sedang menjelaskan kepadanya bahwa bukan datang ber-sama2
Toan-hong Kongcu ....
Hong-jan-sam-kau lantas memperkenalkan tamu2nya kepada kawan jago yang hadir, saat itu-lah paman Lui teringat akan sesuatu, beberapa tahun berselang tersiar berita di dunia persilatan bahwa Cing-tiok-siu (kakek bambu hijau), ketua perkumpulun pengemis yang dulu, entah apa sebabnya telah menyerahkan pucuk pimpinan perkumpulaunya kepada Toan-hong Kongcu ini setelah melihat kcnvataan di depan mata ini ia baru yakin berita tersebut ternyata memang benar.
Teringat akan soal ini, tanpa terasa paman Lui mengamati Toan-hong Kongcu beberapa kejap. Jago tua ini ingin tahu, keistimewaan apakah yang dimiliki pemuda yang tumpak lemah-lembut itu, sehingga dapat menarik perhatian Cing-tiok-siu dan dibebani tugas untuk
memimpin perkumpulan pengemis yang tak terhitung jumlah anggotanya itu.
Apa yang terlihat kemudian telah mengecewakan paman Lui, ia lihat meskipun Toanhong Kongcu duduk di kursi utama, namun hatinya tak tenang, matanya jelilatan ke kiri-kanan, duduknya tak tenang dan gelisah tampaknya.
Tampangnya memang tampan, namun sedikitpun tak ada wibawa sebagai seorang pernimpin besar.
"Ai, bagaimana dengan Cing-tiok-siu itu?" pikir paman Lui sambil menghela napas, "Mengapa mencari ahliwans begini jelek . . . . "
Sementara paman Lui masih melamun, tiba2 Toan hong Kongcu berkata sambil beikerut dahi:
"Aneh, kenapa sampai sekarang orang yang kita undang belum kunjung tiba?"
Baik Hong-jan-sam-kau maupun kawanan pengemis berusia lanjut itu, semuanya mengunjuk wajah gelisah dan cemas, terdengar pengemis sinting menyahut: "Tecu sekalian telah menyampaikan semua undsngan ke alamat yang benar, malahan dari merekapun sudah mendapat balasan. Aneh, sungguh aneh sekali, kenapa sampai waktunya belum datang juga?"
"Jangan2 terjadi sesuatu di luar dugaan?" ujar pengemis pemabuk dengan wajah seriua, saat ini ia kelihatan segar dan sama sekali tak terpengaruh oleh arak.
"Ah, jangan2 si pengirim surat kita kurang rapat menjaga rahasia sehingga ketahuan orang dan mereka turun tangan lebih dulu .... " kata An lok Kongcu sambil mcnghantam paha sesdiri dengan kitab bututnya.
Sebelum An-lok Kongcu melanjutkan kata2nya, mendadak Toan-hong Kongcu mengerling ke arah-nya dan
memberi kode, melihat kode itu An 1ok Kongcu segera membungkam kembali.
Ji-lopiautau bukan anak kemarin sore, melihat sikap orang2 ini, dia lantas menyikut tubuh paman Lui sendiripun sudah merasakan keganjilan itu, ia tahu baik kedua Kongcu itu maupun para pengemis dari Kay-pang hakikatnya tidak ingin menerima mereka sebagai tamu.
Sebagai seorang jago yang gagah perkasa, tentu saja paman Lui tak tahan menghadapi sikap dingin tersebut, ia lantas berbangkit dan berseru: "Kalau perkumpulan pengemis sedang menghadapi urusan, biarlah kami mohon diri saja!" " Habis berkata lantas berpaling kepada Ji-lopiauthau, Tay-pek-siang-gi. Tian Pek serta Buyung Hong dan berkata: "Hayo kita pergi!"
Tanpa menunggu lagi ia putar badan dan berlalu lebih dulu dan situ.
"Paman Lui, akupun ikut pergi . . . "tiba2 Wan-ji berseru sambil berbangkit.
Cepat An-lok Kongcu berbangkit dan meng-alangi kepergian mereka, katanya: "Lui-tayhiap, saudara Tian, duduklah sebentar, masih ada persoalan yang hendak kami rundingkan!"
Hong-jan-sam-kau juga berusaha menahan ke-pergian paman Lui.
Tapi sesuai watak paman Lui yang keras, sekali bilang pergi siapapun tak bisa menahannya lagi.
Tiba2 si pengemis pemabuk berseru dengan mata melotot: "Mau pergi boleh saja, tentunya kalian tidak keberatan mencicipi dulu dua ekor ayam pengemis dan satu cupu arak Mo-tay-ciu milikku ini?"
"Setan arak, maksud baikmu kuterima di dalam hati saja, kesempatan kan masih banyak, lain kali saja!" tampik paman Lui, dengan langkah lebar ia menuju ke pintu luar.
Cepat si pengemis sinting melayang ke depan pintu dan mengadang jalan pergi paman Lui, dengan lagak marah bentaknya: "Lui sinting jadi kau tak pandang sebelah mata kepada kami tiga pengemis tua?"
"Hehehe. bila demi kalian tiga pengemis tua sekalipun kedua ketiakku ditusuk pisau, jika aku Lui Ceng-wan berkerut dahi, anggap saja bukan se-orang lelaki, akan tetapi
. . . .hmm!" Tiba2 paman Lui mendengus dingin dan menambahkan: "Kalau suruh orang she Liu duduk di bangku dingin dan menghadapi muka masam anak muda dan semuanya itu hanya untuk meneguk dua-tiga cawan arakmu, huh, lebih baik kupergi saja dari sini!"
Hong-jin-sam-kau menjadi serba salah, mereka melirik sekejap ke arah Toan-hong Kongcu yang duduk dikursi utama, mereka tahu kesombongan
Toan-hong Kongcu telah membuat paman Lui tak senang hati.
Walaupun demikian, mereka bertiga tak mampu berbuat apa2, sebab bagaimanapun Toan-hong Kongcu adalah Ciangbunjin mereka, sekalipun kedudukan Hong-jan-sam-kau amat tinggi, sudah tentu mereka tak dapat menegur ketuanya dengan begitu saja, untuk sesaat mereka jadi tertegun sendiri.
Toan-hong Kongcu sejak tadi diam saja, tiba2 ia berkata:
' Mau datang boleh datang, mau pcrgi biarkan pergi! Kaum peudekar di daratan Tionggoan banyaknya tak terhitung, tambah beberapa orang tak terlampau banyak, berkurang sedikit juga tak menjadi soal, kenapa kita mesti menahan orang dengan paksa!"
Dengan gusar paman Lui berpaling, sambil tertawa dingin serunya: "Hehehe, tolong tanya, manusia2 macam apakah yang bisa dikatakan sebagai kaum pendekar dari daratan Tionggoan?"
Tay-pek-siang-gi ikut berkata dengan nada ketus: "Hmm, tampaknya kita harus tetap tinggal di sini ingin sekali kusaksikan manusia macam apakah yang dianggap sebagai kaum pendekar dari daratan Tionggoan?"
Jangankan orang lain, Ji-lopiautau yng paling sabarpun merasa gemas.
Sebagai jago silat yang tiap hari bergelimpangan di ujung golok, pada hakekatnya yang mereka cari hanyalah soal
"nama", dan sekarang Toan-hong Kongcu mengucapkan kata2 sama sekali tak pandang sebelah mata kepada mereka, tak heran kalau mereka jadi naik darah.
Padahal dengan kedudukan Toan-hong Kongcu
sekarang, tidak semestinya ia bersikap begitu picik dan berjiwa sempit, sebagai seorang "Bengcu" yang diangkat lantaran dia adalah ketua Kay-pang yang besar, dalam usaha menentang penjajahan Lam-hay bun di daratan Tionggoan, mestinya ia memperlakukan sopan tiap jago yang berkumpul, sebab tujuannya menyebar Bu lim-tiap (surat undangan Bu-lim) ialah mengumpulkan kekuatan untuk menyelamatkan dunia persilatan.
Apa mau dikata, hatinya telah dibakar lebih dulu oleb rasa cemburu, tidaklah heran kalau sikap maupun ucapannya tadi sedemikian ketus dan tak sedap didengar.
Soalnya secara diam2 ia mencintai Wan-ji, namun setiap ada kesempatan untuk berkumpul dengan nona idamannya ini, kesempatan tersebut selalu dirusak oleh kehadiran Tian Pek, hal ini membuatnya dendam dan cenburu terhadap saingan cinta ini.
Tatkala Lam-hay-bun menyerang dan menjajah daratan Tionggoan, pada kesempatan yang baik ini ia terpilih sebagai Bu-lim-bengcu yang akan memimpin umat persilatan untuk menentang kehadiran Lam-hay-bun.
terlepas dari berhasil atau tidak-nya perjuangan itu, dengan usianya yang semuda itu ternyata dapat menduduki kursi paling tinggi di dunia persilatan, sedikit banyak kejadian ini merupakan kebanggaan baginya.
Selagi usahanya mencapai puncaknya, secara kebetulan ia bertemu dengan Wan-ji, dengan segala bujuk ravu akhirnya ia berhasil mengundang Wan-ji untuk menghadiri pertemuan ini, maksudnya agar nona itu menyaksikan kegagahan serta wibawanya di depan umum, kemudian akan mencari kesempatan untuk meminang nona itu agar menjadi isterinya.
Apa mau dikata, sebelum kawanan jago persilatan yang diundang berdatangan dan sebelum upacara pengangkatan sumpah dimulai, Tian Pek dan psman Lui sekalian keburu tiba lebih dulu.
Mendingan kalau mereka cuma hadir, ternyata Wan-ji segera mengalihkan kerlingan matanya ke tubuh Tian Pek, hal ini membuat Toan-hong Kongcu merasa kepalanya seperti diguyur air dingin, rasa cemburunya kontan berkobar. Sebab itulah ia jadi kehilangan wibawa sebagai seorang "Beng-cu", malahan sikap dan ucapannya lantas menyinggung perasaan orang lain.
An-lok Kongcu lebih pandai bergaul, ia merasakan gelagat yang tidak mengenakkan, ia kuatir kedua belah pihak jadi sama ngotot sehingga bukan saja gagal untuk mempersatukan umat persilatan, malahan bibit permusuhan bisa terikat lebih dalam.
Cepat ia maju ke depan dan berkata: "Aku minta jangan kalian ribut dan cekcok hanya karena soal sepele, bicara sebenarnya, kali ini Siaute dan Toan-hong Kongcu sengaja mengundang para pahlawan untuk berkumpul di sini adalah karena ada persoalan yang gawat dan besar sekali pengaruhnya bagi mati-hidup dunia persilatan kita"
An-lok Kongcu bukan saja sudah menjadi penengah untuk mendamaikan kedua pihak yang berselisih, ia pun telah meningkatkan kedudukannya sendiri di mata orang.
Tatkala melihat semua orang telah pusatkan perhatian untuk mendengarkan perkataannya, tanpa terasa timbul rasa bangganya.
Dengan tenang ia lantas menyambung pula:
"Pembantaian serta perbuatan keji orang2 Lam-hay-bun setelah menginjakkan kakinya di sini telah membuat banjir darah daratan Tionggoan, itulah sebabnya kami Bu lim-sukongcu sengaja mengundang kawan2 dari tujuh aliran besar serta rekan2 dari pelbagai daerah untuk berkumpul di sini dan merundingkan masalah ini, tujuan yang terutama tentu saja untuk mengusir orang2 Lam-hay-bun, selain itu kita juga akan membalas dendam bagi rekan2 persilatan yang telah menjadi korban, kedua untuk menegakkan kembali kewibawaan umat persilatan yang kini telah porak poranda.
" Baru ssja An-lok Kongcu berkata sampai di sini, tiba2
Toan-hong Kongcu berdehem dan menimbrung: "Selaku ketua perkumpulan kaum pengemis aku akan memimpin operasi pembalasan dendam ini!"
Ucapan yang sombong dan takabur, sungguh tiada ubahnya seperti anak kecil yang tak tahu diri.
Kontan air muka An-lok Kongcu berubah, bahkan Hong jan-sam-kay sebagai Tianglo perkumpulan pengemispun tampak melenggong mendengar ucapan itu.
Hanya sejenak An-lok Kongcu lantas tenang kembali, ia tertawa dan menyahut: "Benar, dewasa ini memang Toanhong Kongcu yang memimpin perkumpulan ini, tapi setelah kawan2 dari pelbagai daerah berkumpul semua di sini seperti yang di-rencanakan, tentu saja akan diadakan perombakan kembali susunan kepemimpinan ..."
Ucapan ini tiada ubahnya telah mengurangi bobot Toanhong Kongcu.
Dengan wajah tak senang Toan-hong Kongcu lantas berpaling dan menegur: "Eeh, saudara In Ceng, kenapa kau berkata begitu" Bukankah sebelumnya kita sudah merundingkan persoalan ini masak-masak?"
An-lok Kongcu tertawa dan menyahut. "Yang kita bicarakan kan keadaan dewasa ini, andaikata kawan-kawan dari pelbagai daerah sudah berkumpul dan diantara mereka terdapat tokoh yang memiliki kemampuan serta kewibawaan yang melebihi saudara Sugong, tentu saja kita akan melakukan pemilihan kembali!"
Walaupun kedua Kongcu itu cuma saling berdebat, tapi bagi pendengaran paman Lui yang berpengalaman, ia lantas dapat meraba ada hal-hal yang kurang beres di antara mereka.
Segera ia tertawa dan berkata: "Hahaha, kalau begitu pertemuan ini pastilah suatu pertemuan besar yang jarang dijumpai, setelah orang she Lui disini, sepantasnya pertemuan besar ini tak boleh kulewatkan dengan begitu saja! Saudara Ji dan dua saudara Tay-pek, bagaimana pendapat kalian?"
"Ya, pertemuan besar yang jarang ditemui ini tak boleh dilewatkan dengan begitu saja, kita harus ikut menghadirinya!" sahut Ji-lopiautau dan Tay pek siang-gi berbareng.
Paman Lui berpaling pula kepada Tian Pek, Buyung Hong dan Wan-ji, tanyanya pula : "Tian hiantit, bagaimana pendapat kalian?"
Sebagai angkatan yang lebih muda, tentu saja Tian Pek, Buyung Hong dan Wan-ji tak berani mengomentari apa-apa, mereka pun setuju saja.
Maka sambil ter-bahak2 paman Lui berpaling kepada Hong-jan-sam-kay dan berkata: "Hahaha, asal perkumpulan kalian tidak mengusir tamu, tentu saja kami bersedia tetap tinggal di sini!"
Sementara itu Hong-jan-sam-kay sedang dibuat kikuk oleh sikap ketua mudanya yang tak becus, mendengar ucapan tersebut mereka pun lantas mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, sahutnya: "Bagus, nanti kami tiga pengemis tua pasti akan menjamu kau Lui sinting untuk menikmati Kiau hun-toa-cay (sayur lengkap kaum pengemis).,. .!" Habis bicara, mereka lantas memerintahkan anak buahnya menyiapkan hidangan.
Ji-lopiautau ikut ter-bahak2 katanya: "Aku sudah mengarungi utara maupun selatan sungai besar, sudah kucicipi sayur Kanton, sudah pula kucicipi masakan Sujwan, tapi belum pernah rasakan masakan sayur lengkap kaum pengemis, Hahaha, bukan saja mata akan terbuka, perutpun akan ikut puas."
Si-hoat-jin dari Tay-pek-siang-gi melotot dan berseru: 'Ji-lopiautau, kau jangan bicara seenaknya, kapan orang lain mengundang kau makan" Yang diundang pengemis2 itu kan cuma Thian-hud-ciang Lui-tayhiap seorang!"
Pengemis sinting Coh Liang cepat menimbrung: "Eeh, sebetulnya kau orang hidup mati atau Orang mati yang hidup" Aku si pengemis tua tak bisa membedakan dengan jelas mana kakaknya dan adik-nya. Ah, sudahlah, kalau mengundang tentu saja semuanya kuundang, memangnya kami menganggap kalian ini orang mampus sungguh2?"
Sejenak kemudian, berpuluh pengemis masuk ke dalam ruangan, ada yang membawa nasi, ada yang membawa sayur, hanya sekejap sepuluh meja "Sayur lengkap kaum pengemis" telah dihidangkan.
Kesepuluh meja ini dihidangkan di dalam ruangan, sedangkan meja perjamuan di luar halaman sukarlah dihitung.
Buat paman Lui, Ji lopiautau dan Tay-pek-siang-gi yang berpengalaman, apa yang mereka lihat tidaklah mengherankan, Tapi Tian Pek belum lama berkelana, Buyung Hong dan Wan-ji adalah anak pingitan. mereka heran pada perjamuan besar kaum pengemis yang luar biasa ini.
Sayur lengkap kaum pengemis yang dimaksudkan Hong-jan-sam-kay tadi memang hidangan yang lain daripada yang lain.
Pada setiap meja dihidangkan delapan piring dan delapan mangkuk yang terdiri dari masakan ayam, itik, ikan dan daging. Tapi yang aneh ialah di tengah meja terdapat pula sebuah baki tembaga yang digosok mengkilap, dalam baki itu terdapat gundukan benda yang tidak diketahui apa isinya. pula tak diketahui bagainana caranya menyikat santapan yang mirip dangan gumpalan tanah lumpur itu"
Sementara hidangan disiapkan, beberapa kelompok jago persilatan hadir pula di sana. Orang yang datang lebih duluan adalah Siang-lin Kongcu beserta Kanglam-te-it-bi-jin
Kim Cay-hong, mereka memimpin belasan jago tangguh. di antaranya terdapat pula Kim-hu-siang-tiat-wi (sepasang pengawal baja dari istana Kim).
Baju wasiat Tiat-ih-sin-ih yang merupakan alat melayang bagi Tiat ih hui peng (rajawali sakti bersayap baja) Pa Thian-ho masih tetap dikenakan tapi lengan kirinya terkulai lemas ke bawah, agaknya lengan kirinya itu sudah cacat dan tak dapat dipakai lagi.
Tiat pi-to-liong (naga bungkuk berpunggung baja) Kongsun Coh sendiri berwajah pucat, punggung bajanya yang tersohor itu masih dibalut dengan kain putih, tampaknya luka bekas tusukan di punggungnya belum sembuh benar2.
Sementara itu rombongan kedua adalah Leng-hong Kongcu Buyung Seng-yap dengan lima-enam orang jagonya, di antaranya terdapat kakek berambut panjang yang dipanggil Hek-lian sam kok oleh Leng-hong Kongcu.
Orang itu bernama Mo-gwa-sin kun (pendekar sakti dari luar gurun) Hek-lian Ing, jago lihay yang pernah melukai si pengemis pemabuk dengan ilmu jari Tan-ci-sin-thong.
Thian-ya-ong-seng (manusia latah dari ujung langit) Tio Kiu-cu tampak hadir juga, ditinjau dari sorot matanya yang tajam serta muknnya yang merah, jelas tutukan ilmu Sohhun-ci si nenek berambut putih, yaitu salah satu di antara Hay-gwa-sam-sat, tak sampai mencelakainya.
Rombongan ketiga dipimpin oleh Hoan Soh-ing yang gemar berdandan sebagai laki-laki itu, yang ikut hadir hanya Kim-si ji gi (dua bersaudara dari keluarga Kim), sedangkan ketiga bersaudara Hoan-si sam kiam tak tampak batang hidungnya.
Selain itu hadir pula anak murid perguruan Hoat-hoa-lam-cong yang terdiri dari Ngo-im-liong-Jiu (tangan sakti
panca suara) Siau Tong serta Jit-poh-tui-hun (tujuh langkah pencabut nyawa) Poan Kui. Anak murid Siau-lim-pay yang terdiri dari Sin-kun-tah-cing (pukulan sakti penghantam sumur) Poh In-hui serta Hou-bok-cuncia, kepala ruangan Lo-han-tong, lalu hadir pula Bu-tong-sam-to dari Bu-tongpay, Kho-tong-su-co (empat manusia jelek) dari Khong-tong-pav, Tiam-cong-siang-kiam dan gunung Tiam-cong beserta Thian-san-it-ho (bangau sakti dari Thian-san) Ciong Beng yang mewakili perguruan Kun-lun-pay.
Kecuali wakil dari Go-bi-pay yang belum nampak hadir, hampir seluruh jago lihay ketujuh aliran persilatin telah hadir semua, dari sini dapat diketahui himpunan kekuatan kawanan jago yang hadir inipun cukup kuat.
Paman Lui, Tian Pek dan lain2 menanyakan lebih dulu keadaan Leng-hong Kongpu, setelah mengetahui semuanya baik2, mereka pun berlega hati.
Kebanyakan tamu yang hadir ini adalah jago2 persilatan yang tidak terikat oleh adat, mereka makan minum sepuasnya. takaran minum si pengemis pemabuk, paman Lui dau Thiat-pi-to-liong paling kuat. hampir boleh dibilang setiap cawan begitu dituang lantas diminum habis. dalam waktu singkat puluhan kali arak Kui-ciu-mo-tay simpanan si pengemis pemabuk sudah terminum habis.
Setelah dipengaruhi alkohol, jago persilatan ini mulai membual tentang kekosenan sendiri, ada yang menyinggung perbuatan orang2 Lam-hay-bun yang kejam, rata2 mereka mengepal tinju dan siap mengadu kekuatan dengan musuh.
Di antara orang banyak hanya Tian Pek sendiri yang masih tetap sadar sebab ia paling sedikit minum arak, ia pun satu2nya orang yang paling tahu akan kslihayan orang2
Lam-hay-bun, pemuda itu berpikir: "Mo-in-sin-jiu Siang
Cong-thian. Hiat-ciang-hwe-liong Yau Peng-kun derta Tok-kiam-leng-coa Gi Hun-lam adalah jago2 berilmu tinggi, mereka-pun mati di tangan jago2 Lam-hay-bun, kalau beberapa orang inipun ingin coba2 hanya akan mengantar kematian belaka ..."
Bnyung Hong dan Wan-ji ssma sekali tidak minum arak, mereka hanya tertarik oleh gumpalan lumpur kuning di tengah baki tembaga, mereka heran bagaimana caranya melahap hidangan tersebut.
Sudah tentu mereka malu untuk mulai dulu, sesudah melihat orang lain mcngetuk lumpur kuning itu hingga retak, dari dalam bungkusan lumpur itu muncul daging ayam yang harum semerbak, barulah mereka tahu isi lumpur kuning itu ternyata tak lain adalah seekor ayam vang masih utuh.
Seperti juga orang lain, mereka berdua lantas mengetuk lumpur kering itu dan mencicipi daging ayamnva, ternyata empuk, wangi dan lezat sekali, belum pernah mereka cicipi hidangan selezat itu.
Wan-ji yang polos segera berseru: "Aduh Cici, enak benar daging ayam ini! Bagaimana ya cara membuatnya?"
"Nona makanlah rada banyak!" kata si pengemis sinting sambil tertawa, "inilah yang dinamakan ayam pengemis, hidangan khas perkumpulan kami, tak mungkin dapat kau temukan di rumah makan seluruh negeri!"
Wan-ji mcncibir tak percaya, melihat itu pengemis pemabuk meneguk secawan arak, lalu berkata: "Nona, jangan kau meremehkan hidangan ayam pengemis ini, sengaja belajarpun tiada gurunya, biarlah kaberi kursus kilat padamu, setiba di rumah boleh kau mengolahnya sendiri."
Ia menggulung lengan bajunya, kemudian melanjutkan:
"Semua orang bilang jadi pengemis tak usah memakai modal, padahal untuk mencuri ayam-pun harus memakai segenggam beras. Nih, comotlah segenggam beras, lalu periksalah ayam siapa yang berkeliaran di jalan, tengok dulu ke kiri dan ke kanan apakah ada yang mengawasimu, kalau sudah aman, letakkan beras di telapak tangan dan berikan kepada ayam itu, tapi ingat jangan kau sebar beras itu di tanah, hanya pencuri bodoh yang menyebarkan berasnya ke tanah. Pernah mendengar pepatah yang mengatakan: 'Gagal mencuri ayam malah hilang segenggam beras?" Nah, ucapan itu khusus ditujukan buat pencuri2
goblok ..."
Semua orang bergelak tertawa mendengar banyolan itu, suasaua jadi ramai.
"Esh, jangan tertawa dulu, jangan tertawa dulu!" kata si pengemis pemabuk.
Wan ji diam saja dan menahan rasa gelinya.
"Bila ayam itu menotol beras di tanganmu cepatlah sambar leher ayam tadi dan kempit kepala ayam itu di bawah sayapnya, tanggung ayam itu takkan bersuara lagi,"
sambung si pengemis pemabuk lebih jauh "Setiba di tempat yang tak ada orang, bungkuslah ayam itu dengan lumpur, kemudian kumpulkan ranting kayu dan daun kering untuk memanggang ayam tadi, kurang lebih setanakan nasi kemudian ketuklah lumpur yang sudah kering itu sampai pecah, dan kaupun bisa menikmati ayam pengemis seperti yang dihidangkan di depanmu sekarang!"
"Jadi bulunya tidak dicabuti dulu?" tanya Wan-ji dengan terbelalak.
"Tidak perlu!" jawab pengemis pemabuk
"Juga tidak disembelih?"
"Tidak:"
"Tidak dicuci?"
"Tak ada waktu!"
"Lantas isi perut ayam itu ... . ?"
"Tentu saja ikut terpanggang di dalamnya!"
Kontan saja Wan ji berseru: "Wah, jijik . . . .!"
"Hahaha, kalau takut jijik, tidaklah cocok untuk menjadi pengemis...." sahut pengemis pemabuk dengan ter-bahak2.
Gelak tertawa keras kembali bergemuruh.
Tiba2 Toan-hong Kongcu bangkit berdiri, kemudian berseru dengan lantang: "Tenang! Tenang! Harap tenang semuanya!"
Semua orang berhenti tertawa dan alihkan perhatiannya ke arah pemuda itu, senentara Toan-hong Kongcu sendiri sengaja memandang jauh ke luar sana.
Waktu itu malam sudah tiba; bintang bertaburan di angkasa. perjamuan
kaum pengemis di halaman luar sudah bubar. sekian banvak pengemis yang mula2 berkumpul di situ kini entah sudah pergi ke mana" Yang tertinggal hanya dua-tiga orang pengemis bertongkat hambu hijau yang mondar-mandir melakukan perondaan.
Toan-hong Kongcu alihkan kembali tetapannya ke dalam ruangan, dengan lagak scorang "Beng-cu" ia berkata:
"Hari ini sengaja ku undang kehadiran anda, berkat kesudian anda sekalian jauh2 datang kemari, kejadian ini sungguh suatu kebanggaan bagiku dan juga kebanggaan bagi perkumpulan pengemis kami..."
Tiba2 Tian Pek mendengus, jari tangannya di-celupkan ke dalam cawan arak, lalu menjelentik beberapa kali ke depan.
Desing angin tajam memecah angkasa mengejutkan orang, menyusul di luar berkumandang suara dengusan tertahan disertai suara benturan keras.
Tian Pek sekarang sudah menguasai isi Su-kut-tiau-hun-thian-hud-pit-kip, tenaga dalamnya mendapat kemajuan pesat, sekalipun ia cuma mencelupkan jarinya ke dalam cawan arak lalu menjentikkan tetesan arak itu dengan ilmu Tan-sui-seng-wan (butiran air menjadi peluru), tapi serangan itu membawa desing angin tajam yang men-deru2, kontan saja semua orang yang hadir dibuat tertegun bercampur kagum.
Setelah butiran arak itu menyambar keluar ruangau, menyusul terdengar dengusan berat, suasana dalam ruangan lantas jadi gaduh.
Serta merta si pengemis pemabuk dan pengemis sinting meluncur keluar, di luar jendela terdengar suara gemuruh keras, menyusul terdengar suara bentakan gusar pengemis pemabuk serta pengemis sinting: "Sobat, siapa kau dan datang dari mana" Berani amat menerbitkan keonaran di tempat orang2 miskin ini?"
Seorang lantas bergelak tertawa, suaranya keras, melengking dingin: "Hehehe, daratan Tiong-goan sekarang sudah menjadi jajahan orang, apakah kalian yang suka makan sayur sisa orang lain ini berani bertingkah lagi?"
Mendengar ucapan itu, serentak semua orang ikut melayang keluar.
Di bawah cahaya bintang dan rembulan, tertampaklah empat orang kakek berdiri bsrjajar di depan Hong-jan-sam-kay.
Orang pertama berdandan orang Mongol, berjubah hijau, selempang merah dan bersepatu kulit kerbau yang besar, alisnya tebal, matanya bengis dan membawa tasbih.
Orang kedua tinggi besar, cambang memenuhi
wajahnya, kepala botak mengkilap, ia memakai jubah panjang dan longgar.
Orang ketiga adalah kakek hitam kurus kering, pendek lagi agak bungkuk, batok kepalanya agak kecil tapi sepasang telinganya kelewat besar, ia memakai baju warna abu2.
Potongan badan begini persis seperti tikus wirok di dalam gudang. Tepat di atas jidat kakek bertampang tikus ini tumbuh sebuah uci2 besar, entah tonjolan daging itu sudah ada semenjak lahir atau baru saja benjut kebentur pinggiran pintu"
Sedangkan orang yang terakhir mirip mayat hidup, berhidung seperti paruh elang, mata juling dan mukanya pucat menyeramkam, berdiri kaku bagaikan tonggak, sama sekali tidak berbau hidup.
Keempat orang ini bukan saja bertampang jelek, aneh dan menyeramkan, bahkan perkataan mereka sombong, sikap angkuh, dan lagi sorot matanya rata2 tajam seperti mata pisau, jelas mereka jago2 silat berilmu tinggi.
Sewaktu menyambar keluar jendela tadi, pengemis pemabuk dan pengemis sinting telah merasakan kelihayan angin pukulan lawan. terasa betapa kuatnya tenaga pukulan orang2 itu sehingga darah di dalam rongga dada bergolak, untung bala bantuan segera datang sehingga mereka tak perlu kuatir.
Segera pengemis sinting berkata sambil ter-bahak2:
"Hahaha, sobat, kalau kedatangan kalian khusus untuk mencari kaum pengemis seperti kami, apa salahnya kalau sebutkan dulu nama2 kalian, agar kami orang2 miskin mendapat tahu siapakah tamu kami ini!"
Dengan tatapan menghina kakek tinggi besar yang bercambang itu melirik si pengemis sinting, sahutnya: "Huh cuma kami berempat saja tidak kenal, dari sini sudah terbukti kalian pengemis2 sialan cuma katak2 di dalam sumur belaka!"
"Baik katak di dalam sumur atau katak di lautan, paling penting sebutkan dulu nama kalian; Atau barangkali nama kalian terlampau jelek sehingga malu untuk disebutkan?"
ejek pengemis pemabuk.
Ejekan itu kontan menggusarkan kakek kurus jangkung yang berwajah seram, dengan pancaran sinar mata ke-hijau2an ia tertawa dingin, katanya: "Hehehe, ketahuilah, nama kami berempat tak akan diberitahukan kepada orang hidup, pada saat kalian mengetahui siapa kami berempat, ketika itulah nyawa kalian akan melayang ke akhirat!"
"Eh, hati2 kalau bicara, angin malam terlalu keras, awas lidah keseleo. . . ." ejek pengemis sinting dan pengemis pemabuk berbareng.
Kakek jangkung kurus dengan wajah seram itu mendadak memotong: "Ciong-nia-ci-eng (elang dari Oong-ni )!"
"Im-san-ci-long (serigala dari Im-san)?" sambung si kakek tinggi besar dan bercambang.
"Tay-cong-ci-ju (tikus dari gudang)" seru kakek kurus kecil bermuka hitam.
"Sah-mo-ci-hu (rase dan gurun pasir)!" akhirnya si kakek berdandan Mongol juga berseru.
"Hahaha, setelah ngibul setengah harian, tak tahunya yang datang hanya sebangsa tikus dan serigala belaka " ejek pengemis sinting sambil ter-bahak2.
Baru saja pengemis itu habis berkata, kakek kecil kurus atau si tikus, mementangkan telinganya lebar2, kemudian menghardk: "Kere busuk, rupanya kau sudah bosan hidup!"
" Telapak tangan-nya lantas terangkat, secepat kilat ia membacok kening musuh,
"Bagus!" seru pengemis sinting, dengan jurus Kiau-hua-su-hong (empat penjuru mengemis), dia sambut serangan itu dengan kekerasan.
"Plak Plak!" terjadi bentrokan nyaring, pengemis sinting tergetar mundur lima langkah.
Melihat kejadian itu semua orang terperanjat. Berbicara tenaga dalam si pengemis sinting sebagai salah seorang Tianglo perkumpulan pengemis, kemampuannya pasti dapat diandalkan, tapi sekarang hanya satu gebrakan saja ia telah tergetar mundur oleh kakek kurus kecii itu, Ketika keempat kakek aneh dan jelek itu menyebutkan nama masing2 tadi, kawanan jago muda masih tak seberapa kaget sebab mereka tidak tahu kelihayan orang2 itu, tapi jago golongan tua kontan terkesiap demi mendengar nama2
tadi. Meskipun selama dua tiga puluh tahun belakangan ini nama keempat orang kakek itu tak pernah kedengaran lagi, namun tiga puluh tahun yang lalu mereka adalah jago2
golongan hitam yang tersohor dan sempat menggemparkan seluruh dunia persilatan.
Bukan saja ilmu silat mereka lihay, oleh karena berasal dari luar daratan, aliran Kungfu merekapun berbeda dengan aliran kungfu di daratan Tiorggoan, siapapun tak tahu asal-usul perguruan mereka, tapi karena perbuatan mereka yang kejam dan buas, setiap kali muncul lantas menggemparkan, maka orang lantas menyebut mereka sehagai Hek-to-su hiong (empat menusia buas dari golongan hitam).
Kemudian karena perbuatan mereka semakin se-wenang2, bukan saja merampok, membunuh juga memperkosa, orang persilatan jadi marah sekali, kawanan jago dari golongan putih lantas ber-satu padu untuk menumpas iblis2 ini.
Akhirnya dalam suatu pertarungan berdarah di puncak Hong-san, keempat iblis ini berhasil diusir pergi dari Tionggoan.
Mengingat kejahatan keempat orang itu, mestinya keempat orang itu akan dibunuh saja, tapi Ko-sui Taysu dari Siau-lim-pay menyarankan ke-empat orang itu setelah diberi peringatan lantas di usir pergi.
Siapa tahu tiga puluh tahun kemudian keempat orang ini muncul kembaii di Tionggoan berbareng dengan terjadinya penyerbuan pihak Lam-hay-bun, bahkan dari nada bicara mereka dapat diketahui bahwa keempat gembong iblis ini sudah berkomplot dengan pihak Lam-hay-bun.
Sementara para hadirin berdiri dengan kuatir sedang pengemis sinting yang kena didesak oleh Tay cong-ci ju masih berdiri termangu, tikus sakti itu sudah maju ke depan dan berseru lantang: "Keparat manakah telah menyambut kedatarganku dengan kacang hijau tadi. Hayo cepat menggelinding keluar untuk menyambut kematian !"
Kiranya uci2 besar di jidatnya itu adalah hasil selentikan jari sakti yang dilancarkan Tian Pek tadi, arak yang dipakai
untuk menyerang itu disangkanya sebagai kacang hijau, malahan detik itu dia belum tahu siapakah yang mengerjainya.
Mendengar teguran tersebut pelahan Tian Pek tampil ke depan, dengan senyum dikulum sahutnya; "Aku Tian Pek.
akulah tadi yang memberi tanda kenang2an kepadamu, tapi kau jangan salah sangka bukan kacang hijau yang kuberikan padamu, aku hanya menjentikkan setitik arak saja ....
kuharap kau sudi menerimanya dengan senang hati!"
Sungguh gusar sekali Tay-cong-ci-ju mendengar ucapan Tian Pek yang menyerupai sindiran itu, segenap hawa murninya dihimpun, sambil memutar telapak tangannya segera ia bacok tubuh anak muda itu.
Serangan dengan punggung telapak tangan ini berbeda dengan ilmu pukulan pada umumnya, tenaga serangan yang terpancar ternyata sangat mengejutkan.
Sekilas pandang Tian Pek lantas mengetahui tenaga pukulan si tikus ini tidak berada di bawah ketangguhan Hay-gwa-sam-sat, meski demikian ia tidak menghindar, ia malahan sengaja hendak menghancurkan kesombongan lawan, maka dengan menyalurkan tujuh bagian tenaga sakti Thian-hud-ciang-mo-ciang dia sambut pukulan lawan.
"Blang!" benturan keras menggelegar, pancaran tenaga menerbitkan angin taupan yang menerbangkan debu pasir, sekali ini Tay-cong-ci-ju terdesak mundur lima langkah, sebaliknya Tian Pek dengan gagahnya tak bergeming di tempat semula.
Daun telinga Tay cong ci ju yang luar biasa besarnya itu tampak bergoyang, matanya melotot, mimpipun tak tersangka olehnya bahwa seorang pemuda yang masih ingusan ternyata sanggup menghantam dia sampai mundur.
Pelbagai ingatan terlintas dalam benaknya, terbayang kembali ketangguhannya di masa silam di mana dia malang melintang di dunia persilatan tanpa tandingan, meskipun kemudian tak bisa tanoapkan kaki di daratan Tionggoan dan harus menyingkir ke luar samudera karena dikerubut puluhan jago lihay, dua-tiga puluh tahun lamanya ia sudah berlatih secara tekun. Menurut perkiraannya, setelah beegabung dengan Lam-hay-bun dan menyerbu ke Tionggoan, niscaya dunia persilatan bisa ditaklukkan oleh kelihayannya.
Apa mau dikata, baru pertama kali unjuk kelihayannya sudah kecundang di tangan scorang pemuda ingusan, sungguh kejadian yang mengenaskan.
Setelah tertegun sejenak. iblis inipun mengerahkan ilmu lainnya yang lebih lihay, ilmu itu disebut Mo-kang (ilmu iblis). Hawa murni disalurkan mengelilingi sekujur tubuh, seketika persendian tulang bergemerutukan, tahu2 tubuhnya mengkeret setengah bagian lebih pendek daripada semula.
Padahal ia memang tak terlampau tinggi, dengan ilmu itu badannya kini jadi tinggal tiga kaki tingginya, tangannya mendadak terulur lebih panjang, bahkan warnanya jadi hitam.
Bisa dibayangkan betapa lucu dan anehnya bentuk tubuhnya, badannya cebol dengan muka hitam, daun telinga seperti kuping gajah, lengan panjang bagaikan gorila, tampangnya sekarang tidak lagi mirip tikus melainkan lebih mirip monyet.
Sesudah memasang kuda2nya, tangan Tay-song-ci-ju setengah terpentang, seperti mengepal seperti juga tidak, karena dia mengerahkan hawa murni dengan kuat, matanva yang kecil memancarkan sinar tajam, dengan wajah yang
mengerikan pelahan ia menhampiri Tian Pek, sikapnya sungguh menakutkan.
Semua orang terperanjat, begitu pula Tian Pek, ia pun heran.
Umumnya bila seorang sedang menyalurkan hawa murninya, maka anggota tubuhnya akan mengembang semakin besar, belum pernah terlihat tubuh berbalik menyusut kecil, entah kungfu apakah vang dilatih kakek kecil ini"
Ia tak berani gegabah lagi, cepat hawa sakti Thian hud-hang-mo-ciang nya dikerahkan seprnuhnya kuda2nya diperkuat dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Ratusan orang yang hadir di sini, namun suasananya seketika jadi hening. dengan mata terbelalak semua orang mengikuti jalannya pertarungan antara Tian Pek melawan Tay-cong-ci-ju, antara mati dan hidup segera akan diketahui.
"Tahan!" mendadak Im-san-ci-long yang tinggi kekar dan bercambang itu maju ke depan serta mengadang jalan rekannya.
Setelah mengedipi Tay-cong-si-ju ia berkata kepada para jago: "Kami berempat ini, hehehe, Hek-to-su-hiong (empat pengganas dari golongan hitam) tentunya sudah pernah kalian dengar bukan" Nah, malam ini kami mewakili Lam-hay-bun untuk mengajak kalian untuk berunding, bila kalian sudi memberi muka kepada kami dengan menggabungkan diri ke dalam Lam-hay-bun, dengan sendirinya kita akan menjadi sahabat dan urusan pun akan beres dengan sendirinya. Sebaliknya kalau kalian merasa derajat kami kurang besar dan tak sudi memberi muka, tentu saja akan lain ceritanya! Siapa pemimpin kalian"
Silakan maju untuk memberi jawaban . . "
Kedengarannya ucapannya sungkan dan bersahabat, tapi kenyataannya bernada keras atau sama dengan suatu ultimatum bagi para jago yang berkumpul ini.
Sebagai ketua perkumpulan pengemis, apalagi mengaku sebagai penyelenggara pertemuan ini, Toan-Long Kongcu tak bisa diam lagi, meskipun ia tahu maksud kedatangan keempat orang itu tidak baik, tapi keadaan sudah mendesak, mau tak-mau ia harus tampil ke muka.
Setelah tenangkan diri, lalu ia berkata: "Aku Toan-hong Kongcu, ketua perkumpulan pengemis sekarang, bila ada persoalan silakan bicara saja. kami akan mendengarkan dengan seksama!"
Semula Im-san-ci long menyangka yang bakal tampil ke muka pasti seorang jago tua yang sudah punya nama, sungguh geli hatinya setelah menyaksikan kemunculan seorang pemuda tampan yang masih ingusan begini.
Ia tertawa ter-kekeh2, sambil menuding kawanan jago yang berkumpul di situ ia berkata: "Apakah kau dapat mewakili sekian banyak orang yang hadir ini?"
Jelas sekali nadanya memandang hina kemampuan anak muda itu.
Merah wajah Toan-hong Kongcu, ia melirik sekejap kawanan jago yang hadir itu, bicara sebenarnya, iapun tidak yakin bisa mewakili semua orang yang hadir, terutama rombongan paman Lui dan Tian Pek yang kedatangannya bukan atas undangan perkumpulan pengemis melainkan hanya secara kebetulan saja.
Ciong-nia-ci-eng, si elang dari Ciong-nia, yang selama ini hanya berdiri kaku bagaikan mayat hidup, tiba2 buka suara dsngan suara yang menyeramkan: "Long-heng, jangan kau meremehkan orang, jelek2 dia adalah salah seorang di
antara Su-toa-kongcu yang tersohor di Tiongoan, apa yang ia ucapkan ibaratnya bulu ayam yang dapat di-gunakan sebagai tanda perintah!"
Mendengar ucapan tersebut, kontan keempat manusia bengis dari kalangan hitam itu tertawa ter-bahak2, suaranya keras dan memekak telinga.
Toan-hong Kongcu ter sipu2 dan merah jengah, ia tergagap dan tak sanggup bicara lagi.
Siang-lin Kongcu, An-lok Kongcu serta Leng-hong Kongcu serentak maju ke depan, dengan suara lantang Leng-hong Kongcu segera menegur: "Eeh, bila kalian berempat ada urusan, lebih baik bicara saja blak2an, apa gunanya bersilat lidah melulu?"
Im-san-ci-long masih ter-bahak2, lama sekali ia baru berhenti tertawa dan berkata: "Anak muda, apakah kau juga termasuk salah seorang Bu-lim-su-kongcu yang tersohor itu?"
Sebelum Leng-hong Kongcu menjawab, Siang-lin Kongcu serta An-lok Kongcu telah menyahut hampir berbareng: "Benar. Bu-lim-su-kongcu telah berkumpul di sini, bila kalian ada urusan silakan saja bicara."
"Bagus! Bagus! Kalau Bu-lim-su-kongcu yang tersohor itu sudah berkumpul di sini, berarti tidak sia2 pula perjalanan kami ke sini!" kata Im-san-oi-long sambil mengangguk. "Berikut ini kami berempat secara bergilir akan mendemontrasikan suatu atraksi yang lain daripada yang lain, selesai pertunjukan ini bila kalian Bu-lim-sukongcu dapat pula menyajikan atraksi yang serupa, tanpa banyak bicara kami berempat akan mengaku kalah dan segera berlalu dari sini, sebaliknya kalau kalian Bu-lim-sukongcu tak mampu menirukannya, maka hendaklah kalian berikut anak buah kalian segera mengundurkan diri dari
dunia persilatan, selanjutnya bila hendak melakukan sesuatu harus memberitahu dulu kepada kami. Nah, bagaimana" Berani bertaruh tidak?"
An-lok Kongcu yang lebih cerdik daripada rek?n2nya segera dapat menebak maksud musuh, ia tertawa dan berkata: "Tidakkah kalian berempat merasa dirugikan dengan cara bertaruh semacam ini?"
Meskipun tampang Im-san-ci-long Long Hiong kelihatan kasar dan kaku, sebetulnya dia adalah paling licik di autara rekan2nya, tentu saja ia dapat menangkap maksud ucapan lawan, tapi ia tetap ber-pura2 bodoh, katanya: "Ah, di dalam pertaruhan ini tak ada orang yang bakal merasa rugi, sekarang lihat dulu atraksiku ini!"
Ia maju ke muka, lalu mengayunkan telapak tangannya ke depan, sasarannya adalah pohon besar di depan sana.
"Krakl" bagaikan pisau tajam mernotorg sayur, pohon sebesar paha itu seketika tertabas kutung jadi dua bagian dan tumbang ke samping.
Ilmu Ciang-jin-jiat-bok (mata telapak tangan membacok kayu) Im-san-ci-long ini memang sudah mencapai puncak kesempurnaan, meskipun jaraknya cukup jauh dan bacokan itu dilakukan dengan ringan, namun pohoh sebesar itu dapat dibacok kutung, bahkan bekas bacokan tersebut kelihatan rata sekali, dari sini dapatlah diketahui Lwekangnya sudah mencapai tingkat yang sempurna.
Perlu diketahui, Hek-to-su-hiong adalah rombongan yang kedua jago Lam-hay-bun yang masuk ke Tionggoan, setelah lapor kepada Lam-hay-siau-kun, dapat diketahui sebagian besar dunia persilatan sudah berhasil mereka tundukkan, kini tinggal perkumpulan pengemis yang anggotanya teramat banyak masih mcmbangkang den ada tanda akan melakukan perlawanan.
Hek-to~su-hiong lantas minta izin kepada Lam-hay-liong-li untuk mehksanakan tugas penumpasan ini, berangkatlah mereka dengan tugas yang baru, Menurut perkiraan mereka tindakannya ini pasti akan berhasil dan membuat pahala begi perguruan Lam-hay-bun.
Beberapa hari berselang mereka melihat anak murid perkumpulan pengemis sibuk melepaskan merpati pos bahkan anggota perkumpulan pengemis berdaiangan dari segala pelosok serta berkumpul di Hin-liong-tin, semakin bergairah lagi mereka ketika diketahui banyak jago persilatan yang berdatangan pula ke sana.
Diam2 merekapun melakukan penguntitan dan
penyelidikan, maksudnya setelah berhasil menyelidiki keadaan musuh baru kemudian turun tangan melakukan penyergapan dan menaklukkan perkumpulan kaum jembel ini.
Apa mau dikata jejak mereka ternyata diketahui Tian Pek, malahan Tay-cong-ci-ju kena dilukai dengan sentilan arak yang maha sakti, kemudian pengemis pemabuk dan pengemis sinting menyusul keluar, dalam keadaan begitu tak sempat lagi bagi mereka berempat untuk menyingkir, terpaksa mereka pun unjukkan diri.
Di antara keempat orang itu, Im-san-ci-long terhitung paling licik, kalau tidak masa orang menyebutuya sebagai serigala dan Im-san"
Sebagai orang yang berpengalaman, ia tahu kebanyakan jago persilatan yang diundang perkumpulan pengemis adalah2 jago2 berilmu tinggi, kalau main kekerasan, bisa jadi mereka tak sanggup menghadapi kerubutan berpuluh jago tangguh itu.
Maka sewaktu Tay-cong-ci ju ribut dengan pengemis sinting serta Tian Pek, iapun putar otak dan mencari akal,
Akhirnya ia berhasil menemukan siasat yang cukup bagus, dia hendak mendemonstrasikan kelihayan Kungfu mereka untuk menundukkan musuh, dengan cara demikian tenaga yang dipergunakan amat kecil tapi hasilnya besar.
Ketika Tay-cong-ci-ju marah2 dan akan beradu jiwa dengan Tian Pek, cepat ia mengalanginya, kemudian dengan kata yang tajam ia menyindir Bu lim-su-kongcu dan akhirnya mendemonstrasikan ilmu Ciang-jin-jit-bok.
Begitulah, setelah ia membabat kutung pohon besar dari jarak jauh, sambil tertawa ia berkata kepada keempat Kongcu itu: "Hehehe. permainan ini cuma permainan snak kecil yang tak ada artinya, harap kalian jangan mentertawakannya. Nah, bagaimana dengan kalian?"
Selesai berkata ia lantas tertawa dingin tiada hentinya, bangga sekali sikapnya karena ia yakin keempat orang pemuda di hadapannya sekarang belum memiliki tenaga dalam sehebat itu.


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudah tentu Bu-lim-su-kongcu saling berpandangan bingung, mereka tidak menyangka Im-san-ci-long bakal mengajukan persoalan sulit itu. Mereka tahu tenaga dalam sendiri memang belum se-tingkatan lawan.
Im-san-ci long tertawa pula. ia berkata lagi: "Hehehe, jika kalian sungkan2 dan tak mau turun tangan, muka pertarungan babak pertama ini akan dianggap sebagai kemenangan bagiku, kami akan meneruskan babak kedua "
Di antara Bu-lim-su-kongcu. An lok Kongcu kaya dengan akal muslihat, Siang-lin Kongcu penuh perhitungan dan Toan-hong Kongcu paling licik, banya Leng-hong Kongcu terhitung paling angkuh dan berangasan. Ketika dilihatnya ketiga Kongcu lainnya tetap membungkam, ia jadi tak tahan, sekalipun tiada keyakinan dapat memapas
kutung pohon besar dari jarak jauh, ia tak sudi menyerah dengan begitu saja.
Sambil melangkah ke muka ia berkata: "Biarlah aku Leng-hong yang tak becus ikut coba2 ilmu menabas pahon dengan tangan."
"Hshaha. silakan saja!" seru Im-san-ci-long sambil terbahak2, mukanya mengunjuk sikap menghina dan meremehkan.
Leng-hong Kongcu melangkah ke muka, ia pasang kuda2 dan tarik napas panjang, kemudian hawa murni disalurkan ke telapak tangan, ia mengincar sebatang pohon dan siap melancarkan tebasan. . .
"Tunggu sebentar!" tiba2 Thian-ya-ong-seng Tio Kiu-ciu melayang ke tengah arena, dia menjura kepada Im-san-ci-long dan berkata: "Kepandaian Ciang-jin-jiat-tok yang kau demonstrasikan memang lihay, melihat atraksi itu aku orang she Tio menjadi getol dan ingin coba2, biar aku saja yang melakukan demonstrasi balasan pada pertarungan pertama ini!"
Tanpa menanti jawaban dari lm-san-ci-long mendadak ia berputar seperti gangsingan dan "Sreet!" tahu2 ia melancarkan suatu bacokan.
"Blang!" sebatang pohon besar yang berada dua tombak jauhnya tertabas patah, ketika kutungan pohon itu jatuh ke tanah ternyata sama sekali tak tumbang melahan tetap berdiri kaku di tanah.
Suatu demonstrasi yang hebat, suatu bacokan telapak tangan yang cepat dan tajam, tak malu Thian-ya-ong-seng menjadi jago kawakan yang tersohor.
Ketika bekas bacokan itu dilihat, tampaklah bekas itu rata seperti dibacok dengan golok, bahkan bacokannya agak
miring runcing, tidak heran ketika jatuh ke tanah bukannya tumbang melainkan menancap di tanah.
Dari sini terbuktilah demonstrasi yang dilakukan Thian-ya-ong-seng ini jauh lebih tangguh satu tingkat daripada permainan Im-san-ci-long tadi.
Untuk sesaat Im-san-ci-long jadi tertegun dan berdiri melongo, dia tak mengira kepandaian Ciang-jin-jiat-bok yang dilatihnya selama tiga puluh tahun ternyata dikalahkan orang secara mengenaskan.
Selang sejenak ia baru menegur dengan mata mendelik:
"Siapa kau" Sebutkan namamu!"
"Aku Thian ya-ong seng Tio Kiu ciu!"
Thian-ya-ong-seng memang tokoh yang tersohor di duna persilatan, cuma tiga tahun belajar silat, tapi sewaktu ia terjun ke dunia Kongouw, ketika itu Im-san ci-long telah meninggalkan Tionggoan, sebab itulah setelah Thian-yu ong seng sebut julukannya, Im-san-ci-long tetap tidak tahu jago macam apakah orang ini. Dengan mata melolot bentaknya: "Lalu kau mewakili siapa?"
"Kau sendiri" Kau mewakili siapa?" sahut Thian-yu-ongseng dengan nada yang sama.
Sesungguhnya Im san-ci-long juga tak dapat mewakili Lam-hay-bun, pertanyaan itu membuatnya naik darah, telapak tangannya segera menegak, teriaknya: "Bangsat, kubacok mampus kau!"
"Hahaha, jangan kaukira aku orang she Tio jeri padamu," sahut Thian-ya-ong-seng sambil tertawa latah.
"Tapi sebelum pertarungan dimulai, aku ingin bertanya dulu kepadamu, apa yang kau katakan tadi masih berlaku tidak?"
Im-san-ci-long tertegun. Bcnar juga, tadi ia telah mengucapkan kata2 yang tegas, betapapun ia tak dapat menjilat kembali ludah sendiri. Akhirnya dengan gemas ia berseru: "Baik, anggap saja pertarungan pada babak ini bisa kalian lampaui. Hu-heng!" " Dia lantas berpaling kepada Tay-cong-ci-ju dan berseru: "Sekarang giliranmu untuk tunjukkan kebolehanmu!"
Tay cong-ci-ju bernama Hu Ciat. tanpa bicara mendadak tubuhnya disusutkan sehingga lebih pendek dua kaki, ia mengerutkan badannya dengan ilmu Sut-kin-mo-kang (ilmu iblis pengerut otot), kedua lengannya yang panjang diangkat dan tubuhpun mulai berputar dengan cepat.
Sesudah tubuhnya yang kecil itu berputar seperti gurdi, segera timbul pusaran augin yang menerbangkan debu pasir, begitu hebat pusaran angin itu hingga pasir yang ikut berputar mencapai ketinggian dua tiga puluh kaki, suaranya gemuruh dan memekak telinga.
Ketika debu pasir yang beterbangan itu sudah membentuk suatu tiang hawa berwarna hitam, di atas tanah tahu2 muncul sebuah liang seperti sumur yang dalam sekali, sementara Tay-cong-ci-ju sendiri lenyap tak berbekas.
Tatkala semua orang ter-heran2 dan berdiri tertegun, tahu2 Tay-cong-ci-ju yang lenyap itu melompat keluar dari liang yang dalam itu.
Kiranya ia telah menggunakan gerak putaran yang menyerupai gurdi itu, dengan kekuatan tangannya dia bor permukaan tanah hingga berlubang sedalam setombak lebih,
Semua orang tercengang, mereka tidak tahu Ciu-te-tah-tong (membuat liang di tanah) sdalab kepandaian khas yang
membuatnya tersohor sebagai Tay-cong-ci-ju, si tikus gudang.
Menurut cerita, sepanjang hidupnya sudah terlampau banyak kejahatan yang dilakukan Tay-cong-ci-ju, tapi pernah satu kali ia melakukan perbuatan mulia.
Peristiwa ini terjadi pada tiga puluh tahun ber-selang, ketika itu perdana menteri Ho Kun adalah menteri yang paling korup sepanjang sejarah, selama ia menjabat perdana menteri hingga dihukum pancung, harta kekayaaan yang berhasil dikumpulkannya mencapai empat ratus juta tahil, jumlah tersebut lebih besar daripada kas negara.
Itu masih belum termasuk barang antik serta barang2
mestika lain yang tak ternilai jumlahnya.
Padahal waktu itu di daerah lembah sungai Tiangkang sedang dilanda bencana alam, beratus laksa orang menderita kelaparan dan sudah mencapai keadaan yang amat kritis, ternyata sang menteri yang lalim ini sama sekali tidak membagikan beras yang berada di gudang pemerintah untuk rakyat yang kelaparan, beras itu dibiarkan membusuk dan dihabiskan tikus gudang daripada dibagikan kepada rakyat jelata.
Ketika itulah, entah apa sebabnya tiba2 timbul kebajikan Tay-cong-ci-ju, dia lantas menggunakan kepandaian Ciu-tetah-tong tersebut untuk memasuki gudang kerajaan secara diam2, dalam bebcrapa bulan saja ia telah mencuri habis semua persediaan beras itu dan dibagikan kepada rakyat yang menderita.
Karena perbuatan inilah, julukan Tay-cong-ci-ju menjadi tersohor baik di wilayah utara maupun di selatan sungai Tiangkang.
Setelah berlatih pula selama tiga puluh tahunan di pulau setan, ilmu Ciu-te-tah-tong tersebut dengan sendirinya bertambah hebat.
Ketika si tikus melompat keluar dan melihat semua orang mengunjuk rasa kaget, ia merasa bangga sekali, katanya "Saudara cilik, sekarang tiba giliran kalian untuk memperlihatkan kemampuan kalian."
Kali ini bukan saja Bu-lim-su-kongcu dibuat terbelalak dan melongo, bahkan semua orang yang hadir juga terkesiap.
Sebenarnya, meski ilmu Ciang-jin-jiat-bok sukar dilakukan, tapi bagi seorang jago yang tenaga dalamnya sudah mencapai kesempurnaan, secara paksa masih dapat menirukan kepandaian itu. Berbeda dengan ilmu Ciu-te-tah-tong ini, untuk membuat liang di atas tanah seseorang harus memiliki tangan yang kuat dan tenaga berpusing yang kencang, sebab bila salah satu di antara kedua syarat ini tak terpenuhi, jangan harap bisa membuat liang sedalam beberapa kaki di permukaan tanah yang keras.
Melihat kawanan jago itu sama merasa kesal dan pasrah, Tay-cong-ci-ju jadi lebih bangga lagi, mata tikusnya yang tajam menyapu pandang sekeliling, lalu katanya: "Jika tiada orang yang berani meju lagi, maka babak kedua akan dianggap sebagai kemenangan bagi pihak kami! Nah, Morga Akang, sekarang tiba giliranmu."
"Morga" adalah nama orang Mongol tadi, sedangkan Akang artinya saudara. Kakek berdandan sebagai orang Mongol atau tersohor sebagai Sah-mo-ci-eng itu segera tampil ke depan.
Tapi tiba2 Tay-pek-siang-gi melompat maju. Orang mati-hidup. orang pertama dari kedua bersaudara itu segera
berseru: "Tunggu sebentar! Kami bersaudara yang tak becus ini bersedia mencoba membuat lubang tikus ini!"
Tanpa menunggu jawaban Tay-cong-ci-ju lagi, kedua orang lantas berdiri dengan punggung menempel punggung, lengan mereka diluruskan sebatas pundak, telapak tangan menegak bagaikan sekop.
"Loncat!" seru si orang mati hidup dengan lantang, kedua orang itu segera melambung ke udara, keempat kaki mereka lantas saling tahan menjadi satu dan membentuk garis lurus.
Sekejap itulah kaki mereka saling pancal, dengan tenaga lejitan, dengan kepala di bawah dan kaki di atas secepat kilat mereka meluncur ke bawah dan menembus permuksan tanah yang keras itu.
"Creet! Creet!" suara tanah terbelah mendesis di udara, sebentar saja kedua orang itu sudah menerobos masuk ke dalam tanah.
Semua orang menyaksikan tumpukan tanah di kedua samping liang tersebut kian lama kian membukit, bagaikan dua ekor tikus saja. mereka berdua membuat liang sepanjang dua tombak mengitari arena itu, kemudian setelah lingkaran tersebut bertemu satu dengan lainnya, mereka lantas timbul dari dalam liang.
Ilmu apaan ini" Tak seorangpun yang paham. Meskipun baru muncul dari dalam liang, air muka mereka tidak berubah menjadi merah, napas tidak tersengal dan peluh tidak membasahi tubuh, se-olah2 tak pernah melakukan suatu pekerjaan apapun, tentu saja hal ini memancing tampik sorak orang banyak.
Tay-cong-ci-ju tampak tertegun, tegurnya kemudian:
"Eeh ilmu silat aliran manakah yang kalian gunakan itu?"
Orang mati hidup melotot, jawabnya: "Kalau kepandaianmu bernama Lo-ju-tah-tong (tikus membuat lubang), maka kepandaian kami ini bernama Lo-ju-coan-tong (tikus mengebor lubang), bila kau tidak puas, silakan saja mengulangi kembali atraksi kami ini!"
Pada dasarnya tiap ilmu silat mempunyai aliran yang berbeda, apa yang bisa dilakukan orang lain belum tentu bisa dilakukan oleh dirinya sendiri, begitu pula dengan atraksi yang dilakukan oleh Tay-pek-siang-gi ini.
Meskipun tenaga dalam mereka tidak sesempurna Tay-cong-ci-ju, sebaliknya Tay-cong-ci-ju di suruh mengulangi atraksi yang dilakukan Tay-pek-siang-gi juga belum tentu mampu.
"Tak perlu banvak omong lagi!" tiba2 Sah-mo-ci-hu, si orang Mongol itu berseru. "Lihatlah kehebatanku ini!"
"Krak!" mendadak jarinya meremas, untaian tasbih yang dibawanya dipatahkan menjadi dua bagian, ketika tangannya menyentak ke atas, tali kuning yang mengikat ke 108 biji tasbih tadi mendadak menegak seperti sebatang toya.
Bila seorang jago persilatan berhasil melatih tenaga dalamnya hingga mencapai puncak kesempurnaan, tidaklah sulit bagi mereka untuk menegangkan seutas tali yang dipegangnya.
Tapi apa yang didemonstrasikan Sah-mo-ci-hu sekarang berbeda dengan keadaan umumnya, sebab seisi tali kuning yang terbuat dari bahan lunak itu kecil dan lembek, di antaranya terdapat pula 108 biji tasbih yang semuanya terbuat dari kayu Oh-tho yang kuat seperti baja, bulat licin dan hanya dihasilkan di gurun pasir saja, untuk menegangkan biji2 tasbih pada seutas tali, pekerjaan ini jauh lebih sukar daripada menegangkan seutas tali biasa.
Sebab itulah, meskipun apa yang dipertunjukkan "Rase dari gurun pasir" ini tampaknya tiada sesuatu yang luar biasa, pada hakikatnya demonstrasi ini jauh lebih hebat daripada kedua rekannya tadi.
Setelah biji2 tasbih itu menegang seperti Toya, si "rase dari gurun pasir" lantas berputar satu kali dan memperlihatkan biji2 tasbih itu kepada para hadirin, katanya: "Coba perhatikan biji tasbih ini!"
Tiba2 dia menggelembungkan perut dan mengerahkan hawa murni, jubah hijau maupun selempang merah di tubuhnya serta-merta mengembang besar, bentaknya nyaring: "Loncat!"
Bersama dengan menggelegarnya bentakan itu ke 108 biji tasbih itu tiba2 meluncur ke udara, hanya tali tasbih saja yang masih menegak di tangan orang Mongol itu.
Kemudian, "siut-siut . ', tahu2 biji tasbih itu berjatuhan masuk kembali pada talinya. lalu melayang pula ke udara dun begitulah naik-turun ber-turut2 tiga kali.
Pada saat orang ramai bersorak memuji, tiba2 terdengar seorang mendengus.
Meskipun tertawa ejekan itu tidak keras suaranya, tapi di tengah sorak-sorai itu ternyata kedengaran jelas, siapapun dapat mendengar suara jengekan itu.
Mendongkol si "rase, dari gurun pasir" mendengar ejekan itu, segera demontrasinya di-akhiri. Sambil menarik kembali biji2 tasbihnya ia membentak: 'Siapa yang mentertawakan diriku" hayo tampil ke depan!'
Pelahan muncul seorang pemuda tampan, senyum manis menghias bibirnya, meski usianya masih amat muda, namun ia kelihatan agung berwibawa dan gagah perkasa.
Semua orang mengenalnya, sebab dia tak lain adalah Tian Pek, jago muda kita.
Rase dari gurun pasir ini sudah menyaksikan kelihayan Tian Pek ketika menghajar mundur Tay-cong ci-ju tadi, kini anak muda ini maju lagi, mau-tak-mau ia terkejut. segera telapak tangannya di-lintangkan di depan dada, siap menghadapi segala kemungkinan.
Tian Pek tetap santai, sambil tertawa ringan ia berkata:
"Numpang tanya, berapa banyak jumlah biji tasbih anda?"
Sah-mo-ci-hu melengak, tak tersangka pemuda itu hanya menanyakan persoalan yang sama sekali tak penting. Segera jawabnya: "Biji tasbihku ini berjumlah 108 biji, ada apa saudara cilik menanyakan hal ini?"
"Kukira jumlah itu tidak benar!" kata Tian Pek.
"Tak bener bagaimana maksudmu?" Rase dari gurun itu semakin heran. "Sudah hampir lima puluh tahun lamanya biji tasbih ini kubawa dalam saku, masakah berapa jumlahnya tidak kuketahui?"
Tian Pek masih tersenyum "Walaupun kau tahu persis jumlah sebenarnya, tapi menurut pandanganku, jumlah biji tasbihmu sekarang tidak ada 108 biji!
Setelah disinggung Tian Pek, jago Mongol itu baru sadar dan segera memeriksa biji tasbihnya, betul juga, jumlah tasbih yang 108 biji itu sekarang telah berkurang belasan biji.
Rase dari gurun terperanjat. ia tak menyangka biji tasbihnya dapat dirampas orang dikala ia sedang mengerahkan tenaga dalamnya. Ia mulai sadar bahwa
tokoh muda di hadapannya sekarang ini sebenarnya adalah jago tangguh yang tak boleh di buat main.
Mula2 Sah-mo-ci-hu merasa malu, tapi segera ia menjadi gusar, sambil membentak satu biji tasbih segera disambitkan ke muka anak muda itu. Dengan desing tajam biji tasbih itu terus menyamber ke depan.
Cepat Tian Pek mengebaskan telapak tangan-nya, ia bermaksud memukul rontok biji tasbih itu. tak terduga biji tasbih itu tiba2 berhenti sebentar di tengah jalan, bukan saja tidak rontok, malahan dengan membawa suara desingan lebih tajam terus menyambar tiba terlebih cepat.
Sungguh kejadian di luar dugaan, biji tasbih yang dilepaskan "rase dari gurun pasir" itu dapat menembus tenaga pukulan Tian Pek, untung ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh dan Bu-sik-bu-siang sim-hoat anak muda itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, serta merta badannya berputar sambil melejit ke samping, dengan membawa suara desingan tajam biji tasbih itu menyambar lewat di sisi tubuhnya.
Rase dari gurunpun terkejut, ia tak menyangka dalam jarak sedekat ini anak muda itu bisa menghindarkan sergapan Tui-mia-sin-cu (mutiara sakti pengejar nyawa) yang luar biasa tadi.
Kejadian ini semakin menggusarkan hatinya, tiba2 ia membentak: "Saudara cilik, kau memang hebat. Ini, rasakan lagi tiga biji mutiaraku ini!"
Berbareng itu tiga biji tasbih dalam formasi Sim-seng-cay-hou (tiga bintang diluar rumah) kembali menyambar ke dada anak muda itu.
Ketika menghadapi serangan pertama kali tadi, oleh karena Tian Pek tidak mengetahui keistimewaan tasbih
maut musuh, ia menangkis dengan kebasan tangan yang mengakibatkan nyaris kecundang. Satelah ada pengalaman itu, kali ini dia tidak menangkis lagi, dengan Bu-sik-bu-siang-sim-hoat, sekali mengegos ia sudah lolos dari ancaman.
Cara Tian Pek menghindar itu bukan ssja tak dilihat jelas Sih-mo-ci-hu, bahkan hadirin sebanyak itupun tak seorangpun yang mengetahuinya.
Kejut dan gusar si rase, sudah tiga puluh tahun lannnya ia perdalam ilmu senjata rahasianya itu di Mo-kui-to, dengan 108 biji Tui-mia-sin-cu inilah ia pikir akan mampu menjagoi Kangouw. Siapa tahu baru pertama kali muncul sudah dikalahkan oleh seorang pemuda ingusan Dalam gugup dan cemasnya, serentak Tui-mia-sin-cu yang masih tersisa dihamburkan semua dan mengurung Hiat-to penting di sekujur badan pemuda itu.
Di tengah hujan biji tasbih itu, tak jelas bayangan tubuh Tian Pek, tahu2 semua tasbih itu mengenai tempat kosong.
"Keparat Mongol yang tak tahu malu. engkoh Tian tidak membalas seranganmu, kau terus bertingkah sesukamu, sekarang rasakan sendiri Tui-mia-sin-cu ini!"
Berbareng dengan bentakan itu, desingan tajam mendadak menyambar ke muka Sah-mo-ci-hu.
Terkejut si rase, ia tak sempat menyerang Tian Pek lagi, sebab ia tahu betapa lihaynya Tui-mia-sin-cu sendiri. Cepat ia jatuhkan diri ke tanah. ia menggelinding sejauh satu tombak lebih kemudian baru melompat bangun, wal
Golok Yanci Pedang Pelangi 3 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Harpa Iblis Jari Sakti 13
^