Pendekar Kembar 2

Pendekar Kembar Karya Gan K L Bagian 2


gingat si nona adalah bakal isteri tuan penolongnya, Yu Wi pikir orang memang berhak
mewakili sang Inkong untuk mengucapkan terima kasih padanya, padahal dirinya hidup sengsara
dan sebatangkara, apanya yang perlu terima kasih. Berpikir sampai di sini, hatinya menjadi rada
pedih. Setelah termangu-mangu sejenak, akhirnya Yu Wi memberi hormat dan mohon diri.
"Hendaklah kau berhati-hati sedikit," pesan Lau Yok-ci.
"Entah dalam hal apa aku harus berhati-hati" ujar Yu Wi dengan menyengir.
"Untuk ini biarlah kuceritakan padamu saja." kata si nona.
Diam-diam Yu wi sangat terima kasih dan terharu.
Didengarnya si nona lagi berkata, "Agaknya kau tidak tahu bahwa Kan-lohujin bukanlah ibu
kandung Kan Ciau-bu. Waktu paman Kan masih hidup pernah mempunyai seorang isteri pertama,
beliau itulah ibu kandung Ciau-bu. Ketika Ciau-bu dilahirkan, ibunya lantas wafat. Kemudian
paman Kan menikah lagi dengan Kan-lohujin sekarang ini dan melahirkan Ciau-ge dan Hoay-soan
berdua. Sejak kecil Ciau-bu tidak cocok dengan Kan-lohujin, watak Ciau-bu sangat kaku dan dingin
sehingga tidak disukai oleh Kan-lohujin..."
Teringat kepada sifat sang Inkong yang dingin itu, Yu Wi pikir cerita Lau Yok-ci memang betul.
"Dan ketika paman Kan meninggal dunia," demikian Lau Yok-ci melanjutkan ceritanya, "meski
lahirnya antara Kan-lohujin dan Ciau-bu tidak ada persoalan apa-apa, padahal diam diam mereka
bertengkar dan perang dingin, betapa bencinya Kan-lohujin, kalau bisa beliau ingin membinasakan
Ciau-bu..."
"Hah, masakah di dunia ini ada ibu tiri sekejam ini?" seru Yu Wi terkejut.
"Mungkin kau tidak percaya," ucap Yok-ci dengan gegetun, "justeru lantaran takut dibinasakan
oleh ibu tirinya, maka Ciau-bu lebih suka bertualang di luar, sudah setengah tahun dia pergi dari
sini, ah, sampai akhirnya dia mendapatkan seorang duplikatnya...."
"Masa tujuan Inkong hendak menjadikan diriku sebagai tumbal?"
"Kukira memang begitulah maksudnya," jawab Lau Yok-ci. "Kalau tidak, asalkan Kan-lohujin
mengetahui dia belum mati, tentu setiap gerak-geriknya akan diawasi dan baru akau berakhir
sampai dia mati."
"Jika demikian, hanya ada kematian bagiku untuk bisa membalas budi kebaikan Inkong?" kata
Yu Wi. Sorot mata Lau Yok-ci memancarkan cahaya haru dan simpatik, ditatapnya anak muda itu
lekat-lekat. Watak Yu Wi lugu dan polos, ia tidak suka dipandang dengan sorot mata begitu, dengan suara
keras ia lantas berkata, "Sungguh aku tidak percaya Kan-lohujin berniat mencelakai Inkong, Pula,
kalaupun ada maksud begitu, dengan kemahiran Inkong masakah beliau takut akan dicelakai oleh
orang perempuan tua?"
"Untuk apa kubohongi kau?" ucap Yok-ci dengan menghela napas, "Memang sangat majemuk
sebab-musabab Kan-lohujin hendak mematikan Ciau-bu, Mengenai diri Kau-lohujin, pada saat ini
kungfu siapa yang dapat melebihi dia?"
"Hah, Inkong juga bukan tandingannya?" Yu Wi menegas dengan terkejut.
"Jauh sekali selisihnya." ujar Yok-ci sambil menggeleng.
"Jika demikian, bagaimana kalau dibandingkan nona sendiri?" tanya Yu Wi pula.
Yok-ci hanya menggeleng pelahan dan tidak menjawabnya.
Semula Yu Wi mengira kungfu si nona tentu di atas Kan Ciau-bu, siapa tahu Lau Yok-ci juga
mengaku bukan tandingan Kan-lohujin, apalagi dirinya, tentu saja lebih-lebih tidak masuk
hitungan. Dia menghela napas menyesal sendiri, ucapnya kemudian dengan pelahan, "Jika begitu,
agaknya orang she Yu terpaksa harus pasrah nasib saja. "Bagaimana kematianku dapat
menggantikan keselamatan bagi Inkong, apapula yang kuharapkan?"
Habis berkata ia terus putar tubuh dan hendak melangkah pergi.
Tiba-tiba Lau Yok-ci berkata dengan pelahan, "selanjutnya jika ada keperluan apa-apa boleh
kau datang ke sini saja dan tidak perlu lagi mencariku ke belakang gunung sana..."
Baru sekarang Yu Wi menyadari duduknya perkara, pantas sia-sia saja dia berteriak teriak
memanggil "Hun-say-li" di belakang gunung sana, selain si nona tidak kelihatan, tiada seekor singa
pun yang muncul, agaknya kawanan binatang buas itu telah dihalau lebih dulu oleh si nona,
Kebaikannya yang tidak menonjol ini sungguh sukar untuk diterima, tanpa terasa ia membalik
badan lagi dan mengucapkan terima kasih, "Selama hidup takkan kulupakan kebaikan nona..."
Dilihatnya Lau Yok-ci menunduk malu-malu, mungkin si nona lagi membayangkan Yu Wi
berteriak-teriak memanggilnya di belakang gunung sana sekarang kejadian itu disinggung, tentu
saja hatinya terharu.
Yu Wi jadi tertegun sendiri melihat sikap si nona yang menggiurkan itu, seketika ia tidak tahu
apa yang harus diucapkannya untuk memaparkar isi hatinya.
Akhirnya Yok-ci yang buka suara pula, "Konon tidak lama lagi Thian-ti-hu akan disatroni suatu
komplotan orang Kangouw, hendaklah kau dapat menghadapinya dengan baik-baik..."
Yu Wi terkesiap, pikirnya, "Terima kasih selama hidup apa, sedangkan beberapa hari lagi
mungkin rahasiaku akan terbongkar bila berhadapan dengan orang Hek-po, mungkin pula jiwa
akan melayang, untuk apa omong kosong yang tiada guna nya?"
Karena itu, dengan menahan rasa pilu ia tidak bicara lebih lanjut, ia membalik tubuh dan
melangkah pergi.
Yok-ci menyaksikan menghilangnya bayangan anak muda itu dengan perasaan hampa dan
rawan, entah simpati kepada Yu Wi atau kasihan kepada kesepiannya sendiri.
Setiba kembali di kamarnya, Yu Wi pikir sejenak, akhirnya ia ambil keputusan tegas, ia
bebenah seperlunya dan membawa peta daerah terlarang Thian ti-hu itu, ia hendak menyusup ke
sana pada siang hari.
ia bertekad mati harus berharga, Jika beberapa hari lagi pihak Hek-po jadi datang, rahasia
dirinya akan terbongkar dan jiwa mungkin juga melayang, hal ini berarti tidak sempat membalas
budi pertolongan sang Inkong, sebaliknya malah tidak menguntungkan nama baiknya, jadi
andaikan harus mati, sedikitnya keselamatan Inkong tidak lagi terancam, dengan demikian barulah
dapat dikatakan dia telah membalas budi pertolongannya.
Untuk itu, jalan satu-satunya hanya menuju kedaerah terlarang itu dengan menyerempet
bahaya, bila berhasil menemukan ilmu silat yang dapat dipelajarinya secara sistem kilat, maka
dapatlah digunakan menghadapi pihak Hek-po yang akan datang dalam waktu tidak lama lagi dan
dengan demikian kepalsuannya sebagai Kan Ciau-bu gadungan juga tidak sampai terbongkar.
Begitulah Yu Wi terus menuju ke Ban-siu-ki dengan menghindari kawanan hamba Thian-ti hu,
untung tidak kepergok siapa pun. Akhirnya ia menyusun masuk ke dalam hutan itu, sesuai
petunjuk dalam peta itu, dengan cepat ia dapat mencapai tempat tempo hari, di mana dia hampir
terjebak itu. Kini dia menghadapi segala sesuatu dengan pikiran tenang, apalagi siang hari, setelah berpikir
sejenak segera ia menemukan kesalahannya tempo hari, yaitu salah hitung jumlah langkah.
Perangkap yang sudah bekerja tempo hari itu belum lagi diperbaiki, tapi masih ada 17
perangkap lagi, dengan hati-hati ia dapat melaluinya dengan selamat.
Setelah jalanan panjang dalam hutan itu dia lintasi, di depan muncul pula jalan simpang lima,
ia tahu hanya jalan ke empatlah jalan hidup, melalui jalan hidup inilah akan sampailah di tempat
terlarang yang misterius itu.
Ketika jalan itu sudah dilintasi, yang pertama-tama terlihat olehnya adalah sebuah bangunan
makam yang sangat megah, Makam itu berbentuk melengkung bundar, tingginya lima-enam
meter, lebarnya antara 30 meter dan panjangnya 50-60 meter, sekelilingnya dilingkari dengan
hutan buatan. Untuk masuk ke sini, kecuali dapat terbang melalui udara, kalau tidak harus melalui
hutan yang menyesatkan dan penuh dengan alat perangkap itu.
Dengan waswas Yu Wi mendekati makam raksasa itu, sebab dalam peta tidak ada keterangan
mengenai keadaan di sekeliling makam, ia kuatir kalau di situ juga ada perangkap yang
berbahaya. Tak terduga, sampai di depan makam ternyata tiada terjadi apa pun. Dilihatnya makam itu
dibuat dari batu pualam putih, begitu rajin sehingga hampir tidak kelihatan garis sambungan dan
batu pualam itu.
Di tengah-tengah makam itu ada sebuah batu marmer hitam berukuran kurang lebih lima kau
tiga meter. Inilah batu nisan, di situ terukir delapan huruf besar yang berbunyi "Makam keturunan sedarah
tunggal keluarga Kan".
Yu Wi tidak mengerti istilah "sedarah tunggal yang dimaksudkan itu apakah keluarga Kan
hanya menurunkan seorang putera tunggal melulu" Jika terlahir dua bersaudara, mungkin hanya
seorang saja yang berhak dimakamkan di sini.
Pada kedua sisi nisan besar itu terdapat pula tiga nisan yang lebih kecil pada nisan sebelah
kanan terukir tulisan yang berbunyi, "Makam generasi pertama keluarga Kan bernama Yok-koan".
Di samping huruf besar ini terukir pula huruf lain yang lebih kecil dan berbunyi, "Dimakamkan
bersama isteri, Lau Pi-hoa".
Nisan kedua pada sebelah kanan berbunyi "Makam generasi ketiga keluarga Kan bernama Jinki"
dan di samping terukir "Dimakamkan bersama isteri Lau Heng-cui".
Nisan di sisi kiri terukir "Makam generasi ke dua keluarga Kan bernama Yan-cin" dan di
sampingnya terukir "Dimakamkan bersama isteri, Lau Hui-giok"
Nisan kedua di sisi kanan dan bernama Kan Jun-ki itu tentulah ayah Kan Ciau-bu, dan kedua
nisan yang lain tidak perlu dijelaskan lagi pasti makam kakek dan moyangnya.
Yang mengherankan Yu Wi adalah sebab apa isteri kakek-moyang Kan Ciau-bu tiga generasi
itu berturut-turut sama-sama berasal dari keluarga Lau" Dan yang lebih aneh lagi adalah bakal
isteri Kau Ciau-bu juga she Lau.
jika Lau Heng-cui adalah isteri Kan Jun-ki, tentu perempuan inilah ibu kandung Kan Ciau-bu.
Dan entah Kan-lohujin yang sekarang ini she apa, jika dia juga she Lau, maka semua ini sungguh
sangat kebetulan dan aneh sekali.
Yu Wi memandang sekitar makam itu, di tengah hutan ini, kecuali pemakaman ini ternyata
tiada barang lain, mana ada tempat penyimpanan kitab pusaka ilmu silat segala"
Diam-diam ia merasa kedatangannya ini sia-sia belaka, kecuali menemukan makam leluhur
sang Inkong ternyata tiada sesuatu lagi yang dilihatnya.
Selagi merasa kccewa, tiba-tiba terdengar seorang menegurnya, "Untuk apa kau datang ke
sini?" Yu Wi terkejut, cepat ia berpaling, Entah sejak kapan di depan makam itu sudah datang
seorang tua renta, mukanya penuh keriput, usianya jelas sudah sangat tua, namuu kulit badannya
masih sangat putih bersih, terutama dagunya tidak berjenggot
"Siapa kau?" tanya Yu Wi dengan gugup,
"Kau lupa padaku tapi aku masih kenal kau!" ujar kakek itu dengan tertawa.
"Kau kenal padaku?" Yu Wi menegas dengan sangsi.
"Tiga tahun yang lalu kau menjelundup ke sini, kalau tidak kuberi petunjuk secara diam-diam,
memangnya dapat kau temukan kitab pusaka itu?" kata si kakek.
Segera Yu Wi tahu orang telah salah mengenalnya, tentu dirinya disangka sebagai Kan Ciau
bu. Bahwa tiga tahun yang lalu Inkong pernah menyelundup ke sini dan dipergoki kakek ini, lalu
kawan atau lawankah" Mengapa dia tinggal di tempat aneh ini"
"Setelah mendapatkan kitab pusaka, untuk apa lagi kau datang ke sini?" tanya pula si kakek.
Melihat usia orang entah berapa kali lipat daripada umurnya sendiri, dengan hormat Yu Wi
lantas menjawab, "Tujuan kedatangan Wanpwe adalah untuk mencari semacam Kungfu yang
sekiranya dapat dipahami dengan sistem kilat."
"Di dalam makam penuh kitab pusaka pelajaran Kungfu maha sakti, kenapa tidak kau cari ke
situ?" ujar si kakek.
Yu Wi menjadi girang, sungguh tak terduga olehnya bahwa kitab pusaka ilmu silat bisa
disembunyikan di dalam kuburan. Tapi demi mengingat kuburan ini tertutup rapat, cara
bagaimana dapat dimasukinya, memangnya mesti menggali kuburan"
Karena itulah ia lantas menggeleng, katanya, "Wah, tidak mungkin, Kitab pusaka itu adalah
barang pemakaman keluarga Kan. mana boleh ku ambil!"
"Oo, kau tidak she Kan?" tanya si kakek dengan sangsi.
"Wanpwe bernama Yu Wi," tanpa terasa anak muda itu memberitahukan nama aslinya.
Mendadak kakek itu menjadi gusar, damperatnya, "Jika kau bukan anggota keluarga Kan,
mana boleh sembarangan masuk ke sini" Ayo lekas pergi, lekas!"
Yu Wi tahu memang tidak pantas dia masuk ke tempat terlarang ini, karena tidak ditemukan
sesuatu, terpaksa ia membalik tubuh dan hendak melangkah pergi.
Tiba-tiba si kakek berseru pula padanya, "Hei, jika kau bukan puteranya Kan Jun-ki, hendaklah
kau tinggalkan kitab pusaka yang kau ambil dahulu itu."
Yu Wi membalik tubuh dan menjawab, "Wanpwe tidak pernah mengambil kitab pusaka
keluarga Kan itu."
Si kakek menjadi murka, sekonyong-konyong ia melayang maju ke depan Yu Wi, "plak-plok",
ia gampar muka anak muda itu dua kali.
Keras juga tamparan itu, Yu Wi meraba ke dua pipinya yang panas itu, darah merembes keluar
dari ujung mulutnya.
Rasa gusar si kakek belum lagi reda, dengan gemas ia berkata pula, "Kau bocah ini berani
berdusta di depanku, Sudah jelas tiga tahun yang lalu kau bawa pergi kitab pusaka itu, sekarang
kau berlagak jujur dan mungkir."
"Tapi Wanpwe memang tidak pernah mengarnbil kitab pusaka yang kau maksudkan," dengan
bandel Yu Wi menjawab meski di dalam hati dia tahu yang dimaksudkan si kakek ialah Kan Ciaubu.
Melihat sikap Yu Wi yang tegas dan berani itu, si kakek menjadi curiga, pikirnya, "janganjangan
dia bukan orang yaug datang ke sini tiga tahun yang lalu itu?"
Tapi masakah dirinya pangling, jelas anak muda ini serupa dengan orang yang datang dahulu
itu bukan mustahil anak muda ini hendak mengelabuhi dirinya karena mengira matanya sudah
rabun. Dalam pada itu Yu Wi hendak melangkal pergi pula, tapi kakek itu lantas membentak lagi:
"Berhenti!-Berbareng ia melompat maju dan sebelah kakinya terus menggaet.
Kungfu Yu Wi tidak tinggi, ia pun tidak menyangka watak si kakek sedemikian keras, baru saja
dia membalik tubuh, tahu-tahu kaki si kakek telah menggaetnya, keruan ia tidak sanggup berdiri
tegak lagi, tubuhnya lantas mendoyong ke belakang kontan ia jatuh terjengkang.
Baru saja Yu Wi hendak marah, mendadak si kakek berseru, "He, bagaimana dengan kitab
pusaka itu" Masa tidak kau latih?"
Dengan mendongkol Yu Wi menjawab, "Sekali aku Yu Wi bilang tidak mengambil kitab itu,
selamanya tetap tidak ambil, Biarpun kau pukul mati diriku juga tetap aku tidak rnengaku!"
Sekarang si kakek jadi percaya malah, ucap nya dengan tertawa, "Baiklah, lekas bangun,
tampaknya aku yang salah menuduh kau!"
Dengan apa boleh buat Yu Wi berbangkit, sebagai pemuda yang luhur budi ia tidak suka
memarahi seorang tua.
Tapi si kakek ternyata cukup tahu aturan, dengan tertawa ia lantas minta maaf.
"Ah, tidak apa-apa," ucap Yu Wi tak acuh, lalu ia hendak melangkah pergi lagi, tapi mendadak
si kakek membentak pula, "Kembali dulu!"
Dengan bingung Yu Wi membalik tubuh, tanyanya dengan kurang senang, "Ada apa lagi?"
"Cara bagaimana kau masuk ke sini?" tanya si kakek dengan marah.
Yu Wi menahan rasa dongkolnya dan menjawab, "Numpang tanya, Losianseng (tuan tua)
sendiri mengapa dapat masuk ke sini?"
"Sejak berpuluh tahun yang lalu sudah kukenal keadaan hutan ini, dengan sendirinya aku
dapat masuk ke sini," jawab si kakek.
"Belum lama ini aku pun kenal keadaan hutan ini, makanya aku pun dapat masuk ke sini."
Tukas Yu Wi. Mendengar anak muda itu menirukan nada ucapannya, si kakek menjadi tak bisa mengumbar
marah lagi, katanya kemudian dengan pelahan: "Meski kau dapat masuk ke sini, tapi tempat ini
adalah wilayah keluarga Kan sendiri, mana boleh sembarangan kau datangi?"
Yu Wi tidak dapat meraba apa kehendak si kakek, sebentar marah sebentar ramah, sekarang
tanpa alasan mencari perkara lagi padanya, tampaknya dia juga bukan anggata keluarga Kan.
Dia ia lantas bertanya, "Losianseng sendiri apakah she Kan?"
Meski berperangai aneh, tapi watak si kakek cukup jujur, tanpa menimbang apa maksud
pertanyaan Yu Wi itu, segera ia menggeleng dan menjawab, "Aku tidak she Kan, tapi she Ji."
"O, kiranya Ji losianseng," ucap Yu Wi, "Jika Losianseng tidak she Kan, kenapa sembarangan
datang ke wilayah pribadi keluarga Kan ini?"
Si kakek jadi melenggong, ia pikir pertanyaan memang tepat. Kalau dirinya boleh datang ke
ini, dengan sendirinya orang lain juga boleh. Di lihatnya Yu Wi sudah akan masuk kembali ke
hutan sana, tiba-tiba teringat sesuatu olehnya, cepat berseru pula, "He, aku ini sahabat karib Kan
Jok-koan, makanya boleh datang ke sini, Tapi sia pula kau?"
Terkejut juga Yu Wi, sungguh tak terpikir tehnya bahwa kakek ini adalah sahabat moyang Kan
Ciau-bu, betapa tinggi tingkatannya, jelas jarang ada bandingannya di dunia persilatan jaman ini.
Betapapun Yu Wi seorang yang sangat menghormati orang tua, pelahan ia putar balik dari tepi
hutan sana, lalu menjawab dengan hormat.
"Wanpwe adalah sahabat Kan-toakongcu Ciau-bu, generasi keempat keluarga Kan."
"Oo, apakah Kan Ciau-bu itu putera tunggal yang dilahirkan Giok-ciang-kim-tiap (telapak
tangan putih kupu-kupu emas) Lau Heng-cui?" tanya si kakek.
"Ya, Inkong memang betul putera mendiang isteri pertama tuan Kan Jun-ki," kata Yu Wi.
Tiba-tiba si kakek menghela napas, ucapnva. "Teringat olehku ketika Thian-ti-hu menyiarkan
berita ke seluruh dunia tentang kelahiran anaknya, jauh-jauh kudatang ke sini untuk mengucapkan
selamat, tak tersangka jadinya bukan mengucapkan selamat, tapi malah mengucapkan
belasungkawa, ilmu silat Giok-ciang-kim-tiap Lau Heng-cui sudah tergolong kelas top di kalangan
angkatan muda masa itu, tak terduga telah meninggal dunia pada waktu melahirkan, sungguh
sayang." Yu Wi tahu apa yaug dikatakan si kakek adalah peristiwa pada 20 tahun yang lalu.
Didengarnya si kakek lagi bergumam pula "Aku adalah sahabat keluarga Kan, kau juga sahabat
keluarga Kan, kalau aku boleh datang ke sini, tentu kau pun boleh. Kalau tidak kan tidak adil
namanya." Setelah tahu kebenaran ini, dengan suara keras ia lantas berseru, "Betul, betul! Takkan
kusalahkan kau lagi, kau pun boleh masuk ke sini."
Dari mendongkol Yu Wi menjadi geli melihai kepolosan dan keanehan sifat si kakek yang
sangai tinggi kedudukannya ini, Maka ia pun tidak menyinggung soal penganiaya tadi, dengan
tertawa ia menjawab, "Dan sekarang Wanpwe boleh pergi bukan?"
Berulang si kakek mengiakan, "Boleh, tentu boleh... " tapi begitu Yu Wi membalik tubuh,
kembali ia berteriak lagi, "Eh, nanti dulu!"
Diam-diam Yu Wi menghela napas, ia pikir sungguh sialan bertemu dengan seorang tua pikun
begini, entah apa lagi kehendaknya sekarang"
Didengarnya si kakek bertanya dengan serius, "lnkong yang kau maksudkan apakah berwajah
tempa dengan kau?"
"Ya, Wanpwe dan Kan-toakongcu memang sangat mirip," jawab Yu Wi.
"Ke manakah dia sekarang?" tanya si kakek, "Cara bagaimana pula kau dapat masuk ke


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daerah terlarang ini?"
Yu Wi tidak berani berdusta, segera ia menceritakan semua pengalamannya akhir-akhir ini,
yaitu dimulai waktu tertimpa bencana dan di selamatkan oleh Kan Ciau-bu, satu persatu
diceritakannya dengan jelas.
Si kakek manggut-manggut, ucapnya kemudian, "Kiranya terdapat liku-liku begini, sungguh
aku pun tidak menyangkanya."
Setelah berpikir sejenak, lalu ia berkata pulai. "Nona Lau kecil itu telah menceritakan maksud
tujuan Kan Ciau-bu menyuruh kau menyamar sebagai dirinya, tapi tidak menceritakan rencana ibu
tirinya yang hendak membinasakan Kan Ciau-bi itu. Padahal, rencananya itu sungguh amat keji."
Si kakek menyebut ibu kandung Kan Ciau-bu sebagai nona Lau, maka tanpa terasa Lau Yok
disebutnya sebagai nona Lau kecil, padahal sekarang usia Lau Yok-ci sudah 18 tahun, bahkan
lebih tua satu tahun daripada Yu Wi, manabisa disebu sebagai nona kecil lagi.
?"Rencana keji apakah itu?" tanya Yu Wi, "Sudah 20 tahun tidak pernah kukunjungi Thian-ti-hu
secara resmi, maka aku cuma tahu Kan Jun-ki menikah lagi dengan isteri kedua, yaitu adik
perempuan sepupu isterinya yang pertama..."
"He, jadi Kan-lohujin sekarang juga she Lau." seru Yu Wi terkejut.
"Kenapa mesti heran?" ujar si kakek, "Setiap putera sedarah keluarga Kan harus mengambil
isteri dari keluarga Lau."
"Menjnpa harus begitu?" tanya Yu Wi.
Tanpa terasa si kakek meraba dagunya, mungkin secara di bawah sadar dia hendak mengelus
jenggotnya, tapi sayang dagunya licin dan kelimis tiada seutas jenggot pun. sambil menghela
napas lalu ia berkata, "Cerita ini sangat panjang dan harus kembali kepada masa hidup sahabat
karibku Yok-koan. Sebelum menjabat Perdara menteri, Diam-diam Yok-heng malang melintang di
dunia kangouw, dia mempunyai dua orang saudara angkat yang bersumpah sehidup-semati.
Kakak pertama ialah Lau Tiong-cu, Yok-heng nomor dua, yang ketiga adalah aku si tua bangka Ji
Pek-liong ini. "Hubunganku dengan Yok-heng tidak seerat hubungannya dengan Lau-toako, Sesudah kami
mengikat persaudaraan kemudian Yok-heng menikahi adik perempuan Lotoa (si tua), dengan
sendirinya hubungan mereka bertambah erat. Menyusul kemudian Lotoa juga menikah, hanya
tinggal diriku saja. Ai... "
Biicara soal menikah, si kakek, Ji Pek-liong, kelihatan berduka.
Dalam hati Yu Wi ingin bertanya sebab apakah si kakek tidak menikah. Tapi demi melihat
kesedihan orang, ia tidak berani mengajukan pertanyaan tersebut.
Setelah berduka sendiri sejenak, si kakek berkata pu!a, "Sungguh kebetulan juga, berbareng
isteri Lotoa dan Loji (si kedua) telah hamil bersama. Suatu hari, sehabis kami bertiga makan
minum, saking gembiranya Lotoa dan Loji telah saling berjanji untuk besanan dengan menunjuk isi
perut isterinya masing-masing.
"Hal ini sebenarnya patut dirayakan karena hubungan kedua pihak akan bertambah akrab.
Ketika tiba saatnya melahirkan, lebih dulu Jiso (kakak ipar kedua) melahirkan seorang anak lakilaki,
jika Toako juga melahirkan anak laki-laki, maka perjodohan itu dengan sendirinya akan batal,
siapa tahu Toaso justeru melahirkan anak perempuan, sayangnya pada waktu melahirkan, karena
pendarahan ibu dan anak berdua telah meninggal bersama"
Bertutur sampai di sini, si kakek merandek sejenak, agaknya mengenangkan kejadian di masa
lalu sehingga terkesima.
"Kemuiiian bagaimana?" tanya Yu Wi.
Si kakek menghela napas, tuturnya pula dengan sedih, "Lantaran kematian anak dan isteri,
toako sangat sedih dan hampir saja ikut membunuh diri, Bila teringat kepada ikatan perjodohan
sebelum istrinya melahirkan, ia lantas menangis sedih pula, Yok-heng juga sangat prihatin dan
simpati terhadap nasib Lotoa yang malang itu, suatu hari dia menghibur Lotoa, katanya bila kelak
anaknya dewasa pasti akan mengambil anak perempuan she Lau sebagai isteri, Bahkan
seterusnya setiap keturunan keluarga Kan pasti ada seorang anaknya yang menikahi gadis she Lau
sebagai tanda peringatan.
"Setelah putera tunggal Yok-heng dewasa, yaitu Kan Yan-cin, dia benar-benar patuh kepada
kehendak sang ayah dan telah menikahi anak perempuan saudara sepupu Lotoa yang bernama
Lau Hui-giok."
Sampai di sini, si kakek terbatuk-batuk, lalu sambungnya, "Dengan demikian, selanjutnya
asalkan keturunan langsung keluarga Kan diharuskan menikahi gadis she Lau, hal ini telah menjadi
peraturan Keluarga Kan di Thian-ti-hu, anak cucunya tidak ada yang berani membangkang."
"Apa artinya keturunan sedarah langsung keluarga Kan itu?" tanya Yu Wi.
"Karena istilah inilah mengakibatkan Kan-hujin sekarang ini sampai hati merencanakan
pembunuhan terhadap anak kandung kakak sepupunya," tutur si kakek sambil menggeleng.
Yu Wi masih tidak percaya, tanyanya pjla, "Masakah Kan-lohujin benar-benar bermaksud
membunuh Inkong?"
"Kenapa tidak benar jika demi kepentingan putera kandungnya sendiri?" tutur si kakek dengan
gegetun. "Perlu diketahui bahwa masih ada suatu peraturan keras dalam perguruan Yok-heng
yakni "kepandaian hanya diajarkan satu orang dan tidak boleh didengar orang kedua", Sebab
itulah ahliwaris Yok-heng hanyalah putera tunggalnya, yaitu Kan Yan-cin, dari Kan Yan-cin hanya
diturunkan kepada Kan Jun-ki, padahal Yan-cin seluruhnya mempunyai tiga orang anak lelaki, tapi
Jun-ki adalah putera sulung, baik ilmu silat maupun harta benda Thian-ti-hu, seluruhnya
diwariskan kepadanya.
"Peraturan keluarga itu sejak dahulu tidak pernah menimbulkan persoalan, tapi sekarang Ciaubu
mempunyai saudara yang berlainan ibu, jadi ibu tirinya tidak mau mematuhi peraturan
keluarga itu, dan hal ini diketahui juga oleh Ciau-bu, maka..."
Baru sekarang Yu Wi tahu duduknya perkara, tanpa terasa ia bergumam sendiri, "Kiranya Kan
lohujin berniat mengangkat anak kandung sendiri sebagai ahli waris keluarga Kan, makanya timbul
maksud jahatnya hendak membunuh Inkong. Ai, sungguh keji hatinya."
"Bisa jadi Jun-ki tidak tahu kekejian hati isteri mudanya, ia percaya sebagai adik sepupn Lau
Hui-giok tentu juga akan sayang kepada anak tirinya sendiri, maka sama sekali dia tidak menaruh
prasangka apa-apa, besar kemungkinan sebagian harta kekayaan keluarga Kan sekarang, masih
berada dalajn genggamannya, karena tidak mau dilepaskannya, maka timbul maksud jahatnya..."
"Locianpwe tinggal di Thian-ti-hu, mengapa tidak tampil untuk ikut campur urusan rumah
tangga saudara angkatmu ini agar rencana keji Kan-lohujin tidak terkabul," ujar Yu Wi.
Selama 20 tahun aku tidak masuk ke Thian Ti-hu, darimana kutahu keadaan Thian-ti-hu
sekarang. sampai-sampai majikan Thian-ti-hu yang sebenarnya juga tidak berani pulang ke rumah
sendiri. Yang jelas bagiku adalah tahun yang lalu layon Jun-ki dimakamkan di sini dan didirikan
nisannya, waktu itu mestinya ingin kutanyai keadaan Thian-ti-hu akhir-akhir ini, tapi lantas terpikir
olehku untuk apa bertanya, orang hidup akhirnya toh mesti mati."
"Saat ini juga Locianpwe tinggal di lingkungan Thian-ti-hu, mengapa engkau bilang tidak
masuk ke Thian-ti hu?" tanya Yu Wi pula.
"Sudah tujuh tahun kutinggal di sini, tapi belum pernah satu langkah pun masuk ke istana
Thian-ti-hu sana, aku takut masuk ke sana, juga bertekad takkan masuk ke sana...." tutur si kakek
dengan pedih. Yu Wi tidak habis mengerti mengapa si kakek hanya tinggal di tanah pemakaman yang
terpencil ini dan tidak mau masuk ke Thian-ti-hu barang selangkah pun" Memangnya ada
kesulitannya yang sukar dijelaskan"
Apa yang terpikir oleh Yu Wi itu tidak dijawab oleh si kakek, ia menjadi rikuh dan menunduk,
ia merasa tidak pantas terlalu banyak bertanya.
Melihat anak muda itu merasa tidak tenteram, dengan tertawa si kakek lantas berkata pula,
"Sebenarnya kesempatan ini pun baik untuk menggembleng si Ciau-bu agar menambah
pengalaman di dunia Kangouw, kelak sangat mungkin dia akan meneruskan cita-cita ayahnya dan
menjabat Perdana Menteri pula."
Yu Wi tidak bicara lagi, ia cuma mengangguk.
Tiba-tiba si kakek berkerut kening dan berkata. "Akan tetapi dia sengaja menyuruh kau
menyamar sebagai dia dan dikirim ke sini untuk menjadi tumbalnya, tindakan ini tidaklah pantas
dan bukan perbuatan seorang lelaki sejati, kelak bila bertemu dia harus kuberi petuah sebaikbaiknya."
Cepat Yu Wi membela sang Inkong, katanya "Oh, jiwaku ini adalah pemberian Inkong, adalah
seharusnya kubalas budinya, Tindakan ini tak dapat menyalahkan dia."
Si kakek terbahak-bahak, ucapnya, "Haha, bodoh, sungguh bodoh! Karena ba!as budi dan jiwa
sendiri harus melayang, di dunia ini mana ada orang yang menyepelekan nyawa sendiri cara
begini" Seorang lelaki sejati, mati juga harus mati secara gemilang, kalau melulu setitik budi dan
dendam lantas meremehkan jiwa sendiri, sungguh terlalu gegabah"
"Mohon petunjuk Locianpwe," pinta Yu Wi dengan hormat.
"Orang hidup harus berjuang," ujar si kakek dengan suara keras,"bila terpaksa barulah bicara
tentang kematian, kalau tidak, janganlah sembarangan bicara kematian, bahkan harus menghargai
jiwanya sendiri Hendaklah maklum, orang dilahirkan di dunia ini tentu ada gunanya."
Dengan sedih Yu Wi berkata, "Tampaknya beberapa hari lagi pihak Hek-po akan menyerang
kemari, Kan-lohujin memerintahkan Wanpwe menghadapinya dengan kuasa penuh, tapi dengan
kepandaianku jelas bukan tandingan lawan, kukira ingin selamat pun sukar."
"O, jadi maksud kedatanganmu ke sini adalah ingin mencari semacam Kungfu yang dapat
dipelajari secara kilat untuk digunakan dalam waktu singkat, begitu?"
"Memang begitulah tujuan Wanpwe," jawah Yu Wi.
"Tapi jalan pikiranmu ini keliru," kata si kakek. "Yang tersimpan di sini adalah ilmu silat hasil
keyakinan selama hidup Yok-heng, jangankan dalam waktu singkat, biarpun beberapa tahun juga
sukar mempelajarinya dengan baik."
"Memang sejak tadi Wanpwe sudah merasa kecewa," ujar Yu Wi.
"Apakah karena kau lihat makam ini dan tidak tega mengambil kitab pusaka yang tersimpan di
dalamnya?" tanya si kakek dengan ramah.
Yu Wi berdiam saja tanpa menjawab.
Si kakek menghela napas, ucapnya, "Kau sungguh anak yang baik, semoga cucu Yok-heng itu
juga mempunyai hati yang bajik seperti kau."
"Wanpwe ingin mohon diri saja," kata Yu Wi Jangaiig terburu-buru," ujar si kakek, "Tadi tanpa
sebab dan tiada alasan telah kutampar kau dua kali serta menendang kau satu kali, perbuatanku
itu tidak pantas, aku tidak ingin membikin kau merasa penasaran."
"Wanpwe jauh lebih muda, kalau mendapat sedikit hajaran locianpwe kan juga pantas," ujar
Yu Wi. "Tidak, mana boleh jadi!" kata si kakek sambil menggeleng.
Yu Wi menjadi bingung, ia pikir habis bagaimana, apakah mesti kubalas pukul dan tendang
dirimu, hal ini kan lebih-lebih tidak boleh jadi.
Tiba-tiba si kakek berkata, "Begini saja, Akan kuajarkan tiga jurus padamu sebagai ganti rugi
padamu atas tindakanku tadi."
Yu Wi memperlihatkan sikap boleh syukur tidak boleh juga tidak apa-apa, sebab ia mengira
biarpun berhasil belajar tiga jurus dari si kakek juga belum tentu dapat menghadapi pihak Hek-po
yang lihay itu. Padahal pikirannya sekarang lagi kacau dan bingung, akan lebih baik tidak belajar
saja, Si kakek seperti tahu apa yang dipikir anak muda itu, dengan suara keras ia berkata pula,
"Jangan kau remehkan tiga jurus yang akan kuajarkan ini. asalkan kau latih dengan baik, tidak
perlu lagi takut menghadapi musuh dari Hek-po itu."
"Wanpwe juga ingin belajar," tutur Yu Wi, "tapi saat ini bukan waktunya yang tepat Wanpwe
harus pulang dahulu agar tidak menimbulkan curiga kaum hamba."
"Jika demikian, bolehlah kau datang ke sini lagi menjelang tengah malam nanti." pesan si
kakek dengan tertawa.
-o0o oOo Yu Wi keluar dari daerah terlarang itu melalui belakang gunung dan pulang ke kamarnya,
waktu melalui Ban-siu-ki, dilihatnya Kan Hoay-soan datang dari depan, Begitu melihat sang kakak,
Hoay soan terus menyongsongnya dan memegangi tangan Yu Wi, tanyanya dengan berseri-seri,
"Setengah harian tidak melihat Toako, apakah kau mengeram di tempat Lau-cici?"
Yu Wi pura-pura marah dan mengomel, "Kenapa kau jadi nakal terhadap Toako, jadi kau
dorong kumasuk ke sana, hampir saja bertumbukan dengan dia..."
"He, dia... dia siapa maksudmu?" Hoay-soan sengaja menggoda lagi.
Yu Wi menarik muka dan berkata, "Agaknya kau minta kupukul bokongmu."
Hoay-soan menjulur lidah, serunya, "He, aku sudah sebesar ini, masa akan kau pukul
bokongku...."
Melihat ketegangan si nona, Yu Wi jadi tertawa geli.
Hoay-soan tambah berani karena sang Toako tidak marah, segera ia membujuk lagi, "Toaka,
hendaklah kau berbaikan dengan Lau-cici."
"Bilakah kuperlakukan tidak baik padanya". jiwab Yu Wi tanpa pikir.
Hoay-soan menghela napas, ucapnya, "Sudah setahun lebih Lau-cici datang kemari, sejak ayah
wafat tidak pernah lagi kau temui dia. Tadi kalau aku tidak mendorong kau ke sana mungkin tak
kan kau temui dia lagi, jika kau baik padanya masa tak kau temui dia?"
Dari ucapan Hoay-soan ini Yu Wi dapat menarik kesimpulan bahwa Kan Ciau-bu tidak
menyukai bakal isterinya, sudah setahun ayahnya meninggal, masa selama setahun ini sama sekali
tak ditemuinya calon isteri itu. Padahal Lau-siocia kelihatan begitu baik, kenapa Inkong tidak suka
padanya" Karena bersimpati kepada Lau Yok-ci, tanpa terasa Yii Wi berkata, "Memang seharusnya ku
perlakukan dia dengan baik."
"Tepat. begitu lembut dan begitu bijak Lau cici, sejak dulu seharusnya Toako berbaik
padanya." "Dia malahan sangat cantik....i" gumam Yu Wi.
Dengan gembira Hoay-soan menukas, "Jika begitu banyak segi baik Lau-cici, selanjutnya
Toako harus memperlakukan dia sebaik-baiknya."
Yu Wi mengangguk, katanya, "Tentu, aku akan baik padanya . . . "
Hoay-soan sangat senang, cepat ia menuju ke Ban-Siu ki, ia mengira telah berhasil membujuk
sang Toako agar bersikap baik kepada Lau-cici hatinya menjadi sangat gembira, ia tidak tahu
bahwa Toako palsu ini dan Toako yang asli sama sekali berlainan pandangan terhadap Lau Yok-ci.
Seperginya Hoay soan, Yu Wi berkata kepada dirinya sendiri, "Cara bagaimana aku dapat
berbaikan dengan dia: Aku bukan bakal suaminya yang tulen. Tapi mengapa Inkong tidak suka
kepada nona Lau" Dalam hal ini tentu ada sebabnya.
Dengan penuh diliputi tanda tanya, pelahan ia jalan ke depan, ketika lewat di tempat
kediamah Lau Yok-ci, ia berdiri tertegun, tapi tidak berani masuk ke sana untuk menyambingi si
nona. Menjelang tengah malam, cahaya bulan menyinari bumi raya ini seperti siang hari, Yu Wi
memberitahukan kepada Jun-khim akan keluar untuk suatu urusan, ia pura-pura keluar Thian-tihu,
tapi terus memutar ke belakang gunung dan menuju ke daerah pemakaman sana.
Setelah melintasi hutan itu, dilihatnya si kakek Ji Pek-liong lagi berdiri termangu-mangu di
depan makam, batu pualam makam yang putih itu tampak gemerlap tertimpa cahaya rembulan, si
kakek yang berwajah putih pucat itu berdiri sendirian di situ, suasana terasa agak menyeramkan.
Orang tua itu seperti tidak tahu akan kedatangan Yu Wi, sekonyong-konyong terdengar ia
menghela napas panjang seperti orang yang menahan penderitaan yang dalam.
Pelahan Yu Wi mendekatinya, lalu menyapa j!engan pelahan, "Locianpwe!"
Si kakek, Ji Pek-liong, mengakhiri lamunannya dan menghentikan kenangan lama yang
menyakitkan itu. tanyanya dengan getir, "Kapan kaudatang?"
"Baru saja," jawab Yu Wi.
"Ai, sudah tua, tidak berguna lagi, sampai kedatanganmu juga tidak mendengar," kata si kakek
dengan menyesal sambil menggeleng.
"Cianpwe lagi melamun, dengan sendirinya mempengaruhi daya pendengaranmu."
"Tidak, tidak bisa, dahulu tidak mungkin begini. Hendaklah diketahui bahwa bagi seorang yang
Lwekangnya sudah sempurna, betapapun kusut pikirannya juga dapat mendengar suara yang
paling ringan, sekalipun cuma suara daun rontok di tanah apalagi suara langkah orang yang
mendekat. Tapi Ji Pek-liong lantas berseru pula dengan penuh semangat, "Kaudatang untuk belajar
Kungfu padaku, tapi aku malah merendahkan harga diriku sendiri. Marilah, akan kuajarkan tiga
jurus padamu, ketiga jurus ini adalah Kungfu kebanggaan Yok heng...."
Diam-diam Yu Wi kagum kepada kelapangan dada si kakek yang dapat menyapu rasa sedihnya
seketika, segera ia mencurahkan perhatiannya untuk mengikuti permainan tiga jurus si kakek.
Dengan pelahan Ji Pck-liong mempertunjukkan ketiga jurus yang dimaksud, lalu bertauya,
"Bagaimana"Dapat kauikuti?"
"Wanpwe sudah paham ketiga jurus itu," "jawab Yu Wi.
Ji Pek-liong terkejut, tanyanya, "Apa katamu" Kau sudah paham."
Yu Wi lantas pasang kuda-kuda, tanpa bicara lagi ia terus memainkan ketiga jurus yang
dipertunjukkan si kakek tadi, ternyata tidak selisih sedikit pun daripada apa yang diperlihatkan si
kakek Ji Pek-liong jadi melenggong, tanyanya, "Masa cukup kau lihat satu kali saja permainanku
lantas dapat kau pahami ketiga jurus ini?"
"Ketiga jurus ini sudah kupelajari dari Inkong, makanya kupaham," jawab Yu Wi.
"O", kiranya begitu," ujar Ji Pek-liong dengan menghela napas lega, "Tadinya kukira di dunia
ini, benar-benar ada orang berbakat setinggi ini, tampaknya orang pintar demikian memang sukar
dicari." Dia seperti sangat kecewa bahwa Yu Wi bukanlah orang cerdik dan pintar sebagaimana
diharapkannya, ia tidak tahu bahwa ketiga jurus ciptaan Kan Yok-koan itu sebenarnya sangat
sukar dipelajari, di dunia ini tidak ada seorang pun yang dapatmemahaminya hanya dengan sekali
lihat saja. Kalau tidak tentu ketiga jurus itu takkan sedemikian lihaynya.
Yu Wi memang berbudi halus, jawabnya dengan rendah hati, "Bakat Wanpwe sangat rendah,
lama juga Inkong mengajarkan ketiga jurus ini barulah dapat kupahami."
"Sebenarnya dengan tiga jurus ini sudah cukup bagimu untuk menghadapi jago kelas satu di
duni Kangouw," ujar Ji Pek-1iong. "Pernah juga kudengar seluk beluk Hek-po, sekalipun Pocu Lim
Lam han datang sendiri juga sukar mengalahkan ketiga jurus ini."
"Masa ketiga jurus ini benar-benar sedemikian lihay?" tanya Yu Wi dengan kejut dan girang.
"Dahulu Yok-heng pernah menghadapi tantangan 2i tokoh Bu-lim, tatkala mana Yok-heng
hanya menggunakan ketiga jurus ini dan mengalahkan mereka satu persatu," demikian tutur Ji
Pek-liong "Betapapun ke-21 lawan tidak mampu lolos dari serangan tiga jurus ini, mereka takluk
lahir-batin, seketika ketiga jurus Kungfu Yok-heng ini pun menggetarkan dunia Kangouw dan
menjadi panji pengenal ilmu silat Yok-heng, Dengan mengajarkan ketiga jurus ini kepadamu, Cianbu
pikir dapat kau gunakan untuk membela diri di samping agar orang lain pun takkan
menyangsikan kau sebagai Kan-kongcu palsu."
Hati Yu Wi tambah lega, katanya dengan mengulum senyum, "Jika demikian, bila pihak Hek-po
datang, akan kukeluarkan ketiga jurus ini untuk menghadapi mereka. Terima kasih atas petunjuk
locianpwe."
"Karena ketiga jurus ini sudah kau pahami sendiri, biarlah kuajarkan semacam ilmu silat lain,"
kata Ji Pek-liong.
Tapi Yu Wi bukan pemuda yang serakah, jawabnya dengan hormat, "Kukira cukuplah dengan


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiga jurus ini, sepulangnya nanti akan kulatih dengan lebih baik, maka tidak perlu lagi membikin
repot Locianpwe."
"Mana boleh jadi," ujar Ji Pek-1iong, "jika tidak ajarkan semacam ilmu padamu, kesalahanku
mmukul dan menendang kau itu selalu akan teringat olehku, biarpun tidur juga takkan nyenyak."
Tapi cukuplah kulatih ketiga jurus ini dengan lebih giat," ujar Yu Wi. "Bila cianpwe mengajar
lain kungfu baru padaku, mungkin sukar kupahami dengan baik, sampai waktunya nanti malah
tidak berguna, bukankah akan membikin malu Locianpwe malah" Kukira lain waktu saja boleh
kuminta belajar lagi kepada Locianpwe." .
Si kakek kelihatan kurang senang, ucapnya:
"Kau pandang enteng ilmu silatku bukan" Kau kira dengan tiga jurus yang kau pahami itu
sudah cukup bagimu" kungfu yang kuajarkan ini tidak perlu kau pelajari dengan masak benar,
cukup asalkan kau kuasai, jangankan membikin malu, kupercaya kau pasti akan berjaya."
Yu Wi tidak menyangka orang tua ini sedemikian suka menang, terpaksa ia menjawab dengan
tergagap, "Wanpwe akan berusaha belajar sebisanya,"
Giranglah Ji Pek-liong melihat anak muda itu sudah mau terima tawarannya, dengan tertawa ia
berkata "Akan kuajarkan semacam Ciang-hoat (ilmu pukulan telapak tangan) padamu. Ciang-hoat
ini bernama . . . . "
Seketika ia dihadapi suatu persoalan, Ciang-hoat apa yang harus diajarkan kepada anak muda
itu Padahal dirinya sudah terlanjur omong besar bilamana nanti Kungfu ajarannya tidak sehebat
ketiga jurus Kungfu Yok heng, bukankah akan memalukan diriku sendiri.
Setelah berpikir dan dipikir lagi, akhirnya terpaksa ia harus mengajarkan Ciang hoat yang
paling diandalkannya supaya bisa lebih lihay daripada ketiga jurus kungfu andalan Kan Yok-koan
itu. Begitulah dia tidak sayang lagi, segera ia menyambung ucapannya tadi, "Ciang-hoat ini
bernama Hian-hiau-sah cap ciang (tiga puluh jums ilmu pukulan ajaib)."
Mendengar nama ilmu pukulan itu, Yu Wi menjadi ragu, pikirnya, apanya yang ajaib"
Dalam pada itu dilihatnya si kakek sudah mulai bergerak, dengan cepat ia melayang kian
kemari seperti badan halus saja, ringan dan hampir sukar dilihat.
Cepat Yu Wi menghimpun segenap perhatiannya untuk mengikuti gerak tubuh si kakek,
sejenak kemudian, setelah si kakek selesai memainkan kunsunya itu dan berhenti, ternyata tiada
sesuatu yang dapat dipahaminya meski otak Yu Wi cukup encer.
"Aku tidak percaya kau dapat mengikuti permainanku barusan," ujar Ji Pek-liong dengan
tertawa. Hasrat belajar Yu Wi sangat kuat, ilmu pukulan ajaib ini sungguh belum pernah didengarnya
apalagi dilihatnya. Tentu saja ia sangat kagum, dengan hormat ia lantas memohon, "Mohon
cianpwe sudi memberi keterangan, Wanpwe siap mendengarkan dengan hormat."
"Pengetahuan ilmu pukulan mi sangat dalam, intinya terletak pada gerak langkahnya," tutur s
kakek, "Keajaiban ilmu pukulan ini adalah perubahan dari ajaran Ih-keng (kitab falsafah Iching!)..."
lalu ia pun memainkan sekali lagi ke 30 jurus pukulan ajaib itu sambil menguraikannya
dengan mulut, setelah memberi pelajaran teori dan praktek selami dua-tiga jam barulah intisari
ilmu pukulan itu selesai diuraikan.
Daya tangkap Yu Wi sangat kuat, menjelang fajar, ke 30 jurus pukulan ajaran Ji Pek-liong itu
sudah dapat diapalkannya.
Sementara itu fajar sudah hampir menyingsing Yu Wi tidak berani tinggal lebih lama lagi di
situ, ia harus cepat kembali ke Thian-ti-hu.
Sebelum pergi Ji Pek-liong berkata kepadanya dengan senang, "Hanya semalam saja sudah
sejauh ini latihanmu, sungguh tak terduga olehku, jika berlatih terus seperti ini, beberapa hari lagi
bila pihak Hek-po menyerbu tiba, tentu kau tidak perlu takut lagi kepada mereka."
Dengan cepat lima hari sudah lalu, setiap malam Yu Wi terus belajar Hian-biau-sah-cap-ciang
dengan si kakek, sampai hari kelima latihannya sudah sangat lancar, Gerak-geriknya juga tidak
menimbulkan curiga orang lain. Meski Congkoan Phoa Tiong-hi mengetahui setiap malam Yu Wi
pasti keluar, tapi ia pun tidak berani bertanya.
Hari itu dia pulang dari belakang gunung dan bergegas-gegas masuk tidur, selagi tidur dengan
nyenyak, mendadak He-si berlari masuk sambil berscru, "Kongcu! Kongcu!"
Cepat Yu Wi bangun dan berpakaian, ternyata He-si sudah berada di dalam kamamya.
Kuatir sang Kongcu akan marah, lebih dulu He-si memberi hormat.
Dengan kurang senang Yu Wi menegur, "Bukankah sudah kukatakan jangan sembarangan
masuk kemari bilamana aku sedang tidur."
Rupanya karena kejadian Pi-su tempo hari, dia merasa ngeri, maka ketiga pelayan lain dilarang
keras masuk kamarnya di waktu malam atau tatkala dia sedang tidur.
Tapi dengan tegang He-si lantas berkata, "Hamba ingin melapor sesuatu urusan penting!"
Melihat pelayan itu rada ketakutan, hati Yu Wi menjadi lunak, tanyanya dengan suara halus
"Ada" urusan apa, coba ceritakan."
He-si mengangkat kepalanya pelahan dan memandangi sang Kongcu yang ditakuti dan juga di
sayangi ini, dengan suara rada gemetar ia berkata:
"Lohujin..."
"Jangan takut bicara, aku kan tidak marah padamu," ujar Yu Wi dengan tertawa.
Setelah menenangkan hatinya, dengan perlahan He-si melanjutkan, "Lohujin menghendaki
Kongcu keluar menghadapi musuh."
"Apa katamu?" Yu Wi menegas dengan air muka rada berubah, "Menghadapi musuh"
Apakah... apakah musuh sudah datang?"
Selama beberapa hari ini setiap saat dia siap siaga menghadapi serbuan orang Hek-po, kini
mendadak didengarnya musuh sudah datang, hal ini membuatnya rada gugup.
Dengan sorot mata kasih sayang He-si menatap Yu Wi lekat-lekat, jawabnya kemudian, "Ya,
konon musuh dari Hek-po, Lohujin memerintahkan agar Kongcu sendiri keluar menghadapi
musuh..." Sedapatnya Yu Wi menahan rasa jerinya dan bertanya, "Ada berapa orang musuh yang
datang?" "Seperti belasan orang..." tutur He-si.
"Musuh berjumlah belasan orang dan cuma... cuma aku sendiri yang disuruh menghadapi
musuh?" Tidakkah ini . . . . ini . . . . " ucap Yu Wi dengan gelagapan.
Bila teringat ketika masili berada di Hek-po, di mana seorang Busu (pesilat) biasa saja ia tidak
mampu melawannya, sekarang ada belasan jago pihah Hek-po datang kemari, biarpun dirinya
telah mendapat!can ajaran ajaib, tapi kalau ia sendirian disuruh menghadapi musuh, jelas sangat
tipis harapan untuk kembali dengan hidup.
Mendadak He-si memberanikan diri dan berkata, "Lohiijin tidak mengizinkan orang lain
membantu Kongcu, biarlah hamba ikut . . . . ikut membantu Kongcu...."
Seketika Yu Wi tahu Kan-Iohujin memang sengaja hendak membunuh Inkong, sebab itulah
cuma dirinya yang disuruh menghadapi musuh. Seketika timbul semangat jantannya, ia pikir hidup
atau mati terserah kepada takdir, Dengan tertawa ia lantas berkata, "Apakah kau tidak takut akan
dihukum Lohujin?"
"Hamba tida . . . tidak takut," jawab He-si de ujian suara terputus-putus.
Mclihat wajah He-si yang pucat itu. Yu Wi pikir biasanya Kan-Iohujin pasti sangat bengis
terhadap kaum hambanya. Meski bilang tidak takut. sebenarnya He-si hanya berusaha membantu
dirinya dan rela mengorbankan jiwanya.
Tanpa terasa timbul juga rasa harunya, jawabnya kemudian, "Baiklah, kau ikut keluar
bersamaku. Asalkan hari ini aku tidak mati, selanjutnya pasti takkan kubiarkan kau bekerja
serendah ini."
Wajah He-si menampilkan senyuman yang terhibur, baginya cukup asalkan sang Kongcu
mengizinkan dia ikut pergi, kata2 Yu Wi yang terakhir itu hampir tak dipikirkannya.
Begitulah mereka lantas menuju ke pintu gerbang, Setiba diruangan besar, seorang pun tidak
kelihatan, jelas kawanan hamba Thian-ti-hu sudah sama menyingkir atas perintah Kan-lohujin.
Diam-diam Yu Wi mendongkol ia pikir cara Kan-lohujin hendak membikin celaka sang Inkong
bukankah terlalu menyolok"
Setiba di pintu gerbang, dari jauh didengarnya ada orang berteriak di luar sana, "Ayo keluar!
Jika tidak keluar, jangan menyesal jika kami main bakar!"
Saat itu, seorang kacung penjaga pintu saja tidak ada, terpaksa Yu Wi melangkah maju
hendak membuka pintu sendiri untuk keluar menghadapi musuh.
"Biarkan hamba membukakan pintu, Kongcu!" seru He-si tiba-tiba sambil berlari maju.
Melihat keadaannya, Yu Wi merasa Thian ti-hu yang besar dan megah ini seolah-olah tersisa
dirinya dan He-si saja berdua, teringat kepada kekejian Kan-lohujin, tanpa terasa ia menggeleng
dan menghela napas.
Pada saat itulah mendadak seorang menegurnya di belakang, "Toako, apa yang kau
sesalkan?"
Yu Wi kenal itulah suara Kan Hoay-soan, ia menjadi girang dan cepat berpaling, tanyanya,
"Untuk apa kau datang kesini?"
Melihat siocia datang, He-si urung membuka.
Dengan hampa Hoay-soan berkata, "Toako... aku..."
"Apakah kau ingin membantuku?" kata Yu Wi lengan tertawa.
Hoay-soan mengangguk, jawabnya, "Aku . . "
"Cukuplah asalkan Toako tahu kau memperhatikan diriku," sela Yu Wi sebelum si nona bicara
lebih lanjut "Kalau ibu sudah ada perintah, lebih baik janganlah kau melanggarnya, Lekas kau
pulang..."
Mendadak timbul keberanian Hoay-soan, ucapnya dengan tegas. "Tidak, aku ikut keluar
bersama Toako!"
Yu Wi merasa terhibur, ucapnya dengan tertawa, "Tadinya kukira cuma He-si saja yang
berkiblat padaku, sekarang ditambah kau lagi, Kukira cukup begini saja, jika kau ikut keluar, Toako
akan merasa tidak tenteram malah. lekas kaupulang biar..."
"Aku takkan membantu Toako, hanya ikut keluar untuk melihatkan boleh?" jawab Hoay-soan.
Terpaksa Yu Wi mengangguk, ia pikir apabila Lau Yok-ci yang memperhatikan dirinya secara
begini, sekalipun harus segera mati di tangan musuh juga rela.
Akau tetapi sampai saat ini Lau Yok-ci ternyata tidak kelihatan, Dengan rada kecewa Yu Wi
lantas berkata dengan kesal, "Buka pintu, He-si"
Perlahan He-si membuka daun pintu gerbang yang berat itu, maka tertampaklah di luar sana
sudah berdiri 12 orang yang berperawakan tinggi pendek tidak sama.
Tergetar hati Yu Wi melihat ke-12 orang ini.
Seorang di antararanya lantas menjengek. "Hm, baru sekarang keluar! Kukira setiap penghuni
Thian-ti-hu adalah kura-kura yang suka mengeluarkan kepalanya di dalam rumah."
"Kau maki siapa?" bentak He-si dengan gusar.
"Eh, jago Thian-ti-hu model kura-kura apakah tinggal satu saja, kenapa ikut ke luar anak
persmpuan?" seru orang itu sambil bergelak tawa.
Seorang yang berperawakan tinggi kurus di sebelah orang itu lantas mendesis, "He, Toako,
coba lihat siapa dia ini?"
Orang yang bicara tadi bertubuh pendek gemuk, kalau dibandingkan kedua orang jaugkung
yang kurus sebagai jerangkong di sebelahnya, maka tingginya selisih ada setengah badan,
malahan sembilan orang yang berdiri di belakangnya rata-rata juga lebih tinggi satu kepala.
Agaknya baru sekarang orang yang pendek gemuk itu memperhatikan Yu Wi, ia terkejut dan
menegur, "He, kau belum mampus!"
Yu Wi tahu yang dihadapinya sekarang adalah jago kelas satu dari Hek-po, jangankan ke
sembilan orang di bagian belakang yang disebut "Kiu-tay-coa ciang" atau sembilan panglima ular,
melulu ketiga iblis di depan ini sudah cukup membuatnya merinding, Tapi sedapatnya ia
tenangkan diri, tanpa bersuara ia menunggu perkembangan selanjutnya.
Segera He-si tertawa mengejek, "Kongcu kami sehat walafiat, jika kalian takut kepada Kongcu
kami tak perlu menyumpahi dia"!"
Kiranya orang yang pendek-gemuk setangah baya itu adalah "Thian-mo" Wi Un-gai, si iblis
langit yang terkenal sangat ganas di dunia Kangouw, Berdua Te-mo Na In wan dan Jin-mo Kwa
Kin long, ketiganya disebut Hek-po-sam-mo atau tiga iblis dari benteng hitam.
Seperti sudah diceritakan, Yu Wi telah dilukai oleh pedang tulang Te-mo dan Jin-mo, maka ia
yakin andaikan anak muda itu dapat ditolong orang di tengah jalan tentu juga takkan terhibur
daripada mati keracunan pedang mereka yang berbisa itu.
Siapa tahu Yu Wi ternyata tidak mati, bahkan telah berubah menjadi Kongcu dari Thian-ti-hu,
mereka menjadi heran apakah telah terjadi sesuatu yang luar biasa.
Begitulah Thian-mo Wi Un-gai menatap wajah Yu Wi tajam-tajam, sambil menyeringai
katanya, "Kongcu ini she apa?"
Biasanya Yu Wi paling takut terhadap Thian-mo, karena dipandang setajam itu, air mukanya
rada berubah. Maklumlah, sejak kecil ia tinggal di Hek-po dan sudah terbiasa dianiaya oleh Hek-po
sam-nio, Sekarang maka berhadapan muka dengan musuh, betapapun tabahnya tidak urung
terasa keder juga.
Dengan marah Kan Hoay-soan lantas mewakili menjawab, "Kakakku dengan sendirinya she
Kan!" Thian-mo bergelak tertawa, "Aha, barangkali bocah she Yu ini telah dipungut menjadi menantu
Thian ti-hu dan telah menjadi suamimu maka berubah she Kan!"
Muka Hoay-soan menjadi merah, damperatnya sambil menuding Thian-mo, "Kau... kau bilang
apa?" He-si terus angkat pedangnya dan ikut mendamperat, "Ngaco belo!- siocia kami masih gadis
suci, darimana bisa mempunyai suami!"
Thian-mo Wi Un-gai tambah senang, ia sengaja berseloroh pula, "Hah, kebetulan kalau belum
punya suami, kan bisa main pat-gulipat dengan kakak palsunya ini...."
Dari malu Hoay-soan menjadi gusar, mendadak ia melompat maju, tangannya menampar ke
kanan dan ke kiri.
Thian-mo Wi Un-gai terkejut, beruntun ia berkelit dua-tiga kali sehingga terhindar dari
serangan si nona.
Teringat kepada sakit hati sendiri, mendadak timbuI ketabahan Yu Wi, teriaknya, "Kembalilah
moay-moay!"
Dengan gusar Hoay-soan memutar balik, ucapnya, "Hajar adat kepada mereka, Koko (kakak),
biar mereka tahu rasa dan tidak berani lagi menghina urang.?"
Perlahan Yu Wi melangkah maju, sampai di samping Hoay-soan, dengan suara tertahan ia kata
kepadanya, "Kau mundur saja ke belakang. Toako sudah ada perhitungan sendiri."
"Huh, alangkah mesranya!" kembali Tinan-mo berolok-olok..
Kini hati Yu Wi sudah mantap dan ttidak takut lagi, meski menghadadi kawanan musuh yang
kuat dianggapnya sepele saja, segera ia berlagak congkak dan mendengus. "Apakah kalian ini
datang dari Hek-po?"
"Yu Wi," mendadak Te-mo Na In-wan membentak, "melihat kami, tidak lekas kau berlutut dan
menyembah?"
Teringat kepada Inkong, Yu Wi pikir, penyamarannya sekali-sekali tidak boleh sampai
ketahuan, maka dengan angkuh ia menjawab, "Siapa Yu Wi yang kau maksudkan?"
Sam-mo menjadi melenggong. padahal waktu tinggal di Hek-po, biasanya Yu Wi sangat takut
kepada mereka bertiga, sekarang sikapnya ternyata tenang dan tidak gentar sedikit pun, janganjangan
dia memang betul Kan-kongcu adanya".
Thian-mo tidak berani lagi gegabah, ia tahu kelihayan Thian-ti-hu, diam-diam ia tambah
waspada tanyanya kemudian, "Siapakah nama Kongcu..."
Yu Wi menirukan lagak Kan Ciau-bu yang sombong itu, jawabnya ketus, "Hm. masa kalian
berhak tanya namaku?"
Jin-mo Kwa Kin liong tidak tahan rasa dongkolnya, segera ia berteriak, "Bocah she Yu, jangan
kau berlagak dungu lagi!"
Yu Wi sengaja berkerut kening dan mendengus, "Hm, kabarnya ada suatu komplotan orang
Kangouw hendak mengacau ke sini, menurut ibu, katanya kawanan orang Kangouw ini hanya
segerombolan tikus yang tidak ada artinya, cukup kusendiri yang menghadapinya. Tadinya kukira
masih perlu mengeluarkan sedikit tenaga, siapa tahu yang kuhadapi adalah segerombolan orang
gila yang suka gembar gembor melulu, tahu begini mestinya tidak perlu kukeluar sendiri"
Meski ucapan Yu, Wi cukup pedas dan penuh sindiran, namun Thian mo Wi Un gai tidak berani
marah, ia tambah yakin lawan adalah Toakongcu keluarga Kan, maka ia tambah prihatin dan
waswas, tanyanya kemudian, "Apakah Anda ini Toakongcu Kan Ciau-bu?"
Yu Wi hanya mendengus saja, melirik pun tidak.
Wi Un-gai pernah mendengar bahwa Kan toakongcu berwatak sombong, tapi memiliki Kungfu
maha sakti, demi keselamatan orang banyak, paksa ia berkata pula dengan tertawa, "Hek po kami
ada seorang bocah pesuruh yang berwajah serupa Kongcu, karena baru kenal sehingga terjadi
salah paham, diharap Kongcu sudi memaafkan"
"Hm, di hadapan Kongcu kenapa kalian tidak lekas berlutut dan menyembah"!" jengek Yu Wi
pula.Tadi Te-mo Na In-wan yang membentak dan menyuruh Yu Wi berlutut dan menyembah
kepada mereka, sekarang kata berjawab, gayung bersambut, dengan cara yang sama Yu Wi juga
menyuruh mereka berlutut dan menyembah, keruan Sam-mo menjadi sangsi apakah benar anak
muda ini ialah Yu Wi" Terpaksa ia menjawab dengan ketus juga, "Siapa yang berani menyuruh
kami berlutut?"
Kuatir urusan berubah menjadi runyam dan akan terjadi pertarungan sehingga merusak
rencana semula, cepat Thian-mo mengomeli saudaranya dengan suara pelahan, "Ji-te, jangan
banyak omongan - Lalu ia berpaling kepada Yu Wi, katanya dengan cengar cengir, "Pocu kami
mengirim kami kemari untuk meminta kembali barang miliknya yang hilang dan tiada maksud
tujuan lain. Bilamana tadi kami bersikap agak kasar, mohon kebijaksanaan Kongcu dan sudi
memaafkan."
Melihat nada dan sikap orang telah berubah sama sekali daripada memandangnya sebagai Yu
Wi padahal Thian-mo ini tidak cuma ilmu silatnya tinggi, tipu akalnya juga banyak, berbeda
daripada Te-mo dan Jin-mo yang cuma perkasa tapi berotak kosong, Maka jawabnya dengan
ketus, "Thian-ti-hu turun temurun dikenal sebagai keluarga berjaya, mustahil barang milik Hek-po
kalian bisa berada pada kami, sungguh aneh dan menggelikan."
Tujuan Wi un-gai adalah mengajak omong Kan-toakongcu agar dia terlena sehingga rencana
mereka dapat berlangsung dengan baik, maka ia berkata pula dengan tertawa, "Barang Pocu yang
hilang itu tak terukur nilainya, dahulu diambil oleh ayahmu di tempat kami ketika ayahmu belum
menjabat Perdana Menteri Tatkala mana Kongcu belum lahir, dengan sendirinya tidak tahu."
Ucapannya itu seolah-olah menyindir usia Yu Wi yang masih hijau dan kurang pengalaman.
Suda tentu Yu Wi dapat merasakannya. Segera ia menjawab dengan tertawa angkuh. "Huh, jika
benar almarhum ayahku mengambil barang kalian, mengapa tidak sejak dahulu kalian datang
meminta kembali dan menunggu sampai sekarang?"
"Hal ini . . . ini . . . ." Thian-mo menjadi gelagapan dan sampai sekian lama tetap tak bisa
memberi alasannya.
Maklumlah, biarpun Hek-po atau benteng hitam juga sangat terkenal di dunia Kangouw, tapi
kalau dibandingkan Thian-ti-hu ketika mendiang ayah Kan Ciau-bu masih hidup, yaitu Kan Jun-ki,
maka nama dan pengaruhnya boleh dikatakan berbeda sangat jauh, mana pihak Hek-po berani
sembarangan menyatroninya
Dengan sendiriaya Thian-mo tidak berani mengemukakan alasannya itu.


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka Yu Wi lantas menjengek lagi, Tanpa kau jawab iuga kutahu bahwa waktu itu tidak
mungkin kalian berani main gila terhadap Thian-ti-hu."
Watak Te mo Na ln-wan paling berangasan dengan gusar ia lantas berteriak, "Waktu itu tidak
berani, sekarang kami kan sudah datang"!"
Jin-mo Kwa Kin-long lantas menyambung, "Sekarang sudah kami ketahui bahwa Thian-ti hu
tidak mempunyai isi apa-apa, seorang pandai saja tidak ada."
Ucapannya ini penuh berbau mesiu, biarpun Yu Wi bukan Toakongcu asli Thian-ti-hu jugj
merasa gusar. Melihat gelagat kurang enak, cepat Wi Un-gai menyambung lagi, "Menurut Pocu, katanya
Thian-ti-hu menduduki tempat pimpinan di dunia persilatan dengan sendirinya Hek-po tidak berani
sembarangan datang ke sini. Kedatangan kami sekarang juga tidak ingin memusuhi Thian-ti-hu,
kami hanva ingin minta dikembalikannya barang kami."
"Hm, biarpun Thian-ti-hu tidak ada orang pandai juga tidak memandang Hek-po dengan
sebelah mata," jengek Yu Wi.
"Tentu saja, tentu saja!?" Wi Un gai tetap menanggapi dengan tertawa, "Memangnya siapa
yang :tidak tahu setiap penghuni Thian-ti-hu, biarpun anak kecil juga mahir ilmu sakti. Jite dan
Samte tidak mengerti dan sembarangan omong, harap Kongcu memaafkan."
Sama sekali Yu Wi tidak menyangka Thian-uio masih tetap mengalah dan merendah diri cara
begitu, tapi ia tetap berlagak angkuh dan tidak senang, katanya, "Coba katakan Thian ti-hu pernah
mengambil barang apa milik Hek-po?"
"Bendaitu tak terukur nilainya," ucap Wi Un-gai dengan lagak misterius.
Kini Yu Wi seakan-akan anggap dirinya adalah Kan Ciau-bu asli, sedikit pun tidak gentar lagi
menghadapi musuh, dengan suara keras ia berkata: "Betapapun tinggi nilainya sesuatu barang
juga tidak sudi kami mengambilnya."
"Akan tetapi benda ini lain daripada yang lain...."
Melihat cara bicara Wi Un-gai itu penuh misterius, seperti mau menerangkan, tapi sengaja jual
mahal, diam-diam Yu Wi merasa muak, dengan gusar ia berkata, "Coba kausebut namanya, bila
benar barang Hek-po berada pada kami tentu akan kami kembalikan dengan segera."
"Apa betul" . . . . " masih juga Wi Un-gai ui-cara dengan ragu-ragu.
Saat itulah tiba-tiba dari dalam Thian-ti-hu terdengar suara suitan melengking, Tahulah Wi Un
gai kawannya sudah menyusup ke dalam Thian-ti-hu dan sudah saatnya untuk melancarkan
serangan, maka ia tidak mau mengulur waktu lagi, seketika air mukanya berubah beringas,
teriaknya dengan terbahak, "Hahaha. biarlah kujelaskan benda apa itu, ialah pusaka Thian-ti-hu"!
"Pusaka apa maksudmu?" tanya Yu Wi dengan terperanjat.
"Haha, siapa yang tidak tahu di Thian-ti-hu ini tersimpan benda pusaka tak terhitung
banyaknya dan takkan habis dikuras, lebih-lebih mengenai kitab pusaka ilmu silat," teriak Wi Ungai
dengan tertawa.
Mendadak terdengar Kan Hoay-soan berseru kuatir, "He, Toako, mereka telah menyerbu ke
dalam rumah, lekas kita kembali ke sana untuk membantu!"
Waktu Yu Wi berpaling, terlihatlah Thian ti-hu hampir tertutup oleh asap tebal yang bergulunggulung,
jelas pihak Hek-po telah main bakar. Baru saja ia hendak bergerak, serentak Hek-po-sammo
dan Kiu-tay-coa-ciang sudah mengepungnya di tengah.
"Hahaha, sudah lama kudengar ilmu silat Kan toakongcu maha tinggi, sekarang biarlah kami
belajar kenal dengan kau!" seru Thian-mo dengan tertawa.
Rada gugup juga Yu Wi karena dikepung oleh 12 jago kelas tinggi Hek-po. seketika ia tidak
tahi ia arah mana harus menerjang terpaksa ia berseru: "Moaymoay, He-si, lekas kalian menerjang
pulang untuk membantu, tinggalkan aku menghadapi mereka di sini."
"Hm. masa begitu mudah." ujar Wi Ui-gai dengan tertawa, "Kalau Hek-po sudah berani
datang, maka yang datang ini tentu bukanlah kaum lemah. Betapapun kuatnya Thian-ti-hu juga
bukan tandingan kekuatan Hek-po yang sudah dipersiapkan selama sepuluh tahun ini, Lekas
serahkan nyawa saja!"
Serentak Sam-mo melolos pedang mereka yang terbuat dari tulang putih.
Melihat senjata musuh, teringat oleh Yu Wi apabila tidak ditolong Inkong tentu dirinya sudah
mati di bawah pedang keji ini, seketika timbul rasa dendam dan bencinya. Dengan mengepal
tangan melabrak musuh dengan tiga jurus pukulan sakti ajaran Inkong.
"Kan kongcu yang hebat, berani melawan kami dengan bertangan kosong, mungkin sudah
bosan hidup!" ejek Thian-mo.
Yu Wi menguatirkan Hoay-soan dan He-si, dipandangnya mereka dan berseru, "Lekas kalian
pergi" "Kalau toako sudah mengalahkan mereka barulah kami akan pergi," kata Hoay-soan.
"Ya, mereka pasti bukan tandingan Kongcu." tukas He-si. .
Diam-diam Yu Wi mengeluh, ia pikir jika pertarungannya nanti kurang baik tentu jiwa akan
melayang, sungguh kalau bisa ia ingin kabur saja daripada mendapat malu di depan mereka, Tapi
saat panah sudah terpasang dibusurnya dan telah dipentang, terpaksa harus dilepaskan ia pikir
harus mendahului membikin keder musuh, maka cepat ia menyerang Thian-mo.
Tanpa gentar Thian-mo memapak serangannya sambil berseru. "Hari ini boleh kau belajar
kenal dengan kelihayan barisan ajaib Sam-say-coat-tin kami"
Serangan Yu Wi ternyata tidak mengenai sasarannya, tahu-tahu Thian-rno sudah menyelinap
lewat di sebelahnya, Menyusul Te-mo dan Jin-mo juga menubruk tiba dari kedua sisi, Pek kut-kiam
atau pedang tulang putih mereka terus menusuk iganya,
Hakikatnya Yu Wi bukan tandingan Sam-mo, sekarang Sam-mo malah mengerubutnya, bahkan
dengan menggunakan barisan yang disebut Sam-cay-coat tin.
Namun Yu Wi menjadi nekat ia pasrah nasib dan cepat mengeluarkan jurus pertama ajaran
Kan Ciau-bu, yaitu Keng-to -pok- gan atau gelombang raksasa mendampar pantai.
Sekali tubuh berputar. seketika tusukan pedang Te-mo dan Jin-mo mengenai tempat kosong,
Menyusul Thian-mo telah menusuknya juga dan belakang, lalu Te mo dan Jin-mo juga
melancarkan serangan lagi.
Serangan mereka hampir dilakukan bersama sebelum Yu Wi memutar tubuhnya, sekaligus
kedua telapak tangannya sudah menghantam belasan kali ke empat penjuru. Selagi ketiga pedang
lawan akan mengenai tubuhnya, lebih dulu batang pedang sudah dipukulnya beberapa kali.
Sam-mo merasakan pukulan anak muda itu satu jurus lebih kuat daripada jurus yang lain,
hanya sekejap saja setiap batang pedang tulang putih itu telah dipukul lima kali, arah tusukan
pedang mereka menjadi menceng, bahkan pedang hampir terlepas dari pegangan.
Saking terkejut, diam-diam mereka membatin. "Di dunia ini ternyata ada ilmu pukulan secepat
ini, hanya sekejap saja dapat melancarkan pukulan sekerap ini."
Mereka tidak tahu bahwa meski belasan kali Yu Wi memukul tapi yang digunakannya cuma
satu jurus, selesai jurus pertama itu, juius kedua "To-thian-ki-iong" atau ombak raksasa menjulang
ke langit, segera dilontarkan pula.
Sam-mo tidak berani gegabah, mereka melayani serangan itu dengan sepenuh tenaga, Mereka
terus berlari mengitari Yu Wi, sesuai dengan langkah barisan pedang mereka, berulang-u!ang
mereka pun menusuk.
Tapi Yu Wi tidak menghiraukan dari arah mana lawan menyerangnya, kedua telapak
tangannya tetap memukul ke depan bagai damparan ombak samudera.
Yang dilihat Sam-mo hanya bayangan telapak tangan yang menyambar tiba bergulung-gulung,
di mana beradanya Yu Wi tidak kelihatan, maka barisan pedang mereka yang lihay itu menjadi
sukar menyerang, sebaliknya mereka malah terdesak mundur oleh angin pukulan dahsyat.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, cepat Thian-mo berteriak, "Sam-cay ditambah Kiu-gi,
hidup abadi?"
Mendengar teriakannya, serentak Kiu-tay-coa cian-po kesembilan orang kawannya yang
mengurung di lapisan luar seketika bergerak juga, seperti sembilan ekor ular yang licin, mereka
terus menerobos kian kemari di tengah barisan pedang Sam-cay-kiam.
Dalam pada itu Kan Hoay-soan dan He-si juga sudah terkurung di tengah, Namun kesembilan
orang itu belum lagi menyerangnya, sejak tadi Hoay soan dan He-si hanya mengikuti pertarungan
Yu Wi dan merasa yakin sang Toako pasti dapat membobol kepungan musuh.
Tapi begitu Kiu-gi-tin atau barisan sembilan gaib ikut menerjang, seketika terjadilah perubahan
yang ruwet, Yu Wi merasa sekitarnya hanya bayangan orang belaka yang menyerangnya, mautak-
mau ia menjadi keder.
Tidak ada kesempatan berpikir lagi baginya, segera jurus kedua tadi disusul dengan jurus
ketiga "Hay-long-pay-khong", gelombang raksasa mendampar ke udara, ia memukul setiap lawan
yang berani mendekat.
Jurus ketiga ini ternyata sangat lihay, betapa pun ruwet perubahan gabungan Kiu-gi-tin dan
Sam-cay-tin musuh tetap tidak mampu menghindari jurus serangan Yu Wi ini, enam di antara
kesembi lari orang itu telah terkena pukulannya.
Namun tenaga Yu Wi terbatas, meski ilmu pukulannya sangat bagus, tapi daya tekanannya
banyak berkurang oleh karena terkurung oleh jumlah musuh yang lebih banyak, pukulan yang
mengenai lawan itu hanya menimbulkan rasa sakit saja ke pada sasarannya dan tidak
membuatnya terluka.
Sam-mo dapat melihat kelemahan tenaga Yu Wi ini, mereka tidak gentar lagi kepada
pukulannya, serentak mereka bergerak lebih cepat, Yu Wi terkepung semakin rapat.
Terpaksa Yu Wi melancarkan serangan ketiga jurus andalannya itu secara berulang, meski
tidak sedikit lawan terkena pukulannya, tapi lantaran tenaga pukulannya kurang kuat, sukar
baginya untuk menghancurkan barisan lawan, Dilihatnya garis kepungan. musuh yang terbentuk
dari 12 orang itu makin lama makin ciut, .
Berkat ketiga jurus pukulannya yang hebat, Yu Wi tidak sampai tertusuk oleh pedang tulang
Sam-roo, tapi karena garis kepungan bertambah ciut, keadaanya menjadi berbahaya, setiap saat
adn kemungkinan dia akan tertusuk pedang musuh.
Melihat keadaan sang Toako, Hoay-soan menjadi kuatir, ia pun heran Toako yang sangat
tinggi ilmu silatnya itu mengapa hanya memainkan ke tiga jurus serangan melulu dan tidak
mengeluarkan tipu serangan lain yang lebih lihay, apakah Toako sudah melupakan semua
kungfunya"
Yu Wi menjadi gugup setelah ketiga jurus andalannya itu tidak membawa hasil apa-apa,
padahal kepandaiannya sendiri hanya semacam ilmu pukulan yang dipelajarinya ketika tinggal di
Hek-po dahulu, ilmu pukulan ini sangat umum, hanya suatu terlatih dengan sangat apal di luar
kepala, setiap saat dapat digunakan.
KebetuIan Yu Wi baru selesai memainkan lagi ketiga jurusnya, Sam-mo menjadi apal juga
melihat yang dimainkan anak muda itu hanya ke tiga jurus itu melulu, mereka tahu gerakan
berikutnya akan mulai lagi dari jurus yang pertama, pada kesempatan ini ketiga pedang mereka
terus menusuk ke arah yang sudah mereka perhitungkan
Maklumlah, ketiga jurus ajaran Kan Ciau-bu itu sebenarnya bukan suatu rangkaian ilmu
pukulan, tapi kini dimainkan Yu Wi secara sambung menyambung, dengan sendirinya terdapat
banyak lubang kelemahanmu. Ciri kelemahan ini telah dilihat oleh Sam-mo, segera mereka
menyerbu dengan lebih gencar, seketika Yu Wi terdesak dan teran cam bahaya.
Dapatlah Yu Wi menghalau kawanan penyatron dari Hek-po dan apakah penyamarannya akan
terbongkar"
Muslihat apa dibalik pertentangan antara Kan Ciau-bu dengan ibu tirinya"
Apa pula peranan Ji Pek-liong, si kakek bermuka kelimis dalam persoalan rumah
tangga Thian-ti-hu itu"
- Bacalah jilid ke-3
Jilid ke - 3 Pada detik yang paling gawat itu, untuk menyelamatkan diri, otomatis Yu Wi mengeluarkan
gerakan yang paling dipahaminya, mendadak ia meloncat ke atas dan kebetulan dapat
menghindarkan serangan Sam-mo yang ketat itu.
Sebaliknya Sam-mo sudah memperhitungkan bila Yu Wi mengeluarkan lagi jurus pertama
Keng-to-pok-an, maka anak muda itu pasti akan tertusuk pedang mereka, Siapa tahu pada detik
paling berbahaya itu secara naluri Yu Wi mengeluarkan kepandaian asalnya yang di luar dugaan
Sam-mo. Jurus yang sangat umum ini tentu saja dikenal oleh Sam-mo, seketika Te-mo berhenti
menyerang kan berseru, "He, itulah gaya "Bi-siang-ciang" dari Hek-po kita,"
Setelah turun lagi ke bawah dan ketiga lawan tidak menyerang lagi, tiba-tiba Yu Wi
mendengar seruan Te-mo itu, diam-diam ia terkejut dan mengeluh bisa celaka.
Karena Sam-mo berhenti menyerang. Kiu-gi-tin seketika juga berhenti, ke sembilan orang
berdiri mengelilingi mereka sehingga mengepung mereka di tengah, apabila Yu Wi bergerak,
serentak barisan akan bekerja lagi dan mendesak maju,
Thian-mo bergelak tertawa, teriaknya, "Haha ha, tak tersangka Thian-ti-hu yang termashur
dan konon penuh tersimpan kitab pusaka macam apa pun, siapa tahu pada detik yang berbahaya
Kan-toakongcu kita tidak mengeluarkan tipu serangan penyelamat yang paling bagus," tapi malah
mengeluarkan gerakan Bu siang-ciang dari Hek po kami, sungguh hal ini menimbulkan tanda
tanya besar!"
"Kuingat benar si bocah Yu Wi yang lolos di bawah pedang kita itupun apal ilmu pukulan Busiang-
ciang ini," kata Jin-mo Kwa Kin-long,
Segera Thian-mo Wi Un-gai terkekeh kekek, tanyanya, "Hehe, jangan jangan anda ini Kantoakongcu
palsu?" Air muka Yu Wi berubah, ia pikir lawan tidak boleh diberi kesempatan meraba-raba asal
usulnya segera ia melancarkan serangan pula:
"Hehe, tampaknya selama di Thian ti-hu kau telah berhasil mencuri belajar tiga jurus?" Thianmo
sengaja menyindir.
Kini Jin-mo dan Te-mo tidak pandang sebelah mata lagi terhadap Yu Wi, mereka diam saja
meski diserang, mereka sengaja menunggu sesudah anak muda itu mendekat, lalu akan balas
menyerang supaya Yu Wi menjadi kelabakan.
Betapapun ketiga jurus serangan Yu Wi sudah apal bagi mereka, mereka mengira bila anak
muda itu menyerang lagi tentu dapat ditangkis dengan mudah.
"Masa kau berani mengantarkan kematian pula..." belum habis Te-mo menjengek, mendadak
terdengar suara "plak plak-plak" tiga kali, pipi Sam-mo masing-masing telah kena digampar satu
kali. Thian-mo meraba pipinya yang terpukul itu sehingga lupa balas menyerang, serunya dengan
terkejut, "ilmu pukulan macam apa ini?"
Yu Wi sendiri tidak menduga ke 30 jurus pukulan ajaib ajaran si kakek Ji Pek-liong itu bisa
sedemikian lihaynya, sekali menyerang lantas kelihatan hasilnya, saking heran ia sendiri pun
melenggong sehingga lupa melancarkan serangan lain.
Rupanya Sam-mo terkesiap juga oleh serangan aneh itu. Hendaklah maklum bahwa kungfu
mereka bertiga sudah tergolong jelas satu di dunia Kang-ouw, sekarang masing-masing kena
digempur sama kali oleh anak muda yang masih hijau pelonco begitu tanpa bisa menangkis, kalau
kejadian ini tersiar, jelas mereka akan kehilangan muka, seketika Jim-mo Kwa Kim-liong menjadi
ragu, ucapnya dengan tergagap, "Toako, dia... dia bukan . . . . bukan bocah she Yu."
Sam-mo percaya Yu Wi tidak nanti memiliki kungfu setinggi ini, seketika mereka tidak berani
lagi menuduh anak muda di depan mereka ini sebagai Kan kongcu samaran Yu Wi.
Kan Heay-soan juga rada sangsi ketika Sam-mo menuduh Yu Wi sebagai Kan-kongcu palsu,
tapi sekarang dilihatnya sang Toako mengeluarkan pula sejurus serangan aneh yang membikin
bingung Sam-mo, namun Hoay-soan sendiri dapat mengenal gaya ilmu pukulan itu.
Kalau tadi ia merasa sangsi, sekarang rasa sangsi itu tambah besar. Sebab jurus serangan Yu
Wi itu intinya sama sekali tidak sama dengan kungfu Thian-ti-hu, jurus serangan seorang boleh
berbeda tapi gayanya tidak dapat berubah. Yu Wi sendiri tidak pernah belajar kungfu Thian-ti-hu,
maka begitu mengeluarkan serangan aneh itu, seketika dapat diketahui oleh Kan Hoay-soan.
Apalagi kalau teringat olehnya perangai sang toako memang berbeda daripada dahulu, diamdiam
ia berpikir, "Jika Toako ini adalah samaran orang lain, lalu ke mana perginya Toakoku yang
tulen itu!?"
Dalam pada itu di Thian-ti-hu sudah terjadi pertarungan sengit, terdengar suara hiruk-pikuk
dan jerit ngeri timbul di sana-sini disertai asap tebal di tengah api yang menjilat-jilat.
Melihat keadaan tidak boleh tertunda lagi, bila ayal tentu Thian-ti-hu sukar bobol lagi, untuk itu
mereka masih harus bertanggung-jawab terhadap sang Pocu, maka serentak Sam-mo berteriak
dan mengerahkan barisan mereka, kembali mereka melancarkan serangan dahsyat terhadap Yu
Wi. Yu Wi sendiripun tambah kepercayaan kepada kemampuannya sendiri setelah serangannya
berhasil tadi, segera ia layani ke-12 musuh dengan 30 pukulan ajaib ajaran Ji Pek-liong, setiap
serangan musuh dapat dipatahkannya dengan manis, setiap gerakannya selalu mencapai
sasarannya dengan tepat.
Karena ke sembilan begundal Sam-mo harus ikut menyerang Yu Wi dengan sepenuh tenaga,
mereka tidak sempat memikirkan lagi Kan Hoay-soan dan He-si. kesempatan mana segera
digunakan Hoay-soan dan Hesi untuk menerobos keluar dari kepungan musuh.
He-si merasa kuatir melihat Yu Wi sendirian harus melawan kerubutan 12 musuh yang
tangguh, katanya, "Siocia, marilah kita ikut serbu untuk membantu Kongcu."
Hoay-soan menggeleng perlahan, ia tahu kakak yang masih menjadi persoalan ini seketika
takkan kalah, justeru keadaan di rumah sana yang harus dipikirkan Maka ia lantas mengajak He-si
untuk pulang ke Thian-ti-hu saja.
Tapi baru saja ia hendak melangkah ke sana, sekonyong-konyong dari dalam rumah sana
menerjang keluar seorang lelaki kekar berbaju hitam dan berkedok kain hitam pula, dengan cepat
ia menerjang ke tengah barisan Sam-mo, lalu dia menghantam dan menendang Yu Wi dengan
cepat. Semula Sam-mo mengira orang yang datang dari Thian-ti-hu pasti akan membantu Yu Wi,
siapa tahu justeru pihak mereka yang dibantu, Meski tidak tahu siapa gerangannya, namun ia pun
tidak sempat bertanya, segera mereka pun menyerang dengan lebih gencar.
Tadinya Yu Wi sudah rada di atas angin, tapi begitu lelaki berbaju hitam itu ikut terjun dalam
pertempuran hanya beberapa gebrakan saja Yu Wi lantas kewalahan, Diam-diam ia terkejut, ia
heran siapakah orang berkedok yang lihay ini, tampaknya kungfunya terlebih tinggi daripada Sammo
Yu Wi belum apal sekali meyakinkan 30 jurus pukulan ajaib itu, maka belum dapat
melancarkan daya serangnya yang hebat, lama-lama ia menjadi payah, sedikit meleng bisa jadi
jiwa akan melayang,
Setelah mengikuti dua-tiga jurus serangan lelaki berkedok itu, Hoay-soan jadi lupa pulang ke
Thian-ti-hu, dia mengikuti gerak-gerik orang itu dengan seksama, makin dipandang makin heran.
Mendadak dilihatnya orang berkedok itu melancarkan suatu pukulan maut, saat itu Yu Wi
sedang menghadapi serangan dari empat penjuru, tampaknya dia pasti tidak dapat
menghindarkan pukulan maut itu,
"Jangan, Toako!" teriak Hoay-soan mendadak.
"Siapa yang dipanggilnya Toako?" demikian Yu Wi merasa heran.
Belum lagi timbul pikirannya yang lain, sekonyong-konyong dada terasa seperti dihantam
martil, ia tidak tahan dan tumpah darah, hilanglah ingatannya, rasa-rasanya pedang tulang putih
Sam-mo terus menusuk juga ke arahnya,
Karena tidak dapat menghindar diam-diam ia mengeluh, "Mati aku!" - Lalu ia pun jatuh
pingsan. -ooOoo- -ooOoo-


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu siuman kembali, dilihatnya sekelilingnya gelap gulita.
"Barangkali aku sudah mati" demikian ia bergumam sendiri.
Tapi suara dingin seorang tiba-tiba bergema di tepi telinganya, "Tidak! kau belum mati!"
Serentak Yu Wi bangkit berduduk dan berteriak, "He, siapa kau?"
Suara dingin itu berkata pula, "Masa suaraku tidak kau kenal lagi?"
"Hah, engkau Ji-locianpwe!" seru Pwe-giok.
"Meng... mengapa engkau pun berada di sini?"
"Mengapa aku tidak boleh berada di sini?" demikian jawab suara itu.
"O, entah mengapa... mengapa Locianpwe meninggal dunia?" tanya Yu Wi dengan berduka.
"Ngaco-belo!" omel suara itu dengan tertawa, "Aku Ji Pek-liong hidup segar-bugar, bilakah
kumati"!"
Cepat Yu Wi mengetik batu api, setelah api menyala, benarlah dilihatnya si kakek aneh Ji Pekliong
berdiri tegap di depannya.
Ia coba menggigit ujung lidah dan terasa sakit serunya dengan girang, "Hah, Locianpwe,
kiranya Wanpwe belum mati!"
Ji Pek-liong tertawa geli, katanya, "Jika kau tidak istirahat sebaik baiknya, meski tidak mati
juga bisa jadi akan cacat selama hidup,"
Baru sekarang Yu Wi merasa tenggorokannya memang rada anyir, bila tidak berbaring
mungkin akan tumpah darah lagi, ia tahu pukulan orang berkedok itu cukup keras sehingga
membuatnya terluka parah, cepat ia merebahkan diri pula, ia pandang sekelilingnya, semuanya
batu pualam putih, seperti di dalam sebuah gua, tempat tidurnya juga pualam putih, tapi
berbentuk peti mati. ia terkejut, "Hah, apakah aku berada dalam pemakaman raksasa keluarga
Kan?" Maka bergolaklah pikirannya, terbayang olehnya cara bagaimana Ji-locianpwe ini keluar dari
daerah terlarang Thian-ti-hu ini untuk menolongnya, dan siapakah gerangan orang berkedok itu"
Bagaimana pula keadaan Thian-ti-hu sekarang" Apakah sudah bobol diserbu pihak Hek-po dan
pusaka simpanannya telah dikuras seluruhnya oleh musuh"
Selagi melamun, tiba-tiba ji Pek-liong berkata padanya, "Jangan berpikir yang bukan-bukan,
awas!" Segera ia merasa berbagai Hiat-to di tubuhnya telah ditutuk oleh Ji Pek-liong, setiap kali
tertutup arus hawa hangat lantas tersalur masuk melalui Hiat-to yang bersangkutan, ia tahu orang
tua itu sedang melakukan penyembuhan kepadanya, Diam-diam ia pun mengerahkan tenaga
dalam untuk mengiringi tenaga tutukan si kakek sehingga hawa hangat merata di seluruh
tubuhnya. Selesai menutuk berbagai Hiat-to penting, sambil mengusap keringatnya Ji Pek-liong berkata
dengan tertawa, "Lwekangmu ternyata lumayan juga!"
Timbul rasa terima kasih Yu Wi, dengan hormat ia menutur, "Sejak kecil Wanpwe sudah
mendapat ajaran teori Lwekang tinggalan almarhum ayahku."
"O, siapakah nama ayahmu..."
"Ayah bernama..." belum lanjut ucapan Yu Wi, mendadak rasa mengantuk menerjang
benaknya. "Sudahlah tidur saja dulu, jangan bicara lagi..." kata Ji Pek-liong pelahan.
Tidur Yu Wi ini berlangsung hingga sehari semalam, sesudah mendusin, semangatnya terali
sangat segar, Dilihatnya di sisi kiri ada cahaya terang, ia lantas turun dari peti mati itu dan menuju
ke sana. Setelah melalui sebuah lorong bawah tanah yang sempit, membelok satu kali, lalu terlihat
sebuah pintu batu yang tinggi setengah tertutup, sesatnya ia dorong daun pintu. Kemudian
dilihatnya di atas pintu batu itu tertulis "Makam keturunan sedarah keluarga Kan".
Segera Yu Wi tahu pintu batu raksasa ini adalah batu nisan yang terletak di tengah-tengah
makam itu. Perlahan ia melangkah keluar, terlihat keadaan di sekitar situ masih tetap serupa apa
yang dilihatnya tempo hari, Si kakek Ji Pek-liong tampak duduk tenang di atas tanah rumput, ia
mendekati si kakek dan menyapa dengan pelahan, "Locianpwe!"
Si kakek terjaga bangun, jawabnya dengan tertawa, "Sudah sehat?"
Yu Wi merasa si kakek telah jauh lebih tua daripada waktu pertama kali dia melihatnya.
padahal kejadian itu baru beberapa hari yang lalu, hanya dalam waktu sesingkat ini mengapa si
kakek sudah bertambah setua ini"
Karena tidak tahu apa sebabnya, seketika Yu Wi berdiri kesima dan lupa menjawab,
Si kakek menggeliat, katanya dengan menghela napas, "Ai, makin tua, tidak berguna lagi
Karena menyembuhkan lukamu, seharian terasa penat sekali."
Baru sekarang Yu Wi paham duduknya perkara. Rupanya karena terlalu banyak mengeluarkan
tenaga murninya untuk menyembuhkan lukanya, maka kakek itu mendadak bertambah banyak
lebih tua. Teringat hal ini, bercucuranlah air mata Yu Wi, ucapnya, "O, Wanpwe pantas mampus,
membikin susah cianpwe saja, ini .
"Jangan kau menyesali dirimu sendiri, tapi badanku yang tak berguna, mana boleh
menyalahkan kau!" ujar si kakek dengan tertawa.
Melihat sikap orang yang tenang dan wajar, diam-diam Yu Wi kagum akan kebesaran jiwanya
semuanya dihadapi dengan hati terbuka tanpa merasa sedih dan menyesal, sungguh keluhuran
buatnya pantas dihormati. .
Lalu si kakek berkata pula, "Kemarin dulu kulihat api berkobar di Thian-ti-hu, terdengar pula
suara pertempuran mestinya sudah kuputuskan tak kan masuk ke Thian-ti-hu, tapi dalam keadaan
demikian hal ini tidak terpikir lagi olehku, cepat aku memburu ke sana untuk melihat apa yang
terjadi siapa tahu...."
Bicara sampai di sini, mendadak air mukanya berubah pucat menghijau, badan pun rada
gemetar, jelas karena teringat sesuatu kejadian sehingga membuatnya gemas.
Yu Wi tidak tahu, disangkanya si kakek sakit demam, cepat ia bertanya, "He, kenapa kau, Locianpwe?"
Tapi si kakek lantas berubah tenang lagi, katanya pelahan sambil memandang Yu Wi, "Kau
anak yang baik, sebaliknya dia adalah anak busuk yang berhati keji dan kejam..."
Yu Wi merasa bingung, tanyanya, "Siapa dia yang Locianpwe maksudkan?"
?"Tidak perlu urus siapa dia, pendek kata akhirnya dapat kuselamatkan kau," "tutur si kakek
dengan menyesal, "kalau terlambat sebentar saja, bisa jadi aku akan mati gemas, bahkan juga
menyesal selamanya...."
Diam-diam Yu Wi berterima kasih terhadap orang tua yang sedemikian memperhatikan dirinya,
karena memikirkan keadaan Thian-ti-hu, segera ia bertanya pula, "Waktu itu Wanpwe roboh
terpukul oleh orang berkedok itu, lalu tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya, Entah
bagaimana kemudian?"
"Meski serbuan Hek-po itu sudah disiapkan sebelumnya, dilakukan dari luar dan diselundupkan
ke dalam, jumlah mereka pun jauh lebih banyak tapi setiap penghuni Thian-ti-hu memiliki kungfu
yang tidak lemah, pihak Hek-po tak dapat melawannya dan akhirnya lari terbirit-birit."
"Apa betul?" Yu Wi menegas dengan girang,
"Masa kubohongi kau?" kata si kakek dengan tertawa, "Thian-ti-hu hanya terbakar sebuah
rumahnya, pihak Hek-po mestinya ingin merampok kitab pusaka Thian-ti-hu, akhirnya kentut saja
tidak diperoleh. Darimana mereka tahu bahwa segala macam pusaka Thian-ti-hu selama tiga
turunan tersimpan di sini seluruhnya?"
Yu Wi lantas teringat kepada keselamatan Lau Yok-ci, dengan ragu ia bertanya pula,
"Apakah.... mereda tidak apa-apa" . . . ."
"Setelah kuselamatkan kau, kulihat pihak Hek po tidak sanggup bertahan lagi dan berturutturut
kabur, lalu tidak kupusingkan lagi apa yang terjadi, aku pun tidak tahu adakah yang terluka
di antara mereka."
Yu Wi merasa kuatir, katanya dengan pelahan. "Locianpwe, Wanpwe akan keluar untuk
menjenguk mereka...."
"Jangan pergi ke sana," jawab si kakek mendadak. "Selanjutnya kau tidak perlu lagi pergi ke
Thian-ti-hu."
?"Tapi.... tapi Inkong mengharuskan Wanpwe."
"Untuk apa lagi kau menyamar dia?"
"Wanpwe diserahi tugas dan harus setia pada kewajiban, terpaksa..."
"Setia pada kewajiban apa?" Kalau kubilang jangan pergi, tetap tidak boleh pergi!" bentak si
kakek mendadak, karena marah, mukanya menjadi pucat pula..
Marah si kakek cepat datang juga cepat hilangnya, dengan pelahan ia berkata, "Sebenarnya
tidak pantas ku marah padamu, sesungguhnya bila menghadapi orang yang tidak berbudi begitu
kau pun tidak perlu memegang janji. Kau tahu, urusan dunia Kangouw seribu perubahan, jika kau
tidak dapat mengikuti gerak perubahan itu, kau sendiri jang akan rugi. Hatimu sangat baik, tapi
hal ini harus kau camkan, harus mengikuti setiap gerak perubahan keadaan. Sejak dahulu banyak
panglima setia yang kukuh pada pendirian dan tidak dapat mengikuti perubahan keadaan,
akibatnya perjuangannya gagal dan jiwa pun melayang. Sungguh pengorbanan yang sia-sia!"
Kuatir si kakek marah lagi, Yu Wi mengiakan berulang dan tidak berani membantah.
Setelah termenung sejenak, seperti mendadak telah mengambil sesuatu keputusan, lalu kakek
itu berseru, "Kau tinggal saja di sini!"
"Untuk apa Wanpwe tinggal di sini?" tanya Yu Wi terkejut.
"Apakah kau suka belajar kungfu padaku?" tanya si kakek.
Yu Wi sendiri mempunyai kisah pribadi yang sedih, menanggung dendam kesumat orang tua,
dia memang sangat ingin mendapatkan ilmu sakti untuk menuntut balas, cuma sayang
harapannya selama ini sia-sia belaka karena tidak mendapatkan petunjuk guru yang pandai.
Sekarang si kakek she ji yang diketahuinya maha sakti ini sukarela mau menjadi gurunya,
keruan Yu Wi kegirangan, cepat ia berlutut dan menyembah, katanya, "Wanpwe akan belajar
dengan segala senang hati." ,
"Tapi ilmu silatku sangat sulit dipelajari," tutur si kakek, "Bahkan sesudah berhasil
mempelajarinya kau harus mempunyai tekad yang keras untuk melaksanakan sesuatu bagiku.
Apakah kau sanggup?"
"Wanpwe tidak tahu betapa kemampuannya sendiri tapi Wanpwe hanya berpegang teguh
pada pendirian bahwa segala sesuatu akan kulakukan dengan sesungguh hati dan sepenuh
tenaga, maka apa pun juga tentu akan dapat kulaksanakan."
"Bagus, cita-cita bagus!" puji si kakek, ?"Maka selanjutnya Ji Pek-liong akan mengajarkan
segenap kemahiran yang dikuasainya kepadamu."
Dia lantas membawa Yu Wi ke dalam makam raksasa itu. Di dalam kuburan raksasa itu
terdapat jalan yang bersimpang-siur kian kemari dengan kamar batu yang tak terhitung
jumlahnya. Untuk mencapai kedalaman makam itu ada cara berjalan tertentu, kalau ngawur, tentu
akan menyentuh pesawat rahasia dan mendatangkan malapetaka.
Yu Wi tidak tahu sudah berapa lama dia berjalan yang jelas berliku-liku, membelok ke sana
dan memutar ke sini, untuk mengingatnya satu persatu sungguh tidak mudah, Sampai akhirnya si
kakek berhenti di suatu tempat.
"Di depan kita ini adalah sebuah ruangan batu yang terbesar di dalam kuburan ini," tutur si
kakek, "Selanjutnya boleh kau berlatih kungfu di dalam ruangan ini, bilamana ku anggap cukup
dan memuaskan hasil latihanmu barulah boleh keluar dari makam ini."
Padahal yang dilihat Yu Wi di depan situ hanya dinding batu belaka, di mana ruang yang di
maksudkan"
Dengan heran, dilihatnya si kakek meraba dinding batu itu, lalu tiga potong batu dinding itu
ambles ke bawah. Ketika si kakek mendorong sekuatnya, dinding itu lantas terbuka sebuah pintu
setinggi tubuh manusia, Baru sekarang Yu Wi mengetahui betapa rahasia bangunan makam ini.
Sesudah ikut masuk ke dalam ruangan, Yu Wi rapatkan kembali pintu batu, Mereka datang
dengan membawa lilin, maka dapat mengenal jalan dengan baik. Tapi sekarang si kakek
mendadak memadamkan api lilin, keadaan di dalam ruangan seketika gelap gulita.
"Di sini tak ada cahaya, tapi mempunyai saluran hawa yang cukup. Boleh kau tinggal di sini
dan berlatih dengan tekun, urusan lain tidak perlu pusing, aku yang akan membereskannya
bagimu," demikian pesan si kakek.
"Wanpwe harus tinggal di ruangan yang gelap gulita ini tanpa penerangan?" tanya Yu Wi.
"Betul," jawab si kakek.
Yu Wi sangat heran mengapa dirinya disuruh tinggal di tempat gelap begini, padahal masih
banyak ruangan yang tembus cahaya.
Tapi lantas terdengar si kakek berkata, "Umumnya orang berlatih kungfu karena ada
pembatasan siang dan malam, maka hasilnya sering-sering juga kepalang tanggung, tapi sekarang
tempat tinggalku ini tiada perbedaan antara siang dan malam, kau dapat berlatih sepuasmu, kalau
lelah boleh istirahat, sesudah istirahat lantas berlatih lagi secara kejiwaan kau akan merasa
senantiasa sedang berlatih dan takkan kendur, sedetik kau berlatih sedetik pula akan mendapat
kemajuan, hasil latihanmu nanti tentu akan jauh lebih kuat daripada orang lain."
"Tapi Wanpwe tak dapat melihat Cianpwe, cara bagaimana dapat belajar?" kata Yu Wi.
"ilmu silat apa pun juga, yang paling penting ialah Lwekangnya, tenaga dalamnya,
kebatinannya," tutur si kakek, "Maka sekarang akan kuajarkan dulu Lwekang-sim-hoat (teori
kebatinan), habis itu baru akan kuajarkan kungfunya, Mengenai Lwekang-sim-hoatnya, cukup
asalkan kau paham istilah-istilah kuncinya saja."
"Entah Lwekang-sim-hoat apa yang akan cianpwe ajarkan padaku?" tanya Yu Wi.
"Lwekang-sim-hoat ini aku sendiri tidak pernah melatihnya," ujar si kakek dengan gegetun,
"Tapi ku tahu dengan jelas kekuatan lwekang ini jauh lebih hebat daripada Lwekang-sim-hoat
yang lain, boleh dikatakan tiada bandingannya di dunia ini, namanya Thian-ih-sin-kang (ilmu sakti
baju langit)"
"Thian-ih-sin-kang?" Yu Wi mengulang istilah itu. "Sungguh nama yang aneh!"
"Thian-ih-sin"kang! Nama ini meski aneh, tapi telah banyak membikin susah orang Bu-lim,
banyak orang mengimpikannya siang dan malam dan tidak pernah mendapatkannya, Beruntung
juga orang she Ji ini bisa mendapatkan istilah kunci latihannya secara lengkap."
Mendengar si kakek sangat memuja Thian-ih sin-kang, Yu Wi menjadi heran mengapa kakek
itu sendiri tidak mau melatihnya" ia coba bertanya "Dan cianpwe sendiri mengapa tidak melatih
Thian ih-sin-kang ini?"
Sampai sekian lama si kakek tidak menjawab. Karena tidak dapat melihat perubahan air muka
orang tua itu, Yu Wi mengira si kakek tidak sudi menjelaskan alasannya, ia tidak tahu bahwa saat
itu si kakek justeru lagi mengenangkan kejadian masa lampau dan hal mana membuat pedih
hatinya. Selagi Yu Wi hendak bicara urusan lain, tiba2 si kakek bersuara, "Lantaran sejak kecil aku
sudah berlatih Lwekang-sim-hoat lain macam, maka tidak boleh berlatih Thian-ih-sin-kang lagi."
"Wanpwe juga pernah belajar Lwekang-sim-hoat lain selama beberapa tahun, entah boleh
belajar lagi Thian-ih-sin-kang atau tidak?" tanya Yu Wi,
"Lwekang-sim-hoat apa yang diajarkan ayahmu itu?" tanya si kakek.
"Kata ayah, Lwekang-sim-hoat itu bernama Ku-sit-tay-kang (ilmu kura istirahat)," jawab Yu Wi.
"Ku-sit-tay-kang, Lwekang ini sangat sulit dilatih, pernah kudengar ilmu ini," ujar si kakek.
Dengan suara sedih Yu Wi berkata pula, "Sebelum meninggal ayah telah mengajarkan
beberapa istilah kunci latihan padaku," selama beberapa tahun Wanpwe berlatih secara tidak
terpimpin, entah tepat tidak latihanku?"
"Secara teori, bilamana Ku-sit-tay-kang terlatih dengan baik, dalam hal tenaga dalam sukar
ditandingi oleh Lwekang-sim-hoat jenis lain, bila terlatih sempurna tidak sulit untuk menjadi "
tokoh Kangouw kelas satu." .
"Tampaknya Wanpwe belum berhasil menguasai ilmu ini," ujar Yu Wi. "Buktinya kemarin itu
ketika berhadapan dengan musuh, beberapa kali musuh kena seranganku, tapi tak dapat melukai
atau merobohkan mereka, Bila sempurna latihanmu tentu takkan terjadi begitu."
"Meski latihanmu belum berhasil dengan baik, tapi juga sudah lumayan," kata si-kakek.
"Asalkan kau latih lebih giat lagi, akhirnya pasti akan mencapai tingkatan yang sempurna."
"Setelah berlatih Ku-sit-tay-kang, apakah boleh berlatih pula Thian-ih~sin~kang?" tanya Yu
Wi. "Kedua macam Lwekang-sim-hoat ini adalah ilmu kebatinan aliran baik, keduanya tidak saling
bertentangan, maka dapat dilatihnya bersama sekaligus, Setelah kau mempunyai dasar latihan Kusit-
tay-kang, lalu berlatih Thian-ih-sin~kang lagi, hasilnya nanti tentu akan jauh lebih baik
daripada melulu melatih Thian~ih-sin-kang saja,"
Setelah berkata, kakek itu tidak bersuara lagi dan Yu Wi juga tidak bertanya.
Sampai sekian lamanya, mendadak si kakek berserU, "Ah, teringatlah olehku! Tahulah aku
siapa ayahmu!"
"Ayahku bernama Bun-hu," tutur Yu Wi. "Ya, ternyata benar dia," seru si kakek dengan rada
terkesiap. "Apakah cianpwe kenal mendiang ayahku."
"Berpuluh tahun yang lalu pernah kudengar nama "Ciang-kiam hui" Yu Bun-hu adalah seorang
ksatria yang berbudi luhur dan suka menolong sesamanya, hanya dia saja yang mahir Ku-sit-taykang
yang konon sudah lama lenyap dari dunia persilatan," tutur si kakek.
Untuk pertama kalinya Yu Wi mengetahui sang ayah mempunyai sebuah nama julukan di
kalangan kependekaran.
Maklumlah, pada usia delapan dia sudah ditinggalkan ayahnya, sudah hampir sepuluh tahun
dan wajah sang ayah saja sudah tidak begitu jelas lagi, sekarang didengarnya pujian Ji Pek- liong,
seperti anak kecil ia lantas bertanya, "Apakah betul ayahku seorang pendekar besar yang baik?"
"Dia memang seorang pendekar termashur," jawab Ji Pek-1iong. "Cuma tidak tersangka akan
meninggal sedini itu, takdir ternyata tidak memberi panjang umur kepada orang baik. Apakah kau
tahu sebab apakah ayahmu meninggal?"
?"Ayah meninggal dibunuh -orang," jawab Yu Wi dengan sedih, seketika alis Ji Pek-liong
menegak, tanyanya dengan gusar, "Siapakah musuhmu itu?"
"Wanpwe cuma tahu musuh yang ikut mencelakai ayah itu sangat banyak, tapi belum dapat
memastikan siapa-siapa mereka itu," tutur Yu Wi dengan menangis.
"Jangan berduka, jangan sedih!" kata Ji Pek-liong, "Asalkan selanjutnya kau berlatih dengan
tekun, setelah tamat belajar, lalu selidiki dengan pelahan, kuyakin satu persatu musuhmu pasti
akan dapat dibekuk batang lehernya."
Yu Wi berhenti menangis, ucapnya dengan tegas dan tekad bulat, "Baik, Wanpwe pasti akan
berlatih segiatnya,"
"Kau memang anak yang baik," puji Ji Pek-liong dengan tertawa, "Sekarang akan kuajarkan
dulu tiga kalimat kunci latihan dasar Thian-ih sin-kang..."
Ketiga kalimat itu mengandung arti sangat dalam, cukup lama si kakek memberi penjelasan
barulah dapat dipahami seluruhnya oleh Yu Wi. selanjutnya ia lantas berlatih sendiri dengan tekun
menurut makna yang terkandung dalam ketiga kalimat itu.
Tanpa membedakan siang dan malam Yu Wi terus berlatih kedua macam ilmu sakti itu di
dalam makam raksasa itu. Hanya sekejap saja setahun sudah lalu. Karena mendapat bimbingan si
kakek aneh Ji Pek liong, Ku-sit-tay-kang kini sudah dapat dikuasai Yu Wi dengan sempurna. Meski
Thian-ih sin-kang lebih sulit dilatih, tapi juga sudah tujuh bagian telah dikuasainya.
Hari ini Ji Pek-liong datang membawakan makanan dan ditaruh di depan Yu Wi, lalu katanya,
"Si!akan makan, anak Wi!"
Meski di dalam ruang kuburan itu tetap gelap gulita tak tembus cahaya sedikit pun, tapi
selama setahun Yu Wi sudah terbiasa dan dapat melihat sesuatu benda dengan jelas, sudah tentu
sama sekali berbeda daripada waktu pertama kali dia masuk ke situ, kini kegelapan itu sudah tidak


Pendekar Kembar Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuatnya heran lagi. padahal kalau dia tidak berlatih Thian-ih-sin-kang, biarpun dia tinggal
seratus tahun di situ juga akan tetap tak bisa melihat dalam kegelapan seperti orang buta.
Selesai Yu Wi makan, dengan tertawa Ji Pek-liong lantas berkata, "Sekarang boleh kau ikut
keluar saja dan tidak perlu tinggal lagi di sini."
"Murid belum berhasil sepenuhnya menguasai ilmu yang kulatih, mengapa sudah boleh
keluar?" tanya Yu Wi.
"Apakah kau tahu sudah berapa lama kau berdiam di dalam makam ini?" tanya si kakek.
"Murid tidak tahu," jawap Yu Wi.
"Sudah genap setahun," ucap Ji Pek-liong dengan gegetun.
"Setahun?" Yu Wi menegas dengan terkejut. "Murid mengira baru beberapa bulan saja."
"Hal ini disebabkan kau berlatih dengan tekun dan tanpa terasa sang waktu lalu dengan
cepat," ujar Ji Pek-liong, "Sekarang Lwekangmu sudah berhasil kau latih, kau tidak perlu berdiam
lagi di ruang gelap ini, boleh ikut keluar untuk belajar ilmu silat lainnya."
oOo oWo oOo Setiba di luar kuburan, karena mendadak melihat sinar matahari, kedua mata Yu Wi terasa
silau dan pedas, Segera ia memejamkan mata dan beristirahat sejenak, kemudian membuka mata
dengan pelahan.
Ia melihat kulit badan sendiri putih luar biasa, berbeda jauh dengan warna kulit waktu masuk
ke dalam makam dahulu, ia mengira hal ini disebabkan selama setahun tidak terkena sinar
matahari, ia tidak tahu bahwa perubahan kulit badannya juga akibat latihan Thian ih-sin-kang,
semakin sempurna latihannya, semakin putih pula kulit badannya.
Di depan makam adalah tanah lapang berumput, Ji Pek-liong berduduk di situ dan berkata,
"Kau pun duduk saja di sini."
Yu Wi duduk di depan orang tua itu.
Lalu Ji Pek-liong berkata pula, "Thian-ih-sin-kang kudapatkan dari seorang perempuan aneh di
dunia persilatan, kupaham istilah kuncinya, tapi belum pernah kulatih, Selama setahun ini
latihanmu entah sudah mencapai taraf bagaimana, boleh kita coba-coba adu tangan."
Mengadu tangan antara ahli Lwekang sangat berbahaya, bilamana salah sedikit bisa
mengakibatkan keduanya sama-sama celaka, Kuatir terjadi apa-apa, Yu Wi menjadi ragu dan tidak
berani. Melihat anak muda itu diam saja, Ji, Pek-liong tertawa, katanya, "Tidak perlu kau takut
gurumu tentu mempunyai perhitungan."
Terpaksa Yu Wi menurut, ia menjulurkan sebelah tangannya dan beradu telapak tangan
dengan Ji Pek-liong. Tapi ia pun tidak berani mengerahkan tenaga.
"Boleh kaukerahkan sepenuh tenaga, kalau tidak, cara bagaimana dapat kuketahui sampai
taraf mana latihanmu?" kata, si kakek.
Tiada jalan lain, terpaksa Yu Wi menurut semula Ji Pek-liong mengira dengan mudah akan
dapat ditahannya tenaga anak muda itu. Tak tahunya tenaga Yu Wi terus menyerangnya seperti
gelombang ombak samudra yang dahsyat.
Keruan ia terkejut, cepat ia menahan sepenuh tenaga, seketika kedua telapak tangan lantas
melengket, keadaan menjadi gawat.
Rupanya Ji Pek-liong mengira Lwekang sendiri jauh lebih kuat daripada Yu Wi dan dapat
menguasai tenaga pukulan sendiri dengan sesukanya, tentu takkan menimbulkan bahaya bagi
anak muda itu. ia tidak menyangka bahwa tenaga dalam Yu Wi sekarang ternyata sama kuatnya
dengan dia, dengan demikian, untuk memisahkan mereka menjadi sulit,
Sejenak kemudian, Ji Pek-liong mulai berkeringat dingin, sama sekali tak terpikir olehnya
bahwa tenaga dalam Yu Wi bisa sama kuatnya dengan dirinya, apakah karena Thian-ih-sin-kang
itu memang maha sakti atau lantaran tenaga dalam sendiri yang mundur banyak daripada dahulu"
Keadaannya yang payah itu tidak berani dikatakannya kepada Yu Wi, sebab ia kuatir anak
muda itu akan terkejut, demi keamanan sang guru, mungkin anak muda itu akan buru-buru
menarik kembali tangannya jika demikian jadinya, tentu Yu Wi yang akan terluka oleh tenaga
pukulan yang sukar ditahan itu, malahan jiwa anak muda itu mungkin bisa melayang, Sebab ia
menyadari keadaannya sekarang sudah tidak mampu lagi menguasai tenaga pukulan sendiri
dengan sesukanya.
Celakanya Yu Wi sama sekali tidak tahu keadaan Ji Pek-liong yang serba susah itu, dia masih
terus mengerahkan tenaga sebagaimana diminta sang guru tadil
Diam-diam Ji Pek-liong mengeluh dan terpaksa bertahan terus hingga kedua pihak sama2 lelah
dan kehabisan tenaga, dengan demikian sekalipun kedua orang sama terluka tentu akan lebih
enteng daripada kalau cuma seorang saja yang terluka,
Dengan prihatin segera ia berkata, "Anak Wi, bila guru tidak memberi perintah sekali-sekali
tidak boleh kau tarik tanganmu."
Meski di dalam hati Yu Wi merasa heran mengapa sedemikian lama sang guru menjajal
kekuatannya, tapi sukar baginya untuk bertanya, terpaksa-ia hanya mengangguk- saja dan
pelahan tetap mengerahkan tenaga.
Inilah sebuah lukisan yang khidmat, tenang dan damai, tapi tiada yang tahu bahwa di balik
lukisan ini betapa akan menimbulkan akibat yang tragis"
Suasana sunyi senyap, kesunyian yang luar biasa dan aneh.
Pada saat itulah sekonyong-konyong dan luar hutan sana melayang masuk sesosok bayangan,
begitu enteng dan cepat datangnya bayangan itu seolah-olah badan halus saja.
Kiranya seorang perempuan, cuma lantaran dandanan dan gerakannya yang gesit, maka
tampaknya serupa hantu yang baru muncul dari kuburan.
Perempuan ini memakai baju panjang sutera hitam yang menyeret tanah, rambutnya yang
hitam terurai hingga batas pinggang, wajahnya putih seperti kertas, sedikitpun tidak ada cahaya
muka orang hidup, Kedua matanya juga kelihatan buram, memandang kaku ke depan, tapi
langkahnya enteng seperti mengambang di permukaan tanah tanpa mengeluarkan suara sedikit
pun.Orang bilang badan halus kalau berjalan kaki tidak menempel tanah, apakah perempuan ini
memang betul sesosok badan halus"
Tapi di siang hari bolong begini, rnana bisa badan halus muncul di depan umum" Tampaknya
tetap juga manusia hidup.
Dia berjalan sampai di depan Ji Pek-liong dan Yu Wi, ia pandang mereka dengan sorot mata
yang nanar, lalu menegur dengan suara yang sepat, "Berbuat apa kalian di sini?"
Ji Pek-liong tidak menjawab, Yu Wi sendiri lagi mengerahkan Thian-ih-sin-kang, dalam
keadaan demikian ia tidak dapat memikirkan urusan lain.
Mendadak lengan baju perempuan itu mengebas, katanya dengan tidak sabar, "Kalian
menyingkir dulu, tidak boleh berdiam di sini, masih banyak pekerjaan penting yang harus
kuselesaikan!"
Kebasan lengan bajunya itu kebetulan mengenai telapak tangan kedua guru d
Golok Halilintar 14 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Dewi Ular 7
^