Pendekar Pemetik Harpa 26

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 26


hadirin merasa kagum dan
heran, tidak sedikit orang yang bisik-bisik, saling tanya: "Siapa
gadis ini?"
Si pendek yang membokong tadi merangkak duduk terus
berteriak: "Perempuan siluman ini adalah putri Bu-sam Niocu
dari Bu-san-pang, ln Kip adalah ayah angkatnya, pasti In Kip
mengutusnya kemari jadi mata-mata."
In Kip punya hubungan rahasia dengan pihak kerajaan, hal
ini sudah terbongkar dan diketahui banyak orang. Beberapa
orang yang berangasan kontan memaki: "Bagus, perempuan
siluman ini berani bertingkah melukai orang disini, lekas bekuk
dia." Bu Siu-hoa bertolak pinggang, katanya dingin menuding si
pendek: "Aku pernah melihatnya, walau aku tidak tahu
namanya, tapi aku tahu dia salah satu tamu kepercayaan In
Kip." "Betul," timbrung Toh So-so teringat, "di rumah keluarga
In, hari itu akupun pernah melihatnya. Kini dia pura-pura
menjadi kaum pendekar dan menyelundup kemari."
Beberapa lelaki kasar berangasan itu sudah memburu
keluar hendak membekuk Bu Siu-hoa mendengar perkataan
Toh So-so, mereka sama melenggong saling pandang.
Si pendek berkata: "Jangan percaya obrolan perempuan
siluman itu. Apapun dia adalah putri Bu-sam Niocu dari Busan-
pang yang sudah rusak namanya, putri angkat ln Kip yang
jahat dan kemaruk harta itu, coba kalian tanya dia berani tidak
dia mengaku?"
1524 Tam Pa-kun berdiri, katanya: "Aku percaya perkataan nona
Bu ini. Tapi dia memang benar putri Bu-sam Niocu dari Busan-
pang, tapi sekarang dia sudah insyaf dan kembali ke jalan
lurus, aku bisa menjadi saksi."
Bahwa Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun angkat bicara menjadi
saksi kebenaran asal-usul Bu Siu-hoa, sudah tentu hadirin
lebih percaya kepada keterangannya.
Kek Lam-wi berdiri ikut bicara: "Akupun berani menjadi
saksi, dia pernah menolong jiwaku. Menurut apa yang
kuketahui akhir kali ini, dia sudah meninggalkan Bu-san-pang
dan putus hubungan dengan ibunya."
Lenyap kecurigaan hadirin terhadap Bu Siu-hoa, maka
perhatian kini ditujukan kepada lelaki pendek itu, tanpa
banyak bicara dua orang telah mencengkramnya keluar dan
hendak mengompresnya.
Tapi Tam Pa-kun berkata: "Gusur keluar dan sekap dulu
keparat ini, nanti kita minta keterangannya."
Dalam pada itu adu kekuatan tenaga dalam antara Tan
Ciok-sing bersama ln San kontra Tang-hay-liong-ong tetap
tertahan, keadaan tetap seperti tadi, sama-sama tegak kaku
seperti patung. Pertandingan seperti ini sudah tentu tidak
lebih mengasyikkan dari adu pukulan dan tipu menipu, bagi
mereka yang rendah kepandaiannya, malah bosan dan gerah
rasanya. Tapi bagi para ahli silat, adu kekuatan seperti ini
justru lebih menegangkan, karena babak akhir dari adu
kekuatan ini sebentar lagi bakal mencapai klimaknya.
Mendengar seruan Tam Pa-kun baru hadirin sadar, karena
kedatangan Bu Siu-hoa tadi perhatian mereka jadi terpecah,
kini kembali mereka memperhatikan adu kekuatan di tengah
arena pula. Sudah tentu lebih banyak hadirin yang tidak bisa
menyelami kehebatan adu kekuatan, namun mereka bisa
menduga ketenangan yang kelihatannya bertahan ini, suatu
1525 ketika bakal meledak kesudahan yang menggemparkan. Maka
mereka tidak mau pedulikan urusan lain pula. Laki-laki
berangasan tadipun maju minta maaf kepada Bu Siu-hoa lalu
si pendek itu diseret keluar.
Bu Siu-hoa berkata: "Tam Tayhiap, ada urusan penting
perlu kulaporkan kepada Ong-locecu"
"Baik, mari ikut aku," ujar Tam Pa-kun.
Bu Siu-hoa menjura kepada Ong Goan-tiri, katanya: "Siau-li
datang tanpa diundang, mohon maaf akan kehadiranku yang
serampangan ini."
"Nona Bu jangan sungkan, entah ada urusan penting apa
yang ingin kau sampaikan kepada Lohu?"
"Soal ini kurasa harus kubeber di hadapan umum," kata Bu
Siu-hoa. Nadanya seperti urusan ini amat penting, sebelum
meneruskan perkataannya dia bertanya pula kepada Ong
Goan-tin: "Tolong tanya, apakah orang yang bertanding
melawan Tan-siauhiap dan ln Lihiap adalah Tang-hay-liongong
Sugong Go?"
"Benar, dia memang Sugong thocu," sahut Ong Goan-tin
"Baiklah, syukur kedatanganku belum terlambat," ujar Bu
Siu-hoa. Belum habis dia bicara, tiba-tiba terdengar Tang-hay-liongong
menggeram rendah dan serak, suaranya seperti dengus
sapi yang hendak disembelih. Maka tampak Tang-hay-liongong
melangkah maju setapak.
Ong Goan-tin tidak perhatikan lagi apa yang diucapkan Bu
Siu-hoa kepadanya, lekas dia menoleh kesana menatap arena
pertempuran. Setelah Tang-hay-liong-ong maju setapak keadaan kembali
bertahan sama kuat. Tapi tapak kaki tampak membekas di
atas lantai yang keras itu sedalam tiga senti. Pada hal lantai
1526 balairung ini dilandasi batu hijau yang keras sekali, tapi
kekuatan Tang-hay-liong-ong mampu membuat bekas tapak
kaki di atas lantai yang keras itu. Tan Ciok-sing dan In San
memang belum kalah, tapi melihat bekas tapak kaki itu mau
tidak mau hadirin sama tersirap dan berkuatir bagi mereka.
Toh So-so lebih gelisah dari Ong Goan-tin, katanya: "Bucici,
ada urusan apa, lekas kau katakan saja."
Bu Siu-hoa berkata: "Ong-locecu kumohon kau membaca
sepucuk surat."
Ong Goan-tin melenggong, katanya: "Surat siapa?" tapi dia
sudah tidak sempat banyak pikir, karena dia menduga surat ini
pasti amat besar artinya bagi situasi yang dihadapinya
sekarang, kalau tidak Bu Siu-hoa tidak akan suruh dirinya
melihat surat dalam keadaan segawat ini.
Maka Bu Siu-hoa berkata: "Yaitu surat Tang-hay-liong-ong
ini ditujukan kepada In Kip."
Hadirin kaget dan heran, tanpa sadar mereka tujukan
perhatian pada surat yang berada di tangan Ong Goan-tin.
Ong Goan-tin langsung melolos sepucuk surat dari
sampulnya terus dibeber dan dibaca, mimik mukanya tampak
kaget dan terbelalak girang. Sekilas matanya melirik ke arah
Tang-hay-liong-ong, dilihatnya rona muka Tang-hay-liong-ong
berubah hebat, tapi sepasang senjatanya masih menekan
keras dan berat, sedikitpun tidak menjadi kendor meski
keadaan gawat mulai mengancam pihaknya, keringat sebesar
kacang telah berketes di jidat Tan Ciok-sing dan In San terasa
tekanan tenaga lawan bertambah lebih keras lagi.
Akhirnya Toh So-so yang tidak sabaran bertanya: "Apa
yang ditulis dalam surat itu?"
"Nona Bu," tanya Ong Goan-tin, "apakah surat ini boleh
kubacakan di muka umum?"
1527 "Memang tujuanku supaya seluruh orang-orang gagah yang
hadir disini tahu siapa sebenarnya dan bagaimana karakter
Tang-hay-liong-ong ini," demikian sahut Bu Siu-hoa.
Makin buruk rona muka Tang-hay-liong-ong, sayang dia
tidak berani memecah perhatian untuk bersuara, terpaksa dia
biarkan Ong Goan-tin membaca suratnya itu.
Perlahan suara Ong Goan-tin: "Surat Sugong-thocu ini
ditujukan kepada In Kip, dia memperkenalkan dua orang
sahabatnya, seorang ialah Tang-bun Cong dan seorang lagi
adalah Poyang Gun-ngo. Kedua orang ini sudah datang ke
Soh-ciu, dia minta kepada In Kip supaya menerima mereka
secara rahasia dan di tempatkan ke suatu tempat yang
tersembunyi pula, dengan suatu tugas besar yang akan
diserahkan kepada mereka."
Tang-bun Cong adalah salah satu jago kosen di dunia
persilatan, bahwa diam-diam dia sudah menjadi antek
kerajaan, jarang kaum persilatan yang tahu, tapi ada juga
orang yang sudah tahu akan rahasianya. Tapi siapa Poyang
Gun-ngo jarang orang tahu. Seperti diketahui Poyang Gun-ngo
adalah salah satu Busu negeri Watsu yang terkenal tapi kaum
persilatan di Kanglam hanya beberapa gelintir saja yang
pernah mendengar nama dan tahu asal-usulnya.
Banyak hadirin yang kasak-kusuk tanya sini tanya sana;
"Siapakah sebetulnya Poyang Gun-ngo?"
Maka Kek Lam-wi berdiri dan berkata dengan lantang:
"Poyang Gun-ngo adalah salah satu dari empat jago pedang
kepercayaan Khan agung negeri Watsu. Waktu negeri Watsu
mengutus Duta rahasianya ke Pakkhia tempo hari, Poyang
Gun-ngo adalah salah satu dari pengawal Duta rahasia itu.
Setelah Duta rahasia itu menyelesaikan tugasnya dan kembali
ke negerinya, seorang diri ternyata dia tetap berada di
Pakkhia, tahu-tahu sekarang sudah berada di daerah Kanglam
di luar tahu orang banyak. Kali itu aku kecundang dan terluka
1528 di bawah tangannya. Tan Ciok-sing juga pernah bertemu
dangan dia di hotel milik In Kip."
Keterangan Kek Lam-wi sekaligus membongkar asal-usul
Poyang Gun-ngo juga membeber isi surat Tang-hay-liong-ong
yang ditujukan kepada In Kip. Bahwa setelah berada di Sohciu
Poyang Gun-ngo memang bersekongkol dengan In Kip.
Karuan hadirin menjadi gempar. Han King-hong yang
berangasan lantas berteriak: "Bagus ya, Sugong-thocu tadi
menyerukan orang-orang gagah seluruh pelosok tanah air
supaya angkat senjatanya melawan serbuan bangsa Watsu.
diluar tahu kita dia justru berintrik dengan pihak musuh."
Ih Ti-bin ikut menjengek dingin, serunya: "Bukan hanya
sekongkol dengan seorang Busu dari Watsu saja, apa tujuan
Poyang Gun-ngo datang ke Kanglam, kita sudah tahu.
Agaknya hanya di mulut saja Sugong-thocu bilang kita harus
seia sekata membendung serbuan bangsa asing, secara diamdiam
dia justru bekerja demi kepentingan musuh."
Perhatian hadirin terpencar karena kejadian yang tidak
terduga ini, kini baru mereka sadar duduknya perkara, maka
perhatian kembali ditujukan ke arena pertempuran.
Tampak perawakan Tang-hay-liong-ong seperti mengkerat,
ternyata saking besar tenaga yang dia kerahkan, tanpa terasa
kedua kakinya amblas kedalam tanah. Sebaliknya Tan dan In
masih berusaha bertahan dengan susah payah, sepasang
pedang mustika sudah melengkung seperti gendewa yang
ditarik. Walau hadirin kaget dan berkuatir bagi mereka, tapi
kelihatannya sikap mereka masih lebih segar dari pada Tanghay-
liong-ong yang sudah kelihatan runyam.
Kuatir Tan dan In tidak kuat bertahan lagi, lekas Ong Goantin
berseru: "Cun-ih Siansing, menurut pendapatmu
bagaimana?"
Cun-ih Thong sengaja bersikap tak acuh dan adem ayem,
katanya: "Nona Bu ini dulu memang pernah menjadi putri
1529 angkat In Kip, tapi bagaimana juga surat rahasia ini tidak
mungkin In Kip mau menyerahkan kepada dia" Maka tolong
tanya kepada nona Bu dari mana kau peroleh surat ini?"
"Aku pernah menjadi sekretaris pribadi In Kip, dimana dia
menyimpan surat-surat penting aku tahu dengan jelas, surat
ini sengaja kucuri."
Kalem perkataan Cun-ih Thong: "Maaf bila aku menilai
dirimu dengan sikap seorang rendah, apakah kau punya bukti
bahwa surat rahasia ini memang benar tulisan tangan
langsung dari Sugong-thocu" Maka menurut pendapatku,
biarlah kita tunda dulu urusan ini setelah pertandingan usai,
nanti kita dengar pembelaan langsung Sugong-thocu di
hadapan umum. Kalau sekarang juga membuat kesimpulan
kurasa masih belum saatnya."
Tiba-tiba Ong Goan-tin berkata: "Segera aku bisa
memberikan buktinya."
Lalu dia keluarkan kartu nama Sugong-thocu, menurut
lazimnya sebelum naik ke atas gunung Tang-hay-liong-ong
memang sudah suruh anak buahnya mengirim kartu namanya
ke markas Ong Goan-tin. Katanya: "Cun-ih Siansing silahkan
kau periksa kartu namanya ini coba periksa gaya tulisan
Sugong-thocu di atas kartu nama ini, apakah mirip dengan
tanda tangan di bawah surat rahasia ini?"
"Ah, gaya tulisan atau tanda tangan kan bisa dipalsu,"
demikian debat Cun-ih Thong.
"Mana mungkin nona Bu pernah melihat gaya tulisan Tanghay-
liong-ong serta memalsunya?" bantah Ong Goan-tin.
"Bagaimana juga, urusan harus diselesaikan setelah
pertandingan ini usai, biar mereka yang bersangkutannya."
"Persoalan surat ini tulen atau palsu jauh lebih penting dari
pemilihan Bengcu itu sendiri. Kalau Sugong-thocu ingin
membela diri, pertandingan boleh ditunda sementara." Pada
1530 hal kedua pihak sudah mengerahkan seluruh kekuatan
dalamnya, sudah tiba saat-saat paling genting. Ong Goan-tin
kuatir'Tan dan In tidak kuat bertahan lagi.
Kalau Ong Goan-tin bicara dengan suara lantang berpegang
kebenaran. Cun-ih Thong sebaliknya kelihatan bimbang.
Otaknya tengah menerawang, bagaimana dia harus bersikap
supaya waktu bisa terulur lebih lama sehingga Tang-hay-liongong
bisa menggunakan waktu dengan baik mencapai
kemenangan pertandingan babak terakhir Pada saat itulah
tiba-tiba terdengar Tang-hay-liong-ong meraung rendah.
Pandangan hadirin serempak tertuju ke tengah arena
pertempuran. Di tengah raungan Tang-hay-liong-ong itu tampak
tubuhnya tiba-tiba mencelat mumbul ke atas, jubin di sekitar
kakinya tampak retak berantakan. Sebaliknya Tan dan ln
berdua berputar laksana gangsingan, beruntun mereka
mundur berkisar beberapa putaran.
Karuan hadirin berjingkat kaget dan kuatir semua melongo.
It-cu-king-thian Lui Ting-gak bersuara lebih dulu dengan
nada riang dan senang: "Bagus. Syukurlah. Tan-siauhiap dan
In Lihiap memenangkan pertandingan babak terakhir ini."
Belum lenyap suara kejut para hadirin baru sekarang
mereka melihat jelas setelah mencelat turun dan berdiri tegak,


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampak pakaian di depan dada Tang-hay-liong-ong koyak
silang bersilang seperti palang merah jelas itu hasil goresan
ujung pedang mustika Tan Ciok-sing dan In San. Setelah
berkisar beberapa bundaran, beruntun Tan dan In mundur
tujuh delapan langkah baru berhasil menegakkan pula tubuh
mereka. Agaknya Tany hay-liong-ong menjadi kacau
pikirannya sejak Bu Siu-han muncul membeber surat
rahasianya kepada In Kip, maka akhirnya dia berkeputusan
untuk secepatnya mengakhiri pertempuran ini dengan seluruh
sisa kekuatan tenaga dalamnya.
1531 Hasilnya meski dia berhasil memukul mundur kedua
lawannya, tapi dia tetap tidak berhasil melukai mereka.
Sebaliknya hampir saja dadanya koyak oleh permainan
sepasang pedang lawan.
Sayang sekali Tan dan In berdua tergetar mundur oleh
getaran keras senjata berat lawan, meskipun dalam keadaan
sekejap itu mereka sempat memanfaatkan kesempatan
dengan kecepatan gerak pedang mereka, paling juga hanya
berhasil menggores koyak baju di depan Tang-hay-liong-ong,
tak urung mereka sendiri tertolak mundur oleh getaran tenaga
lawan yang dahsyat. Bila getaran tenaga senjata berat Tanghay-
liong-ong sedikit lemah lagi, sepasang pedang mustika
mereka pasti sudah membelah dada Tang-hay-liong-ong.
Diam-diam hadirin merasa sayang, namun walau tidak
berhasil melukai Tang-hay-liong-ong betapapun Tan dan In
sudah merebut kemenangan. Surat itu tulen atau palsu tidak
penting lagi artinya, apapun sekarang Tang-hay-liong-ong
tidak berhak lagi merebut kedudukan Bengcu. Karuan hadirin
banyak yang berjingkrak senang dan bersorak sorai. Lekas
Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun memburu maju memapah Tan
Ciok-sing, sebelah telapak tangannya menekan punggung,
diam-diam dia salurkan tenaga dalamnya ke tubuh orang
supaya tenaganya lekas pulih, katanya: "Hianti syukurlah jerih
payahmu berhasil."
Getaran yang dialami In San tidak sekeras yang diterima
Tan Ciok-sing, lekas dia memapak ke arah Bu Siu-hoa,
katanya pegang lengan orang: "Bu-cici, kali ini beruntung
dapat bantuanmu. Hari itu kau telah membantu kami, belum
sempat kami mengucapkan terima kasih kepadamu. Betapa
rindu kami kepada kau, kali ini kuharap kau tidak pergi pula
secara diam-diam lho."
Panas muka Bu Siu-hoa, hatinya haru dan tentram, sesaat
lamanya matanya berkedip-kedip tak mampu mengeluarkan
suara. 1532 Kejut dan gembira agak mereda, sementara itu terjadi pula
keributan antara dua rombongan orang yang berada di dua
pihak. Tang-hay-liong-ong mencak-mencak gusar bentaknya.
"Kalian sengaja menyuruh budak she Bu ini mengacau untuk
memecah perhatianku, apakah pertandingan ini boleh dikata
adil?" Pihak orang-orang gagah menjadi geger, Han King-hong
segera menanggapi: "Sugong Go, belum lagi kami mengusut
persekongkolanmu dengan pihak Watsu, serta dosa besarmu
menipu seluruh orang-orang gagah yang hadir disini, berani
kau mencak-mencak mencari perkara disini."
Ih Ti-bin ikut mencemooh: "Muslihatmu sudah terbongkar,
masih berani kau mau angkat diri menjadi Bengcu, apakah
tidak menggelikan. Hm, kau tamak harta dan gila pangkat,
rela menjual bangsa dan negara, kenapa tidak kau beset saja
mukamu di hadapan umum. Nah bukalah kedokmu, jangan
pura-pura mengagulkan diri-sebagai orang gagah segala, lekas
ngacir saja ke negeri Watsu, pintalah kepada Khan Agung
Watsu untuk mengangkatmu menjadi menteri atau pembesar
apa saja menurut keinginanmu sendiri."
Dari malu Tang-hay-liong-ong naik pitam bentaknya gusar.
"Hari ini aku datang untuk memberi selamat ulang tahun
kepada Ong-cecu aku tidak sudi mendengar kotbah kalian.
Bulim Bengcu dapat tidak kuraih tidak jadi soal, tapi jangan
sekali-sekali kau berani bertingkah pula di depanku. Menurut
aturan Kangouw, siapa kuat dia menang, memangnya kalian
mau apa sekarang?"
Anak buah Tang-hay-liong-ong segera ikut-ikutan berkaokkaok:
"Memangnya, bila mereka mau cari gara-gara menghina
Thocu kita hayolah gasak saja."
Sudah tentu pihak orang-orang gagah semakin mendidih,
serempak mereka telah melolos senjata siap melabrak musuh,
kebanyakan berpendapat untuk menahan mereka disini
sehingga situasi menjadi tegang.
1533 Ih Ti-bin berteriak: "Kalian ingin main kekerasan, kamipun
sudah siap, memangnya kami takut?"
Tang-hay-liong-ong menyeringai sadis: "Baiklah boleh
kalian maju, coba saja apa kalian mampu menahan diriku
disini?" "Kungfumu memang tinggi, mungkin kami tidak mampu
menahan disini," demikian debat Ih Ti-bin, "tapi jangan kau
kira bisa keluar dari bilangan Thay-ouw dengan masih hidup.
Ketahuilah bila pertempuran terjadi disini, perahu kalianpun
sudah berada di tangan kami, sekali ledakan cukup
menghancurkan kapal itu. Umpama kalian tidak mati dalam
pertempuran juga akan mati kelaparan di atas gunung."
Anak buah Tang-hay-liong-ong memang tidak sedikit
jumlahnya tapi apapun mereka berada di markas Ong Goantin,
situasi jelas tidak menguntungkan mereka Umpama
ancaman Ih Thi-bin menjadi kenyataan mereka tidak berhasil
lolos dari Thay-ouw, meski memiliki Kungfu tinggi juga tiada
harapan hidup lagi. Oleh karena itu lahirnya saja mulut anak
buah Tang-hay-liong-ong masih garang, pada hal dalam hati
sudah jeri dan kebat-kebit.
Ong Goan-tin diam-diam menerawang keadaan di pihak
Tang-hay-liong-ong, Lamkiong King dan Liu Yau-hong sudah
terluka, tapi masih ada Tong-pek-siang-ki, Hiap-tiong-samkoay
dan Sat-to begal kuda kelahiran Kwan-tiong dan jagojago
tangguh lainnya, bila pertempuran besar terjadi, umpama
musuh berhasil dibabat habis, korban di pihak sendiri juga
pasti cukup berat. Maka mumpung Tang-hay-liong-ong
kelihatan bimbang dan lembek semangatnya, segera dia
berdiri membuka suara.
"Hadirin diharap tenang," Ong Goan-tin tampil ke depan,
suaranya lantang. "Hari ini adalah hari kelahiranku, banyak
terima kasih kalian sudi datang menghadiri perjamuan
sederhana ini, apapun maksud kedatangan kalian, betapapun
hari ini kalian adalah tamu-tamuku. Sebagai mana lazimnya
1534 sebagai tuan rumah tidaklah pantas aku berlaku kurang
hormat terhadap para tamunya, tapi akupun mengharap para
tamu suka memberi muka kepadaku, jangan sampai terjadi
keributan yang tiada gunanya disini. Akan tetapi Sugong-thocu
tadi bilang hendak menyampaikan selamat kepadaku, terus
terang aku tidak berani menerimanya. Kalau sudi kau memberi
muka kepadaku, silahkan minum secangkir arak suguhanku ini
dan silahkan berlalu saja."
Pidatonya mengandung beberapa maksud. Pertama, dia
bilang sebagai mana lazimnya, secara tidak langsung dia mau
bilang, bila Tang-hay-liong-ong ingin menggunakan kekerasan
dia pasti "mengiringi". Kedua bahwasanya Tang-hay-liong-ong
belum mengeluarkan pernyataan mohon diri, tapi Ong Goantin
menyuguhnya secangkir arak baru menyilakan tamunya
berlalu seolah-olah Tang-hay-liong-ong sudah berpamitan
kepadanya, ini jelas sudah mengusirnya secara halus. Tapi dia
pandai merangkai pidatonya sehingga Tang-hay-liong-ong
tidak merasa malu karena pamornya tidak dibikin jatuh di
muka umum. Ketiga ucapannya hanya ditujukan kepada
mereka yang mengandung maksud jahat, maka dia
menggunakan istilah hari ini betapapun kalian adalah tamuku,
jadi maksudnya setelah hari ini, orang-orang tertentu bukan
lagi tamunya, kalau bukan tamunya sudah tentu bukan teman
atau sahabatnya lagi.
Pidatonya memang masuk akal dan dapat diterima oleh
segala pihak, maka hadirin tiada yang membantah, Han Kinghong
berseru: "Baiklah, demi memberi muka kepada Ong-cecu
biarlah hari ini kita memberi kelonggaran kepada mereka."
Tang-hay-liong-ong memang pandai kendalikan biduk
sesuai arah angin, dirinya tidak dibuat malu di muka umum,
maka diapun tidak berani membuat keributan lagi meski
sikapnya kelihatan kikuk dan runyam, tapi dia masih bisa
tertawa lebar, katanya lantang. "Kedatanganku bermaksud
baik, kalian justru salah paham dan mencurigai aku. Baiklah
1535 untuk memberi muka kepada Ong-cecu kejadian hari ini tidak
akan kuambil dalam hati, tapi kekalahanku hari ini tidak akan
dilupakan, kelak masih ada waktu untuk membuat
perhitungan dengan kalian. Suguhan arak ini biar tidak usah
kuminum, mohon pamit saja." Lekas sekali orang-orang Tanghay-
liong-ong sudah meninggalkan ruang perjamuan ini. Ki-giting
kembali dalam suasana pesta pora yang riang gembira,
banyak orang berjingkrak menari dan menyanyi.
Di kala perjamuan berlangsung, tiba-tiba Ih Ti-bin memberi
laporan kepada Ong Goan-tin: "Ha It-seng dan Su Kian entah
kemana perginya sudah kusuruh orang mencari mereka tidak
ketemu." Han King-hong berjingkrak gusar, serunya: "Melihat
kelakuan mereka hari ini, aku jadi curiga mungkin mereka ikut
ngacir bersama Tang-hay-liong-ong."
"Jangan menuduh mereka yang bukan-bukan," ujar Ong
Goan-tin, "selidiki dulu persoalannya baru ambil kesimpulan.
Bila mereka memang benar sudah pergi, biarkan saja."
"Betul," ujar lh Ti-bin, "bila mereka musuh dalam selimut,
tak ubahnya bisul dalam perut, lebih baik sebelum saatnya dia
sudah ngacir lebih dulu."
Mendengar orang banyak membicarakan Ha It-seng dan Su
Kian yang melarikan diri, tiba-tiba Toh So-so teriak kepada In
San dan Tan Ciok-sing, katanya: "In-cici, Tan-toako kalian
melihat Bu Siu-hoa tidak?"
In San sadar dan terkejut, katanya: "Sesudah kami
mengalahkan Tang-hay-liong-ong tadi aku sempat bicara
beberapa patah kata dengan dia, belakangan suasana agak
ribut, entah kemana dia pergi?"
"Memangnya, akupun akan menyatakan terima kasih
kepadanya tahu-tahu orangnya sudah tak kelihatan lagi,"
demikian timbrung Tan Ciok-sing.
1536 Lenyapnya Bu Siu-hoa tidak boleh dibanding
menghilangnya Ha It-seng dan Su Kian maka Ong Goan-tin
suruh anak buahnya berpencar mercarinya, tak nyana setelah
perjamuan usai Bu Siu-hoa tetap tidak ditemukan jejaknya.
Kek Lam-wi tidak tega, hidangan-hidangan tidak tertelan
lagi, katanya: "Dia dilahirkan dari golongan sesat, mungkin dia
kuatir dihina dan dipandang rendah, maka diam-diam
meninggalkan kita?"
Ong Goan-tin berkata: "Jasanya hari ini paling besar, kukira
dia sendiri maklum akan hal ini, lalu siapa berani memandang
rendah kepadanya. Tak mungkin hanya karena soal sepele ini
dia pergi dari sini?"
"Ya kukuatirkan justru dia tidak punya pikiran sejernih kita,"
ucap Lam-wi. Ong Goan-tin segera menghibur: "Menurut
analisa, tidak mungkin Bu Siu-hoa ikut naik kapal Tang-hayliong-
ong, kalau dia mau meninggalkan Thay-ouw, pasti
menggunakan perahu kita. Ada petugas khusus yang
menyambut dan mengantar para tamu keluar masuk, umpama
ada tamu yang datang naik perahunya sendiri, setelah mereka
mendarat, orang kita juga yang mengurus perahunya, bila
tahu siapa saja meninggalkan pangkalan, orang-orangku pasti
tahu. Kenyataan mereka tiada yang memberi laporan, kuduga
nona Bu belum meninggalkan tempat ini. Cepat atau lambat
jejaknya pasti ketemu."
Toh So-so lebih gelisah dari Kek Lam-wi katanya: "Kektoako,
mari kau menemani aku mencarinya."
"Sudah banyak orang yang mencarinya," bujuk Ong Goantin.
Toh So-so berkata: "Aku pernah mendapat budi
pertolongannya, kali ini dia kemari juga lantaran kami pula,
tahu-tahu dia menghilang, jikalau kami tidak kcluai tenaga ikut
mencarinya betapapun perasaan takkan bisa tentram."
1537 Tan Ciok-sing dan In San juga menyatakan: "Marilah kita
mencarinya beramai-ramai."
Waktu itu putri malam baru saja keluar dan peraduannya.
In San berkata dengan tertawa: "Hayolah kita temukan tidak
jejaknya, mari naik ke puncak Tong-thing-san barat,
menikmati panorama Thay-ouw di waktu malam. Tolong kalian
tunggu sebentar," bergegas dia pulang ke penginapan
mengambil harpa kuno milik Tan Ciok-sing. Tan Ciok-sing tahu
maksudnya maka dia tidak memberi komentar, berempat
mereka keluar mencari jejak Bu Siu-hoa. Sayang perhatian
mereka tertuju untuk mencari jejak Bu Siu-hoa, sehingga
kurang selera menikmati panorama malam di puncak gunung.
Tiba-tiba In San berkata: "Kek-toako, aku ingin mendengar
tiupan lagu serulingmu."
Kek Lam-wi tertawa katanya: "Harpa Tan-toako sudah kau
bawa juga, aku sudah tahu maksudmu, akupun ingin
mendengar petikan harpa Tan-toako."
Betapa cerdik otak Toh So-so, lekas sekali diapun maklum,
katanya tertawa. "Adik San, bukan maksudmu ingin
mendengar tiupan seruling Kek-toako, tapi kau ingin supaya
tiupan seruling Kek-toako terdengar oleh nona Bu bukan?"
"Betul," ujar In San terus terang, "bukan mustahil, setelah
mendengar tiupan seruling Kek-toako, dia akan muncul
sendiri." "Baiklah," ucap Kek Lam-wi, "Tan-toako, harap kau petik
dulu harpamu nanti kulanjutkan tiupan serulingku."
"Lebih baik kita bawakan sebuah lagu intrumental,
perpaduan suara harpa dan seruling suaranya akan terdengar
lebih jauh," demikian ujar Tan Ciok-sing.
"Begitupun baik?" ujar Kek Lam-wi.
"Lagu apa yang akan kita bawakan?" tanya Ciok-sing.
1538 "Aku punya pendapat coba kalian menilainya?" tiba-tiba In
San menyela.

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebelum kau jelaskan, bagaimana aku bisa menilainya?"
Tan Ciok-sing berkelakar.
Kek Lam-wi ikut tertawa geli, katanya: "Adik ln jangan kau
mengajukan persoalan rumit kepada kami lho?"
"Ini bukan soal sulit, aku hanya ingin mendengar lagu baru
dengan nada yang menyegarkan, intrumental kalian ini ada
kalanya harus dibawakan secara tunggal bergantian."
"Otakku ini tumpul, aku tidak paham apa yang kau artikan
secara tunggal bergantian."
In San menjelaskan: "Kalian boleh sama-sama meniup
seruling dan memetik harpa tapi tak usah mencocokkan nada,
kalian boleh membawakan lagu apapun yang kalian senangi."
"Lho, mana bisa nada dan lagunya berpadu?" tanya Tan
Ciok-sing. "Sebelumnya kalian boleh menentukan pilihan lagu apa
yang akan kalian bawakan serta menentukan nadanya pula,
tapi matnya harus sama, sehingga temponya sama pula.
Seruling dan harpa adalah alat musik khusus yang mempunyai
keistimewaannya sendiri, dalam perpaduan suaranya tidak
perlu harus senada."
"Usulmu memang menarik, baiklah biar kami mencobanya.
Tan-toako, kau membawakan lagu apa?" tanya Kek Lam-wi.
"Aku akan membawakan lagu 'Kisah pertemuan' dengan
nada E," sahut Tan Ciok-sing.
"Baik, aku akan meniup lagu 'Kenangan sahabat' dengan
nada B." Nada lagu yang mereka bawakan memang berbeda, namun
suasana diliputi rasa riang gembira dan manis madu. Sebelum
mereka habis membawakan lagunya, memang seorang telah
1539 berlari mendatangi seperti yang mereka duga. Tapi yang
muncul bukan Bu Siu-hoa, ternyata seorang pemuda tanggung
berpakaian sederhana dengan perawakan kekar.
Melihat pemuda ini sesaat Tan Ciok-sing melenggong, tibatiba
dia berjingkrak berdiri seraya berteriak: "Lau-toako tak
nyana bisa bertemu kau disini."
In San tidak kalah senangnya, teriaknya: "Lau-toako,
kiranya engkau."
Walau bukan Bu Siu-hoa yang muncul tapi rasa senang
mereka tidak ubahnya seperti bertemu dengan Bu Siu-hoa.
Pemuda tanggung itu tergelak-gelak, katanya: "Siau-ciok-cu
kiranya kau. Mendengar petikan harpa aku sudah duga pasti
kau. Nona ln, aku sudah tahu, kecuali bukan Siau-ciok-cu
kalau dia berada disini, kau mesti disini pula. Cuma aku belum
tahu apakah sekarang aku sudah boleh panggil kau In So-so?"
"Siau-cucu, jangan kau menggoda aku," ujar In San
tertawa, "ada urusan penting ingin aku bicara dengan kau."
Pemuda tanggung itu jadi sadar katanya: "Oh, iya kedua
saudara ini..."
Setelah Ciok-sing perkenalkan Kek Lam-wi dan Toh So-so,
lalu dia berkata: "Lau-toako bernama Thi-cu teman kecilku
yang dulu sering bermain-main di sungai, sudah biasa kami
saling memanggil nama kecil. Dia panggil aku Siau-ciok-cu,
aku panggil dia Siau-cucu." Lalu Tan Ciok-sing tanya: "Siaucucu,
kenapa kau tidak berada di Kwilin, kok tahu-tahu berada
disini?" "In-suheng menjadi buronan pihak penguasa, maka dia
pergi dari Kwilin. Dia tahu aku pandai berenang, maka dia tulis
sepucuk surat suruh aku mencari perlindungan di tempat Ongcecu
disini." Lau Thi-cu melanjutkan ceritanya: "Sudah setahun lebih
aku disini. Syukurlah Cecu sudi menerima aku dan
1540 mengangkat aku jadi Siau-thaubak, bila ada waktu diapun
suka memberi petunjuk main silat kepadaku, senang juga aku
hidup dalam lingkungan ini, sayang aku tidak tahu jejak
kalian, meski hati amat rindu tak tahu kemana aku harus cari
kalian, syukur hari ini bisa bertemu pula."
"Kedatangan kami untuk memberi selamat ulang tahun
kepada Cecu kalian. Siau-cucu apa kau tahu bahwa gurumu
juga telah datang."
Lau Thi-cu kegirangan katanya: "Apa betul" Sayang
sekarang aku belum bisa menemui beliau."
Tiba-tiba tergerak hati In San tanyanya: "Ada sebuah hal
penting ingin aku tanya kepada kau. Urusan lain nanti
dibicarakan lagi."
"Urusan penting apa" Lekas katakan," ujar Siau-cu-cu.
"Pernahkah kau melihat seorang gadis begini." Lalu dia
gambarkan perawakan dan muka Bu Siu-hoa, kepada Lau Thicu.
Semula In San hanya ingin mencoba adu untung, pada hal
sekian banyak orang telah disebar untuk mencari jejaknya,
diapun tidak berani menaruh harapan kepada Lau Thi-cu.
Tak nyana setelah mendengar penjelasannya, Lau Thi-cu
lantas berkata: "Ya, pernah, pernah kulihat, tapi gadis ini tidak
berjalan seorang diri."
Lekas Tan Ciok-sing bertanya: "Siapa berjalan dengan dia?"
"Siapa dia aku tidak kenal, dari kejauhan tampak dia
seorang perempuan setengah umur."
In San kaget, katanya: "Mungkinkah ibu tirinya," tanyanya:
"Siau-cu-cu kau tahu kearah mana mereka pergi?"
"Mereka lari ke puncak gunung yang menjadi pusat
pertemuan aliran-aliran sungai, kalian tak usah kuatir dia bisa
lari dari sana."
1541 "Kenapa?"
"Karena air tempuran di bawah gunung itu. amat deras
lajunya seperti air terjun saja, air dituang ke bawah langsung
masuk ke Thay-ouw. Selamanya belum pernah ada orang
berani naik perahu keluar dari sana."
Semakin kejut hati Tan Ciok-sing, teriaknya: "Celaka."
"Apanya celaka?" tanya Lau Thi-cu kaget.
Ciok-sing tarik tangan Lau Thi-cu lalu diseret lari, dia
disuruh menunjukkan arahnya, sambil lari Ciok-sing berkata:
"Perempuan setengah umur itu adalah Pangcu Bu-san-pang,
namanya Bu-sam Niocu. Bu-san-pang adalah salah satu
sindikat gelap di daerah Sujwan. Di bawah Bu-san ada tiga
selat berbahaya, merupakan daerah paling berbahaya
sepanjang sungai Tiangkang. Bu-sam Niocu sudah bisa
kendalikan perahu di tiga selat sempit dengan arus yang deras
itu, diapun pandai berenang, kepandaiannya mungkin jauh
lebih liehay dari kemampuanku dan kemampuanmu."
In San tanya: "Apakah disana tidak disediakan perahu?"
"Perahu sih ada satu tapi hanya sebagai persiapan dan
jarang digunakan."
"Celaka, Bu-sam Niocu pasti tahu adanya jalan rahasia ini,
dari sana dia bisa naik perahu langsung memasuki perairan
Thay-ouw, maka dia menculik Bu Siu-hoa dibawa lari lewat
tempat berbahaya itu."
"Aku jadi ingin mengadu kepandaian dengan perempuan
siluman itu," ujar Lau Thi-cu, kalian tidak usah kuatir, soal
perahu mudah nanti kucarikan."
Setiba di tempat tujuan, tiada bayangan manusia,
perahupun tidak kelihatan. Tan Ciok-sing tanya: "Siau-cu-cu,
kau bilang punya akal."
1542 "Jangan kuatir," ucap Lau Thi-cu, "didalam gua tak jauh
dari sini belakangan ini ada dibuat perahu yang belum sempat
digunakan."
Dalam gua yang dituju memang terdapat beberapa perahu,
masih baru dan belum dicat. Tan Ciok-sing berkata: "Siau-cucu,
ada sebuah permintaanku, sudikah kau membantu aku?"
"Siau-ciok-cu, kenapa kau bilang begitu, memangnya aku
ini bukan temanmu sejak kecil" Kitakan pernah sehidup
semati, berapa kali kau pernah menyerempet bahaya
menolong aku, bukan untuk kali ini pula aku pernah
membantu kau."
Kek Lam-wi dan Toh So-so kelahiran dan dibesarkan di
Kanglam, sudah tentu mereka juga pandai berenang tapi
dibanding Siau-cu-cu jelas mereka jauh ketinggalan. Setelah
menurunkan perahu kecil yang dinaiki Lau Thi-cu berada di
depan menunjukkan jalan, galah diangkat terus menutul
ringan di dinding batu, perahu kecil itu lantas meluncur
mengikuti arus. Perahu yang dinaiki Tan Ciok-sing dan In San
berada di belakang, dalam kegelapan, tiba-tiba terasa
segulung arus kencang menggulung tiba, perahu kecil Tan
Ciok-sing berputar terombang-ambing terbawa arus berpusar.
Mendengar suara gelombang Lau Thi-cu lantas tahu bahwa
mereka menghadapi bahaya lekas dia berteriak: "Mundur ke
samping kiri terus digayuh maju ke depan pula."
Tan Ciok-sing kerahkan Jian-kin-tui sehingga perahunya
tidak terbalik, setelah perahunya terkendali segera dia
praktekkan menurut petunjuk Lau Thi-cu, dengan mudah
perahunya segera laju ke depan pula terbawa arus, kejap lain
perahunya sudah meluncur keluar dari dalam gua dan melihat
langit terang. Diluar gua air seperti dituang menggerojok turun dengan
deras masuk ke danau, disini air mengalir lebih kencang dan
berbahaya. Angin menderu ribut seperti terjadi hujan bayu
1543 layaknya. In San biasanya cukup tabah tak urung kali ini
hatinya kebat-kebit, katanya: "Sungguh berbahaya,
mengecilkan nyali saja."
Belum habis dia bicara, tiba-tiba gelombang besar
mendampar. Lau Thi-cu berteriak: "Awas menubruk karang,"
batu-batu karang runcing bersusun berbentuk menara banyak
tersembunyi di bawah air, yang kelihatan hanya pucuknya
sedikit saja apalagi arus air teramat deras dengan gelombang
besar pula, dalam gugupnya Tan Ciok-sing tak kuasa dia
mengendalikan perahunya, untung Lau Thi-cu memberi
peringatan, sehingga perahunya berhasil dibelokan ke
samping. Pada detik-detik gawat di kala perahunya hampir
membentur karang, Tan Ciok-sing kerahkan Lwekang ajaran
Thio Tan-hong, galahnya diulur ke depan dengan sepenuh
tenaga ujung galahnya tepat menyodok pucuk karang serta
mendorongnya sehingga perahu yang terdorong ombak itu
berhasil ditahannya sekejap terus dibelokan ke samping
melawan arus, kejap lain perahunya seperti dilempar naik ke
atas, seketika In San merasa dirinya seperti naik mega seolaholah
dirinya terbawa arus dilempar ke tengah angkasa namun
cepat sekali tiba-tiba tubuhnya anjlok pula ke bawah. Waktu
dia buka matanya perahu itu sudah melampaui kumpulan
batu-batu karang dan terus laju ke depan.
Lau Thi-cu berpaling ke belakang, legalah hatinya, serunya
memuji: "Hebat kau Siau-ciok-cu."
Tan Ciok-sing seka keringatnya, katanya tertawa: "Terima
kasih akan petunjukmu, kepandaianmu jauh lebih mahir lagi."
Maklum naik perahu didalam air yang arusnya sederas itu,
bukan saja diperlukan kemahiran berenang, juga harus
memiliki tenaga raksasa. Bahwa Lau Thi-cu dapat kendalikan
perahunya seperti laju di perairan yang arusnya tenang, jelas
Kungfunya sekarang sudah mencapai taraf tertentu, dasarnya
cukup kuat. 1544 Cepat sekali mereka sudah mencapai setengah dari selat
sempit berarus kencang itu. Setelah lega hatinya, In San
berkata: "Arus air sederas ini kurasa tidak kalah derasnya dari
Sam-kiap di Tiangkang yang terkenal itu."
Lau Thi-cu berseru di depan: "Syukurlah di depan tiada
daerah berbahaya lagi, lekas sekali sudah akan berada di
perairan Thay-ouw."
Baru saja mereka merasa lega, tiba-tiba Toh So-so
berteriak kaget, pandangannya tertuju ke depan arah samping
dengan melongo. Lekas Kek lam-wi menoleh ke arah
pandangannya, tak usah tanya segera dia tahu kenapa
kekasihnya kaget dan melongo.
Tampak di antara dua batu besar yang menonjol di
permukaan air di samping sana, tersangkut sebuah perahu
yang pecah, perahunya terbalik karena benturan keras perahu
itu sudab pecah berantakan, jauh di depan sana masih
kelihatan pecahan perahu yang terapung.
Jantung Kek Lam-wi berdetak keras, katanya: "Lau-toako,
perahu itu apakah milik kalian..." Lam-wi tidak tega
meneruskan perkataannya, dia pikir jarang ada perahu lewat
disini, ada perahu pecah itu, kecuali perahu yang dinaiki Busam
Niocu dengan Bu Siu-hoa rasanya tiada perahu lain lagi?"
"Betul," sahut Lau Thi-cu, "itulah perahu khusus yang kami
sediakan di pinggir sungai."
Kek Lam-wi menghela napas, katanya: ."Kalau begitu tak
usah kita mencarinya ke Thay-ouw lagi."
Pada hal perahu mereka kini sudah berada di perairan
Thay-ouw. Hujan rintik-rintik kabut mulai datang, Thay-ouw
seluas ini, perasaan mereka menjadi tertekan seperti dibalut
kabut, kemana mereka harus mencari"
1545 Makin ke tengah kabut makin tebal, tak lama kemudian di
tengah kabut tebal tampak setitik sinar lampu yang bergerak
terombang-ambing maju ke depan.
Dengan suara lirih Lau Thi-cu berkata: "Di depan ada
sebuah kapal, titik api itu adalah lampu angin yang digantung
di ujung buritan jaraknya kira-kira ada dua li."
Pada hal saat mana sudah menjelang tengah malam, dalam
kabut setebal ini pula, kapal ini masih berada di tengah
perairan, jejaknya ini jelas cukup mencurigakan.
Tergerak hati Kek Lam-wi katanya: "Lau-toako, perlahan
saja mendekatinya kapal di depan itu."
"Aku tahu," ujar Lau Thi-cu tertawa, "jangan kuatir, mereka
tidak akan tahu jejak kita. Dengan kemahirannya
mengendalikan perahu, perahunya itu tetap laju ke depan
tanpa banyak mengeluarkan suara.
Setelah agak dekat sayup-sayup terdengar suara
percakapan dan cekikikan tawa orang. Itulah suara tawa genit
seorang perempuan, suaranya jelas adalah tawa Bu-sam Niocu
yang jalang itu.
Karuan Tan Ciok-sing berlima amat girang. Segera mereka
pasang kuping, terdengar tawa jalang Bu-sam Niocu makin
jelas. "Idiiiiih jangan begitu, berlakulah yang genah, putriku
ada di sebelah, kalau sampai didengar dia kan tidak enak,"
agaknya Bu-sam Niocu sedang main cinta dengan seorang
lelaki. Berkerut alis Kek Lam-wi dan Toh So-so namun lega pula


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati mereka. Ternyata Bu Siu-hoa tidak mengalami kesulitan,
agaknya dia disekap di atas perahu itu. Yang menjadi tanda
tanya dalam benak mereka adalah siapa lelaki itu"
"He, he, putri mustikamu, merdu sekali kedengarannya,
mesra dan sayang sekali. Bagi mereka yang tidak tahu seluk
beluknya tentu menyangka genduk ayu itu adalah anak
1546 kandungmu sendiri," terdengar laki-laki itu mencemooh
dengan nada menggoda.
Tan Ciok-sing melengak, semula dia sangka lelaki yang
sedang pat-gulipat dengan Bu-sam Niocu ini adalah suaminya
kedua, yaitu Tok-liong-pang Pangcu Thi Khong. Tapi setelah
didengarnya dengan cermat suaranya tidak mirip Thi Khong.
"Lalu siapa laki-laki ini?" demikian Ciok-sing bertanya-tanya.
Terdengar Bu-sam Niocu berkata: "Haya kenapa kau bilang
demikian, walau Bu Siu-hoa bukan anak yang kulahirkan dari
rahimku sendiri tapi sejak kecil aku menyayangi seperti
mustikaku sendiri. Kalau tidak, kali ini aku tidak akan
menyerempet bahaya untuk menculiknya dari markas Ong
Goan-tin. Kau kira soal gampang untuk lari dari selat geledek
yang berbahaya itu?"
"Sam-nio," ujar laki-laki itu bergelak tawa, "urusan sudah
sejauh ini, kau masih belum mau bicara sejujurnya kepadaku,
apa tidak terlalu?"
"Bicara jujur soal apa?" tanya Bu-sam Niocu.
"Kau kan hanya memperalat dia untuk membeli hati orang
Bu-san-pang, kaupun kuatir ada orang membongkar
perbuatan kejimu di masa lalu, maka terpaksa kau membelit
budak ayu itu di bawah gaun panjangmu. Kalau tidak menurut
pendapatku sudah sejak lama kau telah membunuhnya."
"Perbuatan keji masa lalu apa" Sebetulnya berapa banyak
kau pernah dengar berita angin yang menjelekkan nama
baikku?" suara Bu-sam Niocu kedengarannya agak hambar
dan panik. Laki-laki itu tertawa, katanya: "Alah aksinya, dulu kau
sekongkol dengan Thi Khong membunuh suamimu yang
pertama, yaitu Bu San-hun Pangcu pertama Bu-san-pang.
Kalian memang bertindak amat rahasia, tapi kalau ingin orang
lain tidak tahu, hendaklah awak sendiri tidak berbuat. Memang
orang-orang Bu-san-pang belum memperoleh bukti, tapi tidak
1547 sedikit yang curiga terhadap kau. Bicara sejujurnya kau tidak
berani membunuh genduk ayu karena kalau kau membunuh
dia kecurigaan orang-orang Bu-san-pang akan bertambah
besar dan yakin akan perbuatanmu yang keji masa lalu. Maka
terpaksa kau besikap baik dan sayang terhadapnya supaya
orang-orang Bu-san-pang tidak curiga lagi bahwa kaulah yang
membunuh ayahnya."
"Kau memang setan cerdik, apapun kau ketahui maka
kaupun harus memberi kelonggaran kepada budak jelita itu."
Laki-laki itu tertawa pula, katanya: "Aku tahu kau telah
membiusnya pingsan, umpama tidak kau bius juga tidak jadi
soal, apapun dia tidak akan bisa mendengar percakapan kita."
"O, jadi kaupun telah melakukan sesuatu pada dirinya?"
"Ya, aku telah menutuk Hiat-to penidurnya, paling sedikit
dua belas jam kemudian baru dia akan bangun."
"Kau memang setan kelaparan, kiranya kau memang
bermaksud jelek terhadapku."
"Salah, bukan bermaksud jelek, aku justru ingin berbuat
baik terhadapmu."
"Apa kehendakmu?"
"Kuingin kau menjadi biniku."
"Tidak, tidak mungkin, aku tidak bisa kawin dengan kau."
"Kenapa tidak bisa, Bu San-hun telah mati. Kau boleh
menikah dengan Thi Khong. Thi Khong telah mampus, kenapa
sekarang tidak boleh menikah dengan aku" Memangnya kau
ingin menjadi janda sampai tua?"
"Justru karena Thi Khong mati belum ada satu bulan,
pakaian duka citaku belum lagi kutanggalkan. Kalau kau tidak
takut ditertawakan orang, aku sebaliknya malu bila dicemooh
orang banyak."
1548 "O, jadi kau hanya kuatir dicemooh orang, jadi bukan tidak
sudi kawin dengan aku. Biarlah kutegaskan kepada kau, aku
tidak peduli segala ocehan orang lain. Bila aku yang menjadi
suamimu, siapa berani mentertawakan kau."
Terdengar Bu-sam Niocu cekikikan geli dan genit, katanya:
"Memangnya kaukan Hwe-giam-lo yang terkenal dan disegani
kaum persilatan siapa berani bertingkah di hadapanmu?"
Perahu yang ditumpangi Tan Ciok-sing berlaju ke depan
makin dekat, semakin didengarkan dia seperti sudah kenal
suara lelaki itu, setelah mendengar percakapan mereka
sampai disini, kini dia sudah yakin siapa gerangan lelaki itu.
Orang itu bukan lain adalah Toa-thauling Giam-ong-pang Giam
Cong-po yang pernah bergebrak melawan dirinya.
Tawa genit dan percakapan kedua orang di atas perahu
tiba-tiba terhenti. Ternyata sebagai orang yang banyak
pengalaman di perairan, Bu-sam Niocu sudah tahu bahwa
sebuah perahu kecil tengah menguntit kapal mereka di
sebelah belakang.
Pelan-pelan dia mendorong Giam Cong-po yang menindih
tubuhnya ke samping. Giam Cong-po keheranan sebelum dia
sempat bertanya, Bu-sam Niocu sudah berbisik di pinggir
telinganya: "Ada dua perahu menguntit di belakang, biar aku
memeriksanya."
"Umpama Ong Goan-tin sendiri yang mengudak kemari aku
juga tidak gentar, biarkan saja peduli amat?" jengek Giam
Cong-po penasaran, maklum nafsunya sedang berkobar, mana
dia mau diganggu.
Bu-sam Niocu mencubit lengannya, katanya perlahan
dengan tertawa: "Waktu masih panjang untuk kita, sekarang
kita belum bebas dari daerah terlarang, jelas ada orang
menguntit betapapun harus hati-hati."
1549 Giam Cong-po berkata uring-uringan: "Kurcaci mana yang
berani menguntit kita, biar nanti kupukul perahunya sampai
pecah berantakan."
Bu-sam Niocu lari keluar pegang kemudi sehingga kapalnya
membelok arah melintang, sementara Giam Cong-po beranjak
ke buritan, maka dilihatnya dua perahu kecil yang dinaiki Tan
Ciok-sing dan Kek Lam-wi. Jarak kedua pihak tinggal enam
tujuh tombak, tapi di tengah kabut Giam Cong-po tidak
melihat jelas siapa penumpang kedua perahu kecil itu.
Dengan kalem dia angkat sebuah jangkar besi di pojok
kapal, sekali ayun kontan dia lempar jangkar gede itu ke
perahu Tan Ciok-sing. Jangkar besi itu besar dan berat, dia
lempar dengan tenaga raksasa lagi, maka daya luncuran
ditambah beratnya kira-kira ada ribuan kati. Jangan kata
perahu kecil itu hanya mampu dinaiki tiga orang, umpama
perahu besar juga tidak akan kuat ditindih oleh jangkar
segede itu, jelas perahu kecil yang dinaiki Tan Ciok-sing bisa
pecah berantakan.
Untung dia melempar jangkar itu ke perahu Tan Ciok-sing.
Ciok-sing segera kembangkan ajaran Lwekang Thio Tan-hong,
galah panjang dia angkat terus menyampuk dan menepis
mengikuti arah luncur jangkar gede itu. "Byuuurrr" jangkar
gede itu berhasil disampuknya miring dan jatuh kedalam
danau, air muncrat menimbulkan ombak besar.
Karuan Giam Cong-po kaget bukan main, baru sekarang dia
insyaf, yang dihadapi adalah lawan tangguh. Sembari
meraung gusar dia meraih sebuah dayung besi terus
menubruk kearah perahu kecil yang dinaiki Tan Ciok-sing.
Kejadian cepat sekali, di tengah udara tubuhnya jumpalitan
dengan gaya burung dara membalik tubuh, tubuhnya menukik
turun meluncur ke arah perahu kecil itu.
"Pletak", galah panjang di tangan Tan Ciok-sing berhasil
dipukulnya patah menjadi dua. Tapi sebelum kaki Giam Congpo
menginjak papan perahu, pada hal serangan susulan
1550 dengan jurus Hing-sau-liok-hap telah dipersiapkan, mendadak
dilihatnya selarik sinar hijau dan selarik sinar putih laksana
kilat menyambar, sinarnya terang menyilaukan mata. Maka
terdengarlah dering keras beradunya senjata, kali ini gayung
besi di tangan Giam Cong-po malah yang terpapas kutung.
Kiranya Tan Ciok-sing dan In San melancarkan gabungan
sepasang pedang. Pedang mereka gaman mustika yang dapat
mengiris besi, ilmu pedang mereka tiada bandingan pula di
kolong langit ini, kejadian diluar dugaan lagi, sudah tentu
Giam Cong-po tak kuasa melawan mereka"
Belum lagi ujung kakinya menyentuh perahu, ujung pedang
Tan Ciok-sing sudah mengancam lambungnya. Lekas Giam
Cong-po menangkis dengan sisa dayung yang masih
dipegang, gagang dayung itu kembali terpapas kutung pula,
sehingga sisanya sudah tak mungkin digunakan lagi sebagai
senjata. Sementara itu Bu-sam Niocu baru selesai berpakaian,
didengarnya langkah memasuki kabin, maka dengan bersuara
heran dia menegur: "Lho, kok cepat benar kau sudah
kembali?" Kek Lam-wi tendang pintu kabin sambil membentak: "Coba
kau lihat siapa aku."
Kaget Bu-sam Niocu bukan main, kontan dia ayun tangan
menaburkan segenggam Bwe-hoa-ciam. Toh So-so putar
kencang pedangnya dengan jurus Jiu-hong-sau-yap, maka
terdengar suara gemerisik. Bwe-hoa-ciam lembut itu tersapu
rontok dan hancur berhamburan.
Karena sedikit hambatan ini, Bu-sam Niocu sudah
membobol dinding papan terus lari ke geladak.
Kek Lam-wi membentak: "Lari kemana," secepat angin dia
mengudak keluar. Kembali Bu-sam Niocu mengayun balik
tangannya menghamburkan senjata rahasia. Serangan senjata
rahasia kali ini jauh lebih liehay, yaitu Tok-bu-kim-ciam-liatTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1551 yam-tam, begitu ditimpukkan senjata rahasia itu lantas
meledak, segumpal asap berapi menimbulkan kabut tebal
diselingi bintik-bintik sinar gemerdap yang tak terhitung
banyaknya, itulah jarum-jarum selembut bulu kerbau yang
beracun. Untung sebelumnya Kek Lam-wi sudah siaga, di waktu dia
melompat ke atas kapal ini, jubah luarnya sudah dibikin basah,
sekarang jubahnya dia buka serta dikebutnya sekali, gumpalan
asap berapi dari ledakan senjata rahasia itu seketika
dikebutnya padam. Jarum-jarum lembut beracun itupun
tergulung dalam jubahnya. Sebat sekali Toh So-so sudah ikut
menerjang keluar dengan getaran pedangnya dia ikut
menyapu habis hamburan jarum-jarum lembut itu.
Kek Larn-wi tidak berhenti, seruling pualamnya segera
dikerjakan menutuk tiga Hiat-to di tubuh Bu-sam Niocu, jurus
Hun-mo-sam-hu ini merupakan variasi yang berhasil dicangkok
dari King-sin-pit-hoat merupakan ilmu Tiam-hiat tingkat tinggi
yang liehay. Walau kesehatan Kek Lam-wi belum pulih
seluruhnya, mungkin karena terlalu panik, Bu-sam Niocu kena
ditutuk dua Hiat-tonya dan tertawan hidup-hidup.
Lekas Kek Lam-wi berdua putar masuk ke kabin serta
mencari, akhirnya ditemukan sebuah pintu kecil terus
membobolnya, Bu Siu-hoa, ternyata disekap di kamar sebelah.
Kek Lam-wi sudah berjongkok memeriksa Hiat-to mana di
tubuhnya yang tertutuk dan hendak membebaskan tutukan
Hiat-tonya, tiba-tiba dilihatnya Bu Siu-hoa sudah membuka
mata, lapat-lapat dia melihat bayangan Kek Lam-wi dan Toh
So-so, dia sangka dirinya sekarang bermimpi, teriaknya tak
tertahan: "Kek-toako, Toh-cici, betul, betulkah kalian?"
Toh So-so girang, serunya: "Bu-cici, ternyata kau sudah
siuman." Segera dia turun tangan membebaskan Hiat-tonya
yang tertutuk. 1552 Saking girang Bu Siu-hoa berlinang air matanya, katanya
terisak: "Sungguh tak nyana aku masih bisa hidup bertemu
dengan kalian."
"Ibu tirimu yang jahat itu sudah kami bekuk hidup-hidup,
sepantasnya kau bersenang hati apa pula yang kau tangisi?"
Toh So-so menghibur.
"Ayah kandungmu dicelakai sampai mati oleh ibu tirimu ini,
apa kau sudah tahu," ujar Kek Lam-wi sengit.
"Percakapannya dengan pentolan Gam-ong-pang di kamar
sebelah sudah kudengar seluruhnya," sahut Bu Siu-hoa
"Bu-cici, sepantasnya aku memberi selamat kepadamu,"
kata Toh So-so.
Bu Siu-hoa melenggong, katanya: "Kenapa memberi
selamat kepadaku."
"Selamat atas kemajuan Kungfumu," ujar Toh So-so
tertawa, "kau terkena obat bius perempuan laknat itu, ditutuk
pula Hiat-tomu dengan Jong-jiu-hoat oleh Giam Cohg-po tapi
sebelum saatnya kau sudah siuman lebih dulu, sungguh patut
dipuji." Bu Siu-hoa berkata: "Waktu aku digusur perempuan jahat
itu, diam-diam aku sudah menelan obat penawarnya. Tentang
ilmu Tiam-hiat aku harus berterima kasih kepada Kek-toako,
dialah yang mengajar kepadaku. Sayang belum sempurna."
Ternyata dua hari dia berkumpul dengan Kek Lam-wi dalam
gua batu, mengingat orang telah menolong jiwanya, untuk
membalas kebaikannya Kek Lam-wi secara iseng mengajarkan
cara mengerahkan hawa murni menjebol tutukan Hiat-to
kepada Bu Siu-hoa sebagai bekal untuk menyelamatkan diri.
"Mana keparat she Giam itu?" tanya Bu Siu-hoa.
"Masih ada di geladak sedang bertarung dengan Tantoako,"
sahut Kek Lam-wi.
1553 Waktu mereka tiba di atas geladak, tampak air bergolak
dan berputar, siapapun tahu bahwa ada orang sedang
bertarung didalam air. Lau Thi-cu yang berada di perahu kecil
ternyata juga tidak kelihatan.
Perahu kecil yang ditumpangi Tan Ciok-sing berputar-putar
di atas air, kapalnya sudah miring ke sebelah, turun naik
terombang-ambing oleh ombak, sebentar lagi kalau tidak
dikendalikan mungkin bisa tenggelam.
"Celaka," seru Toh So-so, "In-cici masih di atas perahu itu,
dia tidak pandai berenang, lekas kita menolongnya."
Beramai-ramai mereka kayuh kapal besar ini mendekati


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perahu yang sudah miring itu. In San sudah lompat ke atas
atap kabin, setelah jarak kedua kapal dan perahu tinggal dua
tombak In San segera melompat naik ke atas kapal besar.
Ternyata menghadapi Siang-kiam-hap-pik Tan Ciok-sing
dan In San, Giam Cong-po tepaksa didesak jatuh kedalam air,
dia tahu di atas kapal dirinya mungkin tidak kuat menghadapi
mereka, maka dia selulup kedalam air hendak menyabot
perahu orang. Kuatir Tan Ciok-sing bukan tandingan Giam Cong-po, Kek
Lam-wi berkata: "Biar aku turun ke air membantunya."
Lekas In San mencegah, katanya: "Kesehatanmu sendiri
belum sembuh, jangan kau mencari susah sendiri."
"Biar aku saja turun membantunya," kata Toh So-so.
"Siau-cu-cu sudah terjun ke air membantu Tan-toako,"
demikian tutur In San, "bila mereka berdua juga tidak kuat
menghadapi musuh didalam air..."
Belum habis dia bicara, "Byuur" tahu-tahu Bu Siu-hoa
sudah terjun kedalam air. Hanya sekejap saja tiba-tiba dua
kepala orang menongol ke permukaan air. Tan Ciok-sing
mendahului lompat naik ke atas kapal, disusul Lau Thi-cu.
1554 Waktu itu fajar telah menyingsing tampak pakaian mereka
berlumuran darah.
In San kaget, serunya: "Lau-toako kau terluka. Mana adik
Siu-hoa?" "Jangan gugup," ujar Lau Thi-cu tertawa lebar, "ini darah
orang lain. Nona Bu berhasil membunuh brandal she Giam
itu." Di tengah tawanya itu tampak Bu Siu-hoa sudah muncul ke
permukaan air, katanya: "Lau-toako terima kasih akan
bantuanmu hingga aku berhasil menuntut balas."
Perlu diketahui kepandaian renang Giam Cong-po ternyata
amat liehay, kalau tidak dibantu oleh Lau Thi-cu, Tan Cioksing
meski dibantu Bu Siu-hoa, meski tidak terkalahkan lawan
pasti berhasil melarikan diri. Setelah terbukti Giam Cong-po
sudah mati, baru Bu Siu-hoa naik ke atas, maka dia agak
terlambat muncul di permukaan air.
Bu Siu-hoa sedang berpikir cara bagaimana dia harus
menghukum ibu tirinya, bila diapun sudah berada di atas kapal
dilihatnya darah hitam keluar dari panca indra Bu-sam Niocu,
ternyata insyaf akan kesalahannya yang tidak terampunkan,
dari pada mati di tangan orang lain dia rela bunuh diri
menelan racun. 000OOO000 Memperoleh laporan yang menggembirakan ini, lekas Ong
Goan-tin keluar menyambut kedatangan mereka. Yang ikut
menyambut ada It-cu-king-thian Lui Tin-gak dan Kim-to-thiciang
Tam Pa-kun. Lekas Lau Thi-cu memburu maju memberi
sembah hormat kepada gurunya.
Melihat Bu Siu-hoa pulang dengan selamat legalah hati Ong
Goan-tin. Mendengar muridnya berjasa besar Lui Tin-gak juga
amat senang. Di samping menghibur dan melegakan hati Bu
Siu-hoa orang banyakpun memuji Lau Thi-cu, pemuda yang
1555 jujur dan polos ini sampai canggung dan malu mukanya
jengah. Dalam perjamuan, hati hadirin sama riang gembira, setelah
tiga cawan masuk kedalam perut, Ong Goan-tin angkat bicara:
"Ulang tahunku kali ini telah menimbulkan banyak keributan
syukurlah Tan-siauhiap, In Lihiap dan nona Bu giat membantu
sehingga keributan ini berhasil diatasi. Betapa senang hatiku
karena Lui-toako dan Tam-toako sudi datang bersama kaum
pendekar muda dan Cianpwe gagah ini kuharap suka tinggal
beberapa hari di markasku ini."
Tan Ciok-sing mendahului buka suara: "Terima kasih akan
maksud baik Cecu, sayang aku dan nona In tak bisa tinggal
lama disini."
"Kalian ada keperluan penting apa, kenapa buru-buru,"
tanya Ong Goan-tin.
Sebelum Tan Ciok-sing menjawab, Tam Pa-kun sudah
tertawa, katanya: "Ong-toako kenapa kau menjadi pelupa?"
Ong Goan-tin melengak, tanyanya: "Aku lupa apa?"
"Tentang mereka membuat geger istana raja, waktu
menyelundup ke istana raja. Ciok-sing pernah meninggalkan
empat bait syair sebagai peringatan kepada raja, bukanlah hal
itu pernah kuceritakan kepada kau?"
Ong Goan-tin sadar, katanya: "Betul kenapa aku jadi lupa.
Ciok-sing Lote, apakah kau mau kembali ke kota raja, menagih
janji kepada raja keparat itu, bila perlu kau paksa dia untuk
menepati janji."
"Benar Baginda pernah berjanji, dalam jangka tiga bulan
dia akan bertindak mencopot kedudukan menteri dorna Liong
Bun-kong. Kini batas tiga bulan sudah hampir habis, bersama
nona In kami ingin tiba di kota raja lebih dini."
"Kalian bagaimana?" tanya Ong Goan-tin kepada Kek Lamwi
dan Toh So-so. 1556 "Janji Tan-toako dengan Baginda Raja adalah janji
pertemuan Pat-sian pula, Lim-toako dan Lok-toako pasti sudah
menunggu kami di kota raja. Maka kami juga akan berangkat
bersama Tan-toako."
"Apakah luka-lukamu tidak mengganggu?" tanya Ong
Goan-tin. "Sudah lama sembuh," sahut Kek Lam-wi
"Bahwa kalian sedang mengemban tugas, sudah tentu aku
tidak enak menahan kalian disini. Nona Bu kuharap sementara
kau tinggal disini saja."
Memangnya Bu Siu-hoa sekarang sudah sebatang kara,
mendapat tempat berteduh sudah tentu dia senang, maka
permintaan Ong Goan-tin dia terima dengan rasa senang dan
lega. 000OOO000 Pendek kata. Sepanjang jalan mereka tidak menghadapi
rintangan apa-apa. Hari itu mereka tiba di Pakkhia. Untuk
menjaga orang tidak mengenali mereka, sebelum masuk kota
In San gunakan kepandaian tata riasnya yang dia pelajari dari
Han Cin merobah wajah Tan Ciok-sing dan Kek Lam-wi
menjadi dua pemuda sekolahan yang mau ujian ke kota raja,
sementara dia sendiri bersama Toh So-so ganti berpakaian
laki-laki, menyamar jadi kacung mereka.
Jalan raya lalu lintas padat, kereta gerobak berlalu lalang,
kota raja masih seramai dulu, segala sesuatunya tiada
perbedaan dengan tiga bulan yang lalu. Tapi perasaan hati
mereka yang jauh berbeda dibanding tiga bulan yang lalu.
Tiga bulan yang lalu mereka bertekad meski gugur di
medan lagajuga rela asal berhasil menemui raja, sudah tentu
yang diharapkan usaha mereka sukses yaitu membunuh
Liong Bun-kong sekalian. Meski tujuan mulia, namun mereka
1557 harus bertindak secara menggelap, harapan cerah tidak
pernah nampak di depan mata.
Kini mereka sudah sadar, umpama Baginda Raja tidak mau
tunduk akan kehendak rakyat banyak namun keyakinan
mereka untuk memberantas kaum dorna lebih besar, selaput
gelap yang selama ini menyelubungi harapan masa depan
sudah sirna tak berbekas lagi. Waktu mereka tiba di kota raja
kebetulan adalah hari terakhir dari batas waktu tiga bulan.
Malam itu mereka menginap di hotel, besok pagi mereka
langsung menuju ke Say-san berkunjung ke markas cabang
Kaypang. Baru saja mereka keluar kota, terasa dua orang telah
menguntit mereka. Kedua orang ini berkepala kecil dengan
muka panjang, mata kecil hidung pesek, dari tampang dan
tingkah laku mereka, siapapun akan tahu bahwa kedua orang
ini jahat dan menjijikan. Lekas sekali kedua orang ini sudah
memburu dekat. Sekejap Tan Ciok-sing celingukan, dilihatnya kanan-kiri
tiada orang, segera dia menyongsong kedatangan mereka.
"Saudara ini tentu sudah lelah."
Kedua orang itu berhenti, sekejap saling pandang lalu satu
persatu mengawasi mereka, mimik mukanya kelihatan aneh.
Akhirnya yang perawakan agak pendek berkata: "Lelah sih
tidak. Kalian jalan-jalan, kami juga jalan-jalan, kalau bilang
lelah, tentunya kalian juga lelah." Sengaja dia meninggikan
suara, jelas berusaha menutupi suara aslinya supaya orang
tidak kenal logat suaranya.
Tan Ciok-sing berkata sinis: "Jangan pura-pura, kalian ini
kawan dari garis mana, lekas terus terang."
Yang perawakan besar berkata: "Apa maksudnya kawan
dari garis mana" Coba kau katakan dulu kau dari garis mana,
supaya kami maklum apa yang kau maksud."
1558 "Baik terus terang kuberitahu kepadamu. Aku adalah kawan
dari garis yang sedang dicari oleh majikanmu," di kala
mengucap 'mu' dua jari tangannya yang terangkap tiba-tiba
menutuk ke Hiat-to penggagu orang, dia tidak akan
mengancam jiwa orang, maka gerakannya cukup gesit, orang
biasa terang tak mungkin bisa meloloskan diri. Tak nyana
dengan mudah laki-laki ini berhasil menghindar, mulutnya
malah berkaok: "Lho, mulut bilang kawan tapi perbuatanmu
tidak layak sebagai kawan."
Di kala Tan Ciok-sing turun tangan itu, laki-laki pendek di
sebelahnya tiba-tiba tertawa cekikikan sambil menutup mulut.
Katanya: "Adik In masa kau tidak mengenalku lagi," ujarnya.
"Toako jangan gegabah," seru In San, "diakan Han-cici..."
Hampir bersamaan In San berteriak dengan laki-laki pendek
itu. Sekilas Tan Ciok-sing melenggong, hampir bersamaan pula
diapun berteriak dengan lawannya. "Toan-toako kiranya kau."
"Tan-hengte ternyata kau."
Ternyata dua orang yang menguntit mereka ini bukan lain
adalah kawan baik mereka yaitu Toan Kiam-ping dan Han Cin.
In San tertawa, katanya: "Ooo, ternyata guruku telah
datang, tak heran samaranku konangan," maklum kepandaian
riasnya dia pelajari dari Han Cin.
"Toan-toako," kata Tan Ciok-sing bukankah kau sudah
pulang ke Tayli" Kenapa secepat ini sudah berada di kota raja
pula?" "Janjimu tiga bulan dengan baginda, tidak pernah
kulupakan," ujar Toan Kiam-ping.
"Bukankah waktu itu orang banyak mengharap supaya kau
melakukan usaha besar di kampung kelahiranmu, kurasa tidak
perlu kau buru-buru meninggalkan kampung halaman..."
1559 "Aku maklum maksudmu tapi jangan kau lupa, ayahku mati
karena perbuatan Liong Seng-bu, mana bisa aku membiarkan
kalian saja yang menuntut balas?"
Han Cin tertawa katanya: "Untung kalian bertemu aku,
markas Kaypang sudah pindah."
"Pindah kemana?" tanya Ciok-sing.
"Pindah ke Jui-hwi-hong. Mari kuajak kalian kesana," ujar
Toan Kiam-ping.
Setiba di markas Kaypang baru mereka tahu apa sebabnya
mereka pindah yaitu karena di kalangan mereka terbongkar
adanya musuh dalam selimut, ini bukan lain adalah Kwe Su-to
yang pernah ditolong itu.
Waktu Kwe Su-to membawa pasukan besar pemerintah
menggerebek Pit-mo-gay, untung orang-orang Kaypang sudah
mendapat kabar, sebelum pasukan pemerintah tiba mereka
sudah pindah ke lain tempat, sehingga tidak jatuh korban.
Kaypang Pangcu Liok Kun-lun memberi tahu dua hal
tentang keluarga Liong, pertama, Liong Bun-kong mohon cuti
dengan alasan badan kurang sehat, sampai hari ini belum
pernah masuk istana menghadap raja. Kedua, keponakannya
yaitu Liong Seng-bu secara diam-diam mengawal separtai
harta benda pulang ke Kwi-ciu ke kampung kelahirannya,
seratus li setelah meninggalkan kota raja, di tengah jalan telah
dibega! orang. "Yang berani membegal harta mereka tentu bukan kaum
begal biasa," kata Ciok-sing.
"Memang bukan begal biasa, menurut laporan mereka
adalah Wi-cui-hi-kiau," ujar Liok Kun-lun.
Kek Lam-wi senang, katanya: "O, jadi Toako juga sudah
tiba, dimana mereka?"
1560 "Dua hari lagi baru akan tiba. Mereka sudah mengirim
kabar kepadaku," sahut Liok Kun-lun pula.
"Pertemuanku dengan Baginda tidak bisa ditunda lagi, aku
tidak akan menunggu mereka," kata Tan Ciok-sing.
Toan Kiam-ping berkata: "Kali ini aku bersama adik Cin
minta persetujuan kalian untuk ikut masuk ke istana."
Kek Lam-wi dan Toh So-so sebetulnya juga ingin ikut, tapi
Liok Kun-lun bilang terlalu banyak orang tentu kurang leluasa,
apa lagi mereka harus menunggu kedatangan anggota Patsian
yang lain, terpaksa mereka terima nasihat Liok Kun-lun,
urung ikut ke istana.
Malam kedua kira-kira kentongan ketiga Tan Ciok-sing
berempat lantas berangkat menemui Baginda Raja sesuai janji
tiga bulan yang lalu.
Tan dan In sebelumnya pernah kemari maka kali ini dengan
mudah mereka dapat mengelabui para penjaga dan barisan
ronda. Di bawah petunjuk Tan Ciok-sing yang jalan di depan,
sementara In San dan Han Cin menyamar Thaykam berjalan
di belakang, sementara Toan Kiam-ping menguntit dalam
jarak tertentu langsung menuju ke istana belakang. Ginkang
Toan dan Han memang agak asor tapi tarafnya juga sudah
termasuk kelas tinggi, berjalan di atas genteng kaca yang licin
mereka mengembangkan Ginkang laksana kecapung yang
menclok dari satu wuwungan ke wuwungan istana yang lain
tanpa mengeluarkan suara. Tan dan In sudah punya
pengalaman maka mereka berhasil mengelabui jago-jago silat
pelindung istana, lekas sekali mereka sudah menyelundup ke
Sia-hoa-wan disini mereka menghadapi kesulitan, tidak seperti
dulu dapat maju dengan leluasa. Kini kemana mereka harus
menemui Baginda" Istana raja sebesar dan seluas ini, gedung
bangunannya entah- ada ratusan jumlahnya, hanya tempat
tinggal permaisuri dan para selir raja saja kira-kira ada
puluhan gedung, dari mana mereka tahu malam ini sang raja
menginap di istana mana" Kalau tempo hari mereka dibantu
1561

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang thaykam yang selalu dekat di samping raja sehingga
tanpa membuang banyak tenaga menemui raja, tapi Thaykam
kecil itu sudah gugur dalam menunaikan tugas, kini tiada
Thaykam yang akan menunjukkan jalan lagi.
Sebelum mereka mendapat akal dan perundingan diantara
mereka belum selesai tiba-tiba didengarnya suara desiran
aneh pelahan seperti selembar daun yang melayang ditiup
angin, tapi jelas bukan daun yang jatuh karena ditiup angin.
Mereka adalah ahli silat, mendengar suaranya seketika
melenggong. Tan Ciok-sing berkata: "Itulah suara senjata
rahasia meluncur, tapi bukan Bwe-hoa-ciam."
In San berkata: "Kalau suara krikil rasanya jauh lebih keras
dan kasar.'"
Ciok-sing berkata: "Kalau tidak salah dugaanku itulah
sebutir lempung kecil." Sampai disini tiba-tiba tergerak pikiran
Tan Ciok-sing, diam-diam dia berpikir: "Jikalau Wisu istana
memergoki jejak kita tak perlu dia menyerang kita dengan
senjata rahasia apalagi senjata rahasia itu ditimpuk miring ke
samping kita bukankah membuat kita terkejut dan sadar"
Tidaklah lebih baik dia berteriak mengundang kawankawannya?"
Karena itu segera dia hendak menyerempet
bahaya, coba-coba dia berlari ke arah dimana senjata rahasia
tadi meluncur. Di depan sebuah gunung-gunungan mengadang jalan di
waktu mereka kebingungan ke arah mana mereka harus
melanjutkan arahnya, tiba-tiba terdengar pula suara desiran
ringan halus tadi, kali ini Tan Ciok-sing sengaja tidak mau
menuruti petunjuk senjata rahasia itu, tapi menuju ke arah
lain. Terdengar suara ledakan lirih seperti kacang yang dipecah
kulitnya, disusul bubuk tanah yang berhamburan berjatuhan di
atas kepalanya. Senjata rahasia yang pecah di atas kepalanya
memang adalah sebutir lempung. Sebagai ahli silat sudah
1562 tentu Tan Ciok-sing maklum bahwa orang menggunakan Tamci-
sin-thong. Sebutir lempung dijentik pecah pada jarak tertentu yang
telah diperhitungkan dengan tepat bukan saja ini memerlukan
latihan juga harus tepat waktu yang ditentukan untuk
menggunakan tenaga yang pas-pasan pula.
Mau tidak mau Tan Ciok-sing terkejut. Tapi kejap lain diamdiam
hatinya amat senang dan lega karena dia sudah paham,
apa maksud timpukan lempung itu.
Tengah berpikir didengarnya pula suara desiran perlahan
tadi, sebutir lempung meluncur di atas kepalanya tahu-tahu
lempung itu berputar satu lingkaran terus meluncur ke sebelah
kiri. Dugaan Tan Ciok-sing memang tidak keliru, orang yang
menimpukkan lempung secara diam-diam ini memang sedang
menunjukkan arah jalan yang selamat bagi mereka.
Tanpa terasa mereka dituntun tiba di depan sebuah
gedung. Di depan gedung terdapat sebuah gunung-gunungan
sekelilingnya dipagari pepohonan. Sebutir lempung melayang
lewat di atas kepala mereka, cepat sekali berputar arah lalu
jatuh di atas kepala Ciok-sing. Tan Ciok-sing tahu, maksudnya
supaya mereka berhenti sampai disitu saja.
In San berbisik mepet telinga Ciok-sing: "Tempat ini
dinamakan Yang-sim-tiam, di tempat inilah Baginda Raja
menerima para pembantunya, ada kalanya diapun sibuk
memeriksa dokumen-dokumen penting disini. Mungkinkah
Baginda Raja ada disini?"
Tan Ciok-sing sembunyi di belakang gunung-gunungan
dengan seksama dia periksa keadaan sekitarnya. Yang-simtiam
adalah gedung bersusun dua, di sebelah atasnya
terdapat sebuah baicon, sinar lampu tampak menyorot disana.
Bayangan orang tampak berpeta di jendela. Sementara
bayangan orang tampak mondar mandir diluar, jelas mereka
adalah jago-jago kosen pengawal raja.
1563 Ciok-sing kembangkan Ginkang tinggi secara diam-diam dia
melompat ke atas pohon. Dia melompat ke atas sesaat angin
menghembus agak kencang sehingga daun pohon bergoyang
gemerisik, tapi dahan dimana dia hinggap sedikitpun tidak
bergeming, para Wisu yang berjaga diluar Yang-sim-tiam tiada
satupun yang tahu.
Malam itu tiada rembulan, bintang yang kelihatan juga
jarang-jarang, pohon dimana dia sembunyi daunnya rimbun,
tepat untuk sembunyi. Dari atas pohon yang tinggi dia dapat
melihat keadaaan di atas loteng.
Yang berada didalam sebuah kamar di atas loteng adalah
seorang pemuda berpakaian perlente dan seorang laki-laki
setengah umur. Pemuda perlente itu bukan lain adalah
Baginda Raja yang berkuasa sekarang dan pernah bertemu
dengan Ciok-sing, yaitu Cu Kian-sin. Laki-laki setengah umur
adalah komandan pasukan bayangkari Hu Kian-seng. Kungfu
Hu Kian-seng setaraf dengan kepandaian komandan pasukan
Gi-lim-kun Bok Su-kiat, dalam kalangan Bulim terhitung jago
kosen juga. Diam-diam Tan Ciok-sing membatin: "Ada orang ini di
sampingnya, supaya tidak mengejutkan orang banyak jelas
tidak mungkin." Meski dirinya di tempat gelap, lawan di
tempat terang tapi dia tidak yakin dalam sekali gebrak pasti
dapat membekuk Hu Kian-seng, sesaat lamanya dia bimbang
tidak berani bertindak gegabah. Di kala dia mencari akal
didengarnya sang raja telah membuka suara: "Apakah kedua
orang itu sudah masuk istana?"
Hu Kian-seng menjawab: "Baginda ada janji, mana mereka
berani datang terlambat, sudah lama mereka masuk. Apakah
perlu mengundang mereka sekarang juga?"
Istilahnya mengundang, dari sini dapat diperkirakan bahwa
kedudukan kedua orang itu tentu luar biasa. Tergerak hati Tan
Ciok-sing: "Kedua orang itu jelas bukan aku dan San, lalu
siapa?" 1564 Terdengar sang raja berkata: "Nanti saja biar mereka
terlambat setengah jam lagi. Aku ingin membaca laporan
situasi dari laporan komandan kota Tay-tong. Entah
bagaimana peperangan yang tengah berlangsung di Gan-bunkoan?"
agaknya dia ingin tahu dulu situasi dan kondisi, baru
nanti berkeputusan bagaimana bersikap terhadap utusan
rahasia negeri Watsu.
Hu Kian-seng berkata: "Gelagatnya tidak menguntungkan.
Laporan Lau-congping dari Tay-tong dikirim dengan kuda kilat,
menjelang kentongan kedua tadi baru masuk istana. Aku
sudah memeriksa dan kuletakkan di arsip-arsip surat. Silahkan
Baginda memeriksanya."
Laporan itu khusus diselipkan di sebuah map yang ditindih
singa-singaan terbuat dari tembaga setelah Cu Kian-sin
membacanya tiba-tiba dia berseru heran. Lekas Hu Kian-seng
memburu maju ikut membaca, seketika rona mukanyapun
berobah hebat. Ternyata sepasang mata singa-singaan tembaga itu dibuat
dari dua butir mutiara, kini kedua matanya ternyata bolong
mutiaranya telah lenyap. Orang yang sengaja mengorek buta
singa-singaan tembaga ini secara langsung seperti mengolok
Baginda Raja punya mata tapi buta, atau mungkin juga
menghina laporan Lau-congping dari Thay-tong akan
laporannya yang palsu.
Sebagai komandan bayangkari, Hu Kian-seng bertanggung
jawab menjaga keselamatan raja, karuan keringat dingin
berketes di atas jidatnya sesaat dia berdiri melongo. Dan yang
lebih mengejutkan lagi adalah setelah membaca surat laporan
itu wajah Cu Kian-sin tampak berubah pula, bentaknya: "Hu
Kian-seng dari mana datangnya surat laporan ini?"
Sang raja tidak mengusut kemana hilangnya sepasang
mutiara yang menjadi mata singa-singaan tembaga, tapi tanya
-asal-usul surat laporan yang sedang dibacanya sudah tentu
hal ini jauh diluar dugaan Hu Kian-seng. Sebetulnya bukan Cu
1565 Kian-sin tidak melihat atau tidak tahu maksud orang mencukil
mutiara mata singa-singaan tembaganya, tapi surat laporan
yang bermimpipun tidak pernah dia bayangkan ini, justru amat
mengejutkan hatinya.
Hu Kian-seng keheranan katanya: "Ini., apakah bukan surat
laporan Lau-congping?"
"Coba kau periksa sendiri," sentak Cu Kian-sin.
Surat laporan dari komandan militer kota Tay-tong itu
dibungkus kain sutra kuning, bagian luarnya ditulis dengan
tinta yang bermutu paling baik, di sebelah atas kiri diberi
tanda nomor arsip dan di bawahnya terdapat tanda tangan
Taykam penerima surat laporan itu yang tembusannya dikirim
balik kepada si pengirim.
Tapi kertas lempitan yang sekarang dipegang dan dibaca
Baginda ternyata dari kertas yang berkwalitet rendah, jadi
tidak memenuhi syarat sebagai surat laporan lazimnya.
Sementara itu Cu Kian-sin sudah membuka lempitan surat
dengan kertas kasar itu, lekas Hu Kian-seng menghampiri ke
belakang, dari jarak yang agak jauh dia ikut membaca,
tampak kertas kasar itu ditulisi huruf-huruf besar yang
bergaya kuat dan indah, jadi tidak sesuai lagi sebagai laporan
yang sudah ditentukan harus ditulis dengan huruf-huruf kecil
yang rapi dan rajin.
Hu Kian-seng kaget, serunya: "Ini. siapakah yang menukar
surat laporan ini."
Cu Kian-sin gusar, bentaknya: "Kau tanya aku malah" Coba
baca inilah surat tulisan Kim-to Cecu yang ditujukan
kepadaku."
Hu Kian-seng mendekat maju serta membaca lebih cermat,
baru sekarang dia melihat jelas baris pertama tulisan di atas
kertas kasar itu berbunyi:
1566 "Ciu San-bin rakyat jelata dari kaum liar berani mati
menyampaikan sepatah dua kata. "
Saking kagetnya H u Kian-seng sampai gemetar, tiba-tiba
dilihatnya di pojok sampul surat terdapat lempitan kertas lain
yang terselip di dalamnya, lekas dia melolosnya keluar begitu
melihat tulisan di atas kertas halus ini, tanpa terasa tangannya
gemetar matanya melirik, agaknya dia tidak berani dan tidak
ingin kertas tulisan ini dilihat atau diketahui oleh Sri Baginda.
Tapi Cu Kian-sin cukup tajam. "Siapa punya" Serahkan
kepadaku."
"Inilah surat laporan Laucongping yang asli, tapi..."
Belum habis dia bicara Cu Kian-sin sudah merebut surat
laporan itu dari tangannya, setelah dibeber tampak di balik
surat laporan ada huruf-huruf besar yang berbunyi demikian:
"Jerih melihat musuh seperti berhadapan dengan harimau,
pandai membual lagi. "
Cu Kian-sin membeber surat laporan komandan militer kota
Tay-tong dan surat lempit Kim-to Cecu di atas meja lalu
dicocokkan satu dengan yang lain. Hu Kian-seng melayani dari
samping, tampak junjungannya kadang mengerutkan alis,
kejap lain berseri tawa lalu manggut-manggut, adakalanya
menepekur sekian lamanya seperti sedang memikirkan
sesuatu, tiba-tiba mengetuk meja serta bernyanyi-nyanyi kecil
entah apa yang sedang dipikir dalam benaknya. Yang terang
sikapnya kelihatan kaget, senang dan lega, namun dalam rasa
senangnya terselip juga rasa risau dan masgul.
Walau Tan Ciok-sing tidak tahu apa isi surat itu, tapi dia
membadek Kim-to Cecu pasti memberi nasehat dan memberi
pengarahan situasi dan kondisi dalam negeri, membeber seluk
beluknya serta menggambarkan bagaimana Sri Baginda harus
bertindak. dinasehatinya pula supaya dia tidak menyerah atau
minta damai terhadap pihak Watsu. Dalam hati Ciok-sing
1567 membatin: "Bila dia mau mendengar nasehat Kim-to Cecu kali
ini kurasa tidak perlu aku menemuinya secara langsung."
Tengah berpikir, dilihatnya Cu Kian-sin sudah angkat
kepala, wajahnya masih mengulum senyum katanya kepada
Hu Kian-seng: "Beritanya sih lumayan."
"Berita tentang apa?" tanya Hu Kian-seng.
"Pihak Kim-to Cecu mendapat kemenangan gilang gemilang
dalam pertempuran diluar Gan-bun-koan."
Hu Kian-seng heran, katanya: "Tapi dalam laporan Laucongping..."
"Kemenangan dicapai oleh pihak Kim-to Cecu jadi tiada
sangkut pautnya dengan Lau-congping. Sudah jelas bahwa
laporan Lau-congping ini, hm, huh, memang betul membual
dan menjilat belaka, situasi digambarkan sedemikian jelek dan
buruk." Hu Kieng-seng berkomentar: "Dari tanggalnya kedua surat
ini dikirim dalam waktu yang sama, jadi tidak mungkin dalam
satu tempat dan waktu yang sama, pihak Watsu sama-sama
menghadapi dua peperangan besar. Dan lagi dinilai
keseluruhan dari peperangan itu, yang satu bilang menang
gilang gemilang, yang lain justru bijang kalah total, ini, ini..."
"Lau-congping berhadapan dengan musuh seperti melihat
harimau, ini memang benar, jadi laporannya ini terang palsu
dan membual, dia mengharap Tim selekasnya mengirim
bantuan tentara dan rangsum." Diluar kesadarannya dia
gunakan istilah Kim-to Cecu dalam mencemooh perbuatan
Lau-congping. Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa Cu Kiansin
lebih percaya kepada laporan Kim-to Cecu dari laporan
dinas Komando militer kota Tay-tong.
Sampai disini, mau tidak mau hati Tan Ciok-sing amat
girang, pikirnya: "Gelagatnya raja muda ini masih tidak
terlampau bejat."
1568 Tak nyana tiba-tiba, didengarnya Cu Kian-sin menggumam
dengan melamun: "Yang Tim kuatirkan justru kelanjutan dari
peperangan ini." Kiriman surat Kim-to Cecu dia simpan,
sementara surat laporan Komandan militer kota Tay-tong dia
remas-remas lalu dilempar ke tempat sampah akhirnya dia
menghela napas panjang. Walau dia tidak melanjutkan
perkataannya tapi Hu Kian-seng pandai melihat sikap dan rona
muka orang menebak isi hatinya, diam-diam dia sudah tahu
kemana kiblat pikiran junjungannya.
Hu Kian-seng yang sudah kelihatan tak berani banyak
bersuara ini diam-diam bersorak dalam hati, katanya:
"Baginda cekatan bertindak dan bijaksana dalam menentukan
sikap, Hamba ada pendapat yang mungkin kurang enak
didengar kuping, sebelumnya mohon Baginda memberi
ampun."

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukankah Tim sudah lama bilang kepadamu," demikian
ujar Cu Kian-sin. "Tim memang memerlukan usul dan
pendapat para pembesar jujur dan baik hati. boleh kau
katakan saja."
"Harap Baginda periksa dan pikirkan, pasukan negeri kalah
perang sebaliknya kaum berandal mencapai kemenangan di
medan laga kukira hasilnya tidak akan membawa untung bagi
Baginda." "Pcndapatmu memang tepat. Memang itulah yang Tim
kuatirkan," ujar Cu Kian-sin. "Memang Kim-to Cecu akan
membantuku dengan setia bila Tim mau kerahkan pasukan
besar negeri mengusir penjajah. Namun Tim masih sangsi
akan kesetiaan dan kejujurannya. Dan masih ada lagi. Walau
kali ini dia mendapat kemenangan besar siapa tahu lain kali..."
, "Betul." timbrung Hu Kian-seng, "kalah menang di medan
laga adalah kejadian logis, umpama benar Kim-to Cecu dapat
menang perang betapapun dia adalah brandal yang
menduduki satu pegunungan sebagai daerah kekuasaannya
1569 melulu, anak buahnya tidak lebih adalah kelompok campur
aduk yang tidak karuan kalau bertempur sungguhan, mana
mereka mampu menghadapi pasukan Watsu yang bersenjata
lengkap" Kalau kita mengandal kekuatan kaum berandal ini,
bila pihak Watsu mengerahkan seluruh kekuatan perangnya
dan berhasil menumpas mereka, bukankah posisi kita serba
repot dan runyam" Dalam keadaan kepepet seperti itu, mana
mungkin mereka mau menerima permintaan damai kita."
Maklum Hu Kian-seng sudah disogok dan memperoleh banyak
keuntungan dari duta Watsu, begitu ada kesempatan maka dia
membesarkan kekuatan musuh dan meruntuhkan semangat
juang pihak sendiri.
"Lalu bagaimana menurut pendapatmu?" Tanya Cu Kiansin.
"Menurut pendapat hamba yang bodoh, mumpung
memperoleh sedikit kemenangan ini kita adakan kontak
dengan Watsu mengajaknya berunding, syarat yang kita
ajukan mungkin bisa lebih menguntungkan bagi kepentingan
kita." Cu Kian-sin menepekur sejenak, katanya kemudian:
"Setelah menemui, utusan rahasia pihak Watsu, sebetulnya
Tim akan merundingkan persoalan ini kepada pembesar
lainnya dalam sidang balairung besok pagi. Kalau begitu
baiklah kita laksanakan sesuai rencana semula."
"Betul. Mari kita lihat sikap dan pendapat utusan rahasia
Watsu ini bagaimana kenyataan dari hasil peperangan di luar
Yan-bu-koan. Baginda akan dapat mengambil kesimpulan lebih
jelas dari mulut mereka. Apakah sekarang juga kita undang
mereka kemari?"
"Baiklah, lekas kau suruh orang mengundang Tiangsun Co
kemari." 1570 Baru sekarang Tan Ciok-sing tahu, "kiranya Tiangsun Co
datang pula sebagai utusan rahasia. Maka seorang lagi yang
akan diundang Baginda pasti adalah Milo Hoatsu."
Pada hal Hu Kian-seng masih berada di atas loteng, bila
kedua jago kosen dari Watsu itu sudah tiba, bagaimana
mungkin dia bisa berhadapan langsung dengan Sri Baginda.
Tengah dia bimbang, dilihatnya Hu Kian-seng melongokkan
kepalanya memandang keluar jendela.
Ternyata Hu Kian-seng mendengar seseorang memanggil
namanya, suaranya seperti mengambang dan tidak diketahui
arah datangnya, sayup-sayup lagi seperti ada tapi juga tiada,
entah itu suara manusia atau teriakan setan, tanpa sadar
berdiri bulu kuduknya.
Melihat sikap dan rona muka orang agak ganjil Cu Kian-sin
bertanya: "Hu Kian-seng, apa yang kau lihat diluar?"
Setelah tersirap lekas Hu Kian-seng tenangkan hati,
katanya: "Tidak apa-apa. Hamba ingin memeriksa keadaan
diluar, akan kukerahkan tenaga untuk memperkuat penjagaan
diluar." Diam-diam dia curiga kemungkinan Tan Ciok-sing secara
sembunyi-sembunyi telah menyelundup masuk ke istana pula.
Di samping kuatir sang raja tidak berani menanda tangani
surat perjanjian damai itu, tadi dia sudah kebacut omong
besar, bila Tan Ciok-sing betul-betul menyelundup ke Yangsim-
tiam ini, pamor dan kedudukannya sebagai komandan
pasukan Bayangkari ini sih boleh tidak usah dipikirkan, celaka
bila Sri Baginda menjatuhkan vonis berat akan kesalahannya.
Karena itu bila betul Tan Ciok-sing menyelundup masuk,
sebelum dia menerjang kedalam Yan-sim-tiam dia sudah harus
membekuknya. Sudah tentu dia juga tahu bahwa In San pasti
datang bersama Tan Ciok-sing, tapi dia yakin tenaga yang dia
sebar di sekitar Yang-sim-tiam cukup kuat untuk menghadapi
1571 In San maka dia tidak perlu takut bila Tan Ciok-sing
memancingnya keluar meninggalkan tempat tugasnya.
Cu Kiam-sin berpikir sejenak, katanya kemudian: "Bolehlah
kau memeriksa keadaan diluar. Sudah saatnya Koksu dari
Watsu dan Tiangcun Pwecu tiba disini, boleh kau wakili Tim
menyambut kedatangan mereka."
Hu Kian-seng memanggil dua Wisu pembantunya masuk
serta berpesan kepada mereka, "Aku akan keluar menyambut
kedatangan utusan Watsu, kalian disini hati-hati menjaga
keselamatan Baginda. Kedua Wisu ini yang satu bernama Pek
Ting, Ciangbunjin dari Eng-jiau-bun sekte utara. Seorang lagi
bernama Kiang Swan, jago kosen yang liehay dalam
permainan Pat-kwa-ciang. Kedua orang ini merupakan jagojago
top di kalangan Wisu di istana raja, taraf Kungfu mereka
hanya setengah urat di bawah Hu Kian-seng, boleh dikata
termasuk jago di antara jago. Dengan adanya mereka berada
di samping sang raja, betapapun cukup kuat hanya untuk
menghadapi In San seorang, maka dengan lega hati Hu Kianseng
berlalu. Baru saja dia keluar dan belum jauh meninggalkan Yangsim-
tiam, tiba-tiba didengarnya suara "Seeer" yang lirih, mata
kuping Hu Kian-seng setajam radar, kontan dia mengayun
tangan memukul dengan Bik-khong-ciang, sebutir lempung
kena dipukulnya hancur tapi mukanya kecipratan beberapa
lempung lembut. Sebagai seorang ahli silat, sudah tentu dia
tahu kalau lempung tadi ditimpukkan oleh seorang ahli senjata
rahasia. Dia kira pembokong itu adalah Tan Ciok-sing, karuan
hatinya gusar, pikirnya: "Kau keparat ini berani
mempermainkan aku." Dia tidak ingin membuat ribut-ribut
membuat kaget sang junjungan maka tanpa bersuara segera
dia menubruk ke arah datangnya lempung. Beruntun orang itu
menimpuk tiga kali. Hu Kian-seng selalu gagal menemukan
1572 jejaknya. Tanpa terasa dia dipancing semakin jauh
meninggalkan Yang-sim-tiam.
Karena tidak mendapat petunjuk selanjutnya dari orang itu,
Tan Ciok-sing sedang berpikir apakah perlu sekarang dia
menerjang kedalam Yang-sim-tiam, tiba-tiba dilihatnya dua
orang telah muncul dikiar Yang-sim-tiam. Sinar lampu yang
menyorot keluar dari Yang-sim-tiam cukup benderang, maka
Tan Ciok-sing yang sembunyi di atas pohon dapat melihat
jelas. Yang jalan di depan adalah seorang Taykam, dia bukan
lain adalah samaran In San. Tapi yang berjalan di belakang
ternyata mengenakan pakaian seragam bangsa Watsu, dia
bukan lain adalah utusan rahasia pihak Watsu, yaitu Tiangsun
Co. Tiga bulan yang lalu Ciok-sing pernah bertemu dengan
dia, maka dia masih kenal tampangnya.
Mau tidak mau Ciok-sing heran. Bagaimana bisa In San
berada di samping Tiangsun Co" Sudah tentu cepat sekali dia
sudah menduga mungkin Tiangsun Co yang ini adalah
samaran Han Cin" Tapi Han Cin bersama ln San waktu
menyelundup ke istana tadi sama-sama menyamar jadi
Taykam. Dalam waktu sesingkat ini dari mana dia bisa
memperoleh seragam pakaian orang Watsu" Apalagi pakaian
kebesaran seorang Pwecu" Di saat hatinya bimbang dan
bertanya-tanya sementara In San bersama Tiangsun Co sudah
tiba di depan Yang-sim-tiam.
Dugaan Tan Ciok-sing memang tidak meleset, yang
menyamar Tiangsun Co bukan lain adalah Han Cin.
Ternyata diluar tahu Tan Ciok-sing, In San dan Han Cin
yang sembunyi di belakang gunung-gunungan telah disambit
sebutir malam bundar, setelah malam bundar itu dipecah, di
dalamnya ada segulung lempitan kertas, setelah dibeber
tampak kertas kecil itu bertuliskan empat patah kata:
"Masuk gua ganti pakaian. "
Itulah pesan orang yang memberi petunjuk jalan.
1573 Tanpa ragu In San dan Han Cin menyelinap kesana
memasuki gua, didalam gua memang ada seperangkat
pakaian. Setelah diambil dan diperiksa, In San berkata: "Hancici
bukankah ini seragam pakaian orang Watsu?"
Han Cin cukup cerdik, segera dia paham, katanya: "Orang
itu suruh aku menyaru Tiangsun Co."
000OOO000 Perawakan Tiangsun Co termasuk pendek di kalangan
Bangsa Watsu yang kekar besar. Tapi badannya masih lebih
tinggi dari Han Cin. Tapi ditumpukan pakaian ini terdapat
sepasang sepatu slop yang berukuran tinggi, di dalamnya
disumbat kapas. Bila Han Cin memakai sepatu ini, maka tinggi
badannya kira-kira sebanding dengan Tiangsun Co.
Kepandaian merias Han Cin sekarang mungkin susah dicari
bandingannya di dunia, dibalik pakaiannya dia sumbat lagi
dengan gumpalan kapas sehingga tubuhnya kelihatan lebih
besar, sehingga samarannya lebih mirip lagi. Selalu dibawanya
bahan-bahan keperluan rias lagi, segera dia ganti pakaian
serta merias diri sendiri dibantu In San pula, maka sekejap
saja dia sudah ganti rupa menjadi Tiangsun Co sungguhan,
katanya tertawa: "Adik In, mirip tidak samaranku?"
"Jikalau tidak diamati dengan teliti siapapun takkan bisa
membedakan, sekarang malam gelap lagi, yakin kawanan
Wisu itu akan bisa dikelabui."
Dugaan memang tidak meleset, ada empat Wisu yang
berjaga diluar Yang-sim-tiam, satu di antaranya pernah
melihat Tiangsun Co, namun juga hanya melihat sekali saja,
ternyata dia memang tidak curiga. Diluar dugaannya kawanan
Wisu itu memang tidak curiga kepada Tiangsun Co palsu, tapi
justru curiga terhadap dirinya. Siapa-siapa Thaykam kecil yang
selalu berada di samping raja mereka tahu jelas dan kenal
baik, sebaliknya Thaykam yang disamar oleh In San, selama
ini mereka tidak kenal dan belum pernah lihat. Pada hal
1574 urusan hari ini betapa penting artinya, Bong Tit kepala dari
para Thaykam kenapa justru mengutus Thaykam kecil yang
masih asing"
Tapi mereka hanya curiga saja, tidak berani menegur apa
lagi memastikan bahwa Thaykam kecil ini adalah mata-mata
yang menyelundup dari luar. Maka Wisu yang pernah melihat
Tiangsun Co itu maju menyapa: "Harap Pwelek tunggu
sebentar." Lalu dia menoleh dengan dingin dia tanya kepada
In San: "Agaknya kami belum pernah melihatmu, apakah
Bong-kokong ada memberi tanda bukti melaksanakan tugas
kepada kau" Kau harus tahu siapapun malam ini yang mau
memasuki Yang-sim-tiam harus memiliki medali tembaga."
Untung In San sudah siap, segera dia keluarkan kipas
lempit bergagang emas itu serta digoyang-goyang, katanya:
"Coba kalian periksa dengan teliti apakah kipas ini tidak lebih
berharga dari lencana tembaga Bong-kokong?"
Kipas gagang emas ini adalah kipas yang diberikan oleh
sang raja kepada Siau-ong-ya dari Watsu tiga bulan yang lalu.
Di atas kipas ada lukisan kembang Cu Kian-sin serta sajak
ciptaannya pula. Waktu dihadiahkan kepada pangeran kecil
Watsu itu, Cu Kian-sin ada membubuhi cap dan tanda
tangannya. Sudah tentu kawanan Wisu itu tiada yang tahu
akan pemberian kipas ini, tapi mereka kenal cap dan tanda
tangan junjungan mereka. Kipas pribadi yang dibubuhi cap
tanda tangan sang raja di tangan In San, sudah tentu jauh
lebih kuat dan terpercaya dari pada lencana tembaga Bongkokong,
kawanan Wisu tidak berani mempersulit dirinya.
Maklum jumlah Thaykam di istana ada ribuan, sudah tentu
kawanan Wisu itu tidak mungkin kenal seluruhnya. Wisu itu
kira In San adalah Thaykam kecil yang belakangan ini
mendapat kepercayaan sang raja, mana berani dia
merintangi"
1575 Mendengar utusan Watsu telah tiba agaknya Cu Kian-sin
melengak, katanya: "Lho cepat sekali kalian datang, kenapa
Hu-congkoan tidak kelihatan."
Dua Wisu yang melindungi sang raja yaitu Pek Ting dan
Kiang Swan jadi curiga, Pek Ting berkata: "Bukankah Baginda
menyuruh dia menyambut mereka, mungkin mereka tidak
bertemu di tengah jalan?"
Cu Kian-sin berkata: "Tiangsun Pwelek Tim pernah
melihatnya kurasa siapa punya nyali sebesar itu berani
menyaru dirinya."
In San serahkan kipas itu kepada Han Cin, sambil
menggoyang kipas Han Cin segera berlenggang naik ke loteng
serunya: "Tiangsun Co, mohon bertemu dengan raja
junjungan dynasti Bing." Han Cin pernah tinggal di markas
Kim-to Cecu, di markas itu ada tawanan orang Watsu maka
dia meniru logat orang Watsu bicara dalam bahasa Han,
tiruannya ternyata mirip delapan puluh persen. Sudah tentu
logat suara Tiangsun Co tidak pernah diperhatikan oleh Cu
Kian-sin, cuma lapat-lapat dia masih kenal bentuk wajahnya,
namun dalam waktu sesingkat ini mana bisa dia membedakan
apakah ini barang tulen atau palsu" Tapi melihat kipas emas
itu, segera dia teringat akan kejadian yang menyenangkan
dulu sehingga dia hadiahkan kipasnya itu kepada pangeran
kecil bangsa Watsu.
Melihat kipas itu hatinya terasa riang dan bangga, pikirnya:
"Agaknya kipasku itu sengaja diserahkan kepada Tiangsun Co
untuk diperlihatkan di hadapanku bahwa mereka menghargai
karyaku, sungguh harus dipuji." Dia kira orang sengaja
menaruh hormat dan menghargainya maka cara ini memang
amat berhasil dari pada menjilat dengan kata-kata.
Pepatah ada bilang kau menghargai aku satu kaki, aku


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghormatimu satu tombak, apalagi Cu Kian-sin memang
sudah sejak mula merasa jeri terhadap orang Watsu, sekarang
dia anggap dirinya sebagai raja dari negeri yang lemah
1576 menyambut kedatangan utusan besar negeri kuat, maka
bergegas dia berdiri, katanya: "Dalam jangka tiga bulan
Pwelek harus pulang pergi menempuh perjalanan jauh,
sungguh melelahkan. Tidak usah sungkan silahkan duduk,
silahkan duduk."
Melihat sang raja menyambut dengan riang dan
mengucapkan kata-kata yang meyakinkan sudah tentu Pek
Ting dan Kiang Swan tidak berani curiga lagi bahwa Pwelek
yang satu ini tiruan" Tersipu-sipu mereka menarik kursi
membersihkan meja lalu memberi hormat menyilahkan
tamunya duduk. Dalam pada itu pintu kamar telah tertutup. Baru sekarang
Cu Kian-sin sempat melihat In San adalah Thaykam yang
asing dan belum pernah dilihatnya, namun dia tidak ambil di
hati, dia kira Thaykam ini adalah pembantu setia dan
terpercaya dari Bong Tit, melihat bibirnya merah giginya putih
rapi, hatinya agak senang dan ketarik katanya: "Baiklah disini
tiada urusanmu, kau boleh keluar."
In San mengiakan maju dua langkah memberi hormat, tibatiba
tangannya bergerak membalik menutuk Hiat-to Pek Ting.
Dalam waktu yang sama Han Cin juga telah menutuk Hiat-to
Kiang Swan dengan kipas lempitnya itu.
Kungfu kedua orang ini sebetulnya tidak lebih asor dari
mereka, soalnya mereka sedang membungkuk, mimpipun
tidak pernah menyangka, bahwa utusan Watsu ini bakal turun
tangan membokongnya, mana mereka bisa menghindar, tanpa
mengeluarkan suara keduanya roboh terkulai.
Sudah tentu kejadian membuat Cu Kian-sin kaget setengah
mati, mukanya pucat, "Ka... kalian si..." Demikian katanya
tergagap. Sebelum 'siapa' sempat diucapkan, In San sudah terima
kipas lempit itu dari tangan Han Cin terus dibeber di depan
mata Cu 1577 Kian-sin, katanya dengan tersenyum: "Apakah Baginda
masih ingat janji pertemuan denganku dulu" Mohon maaf Binli
(perempuan jelata) datang terlambat beberapa hari.
Kuharap Baginda tidak bicara keras-keras."
Kipas itu ada lukisan dan sajak tulisan Cu Kian-sin tapi di
sebelahnya ada tulisan tangan Tan Ciok-sing pula yang
berbunyi: "Janji tiga bulan, harap Baginda selalu ingat. Mengingkari
janji dan kebenaran, tidak terampunkan oleh yang Kuasa. "
Sebelum meninggalkan istana tempo hari Tan Ciok-sing
pernah meninggalkan pesannya ini di hadapan Cu Kian-sin
sebagai peringatan tegas. Mana Cu Kian-sin berani melupakan
melihat huruf-huruf besar di balik kipas itu hatinya gugup
seketika. "Lalu dia ini..." Matanya melirik ke arah Han Cin, baru
sekarang dia sadar, makin diamati Tiangsun Co yang satu ini
agak berbeda dengan Pwelek yang pernah dilihatnya tiga
bulan yang lalu, tapi juga tidak mirip Tan Ciok-sing.
In San berterus-terang, katanya:
"Dia ini bukan Tiangsun Pwelek, dia adalah teman baikku
nona Han."
Lega sedikit hati Cu Kian-sin, pikirnya: "Pemuda itu tidak
datang syukurlah."
"Nona In, kakekmu pernah membuat pahala besar bagi
negara, ayahmupun menjadi pembesar teladan, keluargamu
adalah keluarga pembesar setia bagi kerajaan, Tim tidak
pernah melupakan jasa-jasa baik keluargamu. Ada persoalan
apa boleh kau bicarakan di depanku, silahkan duduk."
"Memang ada persoalan yang ingin kubicarakan dengan
kau maka aku datang pula kemari." Tawar suara In San.
"Umpama aku mau membunuhmu sekarang, semudah aku
membalikkan telapak tanganku saja?"
1578 Setelah lenyap rasa kagetnya hati Cu Kian-sin menjadi
tenang dan mantap, pikirnya: "Bila kau tidak menbunuhku
urusan sih gampang diselesaikan, maka dengan suara lembut
dia berkata: "Baik apa yang ingin kau utarakan, boleh kau
kemukakan di hadapan Tim, Tim pasti menuruti kehendakmu."
"Apa yang perlu kukatakan didalam surat Kim-to Cecu
sudah dijelaskan, sekarang tergantung sikap Baginda apakah
kau mau menerima nasehat baiknya."
"Peperangan adalah urusan negara, menyangkut kehidupan
urat nadi bangsa dan tanah air, soal ini kukira Tim masih
harus berpikir secara cermat."
"Kami sudah memberi waktu tiga bulan untuk kau berpikir
panjang, seorang laki-laki harus berani berkeputusan dalam
sepatah kata, apalagi kau adalah raja yang berkuasa, apa
pula yang membuatmu bimbang..." Belum habis dia bicara
tiba-tiba dilihatnya mimik Cu Kian-sin agak ganjil seperti
hendak menekan atau menyembunyikan perasaan, tapi
perasaan kaget dan senang itu tak kuasa dia tutupi. Tergerak
hati In San, mendadak dirasakan angin berkesiur ada orang
membokong di belakangnya.
Pembokong ini adalah Pek Ting yang tadi telah ditutuk Hiattonya,
ternyata Lwekang Pek Ting memang tangguh, tadi In
San kurang teliti menutuk tidak dengan Jong-jiu-hoat, setelah
mengatur napas dan mengerahkan Lwekang ternyata Pek Ting
berhasil membebaskan tutukan jalan darahnya.
Sedikitpun In San tidak siaga, sergapan ini sebetulnya
takkan bisa dia hindarkan, untung dia melihat mimik muka Cu
Kian-sin aneh otaknya cukup cerdik lagi, meski belum tahu
apa yang bakal terjadi secara reflek dia menggeser ke
samping. Dia berhadapan dengan raja berarti membelakangi Pek
Ting. Cengkraman Pek Ting memang mengincar tulang
pundaknya. kalau Bi-ba-kut kena dicengkram ilmu silatnya
1579 yang pernah diyakinkan In San akan punah seketika. Gerakan
menghindar ke samping tanpa sengaja justru tepat dan
berhasil menyelamatkan dirinya. "Krak" jari-jari Pek Ting
mencengkram bolong meja. Karena serangan luput, sigap
sekali dia sudah membalik seraya mencengkram ke arah Han
Cin. Pek Ting adalah Ciangbunjin Eng-jiau-bun sekte utara,
Kim-na-jiu-hoat yang diyakinkan jarang ketemu tandingan di
Bulim. Melihat jari lawan sekuat baja, mau tidak mau Han Cin
tersirap kaget.
Cepat sekali In San sudah memutar tubuh, pedang sudah
terlolos terus menusuk. "Wut, wut" dua kali gerakan tangan
Pek Ting menderu menyerang untuk membela diri Han dan In
kena didesak mundur beberapa langkah. Setelah mendengus
baru saja dia hendak berteriak, tiba-tiba tubuhnya mengejang
kaku seperti kena sihir saja berdiri mematung, kedua
tangannya bergaya seperti hendak mencengkram, wajahnya
beringas dengan mulut menyeringai, keadaannya kelihatan
lucu menggelikan.
Tiada angin, tiba-tiba daun jendela terbuka sendiri, sesosok
bayangan laksana panah tiba-tiba menyeplos masuk.
Pendatang ini adalah Tan Ciok-sing. Sembunyi di atas pohon
dari ketinggian dia dapat melihat jelas keadaan didalam
rumah. Melihat Pek Ting menyergap dari belakang In San
segera dia bertindak, sebelum tubuhnya menerjang masuk
senjata rahasianya telah bekerja, senjata rahasia yang
digunakan adalah biji buah yang baru dipetiknya di atas
pohon. Gerakan Ciok-sing cepat dan seenteng daun melayang, dari
pohon dia meluncur kedalam rumah tunpa mengeluarkan
suara. Sehingga kawanan Wisu yang jaga di bawah tiada
satupun yang memergoki perbuatannya. Tapi suara ramai di
atas loteng, mereka sih sudah mendengarnya.
Mereka tidak tahu apa yang terjadi di atas loteng, namun
mereka tahu bahwa Baginda sedang berunding dengan utusan
1580 rahasia negeri Watsu, jikalau mereka tidak diminta naik ke
loteng, betapapun mereka tidak berani gegabah bertindak.
Seorang Wisu berkata bisik-bisik: "Agaknya orang Watsu
berangasan dan kasar, karena gusar Baginda mendebatnya
sehingga terjadi perang mulut. Suara tadi mirip orang yang
menggebrak meja. Entah Baginda atau orang Watsu tadi yang
menggebrak meja?"
Wisu lain berkata: "Kalau demikian kurasa tidak perlu kita
risaukan."
Wan Giap adalah Wisu tertua didalam pasukan bayangkari
yang bertugas di istana, sudah puluhan tahun dia setia kepada
kerajaan, sejenak dia berpikir, lalu katanya: "Jikalau Baginda
yang dihina orang Watsu, kurasa kita tidak boleh berpeluk
tangan. Hu-congkoan tidak berada disini, umpama terjadi
sesuatu diluar dugaan siapa di antara kita yang harus
bertanggung jawab. Menurut hematku, satu di antara kita
perlu naik melihat keadaan."
Tiga Wisu temannya cuma menggeleng, katanya: "Mencuri
dengar perundingan" Baginda dengan utusan Watsu bisa
dihukum mati, jikalau kau berani menanggung akibatnya boleh
kau saja yang naik." Seorang lagi bicara: "Justru karena Hucongkoan
tidak disini, kami tidak berani sembarangan
bertindak tanpa mendapat perintahnya. Wan toako, kau
berani, boleh kau mewakili kami naik ke atas. Ai, kami
memang bernyali kecil yang kami harapkan hanya selamat,
aku tidak ingin mengejar jasa."
Wan Giap yakin dirinya adalah Wisu tertua yang biasa
mendapat kepercayaan dan disayang raja, terhadap sang
junjungan dia memang amat setia, makin dia pikir hatinya
makin kuatir, akhirnya dia menepuk dada, katanya: "Baiklah
biar aku naik ke atas."
Setelah menutuk Hiat-to kedua Wisu pula, lekas Tan Cioksing
membalik tubuh merenggut Cu Kian-sin serta
mengancam: "Aku tidak bermaksud jahat kepada Baginda,
1581 tapi Baginda harus bertindak menurut petunjukku. Jikalau satu
di antara kami ada yang cidera akupun tidak akan menjamin
keselamatan Baginda.
Saking ketakutan dan kaget muka Cu Kian-sin pucat pasi,
katanya gemetar: "Baiklah aku mendengar petunjuk Hiapsu."
Biasanya dia yang memberi perintah, kapan dia pernah tunduk
kepada orang lain, selama hidup mungkin baru sekali ini dia
bilang mau menerima petunjuk orang lain.
Tanpa sungkan Tan Ciok-sing segera berbisik di pinggir
telinganya memberi petunjuk apa-apa. Pada saat itulah
terdengar derap langkah naik ke atas, Wan Giap si Wisu tua
telah naik ke atas loteng. Meski bernyali besar, namun Wan
Giap tidak berani gegabah. Didengarnya Cu Kian-sin
membentak: "Siapa diluar?" Mana dia berani mendorong
pintu, tersipu-sipu dia berlutut diluar pintu serta berseru:
"Hamba Wan Giap sengaja naik kemari untuk melayani
Baginda." Cu Kian-sin membentak: "Kau adalah Wisu tertua, kenapa
masih tidak tahu aturan. Tanpa Tim yang mengundang untuk
apa kau kemari. Mengingat jasamu selama ini setia dan
berbakti kepada kerajaan, kali ini tidak kutimpakan hukuman
kepadamu lekas menggelinding ke bawah."
Wan Giap berkeringat dingin, tersipu dia mengiakan terus
merangkak turun ke bawah loteng. Meski kaget den ketakutan
namun hatinya lega. Karena dia sudah mendengar suara
junjungannya jelas bahwa sang raja tidak kurang suatu apa.
Pada hal suara makian Cu Kian-sin juga gemetar. Tapi karena
Wan Giap sendiri juga gemetar mana dia memperhatikan
secermat itu. Kalau hati Wan Giap sudah lega, adalah perasaan Cu Kiansin
makin tertekan. Pada hal Tan Ciok-sing paling dia takuti,
lalu apa yang akan dilakukan Tan Ciok-sing pada dirinya"
1582 Tan Ciok-sing membimbingnya duduk, lalu memberi
hormat, katanya: "Aku terlambat beberapa hari, mohon
Baginda memaafkan."
Walau hanya penghormatan biasa sebagaimana lazimnya
yang terjadi di kalangan rakyat jelata, Cu Kian-sin merasa lega
juga, pikirnya: "Gelagatnya mereka tidak bermaksud jahat
terhadap Tim" Katanya: "Hiapsu tidak usah banyak adat, Tim
tidak akan menyalahkan kau. Entah kedatangan Hiapsu kali
ini..." Kalem suara Tan Ciok-sing:
"Percakapanmu dengan nona In tadi sudah kudengar jelas,
kedatanganku kali ini hanya mengulang pertanyaan lama.
Apakah harus angkat senjata melawan serbuan Watsu atau
akan minta damai kepada mereka, apakah kau masih belum
memutuskannya?"
Cu Kian-sin tertunduk diam, hatinya berpikir: "Kenapa
utusan Watsu belum juga tiba, Hu Kian-seng kenapa pergi
begini lama?" Pada hal setengah jam lebih lewat.
Tan Ciok-sing berkata lebih lanjut: "Kuharap Baginda tidak
banyak curiga. Jikalau Kim-to Cecu ingin jadi raja, kenapa di
saat pasukan Watsu menyerbu ke Tay-tong dia angkat senjata
melawannya, tidak mengalihkan sasarannya merebut tahta
kerajaan, pada hal kekuatannya ibarat telur menumbuk batu,
betapa besar korban yang telah dideritanya" Kini mereka
terpencil diluar Gan-bun-koan tapi masih gigih melawan
musuh demi kemerdekaan nusa dan bangsa."
"Harap Baginda berpikir lebih cermat, mungkin Baginda
berpendapat, minta damai dan terima dihina dapat bertahan
hidup sementara sebaliknya menurut pendapatku, bangsa
Watsu liar dan punya ambisi besar mereka tidak akan
memberikan kehidupan tentram dan sejahtera kepadamu.
kepada rakyat jelata yang hidup tertindas 'dalam
kemiskinan. Bila tiba saatnya mereka menyusun kekuatan
besar menyerbu datang mungkin singgasana Bagindapun
1583 takkan bisa dipertahankan lagi. Dari pada Baginda dihina dan
ditipu oleh bangsa Watsu, mumpung sekarang ada
kesempatan untuk mencapai kemenangan kenapa tidak kau
bangkit melawannya."
Pidato Tan Ciok-sing memang tidak enak bagi pendengaran
sang Raja, tapi tepat mengorek penyakit hati Cu Kian-sin, rasa
curiganya terhadap Kim-to Cecu rada berkurang. Di samping
itu dia memang merasa keki dan penasaran melihat sikap


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pongah orang-orang Watsu meski dia bukan seorang raja
besar yang memiliki kemampuan besar pula, tapi juga bukan
raja lalim yang terlalu ceroboh, mendengar anjuran Tan Cioksing
semangat terbakar jiwa patriotnya bangkit. Akhirnya Cu
Kian-sin manggut-manggut, katanya: "Utusan Watsu sebentar
lagi akan tiba, baiklah Tim akan menerima petunjuk."
"Bagaimana pula persoalan Liong Bun-kong?" Tanya In
San. "Tim tahu dia adalah musuhmu, besok juga Tim akan pecat
dia dari semua jabatan."
"Bangsat tua itu merugikan rakyat dan negara, tujuanku
bukan melulu untuk menuntut balas sakit hati pribadi.
Hukuman yang Baginda jatuhkan kepadanya kurasa terlalu
ringan." "Lalu bagaimana menurut pendapatmu?"
"Tolong Baginda memberi surat kuasa kepadaku, biar aku
yang membekuk bangsat tua itu." Ujar In San.
Cu Kian-sin masih ragu-ragu tapi akhirnya dia terima
permintaan In San.
Semula dia masih ingin melindungi dan mempertahankan
Liong Bun-kong tapi setelah dipikir lebih mendalam, bila
kepala Liong Bun-kong terpenggal tapi dapat meredakan
kemarahan masa bukankah ada manfaatnya juga bagi dirinya.
Maka dia berkata: "Baik, boleh kau susun redaksinya nanti Tim
1584 yang tanda tangan dan dibubuhi cap pula." Dalam kamar itu
tersedia lengkap peralatan tulis, hanya beberapa kejap In San
sudah rampung menulis surat kuasa itu.
Pada saat itulah diluar tiba-tiba terjadi keributan.
Seorang membentak: "Kurang ajar, kalau aku bukan
Tiangsun Pwelek, lalu siapa Tiangsun Pwelek?" Ucapan baha
Bentrok Rimba Persilatan 23 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Seruling Samber Nyawa 8
^