Pendekar Riang 1

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 1


" PENDEKAR RIANG Karya : Khulung
Disadur : Tjan ID
Jilid 01 KWIK TAY-LOK dan ONG TIONG
Seperti namanya, Kwik Tay-lok adalah seorang yang
berjalan lebar. Tay-lok atau jalan lebar berarti orangnya
supel, berjiwa besar, acuh tak acuh bahkan sedikit rada
tolol, apapun persoalan yang sedang dihadapi, ia tak
pernah ambil perduli.
Sebaliknya Ong Tiong (bergerak) justru seorang yang
tak suka Tiong (bergerak).
Orang yang berjiwa sosial biasanya miskin. Kwik Tay-lok orangnya miskin, kelewat miskin
sampai miskinnya luar biasa.
Sesungguhnya tak seharusnya ia begitu miskin. Sebenarnya ia boleh dibilang seorang yang
kaya raya. Seorang yang kaya raya bila tiba-tiba menjadi miskin, maka hanya ada dua alasan,
pertama karena dia bodoh, kedua karena dia malas.
Kwik Tay-lok tidak bodoh, pekerjaan yang bisa dilakukan olehnya jauh lebih banyak daripada
orang lain, lagi pula jauh lebih baik dari kebanyakan orang. Misalnya...
Menunggang kuda, ia bisa menunggang kuda yang tercepat, dapat pula menunggang kuda
yang terbinal. Bermain pedang, dengan sebuah tusukan ia bisa menembusi baju perang dari besi yang
dikenakan seorang panglima perang, dapat pula menembusi daun liu yang sedang melambai
terhembus angin.
Bila kau sahabatnya dan kebetulan ia sedang gembira, mungkin dengan tangan telanjang ia
akan mencebur ke sungai untuk menangkap dua ekor ikan leihi, lalu dari air melompat ke udara
untuk menangkap dua ekor belibis guna membuatkan sebuah hidangan ang-sio-hi dan itik
panggang bagimu.
Bila kau mencicipi masakannya, tanggung selama hidup tak akan kau lupakan.
Kepandaiannya memasak tidak kalah dari kepandaian koki yang paling tersohor pun di ibu
kota. Iapun bisa memetik harpa sambil membawakan lagu Tay-kang-tang-kin, diapun bisa bermain
Yang-kim sambil membawakan lagu "Ditepi Yangliu, di tengah malam yang sepi", membuat kau
beranggapan bahwa sepanjang hidupnya ia bekerja sebagai penjual suara.
Bahkan ada orang beranggapan, kecuali tak bisa melahirkan anak, pekerjaan apapun bisa ia
lakukan. Diapun tidak malas. Bukan saja tidak malas, bahkan setiap saat selalu berharap bisa
melakukan pekerjaan apapun, pekerjaan yang pernah dikerjakan tak sedikit jumlahnya.
Lalu, kenapa manusia semacam ini bisa miskin"
Ketika bekerja untuk pertama kalinya, ia menjadi seorang piausu.
Waktu itu dia baru terjun ke dunia persilatan, baru selesai menjalankan masa berkabung
karena kematian orang tuanya, rumah dan sawahnya ada yang dijual ada pula yang diberikan
kepada orang lain, ia ingin mengandalkan kepandaian sendiri untuk berkelana dalam dunia
persilatan. Tentu saja ia bukan seorang pedagang yang ulung, dia sama sekali tak berharap bisa menjadi
seorang pedagang ulung, maka sawah sehektar yang seharusnya laku dijual tiga ratus tahil, hanya
dijual seharga seratus tujuh tahil, ditambah pula uang yang dibagi-bagikan kepada sanak
keluarganya yang miskin, sisa yang ada dalam sakunya tinggal tak seberapa.
Tapi itu masih cukup untuk membeli seekor kuda jempolan, sebilah pedang mestika, membuat
beberapa stel baju yang indah, tinggal di losmen kelas satu dan makan di rumah makan nomor
wahid. Waktu itu musim semi telah tiba. Orang bilang musim semi musim yang terindah, saat itu
merupakan saat yang paling baik buat perusahaan ekspedisi untuk mengeruk untung.
Saat perusahaan ekspedisi paling baik, berarti saat panen pula bagi para pembegal dan
perampok. Cong-piautau dari perusahaan Tionggoan-piaukiok, Lo Ceng-gi meski belum tua umurnya,
pengalamannya cukup matang, diapun tahu akan teori tersebut.
Maka sepanjang jalan ia selalu berhati-hati, apalagi barang kawalannya kali ini tak sedikit
jumlahnya. Untuk mengawal barang belum cukup hanya berhati-hati saja, orang harus berilmu tinggi dan
bernasib mujur.
Ilmu silat Lo Ceng-gi tidak jelek, sayang nasibnya kurang mujur, apa mau dikata ia telah
berjumpa dengan Ouyang heng-te, seorang manusia golongan hitam dari dua tepi sungai besar
yang paling memusingkan kepala.
Ouyang hengte atau Ouyang bersaudara bukan terdiri dari dua orang, bukan pula tiga atau
empat orang....
Ouyang hengte cuma seorang diri.
Orang ini memang bernama Ouyang Hengte!
Meski cuma seorang, tapi justru lebih sulit dilayani daripada melayani empat puluh orang.
Tangan kirinya memainkan golok pendek, tangan kanannya memainkan golok panjang, selain itu
pada saat yang bersamaan dapat pula melancarkan tujuh-delapan macam senjata rahasia, jarang
ada orang yang bisa melihat darimana senjata rahasia itu dilepaskan.
Lo Ceng-gi juga tidak mampu. Baru saja ia menghindari tiga batang anak panah setabung
jarum lembut, tahu-tahu Ouyang Hengte sudah memutar goloknya sambil melepaskan sepasang
jarum Cu-bu-ban-ciam.
Jarum yang mematikan, muncul dari tempat yang sama sekali tak terduga oleh siapapun.
Bahu kanan Lo Ceng-gi termakan dua batang jarum itu, betul tak sampai mematikan, namun
dia hanya bisa menunggu Ouyang hengte datang untuk merenggut jiwanya.
Sekalipun Ouyang hengte tidak menghendaki nyawanya, bila barang kawalan itu sampai
hilang, terpaksa dia harus menceburkan diri ke sungai atau menggantung diri untuk menghabisi
nyawa sendiri. Untunglah pada waktu itu muncul seekor kuda yang meluncur datang dengan cepat, belum lagi
kudanya sampai di tempat tujuan, penunggangnya sudah sampai lebih duluan.
Ouyang hengte hanya sempat melihat seseorang terbang di udara, belum lagi ke tujuhdelapan
macam senjata rahasianya terlepas dari tangan, urat nadi pada pergelangan tangan
kanan kirinya masing-masing sudah tertusuk telak.
Tentu saja sang bintang penolong yang datang dari tengah udara itu adalah Kwik Tay-lok.
Lo Ceng-gi bukan cuma berterima kasih kepada penolongnya itu, diapun merasa kagum,
bukan cuma kagum biasa malah kagumnya lahir batin. Setelah menghantar barang kawalannya
sampai di tempat tujuan, bagaimanapun ia memaksanya untuk ikut pulang ke perusahaannya.
Kwik Tay-lok pun pergi, sebab bagaimanapun ia memang tak ada urusan lain.
Sekalipun ada urusan penting yang lain dia pergi juga.
Inilah perdana dari pengalamannya, turun tangan untuk pertama kalinya, tiba-tiba ia merasa
bukan cuma kepandaiannya hebat, ternyata keberuntungannya lumayan juga.
Dengan rasa heran Lo Ceng-gi pun bertanya kepadanya:
"Seorang jago lihay seperti Kwik-heng, mengapa tidak menjadi seorang piautau?"
Kwik Tay-lok tidak menjawab, diapun tidak balik bertanya:
"Kenapa seorang yang berilmu tinggi musti mengawal barang orang?"
Ia hanya merasa menjadi seorang piautau cukup keren, cukup menarik hati.
Maka diapun menjadi seorang piautau, Hu cong-piautau dari perusahaan ekspedisi Tionggoan
piaukiok. Seseorang yang baru terjun ke dunia persilatan telah menjadi seorang wakil cong-piautau,
kedudukan itu memang cukup keren dan menambah keangkerannya!
Satu-satunya masalah yang membuat Kwik Tay-lok kecewa adalah Tionggoan-piaukiok bukan
perusahaan ekspedisi terbesar di daratan Tionggoan, bahkan perusahaan kelas satupun tidak
tergolongkan. Setelah menunggu beberapa hari, ia baru mendapat tugas yang pertama, lagipula tidak
terhitung suatu transaksi yang besar, dia hanya akan mengawal beberapa ribu tahil perak saja
kembali ke Lok-yang.
Perjalanan tidak jauh, barang kawalannya tidak berat, ditambah lagi ada seorang wakil congpiautau
yang begitu perkasa, tak heran kalau cong-piautaunya lantas mengendon dalam rumah
sambil merawat luka yang dideritanya.
Waktu itu masih musim semi, pagi sekali, rombongan mereka telah berangkat.
Kwik Tay-lok mengenakan baju ungu yang perlente, menyandang pedang antik, duduk diatas
kuda putih yang jempolan dan dibawah kibaran panji perusahaan serta teriakan para peneriak
jalan perusahaan yang lantang, ia merasa bertambah keren dan gembira.
Ia berharap sepanjang jalan bisa bertemu dengan beberapa orang begal atau perampok
kenamaan, bukan lantaran ingin memamerkan kungfunya untuk gagah-gagahan, tapi hanya ingin
mencari beberapa orang sahabat saja.
Makin banyak teman semakin baik, ia gemar berteman, bisa bersahabat dengan pembegal
dan perampok, bukan cuma suatu rangsangan saja, lagipula amat menarik hati, apalagi kalau bisa
membawa mereka ke jalan kebenaran, tentu itu lebih menyenangkan.
Betul juga, apa yang diharapkan akhirnya ditemukan juga.
Sayang yang ia jumpai bukan begal-begal yang biasa makan daging besar, minum arak wangi
dan membegal barang-barang berharga, juga bukan sahabat-sahabat liok-lim yang setia kawan.
Yang ditemui cuma serombongan penodong-penodong urakan yang sudah tiga hari kelaparan,
berbaju compang camping dan bergolok berkarat.
Walaupun agak kecewa, apa boleh buat setelah bertemu, terpaksa Kwik Tay-lok
memperlihatkan kungfunya yang hebat untuk menakut-nakuti mereka, setelah itu baru menasehati
mereka agar bertobat dan menjadi seorang rakyat yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Mula-mula mereka dibuat ketakutan oleh kungfunya yang hebat, lalu menangis tersedu-sedu
karena terharu, setiap orang berjanji akan hidup sebagai manusia yang berguna.
"Tapi kami tak punya kepandaian apa-apa, apa yang harus kami kerjakan" Tidak menjadi
penodong, sekeluarga tentu akan mati kelaparan!"
"Berdaganglah kecil-kecilan, tak punya warung, jadi pedagang kaki lima, daripada menjadi
penodong lebih baik menjadi penjual bak-pao!"
"Tapi sepeserpun kami tak punya, mau dagang apa" Lebih baik mati saja daripada kelaparan!"
Setiap orang menangis tersedu-sedu sambil menyeka ingus, rupanya liangsim mereka mulai
tersentuh. Hampir saja Kwik Tay-lok melelehkan air matanya karena terharu.
"Tidak punya modal" Itu mah soal gampang, aku punya!"
Bukankah ia sedang mengawal uang" Bukankah dalam kereta terdapat beberapa ribu tahil
perak" Tiada modal memang susah berdagang, selamanya Kwik Tay-lok memang orang yang sosial.
"Setiap orang mendapat seratus tahil perak!" ia memerintahkan.
Dengan penuh isak tangis karena terharu, mereka menerima bagiannya dan bubar tercerai
berai, dari kejauhan masih terdengar mereka berkata:
?"In-jin (tuan penolong) itu bukan cuma seorang toa-enghiong, to-houkiat, hakekatnya dia
adalah Pousat hidup, seorang nabi yang berhati, mulia...."
Darah panas di dalam dada Kwik Tay-lok bergelora, ia merasa terharu dan berterima kasih.
"Sebetulnya watak manusia itu baik dan mulia, bila tidak terpaksa hingga menemui jalan buntu,
siapa yang mau menjadi begal?"
Tunggu sampai perasaannya menjadi tenang kembali, tiba-tiba ia menjumpai dua hal:
Pertama uang yang berada dalam kereta sudah berkurang separuh.
Kedua, uang itu bukan miliknya.
Para anggota perusahaan yang mengikutinya pada berdiri melongo dengan mata terbelalak,
siapapun tak bisa mengatakan manusia macam apakah dirinya itu"
Seorang toa-enghiong kah" Atau seorang Nabi" Atau seorang yang goblok dan tak punya
otak" Setelah uang kawalannya berkurang separuh sang piautau harus mengganti.
Ketika pulang ke kantor, meski jantung Kwik Tay-lok berdebar-debar, bukan berarti hatinya
amat sedih. Ia masih mampu untuk membayar kerugian itu, setiap orang yang mempunyai kepandaian
selalu mempunyai keyakinan semacam itu.
"Kuda ini kubeli dengan harga dua ratus delapan puluh tahil, dalam saku aku masih punya,
sisa uang tujuh ratus tahil lebih, kalau di jumlahkan sudah seribu tahil lebih, Biar kuserahkan lebih
dulu!" "Bagaimana, dengan sisanya?"
"Sisanya biar dibayar kantor, kemudian akan kuganti dengan memotong gajiku setiap bulan!"
Bila Tionggoan-piaukiok bisa mempertahankan seorang wakil congpiautau semacam ini, nama
besar perusahaan pasti akan makin cemerlang di kemudian hari, transaksi yang dibuat pasti akan
semakin baik, otomatis gajinya akan makin besar dan hutangnya makin cepat terbayar lunas.
Lo Ceng-gi hanya mendengarkan kisah itu dengan mata terbelalak dan mulut melongo, seolaholah
terpesona oleh cerita tersebut.
Kwik Tay-lok masih yakin, sebab ia merasa cara yang diusulkan ini paling cengli dan tepat.
Mimpipun ia tak mengira kalau secara tiba-tiba Lo Ceng-gi menjatuhkan diri berlutut.
Lo Ceng-gi berlutut bukan mohon kepadanya untuk tetap tinggal disitu, bukan pula untuk
menyatakan rasa terima kasih karena jiwanya ditolong, tapi mohon kepadanya agar cepat-cepat
angkat kaki, makin cepat semakin baik, makin jauh semakin baik.
"Kau telah menolongku, maka kubayarkan kerugian ini, anggap saja kita sudah impas.
Manusia semacam Kwik toaya dulu tak pernah kujumpai, dikemudian hari akupun berharap jangan
menjumpai lagi!"
Maka Kwik Tay-lok pun angkat kaki.
Tapi kemana" Sekarang, betul pedangnya masih tersoren dipinggang, betul bajunya masih
neces dan perlente, tapi kuda jempolannya sudah kabur, sisa uang yang dipunyai cuma beberapa
tahil, bukan saja tak bisa menginap di penginapan kelas satu, makan di rastoran kelas satu,
sekalipun untuk makan bakpao dan tidur di ubin keras juga cuma bisa bertahan beberapa hari.
Apakah Kwik Tay-lok mulai gugup" Mulai sedih dan gelisah"
Tidak! Ia sama sekali tak ambil perduli.
Manusia yang punya kepandaian macam dia, kenapa takut tak bisa makan" Bukankah itu
suatu lelucon yang tak lucu"
Maka diapun tetap mencari penginapan kelas satu dan memesan arak dan sayur yang paling
lezat untuk mengisi perutnya.
Buat seorang pria yang baru selesai bersantap, biasanya perasaan waktu itu paling baik,
apalagi dengan membawa enam-tujuh bagian pengaruh arak, orang yang paling dibenci pun bisa
dianggap sebagai seorang yang paling menyenangkan.
Maka semua sisa uang yang dimilikinya diberikan kepada si pelayan yang menyenangkan itu,
maka sewaktu dia melangkah keluar dari situ, sakunya menjadi bersih seperti baru dicuci, mana
bersih, kering lagi.
Bagaimana dengan santapan berikutnya" Jangankan membayangkan, setitik bayanganpun tak
terlintas dalam benaknya.
Tapi apa salahnya" Bukankah perahu yang tiba di jembatan akan lurus dengan sendirinya"
Tiada jalan buntu di dunia, yang paling penting sekarang adalah mencari tempat yang bagus dan
tidur sepuas-puasnya.
"Besok adalah urusan besok, mau dipikir biar dipikir besok saja!"
Persoalan apapun yang akan dihadapi, setelah sampai saatnya tentu akan beres dengan
sendirinya, kalau malam ini musti merisaukan urusan besok, wah, bisa cepat tua akibatnya.
Kwik Tay-lok menguap lebar-lebar, lalu dengan langkah lebar berjalan menuju ke losmen
paling baik di kota itu.
Cuma dia melupakan sesuatu.
Walaupun pintu losmen selalu terbuka, meski sewaktu melangkah masuk gampang, sulitlah
sewaktu akan melangkah keluar nanti. Bila dalam kocekmu tiada uang, tak nanti orang akan
membiarkan kau keluar dengan langkah lebar.
Tentu saja Kwik Tay-lok tak akan minggat, diapun tak akan mungkir, lantas apa daya"
Setelah berada dalam keadaan demikian, ia baru agak gelisah, sambil bergendong tangan ia
berjalan bolak balik dalam halaman.
Tiba-tiba matanya menangkap selembar kertas merah di atas dinding, diatas kertas itu tertera
beberapa huruf besar:
DICARI SEORANG KOKI BERPENGALAMAN
Maka Kwik Tay-lok menjadi seorang koki.
Selama menjadi piautau, dari awal sampai akhir dia hanya bekerja selama setengah bulan
lebih. Tapi sebagai koki, ia cuma bertahan tiga hari.
Selama tiga hari, ia memakai dua puluh kati minyak lebih banyak, memecahkan tiga puluh
buah mangkuk dan empat puluh buah piring....
Orang lain masih bisa bersabar karena beberapa macam hidangan yang dibuat Kwik Tay-lok
memang luar biasa, ada kalanya untuk mencari seorang koki yang baik bahkan jauh lebih susah
daripada mencari seorang istri yang baik.
Sampai Kwik Tay-lok melemparkan semangkuk ikan masak cuka yang baru keluar dari kuali ke
wajah seorang tamu, orang lain baru betul-betul tak kuat menahan diri.
Padahal tamu itu hanya menganggap masakan ikannya kelewat tawar dan minta ditambah
sedikit garam, tapi Kwik Tay-lok naik darah, sambil menuding hidung orang, dampratnya:
"Kau pernah makan ikan masak cuka tidak" Kau pernah makan ikan tidak" Yang dinamakan
ikan masak cuka memang tak boleh dibuat kelewat asin, mengerti?"
Kalau semua koki yang ada didunia galak macam dia, siapa yang berani berkunjung ke rumah
makan lagi. Setelah berada dalam keadaan begini, sekalipun orang lain masih menahannya dia sendiri
yang merasa tak betah. Setelah tiga hari bekerja sebagai koki, satu-satunya hasil yang diperoleh
adalah selapis minyak yang mengotori badannya, sedang kantungnya masih tetap tongpes.
Tapi, meski orang disini tak maui dirinya, orang lain toh masih membutuhkannya, apa yang
musti ditakuti"
Tentu saja Kwik Tay-lok masih acuh tak acuh, kalau pekerjaan apapun bisa dikerjakan,
pekerjaan apapun pernah dilakukan, kenapa ia musti kuatir atau gelisah"
Persoalannya sekarang, apa yang harus dilakukan"
Kwik Tay-lok mulai putar otak setelah berpikir setengah harian, tiba-tiba ia merasa bahwa
semua perbuatan yang pernah ia lakukan merupakan pekerjaan yang menghambur-hamburkan
uang menunggang kuda, minum arak, menikmati bunga, berpesiar, pekerjaan macam begitu mana
mungkin bisa menghasilkan uang"
Untung masih ada satu-dua macam pekerjaan yang bisa menghasilkan uang, misalkan


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjual suara. Dulu, kalau ia sedang menyanyi, orang-orang lain bertepuk tangan sambil memuji tiada
hentinya, malah ada yang bertanya:
"Apakah kau sudah mulai belajar menyanyi semenjak berada dalam perut ibumu?"
Malah ada pula yang berkata begini:
"Kalau membicarakan soal suaranya, ditambah kepandaiannya dalam membawakan lagu, tak
bisa disangkal lagi penjual-penjual suara lainnya pasti akan gulung tikar!"
Walaupun Kwik Tay-lok enggan merebut mangkuk nasi orang, apa daya kalau perutnya sudah
mulai membawakan lagu perut kosong...
Maka dia mencari sebuah rumah makan yang mentereng untuk menjual suara.
Baru naik ke loteng, para pelayan telah mengerubunginya, yang menuang teh menuang teh,
yang menghantar sapu tangan menghantar sapu tangan, mereka tertawa dibuat-buat,
membungkuk-bungkukkan badan sambil bertanya:
"Toaya, hari ini kau ingin makan apa" Minum apa" Hari ini ikan yang dimasak koki kami
khusus didatangkan dari Kanglam, atau perlu membuka seguci arak Siau-seng-ciu yang telah
berumur tiga puluh tahun?"
Terhadap orang gagah dan keren macam Kwik Tay-lok, kalau bukan para pelayan yang
menyanjungnya, siapa lagi yang akan menyanjungnya"
Paras muka Kwik Tay-lok langsung berubah, menjadi merah padam, seperti orang yang baru
minum tiga puluh kati arak Siau-seng-ciu.
"Aku datang untuk menjual suara!" kata-kata seperti itu mana tega ia ucapkan lagi"
Setelah gelagapan setengah harian, ia baru bisa mau menjawab terbata-bata:
"Aku datang mencari orang...."
Belum lagi ucapan itu selesai, bagaikan dihajar dengan cambuk, ia sudah kabur terbirit-birit
meninggalkan loteng itu.
Tentu saja ia tak bisa menyalahkan para pelayan itu, mau menyalahkan musti menyalahkan
diri sendiri yang sama sekali tak bertampang seorang pengamen.
"Aai...! Ternyata seseorang yang bertampang gantengpun kadangkala akan rugi, mungkin
kalau tampangku rada jelekan dikit, keadaannya akan jauh lebih baik!"
Walaupun Kwik Tay-tok sedang menghela napas, hampir saja ia tak tahan untuk mencari
cermin guna melihat tampang sendiri.
Mau menjadi pengamen gagal, lalu apa yang musti dikerjakan"
"Thian telah memberi sepasang tangan yang lincah dan bagus kepadaku, pasti ada pekerjaam
yang bisa kulakukan!"
Kwik Tay-lok memang selamanya merasa puas dengan tangan sendiri.
Memandang jari jemari sendiri yang langsing panjang dan bertenaga itu, tiba-tiba dalam
hatinya terlintas suatu cerita lama yang sering tersebar dalam dunia persilatan: "Seorang pendekar
yang rudin sedang menjual kepandaiannya dengan bermain akrobatik ditepi jalan, kebetulan
bertemu dengan seorang lo-enghiong serta putrinya yang cantik, rupanya enghiong tua itu
terpesona oleh ilmu silatnya yang tangguh.Tentu saja akhirnya sang pendekar mendapat gadis
yang cantik dan hidup berbahagia."
"Benar, menjual kepandaian, aku bisa menjual kepandaian dengan bermain akrobatik ditepi
jalan, dengan kepandaian yang kumiliki, siapa yang enggan menonton?"
Saking gembiranya Kwik Tay-lok sampai lupa dengan perutnya yang lapar, diam-diam ia
hanya menggerutu kenapa idee sebagus ini tidak dipikirkan olehnya sejak dua hari berselang.
Meski udara sudah gelap, suasana dijalan raya masih ramai.
Kwik Tay-lok mencari sebuah sudut jalan yang teramai untuk bersiap-siap menjual
kepandaian. Tapi sebelum permainan dimulai, agaknya musti dibuka dulu dengan suatu pidato.
Apa yang musti dikatakan"
Kepandaian berbicara Kwik Tay-lok bukan terhitung lemah, kata-kata yang tidak seharusnya
diucapkan, seringkali bisa disampaikan secara diplomatis, tapi setelah sampai waktunya harus
bicara, dia malah tak mampu berkata apa-apa.
"Tanpa pidato juga tak mengapa, toh yang dipentingkan orang adalah kungfuku bukan
pidatoku, asal kudemonstrasikan kepandaianku, masa orang tidak datang mengerumun?"
Kwik Tay-lok segera menggulung baju, menyincing celana dan mainkan ilmu pukulan yang
paling dibanggakan seumur hidupnya ditepi jalan.
Gerak geriknya kuat dan perkasa bagaikan harimau, tendangannya lincah bagaikan naga
sakti, bayangan tangan menggulung-gulung, angin pukulan menderu-deru, setiap jurus setiap
gerakannya betul-betul merupakan kepandaian yang hebat.
Tapi orang bukan datang mengerumun, sebaliknya malah jauh-jauh menyingkir, meski ada
juga beberapa orang yang bernyali, mereka hanya berani mengintip dari balik tembok rumah.
"Orang ini tiba-tiba bermain silat ditepi jalan, wah! Jangan-jangan otaknya tidak waras?"
Waktu itu Kwik Tay-lok masih memainkan ilmu pukulannya dengan bangga, tapi lama
kelamaan ia baru merasa kalau gelagat kurang baik.
Untung saja dengan cepat ia sadar akan apa yang telah terjadi.
"Yang kumainkan sekarang adalah kungfu yang sebetulnya, tanpa embel-embel kembangan,
tentu saja orang-orang itu tak berhasil melihat keindahannya. Baik, akan kuperlihatkan ilmu yang
lebih hebat lagi untuk mereka!"
Berpikir sampai disini, tiba-tiba Kwik Tay-lok berjumpalitan dengan gaya Yau-cu-huan-sin
(burung belibis membalikkan badan), "Blam!" tinjunya menghajar dinding belakang sampai
berlubang, lalu "Weess!" tendangannya mampir di atas tonggak batu di tepi jalan sampai patah
dan roboh tentu saja celananya robek karena tendangan itu.
Jeritan kaget segera menggema dari mana-mana, para pejalan kaki yang berada disekitar
tempat itu segera sipat ekor mengambil langkah seribu, malah ada beberapa toko yang segera
menutup pintu sebab mereka mengira tempat itu telah kedatangan seorang gila yang sudah salah
makan obat... Itulah pengalaman Kwik Tay-lok ketika menjual kepandaian, ia sudah mendemonstrasikan
sejurus Kay-san-kang, sejurus sapuan Sau-tong-tui tapi hasil yang diperoleh cuma celana yang
robek. Kenapa kisah pengalamannya tidak semujur pendekar rudin yang ada dalam cerita"
Yaa, apa boleh buat, didunia memang sering terdapat cerita yang indah tapi tidak indah
setelah dilaksanakan.
Malam itu, terpaksa Kwik Tay-lok harus menahan lapar sambil tidur di kuil bobrok.
Tentu saja ia masih bisa mengunjungi rumah makan terbaik untuk makan dulu urusan
kemudian, mengunjungi penginapan paling baik untuk tidur dulu urusan belakangan, tapi jago kita
ini meski rada tolol bukan berarti nakal. Perbuatan yang memalukan, sampai matipun tak sudi ia
kerjakan. Sekalipun musti menjadi begal, aku akan menjadi begal ulung, aku tak sudi menjadi seorang
maling ayam yang kerjanya cuma menggangsir rumah orang!
Sampai sore hari kedua, Kwik Tay-lok baru teringat untuk menjadi seorang begal.
Ingatan semacam itu bahkan dia sendiripun tak tahu darimana datangnya, mungkin dari
perutnya yang sudah hampir berlubang saking laparnya.
"Menjadi begalpun belum tentu jahat, dalam dunia persilatan banyak terdapat perampok
budiman yang mengambil harta milik orang kaya untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin,
bukankah kisah cerita mereka juga popular dalam dunia persilatan?" Maka Kwik Tay-lok bertekad
menjadi seorang perampok, sudah barang tentu seorang perampok budiman, seorang perampok
ulung. Kali ini ia bertekad harus berhasil, tak boleh gagal.
"Sebelum melakukan suatu pekerjaan, harus disusun lebih dulu suatu rencana yang matang!"
Sebelum menjadi perampok, rencana apa yang harus disusun"
Pertama, harus mempunyai sasaran yang paling tepat dan cocok, orang itu harus punya
banyak uang dan lagi tidak jujur, kalau bisa memperoleh sasaran seorang pembesar yang korupsi,
itu lebih baik lagi.
Sekalipun kau merampok harta kekayaan milik orang macam itu, orang lain bukan saja tak
akan menyalahkanmu, malah bisa jadi akan berkeplok sambil tertawa kegirangan.
Semangat Kwik Tay-lok segera bangkit, ia mulai mencari diempat penjuru, lama, lama sekali,
akhirnya ia berhasil menemukan sasarannya.
Itulah sebuah gedung megah yang berada di atas bukit, gedungnya besar, bangunannya
kokoh dan mentereng lagi.
Ini menandakan kalau si tuan rumah pasti banyak duit.
Gedung itu letaknya agak jauh dari pusat kota, amat sepi dan terpencil, sekitarnya juga tak ada
penghuni lain, sebab tetangga yang terdekat adalah sebuah kompleks tanah pekuburan.
Ini menandakan pula kalau tuan rumahnya bukan seorang yang jujur dan terbuka, orang yang
jujur dan terbuka tak akan tinggal di tempat semacam itu.
Semua syarat yang dibutuhkan sekarang sudah terpenuhi, yang harus ditunggu kini adalah
saat yang paling tepat untuk turun tangan.
Tentu sa ja waktu yang paling tepat adalah malam hari.
Tapi Kwik Tay-lok sudah kebelet, tak tahan untuk menunggu lebih lama, magrib belum lagi
lewat ia sudah menyerbu ke dalam gedung tersebut...
Benda pertama yang dilihat olehnya adalah sebuah pembaringan.
Sebuah pembaringan yang besar, besar sekali, lagipula nyamannya bukan kepalang.
Di atas pembaringan berbaring seorang manusia.
Kecuali itu, ia tak berhasil menemukan benda lain.
Gedung itu sangat besar, bangunannya amat mentereng, dari muka sampai belakang paling
tidak terdiri dari tiga puluh kamar, ruangan yang paling besar sanggup memuat belasan buah meja
perjamuan sekaligus.
Tapi dari depan sampai belakang yang terdiri dari puluhan buah ruangan itu, kecuali
pembaringan tersebut serta orang itu, apapun tak ada, bahkan meja dan kursi pun tak nampak
sebuahpun. Ternyata puluhan buah kamar dari depan sampai belakang itu semuanya kosong, dapur pun
kosong melompong.
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Orang yang berbaring di atas pembaringan itu tidak tidur, sepasang matanya terbelalak lebarlebar,
tapi bagaimanapun dia berlarian dari depan sampai ke belakang dari muka sampai sisi
gedung, orang itu tak pernah menggubrisnya.
Sampai akhirnya, Kwik Tay-lok sendiri yang tak tahan, ia lari ke depan pembaringan ingin
bertanya apa gerangan yang sebetulnya telah terjadi.
Belum lagi ia bertanya, orang itu sudah berbalik tanya lebih dulu:
"Apakah kau berhasil menemukan sesuatu benda yang berharga?"
Terpaksa Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya.
Orang itu menghela napas panjang, kembali katanya:
"Sejak tadi aku sudah tahu kalau kau tak akan berhasil apa-apa, sudah tiga hari aku mencari,
tapi sebuah kuali bobrok yang paling akhir pun telah kugadaikan untuk ditukar dengan beberapa
biji kueh. Jika kau dapat menemukan yang lain, kepandaianmu betul-betul luar biasa!"
Tampangnya tidak terhitung jelek, cuma kulit mukanya memang rada kuning, kepucat-pucatan,
badannya lemas, tenaga untuk bicarapun tak punya, tampangnya memang macam setan
kelaparan, yang sudah beberapa hari tak pernah makan.
Tapi pembaringan yang ditiduri tak bisa disangkal memang selembar pembaringan yang
sangat baik. Dalam gedung kosong ini kenapa masih ada sebuah pembaringan sebagus ini!
Mau apa orang itu berbaring terus diatas pembaringan itu"
"Tempat ini sebetulnya tempat apa?" tak tahan lagi Kwik Tay-lok bertanya.
"Berbicara soal tempat ini, sebetulnya boleh dibilang suatu tempat yang sangat ternama!"
"Ternama" Apa namanya?"
"Pernah dengar tentang perkampungan Hok-kui-san-ceng" Nah, tempat inilah yang
dinamakan Hok-kui-san-ceng!"
Hampir saja Kwik Tay-lok tak bisa menahan diri untuk berteriak.
"Hok-kui-san-ceng?" ulangnya, "tempat macam setan ini adalah perkampungan Hok-kui-sanceng?"
"Betul, si gendut saja bisa berubah menjadi kurus, kenapa Hok-kui-san-ceng (perkampungan
kaya raya) tak bisa berubah menjadi miskin" Apa yang musti kau herankan?"
"Lantas, siapa pula kau" Kenapa mengendon ditempat macam setan seperti ini" Apa yang lagi
kau kerjakan?"
Orang itu meluruskan napasnya untuk menyaring suaranya, setelah itu menjawab:
"Kalau aku tidak mengendon disini lantas harus mengendon dimana" Aku ini adalah Cengcu
angkatan ke tujuh dari perkampungan Hok-kui-san-ceng lho, jangan menghina!"
Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun.
Dengan sepasang matanya yang jeli, orang itu mengawasi pedang ditangannya, tiba-tiba
katanya lagi: "Aku lihat pedangmu itu lumayan juga!"
"Memang lumayan, kenapa?"
"Agaknya masih bisa laku beberapa tahil perak!"
"Beberapa tahil?" jerit Kwik Tay-lok penasaran, "kau bisa menilai mutu pedang tidak" Terus,
terang kuberitahu kepadamu, pedang ini kubeli dengan harga seratus tahil perak lebih!"
Sinar mata orang itu agak berkilat setelah mendengar perkataan itu, suaranya juga
kedengaran lebih nyaring, katanya lagi:
"Turunlah gunung dari sini lalu berbelok ke kiri, disana ada sebuah rumah pegadaian yang
memakai merek Lip-gwan, betul pemiliknya adalah setan penyayat kulit, tapi ia tahu mutu barang,
mumpung dia belum tutup toko, cepatlah kesitu, paling tidak, pedangmu masih bisa digadaikan
dengan harga dua puluh tahil perak!"
Setelah menelan air liur, katanya lebih lanjut:
"Tepat diseberang pegadaian ada sebuah warung penjual makanan yang dibuka Lo-Kong,
panggang itik dan panggang daging buatannya lumayan sekali, ditetangganya juga menjual arak.
Setelah kau mendapat uang dari pegadaian, beli dulu dua ekor itik panggang, lima kati daging dan
sepuluh kati arak, lalu cepat-cepat kembali kesini. Aku sudah kelaparan sekali, apalagi panggang
itik kurang lezat kalau dimakan dingin-dingin"
Kwik Tay-lok membelalakkan matanya lebar-lebar, sikapnya sewaktu mengawasi orang ini
persis seperti sikap Lo Ceng-gi sewaktu mendengarkan ceritanya dulu.
Lewat lama sekali, ia baru menghembuskan napas panjang.
"Kau suruh aku menggadaikan pedangku untuk membeli daging dan arak bagimu?"
"Yaa, untung kau bisa mengerti!"
"Kau tahu, mau apa aku datang kesini?"
"Tentu saja tahu, kau kan mau merampok?"
"Kalau sudah tahu aku mau merampok, kenapa kau malah mengincar barangku . . .?" seru
Kwik Tay-lok sambil melotot.
Orang itu tertawa tergelak.
"Meskipun kau perampok, sayang aku adalah si setan miskin, kalau perampok bertemu
dengan setan miskin, maka dia musti mengakui nasibnya yang lagi sial!"
Kwik Tay-lok mengawasinya lekat-lekat, tiba-tiba ia merasa senyuman orang ini sangat
menarik, bahkan agak mempersonakan hati orang.
Tak tahan ia sendiripun tertawa tergelak.
"Sekalipun kau sedang mengincar barangku, paling tidak kau harus menggadaikan sendiri, lalu
beli daging dan arak untukku, masa aku yang musti menggadaikan barangku sendiri?"
"Kalau ingin menjadi orang baik, jadilah sampai selesai, lebih baik kau pergi sendiri!"
"Dan kau" Bergerak pun rasanya malas?"
Orang itu menghela napas panjang.
"Aaai.... coba pikirlah!" ia berkata, "kalau aku tidak malas, mana bisa jatuh miskin seperti ini?"
Untuk ketiga kalinya Kwik Tay-lok tertegun. Dulu ia tak pernah bertemu dengan manusia
semacam ini, ia benar-benar tak bisa berbuat apa-apa terhadapnya.
Maka diapun benar-benar pergi menggadaikan pedangnya untuk ditukar dengan daging serta
arak. Setelah sebuah paha itik panggang dan setengah kati arak masuk ke dalam perut, orang itu
baru bangun duduk dari pembaringannya.
"Aku sudah makan makananmu, tapi belum tahu namamu, beritahu dulu siapa namamu?"
katanya sambil tertawa.
"Aku bernama Kwik Tay-lok, Tay-lok yang berarti jalan lebar!"
"Jalan lebar . . . yaa, betul, betul, ini memang cocok dengan orangnya, kau memang seorang
yang Tay-lok, berjalan lebar!"
"Dan kau" Siapa namamu?"
"Aku bernama Ong Tiong, Ong yang berarti raja, Tiong yang berarti bergerak!"
Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, lama, lama sekali, tiba-tiba ia tertawa tergelak.
"Haaahhh. . . . haaahhh. . . haaah. . . aku lihat nama itu kurang cocok bagimu, lebih baik
diganti saja menjadi Ong Put-tiong (tidak bergerak)!"
Cuma orang mati yang tidak bergerak.
Meskipun Ong Tiong bukan orang mati, tapi ia hampir sama dengan orang mati, karena jarang
bergerak. Kalau tidak dalam keadaan yang terlalu mendesak, ia tak akan bergerak.
Dikala ia tak ingin bergerak, siapapun tak akan berhasil untuk memaksanya bergerak.
Semisalnya ada botol minyak jatuh didepan mata, orang lain tentu akan mengulurkan
tangannya, tapi Ong Tiong tak bergarak.
Semisalnya dari langit jatuh sekeping uang emas, siapapun pasti akan mengambilnya, tapi
Ong Tiong tak akan bergerak.
Bahkan sekalipun ada perempuan tercantik di dunia yang duduk dalam pelukannya dalam
keadaan telanjang bulatpun, ia masih tetap tak akan bergerak.
Tapi ada saatnya juga ia bergerak, malah sekali bergerak ternyata amat mengejutkan.
Suatu ketika, dalam sekejap mata ia telah berjumpalitan sebanyak tiga ratus delapan puluh
dua kali, tujuannya hanya ingin mentertawakan seorang bocah yang baru kematian ibunya.
Suatu ketika diapun pernah melakukan perjalanan sejauh seribu empat ratus lima puluh li
dalam dua hari dua malam non-stop, tujuannya hanya ingin bertemu untuk terakhir kalinya dengan
seorang teman. Temannya itu sudah lama meninggal.
Suatu ketika pula, dalam tiga hari tiga malam dia telah meratakan empat sarang penyamun di
empat bukit serta bertarung melawan dua ratus tujuh puluh empat orang, diantaranya ia telah
membunuh seratus tiga orang, alasannya karena ada segerombol perampok telah membunuh Tio
lo-sianseng sekeluarga dari desa Tio-keh-cun serta melarikan tiga orang putrinya.
Padahal ia tidak kenal dengan Tio lo-sianseng maupun ketiga orang putrinya.
Sebaliknya bila ada orang mempermainkan dirinya, bahkan meludah di wajahnya, dia tak akan
bergerak. Kalau kau merasa heran, ia memang sedikit agak mengherankan.
Kalau kau mengatakan dia malas, dia memang kelewat malas sampai malasnya bukan
kepalang.

Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekarang, ternyata ia telah bersahabat dengan Kwik Tay-lok. Bayangkan saja, apa yang terjadi
kalau dua orang manusia macam mereka bertemu menjadi satu, kalau mereka tidak miskin, coba
katakanlah siapa yang miskin"
Walaupun mereka miskin, mereka miskin dengan gembira.
Sebab mereka tak pernah menyalahi orang lain, tidak pula terhadap diri sendiri.
Karena mereka tidak melanggar ajaran Thian, tidak pula melanggar hukum negara.
Bagaimanapun besarnya kesulitan yang mereka temui, betapa pun besarnya kesusahan yang
mereka jumpai, tak sebuahpun yang membuat mereka putus asa atau sedih.
Mereka tak takut menentang setiap penderitaan maupun kesedihan yang sedang dihadapi,
mereka mengerti bagaimana menikmati keberhasilan dan kebahagiaan setelah berhasil mengatasi
semua kesulitan dan kesedihan yang dihadapinya.
Sekalipun gagal, mereka tak pernah putus asa, mereka tak pernah merasa luntur
semangatnya. Mereka cukup memahami betapa berharganya nyawa manusia, merekapun mengerti,
bagaimana caranya untuk menikmati kebahagiaan serta kegembiraan hidup.
Oleh sebab itu sepanjang sejarah kehidupan mereka penuh dihiasi dengan aneka ragam
persoalan yang semarak dan penuh kegembiraan.
Sepanjang hidupnya, mereka telah banyak melakukan perbuatan yang jauh diluar dugaan
orang, membuat setiap orang tercengang dan tertegun, bahkan kau sendiripun mungkin
beranggapan bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu tolol, menggelikan.
Tapi kau tak bisa tidak harus mengakui, bahwa pekerjaan yang bisa mereka lakukan belum
tentu bisa dilakukan oleh orang lain.
Kau sendiripun belum tentu bisa melakukannya!
Oleh sebab itu, aku percaya anda sekalian pasti amat senang untuk mengikuti kisah
pengalaman mereka.
-ooo000ooo- YAN JIT dan SEMUT
Pekerjaan yang dilakukan Kwik Tay-lok dan Ong Tiong saja sudah cukup memusingkan kepala
orang, apalagi kalau ditambah dengan Yan Jit seorang . . "
Pekerjaan yang bisa dilakukan Yan Jit, hakekatnya jauh lebih bagus dan cemerlang daripada
pekerjaan yang dilakukan tigi ratus orang sekaligus. Bayangkan saja apa akibatnya kalau orang
semacam itu bergabung dengan Kwik Tay-lok dan Ong Tiong"
Tapi Thian justru telah mempertemukan mereka bertiga, malah membiarkan mereka
bergabung menjadi satu, akibatnya tentu hebat sekali.
Kwik Tay-lok dan Ong Tiong tidak saban hari miskin, setiap saat setiap detik miskin,
merekapun ada saatnya tidak miskin, cuma siapapun tak tahu kapan mereka tidak miskin, dan
darimana uang tersebut mereka dapatkan.
Malah mereka sendiripun tidak tahu.
Uang mereka selalu datang diluar dugaan, membuat mereka sendiripun kadangkala dibikin
kebingungan sendiri.
Mungkin ini disebabkan karena cara mereka menghamburkan uangpun membingungkan hati
orang. Kini musim gugur sudah hampir tiba, beberapa batang pohon di belakang perkampungan Hokkui-
san-ceng telah mulai berbuah, buah pear yang besar lagi manis bisa memenuhi beberapa
puluh keranjang bila dipetik, kalau dijual bisa laku dua tiga puluh tahil perak lebih.
Buah itu tumbuh sendiri dari atas pohon, setelah berbuah maka orang datang untuk menawar
harganya, kemudian memetik sendiri dari pohon dan mengangkutnya pergi.
Dari awal sampai akhir mereka tak perlu mengeluarkan tenaga, tak perlu membantu.
Uang itu hakekatnya seperti terjatuh dari atas langit, tentu saja rejeki nomplok semacam ini
pantas kalau dirayakan.
Untuk merayakannya, tentu saja tak boleh kekurangan arak, setelah ada arak tentu tak bisa
ketinggalan harus ada daging.
"Sandang menambah kegagahan, berjudi mendatangkan kemurungan, bermain perempuan
hanya meraih hasil yang kosong", hanya makan yang paling menghasilkan keberuntungan, sebab
itu makan juga merupakan kenikmatan yang paling besar buat Ong Tiong.
Pada mulanya ia masih makan sambil berbaring, makan sambil tiduran, tapi setelah
menggelora kegembiraannya, ia mulai duduk, tapi setelah lelah kembali ia membaringkan diri,
makan sambil tiduran lagi.
Oleh sebab itu pembaringannya lebih berminyak daripada meja dalam dapur, kemanapun kau
meraba pasti akan menemukan satu-dua potong sisa daging yang berceceran, atau tiga-empat
kerat tulang yang belum habis digerogoti.
Sekalipun Kwik Tay-lok sendiri juga bukan seseorang yang memperhatikan soal kebersihan, ia
lebih suka tidur dilantai daripada berbaring diatas pembaringannya.
Melihat orang tak berani menjamah pembaringannya, dengan gembira Ong Tiong menikmati
pembaringannya seorang diri, bukan saja pembaringan itu tempat tidurnya, disitu pula ruang
tamunya, kebunnya dan meja makannya.
Yang lebih hebat lagi, ia bisa berbaring sambil minum arak, mula-mula mulut botol ditempelkan
dulu dengan mulut, lalu "kluk, kluk, kluk!" meneguknya dengan lahap, tak setetespun yang tumpah
keluar. Kwik Tay-lok sangat kagum dengan kepandaiannya itu, dia ingin belajar, tapi agak ragu, tak
tahan tanyanya:
"Masa tiduranpun bisa minum arak?"
"Tentu bisa!"
"Tidak kuatir menyembur keluar dari lubang hidung?"
"Pasti tidak, sekalipun kau minum dengan kepala dibawah kaki diatas, tak nanti arak itu bisa
menyembur keluar dari lubang hidungmu!"
"Darimana kau bisa tahu?"
"Aku pernah mencoba!"
Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Aaah, masa iya" Duduk saja malas, masa kau bersedia menggantung diri sendiri?"
"Kalau tidak percaya, mengapa tidak kau buktikan sendiri?"
Maka Kwik Tay-lok menggantung dirinya sendiri, lalu menempelkan mulut botolnya diatas bibir
dan pelan-pelan meneguk isinya ke perut.
Baru dua tegukan, arak telah menyembur keluar dari lubang hidungnya.
Pada saat itulah, ia telah berjumpa dengan Yan Jit . . . pertama-tama ia saksikan dulu
sepasang kaki Yan Jit.
Kaki Yan Jit mungkin tidak jauh berbeda daripada kaki orang lain, tapi sepatunya sangat
istimewa. Sepatu itu terbuat dari kulit kerbau muda, buatannya indah dan kuat, diatasnya ada sulaman
yang manis dan menarik, dibandingkan dengan sepatu yang dipakai Tay-ong-ya dari luar
perbatasan pun masih jauh lebih indah.
Itu masih belum mengherankan.
Yang lebih mencengangkan adalah demikian indah dan kuatnya sepatu itu, ternyata keduaduanya
tanpa alas sepatu.
Pakaian yang dikenakan sebetulnya juga indah dan amat cocok dengan potongan badannya,
tapi sekarang sudah terkoyak-koyak tak karuan, hakekatnya tiada sebagianpun yang masih utuh.
Hanya topi yang dikenakan, tak bisa disangkal lagi seratus persen indah dan menawan hati.
Perawakannya tidak terlalu tinggi, tapi kaki dan tangannya panjang sekali.
Mukanya sangat bagus, bahkan sedikit mirip wajah seorang nona, matanya besar dengan bibir
yang kecil, waktu tertawa pada pipinya akan muncul sepasang lesung pipi yang dalam, tapi kalau
tidak tertawa, mukanya segera akan menjadi dingin seperti es, air mukanya ikut menjadi pucat
kehijau-hijauan, membuat orang hampir tak berani mendekatinya.
Warna pakaian yang dikenakan sebetulnya mendekati warna hijau pupus, tapi sekarang sudah
berubah menjadi tembong belang, sana merah sedikit, sini kuning, sedikit hingga warnanya
campur aduk. Yang kuning jelas adalah bekas lumpur, tapi yang merah karena apa" Apakah darah"
Bila ada dua orang sedang asyik minum arak, tahu-tahu muncul seorang yang menerobos
masuk, siapapun pasti akan terperanjat dibuatnya.
Tapi Kwik Tay-lok dan Ong Tiong, yang satu masih tiduran sedang yang lain masih
menggantung diri, seakan-akan tidak melihat atas kedatangan orang itu.
Bila kau masuk ke suatu rumah dan menjumpai ada seorang manusia tiduran sambil minum
arak sedang yang lain minum arak sambil menggantung diri, tentu akan kau anggap tempat itu
adalah rumah sakit jiwa, sekalipun tidak sampai kabur terbirit-birit, paling tidak bulu kuduk akan
bangun berdiri.
Tapi orang itu sedikitpun tidak merasa kaget atau tercengang, seakan-akan dia menganggap
minum arak dengan tubuh tergantung adalah suatu cara minum yang normal, duduk sambil minum
arak baru aneh rasanya.
Orang itu adalah Yan Jit.
Sepasang kaki Kwik Tay-lok digantungkan pada plafon rumah.
Tiba-tiba Yan Jit menjungkir balikkan tubuhnya di udara dan menggantungkan pula kakinya
pada tiang-tiang rumah, lalu dengan wajah berhadapan wajah ia memandang diri Kwik Tay-lok,
seakan-akan ia merasa berbicara dengan cara ini baru asyik rasanya.
Tapi ia tak mengucapkan sepatah katapun.
Kwik Tay-lok mulai merasa tertarik kepada orang ini, tiba-tiba ia menarik muka sambil
membuat muka setan.
Yan Jit menarik muka juga sambil menirukan lagaknya membuat muka setan.
"Kau baik?" tegur Kwik Tay-lok.
"Baik!"
"Mau minum arak?" kata Kwik Tay-lok lagi sambil memutar biji matanya.
"Mau!"
Kwik Tay-lok segera mengangsurkan botol araknya kepada orang itu, dia ingin menyaksikan
arak menyembur keluar dari lubang hidang orang itu.
Siapa tahu kepandaian yang dimiliki orang itu jauh lebih hebat darinya, "kluk, kluk, kluk!"
secara beruntun ia meneguk habis separuh botol arak itu, malah setetespun tidak tumpah.
Sepasang mata Kwik Tay-lok segera terbelalak lebar, serunya:
"Dulu, kau sudah pernah minum arak dengan cara begini?"
"Sudah beberapa kali!"
Tiba-tiba ia tertawa, lanjutnya:
"Akupun ingin mencoba apakah minum arak dengan cara begini juga bisa dilakukan!"
Bila pekerjaan semacam inipun pernah dicoba oleh seseorang, ini menandakan pekerjaan
yang belum pernah dilakukan olehnya tentu sedikit sekali.
Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa terbahak-bahak.
"Perbuatan apa lagi yang pernah kau coba?" katanya.
"Semua perbuatan yang bisa kau sebutkan, mungkin pernah kucoba semuanya!"
"Aku rasa didunia ini pasti jarang ada pekerjaan lain yang jauh lebih susah daripada minum
arak sambil berjungkir balik bukan?" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Masih ada beberapa macam!"
"Masih" Perbuatan apa lagi yang lebih susah daripada minum arak sambil berjungkir balik?"
"Yang paling susah adalah dimasukkan ke dalam peti mati, dipaku dan dikubur hidup-hidup di
dalam tanah!"
Kwik Tay-lok membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, bisiknya:
"Perbuatan semacam inipun pernah kau coba?"
"Bukan mencoba lagi, tapi sudah kulakukan banyak kali, paling tidak lebib dari dua kali!"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok berjumpalitan di tengah udara dan melompat turun, dengan mata
melotot diawasinya wajah orang itu tanpa berkedip. Paras muka Yan Jit tetap tenang, sedikitpun
tanpa emosi. Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru menghela napas panjang, katanya sambil menggeleng:
"Aku lihat, kalau kau bukan seorang raja pengibul, sudah pasti adalah seekor makhluk aneh!"
"Yaa, betul! Dia memang makluk aneh!" tiba-tiba Ong Tiong menimpali.
"Aah, sama-sama, sama-sama!" Yan Jit tergelak tertawa.
Kwik Tay-lok segera berkeplok sambil tertawa terbahak-bahak, serunya:
"Betul, betul, kita semua memang makhluk aneh, kalau tidak, tak nanti kita bisa berkumpul
disini!" Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba lanjutnya:
"Ketika datang untuk pertama kalinya kemari, aku ingin menjadi seorang perampok,
bagaimana dengan kau?"
"Aku mah tak ingin menjadi seorang perampok lagi, sebab aku memang perampok tulen!"
Kwik Tay-lok mengawasinya dari atas sampai ke bawah, lalu tak tahan lagi katanya sambil
tertawa: "Kalau dilihat dari tampangmu, maka kalau kau seorang perampok, sudah pasti merupakan
perampok goblok!"
"Bukan goblok, cuma lagi apes!"
"Lagi apes?"
Yan Jit menghela napas panjang.
"Aaai . . . . kalau bukan lagi apes, masa aku bisa sampai ke tempat macam ini?"
"Aaah, betul! Mau apa kau datang kemari?"
"Tidak mau apa-apa, aku cuma ingin mencari tempat untuk menyembunyikan diri!"
"Kenapa musti menyembunyikan diri?"
"Sebab ada orang hendak masukkan aku ke dalam peti mati, memantek dan menguburku lagi
hidup-hidup!"
"Siapa yang hendak menangkapmu kali ini?"
"Semut!"
Kwik Tay-lok membelalakkan matanya dengan mulut melongo, hampir saja mulutnya tak bisa
merapat kembali.
"Kau . . . . kau bilang apa?"
"Semut!"
"Semut . . . . ?"
Tiba-tiba pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal, dengan napas terengah serunya:
"Waah . . . . . waah. . . kalau sama semut pun takut, nyalimu betul-betul lebih kecil dari upil!"
Yan Jit menghela napas panjang, sambil menggelengkan kepala berulang kali ia berkata:
"Tampaknya kau belum pernah berkelana dalam dunia persilatan, masa "Semut" pun tidak kau
ketahui!" "Oh . . . . tidak mungkin, sejak berumur tiga tahun, aku sudah tahu apa yang dinamakan
semut!" "Apa, coba?"
"Semut adalah binatang yang kecil sekali, binatang yang kerjanya merangkak di tanah dan lari
kesana kemari diatas tembok rumah atau lantai. Diatas pembaringan Ong Tiong pun terdapat
banyak makhluk kecil itu, tidak percaya" Setiap saat aku bisa menangkap beberapa ekor
untukmu!" "Bukan semut itu yang kumaksudkan, yang kumaksudkan adalah manusia !"
"Manusia" Semut juga bisa menjadi manusia?" seru Kwik Tay-lok agak tertegun.
"Yaa, empat orang. Ke empat orang ini adalah Raja semut, anak buahnya terdiri dari semutsemut
kecil!" "Ke empat orang ini, yang seorang bernama Semut Emas, yang kedua bernama semut perak,
yang ketiga bernama semut merah dan terakhir bernama semut putih!"
Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa geli, serunya:
"Setelah ada semut merah dan semut putih, seharusnya ada semut hitam baru pantas!"
"Dulu memang ada semut hitam, tapi sekarang sudah mampus!"
"Kalau betul mereka itu manusia, kenapa dinamakan semut?" tanya Kwik Tay-lok kemudian
sambil mengerdipkan matanya.
"Setiap orang tentu punya julukan bukan" Nah, itulah julukan untuk mereka!"
"Kalau pingin punya julukan, paling tidak barus mencari julukan yang rada keren atau gagah,
misalnya Cha-ci-hau (harimau bersayap), Kim-mao-say (Singa bulu emas) dan lain-lainnya, masa
cari julukan kok si semut kecil, huuh, apa-apaan itu?"
"Kalau tidak dinamakan semut apa musti dipanggil gajah" Padahal tubuh mereka kerdil-kerdil,
sebab mereka memang si cebol semua!"
Ketika didengarnya perkataan orang makin lama semakin tidak genah, Kwik Tay-lok segera
tertawa tergelak, serunya:
"Apa yang musti ditakuti dengan seorang kerdil?"
"Apa yang musti ditakuti" Ketahuilah, kerdil-kerdil itu bukan cuma menakutkan, sesungguhnya
mereka kelewat menakutkan sehingga mendirikan bulu roma setiap orang, tak ada manusia kedua
di dunia ini yang jauh lebih menakutkan dari mereka!"
"Oooh . "! Masa kepandaian silat yang mereka miliki sangat hebat sekali?"
"Yaa, mereka memang memiliki kungfu yang hebat dan istimewa, jangankan jagoan biasa,
tokoh nomor satu dari Go-bi-pay pun tewas ditangan mereka!"
"Kalau sudah tahu mereka itu lihay, kenapa kau berani mengusik mereka....?"
Yan Jit kembali menghela napas panjang.
"Aaai.... karena belakangan ini aku jatuh pailit, lagi apes, dalam setengah bulan sudah kalah
lima belas kati, sampai sol sepatuku pun digadaikan untuk membayar hutang . . . "
"Apa" Kau bilang sol sepatumu kau gadaikan untuk membayar hutang?" teriak Kwik Tay-lok.
"Betul!"
"Kau sudah hutang berapa?"
"Yaa, kira-kira tujuh-delapan ribu tahil!"
"Lantas sol sepatumu laku berapa?"
"Total jendral uang yang kuterima dari penjualan sol sepatu itu mencapai seribu tiga ratus tahil
perak!" Makin lama bicaranya makin melantur, sambil menahan sabar Kwik Tay-lok mendengarkan
terus ocehan orang, dia ingin tahu ocehan apa lagi yang hendak dipropagandakan orang.
"Waaah.... kalau begitu, kau kan masih kurang enam ribu tujuh ratus tahil perak?" serunya
sambit tertawa terbahak-bahak.
"Justru karena itu, terpaksa aku musti mencari jalan lain!"
"Katanya kau seorang begal" Kenapa tidak merampok saja?" .
Dengan wajah serius Yan Jit berkata:
"Kau anggap begal semacam aku merampok barang orang tanpa pilih bulu . . . . ?"
"Ooh . . . . . jadi kau memilih korban?"
"Bukan cuma memilih, bahkan sensorku keras sekali, kalau bukan pembesar korup aku
enggan merampok, kalau bukan saudagar curang aku emoh merampok, kalau bukan perampok
ulung aku tak mau merampok, kalau tempatnya kurang cocok akupun tak mau merampok!"
"Wouw, kalau begitu kau juga merampok barang milik perampok lain?"
"Benar, ini yang dinamakan hitam makan hitam!"


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebab itu kau lantas mengincar kawanan semut itu?" tanya Kwik Tay-lok kemudian.
"Betul, kebetulan beberapa hari berselang aku mendapat info kalau mereka telah membuat
suatu transaksi besar, maka akupun mendatangi mereka sambil bertanya apakah mereka bersedia
memberi pinjaman sepuluh laksa tahil perak untukku!"
"Mereka setuju tidak?"
"Setujunya sih sudah setuju, cuma ada syaratnya!"
"Apa syaratnya?"
"Aku harus tidur dalam peti mati dan dikubur selama dua hari dalam tanah, mereka pingin tahu
aku bakal mampus atau tidak!"
"Bukankah perbuatan semacam ini sudah pernah kau praktekkan jauh hari sebelumnya?"
"Sekalipun pernah kupraktekkan, tapi rasanya betul-betul kurang sedap untuk dinikmati!"
"Maka kau tidak menyanggupi?"
"Aku menyanggupi, karena hutang apapun boleh ditunda, hutang dalam judi harus dibayar
kontan!" "Kau telah menyanggupi permintaan mereka, tapi sekarang mengingkar janji, maka mereka
datang mengejar dirimu?"
"Tepat sekali perkataanmu itu"
"Siapa namamu?"
"Yan Jit!"
"Kau masih ada enam orang kakak lelaki dan kakak perempuan?"
"Tidak!"
"Kalau tidak, kenapa urutanmu ke tujuh" Kenapa kau dinamakan Yan Jit . . . ?"
"Sebab aku sudah pernah mati tujuh kali!"
"Kalau mati sekali lagi, bukankah namamu akan berubah menjadi Yan Pat (Yan ke delapan)?",
Yan Jit tertawa getir.
"Nama Yan Jit terlalu baik, aku tak ingin untuk merubahnya lagi menjadi Yan Pat!"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok membungkukkan pinggangnya dan kembali tertawa terpingkal-pingkal,
saking gelinya sampai air matanya ikut bercucuran, sambil menuding ke ujung hidung orang,
katanya sambil tertawa:
"Sekarang aku baru tahu, kau bukan makhluk aneh, kau seratus persen adalah seorang raja
mengibul . . . !"
"Kau tidak percaya dengan perkataanku?"
"Sepatah katapun tidak percaya, jangan toh aku, anak yang berumur tiga tahun pun tak akan
percaya dengan perkataanmu itu!"
Yan Jit kembali menghela napas panjang.
"Sebetulnya aku memang tidak bermaksud untuk bicara terus terang, karena aku sudah tahu,
kata-kata yang bohong justru lebih gampang membuat orang percaya daripada berbicara terus
terang!" "Haaahhh . . . haaahhh. . . haaahhh. . . kalau kau bicara terus terang, aku bersedia untuk
merangkak di tanah . . . . !"
"Kalau begitu, merangkaklah!" tiba-tiba seseorang menanggapi.
Suara itu lengking lagi lembut, meski tidak keras tapi menusuk telinga hingga membuat
kendang telinga serasa kesemutan.
Ketika Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya, ia telah melihat seseorang berdiri di sana.
Orang itu berdiri di atas daun jendela, tapi perawakan tubuhnya masih kalah tingginya
daripada daun jendela tersebut.
Padahal tinggi daun jendela itu paling-paling cuma tiga depa setengah.
Ia mengenakan pakaian berwarna kuning emas, kalau mukanya tidak berkeriput dan diatas
bibirnya tak berkumis, orang pasti akan mengira dia sebagai bocah yang baru berumur lima-enam
tahun. Kwik Tay-lok agak tertegun sejenak, kemudian sambil menghembuskan napas panjang
tegurnya: "Kau yang bernama Semut emas?"
"Betul, aku bisa menjamin kalau semua perkataannya adalah kata-kata yang jujur, tak sepatah
katapun palsu!"
Sekali lagi Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, setelah tertawa getir ia berkata lagi:
"Sesudah Semut emas munculkan diri, kemana larinya Semut perak?"
Baru habis ia berkata, diatas daun jendela. kembali telah muncul sesosok tubuh kerdil.
Meskipun perawakan tubuh orang ini sedikit lebih tinggi daripada semut emas, tapi, itupun tak
lebih cuma dua-tiga inci lebih tinggi.
Ia mengenakan baju berwarna keperak-perakan, wajahnya mengenakan topeng dari perak,
hingga kelihatan seperti makhluk aneh yang terbuat dari perak putih, rasa seram dan mengerikan
yang terpancar keluar dari tubuhnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Jangankan orang lain, Kwik Tay-lok sendiripun merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri,
gumamnya kemudian:
"Kalau dugaanku tidak meleset, si Semut merah pasti mengenakan baju berwarna merah!"
"Tepat sekali dugaanmu! seseorang menanggapi sambil tertawa merdu.
Suara tertawanya nyaring, genit dan merdu merayu, jarang sekali ada orang memiliki suara
yang begini merdu dan lembut seperti apa yang dimiliki orang itu.
Cukup mendengar dari suara tertawanya, bisa dibayangkan kalau wajahnya pasti cantik jelita
bak bidadari dari kahyangan.
Semut merah memang amat cantik.
Biasanya perawakan orang kerdil tak akan tumbuh secara normal, tapi ia terkecuali dari teori
tersebut. Perempuan kerdil itu mengenakan baju ringkas berwarna merah, bagian yang semestinya
langsing ternyata memang tidak gemuk, bagian yang semestinya montok ternyata memang tidak
kurus, ia memiliki potongan muka kwaci dengan alis mata bagaikan semut beriring, mata yang jeli
bagaikan bintang timur, bibir yang kecil bagaikan delima merekah, apalagi dikala tertawa,
kecantikannya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Semisalnya perempuan ini dilihat dengan kaca pembesar, sudah tak bisa disangkal lagi, ia
adalah seorang gadis berwajah menawan hati.
Sayang tubuhnya kerdil, coba kalau badannya diperbesar beberapa kali, mungkin laki-laki
macam Kwik Tay-lok pun tak berani mengusik atau membuat kesalahan dihadapannya.
Sebab sekalipun badannya belum diperbesar beberapa kali, sepasang mata Kwik Tay-lok
sudah melotot besar, biji matanya nyaris melompat keluar....
Jilid 02 DENGAN SEPASANG BIJI MATANYA yang jelita, gadis itu melirik sekejap ke arah Kwik Taylok,
kemudian sambil tertawa genit serunya: "Waah, mata orang ini tidak jujur!"
"Aaai.... aku memang bukan seorang yang jujur" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas,
"dari kepala sampai kakiku, tak sebuahpun yang jujur..."
"Kalau begitu kau adalah seorang setan perempuan?" seru si semut merah sambil tertawa
cekikikan. "Meskipun tidak cocok seratus persen, selisih pun tidak terlampau jauh, cuma sayang..."
"Sayang kenapa?" tiba-tiba senyuman di wajah semut merah lenyap seketika.
"Sayang orang yang bertubuh semacam aku tak bisa menyusut menjadi kecil, kalau tidak,
ingin sekali aku merubah diriku menjadi semut kuning."
Semut merah menggigit bibirnya menahan emosinya, tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi
kembali ujung bibirnya.
"Besar amat nyalimu" serunya, "kau berani menggoda dan merayu aku" apa tidak kuatir kalau
suamiku menjadi cemburu?"
"Siapa suamimu" Si Semut putih" Oya... konon semut putih dapat terbang, apa benar?"
Semut merah segera tertawa cikikikan.
"Sekali lagi tebakanmu benar, rupanya kau memang bocah yang berbakat!" serunya.
Di tengah suara tertawanya yang merdu merayu, sesosok bayangan hitam tiba-tiba
menyambar masuk dari luar jendela.
Bayangan itu walau dilihat dari sudut manapun tidak mirip seorang manusia, begitu enteng
seperti awan diangkasa, lagi putih bersih seperti salju, tahu-tahu.... "Weess !" menyambar lewat
dari atas kepala Kwik Tay-lok.
Untung saja Kwik Tay-lok berhasil mengigos dengan kecepatan luar biasa, ketika merasa ada
hawa dingin mendekati batok kepalanya, ia segera mengigos, terlambat sedikit saja bisa berakibat
batok kepalanya berpindah rumah.
"Weess . . . !" benda itu kembali melayang balik.
Tentu saja benda itu bukan manusia, sebab tak mungkin ada manusia yang memiliki ilmu
meringankan tubuh sedahsyat itu.
Tapi apa mau dikata justru bayangan itu adalah manusia, seorang manusia kerdil yang kurus
lagi kecil, tingginya tiga jengkal setengah dengan lebar satu jengkal, dia memakai baju berwarna
putih salju yang ujung baju bagian lengannya lebar lagi besar hingga mirip sayap, andaikata
ditimbang, mungkin bobot badannya cuma seberat seekor kelinci.
Kalau bukan manusia kerdil macam itu, mana mungkin bisa memiliki ilmu meringankan tubuh
yang begitu hebatnya "
Kwik Tay-lok kembali menghela napas, gumamnya: "Ternyata si semut putih betul-betul bisa
terbang !"
Yan Jit segera menyambung: "Si Semut putih paling hebat dalam ilmu meringankan tubuh, si
Semut merah penuh senjata rahasia, si semut emas hebat dalam pedang dan pukulan, si semut
perak kebal terhadap senjata. Aku toh sudah mengatakan sedari tadi, tiap semut itu memiliki
kungfu yang luar biasa hebatnya, sekarang, kau sudah percaya bukan!"
Kwik Tay-lok tertawa getir. "Kau minta aku merangkak sekarang juga atau nanti saja ?"
tanyanya kemudian.
"Lebih baik merangkak pada saat ini saja, merangkak keluar dari tempat ini, sebab merangkak
keluar sendiri lebih enakan dari pada digotong orang nanti!" kata semut putih dengan ketus.
Mendengar itu, si merah segera tertawa cekikikan.
"Nah, coba lihat sendiri, aku toh sudah bilang kalau dia cemburuan, sekarang sudah percaya
bukan ?" "Urusan kami tak ada hubungan atau sangkut pautnya dengan kalian, alangkah baiknya jika
kalau segera merangkak keluar dari sini!" ujar si semut emas.
"Tapi aku tak pandai merangkak, tolong ajarkan dulu kepadaku!"
Semut merah kembali tertawa, katanya: "Waah, kalau dilihat gelagatnya, kita memang salah
kalau cuma membawa sebuah peti mati saja, sepantasnya kita membawa tiga buah!"
"Oooh, jadi peti matipun sudah kalian gotong kemari" Kalian benar-benar hendak
memanteknya ke dalam peti mati ?"
"Sedari tadi aku sudah bilang, setiap perkataannya tiada yang bohong....?" kata semut emas.
Tiba-tiba Yan Jit menepuk-nepuk bahu Kwik Tay-lok, lalu katanya sambil tertawa:
"Gara-gara ini akulah yang menerbitkan, tak usah kau berlagak menjadi pahlawan untuk
mencampuri urusanku."
"Betul" sambung semut merah sambil tertawa, "bagaimanapun toh kau pernah mati tujuh kali,
apa salahnya untuk mati sekali lagi"
"Tapi tempat ini adalah rumah orang, sekalipun aku harus mati, tak boleh mati sini."
"Kalau begitu, kau boleh keluar dari sini," kata si semut putih.
"Keluar yaa keluar..." ucap Yan Jit sambil menepuk bajunya dan tertawa, "nah saudara berdua,
bila aku kali ini tidak mampus sungguhan, pasti akan kucari kalian berdua untuk minum arak."
Ong Tiong masih berbaring terus di atas ranjangnya, sedikitpun tak berkutik, pada saat itulah
tiba-tiba ia berseru: "Tunggu sebentar!"
"Tunggu apa?" bentak Semut emas.
"Kalian tahu, tempat apakah ini?"
"Aku tahu, ini adalah kandang babi!" jawab semut merah sambil tertawa cekikikan.
"Kalau tempat ini adalah kandang babi, berarti aku adalah Raja babi, siapa saja yang datang
kemari harus mendengarkan perkataanku."
"Kurang ajar, mau apa kau?" teriak Semut emas makin gusar.
"Aku hendak menahan Yan Jit untuk menemani aku minum arak, kau tahu, tidak gampang
untuk mencari seseorang yang bisa minum arak sambil berjungkir balik, bayangkan sendiri, masa
aku rela membiarkan dia tidur dalam peti mati?"
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... rupanya kau sudah kepingin bergerak?" sera Kwik Tay-lok
sambil tertawa tergelak.
"Semut-semut ini mulai menggigit orang sekalipun tidak ingin berkutik rasanya tak mungkin lagi
!" "Bagaimana bergeraknya ?"
"Semut merah milikku, semut putih milik Ong Tiong jarang bergerak, tapi sekali bergerak
hebatnya bukan kepalang tanggung."
Baru selesai dia berkata, mendadak tubuhnya sudah melejit dari atas ranjang dan menerkam
ke depan. Ia sudah mengincar tepat sasarannya, si semut merah yang cantik.
Semut merah boleh dibilang tak sempat melihat musuhnya, dia cuma melihat ada segulung
selimut berwarna hitam yang menerjang tiba dengan kecepatan luar biasa.
Begitu badannya berputar, ada tiga empat puluh macam senjata rahasia yang beraneka ragam
telah menyebar ke udara, ada yang menyambar dengan kecepatan luar biasa, ada yang saling
berbenturan, ada pula yang berputar-putar di udara.
Karena perawakannya kerdil, maka senjata rahasianya juga kelewat lembut.
Tapi justru lantaran senjata rahasianya lembut, maka tenaga serangannya juga kelewat
dahsyat, susah buat orang lain untuk menghindarinya.
Tapi ia telah melupakan sesuatu hal, selimut bukan manusia.
Sekalipun ada seribu batang senjata rahasia menghajar di atas selimut, tak nanti selimut itu
bakal mampus. Dalam keadaan demikian, walaupun senjata rahasianya istimewa, caranya menyerang luar
biasa, sedikitpun tak ada gunanya.
"Bluk, blukk, blukk...." diiringi suara mendebuk yang ramai, tiga empat puluh macam senjata
rahasia itu sudah menghajar telak ke atas selimut itu.
Di atas selimut ada lapisan minyak babi, minyak ayam, minyak itik, ada pula minyak goreng.
Hakekatnya selimut tersebut bagaikan direndam dalam minyak, mana licin, mana mengkilap,
keras lagi. Anak panah saja belum tentu bisa menembusi lapisan selimut bercampur minyak itu,
apalagi senjata rahasia selembut itu"
Menunggu si Semut merah sadar kalau dia tertipu, belum sempat badannya mundur ke
belakang, selimut tersebut seperti selapis awan hitam telah mengurung ke atas kepalanya.
Ong Tiong jarang bergerak, tapi begitu bergerak siapapun tak menyangka kalau gerakan
tubuhnya secepat itu.
Si Semut merah baru saja mengendus bau minyak tengik dan aneh, sekujur tubuhnya telah
terbungkus didalam selimut tersebut. . .
Seandainya perawakannya agak tinggi besar belum tentu Ong Tiong bisa membungkus
tubuhnya dengan selimut, apa mau dikata ia memang terlampau kerdil, begitu sepasang tangan
Ong Tiong merangkul, sekujur badannya segera terbungkus dalam selimut bagaikan bak-cang.
Gerakan tubuh Ong-Tiong belum juga berhenti, ia mendengar dari belakang muncul segulung
desing angin tajam, tahu-tahu si semut putih telah menerjang tiba dengan kecepatan luar biasa.
Sangat cepatnya Ong-Tiong bergerak, tak mampu menandingi kecepatan si semut putih.
Dalam sekejap mata si semut putih telah menyusul tiba.
Tujuan Ong-Tiong memang berharap agar si Semut putih mengejarnya, karena dia tahu tak
mungkin baginya untuk menyusul si semut putih.
Menunggu semut putih telah tiba, tiba-tiba ia berhenti berlari, membalikkan badan dan
melemparkan bungkusan selimut itu ke depan.
Bungkusan selimut itu berisikan bininya sendiri, sudah barang tentu si semut putih harus
menerimanya. Bungkusan selimut itu satu kali lipat lebih besar dari badannya, bobotnya dua kali lipat, begitu
ia menyambut, tubuhnya segera rontok ke tanah.
Waktu itu Ong Tiong telah menyelinap ke belakang punggungnya, sekali menutul tertotoklah
jalan darah orang itu.
Si Semut putih menggeletak tak berkutik, otot-otot hijau pada keningnya pada menonjol keluar,
dengan mata mendelik ia melotot ke arah musuhnya, sampai biji matapun hampir melompat
keluar. Ong Tiong tidak bergerak lagi, katanya sambil tertawa hambar:
"Kau dikalahkan secara tak memuaskan bukan" Karena kungfu yang kugunakan bukan kungfu
asli" Terus terang kuberi tahu, kalau menggunakan kungfu asli berarti itu bukan suatu kepandaian,
selamanya aku tak pernah berkelahi dengan menggunakan kungfu asli."
Saking mendongkolnya, hampir saja semut putih muntah darah.
Ong-Tiong memang seperti tak berilmu sama sekali, semua keberhasilannya seakan-akan
berhasil diraih dengan mengandalkan kecerdikan otak.
Tapi, seandainya ia tidak memiliki kepandaian yang luar biasa, bagaimana mungkin bisa
memiliki otak yang begitu cerdas" Kenapa pula ia bisa menggunakan waktu secara tepat"
Serangannya kenapa pula begitu mantap dan kuat"
Ini menandakan bukan kungfunya saja yang hebat, otaknya juga sangat hebat.
Yaa, Ong-Tiong memang jarang bergerak, sekali bergerak kehebatannya betul-betul luar
biasa. Sementara itu, si semut emas sudah tak mampu bernapas lancar karena desakan-desakan
serta kurungan angin pukulan Kwik-Tay-lok.
Sebaliknya Yan-Jit sedang bermain petak.
Meskipun perawakan Semut perak lebih besar, namun kungfu yang dipelajari adalah
kepandaian keras, dengan kepandaian yang bersifat keras, berarti gerak geriknya sudah amat
lamban. Semakin cepat Yan Jit berputar-putar, semakin lamban gerakan tubuhnya.
Tiba-tiba Yan Jit melepaskan topinya dan dikenakan di atas kepalanya, dengan topi yang
besar dan kepala yang kecil, serta merta seluruh kepalanya tertutup dibalik topi, apapun tidak
terlihat olehnya.
Menggunakan kesempatan itu Yan Jit, menggaet kakinya membuat semut perak itu jatuh
tertelungkup. "Criing...!" ternyata ia menggunakan pakaian berlapis perak yang berat dan kuat, jangan harap
tubuhnya bisa merangkak bangun lagi setelah tertangkap di tanah. .
Dia ingin melepaskan topi di atas kepalanya, tapi suatu benda yang berat segera menindih
diatasnya, Ternyata pantat Yan Jit telah duduk di atas kepalanya.
"Bangku ini lumayan juga" gumamnya sambil cekikikan, "sayang terlalu kecilan sedikit!"
Bagaimana dengan si Semut emas " Sedari tadi ia memang sudah susah bernapas, makin
gelisah dia, udara makin mengganjal perutnya, lama kelamaan tanpa Kwik Tay-lok mesti turun
tangan sendiri, ia sudah roboh tak sadarkan diri dengan mulut berbuih.
Melihat itu, Kwik Tay-lok segera menghela napas, katanya: "Waaah... rupanya orang ini


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengidap penyakit ayan, kalau begitu aku telah salah mencari sasaran"
"Sedari tadi aku toh sudah bilang, si Semut putih untukmu, kenapa kau tak mau menurut?" 0ng
Tiong menimpali.
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Kau mengucapkan kata-katamu, aku mencari sasaranku, kalau si Semut putih tidak mengejar
diriku, mana aku bisa menyusulnya" Kalau ia bersikeras mencarimu, masa aku musti ngotot
melulu" Yaaa, apa boleh buat" Terpaksa aku musti mencari Semut emas. Tapi bagaimanapun
juga, kepalanku memang lebih besar dari padanya, otomatis tenagaku lebih besar darinya, bicara
soal tenaga, hitam di atas putih aku pasti yang bakal menang!"
"Aaai.... tak kusangka kalau kau pandai juga mencari untung" gumam Ong Liong sambil
menghela napas.
"Aku juga tidak menyangka kalau selimut itu masih ada kegunaan yang begini besar, kalau lain
kali ada orang ingin belajar ilmu menyambut senjata rahasia, pasti akan kuanjurkan untuk makan
ayam goreng dulu di atas ranjang"
"Jangan makan ayam goreng, suruh makan itik panggang saja, sebab minyak itik lebih tebal"
Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang katanya pula: "Akupun tidak menyangka bila
berjumpa dengan dua orang manusia macam kalian, mungkin nasib sialku sudah makin mendekati
akhir." "Mungkin itu disebabkan kau adalah betul-betul makhluk aneh, bukan si raja pengibul" kata
Kwi Tay-lok sambil tertawa.
"Oooh, jadi kalian bersedia membantuku, lantaran aku berbicara sejujurnya?"
"Bukan, karena kau bisa minum arak sambil berjungkir balik!" Kwik Tay-lok membenarkan.
Yan Jit segera tertawa.
"Coba kalau tidak melihat kau minum arak sambil berjungkir balik, masa aku bakal
mengucapkan kata-kata seperti itu?"
Tiba-tiba ia menghela napas, terusnya: "Padahal masih ada sepatah kata ingin kuucapkan,
cuma aku tak tahu sepantasnya ku utarakan atau tidak."
"Apakah kau ingin berterima kasih kepadaku?" tanya Ong Tiong.
Yan Jit kembali menghela napas: "Yaa, atas bantuan semacam ini, aku tak tahu bagaimana
musti menyatakan rasa terima kasihku?"
"Jika kau serius ingin berterima kasih kepada kami, ada satu hal bisa kau lakukan" kata Ong
Tiong. "Apa yang musti kulakukan?"
Gotong aku kembali ke atas ranjang, aku sudah malas untuk bergerak lagi!"
* * * Di dalam pandangan siapapun perkampungan Hok-kui-san-ceng bukan suatu tempat yang
menarik, hakekatnya semacam barang yang bisa meninggalkan kesanpun tak punya.
Anehnya, ternyata sikap Yan Jit seperti Kwik Tay-lok, setelah tiba di sana ia enggan untuk
pergi lagi. Hal ini bukan dikarenakan mereka sudah tiada tempat lain yang bisa di datangi lagi, melainkan
. . . . . ."
Melainkan kenapa" Bahkan mereka sendiripun tidak jelas.
Ada sementara orang yang diantara mereka seakan-akan mempunyai suatu kekuatan daya
tarik menarik yang aneh, bagaikan besi yang bertemu dengan besi sembrani, bila kedua belah
pihak saling bertemu, maka masing-masing pihak akan segera terhisap oleh yang lain.
Manusia-manusia semacam ini merasa cukup gembira asal bisa berkumpul, biar tidur di lantai,
biar lapar dua malam, bahkan sekalipun dunia bakal rontokpun mereka tak ambil perduli, seakanakan
berlaku prinsip dihati masing-masing bahwa makan tidak makan pokoknya kumpul.
Agaknya di dunia ini tinggal beberapa macam persoalan yang membuat mereka tak tahan,
salah satu diantaranya adalah air mata.
Air mata perempuan, terutama air mata seorang perempuan kerdil yang tinggi badannya tak
sampai empat jengkal.
Betul si Semut merah kerdil, tapi air matanya tidak kepalang tanggung banyaknya.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa bahwa sedikit banyaknya air mata perempuan, sama sekali tak
ada sangkut pautnya dengan tinggi besarnya badan, semakin ceking tubuh seorang perempuan,
kadang kala air matanya justru semakin banyak.
Di dalam banyak hal, perempuan juga memiliki ciri khas seperti itu.
Seperti misalnya semakin gemuk seorang perempuan makannya justru makin sedikit, makin
jelek wajahnya makin banyak tingkahnya, makin tua orangnya makin tebal rupanya dan, makin
banyak baju yang dimiliki makin tipis yang dikenakan.
"Aaai.... perempuan memang sejenis makhluk yang sangat aneh !"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tangisan si semut merah yang terus menerus
membuat ia hampir tak tahan.
Terpaksa dia hendak angkat kaki.
Tapi Yan Jit tidak membiarkan ia pergi.
Waktu itu Ong Tiong telah berbaring kembali, tidur sambil mendengkur, sekali ia sudah tertidur
maka sekalipun ada orang mampus disisinya, ia juga tak ambil perduli.
Yan Jit menarik tangan Kwik Tay-lok dan mencegahnya pergi, ia berkata lirih: "Kalau kau pergi,
bagaimana dengan ke empat orang ini ?"
"Toh kau yang mencari kesulitan sendiri, bukan aku !" jawab Kwik Tay-lok segera.
"Tapi kalau kalian tidak membantuku, mana mungkin aku bisa menangkap mereka, kalau
mereka tidak kutangkap, mana mungkin aku bisa menghadapi kesulitan seperti ini ?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Yan Jit kuatir penjelasannya kurang dimengerti pemuda itu, ia kembali berkata:
"Bila kalian tak membantuku, aku bakal ditangkap mereka, paling banter juga mati sekali lagi,
tapi tiada kesulitan apapun. Tapi sekarang aku tak dapat membunuh mereka, tidak pula
melepaskan mereka, coba katakan, apa yang bisa kulakukan ?"
Semakin jelas ia berbicara, semakin bingung Kwik Tay-lok dibuatnya.
Tiba-tiba Ong Tiong menongolkan kepalanya dari balik selimut, katanya sambil tertawa:
"Aku punya akal bagus !"
"Oooh, kenapa tidak kau katakan sedari tadi ?" kata Yan Jit sambil menghela napas.
"Kau enggan membunuh mereka bukan, tapi enggan pula melepaskan mereka, lebih baik
biarkan saja mereka tinggal di sini, kita pelihara mereka sepanjang masa."
"Betul, betul, ini memang ide yang bagus", saru Kwik Tay-lok segera sambil berkeplok tangan
dan tertawa terbahak-bahak, "bagaimanapun juga, mereka toh kerdil dan kecil, pasti tidak banyak
yang mereka makan."
Si Semut merah segera berhenti menangis, katanya: "Yaa, memang sedikit yang kumakan,
setiap hari aku cuma makan dua butir mutiara yang ditumbuk menjadi bubuk, ditambah sedikit ikan
laut dan beberapa tetes madu, kalau tak ada madu, Ha-an-kwa juga boleh !"
Yan Jit berdiri di situ dengan wajah tanpa emosi sedikitpun juga, gumamnya seorang diri:
"Bubuk mutiara sebagai nasi" Ikan segar, madu " Itu mah tidak susah !"
Tiba-tiba ia membalikkan badan dan pergi dari situ.
"Hey, mau kemana kau ?" tegur Kwik Tay-lok.
"Mencari peti mati yang dibawa si Semut dan berbaring didalamnya, lalu mencari orang untuk
menguburnya ke dalam tanah, aku rasa tindakanku ini paling tidak jauh lebih gampang daripada
harus mencari mutiara dan madu setiap hari"
"Waah, kalau begitu demi menyelamatkan jiwamu, terpaksa aku musti melepaskan mereka
pergi" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas, "paling tidak cara ini jauh lebih gampang dari
pada mencari seorang lain yang bisa minum arak sambil berjungkir balik."
Dimulut dia berbicara, tangannya telah bekerja untuk membebaskan jalan darah dari semutsemut
itu. Sewaktu datang mereka datang cepat, sewaktu pergi merekapun pergi dengan tak kalah
cepatnya. Setelah bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan ketiga orang itu baru sama-sama
berpaling dan saling berpandangan.
"Bukankah sedari tadi sudah berhasrat untuk melepaskan mereka pergi?" kata Kwik Tay-lok
kemudian. "O, ya ?"
"Tapi, kau kurang enak untuk mengutarakannya kepada kami, sebab kami berdua juga ikut
keluar tenaga, bila mereka melepaskan dengan begitu saja, kau takut kami tidak puas bukan"
Padahal....."
"Padahal sedari tadi kau sendiripun sudah berhasrat untuk melepaskan mereka?" sambung
Yan Jit cepat. Ketiga orang itu kembali saling berpandangan, lalu bersama tertawa tergelak.
"Kelihatannya melepaskan orang bukan cuma lebih gampang daripada membunuh orang,
bahkan jauh lebih gampang daripada membunuh orang, bahkan jauh lebih menggembirakan" kata
Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Benar, bila kita membunuh mereka, sekarang hati kita tak akan seriang ini !"
"Tapi kalau kita telah melepaskan mereka, dan mereka mencelakai orang lagi, itu baru suatu
kejadian yang tidak menyenangkan!" Ong Tiong menyambung.
Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya dengan suara lantang:
"Tidak mungkin, aku lihat mereka bukan orang yang terlalu jahat. Sekalipun dimasa lalu
pernah berbuat kurang baik, di kemudian hari pasti mereka dapat berubah sifat jahatnya itu!"
Tiba-tiba ia mengedipkan matanya, lalu sambil merendahkan suaranya berbisik:
"Sekalipun mereka betul-betul jahat, setelah mendengar perkataanku ini bagaimanapun tentu
akan tak enak hati untuk berbuat jahat lagi"
"Kau kira mereka bisa mendengarkan perkataanmu itu?" Yan Jit.
"Tentu saja mendengar" kata Ong Tiong, "ia berteriak begitu keras, orang tuli yang berada
sepuluh li dari sini pun bisa terdengar suaranya, apalagi telinganya belum tuli!"
"Betul" kata Kwik Toy-lok sambil tertawa, "teriakanku memang selamanya nyaring, dulu malah
ada orang yang mengatakan aku punya suara emas, nanti kalau hatiku lagi senang pasti akan
kubawakan dua buah lagu yang merdu untuk kalian dengar."
Ong Tiong segera menghela napas panjang, katanya: "Andaikata kau ingin menyanyi, lebih
baik tunggu sampai aku tertidur lebih dulu?"
Sambil masukkan kepalanya ke balik selimut, ia menambahkan: "Asal aku sudah tertidur,
sekalipun kau menjerit sampai rumah ini ikut bergetar, aku juga tak akan mendusin !"
Mereka memang merupakan manusia-manusia seperti itu, cara kerja mereka memang selalu
istimewa. Ada kalanya cara kerja mereka betul, ada kalanya merekapun bisa salah melakukan
pekerjaan. Tapi, bagaimanapun juga perbuatan mereka tak pernah membawa anyir darah, tak pernah
memuakkan orang.
Perbuatan yang mereka lakukan, bukan cuma membuat diri sendiri gembira, orang lain pun
ikut merasa gembira.
Dalam satu bulan, Yan Jit pasti akan ngeloyor pergi sampai dua tiga kali, siapapun tak tahu
kemana ia pergi, lebih-lebih tak tahu apa yang telah dilakukan olehnya.
Tapi, setiap pulang dari berpergian, ia selalu pulang dengan membawa satu dua macam
barang yang aneh-aneh.
Kadangkala dia pulang membawa sepasang sepatu baru, atau sapu tangan bersulam bunga,
kadangkala juga membawa Ang-sio-bak atau arak beras ketan.
Malah kadangkala ia membawa pulang seekor kucing, seekor burung gereja, atau beberapa
ekor ikan hidup.
Tapi, bagaimanapun juga, tak sebuahpun yang bisa menangkap keanehan dari barang yang
dia bawa pulang kali ini.
Ternyata kali ini dia pulang membawa seorang manusia.
Orang itu bernama Lim Tay-peng, tapi semenjak kedatangannya, tak seorangpun diantara
mereka bisa hidup dengan Tay-peng (aman).
Ada sementara orang gemar dengan musim dingin, karena dimusim dingin mereka dapat
menikmati putihnya salju, menikmati indahnya bunga bwe (sakura), bisa bersantap Hwee-lo yang
panas, bersembunyi dibalik selimut yang tebal sambil membaca buku porno, atau tidur dengan
nyenyak. Perbuatan-perbuatan semacam ini tak mungkin bisa dinikmati di musim panas yang gerah.
Orang yang suka dengan musim dingin tentu saja bukan orang-orang miskin, musim dingin
adalah musim yang paling menyiksa bagi orang miskin, setiap orang miskin selalu berharap musim
salju datang lebih lambat, atau paling baik kalau tak akan datang untuk selamanya.
Sayang musim dingin bagi orang miskin selalu datangnya kelewat awal...
Salju yang melapisi permukaan halaman perkampungan Hok-kui-san-ceng sama putihnya
dengan tempat lain, bahkan ada pula beberapa batang pohon bwe yang tumbuh dengan indahnya
di sana. Tapi, jika pakaian yang dikenakan seseorang masih berisi bakmi semangkuk yang dimakan
semalam, maka satu-satunya hal yang sedang menarik hatinya pada saat ini adalah makanan
yang bisa mengganjal perut, bukan salju yang putih atau bunga bwe yang indah.
Dengan termangu-mangu Kwik Tay-lok mengawasi bunga bwe dan salju yang putih didalam
halaman, lalu bergumam:
"Kalau bunga bwe ini bisa berubah menjadi lombok, tentu lebih bagus lagi!"
"Apakah yang bagus?" kata Ong Tiong.
"Coba kau lihat, salju yang melapisi permukaan tanah bukankah mirip tepung beras" Kalau
diberi beberapa batang lombok merah, tentu bisa dibuat semangkuk bubur pedas yang hangat."
Ong Tiong segera menghela napas, katanya:
"Kau betul-betul seorang yang tak tahu seni, andaikata Lim Hu mendengarkan perkataanmu
itu, dia tentu akan mati karena mendongkol!" .
"Siapakah Lim Hu itu?"
"Masa Lim Hu pun tak pernah kau dengar"
"Aku cuma pernah mendengar ada Bak-Hu (daging kering) misalnya daging babi kering (Tibak-
hu) daging sapi kering (Gou-bak-hu) serta daging menjangan kering (Lu-bak-hu), kalau dibuat
teman arak tentu lezat sekali"
"Lim Hu adalah Lim Kun-hu, atau Lim Ho cing, dia adalah seorang seniman dari ahala Song
yang tinggal dibukit Hu-san di telaga See ou, konon selama dua puluh tahun tak pernah turun
gunung barang selangkahpun, kecuali menanam bunga bwe dan memelihara burung bangau,
pekerjaan apapun tak pernah ia lakukan sehingga ia dikenal orang beristri bunga bwe beranak
bangau, syair ciptaannya tersohor sampai dimana-mana!"
"Oooh, kalau begitu, Lim sianseng ini adalah seorang seniman yang luar biasa!" kata Kwik
Tay-lok cepat. "Yaa, dia memang seorang seniman yang luar biasa !"
"Tapi seandainya ia lagi kelaparan seperti aku sekarang, mungkinkah masih disebut luar
biasa?" Ong Tiong berpikir sebentar, tiba-tiba katanya sambil tertawa: "Setelah berada dalam keadaan
begini, aku pikir besar kemungkinan kau lebih berseni darinya"
Kwik Tay-lok ikut tertawa tergelak.
Tiba-tiba ia merasakan, dikala seorang sedang kelaparan ataupun kedinginan, bila tertawa
maka tubuhnya akan terasa jauh lebih nyaman.
Pada saat itulah, tiba-tiba Ong Tiong melompat bangun dari ranjangnya, kemudian berteriak:
"Teringat akan Lim Ho-cing, aku menjadi teringat pula akan suatu hal !".
Bila Ong Tiong yang malas bisa sampai melompat bangun, tak bisa disangsikan lagi
masalahnya tentu luar biasa.
Tak tahan Kwik Tay-lok lantas bertanya: "Apa yang kau ingat" Apakah ingin mempersunting
bunga Bwe sebagai binimu?"
"Bukan bini yang kumaksudkan, arak . . "
"Arak?" bisik Kwik Tay-lok dengan mata terbelalak, "dari mana datangnya arak ?"
"Dibawah pohon bunga bwe itu !"
Kwik Tay-lok sagera tertawa getir.
"Menganggap bunga bwe sebagai bini sudah cukup gila, tak nyana kau lebih gila lagi"
Namun di bawah pohon bwe itu benar-benar tertanam seguci arak.
"Arak ini kupendam pada belasan tahun berselang" tutur Ong Tiong, "waktu itu kebetulan aku
sedang mendengarkan cerita tentang Lim Ho-cing, aku ikut jatuh cinta kepada bunga Bwe, maka
kupendam seguci arak dibawah pohon bwe agar ikut kecipratan bau harum bunga bwe."
Dimanapun kau tanam bila sudah belasan tahun lamanya, arak tentu harum baunya.
Kwik Tay-lok segera menghancurkan penutup yang menyegel guci itu, lalu sambil pejamkan
mata dan menarik napas panjang, katanya seraya menghela napas:
"Ehmm... bukan wangi saja, baunya bahkan seperti bau dewa!"
"Nah, makanya kau musti berterima kasih kepada Lim sianseng" kata Ong Tiong sambil
tertawa, "coba kalau bukan lantaran dia, tak nanti ku pendam seguci arak di situ, kalau bukan
lantaran dia, akupun lupa kalau ada seguci arak telah kupendam disana."
Kwik Tay-lok tak ada waktu untuk berbicara lagi, dimana arak untuk diminum, mulutnya selalu
repot dan tak mampu melakukan pekerjaan lainnya.
Ia sudah mengangkat guci arak itu siap diminum.
"Heeh.... heeh... nanti dulu!" Ong Tiong menarik tangannya.
"Harus menunggu apa lagi?"
"Yan Jit sudah pergi selama dua hari, kalau dihitung-hitung ia sudah hampir pulang, paling
tidak kita harus menunggu sampai kedatangannya...."
"Harus menunggu berapa lama" Ketika ia pulang nanti, siapa tahu kita sudah mampus
kedinginan."
Ternyata mereka tak usah menunggu terlalu lama.
Suara Yan Jit telah kedengaran dari luar tembok rumah: "Kalau kalian mau mampus, lebih baik
cepat-cepat mampus, jadi seguci arak itu bisa kunikmati seorang diri."
Sambil tertawa Ong Tiong segera berkata: "Agaknya orang ini bukan telinganya saja yang
panjang, hidungnyapun juga panjang, aku sedari tadi sudah tahu, asal mendengus bau harumnya
arak, ia pasti bisa cepat cepat pulang."
Kwik Tay-lok ikut tertawa, sambungnya: "Entah si hidung panjang ini membawa apa buat kita
minum arak?"
"Teman arak sih tidak kubawa, tapi teman minum arak mah ada satu!"
Lim Tay-peng memang seorang yang pandai minum arak. Siapapun yang pernah bertemu
dengannya, tak akan percaya kalau ia bisa minum arak sebanyak itu.
Ketika untuk pertama kalinya Kwik Tay-lok melihat orang itu, ia lebih tak percaya lagi.
Lim Tay-peng adalah seorang yang berwajah bagus, lemah lembut dan mempersona hati.
Kalau dibilang Yan Jit mirip seorang gadis, maka dia hakekatnya seperti seorang gadis yang
menyaru seperti pria.
Bibirnya kecil sekali, sekalipun diibaratkan bibir yang kecil mungil juga tidak keterlaluan.
Ketika Kwik Tay-lok melihat untuk pertama kalinya, bibir yang mungil itu terkatup rapat, warna
bibirnya hijau pucat, dia harus menggunakan tenaga yang besar baru bisa membuka mulutnya


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serta meloloh secawan arak ke dalam perutnya.
Ia sudah kedinginan setengah hari, iapun kelaparan hingga tinggal segulung napas yang lirih.
Mimpipun Kwik Tay-lok tidak mengira kalau didunia masih terdapat orang yang lebih
kedinginan, lebih kelaparan daripadanya, sambil tertawa getir ujarnya:
"Darimana kau dapatkan manusia ini ?"
"Di tengah jalan !" jawab Yan Jit.
Kwik Tay-lok kembali menghela napas, gumamnya:
"Pertama kali kau membawa pulang seekor kucing dari tengah jalan, kedua kalinya membawa
pulang seekor anjing, sekarang membawa pulang seorang manusia, Waah, kalau, begini terusmenerus,
bisa jadi lain kau akan membawa pulang seekor kingkong."
"Yaa, lebih baik lagi kalau kingkong itu kingkong betina, jadi bisa dijodohkan dengan kau" seru
Ong Tiong sambil tertawa.
Kwik Tay-lok tidak marah, malah sambil tertawa terkekeh sambungnya pula:
"Lebih celaka lagi kalau dia membawa monyet betina. Bukankah aku musti memanggil enso
Ong kepadanya?"
Perawakan tubuhnya tinggi besar, paling tidak lebih tinggi satu kepala dibandingkan Ong
Tiong, selamanya hal ini merupakan kebanggaan baginya.
Jika ada orang menggodanya dengan hal tersebut, bukan saja dia tidak marah, bahkan malah
agak bangga. Ia selalu beranggapan, perawakan semacam ini barulah merupakan perawakan yang ideal
bagi seorang lelaki sejati.
Yan Jit telah mendapatkan sebuah mangkuk gumpil, dengan mangkuk itu dia penuhi separuh
cawan arak, lalu melolohnya ke dalam mulut Lim Tay-peng.
Setelah diloloh dua mangkuk, paras mukanya yang pucat pias pelan-pelan baru nampak
berwarna merah, tapi matanya masih terpejam, ketika sisa arak dimulut telah ditelan, ia baru
berkata: "Ehm... sedaap ! Inilah arak Tiok-yap-cing yang telah berusia tiga puluh tahun"
Itulah kata-kata pertama dari Lim Tay peng.
Ong Tiong tertawa, Kwik Tay-lok juga tertawa, dengan dasar ucapan tersebut, mereka telah
menganggap Lim Tay-peng sebagai sahabatnya.
"Tak kusangka sahabat inipun seorang ahli dalam minum arak" kata Kwik Tay lok sambil
tertawa. Pelan-pelan Lim Tay-peng membuka matanya, ketika melihat mangkuk gumpil di tangan Yan
Jit, ia segera mengerutkan dahinya, lalu berseru: "Kalian minum arak dengan menggunakan
mangkuk itu?"
Nada suaranya seperti ia melihat ada orang makan nasi dengan hidung, memegang sumpit
dengan kaki, Kalau tidak dengan mangkuk, lantas harus diminum dengan apa?"
"Kalau ingin minum Tiok-yap-cing harus minum dengan cawan kemala hijau, kalau minum
dengan mangkuk semacam itu, sama halnya dengan membuang percuma seguci arak bagus"
"Aku lihat kau gunakan saja apa adanya" ujar Kwik Tay-lok lagi sambil tertawa, "asal kau
pejamkan mata, mau pakai mangkuk gumpil atau cawan kemala toh sama saja!"
Lim Tay-peng berpikir sebentar, kemudian menjawab:
"Benar juga perkataan itu, tapi aku lebih suka minum langsung dari gucinya."
Guci arak itu berada dihadapannya, ia betul-betul mengambilnya dan meneguk langsung dari
guci. Kwik Tay-lok mengawasinya dari samping dengan mata terbelalak, mulut melongo.
Ketika separuh guci arak itu sudah masuk perut, Lim Tay-peng baru menyeka mulutnya sambil
berkata: "Arak bagus, arak bagus, tapi mana sayurnya...." Masa kalian minum arak tanpa ditemani
sayur atau masakan lain?"
"Nah, itu menandakan kalau kau kurang mengerti soal seni minum arak" kata Kwik Tay lok
tertawa, "orang yang benar-benar minum arak hanya akan minum arak, tak perlu makan sayur
atau masakan yang lain."
Lim Tay-peng berpikir sejenak, kemudian sahutnya: "Ehm, betul juga perkataan itu!"
Kembali ia mengangkat guci arak dan meneguk habis sisa setengah guci arak yang masih
ada. Bila seguci arak telah dipendam selama belasan tahun, selain araknya akan bertambah keras,
biasanya isi arak itu tinggal separuh guci, tapi keras alkoholnya dua kali lipat dari keadaan biasa.
Namun paras muka Lim Tay-peng tetap tenang, seolah-olah tidak terpengaruh sama sekali,
malah katanya: "Masih adakah arak semacam ini?"
Kwik Tay-lok segera tertawa getir, sahutnya:
"Maaf, arak itu bukan cuma seluruh rangsum kami bertiga hari ini, arak itupun merupakan
seluruh harta yang kami miliki."
Lim Tay-peng tertegun, kemudian bertanya: "Apakah kalian hanya minum arak, tak pernah
makan nasi?"
"Jarang sekali!"
Mendengar itu Lim Tay-peng menghela napas panjang:
"Aaai... kalau begitu kalian benar-benar setan arak, ketahuilah minum arak melulu hanya
merusak perut, sedikit banyak kalian musti makan nasi sedikit."
Tiba-tiba ia menggeliat, lalu sambil memandang sekeliling tempat itu tanyanya:
"Biasanya kalian tidur diatas ranjang itu."
"Ehmm!" Ong Tiong mengiakan.
"Masa ranjang itu bisa ditiduri?"
"Paling tidak lebih nyaman daripada tidur ditepi jalan!"
Lim Tay-peng kembali berpikir setengah harian lamanya, kemudian sambil tertawa ia berkata:
"Masuk diakal juga perkataanmu itu, agaknya semua perkataan kalian sangat masuk diakal,
tampaknya aku memang pantas untuk bersahabat dengan kalian!"
"Terima kasih, terima kasih, tak usah sungkan-sungkan, tak usah sungkan-sungkan!"
"Tapi sekarang aku ingin tidur, sewaktu tidur aku paling tak suka kalau dibangunkan orang,
lebih baik kalian bermain-main dulu diluar!"
Setelah menguap ia berbaring diatas ranjang, kemudian tak selang beberapa saat tertidur
pulas. Kwik Tay-lok mengawasi Ong Tiong sekejap, lalu katanya sambil tertawa getir.
"Tampaknya ia bukan cuma lebih baik dalam soal arak, kepandaiannya untuk tidurpun jauh
lebih hebat dari padamu!"
Yan Jit memandang sekejap guci yang telah kosong lalu tertegun setengah harian, setelah itu
gumamnya: "Yang kubawa pulang sebetulnya manusia" Atau seekor kuda?"
"Sekalipun kuda, tak mungkin akan minum arak sebanyak itu" sambung Kwik Tay-lok sambil
menghela napas.
"Kenapa kau tidak menyuruh ia minum rada sedikit ?"
"Sebab meskipun aku miskin, paling tidak aku bukan seorang yang pelit !"
"Aku merasa orang ini sangat menarik hati" tiba-tiba Ong Tiong berkata.
"Benar!"
"Selembar nyawa ditolong olehmu, ia menghabiskan pula ransum kita untuk hari ini, lalu
mengangkangi pula satu-satunya pembaringan yang ada disini. Tapi bukan saja ia tidak berterima
kasih kepada kita, malahan tanpa basa-basi menyatakan hendak bersahabat dengan kita, ia
sangat memberi muka kepada kita bertiga."
Setelah tertawa, terusnya:
"Coba katakan, kita harus pergi kemana untuk menemukan manusia kedua macam dia?"
Sebab itulah, Lim Tay-peng juga tinggal disana.
Oleh sebab itu, jika kau menyinggung soal perkampungan Hok-kui-san-ceng dalam dunia
persilatan, maka yang dimaksudkan bukan suatu gedung dekat tanah pekuburan, sebuah rumah
tanpa asap dapur atau sebuah rumah kosong yang kadangkala cahaya lampu pun tak nampak.
Bila kau singgung soal Hok-kui-sen-ceng, orang persilatan akan mengerti bahwa yang kau
maksudkan adalah suatu kelompok manusia yang aneh, sebuah gedung besar dengan empat
penghuni yang eksentrik.
Dalam hubungan diantara teman, mereka seperti mempunyai suatu perjanjian yang tak tertulis,
yaitu diantara mereka tak pernah saling menanyakan kejadian di masa lalu, merekapun tak pernah
membicarakan masa lalu kepada yang lain.
Tapi malam setelah Yan Jit membawa datang Lim Tay-peng, Kwik Tay-lok telah melanggar
peraturan tersebut.
Malam itu, salju sudah mulai mencair.
Lim Tay-peng masih tertidur nyenyak, tentu saja Ong Tiong tidak mau menunjukkan
kelemahannya, terpaksa Kwik Tay-lok mengajak Yan Jit untuk turun gunung "berburu"
Yang dimaksudkan berburu disini adalah mencari kesempatan untuk mencari uang.
Ternyata tiada kesempatan.
Saat-saat dimana salju mencair ternyata jauh lebih dingin dari pada sewaktu turun salju,
setelah kenyang naik tempat tidur adalah cara yang paling pintar untuk menghadapi hawa dingin,
ditengah jalan hampir tiada manusia yang berlalu lalang.
Keadaan Kwik Tay-lok dan Yan Jit waktu itu seperti dua ekor kelinci liar yang tersesat, dengan
langkah yang gontai mereka berjalan diantara tanah berlumpur yang kotor.
Sepanjang jalan, Kwik Tay-lok mengawasi terus sepatu yang dikenakan Yan Jit. .
Sampai akhirnya, ia merasa tak tahan untuk menunggu lebih jauh, tiba-tiba tegurnya:
"Sepatumu sudah beralas baru ?"
"Ehmm !"
"Aku tak pernah bertanya kepadamu kenapa sepasang sol sepatumu bisa laku ribuan tahil
perak bukan ?"
"Benar !"
"Akupun tak pernah bertanya padamu kenapa pernah mati sebanyak tujuh kali bukan?"
"Kau memangnya tak pernah bertanya."
"Bila aku bertanya, bersediakah kau untuk menjelaskan?" tanya Kwik Tay-lok penuh harapan.
"Mungkin bersedia.... tapi aku tahu, kau tak akan bertanya kepadaku karena akupun tak
pernah bertanya apa-apa padamu."
Kwik Tay-lok menarik muka sekuat tenaga ia menggigit bibir sendiri untuk menahan diri.
Tiba-tiba Yan Jit berkata pula:
"Menurut pendapatmu, Lim Tay-peng adalah seorang manusia macam apa?"
"Aku tidak tahu, akupun tak ingin tahu" jawab Kwik Tay-lok sambil menarik muka.
Melihat itu, Yin Jit segera tertawa.
"Tentu saja aku tak bakal bertanya kepadanya, tapi menduga-duga sendirikan tidak mengapa."
"Aku malas untuk menduga."
Yan Jit segera menghela napas.
"Tapi aku berhasil menduga sedikit tentang dirinya, mungkin dikala seseorang sedang
kelaparan, tak urung akan timbul juga berbagai macam pikiran"
Kwik Tay-lok membungkam setengah harian lamanya, tapi lama kelamaan dia tak tahan juga,
tanyanya: "Apa yang berhasil kau duga?"
"Aku tebak dia pasti keturunan seorang yang kaya raya, oleh sebab itu lagaknya baru begitu
besar." "Kalau dia memang anak orang kaya, kenapa bisa setengah mati ditengah jalan karena
kelaparan?"
"Mungkin disebabkan suatu masalah, terpaksa ia harus kabur dari rumah. Pakaiannya sangat
tipis, ini menandakan kalau dia datang dari tempat yang hangat. Dalam sakunya, ia tidak
membawa apa-apa, ini menandakan sewaktu pergi ia amat tergesa-gesa, kemungkinan besar ia
keluar rumah karena harus melarikan diri."
"Tak kusangka kau begitu teliti."
Yan Jit tertawa, kembali ujarnya : "Bila seseorang harus menahan lapar dalam cuaca begini
dingin, dia pasti tak akan tahan terlalu lama."
"Yaa, paling banter juga hanya dua-tiga hari" Kwik Tay-lok mengangguk sambil menghela
napas. "Kalau kau saja cuma bertahan tiga hari, dia paling banter cuma bisa bertahan sehari
setengah."
"Betul" Kwik Tay-lok kembali tertawa, "aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, sedang
dia adalah seorang toa-sauya yang sudah terbiasa dimanja oleh keadaan."
"Dalam cuaca begini dingin, dalam sehari setengah tak mungkin orang bisa melakukan
perjalanan terlalu jauh"
"Maksudmu, dia datang dari sekitar wilayah ini?"
"Ehmm!"
"Apakah disekitar tempat ini terdapat keluarga-keluarga kaya?"
"Tidak berapa banyak, keluarga persilatan lebih sedikit lagi."
"Kenapa harus dari keluarga persilatan" Apakah manusia yang lemah lembut semacam dia
juga pandai bersilat?"
"Bukan cuma pandai bersilat, bahkan kungfunya tidak termasuk lemah!"
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Aku dapat melihatnya sendiri!"
Tidak menunggu Kwik Tay-lok bertanya lagi, ia menyambung lebih jauh:
"Menurut apa yang kuketahui, keluarga persilatan yang tinggal disekitar tempat ini cuma ada
dua." "Apakah diantara mereka ada yang she Lim ?"
"Kedua keluarga itu sama-sama tidak she Lim, Lim Tay-peng belum tentu she Lim, kalau dia
memang berniat melarikan diri, masa nama aslinya yang akan diberitahukan kepada orang?"
"Dua keluarga yang manakah yang kau ketahui ?".
"Yang satu dari keluarga Him, kepala kampungnya bernama Tho-li-boan-thian-hee (nama
harum diseluruh bumi) Him Sut-jin, dia adalah seorang jagoan yang lihay, meskipun nama
harumnya sampai dimana-mana sayang hidupnya sebatang kara, bukan saja tiada keluarga, anak
binipun tak punya."
"Sedang yang lain."
"Masih ada lagi dari keluarga Bwee, meskipun ia mempunyai seorang putra dan putri, tapi
putranya "Sik-jin" (manusia batu) Bwe Ji-ka sudah lama termashur dalam dunia persilatan, usianya
jauh lebih tua dari Lim Tay peng."
"Kenapa ia disebut orang sebagai Sik-jin (manusia batu)?"
"Konon kungfu aliran keluarganya sangat istimewa, senjata tajam maupun senjata rahasianya
terbuat dari batu maka ayahnya di sebut Sik-sin (dewa batu) sedang dia sendiri bernama Sik-jin
(manusia batu)."
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, sambungnya, "Kalau dia beranak besok, mau dinamakan apa"
Mungkin tidak dinamakan Sik-kau (anjing batu)?"
Tempat ini adalah sebuah kota kecil diatas bukit yang sepi dan terpencil, jalanan dalam kota
amat sempit, lagipula agak berliku-liku.
Bangunan rumah di kedua belah sisi jalan sangat bersahaja. Walaupun sekarang belum
mendekati tengah malam, tapi kebanyakan lentera dalam rumah telah padam, para pedagang pun
kebanyakan sudah menutup toko dan naik tempat tidur.
Sekalipun ada satu dua rumah masih bersinar lentera, namun sinar tersebut redup sekali.
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, keluhnya:
"Tempat ini benar-benar merupakan tempat yang miskin, bila terlalu lama orang mengendon
disini, bukan saja makin lama semakin miskin, makin lama orang juga bisa semakin malas"
"Kau keliru, aku justru suka dengan semacam ini"
"O, ya . . . ?"
"Entah kemanapun aku pergi, hatiku selalu merasa tegang, hanya disini aku merasa begini
bebas, begitu merdeka tanpa dibebani oleh syak wasangka . . ."
"Yaa, karena orang-orang disini sedemikian miskinnya sampai untuk mengurusi diri sendiripun
tak mampu, oleh sebab itu mereka tak punya waktu untuk mencampuri urusan orang lain."
"Kau lagi-lagi keliru besar, jangan kau anggap orang-orang disini miskin semua"
"Kalau dibandingkan kita mah mereka tidak miskin" ujar Kwik Tay-loh sambil tertawa.
"Kau melihat orang-orang disini pada miskin, karena mereka tak mau memamerkan kekayaan
sendiri" tukas Yan Jit, "misalnya saja tauke pegadaian yang menjadi langganan Ong Tiong, dia
bukan saja tidak miskin, jelas memiliki asal usul yang luar biasa."
"Asal usul apa" Menurut pendapatku, dulunya kalau dia bukan seorang perampok kenamaan
tentu seorang jago persilatan yang tersohor. Entah karena menghindari pennbalasan dendam,
entah sudah jemu dengan kehidupan dunia persilatan, maka ia pindah kesini untuk hidup tenteram
sebagai seorang rakyat biasa."
Setelah berhenti sejenak, terusnya: "Manusia semacam ini masih banyak ditempat ini,
misalnya kalau aku sudah pensiun nanti, aku pun akan pindah kemari. Jadi kalau begitu, tempat ini
adalah sarang naga gua harimau?"
"Tepat sekali"
"Kenapa aku tidak merasakan?"
"Bila seseorang pernah mati tujuh kali, otomatis pandangannya lebih tajam daripada orang
lain" kata Yan Jit sambil tertawa.
"Tapi kau toh tidak berhasil untuk menebak asal-usul Lim Tay-peng, kalau dia memang bukan
putra keluarga Bwe, juga bukan keturunan keluarga Him, bukankah pembicaraanmu selama
setengah harian cuma kata-kata yang percuma?"
Yan Jit termenung sampai lama sekali, tiba-tiba ia berkata:
"Kau pernah mendengar tentang Liok-sang-liong-ong (raja naga di atas daratan)?"
Kwik Tay-lok segera tertawa: "Hanya orang tuli yang tak pernah mendengar nama orang itu,
sekalipun pengalamanku picik, paling tidak aku bukan orang tuli
"Konon Liok-sang-liong-ong mempunyai sebuah villa disekitar tempat ini."
"Jadi kau menaruh curiga kalau Lim Tay-peng adalah anaknya."
"Kemungkinan begitu"
"Tidak mungkin, hal ini jelas tidak mungkin."
"Kenapa?"
"Setiap orang persilatan tahu kalau Liok-sang-liong-ong adalah seorang lelaki sejati, mana
mungkin bisa mempunyai seorang putra macam nona cilik?"
"Apakah dia seorang lelaki sejati atau bukan tak bisa ditentukan hanya melihat dari luarnya
saja" kata Yan Jit dingin.
Kwik Tay-lok memandang sekejap kearahnya kemudian sambil tertawa menyahut: "Tentu saja
tak bisa, cuma....."
Tiba-tiba ia membungkam, sekujur tubuhnya seakan-akan menjadi kaku secara mendadak, ia
tertegun macam orang bodoh.
Jalanan itu sebenarnya sudah tiada yang lewat, tapi saat itulah dengan lemah gemulai muncul
sesosok manusia.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu bertemu dengan orang itu, sepasang mata Kwik Tay-lok langsung melotot keluar.
Orang yang bisa membuat mata Kwik Tay-lok melotot keluar tentu saja seorang gadis, seorang
gadis yang cantik jelita.
Gadis itu bukan cuma cantik boleh dibilang cantiknya luar biasa.
Betul baju yang dipakai sangat kasar dan sederhana, tapi bahan apapun yang dipakai sebagai
pakaian tiba-tiba berubah menjadi menawan, belum pernah Kwik Tay-lok menjumpai gadis
perawakan yang begini menawan hati.
Gadis itu membawa dua buah keranjang besar, siapapun yang membawa dua buah keranjang
sebesar itu sewaktu jalan langkahnya pasti akan macam kepiting yang merangkak.
Tapi gayanya sewaktu jalan amat cantik dan indah, cukup membuat biji mata orang hampir
melompat keluar, seandainya ia tidak membawa keranjang, mungkin sedari tadi biji mata Kwik
Tay-lok sudah melompat keluar.
Sesungguhnya gadis itu tidak memperhatikan mereka berdua tapi ketika matanya menangkap
sikap Kwik Tay-lok macam orang yang kehilangan sukma, tak tahan lagi ia segera menutupi
bibirnya dan tertawa cekikikan.
Jantung Kwik Tay-lok segera merasa mel
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 17 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Pendekar Panji Sakti 2
^