Pendekar Riang 13

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 13


juannya.... Ini masih tak aneh, yang aneh adalah belakangan ini Kwik Tay-lok juga seakan-akan selalu
menghindari Yan Jit.
Yan Jit dan Lim Tay-peng berjalan di muka, sedang dia dan Ong Tiong mengikuti di belakang
dengan kemalas-malasan.
Di tengah jalan, Ong Tiong mencari sebuah tempat yang rindang dan duduk, kemudian
menggeliat dan menguap berulang kali.
Maka diapun turut duduk, menggeliat dan menguap berulang kali.
Ong Tiong segera tertawa, sambil memandang wajahnya, ia berkata sambil tersenyum:
"Belakangan ini tampaknya kaupun berubah menjadi lebih malas daripada diriku?"
"Siapa yang membuat peraturan kalau hanya kau seorang yang boleh menjadi malas "
Dapatkah aku lebih malas sedikit dari pada dirimu ?"
"Tidak dapat."
"Kenapa tidak dapat?"
"Sebab belakangan ini kau seharusnya lebih bersemangat daripada siapapun juga."
"Mengapa?"
"Masih ingatkah kau dengan ucapan Yan Jit yang disampaikan kepadamu tempo hari?"
"Tidak ingat, tidak ingat lagi, mengapa aku harus mengingat selalu perkataannya ?"
Seakan-akan baru saja menelan tiga butir obat peledak, kata-katanya membara seperti bahan
peledak yang setiap saat bakal meledak.
Ong Tiong sama sekali tidak menggubris akan hal itu, sambil tersenyum kembali dia berkata:
"Dia bilang, diantara kita berempat, sebenarnya ia mengira kepandaian silatmu paling rendah."
"Kalian semua mempunyai guru yang baik sedang aku tidak, tentu saja kepandaianku lebih
rendah." "Tapi, semenjak kau bertarung melawan orang berbaju hitam itu, dia baru menemukan
kalaupun ilmu silat yang kami miliki jauh lebih hebat daripada kepandaianmu, namun bila sungguhsungguh
sampai terjadi pertarungan, mungkin semuanya bukan tandinganmu."
"Apa yang dia katakan, mungkin dia sendiripun tak akan mempercayainya....." ucap Kwik Tay
lok dingin. "Tapi aku percaya seratus persen, sebab pandanganku pun sama persis seperti
pandangannya itu."
"Oya. . ."
"Sekalipun ilmu silatmu tak bisa menandingi kami, namun bila sedang bertarung melawan
orang, kau bisa menghadapinya menurut situasi yang ada di depan, menaklukkan musuh terlebih
dahulu dan menguasahi posisi strategis, jika di umpamakan dengan kata-kata kuno, maka kau
adalah seorang manusia yang pintar dan berbakat bagus untuk melatih ilmu silat, oleh sebab
itu...." "Oleh sebab itu kita harus bertarung untuk mencobanya bukan ?"
Katanya semakin meledak-ledak, seperti ada tiga ton bahan peledak yang tertanam dalam
perutnya. Namun Ong Tiong masih juga tidak ambil perduli, katanya lebih jauh sambil tersenyum:
"Oleh sebab itu kau harus menggantikan semangatmu dan melatih kepandaian silat yang kau
miliki semakin giat, bila dapat menemukan guru yang baik, mungkin saja di kemudian hari akan
menjadi seorang tokoh silat disegani dalam dunia persilatan"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang katanya:
"Sekarang aku tak ingin mencari guru yang paling baik, aku hanya ingin mencari seorang lebih
yang baik"
"Mengapa?"
Kwik Tay-lok menggigit kuku jari tangannya keras-keras, lalu jawabnya lirih:
"Sebab... sebab aku punya penyakit"
"Kau punya penyakit" Penyakit apa?" Tanya Ong Tiong dengan wajah agak berubah:
"Semacam penyakit yang aneh sekali"
"Tampaknya kau tak pernah membicarakan soal-soal ini denganku?"
"Sebab.... sebab aku.... aku tak dapat mengatakannya"
Wajah pemuda ini memang tampak sangat menderita sekali, sama sekali tidak mirip orang
yang sedang bergurau.
Ternyata Ong Tiong juga tidak bertanya lebih lanjut.
Sebab dia tahu, semakin cepat dia mengajukan pertanyaan, semakin enggan Kwik Tay-lok
membicarakannya.
Begitu ia tidak bertanya, ternyata Kwik Tay-lok malah mendesak terus, kembali dia bertanya:
"Apakah kau tidak merasakan bahwa belakangan ini aku telah berubah sama sekali?"
Ong Tiong berkerut kening lalu termenung beberapa saat lamanya, setelah itu dia baru
mengangguk. "Ehmm, agaknya memang sedikit berubah."
"Aaai.... hal itu disebabkan aku berpenyakit" kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas
panjang. Dengan nada menyelidik Ong Tiong bertanya lagi:
"Tahukah kau dimana terletak penyakit yang kau derita itu"
"Disini !" kata Kwik Tay-lok sambil menuding ke hati sendiri.
"Oooh.... kalau begitu kau terkena penyakit hati ?" seru Ong Tiong sambil berkerut kening.
Mimik wajah Kwik Tay lok semakin menunjukkan penderitaan yang lebih menghebat.
"Penyakit hatipun terdiri dari beraneka macam, menurut apa yang kuketahui, yang paling hebat
adalah penyakit rindu.... apakah kau terkena penyakit rindu ?"
Kwik Tay-lok tidak menjawab, dia hanya menghela napas berulang kali. Sambil tertawa
kembali Ong Tiong berkata:
"Penyakit rindu bukan suatu penyakit yang memalukan, mengapa kau enggan untuk
mengutarakannya " Siapa tahu aku masih bisa membantumu untuk menjadi mak comblang?"
Sekuat tenaga Kwik Tay-lok menggigit bibirnya kencang-kencang, lewat sekian lama kemudian
tiba-tiba ia cengkeram bahu Ong Tiong dan berseru keras:
"Benarkah kau adalah teman baikku?"
"Tentu saja benar"
"Sebagai sahabat karib, apakah harus saling menutup rahasia...?"
"Aku mempunyai suatu rahasia, sudah lama rahasia ini ku simpan didalam hati, tapi bila tidak
ku utarakan lagi, bisa jadi aku akan menjadi gila, tapi.... tapi bila ku utarakan keluar, aku pun takut
kau mentertawakan diriku"
"Kau.... kau... jangan-jangan kau kena penyakit sypilis?" bisik Ong Tiang ragu-ragu.
"Tidak !"
Ong Tiong segera menghembuskan napas lega, ujarnya:
"Asal tidak kena penyakit Sypilis saja, tak menjadi soal, katakan saja berterus terang, aku tak
akan mentertawakan dirimu"
Kembali Kwik Tay-lok ragu-ragu setengah harian lamanya, setelah itu dengan wajah yang
murung dia berkata:
"Penyakit rindu pun tidak terdiri dari semacam saja, justru yang ku alami adalah suatu macam
penyakit yang paling memalukan"
"Kenapa memalukan sekali " Perempuan suka lelaki, lelaki suka perempuan, hal ini sudah
lumrah dan semua orang juga mengalaminya, sekalipun gagal didalam bercinta juga bukan suatu
kejadian yang terlalu memalukan...."
"Tapi.... tapi penyakit rindu yang ku alami ini bukan terhadap kaum perempuan"
Ong Tiong tertegun, sampai lama kemudian dia baru bertanya lagi dengan nada menyelidik:
"Apakah kau jatuh hati kepada seorang lelaki ?"
Kwik Tay-lok manggut-manggut, wajahnya meringis seperti setiap saat akan menangis:
Agaknya Ong Tiong juga merasa takut sekali, sengaja dia merendahkan suaranya sambil
berbisik: "Bukan aku bukan ?"
Kwik Tay-lok memandang wajahnya lekat-lekat, dia tak tahu ingin menangis ataukah ingin
tertawa, terpaksa sambil menarik wajahnya ia menjawab cepat:
"Penyakitku belum sampai separah ini."
Agaknya Ong Tiong segera menghembuskan napas lega, katanya kemudian sambil tertawa:
"Asal bukan aku, itu mah tak menjadi soal."
Mendadak dia merendahkan lagi suaranya sambil bertanya:
"Apakah Siau-lim ?"
"Sudah bertemu setan tampaknya kau ini"
Ong Tiong kembali berkerut kening dan berpikir beberapa saat lamanya, tapi tak lama
kemudian katanya sambil tertawa:
"Aaaah... mengerti aku sekarang, bukankah kau mencintai Yan Jit....?"
Kali ini Kwik Tay-lok tidak berbicara lagi, ia membungkam dalam seribu bahasa.
Dengan senyuman dikulum kembali Ong Tiong berkata:
"Padahal sudah lama aku mengetahui akan hal ini, kau selalu suka berkumpul dengannya."
Sambil bermuram durja Kwik Tay-lok berkata lagi:
"Dulu aku masih belum merasakan sesuatu yang tak beres, aku masih mengira hal mana
mungkin disebabkan kami adalah sahabat karib tapi kemudian.... kemudian...."
"Kemudian bagaimana?" tanya Ong Tiong sambil mengerdipkan matanya berulang kali.
"Kemudian.... kemudian aku merasakan sesuatu yang tak beres."
"Dimana ketidak beresannya ?"
"Aku tak dapat menerangkan dimanakah letak ketidak beresan tersebut, pokoknya asal aku
berada bersamanya, perasaanku akan menjadi lain daripada yang lain."
"Bagaimana lain daripada yang lain itu?"
Tampaknya ia betul-betul hendak mengorek semua persoalan sampai sejelas-jelasnya sama
sekali, tak mau mengendor dengan begitu saja.
"Lain daripada yang lain, yaa lain dari pada yang lain, pokoknya.... pokoknya tidak sama
seperti keadaan biasa."
Sekalipun sudah dikatakan namun kenyataannya sama juga seperti tidak berkata apa-apa.
Tampaknya Ong Tiong seperti mau meledak rasa gelinya, tapi untung saja ia masih dapat
menahan diri, ujarnya kemudian dengan wajah serius:
"Padahal kejadian seperti inipun bukan termasuk suatu kejadian yang memalukan."
"Tidak memalukan ?" teriak Kwik Tay-lok, "kalau lelaki semacam aku ternyata menyukai lelaki
juga, apa namanya " itu namanya Homoseks, mengerti " Apakah Homoseks tidak memalukan....."
"Toh di dunia ini bukan kau seorang yang mengidap penyakit seperti ini" Bahkan sang Kaisar
pun, ada kalanya merasakan juga tubuh lelaki, apa salahnya kalau rakyatpun mengikuti jejaknya"
Aku lihat, lebih baik lanjutkan saja hubunganmu dengannya...."
Kwik Tay-lok segera mencak-mencak seperti orang yang kebakaran jenggot, dengan mata
melotot teriaknya amat gusar:
"Ternyata kau bukan sahabatku, aku telah salah menilai dirimu."
Sambil membalikkan badannya ia siap berlalu dari situ.
Tapi Ong Tiong segera menariknya kembali seraya berkata:
"Eeeh.... jangan marah dulu, jangan marah dulu, aku tak lebih hanya ingin mencoba dirimu
saja, sesungguhnya akupun sudah melihatnya bahwa Yan Jit manusia tersebut sedikit kurang
beres" "Bagaimana kurang beresnya?" tanya Kwik Tay-lok tertegun.
Ong Tiong harus bersusah payah menahan diri agar jangan sampai meledak rasa gelinya,
sambil menarik muka dia berkata:
"Apakah kau tidak melihat orang ini rada sedikit berhawa sesat."
"Hawa sesat " Hawa sesat apa?"
"Walaupun kita sudah sekian lama menjadi sahabat karib, namun dia selalu waspada seperti
terhadap maling saja, bila mendadak tidur, ia selalu menutup semua pintu, semua jendela yang
ada rapat-rapat, bukan begitu?"
"Betul !"
"Setiap kali dia keluar rumah, kepergiannya selalu dilakukan secara diam-diam, seakan-akan
kuatir bila kita akan menguntilnya, begitu....?"
"Betul."
"Dia selalu tak pernah mandi, tapi tubuhnya tak pernah berbau busuk, walaupun pakaian yang
dikenakan dekil dan penuh berlubang, namun kamarnya jauh lebih bersih daripada kamar
siapapun.... coba kau bilang, berdasarkan beberapa masalah ini bukankah dia tampak amat sesat
rasanya...?"
Paras muka Kwik Tay-Iok segera berubah menjadi pucat pias, dengan agak ragu-ragu
katanya: "Maksudmu, apakah dia...."
"Aku tidak berkata apa-apa, juga tidak mengatakan kalau dia adalah anggota Mo-kau"
Mendadak dia berbatuk-batuk keras, sebab kalau tidak dibatukkan lagi, bisa jadi suara
tertawanya akan meledak-ledak.
Paras muka Kwik Tay-lok berubah semakin pucat pias lagi, bibirnya menjadi gemetar keras,
terdengar ia bergumam tiada hentinya:
"Orang Mo-kau.... orang Mo-kau ?"
Ong Tiong harus berbatuk sekian lama sebelum akhirnya berhasil meredakan rasa geli dalam
hatinya, kembali dia berkata.
"Aku hanya pernah mendengar orang bercerita, katanya dalam Mo-kau terdapat beberapa
pasang suami istri yang sangat aneh."
"Bagaimana anehnya ?"
"Beberapa pasang suami istri itu, sang suami adalah laki-laki, sang istripun laki-laki."
Bagaikan terkena bidikan panah yang telak mengenai ulu hatinya, Kwik Tay-Iok segera
melompat bangun dari atas tanahnya, kemudian sambil memegang bahu Ong Tiong kencangkencang,
pintanya dengan wajah hampir menangis: "Kau.... kau harus... membantuku.... kau....
kau harus membantuku."
"Bagaimana membantunya ?"
"Kau harus membantuku untuk bercekcok hebat dengan diriku."
"Bercekcok " Bagaimana cekcoknya"
"Terserah bagaimanapun cekcoknya, pokoknya aku minta kita bercekcok hebat, semakin
hebat semakin baik."
"Kenapa harus bercekcok ?"
"Sebab setelah bercekcok aku bisa kabur lari sini untuk mengambil langkah seribu !"
Paras muka Ong Tiang agak berubah, tampaknya dia merasa gurauannya sudah terlampau
berlebihan, maka setelah lewat sesaat lamanya dia baru berkata sambil tertawa paksa:
"Sesungguhnya kau tak perlu pergi, sebab sebenarnya dia...."
Dia seperti hendak mengungkapkan rahasia tersebut, tapi Kwik Tay-lok segera menukas katakatanya:
"Padahal akupun bukan benar-benar akan minggat, aku hanya akan meninggalkan tempat ini
untuk sementara waktu saja"
"Kemudian?"
"Kemudian akan menunggunya di bawah bukit sana, asal dia sudah pergi maka secara diamdiam
aku akan menguntilnya, akan kulihat dia pergi kemana dan berjumpa dengan siapa saja"
Setelah menghela napas panjang, ia melanjutkan:
"Bagaimanapun juga, aku harus menyelidiki dirinya sampai jelas, aku ingin tahu sebenarnya ia
mempunyai rahasia apa?"
Ong Tiong termenung sebentar, kemudian katanya:
"Mengapa kau tidak menunggu saja di rumah?"
"Sebab bila aku akan menguntilnya dengan begitu saja, niscaya jejakku akan diketahui
olehnya" "Apakah kau hendak merubah wajahmu setibanya di bawah bukit sana ?"
"Kau mengerti ilmu menyaru muka ?"
"Tidak, tapi aku mempunyai cara sendiri."
Sambil miringkan kepalanya Ong Tiong mempertimbang-kan hal tersebut beberapa saat
lamanya, kemudian pelan-pelan ia berkata:
"Kalau toh kau telah bertekad untuk berbuat demikian, baiklah kau lakukan saja, cuma...."
"Cuma bagaimana ?"
"Bila kita hendak bercekcok, maka cekcok itu harus dilangsungkan seperti yang
sesungguhnya, kalau tidak, tentu dia tak akan percaya."
"Betul."
"Oleh karena itu kita harus menunggu kesempatan, kita tak boleh bercekcok tanpa sebab
musabab yang kuat."
"Tapi, kita harus menunggu sampai kapan?"
Ong Tiong segera tertawa, katanya: "Walaupun aku tidak terlalu suka bercekcok dengan
orang, namun bukan suatu pekerjaan yang sulit untuk mencari kesempatan guna bercekcok."
"Kenapa ?"
"Sebab kau memang seringkali mengucapkan kata-kata yang tak bisa diterima oleh manusia
biasa." Kwik Tay-lok turut tertawa, katanya:
"Bila Yan Jit berada di sini, sekarang juga aku dapat bercekcok dengan dirimu."
"Kini, aku hanya menguatirkan satu persoalan."
"Apa yang kau kuatirkan ?"
"Aku hanya kuatir bila ia membantumu untuk bercekcok denganku, kemudian sehabis
bercekcok pergi bersamamu."
Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya berulang kali, katanya kemudian:
"Kau tak usah menguatirkan tentang persoalan ini."
"Oya ?"
"Kalau toh aku dapat bercekcok dengan dirimu, apakah tidak bisa bercekcok pula dengan
dirinya?" "Tentu saja dapat" jawab Ong Tiong sambil tertawa, "ada kalanya, perkataanmu bisa
menggemaskan orang sekota, siapapun yang bercekcok denganmu, aku pasti tak akan merasa
keheranan"
Belum habis berkata dari Kwik Tay-lok itu, mendadak terdengar jeritan kaget berkumandang
dari balik hutan di sebelah depan sana.
Seorang gadis sedang berteriak-teriak dengan suara yang lantang:
"Tolong.... tolong...."
Bila seorang lelaki mendengar seorang gadis meneriakkan kata "tolong", kebanyakan mereka
segera akan memburu ke tempat kejadian dan memberikan pertolongannya.
Sekalipun ia tidak berniat sungguh-sungguh untuk memberi pertolongan, paling tidak juga akan
mendekatinya mengetahui apa gerangan yang telah terjadi.
Dalam kehidupan seorang pria, sedikit banyak ia tentu akan mengkhayalkan untuk menjadi
seorang pahlawan yang menolong gadis cantik, hanya sayangnya kesempatan itu jarang terjadi.
Kini, kesempatan itu sudah tiba, sudah barang tentu Kwik Tay-lok takkan melepaskannya
dengan begitu saja. Tidak menanti Ong Tiong melakukan suatu gerakan, Kwik Tay-lok telah


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melompat bangun dan menyerbu ke arah mana berasalnya suara teriakan tersebut....
Sayang dia seakan-akan datang terlambat selangkah. Baru saja dia melompat bangun,
tampaklah sesosok bayangan manusia telah menerjang masuk ke dalam hutan.
Gadis yang meneriakkan minta tolong, kebanyakan tak akan berparas jelek, tapi gadis secantik
orang yang berteriak minta tolong sekarang, tidak banyak jumlahnya.
Gadis itu tidak begitu tua, paling banter usianya baru tujuh delapan belas tahunan, rambutnya
dikepang dua dan kelihatan lincah serta polos....
Di tangannya membawa sebuah keranjang bunga, wajah yang berbentuk kwaci telah berubah
menjadi pucat pias seperti mayat, ia sedang berlarian mengitari sebuah pohon.
Seorang lelaki berkumis yang bertubuh kekar, dengan membawa senyuman menyeringai
mengejarnya dari belakang.
Ia tidak mengejar terlalu cepat, sebab ia tahu gadis itu sudah merupakan hidangan lezat di
depan mata, jangan harap dara tersebut dapat meloloskan diri lagi dari cengkeramannya.
Tentu saja mimpipun ia tak menyangka kalau dari tengah jalan bisa muncul seorang Thia Kaukim.
Untung saja Thia Kau-kim yang munculkan diri tak lebih hanya seorang pemuda yang masih
ingusan paling banter umurnya sebaya dengan nona tersebut.
Maka sebelum Lim Tay-peng buka suara, ia telah membentak lebih dahulu dengan suara
menggelegar: "Kau si anakan kelinci, siapa yang suruh kau datang kemari" Bila sampai menggagalkan
urusan baik locu, hati-hati kupenggal batok kepala anjingmu itu."
"Urusan baik apa ?" tegur Lim Tay-peng dengan wajah dingin.
"Apa yang hendak locu lakukan, memangnya kau si bangsat cilik tak dapat melihatnya sendiri
?" Sementara itu si nona telah menyembunyikan diri di belakang Lim Tay-peng, dengan napas
tersengkal-sengkal dan suara gemetar katanya:
"Dia bukan orang baik, dia.... dia hendak menganiaya aku."
"Tak usah kuatir," ucap Lim Tay-peng hambar, "sekarang, tak ada orang yang berani
menganiaya dirimu lagi."
"Hmmm.... anak monyet, tampaknya kau hendak mencampuri urusanku?" bentak lelaki itu
dengan gusar. "Agaknya memang begitu !"
Dengan gusar lelaki itu membentak keras, bagaikan harimau lapar yang siap menerkam
domba, dengan garangnya ia terjang diri Lim Tay-peng.
Sayang sekali musuh yang dihadapinya Lim Tay-peng telah berhasil menghajarnya sampai
menggelinding ke tanah, kemudian ditendangnya tubuh lelaki itu seperti lagi menyepak anjing saja.
Kejut dan gusar lelaki itu dibuatnya, kontan saja dia mencaci maki kalang kabut, tampaknya ia
sedang bersiap-siap untuk merangkak bangun dan menerkam lagi dengan garang.
Siapa tahu seseorang telah mencengkeram bajunya dari belakang, kemudian mengangkat
tubuhnya ke udara.
Bukan saja orang itu mempunyai tenaga yang besar, perawakan tubuhnya juga tidak lebih
pendek daripada dirinya sekalipun hanya dicengkeram dengan tangan sebelah, ternyata ia tak
sanggup untuk memberikan perlawanan lagi...
Kedatangan Kwik Tay-lok tepat pada waktunya, sambil mencengkeram orang itu menuju ke
depan Lim Tay-peng, katanya sambil tersenyum:
"Menurut pendapatmu, bagaimana kita harus memberi pelajaran kepada bangsat ini?" ia
membentak. "Lebih baik kita menanyakan pendapat dari nona ini saja," kata Lim Tay-peng cepat-cepat.
Waktu itu, belum hilang rasa kaget si nona, tubuhnya malah masih gemetar keras.
Kwik Tay-lok segera menghampiri nona itu, kemudian setelah mengerdipkan matanya ia
berkata: "Orang ini berani menganiaya dirimu, bagaimana kalau kita jagal dia, kemudian diberikan
kepada anjing ?"
Nona cilik itu menjerit kaget, hampir saja ia jatuh pingsan, tubuhnya segera roboh ke dalam
pelukan Lim Tay-peng.
Kwik Tay lok tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh.... haaahhh.... haaahhh jangan takut nona manis, aku hanya bergurau saja, manusia
busuk macam dia jangan toh manusia, anjing liarpun enggan mengendus badannya yang busuk
itu." Kemudian sambil mengulapkan tangannya:
"Enyah kau dari sini, lebih cepat lebih baik, lebih jauh lebih baik, jangan sampai kena kami
bekuk lagi !"
Sekalipun tak usah diperingatkan, lelaki itu sudah melarikan diri terbirit-birit, diam-diam ia
menyumpahi orang tua sendiri, kenapa dilahirkan dengan dua kaki saja.
Sepeninggal lelaki tadi, si nona kecil itu baru menghembuskan napas lega, dengan wajah
merah karena jengah ia bangkit berdiri, lalu sambil menjura katanya:
"Terima kasih atas bantuan siangkong, kalau tidak.... kalau tidak....."
Matanya kembali menjadi merah, kata-kata selanjutnya tak sanggup dilanjutkan lagi, seakanakan
kalau bisa dia ingin memeluk sepasang kaki Lim Tay-peng dan menyatakan betapa
meluapnya rasa terima kasih yang berkobar didalam dadanya.
Paras muka Lim Tay peng juga berubah menjadi merah padam.
Melihat itu, Kwik Tay lok segera berseru sambil tertawa:
"Yang menolong kau toh bukan cuma kongcu ini seorang, aku juga turut ambil bagian,
mengapa kau tidak berterima kasih kepadaku?"
Paras muka nona cilik itu berubah semakin merah padam ia semakin tak tahu apa yang harus
dilakukan. Untung saja Yan Jit datang tepat pada waktunya, sambil melotot ke arah Kwik Tay-lok
tegurnya: "Orang sudah menderita, kau hendak menganiaya dirinya lagi...."
Ia segera menarik bangun nona cilik itu, kemudian katanya lagi:
"Orang inipun tadi punya penyakit, kau tak usah menggubris dirinya...."
"Te... terima kasih." nona cilik itu menundukkan kepalanya semakin rendah.
"Kau seorang anak dara, mengapa mendatangi tempat yang tak ada orangnya seperti tempat
ini ?" Nona cilik itu menundukkan kepalanya semakin rendah, sahutnya agak tergagap:
"Aku adalah seorang penjual bunga, ia bilang di suatu tempat ada orang yang hendak
memborong semua bunga yang kumiliki, maka.... maka akupun mengikutinya datang ke mari."
"Yan Jit menghela napas panjang, katanya kemudian:
"Lelaki di dunia ini lebih banyak yang jahat daripada yang baik, lain kali kau mesti bersikap
lebih berhati-hati lagi."
Mendadak Lim Tay-peng bertanya:
"Berapa sih harganya sekeranjang bunga?"
"Tiga.... tiga....."
"Baik, kuberi kau tiga tahil perak, kuborong semua sekeranjang bungamu itu."
Nona menjual bunga itu mendongakkan kepalanya menatap wajahnya, dibalik sinar matanya
yang lembut terpencar rasa terima kasih yang meluap.
Dengan wajah merah padam karena jengah, buru-buru Lim Tay-peng melengos ke arah lain,
seakan-akan ia tak berani bertatapan mata dengan dara tersebut.
Kwik Tay-lok memandang sekejap ke arah Lim Tay-peng, lalu memandang pula ke arah si
dara penjual bunga itu, tiba-tiba ia bertanya:
"Nona cilik, siapa namamu ?"
Dara penjual bunga itu seperti merasa takut sekali, begitu ia membuka suara, nona itu mundur
dua langkah dengan ketakutan.
"Apakah kau tinggal di bawah bukit sana" Apakah barusan pindah ke mari" Dulu mengapa
aku tak pernah melihat dirimu ?" tanya Kwik Tay-lok lebih lanjut.
Dengan wajah merah padam jengah, dara penjual bunga itu menundukkan kepalanya rendahrendah,
sambil menggigit bibir, ia membungkam diri dalam seribu bahasa.
"Hei, kenapa hanya membungkam saja " Apakah kau mendadak menjadi bisu ?" Kwik Tay-lok
tertawa terkekeh.
Dara penjual bunga itu seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat itu kemudian
diurungkan, tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan berlalu dari sana.
Tampak sepasang kepangnya bergoyang-goyang di belakang punggungnya, setelah berlari
agak jauh, tiba-tiba ia berpaling dan mengerling sekejap ke arah Lim Tay-peng, kemudian
mengambil keluar semua bunga dari keranjangnya dan diletakkan di atas tanah.
"Bunga ini semuanya untukmu" dia berkata.
(Bersambung ke Jilid 27)
Jilid 27 BELUM lagi ucapannya selesai diucapkan, wajahnya semakin memerah, larinya semakin
cepat, seakan-akan takut kalau sampai dikejar orang.
"Kecil amat nyali nona cilik ini," kata Kwik Tay-lok kemudian sambil tertawa.
"Melihat tampangmu yang buas dan seram, gadis yang bernyali besarpun akan ketakutan juga
dibuatnya," sela Yan Jit dingin.
"Aku toh tak lebih hanya bertanya beberapa patah kata kepadanya, apa salahnya kalau
bertanya melulu?"
"Apa pula urusannya nama orang, tinggal dimana dengan urusanmu" Kenapa kau mesti
banyak bertanya?"
"Aku toh bukan bertanya untuk diriku sendiri," jawab Kwik Tay-lok tertawa.
"Lantas kau bertanya untuk siapa?"
Kwik Tay-lok menunjuk ke arah Lim Tay-peng dengan ujung bibirnya, lalu berkata sambil
tertawa: "Apakah kau belum melihat bagaimanakah tampang dari kongcu kita yang romantis itu?"
Lim Tay-peng seakan-akan tidak mendengar apa yang dia katakan, sepasang matanya masih
menatap ke arah mana bayangan tubuh nona cilik itu melenyapkan diri, ia tampak seperti agak
terpesona dibuatnya.
Musim semi belum pergi jauh, angin yang berhembus di pagi hari itu masih membawa udara
yang segar. Kwik Tay-lok membuka pintu dan menarik napas panjang-panjang, angin sejukpun segera
berhembus lewat menerpa tubuhnya.
Setiap hari pasti dialah yang bangun paling awal, sebab dia merasa bertiduran di atas ranjang
dalam udara segar seperti itu hanyalah suatu pekerjaan yang menghambur-hamburkan waktu.
Tapi hari ini, ketika ia membuka pintu dan melangkah keluar halaman, tiba-tiba dijumpainya
Lim Tay-peng sudah berdiri di tengah halaman.
Ia sedang berdiri termangu-mangu di tengah halaman.
Kwik Tay-lok segera mendehem pelan, tapi ia tidak mendengar, Kwik Tay-lok mengetuk tiang
pagar, diapun tidak mendengar.
Sepasang matanya hanya menatap bunga mawar di sudut halaman saja, entah apa yang
sedang dipikirkan "
Pelan-pelan Kwik Tay-lok berjalan menghampirinya, kemudian secara tiba-tiba berseru keras:
"Selamat pagi !"
Akhirnya Lim Tay-peng mendengar juga, tapi iapun tampak seperti amat terperanjat, ketika
berpaling dan melihat orang itu adalah Kwik Tay-lok, ia baru tertawa paksa.
"Selamat pagi !" sahutnya.
Kwik Tay-lok menatap wajahnya lekat-lekat, kemudian berkata:
"Kalau kulihat matamu yang merah, tampaknya semalam tidak nyenyak tidurmu?"
"Ehhmmm....."
"Tampaknya kau seperti mempunyai rahasia hati, sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan
?" "Aku sedang berpikir.... agaknya musim semi telah berlalu."
"Yaa betul, musim semi telah berlalu, agaknya baru kemarin berlalunya" sahut Kwik Tay-lok
sambil manggut-manggut.
"Baru kemarin berlalunya ?"
Kwik Tay-lok segera tersenyum.
"Masa kau tidak tahu ?" serunya, "ketika si nona cilik lari pergi kemarin, musim semi telah lari
pula mengikutinya"
Kontan saja paras muka Lim Tay-peng berubah menjadi merah padam.
Sengaja Kwik Tay-lok menghela napas panjang, gumamnya:
"Heran, kemana perginya musim semi " Siapa yang tahu...." Bila ada orang yang tahu ke
mana perginya musim semi, apa salahnya kalau dicari kembali ?"
"Dapatkah kau kurangi beberapa patah katamu yang tak beraturan itu?" pinta Lim Tay-peng
dengan paras muka merah padam.
Kembali Kwik Tay-lok tertawa.
"Masa aku telah salah berbicara" Apakah kau tak ingin menahan musim semi itu beberapa
waktu lamanya?"
"Aku...."
Mendadak ia membungkam, sebab pada saat itulah tiba-tiba berkumandang suara nyanyian
dari kejauhan sana:
"Nona cilik bangun di pagi hari. Membawa keranjang bunga, menuju ke pekan. Melewati jalan
besar, menelusuri lorong kecil. Bunga, bunga, teriaknya. Meski bunga indah, meski bunga harum.
Bagaimana bila tak ada yang beli, Menenteng keranjang, berkantung kosong. Pulang bertemu
ayah dan bunda."
Nyanyian itu manis, indah dan agak bernada pedih, bukan cuma Lim Tay-peng yang dibikin
terperana, Kwik Tay-lok pun ikut terpesona dibuatnya.
Lewat lama kemudian ia baru menghela napas panjang, gumamnya:
"Tampaknya musim semi belum pergi jauh, buktinya sekarang ia telah balik kembali."
Tiba-tiba di dorongnya Lim Tay-peng ke teras, kemudian ujarnya sambil tertawa:
"Kenapa belum beranjak keluar" Buat apa berdiri termangu-mangu saja di situ?"
"Keluar mau apa?" tanya Lim Tay-peng dengan wajah memerah karena amat jengah.
Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya berulang kali:
"Kemarin, orang toh sudah menghadiahkan begitu banyak bunga untukmu, paling tidak hari ini
kau harus merasakan terima kasih itu."
Lim Tay-peng masih ragu-ragu, tapi akhirnya di bawah dorongan Kwik Tay-lok, ia keluar juga
dari pintu. Kabut telah buyar, sang surya memancarkan cahayanya menerangi seluruh jagad.
Seorang nona cilik yang membawa keranjang bunga sedang pelan-pelan berjalan mendekat,
cahaya matahari telah memancarkan sinarnya menerangi seluruh angkasa.
Ketika ia mendongakkan kepalanya dan tiba-tiba melihat wajah Lim Tay-peng, sinar matahari
seakan-akan memancar semua di atas wajahnya. Mungkin juga masih ada separuhnya menyinari
wajah Lim Tay-peng.
Kwik Tay lok memandang sekejap ke arahnya lalu memandang pula ke arah nona cilik itu,
diam-diam ia mengundurkan diri dari situ, menutup pintu dan membiarkan mereka tetap berada di
luar pintu. Hembusan angin musim semi yang lembut, seakan-akan kerlingan mata sang kekasih.
Kwik Tay-lok tersenyum, ia merasa girang sekali, sambil bergendong tangan pelan-pelan ia
berjalan mundar mandir ditengah halaman.
Sebenarnya ia tidak bermaksud mencari Yan Jit, tapi mendongakkan kepalanya, tiba-tiba
dijumpainya ia telah berada di depan kamarnya Yan Jit.
Cahaya musim semi begitu indah, mengapa tidak membiarkan teman yang lainpun ikut
merasakannya"
Akhirnya Kwik Tay-lok mengulurkan tangan dan pelan-pelan mengetuk pintu.
Tiada jawaban dari dalam ruangan.
Ia mengetuk lebih keras lagi, namun belum juga ada suara sahutnya.
Masa tidur Yan Jit bagaikan mayat saja"
Kwik Tay-lok segera berteriak keras-keras:
"Hei, matahari sudah berada ditengah kepala kita, masa kau belum juga bangun?"
Suasana dibalik pintu masih tetap hening, tak ada suara barang sedikitpun juga.
Tiba-tiba dari belakang tubuhnya kedengaran suara orang berbicara, itulah suara Ong Tiong.
"Dia tidak ada di halaman belakang, juga tidak berada di dapur" demikian ucapnya.
Paras muka Kwik Tay-lok agak berubah, tak tahan lagi ia segera mendorong pintu keras-keras.
Pintu itu memang tidak dikunci, begitu didorong pintupun terbuka lebar....
Tapi bersama dengan terbukanya pintu, cahaya musim semi di halaman tadipun seakan-akan
turut terdorong keluar.
Dalam kamar itu tak ada orang.
Pembaringan masih teratur rapi, seperti bersih dan licin, jelas semalam tidak diguna-kan,
kecuali itu di sana nampak barang apapun jua.
Bukan saja Yan Jit tak ada dalam kamar segala sesuatu benda miliknya juga ikut lenyap tak
berbekas. Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, kaki dan tangannya segera berubah menjadi dingin
seperti es. Ong Tiong mengerutkan pula dahinya, lalu bergumam:
"Tampaknya dia sudah pergi sejak kemarin malam!"
"Ehem...."
"Kali ini, mengapa dia pergi dengan membawa serta segenap benda miliknya" Kenapa ia pergi
tanpa pamit atau meninggalkan pesan barang sepatah katapun juga ?"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok membalikkan badannya dan mencengkeram bahu Ong Tiong kencangkencang,
serunya: "Semalam, kau tidak mengatakan apa-apa kepadanya bukan ?"
"Menurut pendapatmu apa yang kuberitahukan kepadanya ?"
"Maksudku semua perkataan yang kuucapkan kepadamu itu!"
"Kau anggap aku adalah manusia macam apa ?"
"Kau benar-benar tidak mengucapkan apa-apa"
Ong Tiong menghela napas panjang, lanjutnya:
"Sekarang, kitapun tak usah cekcok lagi, kalau tidak, cukup dengan perkataan itupun aku bisa
mengajakmu cekcok hebat."
Kwik Tay-lok tertegun beberapa saat lamanya, kemudian dia menghela napas panjang dan
pelan-pelan melepaskan cengkeramannya.
Sambil tertawa paksa Ong Tiong berkata lagi:
"Padahal kau tak usah cemas, dulu ia pernah kabur selama banyak waktu, tapi kemudian
bukankah dia telah balik kembali?"
Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa getir:
"Bukankah barusan kau juga berkata, kali ini berbeda?"
"Tapi dia sama sekali tak punya alasan untuk pergi tanpa pamit."
Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya rendah-rendah, katanya kemudian:


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin.... mungkin dia seperti aku juga merasa gelagat semakin tidak beres maka.... maka
dia merasa lebih baik angkat kaki dari sini..."
"Padahal kalian seharusnya tidak melakukan suatu kesalahan apa-apa," ucap Ong Tiong agak
sangsi. "Masih belum?" kata Kwik Tay- Iok sambil tertawa getir.
"Padahal dia.... dia...."
"Dia kenapa ?"
Ong Tiong memandangnya dengan ragu, lewat beberapa saat kemudian tiba-tiba ia
menggelengkan kepalanya berulang kali..
"Aahhh, tidak apa-apa...."
Tidak menanti ucapan tersebut diselesaikan, ia telah membalikkan badan dan berlalu dari
sana. "Kau hendak ke mana?" tegur Kwik Tay-lok.
"Mencari barang secawan arak."
Sesungguhnya Ong Tiong juga merupakan seseorang yang tak dapat menyimpan rahasia
dalam hatinya, dia hanya merasa, ada sementara persoalan yang lebih baik jangan dibicarakan
saja. Karena ia merasa, ada sementara persoalan lebih baik tidak diketahui oleh Kwik Tay-lok,
sebab bila ia mengetahui terlalu banyak, hal mana justru akan mendatangkan kemurungan
baginya. Sayang dia tak tahu kalau hal itu sama saja mendatangkan kemurungan baginya.
Sekarang musim semi baru benar-benar telah pergi jauh.
Ke mana perginya musim semi" Tak pernah ada orang yang tahu.
Nona cilik bangun di pagi hari. . .
Membawa keranjang bunga, menuju ke pekan.
Melewati jalan besar, menelurusi lorong kecil...
Nyanyian yang merdu itu hampir dapat di dengar setiap hari bila fajar baru menyingsing.
Asal mendengar suara nyanyian tersebut, Lim Tay-peng segera merasa musim seminya telah
tiba. Tapi, musim semi bagi Kwik Tay-lok tak pernah kembali lagi.
Yan Jit seakan-akan pergi bersama berlalunya angin sepoi, pergi untuk tak kembali lagi, tiada
kabar beritanya, tidak nampak pula bayangan tubuhnya.
"Dia telah kemana" Mengapa sepatah katapun tidak ditinggalkan ?"
Kwik Tay-lok bertekat hendak menemukan alasannya.
Maka diapun berangkat meninggalkan tempat itu.
Sebelum pergi, dia hanya meninggalkan sepatah kata:
"Sebelum menemukan dirinya, aku tak akan pulang kembali !"
Gelak tertawa dalam perkampungan Hok-kui-san-ceng semakin berkurang, walaupun udara
makin hari semakin panas, namun dalam perasaan Ong Tiong, tempat itu hari bertambah hari
semakin dingin.
Tiada kabar berita dari Kwik Tay-lok, tiada kabar berita dari Yan Jit, juga tiada kabar berita dari
musim semi. Yang ada hanya suara nyanyian merdu yang tiap fajar dapat terdengar dengan
indahnya. Selain itu, satu-satunya yang membuat hati orang menjadi girang dan lega adalah makin
sembuhnya luka yang diderita Ang Nio cu.
Suatu hari, dia dan Lim Tay-peng menemani Ong Tiong berdiri di bawah wuwungan rumah.
Langit sebenarnya bersih dan cerah, tapi secara tiba-tiba awan hitam menyelimuti seluruh
angkasa. Menyusul kemudian, petir menyambar-nyambar dan geledek menggelegar membelah
angkasa, hujan turun dengan derasnya.
Air hujan turun membasahi seluruh jagad, bunga di sudut halaman sana berguguran tertimpa
air, entah mengalir sampai ke sana.
Memandang air hujan yang membasahi atap rumah, tiba-tiba Ong Tiong menghela napas
panjang, gumamnya:
"Musim semi benar-benar telah pergi.... aaaai, entah sampai kapan ia akan kembali lagi ?"
Ang Nio-cu segera menghibur dengan suara lembut:
"Walaupun sekarang ia telah pergi, tapi dengan cepatnya dia pasti akan kembali lagi."
"Benar," sambung Lim Tay-peng, "bagaimanapun jauhnya musim semi itu berlalu, suatu ketika
dia pasti akan kembali lagi."
"Pasti ?"
"Ya, pasti." Lim Tay-peng mengangguk.
Ong Tiong menatap wajahnya pelan-pelan memandang-nya lama sekali, kemudian ia
menggelengkan kepalanya dam menghela napas panjang, untuk beberapa saat lamanya menjadi
hening. Tiada orang yang berbicara lagi, tiada orang yang memecahkan keheningan di sana.
Yang terdengar hanya suara hujan yang membasahi jagad. Petir menyambar-nyambar,
geledek membelah bumi, hujan turun dengan amat derasnya. Seluruh tubuh Kwik Tay-lok telah
basah kuyup tertimpa air hujan, akhirnya ia mendusin.
Ketika ia mendusin, baru diketahui kalau tubuhnya sedang berbaring di sudut dinding rumah di
atas tanah berlumpur, sedang mengenai apa sebabnya ia bisa tertidur di sini, berapa lama ia telah
berada di situ, pemuda itu sama sekali tidak tahu.
Dia masih ingat, semalam dia mengikuti saudara-saudara dari kota timur bermain judi di rumah
perjudian milik lotoa di kota barat, berjudi sampai ludes seluruh uang milik bandar.
Kemudian lotoa dari kota timur pun menyelenggarakan pesta kemenangan dirumah pelacuran
milik Siau Tang-kwe, dua tiga puluh orang saudara secara bergilir menghormatinya dengan
secawan arak. Bahkan di hadapan orang banyak, lotoa dari kota timur telah menepuk dada sambil
menyatakan asal dia dapat menghajar remuk perkumpulan di kota barat itu, untuk selanjutnya
daerah sebelah barat kota itu akan menjadi miliknya, kemudian kedua orang itupun agaknya
menyembah di depan meja sembahyang dan mengangkat saudara.
Kejadian selanjutnya sudah tidak diingat lagi olehnya dengan jelas, agaknya Siau mi-tho adik
perempuan Siau tang-kwe membimbingnya pulang, baru saja akan melepaskan sepatunya dan
melepaskan pakaiannya, tiba-tiba ia menolak, kemudian dia hendak pergi, pergi mencari Yan Jit.
Siau mi-tho ingin menariknya, malahan perempuan itu kena ditampar olehnya.
Kemudian diapun menemukan dirinya berbaring di sana, diantara kejadian terakhir sampai apa
yang dialaminya sekarang, sama sekali sudah tidak teringat lagi.
Atau tegasnya saja, selama setengah bulan lebih ini, dia sendiripun tidak jelas penghidupan
macam apakah yang dialaminya.
Sebenarnya dia keluar rumah hendak mencari Yan Jit, tapi dunia begini luas, dia harus pergi
kemana untuk menemukannya "
Maka diapun tinggal di situ setibanya di kota ini, setiap hari kerjanya hanya mabuk-mabukan,
berjudi, main perempuan....
Suatu hari setelah mabuk hebat, ia telah bentrok dengan lotoa dari kota timur, tapi akibat dari
pertarungan itu, ternyata mereka malah menjadi bersahabat.
Waktu itu lotoa dari kota timur sedang ditekan terus oleh perkumpulan di kota barat sehingga
tak dapat bernapas, Kwik Tay-lok segera menepuk dada sambil memberi jaminan bahwa ia
sanggup membalaskan dendam.
Maka diapun bergaul dengan saudara dari kota timur, setiap hari kerjanya hanya minum arak,
berjudi, berkelahi, mencari perempuan, tiap hari berteriak sambil tertawa tergelak, kehidupannya
tiap hari dilewatkan dengan riang gembira.
Tapi mengapa setiap kali setelah mabuk, ia selalu pergi seorang diri, bila sadar kembali
keesokan harinya, kalau bukan terkapar di tengah jalan, tentu berbaring dalam pecomberan.
Bila seseorang ingin menyiksa orang lain, mungkin hal ini agak susah, tapi bila ingin menyiksa
diri, hal mana gampangnya bukan kepalang.
Apakah ia memang sengaja sedang menyiksa diri "
Hujan yang turun hari ini deras sekali, ketika air hujan menimpa di atas tubuhnya, terasa
bagaikan ditimpuk oleh batu.
Kwik Tay-lok meronta dan berusaha keras untuk bangun berdiri, kepalanya terasa sakit sekali
bagaikan mau merekah, lidahnya kaku bagaikan sudah tumbuh cendawannya.
Penghidupan semacam ini benarkah suatu penghidupan yang berarti...."
Ia enggan untuk memikirkannya. Persoalan apapun enggan dia pikirkan, paling baik lagi bila
segera ada arak dan minum lagi, paling baik lagi bila setiap hari tak pernah ada saat yang sadar.
Sambil menengadah dia membuka mulutnya menghirup air hujan, walaupun air hujan banyak
dan rapat, berapa banyakkah yang dapat masuk ke dalam mulutnya "
Bukankah banyak kejadian di dunia inipun sama halnya dengan kejadian tersebut "
Sesuatu yang dengan jelas dapat diperoleh, justru kenyataannya tak bisa didapat. Kau ingin
marah, menderita, menumbukkan kepala sendiri ke atas dinding, tapi apalah artinya penyiksaan
terhadap diri sendiri "
Kwik Tay-lok berusaha membusungkan dadanya, dalam dadanya, ulu hatinya seakan-akan
terdapat jarum yang sedang menembusinya.
Persoalan yang jelas tak ingin dipikirkan mengapa justru selalu muncul didalam benaknya"
Petir menyambar membelah angkasa, kemudian terdengarlah suara gemuruh yang
menggelegar. Sambil menggigit bibir dia berjalan dengan langkah lebar, belum lagi dua langkah, tiba-tiba ia
menyaksikan sebuah pintu kecil di hadapannya sana dibuka orang.
Seorang dayang cilik berbaju hijau berdiri di depan pintu sambil membawa sebuah payung, ia
sedang memandang ke arahnya sambil tertawa, ketika tertawa, tampak sepasang lesung pipinya
yang dalam. Bila ada seorang nona cilik yang begitu manis tertawa kepadamu, bagaimana pun juga, setiap
lelaki pasti akan manfaatkan kesempatan ini untuk mendekatinya.
Tapi sekarang Kwik Tay-lok sudah tidak mempunyai gairah untuk berbuat demikian, gairahnya
sekarang boleh dibilang sudah hancur musnah tak karuan tujuannya lagi.
Siapa tahu nona cilik itu segera maju menyongsong kedatangannya, kemudian sambil tertawa
manis katanya: "Aku bernama Sim-Sim!"
Belum lagi orang lain berbicara, kata pertama yang diucapkan ternyata adalah
memperkenalkan nama sendiri, kejadian seperti ini jarang sekali dijumpai.
Kwik Tay-lok memandangnya beberapa kejap, kemudian pelan-pelan mengangguk.
"Sim-sim, bagus.... bagus sekali namamu," katanya.
Tidak sampai habis ucapan tersebut diutarakan, dia hendak melanjutkan kembali
perjalanannya. Siapa tahu Sim-sim lama sekali tidak bermaksud untuk melepaskan dirinya dengan begitu
saja, kembali ujarnya sambil tertawa:
"Aku kenal dengan dirimu!"
Sekarang Kwik Tay-lok baru merasa agak keheranan, sambil membalikkan badannya dia
menegur: "Kau kenal dengan aku?"
"Bukankah kau adalah toa-sauya dari keluarga Kwik?" ucap Sim-sim sambil mengedipkan
matanya. Kwik Tay-lok bertambah heran lagi, tak tahan dia lantas bertanya:
"Dulu kau pernah berjumpa denganku di mana?"
"Belum pernah"
"Lantas darimana kau bisa kenal diriku?"
Sim-sim segera tertawa.
"Asal kau tanyakan persoalan ini kepada siocia kami, maka segala sesuatunya akan menjadi
terang" "Siapa pula nona kalian?"
"Setelah bertemu dengannya nanti, kau akan segera tahu"
"Sekarang dia berada dimana?"
Sim-sim segera tertawa.
"Ikuti saja aku, segala persoalan kau akan mengetahui dengan sendirinya...."
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan masuk lewat pintu kecil itu,
kemudian sambil berpaling kembali dan menggape ke arah Kwik Tay-lok, katanya:
"Marilah !"
Kwik Tay-lok tidak berkata apa-apa lagi, dengan langkah lebar dia segera berjalan masuk ke
dalam, kini rasa ingin tahunya telah terpancing keluar, sekalipun kau suruh dia tidak masukpun,
belum tentu permintaanmu itu akan dikabulkan.
Dibalik pintu terdapat sebuah halaman kecil, bunga aneka warna yang ditimpa air hujan
tampak amat mengenaskan sekali.
Di bawah atap rumah tergantung tiga buah sangkar burung, si burung nuri sedang berkicau
dengan merdunya, seakan-akan sedang menegur majikannya yang tidak terlalu memperhatikan
dirinya, sebaliknya membawa orang lain masuk ke dalam rumah.
Sim-sim berjalan melewati serambi rumah, kemudian dengan jari tangannya yang kecil dia
menyentil sangkar itu pelan, serunya dengan mata mendelik:
"Setan cilik, ribut amat kau, hari ini siocia ada tamu, bila kalian ribut lagi, jangan salahkan
kalau dia tak akan menggubris kalian lagi."
Kemudian sambil berpaling ke arah Kwik Tay-lok, ujarnya lebih lanjut sambil tertawa:
"Coba kau lihat, belum lagi kau masuk, mereka telah cemburu lebih dulu....."
Terpaksa Kwik Tay-lok ikut tertawa.
Sekarang, selain rasa ingin tahunya yang berkobar, ia mempunyai pula suatu perasaan aneh
yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, seakan-akan suatu perasaan manis yang mempesonakan
hati. Tapi apa gerangan yang telah terjadi"
Ia masih berada dalam keadaan tanda tanya besar, sedikit bayanganpun tak dapat meraba:
"Jangan-jangan aku ketimpa rejeki ?"
Cuma, walaupun dayangnya cakep, bukan berarti nonanya pasti cantik jelita. Bila nonanya
jelek bagai kuntilanak, lantas bagaimana "
Di atas pintu terdapat sebuah tirai bambu yang tipis, tentu saja tirai tersebut baru diganti
setelah musim panas tiba.
Tak seorang manusiapun yang berada dibalik pintu, Sim-sim menyingkap tirai itu dan berkata
sambil tersenyum:
"Silahkan duduk didalam, aku akan segera mengundang kedatangan siocia kami."
Dibalik tirai bambu sana adalah sebuah ruang tamu yang mungil tapi indah, di atas lantai
tampak permadani indah dari Persia.
Melihat keindahan permadani tersebut, tanpa terasa Kwik Tay-lok membersihkan lumpur pada
alas sepatunya lebih dulu sebelum melangkah masuk ke dalam.
"Tuan rumah semacam ini, mengapa mengundang kedatangan seorang tamu macam diriku ?"
Tentu saja hal ini disebabkan ada maksud-maksud tertentu.
Tapi apakah maksud-maksud tertentunya itu"
Kwik Tay-lok memperhatikan diri sendiri dari atas sampai ke bawah, lima tahil perakpun tak
laku rasanya....
Sambil tertawa getir akhirnya dia mencari sebuah kursi yang paling nyaman dan paling bersih
untuk duduk. Di atas meja terdapat poci teh, air tehnya baru saja dibuat. Di atas beberapa buah piring kecil
terdapat makanan kecil teman milik teh.
Kwik Tay-lok memenuhi secawan air teh dan sambil minum sambil makan hidangan kecil yang
tersedia, seakan-akan dia adalah tamu lama dari tempat itu, sama sekali tak perlu sungkansungkan.
Kemudian, iapun mendengar suara "Ting tang, ting tang" yang nyaring, Sim-sim telah muncul
kembali sambil membimbing nonanya.
Kwik Tay-lok hanya mendongakkan kepalanya memandang sekejap, sepasang matanya
segera terbelalak lebar.
Kwik sianseng bukan seorang bocah muda yang belum pernah bertemu perempuan, tapi gadis
secantik itu betul-betul amat jarang di jumpai dalam dunia saat ini.
Yaa, kalau bukan perempuan secantik itu, mana pantas berdiam ditempat semegah ini"
Dalam mulut Kwik Tay-lok masih menggigit sepotong kueh, ia lupa menelannya dan lupa
menariknya keluar, sehingga tampang wajahnya itu kelihatan lucu sekali.
Entah sedari kapan, nona itupun telah duduk, tepat duduk di hadapan mukanya, selembar
wajahnya yang cantik kelihatan bersemu merah, entah bedak entah malu, sepasang biji matanya
yang jeli sedang memandang ke arahnya dengan sorot mata yang lembut.
Kwik Tay-lok mulai merasa duduknya menjadi tak tenang, dia ingin buka suara untuk
berbicara, siapa tahu karena kurang berhati-hati, makanan yang ada di mulutnya menyumbat
tenggorokan....
Sim-sim segera tertawa cekikikan karena geli, begitu tertawanya dimulai, ia tertawa terpingkalpingkal
tiada hentinya sampai harus memegangi perutnya yang sakit.
Si nona itu segera melotot ke arahnya, seolah-olah menegurnya mengapa harus tertawa,
namun dia sendiripun tak tahan turut tertawa terpingkal-pingkal.
Kwik Tay-lok memandang mereka berdua dengan termangu, tapi secara tiba-tiba dia ikut
tertawa pula. Suara tertawanya jauh lebih keras daripada siapapun juga, asal kau mendengar suara tertawa
itu, maka akan kau rasakan sesungguhnya kalau dialah Kwik Tay-lok yang sebetulnya.
Bagaimana seriusnya suasana, bagaimanapun rikuhnya keadaan, asal Kwik Tay-lok sudah
tertawa, maka suasananya segera akan mengendor kembali... Si nona yang tersipu kemalumaluan
itu akhirnya buka suara juga, suaranya amat lembut dan halus, selembut wajahnya:
"Walaupun tempat ini tak bagus, tapi setelah Kwik toaya sampai di sini, rasanya kau pun tak
perlu sungkan-sungkan lagi....." katanya.
"Menurut pendapatmu, apakah aku mirip orang yang sungkan-sungkan?" tukas Kwik Tay lok
sambil tertawa.
"Tidak mirip!" nona itu tersenyum.
Sim-sim juga tertawa, tambahnya:
"Air teh itu baru saja nona pesan dari bukit Bu-oh-san di propinsi Im-lam, silahkan Kwik toaya
meneguk beberapa cawan, agar pengaruh arak tubuhnya toaya pun bisa berkurang"
"Air tehnya sih lumayan, tapi kaulah yang keliru"
"Dimana letak kesalahanku ?" tanya Sim-sim tertegun.
"Bagaimanapun baiknya mutu air teh, tak ada yang bisa dipakai untuk menghilangkan
pengaruh arak."
"Lantas apa yang bisa dipakai untuk menghilangkan pengaruh arak?"
"Arak !"
"Kalau minum arak lagi, bukankah kau akan bertambah mabuk ?" seru Sim-sim sambil tertawa.
"Lagi-lagi kau keliru, hanya arak yang dapat dipakai untuk menghilangkan pengaruh arak,
itulah yang dinamakan Huan-bun-ciu (arak pengembali pengaruh sukma)."
"Sungguh ?" seru Sim-sim sambil mengerdipkan matanya berulang kali.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cara ini telah kupelajari selama puluhan tahun lamanya, aku rasa tak bakal salah lagi."
Si nona turut tertawa katanya:
"Kalau memang begitu, mengapa tidak kau siapkan arak untuk Kwik Toaya..?"
Arak telah dihidangkan, araknya arak wangi. Tentu saja sayur yang dihidangkanpun
merupakan sayur yang lezat dan mewah.
Kwik Tay-lok mulai minum dengan lahapnya, ia benar-benar menganggap nona itu seperti
teman lamanya saja.
Ternyata si nona pun bisa meneguk dua cawan arak, sepasang pipinya telah memerah karena
pengaruh arak, tapi hal mana justru menambah kecantikan wajahnya.
Kwik Tay-lok memperhatikannya, dengan sorot mata yang tajam, bahkan sampai arakpun lupa
untuk diteguk. Si nona cepat-cepat menundukkan kepalanya kemudian berbisik dengan lirih:
"Kwik toaya, silahkan meneguk tiga cawan lagi, aku akan menemanimu meneguk secawan
lagi." Tiga cawan arak dalam waktu singkat telah masuk ke perut, tiba-tiba Kwik Tay-lok berkata:
"Ada beberapa persoalan ingin kuberitahukan kepadamu."
"Katakan."
"Pertama, aku tidak bernama Kwik Toaya, teman-temanku menyebut diriku sebagai Siau-Kwik
tapi lambat laun aku makin menua, maka sekarang aku telah menjadi lo-kwik (kwik tua)!"
"Ada sementara orang yang selamanya seperti tak pernah menjadi tua," ucap si nona sambil
tersenyum. "Ada pula sementara orang yang selamanya tak bisa menjadi toaya."
Setelah meneguk dua cawan arak, ia baru melanjutkan:
"Aku tak lebih hanya seorang yang miskin, tak punya apa-apa, lagi pula dekil dan bau,
sebaliknya kau adalah nona yang anggun, lagi pula tidak kenal dengan diriku, mengapa kau
mengundang diriku untuk minum arak bersama?"
Si nona mengerlingkan matanya yang jeli, lalu menjawab:
"Kita sama-sama orang perantauan, bila berjodoh, mengapa harus berkenalan lebih dulu?"
"Nona kami she Sui bernama Loan-kim, sekarang kalian telah saling mengenal bukan,"
timbrung Sim-sim dari samping.
"Sui Loan-kim, suatu nama yang amat bagus, pantas untuk menghabiskan tiga cawan arak"
Kwik Tay-lok bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak.
"Terima kasih" sahut Sui Loan-kim sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Kwik Tay-lok meneguk habis isi cawannya, lalu menatapnya lekat-lekat, lewat lama kemudian
ia baru berkata lagi:
"Ususku berbentuk lurus, apa yang hendak kuucapkan tak pernah kusimpan didalam hati, aku
harap kau suka memakluminya."
"Aku telah melihatnya, kau memang seorang lelaki sejati yang polos, dan jujur."
"Kalau begitu aku ingin bertanya kepadamu, apakah ada orang yang telah menganiaya dirimu,
sehingga kau berharap aku bisa melampiaskan rasa mangkelmu ?"
"Nona kami tak pernah keluar rumah, mana mungkin ada orang yang menganiaya dirinya ?"
Sela Sim-sim. "Apakah kau telah menjumpai suatu masalah yang pelik sehingga meminta bantuanku untuk
pergi menyelesaikannya ?"
"Juga tidak."
"Kini aku telah datang, akupun telah minum arak kalian, persoalan apapun asal kalian
mengutarakannya, aku pasti akan berusaha keras untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya"
"Asal kau mempunyai maksud sebaik itu, akupun sudah merasa puas sekali...." kata Sui Loankim
lembut. "Kau benar-benar tiada persoalan hendak memohon bantuanku?" seru Kwik Tay-lok kemudian
dengan mata melotot.
"Benar-benar tak ada!"
"Lantas apa sebabnya kau bersikap begitu baik terhadap seorang telur busuk rudin yang kotor
mana bau lagi ini?"
Sui Loan-kim mendongakkan kepalanya memandang pemuda itu, sorot matanya amat lembut
dan halus. . Berapa orangkah yang tak akan terkesima oleh tatapan matanya yang begitu lembut dan
mempesona hati "
Sim-sim memandang ke arah Kwik Tay-lok, lalu memandang nonanya, tiba-tiba ujarnya sambil
tertawa: "Ada sepatah kata entah Kwik toaya pernah mendengarnya atau tidak...?"
"Katakanlah!"
"Kaisar orang gagah, gadis cantikpun menyukai lelaki sejati!"
Paras muka Sui Loan-kim semakin merah, karena jengah, serunya dengan merdu:
"Setan cilik, berani mengaco belo lagi, jangan salahkan kalau kurobek bibirmu itu,"
"Akupun seorang manusia yang berusus lurus, apa yang berada dalam hatiku tak pernah
kurahasiakan terus." ucap Sim-sim tertawa.
Dengan wajah memerah Sui Loan-kim bangkit berdiri, seakan-akan siap mencubitnya.
Sambil tertawa cekikikan Sim-sim lari ke luar dari ruangan, ketika sampai di luar sana, ia tak
lupa untuk menutupkan pintu untuk mereka.
Sui Loan-kim berdiri di situ dengan kepala tertunduk, tak tahan lagi ia melirik beberapa kejap
ke arah Kwik Tay-lok.
Kwik Tay-lok masih menatapnya lekat-lekat. Paras muka gadis itu semakin memerah, merah
seperti matahari senja yang hampir tenggelam dibalik bukit.
Mabuk, dalam keadaan seperti ini dan suasana seperti ini, orang yang tidak mabukpun akan
menjadi mabuk. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menggenggam tangan Sui Loan kim erat-erat.
Tangannya dingin seperti es, tapi wajahnya panas menyengat bagaikan bara api.
Kwik Tay-lok baru akan menariknya, belum lagi ditarik ia sudah menjatuhkan diri ke dalam
pelukannya. Musim panas ada di luar jendela, tapi suasana hangat menyelimuti dalam ruangan.
Suasana nyaman begitu tebal menyelimuti ruangan, sehingga sukar rasanya untuk dicairkan.
Walaupun ada sementara orang tidak saling mengenal, tapi asal berjumpa ibaratnya besi
sembrani yang bertemu besi, dengan cepat mereka akan menempel satu sama lainnya.
Sui Loan-kim menempel lekat-lekat di atas tubuh Kwik Tay-lok, kulit tubuhnya halus, lembut,
putih dan hangat.
Pinggangnya begitu ramping sehingga sekali rangkul dapat mencapai seluruhnya.
Sambil merangkul pinggangnya Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tiba-tiba gumamnya:
"Aku tidak mengerti, aku benar-benar tidak mengerti"
"Ada sementara persoalan memang sukar dijelaskan, sukar dipahami orang lain" sahut Sui
Loan-kim lembut.
"Dahulu kau tak pernah bersua denganku, juga tak tahu manusia macam apakah diriku ini,
mengapa kau bersikap demikian kepadaku"
"Walaupun aku belum pernah bersua denganmu, tapi sudah lama kuketahui manusia macam
apakah dirimu itu."
"Oooh....?"
Sui Loan-kim menempelkan tubuhnya makin rapat di atas badannya, kemudian melanjutkan:
"Beberapa hari terakhir ini, setiap orang dalam kota ini telah tahu kalau dari tempat jauh sana
telah datang seorang hohan yang tidak takut langit tidak takut bumi."
"Hohan ?" Kwik Tay-lok tertawa getir, "kau tahu, apa artinya sebenarnya dari Hohan?"
"Aku siap mendengarkan penjelasanmu."
"Kadangkala Hohan artinya seorang gelandangan yang tak punya pekerjaan dan tiap hari
kerjanya hanya berkelahi dan bersenang-senang."
Sui Loan-kim segera tersenyum.
"Aku tak ambil perduli" serunya, "bagiku, pokoknya hohan tetap Hohan. ."
Kwik Tay-lok segera tertawa lebar, dibelainya pinggang yang ramping itu dengan lemah
lembut, kemudian bisiknya sambil tertawa:
"Kau benar-benar seorang perempuan yang aneh"
"Itulah sebabnya aku menyukai lelaki aneh semacam kau !"
Belum habis perkataan itu diutarakan, pipinya sudah menjadi merah padam lebih dulu.
Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, kemudian berkata:
"Dulu, aku tak pernah menyangka bakal bertemu dengan seorang perempuan seperti kau,
lebih-lebih tak kusangka kalau bisa berada bersama samamu !"
Paras muka Sui Loan-kim berubah semakin merah, bisiknya lembut:
"Asal kau bersedia, akupun bersedia menemanimu sepanjang masa...."
Kembali Kwik Tay-lok menatapnya lama sekali, mendadak ia menghela napas panjang, sambil
membalikkan tubuhnya ia membelalakkan matanya lebar-lebar dan menatap atap rumah dengan
termangu. "Kau sedang menghela napas ?" tegur Sui Loan-kim.
"Tidak."
"Kau sedang memikirkan rahasia hatimu?"
"Juga tidak."
Sui Loan-kim turut membalikkan tubuhnya dan menindih di atas dadanya, kemudian sambil
membelai wajahnya dengan lembut, ia berkata halus:
"Aku hanya ingin bertanya kepadamu, bersediakah kau berada bersamaku sepanjang masa ?"
Kwik Tay-lok termenung, termenung sampai lama sekali, lalu sepatah demi sepatah sahutnya:
"Tidak bersedia !"
Tangan Sui Loan-kim yang lembut tiba-tiba menjadi kaku, serunya perlahan:
"Kau tidak bersedia ?"
"Bukannya tidak bersedia, tapi tak dapat."
"Tak dapat " Mengapa tak dapat ?"
Pelan-pelan Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya.
"Apa maksudmu menggelengkan kepala " Tidak suka kepadaku?" seru Sui Loan kim lagi.
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Bila ada lelaki yang tidak menyukai
perempuan cantik semacam kau, sudah pasti orang itu berpenyakit, tapi..."
"Tapi apa?"
Kwik Tay-lok tertawa getir.
"Tapi sayang aku memang berpenyakit !" sahutnya.
Sui Loan-kim menatapnya, dibalik sorot matanya yang jeli penuh pancaran sinar kaget dan
tercengang. "Aku adalah seorang lelaki, sudah lama tak pernah mendekati perempuan, sedang kau adalah
seorang perempuan yang sangat cantik, lagi pula sangat baik kepadaku, tempat ini hangat dan
syahdu, mana ada arak, ada hidangan lezat, ada perempuan cantik yang menemani, dalam
keadaan seperti ini siapa bilang hatiku tidak tertarik " Oleh sebab itu...."
"Oleh sebab itu kau menghendaki aku ?" kata Sui Loan-kim sambil menggigit bibir.
Kwik Tay-lok menghela napas panjang:
"Tapi diantara kita tak pernah terlintas perasaan cinta yang sesungguhnya." ia berkata aku....
aku...." "Kenapa kau " Apakah dalam hatimu hanya memikirkan orang lain?" tanya Sui Loan-kim.
Kwik Tay-lok manggut-manggut.
"Kau benar-benar mempunyai perasaan cinta kepadanya ?" gadis itu kembali bertanya.
Kwik Tay-lok manggut-manggut, mendadak ia menggelengkan kepalanya pula.
"Hei, sebenarnya kau sungguh-sungguh mempunyai perasaan kepadanya atau tidak?" seru
sang nona. Kembali Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Aku sendiripun tak tahu perasaan macam apakah itu, aku benar-benar tidak tahu." katanya.
"Setiap kali aku tak berjumpa dengannya, tiap saat tiap detik aku selalu membayangkan dirinya.
Meski kau cantik, lemah lembut dan penuh gairah hidup, walaupun aku juga sangat menyukaimu,
tapi hatiku, rasanya tak mungkin bisa diisi oleh siapapun selain dia seorang...."
"Oleh sebab itu kau masih akan pergi mencarinya ?" sambung Sui Loan-kim cepat.
"Ya, harus mencari sampai ketemu."
"Oleh karena itu kau hendak pergi ?"
Kwik Tay-lok memejamkan matanya dan manggut-manggut.
Sui Loan-kim menatapnya lekat-lekat, tiada perasaan menggerutu, tiada perasaan benci atau
penasaran, malah sebaliknya ia seperti merasa terharu oleh ketulusan cinta pemuda itu.
Lewat lama kemudian ia baru menghela napas panjang, katanya dengan sedih.
"Bila di dunia ini terdapat seorang pria yang dapat bersikap baik kepadaku macam kau, aku....
sekalipun aku harus mati juga rela rasanya..."
"Cepat lambat kau pasti akan menemukan orang semacam itu" hibur Kwik Tay-lok dengan
lembut. Tapi Sui Loan-kim segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaai... tak akan kutemukan selamanya!"
"Mengapa?"
Sui Loam-kim termenung pula beberapa saat lamanya, mendadak ia berkata lagi:
"Kau seorang yang amat baik, belum pernah kujumpai orang sebaik kau, oleh sebab itu
akupun bersedia untuk berbicara terus terang dengan dirimu."
Kwik Tay-lok tidak memberi komentar apa-apa, dia hanya mendengarkan saja.
"Tahukah kau perempuan macam apakah diriku?" ujur Sui Loan-kim lagi.
"Kau she Sui bernama Sui Loan-kim, seorang nona yang anggun dan kaya raya, lagi pula
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan dan lemah lembut amat mempesona hati."
"Kau keliru besar, aku bukan seorang nona anggun yang kaya raya, aku tak lebih hanya
seorang.... hanya seorang...."
Ia menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu menghela napas panjang, lanjutnya:
"Aku tak lebih hanya seorang pelacur."
"Seorang pelacur?" hampir saja Kwik Tay-lok melompat bangun dari atas pembaringan,
teriaknya keras-keras, "tidak mungkin, kau tidak mungkin seorang pelacur!"
Sui Loan-kim tertawa pedih, katanya:
"Aku memang seorang perempuan penghibur. Bukan saja begitu, lagi pula aku adalah seorang
pelacur kenamaan yang paling mahal harganya di kota ini, kalau bukan pangeran muda atau anak
hartawan, jangan harap bisa menjadi tamuku."
Kwik Tay-lok menjadi tertegun, tertegun sampai lama sekali, kemudian gumamnya:
"Tapi aku bukan seorang pangeran, bukan pula anak hartawan yang kaya raya, lagi pula
sepeser uangpun tidak punya."
Tiba-tiba Sui Loan-kim melompat bangun, membuka rak dari toaletnya dan mengambil ke luar
sebutir mutiara kemudian ia berkata:
"Walaupun kau tidak memiliki uang sepeserpun namun sudah ada orang yang membayarkan
ongkos tersebut bagimu."
"Siapa ?" Kwik Tay-lok terkejut.
"Mungkin dia adalah seorang temanmu."
"Apakah dia adalah lotoa dari kota timur?"
"Ia masih belum pantas untuk berkunjung ke rumahku." kata Sui Loan kim hambar.
"Lantas siapa orang itu ?"
"Seorang yang belum pernah kujumpai sebelumnya."
"Macam apakah orang itu ?"
"Seorang yang berwajah bopeng !"
"Berwajah bopeng ?" seru Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun, "diantara teman-temanku tak
seorangpun yang berwajah bopeng."
"Tapi mutiara ini benar-benar diberikan kepadaku untuk membayar ongkos-ongkosmu."
Saking terkejutnya Kwik Tay-lok sampai tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
"Ia suruh aku baik-baik melayani dirimu, apa saja yang kau minta harus kuberikan kepadamu."
kata Sui Loan-kim lagi.
"Oleh sebab itu, kau....."
Tidak membiarkan dia berkata lebih jauh kembali Sui Loan kim menukas:
"Tapi diapun telah menduga, kemungkinan besar kau enggan untuk tinggal di sini."
"Oooohh...."
"Menanti kau enggan untuk tinggal di sini dia baru menyuruh aku memberitahukan satu hal
kepadamu !"
"Soal apa ?"
"Suatu persoalan yang aneh sekali."
Setelah berhenti sebentar, pelan-pelan dia melanjutkan:
"Beberapa bulan berselang, mendadak di tempat ini kedatangan seorang tamu yang aneh
sekali, seperti kau, ia memakai baju yang kotor dan penuh berlubang, sebenarnya aku ingin
mengusirnya pergi?"
"Kemudian ?"
"Tapi begitu masuk kemari, dia lantas meletakkan seratus tahil emas di atas meja."
"Maka kaupun mengijinkan dia untuk tinggal di sini ?"
Pancaran sinar mata murung dan sedih memancar keluar dari balik sorot mata Sui Loan-kim,
katanya hambar:
"Aku memang seorang perempuan yang melakukan pekerjaan seperti ini, bagiku hanya emas
yang kukenal, orangnya tidak."
"Aku mengerti," kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas, "tapi.... tapi kau tidak mirip
perempuan semacam itu."
Mendadak Sui Loan-kim mengalihkan sorot matanya ke arah lain, seakan-akan tak ingin
menyaksikan mimik wajah dari Kwik Tay-lok lagi. Lewat lama kemudian pelan-pelan dia baru
melanjutkan: "Sebenarnya di dunia ini memang banyak terdapat anak orang kaya yang gemar menyaru
seperti tampang tersebut, tujuannya hanya ingin mencari kesenangan belaka, kejadian semacam
itu bukan suatu yang aneh lagi..."
"Lantas bagaimana anehnya ?"
"Anehnya walaupun sudah mengeluarkan uang sebesar seratus tahil emas, ternyata ia sama
sekali tidak menyentuhku, ia tak lebih hanya mandi di sini kemudian mengganti dengan sebuah
pakaianku dan pergi."
"Mengganti bajunya dengan bajumu...."
Sui Loan-kim manggut-manggut.
"Sebenarnya dia itu laki atau perempuan?" seru Kwik Tay-lok lebih lanjut.
"Ketika datang, sebenarnya dia adalah seorang laki-laki, tapi setelah mengenakan bajuku,
pada hakekatnya dia jauh lebih cantik daripada diriku sendiri"
Setelah tertawa getir, dia melanjutkan:
"Terus terang saja, walaupun aku pernah menyaksikan bermacam-macam manusia aneh,
bahkan ada diantaranya yang suka menyuruh aku mencambuknya dengan pecut, atau menginjak


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya dengan kaki, namun manusia semacam itu benar-benar belum pernah kujumpai, malah
sampai akhirnya aku tak dapat membedakan sebenarnya dia itu seorang laki-laki ataukah seorang
perempuan."
Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun, namun sinar matanya tiba-tiba menjadi terang.
Agaknya secara lamat-lamat dia telah menduga siapa gerangan orang yang dimaksudkan.
"Semua persoalan itu baru kubicarakan sampai sekarang, sebab si bopeng itu berulang kali
memberi pesan kepadaku agar tidak menceritakan kejadian ini bila kau bersedia menetap di
sini...." "Tahukah kau siapakah nama dari manusia aneh tersebut?" tanya Kwik Tay-lok kemudian.
Agaknya dia merasa tegang sekali sehingga tangannya sampai turut gemetar keras.
"Dia sama sekali tidak menyebutkan namanya, dia hanya memberitahu kepadaku bahwa dia
she Yan, Yan dari tulisan Yan cu (burung walet)"
Mendadak Kwik Tay-lok melompat bangun kemudian mencengkeram bahunya kencangkencang,
serunya keras-keras.
"Tahukan kau sekarang dia berada dimana?"
"Tidak!"
Kwik Tay-lok mundur dua langkah ke belakang, agaknya untuk berdiripun sudah tak mampu,
akhirnya dia jatuh terduduk ke atas pembaringan.
"Tapi belakangan ini, dia telah datang kemari sekali lagi." kata Sui Loan-kim.
Bagaikan terkena anak panah, sekali lagi Kwik Tay-lok bangkit berdiri, teriaknya keras-keras:
"Belakangan ini " Kapan maksudmu ?"
"Belasan hari berselang."
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan lebih jauh:
"Ketika datang kemari kali ini, tampangnya kelihatan seperti diliputi banyak persoalan, dia
minum arak banyak sekali ditempat ini tapi keesokan harinya dia telah pergi lagi setelah
mengenakan sebuah pakaian milikku."
Sikap Kwik Tay-lok semakin tegang, serunya lagi:
"Tahukah kau dia telah pergi ke mana ?"
"Tidak !"
Tampaknya Kwik Tay-lok segera akan roboh kembali ke atas lantai... untung saja Sui Loan-kim
menyambung kembali kata-katanya dengan cepat.
"Tapi ketika sedang mabuk, dia telah mengucapkan banyak sekali persoalan, katanya setelah
kembali ke rumah kali ini, dia tak bisa keluar rumah lagi untuk selamanya, akupun selamanya tak
akan bertemu lagi dengannya."
"Apakah kau... kau tidak bertanya kepadanya, dia tinggal dimana?"
Sui Loan-kim tertawa, sahutnya:
"Sebenarnya akupun hanya bertanya sekenanya saja, sama sekali tak kusangka ternyata dia
telah memberitahukannya kepadaku."
Dari balik sorot mata Kwik Tay-lok segera terpancar keluar pengharapan yang amat tebal,
cepat-cepat serunya:
"Tapi dia telah memberitahukan kepadamu bukan ?"
Sui Loan-kim manggut-manggut.
"Dia bilang dia berdiam di kota Ki-lam-hu, malah katanya pemandangan alam dari telaga Taybeng-
ou amat indah, bahkan telaga See-ou pun kalah indahnya, dia suruh aku berpesiar kesana
bila ada kesempatan."
Tiba-tiba Kwik Tay-lok roboh kembali, seakan-akan orang yang telah beberapa hari beberapa
malam melakukan perjalanan jauh dengan susah payah tapi akhirnya tujuan tersebut dapat
dicapai. Sekalipun dia roboh kembali, namun hatinya merasa girang dan amat berbahagia.
Sui Loan-kim memandang ke arahnya, dengan sorot mata kasihan dan sayang, katanya pelan:
"Diakah yang kau cari ?"
Kwik Tay-lok segera manggut.
"Tahukah dia kalau kau sangat mencintai dirinya ?" kembali perempuan itu bertanya.
Kwik Tay-lok manggut-manggut, tapi kemudian kembali menggelengkan kepalanya berulang
kali, hati perempuan siapa yang tahu "
Sekali lagi Sui Loan-kim menghela napas panjang, katanya dengan sedih: "Kenapa dia pergi
meninggalkan dirimu" Coba kalau aku, sekalipun diusir dengan menggunakan cambukpun belum
tentu aku akan pergi."
"Dia bukan kau..... diapun seorang yang sangat aneh," gumam Kwik Tay-lok, "selama ini, aku
sendiripun belum dapat memahami perasaannya....."
"Dia bukan aku, maka dia baru pergi.", ucap Sui Loan-kim dengan nada yang sedih, "hanya
perempuan semacam aku inilah baru akan mengerti bahwa di dunia ini tidak terdapat benda lain
yang jauh lebih berharga dari pada cinta yang tulus dan murni."
Setelah menghela napas, kembali dia melanjutkan:
"Bila seorang perempuan tidak mengerti bagaimana caranya menyayangi cinta yang murni,
maka dia pasti akan menyesal sepanjang masa."
Sekali lagi Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak dia bertanya:
"Menurut penglihatanmu sebenarnya dia itu seorang perempuan atau bukan ?"
"Masa sampai saat inipun kau masih belum tahu."
Sambil membaringkan diri di atas pembaringan, Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang
gumamnya: "Untung saja sekarang aku baru tahu akan suatu hal."
"Soal apa ?"
Sambil tersenyum pelan-pelan Kwik Tay-lok menjawab:
"Aku ternyata tidak berpenyakit, aku sama sekali tidak berpenyakit, aku tidak lebih hanya
seorang buta belaka."
*** Senja telah menjelang tiba.
Sang surya di sore hari itu masih memancarkan sinarnya menembusi jendela, menyoroti
pakaian yang baru saja dikenakan Kwik Tay-lok, dia seakan-akan seperti berubah menjadi
seorang yang lain, berubah menjadi lebih keren, lebih gagah dan lebih sadar.
Memandang wajahnya yang tampan, sambil menggigit bibir Sui Loan kim berkata:
"Sekarang juga kau akan berangkatnya?"
Kwik Tay lok segera tertawa.
"Terus terang saja, pada hakekatnya aku ingin punya sayap dan segera terbang kesana"
Sui Loan kim menundukkan kepalanya, kembali sorot matanya memancarkan rasa sedih dan
murung. Kwik Tay-lok menatap wajahnya, lambat laun senyumnya menjadi makin hambar, sorot
matanya pun memancarkan perasaan kasihan, iba, tak tahan dia menepuk bahunya sambil
berkata dengan lembut:
"Kau seorang anak perempuan yang sangat baik, suatu hari kelak...."
"Suatu hari kelak akupun pasti akan menemukan seorang lelaki macam dirimu bukan?" tukas
Sui Loan-kim sambil tertawa pedih.
"Tepat sekali jawabanmu." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa paksa.
Sui Loan-kim juga tertawa paksa, katanya:
"Bila telah bersua dengan nona Yan nanti, jangan lupa sampaikan salamku kepadanya"
"Aku pasti akan mengingatnya selalu."
"Beritahu kepadanya, bila kemudian hari ada kesempatan, aku pasti akan pergi ke telaga Taybeng-
ou untuk menengok kalian."
"Siapa tahu kami akan datang menengok dirimu lebih dulu." seru Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Sekalipun dia sedang tertawa, tapi entah mengapa hatinya terasa amat pedih.
Ia benar-benar merasa tak tega untuk tinggal di sana lebih jauh, dia tak tega menyaksikan
sepasang matanya itu, mendadak dia berpaling dan memandang sorot mata-hari sore di luar
jendela, gumamnya:
"Sekarang langit belum menjadi gelap, aku masih sempat untuk melanjutkan perjalanan."
(Bersambung ke jilid 28)
Jilid 28 "BETUL," sahut Sui Loan-kim sambil menundukkan kepala. "lebih baik kau cepat-cepat
berangkat, siapa tahu diapun sedang menantikan kedatanganmu...?"
Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, seakan-akan hendak mengucapkan sesuatu, tapi
akhirnya niat tersebut diurungkan.
Diapun berlalu dari sana dengan begitu saja.
Kalau tidak pergi, dia bisa apa " Jauh lebih baik kalau cepat-cepat meninggalkan tempat itu.
Mendadak Sui Loan-kim berseru:
"Tunggu sebentar !"
Pelan-pelan Kwik Tay-lok membalikan badannya.
"Kau....."
Sui Loan-kim tidak membiarkan dia menyelesaikan perkataannya itu, dari dalam sakunya dia
mengeluarkan sebuah kocek yang terbuat dari kain merah dan dia diangsurkan kepadanya.
"Kuberikan benda ini untukmu" katanya lembut, "harap kau sampaikan kepada nona Yan,
katakan.... katakan kalau benda ini merupakan hadiahku untuk perkawinan kalian."
"Benda apakah ini ?"
Dia menerimanya dan dilihat dan pertanyaan tersebutpun tidak dilanjutkan lebih jauh.
la dapat merasakan mutiara dalam kocek yang bulat dan bersinar terang itu.
Sui Loan-kim telah membalikkan badannya memandang matahari keluar jendela, katanya
kemudian dengan hambar:
"Sekarang, kau sudah boleh pergi dari sini."
Kwik Tay-lok memegang kocek itu kencang, apakah hatinya seperti juga mutiara dalam kocek
itu, telah berada didalam genggamannya....
Ia tidak berpaling lagi.
Pemuda itupun tidak berkata sepatah katapun.
Ada sementara perkataan memang tidak seharusnya diutarakan secara terus terang.
Sama-sama orang perantauan, sekalipun bersua mengapa harus saling berkenalan "
Atau mungkin hanya orang yang sama-sama perantauan saja yang dapat memahami
perasaan tersebut dan suasana seperti itu "
Walaupun suasana seperti itu terasa mengenaskan dan memedihkan hati, namun berapa
banyak keindahan yang sebenarnya tercakup didalamnya "
Menelusuri tepi telaga, pelan-pelan Kwik Tay-lok berjalan ke depan, bagaikan gelandangan
saja, dia berjalan kesana-kemari tanpa suatu tujuan tertentu.
Setelah mendengar kabar tentang Yan Jit, dia ingin bisa cepat-cepat terbang ke kota Kilam,
seakan-akan asal tiba di kota tersebut, Yan Jit akan segera ditemukan.
Setelah tiba di kota Ki-lam, ia baru tahu kalau jalan pikirannya terlalu kekanak-kanakan.
Kota Ki-lam-hu tak kecil seperti dalam bayangannya, paling tidak ada beribu-ribu buah
keluarga yang tinggal di sana dengan jumlah penduduk mencapai beberapa ribu laksa jiwa.
Untuk mencari Yan Jit ditempat sebesar ini dan orang sebanyak itu, hakekatnya keadaan
tersebut ibaratnya mencari jarum di dasar samudra.
Terpaksa tiap hari dia hanya luntang-lantung kesana-kemari tanpa tujuan, dia hanya berharap
suatu ketika nasibnya bisa mujur dan berjumpa dengan Yan Jit.
Tapi, dia sendiripun tahu, harapan tersebut meski terlalu tipis, tapi dari sekian harapan yang
tipis, harapan inilah yang rasanya paling bisa diandalkan.
Sekarang, sampai beberapa banyak jumlah pepohonan di tepi telagapun hampir bisa
disebutkan olehnya di luar kepala.
Di bawah pohon liu di depan sana, bersandar sebuah perahu kecil, nona cilik pendayung
perahu itu sudah ia kenal cukup lama, dari kejauhan sana ia telah memberikan sekulum senyuman
kepadanya, senyuman yang cerah bagaikan sinar sang surya.
Demi memperoleh sekulum senyuman yang manis ini, mau tak mau Kwik Tay-lok harus
membeli beberapa buah biji teratainya.
Biji teratai rasanya getir, persis seperti perasaan Kwik Tay-lok saat itu.
Kalau orang lain dengan uang dua rence hanya bisa mendapat enam biji, maka Kwik Tay lok
bisa memperoleh tujuh delapan biji.
Si nona cilik yang menggunakan topi lebar dan bertelanjang kaki itu seakan-akan menaruh
maksud tertentu terhadap Kwik Tay-lok, asal pemuda itu datang ia pasti memberi dua biji lebih
banyak, bahkan kadang kala memberikan pula sebatang ubi manis untuknya.
Bila kejadian ini berlangsung di masa lalu besar kemungkinan Kwik Tay-lok sudah naik ke atas
perahunya, mendayung perahu itu ke tengah telaga dan menciumi pipinya yang mungil serta
meraba kakinya yang putih dan halus itu....
Tapi sekarang, Kwik Tay-lok betul-betul tidak mempunyai gairah untuk berbuat demikian.
Sudah cukup banyak kemurungan dan persoalan yang membebani benaknya.
Karena itu, setelah menerima biji teratai ia telah bersiap-siap untuk pergi, siapa tahu nona cilik
kembali menggape ke arahnya sambil berbisik lirih:
"Kemarilah, aku hendak berbicara sesuatu denganmu."
Kwik Tay-lok benar-benar tak ingin mencari kesulitan lagi bagi diri sendiri, tapi dia pun tak tega
untuk menampik maksud baik si nona cilik tersebut.
Diam-diam ia menghela napas panjang dan siap sedia menunjukkan tampang seorang engkoh
besar, bila nona cilik itu bermaksud untuk mengajaknya mengadakan pertemuan, dia pasti akan
baik-baik memberi pelajaran kepadanya dan memberitahukan kepadanya kalau lelaki yang ada di
dunia ini tak ada yang baik. Untung saja bertemu dengannya, kalau tidak niscaya dia akan tertipu.
Berpikir sampai di situ, merasa dirinya bagaikan seorang Nabi yang suci.
Sayang Thian justru tidak memberi kesempatan semacam itu kepadanya, tidak membiarkan
dia menjadi seorang Nabi yang suci.
Sambil menginjak perahu si nona, dia sengaja menarik wajahnya sambil menegur:
"Ada perkataan apakah yang hendak kau sampaikan padaku?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata si nona kecil itu, bisiknya dengan suara lirih:
"Apakah kau adalah seorang pembesar besar yang sedang menyamar untuk menyaksikan
kehidupan anak kecil?"
Kwik Tay lok tertegun, beberapa saat kemudian ia tertawa geli karena tak tahan, sahutnya:
"Dari kepala sampai ke kaki, bagian manakah dari tubuhku yang mirip tampang seorang
pembesar?"
"Jadi bukan?"
"Bukan saja tidak, bahkan bila bertemu dengan pembesar badanku lantas menjadi gemetar"
ucap Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Nona itu tampak lebih gembira dan bersemangat, sambil merendahkan suaranya kembali ia
berkata: "Kalau begitu, kau pastilah seorang perampok ulung."
"Juga bukan," sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "untuk modal menjadi seorang
perampok saja aku tak punya."
"Kau benar-benar bukan?" nona itu melotot semakin besar.
"Mengapa aku mesti membohongimu?"
Nona cilik itu menghela napas panjang, jelas merasa kecewa sekali, sehingga untuk
mengucapkan sepatah katapun menjadi enggan.
Ternyata ia tertarik kepada Kwik Tay-lok tak lain karena mengira Kwik Tay-lok adalah seorang
perampok. Dalam pandangan kaum dara, perampok adakalanya mendatangkan suatu daya tarik yang
sangat besar. Sekarang Kwik Tay-lok baru tahu, rupanya nona cilik ini bukan sungguh-sungguh ada minat
dengannya. Dengan demikian maka diapun tak usah kuatir menemui banyak kesulitan lagi, malah
seharusnya mereka bergembira.
Tapi entah mengapa, dia malahan justru merasa agak kecewa, juga tidak terima, tidak tahan
segera tanyanya:
"Dari hal manakah kau mengatakan aku mirip seorang perampok ?"
Sikap nona cilik itu menjadi dingin dan sangat hambar, sahutnya ogah-ogahan:
"Sebab selama dua hari belakangan ini, aku selalu menyaksikan ada seseorang menguntil di
belakangmu"
"Oooh.... macam apakah orang itu ?"
"Adakalanya orang itu menyaru sebagai penjual makanan, ada kalanya menyaru sebagai
pengemis, tapi dia mau menyaru menjadi apapun jangan harap bisa mengelabui diriku."
"Mengapa ?"
Nona cilik itu segera menunjukkan sikapnya yang amat bangga sekali, sahutnya sambil
tertawa: "Sebab dalam sekilas pandangan saja aku dapat mengenali tampang wajahnya itu."
"Apakah wajahnya mempunyai suatu ciri atau keistimewaan yang berbeda dengan orang lain
?" Nona cilik itu manggut-manggut.
"Ya, dia adalah seorang lelaki bermuka bopeng."
Hampir saja Kwik Tay-lok hendak melompat ke udara saking kagetnya, bahkan darah yang
mengalir didalam tubuhnyapun turut mengalir dengan lebih cepat.
Nona cilik itu memandang ke arahnya, kemudian dengan sinar mata penuh pengharapan
katanya: "Apakah dia memang lagi menguntilmu" Apakah kau kenal dengan dirinya....?"
Kwik Tay-lok segera mengedipkan matanya beberapa kali, kemudian sambil sengaja
merendahkan suaranya ia berbisik:
"Aku boleh saja berkata jujur kepadamu, tapi kau tak boleh memberitahukannya kepada orang
lain." "Aku bersumpah tak akan berkata kepada orang lain." ucap nona cilik itu dengan cepat, "Kalau
tidak, biar di kemudian hari akupun menjadi seorang perempuan berwajah bopeng."
"Baik, aku akan memberitahukan kepadamu," bisik Kwik Tay-lok. "lelaki bopeng itu adalah
seorang opas kenamaan, dia memang benar-benar sedang menguntil diriku."
Nona cilik itu kembali bergairah, serunya dengan wajah berseri:
"Mengapa dia... dia menguntilmu ?"
"Sebab aku memang seorang perampok ulung." bisik Kwik Tay-lok lirih. "orang lain
menyebutku sebagai perampok yang terbang di angkasa, baru saja kulakukan tujuh puluh delapan
macam kasus perampokan di ibukota, itulah sebabnya aku kabur kemari untuk menghindarkan
diri." Saking gembiranya sekujur badan nona itu gemetar keras, sambil menggigit bibir serunya:
"Apakah kau..... kau juga seorang Jay-hoa-cat (Penjahat pemetik bunga ?"
Tak tahan Kwik Tay-lok segera tertawa geli, sambil mengedipkan matanya berulang kali, ia
balik bertanya:
"Menurut dugaanmu, aku mirip tidak ?"
Paras muka nona cilik itu segera berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, sambil


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggigit bibir katanya:
"Sekalipun kau seorang Jay-hoa-cat, aku juga tidak takut, aku tidak takut diperkosa."
Sepasang kakinya seperti menjadi lemas sehingga untuk berdiripun tak sanggup, hampir saja
dia akan tercebur ke dalam air telaga bila Kwik Tay-lok tidak cepat-cepat menyambar tubuhnya.
Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak, sambil meraba pipinya yang putih dan halus itu
katanya: "Kau tak usah kuatir, sekalipun aku hendak mencarimu, hal inipun baru akan kulakukan dua
tiga tahun lagi, bila kau sudah lebih menanjak dewasa, sekarang kau tak lebih hanya.... aku... aku
seorang bocah cilik belaka, haaahh... haaah..... haaaahh....."
Diiringi gelak tertawa yang amat keras, ia lantas melangkah pergi meninggalkan tempat itu
dengan langkah lebar.
Nona cilik itu memandang ke arahnya dengan wajah tertegun, sampai lama sekali ia ber diri
termangu-mangu....
Entah disengaja atau tidak, tangannya pelan-pelan meraba dada sendiri yang masih datar
bagaikan lapangan itu, tanpa terasa wajahnya berubah menjadi merah padam seperti kepiting
rebus. Dia hanya bisa berdiri melongo saja menyaksikan pemuda itu berlalu dari sana, makin lama
semakin menjauh dan akhirnya lenyap di ujung tikungan jalan sana.
Diam-diam Kwik Tay-lok tertawa geli di dalam hati, ia tahu malam nanti nona cilik itu pasti tak
dapat tidur nyenyak.
Ia sama sekali tidak bermaksud untuk mencelakainya, Ia tak lebih hanya ingin menambah
bumbu atau kejadian aneka warna lainnya dalam kehidupan si nona cilik itu, agar setelah menikah
dan mempunyai anak besok, dalam hatinya masih mempunyai kesan lama yang setiap kali bila
teringat maka jantungnya kembali akan terasa berdebar.
Berapa banyaknya gadis di dunia ini yang dapat bertemu dengan mata kepala sendiri dengan
seorang Jay-hoa-cat.
Angin berhembus lewat menggoyangkan pohon liu, mengakibatkan buih dan gelombang kecil
di batas permukaan telaga.
Kwik Tay-lok masih berjalan ke depan dengan langkah yang amat lamban, sambil mengunyah
biji teratai, ia membawakan sebuah lagu bersenandung.
Setelah melalui suatu jarak perjalanan yang cukup jauh, secara tiba-tiba ia baru berpaling.
Dengan cepat ia menemukan seorang pengemis yang membawa sebuah mangkuk gumpil, lagi
pula wajahnya betul-betul bopeng.
Begitu ia berpaling, si bopeng itu segera menyembunyikan diri di belakang pohon.
Taktik penguntilan yang dimiliki orang bermuka bopeng itu tidak terhitung sangat lihay,
andaikata sikap Kwik Tay-lok dalam dua hari belakangan ini acuh tak acuh dan pikirannya
memikirkan yang bukan-bukan, seharusnya hal mana sudah dirasakan olehnya.
Benarkah manusia bermuka bopeng ini adalah orang bopeng yang dimaksudkan oleh Sui
Loan-kim itu "
Seperti tidak disengaja saja Kwik Tay-lok membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke arah
manusia berwajah bopeng itu, pelan sekali langkahnya....
Ia berniat melompat ke depan dan menangkapnya jika sudah berada dekat dengan orang itu.
Siapa tahu manusia bopeng itu cukup waspada, dengan cepat dia membalikkan badan dan
melarikan diri.
Tatkala Kwik Tay-lok mempercepat langkahnya, ternyata dia kabur semakin cepat lagi.
Di tengah hari bolong seperti ini, apalagi begitu banyak orang kurang leluasa baginya untuk
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya guna melakukan pengejaran tersebut.
Terpaksa Kwik Tay-lok harus memperbesar langkahnya mengejar dari belakang.
Sebenarnya dia yang menguntil Kwik Tay-lok, tapi sekarang justru sebaliknya Kwik Tay-lok
yang menguntil di belakangnya.
Ketika si nona cilik di atas perahu melihat mereka saling kejar-mengejar dengan langkah
cepat, dengan wajah terkejut dan keheranan ia memandangi mereka berdua tanpa berkedip.
Ia benar-benar tidak habis mengerti, kenapa bukan si opas yang menangkap penyamun
sebaliknya penyamun yang mengejar sang opas"
Baginya, persoalan yang ada di dunia ini masih banyak persoalan yang tak dipahami olehnya,
maka dia selalu merasa amat kesal.
Menanti usianya sudah meningkat dan lebih banyak persoalan yang dipahami olehnya, ia baru
mengerti ternyata lebih enak dulu sewaktu belum tahu urusan daripada sekarang.
Permulaan musim panas merupakan saat yang paling ideal untuk berpesiar di tepi telaga.
Tempat yang banyak pelancongnya biasanya pasti banyak pula pengemis.... sebab biasanya
orang yang sedang berpesiar lebih bermurah hati, terutama bila disampingnya didampingi seorang
gadis yang cantik jelita.
Oleh sebab itu di sekeliling tempat itu banyak terdapat pengemis, di timur ada pengemis, di
barat ada pengemis, bahkan di sela-sela manusia yang berpesiarpun banyak pengemis.
Orang bermuka bopeng itu menerobos ke sana-kemari diantara kerumunan orang banyak,
beberapa kali hampir saja Kwik Tay-lok ketinggalan sampai jauh sekali.
Untung saja Kwik Tay-lok mempunyai nasib yang cukup mujur, setiap kali bila keadaan sudah
mencapai pada saat yang kritis, dia selalu secara kebetulan dapat menemukan wajah yang
bopeng itu. Orang dengan wajah yang istimewa biasanya memang lebih gampang dikuntil daripada tidak.
Sampai akhirnya, orang bermuka bopeng itu merasa ia makin terdesak hebat sehingga
akhirnya mengambil keputusan untuk meninggalkan wilayah telaga sana menuju ke tempat yang
makin sedikit orangnya.
Agaknya dia ingin memancing Kwik Tay lok menuju ke tempat sepi, kemudian baik-baik
memberi pelajaran kepadanya.
Kwik Tay-lok sama sekali tidak gentar, bukan saja tak ambil perduli, malahan dia mengejar
semakin getol lagi.
Dia memang berniat untuk mencari suatu tempat yang tiada orangnya untuk menangkap orang
itu dan ditanyai sampai jelas apakah dia kenal dengan Yan Jit, serta apakah dia tahu tentang jejak
Yan Jit. Dari si tongkat, Kwik Tay-lok memang telah mempelajari beberapa kepandaian yang memaksa
orang untuk berbicara jujur.
Sebenarnya dia mengira dengan cepat orang bermuka bopeng itu akan berhasil disusulnya.
Siapa tahu bukan saja orang berwajah bopeng itu dapat berlari cepat, kekuatan tubuhnya juga
bagus sekali, seakan-akan dia tidak pernah merasa lelah, malah semakin lama larinya semakin
cepat. Kwik Tay-lok merasa mulai tak tahan lagi, apalagi kehidupannya selama beberapa hari
belakangan ini amat memeras kekuatannya dia merasa bagaikan orang yang telah lanjut usianya.
Tak tahan dia lantas berteriak keras:
"Hei, jangan lari, aku sama sekali tidak bermaksud untuk mencari kesulitanmu, aku hanya ingin
menanyakan beberapa persoalan saja"
Sebenarnya si bopeng itu tidak lari secara sungguhan, namun setelah mendengar perkataan
itu, dia malahan lari semakin cepat lagi.
Pengemis memang biasa lari di jalan karena dikejar orang atau dikejar anjing, sehingga
peristiwa semacam itu sesungguhnya bukan suatu kejadian yang aneh.
Tapi seorang yang memakai pakaian yang perlente ternyata berlarian di jalanan gara-gara
mengejar seorang pengemis, adegan semacam ini terasa aneh sekali.
Dia tahu sudah ada orang yang mulai memperhatikan dirinya, malah diantaranya seperti
terdapat dua orang opas.
Mereka memang sesungguhnya bertugas untuk memeriksa dan menjaga keamanan di situ,
diantaranya tampak sedang melangkah maju siap menghalangi Kwik Tay-lok untuk ditanya.
Asal jalan pergi Kwik Tay-lok terhadang maka si bopeng itu pasti akan melenyapkan diri.
Padahal orang itu adalah satu-satunya titik terang yang dijumpainya, ia tak dapat
melepaskannya dengan begitu saja.
Sepasang biji matanya segera diputar, tiba-tiba terlintas satu ingatan dalam benaknya, sambil
menuding ke arah si bopeng yang berlarian di depan, teriaknya keras-keras:
"Pengemis itu adalah seorang pencuri, siapa yang dapat membantuku untuk membekuknya,
kuberi hadiah dua puluh tahil perak."
Teriakannya yang terakhir itu sungguh manjur sekali, tidak menunggu ucapan selesai
diutarakan, dua orang opas itu telah membalikkan badan dan mengejar si bopeng tersebut.
Malah banyak pula diantara para pelancong yang turut berteriak-teriak sambil melakukan
pengejaran. Tampak si bopeng itu amat gelisah, mendadak ia melompat ke udara melewati atas kepala
lima enam orang dan melompat naik ke atas wuwungan rumah di depan sana.
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sempurna sekali, boleh dibilang merupakan jago
kelas satu di dunia persilatan.
Peristiwa ini semakin menggemparkan suasana, teriakan-teriakan berkumandang dari sana
sini. "Tampaknya orang ini selain seorang pencuri, diapun seorang perampok ulung, jangan biarkan
ia kabur.... tangkap sampai dapat tangkap sampai dapat !"
Walaupun yang berteriak banyak, namun yang bisa menyusul ke atas atap rumah tak
seorangpun. Dua orang opas itupun hanya bisa berdiri di bawah rumah sambil mengawasi dengan gelisah.
Bagaimanapun ilmu meringankan tubuh memang tak dapat dipelajari oleh setiap orang,
apalagi ilmu meringankan tubuh seperti apa yang dimiliki si bopeng, diantara sepuluh laksa orang
paling banter hanya ada satu dua orang saja yang memilikinya.
Untung saja Kwik Tay-lok adalah satu diantara dua orang yang menguasahi kepandaian itu.
Dia telah melompat naik ke atas atap rumah, sambil melanjutkan pengejarannya dengan suara
lantang dia berseru:
"Aku adalah seorang petugas keamanan dari ibu kota yang khusus datang kemari untuk
membekuk penjahat ini, harap enghiong hohan yang ada di tempat ini sudi membantu usahaku
ini." Diapun tahu bagaimanapun gagah seorang enghiong hohan yang berada di sana, mustahil
sudi mencampuri urusan yang tidak diketahui ujung pangkalnya ini.
la berteriak demikian tak lebih hanya ingin membuat pikiran dan perasaan orang bermuka
bopeng ini semakin kalut.
Sebab dia benar-benar tidak memiliki keyakinan untuk bisa menyusul si bopeng itu, betul ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya luar biasa, namun kesempatan untuk melatihnya tidak
banyak, baik soal taktik maupun soal pengalaman, dia masih kalah setingkat dibandingkan dengan
manusia bermuka bopeng itu.
Betul juga, oleh teriakan-teriakan yang lantang itu, manusia bermuka bopeng tersebut makin
bingung dan cemas.
Bagaimanapun juga, berlarian di atas atap rumah orang di bawah sinar matahari yang cerah
merupakan suatu kejadian yang amat menyolok, maka akhirnya kembali ia dipaksa melompat
turun ke bawah.
Dibawah sana terbentang sebuah lorong yang tidak terhitung luas, dalam lorong itu paling
banter hanya terdapat enam tujuh keluarga.
Ketika Kwik Tay-lok mengejar sampai di situ, kebetulan sekali ia menyaksikan ada sesosok
bayangan manusia yang menyelinap masuk ke dalam pintu gerbang sebuah gedung rumah.
Pintu gerbang gedung itu dibuka lebar-lebar.
Tidak banyak rumah rakyat pada jaman itu dalam keadaan terbuka lebar sepanjang hari.
Tampaknya gedung itu memang mempunyai hubungan yang erat dengan manusia berwajah
bopeng itu, atau si bopeng itu mungkin memang berdiam....
Kwik Tay-lok sama sekali tidak ambil perduli akan hal tersebut, dengan cepat dia turut
menyerbu masuk ke dalam.
Di halaman rumah tiada orang, tapi ruang tamu di depan sana terdengar ada orang sedang
berkata sambil tertawa:
"Tak heran kalau orang lain selalu berkata, diantara sepuluh orang manusia bopeng sembilan
diantaranya berwatak aneh kau betul-betul seorang siluman yang aneh"
Kwik Tay-lok merasa girang sekali setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat dia
memburu ke depan sambil berpikir:
"Kali ini kau tak bakal bisa kabur lagi..."
Siapa tahu dalam ruang tamu itu tidak terdapat seorang manusia bopengpun, yang ada hanya
seorang lelaki dan seorang perempuan yang tampaknya merupakan seorang suami-isteri, yang
perempuan putih dan gemuk, wajahnya cantik, sebaliknya yang lelaki bermuka kuning,
pinggangnyapun tidak lurus.
Bila seorang lelaki jelek bisa mendapatkan seorang isteri yang cantik, ada kalanya hal itu
bukan terhitung suatu kemujuran.
Ketika secara tiba-tiba menyaksikan ada seorang lelaki asing menyerbu masuk ke dalam
ruangan mereka, suami isteri berdua itu kelihatannya amat terperanjat.
Tampaknya sang suami bernyali jauh lebih kecil daripada nyali istrinya, karena ketakutan
hampir saja dia terjatuh ke atas tubuh istrinya, dengan tergagap dia berseru:
"Si......siapa kau" Mau.... mau apa kau datang kemari ?"
"Aku datang untuk mencari orang" jawab Kwik Tay-lok.
"Sii.... siapa yang kau cari?"
"Aku mencari si bopeng, dimanakah si bopeng yang barusan kau sebutkan itu?"
Sepasang biji mata si istri yang jeli, semenjak tadi memang sudah mengerling terus ke
arahnya, mendadak ia bangkit berdiri, kemudian sahutnya dengan cepat:
"Akulah si bopeng yang ia maksudkan tadi, apakah kau datang untuk mencari diriku?"
Betul juga, di ujung hidungnya memang terdapat beberapa titik burik yang berwarna putih.
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Sang istri masih mengerling ke arahnya dengan ekor matanya yang jeli, kemudian dengan
senyum tak senyum dia berkata lagi:
"Apakah kau datang mencari diriku karena mengagumi namaku" Sayang kau sudah datang
terlambat, kini aku telah menikah dengan orang dan tidak menerima tamu lagi."
Bukan saja Kwik Tay-lok dibuat tertegun, bahkan sedikit dibuat menangis tak bisa tertawapun
sungkan. Padahal seharusnya hal ini sudah dapat diketahuinya sedari tadi, mana ada perempuan dari
keluarga baik-baik yang memperhatikan lelaki lain dengan cara semacam ini"
Yang menjadi suami segera unjuk gigi, sambil melompat ke depan teriaknya keras-keras.
"Sudah kau dengar belum" Sekarang ia sudah menjadi biniku, siapapun jangan harap bisa
mengusiknya lagi. Hmm, kenapa kau tidak segera enyah dari sini ?"
Ternyata Kwik Tay-lok harus tertawa getir, tapi tak tahan kembali dia bertanya:
"Apakah tiada orang lain yang masuk ke mari tadi ?"
Sekali lagi sang isteri mengerling sekejap ke arahnya dan berkata sambil tertawa:
"Sekalipun di kota ini masih terdapat setan segagah seperti kau, juga tak ada yang bernyali
besar seperti kau. Siapa yang berani mendatangi rumah orang lain untuk mencari bini orang ?"
Ternyata ia telah menuduh Kwik Tay-lok sebagai manusia yang berusaha untuk merampas
isteri orang. Yang menjadi suaminya bertambah naik darah, sambil menuding hidung Kwik Tay-lok
teriaknya keras-keras:
"Kenapa belum juga keluar dari sini?"
"Apalagi yang sedang kau rencanakan ditempat ini" Hati-hati kalau kepalanku menghancurkan
batok kepalamu."
Mendengar perkataan tersebut, Kwik Tay lok segera tertawa geli.
Tangannya kelihatan seperti cakar ayam, untuk membunuh lalatpun belum tentu bisa, ternyata
dia ingin memukul orang.
Kwik Tay-lok segera menepuk bahunya dan berkata sambil tertawa.
"Jangan kuatir, tiada orang yang bakal merampas dirimu, tapi tubuhmu sendiri juga bukan
didapat dari mencuri, lebih baik jagalah diri baik-baik, dalam melakukan pekerjaan apapun lebih
baik jangan terlalu memeras tenaga."
Ia tidak membiarkan orang itu buka suara lagi, sambil membalikkan badan pemuda itu segera
beranjak pergi.
Padahal dia sendiripun tahu kelak pekerjaan ini sedikit agak kurang cocok untuk di utarakan
sebab dihari biasa dia tak mengutarakan perkataan semacam itu.
Tapi, bila dalam hati sendiripun sedang mangkel, kadangkala timbul pula ingatan untuk
membuat orang lainpun turut menjadi sengsara.
Dengan jelas ia menyaksikan si bopeng itu masuk kesana, mengapa secara tiba-tiba bisa
lenyap tak berbekas" Apakah begitu masuk ke rumah dia lantas menerobos masuk ke dalam
tanah" Tentu saja sepasang suami istri ini telah bersekongkol dengan si bopeng, mereka sengaja
bermain sandiwara untuk mengoceh dirinya.
Sayang walaupun ia mengetahui hal itu dengan jelas, namun tak dapat membongkarnya
dengan begitu saja, apalagi berada di rumah orang lain disiang hari bolong seperti ini, bagaimana
juga dia yang rugi sendiri.
Bila mengharuskan memaksa orang lain untuk mengajaknya melakukan penggeledahan dalam
rumah, rasanya ini tak mungkin bisa dia lakukan.
Apakah si bopeng itu pasti telah menggunakan kesempatan tersebut untuk melarikan diri,
sekalipun dicari belum tentu bisa menemukannya.
Pikir punya pikir Kwik Tay-lok merasa makin lama hatinya makin risau dan pusing.
"Coba kalau berganti Ong Tiong, tak nanti si bopeng itu bisa kabur dari cengkeramannya pada
hari ini" Ia bertekad akan mencari tempat dulu untuk bersantap sampai kenyang guna menghibur hati
sendiri, kemudian setelah malam menjelang tiba nanti baru akan melakukan penyelidikan disekitar
tempat itu hingga persoalan menjadi tuntas.
Matahari sudah hampir tenggelam dibalik gunung, sekalipun minum arak mulai sekarang
rasanya juga tak bisa dianggap terlampau awal.
Rumah makan terbesar di kota itu di sebut Hwee-peng-lo, bebek panggang dan ikan leihi
masak saos buatan mereka merupakan hidangan yang paling termasyhur, apalagi untuk teman
minum arak. Kwik Tay-lok mencari sebuah meja dekat jendela dan memesan semeja sayur...
Sebelum berangkat tempo hari, lotoa dari kota timur telah memberi sejumlah ongkos jalan
yang terhitung cukup besar jumlahnya. Memang orang gagah dari dunia persilatan selamanya
setia kawan, royal terhadap teman.
Biasanya bila ada beberapa cawan arak sudah masuk ke perut, perasaan Kwik Tay-lok akan
mulai cerah kembali.
Tapi dua hari belakangan ini, arak yang masuk ke dalam perutnya merasa getir, lagi pula
gampang memabukkan.
Apalagi bila malam masih ada urusan, ia tak berani minum banyak, sebaliknya memperbanyak
makan sayur.

Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Makin jelek perasaannya makin banyak yang dimakan, mungkin bila Yan Jit belum juga
ditemukan, bisa jadi dia akan menjadi gemuk seperti seekor babi.
Setelah matahari turun gunung, tamu dalam rumah makan makin banyak. Pelbagai ragam
manusia berduyun-duyun mendatangi rumah makan itu, diantaranya terdapat pula para perantara
rumah pelacuran yang menjajakan dagangannya kepada para tamu.
Maka dari balik penyekat di samping ruangan utama rumah makan itupun berkumandang
suara tetabuhan, suara nyanyian merdu, suara gurauan, suara cawan saling beradu diiringi
teriakan girang, gelak tertawa nyaring, ramai sekali suasananya.
Namun bagi Kwik Tay-lok, dia seolah-olah duduk dalam dunia yang lain, walaupun perbuatan
semacam itu sesungguhnya merupakan perbuatan yang paling menarik perhatiannya, tapi
sekarang, kesemuanya itu terasa sama sekali tak ada artinya lagi.
Tanpa Yan Jit di sini, ibarat sayur tanpa garam, sama sekali hambar rasanya.
Ia menghela napas dan pelan-pelan memenuhi cawan arak sendiri, mendadak ia saksikan ada
lima-enam orang nona cilik yang cantik-cantik sedang mengerumuni seorang lelaki berbaju
perlente yang naik ke atas loteng sambil tertawa terbahak-bahak.
Jangankan pelayan rumah makan itu, bahkan Kwik Tay-lok sendiripun dapat menduga kalau
lelaki perlente yang besar lagaknya ini pastilah seorang yang royal dan kaya raya.
Tak tahan ia memandangnya beberapa kejap lebih lama, tapi begitu memandang orang itu,
hampir saja teko arak yang berada di tangannya terjatuh ke tanah.
Ternyata tamu perlente yang kaya raya itu adalah seorang berwajah bopeng, malahan dia tak
lain adalah yang dijumpainya sebagai peminta-minta di tepi telaga tadi.
Sore tadi masih seorang peminta-minta, malamnya telah menjadi seorang cukong, perubahan
ini benar-benar sangat menyolok sekali.
Tapi, bagaimanapun ia berubah sendiri, sekalipun ia berubah menjadi abu, dalam sekilas
pandangan saja Kwik Tay-lok dapat mengenalinya kembali....
Ya, siapa yang suruh mukanya terdapat begitu banyak bopeng yang menyolok.
Kwik Tay lok hanya memandang dua kejap lalu segera melengos untuk memandang papan
nama di luar jendela sana. Kali ini dia bertekad untuk menahan diri dan tidak melakukan segala
sesuatu tindakan secara gegabah.
Sekarang, bila dia menghampirinya, mencengkeram si bopeng itu dan bertanya apa sebabnya
dia menghadiahkan mutiara kepada Sui Loan-kim, kemudian bertanya apakah ia tahu akan jejak
Yan Jit, orang lain pasti akan menyangka dia adalah seorang yang sinting.
Tentu saja si bopeng itu dapat menjawab tidak tahu, bahkan bisa jadi akan mencuci tangannya
bersih-bersih. Kini si bopeng sudah masuk ke ruang utama.
Nona-nona kecil yang datang bersamanyapun jelas bukan gadis dari keluarga baik, belum
lama mereka duduk, dari balik ruang sana sudah bergema panggilan-panggilan yang mesrah dan
mendirikan bulu roma.
Anehnya, justru di dunia ini seolah-olah terdapat banyak sekali lelaki yang suka akan
panggilan-panggilan seperti itu.
Berbicara terus terang, sesungguhnya Kwik Tay-lok juga senang sekali dengan gaya
kehidupan seperti itu, tapi entah mengapa, bulu kuduknya pada bangun berdiri setelah mendengar
perkataan itu kini.
Seseorang apakah akan terjadi perubahan lantaran cinta, kunci salahnya bukan terletak pada
dia itu laki-laki, atau perempuan, sebaliknya lantaran tulus atau tidakkah cinta mereka, dalam atau
tidak cinta mereka berdua.
Suasana di atas loteng rumah makan itu ramai sekali.
Kembali Kwik Tay-lok memesan sepoci arak, menambah beberapa macam sayur dan
menyiapkan diri untuk melangsungkan pertarungan jarak panjang, sekalipun si bopeng akan
berada di situ sampai pagi, diapun akan menunggu sampai pagi pula.
Siapa tahu, dengan cepat si bopeng telah berjalan keluar dalam keadaan mabuk hebat,
dibimbing oleh seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahunan, ia bertanya kepada, sang
pelayan dimana tempat untuk cuci tangan....
Ternyata ia terlalu banyak minum arak, sekarang lagi mencari sebuah jalan keluar.
Kwik Tay-lok masih tetap bersabar untuk menyaksikan dia turun lagi dari loteng, namun
setelah di tunggu-tunggu setengah harian lamanya belum nampak juga ia naik lagi ke atas loteng.
"Jangan-jangan dia telah mengetahui kalau aku berada di sini, maka menggunakan alasan
hendak membuang air kecil, ia telah meloloskan diri dari sini?"
Akhirnya Kwik Tay-lok tak kuasa menahan diri lagi, ia bersiap untuk melakukan pengejaran.
Tapi pada saat itulah, mendadak ekor matanya menangkap seseorang sedang berjalan di
seberang jalan sana dengan kepala tertunduk, ternyata dia adalah si bopeng.
Betul juga, rupanya dia hendak memanfaatkan kesempatan baik itu untuk melarikan diri.
Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, tanpa berpikir panjang lagi, ia melompat keluar lewat
daun jendela. Para tamu yang berada dalam ruangan rumah makan itu menjadi gempar, mereka mengira
ada orang hendak bunuh diri dengan menceburkan diri dari atas loteng.
Si bop Kisah Pendekar Bongkok 14 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es 3
^