Pendekar Satu Jurus 10

Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Bagian 10


atanya barang sekejappun.
"Tapi akhirnya ia lelah juga, akupun segera kabur lagi. Tapi dia bagaikan iblis yang
kemanapun aku pergi dia selalu berhasil menemukan diriku, ke mana pun aku sembunyi dia selalu
berhasil melacaki jejakku."
Di tengah kegelapan, kembali terdengar suara helaan napas yang tak terkirakan beratnya.
Setelah menghela napas, ia melanjutkan "Akhirnya aku jadi jemu, lagi pula tiba-tiba kuketahui
kendatipun kulatih ilmu silatku sepuluh atau seratus tahun lagi, tetap tak dapat mengalahkan
mereka berdua."
"Suatu hari, aku bertemu dengan Kim tong-giok-li, mereka memberitahukan suatu kabar yang
maha penting kepadaku, katanya jejak Jian jiu-su seng telah mereka temukan bersembunyi di
suatu gua rahasia di puncak Si-sin-hong, di Hong-san itu, kutahu waktu itu bahwa Siau Tiong jim
telah bersembunyi di sini sejak meninggalkan diriku. "Suami isteri kosen itu adalah sahabat
karibku mereka sangat memperhatikan diriku, tapi mereka pun tak dapat membebaskan diriku dari
penderitaan."
"Setelah memperhatikan urusan ini beberapa waktu lamanya, akhirnya kuputuskan untuk
datang ke Hong-san ini untuk mencari Siau Tiong Jin, maka kitab Hay thian-pi lok yang aslipun
kuserahkan kepada mereka agar diberikan kepadamu."
Hui Giok mengembuskan napas lega, baru sekarang dia tahu bahwa kedua jilid kitab Hay
thian-pi-lok yang dirampas ayah dan anak she Sun itu adalah kitab palsu, iapun tahu bahwa kitab
yang selalu berada dalam sakunya sekarang tidak lain adalah kitab pusaka ilmu silat yang
meggetarkan seluruh tolong langit itu.
Kembali Lens-goat-siancu berkata "Selesai meninggalkan pesan, aku berangkat ke Hong san
dan temukan gua rahasia ini waktu itu Siau Tiong-jim belum pulang, maka aku pun menunggu
sehari di sini.
"Ketika Siau Tiong jim pulang dan melihat aku berdiri kaku di hadapannya ia berseru kaget,
sampai-sampai kotak kayu yang dipegangnya terjatuh ke tanah.
"Kupegang dia, kupandang wajahnya dan kurasakan meski aku benci kepadanya, akupun
mencintainya, sambil menangis aku bertanya kepadanya mengapa ia bersikap demikian
kepadaku" "Siapa tahu, tiba-tiba ia bergelak tertawa, Ternyata, ternyata aku salah kenal lagi, dia... dia
bukan Siau Tiong-jim melainkan Siau Pek-hian.
Aku menjerit sekerasnya, aku seperti orang kalap waktu itu, untunglah Siau Tiong-jim muncul
pada waktunya, sekarang mereka berdua muncul bersama di hadapanku, mereka saling
bertatapan tanpa berkedip, pertikaian dan perselisihan selama puluhan tahun membuat sorot mata
mereka berdua se-akan-akan memancarkan sinar berapi.
"Kemudian, mereka bersama memandang diriku, tanpa sadar aku menyurut mundur dengan
ketakutan hingga punggungku menempel dinding batu yang dingin.
"Tiba-tiba Siau Pek hian berkata, Dunia ini sudah terlampau penuh, salah satu di antara kita
berdua harus mengundurkan diri dan keramaian dunia?"
"Siau Tiong jim termenung sebentar, lalu ia pun berkata, "Ya. dunia ku memang kelewat
sempit untuk menampung kita berdua"
"Maka kedua orang itupun bersama-sama melolos pedang, Ai takdir menentukan kehidupan
manusia, terkadang juga terlampau kejam. Raut wajah mereka, tindak tanduk dan suara mereka
begitu mirip, sama ibarat pinang dibelah dua, tapi mereka harus bertarung mau-matian sejak
pertarungan berkobar, aku merasa bahwa perhatianku terhadap mereka berdua ternyata sama
dan tidak berat sebelah.
"Aku berteriak sambil menangis aku mohon kepada mereka agar jangan berkelahi, tapi mereka
seolah-olah tidak mendengar teriakanku ini, dalam lorong yang sempit inilah mereka
melangsungkan pertarungan sengit selama semalam suntuk, sekujur badan mereka telah terluka
dan mengucurkan darah."
Ai... ternyata Thian telah memberikan kungfu yang sama ampuhnya kepada mereka berdua."
Hui Giok menggerakkan tangannya untuk menyeka peluh yang membasahi jidatnya,
seandainya, ia tidak menyaksikan sendiri, mungkin dia tak akan percaya bahwa kisah yang
mengerikan dan memilukan hati itu memang suatu kenyataan.
Di luar lorong, tampaknya fajar telah menyingsing, cahaya terang memancar masuk lewat
celah-celah gua dan samar-samar tubuh Ay Cing dapat dilihatnya.
Tapi ia tak berani memandang wajahnya, pemuda itu tundukkan kepala sambil mendengarkan
perempuan itu melanjutkan ceritanya.
Kemudian, mereka tinggalkan sistem pertarungan dengan senjata dan memilih cara mengadu
jiwa seperti ini, aku semakin kuatir bercampur cemas, meskipun ku tahu bila mereka tetap hidup
bersama di dunia ini, maka tragedi mereka selamanya juga tak akan berakhir sebab . . . sebab aku
aku mencintai mereka berdua, mereka berdua pun mencintai diriku."
"Kendatipun begitu, aku tetap tak tega menyaksikan kematian mereka, dengan jarum baja ini
kutusuk sekujur badanku, aku berharap mereka mau menghentikan pertarungan demi
menyaksikan penderitaanku. Tapi mereka tetap tak menggubris, mereka bersikap seakan-akan
tidak tahu perbuatan ku ini."
Suaranya makin lama makin lemah dan makin lamal akhirnya suasana di sekeliling tempat itu
tercekam pula oleh keheningan.
Hui Giok duduk kaku seperti patung, pikirannya berputar membayangkan kembali apa yang
barusan di dengarnya.
Lama dan lama sekali akhirnya Ay Cing menghela napas sedih, bisiknya "Tragedi itu pun
berakhir, cerita pun ikut berakhir Kedua bersaudara itu telah menyelesaikan pertikaian di antara
mereka, tapi aku?"
Tiba-tiba ia tertawa ringan, suara tertawanya penuh mengandung cemoohan dan kedukaan
terhadap kehidupannya membuat suara tertawanya itu kedengaran memilukan.
"Aku... aku ingin bertanya kepadamu, pantaskah aku melanjutkan kehidupanku ini?" bisiknya
lagi Sekujur badan Hui Giok bergemetar ia tergegap: "Kau, kau.."
"Permintaan ketiga yang hendak kuajukan kepadamu adalah bila kumati. kuburlah jenazah
kami bertiga dalam satu liang!" tukas Ay Cing sambil menghela napas.
Rasa sedih yang sudah menimbun di dada Hui Giok, sekarang tak terbendung lagi, semua
perasaannya serta merta meluap keluar.
"Kau tak boleh mati" teriaknya dengan sedih.
Ay Cing tertawa pedih "Sudah lupakah kau akan kesanggupanmu tadi" Lagi pula.. dengan
kekuatanmu apakah kau dapat mencegah keinginanku?"
Hui Giok tertegun, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya, bayangan tubuh perempuan itu
terlihat kabur dan akhirnya ia berpekik. "Tapi... tapi..."
"Tapi aku takkan mati saat ini..." ujar Ay Cing lagi sambil menghela napas "aku hendak
menggunakan sisa kekuatanku untuk berbuat sedikit kebaikan bagimu, tiga hari. . . tiga hari lagi,
siapapun tak dapat mengalangi diriku lagi untuk mati,"
Setelah bergumam lirih iapun berpaling dan memandang lagi kedua mayat yang saling
berangkulan itu. Ai, takdir memang memberikan nasib kelewat buruk kepadanya, membuatnya
segan untuk hidup lebih lanjut.
Hui Giok juga termangu beberapa waktu lamanya, diam-diam ia berjanji di dalam hati "Tiga
hari... tiga hari lagi, bagaimanapun jua aku harus mengalangi niatnya untuk membunuh diri"
Sekalipun perbuatanku ini sama artinya dengan melanggar sumpahku sendiri. walaupun aku harus
mati disambar geledek, aku tetap akan menyelamatkan jiwanya, akan kubantu dia agar
menemukan makna kehidupan yang sebenarnya."
Baru saja ingatan tersebut melintas dalam benaknya tiba-tiba Ay Cing bangkit berdiri. lalu
dengan sempoyongan menghampirinya, kedua telapak tangannya yang putih mulus secepat kilat
menghantam tubuh Hui Giok.
Pemuda itu merasakan telinganya mendengung keras, segulung hawa panas terasa
menembus hulu hatinya.
Menyusul hawa panas itu makin menyebar mulai dari hulu hatinya menjalar sampai ke bahu ke
lengan, ke seluruh urat nadi.
Akhirnya, sekujur tubuhnya seperti digarang ia tak berdaya dan tak sadarkan diri, membiarkan
hawa panas itu membakar seluruh tubuhnya, badan seperti di robek-robek sukar tertahan akhirnya
ia mengeluh sakit.
Rasa sakit masih terus berlangsung lama dan lama sekali.
Kemudian hawa panas itu menjadi padam. ke-empat anggota badannya terentang dengan
lemas, menyusul sesosok tubuh yang hangat dan sejuk menempel lekat-lekat di atas dadanya.
Sesudah menderita timbul suatu perasaan nyaman dan segar yang sukar dilukiskan, tiba-tiba
pikirannya jadi kalut, segala pikiran jahat, kobaran berahi yang sebelumnya tak pernah terlintas
dalam benaknya, kini timbul serentak.
Dengan susah payah ia berusaha mengendalikan diri, menguasai diri dari pengaruh pikiran
jahat itu, kemudian, hawa panas membara lagi.
Kembali terasa penderitaan yang berlangsung lama bagaikan beribu tahun lamanya.
Ia merintih, ia berguling, iiba-tiba ketenangan muncul bagaikan kelebatan kilat, dengan lemas
dan lelah ia terkapar di tanah, Selang sejenak, tiba-tiba ia merasa lapar dan dahaga, rasa lapar
dan dahaga yang tak tertahankan bahkan ia rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk
rnendapatkan setegukan air minum dan sedikit makanan.
Kosong, hampa... ia merasa dirinya seperti kabur terembus angin, seluruh tenaga dan darah
dagingnya bagaikan telah luluh merembes keluar bersama cucuran keringatnya.
Penderitaan, rasa nyaman, pikiran jahat, nafsu berani, kehampaan bagaikan datang silih
berganti dalam kekaburan yang menyelimuti benaknya, ia hanya teringat akan satu hal
"Tiga hari... tiga hari..."
Tapi ia sudah lupa apa arti "tiga hari" itu, ia se-akan2 sudah mengalami siksaan selama
seratus atau seribu tahun lamanya.
Mendadak semuanya telah berakhir.
Napasnya tersengal-sengal, lama dan lama sekali, tiba2 ia teringat akan tiga hari", ia teringat
akan arti kata "tiga hari" itu, sambil berteriak keras ia melompat bangun.
Cahaya yang menerangi lorong gua itu tetap redup, se-akan2 tak pernah terjadi sesuatu
peristiwa apapun, tapi di manakah Leng goat-siancu Ay Cing.
Dengan terkesiap ia berteriak Ay... Ay hujin, Ay Cing kau..."
Yang terdengar hanya gema suara sendiri yang mendengung dalam gua, tak terdengar suara
jawaban. Ia berdiri kaku dengan perasaan kalut, ia sama sekali tak tahu apakah yang telah dialaminya"
Suasana sepi, sama sekali tiada jawaban.
Tapi akhirnya, terdengar suara yang lemah dan lirih muncul dan bawah tanah Anak Giok!"
Pemuda itu terkesiap, buru2 ia berjongkok di bawah remang cahaya dilihatnya Ay Cmg
terkapar di tanah dengan lemah, sorot matanya yang semula terang kini telah pudar, rambutnya
yang hitam mengkilat sekarang berubah jadi pulih kelabu.
Dengan gugup, kaget dan kalut pikiran Hui Giok membimbingnya bangun, sementara
pikirannya berputar dengan bingung. "Masa, masa aku tak sadarkan diri selama bertahun-tahun"
Ken... kenapa ia jadi setua mi" Ap... apa yang telah terjadi?"
Ay Cing yang lemah dan tak bertenaga bersandar dipangkuannya, tiba-tiba terdengar suara
tawanya, entah tertawa atau helaan napas, ia berkata lirih, "Tiga hari telah lewat"
"Tiga hari" Baru tiga hari" Ken... kenapa kau jadi tua?" Hui Giok terkesiap
Ay Cing merintih. "Setelah menguburkan kami bertiga, kau boleh pergi meninggalkan tempat
ini." "Mengubur dirimu. . . . kenapa aku harus mengubur dirimu?" Hui Giok berteriak keras, "kau...
kau masih hidup, kau harus hidup terus hidup selamanya."
Teriakannya sangat nyaring, tapi Ay Cing tampaknya tidak mendengar ucapannya, dia
bergumam pula "Segenap kekuatan dan darahku telah kuberikan padamu, kau.... kau harus baikbaik
jadi orang, aku membantumu aku sangat gembira."
Kata-kata yang belum terselesaikan itu tiba-tiba terputus.
"Kau... kau..." teriak Hui Giok dengan air mata bercucuran, tapi akhirnya ia tak dapat
mengendalikan rasa sedihnya lagi, dipeluknya tubuh perempuan itu dan menangislah dia keras2 ia
tahu bahwa dia telah meninggal dunia.
Dan kata katanya menjelang kematian, ia tahu perempuan itu telah memberikan segenap
tenaga dalamnya kepadanya dengan cara yang luar biasa, dan perempuan itu karena kehabisan
tenaga akhirnya mengembuskan napasnya yang terakhir.
Hui Giok merasa tubuh yang berbaring dalam pelukannya sekarang demikian enteng, demikian
ringan seakan-akan sebuah benda yang kosong.
Namun beban dan tanggung jawab di atas bahunya sekarang terasa sedemikian beratnya.
Budi kebaikan yang tak terperikan, rasa terima kasih yang tiada taranya, kepedihan yang tak
terkatakan, penderitaan yang tak terhingga, semua terasa menghimpit dadanya, menekan
jantungnya hingga se-akan2 berhenti berdetak.
Tapi kekuatan apa pun tak mampu menahan kepergian nyawa seorang, siapa pun lak dapat
membatalkan kematian... "
Suatu tragedi pun berakhirlah.
Suara langkah kaki yang bergema dalam lorong gua itu setapak demi setapak menuju keluar,
suara itu monoton, memilukan, persis seperti perasaan Hui Giok ketika itu.
Pelahan ia menjajarkan ketiga sosok mayat itu, ia bersumpah akan mengadakan upacara
penguburan yang khidmat agar mereka dapat beristirahat dengan penuh kedamaian.
Kini ia berdiri di ujung lorong, tanpa sadar ia berpaling pula dengan perasaan berat, ia
memandang untuk terakhir kalinya ke arah gua yang gelap dan seram itu.
Sinar terang menembus masuk dari atas, ia pun bergumam: "O, sekarang adalah siang hari!"
Tiga hari tiga malam sudah ia tak makan dan tak minum, tapi pemuda itu tidak merasa lapar,
dahaga atau letih.
Ia tak tahu kesedihankah yang menghilangkan nafsu makannya, atau kekuatan yang tercipta
oleh penemuannya yang aneh.
Ia memejamkan mata dan melompat ke atas dengan sekuat tenaga, ia merasa tubuhnya
enteng ibarat burung seriti dengan mudah ia melayang ke luar.
Puncak bukit masih dilapisi kabut yang tebal, Leng-kok-siang-bok tampak duduk bersila di atas
batu, ketika Hui Giok melompat keluar dan memandang ke arah mereka, tampaklah tubuh kedua
orang bersaudara itu kaku seperti mayat, rambut mereka basah oleh embun, semua ini
membuatnya terperanjat.
"Jangan jangan mereka juga.. ."
"Tapi baru saja ingatan itu terlintas, Leng-kok siang-bok telah membuka matanya kedua orang
itu saling pandang sekejap, kemudian Leng Ko-bok bertanya: "Sudah selesaikah urusanmu?"
Hui Giok menghela napas dan mengangguk
"Kalau begitu, marilah kita berangkat." ajak Leng Han tiok
Kedua orang itu segera mengebas bajunya dan bangkit berdiri, mereka terus turun gunung,
mereka seakan-akan anggap Hui Giok hanya berada tiga empat jam saja di bawah, tidak heran
juga tidak bertanya.
Hui Giok melenggong, cepat ia menyusulnya serunya dengan tergagap "Apakah kita tak jadi
turun lewat sebelah sana?"
"Setelah tiga hari tiga malam dan tidak makan minum, mana kita ada tenaga lagi untuk naik
turun gunung" sahut Leng Han-tiok tanpa berpaling.
Hui Giok menghela napas, ia tahu meskipun di luar kedua orang ini tidak menunjukkan
perhatian, pada hakikatnya mereka amat menaruh perhatian terhadapnya.
Dari ucapan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa selama tiga hari tiga malam kedua orang
itu berjaga terus di sana tanpa meninggalkan tempat itu barang selangkah pun.
Jalan pegunungan itu curam dan berbahaya tapi bagi pandangan Hui Giok telah berubah jadi
datar dan gampang, karena pikirannya kacau ia sama sekali tidak merasakan perubahan atas
dirinya, ia cuma mengikut terus di belakang Leng-kok siang-bok.
Leng kok-siang-bok sendiri saling pandang sekejap, mereka merasa kaget dan heran, setelah
berjalan beberapa saat lamanya tak tahan lagi kedua orang itu mereka putar badan dan
memperhatikan gerakan tubuh Hui Giok dengan terheran-heran Leng Han-tiok memandang
sekejap ke muka tiba-tiba ia melancarkan suatu pukulan keras ke arah Hui Giok.
Terkejut Hui Giok, cepat ia melayang mundur tiga depa ke belakang.
"Nah, memang betul!." kata Leng Ko bok dengan pandangan berkilat.
"Ada apa?" seru Hui Giok bingung.
"Bukankah Leng goat-siancu Ay Cing telah mati?" tanya L-eng Han tiok dengan dingin.
Dengan sedih Hui Giok menundukkan kepala dan menghela napas panjang. "Ya, Jian jiu
suseng dan Leng-goat siancu telah berpulang ke alam baka!"
Wajah Leng kok siang-bok sama terlintas rasa keheranan.
Selagi Hui Giok masih tidak mengerti, Leng Han tiok menghela napas katanya "Konon dalam
dunia persilatan terdapat sejenis ilmu maha sakti aliran Buddha yang dapat melancarkan urat-urat
penting di tubuh seorang cukup dalam waktu tiga hari saja, tak nyana kau bisa mengalami
kejadian tersebut, tapi... tahukah kau bahwa Leng-goat-siancu mati lantaran kau?"
Sekuatnya Hui Giok menahan perasaannya, dengan terus terang iapun mengisahkan
pengalamannya. Mendengar penuturan tersebut, air muka Leng-kok-siang-bok rada berubah
akhirnya mereka menghela napas panjang.
Sejak dulu sampai sekarang, baru pertama kali ini kedua bersaudara ini menghela napas di
hadapan orang ketiga, entah karena ikut berbahagia bagi keberuntungan Hui Giok atau ikut
berduka cita bagi nasib Leng-goat-siancu yang malang.
- oo0oo - /p>
Tiga sosok bayangan secepat kilat melayang turun Hong-san, langkah Hui Giok sekarang
ternyata mampu sejajar dengan kedua tokoh silat yang termashur di dunia ini. Tentu saja hal ini
pertama disebabkan oleh keadaan Leng-si-hengte yang di rundung lapar dahaga dan letih. Kedua
berkat pemberian tenaga Ay Cing sebelum meninggal dunia.
Di dunia ini sering kali terjadi hal2 yang di luar dugaan, terutama dalam dunia persilatan
kejadian-kejadian yang sukar dibayangkan seperti ini jauh lebih sering terjadi.
Jangankan orang lain, Hui Giok sendiri pun hampir tidak percaya bahwa penemuannya itu
sungguh-sungguh terjadi, seandainya perasaannya ketika itu tidak diliputi kedukaan yang dalam,
ia bisa meloncat kian kemari karena gembiranya.
Keadaan anak muda itu ibaratnya orang buta yang tiba-tiba bisa melihat kembali, ibarat orang
miskin yang mendadak menjadi kaya raya, atau seperti orang yang sangat dahaga, tiba2
memperoleh air jeruk yang segar.
Ya, pemuda itu telah maju melangkah dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku-liku ini.
Kemajuan ini segera mengubah pula pandangan hidupnya, hanya dalam tiga hari yang teramat
singkat ini ternyata ia berhasil mencapai tingkatan yang mungkin sukar dicapai oleh orang awam
sepanjang hidupnya.
Tapi aku berjanji kepadamu, penderitaan yang kau alami sekarang akan mendapat balas jasa
yang sepuluh kali lipat lebih besar.
Perkataan yang lembut dan penuh kedukaan itu se-olah2 mendengung kembali di sisi
telinganya, seakan-akan seorang pengembara yang tiba-tiba terkenang kembali pada kampung
halamannya.

Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Leng-kok-siang bok berusaha menutupi rasa gembira yang bergolak dalam hati, tapi rasa
gembira itu tetap terpancar keluar dan sinar mata mereka, Bergembira bagi kesuksesan orang
lain, betapa luhur dan kebesaran jiwa mereka ini.
Leng Hian-tiok memandang sekejap wajah anak muda itu, ia tahu pemuda yang berhati mulia
ini sedang dirundung kesedihan. ia tak membiarkan kesedihan terlampau menguasai
perasaannya, sebab ia sendiripun pernah diliputi oleh kesedihan.
Sesudah berpikir sebentar, pelahan ia berkata: "Hui Giok coba terka apakah kawanan orang
yang menjemukan itu masih menanti di bawah gunung?"
"Sudah empat hari kita di atas gunung, mungkin mereka sudah angkat kaki !" sahut Hui Giok
tak acuh Tiba2 Leng Han tiok tertawa "Aku malah berharap agar mereka jangan pergi dulu sebab bila
ditemani makhluk2 menjemukan itu maka dalam perjalanan kita selanjutnya tak akan kesepian
lagi." Hati Hui G'ok tergerak kata "kesepian" ternyata bisa diucapkan oleh Leng-kok siang-bok yang
dingin dan kaku hal ini, betul suatu peristiwa yang luar biasa, ia menengadah memandang
senyuman yang menghiasi wajah mereka, seketika itu juga rasa dingin hatinya berubah jadi lebih
hangat. "Ah. ternyata Leng kok siang bok telah berubah!" pikirnya.
Maka senyuman manis pun tersungging di ujung bibirnya hingga mereka tiba di kaki gunung.
Dari kejauhan berkumandang suara hiruk-pikuk, suasana yang amat gaduh ini sangat
mengherankan ketiga orang itu.
Mereka melompat ke atas batu gunung, dari situ mereka melongok ke bawah, tertampaklah
manusia berkumpul di kaki bukit sana, suasana jauh lebih ramai daripada ketika mereka naik ke
atas empat hari yang lalu, bau arak dan harum daging berembus ke mana2 mengiringi gelak
tertawa dan suara pembicaraan yang ramai.
Mereka bertiga saling pandang sekejap, tiba-perut terasa begitu lapar hingga sukar ditahan
serentak mereka lari terus ke bawah.
Tapi setibanya di kaki bukit, Leng kok siang bok memperlambat gerakan tubuhnya senyuman
yang semula menghiasi wajahnya kini sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya terlihatlah
seraut wajah yang dingin, kaku dan menyeramkan.
Melihat semua itu, Hui Giok menghela napas dan berpikir: "Ai, entah mengapa, sikap kedua
orang ini terhadap orang di dunia selalu dingin !"
Cahaya matahari gilang gemilang menyinari bumi raya yang permai ini, sambil membusungkan
dada Hui Giok turun ke bawah dengan langkah lebar.
Baru saja bayangannya muncul, meledaklah suara pekik gembira yang gegap gempita dan
sekeliling kaki bukit, "Hui-taysianseng!"
Pekik nyaring yang menggelegar itu muncul dari mulut beratus orang persilatan hampir
bersamaan waktunya.
Hui Giok melenggong, ia tak menyangka nama besarnya dalam dunia persilatan telah memiliki
kekuatan sebesar itu.
Lautan manusia yang duduk berkelompok itu mulai gaduh, tapi ada dua orang di antaranya
yang tetap berduduk tak bergerak, yang satu bertubuh tinggi besar dan berpakaian serba merah
dia Si Jengger Ayam Pau Siau-thiaa yang kasar itu, sedang di depannya berduduk seorang laki
laki kurus kering bermata cekung, dia adalah musuh kebuyutannya, Sio-lu-tui-hong Ga pio.
Pekik kegembiraan masih menggema Hui Giok berjalan di antara kerumunan manusia dengan
rada gugup. Koan-ji suseng dari Hui-leng-po, Yu Peng dari Long-bong-san-ceng menyambut
kedatangannya, dengan cara yang berbeda tapi bertujuan sama, kedua orang itu berusaha
mengorek keterangan dengan sangat hati-hati "Apakah menang atau kalah sudah ketahuan?"
"Belum" sahut Hui Giok sambil tersenyum, walaupun hatinya sedang berduka, ia tak ingin
orang lain ikut memikul rasa duka dan penderitaannya, kedukaan selamanya hanya cocok menjadi
santapan bagi diri pribadi.
"Aku mengira kalian sudah pergi semua." katanya kemudian sambil tersenyum, "sungguh tak
nyana kalian begitu sabar menanti kabarku di sini "
Semangat Koan-jiya berkobar, seakan-akan merasa suatu kebanggaan baginya karena dapat
berbicara dengan Hui-taysianseng.
Ia tak tahu bahwa Hui Giok mencintai setiap umat manusia, ia berharap bisa berkenalan
dengan mereka dalam tingkatan yang sama, cuma dalam kehidupannya di masa lalu orang lain
tak sudi bergaul dengan dia, meski ia sangat mengharapkan demikian.
Go Peng berpaling dan memandang sekejap si Jengger Ayam Pau Siau-thian, lalu katanya
dengan tergegap, "Sebenarnya hamba sekalian sudah mau pergi, tapi... tapi oleh karena Cia
piauthau mengatakan bahwa kalian bertiga akan turun gunung lewat jalan semula, maka hamba
sekalianpun menunggu sampai sekarang !"
Mendengar sebutan "hamba" yang begitu menurunkan derajat sendiri, diam-diam Hui Giok
menghela napas.
Ai, kenapa begitu banyak manusia aneh di dunia ini?" pikirnya, "kalau bukan mereka yang
ingin menginjak kepala orang lain, merekalah yang rela kepala sendiri diinjak orang, Apakah
mereka tak pernah berpikir bahwa manusia di dunia ini hidup dalam tingkatan yang sama?"
Mengikuti arah yang dituding, mendekati Sm-lu tui-hong Cia Pin dari tersenyum.
Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu tiba-tiba Pau Siau thian acungkan tangannya
sambil berteriak "Ambilkan arak, ambilkan arak.. akan kuminum beberapa cawan sampai puas,
lalu akan pergi menghadap Giam lo-ong nanti"
Hui Giok mengerutkan dahi mendengar perkataan itu, pikirnya, "Tolol betul orang ini, masa dia
ingin mampus?"
Dihampirinya Pau Siau-thian, lalu sapanya sambil tersenyum, "Sobat, masalah apakah yang
tak terselesaikan olehmu, sehingga kau..."
"Masalah apa yang tak terselesaikan olehku?" tukas Pau Siau thian dengan mata melotot aku
hidup dengan gembira, aku hanya kalah bertaruh dengan orang she Cia itu, maka mau-tak-mau
harus mati Hehehe... tentunya menarik sekali bisa berkenalan dengan Giam lo-ong nanti."
Meskipun kata2 itu diucapkan dengan suara lantang, padahal dia takut menghadapi kematian
sehingga suara tertawanya terdengar kurang wajar "Lagi-lagi pertaruhan." seru Hui Giok, kalian
bertaruh apa lagi?"
"Orang she Cia ini bilang kalian pasti akan turun gunung lewat jalan semula, sudah dua hari
kutunggu kedatangan kalian, tapi bayangan pun tak nampak. maka dalam perdebatan kemudian
kamipun putuskan untuk bertaruh, ia bilang dalam lima hari kalian pasti akan muncul lagi di sini,
aku tanya apa yang hendak ia pertaruhkan, dia bilang taruhan batok kepala! Baik, taruhan batok
kepala juga boleh- Hehehehe . . paling-paling batok kepala hilang, apanya yang luar biasa"
Hehehe, , ambilkan arak ambilkan arak!"
Kasar memang suaranya, tapi jujur dan gagah perkasa, diam-diam Hui Giok berpikir: "Boleh
juga orang ini!" - Timbul rasa sayangnya terhadap kegagahan orang itu.
Sementara itu Koan jiya telah menghampiri mereka sambil berkata dengan tersenyum,
"Seandainya mereka berdua tidak bertaruh, mungkin orang gagah yang hadir di sini sudah bubar
semua! Ai Cia piautau memang betul-betul lihai dan pandai meramal kejadian yang akan datang,
pada mulanya aku sendiri pun tidak percaya."
Sambil tersenyum Hui Giok lantas berpaling ke arah si keledai hitam pengejar angin" Cia Pin.
Ia lihat meski potongan badan orang itu kurus kering, tapi sinar matanya berkilat karena dia
sudah bangkit sambil tertawa, Hui Giok lantas memberi hormat yang dibalas olehnya dengan
membungkuk badan.
"Engkau tentulah Cia piautau yang dimaksudkan bukan?" sapa Hui Giok kemudian, "aku
bernama Hui Giok dahulu dibesarkan dalam Hui liong-piaukiok, sayang sekali belum pernah
berjumpa dengan Cia-piautau di masa lalu."
"Siaute selalu berada di kantor cabang wilayah Kanglam, sudah tentu Kongcu tak pernah
melihat diriku," jawab Cia pin dengan hormat.
Kebanyakan jago persilatan tidak mengetahui hubungan antara Hui-taysianseng dengan pihak
Hui-liong-piaukiok, tentu saja pembicaraan itu menimbulkan keheranan mereka.
Berkatalah Hui Giok dengan lantang: "selama ini aku selalu menyebut Tham-lopiautau sebagai
paman, itu berarti engkau adalah kaum Cianpwe bagiku!"
Hui-taysianseng ternyata bersikap rendah hati terhadap orang lain, sekali lagi kawanan jago
yang hadir dibikin keheranan.
Lebih-lebih Cia Pin, ia cuma bisa menjawab "tidak heran" berulang kali.
Hui Giok menghela napas, katanya lebih jauh "Aku tahu bahwa aku tidak berhak mencampuri
urusanmu, tapi aku selalu beranggapan bahwa nyawa manusia itu bukan urusan kecil, karena itu
akupun berharap agar anda sudi mengingat diriku serta menyudahi pertaruhan itu, anggaplah
belum pernah terjadi, untuk itu aku akan sangat berterima kasih"
Kembali kawanan jago dibikin gaduh ada yang berbisik-bisik, ada pula yang memuji, sungguh
tak tersangka Hui-taysianseng bisa memohon dengan rendah hati demi urusan orang lain.
Keh-koan Pau Siau-thian terbelalak dengan mulut melongo, ia menyesal dan malu, menyesal
karena barusan telah menjawab dengan kata-kata yang kasar.
Sin-lu-tui hong Cia Pin juga terharu oleh permohonan itu, Lama ia merenung, akhirnya sambil
terbahak-bahak dihampirinya si Jengger Ayam Pau Siau-thian, tanyanya sambil tertawa " Apakah
kau sungguh-sungguh ingin mati?"
"Tentu saja!" jawab si Jengger Ayam sambil berdehem.
"Hahaha... jika kau benar-benar ingin mati maka kau adalah seorang dungu," seru Sin-iu-tui
hong sambil terbahak-bahak, tahukah kau meski aku bertaruh denganmu padahal aku sendiripun
tidak yakin akan menang, aku sudah bersiap-siap jika kalah segera aku akan kabur, tok kau tak
bakal menyusul diriku . . Hahaha, betapa gembira hatiku ketika kulihat kemunculan Hui-kongcu
tadi, hampir saja aku melompat lompat kegirangan..."
Dengan termangu-mangu Keh-koan Pau Siau thian menatapnya, tiba-tiba iapun berseru.
"Baik... baik... Kalau kau mengakui tanpa sungkan-sungkan aku pun tanpa sungkan mencabut
niatku untuk mati, agar kau takkan memaki orang dungu lagi.
Meskipun kata-katanya masih bernada keras, tapi sinar matanya memancarkan rasa terima
kasih. Orang yang paling dibencinya ternyata telah mengucapkan kata-kata yang bukan saja telah
menyelamatkan jiwanya. menyelamatkan pula nama baiknya, terutama yang terakhir tadi, benarbenar
membuat jago gagah dan kalangan Lok-lim ini merasa amat berterima kasih.
Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang, sekarang ia lebih yakin lagi bahwa dunia ini
sebetulnya penuh mengandung kehangatan dan kemanusiaan, dalam hati ia pun berharap agar
pertaruhan Sin-jiu Cian Hui dapat dibatalkan seperti apa yang baru saja terjadi.
Tapi dia lupa akan sesuatu, lupa bahwa kedudukan maupun martabat yang berbeda seringkali
menimbulkan pula suasana yang berbeda.
Pertaruhan yang luar biasa itu tetap berlangsung, barisan yang anehpun tetap berderet di
sepanjang jalan.
Karena barisan yang aneh, tempat2 yang mereka lalui, biarpun sebuah dusun yang sepi akan
berubah menjadi kota yang ramai, pedagang2 kecil yang bergabung dalam barisan itu kian lama
kian bertambah banyak sehingga terciptalah suatu rombongan pedagang yang melayani segala
kebutuhan dari bahan pokok sampai pada benda yang kecil.
Dalam sejarah dunia persilatan belum pernah tercatat adanya barisan aneh seperti ini.
Dalam barisan aneh ini terkumpul pertentangan antara manusia dengan manusia.... cinta,
dendam, budi, iri, benci, ambisi, keserakahan .. serta pelbagai persaingan lain.
Tapi di balik persaingan tersebut terdapat pula banyak kegembiraan. Banyak musuh2 besar
yang selama ini sukar di temukan telah berjumpa di situ, bahkan ada pula yang semula tak kenal
lantas menjadi sahabat karib, ya, pokoknya seribu satu macam kemungkinan telah terjadi di situ.
Gelak tertawa Keh koan Pau Siau thian masih menggema seperti sediakala, tapi sikapnya
terhadap Sin lu-tui hong Cia Pin dari musuh kini telah berubah menjadi bersahabat.
Ia mulai mengerti, di balik perawakan tubuh yang kurus kecil itu bisa jadi tersimpan hati yang
jujur persis seperti perasaannya, ia pun mulai mengerti alangkah bodohnya bila menilai seorang
berdasarkan lahiriah saja.
Hui Giok sendiri semakin jarang bercakap-cakap.
Ini bukan dikarenakan ia tak suka bergaul dengan kebanyakan orang, melainkan ia betul-betul
tak punya waktu untuk ber-cakap2.
Tiap hari, Leng kok siang-bok tentu rnengajarkan pengetahuan baru yang berbeda kepadanya.
Pelajaran yang betul2 membuat orang jadi pusing, pelajaran yang sulit dipahami oleh siapa
pun termasuk pelajaran bermain khim (kecapi) bermain catur membuat syair, membaca buku,
melukis, ilmu pertabiban ilmu perbintangan ilmu meramal termasuk ilmu melepaskan Am gi,
Ginkang Kiam sui Ciang hoat, pokoknya meliputi hampir seluruh pengetahuan manusia.
Kesemua itu masih belum termasuk pula kitab pusaka Hay thian polok yang harus dipelajari
pula setiap ada waktu senggang, bayangkan saja bagaimana mungkin dia ada waktu untuk
bercakap dengan orang lain.
Bantuan tenaga dalam yang diberikan Leng goat-siancu ibaratnya sebuah anak kunci yang
secara tiba-tiba membukakan gudang ilmu baginya.
Kini ia baru sadar bahwa pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu silat pada hakikatnya
begitu luas, begitu dalam sehingga sukar dijajaki.
Lantas, kapankah dia ada waktu untuk mengobrol
************************
Hal 67-78 hilang
************************
Memang, yang belajar jelas amat payah dan berat, tapi yang mengajar juga tidak berarti
seenaknya saja, Leng-kok-siang-bok mulai heran oleh kemampuan Hui Giok mengisap semua
pengetahuan yang meraka berikan, merekapun mulai merasa bahwa pengetahuan yang mereka
miliki juga terbatas.
Maka mereka sendiripun mulai belajar lagi mereka membeli pelbagai macam buku
pengetahuan serta berusaha mempelajari kepandaian lain.
Di antara sekian banyak jago persilatan yang bergabung dalam barisan panjang itu terdapat
banyak sekali jago-jago silat yang berilmu tinggi, seringkali di tengah malam buta mereka didatangi
oleh Leng kok-siang-hok, selagi mereka kaget dan ketakutan oleh kehadiran kedua manusia aneh
itu dengan kata halus Leng kok siang-bok lantas memberitahu kepada mereka agar mereka
bersedia membuka rahasia ilmu pengetahuannya, kemudian dengan bengis memperingatkan pula
kepada mereka agar kejadian ini jangan sampai dibocorkan kepada pihak ketiga.
Maka keesokan harinya, Leng kok siang bok pun mengajarkan ilmu yang mereka "begal" itu
kepada Hui Giok, seringkali sebelum mereka berdua...
"Benarkah sudah hampir tiba waktunya?"
"Coba terka, Hui taysianseng bakal menang atau kalah?"
Agak jauh dari situ, sebuah tanah perbukitan yang agak tinggi terdapat pula seonggokan api
ungun. Leng kok-siang-bok berdua duduk di tepi api unggun, sambil memandang bayangan manusia
yang memenuhi kaki bukit nun jauh di sana suara pembicaraan mereka, gelak tertawa mereka
sayup-sayup terdengar terbawa angin.
Leng Han tiok yang termangu itu tiba-tiba berkata sambil tersenyum ,"Benar-benar tak nyana
pada usia menjelang tua kita tidak merasakan kesepian."
"Ya, hidup manusia tak sampai seratus tahun bisa menjumpai peristiwa besar semacam ini
rasanya tidak sia-sia hidup kita di dunia ini" sambung Leng Ko-bok sambil tertawa.
Leng Han-tiok menenggak secawan arak lalu berkata lagi, "Dalam dunia persilatan tentu
banyak orang yang merasa heran, mereka tak habis mengerti mengapa kita berdua bersaudara
tidak pulang ke rumah, juga tidak berniat melepaskan diri dari kuntitan ekor panjang ini,"
Ia tersenyum dan melanjutkan "Hahaha, orang persilatan tentu tak menyangka bahwa kita
berbuat demikian karena senang sekali menyaksikan keramaian tersebut"
Kedua manusia aneh itu saling pandang sekejap sambil tertawa, pelahan sinar mata mereka
beralih ke arah Hui Giok yang sedang duduk bersila di depannya.
Di tengah kegelapan pemuda itu tampak duduk dengan wajah serius, sikapnya begitu tenang,
boleh dibilang sama sekali tak terpengaruh oleh suara gaduh di bawah sana, ia pun tidak merasa
kedinginan karena embusan angin malam yang kencang, sebaliknya malah ada selapis hawa
panas yang mengepul dari ubun-ubunnya dan buyar tertiup angin.
Jilid ke- 15 Menyaksikan keadaan tersebut Leng Ko-bok berkata: "Dalam dunia persilatan sering tersiar
berita yang mengatakan bahwa ada sementara orang berbakat dapat mencapai kemajuan ilmu
silatnya sehari bagaikan menempuh seribu li, mula-mula aku tak percaya, Tapi sekarang, ai,
setelah menyaksikan kesempatan yang didapat anak muda ini, bukankah hal ini yang dinamakan
sehari bagaikan menempuh seribu li?"
Leng Han-Tiok tersenyum, "Jangan keburu senang dulu, ingin kulihat kepandaian apa yang
akan kau ajarkan kepadanya sebentar lagi?"
"Terus terang, aku rela mengaku kalah dalam pertaruhan ini daripada menang," kata Leng Kobok
sambil tersenyum, "sebenarnya, bila kita kalah, hal ini merupakan peristiwa yang patut
digembirakan, cuma...!"
Ia menghela napas panjang, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu
menyambung. "Dalam suasana dan keadaan seperti ini, mungkin sulit bagi kita untuk berjumpa
lagi, maka kuharap bisa mengulur waktu sedapat mungkin. Kedua orang ini kembali saling
pandang dengan tertawa, memandang bayangan manusia di bawah bukit, diam-diam mereka
menikmati suasana yang serba aneh ini, sementara beberapa buah bintang bercahaya terang
muncul di angkasa.
Hanya bintang itulah yang mengetahui rahasia hati kedua bersaudara ini.
Angin berembus sepoi-sepoi, tiba2 bayangan manusia di bawah sana terjadi kekalutan, orang2
yang semula duduk serentak pada melompat bangun.
"Apa yang terjadi?" seru Leng Ko bok dengan heran.
Seruan kaget berkumandang di bawah bukit Leng-kok-siang-bok segera pasang telinga dan
mendengarkan dengan seksama, tiba-tiba airmuka mereka berubah.
Rupanya teriakan kaget yang menggema di bawah bukit itu berbunyi:
"Liong-heng pat-ciang datang!"
"Tham-congpiauthau datang!"
Di tengah gemerdepnya cahaya api, dua sosok bayangan dengan kecepatan tinggi melayang
ke atas bukit, mereka adalah Sin-lu-tui-hong Cia Pin dan Pat kwa-ciang Liu Hui.
Kurang lebih lima tombak di depan Leng-kok siang-bok mereka berhenti seraya menjura, lalu
berseru dengan lantang: "Hui-taysianseng, Tham-congpiauthau dari Hui-liong-piaukiok datang
menjumpai dirimu?"
Kedua orang itu hanya menyinggung nama "Hui-taysianseng", sama sekali tidak menyebut
Leng-kok-siang-bok.
Kedua Leng bersaudara itu saling pandang sekejap, entah bergembira atau sedih.
Dalam waktu setahun yang amat singkat, nama Hui-taysianseng telah mengungguli kebesaran
nama Leng-kok siang bok, hal ini sama sekali tak tersangka oleh siapapun jua. Ya, pada
hakikatnya siapa yang dapat menyangka perubahan yang akan terjadi dalam dunia persilatan"
Sementara itu, selesai berteriak tadi Pat kwa-ciang Liu Hui dan Sin-lu-tui-hong Cia Pin segera


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyingkir ke samping dan berdiri dengan sikap sangat menghormat.
Leng-kok siang-bok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, diam-diam mereka melirik ke
samping, dilihatnya Hui Giok juga masih duduk bersila tanpa menggubris teriakan itu. Jelas anak
muda itu sedang memusatkan segenap pikiran, dalam keadaan demikian, sekalipun gunung Thaysan
ambruk di depan matanya juga tak akan membikin kaget padanya.
Dalam pada itu, kawanan jago yang berada di bawah bukit telah menyingkir ke samping dan
memberi sebuah jalan lewat yang cukup lebar.
Di bawah cahaya obor yang menerangi sekeliling tempat itu, Liong-heng pat-ciang Tham Beng
yang bermantel benang emas selangkah demi selangkah melewati kerumunan lautan manusia
dengan langkah berat.
Walaupun sepanjang jalan ia selalu bersenyum ramah, walaupun dia mengangguk kepala
berulang kali memberi salam kepada kawanan jago yang berjajar di sisi jalan, akan tetapi sinar
matanya memancarkan sinar wibawa yang tebal, yang membuat siapapun jua tak berani
memandang remeh tokoh yang menggetarkan dunia persilatan ini.
Tiga orang laki2 berbaju ringkas warna hitam mengikat di belakangnya, mereka semua
bersenjata lengkap. Seorang di antaranya berperawakan jangkung dengan tulang pelipis
menonjol, sinar matanya tajam, pada pinggangnya bergantung sebilah pedang berbentuk aneh.
Kawanan jago yang berada di sekitar tempat itu mengenalnya sebagai Piautau utama dan Hui
liong-piaukiok yang merupakan seorang tokoh kuat dalam dunia persilatan. Dia bernama Tianghong
kiam (si pedang bianglala) Pian Sau-yan.
Orang kedua meski berperawakan kecil dan pendek, namun gerak-geriknya amat gesit, dia
bermata besar, bercambang lebat dan membawa golok Kiu-hoan-kui-tau-to (golok besar berkepala
setan) tanpa sarung, hingga ketika berjalan golok itu saling berdentingan karena gelang baja pada
batang goloknya menimbulkan suara nyaring.
Orang itu amat tersohor dalam dunia persilatan dia adalah ahli golok yang disegani di utara
maupun selatan sungai besar Dengan Sip-hun toh-mia-to (ilmu golok perenggut nyawa) ia malang
melintang tanpa tandingan, orang menyebutnya sebagai Sip-hun-to Lo Gi.
Yang paling menarik perhatian adalah orang ketiga, seorang pemuda kekar yang berwajah
hitam seperti pantat kuali, orang ini mengikut di belakang Liong-heng pat ciang.
Pemuda ini bukan saja bertubuh kekar dan gagah, wajahnya juga mengerikan dia bermulut
lebar, pipi kempot, mata elang dan hidung betet, ditambah lagi warna kulitnya yang gelap, dia
seakan2 memang bermuka kaku dan dingin menyeramkan.
Pada pinggangnya terselip sebuah sarung panjang terbuat dari kulit ikan hiu warna hijau yang
berbentuk aneh. Meskipun banyak jago pengalaman yang hadir, namun tak seorangpun tahu
senjata macam apakah yang tersimpan di balik sarung itu, lebih-lebih lagi tak seorangpun yang
bisa menebak asal-usulnya.
Para jago mulai ber-bisik2 lagi.
"Siapakah orang ini" Mungkinkah dia seorang Piausu baru Hui-liong-piaukiok?"
Ke empat orang itu sama sekali tidak rnenghentikan langkah mereka, langsung menuju ke atas
bukit di mana Hui Giok dan Leng-kok siang bok berada.
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika melihat
Leng kok-siang-bok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, alisnya bekernyit, ia berpaling dan
memandang pula ke arah Hui Giok yang masih dua bersemedi.
Wajahnya yang kelihatan tenang dan kalem itu membuat tokoh Hui-liong-piaukiok ini
melengak. "Hahaha, Hui hiantit, baikkah engkau"- sapanya sambil terbahak-bahak.
Gelak tertawanya itu keras dan nyaring menggema angkasa, menggetar telinga semua jago
yang berada di bawah bukit dan empat penjuru sekeliling bukitpun dipenuhi oleh gema suara itu.
Bagaimana dengan Hm Giok, ia tetap duduk tenang seperti semula, sedikitpun tak bergerak.
Mencoronglah sinar mata pemuda hitam di belakang Liong heng pat ciang ia menyeringai
sehingga tertampak baris gigi yang putih sekali berkelebat tahu2 ia menubruk ke arah Hui Giok.
Air muka Leng Han tiok berubah kejam, bahunya bergerak, iapun melambung ke atas untuk
mengadang kedatangan orang.
Siapa tahu gerakan pemuda itu benar-benar cepat luar biasa, sebelum orang tahu apa yang
terjadi tahu-tahu ia sudah berkelebat lewat di sisi Leng Han-tiok.
Tak terkirakan rasa kaget Leng Han-tiok, secepat kilat ia memutar tubuh dan siap siaga.
Setelah pemuda itu menyambar ke depan Hui Giok, telapak tangannya diayun ke depan
menghantam batok kepala anak muda itu.
Leng kok-siang bok membentak nyaring, ke duanya menerjang ke belakang pemuda tadi.
"Pa-cu jangan sembrono!" bentak Liong-heng-pat ciang dengan dahi berkerut.
Pemuda kekar itu sudah hampir melancarkan serangannya, tapi demi mendengar bentakan
tersebut cepat ia menarik kembali tangannya.
Dalam pada itu, Leng kok-siang-bok telah menyusul tiba, merasakan adanya ancaman
pemuda itu melompat lima depa ke muka, lalu dengan pandangan yang liar bagaikan binatang
buas diawasinya kedua orang aneh itu.
Tiba-tiba Liong-heng~pat-ciang memberi tanda, Tiang hong kiam Pian Sau-yan, Si-hun-to Lo
Gi, Pat kwa-ciang Liu Hm dan Sin iu-tui-hongCia Pm seketika menyebar ke empat penjuru dalam
posisi mengurung.
Tham Beng langsung menghampiri Hui Giok, Leng-kok siang-bok juga berjaga di samping
anak muda itu dan siap melancarkan serangan setiap saat.
"Hui-hiantit!" Liong-heng-pat-ciang Tham Beng menegur setelah berdehem, "apakah kau..."
Tapi sebelum selesai bicara, tiba-tiba ia lihat air muka Hui Giok berubah jadi merah membara.
Tham Beng terperanjat ia tahu tenaga dalam Hui Giok sekarang telah mencapai puncak
kesempurnaan yang luar biasa hebatnya, mencapai tingkatan tertinggi dalam hal tenaga dalam.
Heran dan kaget jago tua itu, ia tak habis mengerti sejak kapankah tenaga dalam anak muda
itu mencapai tingkatan setinggi ini, pelahan dia mengangkat tangannya dan siap melepaskan
pukulan dahsyat ke batok kepala Hui Giok"
Perlu diketahui bahwa keadaan Hui Giok waktu itu amat kritis, jangankan pukulan yang
dahsyat pukulan yang enteng saja cukup menggagalkan latihan anak muda itu, bahkan aliran
darah dalam tubuhnya akan terbalik dan akan menyebabkan ke matian baginya.
Leng kok siang-bok dengan tajam mengawasi gerak-gerik telapak tangan orang, asal serangan
tersebut dilancarkan serentak mereka pun akan melancarkan serangan sepenuh tenaga.
Peda saat yang kritis itulah, tiba-tiba Hui Giok membuka matanya, setajam sembilu pancaran
sinar matanya, hal ini membuat Liong-heng pat-ciang jadi keder dan membatalkan niat jahatnya.
"Bagus bagus." serunya kemudian sambil mengelus jenggotnya "Hahaha! Kionghi untuk
kesuksesanmu, tak nyana dalam setahun yang singkat ilmu silat Hiantit telah mendapat kemajuan
yang demikian pesatnya.
Hui Giok tersenyum dan berbangkit lalu mengerling penuh rasa terima kasih kepada Leng koksiang-
bok agaknya ia tahu bahwa kedua orang tersebut telah melindungi jiwanya.
Kemudian sambil memberi hormat kepada Liong-heng pat-ciang ia menyapa, "Baik2kah
paman Tham selama ini?"
Tiba-tiba Leng Ban-tiok tertawa dingin, sindirnya, "Hehehe, mungkin tak ada orang yang
mengira seorang pemuda yang dikatakan goblok ternyata sanggup mempelajari ilmu silat maha
sakti dalam waktu singkat... Hehehe... " - Sambil tertawa dingin tiada hentinya, dia tak sudi melirik
lagi ke arah Tham Beng.
Setebal-tebalnya muka Liong-heng-pat-ciang, merah juga mukanya demi mendengar sindiran
tersebut. Hui Giok merasa tak tenteram melihat kejengahan orang, dasarnya memang berhati mulia
sekalipun hatinya curiga setiap kali terkenang kembali pengalamannya ketika belajar silat di Huiliong
piaukiok serta caci-maki Tham Beng yang menuduhnya "goblok" dan "tidak berbakat" namun
selama ini ia selalu menganggap kejadian itu wajar, mungkin paman Tham memang tak ingin
menyaksikan dia belajar silat dan mengikuti jejak mendiang ayahnya sehingga mungkin hidupnya
akan berakhir dengan malang.
Oleh sebab itulah sejauh ini sama sekali tidak timbul rasa benci atau dendamnya terhadap
Tham Beng, pelahan sinar matanya menyapu pandang sekejap sekeliling tempat itu, namun
suasana tetap hening, jelas kehadiran tokoh silat yang bernama besar itu telah menggetarkan
perasaan mereka.
Diam-diam Hui Giok menghela napas, ia pikir "Ai, bagaimanapun juga paman Tham adalah
seorang tokoh persilatan yang luar biasa setiap gerak-geriknya maupun kata-katanya penuh
berwibawa hingga membuat orang tunduk serta tak berani membantahnya."
Padahal mimpipun ia tak menyangka bahwa rasa hormat kawanan jago itu terhadapnya
tidaklah kurang daripada rasa hormat mereka kepada liong heng-pat-ciang Tham Beng.
"Paman Tham," katanya kemudian dengan hormat setelah termenung sebentar, ada urusan
penting apakah jauh-jauh engkau datang kemari?" Liong-heng-pat-ciang tersenyum. "Belakangan
ini kudengar berita yang tersiar dalam dunia peralatan yang mengatakan bahwa kau telah berhasil
belajar ilmu sakti, aku jadi kuatir bercampur gembira, maka aku lantas datang kemari untuk
menengok dirimu."
Hui Giok sangat terharu mendengar kata-kata tersebut, jawabnya dengan tergegap, "Siautit
merasa berutang budi kepada paman Tham atas kesudianmu memelihara keponakan sampai
dewasa, entah kapan budi kebaikan ini baru dapat kubalas"
Beberapa patah kata itu betul2 diucapkan dari hati sanubarinya, sama sekali tidak ada rasa
pura-pura. suaranya menjadi tersendat hampir saja air matanya meleleh keluar, sambil mengelus
jenggotnya Liong-heng-pat-ciang Tham Beng menunjukkan sikap se-akan2 sangat terharu
mendengar kata-kata itu, sekulum senyuman ramah segera tersungging di ujung bibirnya.
"Ayahmu sudah lama meninggal dunia, sebagai sobat karibnya adalah wajar kalau aku
berusaha sedapat mungkin merawat keturunannya, Ai sayang aku terlampau sibuk oleh
pekerjaanku sehingga terhadap kalian menjadi kurang perhatian."
Setelah menghela napas panjang, tiba-tiba wajahnya kelihatan sangat menyesal
Hui Giok semakin terharu, matanya ber-kaca2 tenggorokan seperti tersumbat, tak mampu
mengucapkan sepatah kata pun.
Senyuman yang semula menghiasi bibir Tham Beng mendadak lenyap tak berbekas. sebagai
gantinya terlintaslah hawa nafsu membunuh yang dingin dan seram.
"Paman Tham, apakah kedatanganmu kemari masih ada urusan lain?" seru Hui Giok.
"Ya, benar!" sahut Liong heng pat ciang setelah memandang sekejap bayangan punggung
Leng kok-siang-bok. Mendadak ia memberi tanda, "cring" Pedang Bianglala Pian Sau yan dan si
Golok perenggut nyawa Lo Gi yang berdiri di samping segera melolos senjata masing-masing.
Para jago terkejut, demikian pula dengan Hui Giok, cepat serunya dengan tergegap "Paman
Tham apakah..."
"Kedatanganku ke sini selain untuk menjenguk dirimu, akupun hendak menuntut keadilan dan
kebenaran bagi umat persilatan akan kubalaskan dendam bagi kawan-kawan persilatan yang telah
mati terbunuh," tukas Tharn Beng dengan suara berat.
Air muka Hui Giok berobah hebat, "Tapi selama menjadi manusia, siautit tak pernah
mencelakai jiwa orang secara..."
"Bukan kau yang kumaksudkan?" kembali Liong-heng-pat-ciang menukas.
Tiba2 ia putar badan menghadap ke arah para jago, sesudah menjura lalu berkata dengan
lantang "Kukira hadirin sekalian tentu kenal dengan Mo-Seng, orang nomor tiga dari Pak-to jitsat?"
Ketika mengucapkan kata- ini, kebetulan Leng kok-siang-hok berpaling, sorot mata mereka
yang dingin memandang sekejap sekeliling tempat ini, kemudian berhenti pada senjata di tangan
Tiong-hong kiam dari Si-hun-to.
Dalam pada itu kawanan jago yang hadir di situ sama mendesis.
Liong-heng pat-ciang kembali memberi tanda suasana yang semula gaduh segera menjadi
hening yang terdengar hanya gesekan baju tertimpa angin, dalam pandangan para jago persilatan
perawakan tinggi kekar tokoh persilatan itu se-akan2 lebih kuat daripada Thay san, siapapun tak
berani memandang rendah kepadanya.
Tak usah kita persoalkan bagaimana watak serta prilaku orang nomor tiga dan Pak-to-jit sat
ini," kata Tham Beng lebih jauh dengan lantang, "yang pasti, ketika dia menemui ajalnya kebetulan
kuhadir dan menyaksikan kematiannya dengan mata kepalaku sendiri. Aku merasa kejadian ini
tidak adil, masa hanya disebabkan suatu perselisihan yang sangat kecil, Leng-kok siang-bok yang
juga sudah termashur karena keganasan dan kekejamannya itu telah membantai orang secara
keji." Leng kok-siang bok cuma tertawa dingin sambil tetap berdiri di tempat semula mereka sama
sekali tidak mengalangi Tham Beng untuk melanjutkan tuduhannya.
Air muka Huj Giok merubah hebat, sedang para jago ber bisik2 memperbincangkan soal itu.
Setelah hening sejenak, Tham Beng berkata lebih jauh "Memang antara diriku dan Pek to jitsat
tidak tersangkut hubungan sanak maupun keluarga, tapi demi menegakkan keadilan dan
kebenaran dunia persilatan, aku tak dapat berpeluk tangan setelah menyaksikan peristiwa itu.
Demi menegakkan keadilan dan kebenaran, selama puluhan tahun belakangan ini aku telah
pontang panting kesana kemari. seperti halnya saudara lihat sekarang, kedatanganku sekarang
juga disebabkan oleh alasan yang sama."
Dia merandek sejenak, lalu melanjutkan dengan suara keras, "Hari ini aku Liong heng-patciang
Tham Beng sengaja datang kemari mencari Leng-kok- siang - bok untuk menuntut balas
bagi Pak~to-jit-sat."
Sampai disini kembali ia memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya para jago
telah terpengaruh olehnya hingga tak seorang pun berani bicara, dengan wajah penuh
kebanggaan dia berkata lebih jauh, "Dalam pertarungan yang akan berlangsung hari ini, baik siapa
yang menang atau kalah, harap saudara sekalian jangan mencampuri urusan ini, bila ada di antara
kalian membantu aku Tham Beng, meski hanya suatu pukulan atau sekali tendangan, dia bukan
sahabatku lagi."
Kata-kata itu sepintas lalu kedengarannya gagah dan bersifat jantan, padahal diam-diam ia
sedang memperingatkan orang lain agar jangan membantu Leng-kok-siang-bok.
Pada dasarnya sebagian besar kawanan jago itu memang tidak menaruh kesan baik terhadap
Leng kok-siang-bok, tentu saja seruan tersebut disambut dengan sorak gegap gempita.
Sambil mengelus jenggotnya Liong-heng pat-ciang tertawa, pelahan ia memutar tubuhnya.
Sementara itu Hui Giok menjadi bingung, ia tak tahu kenapa paman Tham secara tiba-tiba bisa
membela Pak to-jit-sat, ia segera memburu ke depan untuk mencegahnya.
Tapi sebelum anak muda itu sempat mengucapkan sesuatu, Tham Beng sudah memberi
tanda, Tiang hong-kiam serta Si-hun-to segera menerjang ke muka, senjata mereka dengan
membawa kilatan tajam menyilaukan langsung menabas batok kepala Leng-kok siang-bok.
Selama peristiwa itu berlangsung, meski air muka Leng-kok-siang-bok tetap tenang tanpa
menunjukkan perubahan apapun namun diam-diam mereka menghimpun tenaga dalam untuk
menghadapi segala kemungkinan.
Maka begitu pihak musuh mulai melancarkan serangan, kedua orang bersaudara itupun
tertawa dingin Leng Ko-bok mengerutkan dahinya, waktu pedang berbentuk aneh dari Pian Sauyan
yang membawa sinar hijau hampir menyayat tubuhnya, tiba-tiba ia bergeser ke samping,
telapak tangannya cepat bergerak ke atas, ia balas mengancam jalan darah Hang-bun-hiat di
pinggang lawan.
Padahal para jago menyaksikan pedang Tiang hong-kiam Pian Sau-yan menyambar ke
tenggorokan Leng Ko-bok, siapa tahu dalam waktu sekejap saja telapak tangan maut manusia
aneh itu sudah berada di bawah iga Piau Sau-yan.
Menghadapi ancaman itu, cepat Tiang-hong kiam Pian Sau-yan bergeser ke samping,
pergelangan tangannya bergetar, seketika itu juga pedangnya menabas pergelangan tangan
lawan. Leng Ko-bok membentak keras, begitu terhindar dan sambaran pedang, dia lancarkan
tendangan kilat pada pergelangan tangan lawan yang memegang pedang.
Pian Sau-yan buru2 menarik tangannya ke bawah, tapi Leng Ko-bok terus berputar, ujung jari
tengah dan telunjuk setajam pisau menutuk Hu-ciat-htat di bawah tulang iganya.
Cepat Tiang-hong kiam Pian Sau-yan bergeser ke samping lagi, pedangnya berkembang
menciptakan selapis jaring sinar dan melancarkan serangan dahsyat ke muka pula.
Dingin air mukanya, nafsu membunuh terpancar dan balik matanya, jangan kira badannya
jangkung, tapi kelincahannya betul2 mengagumkan, pedang istimewa yang satu kaki lebih panjang
dari pedang biasa ini dimainkannya sedemikian gencar, setiap serangannya tertuju pada bagian
tubuh lawan yang mematikan.
Leng Ko-bok sendiri meski bertubuh jangkung, tapi dibandingkan Pian Sau-yan ternyata masih
kalah tingginya
Dalam waktu singkat, terlihatlah sekujur badannya yang kurus kering seolah-olah terhimpit
oleh serangan lawan yang dahsyat bagaikan tindihan gunung, dia lebih banyak bertahan daripada
menyerang. Merasa kedudukannya di atas angin, semangat Tiong-hong-kiam Pian Sau-yan tambah
berkobar jurus serangannya makin garang, kalau bisa rasanya dia ingin sekali tusuk menebas
kutung batok kepala Leng Ko bok.
Sementara itu di pihak lain, Leng Han-tiok dengan gerakan secepat angin berputar kian kemari
dengan lincahnya dia kurung Si-hun-to Lo Gi dengan serangan gencar"
Permainan golok duri Si-hun to Lo Gi mantap dan berat, setiap serangan yang dilancarkan
selalu disertai deru angin tajam, jurus2 serangannya tampak lambat tapi di tengah sinar goloknya
sama sekali tak ada peluang dia seperti tak acuh terhadap gerak tubuh Leng Han-tiok yang cepat,
seolah-olah tak memandangnya barang sekejap pun.
jurus serangannya yang berat dan mantap selalu mengancam bagian tubuh Leng Han-tiok
yang paling fatal, belasan jurus kemudian, permainan goloknya bertambah cepat, variasi
serangannya juga bertambah banyak.
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sendiri cuma berdiri di samping sambil mengelus jenggot,
ketika menyaksikan Tiang-hong kiam dan Si-hun-to melancarkan serangan yang indah, dia
manggut-manggur sambil tertawa.
"Bagus, bagus!" serunya berulang kali, Pat kwa-ciang Liu Hui yang berada di sampingnya ikut
bertepuk tangan sambil memuji tiada hentinya "Bagus, bagus" jurus serangan yang indah!"
Suasana jadi bertambah ramai lagi setelah kawanan jago yang ikut menonton pertarungan itu
ikut bersorak-sorai memberi semangat.
Padahal kalau berbicara dengan sesungguhnya pertarungan yang melibatkan ke empat orang
itu berlangsung dengan cepat luar biasa, di antara sekian banyak jago hanya beberapa gelintir
orang saja yang betul-betul dapat mengikuti perubahan serangan yang terjadi dalam gelanggang
pertarungan. Hanya pemuda berbaju hitam saja yang berdiri kaku itu, meski mukanya tanpa emosi, matanya
yang tajam tampak mengerling hina, seakan akan ilmu silat yang digunakan keempat orang itu tak
terpandang sebelah mata olehnya.
Hui Giok menjadi gugup, saking cemasnya peluh sampai membasahi jidatnya, walaupun ia
bermaksud menolong Leng kok siang-bok dan keadaan yang tidak menguntungkan itu, tapi ia pun
segan bermusuhan dengan "lnjin" (tuan penolong) paman Tham, karena itulah ketika dilihatnya
posisi Leng-kok-siang-bok semakin terdesak di bawah angin, tak tahan lagi pemuda itu lantas
berjalan menghampiri Tham Beng.
Tapi sebelum ia sempat buka suara sambil tersenyum Liong-heng-pat-ciang Tham Beng telah
berkata lebih dulu, "Sudah lama kudengar nama besar Leng-kok-siang-bok tapi setelah kujumpai


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari ini, hah, tak tahunya cuma begini begini saja, sungguh mengecewakan Anak Giok, coba
lihatlah kedua anak buahku itu bukankah ilmu silat nya lumayan juga?"
"Bagusnya memang bagus..." sahut Hui Giok tergegap, "Cuma..."
Sambil tersenyum, cepat Liong heng-pat ciang Tham Beng menyela, "Sepintas lalu walaupun
kungfu kedua orang ini tampaknya memiliki keistimewaan yang berbeda, apalagi jika kita lihat
senjata yang mereka gunakan, ilmu silat mereka lebih mirip aliran keras, padahal kenyataannya
kungfu mereka justeru menganut aliran cepat dan lincah, terutama Si-hun-to Lo Gi, permainan
goloknya makin lama semakin cepat, jurus serangannya juga makin cekatan, coba lihatlah jurus
Hui hoa-hud-hiat (memisah bunga menyambar jalan darah) yang barusan digunakan, bukankah
amat indah dan hebat?"
"Ya, benar, benar," kembali Hui Giok men jawab dengan tergegap, "cuma . "
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tertawa, tukasnya lagi: "Permainan pedang Tiang hong-kiam
Pian Sau-yan juga lumayan, meskipun dia menggunakan pedang pada jurus Tiang-hong koan jit
(bianglala menutupi matahari) barusan, padahal jurus itu berasal dari jurus tombak.
Coba lihatlah bukankah serangan yang dipakainya itu adalah jurus Hong-tiam-rau (burung
hong mengangguk)" Untunglah Leng Ko-bok cepat menghindar, kalau tidak . . cukup jurus
serangan ini nyawanya dapat dibereskan."
Semua keterangan itu diucapkan dengan senyuman dikulum, seakan-akan seorang guru
sedang menerangkan manfaat suatu jurus serangan terhadap muridnya.
Sambil manggut-manggut Hui Giok tak pernah mengalihkan pandangannya atas tubuh kedua
Leng bersaudara, dapat dilihatnya betapa kedua orang itu terdesak oleh serangan musuh yang
gencar, bahkan permainan kedua macam senjata aneh itu kian lama kian bertambah ganas,
terutama suara dentingan nyaring dari gelang gelang golok yang saling beradu betul-betul
membuat buyar konsentrasi orang.
Pada dasarnya kawanan jago yang hadir sudah keder terhadap Liong-heng-pat ciang, maka
sekarang merekapun ikut bersorak sorai memberi semangat untuk Tiang-hong-kiam dan Si hun-to.
Sementara itu, setelah berhenti sebentar Liong-heng-pat-ciang kembali berkata dengan
tersenyum, "Walaupun kurang adil rasanya bagi anak buahku yang bertarung melawan musuh
yang bertangan kosong, namun harus diingat bahwa pertarungan ini bukan pertarungan adu
kepandaian melainkan suatu pertarungan menuntut balas, tentu saja keadaannya berbeda sekali,
Bukankah demikian anak Giok?"
Dengan kaku Hui Giok terpaksa mengangguk "Ya, memang betul, cuma..."
Semakin cerah senyuman yang menghiasi wajah Liong-heng-pat-ciang, tampaknya dia ingin
memotong lagi perkataan Hui Giok itu. Tapi sekali ini anak muda itu telah berteriak lebih dulu,
"Sebetulnya siautit tak ingin banyak berbicara terhadap niat paman Tham untuk membalaskan
dendam bagi orang lain, tapi perlu paman ingat bahwa hingga kini kedua Leng bersaudara masih
dalam pertaruhan denganku, kukira tidak seharusnya kalau paman Tham."
"Tidak seharusnya kenapa?" tegur Liong-heng-pat-siang dengan air muka berubah.
Hm Giok tertegun, tapi sesudah mengenaskan napas panjang, lalu lanjutnya, "Kukira tidak
seharusnya paman Tham melaksanakan niatmu pada saat dan keadaan seperti sekarang ini."
Pengalaman yang semakin masak, ilmu silat yang semakin lihay dan kecerdasan yang
semakin tumbuh telah mengubah Hui Giok yang lemah jadi Hui Giok yang tangguh, akan tetapi
berhubung sejak kecil disebarkan dalam lingkungan pengaruh Tham Beng, otomatis rasa jeri dan
segannya terhadap Tham Beng masih tersisa dalam hatinya.
Itulah sebabnya untuk mengucapkan kata-kata semacam itu dia harus menggunakan tenaga
sekuatnya. Ia tidak tahu bahwa tindakan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sekarang selain dikarenakan ia
hendak membalas budi kepada Pat-to jit-sat yang berhasil menyelamatkan dia dari kepungan
ketika berada dalam perkampungan Long-bong-san-ceng tempo hari, yang penting lagi adalah dia
tak ingin pertaruhan antara Hui Giok dan Leng-kok-siang bok berlangsung lebih lanjut.
Hui Giok berpaling, ketika dilihatnya Thamn Beng berdiri membungkam dengan wajah dingin,
ia merasa agak kaget bercampur takut, tapi sebisanya pemuda ini berusaha mengendalikan
perasaannya itu, kembali katanya, "Paman Tham, bukan kah perkataan siautit masuk di akal?"
"Hmm" Liong-heng-pat-ciang Tham Beng mendengus, "urusan dunia persilatan bukan urusan
yang mudah kau ketahui, usiamu masih sangat muda, lebih baik..."
Sebelum kata-kata itu berakhir tiba-tiba Leng-kok-siang bok berpekik nyaring, tubuh mereka
berdua bergerak semakin cepat, gaya serangan pun ikut berubah, tiga kali pukulan berantai yang
dilancarkan secara gencar seketika itu juga memaksa Tiang-hong kiam dan Si-hun-to melompat
mundur ke belakang.
Pada kesempatan itu Leng Ko-Bok bergeser ke samping, kedua telapak tangannya menari
kian kemari dengan gencarnya, sebentar menebas ke kiri sebentar membacok ke kanan, dalam
sekejap mata ia sudah mencecar Tiang-hong kiam habis-habisan.
Pada saat yang sama, Leng Han-tiok juga melancarkan serangan ke arah Si-hun-to.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah melepaskan tujuh kali pukulan berantai,
sedemikian gencarnya serangan itu sehingga Tiang-hong kiam dan Si-hun-to tak bisa berkutik,
jangankan melancarkan serangan balasan, bertahan pun rasanya berat.
Selewatnya tujuh jurus serangan tadi, posisi Tiang-hong kiam dan Si-hun-to semakin kritis,
keadaan mereka sangat berbahaya.
Menyaksikan hal tersebut, Liong-heng-pat ciang mengernyitkan alis mata, sementara para jago
sama terdiam, hanya Hui Giok seorang yang berdiri dengan senyuman dikulum, sebab dia tahu
kedua bersaudara itu berhasil mengelabui musuhnya dengan suatu siasat pura-pura kalah yang
amat jitu. Pertahanan Tiang-hong-kiam dan Si-hun-to makin lama semakin kacau, tampaknya bila
pertarungan itu dibiarkan berlangsung lebih jauh, maka sepuluh gebrakan lagi mereka pasti akan
terluka oleh telapak tangan baja Leng kok-siang-bok.
Diam2 Hui Giok mengembuskan napas lega ia coba berpaling, dilihatnya air muka Liong-hengpat-
ciang Tham Beng bertambah serius kedua alis matanya makin berkerut, tak perlu melihat pun
dia tahu posisi Tiang-hong kiam dan Si hun to sudah berada dalam keadaan yang sangat
berbahaya. Tiba" Liong heng-pat-ciang Tham Beng berseru dengan dahi berkerut "Pa-cu!"
Pemuda baju hitam yang berada di depan sana mendadak melambung ke udara dan
melayang lewat di atas kepala Tiang hong kiam, Si hun-to serta Leng-kok-siang-bok, cepat sekali
gerak tubuhnya bagaikan rajawali yang melayang di udara.
Begitu melayang turun di depan Tham Beng dengan enteng pemuda itu menyahut "Pa cu
berada di sini!"
"Yakinkah kau akan kemampuannya." Than Beng bertanya dengan mata berkilat tajam.
"Hanya satu orang!" sahut pemuda baju hitam tanpa berpaling.
Kalau begitu suruh Sau yan dan Lo Gi menghadapi seorang, yang lain kau hadapi sendiri, jika
kalah, tak usah temui aku lagi."
Pemuda kekar itu tidak banyak bicara lagi, pelahan dia lepaskan sarung kulit aneh
dipinggangnya, isi sarung kulit itu adalah sebuah ruyung yang berwarna ke-perak2an, panjangnya
satu depa. "Sau-yan, menyingkir ke kanan," teriak Liong heng-pat ciang Tham Beng kemudian.
Keadaan Tiang hong-kiam Pian Sau-yan waktu itu sudah amat payah, jurus serangannya juga
kalut dan tak menurut kehendak hatinya lagi, maka begitu mendengar seruan tersebut, dia tarik
napas panjang pedang menyapu ke depan dengan jurus Heng sau-aan kun (inenyapu bersih
beribu prajurit)
Ketika Leng-ko-bok terdesak mundur, cepat ia berputar lalu menyusup ke samping Si-hun-to
dan melancarkan suatu tabasan kilat ke lambung Leng Han-tiok
Tentu saja Leng Ko-bok tidak membiarkan musuhnya kabur begitu saja, ia membentak sambil
memburu ke depan, pemuda kekar berbaju hitam itu bertindak cepat, ketika musuh akan bergerak
ke muka, ia bertindak lebih dulu, ia menyusup maju mengadang jalan Leng Ko-bok.
"Manusia liar yang tak tahu diri, kau juga ingin berkelahi"," teriak Ko-bok.
Pemuda baju hitam itu menggigit bibirnya menahan geram sehingga tampak kedua pipinya
melembung, dengan mata jelilatan seliar binatang buas dia menatap musuhnya tajam-tajam, lalu
teriaknya, "Kau mengatakan aku orang liar?"
"Ya, benar!" jawab Leng Ko-bok cepat "Sudah puluhan tahun ia malang melintang dalam dunia
persilatan tapi belum pernah menemui sinar mata sebuas itu, bergidik juga hatinya.
Air muka si anak muda baju hitam itu tiba-tiba berubah seram, ia menyeringai kemudian
telapak tangan kirinya diayun ke depan lima jarinya di pentang lebar-lebar, diancamnya jalan
darah Ing hiang, Hui-pek serta He-ciong di tubuh lawan.
Leng Ko bok membalik telapak tangannya ke atas, dengan tangan kanan dia tutuk urat nadi
musuh, sedang tangan kirinya membacok dada lawan.
Pemuda baju intan itu tertawa seram, ruyung perak tiba-tiba menuang ke muka secepat kilat,
jangan kira panjang ruyung itu cuma satu depa, dalam serangan tersebut ruyung yang pendek seakan2
berubah jadi lebih panjang satu kaki.
Leng Ko bok terkejut, cepat ia menarik kepalanya dan dada menyurut, sambil berputar badan
sekuatnya, dengan susah payah serangan itu dapat terhindar juga akhirnya.
Tentu saja pemuda baju hitam itu tak memberi kesempatan bagi musuh untuk berganti napas,
ruyung perak berputar, cahaya perak memancar seolah2 ribuan jalur sinar kilat yang menyilaukan
mata, serentak dia kurung sekujur tubuh Leng Ko-bok dengan rapat.
Dengan serangan yang luar biasa ini, posisi Leng Ko-bok makin kececar, hanya sekejap terasa
lah dari muka dan belakang, kiri dan kanan muncul sinar perak yang disertai desingan angin tajam
dalam keadaan demikian, kecuali menghindar sedapatnya boleh dibilang tak mampu melancarkan
serangan balasan lagi.
Hawa nafsu membunuh makin menyelimuti wajah pemuda hitam itu, sinar matanya semakin
buas, tiba-tiba tangannya bergetar ke depan, ruyung perak yang semula pendek berubah seperti
toja panjang dengan jurus Thay-san-ap teng (bukit Thay menindih kepala), dia hantam kepala
musuh. Sekali lagi Leng Ko-bok terdesak mundur tiga lnngkah, "Trak" letikan bunga api memancar ke
empat penjuru bersamaan dengan terhajarnya api unggun oleh ruyung perak itu.
Kayu-kayu arang yang membara dengan membawa lelatu api serentak bermuncratan di udara
dan menyambar ke tubuh Leng Ko-bok.
Pemuda itu menarik kembali ruyungnya dia putar badan terus menyabat pinggang lawan pula.
Leng Ko-bok tak berani gegabah, cepat dia melambung ke udara dengan gerakan Ui-ho congthian
(bangau kuning menembus angkasa) Pemuda baju hitam itu tarik kembali ruyungnya, segera
ia menutuk jalan darah Yong-coan niat pada telapak kaki Leng Ko-bok dengan jurus Liau-thun-itcu
(tonggak sakti menegak ke langit).
Cepat Leng Ko-bok tarik kaki dan menekuk pinggang, sesudah jumpalitan satu kali dia
melayang turun jauh ke sana, tapi belum sempat mengatur napas, percikan api yang menempel
dibajunya telah berkobar.
Pemuda hitam itu menyeringai seram, sambil menerobos maju ruyung perak berputar gencar
dan menghantam secara berantai, walaupun semua serangan dapat dihindari Leng Ko-bok, tapi
api yang membakar bajunya berkobar makin besar Dalam keadaan demikian dia hanya bisa
menghindar ke kiri berkelit ke kanan belaka dalam keadaan yang mengenaskan Liong-heng-patciang
tertawa dingin, sementara para jago lain sama menjerit kaget, siapapun tak menyangka
pemuda hitam yang baru pertama kali muncul dalam dunia persilatan ini ternyata memiliki kungfu
serta tenaga dalam yang sakti, sampai-sampai Leng-kok-siang-bok yang tersohor pun kewalahan
menghadapi dia.
Di pihak lain, Tiang-hong-kiam dan Si-hun-to yang bekerja sama menghadapi Leng Han-tiok
berhasil pula memperbaiki posisinya, mereka dapat bertempur makin mantap dan mulai berada di
atas angin. Cahaya senjata mereka menyambar ke sana ke man, sebentar ke atas sebentar ke bawah,
lalu ke kiri dan kemudian ke kanan, serangan mereka makin lama makin bertenaga dan tepat
sasarannya, M^skt dengan susah payah Leng Han tiok masih sanggup melayaninya, namun lamalama
menjadi gelisah juga.
Perlu diterangkan baik Tiong-hong-kiam Pian Sau-yan maupun Si-hun to Lo Gi adalah tokoh2
silat kelas satu dalam dunia persilatan, kungfu mereka tentu saja jauh lebih hebat daripada Patkwa-
ciang Liu Hui atau Koay be sin-to Kiong Cing yang, dengan kungfu mereka ini biasanya telah
merajai satu daerah.
Dan sekarang mereka bekerja sama untuk menghadapi seorang musuh yang sama, bisa
dibayangkan betapa berat serangan mereka, sekalipun Leng Han-tiok berilmu tinggi, lama-lama
tak tahan juga menghadapi kerubutan mereka.
Hui Giok jadi berdebar menyaksikan kejadian ini, mukanya sebentar pucat sebentar
menghijau, apalagi setelah menyaksikan keadaan kedua Leng bersaudara yang mengenaskan itu.
ia betul-betul me-rasa tak tega.
Teringat pada budi kebaikan mereka selama ini, akhirnya pemuda itu tak dapat mengendalikan
emosinya lagi, tiba-tiba ia membentak keras, "Tahan"
Secepat kilat ia terus menerjang masuk ke arena. Dalam bentakan tersebut rupanya ia
sertakan tenaga dalam yang sempurna. suara bentakan ibaratnya geledek yang menggelegar
bumi terasa berguncang.
Para jago terperanjat Tiang hong-kiam Pian su yan dan Si-hun-to Lo Gi yang sedang bertarung
pun tanpa terasa menghentikan serangan mereka."
"Apa yang hendak kau lakukan?" Liong-heng pat-ciang segera membentak
Hui Giok tidak menggubris bentakannya itu, kepada Tiang hong-kiam dan Si-hun-to ia berkata
seraya menjura: "Bersediakah saudara berdua memberi muka kepadaku dan sementara
menghentikan pertarungan?"
Meskipun Pian Sau-yan dan Lo Gi adalah Piautau kelas satu dari Hui-liong-piaukiok, tapi
sepanjang tahun mereka selalu melakukan perjalanan ke sana kemari, dengan demikian tidak
pernah berjumpa muka dengan Hui Giok sebelumnya, mereka hanya tahu Hui Giok punya
hubungan erat dengan Tham-congpiautau.
Berbicara selaku Bengcu Perserikatan orang persilatan Kanglam, ditambah pula ucapannya
yang sungkan dan ramah, kedua orang itu jadi tercengang dan buru2 membalas hormat.
Hui Giok tersenyum, sorot matanya beralih ke arah pemuda baju hitam, tapi ketika dilihatnya
permainan ruyung orang masih gencar, sedikitpun tiada tanda-tanda hendak menghentikan
pertarungan bahkan wajahnya yang bengis mengingatkan orang pada harimau buas yang siap
menerkam mangsanya seketika alis Hui Giok berkerut.
"Saudara Pa... " teriaknya
Belum lenyap suara bentakan itu, tiba-tiba pemuda baju hitam itu berpekik nyaring, ruyung
peraknya diputar makin gencar, padahal api yang berkobar di tubuh Leng Ko-bok sudah
membakar jenggot dan rambutnya, hal ini membuat keadaannya semakin mengenaskan.
Darah yang mengalir dalam tubuh Hui Giok jadi mendidih, ia tak peduli apakah kungfunya
mampu menandingi si pemuda baju hitam atau tidak, dengan suatu loncatan mendadak dia
menerjang maju.
"Keparat, kau juga ingin mampus?" bentak pemuda baju hitam itu dengan wajah seram.
Ruyung perak yang semula menyerang Leng Ko~bok mendadak ditarik kembali lalu menyabat ke
arah Hui Giok Serangan itu membawa kekuatan yang mengejutkan, angin menderu bagaikan amukan angin
puyuh, Melihat itu kedua Leng bersaudara jadi kaget Liong-heng-pat-ciang juga terkesiap, sedang
para jago berteriak tertahan, semua orang menganggap Hui Giok yang lemah lembut dan
bertangan kosong itu pasti bukan tandingan pemuda baju hitam yang menyerang seperti harimau
gila itu. Hui Giok sendiri juga terkesiap oleh serangan dahsyat itu, ketika sinar keperak-perakan itu
hampir bersarang di kepalanya, tanpa pikir lagi tangan kirinya bergerak ke depan, sementara
tangan kanan berputar setengah lingkaran dan balik mencengkeram ujung ruyung tersebut.
Jurus serangan mi merupakan salah satu jurus ampuh yang tercatat dalam kitab pusaka Haythian-
pi-lok. kungfu ini sudah puluhan tahun lenyap dan peredaran dunia persilatan.
Kawanan jago hanya merasa pandangan jadi kabur, tahu2 ujung ruyung sudah terpegang oleh
Hui Giok. Leng-kok-siang bok terbelalak kegirangan.
Liong-heng-pat-ciang berubah pucat, sedang pemuda baju hitam itu segera menghardik
"Lepas."
Dengan kaki terpantek di tanah bagaikan tonggak baja, sekuat tenaga ia betot ruyungnya ke
belakang. Waktu itu Hui Giok sama sekali tak menyadari betapa kuat tenaga dalam yang dimilikinya,
ketika berhasil serangan yang pertama tadi, dia sendiri ma lah tertegun, maka ketika timbul tenaga
yang maha dahsyat membetot ruyung, serta merta ia lepas lengan dan ruyung itupun terlepas dan
genggamannya. Sekali lagi para jago menjerit kaget, sebaliknya pemuda baju hitam itu dengan wajah bangga
melancarkan serangan lagi dengan ruyungnya.
Setelah pengalamannya tadi, pemuda baju hitam itu bertindak lebih hati2. ia kuatir ruyung akan
ditangkap lagi oleh lawannya, maki dalam serangan ini ruyungnya disertai tenaga penuh dan
berbagai gerak perubahan.
Tak terduga, Hui Giok ayun tangan kiri dan memutar tangan kanan ke atas, dengan sangat
mudahnya ia berhasil menangkap lagi ruyung, ruyung itu bahkan tenaga murni si pemuda baju
hitam yang tersalur pada senjata itupun dipunahkan.
Dengan peristiwa ini, bukan saja para jago terperanjat sampai2 pemuda baju hitam itupun
melongo bingung, sungguh ia tak tahu kenapa lawan beruntun dua kali berhasil menangkap ujung
ruyungnya dengan suatu gerakan yang sederhana.
Se-akan2 merogoh barang dalam sakunya sendiri saja.
Tentu saja ia tak menyangka jurus serangan Hui Giok barusan bernama Tam-nang ci but
(merogoh saku mengambil benda) dan merupakan jurus ajaib dalam ilmu silat, jangankan cuma
dua jurus serangan, sekalipun dia menyerang sepuluh kali dengan tipu yang berbeda, cukup
dengan suatu gerakan yang sederhana ini Hui Giak juga tetap mampu memegang ujung
ruyungnya. "Lepas." bentak pemuda baju hitam setelah merandek sejenak dengan gigi gemertukan
Kali ini Hui Giok juga sudah siap sedia, tenaga murni disalurkan penuh, tubuh terpantek
bagaikan tonggak, ketika musuh membetot ruyungnya, dia juga membetot ke belakang.
"Krak!" ruyung pemuda baju hitam itu patah jadi dua bagian.
Karena pemuda baju hitam itu sedang membetot dengan sekuat tenaga, maka begitu
senjatanya putus, ia tak mampu mempertahankan keseimbangan badannya lagi, dia terhuyung ke
belakang dan hampir saja jatuh terjengkang.
Semua orang bersorak, Leng kok siang bok kegirangan, yang aneh adalah Tiang hong kiam
dan Si hun to diam2 mereka pun senang.
Kiranya pemuda itu bernama Biau Pa, dia adalah seorang yatim piatu dari daerah Biau, sejak
kecil berlatih hingga bertenaga kasar serta ilmu silat yang beraneka ragam, suatu ketika bakatnya
yang bagus itu ditemukan Liong heng-pat ciang, maka dia diterima sebagai muridnya dan diajari
ilmu silat otomatis kungfunya memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Sejak diketahuinya bahwa ia sangat dimanja Liong-heng-pat ciang, sikapnya terhadap Pian
Sau yan dan Lo Gi atau kawanan Piausu lainnya jadi berbeda. ia tak pandang sebelah mata


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terhadap orang-orang itu, sedang orang lainpun sedikit banyak segan terhadapnya karena dia
bertenaga sakti dan berilmu tinggi, otomatis banyak orang yang sakit hati kepadanya. Maka
setelah menderita kekalahan sekarang orang lainpun ikut bergirang.
Air muka Liong-heng-pat-ciang berubah hebat sedangkan si pemuda baju hitam alias Biau Pa
masih berdiri melongo sambil memandang ruyungnya yang patah, agaknya ia tak percaya kalau
tenaga saktinya yang tiada tandingan itu telah ketemu batunya.
Setelah termangu sejenak, akhirnya ia membentak keras dan menyerbu lagi ke depan.
Berhasil dengan serangannya yang pertama, kepercayaan Hui Giok atas kemampuan sendiri
bertambah besar, ia putar ke samping menghindarkan terkaman musuh, kemudian dengan
menggunakan kutungan ruyung tadi ia menyabat.
Sabatan ini seperti sekenanya, tapi sebenarnya mengandung daya serang yang dahsyat, Biau
Pa buru2 berkelit ke samping.
Secepatnya dia menghindar tapi ujung bajunya tersambar juga oleh sabatan ruyung patah Hui
Giok Berbicara soal kepandaian silat, kendatipun dia kalah setingkat dibandingkan Hui Giok, tapi
pengalaman tempur jauh lebih banyak daripada Hui Giok, andaikata ia dapat bertarung dengan
hati yang tenang, mungkin dia tak akan sampai dikalahkan secepat itu.
Tapi kenyataannya sekarang, walaupun sikap nya tetap garang dan buas, tapi nyalinya sudah
keder oleh keampuhan ilmu silat Hui Giak, setelah pikiran kalut dan nyalinya pecah, andaikan
beradu jiwa juga tiada gunanya.
Liong heng-pat-ciang berkerut kening, cepat ia membentak "Pa-cu, tahan!"
Berbareng dengan itu ia melangkah maju dengan pelahan, tubuhnya yang tinggi besar dengan
sekali loncat sudah tiba di samping Biau Pa. ia merampas kutungan ruyung perak dan tangan
pemuda baju hitam itu, lalu menghardik, "Kenapa belum juga mundur!"
Gerak maju dan merebut senjata ini bukan saja cepat bahkan tepat, sungguh sangat
mengejutkan. Gerak tertawa berkumandang dan samping arena di mana para jago berada, dengan muka
kelam Biau Pa mundur beberapa langkah, lalu putar badan dan lari pergi dan situ.
Sambil memegang kutungan ruyung Liong heng pat ciang sama sekali tidak memandang
sekejap pun pada Biau Pa, sebaliknya ia tersenyum ke pada Hui Giok.
Senyuman itu dalam pandangan orang lain mungkin merupakan suatu senyuman biasa, tapi
Hui Giok jadi bergidik tiba-tiba teringat kembali masa kecilnya waktu berada di Hui liong piauwkiok,
ia sering melihat senyuman semacam itu menghiasi wajah sang paman Tham, tapi entah
mengapa ia selalu merasa dibalik senyuman yang ramah itu seakan-akan terselip sesuatu yang
membuatnya merinding, setiap kali ia bercakap cakap atau bermain dengan Tham Bun-ki, paman
Tham selalu menampilkan senyuman seperti itu dan mengajak puterinya berlalu.
Suatu kali tanpa disengaja ia masuk ke kamar paman Tham, waktu itu paman Tham sedang
mempermainkan semacam benda di atas meja, ketika melihat ia masuk, senyuman seperti itulah
segera tersungging di bibirnya, lalu ia diberitahu agar selanjutnya jangan masuk ke kamarnya lagi.
Bilamana ia mendapatkan sebuah benda yang disukainya, seringkali sang paman Tham akan
membawa senyuman semacam itu dan mengambil benda tadi, bahkan memberitahukan padanya
bahwa sebagai pemuda tak boleh terlalu banyak bermain sehingga lupa pada tugas seorang
muda. Ia tidak pernah dendam terhadap semua kejadian ini, karena dia menganggap paman Tham
telah memberi nasihat kepadanya, agar dia belajar baik Tapi entah mengapa, demi melihat
senyuman tersebut pada saat dan keadaan seperti sekarang ini tiba-tiba saja kenangan lama
terlintas kembali dalam benaknya, membuatnya bergidik seperti apa yang dialaminya waktu kecil
dulu. Tanpa terasa ia menyurut mundur selangkah.
Liong-heng-pat-ciang tersenyum, katanya lagi "Orang selalu berkata bahwa pekikan burung
Hong muda tentu lebih nyaring daripada burung Hong tua. Hiantit, kau betul-betul telah membuat
kejutan, kesuksesanmu sudah tentu sangat menggirangkan paman, tapi kukira lebih baik kau
menyingkir saja."
Ia tidak menunggu jawaban Hui Giok, begitu selesai bicara dia lantas putar badan dan
menghadap ke arah Leng kok siang bok, sambil mempermainkan kutungan ruyung di tangannya,
ia berkata pula sambil tersenyum, "Kungfu kalian berdua memang cukup mengagumkan sampai
aku jadi gatal tangan, bila kalian berdua tidak terlalu mengandalkan tenaga Hui hiantit. . hendak
kutantang kalian berdua untuk bertarung!"
Begitu maksudnya diutarakan, para jago jadi terperanjat diam2 mereka bersyukur karena
dapat menyaksikan pertarungan yang jarang ditemui di dunia persilatan ini, sementara orangorang
yang berdiri di belakang serentak berkerumun maju ke depan.
Selama belasan tahun nama besar Liong-heng pat ciang menggetarkan Kangouw, tapi belum
pernah seorang jago silatpun yang pernah menyaksikan tokoh ini turun tangan sendiri maka tiada
yang tahu sampai di manakah tinggi rendahnya kepandaian tokoh termasyhur ini.
Suasana kembali menjadi gaduh, diam2 para jago mulai berbisik memperbincangkan soal ini
bahkan ada yang mulai bertaruh.
"Ayo coba tebak, pada jurus yang keberapa liong heng pat ciang akan mengalahkan kedua
bersaudara keluarga Leng itu?"
"Lima puluh jurus!"
"Tiga puluh jurus!"
"Aku bertaruh lima belas tahil pegang tiga puluh jurus?"
"Aku bertaruh seekor kuda, pegang lima puluh jurus."
Ternyata tak seorang pun yang berani mengatakan bahwa Leng-kok-siang-bok yang akan
menangkan pertarungan ini.
Air muka Leng kok siang bok berubah jadi kelabu menyeramkan, tidak ada yang tahu apa yang
sedang dipikirkan kedua bersaudara ini.
Menghadapi mati dan hidup mereka tetap menunjuk ketenangan yang mengagumkan, diamdiam
para jago sama memuji.
Kedua bersaudara itu hanya melirik sekejap ke arah Hui Giok dengan pandangan hambar,
setelah membereskan pakaian mereka bersama-sama maju ke hadapan Liong-heng-pat ciang,
tanya mereka dengan dingin, "Akan Pibu (beradu silat) atau..."
Liong heng pat ciang terbahak-bahak, "Mau Pibu atau apa saja, kalian berdua boleh maju
bersama" Berbicara sampai di sini, mendadak telapak tangannya diayun ke depan, selarik cahaya perak
segera meluncur ke angkasa bagaikan meteor, hanya sekejap saja cahaya itu lantas lenyap tak
berbekas sambitan yang disertai tenaga dalam yang amat sempurna itu sudah tentu menimbulkan
kegemparan para jago, seruan kaget tertahan berkumandang di sana sini, sementara Tiang-hong
kiam dan Si-hun to menyurut mundur beberapa langkah.
Helaan napas dan seruan tertahan bergema, tapi Hui Giok seolah-olah tidak mendengar
apapun ia sedang berpikir apa makna yang sebenarnya dari kerlingan Leng kok siang-bok
kepadanya barusan.
Hanya dia saja yang dapat memahami betapa beratnya perasaan kedua kakek yang berwajah
dingin dan kaku ini, hanya dia yang dapat merasakan betapa berdukanya dan kerlingan itu.
Kerlingan itu mengandung arti perpisahan antara mati dan hidup juga mengandung luapan
perasaan kasih sayangnya terhadap Hui Giok seakan-akan mereka merasa menyesal karena tak
dapat menyaksikan anak muda itu mencapai kesuksesan dan tersohor namanya dalam dunia
persilatan, karena mereka cukup menyadari arti dan pertarungan ini, merekapun menyadari baik
soal kungfu maupun tenaga dalam, mereka berdua bukan tandingan Liong-heng pat-ciang.
Seketika itu Hui Giok merasa pikirannya sangat kalut dan bingung.
Berbicara soal budi, Liong-heng pat ciang yang memeliharanya hingga dewasa, tapi tanpa
Leng kok siang bok, dapatkah ia sukses seperti hari ini"
Berbicara soal hubungan batin, kendatipun Leng kok-siang bok bermuka dingin dan kaku, tapi
kebaikan mereka terhadap dirinya begitu mendalam sehingga wajah kaku mereka tidak dapat
menutup rasa kasih sayang mereka padanya.
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba Liong heng pat-ciang bertepuk tangan dan bergelak
tertawa, "Hahaha, aku Tham Beng bila dengan tangan kosong tak mampu mencabut nyawa
kalian, maka utang lama atau baru akan kuhapus sampai disini saja, Mari, mari".
Nyaring amat gelak tertawanya. Di tengah gelak tertawa itulah pelahan Liong heng-pat-ciang
maju ke muka dan menghampiri Leng-kok-siang bok.
Dua saudara Leng dari lembah dingin ini serentak terpencar ke samping kiri dan kanan,
mereka tak berani gegabah, diawasinya setiap langkah Liong-heng-pat ciang tanpa berkedip.
Sekejap mata kemudian, tubuh yang tinggi besar itu sudah berada tiga langkah di depan Leng
kok-siang-bok, dalam jarak sedekat ini cukup baginya untuk mengayunkan tangannya dan niscaya
jalan darah kedua Leng bersaudara dapat dicapainya. Hui Giok angkat kepalanya, kebetulan sinar
mata Leng-kok siang bok yang dingin sedang mengerling ke arahnya.
Seketika itu juga kerlingan tersebut mengobarkan semangat Hui Giok, terasa darah dalam
tubuhnya bergolak.
"Tahan! bentaknya tiba-tiba, walaupun tidak terlalu nyaring bentakan itu namun pada saat dan
keadaan seperti ini, kedudukan Hui Giok dalam pandangan semua orang sudah berbeda, maka
semua orang pun segera mengalihkan perhatian mereka kepada pemuda itu.
Dalam pada itu Hui Giok telah bertindak, dia bergerak maju ke muka dan berdiri di samping
Leng kok-siang-bok sambil merentangkan kedua tangannya untuk merintangi sang paman.
Berubah air muka Liong-heng pat ciang, tegumya: "Hm, kini sayapmu sudah mulai tumbuh,
apakah kau juga ingin mencoba kepandaian paman Tham?"
"Mana berani!" sahut Hui Giok cepat dengan tangan diluruskan ke bawah.
Liong-heng pat ciang Tham Beng tersenyumm "Kalau begitu, mundurlah dan situ!"
Hui Giok tidak mundur, sebaliknya malah menengadah sambil berkata lagi dengan nyaring
"Maaf paman, keponakan takkan mundur dari sini, justeru keponakan memberanikan diri akan
memohon kepada paman Tham agar lepas tangan tunggu dulu setelah menang atau kalah
pertaruhan kami sudah diketahui."
"Hehehe! bagus, bagus sekali!" Liong-heng-pat-ciang menukas sambil tertawa dingin. "Apakah
tindakanku sekarang juga harus di bawah perintah mu?"
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba ia mendorong bahu Hui Giok sambil
membentak "Minggir"
Mencorong tajam sinar mata Hui Giok, ia tidak menghindar juga tidak berkelit, maksudnya
serangan itu akan diterimanya begitu saja.
Siapa tahu, setelah urat penting mati hidupnya tertembus, otomatis tenaga murni yang
terkandung dalam tubuhnya akan menimbulkan daya perlawanan terhadap pukulan orang lain,
seperti halnya orang biasa yang memegang sesuatu benda panas secara refleks tangannya
segera diangkat kembali.
Dengan daya refleks ini, meski dia tidak bermaksud menghindari serangan Tham Beng, tapi
ketika angin serangan menyentuh badannya, tanpa terasa tangan kirinya membalik ka atas dan
langsung memotong urat nadi pergelangan tangan lawan.
Liong heng-pat ciang berkerut kening, pergelangan tangannya digetarkan serangannya juga
berubah arah. Siapa tahu tangan Hui Giok seperti tumbuh mata, ke manapun serangan itu beralih, jarinya
selalu membuntutinya dan tetap mengancam pada urat nadi pergelangan tangannya, pada
hakekatnya Hui Giok sendiripun tidak tahu kenapa tangannya bisa berputar seperti itu bagaikan
hal itu sudah sewajarnya saja, dengan leluasa dan begitu bebasnya tangan itu berputar ke sana
kemari. Dia tidak tahu kitab pusaka Hay thian-pi-lok adalah kumpulan ilmu silat maha sakti yang
diciptakan oleh Hay-thian ko-yan (si walet dari Hay-thian), seorang tokoh sakti dunia persilatan.
Pada masa mudanya Hay thian ko yan malang melintang dalam dunia persilatan boleh di
bilang ilmu silat dan pelbagai perguruan di dunia ini berhasil dipelajarinya maka tidak heran jika isi
kitab pusaka Hay-thian-pi-lok terdiri dan intisari ilmu silat berbagai aliran.
Selama satu tahun terakhir ini, setiap hari Hui Giok mengapalkan isi kitab pusaka itu dengan
tekun, boleh dibilang catatan dalam kitab itu sudah apa semua di luar kepala, padahal ilmu
pukulan yang digunakan Liong heng~pat ciang tercantum pula dalam kitab Hay-thian-pi-lok,
dengan demikian maka tanpa disadari Hui Giok, setiap jurus yang digunakan anak muda itu justru
merupakan jurus anti pukulan Liong-heng-pat ciang itu.
Begitulah, kedua orang itu terus bergeser kian kemari sudah tentu para jago tak paham akan
rahasia di balik pertarungan itu, mereka sama terbelalak dan melongo heran.
Sedingin es wajah Liong-heng-pat ciang, sungguh tak terlukiskan rasa kagetnya, Setelah
bertarung tiga putaran tiba-tiba ia tarik kembali serangannya setelah mengamati sekejap wajah Hui
Giok, lalu dia terbahak-bahak.
"Hahaha! Anak Giok, apa kau betul-betul ingin berkelahi dengan pamanmu?"
"Keponakan berharap paman Tham suka berbuat kebaikan dan sudahi persoalan hari ini
sampai di sini saja!" sahut Hui Giok sambil membusungkan dada.
Sebetulnya ia merasa tubuh Tham Beng terlampau tinggi besar, tapi setelah ia busungkan
dadanya tiba-tiba dirasakan bahwa ia sama tingginya dengan Tham Beng, serta merta rasa jeri
yang semula mencekam itu lenyap beberapa bagian.
Berkilat sinar mata Tham Beng otaknya berputar keras, sejak belasan tahun berselang ia
sudah berambisi ingin menjadi pemimpin dari para jago silat dunia persilatan, ia merasa betapa
aibnya jika seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan tak mampu dikalahkannya.
Karena itu, meski hawa marah membakar hatinya dan menimbulkan nafsu membunuh namun
wajahnya masih tetap tersungging senyuman katanya, "Berbicara hubungan kita, seharusnya apa
yang kau mohon tak boleh kutolak dengan begitu saja, akan tetapi . ya, kecuali hari ini saja bila
lain kali kau..."
"Keponakan hanya minta agar paman Tham menunggu sampai menang atau kalah di antara
aku dan kedua Leng locianpwe ini diketahui," tukas Hui Giok cepat, ia keputusan akhir sudah ada,
maka bagaimanapun hasil pertarungan antara paman Tham melawan Leng-locianpwe berdua
Siau tit tak akan mencampurinya "
Dalam mengucapkan kata-kata tersebut ia sama sekali tidak merendahkan atau melemaskan
posisi Leng-kok-siang bok hal ini tentu saja menumbuhkan rasa terima kasih yang amat sangat
dalam hati kedua orang aneh itu.
Leng kok-siang-bok adalah tokoh persilatan yang sudah lama tersohor namanya dalam duma
persilatan, seandainya Hui Giok menampilkan diri karena bertujuan melindungi kedua orang itu
maka Leng-kok-siang-bok akan lebih baik mengadu jiwa daripada unjuk kelemahan di hadapan
jago2 persilatan lainnya.
Tapi nyatanya sekarang Hui Giok berkata bahwa tindakannya itu adalah demi menjamin
kelancaran pertaruhannya dengan kedua Leng bersaudara itu meskipun tujuan sebenarnya
hendak menolong mereka berdua.
Soal gengsi bagi orang persilatan seringkali di pandang lebih berharga daripada nyawa sendiri,
Hui Giok memang tak berpengalaman tetapi dengan wataknya yang mulia dan bijaksana, ia
merasa tidak seharusnya melukai gengsi orang baik dalam tindakan maupun perkataan justru
karena watak mulia dan bijaksananya inilah di kemudian hari ia dapat menjadi seorang pemimpin
dunia persilatan yang dihormati dan disegani baik oleh orang-orang kalangan Hek-to maupun oleh
orang-orang golongan Pek to.
Berkilatlah mata Liong-heng pat-ciang Tham Beng, tiba-tiba ia putar badan, lalu membentak
nyaring "Sudahkah kalian dengar perkataan Hiu-taysianseng tadi?"
Melengak semua jago mendengar pertanyaan itu, dalam pada itu Tham Beng telah
membentak pula, "Sebelum menang atau kalah dalam pertaruhan mereka diketahui. barangsiapa
berani berbuat hal2 yang tidak menguntungkan Leng-kok siang bok, itu sama artinya dengan tidak
memberi muka kepada aku Liong heng-pat-ciang."
Meskipun dengan alasan ini ia bermaksud menyelamatkan muka sendiri, tapi ucapan itu cukup
kereng dan gagah.
Maka ketika para jago menyatakan kesanggupannya air muka Liong-heng-pat-ciang pun pulih
kembali dengan senyuman ramahnya ia berkata lagi: Aku dan Hui-taysianseng telah berhubungan
selama dua keturunan, maka setiap perkataan yang di ucapkan Hui-taysianseng sama pula seperti
apa yang kuucapkan sendiri barang siapa merasa dirinya sebagai sahabat Tham Beng, untuk
selanjutnya juga harus menganggap Hui taysiansecg sebagai sahabatnya"
Demi mempertahankan gengsi dan kedudukan sendiri, mau-tak mau ia harus mengangkat
tinggi juga kedudukan Hui Giok.
Sekali lagi para jago menyambut seruan itu dengan sorak gegap gempita.
Hui Giok terharu sekali atas kejadian ini. "Ai bagaimanapun juga, paman Tham memang baik
kepadaku!" demikian pikirnya.
sementara itu Liong heng pat-ciang telah berpaling dengan wajah berseri di genggamnya
tangan pemuda itu erat-erat, lalu berkata "Giok-ji, paman betul-betul ikut merasa gembira atas
kesuksesan yang kau capai sekarang, arwah ayahmu di alam baka tentu juga akan ikut
bergembira menyaksikan keberhasilanmu ini."
Waktu bicara tampak sikapnya amat simpatik, seakan-akan ucapan tersebut betul-betul timbul
dari lubuk hatinya.
Hui C'iok merasakan hawa hangat yang terpancar masuk lewat tangan orang yang lebar, apa
lagi menyinggung soal ayahnya, Hui Giok semakin terharu, ia termangu sesaat lamanya, dengan
tergegap ia berkata "Budi kebaikan paman Tham tak ternilai tingginya, selama hidup keponakan
tak akan melupakannya"
Liong heng-pat-ciang Tham Beng menghela napas panjang, katanya, "Ai, walaupun
kedudukan kita sekarang tampaknya bermusuhan tapi pada hakikatnya semua itu adalah hasil
permainan busuk kaum keroco dunia persilatan. Kuharap sikapmu kepadaku selanjutnya masih
juga seperti dulu, bila kau merasa orang orang lain bersikap dingin dan kejam kepadarnu,
pulanglah ke rumahku, paman Tham akan menyambut kedatanganmu dengan senang hati."
Perkataan yang penuh kehangatan membuat Hui Giok sangat terharu, air mata pun
berlinang2. Adegan ini tentu saja membikin tercengang kawanan jago lainnya. mereka tidak mengerti
kenapa Tham-congpiautau dari Hui liong-piaukiok bisa bersikap begitu mesranya dengan Bengcu
perserikatan orang-orang Kanglam sesudah berlangsungnya pertarungan tadi.
Go Peng dan si Jengger Ayam Pau Siau-thian yang berdiri di tengah kerumunan orang banyak
itu saling pandang sekejap, saling memberi isyarat, Lalu Pau Siau-thiam juga melirik sekejap ke
arah Koan jiya.
Koan-jiya manggut-manggut setelah menghela napas a berkata, "Ya, pada hakekatnya dunia
persilatan itu seperti satu keluarga besar, jika Tham-cong-piautau bisa bekerja sama dengan Huitaysianseng,
hal ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang patut digirangkan.
Pau Siau-thian dan Go Peng mendengus, tapi Koan-jiya pura2 tidak mendengar.
Setelah pertarungan berakhir, untuk menyatakan perguruannya juga berhubungan intim
dengan Tham-congpiautau, sebetulnya dia ingin maju ke muka dan mengucapkan beberapa kata
yang dapat meningkatkan martabatnya di mata umum.
Tapi sebelum Koan-jiya maju ke muka, Liong heng-pat-ciang Tham Beng telah menggenggam
tangan Hui Giok kencang2 dan berkata lagu "Setelah lama berpisah sebenarnya aku ingin
berkumpul lebih lama denganmu tapi apa daya kalau urusan lain sedang menunggu
penyelesaianku, mau tak mau aku harus pergi lebih dulu Baiklah, bila urusan telah selesai semua,
tentu aku akan mengajak kau bercakap2 sepuasnya."


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saking terharunya, waktu itu Hui Giok merasakan tenggorokannya seperti tersumbat, sepatah
katapun tak mampu diucapkan, dia hanya manggut belaka. Dengan dingin Liong beng pat-ciang
mengerling sekejap ke arah Leng-kok-siang-bok, seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat
itu segera dibatalkan.
"Aku pergi dulu!" akhirnya dia berseru.
Sekali lagi ia genggam tangan Hui Giok sebelum pergi, tapi beberapa langkah kemudian tiba2
ia berpaling dan menambahkan: "Bun-ki baik2 saja ia sering membicarakan tentang dirimu."
Hui Giok sedang mengantar kepergian sang paman dengan langkah pelahan, demi
mendengar perkataan itu dia merandek dan tertegun.
"Benarkah dia masih memikirkan diriku " Masa ia masih ingat padaku?"
Semua sikap dan bayangan orang seolah-olah meninggalkan dia, kini yang tersisa hanya
bayangan tubuh "Tham Bun ki.
Bagaimana menderitanya, betapapun sedih dan betapa ia berusaha melupakannya namun
kenangan itu ternyata sudah terukir dalam2 di lubuk hatinya.
Meski kenangan itu sudah lama lalu namun kenangan lama itu terasa masih baru, ia terbayang
kembali pemandangan dalam taman rumput yang hijau, bunga beraneka warna menyiarkan bau
harum semerbak, di situlah ia bermain gundu dengan Tham Bun-ki.
Betapa murninya perasaan itu, sekalipun ia akan mendapatkan segalanya namun saat-saat
yang manis, saat2 yang mesra itu tak mungkin kembali lagi, sekalipun ia dapat mempelajari segala
kepandaian, segala pengetahuan, namun ia tak akan berhasil mendapatkan cinta yang suci dan
polos seperti itu. Selama hidup manusia hanya mengalami satu kali cinta pertamanya, seperti juga
hanya sekali saja manusia mengalami kelahiran dan kematiannya.
Dengan termangu-mangu ia berdiri di situ hampir saja lupa di manakah ia berada waktu itu.
Ketika ia menengadah, tahu-tahu Leng-kok-siang-bok telah berdiri berjajar di hadapannya, sedang
Liong - heog - pat - ciang entah ke mana perginya.
Leng Han-tiok sedang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca karena air mata.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tegurnya kemudian sambil menghela napas.
"Kenangan lama," Hui Giok tertawa pedih.
"Aku sedang membayangkan kenangan lama."
Tiba tiba ia bertanya "Apakah kalian juga pernah memenangkan kejadian masa lalu?"
Kedua Leng bersaudara saling pandang sekejap, lalu mengangguk.
"Setiap orang tentu mempunyai kenangan" kata Hui Giok lebih jauh, "ada yang mempunyai
kenangan manis, ada yang mempunyai kenangan pahit, kenangan manis ibaratnya sejumlah
kekayaan, jika kekayaan dapat ludes, maka kenangan tak akan lenyap untuk selamanya.
Kenangan orang yang miskin terkadang jauh lebih berharga daripada kenangan orang kaya,
percayakah kau akan hal ini?"
"Ya, benar!" kedua Leng bersaudara menghela napas sambil mengangguk.
Setelah termenung sebentar, Hui Giok berkata lebih jauh, "Ada orang yang berjuang
sepanjang hidupnya dan berhasil mendapatkan nama, kedudukan dan kekayaan seperti yang
diharapkan, tapi bila memandang ke belakang, ternyata kenangannya penuh dengan penderitaan
dan penghinaan, sebaliknya ada yang hidup sengsara, tapi dikala usia lanjut, ketika ajal hampir
tiba, ia mempunyai banyak kenangan indah. Coba bayangkanlah manusia yang manakah yang
lebih bahagia di antara ke dua jenis manusia itu?"
Kedua Leng bersaudara termenung, sebelum mereka memberikan jawaban, tiba2 terdengar
suara gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang memecah kesunyian.
Hui Giok terkejut dan berpaling "Siapa?" hardiknya.
"Hahaha, Hui-taystanseng, baik-baikkah selama ini?" gelak tertawa seseorang kembali
menggema di angkasa.
Berbareng dengan berakhirnya gelak tertawa itu. dari balik batu di kegelapan sana muncul
sesosok bayangan dengan gerakan cepat ia melayang tiba.
Orang ini berperawakan tinggi besar, jenggotnya berkibar terembus angin, tangan kirinya
memegang kipas, Hui Giok segera kenal orang ini sebagai Sin-jiu Cian Hui yang sudah berpisah
hampir setahun lamanya.
Baru saja kawanan jago mengantar kepergian Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, kini
mendadak muncul lagi Sin-jiu Cian Hui, semua orang menjadi gempar, siapapun tak menyangka
pemilik perkampungan Long-bong-san-ceng yang jauh terletak di Kanglam bisa datang ke wilayah
Tionggoan sini. Hal ini seakan-akan telah membuktikan dugaan-dugaan mereka tadi, yaitu lima
puluh lima jiwa penghuni kantor Hui liong-piaukiok cabang Kanglam betul-betul telah dibantai oleh
Sin-jiu. Setibanya di tengah arena, Sinjiu Cian Hui memandang sekejap sekeliling tempat itu, sambal
terbahak-bahak, kemudian serunya lagi, "Hahaha betul-betul sangat ramai, tak pernah kusangka
di tempat sepi ini bakal bertemu dengan sahabat sebanyak ini, hal ini sungguh sangat
menyenangkan. Setelah terbahak-bahak, sinar matanya beralih kembali ke arah Hui Giok dan mengamatinya
dan atas sampai ke bawah lalu sambil tertawa nyaring, katanya lebih jauh, "Tapi kejadian yang
paling menggembirakan hatiku adalah kemampuan Beng toako dan Perserikatan orang-orang
Kanglam kita yang sanggup menggempur mundur Liong-heng pat-ciarig Tham Beng hanya
dengan dua tiga patah kata saja, hahaha, kejadian ini betul-betul suatu peristiwa yang
menggembirakan Liong-heng-pat-ciang ternyata kecundang di daerah Tionggoan.
Dari gelak tertawanya yang nyaring dapat diketahui betapa gembiranya karena kejadian
tersebut. Hui Giok jadi melengak "0h. jadi Cian-cengcu sudah datang sejak tadi?"
"Hahaha! Memang aku sudah datang sejak tadi, tapi lantaran tak tega menyaksikan
kejengahan Liong-heng-pat-ciang, maka sampai kini baru unjuk diri Hahaha... mulai sekarang,
Perserikatan orang-orang Kanglam kita benar-benar boleh berbangga diri dalam dunia persilatan,
sebab kita mempunyai seorang Bengcu-toako yang maha sakti."
Dari nada perkataannya itu dia melukiskan mundurnya Liong-heng-pat-ciang disebabkan jeri
pada kehebatan kungfu Hui Giok seketika juga para jago yang sebagian besar terdiri dan orangorang
Perserikatan Kanglam berrsorak-sorai memberikan sambutan yang meriah.
Sorak-sorai yang gegap gempita itu berkumandang hingga jauh, terdengarlah teriakan nyaring
"Hidup Hui-taysianseng! Nama besarmu menggetarkan seluruh dunia, perserikatan orang-orang
Kanglam merajai persilatan!"
Bagaikan api yang membakar hutan kering, dalam sekejap mata teriakan itu telah menjalar ke
mana2, tersiar ke seluruh dunia persilatan.
Angin malam berembus kencang, api unggun berkobar, suara yang gegap gempita itu
menimbulkan pergolakan darah panas di dada Hui Giok.
Teriakan itu bagaikan ombak samudera yang menumbuk batu2 karang, menumbuk hati
sanubari Hui Giok.
Gulungan ombak menghanyutkan noda dan lumut di atas karang, sorak-sorai yang
menghanyutkan kemurungan dan kesedihan hati Hui Giok, pelahan wajahnya kembali berseru
sinar tajam kembali terpancar dan balik matanya.
Dengan pandangan tajam Sin jiu Cian Hui mengawasi perubahan air mukanya.
Kisah Pendekar Bongkok 8 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Pendekar Kembar 5
^