Pendekar Setia 4

Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Bagian 4


m ia mengerahkan tenaga sakti Thian-ih-sin-kang, tapi tenaga hanya bekerja diperut saja dan sukar dikerahkan. Keadaan ini sebenarnya sudah diketahuinya sejak siuman,
Rupanya Ci Hui- liong dan gurunya hanya bantu menyembuhkan lukanya dengan kemampuan Lwe-kang mereka yang terbatas sehingga belum dapat memulihkan tenaga dalam Yu Wi. Atau dengan perkataan lain, pukulan Kan ciau-bu itu telah membuyarkan tenaga dalam Yu Wi sehingga sukar terhimpun kembali, keadaannya sekarang tiada ubahnya seperti orang biasa.
sedapatnya Yu Wi mengerahkan tenaga dan tetap tidak berhasil, ia menggeleng kepala dan menyadari apabila tenaga dalam tetap tidak dapat dikeluarkan, malam ini dia pasti akan binasa.
Menghadapi ajalnya, benak Yu Wi terasa kosong blong, apa pun tidak dipikir lagi. Pelahan ia merasa badan mulai kaku, mungkin esok pagi bila Gim-ji membuka pintu dan masuk kesini akan menemukan dirinya sudah mati kaku berduduk di lantai.
Begitulah dalam keadaan mata terpejam untuk menanti ajal Yu Wi mendengar diluar kamar ada dua pelayan sedang lewat sambil bicara mengenai hawa malam yang dingin itu. Kedua pelayan itu tepat lewat diluar kamarnya, apabila Yu Wi bersuara sedikit saja tentu akan didengarnya. Padahal saat ini Yu Wi sangat memerlukan pertolongan. bilamana Ko siu mengetahui keadaannya tentu bisa diusahakan mengundang tabib pandai untuk mengobatinya.
Akan tetapi kerongkongan, Yu Wi rasanya juga sudah kaku dan tidak mau menurut perintah lagi, seperti orang bermimpi buruk. ingin berteriak. tapi tidak bisa. Ingin bergerak. juga tidak sanggup, sekujur badan kaku lumpuh.
Dalam pada itu kedua pelayan itu sudah lalu dan menjauh, diam-diam Yu Wi mengeluh tamatlah riwayatku, pasti matilah aku.
Yu Wi menganggap dirinya pasti akan mati, ia tetap duduk kaku ditempatnya. Entah sudah lewat berapa lama, ketika sukma seakan-akan meninggalkan raganya, tiba-tiba pintu kamar terbuka.
menyusul suara seorang anak parempuan lantas menjerit, "Hei, mengapa kau duduk dilantai, hawa sedingin ini?"
Lamat-lamat Yu Wi dapat mengenali suara itu adalah Ko Bok-cing. Ia pikir sudah terlambat baru sekarang kau temukan diriku, aku pasti akan mati, kecuali ....
Belum lenyap pikirannya, mendadak bagian punggung terasa disaluri oleh arus hawa hangat, hanya sebentar saja rasa kaku badan Yu Wi mulai hilang, sungguh girang sekali anak muda itu, pikirnya, " Kecuali ahli Lwekang yang menguasai Hiat-to benar-benar baru dapat menyelamatkan jiwaku, tak tersangka Ko Bok-cing yang lemah itu ternyata juga ahli Tiam-hiat, bahkan Lwekangnya sangat tinggi dan lebih daripada cukup untuk menolong diriku."
Terpikir pula olehnya, "Kepandaian nona ini jelas diatas Bok-ya, paman Ko mempunyai puteri sakti begini, mengapa masih takut pada penyatron lagi" Mungkin Lwekang nona ini sekali lipat di atas dirinya, hanya kekuatan supek Lau Tiong-cu saja yang mungkin dapat mengimbanginya . "
selagi pikirannya melayang-layang, mendadak didengarnya Bok-cing membentak, "Tenangkan pikiranmu, memangnya kau tidak sayang akan jiwamu?"
Yu Wi terkejut, ia pikir dirinya memang sembrono, dalam keadaan gawat begini bukannya memusatkan pikiran, tapi malah berpikir macam-macam.
Cepat ia memusatkan pikiran dan mengendurkan urat saraf, membiarkan aliran hawa hangat itu tersalur keseluruh tubuhnya. Lambat-laun rasa hangat timbul lagi dalam badannya, nyata jiwanya dapat direnggut kembali dari pintu akhirat.
Cuma sayang, lantaran pukulan Kan ciau-bu itu terlalu lihai. pula terserang oleh hawa dingin tadi, ditambah lagi secara sembrono dirinya sembarang bergerak sehingga membikin parah penyakitnya, tenaga murni sendiri tetap sukar dikerahkan, mendingan tadi dapat dikumpulkan di bagian perut, sekarang malah sama sekali sirna.
Diam-diam Yu Wi berduka, terutama bila teringat tugas yang diembannya, sakit hati ayah dan terbunuhnya kedua isteri, semuanya belum terbalas, sungguh menyesalnya tak terkatakan-
Tiba-tiba didengarnya Ko Bok-cing berkata, "Jangan berduka, untuk memulihkan kekuatanmu tidaklah sulit, cuma setelah kubantu kau pulihkan kekuatanmu, harus kau terima satu syaratku, entah dapat kau sanggupi atau tidak?" selagi Yu Wi hendak tanya apa syaratnya, tiba-tiba Bok-cing berkata pula,
"Awas?" Mendadak Tiong-kak-hiat dibagian punggung terasa kesemutan,
---ooo0dw0ooo---
Bab 8 : Panglima Ko Siu ingin Yu Wi jadi menantunya
Yu Wi sudah apal membaca Pian-sik-sin-bian. segera ia tahu Ko Bok-cing heniak memulihkan tenaga dalamnya dengan cara menembus Ki-keng-pat-meh, yaitu melancarkan seluruh urat nadi yang terganggu. Cuma cara ini sangat berbahaya. bilamana salah sedikit saja, kalau ringan si penderita akan cacat selama hidup. jika berat, penderita akan tumpah darah dan binasa.
Malahan orang yang berusaha menyembuhkan juga punya resiko, sebab pada umumnya bila berusaha melancarkan urat nadi orang lain, terkadang si penderita sudah sembuh, dia sendiri akan banyak kehilagan tenaga.
Sebab itulah jarang di dunia persilatan terjadi membantu melancarkan seluruh urat nadi, biarpun sanak famili terdekat juga tidak ada yang berani mencoba. selain kuatir membikin celaka si penderita apabila salah tindak. juga sayang tenaga sendiri akan terbuang percuma.
Tapi Yu Wi justeru tidak takut mati. Ia pikir dirinya dan Ko Bok-cing bukan sanak keluarga, jika nona itu adalah isterinya tentu lain soalnya. Padahal mereka baru kenal dan sekarang nona itu harus menyerempet bahaya untuk menolongnya, sungguh ia merasa tidak
enak hati, segera ia bermaksud menolak maksud baik Ko Bok-cing itu. Tak terduga mendadak Ko Bok-cing berkata " Kau takut mati tidak?"
Yu Wi menggeleng, dengan dingin Bok-cing berkata pula. "Baiklah jika begitu. Tidak perlu kau kuatirkan diriku, kuyakin akan kemampuan sendiri baru berani melancarkan segenap urat nadimu. Memangnya kau kira hatiku begitu baik mau memulihkan tenagamu dengan mengorbankan Lwekangku sendiri?"
Diam-diam Yu Wi menyengir, maksud baiknya tidak diterima si nona, sebaliknya malah diejek. sungguh serba salah.
Tapi segera terpikir olehnya ada sesuatu yang tidak betul, ia heran dari mana si nona tahu dirinya hendak menolak pertolongannya padahal niatnya itu belum lagi diungkapkan, tapi orang sudah tahu lebih dulu isi hatinya, bahkan tahu dengan persis dan jelas.
Malahan tadi waktu ia merasa berduka, hal ini juga diketahui oleh si nona. Mengapa bisa terjadi begini" Memangnya nona ini adalah dewa yang tahu perasaan orang lain?" Tengah heran, didengarnya Ko Bok-cing mendengus, "Hm, aku bukan dewa."
Sungguh tidak kepalang kaget Yu Wi, baru saja ia menyangsikan si nona adalah dewa dan seketika diketahuinya. bukanlah terbukti si nona memang dewa benar-benar"
Melihat anak muda itu melenggong, Ko Bok-cing tersenyum, katanya, "Aku menguasai Su-ciau-giu-kong (ilmu sakti empat pancaran), karena tanganku menempel Hiat-to punggungmu, maka dapat kurasakan apa yang terpikir olehmu. jika kutarik tanganku, apa yang kau pikir tentu takkan kuketahui.Jadi aku bukan dewa. Kalau dewa tentu cukup kuberi makan obat mujarab padamu dan tidak periu membuang tenaga untuk melancarkan urat- nadimu "
Kiranya tangan Ko Bok-cing yang menempel ditubuh Yu Wi untuk menyalurkan tenaga belum lagi dilepaskan, Lwekang si nona
memang sudah cukup sempurna, biarpun sambil bicara juga tetap dapat menyalurkan tenaga.
Diam-diam Yu Wi terkejut dan kagum sekali demi mendengar dalam usia muda belia Ko Bok-cing sudah berhasil menguasai ilmu sakti su-ciau-sin-kang. Dia pernah mendengar cerita gurunya, yaitu Ji Pek-liong. bahwa di dunia ini memang ada semacam ilmu sakti yang disebut su-ciau-sin-kang, cuma ilmu ini terlalu gaib, hanya beritanya terdengar dan belum pernah diketahui ada orang yang berhasil meyakinkannya. sebab orang yang berhasil menguasai ilmu sakti itu konon akan dapat meraba perasaan orang seperti malaikat dewata.
Menurut perkiraan Yu Wi, ilmu sakti itu tentu sangat sulit dilatih. andaikan berhasil menguasainya. tentu orang itu pun sudah berusia lanjut, sebab mustahil ilmu sakti demikian dapat dicapai hanya dalam waktu sepuluh atau dua puluh tahun saja. sungguh tak tersahgka olehnya bahwa seorang gadis muda belia dan lemah lembut sebagai Ko Bok-cing ternyata dapat menguasai ilmu itu.
Jika tidak disertai bukti betapapun Yu Wi tidak percaya, tapi sekarang Ko Bok-cing benar-benar telah bantu menyalurkan tenaga dalam kepadanya tanpa mengalami kesulitan bagi dirinya sendiri, jelas nona ini memang benar telah menguasai su-ciau-sin-kang dan bukan cuma omong kosong belaka.
Didengarnya Ko Bok-cing lagi berkata, "Kendurkan sekujur badanmu, anggaplah dirimu sudah mati dan jangan berpikir apa pun, kalau tidak, jangan menyalahkan diriku jika usahaku gagal."
Yu Wi tidak sangsi lagi sekarang, ia lantas duduk bersemadi dan memusatkan segenap pikiran, mengendurkan urat saraf dan tidak memikirkan apa pun, ia benar-benar anggap dirinya sudah mati, benaknya terasa kosong melompong.
"Awas" terdengar Ko Bok-cing berseru, mendadak jari telunjuknya menutuk lagi beberapa kali pada Hiat-to yang penting, setelah 24 Hiat-to bagian tangan tertutuk merata, lalu Hiat-to bagian kaki dan begitu seterusnya, lebih dari satu jam Ko Bok-cing
menutuk seluruh Hiat-to badan Yu Wi. saking lelahnya akhirnya Bok-cing duduk lemas dilantai dengan mandi keringat.
Yu Wi juga penuh keringat, namun semangatnya tampak segar, waktu ia membuka mata dan melihat keadaan Bok-cing yang lunglai itu, dalam hati sangat terharu. Ia pikir dengan tenaga sendiri yang sudah pulih ini mungkin dapat bantu menghilangkan kelelahan si nona, tapi baru saja ia menjulurkan tangannya, tiba-tiba Bok-cing mambuka mata dan tersenyum padanya.
Dari sorot matanya yang terang itu jelas tiada rasa lelah sedikitnya dan sama seperti tidak pernah terjadi apa-apa. senyumnya seakan-akan lagi mentertawai dia yang belum sehat sudah ingin membantunya.
"Terima kasih atas maksud baikmu," demikian Bok-cing berkata dengan tertawa, "aku tidak apa-apa. sakarang coba kau kerahkan semangatmu, apakah sudah dapat dipergunakan."
Yu Wi menurut, diam-diam ia mengerahkan tenaga dalam. siapa tahu, mendadak mukanya menjadi pucat, gigi bergemertuk dan menggigil dengan hebat sambil berteriak. "O, dingin, hujan salju . . . hujan salju. . . ."
Keruan Bok-cing terkejut, ia heran tidak terjadi apa-apa mengapa anak muda itu bilang hujan salju" Apakah sinting"
Selesai berteriak hujan salju. Yu Wi tidak dapat berduduk dan juga tidak bisa berdiri, ia terus meringkuk dilantai dan menggigil tiada hentinya.
Heran dan kuatir Bok-cing, setetah direnungkan barulah ia dapat memperkirakan duduknya perkara. Agaknya setelah urat nadinya dilancarkan, anak muda itu seketika belum dapat menggunakan tenaga dengan bebas, air keringatnya lantas dirasakan dingin luar biasa.
Kiranva Yu Wi belum lagi mampu mengerahkan tenaga dalam yang baru mulai pulih itu setelah semua urat nadi sudah lancar kembali, tapi air keringatnya yang manjadi dingin dan karena daya
tahannya masih lemah, maka rasa dingin itu mengakibatkan Yu Wi merasa seperti berada di tengah hujan salju.
Dari apa yang dibacanya, Ko Bok-cing tahu akan timbulnya gejala itu, tapi dia lupa membuat api untuk menghangatkan badan. ia tahu gejala kedinginan demikian akan berlanggung cukup lama, bilamana tenaga dalam Yu Wi sudah terhimpun lagi baru rasa dingin itu akan hilang. Tapi dalam waktu singkat ini bila anak muda itu tak diberi bantuan menghangatkan badan, saking kedinginan bisa membuatnya tidak tahan dan bukan mustahil lidah pun akan terkerumus hancur.
Dilihatnya Yu Wi telah menggigit bibir dengan menggigil hebat sehingga darah mengucur, gigi pun berbunyi gemertak semakin keras, Bok-cing menjadi kuatir pertolongannya akan sia-sia, sebaliknya malah membikin celaka anak muda itu. Tanpa pikir lagi ia membuka pakaian Yu Wi yang basah kuyup oleh air keringat itu.
Ia pikir bila pakaian Yu Wi yang basah itu dibuka, mungkin rasa dinginnya akan berkurang. Mana tahu setelah baju dibuka dan memang tidak terserang oleh dingin air keringat, tapi hawa dingin dari luar lantas menyerang badan yang tak berbaju itu sehingga rasa dingin Yu Wi bertambah hebat.
Cepat Bok-cing mengangkat tubuh Yu Wi yang telanjang itu dan dimasukkan kedalam selimut. Meski mendingan, tapi juga tidak ada gunanya, Yu Wi masih kedinginan, tampaknya kalau suhu badan Yu Wi tidak dihangatkan, bisa jadi akan mati beku atau cacat untuk selamanya.
Untuk menyalakan api tungku terang tidak keburu lagi. setelah ragu sejenak. Ko Bok-cing nekat membuka baju sendiri yang juga basah air keringat itu, lalu menyusup kaedalam selimut, merangkul erat Yu Wi dan tidur bersama satu bantal.
Keadaan ini mirip sepasang suami isteri di tempat tidur, keruan Ko Bok-cing merasa malu hingga sekujur badan terasa panas. Pikirnya "Kakak Wi, wahai kakak Wi, ayah menghendaki kujadi isterimu, tampaknya badanku ini memang harus menjadi milikmu."
Betapa hebat tenaga dalam Ko Bok-cing, karena rangkulannya yang erat, segera hawa hangat tubuhnya merembes kedalam tubuh Yu Wi, seketika badan anak muda itu tidak menggigil lagi, rasa dingin mulai reda.
Saking kedinginan hingga Yu Wi sudah lupa daratan, meski tubuh halus si nona berada dalam pelukannya juga tidak dirasakan, disangkanya berada dalam dunia lain yang bersuasana nyaman dan harum memabukkan.
Tidak lama kemudian, terasa hawa hangat timbul dari dalam perut dan tersalur keseluruh tubuh. Girang sekali Yu Wi, ia membuka mata dan berseru, "Ah, pulihlah tenagaku, bahkan- . . .".
Belum lanjut ucapannya ketika tiba-tika terlihat wajah si nona yang merah jengah dan cantik memikat itu mendempel di bawah dagu sendiri Bibir yang tipis itu pun dekat dengan bibirnya.
Waktu tangan Yu Wi meraba. terpeganglah badan Ko Bok-cing yang halus licin dan panas itu, seketika mulut Yu Wi terasa kering, seperti orang yang kehausan di gurun pasir, sedangkan bibir si nona adalah air jernih yang diidam-idamkannya.
Tanpa kuasa mulutnya lantas mengecup, ingin diisapnya air yang jernih itu. Tapi sayang cairan air itu terasa kurang, sehingga tak dapat mengatasi rasa hausnya yang tak tertahankan-
Ko Bok-cing hampir tidak dapat bernapas oleh ciuman Yu Wi yang bernafsu itu, ia tahu bilamana ciuman itu diteruskan, akhirnya gunung api pasti akan meletus. Kedua orang berdekapan dalam keadaan telanjang, akibatnya tentu tidak sulit untuk dibayangkan. segera Bok-cing mengangkat kepalanya dan bertanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Tenagaku berlipat ganda, semua ini berkat pertolongan cici," sahut Yu Wi samar-samar.
"cici apa" Aku lebih kecil dari padamu, kenapa kau panggil diriku Cici?" kata Bok-cing dengan tertawa. "Kusembuhkan kau dan
menambah tenagamu. cara bagaimana kau akan berterima kasih padaku?"
Yu Wi terangsang oleh suara si nona yang mengiurkan itu nafsu birahinya seketika membakar.
Tenaganya baru pulih, mirip orang yang baru sembuh dari sakit berat, dia penuh semangat dan sulit menahan gejolak perasaan sendiri Tanpa terasa ia merangkul Bok-cing erat-erat dan menindihnya tubuh si nona ....
Kejut Bok-cing tak terkatakan, dilihatnya mata Yu Wi merah membara laksana binatang buas hendak menerkam mangsanya. Dalam keadaan demikian, biarpun birahinya juga terangsang, tapi dia tidak hilang pikiran sehatnya seperti Yu Wi, ia thu bila tidak segera berusaha menahan gejolak nafsu berahi anak muda, akibatnya pasti bisa runyam. segera ia angkat tanganya "plok". ia gampar pipi Yu Wi dengan keras. Kontan Yu Wi menjerit kaget dan melonjak bangun.
Kesempatan itu digunakau Bok-cing untuk melompat turun dari tempat tidur dan cepat mengenakan pakaian, Yu Wi termangu- mangu sejenak, mendadak ia tampar muka sendiri dua kali dan berteriak gugup, "o. aku pantas mampus, aku harus mampus .. . ."
Yu Wi menjambak rambut sendiri, pikirnya, " Kenapa aku berbuat tidak senonoh begini, orang masih gadis suci bersih, demi menolong diriku. orang mau mendekap dan menghangatkan badanku, tapi dirinya telah bertindak lebih rendah daripada hewan. o, Thian, dia kan kakak Ya-ji . . . ."
--oo0dw0oo-- Setelah tenaga dalamnya pulih kembali berkat bantuan Ko Bok-cing, Yu Wi istirahat lagi tiga hari dan mengadakan penyembuhan sendiri, maka dengan cepat kesehatannya dapat pulih kembali.
Semula ia merasa dirinya pasti akan binasa oleh pukulan Kan Ciau-bu yang lihai itu, tak tersangka lantaran bencana malah
mendapat untung seluruh urat nadinya malah dilancarkan sama sekali oleh Ko Bok-cing sehingga tenaganya mendadak bertambah lipat ganda.
Dia tidak jadi mati, untuk ini pertama-tama dia harus berterima kasih atas pertolangan ci Hui- liong dan gurunya, kedua orang itulah yang mempertahankan jiwanya. Tapi kalau tidak ada bantuan Ko Bok-cing, biarpun tidak mati, tentu tenaga hilang. tidak ubahnya seperti orang cacat belaka.
Tapi sekarang dia tidak cacat. sebaliknya tenaga dalam bertambah lipat, semua ini adalah jasa Ko Bok-cing.
Demikian Yu wi tidak dapat melupakan budi pertolongan Ko Bok-cing, ia ingin menyampaikan rasa terima kasihnya langsung kepadanya. Tapi selama tiga hari ini nona itu tidak pernah muncul.
Selama tiga hari kecuali dilayani Gim ji, hanya Ko siu saja yang datang menjenguknya beberapa kali, setiap kali bila Yu Wi berbicara dengan dia tentang Ko Bok-ya tentu Ko siu menghela napas menyesal. Mestinya Yu Wi bermaksud mau minta sang paman mengirim anak buahnya untuk mencari Ya-ji, tapi sukar untuk membuka mulut.
Ia pikir paman Ko menyerahkan Ya-ji kepadaku, sekarang nona itu hilang, adalah kewajibannya untuk mencarinya sendiri. Jika hal ini sampai merepotkan paman, kan terlihat ketidak mampuan dan ketidak seriusan dirinya. Maka bila tenagaya sudah pulih benar, segera ia akan mengembara dunia kangouw sendirian untuk mencari jejak Bok-ya.
Hari ini dirasakan lukanya sudah tidak berhalangan apa-apa lagi. ia pikir besok akan berangkat saja. maka diam-diam ia sudah mengatur rencana perjalanannya, lalu hendak mohon diri lebih dulu kepada paman Ko.
Kebetulan Gimji datang mengantarkan makan siang, sekalian ia beritahukan juga kepada pelayan itu akan keberangkatannya besok.
"Jadi Kong cu pasti akan berangkat besok?" Gimji menegas.
"Ya, aku pasti akan berangkat " jawab Yu Wi. "Dari percakapanku dengan paman Ko, beliau seperti menghendaki kutinggal di sini saja, sebab itulah sukar bagiku untuk mohon diri kepada beliau. Terpaksa minta bantuanmu agar kau singgung dulu akan maksud keberangkatanku, katakan besok juga aku akan pergi."
"Maaf. tak dapat kulakukan permintaanmu." jawab Gim-ji sambil menggeleng. "Kau mau pergi, silakan langsung mohon diri kepada Loya sendiri"
setelah berpikir, Yu Wi lantas melompat turun dari tempat tidur, katanya, "Betul juga, harus kuberitahukan langsung kupada beliau."
Melihat gerak-gerik anak muda itu lincah dan kuat, Gim-ji terkejut. "Hai, engkau sudah sehat seluruhnya."
"Tentu saja sudah sehat jangan kau kira setiap hari aku cuma berbaring melulu. padahal badanku jauh lebih sehat daripada waktu datang."
"Hm. tentu saja." jengek Gim-ji. " Waktu datang kulihat keadaanmu kempas- kempis malahan kukira jiwamu sukar tertolong."
Yu Wi merasa ucapannya kurang tepat, cepat ia menambahkan. "Maksudku, badanku sekarang jauh lebih sehat daripada waktu sebelum terluka."
"Ah. aku tidak percaya," kata Gim-ji. "sebelum pergi, ci-suhu dari Tin-wan-piaukiok itu pernah menyatakan jiwamu tidak beralangan lagi, tapi untuk pulih sehat seperti semula jelas tidak mungkin terjadi. malahan dia pesan agar setelah kau siuman supaya banyak diberi minum obat kuat, kalau tidak. mungkin bisa cacat selamanya. sekarang meski kesehatanmu sudah pulih. paling banyak juga serupa dahulu. kalau bilang lebih kuat daripada dulu, kan berarti ucapan ci-suhu itu hanya omong kosong belaka,"
Yu Wi tertawa, tidak enak untuk diceritakannya tentang bantuan Ko Bok-cing yang telah melancarkan segenap urat nadinya. sebab
ilmu sakti yang dikuasai Bok-cing tampaknya diluar tahu paman Ko dan juga Gim-ji. maka ia pikir lebih baik tidak mengungkapkan persoalan ini.
"Kau hanya ingin pamit kepada Loya, apakah tidak juga mohon diri kepada siocia?" demikian kata Gim-ji pula.
Yu Wi jadi melengak. la pikir pikir pantas Gim-ji merasa kurang senang ketika mendengar dirinya hendak pergi, agaknya pelayan itu menyesali dia karena tidak berpamitan kepada siocianya. Padahal pada waktu dirinya dalam keadaan tidak sadar, sang siocia yang telah meladeninya dengan rajin, sekarang dirinya mau pergi tanpa pamit, memang terasa tidak pantas.
Akan tetapi Yu Wi hanya menyesal dalam hati saja, ia pikir memang seharusnya mohon diri kepada nona itu dan mengucapkan terima kasih padanya. Tapi apakah dirinya tidak merasa malu untuk bertemu dengan nona itu"
Tiba-tiba Gim-ji mengomel, "Hm, kenapa kau diam saja" Tidak mau pamit juga tidak apa, memangnya kau kira siocia mengharapkan pamitmu?"
Yu Wi tersenyum getir, "sesungguhnya ingin kutemui siocia mu untuk mohon diri dan mengucapkan selamat berjumpa lagi. Cuma kukuatir siocia mu tidak mau lagi menemui orang kasar seperti diriku ini, kan aku bisa malu sendiri?"
"O, kukira kau tidak mau menemui siocia, kiranya kau sendiri yang kuatir mendapat malu," ujar Gim-ji dengan tertawa. "Tapi bolehlah kusampaikan kepada siocia akan maksudmu, kuyakin siocia pasti mau menemuimu."
Habis berkata tanpa menunggu jawaban Yu wi segara pelayan itu melangkah pergi dengan cepat. Kiranya sebabnya Yu Wi sungkan menemui Ko Bok-cing adalah karena mengira nona itu marah pada perbuatannya, hal ini terbukti selama tiga hari nona itu tidak kelihatan sama sekali. Padahal ia pandang Ko Bok-cing bagaikan dewi kayangan, hanya dewi saja yang memiliki kungfu setinggi itu,
hanya dewi saja yang rela berkorban bagi orang sakit, tapi dirinya telah bertindak kasar dan mencemarkan maksud suci si nona.
Selagi hati merasa tidak tenteram, entah si nona mau menemuinya tidak setelah dilapori Gim-ji, tiba-tiba terdengar suara langkah orang, belum muncul orangnya sudah terdengar suara Gim-ji berseru diluar kamar, "siocia datang sendiri menjenguk Kongcu"
Tergetar tubuh Yu Wi, sungguh tak tersangka olehnya Ko Bok-cing akan datang menemuinya lagi. dilihatnya Gim-ji telah mendorong masuk seorang nona, siapa lagi dia kalau bukan Ko Bok-cing.
"Setelah kuundang siocia kemari, cara bagaimana terima kasihmu kepadaku?" terdengar Gim-ji berseru pula dengan tertawa di luar.
"Cara bagaimana terima kasihmu padaku." kata-kata ini membuat muka Ko Bok-cing merah jengah.
Dalam pada itu suara tertawa Gim-ji terdengar sudah menjauh.
Melihat rasa kikuk Bok- cing, Yu Wi jadi teringat kepada waktu keduanya tidur satu bantal tempo hari, waktu itu si nona juga omong "cara bagaimana terima kasihmu padaku", karena rangsangan nafsu birahi, hampir saja dirinya memperlakukan si nona dengan cara tidak senonoh. Karena itu kembali ia menggampar lagi muka sendiri.
Cepat Bok-cing berkata, "sudahlah, jangan kau hajar dirimu sendiri, tempo hari sudah kau gampar muka sendiri dua kali, ditambah satu kali tamparanku, cukup tiga kali hajaran itu saja dan aku tidak marah lagi padamu."
"Terima kasih atas kemurahan hati Cici, budi pertolongan Cici takkan kulupakan selamanya," ucap Yu Wi dengan hormat. "Mustinya ingin kumohon diri kepada cici, tapi kuatir cici marah padaku. syukurlah sekarang cici sudi memaafkan kesalahan yang sudah kulakukan."
Berulang-ulang Yu Wi memanggil cici atau kakak, Bok- cing tampak kurang senang. ucapnya lirih, "Kan sudah kukatakan, umurku lebih kecil dari pada mu, jangan kau panggil Cici padaku."
Tapi dengan serius Yu Wi menjawab, "Meski usia Cici lebih muda dari padaku, tapi engkau adalah kakak Bok-ya, dengan sendirinya harus kusebut engkau sebagai cici."
Jawaban ini menandakan betapa erat hubungan antara Yu Wi dengan Ko Bok-ya sehingga hubungannya dengan Bok-cing menjadi lebih jauh, seakan lantaran Bok-cing adalah kakak Bok-ya, maka dia ikut memanggil cici padanya.
Karena salah tangkap maksud anak muda itu, Bok-cing menghala napas menyesal, ucapnya pelahan, " Kepergianmu ini tentunya juga akan mencari jejak Jimoayku, bukan?"
Yu Wi mengangguk.Jawabnya, "Ya, paman telah menyerahkan adik Bok-ya kepadaku untuk minta pengobatan kepada su Put-ku di siau-ngo tay-san, tapi adik Bok-ya telah hilang, meski ada sebab musababnya. tapi kewajiban ini harus kupikul, selama hidupku ini, betapa pun harus berusaha menemukan adik Bok-ya."
"Dunia seluas ini, kemana hendak kau cari dia" ujar Bok-cing.
"Meski dunia sangat luas kuyakin pada suatu hari pasti dapat kutemukan dia,"
"Pada suatu hari akhirnya pasti bertemu. Memang betul asal ada kemauan, apapun pasti akan terkabul. Tapi hendaklah kau pikirkan lagi, apabila Jimoay sudah meninggal dunia, apakah dapat kau temukan dia?"
Tanpa pikir Yu wi menjawab, "Adik Bok-ya takkan meninggal."
"Berdasarkan apa kau yakin dia tidak mati?"
Yu Wi rada mendongkol, dengan suara agak keras ia menjawab, "Memangnya Cici menganggap adik Bok-ya sudah mati?"
Pelahan Bok-cing menjawab, "Aku tidak tahu. . . ."
"Asalkan tidak ada orang menyaksikan sendiri jenazah adik Bok-ya, betapa pun aku tidak percaya dia bisa mati,"jengek Yu Wi. "Dan selama dia tidak mati, kuyakin pasti dapat menemukan dia."
Dengan nada yang aneh Bok-cing berkata pula, " Kukatakan, takkan kau temukan dia lagi. ..."
Yu Wi jadi melengak. Ia pikir setelah dewasa tentu diantara kedua kakak beradik ini tidak terdapat kecocokan. cara bicara Bok-cing ini seakan-akan tidak mengharapkan Bok-ya masih hidup didunia ini, dengan demikian barulah paman Ko akan tinggal disini hingga akhir hayatnya bersama ibu kandung Bok-cing sendiri
Manusia pada umumnya mamang egois, mementingkan diri sendiri, demi membela ibu kandung sendiri adalah pantas juga jika timbul pikiran sempit Bok-cing.
Meski tidak enak perasaan Yu wi karena ucapan Bok-cing itu, tapi ia tidak bicara lagi, ia berpikir sejenak. ia marasa tidak pantas memperlakukan dingin si nona, dengan tertawa segera ia berkata pula. "Ai, coba, kau sudah datang sekian lama belum juga kupersilakan duduk"
setelah Bok-cing berduduk, ia menepuk kursi disebelahnya dan berkata, "Kau pun duduk di situ"
YU Wi lantas duduk disampingnya.
"Apakah benar ayah berharap engkau tinggal seterusnya di sini?" tanya Bok-cing tiba-tiba.
"Memang paman ada maksud demikian," jawab Yu wi. "Beliau mengatakan hidupku sebatang- kara, mendiang ayahku tanpa saudara sekandungnya, setelah ayahku meninggal, beliau berkewajiban menjaga diriku, maka berharap aku mau tinggai disini."
"Dan kau mau tidak?" tanya Bok- cing dengan tertawa.
"Sebenarnya keadaanku sekarang memang sebatang kara, tanpa sanak tiada kadang, daripada terluntang-lantung di dunia Kangouw
memang lebih baik tinggal saja di sini. Akan tetapi aku harus menyelesaikan beberapa tugas lain dan tidak dapat menetap dengan tenang."
"Dapatkah kau ceritakan urusan apakah yang masih harus kau selesaikan?" tanya Bok-cing dengan suara lemhut.
Yu Wi lantas bercerita tentang sakit hati ayah terbunuhnya kedua isteri dan juga pergi mencari anaknya yang hilang. malahan dia harus mencari Bok-ya serta berusaha berkenalan dengan ibu kandung sendiri yang tidak waras itu. Meski Yu Wi hanya bercerita secara ringkas saja, tapi makan waktu cukup lama juga.
Baru pertama kali Bok-cing mendengar kisah itu sehingga dia sangat tertarik oleh pengalaman Yu Wi. Ia sendiri tidak pernah berkelana di dunia Kangouw, maka pengalaman Yu Wi dirasakannya serba baru dan sangat merangsang.
Ketika mendengar Yu Wi sudah pernah kawin dan punya anak. tanpa terasa Bok cing memandang beberapa kejap kepada anak muda itu. Ia pikir masih semuda ini dia sudah menjadi ayah, sungguh tidak sederhana. Pikir punya pikir, tanpa terasa muka sendiri menjadi merah. Diam-diam ia bersyukur kalau tempo hari dirinya tidak mencegahnya bukan mustahil tidak lama lagi anak muda ini akan menjadi ayah pula.
Berpikir sampai disini, diam-diam ia mengomeli dirinya sendiri yang tidak tahu malu. selalu teringat saja kepada urusan begituan.
Yu Wi sendiri menjadi sedih demi menguraikan Kejadian masa lampau, ia tidak memperhatikan perubahan air muka Bok-cing.
sejenak kemudian, didengarnya Bok-cing berkata. " Kukira agak sulit membalas sakit hati terbunuhnya ayah dan isterimu, tentang anakmu mungkin telah diselamatkan orang lain dan pada suatu hari kelak pasti akan diantar kembali kepadamu. Hal perkenalan kembali dengan ibumu, kukira juga dapat terlaksana dalam setahun. Hanya urusan mencari Ji-moay saja kukira tak terkabul. sebab itulah kuharap sementara tetap kau tinggal disini saja dan tidak perlu
mencari secara ngawur yang cuma membuang-buang waktu belaka."
Mendadak Yu Wi berdiri dan menjengek. "Hm, siapa bilang tak dapat kutemukan adik Bok-ya" Pasti akan kutemukan dia, jangan lagi kau bujuk diriku, aku tak dapat tinggal disini, selama adik Bok-ya belum kutemukan, selama itu pula aku tak dapat menetap dengan tenteram."
Bok-cing menghela napas pelahan, "jangan kau marah. tentu saja akupun berharap dapat kau temukan Jimoay."
Yu Wi mendengus pula, pikirnya, "Huh, tidak perlu kau pura-pura, hakikatnya tidak kau harapkan Ya-ji hidup di dunia ini. memangnya kau kira aku tidak tahu."
Didengarnya Bok-cing berkata pula, "sabar, duduklah kembali Coba jawab, untuk mencari Ji-moay, lebih baik kau cari sendirian atau dilakukan dengan orang banyak?"
Betapapun Yu Wi tetap menghormati Ko Bok-cing, ia menurut dan duduk kembali, jawabnya. "Kalau mau mencarinya, dengan sendirinya dilakukan orang banyak akan lebih baik, tapi siapakah yang sudi membantuku untuk mencari adik Bok-ya?"
"Bisa jadi kau kira aku tidak mau ikut mencari, tapi apakah kau pikir ayah juga tidak mau" Padahal ayah berpangkat tinggi dan punya kekuasaan besar, pasukannya tersebar di segenap pelosok negeri, kalau mau mencari jejak satu orang saja kan tidak sulit?"
"Betul juga ucapanmu, tapi entah paman sudah berpikir sampai disitu atau beliau memang tak suka menggunakan kekuasaannya, ketika kusinggung tentang hilangnya Ya-ji, belum pernah beliau menyatakan hendak mencarinya."
"Memangnya kau kira ayah orang bodoh dan tidak memikirkannya" Menggunakan kekuasaan hanya persoalan kecil, tapi ayah tidak melakukannya. apa sebabnya" sebab ayah tahu Jimoay tidak dapat ditemukan lagi."
"Peduli akan kutemukan atau tidak. betapa pun tetap harus kucari," kata Yu Wi dengan mendongkol.
Bok-cing tidak menyangka anak muda ini sedemikian kepala batu, betapa pun dibujuk tetap tidak mau mambatalkan niatnya mencari Bok-ya. Ia pikir biarpun dikatakannya Jimoay sudah meninggal juga takkan dipercaya oleh Yu Wi. Apakah lantaran cintanya kapada Jimoay sudah sedemikian mendalamnya sehingga Jimoay harus ditemukan untuk hidup bersama"
Berpikir demikian, mendadak ia keraskan perasaannya dan berkata, "Ada satu urusan ingin ku mohon padamu, entah dapat kau terima atau tidak?"
"Tempo hari waktu kau bantu melancarkan segenap urat nadiku pernah kau katakan ada syarat yang harus kupenuhi, mestinya waktu itu ingin kutanya apa syaratmu, tapi sebelum kutanya segera kau turun tangan dan memulihkan tenagaku. Kutahu bukan maksudmu hendak memaksa kuterima syaratmu, apakah urusan yang kau maksudkan sekarang ini adalah persoalan sama seperti apa yang hendak kau katakan tempo hari itu?"
"Betul, sama urusannya," jawab Bok-cing. "waktu itu tidak kukatakan, tapi sekarang mau-tak mau harus kukatakan."
"Urusan apa" Asalkan dapat kulaksanakan pasti akan kuterima."
"Syaratku waktu itu mestinya ingin kuminta seterusnya kau lupakan Ji-moay, dan permintaanku sekarang juga tetap supaya kau lupakan Jimoay saja."
Air muka Yu Wi seketika berubah pucat, Ia pikir masakah di dunia ini ada permintaan yang tidak masuk diakal begini" Masakah suatu perbuatan berdosa jika aku tidak dapat melupakan Ya-ji"
"Kutahu permintaanku ini tidak masuk diakal," ucap Bok-cing dengan menyesal. "sekarang ingin kurubah sedikit, sebab kutahu pikiran seorang betapa pun tidak dapat dikekang. Bahwa tak dapat kau lupakan Jimoay, hal ini membuktikan dirimu ini adalah seorang yang berperasaan dan punya iman yang kuat, adalah wajar jika
selalu kau ingat kepada Jimoay. Namun kuminta agar jangan kau cari disa, boleh kaupikirkan dia. tapi tidak boleh lagi mencarinya."
"Hahaha" mendadak Yu Wi bergelak tertawa.
"Apa yang kau tertawakan?" tanya Bok-cing.
"Kugeli bahwa peristiwa lucu di dunia ini sungguh banyak. tapi tidak ada yang lebih lucu daripada hal ini."
Bok-cing kurang senang, "Apanya yang lucu" Kuminta jangan kau cari Jimoay adalah demi kebaikanmu sendiri sebab toh tak dapat kau temukan dia, untuk apa kau bikin susah dirinya sendiri"
"Hm, daripada bilang minta, kan lebih tepat kau katakan memberi perintah padaku," jengek Yu Wi.
Bok-cing menghela napas gegetun, " Kata kan minta boleh, bilang memerintah juga boleh, pendek kata seterusnya tidak perlu lagi kau cari Jimoay."
Mendadak Yu Wi terbahak-bahak pula, "Minta dan perintah tidaklah sama. Ko-toa siocia, kau berhak memberi perintah padaku, sebab kau pernah menolong jiwa ku. Tapi sebentar lagi tak dapat kau beri perintah pula padaku . . . ."
sampai disini, mendadak angkat jari dan menutuk hulu hati sendisi, menutuk Hiat-to yang mematikan.
Karuan Bok-cing terkejut, tampaknya dia tidak bergarak, tapi tahu-tahu dia bertindak sesuai kehendaknya, mendadak ia rangkul tangan Yu Wi dan meratap. "Aku . . . aku tidak memberi perintah padamu, boleh . ^ . boleh kau pergi besok"
Habis berkata, ia lepaskan tangan Yu Wi terus lari pergi sambil mendekap muka sendiri
Yu Wi sempat mendengar suara tangis si nona, ia jadi melengak. la heran sebab apakah nona itu menangis"
Ia coba merenungkan sikap dan tutur kata Ko Bok-cing selama beberapa hari ini, akhirnya ditemukannya sesuatu, yakni si nona sangat tidak suka bila dirinya memikirkan Ya Ji.
sejak hari pertama dirinya siuman Ko Bok-cing lantas tidak senang karena dirinya menyangka dia sebagai Bok-ya, dan sekarang dia telah menangis lantaran dirinya bertekad akan pergi mencari Ya-ji. semua ini manandakan bahwa Bok-cing tidak suka bayangan Ya-ji selalu terbayang dalam benaknya, sebaiknya supaya melupakannya. Mengapa demikian" sebab apa Bok-cing menghendaki dirinya melupakan Bok-ya" Apakah ada sesuatu sebab di dalam persoalan ini
Yu Wi ingin tanya Ko siu, tapi bila teringat sang paman yang setiap hari selalu sibuk pekerjaan dinas, mana ada waktu untuk mengurusi soal tetek- bengek ini, sebaiknya jangan mengganggu beliau.
Malamnya, selagi Yu Wi bermaksud pergi menemui Ko siu untuk menyatakan niatnya akan berangkat untuk mencari Bok-ya, tiba-tiba dilihatnya Gimji datang dengan tergesa-gesa.
Belum lagi Yu Wi buka suara, pelayan itu sudah mendahului mengomel, "Jangan kau tanya siocia lagi, sampai sekarang dia masih terus menangis"
" Esok pagi-pagi aku akau berangkat, tolong sampaikan kepada siociamu." kata Yu Wi.
"Hm. memangnya siapa yang dapat merintangimu?" jengek Gimji " Apabila aku, persetan dengan kepergianmu. Tapi siocia justeru masih memikirkan dirimu dan hendak memberi barang apa padamu. Ini ambil, coba saja malam nanti apakah dapat kau tidur nyenyak?"
Habis berkata ia taruh sasuatu di atas meja, lalu tinggal pergi.
Yu Wi hanya menggeleng sambil ia nyengir, dilihatnya barang di atas meja itu terbungkus oleh saputangan sutera berbentuk persegi.
Ia mendekat dan memegang barang itu, segera tercium olahnya bau harum yang sedap. bau harum yang sudah dikenalnya, yaitu
bau barum yang pernah dicium dari tubuh Ko Bok-cing waktu mereka tidur satu ranjang tempo hari.
Jelas saputangan itu adalah milik Ko Bok-cing. entah apa yang terbungkus. Waktu ia membukanya, kiranya isinya adalah satu buku tua berwarna kuning.
Begitu melihat tanda diatas sampul buku itu, seketika Yu Wi terkejut, ^Hei, bukankah inilah tanda pangenal yang terdapat didada Bu-beng-lojin di Ho-lo to itu?"
Kiranya di atas sampul buku terlukis bulan sabit warna hijau, ia masih ingat pesan tinggalan Bu-beng-lojin didasar Ho-lo-to dahulu, katanya barang siapa yang menemukan jenazahnya diminta menyelidiki asal-usul orang tua itu, ada pun rahasia asal-usulnya terletak pada toh hijau berbentuk bulan sabit di atas dadanya.
Peristiwa itu masih teringat baik-baik oleh Yu Wi, kini mendadak dilihatnya tanda bulan sabit separti apa yang ditandaskan oleh Bu-beng-lojin itu, jelas hal ini bukannya kejadian secara kebetulan, tapi kitab ini pasti ada sangkut-pautnya dengan si kakek sakti tak bernama itu.
Yu Wi coba membuka halaman pertama buku itu, di atasnya tertulis tiga huruf kanji kuno, "Goat-heng-bun" atau perguruan bulan sabit.
"Goat-heng-bun" Apakah nama sesuatu perguruan atau aliran?" demikian Yu wi bergumam sendiri. Lalu ia menggeleng kepala dan berkata pula, "Ah, tidak betul, selamanya tidak pernah kudengar ada sesuatu aliran atau perguruan yang bernama Goat-heng-bun",,
Waktu halaman kedua dibuka, terlihat penuh tulisan huruf kecil, Yu wi tertarik oleh empat huruf besar yang ditulis dengan bentuk aneh, yakni "su-ciau-sin-kang".
Berdebar jantung Yu Wi demi melihat nama ilmu sakti ini. Tanpa kuasa ia membaca tulisan yang memenuhi halaman itu . ..
Tapi baru beberapa baris dibacanya, mendadak ia menutup kembali kitab itu dan bergumam pula, "Tidak. tidak boleh kubaca ..."
Ia tahu bilamana kitab itu dibacanya lagi, akibatnya pasti akan tertarik oleh ilmu sakti itu dan hal ini berarti keberangkatannya besok akan gagal, dan selanjutnya juga takkan terpikir lagi akan mencari Bok-ya.
Maklumlah, bilamana seorang ahli silat dapat membaca satu kitab ilmu silat mujizat, jarang yang tidak menjadi tertarik. semakin gaib sesuatu kitab ilmu silat semakin besar pula daya tariknya. Rasanya takkan berhenti bila belum berhasil meyakinkan ilmu silat yang tercantum dalam kitab itu.
Kini ilmu silat Yu Wi sudah mencapai taraf tertinggi, sekarang diberinya kitab pusaka yang sukar dicari di dunia persilatan ini, tentu saja dia tambah melengket dan sukar melepaskan diri Apabila dia membacanya lagi, memang betul bisa lupa daratan dan urusan Bok-ya bisa dikesampingkannya.
Dan bila ilmu dalam kitab sudah dikuasainya, tentu Yu Wi akan merasa utang budi kepada Ko Bok-cing, dan kalau nona itu minta dia jangan lagi mencari Bok-ya, tekadnya tentu tidak teguh seperti sekarang.
otak Yu Wi memang encer, demi teringat kepada akibatnya nanti, ia tidak membaca lagi, ia tutup kitab itu dan dimasukkan kedalam baju dengan maksud akan dikembalikan kepada Bok-cing. pikirnya, "Tidak boleh kuterima barang ini."
Saat ini Ko Bok-cing lagi duduk dikamarnya dengan pikiran kacau, ia tidak tahu apakah waktu itu Yu Wi lagi membaca su-ciau-sin-kang atau tidak.
Ternyata benar dugaan Yu Wi, tujuan pemberian kitab itu memang digunakan Ko Bok-cing untuk menahan Yu Wi tetap tinggal disitu. Ia pikir, "Asalkan dia mau membaca, tidak nanti dia pergi besok. seperti diriku sendiri, waktu itu aku baru berumur sepuluh, tahun sengaja kubuka kotak rias ibu yang dibawanya dari rumah orang tua, kudapatkan kitab yang dibungkus dengan kertas minyak ini. karena rasa ingin tahu. kubaca isinya dan jadinya aku terpikat, selama sepuluh tahun ini hampir setiap hari kuteng gelam dalam
membaca isi kitab itu dan giat berlatih, Dia adalah seorang ahli silat. tentu juga akan terpikat."
Sudah diperhitungkannya Yu Wi pasti akan melengket oleh kitab itu, maka esok akan disiapkannya sebuah kamar yang indah agar anak muda itu dapat mempelajari su-ciau-sin-kang dengan baik. Ia yakin setarusnya Yu Wi takkan meninggalkannya dan juga takkan mencari Jimoay lagi.
Tengah melamun, sekonyong-konyong bayangan orang berkelebat, seorang menyelinap masuk kekamarnya. siapa lagi kalau bukan Yu Wi.
Dengan sikap dingin Yu Wi mengeluarkan kitab itu dan dikembalikan kepada Bok-cing. katanya. "Tak dapat kuterima hadiah setinggi ini nilainya, ambil kembali saja."
Hati Bok-cing terluka oleh sikap Yu Wi yang dingin itu, dengan suara pedih ia tanya, "Sudah kau baca tidak" Coba bacalah"
"Kukuatir bila kubaca, maka seterusnya tak dapat pergi lagi, maka tidak kubaca," jawab Yu Wi ketus.
"Jika demikian, jadi kau tahu isi kitab ini adalah su-ciau-sin-kang?" Yu Wi mengangguk.
"Dan kau ternyata mampu mengekang perasaanmu untuk tidak membacanya, hal ini menandakan betapapun tidak dapat kutahan dirimu disini. Baiklah, besok boleh kau pergi. Kuharap semoga Jimoay dapat kau temukan dan dapatlah kalian menikah dengan bahagia."
"Sementara ini kumohon diri dulu, kelak bila Ya-ji kutemukan tentu akan kutemui dirimu," kata Yu wi.
"Pergilah" seru Bok-cing dengan menahan kepedihan-
Bibir Yu wi sudah bergerak lagi hendak omong, tapi lantaran si nona sudah mengusirnya, terpaksa urung bicara dan hendak melangkah pergi. Mendadak Bok-cing bertanya, "Kau mau bicara apa?"
Yu Wi berpaling dan menjura, katanya, " ingin kutanya sesuatu keterangan mengenai kitab tadi."
"Ooo, urusan apa?" tanya Bok-cing.
"Pada halaman pertama kitab itu tertulis tiga huruf "Goat-heng-bun", apakah kau tahu apa artinya?"
" Itulah nama sesuatu aliran yang sangat menonjol pada seratus tahun yang lalu, tapi sekarang sudah dilupakan orang. Aliran itu memakai tanda bulan sabit, setiap anak murid dari perguruan tersebut sama mempunyai tanda pengenal rahasia."
"Apakah toh hijau berbentuk bulan sabit?" tanya Yu Wi,
"Betul," jawab Bok-cing dengau heran. "Dari mana kau tahu?"
Yu Wi lantas mengisahkan pangalaman aneh di dasar Ho-lo-to dahulu.
"Ha h, Bu-beng-lojin itulah Ban put-tong" seru Bok-cing kaget.
"Ban Put-tong?" Yu Wi menegas dengan kejut dan girang. "Haha, Bu-beng-lojin, akhirnya berhasil kuselidiki namamu, bilamana engkau tahu di alam baka tentu kau dapat istirahat dengan tenteram."
"Apabila Ban put-tong betul tahu dialam baka, hakikatnya tidak perlu kau selidiki asal-usulnya, sebab tentu sudah lama ditanyakannya kepada raja akhirat." ujar Bok-cing dengan tertawa.
"Tapi dia minta kuselidiki asal-usulnya, sekarang baru diketahui namanya, kalau asal-usulnya bisa ketahuan tentu akan lebih baik."
"Yang ingin tahu dirimu atau dia?"
"Tentu saja dia."
"Lalu cara bagaimana akan kau beritahukan padanya jika berhasil kau selidiki?" tanya Bok-cing dengan tertawa.
Yu Wi menggeleng sambil menyengir, "Ya, terpaksa akan kuberitahukan jika sudah kususul ke akhirat."
"Kutahu asal-usul Ban Put-tong." tutur Bok-cing, "Bahwa dia minta diselidiki asal-usulnya bukan lantaran dia ingin tahu siapa dia, sebab pada hakikatnya dia tidak tahu lagi siapa dirinya, dia sudah kehilangan ingatan, dia cuma tahu seorang musuh telah membikin nelangsa dia hingga terhanyut ke Ho-lo-to, ia tinggalkan Hian-ku-cip dengan tujuan agar orang yang menemukan kitab pusaka itu dapat mempelajari dengan baik kungfu tinggalannya. lalu manyelidiki asal-usulnya supaya dapat membalaskan sakit hatinya."
Yu Wi merasakan keterangan si nooa cukup masuk di akal, serunya, "Tepat Dan siapakah musuhnya, aku wajib menuntut balas baginya."
"Mengapa kau wajib menuntut balas baginya?" tanya Bok-cing dengan tertawa.
"sebab akulah orang pertama yang menemukan pesan tinggalannya, meski tidak kutemukan Hian-ku-cip yang ditinggalkannya, asal kutahu siapa musuhnya, pasti akan kubalaskan dendamnya tanpa peduli risiko apa pun."
"Benar kau bertekad akan menuntut balas baginya?" tanya Bok-cing dengan tegas.
"Ya," jawab Yu Wi, "cuma ada satu dasarku, bila musuh memang orang jahat barulah dapat kubalasnya sakit hatinya."
"Baik-jahatnya seseorang sangat sukar untuk ditentukan." ujar Bok-cing, "Jika benar kau bertekad menuntut balas bagi Ban Put-tong. maka kaulah ahli waris Goat-heng-bun, sebab musuhnya adalah suatu perguruan yang disebut Thay-yang-bun (perguruan matahari)."
"Thay-yang-bun" Yu Wi menegas. " Kembali satu aliran aneh lagi."
"Kitab su-ciau-sin-kang yang kupegang ini kini harus kuserahkan padamu." ujar Bok-cing.
"Tidak, aku tidak mau, sudah kukatakan tak dapat kuterima hadiah sebesar ini."
"Hm, memangnya kau kira aku tidak tahu malu dan tetap ingin memberikan kitab ini padamu?" jengek Bok-cing. "Kau tahu sekarang Thay-yang-bun adalah musuh bebuyutan Goat-heng-bun, jika kau berniat menuntut balas bagi Goat-heng-bun, maka berarti kau sudah mengaku sebagai murid Goat-heng-bun. selaku murid Goat-heng-bun, masa benda pusaka perguruan sendiri tidak kau terima."
Yu Wi jadi melenggong. Dilihatnya Bok-cing telah menyodorkan kitab itu kepadanya. setelah ragu sejenak. akhirnya Yu Wi menerimanya.
Dengan gemas Bok-cing lantaa berkata, "selanjutnya kau tidak cuma mengemban tugas membalas dendam ayah dan terbunuhnya isteri, kini ditambah lagi satu tugas, yakni menuntut balas bagi perguruan sendiri"
"Dendam sakit hati Permusuhan Wah. takkan habis-habis kubalas dendam selama hidup ini" ujar Yu Wi sambil menyengir.
"Pejabat ketua Goat-heng-bun terakhir adalah ayah Ban put-tong." demikian Bok-cing bertutur pula, "sekarang Goat-heng-bun telah bangkit kembali, bolehlah kau jabat ketua Goat-heng-bun sekarang."
"Baik, sekarang aku adalah pejabat ketua Goat-heng-bun, tapi kau telah belajar su-ciau-sin-kang, kau pun terhitung murid Goat-heng-bun, selanjutnya kau harus tunduk kepada perintah sang ketua."
Bok-cing jadi melengak, tapi segera ia menjawab dengan tertawa, "Aku memang mau tunduk kepada perintahmu,"
Yu Wi merasa ucapannya tadi agak keluar ril, cepat ia menambahkan, "Eh, cara bagaimana Ban-locianpwe sampai terhanyut ke Ho-lo-to, bahkan terluka parah sehingga kehilangan ingatan?"
"Soal ini aku pun tidak jelas," jawab Bok-cing, "cuma didalam bungkusan kertas minyak telah kubaca sepucuk surat wasiat
tinggalan ayah Ban put-tong, surat itu memberi nasihat agar puteranya sadar kembali kejalan yang benar, ditunjukannya bahwa ibu tiri yang dicintai Ban put-tong itu adalah agen yang sengaja dikirim pihak Thay-yang-bun untuk mencuri rahasia Goat-heng-bun, terutama yang diincar adalah kitab pusaka Goat-heng-bun, yaitu Hian-ku-cip.
Waktu kutanya ibuku baru diketahui bungkusan dengan kertas minyak itu termasuk barang bawaan ibu waktu menikah, barang tinggalan leluhur dengan amanat bilamana Ban Put-tong diketemukan, supaya bungkusan itu diserahkan kepadanya. semula aku tidak habis mengerti mengapa ibu tidak tahu leluhurnya she Ban, yang diketahui hanya menyerahkan bungkusan itu kepada Ban put-tong. sekarang dapatlah kupahami hal itu, rupanya Ban Put-tong telah mati di Ho-lo-to sehingga tidak mungkin bungkusan itu dapat diserahkan padanya. sedangkan barang yang termasuk emas kawin ini hanya diturunkan kepada anak perempuan dan tidak kepada anak lelaki, setelah beberapa turunan, anak perempuan yang membawa barang ini entah telah berganti she beberapa kali."
"Ibumu kawin dengan orang she Ko, bila kemudian bungkusan wasiat ini pun diberikan kepadamu sebagai emas kawin, tentu akan jatuh kepada anakmu yang berganti she lagi, dengan bagitu menjadi semakin jauh dan tidak tahu lagi leluhurnya yang she Ban. Anehnya, mengapa benda pusaka ini hanya diwariskan kepada anak perempuan dan tidak kepada anak lelaki. sebab apa kitab pusaka ini tidak diwariskan kapada putera keluarga Ban sendiri?"
"soalnya puteranya menyeleweng," ujar Bok-cing dengan tertawa. "Di dunia ini memang terlalu banyak lelaki busuk. kan lebih baik diwariskan kepada anak perempuan,?"
Yu Wi pikir tidak botleh bergurau lagi, maka dengan serius ia berkata, "Sebenarnya, bagaimana duduk perkaranya?"
"Begini," tutur Bok-cing, " ketua Goat-heng-bun yang terakhir itu mempunyai seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan dari isteri tua yang sudah meninggal. Anak lelaki itu ialah Ban put-tong. waktu Ban put-tong sudah dewasa, ayahnya baru menikah lagi,
isteri yang masih muda ini ternyata murid Thay-yang-bun- Padahal Thay-yang-bun adalah musuh bebuyutan Goat-heng-bun, tapi selama itu Thay-yang-bun tidak dapat mengalahkan Goat-heng-bun, maka digunakannya Bi-jin-keh (akal wanita cantik) untuk mencuri ilmu silat musuh. Tapi sayang. Goat-heng-bun mempunyai suatu peraturan aneh, ilmu silat perguruan hanya diajarkan kepada lelaki dan tidak kepada perempuan- Dengan sendirinya isteri muda itu tidak berhasil mendapat ajaran kungfu Goat-heng-bun, maka dia lantas mencari jalan lain, digodanya Ban put-tong, setelah anak muda itu terpikat, lalu disuruhnya mencuri kitab pusaka perguruan dan kemudian keduanya minggat bersama.
"Ban put-tong tidak tahan godaan- ia benar2 minggat bersama ibu tiri dengan mengkhianati ayah sendiri, bahkan dibawa minggat pula kitab yang berisi intisari ilmu silat Goat-heng-bun, yaitu kitab yang dikenal sebagai Hian-ku-cip. -Demi mengetahui perbuatan anaknya yang durhaka itu, sang ketua menjadi murka dan akhirnya jatuh sakit. Kemudian ia pun menyadari kesalahan terletak pada dirinya sendiri, isteri muda yang dinikahinya ternyata murid Thay-yang-bun.


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-setelah mengetahui duduk perkaranya, ia tidak lagi menyalahkan anak sendiri, sebelum meninggal dia menyerahkan kepada anak perempuannya kitab su-ciau-sin-kang yang biasanya hanya diturunkan kepada anak lelaki itu dengan pesan agar kelak bila Ban Put-tong diketemukan, hendaknya anak muda itu berlatih dengan baik ilmu sakti su-ciau-sin-kaag agar pihak Goat-heng-bun tidak dihina lagi oleh Thay-yang-bun. Tapi sejak itu puteri sang ketua ternyata tidak pernah bertemu lagi dengan Ban Put-tong, juga tidak didengar berita mati- hidup saudaranya. Karena kehilangan pimpinan, kekuatan Goat-heng-bun makin merosot dan selalu dikalahkan oleh pihak Thay-yang-bun, sampai sekarang, perguruan Goat-heng-bun boleh dikatakan sudah lenyap. sampai meninggalkan puteri ketua Goat-heng-bun itu tetap tidak tahu dimana Ban put-tong, rupanya dia kuatir kungfu keluarga Ban akan putus turunan, maka kitab su-ciau-sin-kang di bungkusnya dengan kertas minyak bersama surat wasiat sang ayah untuk Ban put-tong dan ditetapkan
sebagai emas kawin leluhur agar bilamana kelak Ban put-tong atau keturunannya diketemukan, barang pusaka itu dapat dikembalikan kepada anggota keluarga Ban. Rupanya ia tidak tahu bahwa Ban put-tong sudah mati dan juga tidak meninggalkan keturunan."
"Kukira mungkin Bu-beng-lojin itu terluka parah oleh pukulan ibu tirinya, lalu ditinggalkan di Ho-lo-to," kata Yu Wi dengan menyesal.
"Tidak. menurut dugaanku. mungkin dia sendiri yang kabur ke Ho-lo-to, mungkin diketahuinya tujuan ibu tirinya hanya mengincar Hian-ku-cip. ketika hal ini diketahuinya dia telah terkepung oleh murid Thay-yang-bun, dalam gusar dan menyesalnya, dia melakukan perlawanan dan terluka parah, lalu kabur sekuatnya dengan sebuah sampan sehingga terhanyut ke Ho-lo-to dan akhirnya tenggelam ke dasar pulau tandus itu. Waktu ia siuman di dasar pulau, lantara terluka parah dan kehilangan tenaga, pula akibat jiwanya yang terganggu sehingga kehilangan ingatan namun Hian-ku-cip dapat dipertahankan dan tidak sampai dirampas oleh orang Thay-yang-bun, dalam keadaan linglung ia mengira kitab pusaka itu baru ditemukan olehnya, lalu ia mulai berlatih lagi ilmu dalam kitab itu. Padahal Hian-ku-cip itu adalah kitab pusaka warisan keluarganya. Dan pada waktu kungfu sakti berhasil diyakinkannya, ingatannya tetap tidak dapat pulih, sampai ajalnya dia tetap tidak tahu seluk-seluk dirinya sendiri"
---ooo0dw0ooo---
Bab 9 : Antara Ko-Bok-ya dan Ko-Bok-cing
Diam-diam Yu Wi mengangguk, ia pikir analisa Ko Bok-Cing memang masuk di akal seperti menyaksikan sendiri kejadian yang sebenarnya, diam-diam ia sangat kagum kepada kecerdasan nona ini, pantas dalam usia sepuluh tahun sudah dapat membaca dan melatih su-ciau-sin-kang, jika dirinya yang melatihnya entah memerlukan waktu berapa lama"
"Nah, jika kau hendak membalas dendam bagi Ban Put-tong alias Bu-beng-lojin, musuh yang harus kau cari adalah Thay-yang-bun,
setelah Su-ciau-sin-kang berhasil kau kuasai bolehlah kau pergi mencari mereka," demikian kata Ko Bok-cing.
Tapi Yu Wi lantas menggeleng, katanya, "Agaknya Thay-yang-bun serupa dengan Goat-heng-bun, keduanya sudah musnah semua, kalau tidak, mengapa selama ini tidak pernah kudengar tentang Thay-yang-bun?"
"Tentang Goat heng-bun saat ini masih ada dua orang pewaris, aliran ini akan punah tapi belum punah, sedangkan Thay-yang-bun tidak terdengar mengalami sesuatu, kukira tidak sampai musnah begitu saja, bisa jadi mereka mengasingkan diri di daerah terpencil tapi bila suatu waktu Thay-yang-bun muncul lagi di dunia Kangouw, kuyakin pasti akan terjadi kekacauan besar, tatkala mana sebagai ketua Goat-heng-bun tugasmu tidak cuma menuntut balas saja, tapi juga harus menegakkan keadilan bagi khalayak ramai."
Yu Yi tertawa, "Tampaknya tidak saja pintar, bahkan juga banyak khayalanmu."
Ko Bok-cing merasa kikuk oleh pujIan orang, ia menunduk dan berkata, "Bilakah kau akan berlatih su-ciau-sin-kang" Kukira boleh mulai berlatih di sini saja."
Mendadak Yu Wi bergelak tertawa, katanya, "Haha, mana aku dapat tertipu, kau menghendaki aku menjabat ketua Goat-heng-bun dan membujuk kutuntut balas bagi Goat-heng-bun. Memang pernah kujanji akan membalaskan dendam Bu-beng-lojin, tapi sekarang belum diketahui siapa musuhnya, andaikan tahu juga dapat kugunakan kepandaianku sendiri untuk membereskannya dan tidak harus berlatih su-ciau-sin-kang. Maka kitab ini boleh kau simpan kembali saja."
Segera Yu Wi menaruh kitab itu di atas meja, tanpa ragu ia melangkah keluar, setiba diambang pintu ia berpaling pula dan berkata, "Tentang pejabat ketua Goat-heng-bun, Kukira lebih baik dipangku oleh murid yang resmi seperti dirimu ini, Nah. sampai bertemu, esok aku tidak datang pamit lagi."
Mata Ko Bok-cing tampak merah, kembali ia menangis, dengan susah payah ia berusaha, tapi hasilnya nihil, pikirnya di dalam hati, "Wahai kakak Wi, pada suatu hari kelak kupercaya kau akan memohon padaku."
Esok paginya Gim-ji melayani Yu Wi bercuci muka, kesempatan itu digunakannya untuk tanya, "Apakah pagi ini Kongcu pasti akan berangkat, apakah sudah diberitahukan kepada Loya?"
Dengan kesal Yu Wi menjawab, "Semalam ketika meninggaikan tempat siociamu sudah kuberitahukan paman sekalian. siapa tahu paman melarang keberangkatanku dan berkeras menahanku tinggal di sini. Namun mana boleh jadi, hari ini juga akan kuberangkat secara diam-diam, jika kau ditanya, katakan saja kupergi tanpa pamit."
Tiba-tiba Gim-ji menghela napas, ucapnya "Apakah Kongcu tahu sebab apa Loya melarang bepergianmu dan sebab apa pula tidak menyuruh orang lain melayani dirimu, tapi justeru siocia dan Gim-ji yang disuruh meladeni engkau?"^
Yu Wi menggeleng, "Entah, aku tidak tahu, tapi bila aku hendak pergi, siapa pun tak dapat menahan diriku."
Gim-ji mendengus. " Kutahu, biarpun raja juga tidak dapat menahan dirimu. Tapi ingin kukatakan satu hal padamu. sebabnya Loya menahanmu di sini adalah karena beliau bermaksud mengawinkan siocia padamu, apakah kau tahu?"
Yu Wi jadi gugup, katanya cepat, "He, mana boleh jadi, selagi Ya-ji hilang, mana boleh kukawin dengan kakaknya?"
Ucap Gim-ji dengan menyesal. "Justeru lantaran Ya-ji menghilang dan tidak dapat ditemukan kembali mengingat pula kebaikanmu pada Ya-ji maka Loya hendak menikahkan puterinya yang lain padamu siapa tahu orang tolol seperti dirimu ini justeru tidak mau terima. sebaliknya hendak pergi mencari Ji siocia yang tidak dapat ditemukan itu."
Yu Wi tidak menyangka sang paman ada maksud memungut menantu padanya. seketika ia jadi tercengang. ia coba merenungkan kembali beberapa percakapan antara sang paman dengan dirinya, ternyata memang ada tanda-tanda ingin menyodohkan Ko Bok-cing kepadanya.
Didengarnya Gim ji berkata pula, "sejak kau terluka dan dibawa kesini, waktu itu juga sudah timbul maksud Loya akan menjodohkan siocia padamu, maka siocia disuruh melayani kau agar kalian dapat berkenalan lebih akrab lebih dulu. Loya pikir siocia serupa dengan Ji siocia, tentu kalian cocok juga, siapa tahu, meski siocia kami pribadi sudah mau, kau sendiri justeru berhati kaku seperti batu dan berkeras mau pergi. sudah kami beritahu Ji siocia tak dapat ditemukan kembali tetapi tidak kau percayai"
"Mengapa kau pun mengatakan Ya-ji tidak dapat ditemukan, sesungguhnya apa sebabnya?" tanya Yu Wi mendadak.
"Apa sebabnya, boleh kau pikirkan sendiri," jawab Gim-ji dengan gegetun.
saking gelisahnya sampai urat hijau menonjol di kening Yu Wi, serunya, "Tak dapat kupikirkan, katakanlah padaku."
Gim-ji menjengek. "Hm, meski derajat Gim-ji cuma seorang babu, tapi tidak takut digertak."
"O, Gim-ji yang kaik, maafkan sikapku yang kasar," terpaksa Yu Wi memohon, "tolong beritahukan padaku, sesungguhnya apa sebabnya?"
"Ji siocia yang hendak kau cari tidak pergi kemana-mana, dia justeru berdiam di rumah sendiri di tempat Ji naynay...."
Belum habis ucapan Gim-ji, saking girangnya Yu Wi terus berlari pergi tanpa memakai jubah luar lagi.
Langsung ia berlari ketempat kediaman Giok-ciang-siancu, ibunda Ko Bok-ya. Pikirnya, " Kiranya Ya-ji berdiam di rumah sendiri, mengapa mereka sama mengutuki dia sudah tidak dapat ditemukan kembali" sungguh tidak pantas."
Ia masih ingat rumah Ya-ji, mesti kota Pak-khia sangat luas, hanya sebentar saja sudah diketahui arahnya dan segera ia berlari ke sana.
orang ramai sama terkejut dan saling padang dengan bingung melihat Yu Wi berlari bagai diuber setan. Untung hari masih pagi, tidak banyak orang yang berlalu- lalang, kalau tidak- cara lari Yu Wi tentu menimbulkan kepanikan di tengah kota.
Setiba di istana Panglima Perang, dilihatnya suasana sekeliling istana sunyi senyap. tidak tertampak orang lalu, hari masih pagi, bisa juga lantaran komplek istana panglima adalah daerah terlarang untuk dilalui umum.
Ketika menaiki anak tangga atau undak-undakan batu depan istana, Yu Wi melihat keadaan tempat masih tetap seperti dulu, tapi orang dan persoalannya sudah berubah. Dahulu ia membawa Bok-ya meninggalkan istana ini, meski jiwa si nona waktu itu sangat menguatirkan, tapi keduanya selalu berdampingan dengan mesra, kenangan manis itu sukar untuk dilupakan. sekarang dia kembali ke sini sendirian untuk mencari Ya-ji, hati terasa kesepian dan berduka.
Ia tidak tahu apa yang harus diucapkannya bila bertemu dengan Ya-ji nanti, bila Ya-ji tanya padanya: "Apa kabar selama berpisah ini" sungguh entah cara bagimana dirinya harus menjawab, apakah mesti menjawab bahwa aku sudah kawin dan sudah punya anak?"
Lalu bagaimana perasaan Ya-ji setelah mendengar jawabannya" Apakah nona itu takkan marah kepada cintanya yang tidak setia dan marah padanya karena dirinya tidak berusaha mencari ke mana perginya, tapi menikah dengan gadis lain, bahkan sudah punya anak"
Namun perkembangan selama beberapa tahun ini sukar untuk diduga oleh siapa pun, pengalaman sendiri boleh dikatakan terlalu aneh dan gaib, biarpun diceritakan beberapa hari juga takkan habis, tapi meski sampai pecah bibirnya menceritakan pengalamannya itu untuk memberi penjelasan kepada Ya-ji, apakah nona itu mau mengerti dan memberi maaf padanya"
Yu Wi ragu-ragu, ia berhenti pada undakan paling atas, ia geleng kepala pelahan dan berpikir, "Dia takkan memaafkan diriku, dia pasti menganggap kedatanganku ini hanya karena kepepet, sesudah isteri terbunuh, setelah merasa kesepian barulah teringat kepadanya."
Berpikir sampai di sini, mendadak ia menarik kembali tangan yang sudah siap mengetuk pintu itu, dia membatin pula. "Masakah aku tidak menemuinya" kan lebih baik jangan menemui dan pergi saja secara diam-diam"
Tapi baru membalik tubuh, kaki terasa berat untuk turun ke bawah undakan, seketika timbul pula hasratnya yang kuat, hasrat yang mendorongnya menemui Ya-ji, sebelum bertemu rasanya tidak rela.
Maka ia membatin pula, "Aku sudah berada disini, biarlah kutemui dia saja, peduli apa yang dipikir Ya-ji atau diriku. betapa dia benci dan memaki diriku yang pasti akan kuceritakan pengalamanku selama beberapa tahun ini secara terus terang dan kutanya keadaannya selama ini. Apabila juga baik-baik, maka puaslah hatiku, sekalipun tetap benci kepada ketidak setiaan dirinya dan menyatakan takkan bertemu lagi untuk selamanya. asal sudah melihatnya dapatlah kupergi dengan hati tenteram, sebab apa pun- juga sudah kuceritakan segalanya dengan blak-blakan."
Pertentangan batin Yu Wi sekarang serupa seorang anak yang berbuat salah, betapapun akan mengaku terus terang kepada ibunda, peduli sang ibu akan menghukumnya atau tidak, yang jelas ia telah mengakui segalanya, kalau tidak demikian, selamanya hati takkan tenteram.
setelah membulatkan tekad akan menemui Ya-ji, seketika hatinya berdebur lagi, serupa pada waktu Gim-ji memberitahukan dimana beradanya Ya-ji, sekatika ia kegirangan luar biasa, sampai jubah luar tidak sempat dipakai dan segera berlari pergi seperti kesetanan.
Ia angkat tangannya yang rada gemetar itu untuk mengetuk pintu dengan gelang baja yang tergantung di daun pintu. "Trang-trang-trang", terdengar tiga kali suara nyaring keras.
Setelah mengetuk pintu, segera terpikir lagi olehnya, "sekian tahun tidak bertemu, entah bagaimana wajah Ya-ji, tentu agak lebih kurus" Dia tidak tahu apakah diriku masih hidup tidak didunia ini. Teringat pada waktu dia meloloskan diri dari tangan gurunya dahulu, dia mengira jiwa ku paling-paling hanya tahan hidup setengah tahun saja, setengah tahun kemudian aku akan mati karena bekerjanya racun yang diminumkan pada ku oleh su Put-ku itu. Pantas dia kabur dari Tiam-jong-san, rupanya dia hendak mencari diriku agar waktu setengah tahun itu dapat digunakan untuk berkumpul denganku. Tapi dia tidak menemukan diriku, aku pun tidak sempat mencarinya, mungkin dia mengira diriku sudah mati. apabila dia masih memikirkan diriku, mustahil dia tidak menjadi kurus selama tiga tahun ini?"
Berpikir sampai disini, bergolaklah perasaannya, sungguh ia ingin segera bertemu dengan Bok-ya dan berkata padanya bahwa aku belum mati, lihatlah Toako masih hidup segar bugar di dunia ini
Maka tanpa dipikir lagi mengapa sudah sekian lama pintu belum lagi dibuka orang, segera ia mendorong pintu. Tak terduga, sekali dorong, kedua sayap daun pintu yang besar itu ternyata lantas terpentang dengan lebar.
Yu Wi jadi melenggong, pikirnya, "Aneh, mengapa pintu tidak dipalang dari dalam" Padahal tempat panglima besar ini biasanya dijaga dengan ketat, mengapa tidak dipalang dan penjaga juga tidak kelihatan" jangan-jangan Ko siu tidak berdiam disini, maka penjagaan telah dihapus?"
Ia melangkah ke dalam, tapi baru beberapa langkah segera dirasakan gelagat tidak beres, ia heran mengapa suasana sehening ini, terasa seram seperti dikelenteng bobrok yang terpencil, sama sekali tidak mirip istana seorang pejabat tinggi yang berkuasa.
Ketika ada angin meniup pelahan, sayup,sayup tercium oleh Yu Wi bau anyir darah, seketika timbul rasa kaget dan takut yang luar biasa. ter-hayang olehnya peristiwa terbunuhnya kedua isterinya di rumah juga serupa keadaan seperti sekarang ini. Apakah mungkin segenap penghuni istana ini sama mengalami malapetaka" .. ,
Segera Yu Wi berlari ke dalam, begitu masuk ruangan pendopo, tertampaklah adegan yang mengerikan, dilihatnya para pangawal satu persatu menggeletak disitu, kematiannya serupa, yakni kepala pecah entah terpukul oleh benda apa. Ia coba menyapu pandang seluruh ruangan dan sedikitnya ada 20-an sosok mayat.
Hal ini berarti para pangawal kediaman pribadi Ko siu yang kedua ini sebagian besar terbunuh diruangan ini.
Sampai melongo Yu Wi menyaksikan keadaan yang luar biasa ini, diam-diam ia menjerit didalam hati, "Siapa" siapa yang mengganas disini" Ko siu tidak tinggal disini, lalu apa maksud tujuan si pengganas" Apakah cuma membunuh anak isteri Ko siu saja?"
Saking sedihnya hampir saja Yu Wi berteriak tapi mendadak terpikir bisa jadi pembunuh belum pergi jauh, jika bersuara mungkin akan menjagetkan musuh malah. Maka sedapatnya ia menahan peraaaannya dan melangkah ke belakang untuk memeriksa apalagi yang terjadi.
Setiba diluar ruangan belakang, terlihat pula beberapa sosok mayat. Tak tertahan lagi air mata Yu Wi bercucuran, sebab dikenalnya salah satu mayat itu adalah ibunda Ya-ji, yaitu Giok-ciang-siancu.
Kalau Giok-ciang-siancu saja terbunuh, maka nasib Ya-ji dapat dibayangkan apabila benar nona itupun tinggal disini. saking cemasnya Yu Wi terus berlari kian kemari untuk memeriksa mayat yang bergelimpangan itu, ingin diketahuinya adakah jenazah Bok-ya.
Tapi segenap pelosok rumah itu sudah dijelahinya, tetap tidak ditemukan mayat Ya-ji, pikirnya Janjan-jangan Gim-ji berdusta padaku, sebenarnya Ya-ji tidak tinggal disini. Apabila dia tinggal
disini, tidak nanti dia melarikan diri, kalau tidak mati tentu masih bertempur dengan si pengganas."
Kesimpulan Yu Wi sangat tepat, sebab kalau Gok-ciang-siancu terbunuh. tidak mungkin Ko Bok-ya tinggal lari, tentu nona itu akan bertempur mati-matian dengan musuh.
Terpikir pula oleh Yu Wi kemungkinan dusta Giim-ji sangat kecil, jadi Ya-ji memang benar tinggal disini. dan kalau tinggal di sini, lalu di mana dia sekarang" sudah mati atau tidak"
Hati Yu Wi diliputi bayangan gelap. secara langsung dirasakannya alamat tidak enak. Maklumlah, antara dia dan Bok-ya sudah ada jalinan cinta yang mendalam, hanya karena pengalaman luar biasa yang mengakibatkan dia melupakan nona itu untuk sementara. sekarang nasib si nona sangat menguatirkan dia sehingga membuat pikirannya kacau, sungguh ia ingin berteriak-teriak " Ya-ji, di mana kau"
Dia menerjang kesana-sini tanpa arah tujuan sambil mengertak gigi erat-erat, ia kuatir kalau mendadak menemukan Ya-ji sudah mati. Tapi meski dia sudah berlari kian kemari tetap tidak ditemukan sesuatu yang tak terduga.
Maka terpikir pula olehnya mungkin Gim-ji sengaja berdusta padanya, Ya-ji memang tidak tinggal di sini. Maka rasa cemasnya menjadi rada berkurang. Akan tetapi ia tetap merasakan bimbang yang tak terhingga, juga rada kecewa ....
Perasaannya sekarang sangat kontradiksi, dia sangat berharap Ya-ji berada di rumahnya. tapi juga, berharap Ya-ji tidak tinggal disini, yang diharapkannya adalah supaya dapat bertemu dengan si nona untuk bercengkerama mangenai pengalaman masing2 selama berpisah ini, tapi ia kuatir pula bilamana Ya-ji berada di sini mungkin akan mengalami nasib buruk- maka akan lebih baik bila nona itu tidak berada disini, lebih baik selama hidup tidak bertemu lagi dengan nona itu asalkan dia masih hidup dengan baik di dunia ini.
Kenyataannya sekarang Ya-ji memang tidak berada dirumahnya, maka hati Yu Wi menjadi rada tenteram. Ia coba mendekati jenazah
Giok-ciang-siancu dan diangkatnya, ia hendak mewakili Ya-ji untuk mengubur sementara jenazah sang ibu, ia lihat jenazah Giok-ciang-siancu ternyata serupa dengan korban yang lain, kepalanya juga pecah terhantam, kalau tidak diperiksa dengan teliti sukar lagi dikenali. Dengan hormat Yu Wi membawa jenazah itu ke halaman, dicarinya suatu tempat yang resik dan sejuk untuk dikubur.
Halaman itu masih tampak indah, penuh macam-macam pepohonan dan bunga beraneka warna, terdengar burung berkicau menarik. Mungkin karena luasnya halaman, maka burung suka hinggap di pepohonan sini.
Agak jauh kesana Yu Wi mendapatkan suatu tempat yang sunyi dan sejuk. selagi jenazah Giok-ciang siancu hendak diturunkan, mendadak didengarnya suara "tok" satu kali, suara benturan dua benda kayu. Meski kecil suara ini, tapi cukup jelas terdengar oleh Yu Wi suara ini datang dari sebelah kanan.
Waktu ia memandang kesebelah kanan sana, rupanya karena teraling oleh pepohonan yang rindang, maka tidak dilihatnya dipojok halaman sana masih ada sebuah rumah.
Rumah ini tidak besar, hanya terdiri dari tiga petak. dibangun seperti biara kaum Nikoh (pendeta Buddha perempuan).
Diam-diam Yu Wi heran mengapa dipojok halaman terpencil ini terdapat bangunan demikian"
Tiba-tiba terdengar pula suara "tok" satu kali, maka Yu Wi dapat menduga suara itu adalah suara ketokan "Bok-hi" atau ikan kayu, semacam alat bunyian pemeluk agama Buddha pada waktu membaca kitab.
Ia menjadi heran siapakah yang beribadat di dalam rumah ini" Apakah si pembunuh tidak menemukan rumah ini sehingga orang yang bertirakat disini tidak ikut menjadi korban"
Orang yang bertapa disini- juga aneh, mengapa membangun biara di belakang istana panglima besar dan tirakat disini, dunia
seluas ini, tempat tirakat lain yang bagus masih banyak. mengapa justeru tempat ini yang dipilih"
Yang lebih aneh lagi adalah si pertapa ternyata tidak tahu segenap penghuni istana ini telah terbunuh habis, kecuali orang tuli mustahil tidak mendengar suara jeritan ngeri para korban pembunuhan itu.
Apakah karena sipertapa memang sangat saleh, pada waktu membaca kitab telah mencapai tingkatan yang lupa segalanya sehingga tidak merasakan kejadian disekitarnya.
Jika demikian halnya, sipertapa ini menjadi rada misterius, sebab seorang pertapa yang saleh ternyata bertirakat di biara yang dibangun dibelakang istana panglima angkatan perang, maka asal-usul sipertapa ini sungguh sukar untuk dimengerti.
Tengah termenung, tiba-tiba terdengar lagi suara "tok" seperti tadi, cuma ketukan sekali ini lebih keras sehingga jelas terdengar memang betul suara ketukan bok hi. Maka tidak perlu disangsikan lagi didalam rumah ini memang betul ada seorang pertapa.
Mestinya Yu Wi ingin mencari tahu lebih jelas apakah benar seorang pertapa yang tirakat di situ, tapi sekarang kebendak itu dibatalkannya, ia pikir untuk apa mesti mengganggu ketenangan orang"
segeru ia menaruh jenazah Giok-ciang-siancu ketanah dan hendak dikuburnya agar arwah yang mati bisa mendapatkan tempat yang tenang. Kemudian akan diberitahukannya kepada Ko siu agar diadakan pemakaman kembali.
selagi Yu Wi mulai menggali lobang dengan tangan, tiba-tiba terdengar suara "tok" lagi sekali, suara sekali ini terlebih keras, seperti diketuk oleh sipertapa dalam keadaan marah.
Yu Wi menggeleng kepala dan heran, "Aneh juga pertapa itu, mengapa cara begini dia mengetuk Bokhi" sudah tidak sama suara ketukannya, jarak waktunya juga tidak sama, pula tidak terdengar suaranya membaca kitab"
Maklumlah, biasanya pendeta Buddha membaca kitab sembari mengetuk Bokhi secara teratur dan berirama, kedengarannya sangat menarik.
Tapi ketukan Bokhi yaug didengar Yu Wi sekarang sudah tidak teratur. juga tidak enak didengar, bahkan boleh dikatakan menusuk telinga. Mau-tak-mau timbul rasa curiga Tu Wi dan ingin mencari tahu apa yang terjadi.
segera ia berbangkit, pelahan ia mendekati bangunan yang berbentuk biara itu. Ia kuatir mengganggu ketenangan orang, maka jalannya sangat pelahan tanpa menimbulkan suara.
Setiba di depan rumah kecil itu, dilihatnya pintu bagian tengah hanya setengah dirapatkan hingga keadaan di dalam dapat diintip.
selagi Yu Wi menimang apakah dirinya harus mengintp atau tidak. mendadak terdengar suara "tok" yang keras sehingga dia berjingkat kaget. Diam-diam ia membatin sedemikian keras pertapa itu mengetuk Bokhi, alat itu pasti terketuk pecah.
Benar juga dugaannya, Bokhi itu memang betul terketuk pecah. Didengarnya suara pertapa itu lagi berkata, "Jika tetap tidak kau serahkan, jiwa ibumu akan serupa Bokhi ini, akan kukatuk pecah"
Yu Wi melengak. la heran pertapa itu sedang bicara dengan siapa" Mengapa seorang pertapa bicara segalak itu, kedengarannya seperti lagi mengancam seseorang.
Orang yang diancam lantas menjawab, "suhu, janganlah engkau membunuh ibuku, biarlah kuserahkan ...." suaranya kedengaran gemetar, jelas karena tidak tahan diancam sehingga menerima permintaan si pertapa dan mau menyerahkan sesuatu yang dimintanya.
Terdengar sipertapa bergelak tertawa dan berkata, "Ha ha, masakah berani kau tolak permintaanku. setelah lima kali ketukan Bokhi berbunyi, sedetik pun tidak boleh tertunda. Nah, lekas katakan di mana kau simpan barangnya, kalau tidak. jangan menyesal bila kubunuh ibumu."
"Suhu," jawab yang diancam, "murid memang tidak pantas mencuri Kiam-boh suhu, sekarang terserah kepada hukuman yang akan suhu jatuhkan atas diriku."
"Hm, mengingat kau sudah bertobat, katakan saja apa permintaanmu?" jengek sang guru.
"Bila suhu bertemu dengan Yu Wi mohon suhu sudi mengajarkan dua jurus ilmu pedang yang belum dikuasai Yu Wi itu," demikian kata si murid. "Permintaan murid ini memang tidak pada tempatnya, namun ... namun murid rela mati asalkan suhu mau memenuhi permintaanku ini .... "
"Rela mati" Memangnya kau kira gurumu akan mcengampuni jiwamu?" jengek sang guru dengan gusar. "sungguh budak kurang ajar, kau berani mengkhianati guru dan membawa lari Hai-yan-kiam-boh, kabur dari Tiam-jong-san dan hendak mencari murid Ji Pek liong itu. Hm, muluk-muluk pikiranmu, hendak kau berikan Kiam-boh itu kepada bocah itu agar dia dapat menguasai kedelapan jurus ilmu pedang itu secara lengkap sehingga dapat menjagoi dunia tanpa tandingan. Huh, enak benar perhitunganmu. Nah, lekas mengaku di mana kau simpan itu" jika kubunuh ibumu supaya kau jadi anak yang durhaka...."
Baru sampai disini, sekonyong-konyong bayangan orang berkelebat, tahu-tahu seorang melayang turun ditengah kedua orang itu, menghadapi sang guru yang berdiri di dekat pintu dan membelakangi si murid yang berpakaian nikoh.
Pendatang ini memakai kain kedok hitam, dengan suara serak ia berseru, "Ko Bok-ya, ibumu sudah dibunuh oleh Nikoh bangsat It-teng .... "
seketika Nikoh yang berdiri di belakangnya berubah pucat demi mendengar keterangan ini, dengan suara gemetar ia tanya, "Jadi ... jadi ibu sudah ... sudah dibunuhnya?" Tanpa menoleh orang berkedok itu menghela napas menyesal dan pedih tak terhingga.
Orang yang berdiri didekat pintu ternyata It teng Taysu alias Thio Giok-tin, dia sekarang sudah piara rambut lagi dan disanggul diatas
kepala. Maka kurang tepat jika orang menyebutnya sebagai "Nikoh bangsat", sebab sekarang dia berdandan seperti perempuan biasa, berbedak dan bergincu. Cuma wajah Thio Giok-tin sekarang sudah tua sehingga dandanannya ini kelihatan berlebihan.
"Siapa kau" Lekas enyah" bentak Thio Giok-tin dengan melotot terhadap orang berkedok itu.
"Aku enyah, kaupun harus enyah, bang..." mendadak orang berkedok itu merandek dan ganti ucapannya, "Thio Giok-tin, biarlah kita enyah bersama dari sini, jangan membikin kotor tempat suci ini."
Dia tidak jadi memaki "Nikoh bangsat", sebab sekarang Thio Giok-tin tidak menjadi Nikoh lagi,justsru Ko Bok-ya sekarang telah cukur rambut dan menjadi Nikoh, maka makiannya itu kalau jadi di- lontarkan, bukan Thio Giok-tin yang termaki melainkan Ko Bok-ya.
Segera Thio Giok-tin menjengek, "Apakah di antara kita berdua ada permusuhan" Beranikah kau katakan siapa dirimu?"
suara orang berkedok itu tambah serak dan menjawab, "Jangan kau pancing kukatakan asal-usul ku, tapi dapat kuberitahukan padamu, diantara kita berdua bukan saja ada permusuhan, bahkan permusuhan yang sangat mendalam."
Thio Giok-tin merasa keder oleh gerak tubuh orang berkedok yang luar biasa tadi, maka dia tidak berani meremehkannya, ia sengaja menjajaki lagi, "Ada permusuhan apa" Memangnya telah kubunuh orang tua dan anak isterimu?"
Orang berkedok itu merasa malas untuk banyak bicara, iapun kuatir bila tinggal terlalu lama disitu akan dikenali oieh si Nikoh muda alias Ko Bok-ya, maka cepat ia berseru pula, "Thio Giok-tin sesungguhnya kau berani bertempur denganku atau tidak?"
Diam-diam Thia Giok-tin bertekad akan membunuh orang berkedok. bahkan akan digunakanu cara yang paling keji, tapi ia menjawab dengan tenang, "Jika kau ingin mati di tanganku kan teramat mudah. Hm, kau tidak berani mengaku siapa dirimu,
memangnya kau kira aku tidak tahu" Nah, keluar dan tunggu saja diluar, sebentar cukup dengan tiga jurus saja dapat kusebutkan siapa dirimu."
"Mau keluar harus keluar bersama sekarang juga, biarlah kita bertanding di tempat yang tidak ada orang lain," kata si orang berkedok.
" Ingin mati kan tidak perlu terburu- buru." ujar Thio Giok-tin, " dengan kehormatanku, tidak nanti kukabur dimedan perang. Boleh kau tunggu saja diluar, turutlah perkataanku, supaya kematianmu nanti dapat kuberi keringanan. sekarang aku hendak menghukum murid durhaka, kalau tahu diri lekas kau pergi dulu"
Benci Thio Giok-tin kepada orang berkedok ini tak terkatakan, coba kalau dia tidak datang, tentu Ko Bok ya sudah menyerahkan Hai-yan-kiam-boh
Kiranya Thio Giok-tin telah menggunakan tipu keji untuk menggertak Ko Bok ya agar menyerahkan kitab pusaka yang dicurinya itu, kalau tidak Giok-ciang-siancu yang dikatakan sudah ditawannya akan dibunuh, ia memberi batas waktu lima kali ketukan Bokhi, bila selesai Bokhi diketuk lima kali dan Kiam-boh tidak diserahkan, segera ibu Bok-ya akan dibunuhnya.
Padahal pada waktu Thio Giok-tin menyerbu ke situ Giok-ciang-siancu sudah dibunuhnya, hal ini tidak diketahui Bok-ya.
Tiga tahun yang lalu waktu Bok-ya kabur dari Tiam-jong-san, ia telah membawa lari Hai-yan-kiam boh, maksudnya hendak mencari Yu Wi dalam waktu setengah tahun dan menyerahkan Kiam-boh itu kepadanya agar setelah berhasil menguasai kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat anak muda itu akan menjadi jago nomor situ di dunia.
Tak terduga selama setengah tahun tiada berita apa pun mengenai Yu Wi yang diperolehnya, meski dia telah berusaha dengan segala daya upaya tetapi jejak anak muda itu tidak ditemukan. selewatnya setengah tahun, Bok ya jadi putus asa,
disangkanya setelah lewat waktu yang ditentukan tentu racun yang diminumkan su Put-ku itu telah bekerja dan Yu Wi sudah mati.
Bok ya teramat mencintai Yu Wi, karena menyangka Yu Wi sudah mati, ia merasa hidup ini sudah tidak ada artinya lagi. maka ia lantas mencukur rambut dan menjadi Nikoh. Tahun yang lalu dia ditemukan anak buah Ko siu di sebuah biara dipegunungan Hoa-san.
Ketika menerima laporan bahwa puteri kesayangan mereka telah menjadi Nikoh, serentak Ko siu dan Giok-ciang-siancu menyusul ke Hoa-san dan membujuk agar anak perempuannya mau kembali ke kehidupan biasa. Namun Bok ya bersumpah takkan kembali lagi ke dunia ramai. tapi ia pun tidak tega membikin susah orang tua, ia ikut pulang kePak khia bersama ayah ibunya.
Kosiu lantas membangun sebuah biara kecil di belakang taman agar Bok-ya dapat bertapa dengan tenang di situ, agar dapat pula sering-sering bertemu dengan orang tua.
Sesudah menjadi orang beragama, iman Bok ya sangat teguh. Mestinya orang yang sudah Jut-keh atau meninggalkan rumah, segala persoalan orang hidup dianggapnya kosong semua. Tapi pada dasarnya Bok ya memang anak berbakti, dia mau bertapa di rumah, sampai sekarang sudah tiga tahun ia bertirakat dan asyik menyelami agamanya, namun rasa baktinya kapada orang tua juga tidak pernah berkurang.
Kini Thio Giok-tin mengancam akan membunuh ibunya, terpaksa Ko Bok-ya harus menyerahkan Hai-yan-kiam-boh yang dicurinya dahulu.
Tampaknya kitab pusaka itu akan segera kembali padanya, tahu-tahu muncul seorang berkedok sehingga semua rencananya gagal total, keruan tidak kepalang gemas Thio Giok-tin, apabila tidak ada pertimbangan lain. sungguh dia ingin mencincang orang berkedok itu
Sambil memandang pemukul Bokhi yang masih dipegang Thio Giok-tin. si orang berkedok berkata dengan suara parau, "Thio Giok-
tin, tadinya kau jadi Nikoh dan sekarang sudah kembali preman. Tapi muridmu sekarang telah menjadi Nikoh, sebagai orang yang telah barpengalaman tentu kau tahu betapa pahit getirnya orang yang meninggalkan rumah. Umpama muridmu bersalah, kalau sekarang dia sudah menjadi Nikoh, segala kesalahan pada masa lampau juga harus dihapuskan, kau bicara lagi tentang memberi hukuman."
Thio Giok-tin mendengus, "Asalkan dia serahkan kembali Kiam-boh yang dicurinya, soal hukuman boleh dikesampingkan. Maka sekarang juga harus lekas dia serahkan Kiam-boh, kalau tidak hukuman sukar terhindar, bahkan jiwa ibunya juga tak tertolong."
Padahal sudah diperhitungkannya, bilamana Kiam-boh sudah kembali di tangan. segera juga dia akan turun tangan, ia sudah bersumpah takkan membiarkan orang barkedok dan Ko Bok-ya tetap hidup,
si orang berkedok lantas berkata dengan menyesal, "Wahai Thio Giok-tin, kau sungguh teramat kejam sudah jelas ibu orang telah kau bunuh. tapi masih kau ancam orang, di mana beradanya hati nuranimu?"
"Tutup mulut" bentak Thio Giok-tin. "Tiada permusuhan apa pun antara diriku dengan Giok-ciang-siancu. mengapa kubunuh dia tanpa sebab?"
"Nah, Ko Bok-ya, lekas kau serahkan Kiam-boh yang kau curi dan akan kuampuni jiwamu, bila kau tetap bandel dan percaya kepada ocehan keparat ini, jangan menyesal jika aku tidak kenal ampun lagi."
sebenarnya sejak tadi Ko Bok-ya hendak menyerahkan Hai-yan-kiam-boh, tapi di dalam hati masih mengharapkan Yu wi belum mati, sebab itulah dia mengajukan syarat agar Thio Giok-tin mengajarkan dua jurus Hai-yan-kiam hoat kepada Yu Wi, ia tidak tahu siapakah orang berkedok itu, demi mendengar ibunya sudah terbunuh, ia menjadi ragu dan setengah percaya, ia pikir masakah suhu begitu bodoh, sebelum mendapatkan Kiam-boh lantas
membunuh sanderanya" Kalau suhu telah mengancam diriku dengan lima kali ketukan Bokhi, tentu ibu belum dibunuhnya, makanya dia mengancam aku dengan cara demikian.
Padahal ia tidak tahu kekejian Thio Giok-tin, betapa licin akal busuknya, ia sengaja mengancam Bok- ya dengan batas waktu lima kali ketukan Bokhi agar nona itu merasa gelisah dan tidak sempat memikirkan keadaan sang ibu yang masih hidup atau sudah mati.
Maka sekarang Bok ya merasa sangsi meski ia mendengar si orang berkedok bilang ibunya sudah terbunuh, betapa pun ia tidak percaya sang guru telah membunuh ibunya, buktinya justeru jiwa sang ibu itu digunakan sebagai alat pemeras sang guru kepadanya.
Kuatir sang guru menjadi murka dan benar-benar bertindak keji, cepat Bok-ya berkata "Baiklah suhu, akan kuserahkan kitab ini, cuma kuharap...."
Thio Giok-tin tahu yang akan diucapkan Bok-ya selanjutnya adalah soal dua jurus ilmu pedang yang harus diajarkan kepada Yu Wi itu, ia kuatir dikacau lagi oleh orang berkedok dan urung pula mendapatkan kitab pusakanya, maka cepatja memotong, "Baik, mengingat hubungan baik kita masa lampau, kuterima permintaanmu untuk mengajarkan anak busuk she Yu itu dengan dua jurus yang kau maksudkan."
Tujuan Bok-ya mencuri kitab pusaka Itu justeru demi kepentingan Yu Wi dan tiada maksud lain, sekarang Thio Giok-tin telah manerima permintaannya, kitab pusaka itu tidak perlu ditahan lagi. Maklumlah, meski kitab itu sudah tiga tahun berada padanya, namun satu halaman saja belum pernah dibacanya.
selagi ia hendak mengeluarkan kitab yang diminta, mendadak si orang berbedok berseru, "Nanti dulu"
Suara orang berkedok sekarang tidak lagi dibikin serak seperti tadi, maka Ko Bok-ya jadi tercengang karena merasa suara orang sudah cukup dikenalnya. seketika ia urung pergi mengambil kitab yang disembunyikannya itu.
Keruan Thio Giok-tin menjadi gusar, bentaknya kepada orang berkedok. "Keparat, apakah kau cari mampus?"
"Jika kuberani datang ke sini, jiwaku memang sudah tidak kupikirkan lagi." jengek oreng berkedok itu, "Thio Giok-tin, kau bilang tidak ada permusuhan apa pun dengan Giok-ciang-siancu sehingga tidak perlu membunuhnya. sekarang ingin kutanya padamu, Ang-bau-kong dan Lam-si-khek kan juga tidak ada permusuhan apa pun denganmu, mengapa kau bunuh mereka" mengapa" Ya, mengapa" Coba sebutkan alasanmu?"
semula si orang berkedok bicara dengan menahan suara, tapi sampai akhirnya, karena rasa gusarnya yang tak tertahankan- suara aslinya lantas tercetus tanpa sembunyi lagi.
"Sesungguhnya siapa kau" Dari mana kau tahu akulah yang membunuh sijubah merah dan sijanggut biru?" seru Thio Giok-tin dengan kaget.
Waktu Thio Giok-tin mambunuh kedua orang tersebut di Tiam-jong-san dahulu hanya karena mereka telah mengajarkan Hui-liong-pat-poh dan Hoa-in-ciang-hoat kepada Yu Wi, waktu Thio Giok-tin membunuhnya, disana hanya terdapat Lau Tiong-cu, Yu Wi dan Lim Khing-kiok.
Lau Tiong-cu sudah lama tidak berhubungan dengan orang Kangouw, Thio Giok-tin yakin dia pasti takkan menyiarkan keganasan itu kecuali Yu Wi atau Lim Khing-kiok yang menyiarkan kejadian itu.
Tiba-tiba si orang berkedok bergelak tertawa saking murkanya, serunya, Jika ingin orang lain tidak tahu, kecuali diri sendiri tidak berbuat Thio Giok-tin, percuma orang menyebutmu sebagai It-teng sin-ni, kenyataannya kau adalah seorang jagal perempuan. Kau tanya ada permusuhan apa antara diriku denganmu, ketahuilah, dibunuhnya kedua Cianpwe si jubah merah dan sijanggut biru itulah merupakan permusuhanmu denganku yang tak terleraikan-"
Mendengar orang berkedok menyebut kedua orang yang terbunuh itu sebagai Cianpwe dan lantaran itu pula orang berkedok
ini mengikat permusuhan dengan dirinya, jejak kedua tokoh yang sudah terbunuh itu mempunyai hubungan yang erat dengan orang berkedok ini, maka dengan cepat Thio Giok-tin dapat menduga siapakah gerangan orang berkedok ini.
Segara ia menjengek, "Hm, kukira siapa, rupanya anak busuk she Yu. Muridku sekarang sudah menjadi Nikoh, coba bagaimana perasaanmu?"
Orang berkedok ini memang betul Yu Wi adanya. Betapa pun tak terpikir olehnya bahwa Bok-ya yang lincah dan penuh gairah hidup itu bisa putus asa dan rela menjadi Nikoh, tadi ketika didengarnya Bok-ya meminta Thio Giok-tin suka mengajarkan kedua jurus ilmu pedang padanya, hati Yu Wi terasa pedih tak terkatakan.
Nyata Bok-ya tidak pernah melupakan dirinya, bahkan demi dirinya rela mendurhakai guru, akibatnya ibu kandung sendiri terbunuh, sebaliknya bagaimana dengan dirinya. Pernahkah dirinya memperhatikan nona itu, malahan beberapa tahun terakhir ini sama sekali telah melupakan dia. Kalau sekali ini dirinya tidak terluka dan dibawa orang kerumah Paman Ko, mungkin juga tetap tidak ingat kepada Ko Bok-ya.
Yu Wi pikir dirinya adalah seorang yang paling tidak berbudi dan tidak setia, terbunuhnya Giok-ciang-siancu, secara langsung pengganasnya ialah Thio Giok-tin, tapi pembunuh secara tidak langsung adalah dirinya.
Kalau bukan demi dirinya, Bok-ya takkan minggat dari Tinm-jong-san dengan mencuri Kiam-boh. Betapa pun jahatnya Thio Giok-tin juga takkan membunuh ibu muridnya sendiri
Berpikir sampai disini, tidak terkatakan pedih hati Yu Wi, ia membatin, "Thio Giok-tin, wahai Thio Giok-tin, antara kita telah bertambah lagi permusuhan baru, selama Yu Wi masih hidup kubersumpah takkan hidup bersama-sama di dunia ini."
Karena sekarang Yu Wi tidak mau bertemu dengan Bok-ya, ia ingin menempur Thio Giok-tin untuk mengadu jiwa, ia pikir bilamana
Ya-ji tahu siapa dirinya, tentu takkan membiarkan dia berduel dengan Thio Giok-tin.
Maka setelah Thio Giok-tin menyebut namanya, segera ia menjawab dengan suara yang dibikin serak. "Kau bilang siapa Yu Wi" Huh, aku tidak tahu. Pokoknya kedatanganku ini hendak menuntut balas bagi kedua Locianpwe yang telah kau bunuh itu. Nah, Thio Giok-tin, apabila kau masih mengaku sebagai tokoh paling lihai, terimalah tantanganku dan ikut keluar untuk menentukan siapa lebih unggul denganku"
Setelah menyebutkan si orang berkedok ialah Yu Wi, diam-diam Thio Giok-tin merasa menyesal juga, sebab ia menjadi kuatir bilamana Bok-ya mengetahui anak muda itu masih hidup, mati pun kitab pusaka itu takkan dikembalikan lagi kepadanya. Siapa tahu si orang berkedok lantas manyangkal dirinya sebagai Yu Wi, tentu saja Thio Giok tin merasa girang.
Dengan tertawa cerah Thio Giok-tin lantas bertanya pula, "Apakah Ang-bau-kong adalah gurumu?"
Untuk menutupi asal usul sendiri, Yu Wi menjawab, "Ya, guruku terbunuh olehmu, sakit hati ini setinggi langit."
Ia pikir Ang-bau-kong atau si jubah merah memang pernah mengajarkan kungfu padanya, kalau menganggapnya sebagai guru juga pantas.
Maka Thio Giok-tin bertanya pula dengan tertawa, "Dan kau pun ingin menuntut balas bagi sijanggut biru, apakah kaupun muridnya?"
Yu Wi mengangguk, teriaknya dengan murka, "Ya, kedua guru yang berbudi itu telah kau bunuh semua, pendek kata hari ini harus ditentukan mati dan hidup antara aku dan dirimu, kubersumpah takkan menyudahi urusan ini sebelum ketentuan tersebut terjadi."
Thio Giok-tin merasa kepandaian Yu Wi tidak perlu ditakuti, dengan tertawa ia berkata. "kau ingin membalas dendam bagi kedua setan tua itu, baik, akan kupenuhi kehendakmu. sekarang
kau keluar dulu, ingin kubicara sebentar dengan muridku yang durhaka ini,"
Yu Wi sendiri menyadari pertarungannya melawan Thio Giok-tin lebih banyak kalah daripada menangnya, namun dia tidak gentar sedikit pun, ia melangkah keluar, tapi baru dua-tiga tindak ia berpaling dan berucap dengan suara yang dibikin parau, "Nona Ko...."
"Gelar agamaku ialah so-sim," tukas Ko Bok-ya yang kini mengenakan jubah pertapa itu.
Pedih hati Yu Wi, ia pikir dengan nama "So-sim" (hati suci) jelas segenap pikiran telah kau serahkan kepada sang Buddha.
Ia lantas menyambung ucapannya, "lbumu memang benar telah dibunuh oleh Thio Giok-tin, jenazah beliau sekarang berada dihalaman, akan kukubur dulu layon beliau. lalu akan kuberitahukan kepada ayahmu,"
"Terima kasih atas kebaikan sicu," kata Bok-ya dengan menyesal.
"Anak busuk, tidak perlu cerewet disini" bentak Thio Giok-tin dengan gusar.
"Suhu, tidak perlu lagi engkau menutupi hal ini, kutahu ibu memang sudah kau bunuh," kata Bok-ya.
"Apakah kau jadi ngambek?" tanya Thio Giok-tin. "Jika kau tidak percaya ibumu masih berada dalam cengkeramanku, biarlah segera kubawa dia kesini dan akan kubunuh dia di depanmu."
"Satu orang tidak mungkin mati dua kali," ujar Bok-ya. "suhu, tidak perlu kau takut-takuti lagi diriku. Kiam-boh sudah kuberikan kepada orang lain dan tidak dapat diminta kembali lagi. sekalipun kau bunuh diriku juga tetap tidak sanggup kukembalikan."
Thio Giok-tin menjadi gusar, ia heran mengapa pikiran Bok-ya berubah secepat ini, tadi percaya ibunya masih hidup. tapi sekarang
menyatakan tidak percaya, jelas sukar untuk memaksanya mnyerahkan Kiam-boh.
Diam-diam ia menyesal atas kecerobohan sendiri, ketika Giok-ciang-siancu tidak mau memberitahukan dimana beradanya Bok-ya, dalam gusarnya segera dia membunuhnya. KaLau Giok-ciang-siancu tidak dibunuhnya, tentu sekarang jiwanya dapat digunakan untuk memeras Bok-ya.
Lantas apa sebabnya mendadak Ko Bok-ya percaya ibunya sudah terbunuh"
Kiranya sekarang ia pun tahu siapakah gerangan si orang berkedok itu. Yu Wi kuatir Bok-ya akan mencegahnya mengadu jiwa dengan Thlo Giok-tin, maka sengaja muncul dengan memakai kedok serta sengaja membikin serak suaranya agar tak dikenali Bok-ya. Tak tahunya, biarpun suaranya dapat dibuat-buat, tapi tatkala emosi, tanpa terasa suara aslinya lantas sukar ditutupi lagi.
Padahal Bok-ya dan Yu Wi pernah berkumpul cukup lama, keduanya saling mencintai, mustahil dia tidak kenal lagi suara Yu Wi. Maka begitu Yu Wi bicara dengan suara yang berganti-ganti, segera Bok-ya tahu si orang berkedok ialah Yu Wi.
Namun sesudah Jut-keh atau meninggalkan rumah, meninggalkan dunia ramai ini, segenap jiwa Bok-ya sudah dicurahkan kepada agamanya, meski cinta kasih masa lampau belum lagi dilupakan, namun ketawakalnya terhadap agama tetap tidak bergoyah dan lebih kuat daripada cinta kasih yang sukar terlupakan itu.
Ketika mengetahui orang berkedok ialah Yu Wi memang hatinya berguncang hebat dan hampir saja ia menjerit, hampir saja ia tidak tahan dan ingin menjatuhkan dirinya kepangkuan anak muda itu untuk menguraikan betapa rasa rindunya selama berpisah ini. Namun dengan kekuatan batin yang sangat teguh ia menahan perasaannya, diapun diam ia membaca doa penenang sehingga perasaannya terkendalikan.
Walau jelas terlihat Yu Wi berdiri di depannya. namun ia sengaja berlagak tidak mengenalnya. Tapi ia pun percaya ibu sudah terbunuh, meski cinta kasihnya dengan Yu Wi sudah terputus oleh ketawakalnya kepada agamanya, namun dia percaya penuh anak muda itu pasti tidak berdusta kepadanya.
Betapa pedih dan betapa hancur luluh hatinya sekurang sama seperti tiga tahun yang lalu ketika dia mengira Yu Wi telah mati lantaran bekerjanya racun yang diminumkan su Put-ku itu sehingga dia putus asa dan mencukur rambut menjadi Nikoh.
Cintanya terhadap ibunda melebihi cinta kasihnya terhadap Yu Wi, tapi dapatkah dia membunuh gurunya sendiri untuk membalas dendam"
Terdengar ia berkata dengan air mata berlinang, "suhu, inilah untuk kali terakhir kusebut suhu pada mu, selanjutnya hubungan kita antara murid dan guru putus dan hapus seluruhnya, tentang Kiam-boh maaf tak dapat kukembalikan ...."
Melihat cara bicara Bok-ya sedemikian tegas dan pasti, Thio Giok-tin tahu tak dapat memintanya lagi, tak dapat lagi mengancamnya dengan jiwa Giok-ciang-siancu agar menyerahkan kembali kitab pusaka yang tercuri itu.
Segera timbul pikirannya akan menggunakan budi kebaikan pada masa lampau untuk menipu dan membujuk agar Bok-ya mau mengembalikan Kiam-boh, maklumlah kitab itu terlalu penting baginya, meski dia sendiri tidak dapat melatih ilmu dalam kitab itu, tapi bila sampai orang lain menguasai ilmu itu akan berarti elmaut pula baginya, betapapun ia tidak menghendaki ada kungfu orang lain didunia ini lebih tinggi daripadanya. Dia harus memusnahkan kedelapan jilid kitab ilmu pedang yang dirinya tidak mampu meyakininya itu.
Maka dengan lemah-lembut ia coba membujuk. "Bok-ya, meski huhungan baik kita sebagai guru dan murid sudah putus, tapi tidakkah kau ingat betapa mula-mula kuterima dirimu menjadi muridku waktu itu badanmu sangat lemah. demi menyehatkan
tubuhmu, jauh-jauh kubawa dirimu pergi ke siau-ngo tay-san untuk minta pengobatan kepada su Put-ku, dengan segala daya upaya gurumu berusaha membikin badanmu sehat dan kuat, kalau tidak. waktu itu kau pasti tidak tahan hidup dua tiga tahun lagi. Nah. apakah kebaikan ini juga akan kau coret begitu saja" Apakah kau tega membalas budi dengan kejahatan dan mencuri kitab kesayangan gurumu ini?"
Dia bicara dengan lembut, makin lirih dan penuh perasaan, setiap katanya benar-benar menyentuh hati Ko Bok-ya.
Thio Giok-tin ini memang tidak malu sebagai seorang gembong iblis perempuan, bisa keras juga bisa lunak. demi menipu kembali kitab pusakanya dia mampu menahan rasa murkanya untuk sementara, katanya pula, "Bok-ya, kutahu Kiam-boh masih berada padamu, mestinya tadi hendak kau kembalikan, cuma mendadak kedatangan bangsat keparat itu sehingga segalanya terkacau, jangan kau percaya ocehan bocah itu. Aku tidak membunuh ibumu. Nah, murid yang baik, lekas keluarkan Kiam-boh dan kembalikan kepada gurumu."
Bok-ya kerkerut kening, meski ucapan Thio Giok-tin itu sangat menyentuh perasaannya. tapi sakit hati terbunuhnya ibunda masakah dapat hapus begitu saja.
Semakin ramah bujukan Thio Giok-tin, semakin yakin Bok-ya bahwa ibunya sudah dibunuhnya, yang dituju sekarang hanya ingin menipu kembali kitab pusaka itu, akal licik ini mustahil tidak diketahui oleh Bok-ya.
Maka dengan jemu Bok-ya menjawab, " Kutahu budi kebaikanmu pada ku, pada waktu hendak Jut-keh akupun sangat menyesal tidak dapat membalas kebaikanmu. sekarang soal budi kebaikan sudah lenyap semuanya. Nah, Thio Giok-tin, soal terbunuhnya ibuku tidak kutuntut balas padamu adalah karena aku merasa utang budi. Maka sekarang lekas kau pergi saja, jangan sampai kau bikin pikiranku berubah. Kiam-boh benar-benar sudah kuberikan kepada orang lain,jut-keh-lang tidak nanti berdusta."
Ucapan terakhir Bok-ya itu membuat Yu Wi merasa heran juga. Ia pikir diberikan kepada siapakah kitab pusaka itu" Padahal tadi jelas-jelas dia hampir mengambilnya dan dikembalikan kepada Thio Giok-tin, kalau dirinya tidak mendadak muncul dan mencegahnya. saat ini kitab itu pasti sudah berada ditangan Thio Giok-tin.
---ooo0dw0ooo---
Bab 10 : Keributan di kediaman Panglima Ko
Ia tidak tahu bahwasanya setelah Bok-ya mengenali dia dari suaranya, dalam hati dianggapnya Kiam-boh sudah diberikan kepadanya dan bukan kepada orang lain. Jalan pikiran anak perempuan, terutama anak perempuan aneh dan banyak tipu akalnya seperti Ko Bok-ya, kalau di dalam hati ia anggap kitab sudah diberikan kepada Yu Wi, maka apa pun dianggapnya benar sudah diberikan padanya. Dengan sendirinya Yu Wi tidak tahu bahwa hanya dalam angan-angan saja Bok-ya menganggap kitab pusaka itu telah diberikan padanya.
Padahal sejak mula ketika Bok-ya mencuri kitab pusaka itu memang sudah diputuskan akan diserahkan kepada Yu Wi, biarpun ia sendiri apa lagi orang lain, sekali-kali tidak boleh membaca isi kitab itu, sekali pun gurunya waktu membunuh dia juga kitab itu takkan dikembalikan padanya.
Menurut tekad Bok-ya, sebelum Yu Wi mati harus berhasil menguasaikan ilmu pedang nomor satu di dunia ini, apabila benar akhirnya Yu Wi mati karena tak dapat disembuhkan, maka kitab itu akan dibakarnya didepan makamnya agar anak muda itu dapat mempelajari ilmu pedang itu di alam baka dan manjagoi dunia akhirat.
Jalan pikiran Bok-ya itu timbul demi membalas budi kebaikan dan cinta kasih Yu Wi yang pernah menyelamatkan dia tanpa menghiraukan kaselamatan sendiri. Tapi dia gagal menemukan Yu Wi dalam waktu setengah tahun, juga tidak menemukan makam Yu Wi setelah mati, jadi rencananya telah gagal totaL
Sekarang diketahuinya Yu Wi masih hidup segar bugar, bahkan berdiri didepannya, meski cinta kasih masa lampau tak dapat diresapi kembali, namun tekad memberikan kitab pusaka itu tidak tergoyahkan, sebab ia tahu Hai-yan-kiam-hoat memang ilmu pedang nomor satu di dunia, bilamana dapat dikuasai Yu Wi sepenuhnya, jadilah anak muda itu jago nomor satu tanpa tandingan.
Thio Giok-tin tidak tahu persis apakah benar Kiam-boh itu oleh Bok-ya telah diberikan kapada orang lain atau tidak. ia cuma gusar lantaran Bok-ya sekarang langsung menyebut namanya, diam-diam ia membatin, "Budak kurang ajar, benar- benar kau tidak mau mengaku guru lagi padaku. Memangnya kutakut kepada anak didikanku sendiri" Betapa kemampuanmu masakah tidak kuketahui" Hm, malah kau berani lagi menggertak diriku. Huh, aku justeru tidak mau pergi, ingin kulihat cara bagaimana akan kau perbuat atas diriku."
Karena cara halus tidak membawa hasil, sekarang tegas-tegas Thio Giok-tin hendak memakai kekerasan. Apakah Kiam-boh masih ada atau tidak, yang pasti hari ini harus didapatkannya kembali.
segera ia menanggapi, "Ya. betul, ibumu memang sudah kubunuh. salahmu sendiri, berani mendurhakai guru dan tidak berbakti kepada orang tua. sekarang sudah kubunuh sagenap anggota keluargamu, tertinggal tua bangka Ko Siu saja yang lolos, kau tunggu saja disini, akan kupenggal kepala tua bangka itu dan segera kuperlihatkan kepalanya padamu"
sedapatnya Bok-ya menahan gejolak perasaannya, pikirnya, "So-sim, wahai so-sim, sekarang kau sudah menyerahkan dirimu dalam agama, kau harus pantang rasa dengki dan marah, apalagi dia juga guru yang pernah mengajar dan menolong dirimu. Meski hubungan baik sekarang sudah putus, tetap tidak boleh kau turun tangan kepadanya."
Maka dengan menunduk dan mata terpejam sambil bergumam, "Pergi, pergilah kau. Takkan kubunuh kau, takkan kubuuuh kau ...."
Tentu saja Yu Wi melongo heran, pikirnya,. "Memangnya kepandaian Ya-ji dapat mengatasi gurunya sehingga berani bicara demikian" sungguh aneh, apakah selama beberapa tahun ini dia mendapat penemuan aneh sehingga kungfunya banyak lebih maju?"
Terdengar Thio Giok-tin tertawa terkekeh saking senangnya, ucapnya, "Wah, murid yang baik, gurumu harus berterima kasih padamu karena kau tidak bertindak padaku. Cuma sayang, meski tidak kau bunuh diriku. aku justeru akan membunuh ayahmu. Boleh kau tunggu saja di sini, lihatlah sebentar akan kubawakan kepala tua bangka itu kepadamu ingin kulihat aba abamu nanti"
Habis berkata ia terus melayang keluar. Bok-ya mendengar suara Yu Wi yang mengejar kesana, tiba-tiba matanya yang terpejam itu mencucurkan beberapa titik air mata, dengan suara pelahan ia bergumam, "O, Toako, hubungan klta di dunia ramai sudah selesai sampai di sini, kuharap engkau hidup dengan baik, betapa pun kini hatiku sudah terikat kepada Buddha, bagiku sudah kuanggap engkau telah lama mati"
Dia melangkah keluar biara kecil itu, tapi tidak menuju kearah perginya Thio Giok-tin dan Yu Wi melainkan kejurusan lain dengan langkah enteng
Mengapa dia tidak menunggu kedatangan kembali Thio Giok-tin" Mengapa dia juga tidak menyusul ke sana untuk membela ayahnya" sebab dia tahu kepergian Thio Giok-tin itu pasti tidak mampu membunuh ayahnya, diantara para pengawal ayahnya itu ada seorang tokoh kelas tinggi yang diketahuinya pasti tidak bakal dibawah Thio Giok-tin.
Ia tidak ingin melihat Thio Giok-tin lagi, sebab kungfu Bok-ya sekarang memang juga di atas Thio Giok-tin, ia kuatir bilamana bertemu pula mungkin dia tidak tahan dan akan menuntut balas padanya atas terbunuhnya ibunda.
Waktu ia melihat jenazah ibunya, ia tidak berhenti, hanya dalam hati berkata, "Oo, ibu, ayah tentu akan mengubur dirimu dengan
baik, semoga arwah ibu mendapatkan tempat tenang di alam baka, anak akan pergi...."
Ia tidak berani menyentuh jenazah ibunya, ia kuatir akan menimbulkan pergolakan rasa dendamnya, jika demikian bisa jadi dia akan menyusul kearah Thio Giok-tin untuk menuntut balas, apabila sampai melanggar pantangan membunuh akan berarti sia-sialah ajaran agamanya selama ini.
Dengan air mata bercucuran ia meninggalkan rumah yang membesarkannya ini. ibunda sudah meninggal, ia tidak parlu tinggal lagi disini. sebabnya dia pulang dahulu hanya karena kuatir sang ibu merindukan dia dan jatuh sakit, tak tersangka pulangnya ini justeru mengakibatkan tewasnya ibunda.
Padahal seumpama dia tidak dirumah juga Thio Giok-tin dapat membunuh ayah-ibunya, bagi Thio Giok-tin, jiwa manusia seperti semut, membunuh orang bukan perkara penting baginya. Kalau Giok-ciang-siancu sudah ditakdirkan mati terbunuh, siapa pun sukar mencegahnya.
Cuma Bok-ya tidak dapat melupakan kematian sang ibu yang mengerikan itu, ia percepat langkahnya dan makin jauh, ia ingin selekasnya meninggalkan dendam permusuhan ini, meninggalkan dunia fana yang selalu terjadi bunuh membunuh tiada habis-habis ini. Tapi dapatkah dia meninggalkan semua itu"
Apakah selanjutnya dia benar- benar dapat mengasingkan diri, menjauhi dunia ramai dan tirakat dipegunungan sunyi"
--oo0dw0oo-- Dalam pada itu Thio Giok-tin telah meninggalkan tempat kediaman Ko Siu yang kedua, ia tahu Ko Siu mempunyai dua isteri, kalau Ko Siu tidak ditemukan disini pasti berada di tempat isteri tua.
Karena gemasnya terhadap Ko Bok-ya, maka dia bertekad harus memenggal kepala Ko siu, Tadinya hendak dihantamnya dan membinasakan Bok-ya, tapi lantaran ucapan Ko Bok-ya
membuatnya penasaran sehingga dia tidak segera membunuh bekas muridnya, sebaliknva ingin membunuh ayahnya, coba Bok-ya bisa berbuat apa"
Samb Pendekar Panji Sakti 2 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Pendekar Gelandangan 7
^