Petualang Asmara 16

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 16


gan yang halus itu menotok beberapa kali di kedua
pundak di kedua pinggang kanan kiri dan seketika Kun Liong dapat bergerak lagi. Dia
meloncat berdiri, menghadapi nikouw itu dan berkata, "Kau hebat! Kau luar biasa sekali,
Nona... eh, Suthai!"
"Dan kau tolol sekali membiarkan dirimu ditawan oleh mereka, Tuan... eh, Hwesio!"
"Wah, aku bukan hwesio!"
"Kau pun mengatakan aku nikouw!"
"Kan pakaianmu pakaian nikouw dan aku berani bertaruh bahwa kepalamu itu tentu
gundul halus dan bersih sekali."
"Kau juga gundul."
"Tapi aku bukan hwesio, aku Yap Kun Liong orang biasa, orang sialan dangkalan yang
selalu bernasib malang, akan tetapi juga orang berbintang terang karena selalu tertolong
wanita-wanita cantik!"
"Engkaii gundul tetapi bukan hwesio, apa kaukira kalau aku berpakaian nikouw dan
gundul aku lalu seorang nikouw aseli?"
"Eh, eh! Apa ada nikouw palsu?"
"Tentu saja ada!"
"Mana?"
"Ini, yang berdiri di depanmu!"
Keduanya saling pandang dan perbantahan itu serasa lucu bagi mereka sehingga mereka
tertawa kecil. Kun Liong masih celangap tertawa tapi segera suara ketawanya terhenti
dan dia masih celangap memandang wajah dara itu. Dara itu tersenyum simpul, cukup
untuk memperlihatkan sedikit kilatan gigi dan cukup untuk menciptakan dua lesung pipit
di kanan kiri pipinya. Manis sekali! Manis dan jelita membuat Kun Liong terpesona dan
bengong terlongong karena dia harus mengakui bahwa selama hidupnya belum pernah
dia bertemu dengan seorang dara secantik ini, belum pernah melihat wajah seperti itu,
tiada cacatnya baginya, sempurna dan... dan... sukar dia mengatakan, pendeknya, tidak
ada keduanya di dunia ini!
"Kenapa kita berbantahan tidak karuan" Hayo cepat ikut denganku. Kita harus cepat
pergi dari sini."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
446 "Kenapa" Aku tidak takut! Dan terus terang saja, aku memang sengaja membiarkan
diriku ditangkap agar dibawa ke depan Panglima The Hoo yang sudah kukenal baik. Aku
tentu akan dibebaskan dan..."
"Bodoh! Kaukira aku tidak tahu itu semua" Sudah semenjak kau ditangkap aku
mengintai dan membayangimu. Akan tetapi jangan mengira kau akan dibawa ke sana,
kau akan disiksa dan dipaksa mengaku di mana adanya bokor, kemudian setelah bokor
terdapat, kau akan dibunuh."
"Tak mungkin, pasukan itu adalah pasukan pemerintah..."
"Tapi kau tidak kenal siapa itu, Tok-jiauw Lo-mo. Gurunya... hemmm, lihai bukan main.
Dan pemuda asing itu agaknya sekutunya. Mari kita pergi..."
Kun Liong terkejut. "Tidak, aku akan menemui mereka. Akan kutanya secara terang-
terangan mengapa mereka hendak mengkhianati Panglima The Hoo. Mereka harus
dihajar dan kalau begitu, harus ditangkap dan dihukum!" Setelah berkata demikian, Kun
Liong malah lari ke tenda dan berteriak-teriak, "Lo-mo setan tua, hayo ke sini kau
bersama Marcus itu! Kalian mau berkhianat, ya?" Tanpa mempedulikan lagi kepada
nikouw muda itu yang membanting kaki gemas dan meloncat pergi ke dalam gelap, Kun
Liong terus berteriak-teriak dengan penuh kemarahan.
Segera terjadi geger di tempat itu. Para perajurit terbangun, kecuali dua belas orang
yang tertotok, dan komandan pasukan bersama Marcus dan Tok-jiauw Lo-mo juga berlari
mendatangi. Melihat pemuda gundul itu telah bebas, belenggunya terputus semua dan
dua belas orang penjaganya tertotok semua tak mampu bergerak, mereka menjadi
terkejut dan semua orang sudah mengeluarkan senjata, siap untuk mengeroyok.
"Hai, komandan pasukan. Jangan kau percaya kepada dua orang ini!" Kun Liong
menudingkan telunjunya ke arah Lo-mo dan Marcus. "Mereka ini hendak berkhianat.
Mereka tidak akan membawaku kepada Panglima The Hoo, melainkan hendak
menculikku dan mungkin membunuh kalian semua. Hayo tangkap mereka dan kita
bersama pergi menghadap Panglima The Hoo, untuk minta keadilan!"
"Heh-heh-heh, bocah gundul kalau kau tidak tolol tentu kepalamu terisi otak yang
miring!" Tok-jiauw Lo-mo berkata nyaring, "Aku yang telah menangkapmu, kalau aku
hendak berkhianat apa aku memberi kabar kepada komandan" Hayo Ciangkun, kerahkan
orang-orangmu menangkap kembali tawanan gila yang berbahaya ini!"
Sang Komandan tentu saja lebih percaya kepada Lo-mo, apalagi kepada Marcus yang
sudah membagi-bagi uang emas, maka dia memberi aba-aba dan serentak Kun Liong
diterjang dari seluruh penjuru!
"Heiii, orang-orang bodoh...! Kalian ditipu setaan tua itu... wah, celaka ini!" Kun Liong
terpaksa mengelak ke sana sini dan mendorong-dorong dengan kedua tangannya.
Robohlah belasan orang oleh angin dorongan kedua tangan, akan tetapi mereka bangkit
lagi dan lebih banyak yang mengeroyoknya karena ketika mereka terbanting, mereka
tidak mengalami luka apa-apa.
Marcus sudah mengeluarkan pistolnya, akan tetapi tidak sempat menembak karena Kun
Liong "terlindung" oleh demikian banyak pengeroyoknya. Tok-jiauw Lo-mo sudah
menggerakkan tongkat pendeknya yang berujung cakar setan, lalu maju menerjang
pula. Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
447 Kun Liong memang tidak suka berkelahi, akan tetapi dikeroyok seperti itu tentu saja dia
harus mempertahankan diri dan menghalau lawan tanpa melukainya. Akan tetapi ketika
Lo-mo maju, dia terkejut dan hampir saja lehernya kena dicengkeram oleh cakar setan
kalau dia tidak cepat-cepat menggulingkan diri dan bergulingan sambil menarik banyak
kaki sehingga lima orang perajurit pengeroyoknya jatuh tumpang tindih!
"Tolol! Tolol!" Tiba-tiba terdengar bentakan halus dan Marcus roboh tak bangkit lagi
karena kena hantam kepalanya oleh tamparan tangan halus nikouw muda. Beberapa
orang terpelanting dan ada yang terlempar ke atas pohon dilontarkan oleh tangan kecil
itu, nikouw itu mengamuk menghampiri Kun Liong dan di tangannya terdapat sebuah
saputangan putih yang digerakkan secara istimewa lihainya.
"Siuttt...!" Ujung saputangan putih itu menangkap cakar setan sehingga serangannya
terhadap Kun Liong terhalang. Kakek tinggi kurus itu terkejut sekali, membentak. "Siapa
kau!" Akan tetapi nikouw muda itu tidak peduli, cepat melepaskan libatan saputangannya
dan menyerang kakek itu dengan tamparan tangan kirinya. Pukulannya seperti pukulan
biasa saja, seperti seorang wanita menampar muka seorang pria yang hendak berkurang
ajar kepadanya, namun tamparan itu cepat dan mendatangkan angin tenaga sin-kang
yang kuat, juga datangnya tidak langsung melainkan membentuk lingkaran.
"Aihhh...!" Lo-mo terkejut dan meloncat ke belakang lalu membalas dengan gerakan
tongkat cakar setannya, mengarah muka nikouw itu.
"Hemm, manusia ganas!" Nikouw itu berseru, dengan mudah mengelak dan ujung
saputangannya meledak mengenai pundak kakek itu.
"Nikouw keparat!" Kakek itu marah ketika melihat pakaian di pundaknya robek dan kulit
pundaknya terasa panas. Sebaliknya Si Nikouw Muda maklum bahwa tubuh kakek itu
kebal. Hantaman ujung saputangannya tadi dapat menghancurkan batu karang, akan
tetapi pundak kakek itu lecet pun tidak! Maka dia lalu menangkap lengan Kun Liong.
"Hayo pergi!"
Kalau Kun Liong menghendaki, tentu saja dia dapat merenggutkan tangannya terlepas
dari pegangan dan dapat menahan tarikan nikouw itu. Akan tetapi karena nikouw itu
telah menjadi penolongnya dan dia pun sudah bosan harus melayani pengeroyokan
sekian banyaknya perajurit, dia pun membiarkan dirinya diseret dan dia lari cepat sekali
diseret oleh nikouw muda yang ternyata memiliki gin-kang istimewa, Tentu saja Kun Liong tidak
tega membiarkan nikouw itu kelelahan, maka diam-diam dia pun mengerahkan gin-
kangnya sehingga tubuhnya ringan dan biarpun kelihatan dia diseret, namun sebenarnya
dia berlari sendiri!
Setelah lari jauh dan para pengejarnya sudah tidak tampak atau terdengar lagi, Kun
Liong sengaja terengah-engah dan berkata, "Aduhhh... berhenti... aduhh... napasku...
senin kamis... huh-huh-huhhh..."
Nikouw itu melepaskan pegangannya dan mereka menjatuhkan diri duduk di bawah
pohon. Nikouw itu memandang kepada Kun Liong sambil tersenyum melihat betapa
pemuda itu ngos-ngosan napasnya.
"Aih, kiranya engkau hanya pandai dalam hal ilmu pengobatan saja, akan tetapi ilmu
silatmu tidak berapa tinggi."
"Huuh-hahhh... kau sih lari seperti kuda saja!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
448 Nikouw itu cemberut dan heranlah Kun Liong. Mana ada orang cemberut kok malah
makin manis"
"Kausamakan aku dengan kuda?"
"Ibarat kuda, engkau tentulah kuda ajaib yang disebut Han-hiat-po-ma (Kuda Ajaib
Berkeringat Darah) yang kabarnya sehari dapat lari seribu li."
"Tidak sudi! Biarpun disamakan dengan kuda dewa sekalipun aku tidak sudi. Kuda
nasibnya hanya ditunggangi orang! Aku bukan kuda!" Kun Liong bengong, tidak hanya
terheran-heran melihat sikap wanita, watak wanita yang selalu berbeda dan dianggapnya
edan-edanan dan kekanak-kanakan ini, akan tetapi juga heran karena setelah marah
malah lebih manis daripada ketika cemberut tadi. Agaknya dalam setiap gerak-geriknya,
nikouw muda jelita ini memiliki daya tarik yang berbeda, yang satu lebih menarik dan
manis daripada yang lain!
"Sabar... sabar... aku hanya mengatakan larimu seperti kuda saking cepatnya."
"Itu pun menghina namanya!"
"Elhoooh! Bukankah kuda itu paling cepat larinya" Bukan menghina melainkan memuji."
"Siapa bilang. Larinya kuda saja berapa cepatnya sih" Aku sanggup berlari lebih cepat
dari kuda!"
"Wah-wah, kalau begitu engkau tentu seorang bidadari dari kahyangan, bukan seorang
manusia." "Ngawur, aku hanya seorang nikouw."
"Nikouw palsu."
"Nikouw benar-benar, tetapi nikouw terpaksa, hatiku bukan nikouw akan tetapi terpaksa
aku menjadi nikouw..." Dan tiba-tiba nikouw itu menangis sesenggukan!
"Aihhh... Nona yang baik, kaumaafkan aku..." Kun Liong berlutut di depan nikouw itu.
"Heii, apa kau gila" Apa yang kaulakukan ini?" Nikouw itu lupa kesedihannya dan
membentak menegur Kun Liong yang sudah duduk kembali.
"Kaukira engkau menangis karena kata-kataku yang tidak sopan atau yang
menyinggung."
"Tidak sama sekali. Aku hanya ingat akan nasibku. Sudahlah, tak perlu bicara tentang
diriku." "Aku seperti pernah mendengar suaramu, bukan menjadi kebiasaanku melupakan suara
yang amat merdu dan halus. Selama hidupku tentu akan teringat, akan tetapi entah di
mana karena kita tidak pernah saling bertemu. Mungkin dalam mimpi aku mendengar
suaramu..."
"Bodoh, biarpun dalam mimpi, mana bisa mendengar suara orang yang belum
dijumpainya. Engkau memang pernah mendengar suaraku."
"Benar-benarkah" Di mana" Kapan?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
449 "Ketika engkau mengobati seorang nikouw di dalam joli yang terluka... anunya..."
Agaknya nikouw muda itu tidak sampai hatinya untuk menyebut sebuah pinggulnya yang
terluka dahulu itu. Menceritakannya kembali saja membuat dia teringat dan seolah-olah
dia merasakan kembali betapa jari tangan pemuda ini telah menyentuh kulit pinggulnya,
membuat bulu tengkuknya berdiri!
"Apa...?" Kun Liong bengong memandang wajah nikouw itu dan aneh! Yang tampak
olehnya adalah sebukit pinggul berkulit putih kuning halus dan yang terluka oleh jarum
merah. "Pinggul... eh pinggul..." Dia mau bicara akan tetapi karena matanya
membayangkan pinggul otomatis dari mulutnya keluar kata-kata itu membuat Si Nikouw
Muda makin merah mukanya. "Maaf, iihh, kenapa mulut ini" Aku sekarang ingat. Pantas
saja aku mengenal suaramu. Jadi engkaukah nikouw yang terluka oleh jarum merah itu"
Siapakah engkau dan mengapa pula engkau sampai bisa terluka oleh Ouwyang Bouw?"
Kini nikouw itu memandang wajah Kun Liong dengan penuh keheranan. "Kau mengenal
senjata rahasia Ouwyang Bouw?"
Kun Liong mengusap-usap kepalanya. "Karena jarumnya itulah maka kepalaku sekarang
menjadi gundul pelontos seperti ini. Tentu saja aku pernah berjumpa dengan Ouwyang
Bouw dan bapaknya Ban-tok Coa-ong Ouwyang Kok."
Nikouw muda itu bergidik, ngeri mendengar nama-nama itu. "Anaknya jahat, ayahnya
lebih kejam dan lihai luar biasa. Yap Kun Liong, aku telah mendengar namamu disebut
banyak orang karena urusan bokor emas, dan memang engkau orang luar biasa sekali.
Semua tokoh kang-ouw memperebutkan bokor, engkau yang sama sekali tidak tahu apa-
apa malah yang menemukan bokor itu! Aku... aku adalah Pek Hong Ing dan terus terang
saja, aku... aku hanya terpaksa menjadi nikouw, maka jangan engkau menyebutku
seperti nikouw. Lain orang tidak apa-apa, akan tetapi aku merasa canggung dan tidak
enak kalau kau menyebutku sebagai nikouw."
"Eihh, kalau aku yang menyebutnya mengapa sih" Apa bedanya aku dengan orang lain?"
Hong Ing cemberut dan kembali Kun Liong menelan ludah. Manisnya! "Kau boleh
menyebut aku nikouw, akan tetapi aku pun akan menyebutmu hwesio karena kepalamu
juga gundul seperti kepalaku. Bagiku, menjadi pendeta bukanlah lahirnya melainkan
batinnya, dan di dalam batinku, aku sama sekali tidak ingin menjadi nikouw."
Mendengar dara itu bicara dengan serius, Kun Liong tidak mau menggoda lagi. "Ya
sudahlah, Hong Ing, aku menganggap saja engkau seorang dara yang berkepala gundul
seperti aku. Tapi kau belum menceritakan bagaimana sampai anumu itu terluka jarum
merah milik Ouwyang Bouw."
"Sebut saja pinggulku, mengapa anumu-anumu" Tidak enak sekali mendengarnya."
"Eh, bukankah kau sendiri yang menyebut begitu tadi" Aku hanya menirumu."
"Apa engkau ini selalu hanya pandai meniru orang lain" Meniru sih baik asal yang benar,
kalau yang salah masa harus ditiru?"
KUN LIONG tertawa. Mengelus gundulnya dan berkata, "Memang aku tolol... ha-ha,
mungkin karena gundul..."
"Ingat, aku pun gundul..." kata Hong Ing dan keduanya tertawa geli.
Tiba-tiba wajah Hong Ing pucat sekali dan Kun Liong cepat membalikkan tubuh karena
mendengar gerakan perlahan. Tahu-tahu di depan mereka telah berdiri seorang dara lain
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
450 yang wajahnya cantik jelita pula namun dingin dan pada saat itu wajah cantik ini
kelihatan marah, sepasang matanya menyinarkan api dan bergantian mata itu menatap
wajah Kun Liong dan Hong Ing. Dengan tubuh lemas Hong Ing bangkit berdiri,
sedangkan Kun Liong tetap saja duduk enak-enak karena dia tidak mengenal wanita
gagah dan cantik yang datang itu dan tidak merasa bersalah apa-apa, hanya terheran
mengapa wanita muda secantik itu kelihatan marah sekali dan mengapa pula Hong Ing
kelihatan pucat ketakutan.
"Engkau... Pek Hong Ing! Hemm, biarpun menyamar sebagai nikouw, aku tetap dapat
mengenalmu. Sungguh tak tahu malu engkau, Sumoi! Menghindarkan diri dari
pernikahan dengan cara menjadi nikouw, akan tetapi apa yang kutemukan di sini" Kau
bermain gila dengan seorang hwesio muda! Betapa memalukan dan kau mencemarkan
orang yang menjadi gurumu dan sucimu!"
"Suci! Jangan menuduh sembarangan!" Hong Ing berseru, suaranya mengandung isak
karena ucapan sucinya itu benar-benar menusuk perasaannya yang halus.
"Tak perlu memutar lidah membela diri karena jelas kalian tertangkap basah! Apa
perlunya kalau tidak main gila duduk di dalam hutan sunyi berduaan saja dan
bersendau-gurau tertawa-tawa" Ah, sungguh percuma saja kepala kalian yang gundul
itu. Sumoi, hayo kau ikut bersamaku menghadap Subo (Ibu Guru)."
Hong Ing dengan mata terbelalak dan muka pucat menggeleng-geleng kepalanya.
"Tidak... tidak... aku tidak mau kembali ke sana... aku lebih baik mati daripada dipaksa
menikah..."
"Keparat! Berbulan-bulan aku mencarimu dengan susah-payah, setelah bertemu kau
kudapatkan main gila dengan hwesio ini, dan aku masih sabar, masih mau melupakan itu
semua asal engkau suka turut bersamaku menghadap Subo. Aku tidak ingin bicara
tentang kelakuanmu di pagi hari ini, dan kau menolak, bahkan memilih mati?"
"Memang lebih baik aku mati!" kata Hong Ing, suaranya kini mantap.
"Singgg...!" Tampak sinar berkilat ketika wanita cantik yang galak itu mencabut
pedangnya yang berkilauan saking tajamnya. "Kau memilih mati" Nah, biarlah aku
memenuhi permintaanmu, sesuai pula dengan perintah Subo, kalau kau masih
membangkang supaya aku membunuhmu." Selesai ucapan ini, pedang itu berkelebat
dan dia telah menyerang Hong Ing dengan gerakan yang dahsyat sekali. Kun Liong
terkejut melihat gerakan itu yang benar-benar amat cepat dan mengandung tenaga kuat
sekali. Akan tetapi, Hong Ing masih sempat mengelak dengan gerakannya yang lincah
dan ringan seperti burung. Namun sucinya terus menyerangnya bertubi-tubi, membuat
Hong Ing terdesak hebat dan terpaksa harus berloncatan ke kanan kiri dan belakang
untuk menghindarkan diri dart ujung senjata yang membawa maut itu. "Suci, begini
tegakah engkau..." Kita sudah semenjak kecil seperti kakak beradik..."
"Wuuuuttt!" Hong Ing cepat menjatuhkan dirinya untuk menghindarkan diri dart
sambaran pedang itu. Biarpun Kun Liong dapat melihat bahwa gerakan Hong Ing tidak
kalah ringan daripada gerakan sucinya, namun karena dara ini tidak memegang senjata
dan juga sama sekali tidak melakukan serangan balasan, hanya mengelak ke sana-sini
saja, maka hatinya gelisah sekali dan tak terasa lagi tangannya meraba sebatang ranting
kering yang menggeletak di dekatnya. Kegelisahannya terbukti ketika Hong Ing menjerit


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkena tendangan sucinya. Tubuhnya terbanting dan dengan kecepatan kilat sucinya
sudah datang menerjang dengan tusukan maut yang agaknya tak mungkin dapat
dihindarkan lagi oleh Hong Ing yang sudah rebah miring itu.
"Trangggg...!" Kun Liong sengaja mengerahkan sin-kangnya yang mendatangkan
getaran hebat sehingga ketika rantingnya bertemu dengan pedang yang ditangkisnya
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
451 pedang itu terpental, terlepas dari tangan pemiliknya! Dara itu terbelalak memandang,
bukan main rasa heran dan penasarannya dan merasa seperti dalam mimpi. Siapa
orangnya yang mampu menangkis pedangnya dengan sebuah ranting dan sekali tangkis
membuat pedangnya terlepas dari tangannya" Benar-benar aneh dan luar biasa sekali!
Ataukah dia yang lengah dan tidak memegang pedangnya erat-erat karena sudah
memastikannya bahwa sumoinya tentu tewas di tangannya"
Kun Liong tidak mempedulikannya lagi. Dia membuang ranting itu dan menghampiri
Hong Ing yang masih rebah. "Hong Ing, kau... terluka...?"
Hong Ing bangkit duduk dan menggeleng kepala. "Tidak apa-apa, Kun Liong, biarkanlah
aku... heiiii... hati-hati...!"
Namun terlambat. Hui-to (pisau terbang) yang disambitkan oleh sucinya itu hebat sekali
meluncur dengan kecepatan melebihi anak panah menuju ke sasarannya, yaitu
punggung Kun Liong. Pemuda ini sama sekali tidak menyangka bahwa ada dara demikian
cantiknya akan sudi menyerang orang dengan menggelap, maka seruan Hong Ing itu
terlambat. Pula, kalau dia mengelak, bukankah Hong Ing yang terancam oleh senjata
rahasia itu" Dia lalu mengerahkan sin-kangnya dan hui-to itu menancap di punggungnya,
tidak terus, melainkan menancap paling banyak sepanjang jari telunjuk dan menempel di
situ. Darah muncrat dan Hong Ing menjerit, "Kun Liong...!" Sebelum Kun Liong sempat
melakukan sesuatu, Hong Ing telah menggendongnya dan dara ini lalu meloncat jauh
dan terus melarikan diri setepat kilat sambil menggendong tubuh Kun Liong!
Hemm, Sumoi Pek Hong Ing...! Begitu tak tahu malukah engkau" Berhenti!" ia mengejar
dari belakang setelah menyambar pedangnya dan menyarungkannya.
Akan tetapi Hong Ing tidak peduli, terus menggendong Kun Liong dan mengerahkan
seluruh gin-kangnya untuk melarikan diri. Ketika dia menengok dan melihat sucinva
mengejar, dia berlari makin cepat lagi.
Kun Liong diam-diam merasa geli, juga terharu. Tak disangkanya bahwa sang suci
seganas dan segalak itu sedang sang sumoi begini halus budinya. Sebenarnya luka di
punggungnya itu tidak seberapa dan kalau dia mau, tentu saja dia dapat melawan suci
itu, atau andaikata melarikan diri sekalipun, tak perlu digendong karena dia dapat lari
lebih cepat dari Hong Ing. Akan tetapi, sekali merasa digendong belakang, dia merasa
kenikmatan yang luar biasa. Tubuhnya mendekap ketat punggung Hong Ing, terasa
kelembutan yang hangat dan hidungnya mencium keharuman memabukkan, maka dia
merangkulkan kedua lengan di atas pundak Hong Ing sedangkan kedua kakinya yang
panjang dia kempitkan di pinggang dara itu. Dia pura-pura setengah pingsan! Akan
tetapi karena maklum bahwa mereka berdua dikejar, diam-diam Kun Liong mengerahkan
gin-kangnya sehingga tubuhnya ringan sekali dan tidak menjadi penghalang bagi Hong
Ing untuk mengerahkan seluruh ilmunya berlari cepat. Dan ternyata dalam hal ilmu
berlari cepat, Hong Ing lebih menang dibandingkan dengan sucinya. Dia memasuki
hutan, menyelinap di antara pohon-pohon dan makin lama jarak antara dia dan
pengejarnya makin jauh dan akhirnya Hong Ing tiba di tempat yang ditujunya yaitu
sebuah kuil kuno di tengah hutan. Dia segera menyelinap di balik pohon dan memasuki
semak-semak, menurunkan tubuh Kun Liong yang pura-pura pingsan, mencabut hui-to
itu dan memeriksa lukanya. Betapa heran rasa hati Hong Ing ketika memeriksa luka itu.
Ketika mencabut hui-to tadi, dia pun sudah heran melihat hulto yang panjang itu hanya
masuk sedikit saja, padahal ia tahu benar bahwa sucinya adalah seorang ahli penyambit
pisau terbang yang amat lihai dan yang telah mewarisi kepandaian guru mereka
sepenuhnya. Tidak saja hui-to itu amat cepat jika dilontarkan sucinya, juga pasti
mengenai sasarannya dan biasanya tentu akan menancap sampai ke gagangnya! Akan
tetapi dia tidak memusingkan hal itu, merasa bersyukur dan selagi dia hendak
mengambil obat dari dalam saku jubahnya, tiba-tiba dia merangkul Kun Liong dan
mendekap mulut pemuda itu dengan tangannya, khawatir kalau-kalau pemuda itu
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
452 setelah siuman mengeluarkan suara. Matanya memandang ke depan di mana terdapat
sebuah lorong kecil dan di atas lorong ini tampak tujuh orang nikouw berjalan beriringan
sambil membaca doa! Kun Liong melirik dan melihat pula iring-iringan itu. Dia senang
sekali didekap dan kepalanya berbantal lengan halus itu, apalagi mulutnya didekap.
Dengan halus dia memegang lengan yang mendekap mulutnya dan menariknya sehingga
mulutnya tidak tertutup lagi. Dia mengeluarkan rintihan perlahan, pura-pura merasa
kesakitan hebat!
"Sssttt...!" Dalam kekhawatirannya akan terlihat oleh para saudaranya dari kuil itu,
tanpa disadarinya lagi Hong Ing mendekap kepala Kun Liong ke dadanya dan kebetulan
sekali Kun Liong miringkan mukanya sehingga kini mukanya terdekap ke dada. Kun
Liong meram melek dan dia sekali ini benar-benar hampir pingsan ketika merasa betapa
hidung dan pipinya merapat pada dada yang membusung itu dan tercium olehnya
keharuman yang aneh. Aduh, mau rasanya aku selamanya begini, pikirnya dan tak
terasa lagi mulutnya tersenyum penuh kesenangan hati!
Setelah rombongan nikouw yang berdoa itu lewat dan sudah jauh, barulah Hong Ing
bernapas lega dan ketika dia menunduk, matanya terbelalak melihat betapa tanpa
disadarinya dia mendekap muka Kun Liong ke dadanya! Hampir dia menjerit dan dia
cepat melepaskan kepala itu sehingga kepala gundul itu jatuh ke tanah mengeluarkan
suara berdebuk.
"Aduhhhh...!" Kun Liong mengeluh.
"Kusangka kau masih pingsan!"
"Aku tidak pernah pingsan!"
"Kalau begitu, mengapa kau diam saja?"
"Habis disuruh apa?"
"Hemmm, kau aneh dan kadang-kadang timbul sangkaanku bahwa kau seorang yang
kurang ajar! Nah, miringlah, biar kuobati lukamu!"
Kun Liong tidak bicara lagi, takut kalau benar-benar dia dibenci karena dianggap kurang
ajar, maka dia miring dan membiarkan lukanya diobati olch Hong Ing. Sekali ini Kun
Liong merasakan sesuatu yang aneh di hatinya. Dia merasa amat kasihan kepada dara
ini dan sama sekali tidak ada niat di hatinya untuk menggoda, sungguhpun kehadiran
dan kecantikan dara ini jauh lebih hebat pengaruhnya terhadap dirinya dibandingkan
dengan gadis-gadis cantik lain yang pernah dijumpainya dan digodanya.
Setelah selesai mengobati luka di punggung Kun Liong, Hong Ing berkata, "Aku girang
sekali dapat membalas kebaikanmu dahulu ketika mengobati aku dengan sekarang
merawat lukamu, Kun Liong. Sekarang, harap kau suka cepat pergi sebelum Suci datang
lagi dan sebelum para nikouw di Kwan-im-bio tahu bahwa kau berada di sini."
Kun Liong sudah duduk. Mereka duduk berhadapan dan Kun Liong menggeleng
kepalanya. "Nanti dulu, Hong Ing. Sudah terlalu banyak kita mengalami bahaya
bersama, dan sudah terlalu banyak aku berhutang budi kepadamu. Aku ingin sekali
mengenalmu lebih dekat dan lebih baik lagi. Sudikah kau menceritakan kepadaku semua
hal ihwalmu, barangkali saja aku dapat membantumu, baik dengan nasihat maupun
dengan perbuatan?"
Hong Ing meragu, sejenak mereka berpandangan. Kemudian Hong Ing menghela napas
dan berkata, "Baiklah. Kita memang masih harus bersembunyi sampai keadaan aman
benar." Mulailah dara cantik jelita dan terpaksa menjadi nikouw ini menceritakan
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
453 riwayatnya kepada Kun Liong dengan suara bisik-bisik dan yang didengarkan penuh
perhatian oleh Kun Liong.
Pek Hong Ing yang pada waktu itu baru berusia tujuh belas tahun adalah murid
tersayang dari seorang pertapa wanita di Pegunungan Go-bi-san yang berjuluk Go-bi
Sin-kouw (Wanita Sakti dari Go-bi). Nenek sakti ini hanya mempunyai dua orang murid,
yang pertama adalah Lauw Kim In, yaitu dara jelita galak yang menyerang Hong Ing itu.
Hong Ing adalah seorang anak yatim piatu, demikian pula sucinya, Kim In. Semenjak
berusia lima tahun, dia telah digembleng bersama sucinya oleh Go-bi Sin-kouw, dan
kedua orang anak perempuan yang sama-sama yatim piatu ini hidup seperti kakak
beradik, Kim In lebih tua tiga tahun dari Hong Ing, dan sekarang telah berusia dua puluh
tahun. Sukar dikatakan siapa di antara dua orang dara ini yang lebih berhasil mewarisi ilmu
kepandaian Go-bi Sin-kouw. Kim In kelihatan lihai sekali dengan ilmu pedangnya dan
terutama sekali senjata rahasia hui-to (pisau terbang) yang membuat dara ini sukar
dicari tandingannya. Sedangkan Hong Ing telah mewarisi ilmu cambuk dari gurunya yang
dapat dia mainkan hanya dengan sehelai saputangan sutera! Di samping ini, juga dalam
hal ilmu meringankan tubuh (gin-kang), si sumoi ini agaknya jauh melampaui sucinya.
Ketika Kim In berusia delapan belas tahun, oleh gurunya yang terkenal galak dan berhati
baja itu ditunangkan dengan seorang pemuda yang tampan dan gagah. Akan tetapi,
ketika pada suatu hari pemuda tunangannya ini oleh Go-bi Sin-kouw disuruh berkunjung
kepada seorang sahabatnya di kaki Pegunungan Go-bi-san, terjadilah hal yang amat
hebat. Sahabat dari Go-bi Sin-kouw itu adalah seorang tokoh yang amat sakti, terkenal
sekali namun seperti juga Go-bi Sin-kouw, tidak pernah turun gunung. Julukannya
adalah Thian-ong Lo-mo (Iblis Tua Raja Langit) dan sudah lama menjadi sahabat baik
Go-bi Sin-kouw karena memang masih ada pertalian perguruan di antara mereka. Ketika
pemuda tunangan Kim In itu tiba di tempat pertapaan Thian-ong Lo-mo dia diterima
baik, suratnya dari Go-bi Sin-kouw juga diterima dan karena hari sudah malam, pemuda
itu disuruh bermalam di pondok si kakek pertapa. Dan di malam hari itulah terjadinya
malapetaka. Kakek Thian-ong Lo-mo di samping kesaktiannya juga terkenal sebagai
seorang kakek yang tak pernah hidup sendiri, selalu tentu ditemani seorang isteri yang
cantik dan muda dan yang hampir setiap tahun berganti orang!
Isteri atau selir cantiknya pada waktu itu, yang biasanya hanya tidur dan dipeluk seorang
kakek yang usianya sudah hampir seratus tahun, tentu saja menjadi terpesona dan
tergila-gila kepada pemuda tampan yang menjadi tamu suaminya. Hal yang lumrah pun
terjadilah. Si pemuda tidak kuat menahan bujuk rayu si cantik jelita dan terjadilah
perjinaan diantara mereka. Dan celakanya, mereka tertangkap basah oleh Thian-ong Lo-
mo sendiri! Kedua orang kekasih itu dibunuh oleh Thian-ong Lo-mo dan kepala mereka
dikirimnya kepada Go-bi Sin-kouw yang dapat mengerti apa yang telah terjadi, maka
karena kesalahan berada di pihak calon mantunya itu, Go-bi Sin-kouw juga tidak bisa
berbuat apa-apa kecuali minta maaf.
Dapat dibayangkan betapa hancur hati Lauw Kim In melihat peristiwa ini. Bukan hanya
hancur karena ia urung menikah, namun terutama sekali hancur karena sakit hati
mendengar betapa tunangannya itu berjina dengan isteri Kakek Thian-ong Lo-mo.
Dengan demikian baginya dianggap bahwa dia dihina dan diremehkan oleh tunangannya,
dan mulai saat itu tumbuhlah bibit kebencian yang amat mendalam di hatinya terhadap
kaum pria! Semenjak itu, dia bersumpah di depan gurunya untuk tidak menikah dan
gurunya pun tidak dapat berbuat apa-apa karena maklum apa yang diderita oleh murid
pertama ini. Kim In dan sumoinya yang ketika itu baru berusia lima belas tahun, makin
giat berlatih silat sampai dua tahun lamanya.
"Dan pada suatu hari, pagi-pagi sekali, kurang lebih tiga bulan yang lalu, malapetaka
menimpa diriku..." kata Hong Ing menyambung ceritanya yang didengarkan penuh
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
454 perhatian oleh Kun Liong. Cerita tentang suci dara ini memang menarik namun dia tidak
begitu mempedulikan, akan tetapi kini setelah Hong Ing mulai menceritakan riwayatnya
sendiri, dia benar-benar menaruh perhatian sehingga pandang matanya seakan-akan
tergantung kepada bibir yang merah kecil mungil itu.
Hong Ing melanjutkan ceritanya. Pada pagi hari itu, dia seorang diri seperti biasa
berjalan-jalan di dalam hutan di lereng puncak Go-bi-san. Semenjak kecilnya, tidak
seperti sucinya, dara ini memang suka sekali akan keindahan alam, suka menyendiri di
dalam hutan-hutan besar, apalagi di waktu pagi hari ketika matahari baru saja muncul
menyinarkan cahaya keemasan den burung-burung berkicau menyambut datangnya
sinar surya yang cemerlang indah itu, butir-butiran embun menghias setiap ujung daun
dan membuat rumput dan kembang berseri-seri pepuh kesegaran. Kalau sudah berjalan
seorang diri di dalam hutan seperti itu, Hong Ing merasa hidup di dunia lain, dunia yang
tidak ada lagi kesunyian baginya karena semua di sekelilingnya seperti telah menjadi
satu dengan dirinya, membuat dia tidak lagi kehilangan orang tuanya yang telah tiada.
Ketika pagi hari itu dia dengan wajahnya yang cantik segar kemerahan berseri-seri,
seperti peri jelita penjaga hutan itu sendiri, berlari-larian kecil mengejutkan burung-
burung dan kelinci-kelinci, membuatnya tertawa terkekeh karena tiba-tiba dia dikejutkan
oleh suara auman keras dan suara jerit orang minta tolong.
Cepat laksana seekor kijang meloncat, Hong Ing melarikan diri menuju ke arah suara itu
dan apa yang dilihatnya membuat dia terkejut sekali. Seekor harimau yang sebesar anak
kerbau telah merobohkan seekor kuda dan penunggang kuda itu, seorang laki-laki
berpakaian indah, ikut pula roboh dengan sebelah kaki tertindih tubuh kudanya. Kini
harimau itu siap untuk menerkam orang laki-laki itu yang tadi menjerit minta tolong.
Dengan tiga loncatan saja Hong Ing telah tiba di tempat itu, berdiri di antara laki-laki
dengan harimau. Binatang ini menggereng, memperlihatkan taringnya, dan matanya
seolah-olah hendak menyihir Hong Ing. Di dalam hatinya, dara itu merasa gentar juga
karena selamanya belum pernah dia melawan harimau. Akan tetapi karena maklum
bahwa kalau dia tidak turun tangan tentu laki-laki itu akan menjadi korban harimau, dia
sudah siap dan meloloskan saputangan yang biasanya diselipkan diantara kancing
bajunya. Dengan gerakan hati-hati Hong Ing memutar-mutar saputangannya sehingga
ujungnya menjadi sebuah cambuk, matanya tak pernah berkedip menentang pandang
mata harimau itu. Adapun laki-laki yang masih rebah itu hampir tidak percaya akan
pandangan matanya sendiri, bahkan dia kini berhasil menarik kakinya dari tubuh
kudanya yang sekarat, lalu bekata, "Awas Nona.... harap lekas menyingkir...!"
Ucapan ini memperkuat keputusan Hong Ing untuk menolong laki-laki itu. Seorang yang
terancam bahaya maut seperti laki-laki itu akan tetapi masih ingat untuk
mengkhawatirkan keselamatan orang lain, tentulah seorang yang baik budi dan patut
ditolong. Akan tetapi ucapan laki-laki itu seolah-olah menjadi aba-aba bagi sang harimau yang
sudah menggereng keras dan meloncat tinggi menubruk ke arah Hong Ing dengan mulut
terbuka lebar dan kedua kaki depan siap mencakar dan merobek-robek kulit daging
lunak halus dari dara itu!
"Celaka...!" Laki-laki itu berseru dan kini dia sudah mencabut pedangnya, akan tetapi
baru saja melangkah setindak, dia hampir jatuh karena ternyata kakinya yang terhimpit
kuda tadi terkilir. Akan tetapi, laki-laki itu terbelalak dan memandang dengan mata
penuh kagum melihat betapa dengan ringan dan cepat dara itu sudah meloncat ke kiri
dan ketika tubuh harimau besar itu lewat, dia melihat dara itu mengebutkan sehelai
saputangan sutera putih yang mengeluarkan bunyi meledak nyaring dan harimau itu
terjungkal dan menggereng-gereng, akan tetapi matanya tinggal yang sebelah kiri saja
karena mata kanannya sudah hancur dan bercucuran darah! Karena nyeri dan marah,
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
455 harimau itu mengaum dan sekali lagi meloncat dengan dahsyat sekali menubruk si dara
muda dan sekarang laki-laki itu lebih bengong lagi melihat betapa dara itu pun meloncat
menyambut terkaman si harimau, saputangannya kembali meledak, kakinya di udara
menendang dan tubuh harimau itu terlempar sampai tiga meter, jatuh terbanting dan
mata kirinya juga sudah hancur. Harimau itu menggereng-gereng, lalu seperti gila
menubruk sana-sini, lari sana-sini akhirnya kepalanya menumbuk sebuah batu karang
besar, pecah dan roboh berkelojotan, kemudian tak bergerak lagi!
Laki-laki itu sejenak tak dapat berkata-kata, memandang ke arah bangkai harimau,
kemudian menghampiri Hong Ing yang menyeka keringatnya dengan seputangannya.
Betapapun juga, tadi dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan kegesitannya untuk
mengalahkan binatang yang kuat dan galak itu.
Laki-laki itu seperti merasa berada dalam mimpi. Hampir dia tidak dapat percaya, apalagi
setelah kini berhadapan dekat dengan dara itu. Seorang dara yang usianya baru belasan
tahun, tujuh belas tahun, dapat membunuh harimau dengan cara demikian aneh dan
mudah, hanya bersenjata sehelai saputangan yang kini dipakai menghapus keringat yang
membasahi leher! Bukan main!
"Nona..." Laki-laki itu menjura. "Nona telah menolong nyawaku dan aku tidak mungkin
diam saja. Nona, ketahuilah bahwa aku adalah Pangeran Han Wi Ong dari kota raja. Aku
sedang berburu, akan tetapi tersesat dan terpisah dari para pengawal sampai di tempat
ini. Ketika tadi harimau muncul, kudaku terpeleset dan diterkam, kemudian... ah, aku
tentu telah menjadi makanan harimau kalau Nona tidak datang menolong."
Diam-diam Hong Ing terkejut, sama sekali tidak mengira bahwa orang yang ditolongnya
adalah seorang pangeran dari kota raja! Putera Kaisar! Akan tetapi karena dia selamanya
tinggal di gunung dan tidak mengenal tata susila cara bangsawan, dia hanya membalas
penghormatan dengan mengangkat kedua tangan depan dada, lalu menjawab, "Harap
Pangeran tidak bersikap berlebihan. Sudah menjadi kebiasaan manusia untuk saling
menolong apabila melihat orang terancam bahaya. Nah, bahaya sudah lewat, saya
mohon diri, Pangeran."
Hong Ing sudah membalikkan tubuhnya, akan tetapi laki-laki yang gagah tampan, dan
usianya kurang lebih empat puluh tahun, berpakaian indah sekali itu berseru, "Tahan
dulu, Nona. Setidaknya harap Nona sudi memperkenalkan nama dan di mana tempat
tinggal Nona. Kalau tidak, selamanya aku akan merasa menyesal dan merasa berdosa
tidak mengenal nama penolongku yang telah menyelamatkan nyawaku."
Karena sikap pangeran itu sopan dan tutur sapanya halus, Hong Ing menjawab terus
terang, "Namaku Pek Hong Ing, dan aku tinggal bersama guruku, Go-bi Sin-kouw, dan
suciku di puncak sana itu." Setelah berkata demikian, dara itu berkelebat dan lenyap dari
depan Pangeran Han Wi Ong. Pangeran itu makin kagum, sejenak dia terpesona dan
kemudian dia menarik napas panjang dan berkata seorang diri, "Dialah yang patut


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendampingi aku selama hidupku. Cantik jelita, muda, jujur, dan memiliki ilmu
kepandaian yang dapat menjadi pelindungku selamanya! Go-bi Sin-kouw..." Hemm,
harus kupinang dia!"
Demikianlah, pada keesokan harinya, Pengeran itu telah bersama dengan rombongan
pasukan pengawalnya mendatangi pondok Go-bi Sin-kouw dan dengan jujur dan
langsung karena dia pun terkenal jujur dan terang-terangan, mengajukan pinangan
kepada Hong Ing untuk dijadikan isterinya!
"Hendaknya Sin-kouw yakin bahwa saya ingin mengambil Nona Pek Hong Ing sebagai
isteri sah, bukan sebagai selir dan pernikahan antara kami akan dirayakan besar-besaran
di istanaku. Andaikata kelak saya mempunyai keberuntungan menjadi kaisar, dia pasti
menjadi permaisuriku!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
456 Tentu saja hati nenek itu menjadi bangga bukan main. Serta-merta dia menerima
pinangan itu, karena bukankah dia yang berhak penuh atas diri murid-muridnya" Hong
Ing sudah yatim piatu dan sejak kecil dididiknya, maka dengan berani dia menerima
pinangan, bahkan menerima tanda ikatan jodoh berupa pedang bergagang mutiara dan
emas dan menerima ketentuan bahwa sebulan lagi Sang Pangeran akan mengirim
pasukan menjemput isterinya!
"Demikianlah, Kun Liong," kata Hong Ing melanjutkan ceritanya dan suaranya kini
tergetar penuh kedukaan hati yang ditahan-tahan, "kau dapat membayangkan betapa
hancurnya hatiku. Aku oleh Subo dianggap seperti seekor binatang saja, begitu mudah
dijodohkan, atau sebuah benda yang mudah saja dihadiahkan kepada seorang pria.
Memang harus kuakui bahwa Pangeran Han Wi Ong seorang laki-laki yang gagah, baik
dan juga berkedudukan tinggi. Akan tetapi usianya sudah empat puluhan tahun,
sepantasnya menjadi ayahku, mana aku dapat suka menjadi isterinya" Aku menangis
dan menolak, akan tetapi Subo adalah seorang yang berkemauan baja dan dia lebih baik
melihat aku mati di depan kakinya daripada melihat aku menolak dan dia harus
membatalkan perjanjiannya dengan seorang pangeran. Apalagi karena sudah belasan
kali aku menolak pinangan orang, maka Subo menjadi marah dan memaksa aku dengen
ancaman mati. Aku sudah putus harapan dan malam itu aku sudah menggantung diri,
hendak membunuh diri..."
"Hong Ing...!" Kun Liong terkejut sekali dan tak terasa lagi dia memegang lengan dara
itu, mukanya menjadi pucat.
Hong Ing tersenyum pahit menyaksikan sikap pemuda gundul itu. "Agaknya baru
sekaranglah aku bertemu dengan orang sebaik engkau, Kun Liong, yang begitu
memperhatikan nasib diriku. Aku ditolong oleh Suci yang menurunkan aku dari
gantungan, menangisi aku dan menghiburku. Dia mengingatkan aku bahwa kami telah
berhutang budi kepada Subo dan sudah sepatutnyalah kalau aku membalas budi Subo
dengan mentaati perintahnya. Pula, demikian kata Suci, bukankah aku menjadi istri
seorang pangeran dan bahkan besar kemungkinan menjadi permaisuri" Kalau aku
membunuh diri, berarti aku menghina Subo dan Subo tentu akan tercemar terhadap
keluarga kaisar, mungkin akan dianggap sebagai pemberontak."
"Hemm, nasibmu sungguh buruk, Hong Ing. Lalu bagaimana engkau sampai menjadi
nikouw?" "Akhirnya aku mengambil keputusan untuk melarikan diri dari puncak Go-bi-san. Aku lari
pada malam hari dan terus melarikan diri sampai akhirnya aku tiba di Kuil Kwan-im-bio
itu, di mana tinggal belasan orang nikouw dikepalai oleh seorang nikouw tua yang saleh.
Aku menghadap kepada Biauw Kwi Nikouw, ketua kuil itu, dan minta supaya diterima
menjadi nikouw. Kupikir bahwa ke mana pun aku pergi, tentu Subo dan Suci akan dapat
mencari dan memaksaku. Akan tetapi setelah aku menjadi nikouw, kiranya mereka
takkan berani mengganggu seorang yang sudah memilih hidup suci. Untuk
membebaskan diri dari pernikahan yang tidak kusuka itu, aku rela mengorbankan
hidupku menjadi nikouw, biarpun di dalam hatiku sungguh mati aku tidak berniat
menjadi seorang pendeta."
Kun Liong mengangguk-angguk dan hanya di dalam hatinya dia berkata bahwa memang
amat tidak patut dan terlalu amat sayang sekali seorang dara berusia tujuh belas
secantik Hong Ing ini harus menjadi nikouw gundul yang selama hidup tidak berurusan
denen dunia! "Mula-mula Biauw Kwi Nikouw menolak dan aku sudah hampir putus harapan..."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
457 "Aih, mengapa menolak orang hendak menjadi nikouw dengan suka rela?" tanya Kun
Liong terheran.
Hong Ing melanjutkan penuturan pengalamannya. Ketika dia menghadep Biauw Kwi
Nikouw untuk diperkenankan menjadi nikouw, nikouw tua itu berkata. "Nona, engkau
masih muda dan cantik sekali. Kalau engkau menjadi nikouw di sini, berarti engkau akan
mencari malapetaka dan kami pun terkena getahnya. Tidak, kami tidak berani
menerimamu menjadi nikouw di sini, Nona."
"Mengapa, Subo" Apa yang telah terjadi?"
"Sudah ada tiga orang muridku, nikouw-nikouw muda, mati menggantung diri dalam
waktu sepekan ini."
Hong Ing terkejut. "Mati menggantung diri" Mengapa?"
"Karena mereka tidak sudi lagi hidup di dunia setelah mereka tercemar."
"Tercemar?"
"Ya, diperkosa seorang laki-laki, omitohud..."
Hong Ing meloncat bangun. "Laki-laki mana yang berani memperkosa nikouw?"
"Ah, kami tidak tahu bagaimana terjadinya, akan tetapi selama sepekan, berturut-turut
tiga orang nikouw muda diculik dari kamarnya, dibawa ke hutan den diperkosa. Pada
keesokan harinya, mereka itu satu-satu menggantung diri sampai mati. Nah, dengan
adanya peristiwa ini, apakah Nona masih ingin menjadi nikouw di sini dan terancam
bahaya?" "Aku tetap ingin menjadi nikouw, dan harap Subo tidak khawatir. Aku akan menangkap
dan menghajar binatang busuk itu!"
Demikianlah, karena desakan Hong Ing, akhirnya dara ini digunduli rambutnya, diberi
pakaian nikouw den menjalanken upacara sembahyang menjadi nikouw, disaksikan oleh
belasan orang nikouw yang menjadi murid Biauw Kwi Nikouw. Hong Ing menangis
tersedu-sedu, akan tetapi betapapun juga, kepalanya sudah menjadi gundul licin dan
ditutupi dengan penutup kepala berwarna putih.
Malam hari itu, sengaja Hong Ing keluar seorang diri dan berjalan-jalan di sekeliling kuil
untuk menjadikan dirinya sebagai "umpan" memancing datangnya laki-laki terkutuk yang
sudah memperkosa tiga nikouw den menyebabkan mereka membunuh diri. Para nikouw
lain yang maklum akan usaha nikouw baru ini, mengintai dari tempat aman dengan hati
berdebar tegang.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan orang yang tinggi besar den begitu tiba di depan
Hong Ing, dara ini terkejut den jijik sekali. Laki-laki itu tinggi besar, usianya sudah lima
puluh tahunan, rambut den jenggot serta kumisnya riap-riapan menakutkan, kotor
sekali, matanya lebar den dia terkekeh memandang kepada Hong Ing sambil berkata,
"Ha-ha-heh-heh, nikouw muda baru ya" Wah, cantiknya, wah, malam ini aku benar-
benar untung besar! Orang secantik engkau ini sedikitnya harus kupeluk selama sebulan,
ha-ha-ha!"
Hong Ing sudah meloncat dan sekali tangannya menampar, terdengar suara "plak-plak-
plak!" keras sekali dan tubuh laki-laki itu terpelanting. Akan tetapi ternyata dia kuat
juga, karena sudah dapat bangun kembali, matanya makin terbelalak lebar.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
458 "Ho-ho, jadi kau memiliki sedikit kepandaian" Bagus, lebih menarik lagi!"
Terjadilah pertandingan, namun sebentar saja laki-laki itu terdesak hebat dan beberapa
kali terkena pukulan tangan Hong Ing. Biarpun tubuhnya kebal, namun pukulan Hong Ing
bukan tidak keras dan mendatangkan rasa yang cukup nyeri, maka akhirnya laki-laki itu
melarikan diri.
"Binatang terkutuk, hendak lari ke mana kau?" Hong Ing mengejar dan para nikouw lain
yang menyaksikan betapa nikouw muda baru itu benar-benar lihai dan berhasil
mengalahkan laki-laki cabul yang seperti orang gila itu, segera ikut pula mengejar!
Mereka masih sempat melihat betapa Hong Ing telah dapat menyusul laki-laki itu,
menghajar laki-laki itu sampai jatuh bangun. Laki-laki itu marah, tiba-tiba menggereng
dan dengan kedua lengannya laki-laki itu mengangkat sebuah batu besar sekali dan
hendak menimpakan batu itu kepada Hong Ing.
"Aihhh...!" Dua orang nikouw lain yang lebih dulu datang di tempat itu menjerit ngeri.
Akan tetapi Hong Ing cepat meloncat ke depan, menerima batu itu dan mengerahkan
sin-kangnya mendorong sehingga kini laki-laki itulah yang tertindih batu dan tergencet
oleh batu besar itu. Terdengar suara orang berteriak mengerikan dan ketika Hong Ing
melepaskan batu itu, ternyata laki-laki itu telah hancur dan gepeng terhimpit batu dan
bersandar pada batu gunung. Dada dan kepalanya pecah dan darah muncrat-muncrat
membasahi tempat di sekelilingnya!
"Omitohud...!" Para nikouw berseru ketika menyaksikan ini. Biauw Kwi Nikouw lalu
memerintahkan murid-muridnya untuk mengubur mayat yang mengerikan itu, dan
semenjak saat itu, Hong Ing dianggap sebagai seorang nikouw yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi sekali, bahkan Biauw Kwi Nikouw sendiri berikap manis dan kagum
kepadanya. "Demikianlah, Kun Liong." Hong Ing menutup penuturannya, "semenjak hari itu aku
menjadi nikouw di Kwan-im-bio dan aku melatih mereka ilmu silat. Tentu saja aku tidak
mau diangkat menjadi guru mereka, maka mereka semua, kecuali ketua kuil,
menyebutku Toa-suci (Kakak Seperguruan Tertua)."
Kun Liong makin terharu. Sungguh malang sekali nasib dara ini. Patut dikasihani dan dia
sendiri merasa menyesal bahwa dia pernah menggoda dara yang sepatutnya dilindungi
dan dibela ini. "Ahh, kasihan sekali engkau, Hong Ing. Tak kusangka orang seperti
engkau ini dapat dilanda kesengsaraan hidup seperti itu. Dan dahulu, mengapa engkau
sampai dapat terluka oleh jarum merah milik Ouwyang Bouw?"
"Ah, sebetulnya soalnya sepele saja, akan tetapi dasar kami yang tak mengenal orang
pandai. Pada hari itu, di kuil kedatangan seorang kakek aneh dan seorang pemuda.
Karena hari telah malam dan mereka minta menginap, tentu saja Subo tidak dapat
menerima mereka, mengatakan bahwa Kuil Kwan-im-bio adalah kuil para nikouw maka
merupakan pantangan besar untuk menerima pria sebagai tamu bermalam di kuil."
"Hemm, orang-orang macam Ban-tok Coa-ong dan anaknya yang gila itu mana mau
mengerti" kata Kun Liong.
"Memang demikianlah. Ban-tok Coa-ong memaki Biauw Kwi Nikouw sebagai nenek gila
cerewet yang bosan hidup dan sekali tangannya menampar, Biauw Kwi Nikouw terguling
roboh dengan kepala pecah dan tewas seketika! Para nikouw menjadi marah dan
menyerbu, karena mereka itu sedikit banyak telah belajar silat kepadaku. Akan tetapi,
hanya dengan dorongan-dorongan jarak jauh, semua nikouw terpelanting dan tak dapat
bangkit kembali karena telah mengalami luka dalam. Aku sendiri menubruk Biauw Kwi
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
459 Nikouw dan pada saat itu dari belakang Ouwyang Bouw menyerangku dengan jarum
merah. Aku tak dapat mengelaknya dan aku roboh pingsan. Mereka ayah dan anak iblis
itu pergi sambil tertawa-tawa dan selebihnya kau mengetahui sendiri. Aku minta supaya
dibawa ke seorang ahli obat di kota, dan ketika berada di joli kebetulan sekali berjumpa
denganmu dan engkau telah menyelamatkan nyawaku."
"Aihhh... sungguh kau telah mengalami banyak hal yang amat sengsara, Hong Ing.
Hanya aku menyesal sekali mengapa engkau mengambil jalan pendek menjadi nikouw."
"Tidak ada jalan lain. Untuk membunuh diri aku... aku tidak berani..."
"Jangan!" Kun Liong setengah berteriak. "Perbuatan itu adalah perbuatan paling rendah
dan pengecut di dunia ini. Sekarang engkau tidak perlu takut lagi. Setelah engkau
menjadi nikouw, apa yang dapat dilakukan oleh sucimu dan gurumu" Apakah mereka
bisa memaksamu" Pula, kalau pangeran tua mata keranjang itu melihat kau sudah
menjadi nikouw, apakah dia hendak memaksa memperisteri seorang nikouw?"
Melihat sikap Kun Liong yang marah-marah ini, terharulah hati Hong Ing karena hal ini
membuktikan betapa besar perhatian pemuda ini kepada nasib dirinya "Ah, kau tidak
mengenal guruku, Kun Liong. Dia adalah seorang yang berhati keras seperti baja dan
semua kehendaknya harus terlaksana. Apa sukarnya memaksa aku memelihara rambut
lagi dan memaksaku menikah" Sudahlah, serahkan hal itu kepadaku. Kau tidak perlu ikut
berduka dan bingung, Kun Liong. Engkau sudah terlampau baik kepadaku dan
percayalah, sampai mati aku tidak akan dapat melupakan kebaikanmu. Lihat, itu Suci
mendatangi kuil, kalau aku tidak lekas menemuinya, tentu para nikouw akan terancam
bahaya. Kalau sudah marah, Suci seperti Subo saja, keras dan ganas. Kau pergilah, Kun
Liong, pergilah, selamat berpisah, sahabat dan penolongku yang baik!" Hong Ing
menyentuh lengan Kun Liong, kemudian terisak dia meloncat dan lari ke arah kuil di
mana tadi bayangan Kim In telah masuk lebih dahulu.
Hati Kun Liong seperti diremas-remas rasanya. Entah mengapa, dia merasa kasihan
sekali kepada Hong Ing dan mengambil keputusan untuk membela dara itu dari segala
bahaya. Dengan pikiran ini, dia lalu melompat dan menyelinap, menghampiri kuil itu dari
samping dan melakukan pengintaian. Dengan jantung berdebar Kun Liong melihat Hong
Ing berdiri dengan kepala tunduk berhadapan dengan sucinya, Lauw Kim In yang galak
itu. Kim In sudah memegang pedangnya dan dengan suara keren berkata, "Pek Hong Ing,
aku mewakili Subo Go-bi Sin-kouw memerintahkan engkau untuk berlutut!"
Hong Ing menarik napas panjang dan dia benar-benar menjatuhkan diri berlutut di
depan sucinya yang galak itu.
"Pek Hong Ing, sebagai murid engkau telah murtad, melanggar perintah guru dan pergi
tanpa pamit. Untuk semua itu, Subo masih dapat mempertimbangkannya asal saja
engkau ikut bersamaku ke puncak Go-bi-san. Kalau tidak, sekarang juga akan kupenggal
kepalamu dan akan kubawa kepalamu kepada Subo seperti yang diperintahkan Subo!"
Mendengar ucapan itu, belasan orang nikouw yang berada di situ dan yang menonton
dengan muka marah itu menjadi makin marah. "Dari mana datangnya perempuan jahat
yang menghina Toa-suci?" Mereka itu lalu menyerbu den mengeroyok Kim In.
"Para sumoi... jangan...!" Hong Ing berteriak, namun cegahannya terlambat, tubuh Kim
In melesat ke sana-sini dan dalam segebrakan saja belasan orang nikouw itu sudah
roboh semua den mengaduh-aduh terkena pukulan den tendangan kaki Kim In.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
460 "Hemm, kalau tidak ingat kalian semua adalah pendeta, apakah kalian dapat
mengharapkan untuk dapat hidup?" Kim In berkata, sikapnya dingin sekali.
Para nikouw yang hendak membela Hong Ing itu sudah bangun lagi dan mereka mulai
mencari senjata. Akan tetapi Hong Ing melompat dan mengangkat kedua tangan ke atas.
"Para sumoi kuperintahkan agar jangan melawan! Biarkan aku pergi bersama dia, dia ini
adalah suciku!" Kemudian dia menoleh kepada Kim In sambil berkata, "Saya menurut
kehendak Suci dan ikut bersamamu menghadap Subo, akan tetapi baik engkau maupun
Subo jangan mengharap akan dapat memaksaku menikah setelah aku sekarang menjadi
nikouw." "Sumoi, kau tahu betapa sejak dahulu aku menganggapmu sebagai adik sendiri. Akan
tetapi, betapapun juga kita tidak bisa menentang Subo." Kata-kata ini membuat Hong
Ing terharu. Dia teringat dahulu sucinya ini yang mencegahnya membunuh diri dan tahu
pula bahwa andaikata sucinya itu membantunya lari, tetap saja mereka berdua tidak
akan dapat terlepas dari pengejaran subo mereka yang memiliki kepandaian seperti
dewi! Maka berangkatlah kedua orang sumoi den suci ini meninggalkan Kuil Kwan-im-bio,
diiringi tangis para nikouw yang dapat menduga bahwa toa-suci mereka yang juga guru
mereka yang mereka sayang itu tentu menghadapi malapetaka yang besar dan mereka
sama sekali tidak berdaya untuk menolongnya.
Kim In den Hong Ing melakukan perjalanan cepat sekali karena keduanya menggunakan
ilmu berlari cepat. Tak lama kemudian mereka memasuki sebuah hutan besar yang amat
sunyi. Tiba-tiba keduanya berhenti karena tahu-tahu ada bayangan orang meloncat
turun dari atas pohon besar di depan mereka. Ketika keduanya memandang ternyata
orang itu bukan lain adalah Yap Kun Liong yang berdiri dengan tenang namun dengan
kedua alis dikerutkan dan wajah serius sekali, berbeda dari biasanya yang selalu berseri
gembira. "Kun Liong...! Apa yang akan kaulakukan di sini?" Hong Ing berseru kaget sekali.
"Hemmm, hwesio cabul apakah kau berani menghadang kami?" Kim In memaki dan
sudah mencabut lagi pedangnya.
Kun Liong menggelengkan kepalanya yang gundul. "Nona Ing, betapa lemahnya engkau,
menurut saja kepada kehendak orang lain yang hendak mencelakakan. Dan engkau,
Nona. Apakah engkau demikian kejam hendak mencelakakan sumoi sendiri" Ke mana
perikemanusiaanmu?"
"Jangan mencampuri urusan kami!" Kim In membentak.
"Kun Liong... aku tahu maksudmu baik, tapi... tapi ahhh, pergilah, jangan membikin aku
lebih susah dan bingung...!" Hong Ing memohon.
"Tidak! Sebelum aku bicara, aku tidak akan membiarkan kau dipaksa pergi oleh siapapun
juga!" Dia memandang kepada Kim in, pandang matanya berkilat sehingga gadis itu
terkejut juga. "Nona, kau salah sangka, aku bukan hwesio bukan pula melakukan
perbuatan busuk dengan sumoimu. Kami adalah dua orang sahabat yang kebetulan saja
saling bertemu dan saling menolong dari bahaya, hanya orang yang kotor pikirannya
saja yang akan menyangka yang bukan-bukan! Sumoimu ini sudah menjadi nikouw,
berarti menjadi seorang suci yang tidak mau lagi berhubungan dengan dunia ramai.
Mengapa sekarang dipaksa hendak dibawa dan dikawinkan" Aturan mana ini" Pula,
andaikata dia tidak menjadi nikouw, juga amat tidak patut kalau memaksa seorang dara
seperti dia menikah di luar kehendaknya. Apakah dia itu seekor kucing atau anjing yang
boleh dikawinkan begitu saja menurut selera dan pilihan orang lain" Apakah dia itu
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
461

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah benda yang diperjualbelikan, dan karena yang membeli seorang pangeran kaya
lalu diserahkan begitu saja biarpun dia tidak sudi menjadi isteri seorang tua bangka" Kau
dan gurumu yang berjuluk Go-bi Sin-kouw itu sungguh tidak berperikemanusiaan dan
kejam, sungguh kejam!"
"Keparat, jahanam, tutup mulutmu!" Kim in sudah tak dapat menahan kemarahannya
lagi dan pedangnya sudah berkelbat menyerang dengan serbuan ganas dan dahsyat
sekali. Akan tetapi dengan mudah Kun Liong sudah mengelak dan pemuda ini sudah siap
untuk melawan. Dia akan merobohkan gadis ini tanpa melukainya agar mendapat
kesempatan untuk mengajak lari Hong Ing. Akan tetapi betapa kagetnya ketika dia
melihat Hong Ing menggerakkan saputangannya menyambar dan menyerangnya.
"Tar...!" Ujung saputangan menghantam kepala gundulnya dan dia sengaja tidak
menangkis karena dia merasa heran sekali. Seperti disengat lebah, tampak bagian
kepala yang dihantam ujung saputangan tadi menjendol dan berwarna merah. Hal ini
karena Kun Liong sengaja membiarkan kepalanya dihantam, hanya gerakan otomatis
dari sin-kangnya saja yang melindungi sebelah dalam kepala, akan tetapi kulitnya tidak
kebal dan kepala di bagian itu menjendol sebesar telur ayam.
"Hong Ing..." Dia mengeluh.
Hong Ing berdiri dengan wajah pucat. "Sudah kukatakan, pergilah... jangan membikin
aku lebih susah lagi, Kun Liong. Engkau takkan menang melawan dan kalau sampai Suci
membunuhmu, aku... lebih berat lagi untuk mentaatinya. Pergilah, aku tahu niatmu baik
dan maafkan seranganku tadi, Kun Liong."
"Bagalmana... kalau... kalau mereka memaksamu menikah?" Kun Liong masih bertanya
ketika kedua orang gadis itu sudah berjalan pergi lagi.
Tanpa menengok Hong Ing menjawab, "Mudah saja membebaskan diri dari segala
keruwetan dunia ini!"
Kun Liong masih berdiri pucat setelah bayangan dua orang gadis itu tidak tampak lagi.
Ucapan Hong Ing itu hanya mempunyai satu arti saja, yaitu bunuh dir! Kematian
memang menjadi jalan yang paling mudah untuk membebaskan diri dari segala macam
keruwetan dunia.
"Nona Ing...!" Dia mengeluh dan menghapus dua bintik air matanya dan dia kaget
sendiri. Apa artinya ini" Mengapa dia merasa begini sengsara, merasa begini kesepian
setelah Hong Ing pergi" Ah, apakah aku telah gila, pikirnya dan dia membalikkan tubuh,
lalu berlari-lari cepat sekali menuju ke Kwi-eng-pang herusaha untuk mengusir bayangan
Hong Ing yang selalu mengganggu otaknya. Betapapun juga, masih saja wajah cantik
jelita penuh kelembutan, mata yang bening dan sedalam lautan, sikap halus penuh
pengertian itu selalu terbayang di depan matanya sampai kadang-kadang Kun Liong
berhenti berlari, mengusap mukanya, mengeluh, kemudian berlari lagi secepatnya.
Dengan bantuan peta yang dahulu dibuatkan oleh Pendekar Sakti Cia Keng Hong
untuknya, Kun Liong dapat menyeberangi Telaga Setan. Dia menemukan sebuah perahu
kecil di semak-semak di tepi telaga, kemudian dengan mengambil cara memutar sesuai
dengan petunjuk di peta, dia mendayung dan menyeberangi Kwi-ouw menuju ke pulau di
tengah telaga itu.
Sesuai dengan petunjuk di dalam peta itu, dia menyeberangi Kwi-ouw di waktu malam
terang bulan dan mengemudikan perahunya melalui bagian-bagian tertentu, menyelusup
alang-alang, melintasi bawah sebuah jembatan yang menjulur ke telaga, kemudian
melalui semacam pintu dari dinding batu karang dan akhirnya dia dapat mendarat di tepi
pulau sebelah timur, bagian yang tebingnya amat terjal dan terdiri dari batu karang yang
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
462 amat kuat berwarna hitam kemerahan. Dia menggunakan tali yang berada di perahu
untuk mencancang perahunya pada batu karang, kemudian dia mengaso dan tidur di
atas perahu kecil, dibuai ombak sehingga tidurnya enak sekali. Dalam tidur itu dia
bermimpi dia bertemu dengan Hong Ing, melihat Hong Ing menjadi pengantin den diarak
dengan joli, akan tetapi di tengah jalan dara itu menangis dan dia lalu mengobatinya
seperti dahulu, hanya melihat sebagian pinggul gadis itu saja!
Dia terbangun den di ufuk timur sudah tampak sinar kemerahan yang belum muncul.
Tertawa sendiri dia mengingat akan mimpinya. Mengapa pinggul itu tak pernah dapat dia
lupakan" Mulailah Kun Liong mendaki batu karang, dibantu dengan alat yang telah disediakannya
sebelumnya sesuai dengan petunjuk Cia Keng Hong, yaitu dua betang besi kaitan.
Biarpun dia seorang ahli sin-kang yang kuat den dapat merayap ke atas dinding seperti
seekor cecak, namun mendaki tebing itu merupakan perbuatan berbahaya sekali dan
bermain-main dengan maut tanpa dibantu dua buah kaitan itu, karena tebing itu selain
curam, juga licinnya bukan main penuh dengan lumut yang tercipta dari air yang tersinar
panasnya matahari.
Akhirnya dengan perasaan lega dia dapat mencapai puncak tebing, lalu melemper kedua
kaitannya di atas batu dan mulailah dia berloncatan menuju ke tengah pulau, ini pun dia
lakukan dengan hati-hati, dengan perhitungan ke kanan kiri mengatur langkahnya dan
menghitung langkah karena tempat ini pun tidak terluput penuh dengan jebakan-jebakan
yang amat berbahaya. Dia sudah menghafalkan lebih dulu petunjuk dalam peta, maka
dengan enaknya dia dapat berloncatan dengan selamat sampai akhirnya dia tiba di
depan pondok terbesar yang menjadi tempat tinggal Kwi-eng Niocu, Ketua Kwi-eng-
pang. Dia masih ingat tempat ini dan tersenyum ketika teringat betapa dia pernah
ditangkap oleh para pelayan seperti orang-orang menangkap ikan saja.
Peta itu dia butuhkan hanya untuk menunjukkan jalan kepadanya. Setelah sampai di
depan pondok musuhnya ini dia tidak perlu lagi bersikap sembunyi-sembunyi. Dia
menggunakan peta hanya agar dapat bertemu dengan Kwi-eng Niocu. Dia datang bukan
sebagai pencuri, perlu apa sembunyi-sembunyi" Maka Kun Liong berdiri dengan tegak di
depan pondok itu, mengangkat dada dan mengerahkan khi-kangnya berteriak nyaring
sekali, "Kwi-eng Niocu...! Keluarlah, ini aku Yap Kun Liong ingin bertemu denganmu
untuk bicara...!"
Gegerlah pulau itu karena suara Kun Liong bergema dahsyat sampai ke seluruh
permukaan pulau. Para petugas yang menjaga di sekitar pondok, yang tadinya tertidur
karena memang tidak menyangka akan ada sesuatu, serentak bangun, menyambar
senjata dan berlari-larian datang mengurung Kun Liong. Akan tetapi pemuda ini tenang-
tenang saja dan ketika seorang di antara mereka, seorang komandan penjaga
menodongkan tombaknya di depan dadanya sambil membentak agar
dia menyerah, Kun Liong menggerakkan tangan dan tombak itu sudah pindah ke
tangannya, kemudian dipatah-patahkannya tombak itu seperti mematah-matahkan
sebatang biting (lidi) saja! Semua penjaga menjadi bengong dan Kun Liong berkata,
"Aku tidak berurusan dengan kalian. Aku mau hicara dengan ketua kalian Kwi-eng
Niocu!" Karena melihat pemuda itu sedemikian lihainya dan benar saja tidak bergerak apa-apa,
mereka lalu mundur dan mengurung dengan membuat lingkaran lebar sambil menanti
datangnya ketua mereka untuk menerima perintah.
Tak lama kemudian, dari dalam pondok itu terdengar suara, pintu pondok terbuka dan
muncullah tiga orang dengan sikap garang. Seorang wanita setengah tua yang sikapnya
agung berdiri di tengah. Wanita ini usianya sudah enam puluh tahun, akan tetapi
pantasnya dan kelihatannya baru kurang dari empat puluh tahun, tubuhnya masih
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
463 ramping dan gerakannya masih lemah gemelai ketika melangkah menuruni anak tangga
depan pondoknya. Di sebelah kirinya tampak seorang pemuda tampan tinggi besar yang
selain tampan juga gagah sikapnya, pakaiannya indah dan mewah. Tentu itulah putera
angkat Kwi-eng Niocu yang kabarnya bernama Liong Bu Kong, tinggi kepandaiannya dan
yang diduga oleh Kun Liong sebagai pemimpin para pencuri di Siauw-lim-pai. Dan di
sebelah kanan wanita itu berjalan seorang kakek yang hebat sekali keadaannya. Kakek
ini sekepala lebih tinggi dari Liong Bu Kong yang sudah tinggi besar itu, tubuhnya seperti
raksasa dan jelas tampak kuat seperti gajah! Usianya tentu amat tinggi, namun sukar
ditaksir berapa! Brewoknya menutupi sebagian besar mukanya dan brewok itu, seperti
rambutnya, sudah putih semua berikut alis dan bulu matanya! Namun langkahnya masih
gagah seperti langkah seekor harimau, kedua lengannya diayun agak jauh dari tubuhnya
dan kakinya menginjak bumi dengan mantap seperti kaki gajah berjalan! Matanya lebar
dan sinar matanya tajam luar biasa, menandakan bahwa kakek aneh ini cerdik dan
tentunya amat lihai, melihat sikap ibu dan anak itu yang menghormatinya sebagai tamu
yang berjalan paling kanan.
Melihat pemuda gundul ini, seketika wajah cantik nenek itu berseri-seri dan seperti
berbisik dia berkata kepada kakek raksasa di sebelah kanannya, "Inilah dia yang
bernama Yap Kun Liong!"
Kakek itu memandang dengan matanya yang lebar, kemudian tertawa bergelak, suara
ketawa yang keluar dari perut dan mengejutkan Kun Liong karena suara ini mengandung
khi-kang yang kuat sekali!
"Hua-ha-hah-ho-hoh! Ini namanya ular mencari penggebuk, ikan menghampiri sujen!"
"Aku yakin dia ini yang menyembunyikan bokor emas yang aseli. Hai, orang muda,
bukankah engkau yang memalsukan bokor emas" Bocah tampan, katakanlah di mana
adanya bokor yang aseli dan engkau akan kujadikan muridku, hidup mewah dan mulia di
pulau ini!"
Kun Liong cemberut, menyembunyikan kepanasan hatinya mengingat bahwa mereka ini
adalah seorang diantara mereka yang membunuh ayah bundanya, satu-satunya orang
yang masib hidup dan yang akan dibunuhnya untuk membalas kemaitian ayah
bundanya. Namun dia dapat bersikap tenang karena dia ingin mendapatkan lebih dulu
pusaka Siauw-lim-si, maka dia berkata, "Kwi-eng Niocu, dahulu aku telah melemparkan
bokor emas kepadamu, aku tidak tahu-menahu tentang bokor palsu atau tulen dan aku
juga tidak peduli. Yang penting aku datang menagih janjimu karena bukankah dahulu
kau berjanji akan mengembalikan dua buah pusaka Siauw-lim-si yang dicuri oleh orang-
orangmu kalau aku memberikan bokor kepadamu" Nah, aku datang untuk menerima
sebatang pedang pusaka dan sebuah hiolouw, keduanya merupakan benda lama yang
menjadi pusaka Siauw-lim-si. Harap engkau sebagai seorang yang terkenal, sebagai
seorang Pangcu (Ketua) dari Kwi-eng-pang, suka memegang janji dan menyerahkan
kedua benda pusaka itu kepadaku untuk kukembalikan ke Siauw-lim-si."
"Yap Kun Liong, seorang Ketua Kwi-eng-pang tidak akan melanggar janjinya. Dahulu
memang aku berjanji akan mengembalikan dua buah benda Siauw-lim-si kalau ditukar
dengan bokor emas pusaka The Hoo. Akan tetapi ternyata kemudian bahwa pusaka yang
terlepas kembali dari tanganku itu adalah pusaka palsu! Oleh karena itu, tidak mungkin
aku menukarkan dua buah pusaka itu dengan sebuah benda palsu."
"Hemmm, tentang bokor emas aku tidak tahu-menahu, akan tetapi pedang dan hiolouw
itu jelas adalah milik Siauw-lim-si yang kalian curi. Maka sekarang aku datang mewakili
Siauw-lim-pai untuk minta kembali dua buah benda itu, apa pun yang terjadi!" Kun Liong
sengaja bicara dengan nada marah dan bersikap menantang.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
464 "Gundul sombong!" Tiba-tiba Liong Bu Kong, pemuda tampan gagah putera angkat Ketua
Kwi-eng-pang itu sudah meloncat maju ke depan. "Ketahuilah dahulu aku yang mencuri
dua buah pusaka itu dan semua orang di dunia tahu bahwa untuk mengambil pusaka dari
gudang pusaka Siauw-lim-si membutuhkan kepandaian dan harus menempuh kesukaran,
yang mengandalkan kepandaian. Kalau engkau ada kepandaian, boleh kaucoba
merampasnya kembali dari tanganku!"
Liong Bu Kong bertepuk tangan tiga kali dan muncullah tiga orang pelayan cantik manis
akan tetapi yang seorang lagi mukanya bopeng biarpun potongon mukanya paling cantik
di antara mereka bertiga. Totol-totol hitam di muka pelayan ketiga ini benar-benar amat
menyayangkan, pikir Kun Liong dan diam-diam merasa heran mengapa dia seperti
pernah melihat pelayan bopeng yang cantik ini!
Akan tetapi dia segera tertarik kepada dua buah benda yang dibawa oleh seorang
diantara tiga pelayan itu, yaitu yang tertua dan yang matanya bergerak genit.
Perempuan ini membawa sebuah baki dan di atas baki terdapat benda yang ditutup
sutera kuning. Setelah mereka bertiga datang dekat dan berlutut di pinggiran, Liong Bu
Kong merenggut lepas kain kuning dan tampaklah dua benda yang dicari-cari Kun Liong,
yaitu sebatang pedang kuno dan sebuah hiolouw kuno, dua buah benda pusaka Siauw-
lim-si yang dahulu dicuri oleh pemuda putera angkat Kwi-eng Niocu ini!
Kun Liong memandang Bu Kong dan berkata, "Aku menerima tantanganmu! Kalau aku
dapat menangkan engkau, berarti dua buah benda pusaka itu dikembalikan kepadaku?"
Liong Bu Kong tertawa mengejek. "Kita lihat saja nanti, tapi coba lebih dulu kaulawan
aku, Gundul!" Sambil berkata demikian, Liong Bu Kong sudah mencabut sebatang
pedang yang membuat mata Kun Liong silau karena pedang itu mengeluarkan sinar kilat
yang amat terang. Itulah pedang pusaka Lui-kong-kiem (Pedang Kilat) yang ampuh!
"Bu Kong jangan bunuh dia, aku masih membutuhkannya!" Kwi-eng Niocu berseru
khawatir melihat putera angkatnya itu menghunus Lui-kong-kiam.
"Ha-ha, jangan khawatir, Ibu. Aku hanya ingin menggurat beberapa garis di atas
kepalanya yang gundul pelontos itu. Yap Kun Liong bocah gundul, sambutlah ini!" Tanpa
memberi kesempatan kepada lawan untuk menggunakan suatu senjata, Bu Kong sudah
menyerang dengan pedangnya. Pedang itu berubah menjadi gulungan sinar kilat yang
menyambar ke arah leher Kun Liong.
Kun Liong mengenal pedang ampuh, akan tetapi dia pun mengenal gerakan yang tidak
begitu berbahaya seperti yang mula-mula dikhawatirkannya. Boleh jadi bagi umum, ilmu
kepandaian Liong Bu Kong ini sudah hebat sekali, akan tetapi bagi dia, pemuda itu bukan
merupakan lawan yang terlalu berbahaya sungguhpun dibantu oleh sebatang pedang
seampuh itu. Dengan mudah dia lalu mengelak dan meloncat ke sana-sini dikejar
bayangan pedang. Setelah belasan jurus menyerang tanpa dapat mengenai sasarannya,
Liong Bu Kong menjadi penasaran, malu dan marah. Jangankan menggurat-gurat kepala
lawan, sedangkan ujung baju lawan saja sekian lamanya belum juga dia mampu
menyentuh dengan ujung pedangnya. Maka dikeluarkanlah semua jurus-jurus maut dan
dia mengurung tubuh Kun Liong dengan lingkaran sinar pedang yang bergulung-gulung.
Biarpun Kun Liong tidak memegang senjata apa-apa, namun karena dia telah
mengeluarkan ilmu silatnya yang sakti, yaitu Pat-hong-sin-kun, andaikata dia harus
menjaga diri dengan elakan dan tangkisan saja, kiranya dia akan dapat bertahan sampai
ratusan jurus tanpa membalas. Namun, yang menjadi pokok perhatiannya bukanlah
mengalahkan pemuda ini. Dia tidak mempunyai urusan atau permusuhan dengan Bu
Kong, maka perlu apa mengalahkannya, apalagi melukainya" Yang penting baginya
adalah merampas kembali dua benda pusaka Siauw-lim-pai, kemudian baru dia akan
menandingi Kwi-eng Niocu menuntut balas atas kematian ayah bundanya. Oleh karena
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
465 pikiran ini, sambil mengelak ke sana-sini sehingga dia kelihatan repot terdesak hebat, dia
melirik ke arah pelayan yang membawa baki terisi dua benda pusaka. Dia sengaja
mpngelak dan membiarkan dirinya terdesak mundur-mundur mendekati pelayan dan
tiba-tiba, bagaikan gerakan seekor burung walet, tangannya menyambar dan di lain
detik dua buah benda pusaka itu telah dapat dirampasnya!
"Eeiiihhh...!" Pelayan itu menjerit dan terjengkang pingsan, buru-buru ditolong oleh
pelayan bopeng dan temannya yang seorang lagi, kemudian digotong masuk ke dalam.
Liong Bu Kong marah bukan main. "Kurang ajar! Kembalikan benda itu!" Teriaknya dan
pedangnya menusuk dada Kun Liong. Pemuda gundul ini membiarkan pedang meluncur,
menggoyang sedikit tubuhnya sehingga pedang itu menusuk tempat kosong di bawah
lengannya dan sekali lengannya dirapatkan, pedang terjepit dan kakinya menendang
perlahan ke arah lutut Bu Kong.
"Auhhh...!" Seketika kaki Bu Kong lumpuh dan pemuda ini jatuh berlutut, pedangnya
masih dikempit oleh Kun Liong. Setelah menyimpan dua benda itu dengan mengikatkan
kain kuning yang membungkusnya ke belakang pundak, Kun Liong lalu mengambil
pedang Lui-kong-kiam, melempar pedang itu ke bawah dan pedang menancap di depan
kaki Bu Kong, amblas sampai hampir ke gagangnya!
Dapat dibayangkan betapa kaget dan marahnya hati Kwi-eng Niocu menyaksikan
kekalahan puteranya yang memalukan itu. Melawan pemuda gundul bertangan kosong
yang sama sekali tidak balas menyerang saja, sampai puluhan jurus puteranya tak
mampu menang, bahkan akhirnya dua benda pusaka dapat dirampas, juga pedang Lui-
kong-kiam dan puteranya roboh berlutut! Betapa memalukan hal ini!
Betapapun juga, sebagai seorang Ketua Kwi-eng-pang yang berkuasa, dia harus malu
kalau harus menarik kembali janjinya, maka dia membentak, "Serahkan dulu bokor emas
yang tulen, baru boleh pergi!" Setelah berkata demikian, dengan gerakannya yang amat
dahsyat Kwi-eng Niocu sudah menyerang Kun Liong dengan cengkeraman kuku
tangannya yang panjang.
"Wussss... brettt!" Kun Liong terpekik kaget. Dia sudah mengelak cepat namun tetap
saja kuku itu masih merobek pinggir bajunya dekat pundak. Padahal tadi pedang di
tangan Liong Bu Kong sampai puluhan jurus tak pernah mampu menyentuhnya, dan
sekarang ibu pemuda ini, begitu menyerang telah merobek bajunya! Dari bukti ini saja
sudah dapat diketahui betapa lihainya Ketua Kwi-eng-pang ini. Tidaklah percuma nenek
ini mendapat julukan Si Bayangan Hantu karena memang ilmu kepandaiannya hebat.
Kun Liong mengenal pedang ampuh, akan tetapi dia pun mengenal gerakan yang tidak
begitu berbahaya seperti yang mula-mula dikhawatirkannya. Boleh jadi bagi umum, ilmu
kepandaian Liong Bu Kong ini sudah hebat sekali, akan tetapi bagi dia, pemuda itu bukan
merupakan lawan yang terlalu berbahaya sungguhpun dibantu oleh sebatang pedang
seampuh itu. Dengan mudah dia lalu mengelak dan meloncat ke sana-sini dikejar
bayangan pedang. Setelah belasan jurus menyerang tanpa dapat mengenai sasarannya,
Liong Bu Kong menjadi penasaran, malu dan marah. Jangankan menggurat-gurat kepala
lawan, sedangkan ujung baju lawan saja sekian lamanya belum juga dia mampu
menyentuh dengan ujung pedangnya. Maka dikeluarkanlah semua jurus-jurus maut dan
dia mengurung tubuh Kun Liong dengan lingkaran sinar pedang yang bergulung-gulung.
Biarpun Kun Liong tidak memegang senjata apa-apa, namun karena dia telah
mengeluarkan ilmu silatnya yang sakti, yaitu Pat-hong-sin-kun, andaikata dia harus
menjaga diri dengan elakan dan tangkisan saja, kiranya dia akan dapat bertahan sampai
ratusan jurus tanpa membalas. Namun, yang menjadi pokok perhatiannya bukanlah
mengalahkan pemuda ini. Dia tidak mempunyai urusan atau permusuhan dengan Bu


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kong, maka perlu apa mengalahkannya, apalagi melukainya" Yang penting baginya
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
466 adalah merampas kembali dua benda pusaka Siauw-lim-pai, kemudian baru dia akan
menandingi Kwi-eng Niocu menuntut balas atas kematian ayah bundanya. Oleh karena
pikiran ini, sambil mengelak ke sana-sini sehingga dia kelihatan repot terdesak hebat, dia
melirik ke arah pelayan yang membawa baki terisi dua benda pusaka. Dia sengaja
mpngelak dan membiarkan dirinya terdesak mundur-mundur mendekati pelayan dan
tiba-tiba, bagaikan gerakan seekor burung walet, tangannya menyambar dan di lain
detik dua buah benda pusaka itu telah dapat dirampasnya!
"Eeiiihhh...!" Pelayan itu menjerit dan terjengkang pingsan, buru-buru ditolong oleh
pelayan bopeng dan temannya yang seorang lagi, kemudian digotong masuk ke dalam.
Liong Bu Kong marah bukan main. "Kurang ajar! Kembalikan benda itu!" Teriaknya dan
pedangnya menusuk dada Kun Liong. Pemuda gundul ini membiarkan pedang meluncur,
menggoyang sedikit tubuhnya sehingga pedang itu menusuk tempat kosong di bawah
lengannya dan sekali lengannya dirapatkan, pedang terjepit dan kakinya menendang
perlahan ke arah lutut Bu Kong.
"Auhhh...!" Seketika kaki Bu Kong lumpuh dan pemuda ini jatuh berlutut, pedangnya
masih dikempit oleh Kun Liong. Setelah menyimpan dua benda itu dengan mengikatkan
kain kuning yang membungkusnya ke belakang pundak, Kun Liong lalu mengambil
pedang Lui-kong-kiam, melempar pedang itu ke bawah dan pedang menancap di depan
kaki Bu Kong, amblas sampai hampir ke gagangnya!
Dapat dibayangkan betapa kaget dan marahnya hati Kwi-eng Niocu menyaksikan
kekalahan puteranya yang memalukan itu. Melawan pemuda gundul bertangan kosong
yang sama sekali tidak balas menyerang saja, sampai puluhan jurus puteranya tak
mampu menang, bahkan akhirnya dua benda pusaka dapat dirampas, juga pedang Lui-
kong-kiam dan puteranya roboh berlutut! Betapa memalukan hal ini!
Betapapun juga, sebagai seorang Ketua Kwi-eng-pang yang berkuasa, dia harus malu
kalau harus menarik kembali janjinya, maka dia membentak, "Serahkan dulu bokor emas
yang tulen, baru boleh pergi!" Setelah berkata demikian, dengan gerakannya yang amat
dahsyat Kwi-eng Niocu sudah menyerang Kun Liong dengan cengkeraman kuku
tangannya yang panjang.
"Wussss... brettt!" Kun Liong terpekik kaget. Dia sudah mengelak cepat namun tetap
saja kuku itu masih merobek pinggir bajunya dekat pundak. Padahal tadi pedang di
tangan Liong Bu Kong sampai puluhan jurus tak pernah mampu menyentuhnya, dan
sekarang ibu pemuda ini, begitu menyerang telah merobek bajunya! Dari bukti ini saja
sudah dapat diketahui betapa lihainya Ketua Kwi-eng-pang ini. Tidaklah percuma nenek
ini mendapat julukan Si Bayangan Hantu karena memang ilmu kepandaiannya hebat.
Kun Liong kini siap siaga dan melawan mati-matian. Berbeda dengan tadi ketika
menghadapi Bu Kong, dia tadi tidak mau melukai berat apalagi membunuh pemuda itu,
akan tetapi sekarang, maklum bahwa nenek ini merupakan orang terakhir yang
membunuh ayah bundanya, dia tidak hanya mengelak dan menangkis, namun juga balas
menyerang! "Siuuuuttt...!" Kedua lengan Kwi-eng Niocu bergerak, yang kanan mencengkeram ke
arah ubun-ubun kepala Kun Liong, yang kiri mencengkeram ke arah bawah pusar. Dua
serangan sekaligus yang merupakan cengkeraman maut dan yang datangnya amat
cepat. Kun Liong menggerakkan kedua lengannya ke atas dan ke bawah menangkis. "Duk!
Dukkk!" tangkisan yang amat kuat sehingga kedua lengan lawan terpental, namun
dengan amat cepatnya Kwi-eng Niocu sudah menyerang lagi dengan cakar ke arah mata
dan dada. Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
467 "Plak! Dukkk...! Haittt...!" Kun Liong menangkis dua kali dan melanjutkan dalam detik
berikutnya dengan hantaman tangan kiri dengan tangan terbuka, tangan kirinya
mengeluarkan uap putih dan itulah pukulan Pek-in-ciang yang amat ampuh, yang dia
pelajari dari manusia sakti Tiang Pek Hosiang.
Kwi-eng Niocu cepat menangkis dengan kedua tangan sambil melempar tubuh ke kiri,
namun tetap saja hawa pukulan membuat dia terjengkang dan bergulingan. Dia tidak
terluka parah, namun mengalami kekagetan hebat sekali.
Tak disangkanya bahwa pemuda itu benar-benar amat lihai! Dia sudah meloncat bangun
lagi, dan berseru "Lo-mo, kenapa kau diam saja" Bantulah aku!"
Kakek raksasa itu tertawa bergelak. "Huah-ha-ha, Niocu. Menghadapi seorang bocah
gundul saja mengapa harus minta bantuanku" Kau sendiri tidak mau memenuhi
permintaanku, bagaimana aku bisa memenuhi permintaanmu sekali ini?" Kwi-eng Niocu
sudah menyambut lagi serangan Kun Liong. Sekali ini, Kun Liong yang menyerang dan
serangannya itu adalah pukulan dari jurus Im-yang Sin-kun dan masih menggunakan
tenaga Pek-in-ciang. Dia mengambil keputusan untuk menggunakan ilmu yang
didapatnya dari Tiang Pek Hosiang tokoh besar Siauw-lim-pai itu untuk mempertahankan
dan merampas kembali benda pusaka Siauw-lim-pai.
"Plak-plak...!!" Kwi-eng Niocu masih dapat menangkis, akan tetapi kembali dia
terhuyung. Dia masih sempat mengirim cakar mautnya dan melihat kuku-kuku
meruncing itu menyambar dekat mukanya, dengan gemas Kun Liong menyentil dengan
jari telunjuknya.
"Krakkk!" Dan patahlah sebuah kuku runcing dari ibu jari tangan kiri Kwi-eng Niocu.
"Aihhhh... Lo-mo, bantulah aku, dan aku akan melayanimu semalam nanti. Keparat!"
"Ha-ha-ha-ha! Begitu baru sepadan, namanya!"
Kini raksasa itu sudah bergerak maju, kedua lengannya yang sebesar paha orang dan
panjang berbulu itu sudah menyambar dari kanan kiri dengan membawa angin pukulan
yang dahsyat. "Aihh!" Kun Liong kaget bukan main. Cepat dia mengelak ke belakang, kemudian
tangannya menampar ke arah leher lawan. Raksasa itu tidak mengelak, hanya
mengangkat bahunya ke atas menerima tamparan itu.
"Desss!" Tamparan yang amat hebat yang dilakukan oleh Kun Liong itu akibatnya
membuat pemuda ini terpelanting sendiri seolah-olah dia tadi menampar sehuah gunung
baja! "Huah-ha-ha-hah!" Kakek itu tertawa dan dengan cepatnya menubruk seperti sikap
seekor harimau menubruk seekor domba. Dengan menggunakan kedua tangan menekan
bumi, Kun Liong mencelat ke atas untuk menghindarkan, namun lengan kakek raksasa
itu terlalu panjang sehingga tetap saja dia dapat dirangkul dan dipeluk erat-erat. Dua
lengan panjang besar itu seperti dua ekor ular membelit tubuhnya, melingkari leher dan
pinggangnya dengan kekuatan belalai seekor gajah! Terpaksa Kun Liong menggunakan
Thi-khi-i-beng karena kalau tidak, dia tentu takkan dapat bernapas dan jangan-jangan
tulang-tulang iganya akan remuk!
"Aduhhh... auuuggghhh...!" Raksasa itu berteriak-teriak dengan mata melotot ketika
merasa betapa tenaganya memberobot keluar disedot oleh tubuh pemuda yang
dipeluknya itu.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
468 Melihat ini, Kwi-eng Niocu cepat melolos saputangannya dan sekali dia menggerakkan
tangan, saputangan itu meluncur ke arah leher Kun Liong.
"Prattt!" Tubuh Kun Liong menjadi lemas karena jalan darahnya telah tertotok secara
tepat sekali. Andaikata Kwi-eng Niocu menggunakan tangannya, tentu nenek ini pun
akan ikut tersedot tenaga sin-kangnya oleh Thi-khi-i-beng. Akan tetapi sebagai Ketua
Kwi-eng-pang dan sebagai seorang di antara datuk-datuk kaum sesat yang sudah luas
pengetahuannya, melihat halnya raksasa tadi dia sudah dapat menduga, sungguhpun
penuh keheranan, maka dia menggunakan saputangannya, sebagai pengganti jari
tangan. Raksasa itu adalah Thia-ong Lo-mo. Dia ini bukan lain adalah guru dari Tok-jiauw Lo-mo,
dan dia adalah suheng dari mendiang Thian-te Sam-lo-mo (baca cerita Pedang Kayu
Harum). Tempat tinggalnya adalah di kaki Pegunungan Go-bi-san dan pada hari itu dia
menjadi tamu Kwi-eng Niocu yang merasa kehilangan teman-teman, sengaja mendekati
kakek raksasa yang lihai ini untuk diajak bersekutu mencari bokor emas yang tulen, juga
untuk membalas dendamnya kepada Panglima The Hoo.
Thian-ong Lo-mo melepaskan pelukannya dan mengusap keringatnya dari dahi. "Hebat
benar... ilmu apa itu tadi" Seperti setan, tahu-tahu tenagaku disedotnya tanpa dapat
kutahan." "Hemm, ilmu itu kalau bukan Thi-khi-i-beng apalagi?" kata Kwi-eng Niocu.
"Thi-khi-i-beng?" Liong Bu Kong menghampiri dan bertanya kaget. Dia pun terheran-
heran menyaksikan kelihaian Kun Liong sehingga setelah dikeroyok dua oleh ibunya dan
Thian-ong Lo-mo, baru dapat ditangkap.
"Thi-khi-i-beng" Bukankah katanya hanya Pendekar Cia Keng Hong yang memilikinya?"
tanya pula Thian-ong Lo-mo.
"Hemm, siapa tahu bocah ini telah mewarisinya. Bocah ini amat penting..."
"Bunuh saja dia, Ibu! Dia berbahaya!" kata Bu Kong.
"Hush! Bodoh kau. Dia penting sekali. Pertama, dialah yang agaknya tahu di mana
letaknya bokor yang tulen. Ke dua, kalau dia mengerti Thi-khi-i-beng, hemm, kita bisa
siksa dan paksa dia untuk mengajarkannya kepada kami."
"Ha-ha-ha! Pikiran bagus sekali! Dia harus ditahan dan dibelenggu kuat-kuat. Jangan
khawatir, pergunakan ini untuk mengikatnya, dia tidak akan mampu lolos!" Kakek
raksasa itu melepaskan "kolor" celananya yang berwarna hitam. Benda ini terbuat dari
otot binatang ajaib di Go-bi, dan uletnya tidak ada yang dapat menandinginya. Kaki
tangan Kun Liong lalu dibelenggu dengan tali otot itu, dan dia dilempar ke dalam kamar
tahanan, dijaga ketat oleh selosin orang penjaga.
Malam itu sunyi sekali. Tiap dua jam sekali selosin penjaga yang menjaga di luar kamar
tahanan Kun Liong diganti dan diantara mereka itu dipilih para anak murid yang sudah
tinggi tingkat kepandaiannya.
Sementara itu, di kamar para pelayan, tak jauh dari kamar Kwi-eng Niocu, tiga orang
pelayan wanita muda saling berbisik-bisik, "Niocu tidak mau diganggu malam ini, kita
menganggur..." kata seorang yang paling genit.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
469 "Hemm, mengapa Niocu suka melayani kakek seperti itu" Idihhh, menjijikkan sekali,
raksasa seperti itu... bisa mati aku kalau harus melayaninya!" kata yang ke dua sambil
terkekeh genit.
"Kalian jangan main-main, kalau terdengar Niocu kalian bisa dibunuh," kata pelayan ke
tiga yang mukanya bopeng.
"Sebaiknya kita pergi saja ke kamar Kongcu, dia tentu membutuhkan kita. Lebih senang
melayani dia, biar hanya untuk memijati tubuhnya yang kuat dan gagah..." kata orang
pertama. "Cocok! Mari kita menghadap Kongcu. Sudah lebih sepekan dia tidak mengundang kita."
"Pergilah kalian. Aku sih tidak dibutuhkan Kongcu," kata yang bopeng.
"Aihh, A-hwi, kau sebenarnya cantik sekali, lebih manis daripada kami berdua, sayang
mukamu banyak totol-totol hitam. Kau sih tidak mau menurut, kalau kau berobat dan
totol-totolmu itu bersih, tentu Kongcu akan tergila-gila kepadamu."
"Huh, aku tidak memikirkan soal itu. Pergilah kalian kepadanya, aku sendiri akan
menjaga di kamar ini, kalau-kalau Niocu membutuhkan sesuatu. Kalau dia memanggil
dan kita bertiga tidak ada semua, bukankah celaka?"
"Kau mau menjaga di sini untuk kami" Ah, A-hwi kau baik sekali."
"Pergi dan bersenanglah," kata A-hwi yang bopeng. Dua orang pelayan cepat berdandan,
menambah bedak dan gincu di muka dan bibir, memakai beberapa tetes minyak wangi,
membereskan rambut dan pakaian, kemudian sambil tersenyum-senyum dan tertawa-
tawa genit mereka menuju ke kamar Liong Bu Kong yang memang sudah menjadikan
mereka berdua sebagai kekasihnya dan kadang-kadang memanggil mereka ke kamarnya
untuk melayaninya bersenang-senang.
Setelah dua orang pelayan itu pergi, A-hwi yang mukanya bopeng itu cepat meloncat
keluar dari kamar, tangannya mengusap mukanya dan... selaput tipis terlepas atau
terkupas dari kulit mukanya yang halus dan sedikit pun tidak ada totol hitamnya. Dara
ini sama sekali bukan bopeng, melainkan memiliki wajah yang cantik jelita dan tidak ada
cacat bopengnya sebuah pun! Gerakannya berubah lincah sekali ketika dia berkelebat
lenyap dalam gelap.
Siapakah dara jelita ini" Dia bukan lain adalah Lim Hwi Sian, dara cantik murid Gak Liong
di Secuan, atau masih terhitung cucu keponakan murid dari Panglima The Hoo karena
Gak Liong adalah murid keponakan panglima besar itu. Telah sebulan lebih Hwi Sian
menyelundup ke Kwi-ouw dan diterima sebagai pelayan. Dia dapat melindungi dirinya
dari Bu Kong yang mata keranjang itu dengan jalam menyelaputi mukanya dengan
selaput tipis sehingga mukanya yang cantik jelita itu menjadi bopeng. Dan semua ini
dikerjakan memenuhi rencana dan siasat Cia Giok Keng, puteri Pendekar Sakti Cia Keng
Hong! Setelah menyelinap di tempat gelap agak jauh dari kelompok bangunan, terdengar suara
burung malam. Hwi Sian cepat menghampiri dan ternyata Giok Keng telah berada di situ,
tepat seperti telah mereka janjikan. Giok Keng telah mendengar dari ayahnya tentang
ayah bunda Kun Liong yang dibunuh oleh lima datuk, juga tentang bokor yang
dipalsukan dan yang diduga dilakukan oleh Kwi-eng Niocu. Karena merasa marah
mendengar kematian bibi gurunya Gui Yan Cu dan suaminya, Giok Keng lalu minggat
untuk menyelidiki Kwi-ouw dan di jalan dia bertemu dengan Hwi Sian yang tentu saja
sudah dikenalnya.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
470 "Bagaimana, Hwi Sian" Sudah dapatkah kau menyelidiki tentang bokor..."
"Sssttt... Cia-lihiap," Hwi Sian menyebut lihiap kepada Giok Keng mengingat bahwa nona
ini adalah puteri Pendekar Sakti Cia Keng Hong dan yang ia tahu memiliki tingkat ilmu
kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada tingkatnya sendiri. "Ada berita hebat
sekali..."
Dengan suara bisik-bisik Hwi Sian lalu menuturkan tentang munculnya Yap Kun Liong
yang hendak merampas kembali dua benda pusaka Siauw-lim-pai.
"Dia sudah berhasil mengalahkan Liong Bu Kong dan merampas pusaka, akan tetapi dia
dikeroyok oleh Kwi-eng Niocu dan Thian-ong Lo-mo, tertawan dan dijebloskan di dalam
kamar tahanan bawah tanah."
Giok Keng membanting-banting kakinya dengan gemas. "Si tolol itu! Sungguh tak tahu
diri, berani mendatangi guha harimau. Biar dirasakan kelancangannya sendiri itu!"
"Tapi... Li-hiap... dia itu orang baik. Kita harus menolongnya. Dengan adanya dia
membantu kita, agaknya pekerjaan kita akan lebih ringan. Pula, bukankah dia pun
berhak untuk membalas kematian orang tuanya?"
Karena suara ini dilakukan dalam bisik-bisik, maka Giok Keng tidak dapat menangkap
getaran aneh dalam suara Hwi Sian ini. Akhirnya, mengingat bahwa betapapun juga dia
harus menolong Kun Liong, dia mengangguk dan keduanya lalu berindap mendekati
kelompok bangunan. Tidak percuma Hwi Sian menjadi pelayan di situ selama sebulan.
Selama itu dia telah menyelidiki semua tempat rahasia, dan tahu di mana Kun Liong
disekap. Dengan hati-hati dua orang dara perkasa ini mmyelinap, Hwi Sian di depan dan
Giok Keng di belakang. Giok Keng telah menyerahkan sebatang pedang kepada Hwi Sian,
sedang dia sendiri memegang pedang Gin-hwa-kiam yang berkilauan, sebatang pedang
pusaka perak yang ampuh.
Ketika kedua orang dara itu menuruni anak tangga menuju ke kamar tahanan di bawah
tanah, mereka bengong melihat betapa pintu menembus ke anak tangga itu telah
terbuka dan dua orang pmjaga pintu telah menggeletak dan "tidur" alias pingsan tanpa
luka. Lebih besar lagi keheranan mereka ketika mereka melihat dua belas orang penjaga
di luar kamar tahanan sudah rebah malang-melintang, kesemuanya pingsan dan kamar
tahanan itu sendiri sudah kosong! Tampak "kolor" hitam terbuat dari otot yang
dibanggakan oleh Thian-ong Lo-mo itu menggeletak di kamar tahanan akan tetapi Kun
Liong si Pemuda Gundul sudah tidak berada di tempat itu!
"Ke mana dia?" Giok Keng bertanya heran.
"Entah, tapi itu tadi tali pengikatnya..., tentu dia telah dapat mololoskan diri, atau
mungkin ada yang menolongnya. Mari kita cepat keluar sebelum ada penjaga yang
melihatnya." Dua orang dara itu bergegas keluar dari kamar tahanan bawah tanah.
Ke manakah perginya Kun Liong" Dugaan Hwi Sian memang benar. Pemuda itu dapat
meloloskan diri, akan tetapi bukan karena pertolongan orang lain. Thian-ong Lo-mo
terlalu memandang rendah pemuda ini, tidak tahu bahwa pemuda ini adalah murid
gemblengan dari tokoh sakti Siauw-lim-pai Tiang Pek Hosiang dan tentu saja sebagai
murid Siauw-lim-pai, dia telah mempelajari Ilmu Jiu"kut-kang, yaitu ilmu melemaskan
tulang dan tubuh dari Siauw-lim-pai, bahkan dia telah mempelajari ilmu ini bagian
tingkat tinggi karena digembleng oleh Tiang Pek Hosiang sendiri. Oleh karena itu, ketika
dia dimasukkan ke dalam kamar tahanan, sebentar saja dia sudah dapat meloloskan kaki
tangannya dari belenggu otot hitam itu tanpa mematahkan belenggu karena untuk
mematahkan belenggu yang ulet dan mulur itu memang tidak mungkin. Ketika melihat
malam tiba dan para penjaga sudah mengantuk, dengan gerakan secepat kilat Kun Liong
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
471 lalu mematahkan pintu besi kamar tahanan dan sebelum dua belas orang penjaga yang
sebagian besar sudah setengah pulas itu dapat berteriak, tubuhnya menyambar ke sana-
sini dan totokan-totokannya membuat selosin orang penjaga itu malang melintang dan
tumpang tindih dalam keadaan "ngorok" akan tetapi bukan tertidur pulas melainkan
pingsan! Cepat dia lari ke pintu di atas anak tangga yang menuju ke jalan keluar. Di sini terdapat
pula dua orang penjaga, mereka ini pun dibikin "pulas" sebelum sempat berteriak. Kun
Liong kini mengerti bahwa kalau dia hanya menggunakan "cengli" (aturan) saja terhadap
Ketua Kwi-eng-pang akan percuma. Terpaksa dia harus menggunakan kekerasan, yaitu
dengan paksa dia akan berusaha mencuri kembali pusaka-pusaka Siauw-lim"pai itu,
kemudian dia akan berusaha membunuh orang terakhir yang menjadi pembunuh ayah
bundanya.

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gerakannya ringan dan cepat sekali dan tak lama kemudian dia telah mengintai di luar
jendela sebuah kamar. Kamar Kwi-eng Niocu! Kun Liong tidak dapat melihat ke dalam,
namun telinganya yang berpendengaran tajam dapat menangkap suara Kwi-eng Niocu
dan Kakek Thian-ong Lo-mo yang bercakap-cakap di dalam kamar itu.
"Ahhh, Ang Hwi Nio, sungguh aku tidak menyangka bahwa engkau yang terkenal sebagai
seorang gadis itu ternyata hanya kabar kosong belaka!" Suara kakek itu penuh kecewa
dan penyesalan.
"Cih, tua bangka tak tahu malu! Bagimu apa sih bedanya" Engkau tergila-gila kepadaku
dan karena engkau sudah membantu dan aku sudah berjanji, aku menyerahkan diriku
kepadamu dan kau masih berani mengomel!"
"Aku tidak mengomel. Engkau hebat dan aku cinta kepadamu, Niocu, akan tetapi aku
hanya heran bahwa kenyataannya..."
"Bodoh! Aku terkenal sebagai seorang perawan karena aku tidak pernah menikah, bukan
berarti bahwa aku tidak pernah berhubungan dengan pria. Bahkan aku telah menjadi
seorang ibu..."
"Hehhh...?"
"Engkau kuanggap sebagai seorang sahabat baik, Lo-mo, dan kuharap selanjutnya kita
dapat bekerja sama untuk memperoleh bokor pusaka itu. Maka biarlah kubuka rahasiaku
kepadamu seorang. Ketahuilah bahwa dulu, aku berhubungan dengan seorang pemuda
she Liong. Hubungan kami akrab dan karena bujuk rayunya aku tidak dapat
mempertahankan diri sampai aku mengandung. Akan tetapi apa yang dilakukan pemuda
keparat itu" Dia tidak mau mengakui kandunganku karena dia merasa malu menjadi
suami seorang anggauta kaum sesat, katanya. Nah, aku membunuhnya dan setelah anak
itu terlahir, kuangkat dia menjadi anakku. Padahal dia anakku sendiri, darl hubunganku
dengan pemuda she Liong itu, anak terlahir tidak sah..."
"Liong Bu Kong...?"
"Benar. Nah, kau sudah mendengar dan kuharap saja engkau menyimpan rahasia ini
baik-baik."
"Tentu saja selama engkau suka melayaniku, manis."
"Aku akan melayanimu sepuasmu asal engkau selalu suka membantuku."
Kun Liong yang mendengarkan penuturan wanita itu menjadi bengong dan tanpa
disadarinya timbul rasa kasihan di dalam hatinya terhadap Kwi-eng Niocu Ang Hwi Nio!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
472 Kembali ada seorang manusia menjadi korban apa yang tadinya dianggapnya "cinta"!
Benarkah cinta itu selalu mendatangkan malapeta" Betapa banyaknya peristiwa yang
disaksikannya sendiri, peristiwa menyedihkan akibat perasaan yang terkenal dinamakan
cinta. Hwi Sian mencintanya dan karena dia tidak dapat membalasnya, dara itu merana.
Demikian pula Yuanita. Dan Li Hwa, demi cintanya dengan Yuan, keduanya menjadi
korban dan binasa. Sekarang, ternyata Kwi-eng Niocu, seorang di antara datuk kaum
sesat yang namanya terkenal di seluruh dunia kang-ouw dan ditakuti, yang terkenal
sebagai seorang gadis tua, kiranya hanyalah seorang wanita korban cinta sehingga
melahirkan seorang anak yang terpaksa dianggap sebagai anak angkat!
Tiba-tiba terdengar bentakan keras di sebelah belakangnya. "Keparat, jadi engkau dapat
meloloskan diri" Kalau begitu engkau memang layak mampus!" Ucapan ini disusul
menyambarnya sebatang pedang kilat yang mengejutkan Kun Liong. Namun pemuda
gundul ini sudah dapat menghindarkan diri dan mengelak dengan loncatan kiri dan dia
berhadapan dengan Liong Bu Kong yang sudah memegang pedang Lui-cong-kiam.
Terdengar bentakan-bentakan dan sebentar saja Kun Liong telah dikurung, bahkan kini
Kwi-eng Niocu sendiri dengan rambut masih kusut dan muka masih kemerahan, telah
datang pula bersama Thian-ong Lo-mo, kakek raksasa yang mulai malam itu telah
menjadi kekasihnya itu!
"Kepung! Tangkap dia! Jangan biarkan dia lolos!" teriak Kwi-eng Niocu yang merasa
terkejut sekali melihat tawanan penting itu telah dapat lolos. Akan tetapi karena semua
anggauta Kwi-eng-pang maklum betapa lihainya pemuda gundul ini, mereka hanya
mengepung dari jarak jauh dengan membentuk lingkaran dan memegang obor sehingga
tempat itu menjadi terang sekali, sedangkan yang maju menyerang Kun Liong tentu saja
adalah Kwi-eng Niocu sendiri yang kini menggunakan sebuah kebutan bulu panjang
berwarna kuning di samping cengkeraman kukunya yang beracun, adapun Thian-ong Lo-
mo sudah pula mengeluarkan senjatanya yang luar biasa dan mengerikan, yaitu sehelai
sabuk terbuat dari baja lemas berbentuk runcing tajam penuh dengan gigi seperti
gergaji. Sebuah senjata yang mengerikan, apalagi dimainkan oleh seorang yang
bertenaga gajah seperti kakek itu, senjata aneh ini lenyap bentuknya dan hanya
terdengar suara mengaung dan tampak sinar bergulung-gulung seperti seekor naga
bermain di angkasa! Selain kedua orang tokoh sakti ini, Liong Bu Kong juga ikut pula
mengeroyok dengan pedang pusakanya yang ampuh.
Karena maklum bahwa dia menghadapi orang-orang pandai dan nyawanya terancam
bahaya, maka sekali ini Kun Liong tidaklah hanya menjaga diri seperti pertama kali dia
dikeroyok, melainkan tubuhnya mencelat ke sana ke mari mengerahkan gin-kangnya dan
dia sudah membalas dengan pukulan-pukulan tak kalah berbahayanya pula kepada tiga
orang pengeroyoknya. Namun, karena tiga orang itu masing-masing menggunakan
senjata ampuh dan hebat, tentu saja Kun Liong tidak mendapatkan kesempatan untuk
mempergunakan Thi-khi-i-beng, hanya terpaksa mengerahkan den mengandalkan
kecepatan gerakannya. Tubuhnya berkelebatan seperti seekor burung walet yang
beterbangan di antara sinar-sinar senjata lawan yang bergulung-gulung.
Tiba-tiba timbul kekacauan di bagian kiri para pengepung karena beberapa orang
anggauta Kwi-eng-pang roboh dan berkelebatlah bayangan dua orang gadis yang
keduanya memegang sebatang pedang dan yang gerakannya gesit sekali, terutama
sekali gadis yang pedangnya mengeluarkan sinar perak. Mereka ini bukan lain adalah Cia
Giok Keng dengan pedang Gin-hwa-kiam dan Lim Hwi Sian yang memegang sebatang
pedang yang baik pula. Keduanya sudah menerjang memasuki kepungan dan tanpa
banyak cakap lagi mereka sudah menyerbu ke medan pertandingan membantu Kun
Liong! "Kun Liong, mari kita basmi ibils-iblis ini!" kata Hwi Sian sambil memutar pedangnya
menyerang Thian-ong Lo-mo.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
473 "Hwi Sian!" Kun Liong berseru kaget dan girang, kemudian dia melihat pula Giok Keng
dan berseru, "Nona Cia...!"
Akan tetapi Giok Keng tidak menjawab. Hatinya malah mendongkol. Mengapa Kun Liong
menyebut Hwi Sian dengan namanya begitu saja, dengan suara mesra, sedangkan
kepadanya menyebut Nona Cia segala macam" Dia tidak mengerti bahwa sengaja Kun
Liong menyebutnya nona untuk mengangkatnya, untuk menghormatinya sebagai puteri
Pendekar Sakti Cia Keng Hong, apalagi mereka berada di depan banyak orang.
Cia Giok Keng cepat melepaskan anak panah berapi. Anak panah itu meluncur ke udara,
tinggi sekali dan tampak api kehijauan menyala-nyala. Itulah tanda rahasia yang
diberikan kepada pasukan pemerintah yang dipimpin oleh Tio Hok Gwan dan yang sudah
siap menanti di pantai untuk menyerbu begitu ada tanda dari Cia Giok Keng! Setelah itu,
Giok Keng membantu Hwi Sian yang segera terdesak oleh senjata berbentuk gergaji di
tangan Thian-ong Lo-mo. Adapun Kun Liong kini menghadapi Kwi-eng Nioeu seorang diri,
cepat dia mendesaknya dan berkata. "Kwi-eng Niocu, sekarang tiba saatnya aku
membalaskan kematian ayah bundaku! Kaulah seorang di antara mereka yang
membunuh ayah bundaku!"
Wajah Kwi-eng Niocu menjadi pucat. "Kau... sudah tahu" Hi-hi-hik!" Dia memaksa diri
tertawa untuk menutupi rasa gentarnya melihat betapa lihainya pemuda gundul ini.
"Kalau begitu biar kau kukirim menyusul ayah bundamu!"
Sementara itu, begitu Liong Bu Kong melihat munculnya Cia Glok Keng, seketika kumat
gilanya. Dia tergila-gila kepada nona ini dan kini melihat wajah cantik itu di bawah sinar
penerangan obor yang kemerahan, dia terpesona sehingga sampai lama dia diam saja
berdiri tegak dengan pedang di tangan.
"Bu Kong, bantulah aku!" Kwi-eng Niocu berseru minta bantuan puteranya karena
sebagian bulu kebutannya kena ditampar tangan Kun Liong sehingga membodol dan
berhamburan! Demikian kuatnya jari tangan pemuda itu sehingga kebutannya yang
biasanya dapat menghancurkan batu karang itu kini membodol kena tamparan jari
tangan Kun Liong.
Akan tetapi seperti orang mabuk, Bu Kong sama sekali tidak mempedulikan ibunya,
bahkan dia lalu meloncat ke depan Giok Keng dan berkata, "Nona Cia Giok Keng, selamat
datang di tempatku yang buruk. Nona, mengapa Nona datang sebagai penyerbu"
Bukankah kita sahabat baik dan bukankah aku mempunyai niat baik terhadap dirimu.
Nona, aku masih cinta kepadamu, selamanya aku cinta kepadamu...!"
"Keparat!" Giok Keng menjadi merah sekali mukanya. Harus dia akui bahwa dia dahulu
tertarik kepada pemuda tampan ini, dan andaikata Bu Kong tidak bersikap semanis itu di
depan banyak orang, agaknya dia pun akan lebih merasa bangga daripada marah. Akan
tetapi, di depan banyak orang, apalagi di depan Kun Liong dan Hwi Sian, pemuda ini
berani menyatakan cintanya. Maka sambil membentak pedangnya berkelebat menyerang
dengan tusukan kilat.
"Cringgg!" Bu Kong menangkis dan Giok Keng menjadi makin marah. Kepandaiannya kini
tentu saja tidak dapat disamakan dengan dahulu, ketika Liong Bu Kong datang ke Cin-
ling-san. Dia sudah memperoleh kemajuan hebat dan begitu dia memutar pedang
mendesak, Bu Kong menjadi terkejut dan hanya dapat menangkis sambil mundur.
Betapapun juga, pemuda ini bukan orang sembarangan dan dia sudah mewarisi
kepandaian ibunya. Hanya dia benar-benar jatuh hati kepada Giok Keng dan tidak mau
melukainya, maka dalam pertandingan itu, dia terus main mundur didesak oleh Giok
Keng sehingga makin lama keduanya makin menjauh dari medan pertandingan.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
474 Setelah ditinggalkan Giok Keng, tentu saja Hwi San menjadi repot sekali. Biarpun dia
juga seorang dara yang berilmu tinggi, namun ilmunya kalau dibandingkan dengan Giok
Keng kalah jauh, apalagi dibandingkan dengan kepandaian Thian-ong Lo-mo! Dia
terdesak hebat sekali dan beberapa kali hampir saja dia menjadi korban senjata gergaji
di tangan lawann
Kisah Sepasang Rajawali 3 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Pendekar Panji Sakti 5
^