Petualang Asmara 18

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 18


bersih dan indah di
dalam istana, diberi pakaian pendeta yang serba indah dan makanan yang lezat.
Pekerjaan Hong Ing sehari-hari hanyalah membaca Jiam-keng (doa) dan tentu saja doa
yang keluar dari hatinya bukanlah untuk Si Gendut itu, melainkan dia berdoa untuk
keselamatan sucinya, Lauw Kim In yang mengorbankan dirinya menjadi isteri pemuda
iblis Ouwyang Bouw, kemudian doa untuk keselamatan dirinya sendiri agar dia dapat
segera membebaskan diri dari tempat yang mengerikan ini, dan kadang-kadang kalau
dia terbayang wajah Kun Liong yang sukar untuk dapat dilupakannya itu, dia berdoa agar
mendapat kesempatan lagi bertemu dangan pemuda gundul itu!
Sedikit pun tidak ada doa di dalam hatinya untuk permintaan Kim Seng Siocia!
Setelah tinggal sebagai tamu terhormat, atau lebih tepat tahanan terhormat di istana itu
belasan hari lamanya, Hong Ing mendapat kenyataan bahwa Kim Seng Siocia benar-
benar merupakan seorang wanita aneh yang memiliki banyak ilmu kepandaian tinggi.
Bukan hanya memiliki tenaga sin-kang yang amat luar biasa, juga wanita ini memiliki
kekebalan dan pandai mainkan segala macam senjata, termasuk ahli pula dalam hal
menggunakan anak panah. Dia pernah dibuat kagum bukan main ketika pada suatu sore
nona gendut itu mendemonstrasikan kepandaiannya memanah burung. Sekelompok
burung sedang terbang di udara, tinggi sekali sampai hanya kelihatan sebagai titik-titik
hitam kecil. Burung-burung itu sedang terbang berkelompok kembali ke sarang mereka
arah selatan. "Aku ingin makan panggang burung dada hijau!" kata nona gendut itu dan Amoi segera
memberikan gendewa dan tempat anak panah yang terisi belasan batang anak panah.
Biarpun tubuhnya gendut, ternyata Kim Seng Siocia dapat bergerak cepat sekali, tahu-
tahu gendewa telah dipentangnya dan berturut-turut dilepasaya tiga belas batang anak
panah ke udara. Gerakannya sedemikian cepatnya sehingga sukar diikuti pandang mata
dan anak-anak panah itu meluncur beriringan seperti bersambung.
Tak lama kemudian, anak panah yang tiga belas batang jumlahnya berjatuhan dan..
setiap batang membawa dua ekor burung yang tertembus dadanya! Hampir saja Hong
Ing tak dapat percaya akan apa yang disaksikannya dan diam-diam dia merasa ngeri.
Demikian hebatnya ilmu memanah nona gendut ini!
Menyaksikan kelihaian Kim Seng Siocia, makin berhati-hatilah Hong Ing, tidak berani
sembarangan melarikan diri karena dia maklum akan keanehan watak nona gendut itu
yang tentu tidak akan segan-segan membunuhnya kalau dia melarikan diri dan
tertangkap. Maka dia harus menanti saat yang paling tepat dan baik, dan dia hanya akan
melarikan diri kalau sudah yakin takkan tertangkap kembali. Pula, kalau dia berdiam di
tempat itu tentu tidak akan dapat dicari oleh subonya! Andaikata subonya dapat
mencarinya di tempat ini, agaknya subonya akan menghadapi lawan berat sekali dalam
diri Kim Seng Siocia dan anak buahnya! Lebih baik di sini daripada bersembunyi di dalam
kuil, karena sesungguhnya dia pun tidak suka untuk menjadi nikouw. Akan tetapi, karena
dia berada di istana itu dalam tugasnya sebagai nikouw, terpaksa dia selalu
membersihkan rambut dari kepalanya kalau ada rambut mulai tumbuh. Dia tidak boleh
memancing kecurigaan Kim Seng Siocia dan harus bersikap seperti seorang nikouw tulen
yang saleh! Pada suatu senja, dia melihat Acui dan Amoi berlari-larian dan mengumpulkan anak
buahnya. Karena tertarik dia keluar dari kamarnya dan bertanya kepada Amoi yang
bersikap bersahabat dangannya.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
505 "Amoi, apakah yang terjadi?"
Amoi tertawa terkekeh-kekeh. "Hi-hi"hik, pesta besar, Sukouw. Banyak lalat jantan
terjebak dalam sarang laba-laba, dan diantaranya adalah seekor lalat bule (putih) yang
tentu menarik perhatian Siocia. Siocia menyuruh kami menangkap mereka hidup-hidup!"
Setelah berkata demikian, dua orang pelayan yang berpakaian merah itu berlari-lari
diikuti anak buah mereka.
Hong Ing menjadi penasaran dan dia bertanya kepada serombongan pasukan yang
agaknya hendak membantu pula. "Apakah yang terjadi" Banyak lalat terjebak dalam
sarang laba-laba" Apa artinya itu?"
Karena Kim Seng Siocia menganggap Hong Ing sebagai tamu agung maka sudah
menjadi kebiasaan para anak buah di situ menghormati nikouw muda ini, maka seorang
diantaranya menjawab singkat, "Lalat berarti manusia dan lalat jantan adalah laki-laki.
Hi-hik, mudah-mudahan aku mendapat bagian!"
"Cuihh, laki-laki!" kata wanita ke dua sambil membuang ludah, entah mengapa agaknya
wanita ini pernah mengalami hal yang tidak enak yang ada hubungannya dangan pria
sehingga dia membenci pria.
"Hayo kita berangkat!" kata orang ke tiga sambil menanya kepada Hong Ing, "Apakah
Sukouw hendak menonton?"
Hong Ing menggngguk dan dia ikut pula berlarian dengan rombongan itu memasuki
hutan yang gelap. Belum pernah dia masuk hutan ini dan ternyata rombongan ini
membawanya ke sebuah daerah yang penuh dengan guha-guha di dalam hutan itu dan
Acui serta Amoi bersama anak buahnya sudah pula berada di situ, menyalakan obor dan
mereka bicara sambil tertawa-tawa dan menuding-nuding ke dalam guha-guha itu.
Hong Ing melangkah maju dan memandang. Bukan main herannya ketika dia melihat
enam orang laki-laki di dalam dua buah guha itu dan mereka ini benar-benar terjebak
dalam sarang laba-laba! Sarang laba-laba yang besar dan yang melekat di tubuh enam
orang itu. Betapa pun enam orang itu meronta-ronta, mereka tidak dapat melepaskan
diri dari lekatan benang yang sebesar tali itu, benang sarang yang memiliki daya melekat
dan membelit! "Iihhh, apakah itu sarang laba-laba tulen?" tanya Hong Ing mendekati Acui.
"Lihat saja di sana, kami sudah membunuh laba-labanya," dia menuding ke kiri dan
hampir saja Hong Ing menjerit.
Benar saja, di situ terdapat dua bangkai binatang yang mengerikan sekali. Jelas dua
bangkai itu adalah tubuh binatang laba-laba hitam akan tetapi bentuknya luar biasa!
Sebesar kucing atau anjing kecil! Pantas saja sarangnya demikian besar dan sangat kuat,
sanggup menangkap manusia!
Akan tetapi dia segera tertarik ketika melihat seorang di antara enam pria itu. Dia
mengenal orang yang berkulit putih itu. Itulah orang kulit putih yang bersama Tok-jiauw
Lo-mo pernah menggunakan pasukan pemerintah menangkap Kun Liong dan menawan
pemuda itu! Kalau dia tidak salah ingat, Kun Liong pernah menyebutkan namanya,
Marcus! Ya, Marcus!
Marcus dan lima orang laki-laki lain yang sama sekali tidak berdaya itu segera
ditangkap, dibelenggu kedua tangannya dan digiring keluar dari guha. Marcus berkata-
kata dalam bahasa asing, kelihatannya marah, dan seorang di antara lima anak buahnya
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
506 itu berkata dengan penasaran, "Kami ini mau dibawa ke mana" Kami tidak bersalah apa-
apa terhadap kalian!"
Para gadis yang menggiring mereka itu tertawa-tawa saja, dan Amoi yang genit
membentak. "Hushhh, diamlah! Kalian berenam seharusnya berterima kasih kepada
kami. Kalau kami tidak membunuh dua ekor laba-laba hitam raksasa itu, agaknya
sekarang semua darah dan sumsum kalian telah disedot habis!"
Hong Ing menyelinap ke belakang ketika melihat Marcus. Dia khawatir kalau pemuda
asing itu mengenalnya. Akan tetapi diam-diam dia mengikuti perkembangan dan ingin
melihat apa yang akan dilakukan oleh Kim Seng Siocia dan anak buahnya terhadap enam
orang tawanan itu. Maka dia mendahului rombongan yang sambil tertawa-tawa
menggiring enam orang laki-laki itu, berlari dan memasuki istana bertemu dangan Kim
Seng Siocia, disambut oleh wanita gendut itu dangan senyum ramah.
"Ha-ha, aku mendengar ada enam orang pria menjadi tawanan. Hi-hik, Pek Nikouw,
apakah ini hasil doamu" Mudah-mudahan saja jodohku berada di antara mereka."
"Omitohud, mudah-mudahan begitu, Siocia. Pinni telah melihat mereka dan harap Siocia
yang menentukan sendiri. Akan telapi sebagai seorang pendeta, pinni tidak boleh
berhadapan dengan kaum pria, maka pinni hanya akan menonton dari belakang tirai
saja." Kim Seng Siocia tertawa. "Hi-hi-hik, kasihan sekali engkau. Masih begitu muda sudah
harus menjauhkan diri dari pria. Tentu saja boleh, Pek Nikouw, dan kalau benar di antara
mereka terdapat jodohku, berarti doamu manjur sekali dan aku tentu akan memberi
hadiah besar kepadamu."
Sesuai dengan perintah nona gendut itu, enam orang tawanan itu dihadapkan seorang
demi seorang. Betapa kecewa hati Kim Seng Siocia melihat laki-laki yang usianya sudah
empat puluh tahun lebih dan yang hanya terdiri dari orang-orang kasar. Ketika dia
menyuruh buka belenggu mereka seorang demi seorang dan memerintahkan Acui dan
Amoi untuk menguji kepandaian mereka, tidak ada seorang pun di antara lima orang
anak buah Marcus yang dapat bertahan melawan seorang di antara dua pelayan manis
itu lebih dari sepuluh jurus! Dengan hati kecewa dan juga penasaran, Kim Seng Siocia
menghadiahkan lima orang itu kepada anak buahnya dan terdangarlah sorak-sorai dan
tawa ketika lima orang itu diseret-seret dan dijadikan perebutan di luar istana. Dari
tempat sembunyinya di belakang tirai, Hong Ing hanya dapat mendangar lima orang itu
berteriak-teriak di antara sorak-sorai itu dan dia bergidik. Kemudian dia melihat Marcus
dihadapkan nona gendut.
"Siapa namamu?" tanya Kim Seng Siocia.
"Marcus," jawab pemuda asing itu dengan suara aneh karena memang dia belum begitu
pandai berbahasa pribumi. Kim Seng Siocia kelihatan tertarik dan dia menyuruh Amoi
menguji kepandaian pemuda yang berkulit putih itu. Amoi maju dan tersenyum genit.
"Apa kau pandai main silat?" tanya Amoi.
Marcus mengangguk. "Sedikit-sedikit aku sudah mempelajari ilmu silat ketika aku
menjadi anak buah tuan Legaspi Selado yang berilmu tinggi. Akan tetapi di negeriku aku
terkenal sebagai seorang ahli tinju."
"Tinju?" Amoi bertanya heran dan tidak mengerti.
Marcus mengepal kedua tangannya. "Ahli menggunakan ini untuk merobohkan lawan."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
507 "Aha! Ilmu silat bangsamu" Bagus, coba kaurobohkan aku dangan itu!"
Marcus menjerutkan alisnya dan menggeleng kepala. "Tidak pernah aku merobohkan
wanita dangan tinju!" Dia tertawa. "Biasanya aku merobohkan wanita dengan cinta!"
Acui, Amoi dan para penjaga di situ tertawa dan Kim Seng Siocia sudah bangkit berdiri
dari kursinya, melangkah maju dan mengamat-amati Marcus dari kepala sampai ke kaki.
"Marcus, jadi engkau ini ahli mencinta wanita?" tanyanya.
Didekati oleh wanita gendut yang agaknya menjadi ketua gerombolan wanita itu, Marcus
kelihatan gelisah. Kalau disuruh merayu Acui atau Amoi, atau beberapa orang di antara
para anak buah yang muda dan cantik, tentu saja dia akan merasa suka sekali. Akan
tetapi wanita ini sungguh berbeda dangan yang lain. Tubuhnya tinggi besar dan sikapnya
begitu penuh wibawa.
Dia tidek menjawab, hanya mengangguk.
"Heh-heh, kau menarik juga. Tentu saja aku tidak akan suka menjadi isteri orang asing
yang berkulit putih bermata biru. Akan tetapi, kalau kau memenuhi seleraku, kalau kau
menyenangkan dan mencocoki hatiku, kau akan menjadi selirku. Hi-hik!"
Marcus membelalakkan matanya. "Apa" Selir" Selir bagaimana?" Dia sudah pernah
mendangar bahwa selir adalah seorang peliharaan, seorang isteri di luar pernikahan
resmi. Akan tetapi biasanya adalah wanita yang menjadi selir pria, dan sekarang wanita
gundul ini hendak mengambilnya sebagai selir!
"Bodoh!" Amoi berkata tertawa. "menjadi selir berarti menjadi kekasih Siocia."
Marcus mengerutkan alisnya dan memandang wanita gendut itu. Memang bukan seorang
wanita tua dan wajahnya pun tidak terlalu buruk, hanya terlalu gendut. Dia adalah
seorang laki-laki, seorang petualang, mana mungkin dia tunduk saja dijadikan "selir"
seorang wanita" Biarpun wanita ini agaknya menjadi kepala di sini, namun menjadi selir
amatlah rendah!
"Kalau aku menolak?" tantangnya.
"Bagaimana caramu untuk menolak?" Kim Seng Siocia bertanya, matanya bersinar agak
gembira, melihat bahwa pemuda asing ini lumayan juga, memiliki kejantanan.
"Dengan ini!" Marcus memperlihatkan kepalan tinjunya yang besar. "Biarpun aku tidak
pernah menggunakan ini untuk menghadapi wanita, akan tetapi kalau aku dipaksa..."
"Heh-heh, bagus! Eh, Marcus, apakah kau lebih suka kuberikan kepada laba-laba?"
Marcus membelalakkan matanya yang biru. "Laba-laba?"
Amoi tertawa. "Hi-hik, laba-laba kecil yang banyak sekali lebih berbahaya dari laba-laba
besar. Teman-temanmu yang lima orang kini sedang dikeroyok banyak laba-laba kecil!"
Marcus mendengarkan dan sayup-sayup dia masih mendengar suara cekikikan ketawa
banyak wanita. Dia menjadi bingung dan kembali dia kelihatan gelisah. "Begini saja,"
kata Kim Seng Siocia. "Kalau dalam waktu lima jurus aku belum dapat mengalahkan
engkau, biarlah kau akan kuberi kebebasan. Akan tetapi kalau dalam waktu lima jurus
kau roboh,bagaimana?"
"Tidak mungkin!!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
508 "Siocia bertanya, kaujawablah!" Acui membentak, kelihatan marah sekali sehingga
suaranya ketus dan nyaring.
Marcus terkejut dan dia memandang wanita gendut itu penuh perhatian. Benarkah cerita
teman-temannya yang lebih dahulu merantau ke tanah ini, bahwa di sini terdapat banyak
orang sakti yang aneh, diantaranya ada pula wanita yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi" "Nona," katanya sambil menjura. "Aku akan menerima segala perintahmu, bahkan akan
mengangkatmu sebagai guruku kalau benar-benar kau dapat mengalahkan aku dalam
lima jurus!"
Kim Seng Siocia tertawa, kemudian berkata, "Bersiaplah kau. Akan kuserang kau sampai
lima jurus dan hendak kulihat apakah kau benar-benar dapat bertahan."
Marcus mulai menduga bahwa agaknya nona gendut ini memang memiliki kepandaian
karena kalau tidak, tak mungkin berani bicara sesombong itu. Maka dia pun lalu
memasang kuda-kuda, kedua tangan dikepal dan dia siap untuk menangkis segala
serangan lawan. Dia masih merasa ragu untuk memukul wanita ini, maka dia mengambil
keputusan asal dia dapat bertahan selama lima jurus cukuplah. Dan dia akan menangkis
dengan pengerahan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri!
"Jurus pertama!" Kim Seng Siocia berkata, tangan kirinya menyambar dengan sebuah
tamparan ke arah kepala Marcus. Gerakannya cepat dan mendatangkan sambaran angin
dahsyat sehingga Marcus terkejut sekali. Cepat dia mengangkat lengan kanan ke atas
dan mengerahkan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri terkena tangkisannya.
Akan tetapi lengannya hanya menangkis angin kosong belaka dan tahu-tahu tangan
wanita itu menyambar, turun melalui bawah tangannya yang menangkis dan sudah
"menowel" jalan darah di ketiaknya sehingga tiba-tiba lengannya lumpuh dan tubuhnya
terhuyung! Selagi Marcus terheran-heran, nona gendut itu sudah tertawa dan berkata lagi. "Jurus ke
dua!" Marcus cepat mempersiapkan diri lebih hati-hati daripada tadi. Kini kelihatan
wanita itu menggerakkan kedua tangannya dari kanan kiri seperti hendak menyerangnya
dangan dua tamparan, satu ke arah kepala dan yang ke dua ke arah pinggangnya.
Marcus cepat mengikuti tangan itu dan begitu melihat berkelebatnya dua tangan dia
cepat menyambar untuk menangkap. Girang hatinya ketika dia berhasil menangkap
pergelangan kedua tangan Kinn Seng Siocia, akan tetapi tiba-tiba kedua kakinya dibabat
oleh kaki lawan dan tubuhnya menjadi terguling roboh karena nona itu telah
merenggutkan kedua lengannya terlepas.
"Bukkk!"
Marcus merayap bangun dan meringis karena pantatnya terasa nyeri ketika dia
terbanting tadi. Mulai marahlah dia, juga malu sekali. Jelas bahwa dalam dua jurus tadi,
dia sudah dua kali jatuh! Melihat laki-laki ini sudah memasang kuda-kuda lagi dengan
mata menjadi agak kemerahan tanda marah, Kim Seng Siocia tertawa dan berkata, "Kau
keras kepala juga, ha-ha. Jaga ini jurus ke tiga!"
Kembali Kim Seng Siocia yang hanya ingin main-main, secara sembarangan
menggerakkan tangan kirinya menampar, bahkan yang menampar bukan tangan
melainkan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar. Sekali ini Marcus sudah tahu
bahwa lawannya benar-benar lihai, maka dia menangkis dengan tangan kanan akan
tetapi mendahului dengan tangan kirinya menghantam ke arah dagu wanita itu dangan
sebuah pukulan "uppercut".
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
509 "Plak-plak... desss...!"
Cepat sekali gerak tangan wanita itu sehingga tidak terlihat oleh Marcus yang menjadi
keheranan akan tetapi segera dia mengaduh-aduh karena tahu-tahu dia telah terbanting
lebih keras daripada tadi! Dia hanya merasa betapa lengannya yang memukul tadi
disambar bagian sikunya dari samping, kemudian tubuhnya terbanting tanpa dapat
ditahannya lagi. Dia merasa penasaran bukan main.
Benarkah dia, Marcus si jago tinju, sama sekali tidak berdaya menghadapi seorang
wanita yang begini gendut" Benar-benar memalukan sekali! Dia mendengus, meloncat
bangun dan memandang dengan mata merah, kedua tangannya terkepal dan dia sudah
siap lagi menghadapi serangan.
"Hi-hi-hik, kau masih berani" Baik, masih ada dua jurus lagi dan awas, aku akan
menggunakan dua jurus itu. Siap!"
Tubuh yang gendut itu bergerak maju. Marcus sudah siap. Dia tidek mau membiarkan
wanita itu mendahuluinya karena kini dia mengerti bahwa betapa pun gendutpya wanita
itu dapat menggerakkan kedua kaki tangan dangan cepat sekali. Maka dia tidak menanti
sampai diserang, melainkan mendahuluinya menyerang dangan pukulan dahsyat ke arah
perut yang gendut itu. Dapat dibayangkan betapa herannya melihat wanita itu sama
sekali tidak menangkis, bahkan tidak mengelak.
"Crotttt!" Marcus merasa betapa kepalannya bertemu dangan benda lunak dan
kepalannya itu menancap sampai ke pergelangan tangannya. Celaka, pikirnya, aku telah


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuhnya ketika melihat kepalan tangannya "masuk" ke dalam perut gendut itu.
Akan tetapi, Kim Seng Siocia tertawa dan Marcus yang kaget itu menarik kembali
kepalannya. Namun sia-sia, kepalan tangannya yang menancap di perut itu tidak bisa
dicabutnya kembali! Dia menjadi bingung, malu, marah, juga penasaran sekali. Tangan
kirinya mencengkeram ke depan, ke arah muka wanita itu. Akan tetapi Kim Seng Siocia
menangkap tangan kiri itu, kemudian berseru, "Naiklah!" dan... tubuh Marcus telah
dilontarkan ke atas.
Markus memekik ngeri ketika tubuhnya meluncur seperti sebutir peluru pistol ke atas
dan cepat dia merangkul balok melintang ketika tabuhnya menabrak itu. Dengan tubuh
gemetar dia memandang ke bawah, melihat betapa Kim Seng Siocia tertawa dan
berkata, "Hayo turunlah! Apakah kau masih belum mengaku kalah?"
Kini maklumlah Marcus bahwa wanita itu benar-benar hebat sekali kepandaiannya.
Kiranya belum tentu kalah oleh Legaspi Selado sendiri. Betapa bodohnya telah melawan
wanita sepandai itu.
"Aku... aku mengaku kalah..." katanya dangan ngeri melihat betapa tingginya tempat dia
berada. "Dan kau mau menjadi selirku?"
"Ya... ya, aku mau..."
"Dan mau juga menjadi muridku?"
"Aku mau, aku suka sekali..."
"Kalau begitu lekaslah meloncat turun. Mau apa lama-lama di situ?"
Tubuh Marcus gemetar. "Lon... loncat..." Kakiku bisa patah..."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
510 "Haiii, manusia tolo!" Amoi memaki sambil menudingkan telunjuknya ke atas.
"Kau bilang mau menjadi selir dan murid mengapa tidak mentaati perintah" Kalau Siocia
bilang turun, turunlah!"
Marcus maklum akan kekeliruannya. Wanita gendut yang lihai hendak mengambilnya
menjadi kekasih dan murid, tentu saja kalau dapat melontarkannya ke atas, dapat pula
melindunginya kalau dia meloncat turun. Maka sambil memejamkan matanya, dengan
nekat dia meloncat ke bawah!
Ketika merasa bahwa tidak ada orang menyambutnya, Marcus membuka matanya dan
dia berteriak ngeri melihat tubuhnya meluncur ke arah lantai marmer dangan kepala
lebih dulu! Akan tetapi, ketika hidungnya yang panjang itu hampir menyentuh lantai,
tiba-tiba tubuhnya terhenti dan, ternyata bahwa tangan kiri yang kuat dari Kim Seng
Siocia telah mencengkeram baju di punggungnya, kemudian mendorongnya berdiri.
"Berlututlah, Marcus."
Mendangar perintah ini Marcus lalu menjatuhkan diri berlutut di depan wanita gendut itu.
Kim Seng Siocia tersenyum lebar dan memberi isyarat dengan tangannya kepada para
penjaga untuk mengundurkan diri, kemudian berkata kepada Amoi dan Acui, "Sediakan
air pencuci kaki lalu pergilah kalian keluar."
Amoi dan Acui mengangguk, cepat menyediakan sebuah bokor emas berisi air hangat
berikut kain bulu yang halus, menaruhnya di dekat kursi yang seperti pembaringan itu,
lalu sambil tersenyum-senyum dan melirik ke arah Marcus yang masih berlutut itu
mereka keluar dari kamar, menutupkan daun pintu ruangan itu dari luar.
"Marcus, kaucucilah kakiku," kata Kim Seng Siocia sambil merebahkan diri di atas kursi
yang panjang dan lebar itu.
Marcus tidak merasa terhina lagi. Apa pun yang diperintahkan wanita ini, tidak ada orang
lain yang menyaksikannya. Pula, dia sudah yakin bahwa wanita ini, betapapun anehnya,
adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, menjadi kekasihnya dan juga muridnya
merupakan hal yang amat menguntungkan baginya. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu
mengambil bokor air hangat, menghampiri nona gendut itu, menggunakan kain bulu
yang dicelup di air untuk membersihkan kaki nona ini. Bukan itu saja, bahkan pemuda
yang cerdik ini mulai menggunakan "kepandaiannya" merayu wanita, sambil
membersihkan dia memijati dan membelai kaki itu yang biarpun bentuknya besar namun
cukup bersih, padat dan menggairahkan sehingga Kim Seng Siocia merasa nikmat dan
merem melek di atas kursinya.
"Aih, Marcus... kau menyenangkan hatiku. Mari... marilah kaulayani aku baik-baik, kau
akan kuajari ilmu yang akan membuat kau benar-benar menjadi seorang jantan." Wanita
itu turun dari kursinya, menggandeng tangan Marcus diajak memasuki kamarnya yang
mewah dan indah. Diam-diam Hong Ing yang mukanya menjadi merah saking jengah
menyaksikan pemandangan tadi, menjadi lega hatinya melihat mereka memasuki kamar
dan cepat keluar dari balik tirai dan pergi dari tempat itu. Makin ngeri dia memikirkan
keadaan Kim Seng Siocia dan anak buahhya, apalagi ketika mendengar betapa lima
orang pria anak buah Marcus itu dikeroyok dan dipaksa bermain cinta oleh puluhan orang
wanita yang sudah seperti gila itu! Dia bergidik, akan tetapi betapa pun muak hatinya,
dia masih belum berani melarikan diri karena di situ terdapat Acui dan Amoi yang amat
lihai. Hong Ing memasuki ruangan tempat duduk Kim Seng Siocia dangan hati berdebar.
Entah mengapa hatinya merasa tidak enak ketika malam hari itu Kim Seng Siocka
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
511 memanggilnya dan yang disuruh memanggil adalah Acui dan Amoi yang kini
mengikutinya dari belakang. Ketika dia masuk ruangan dan melihat Marcus duduk di
samping wanita gendut itu, Hong Ing menghentikan langkahnya. Akan tetapi Acui dan
Amoi mendorongnya dari belakang. Hong Ing cepat menarik turun penutup kepalanya
sehingga mukanya terlindung.
"Siocia memanggil pinni?" tanyanya sambil berdiri di depan wanita itu.
"Bukalah kerudungmu, perlihatkan mukamu" kata Kim Seng Siocia, suaranya berbeda
dari biasanya, keren dan penuh wibawa.
"Tapi... tapi Siocia, ada seorang pria di sini," Hong Ing membantah.
"Marcus" Hi-hik, dia adalah orang sendiri, bukan orang luar. Hayo bukalah!"
Karena maklum bahwa menolak amat berbahaya, Hong Ing terpaksa membuka
kerudungnya dengan harapan agar Marcus sudah lupa kepadanya. Akan tetapi begitu
kerudung dibuka, terdangar suara Marcus,
"Benar dia! Nikouw cantik yang menolong Yap Kun Liong! Dia mata-mata!"
Tentu saja Hong Ing terkejut bukan main. Andaikata Marcus tidak menjadi kekasih Kim
Seng Siocia, hal itu masih mending karena tidak ada hubungannya dangan wanita
gendut itu. "Siocia, cocok sekali ceritaku. Dialah sekutu Yap Kun Liong dan kalau dia berada di sini,
tentu dia tahu di mana adanya Kun Liong. Kita harus dapat menangkapnya," kata pula
Marcus. "Hemm, aku tidak begitu tertarik oleh ceritamu tentang bokor emas yang dapat
menunjukkan tempat harta pusaka. Aku sudah mempunyai cukup harta," Kim Seng
Siocia membantah.
"Tetapi, di samping harta, masih ada pusaka yang mengandung ilmu yang mujijat,
begitu dikatakan orang, bahkan belum lama Tok-jiauw Lo-mo bersamaku berusaha
menyelidiki."
"Siapa" Tok-jiauw Lo-mo murid Thian-ong Lo-mo?" Wanita itu kelihatan kaget.
"Aihh, jadi Siocia mengenalnya?"
"Tidak, akan tetapi aku sudah mendengar akan nama Thian-ong Lo-mo di kaki
pegunungan ini. Kalau kakek seperti dia juga memperebutkan bokor, agaknya memang
patut diperhatikan."
"Tentu saja dia juga ikut memperebutkan. Bahkan dia telah bersekutu dangan Kwi-eng
Niocu yang telah tewas di tangan Yap Kun Liong itu..."
"Apa" Demikian lihai Yap Kun Liong itu?"
"Lihai sekali, Siocia. Dia bahkan kabarnya mengalahkan banyak tokoh, biarpun dia tidak
pernah bersungguh-sungguh. Bocah itu aneh dan kami sudah berhasil menangkapnya
dengan jalan meracuninya, akan tetapi dia diselamatkan oleh nikouw cantik ini!"
Kim Seng Siocia kini memandang Hong Ing penuh perhatian. "Benarkah ceritanya itu,
Pek Nikouw?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
512 Hong Ing tak dapat membohong, maka dangan tenang dia menjawab, "Pinni tidak tahu-
menahu tentang bokor dan sebagainya, yang pinni ketahui hanyalah bahwa pinni
memang telah menolong seorang pemuda yang menjadi tawanan, pemuda yang terkena
racun..." "Di mana dia Yap Kun Liong itu?" Marcus membentak.
Tiba-tiba terdangar suara laki-laki yang nyaring sekali di luar istana, suara yang
menggetar dan menggema di seluruh puncak. "Apakah di sini tempat tinggal Go-bi Sin-
kouw" Aku minta agar Sin-kouw suka keluar dan kita bicara tentang Pek Hong Ing..."
Semua orang terkejut. Orang yang bicara itu telah berada di depan istana! Mana
mungkin ada orang datang tanpa diketahui oleh para penjaga" Akan tetapi yang paling
terkejut adalah Hong Ing. Terkejut dan juga girang mendangar suara itu, suara Kun
Liong! "Kun Liong...!" Dia berseru dan meloncat hendak keluar. Akan tetapi, Acui dan Amoi
sudah menghadangnya dan dua orang pelayan yang lihai itu telah menggerakkan tangan
untuk menangkapnya. Hong Ing sudah siap, ketika hendak meloncat tadi, dan karena
maklum akan kelihaian dua orang itu, maka dia sudah mendahului, mengirim tendangan
kilat dan menotok. Tendangan mengarah pusar Amoi sedangkan totokannya ditujukan ke
arah pundak Acui. Gerakannya sungguh tidak terduga dan cepat sekali, maka Amoi
hahya dapat miringkan tubuh dan pahanya masih kena tendangan, sedangkan jari
tangan Hong Ing dapat menotok tepat di pundak Acui.
"Buukkk! Cuussss!"
Tubuh Amoi yang terkena tendangan itu hanya terhuyung sedikit, sedangkan Acui juga
hanya melangkah mundur dan sama sekali tidak terpengaruh totokan yang hanya
membuat tubuhnya tergetar. Namun detik ini sudah cukup bagi Hong Ing untuk meloncat
dari tempat itu menuju keluar.
"Wuuuiiiit... brusss!" Tubuh Hong Ing tergelimpang kena disambar oleh angin pukulan
dahsyat dari samping yang dilancarkan oleh tangan Kim Seng Siocia! Hong Ing terkejut
sekali, akan tetapi pada saat itu, Acui dan Amoi sudah menubruk dan menangkapnya.
"Ikat dia!" Kim Seng Siocia membentak dan Amoi segera mengikat kedua tangan Hong
Ing ke belakang, menggunakan tali yang ulet itu, tali yang dapat mulur seperti karet.
"Kun Liong...!" Hong Ing berseru nyaring, akan tetapi hanya satu kali itu karena lehernya
sudah ditotok oleh jari tangan Acui yang lihai sehingga dia menjadi gagu!
"Hong Ing...! Di mana kau...?" Kun Liong berteriak girang ketika mendangar suara dara
yang dikhawatirkannya itu.
Akan tetapi tiba-tiba tampak berkelebatnya bayangan banyak orang dan tahu-tahu dia
sudah dikurung oleh puluhan orang gadis yang memegang bermacam-macam senjata!
Kun Liong mencari akal, akan tetapi semua gadis itu tidak dikenalnya, bahkan Lauw Kim
In yang disangkanya tentu akan muncul malah tidak nampak juga. Melihat sikap mereka
yang penuh ancaman, dan mereka makin mengurung rapat, Kun Liong berseru,
"Haiiii! Kalian ini mau apa" Aku ingin berjumpa dengan Go-bi Sin-kouw untuk bicara
tentang muridnya! Mundurlah kalian!"
Akan tetapi, para gadis itu tidak mundur bahkan kini makin banyak yang datang dan ada
yang membawa obor sehingga keadaan di situ menjadi terang sekali. Acui dan Amoi
muncul pula, diikuti oleh Marcus.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
513 "Di sini tidak ada Go-bi Sin-kouw, yang ada hanya Siocia kami yang menantimu di
dalam." kata Amoi sambil tersenyum manis. "Hwesio muda yang tampan, kau
menyerahlah untuk kami hadapkan kepada Siocia!"
"Amoi, hati-hati! Dia bukan hwesio dan dia lihai sekali!" kata Marcus.
Ketika Kun Liong mengangkat muka memandang, dia mengenal Marcus dan dia tertawa.
"Ah, kiranya Tuan Marcus yang berdiri di balik ini semua. Dahulu engkau menggunakan
tentara pemerintah, sekarang engkau menggunakan tentara wanita. Sungguh kau licik
sekali, Marcus. Lebih baik kalian lekas bebaskan nona Pek Hong Ing yang suaranya
kudengar tadi, dan kami berdua akan pergi dari sini dangan aman karena memang tidak
ada permusuhan diantara kita."
"Tangkap dia! Tetapi jangan membunuhnya!" Marcus berseru dan wanita-wanita itu yang
maklum bahwa tentu perintah Marcus ini telah disetujui oleh Siocia, lalu mulai menyerbu
ke depan. Apalagi yang disuruh tangkap adalah seorang pemuda tampan biarpun
kepalanya gundul, maka mereka itu sudah menyarungkan senjata masing-masing,
kemudian sambil terkekeh genit mereka menyerbu seperti berebut.
Melihat tangan yang berjari halus runcing itu, lengan yang bulat dan padat demikian
banyaknya hendak meraihnya, Kun Liong bergidik. Betapa pun bagusnya tangan dan
lengan itu, kalau terlalu banyak menimbulkan jijik dan ngeri juga! Dia lalu meloneat ke
sana-sini untuk menghindar sambil berteriak-teriak, "Aku tidak sudi berkelahi dangan
kalian! Aku tidak sudi berkelahi dangan wanita!"
Namun tentu saja teriakan-teriakannya tidak dihiraukan, bahkan kini para wanita itu
makin penuh gairah mengejarnya ke manapun juga. Ditubruk sana sini, dirangkul dan
dicengkeram sampai akhirnya ada beberapa jari tangan yang berhasil mengait bajunya
dan baju itu robek di sana-sini.
"Kalian menjemukan! Pergilah!" Kun Liong berseru dan mengisi kedua lengannya dangan
tenaga sin-kang lalu mendorong ke kanan kiri, dan... robohlah enam orang wanita,
terpelanting seperti dilanda angin badai yang kuat. Mereka menjerit kaget dan kini Acui
dan Amoi baru percaya akan ucapan Marcus tadi bahwa pemuda gundul ini lihai.
"Aihh, kiranya kau mempunyai juga sedikit kepandaian!" kata Acui dan dara ini meloncat
maju, tubuhnya melambung tinggi dan dari atas tubuhnya menukik ke bawah, kedua
tangan dibentuk seperti cakar setan, yang kiri mencengkeram ubun-ubun kepala gundul
itu, yang kanan menotok jalan darah di pundak.
"Hemmm, ganas kau!" Kun Liong mencela dan cepat dia memutar lengannya ke atas
sambil mengerahkan tenaga.
"Bruuukkk...!" Tubuh Acui terlempar dan hanya berkat keringanan tubuhnya yang lihai
saja membuat Acui tidak sampai terbanting. Tentu saja dara ini terkejut bukan main, lalu
dia menerjang lagi dibantu oleh Amoi. Melihat dua orang ini maju, maka para anak buah
mereka hanya mengurung dangan ketat sambil berteriak-teriak dan tertawa-tawa karena
mereka semua kagum dan suka kepada pemuda gundul yang lihai ini.
Kun Liong menjadi bingung dan gemas juga. Sebetulnya dia tidak senang harus
menggunakan kekerasan, apalagi kalau disuruh berkelahi dangan wanita-wanita muda
itu! Akan tetapi, melihat betapa pukulan dan cengkeraman dua orang gadis itu bukanlah
serangan yang boleh dipandang ringan dan benar-benar berbahaya sekali, maka dia
terpaksa mengelak dan kadang-kadang menangkis, bahkan di waktu menangkis, dia
menggunakan tenaga sin-kang sehingga dua orang gadis itu berkali-kali terdorong
mundur dan menjerit kesakitan ketika beradu lengan. Mereka makin kagum dan juga
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
514 terkejut. Acui memberi isyarat dan keduanya mencelat ke belakang, Amoi di belakang
dan Acui di depan pemuda itu. Keduanya sudah mengeluarkan tali hitam yang ulet dan
paniang, dan di ujung tali-tali itu terdapat lingkaran lasso. Begitu kedua gadis itu
menggerakkan tangan, terdangar bunyi bercuitan dan dua batang lasso itu meluncur
seperti ular hidup menuju ke arah kepala Kun Liong!
Kun Liong maklum bahwa dia hendak ditangkap dangan lasso, maka kedua tangannya
siap. Ketika merasa betapa angin telah meniup kepalanya, tanda bahwa dua tali itu
sudah menyambar turun, secepat kilat kedua tangannya menangkap lasso dan dangan
gerakan tiba-tiba dia menarik sambil mengerahkan tenaga.
"Aiihhh...!" Acui dan Amoi menjerit berbareng karena tubuh mereka sudah terbawa oleh
tali yang mereka pegang erat-erat, terbawa oleh tarikan Kun Liong sehingga mereka
melayang ke atas dan saling bertubrukan di atas. Baiknya keduanya lihai sekali, sambil
melepaskan tali, mereka saling berpegang tangan, kemudian meminjam tenaga masing-
masing, keduanya sudah melayang turun ke depan Kun Liong. Wajah mereka agak pucat
dan Kun Liong tersenyum tenang menghadapi mereka, lalu berkata. "Nona-nona harap
sabar. Aku datang bukan untuk berkelahi, melainkan untuk minta kepada siapa pun yang
menahan Nona Pek Hong Ing agar supaya membebaskannya."
"Pergunakan senjata!" Acui yang merasa marah dan penasaran membentak. "Sing-sing-
sing! Wuuuttt!" Di antara sinar obor, tampak kilatan banyak senjata yang tercabut.
"Jangan...! Jangan bunuh dia... tangkap saja...!" Marcus berseru, akan tetapi agaknya
seruannya tidak dihiraukan oleh Acui, Amoi, dan anak buah mereka.
Selagi para pengurung itu bergerak dangan senjata di tangan, mengelilingi Kun Liong
yang makin bingung dan siap untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba pintu depan istana
terbuka dan terdengar seruan halus, "Tahan dan mundur semua!"
Suara ini berpengaruh sekali karena semua wanita itu serentak mundur dan membiarkan
Kun Liong menghadapi orang yang baru datang, seorang wanita gemuk yang bermuka
ramah dan tersenyum.
Melihat wajah orang, Kun Liong menjadi lega dan cepat dia menjura. "Aku Yap Kun
Liong mohon agar dapat bertemu dangan Nona Pek Hong Ing..."
Akan tetapi wanita gemuk itu, yang bukan lain adalah Kim Seng Siocia, tidak menjawab,
melainkan tetap tersenyum-senyum, matanya bersinar-sinar dan pandang matanya
menjelajahi seluruh tubuh Kun Liong, dari sepatunya yang berdebu sampai kepalanya
yang gundul kelimis dan berkeringat. Dipandang seperti itu, Kun Liong merasa malu dan
hanya menunduk, akan tetapi matanya diangkat untuk melihat dan mengawasi setiap
gerak-gerik orang ini.
"Engkau bukan hwesio?" tiba-tiba Kim Seng Siocia bertanya.
Pertanyaan macam ini sudah terbiasa oleh Kun Liong, maka dia tidak banyak rewel dan
menggelengkan kepalanya yang gundul mengkilap terkena sinar obor yang banyak itu.
"Mengapa kepalamu gundul?" kembali Kim Seng Siocia bertanya.
"Terkena penyakit!" jawab Kun Liong tak acuh dan jelas dia mulai kelihatan mendongkol
karena kembali kepalanya yang dijadikan persoalan dan bahan percakapan pada saat
yang genting itu.
Kim Seng Siocia agaknya merasa bahwa pemuda itu marah, maka dia memperlebar


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senyumnya. "Aku suka kepala gundul, bersih dan lain daripada yang lain!" Biarpun
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
515 ucapan ini dikeluarkan dangan kesungguhan hati, namun tetap saja menambah
kemengkalan hati Kun Liong. Apakah tidak ada lain "acara" lagi selain bicara tentang
kepalanya"
"Toanio siapakah?" dia bertanya untuk mengalihkan percakapan.
"Hishhh, jangan menyebutku Toanio (Nyonya Besar). Aku masih perawan..., eh, aku
belum menikah, aku masih Siocia (Nona), hi-hik!"
Kun Liong mengkirik. Bulu tengkuknya meremang karena dia melihat sesuatu yang tidak
wajar dan aneh dalam sikap dan kata-kata "nona" gemuk itu.
"Baiklah. Siapakah Siocia?"
"Aku" Aku disebut Kim Seng Siocia, dan kalau aku sudah kawin kelak, tentu saja sebutan
nona harus diganti dangan nyonya besar."
"Sekali lagi aku mengharap agar Siocia tidak salah menduga tentang kedatanganku ke
sini, sama sekali bukan untuk berkelahi apalagi mencari musuh. Aku datang untuk
bertemu dangan Nona Pek Hohg Ing."
"Tidak ada Nona Pek Hong Ing di sini, yang ada hanya Pek Nikouw."
Berseri wajah Kun Liong. Kalau begitu tidak salah lagi. Hong Ing berada di sini! "Benar,
dialah yang kumaksudkan!" jawabnya penuh gairah dan penuh harapan.
Akan tetapi dia terkejut melihat betapa wajah gemuk yang tadinya berseri dan ramah itu
kini cemberut, mata yang lebar itu melotot dan suaranya nyaring mengandung
kemarahan, "Apamukah dia itu?"
"Bukan apa-apa, hanya sahabat biasa..."
"Apa dia kekasihmu?"
Kun Liong terkejut mendangar pertanyaan tiba-tiba yang seperti serangan mendadak ini,
"Tidak... tidak, dia seorang nikouw, tidakkah Siocia sudah tahu?"
"Hemm, dia nikouw atau tidak, apa bedanya" Dia tetap wanita dan kau laki-laki!"
Alis Kun Liong berkerut tak senang. Nona gendut ini sama saja danga Lauw Kim In, suci
dari Hong Ing, pikirannya kotor penuh prasangka buruk!
"Sekali lagi aku menyatakan bahwa Nona Pek Hong Ing atau Pek Nikouw adalah sahabat
baikku dan aku ingin bertemu dangannya. Terserah prasangka Siocia, yang penting aku
minta bertemu dengan dia." Kun Liong lalu memandang ke arah dalam istana dan
berteriak nyaring. "Hong Ing, keluarlah kau menemuiku! Aku Yap Kun Liong, sengaja
datang mencarimu!"
Namun tidak ada jawaban dari dalam dan Kim Seng Siocia tertawa. "Dia tidak akan
menjawab sebelum aku menghendakinya. Eh, Kun Liong, apakah kau tidak mempunyai
kekasih atau tunangan?"
Kun Liong terkejut dan memandang dangan bengong, mukanya berubah merah.
Pertanyaan apakah ini" Akan tetapi melihat betapa pertanyaan itu diajukan dengan sikap
sungguh-sungguh, dia menjawab juga, "Tidak!" sambil menggelengkan kepalanya yang
gundul. Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
516 "Jadi engkau belum kawin?"
Kun Liong makin bingung. Mengapa Siocia gendut ini demikian ugal-ugalan" Kembali dia
menggelengkan kepala dan berkata, "Belum!" Setelah itu, dia melangkah maju dan
berkata, "Kim Seng Siocia, kalau kau tidak membolehkan Nona Pek Hong Ing keluar
menemuiku, biarlah aku mencari sendiri ke dalam!" Dia lalu meloncat ke depan.
"Bresss! Dukkk!"
Tubuh Kun Liong terguling karena kakinya dijegal (dikait) oleh kaki Kim Seng Siocia dan
nona itu tertawa bergelak. "Hi-hik, heh-heh-heh, tidak boleh. Kau harus melayaniku lebih
dulu, hendak kuuji sampai di mana tingkat kepandaianmu. Melihat kau dikeroyok tadi,
agaknya kau memiliki kepandaian lumayan. Siapa tahu engkaulah orangnya yang
kutunggu-tunggu dan kini datang atas kekuatan doa Pek Nikouw. Hi-hik! Sambutlah ini!"
Kim Seng Siocia sudah menyerang Kun Liong dangan dahsyat sekali!
Kun Liong tadi terguling karena dia sama sekali tidak mengira bahwa nona gendut itu
mau menjegalnya. Maka dengan penasaran dia sudah meloncat bangun dan kini
menghadapi serangan nona itu, dia benar-benar merasa kaget. Nona gendut itu ternyata
dapat bergerak cepat bukan main, dan dari kedua lengan bajunya yang lebar itu
menyambar angin pukulan yang amat kuat!
"Plak"plak"plak!" Tiga kali Kun Liong menangkis dan terpaksa dia mengerahkan tenaga
sin-kangnya agar tidak terluka oleh hawa pukulan yang dahsyat itu.
"Aihhh... hik-hik, benar saja, kau hebat!" Kim Sim Siocia tertawa ketika tangkisan itu
berhasil menggempur kuda
kudanya dan membuat tubuhnya condong ke belakang, tanda bahwa dia masih tidak
mampu menandingi kekuatan sin-kang pemuda itu! Akan tetapi dia menyerang terus,
kini menggunakan ujung kedua lengan bajunya mengirim totokan-totokan ke arah jalan
darah di seluruh tubuh Kun Liong dan gerakannya cepat bukan main, ilmu silatnya aneh,
kadang-kadang malah kelihatan lamban dan lambat sekali seperti seekor gajah mencoba
untuk mencari-nari!
Namun Kun Liong kaget bukan main. Di luar persangkaannya, nona gemuk ini adalah
seorang yang memiliki kepandaian luar biasa dan memiliki tenaga sin-kang amat kuat,
serta gerakannya terlalu cepat dibanding dengan tubuhnya yang begitu gendut. Tentu
saja Hong Ing bukanlah lawan wanita ini dan dia mulai khawatir karena mengira bahwa
tentu Hong Ing menjadi seorang tawanan di tempat ini. Pula dia kini mulai mengerti
bahwa dia telah tersesat, bukan berada di tempat tinggal Go-bi Sin-kouw melainkan di
tempat tinggal golongan lain yang dipimpin oleh nona gendut yang lihai ini, sungguhpun
kesalahannya ini malah kebetulan karena ternyata Hong Ing berada di tempat asing ini!
Dia tentu saja tidak ada niat untuk memukul atau melukai wanita gemuk ini, karena
sama sekali tidak ada urusan dan tidak ada permusuhan dengannya, akan tetapi karena
serangan-serangan wanita itu benar-benar luar biasa sekali dan amat berbahaya,
terpaksa dia harus melindungi dirinya, maka dia lalu mainkan Im-yang Sin-kun dan
menggunakan pukulan Pek-in-ciang untuk menghadapi serangan dahsyat lawannya.
Melihat cara bersilat pemuda ini dan merasakan betapa lengannya beberapa kali tergetar
hebat apabila bertemu dengan lengan lawan, Kim Seng Siocia berkali-kali mengeluarkan
seruan kaget, heran, dan juga gembira sekali!
"Kau hebat... ah, kau hebat...!" Dia berseru memuji dangan pandang mata penuh kagum
dan girang. Agaknya nona gendut itu masih belum puas dan dia mengerahkan seluruh tenaganya,
mengeluarkan semua ilmu sitatnya yang aneh-aneh. Hampir Kun Liong kena diakali
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
517 seperti Hong Ing melawan Amoi dan roboh oleh ilmu silat Amoi yang aneh. Apalagi Kim
Seng Siocia yang menjadi "guru" Amoi, bukan main aneh dan hebatnya ilmu silatnya.
Ada kalanya Kim Seng Siocia mencekik leher sendiri sampai matanya mendelik dan
lidahnya keluar, hal ini dilakukan di tengah pertandingan itu. Tentu saja Kun Liong
terkejut dan cepat menubruk maju untuk mencegah nona yang kelihatannya seperti
hendm membunuh diri itu! Akan tetapi betapa kagetnya ketika tiba-tiba dua tangan nona
itu bergerak menotoknya, menotok dua jalan darahnya yang dapat membuat dia
lumpuh! Namun, dangan hawa sakti yang timbul karena ilmunya Thi-khi-i-beng, totokan-
totokan yang tepat mengenai jalan darah itu "hanyut" dan tidak membekas sehingga Kim
Seng Siocia terkejut sekali.
"Hong Ing...!" Kun Liong memanggil lagi sambil meninggalkan lawan meloncat ke dalam.
"Aduh mati aku...!" Tiba-tiba nona gendut itu berteriak dan terguling!
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Kun Liong melihat tubuh gendut itu terguling
dan dari mulut nona itu menyembur darah segar. Dia tidak merasa memukul, akan tetapi
jelas nona itu muntah darah.
"Eiihh, kenapa kau, Siocia?" Hatinya yang penuh kelembutan itu tidak tega dan dia
meloncat kembali menghampiri Kim Seng Siocia. Tiba-tiba terdengar nona itu terkekeh
dan tubuhnya sudah meloncat dangan sigapnya, mendahului Kun Liong memasuki
istananya! "Ihhh... penipu!" Kun Liong berseru marah dan mengejar dangan khawatir. Tahulah dia
bahwa nona gendut itu tadi sengaja menipunya dan entah bagaimana dapat muntahkan
darah seperti itu, untuk mencegahnya memasuki istana lebih dulu.
Kekhawatirannya terbukti ketika dia memasuki ruangan yang besar itu. Hong Ing dalam
keadaan terikat kedua lengannya ke belakang, berdiri di dekat kursi besar sedangkan
Kim Seng Siocia memegangi tali panjang sisa pengikatnya dan memegang tengkuk Hong
Ing sambil tersenyum manis memandang Kun Liong yang melangkah masuk.
"Kun Liong...!" Hong Ing berkata lemah setelah melihat pemuda itu. Totokan yang
membuatnya gagu telah dibebaskan akan tetapi dia hanya dapat mengeluarkan suara
lemah setelah sekian lamanya gagu.
"Hong Ing...!" Kun Liong berseru penuh kemarahan. Akan tetapi hatinya lega melihat
bahwa Hong Ing masih hidup. Dia berpaling kepada Kim Seng Siocia, dan berkata, "Kim
Seng Siocia, mengaoa kau menawan Pek Hong Ing" Apakah kesalahannya maka engkau
menawannya?"
"HI-hik, kesalahannya banyak, tapi tidak perlu dibicarakan. Yang penting sekarang
adalah membicarakan urusan antara kita! Sahabatmu, Pek Nikouw ini telah berdoa agar
aku lekas dapat jodoh dan ternyata doanya terkabul hari ini! Engkau datang dan engkau
memenuhi semua syarat untuk menjadi suamiku."
Kun Liong melongo, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga. "A... apa...?"
"Hi-hik! Aku hanya mau menjadi isteri seorang pemuda tampan dan gagah yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi. Dan kau ganteng, biar kepalamu gundul tapi kau tampan dan
aku suka padamu, aku cinta padamu. Kau adalah calon suamiku!"
"Tidak!" Kun Liong berseru marah, mukanya menjadi merah sekali. "Aku tidak akan
menjadi suami siapapun juga! Lebih baik kaulepaskan Hong Ing!" katanya pula
mengancam. Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
518 "Eiiit-eiiittt... jangan bergerak! Kalau kau bergerak, aku akan lebih dulu membunuh Pek
Nikouw!" Jari-jari tangan wanita itu mengancam tengkuk Hong Ing dan lemaslah tubuh
Kun Liong karena dia maklum bahwa sekali jari tangan itu bergerak, tentu akan tewaslah
Hong Ing! "Kim Seng Siocia, apakah kehendakmu?"
"Engkau harus menyerah dan menjadi suamiku. Kalau kau menyerah, barulah aku akan
membebaskan Pek Nikouw. Betapapun juga, kalau kau menjadi suamiku, dia telah
berjasa. Aku tidak akan mengganggunya, hi-hik. Tapi kalau kau melawan, dia akan mati
lebih dulu!"
Kun Liong memutar otaknya. Betapa pun cepat dia bergerak, tak mungkin bisa
mendahului tangan yang sudah menempel di tengkuk Hong Ing itu, maka dia sama
sekali tidak berdaya.
"Baiklah, aku menyerah. Akan tetapi kau berjanjilah dulu tidak akan mengganggu dia
dan akan membebaskannya."
"Tentu saja, aku berjanji. Acui dan Amoi, ikat dia dulu!"
Sambil tersenyum-senyum dua orang pelayan yang cantik dan lihai itu lalu menghampiri
Kun Liong dan mengikat kedua lengan Kun Liong ke belakang tubuhnya.
"Kun Liong! Jangan mau tertipu...!" Tiba-tiba Hong Ing berteriak, akan tetapi karena Kun
Liong sudah dibelenggu, pemuda itu tidak dapat berbuat sesuatu, apalagi karena dia
memang tidak berani bergerak, takut kalau Hong Ing dibunuh oleh Kim Seng Siocia yang
aneh itu. "Hi-hi-hik, nikouw lancang. Siapa mau menipunya" Aku mau mengambilnya sebagai
suami, dan engkau adalah pendetanya yang akan memberkati dan berdoa untuk kami
suami isteri, sepasang pengantin baru. Hi-hi-hik!" Kim Seng Siocia tertawa-tawa dan
sudah tidak "menodong" Hong Ing lagi karena melihat bahwa Kun Liong sudah
terbelenggu erat-erat.
"Kun Liong...!" Hong Ing yang merasa tidak diancam lagi, melihat Kun Liong dibelenggu,
lalu berlari menghampiri pemuda itu. "Kun Liong, selagi masih ada kesempatan, larilah.
Jangan kauhiraukan aku. Kau terjebak, di sini ada Marcus..."
Tiba"tiba terdengar suara ketawa bergelak dan Marcus muncul dari pintu samping. Kim
Seng Siocia sudah mencelat dari tempat duduknya, dengan cepatnya dia menggunakan
sisa tali pengikat Hong Ing yang masih panjang untuk dilibat-libatkan pada tubuh Kun
Liong dan Hong Ing sehingga kedua orang ini sekarang diikat menjadi satu, saling
membelakangi. Keadaan ini membuat mereka tak dapat berkutik lagi!
Kun Liong terkejut ketika melihat Marcus, akan tetapi dia bersikap tenang saja karena
betapapun juga, dia harus mengalah untuk menyelamatkan Hong Ing yang tadi sudah
terancam. Sekarang, dia berusaha melepaskan diri dari belenggu secara diam-diam,
namun terkejutlah dia ketika mendapat kenyataan bahwa tali yang mengikat mereka itu
tak mungkin dapat dipatahkan karena mulur dan ulet seperti karet. Maka dia tenang
kembali dan ingin melihat perkembangan keadaan sambil menanti terbukanya
kesempatan untuk menolong Hong Ing. Maka dia lalu berkata lirih dan jari tangannya
menyentuh dan memberi isyarat kepada lengan dara itu yang menempel dengan
lengannya sendiri. "Tenanglah, Hong Ing. Aku yakin bahwa Kim Seng Siocia tidak berniat
buruk terhadap kita berdua."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
519 "Tentu saja tidak, Kun Liong. Aku akan mengangkatmu menjadi suamiku, apakah itu niat
buruk?" Nona gendut itu berteriak.
"Bagus sekali! Aku mengucapkan selamat, Siocia. Memang dia pantas menjadi suamimu,
tampan, gagah dan... berharga sekali! Dan Pek Nikouw itu hanya scorang nikouw palsu,
dia gadis cantik dan... biarlah dia untuk aku saja." kata Marcus.
"Marcus, kubunuh kau kalau..." Kun Liong membentak, kemudian menoleh kepada Kim
Seng Siocia yang sudah duduk lagi di atas kursi besar itu. "Siocia, kau sudah berjanji
akan membebaskan Hong Ing! Kalau kau melanggar janji dan berani menyerahkan Nona
Pek Hong Ing kepada babi putih itu, aku pun sampai mati tidak akan sudi menyerah
kepadamu."
"Bocah gundul, kau masih banyak lagak, ya?" Marcus melangkah maju, hendak memukul
kepala Kun Liong.
"Marcus, apa kau sudah bosan hidup, berani hendak memukul calon suamiku" Hayo
keluar kau dari sini!" Kim Seng Siocia membentak dan pemuda berkulit putih itu segera
meninggalkan ruangan sambil bersungut-sungut tidak puas.
Setelah Marcus pergi, Kim Seng Siocia dengan muka ramah menuding kepada Kun Liong
sambil berkata, "Yap Kun Liong, apakah engkau benar-benar telah menyerah kepadaku?"
"Kim Seng Siocia, buktinya aku tidak melakukan perlawanan."
"Bagus, kalau begitu, akan kupersiapkan pesta untuk upacara pernikahan kita dan..."
"Apa?" Kun Liong bergerak-gerak sehingga Hong Ing ikut terbawa. Keduanya terhuyung
karena diikat menjadi satu seperti itu membuat kaki mereka sukar bergerak dan sedikit
gerakan saja membuat mereka kehilangan keseimbangan tubuh. "Kau bilang...
pernikahan?"
"Hemm, Yap Kun Liong, seorang laki-laki sejati tidak akan menjilat kembali ludah yang
sudah dikeluarkannya. Engkau bilang menyerah, tapi..."
"Siocia! Menyerah dan menikah tidaklah sama! Aku hanya menyerah dan tidak melawan
seperti kukatakan tadi, dan aku berjanji akan membebaskan Hong Ing."
"Kalau begitu, kau tidak mau menjadi suamiku?" Mulut lebar yang tadinya tersenyum
ramah itu, kini mewek seperti mau menangis.
"Siocia, maafkan aku. Aku tidak ingin menikah, tidak ingin menjadi suami siapapun
juga." Sepasang mata wanita itu menyinarkan api kemarahan. "Begitukah" Kalau begitu, Pek
Nikouw akan kusiksa sampai mati di depan matamu!" Dia meloncat dekat, menggunakan
tali lain lagi untuk membelenggu kedua kaki Kun Liong, bahkan juga leher pemuda itu
dikalungi tali dan tubuhnya dibelenggu erat-erat seperti seekor kerbau hendak
disembelih, kemudian dibantu oleh Acui dan Amoi mereka bertiga memisahkan Hong Ing
dan Kun Liong. "Ambil cambukku!" bentaknya dengan marah dan Amoi segera berlari
masuk, tak lama lagi keluar membawa sebatang cambuk hitam yang panjang. Cambuk
itu kecil panjang mengerikan karena ujungnya dipasangi benda-benda kecil tajam
meruncing! "Tar-tar-tar!!" Cambuk itu meledak-ledak ketika diayun di atas kepala Kim Seng Siocia.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
520 Hong Ing sudah memejamkan matanya, berdiri tegak dan siap menerima siksaan, siap
pula menerima kematian. Dia tidak mau mendengar Kun Liong menerima menjadi suami
wanita gendut itu. Lebih baik dia mati daripada Kun Liong berkorban seperti itu!
"Siocia, tahan dulu...!" Kun Liong berteriak dengan mata terbelalak penuh kengerian
membayangkan betapa kulit Hong Ing yang halus akan cabik-cabik digigit ujung cambuk
mengerikan itu.
Cambuk yang sudah diputar-putar itu turun dan Kim Seng Siocia memandang Kun Liong
dengan senyum simpul. "Kun Liong, tadi ketika aku bertanding denganmu, aku sengaja
mengalah. Kalau aku menggunakan cambukku ini, senjata maut yang kuandalkan, kau
takkan mampu menang. Akan tetapi mana aku tega melukaimu, kau calon suamiku?"
"Kim Seng Siocia, kaubebaskan Hong Ing dan aku menerima permintaanmu."
"Kun Liong, jangan!" Hong Ing menjerit dan mukanya merah sekali, terasa panas karena
kemarahannya. "Biar aku dia bunuh, jangan kau penuhi permintaannya yang gila itu!"
Setelah mengeluarkan ucapan keras ini, diam-diam Hong Ing menjadi terheran-heran
sendiri. Mengapa dia peduli amat apakah Kun Liong akan menjadi suami wanita itu atau
tidak" Mengapa dia tidak rela melihat Kun Liong menjadi suami Kim Seng Siocia, bahkan
dia lebih suka mati"
"Hong Ing, diamlah!" Kun Liong berkata, hatinya gelisah sekali sehingga dia sendiri pun
tidak ingat lagi akan keanehan sikap Hong Ing. Satu-satunya yang penting bagi Kun
Liong hanya menyelamatkan Hong Ing, dengan tebusan apapun juga!
"Kau... kau mau menurut" Kau mau menjadi suamiku?"
Kun Liong menganggukkan kepalanya yang gundul ditambah kata-kata lirih, "Asal


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkau membebaskan Hong Ing."
"Horeee...! Kau mau menjadi suamiku" Ha-ha, yahuuu...!" Kim Seng Siocia meloncat
turun, menari-nari mengelilingi Kun Liong, lalu berhenti di depan pemuda itu,
memegangi kepala Kun Liong, menariknya ke depan lalu... "cuuuppp...!" Kepala pemuda
itu diciumnya sedemikian rupa sehingga Kun Liong merasa seolah-olah kepalanya dicap
dengan besi panas!
"Terima kasih, calon suamiku! Acui, Amoi, persiapkan perta untuk..."
"Siocia, aku menerima hanya dengan satu syarat, kalau tidak, biar kau membunuh kami
berdua, aku tidak peduli lagi!"
"Wah-wah, laki-laki kalau muda dan tampan, ada juga rewelnya, minta syarat segala
macam. Anak bagus, syaratmu apakah" Tentu akan kupenuhi, jangan khawatir, Kim
Seng Siocia adalah ratu di sini. Kau mau selir" Tinggal pilih! Acui ini yang cantik tenang,
atau Amoi yang manis panas, atau kalau kau kehendaki, kau boleh ambil nikouw ini
sebagai selirmu, seperti juga aku akan mengambil selir-selir yang kusukai. Mau harta
benda" Sebut saja apa yang kauinginkan, tentu akan kupenuhi! Atau kau punya musuh"
Akan kubantu kau sampai musuhmu hancur binasa. Kita suami isteri harus saling
membantu, bukan?"
Kun Liong menjadi muak mendengar ini, akan tetapi dia bersikap tenang dan berkata
sungguh-sungguh, "Bukan itu semua. Syaratku yang terutama, nona Pek Hong Ing harus
dibebaskan, dan ke dua, tidak perlu diadakan pesta dan pernikahan."
Kim Seng Siocia membelalakkan matanya. "Waaah, lha ini... ini bagaimana?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
521 "Pendeknya, kau terima atau tidak, aku tidak mau tawar-menawar lagi."
Kim Seng Siocia memutar biji matanya, kemudian menarik napas panjang dan
menggerakkan kedua pundaknya yang besar dan lebar. "Apa boleh buat, asal engkau
suka menjadi suamiku. Aku pun punya syarat dan kalau engkau adil, engkau harus
menerima syarat ini."
"Apa itu?" Kun Liong bertanya, hatinya tidak enak karena dia menduga bahwa di dalam
sikapnya yang ketolol-tololan itu, wanita gendut ini agaknya cerdik sekali.
"Engkau harus membuktikan dulu kesanggupanmu menjadi suamiku, malam ini.
Sementara itu, Pek Nikouw akan dijaga ketat oleh Acui dan Amoi. Kalau sedikit saja
engkau bergerak melawan, sekali aku berteriak, mereka akan membunuh Pek Nikouw
dan aku akan menempurmu mati-matian dengan cambukku. Akan tetapi kalau kau
sudah benar-benar membuktikan kemauanmu menjadi suamiku yang baik dan yang
tercinta, barulah pada besok pagi dia kubebaskan!"
Kun Liong mengerutkan alisnya. Benar saja dugaannya. Perempuan ini cerdik sekali dan
agaknya sudah mencurigainya. Memang dia tadi mengandung niatan hati bahwa sekali
Hong Ing sudah bebas, sampai mati pun dia tidak mau "diperkosa" atau dipaksa menjadi
suami wanita ini diluar kehendak hatinya! Sekarang wanita itu telah menggunakan Hong
Ing sebagai sandera!
Terpaksa dia mengangguk dan berbisik, "Baiklah, akan tetapi kau harus bersumpah tidak
akan membohong besok pagi untuk membebaskan Hong Ing."
Sepasang mata itu melotot. "Yap Kun Liong, kaukira aku orang macam apa" Aku adalah
pewaris dari Go-bi Thai-houw sekali bicara tentu takkan kulanggar sendiri!"
"Kun Liong, jangan percaya kepadanya!" Kembali Hong Ing berseru, hatinya panas
sekali. "Aku tidak takut mati, jangan kau korbankan diri untukku!"
"Cusss!" Tangan Acui bergerak dan Hong Ing sudah menjadi gagu karena tertotok jalan
darahnya di leher.
"Hi-hik, bagus, Acui. Nah, Kun Liong, kalau kau banyak rewel, akan kusuruh Acui turun
tangan membunuh Pek Nikouw. Aku berjanji akan membebaskannya besok pagi kalau
malam ini kew benar-benar dengan sukarela suka menjadi suamiku!"
Pucat wajah Kun Liong. Di dalam hatinya, tentu saja dia tidak sudi menjadi suami orang
dengan paksaan seperti itu. Dia tidak sudi diperkosa wanita! Akan tetapi dia melihat jelas
bahwa kalau dia menolak, tentu wanita gemuk yang aneh dan lihai ini tidak segan-segan
untuk melaksanakan ancamannya, yaitu membunuh Hong Ing. Maka dengan muka
muram dan tubuh lesu dia mengangguk, "Baik, aku menyerah."
"Bawalah dia pergi dan siaplah kalian membunuhnya kalau Kun Liong main gila hendak
melawan." Acui dan Amoi mengangguk, kemudian membawa Hong Ing yang terikat kuat itu pergi
meninggalkan ruangan, diikuti oleh suara ketawa Kim Sim Siocia yang kemudian turun
dari kursinya, langsung dia melepaskan tali yang mengikat tubuh dan kedua lengan Kun
Liong. Pemuda ini sudah tidak berdaya, tidak tahu harus bertindak bagaimana. Dia sudah
dibebaskan dari belenggu, namun ada belenggu yang jauh lebih kuat daripada tali-tali
itu, yaitu Hong Ing yang dijadikan sandera dan dia tidak tahu ke mana dara itu dibawa.
Tentu saja dia dapat memberontak dan melawan setelah tali itu terlepas dari kedua
lengannya, akan tetapi hal itu sama artinya dengan membunuh Hong Ing!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
522 "Suamiku yang baik, marilah kita bicara di dalam kamarku, agar kita dapat saling
mengenal lebih baik lagi." Kim Seng Siocia tersenyum, menggandeng tangan Kun Liong
dengan sikap mesra dan setengah menarik pemuda itu memasuki kamarnya yang megah
dan mewah serta berbau harum. Kun Liong tidak berani membantah dan kedua kakinya
menggigil karena dia merasa seolah-olah dia telah menjadi seekor domba yang digiring
memasuki tempat jagal di mana dia akan disembelih!
"Duduklah, Koko..." Kim Seng Siocia mempersilakan dengan suara merdu dan
mengandung kemanjaan yang membuat Kun Liong merasa bulu tengkuknya meremang.
Begitu mesranya wanita ini menyebutnya koko (kakanda)! Dia tidak menjawab, hanya
mengangguk dan duduk di atas sebuah bangku menghadapi meja yang terukir indah.
Kim Seng Siocia lalu membalikkan tubuhnya menghadapi pintu kamarnya, bertepuk
tangan tiga kali. Muncullah dua orang wanita muda yang cantik, dua orang pelayan yang
menggantikan Acui dan Amoi karena kedua orang pelayan kepala itu sedang membawa
pergi Hong Ing.
"Sediakan makan minum yang paling istimewa untuk kami berdua. Cepat!"
Dua orang pelayan itu memberi hormat, meninggalkan kamar dan menutupkan daun
pintu kamar perlahan-lahan dari luar.
"He-he-he, hatiku riang gembira bukan main, Koko. Inilah saat yang kunanti-nanti
selama hidupku. Aku benar-benar bahagia sekali." Dia menjatuhkan dirinya duduk di
atas sebuah bangku dekat Kun Liong dan pemuda ini dengan hati ngeri mendengar suara
bangku itu menjerit saking beratnya beban yang menghimpitnya.
"Koko yang baik, engkau dari manakah dan siapa orang tuamu" Kelak aku tentu ingin
sekali bertemu dan menyampaikan hormatku kepada ayah dan ibu mertua."
Kun Liong bergidik. Aih, bagaimana akan sikap ayah bundanya andaikata mereka masih
hidup dan melihat "anak mantunya" ini" Mukanya menjadi merah sekali dan dia berkata,
"Aku tidak mempunyai tempat tinggal dan ayah bundaku sudah meninggal dunia,
Siocia." "Emmm...!" Kim Seng Siocia membanting-banting kedua kaki di lantai dan menggoyang-
goyang tubuhnya dengan sikap kemanjaan seorang anak kecil yang "ngambek". "Tidak
mau ah kalau begitu! Aku sudah menyebutmu Koko, mengapa kau masih menyebutku
Siocia" Suami isteri harus lebih mesra sebutannya!"
Aduh manjanya! Kun Liong bengong dan ingin menampar kepala gundulnya sendiri
mengapa dia terpaksa harus melayani wanita seperti ini. Sudah tubuhnya seperti gajah,
usianya tentu sudah tiga puluhan tahun, masih manja seperti seorang kanak-kanak, atau
seperti seorang wanita cantik yang dipuja-puja seorang pria yang tergila-gila kepadanya!
Bukan main! Akan tetapi karena khawatir kalau-kalau wanita ini menjadi marah benar-
benar, dia cepat berkata, "Baiklah, aku akan menurut, akan tetapi aku tidak tahu
sebutan apa yang harus kupakai."
"Ihhh... hi-hik, suamiku masih bodoh! Eh, kau tentu mesih perjaka tulen, ya" Hi-hik, kau
sebut aku Moi-moi!"
Ampun! Demikian jerit hati Kun Liong. Pantas menjadi bibinya dan dia disuruh menyebut
moi-moi (adinda)!
"Baiklah, Moi-moi!" Kun Liong mengucapkan sebutan ini dengan suara sumbang karena
baru pertama kali itulah dia menyebut wanita dengan sebutan adinda!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
523 Tiba-tiba Kim Seng Siocia menangis! Menangis terisak-isak dan memegang kedua tangan
Kun Liong. Pemuda ini makin kaget dan heran, mengira bahwa dia tentu telah melakukan
kesalahan lagi diluar pengetahuannya.
"Hu-huu-hukkk... sungguh kasihan engkau, Koko... hu-huuk, dan sungguh sial sekali
aku... belum apa-apa sudah kematian ayah dan ibu mertuaku..."
Disinggung tentang kematian ayah bundanya, kalau dalam keadaan biasa tentu
sedikitnya hati Kun Liong akan merasa terharu juga. Akan tetapi sikap wanita ini
keterlaluan, pakai menangis segala! Hanya anehnya, wanita ini menangis sungguh-
sungguh, air matanya bercucuran, bukan dibuat-buat. Diam-diam Kun Liong merasa
makin ngeri karena menduga bahwa tentu ada gejala-gejala tidak beres pada otak
wanita ini. Karena Kun Liong memang tidak mau banyak bicara, akhirnya Kim Seng Siocia
menceritakan semua riwayatnya sendiri kepada Kun Liong yang didengarkan oleh
pemuda ini penuh perhatian. Penuturan wanita itu begitu menarik hatinya sehingga dia
tidak mempedulikan dan tidak merasa lagi betapa tangan Kim Seng Siocia yang besar itu
kadang-kadang membelai tangannya dengan mesra, bahkan kadang-kadang tangan
yang berjari besar itu merayap naik dan mengelus kepalanya yang gundul!
Memang cerita wanita itu menarik hatinya. Dia sudah pernah mendengar penuturan
ibunya tentang seorang datuk wanita yang berjuluk Go-bi Thai-houw, yang menurut
ibunya memiliki ilmu kepandaian yang amat luar biasa, akan tetapi datuk ini adalah
seorang yang miring otaknya. Ibunya bercerita betapa datuk wanita gila itu telah
menimbulkan kekacauan besar, bahkan hampir saja berhasil merusak penghidupan ayah
bundanya sendiri dan penghidupan Pendekar Sakti Cia Keng Hong dan isterinya, yaitu
Sie Biauw Eng. Betapa kemudian, berkat kesaktian Cia Keng Hong, akhirnya datuk
wanita yang merupakan nenek iblis itu telah dapat dibinasakan oleh Cia Keng Hong.
Dan sekarang Kim Seng Siocia mengaku bahwa dia adalah bekas pelayan kecil dari Go-
bi Thai-houw yang tersayang dan yang dijadikan ahli waris oleh nenek iblis itu!
"Thai-houw amat sayang kepadaku, Koko. Semua pusaka warisannya disimpan di tempat
rahasia dan hanya aku yang diberi tahu. Oleh karena itu, hanya akulah yang dapat
mewarisi kepandaiannya dan aku menjadi pemimpin di bekas istananya ini. Akan tetapi...
u-hu-huuu... dia dibunuh mati orang, Koko!" Kembali Kim Seng Siocia menangis.
Kun Liong makin tertarik. "Jadi... apa yang kau kehendaki, Sio... eh, Moi-moi?"
"Apalagi" Tentu membalas dendam kematian Thai-houw! Aku mendapatkan semua ini
dari Thai-houw dan dia dibunuh orang!"
"Kalau begitu, dengan kepandaianmu yang tinggi, mengapa kau tidak sejak dahulu
membalas dendam, Moi-moi"
"Aku... aku takut..."
"Eh...?" Kun Liong benar-benar terheran mengapa wanita aneh ini mempunyai rasa takut
juga, maka dia melanjutkan pancingannya, "Begitu lihaikah musuhmu yang telah
membunuh Go-bi Thai-houw?"
"Aku tidak takut kepadanya! Hemm, biar dia memiliki Thi-khi-i-beng sekalipun!
Dahulunya memang aku tidak berani mengingat akan ilmunya itu, akan tetapi setelah
aku mempelajari kitab peninggalan Thai-houw, dengan menggunakan cambuk ini, aku
dapat membuat Thi-khi-i-beng tidak ada artinya! Kaulihatlah, Koko!" Setelah berkata
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
524 demikian, wanita ini meloncat dari bangkunya, menyambar cambuknya dan menuding ke
atas, ke arah dinding di mana terdapat dua ekor cecak yang sedang bercumbuan dan
saling berkejaran. "Lihat dua ekor cecak itu!" katanya pula dan tiba-tiba terdengar suara
meledak-ledak beberapa kali bersama sinar hitam menyambar-nyambar dan ketika Kun
Liong memandang, ternyata dua ekor cecak itu telah terpotong-potong tubuhnya
menjadi empat dan jatuh ke atas meja, sedangkan di dinding itu tidak nampak sedikit
pun darah! Diam-diam Kun Liong terkejut. Ternyata wanita ini tidak menyombong
kosong tadi ketika mengatakan babwa dengan cambuknya dia amat lihai. Kalau dalam
pertempuran tadi Kim Seng Siocia menggunakan cambuk seperti itu, dia tentu akan
repot menghadapinya! Dan dia harus mengakui bahwa dengan senjata cambuk seperti
itu, Thi-khi-i-beng tidak akan dapat dipergunakan karena tidak mungkin untuk
menempel ujung cambuk dan menyedot sin-kang lawan melalui cambuk lemas yang
panjang itu! "Wah, kau hebat sekali, Moi-moi..." Kun Liong menekan hatinya karena dia bergidik
melihat bangkai dua ekor cecak yang telah menjadi masing-masing empat potong itu di
atas meja. "Dengan kepandaianmu itu, tentu engkau akan dapat menang melawan
musuhmu, akan tetapi mengapa tidak juga kaulakukan?"
"Sudah kukatakan tadi, aku takut, aku takut gagal. Aku mau yakin akan kemenanganku,
oleh karena itu... bertahun-tahun aku berdoa kepada Thian untuk mendapatkan jodoh
seorang yang lihai dan yang akan dapat membantuku menghadapi musuhku yang sakti.
Dan... hari ini aku telah mendapatkan jodoh yang kutunggu-tunggu itu, Koko yang
tampan!" Wanita itu hendak merangkulnya. Cepat-cepat Kun Liong mundur dan berkata, "Moi-moi,
belum kaukatakan siapakah musuhmu itu, dia yang sanggup membunuh seorang lihai
seperti Go-bi Thai-houw?"
"Dia" Dia adalah si keparat Cia Keng Hong, yang kabarnya sekarang menjadi Ketua Cin-
ling-pai di Cin-ling-san! Kau tunggulah, si keparat Cia Keng Hong! Tunggulah saat
kematianmu kalau Kim Seng Siocia dan suaminya Yap Kun Liong datang membalas
dendam! Koko, dengan bantuanmu, aku yakin bahwa kita akan dapat membunuh Cia
Keng Hong. Aku melihat gerakan-gerakanmu tadi hebat sekali. Orang seperti engkau
inilah yang kutunggu-tunggu!" Kembali Kim Seng Siocia hendak merangkul dan Kun
Liong sudah bingung. Tiba-tiba datang pertolongan ketika pintu kamar terbuka dan dua
orang pelayan tadi datang membawa hidangan yang masih panas dan serba mewah dan
lezat. Dengan senyum manis dua orang pelayan itu menurunkan piring mangkok dan
manci ke atas meja, juga seguci arak wangi.
"Harap singkirkan bangkai cecak ini..." kata Kun Liong kepada dua orang pelayan itu.
"Eihhh, mengapa" Dua ekor eceak itu merupakan lalap yang sedaaap!" kata Kim Seng
Siocia yang mengusir kedua orang pelayannya dengan gerakan tangan. Mereka pergi dan
kembali menutupkan pintu kamar.
Kun Liong hampir muntah. Bangkai cecak dipakai lalap" Biasanya orang lalap dengan
sayur segar dan mentah! Akan tetapi dia tidak mencela karena dia mulai bersikap hati-
hati sekali terhadap wanita ini setelah diketahuinya bahwa wanita ini adalah musuh besar
Cia Keng Hong dan berniat menggunakan dia sebagai teman untuk membunuh pendekar
sakti yang masih terhitung supeknya sendiri bahkan yang telah mengajarkan Thi-khi-i-
beng kepadanya itu! Dengan menekan perasaannya, dia menemani wanita itu makan
minum. Hanya dengan kekuatan luar biasa saja dia dapat bertahan ketika Kim Seng
Siocia menggunakan sumpit menjepit bangkai cecak dan melalapnya dengan bunyi
"kriuk! kriuk!" ketika giginya yang kuat mengunyah bangkai itu berikut tulang-tulangnya.
Yang lebih menjijikkan lagi ketika Kim Seng Siocia menyumpit ekor cecak yang masih
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
525 bergerak-gerak menggeliat itu, memasukkan benda yang masih hidup itu ke dalam
mulut lalu mengunyahnya!
Tahulah dia bahwa wanita ini benar-benar tidak waras otaknya! Namun Kun Liong
makan sampai kenyang tanpa bicara, hanya diam-diam dia mengasah otaknya mencari
jalan keluar dari bahaya ini, terutama sekali bagaimana dia akan dapat menolong Hong
Ing yang keselamatannya terancam bahaya maut. Bukan hanya dari Kim Seng Siocia
datangnya bahaya mengancam yang sewaktu-waktu dapat membunuh Hong Ing,
melainkan juga dari Marcus yang jelas adalah seorang laki-laki yang tidak baik.
Setelah selesai makan minum yang bagi Kim Seng Siocia amat menggembirakan itu,
wanita ini bertepuk tangan dan dua orang pelayan itu cepat muncul. Mereka disuruh
membersihkan meja dan pada waktu itu, hari telah mulai menjadi petang. Seorang di
antara mereka menyalakan lampu untuk menerangi kamar yang sudah mulai gelap.
Setelah dua orang pelayan itu selesai membersihkan meja, menyalakan lampu dan
membereskan pembaringan, menyapu lantai kamar, Kim Seng Siocia sambil tersenyum-
senyum berkata kepada mereka, "Sekarang panggil Acui dan Amoi ke sini, sementara
itu, Pek Nikouw harus dijaga oleh selosin orang penjaga yang siap turun tangan
membunuhnya begitu ada tanda rahasia dariku."
Dua orang pelayan itu mengangguk, mengundurkan diri setelah mengerling dan
tersenyum geli ke arah Kun Liong yang duduk seperti arca di atas bangunan. Kim Seng
Siocia duduk kembali.
"Koko, hanya Acui dan Amoi itulah pelayan-pelayanku yang paling boleh kuandalkan dan
kupercaya. Juga mereka yang menjadi pembantu, juga muridku. Mereka yang
memandikan aku, menggantikan pakaian, pendeknya, hanya mereka yang kupercaya.
Karena itu, pada malam pengantin ini... hi-hi-hik, aku pun hanya mau dilayani oleh
mereka..."
Kun Liong hanya mengangguk-angguk, padahal dia tidak mengerti apa yang dikehendaki
dan dimaksudkan oleh "isterinya" itu, isteri paksaan. Sementara itu, di bagian lain dari
istana itu, Marcus sedang membujuk-bujuk kepada Acui dan Amoi.
"Kenapa kalian melindunginya" Serahkan dia kepadaku, sebentar saja dan aku akan
bersikap manis kepadamu, Acui dan Amoi."
"Hushh! Pergilah! Kalau ketahuan Siocia, apakah kau masih dapat menyelamatkan
kepalamu yang berambut kuning itu?" Acui membentak sedangkan Amoi tersenyum-
senyum genit kepada pemuda asing yang tampan itu.
"Eh, Marcus, apakah kau 1upa kepada lima orang teman-temanmu" Apakah kau ingin
pula dilempar kepada anak buah yang merupakan serigala-serigala kelaparan itu," kata
Amoi mengejek, akan tetapi di balik ejekannya itu, sinar matanya memandang ke arah
tubuh yang tegap dan kuat itu dengan penuh gairah.
Marcus merasa ngeri kalau mengingat kepada lima orang itu. Mereka telah mati konyol,


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati dengan tubuh mengering kehabisan darah, seperti matinya lima ekor lalat yang
sudah dihisap habis semua darahnya oleh laba-laba yang banyak itu! Akan tetapi dia
cerdik dan tidak memperlihatkan kengeriannya, bahkan dia tertawa, "Ahhh, seperti
kalian tidak tahu saja! Siocia suka kepadaku dan memang kemarin aku tidak berani main
gila dengan wanita lain, betapa pun rindu dan inginku kepada kalian berdua yang cantik
jelita ini! Akan tetapi sekarang, Siocia telah mendapatkan seorang kekasih baru, tentu
aku menjadi bebas pula untuk bermain cinta dengan siapa juga. Acui dan Amoi, nikouw
ini tidak urung akan dibunuh juga, maka apa salahnya kalau membiarkan aku
mempermainkannya sebentar?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
526 Amoi melangkah ke depan. "Hemm, apa sih menariknya perempuan gundul ini" Eh
Marcus, apakah kami berdua kalah cantik oleh nikouw gundul ini?"
Marcus tersenyum lebar. "Tentu saja tidak, dan aku berjanji, kalau kalian suka
memberikan nikouw itu kepadaku sebentar, setelah aku selesai dengan dia, aku akan
menemui kalian berdua bersenang-senang. Bagaimana?"
"Huh! Kautemani kami dulu, baru kami berikan dia kepadamu."
"Baiklah, aku memang sudah lama rindu kepada kalian. Mari!"
"Enci Acui, kau bersenanglah dulu, biar aku yang menjaganya," kata Amoi.
Acui yang masih khawatir kalau-kalau Siocia akan marah, mengerutkan alisnya akan
tetapi hatinya pun tertarik sekali. Sudah terlalu lama bagi dia dan Amoi tak pernah
dirayu oleh seorang pria, apalagi pria semuda dan setampan Marcus yang memiliki
ketampanan khas pula sebagai seorang berkulit putih.
"Engkau saja dulu, Amoi, biar aku yang menjaganya."
Amoi tersenyum genit dan mengangguk kepada Marcus yang tertawa-tawa dan
merangkulnya dan hendak menariknya pergi dari tempat penjagaan rahasia itu. Akan
tetapi pada saat itu, muncullah dua belas orang penjaga yang bersenjata lengkap,
dipimpin oleh dua orang pelayan yang diperintah oleh Kim Seng Siocia tadi. Mereka
berkata dengan suara nyaring bahwa Acui dan Amoi dipanggil oleh Kim Seng Siocia dan
bahwa dua belas orang itu ditunjuk untuk menggantikan dua orang pelayan kepercayaan
itu untuk menjaga tawanan.
Amoi kelihatan kecewa, akan tetapi dia melepaskan Marcus sambil berkata, "Kau tidak
boleh di sini. Keluarlah dulu dan menunggu kami. Awas, sebelum kami kembali, kau
tidak boleh menyentuhnya. Hai, para penjaga! Selama kami berdua pergi, jaga tawanan
baik-baik dan jangan membolehkan siapapun juga, termasuk dia ini, menyentuh
tawanan. Mengerti?"
Para penjaga itu menyatakan taat kepada Amoi yang menjadi kepercayaan majikan
mereka dan Marcus yang kecewa juga tidak berani membantah lalu pergi keluar. Dia
akan sabar menanti.
Acui dan Amoi memasuki kamar majikan mereka dan keduanya terkekeh genit ketika
melihat Kun Liong duduk seperti arca di atas bangkunya, sedangkan Siocia kelihatan
begitu gembira, mukanya kemerahan tanda bahwa dia sudah banyak minum arak wangi.
"Acui... Amoi..., aihhh, aku menjadi gugup di malam pengantin ini. Kalian bantulah
aku..." kata Kim Seng Siocia sambil tersenyum. "Bagaimana sih baiknya" Sin-liang
(pengantin pria) kelihatan malu-malu... ihhh, dia memang masih perjaka tulen..."
Acui dan Amoi cekikikan. "Benarkah, Siocia" Ah, kalau begitu kau bahagia sekali, Siocia.
Kionghi (selamat)!" kata Amoi. Keduanya lalu menghampiri Kun Liong dan berkata,
"Kongcu (Tuan Muda), mengapa Kongcu belum juga menanggalkan pakaian luar" Sudah
waktunya sepasang pengantin tidur, maka harap Kongcu tidak malu-malu lagi, karena
hal itu bisa mendatangkan kesalahpahaman bagi pengantin wanita, dapat dianggap
bahwa pengantin pria menolak dan ini merupakan penghinaan besar," kata Acui.
"Benar itu, Kongcu. Mari kami membantumu menanggalkan pakaian..." kata Amoi genit
dan keduanya lalu menyerbu, menanggalkan pakaian luar Kun Liong sehingga pemuda
ini menjadi bingung dan malu. Untuk melawan tentu saja dia dapat, akan tetapi teringat
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
527 akan keselamatan Hong Ing, dia diam saja. Akhirnya semua pakaian luarnya termasuk
sepatu nya telah ditanggalkan dan dia dituntun setengah paksa duduk di tepi tempat
tidur yang lebar panjang dan berbau harum itu. Kaki den tubuh atasnya menjadi
segundul kepalanya, dan hanya sebuah celana dalam panjang yang tipis saja yang masih
menutup tubuhnya. Kini matanya terbelalak memandang ke depan di mana Kim Seng
Siocia sedang dibantu oleh dua orang pelayannya itu menanggalkan pakaian luar. Agak
sukar juga bagi wanita gendut itu untuk menanggalkan pakaian luarnya dan pekerjaan
ini mereka lakukan bertiga sambil tertawa cekikikan.
Setelah banyak sekali kancing yang ketat itu dilepaskan, mulailah pakaian luar itu
diperosotkan dari atas dan mulailah tampak tubuh yang kini hanya dibungkus pakaian
dalam yang tipis sekali itu. Dengan pakaian luar menutupi tubuhnya, bentuk tubuh Kim
Seng Siocia masih tertolong, masih terlindung oleh pakaian luar yang lebar, akan tetapi
setelah kini pakaian luar itu merosot dari atas sedikit demi sedikit, mata Kun Liong juga
menjadi makin lebar dan makin lebar, tubuhnya menggigil seperti orang diserang demam
malaria, sampai kedua bibirnya pun ikut bergerak-gerak seperti orang kedinginan.
Mulailah tampak tubuh Kim Seng Siocia, mula-mula lehernya, lalu pundaknya yang
tampak di balik pakaian dalam yang amat tipis sehingga tembus pandangan itu,
kemudian mulai tampak tonjolan dadanya yang... aduhai! Dua onggok daging yang
bergumpal besar sekali, sebuah saja sudah sebesar dua kali kepala Kun Liong! Makin
merosot ke bawah pakaian luar itu, makin ngerilah hati Kun Liong, matanya terbelalak,
mulutnya celangap dan jari tangannya menahan bibirnya yang gemetaran keras. Sambil
cekikikan, akhirnya atas isyarat majikan mereka, Acui dan Amoi meninggalkan kamar
dan menutupkan pintu kamar rapat-rapat.
Kini sambil tersenyum Kim Seng Siocia melangkah perlahan menghampiri pembaringan
den setiap langkah terasa oleh Kun Liong seolah-olah seluruh kamar itu tergetar dan
terjadi gempabumi!
Setelah kini tampak kedua buah kaki wanita itu, Kun Liong merasa serem bukan main.
Kaki gajah! Kaki yang besarnya ada empat kali kakinya sendiri! Apalagi ketika kaki itu
melangkah, selurub tubuh yang merupakan gumpalan-gumpalan daging yang bertumpuk
menjadi satu itu bergoyang-goyang semua! Kun Liong hampir pingsan ketika wanita' itu
akhirnya berdiri dekat sekali di depannya, dan hidungnya mencium bau minyak wangi
yang terlalu keras sehingga membuat dia sukar bernapas.
"Hi-hik, Koko... jangan malu-malu, suamiku... aku cinta padamu..."
Cepat luar biasa, tidak sesuai dengan bentuk tubuhnya, Kim Seng Siocia sudah
menubruk sehingga Kun Liong terjengkang dan terlentang di atas pembaringan, lenyap
tertindih bukit daging itu! Kun Liong megap-megap tak dapat bernapas, hanya kedua
kakinya yang kelihatan bergerak-gerak dan kedua lengannya yang terpentang.
"Eh... ohh... nanti dulu... eh, Siocia... eh, Moi-moi..." Dia gelagapan ketika Kim Seng
Siocia menutupi mukanya dengan ciuman-ciuman kasar sehingga hampir seluruh muka
Kun Liong basah oleh ciumannya.
Ketika merasa betapa wanita itu menjadi makin ganas dan mulutnya yang besar itu
menutupi separuh mukanya, Kun Liong cepat menggerakkan jari tangannya menotok
pundak wanita itu, menotok jalan darah hong-hu-hiat-to untuk membuat wanita itu
lemas. Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika merasakan jari tangannya
menotok daging yang demikian tebalnya sehingga jari tangan itu tidak dapat mencapai
jalan darah! Mengertilah dia bahwa wanita ini menjadi kebal bukan main karena jalan
darah di tubuhnya terlindung oleh ketebalan dagingnya! Dia kaget, akan tetapi Kim Seng
Siocia juga terkejut. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kun Liong, dia menggigit bibir
wanita itu untuk mencegahnya berteriak, dan mengerahkan Thi-khi-i-beng ketika wanita
itu menggunakan kedua tangan mencengkeram pundaknya.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
528 "Iiihhh... oooohhh...!" hanya keluhan ini yang keluar dari mulut Kim Seng Siocia yang
bibirnya masih tergigit oleh Kun Liong ketika dia merasa betapa sin-kangnya
memberobot keluar, membanjir melalui kedua telapak tangan, tersedot oleh hawa
mujijat dari dalam tubuh pemuda itu.
Memang kesempatan inilah yang dinanti-nanti Kun Liong, yang sejak tadi diasah dalam
benaknya. Dia maklum akan kelihaian wanita ini, dan kalau wanita itu berada dalam
keadaan siap siaga, apalagi dengan cambuk sakti yang ditaruh di atas meja itu, dia tidak
akan mampu menolong Hong Ing. Tidak akan mampu mengalahkan wanita ini dan
membuatnya tak berdaya tanpa mampu berteriak. Tadinya, menurut rencana, dia akan
menotoknya begitu wanita itu menerkamnya di tempat tidur. Akan tetapi ternyata
totokannya gagal, maka terpaksa dia menggunakan Thi-khi-i-beng sambil "menahan"
mulut Kim Seng Siocia agar jangan berteriak, dengan jalan mengigigit bibirnya!
Makin lama makin pengap rasanya Kun Liong karena onggokan daging membukit itu
makin menghimpitnya, makin panas rasa tubuhnya karena kemasukan sin-kang dan
makin lemah pula tubuh Kim Seng Siocia! Kun Liong tidak bermaksud membunuhnya,
maka begitu melihat bahwa wanita itu sudah tidak mampu meronta lagi karena sin-
kangnya sudah hilang setengahnya lebih, dia lalu menggunakan ujung bantal untuk
menyumpali mulut yang lebar itu, kemudian menggunakan alas tempat tidur untuk
mengikat kaki tangannya. Dia maklum bahwa kalau wanita itu bertenaga sepenuhnya,
tentu ikatan itu tidak ada artinya. Akan tetapi dalam keadaan sin-kangnya tersedot
terlampau banyak, membuat wanita itu seperti tidur, atau setengah pingsan dan
mendengkur keras seperti seekor babi, Kun Liong sudah merasa cukup. Dia lalu meloncat
dari tempat tidur. Maksudnya hendak meloncat dan berpakaian, akan tetapi hampir dia
menjerit ketika loncatannya itu membuat tubuhnya melayang ke atas! Dia lupa bahwa
penambahan tenaga sin-kang di tubuhnya membuat tenaganya menjadi berlebihan dan
tubuhnya terasa seperti bola karet yang penuh hawa, merasa seolah-olah tubuhnya
menjadi sebesar tubuh Kim Seng Siocia!
"Dukkkk!" Kepalanya yang gundul terbentur pada langit-langit kamar itu sehingga langit-
langit itu ambrol dan pecah! Dia terkejut, baru teringat maka cepat dia mengatur tenaga
yang liar menjelajahi seluruh tubuh itu sesuai dengan petunjuk Cia Keng Hong. Biarpun
terasa masih sesak dadanya dan panas tubuhnya, namun dapat juga dia mengenakan
pakaiannya. Dia maklum bahwa tenpa mengurangi hawa yang disedotnya dari Kim Seng
Siocia itu, dia seperti orang mabuk dan sukar menguasai tenaga yang berlebihan, maka
dia lalu meloncat, menerobos melalui langit-langit yang jebol tadi, menggunakan gin-
kangnya yang menjadi berlipat ganda itu berkelebat keluar dari istana. Dia memasuki
hutan yang gelap dan setelah merasa yakin di situ tidak terdapat orang lain, mulailah dia
menghamburkan tenaga kelebihan dari tubuhnya itu untuk memukul batu dan pohon
besar. Dalam waktu singkat, lima buah batu besar hancur dan tujuh batang pohon besar
tumbang! Barulah terasa enak tubuhnya, ringan dan tidak mabuk seperti tadi. Dia lalu
melesat kembali menuju ke istana hendak menolong Hong Ing sebelum Kim Seng Siocia
dapat melepaskan diri atau sebelum para pembantu wanita itu ada yang tahu. Kalau dia
mengenangkan pengalamannya dalam kamar Kim Seng Siocia tadi dia bergidik ngeri.
Memang dia bukanlah perjaka lagi, dan dia sudah berenang di lautan cinta dengan Hwi
Sian, akan tetapi hal itu dilakukan oleh keduanya atas dasar suka rela. Akan tetapi tadi"
Bukan main ngerinya! Dan dia tidak dapat membayangkan apa akan jadinya dengan
dirinya kalau saja dia tidak memiliki Thi-khi-i-beng!
Dengan tergesa-gesa namun hati-hati sekali Kun Liong memeriksa seluruh bagian istana
dan akhirnya dia dapat menemukan tempat rahasia di mana Hong Ing ditahan. Tempat
itu merupakan bagian belakang istana, rapat terkurung dinding baja dan di bagian depan
terjaga oleh belasan orang wanita. Dengan sigap dan cepat sekali Kun Liong meloncat
tanpa diketahui mereka ke atas genteng tempat tahanan itu, kemudian membuka atap
dan mengintai ke bawah. Dilihatnya pemandangan yang mengherankan. Hong Ing masih
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
529 seperti tadi, dibelenggu kaki tangannya dengan tali hitam, yang dapat mulur dan sukar
dipatahkan itu, dijaga oleh Acui yang memegang pedang dan menodongkan pedang itu
ke tubuh Hong Ing, siap sewaktu-waktu untuk menusuk tubuh tawanan itu apabila
majikannya memberi tanda! Benar-benar amat berbahaya keadaan Hong Ing karena
andaikata tadi Kim Seng Siocia sempat mengeluarkan jeritan mencurigakan sedikit saja
tentu pedang di tangan Acui itu sudah menembus jantungnya!
Selagi dia yang bersikap hati-hati itu mencari-cari di mana adanva Amoi, dia mendengar
suara tertawa pelayan genit itu dan muncullah Amoi bersama Marcus bergandeng tangan
dari sebuah kamar di samping tempat tahanan itu. Wajah Amoi berseri kemerahan dan
rambutnya kusut
"Enci Acui, sekarang giliranmu. Biarlah aku menjaganya!"
Acui tersenyum, memberikan pedangnya kepada Amoi dan dia sendiri lalu dirangkul oleh
Marcus dan keduanya memasuki kamar sebelah. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh
Kun Liong. Cepat dia menyambar turun sebelum Amoi yang nampak kelelahan itu
sempat menodongkan pedangnya kepada Hong Ing.
Amoi terkejut mendengar suara angin bertiup dari atas. Dia membalik namun terlambat
karena tubuh Kun Liong yang menukik turun sudah menyambar, sekali tangannya
bergerak pedang itu telah terampas olehnya dan sebuah tamparan perlahan ke pundak
Amoi membuat gadis ini menjerit dan terguling.
Mendengar jeritan ini, Acui bertanya dari dalam kamar, "Amol, ada apakah?"
"Enci Acui, tolong...!"
Acui dan Marcus berloncatan kcluar dari kamar dalam keadaan setengah telanjang.
Melihat betapa Kun Liong telah menyambar dan memondong tubuh Hong Ing, Acui cepat
menubruk dan memukul. Akan tetapi sekali ini Kun Liong tidak menaruh sungkan atau
kasihan lagi karena keadaan Hong Ing terancam. Dia mendahului gadis itu dengan
sebuah tendangan yang mencium lutut kiri gadis ini sehingga Acui terkejut, berteriak dan
terjungkal. Kun Liong tidak mempedulikan lagi, lebih-lebih karena Acui dan Amoi sudah
mulai berteriak-teriak memanggil kawan-kawannya. Dia memondong tubuh Hong Ing
dan meloncat melalui atas atap. Baru saja tubuhnya muncul ke atas genteng, dia telah
disambut oleh lima orang gadis penjaga yang bersenjata tombak. Lima buah mata
tombak menusuknya dari lima penjuru. Namun tubuh Kun Liong sudah mencelat ke atas,
menukik cepat sekali ke kiri dan menyambar sebatang tombak sebelum pemiliknya
sempat melihat jelas apa yang terjadi.
"Krekkk!" Ujung tombak yang runcing dipatahkan oleh Kun Liong, kemudian dengan
jurus Ilmu Tongkat Siang-liong-pang, akan tetapi hanya mainkan sebatang tongkat saja
karena lengan kirinya mengempit tubuh Hong Ing, dia menyerang. Terdengar empat kali
suara nyaring dan empat batang tombak pengeroyoknya patah semua. Kun Liong
membuang tongkatnya dan meloncat turun, bukan ke atas tanah di bawah di mana telah
menanti puluhan orang gadis bersenjata lengkap, melainkan meloncat ke sebuah pohon
dan dari situ, menggunakan gin-kangnya yang bertambah karena penyedotan sin-kang
dari Kim Seng Siocia tadi, dia meloncat lagi ke atas pohon di depan, kemudian
menghilang ke dalam gelap.
Sampai lama sekali Kun Liong melarikan diri dengan hati-hati karena malam itu gelap
sekali dan hanya diterangi oleh bintang-bintang di langit. Dia menuruni puncak dengan
hati-hati, kadang-kadang harus meraba-raba dulu dengan kakinya, sampai dia jauh
meninggalkan istana Kim Seng Siocia. Akan tetapi dia maklum bahwa anak buah Kim
Seng Siocia terus melakukan pengejaran, maka dia tidak mau berhenti berjalan dan
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
530 mulai menuruni puncak dengan hati-hati. Di tengah jalan dia melepaskan ikatan kaki
tangan Hong Ing dan tiba-tiba dara itu berkata,
"Lepaskan aku! Aku bukan bayi yang harus dipondong. Aku bisa jalan sendiri!"
Kun Liong terkejut dan heran. Susah payah dia menolong gadis ini, bahkan melalui
pengalaman yang mengerikan ketika dia dihimpit oleh gumpalan daging menggunung,
dan sekarang begitu bisa bicara, Hong Ing mengeluarkan kata-kata yang keras! Akan
tetapi dia menurunkan gadis itu dan mereka lalu bergerak perlahan melanjutkan
perjalanan mereka menjauhi istana Kim Seng Siocia.
Makin bertambah keheranan hati Kun Liong ketika dia melihat betapa Hong Ing
melakukan perjalanan dengan sikap diam, tak pernah bicara, dan kadang-kadang kalau
dia dapat memandang wajah itu di bawah sinar bintang yang remang-remang, dia
melihat wajah itu cemberut. Ingin sekali dia bertanya mengapa gadis itu menjadi tak
senang hati, bahkan seperti orang marah, akan tetapi karena mereka sedang melarikan
diri dari kejaran anak buah Kim Seng Siocia, dia pun tidak banyak bertanya.
Ketika mereka dipaksa berhenti oleh keadaan jalan yang amat berbahaya, selain cuaca
makin gelap karena halimun menutupi cahaya bintang yang hanya sedikit itu, dan
banyak jurang melintang di depan menghadang perjalanan mereka, dan mereka telah
berlindung di bawah sebuah bukit batu yang berlubang merupakan guha kecil dengan api
unggun menghangatkan badan mereka, barulah Kun Liong bertanya.
"Hong Ing, kenapa kau kelihatan seperti orang berduka dan tidak senang hati?"
Sambil duduk membelakangi Kun Liong, kemudian malah merebahkan diri miring, Hong
Ing menjawab dengan sikap acuh tak acuh dan suara yang datar, "Mengapa aku harus
tidak senang hati" Aku telah ditolong, bukan" Tidak, aku tidak apa-apa, hanya ingin tidur
karena lelah."
Jawaban ini tentu saja tidak memuaskan hati Kun Liong, akan tetapi dia pun
mengeraskan hatinya. Kalau tidak mau mengaku, sudahlah, bukan urusannya. Maka dia
pun menjawab datar, "Kalau begitu, kau tidurlah, biar aku yang menjaga di sini sampai
pagi." Mendongkol juga hati Kun Liong karena dara itu tidak menjawab, melainkan menggeser
tubuhnya lebih dekat dengan api unggun agar hawa dingin tidak terlalu mengganggunya.
Hemm, sikapnya begitu tidak acuh, begitu sombong! Sombongkah Hong Ing" Seingatnya
tidak, tetapi mengapa sekarang..." Hemm, dan mengapa pula dia menjadi tidak enak
hati, tidak senang melihat sikap dara itu tidak pedulian kepadanya"
Kun Liong duduk termenung. Malam telah tua. Sunyi sekali sekeliling itu, sesunyi hati
Kun Liong. Akan tetapi pikirannya mulal mengaduk kesunyian dan dia mengingat-ingat
semua pengalaman yang telah dialaminya. Terutama sekali hal-hal yang baru saja
terjadi, yang amat berkesan di hatinya. Kematian ayah bundanya yang telah impas
karena lima orang datuk kaum sesat yang membunuh mereka itu telah terbunuh semua.
Usul ikatan jodoh antara dia dan Cia Giok Keng yang tidak disetujui oleh dara itu.


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kematian Souw Li Hwa dan Yuan yang amat mengharukan hatinya dan yang mulai
merubah pandangannya tentang cinta kasih antara pria dan wanita. Kemudian
pengalamannya bersama Lim Hwi Sian yang tak mungkin dapat dia lupakan selama
hidupnya. Dan yang terakhir pengalaman mengerikan dengan Kim Seng Siocia sampai
saat ini. Mengapa jalan hidupnya selalu melintasi persoalan cinta" Mengapa banyak benar gadis
yang dijumpainya dan dikenalnya, dan yang menimbulkan rasa suka di hatinya" Akan
tetapi, cintakah semua itu" Tidak, dia yakin itu bukan cinta seperti yang disebut-sebut
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
531 orang! Dia suka kepada Yo Bi Kiok, kepada Souw Li Hwa, Cia Giok Keng, Lim Hwi Sian,
Yuanita, karena mereka adalah dara-dara yang cantik jelita dan memiliki daya tarik
masing-masing yang khas sehingga dia merasa suka dan tertarik. Akan tetapi itu bukan
cinta! Bahkan apa yang dilakukannya bersama Hwi Sian malam itu, sama sekali bukan
karena dorongan cinta bagi dia, melainkan karena rangsangan dan dorongan nafsu
berahi. Entah bagi Hwi Sian. Cintakah itu" Dan apa yang dilakukan Kim Seng Siocia
terhadapnya itu, jelas bukan cinta karena Kim Seng Siocia memaksanya menjadi suami
dengan tujuan untuk mengajaknya membantu dalam usahanya membalas dendam
kepada Cia Keng Hong. Dan bagaimana perasaannya terhadap Hong Ing" Dia
menundukkan muka memandang tubuh yang meringkuk membelakanginya itu. Cintakah
dia kepada Hong Ing" Ah, tentu saja tidak. Kalau kepada yang lain dia tidak pernah
mencinta, mengapa kepada Hong Ing ada kecualinya" Dia hanya suka kepada Hong Ing,
suka dan merasa kasihan mendengar riwayat dara yang terpaksa menjadi nikouw untuk
menghindarkan diri dari pernikahan paksaan ini. Mengapa benar dia harus jatuh cinta
kepada Hong Ing"
Kemudian terbayanglah peristiwa di atas kapal yang terbakar. Terbayanglah dua orang
mahluk muda yang dengan rela suka mati bersama. Yuan dan Li Hwa! Mereka saling
berpelukan sampai pada saat terakhir, sampai kapal yang terbakar itu membawa mereka
tenggelam. Itukah cinta" Agaknya itulah! Saling membela, siap untuk berkorban diri
sampai mati! Itukah cinta" Kalau perlu membasmi siapa saja dengan kekerasan,
membasmi mereka yang hendak menghalangi hasrat mereka untuk hidup bersama.
Inikah cinta antara pria dan wanita" Membawa kekerasan, pertentangan, bahkan
kematian yang begitu mengerikan" Agaknya itulah cinta yang disanjung-sanjung
manusia, cinta antara pria dan wanita dan segala sesuatu yang tercakup di dalamnya.
Cemburu, iri hati, nafsu berahi, kesenangan, kekecewaan, kepuasan, kemarahan,
kedukaan dan kebencian. Semua ini tercakup di dalam perasaan yang disebut cinta!
"Hemmm, kalau begitu aku tidak mau jatuh cinta!" Kun Liong mengepal tinjunya dan
kembali pandang matanya menimpa punggung Hong Ing.
Kalau bukan cinta, lalu apakah itu yang mendorong dia melakukan segala pengorbanan
demi untuk menyelamatkan Hong Ing" Hanya karena kasihan begitu saja" Ataukah ada
udang di balik batu, ada sesuatu di balik semua itu" Mengapa dia bersusah payah
menyusul Hong Ing ke Go-bi-san sampai dia kesasar ke istana Kim Seng Siocia akan
tetapi yang malah merupakan suatu kebetulan karena ternyata orang yang dicarinya,
Pek Hong Ing, memang berada di situ" Bukankah itu cinta namanya"
"Tidak! Aku tidak mau jatuh...!" Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya ini. Ternyata
diluar kesadarannya, dia telah meneriakkan suara hatinya ini sehingga dia melihat Hong
Ing bergerak, agaknya terbangun oleh kata-katanya tadi. Betapa tololnya dia! Dan dara
ini kelihatan begini angkuh! Kalau dia memperlihatkan bahwa dia agaknya hampir jatuh
cinta, tentu dara ini akan menjadi makin angkuh saja! Tidak, dia tidak akan
merendahkan diri sedemikian rupa, hanya karena dia suka dan kasihan kepada dara in!"
Karena merasa mengkal hatinya terhadap dirinya sendiri, Kun Liong melempar tubuhnya
ke belakang, untuk rebah di dekat api unggun dan agar dia tidak dapat melihat lagi
kepada Hong Ing.
"Dukkk!" Hampir dia berteriak namun ditahannya, hanya jari-jari tangannya saja yang
mengusap-usap kepala gundulnya yang tadi membentur batu ketika dia merebahkan diri
terlentang. Kulit kepala itu berdenyut-denyut. Lumayan juga nyerinya!
Kun Liong membuka matanya, akan tetapi cepat menutupkannya kembali dan
melindungi mata dengan tangan kiri dari sinar matahari yang amat menyilaukan dan
menggunakan tangan kanan untuk menggaruki kepalanya yang terasa gatal-gatal.
Kiranya matahari telah naik tinggi dan sinar matahari yang tepat sekali menimpa
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
532 kepalanya itu menggigiti kulit kepalanya dan menyilaukan matanya. Setelah dia bangkit
duduk dan terbebas dari sinar matahari yang tadi langsung menimpanya, dia baru berani
membuka mata dan melihat Hong Ing sudah duduk di depannya dengan muka segar dan
mulut tersenyum! Manisnya! Sepagi itu telah kelihatan segar dan jelas sekali bahwa dara
ini tentu telah mandi, entah di mana!
"Tidurmu enak sekali, aku tidak tega membangunkanmu."
"Kau..." Kun Liong menahan kata-katanya dan menelan kembali pujiannya ketika
teringat betapa semalam gadis ini kelihatan marah-marah dan kini dia tidak ingin melihat
wajah yang berseri itu kembali marah, "kau... kelihatan segar sekali, Hong Ing."
Senyum itu melebar dan untuk kedua kalinya Kun Liong menjadi silau. Hanya bedanya,
kalau yang pertama dia silau oleh sinar matahari yang menyakitkan mata, kini dia silau
akan kemanisan wajah dengan deretan gigi seputih mutiara yang menyedapkan mata,
membuat dia bengong sejenak dan baru sadar kembali ketika dara itu berkata dengan
wajah berseri gembira. "Aku sudah mandi. Segar dan sejuk sekali, Kun Liong. Di sana..."
Dia menuding ke timur, "hanya setengah li dari sini terdapat mata air yang jernih. Aku
sudah mandi dan ketika kembali ke sini, aku menangkap seekor kelinci gemuk."
"Kelinci...?" Tiba-tiba cuping hidung Kun Liong bergerak-gerak seperti hidung kelinci
karena dia mencium bau yang gurih dan sedap. "Mana kelincinya?"
Melihat betapa lubang hidung pemuda itu presis hidung kelinci yang tadi ditangkapnya,
Hong Ing terkekeh dan menutupi mulut dengan punggung tangan kirinya, gerakan
kebebasan yang terselimut kesopanan tradisionil yang menjadi perpaduan harmonis
sekali. Manis sekali. "Hi-hik, kelincinya sudah tidak ada lagi, yang ada hanya daging
kelinci panggang..."
"Sedaaap...!" Kun Liong memuji dan tiba-tiba perutnya terasa lapar sekali.
"Mandi dulu, baru aku mau menghidangkan daging panggang. Hayo, pemalas benar
kau!" Hong Ing mengebut-ngebutkan seranting daun-daun basah sehingga airnya
bepercikan ke muka Kun Liong, sambil tertawa-tawa.
Senang benar rasa hati Kun Liong pagi itu. Semua perasaan pahit di hatinya terusir
pergi oleh senyum di bibir
dan seri di wajah dara itu. Dia berloncatan sambil berteriak-teriak, "Ihhh... dingin...
dingin!" Lalu dia lari menuju ke timur seperti yang tadi ditunjuk oleh Hong Ing. Benar
saja, dia mendapatkan sebuah mata air yang mengeluarkan air jernih sekali dan di
bawah sumber air itu air telah tergenang, merupakan sebuah kolam air penuh dengan air
kebiruan saking jernihnya. Rumput-rumput yang tumbuh di pinggir kolam itu kacau-
balau, meninggalkan bekas Hong Ing mandi tadi. Dengan hati penuh kegembiraan,
kegembiraan luar biasa yang belum pernah terasa olehnya sepanjang ingatannya, Kun
Liong lalu menanggalkan semua pakaiannya. Ketika hanya tinggal celana dalamnya yang
tinggal menempel di tubuhnya, tiba-tiba dia berhenti dan bergidik karena teringatlah dia
akan pengalamannya di dalam kamar tidur Kim Seng Siocia. Terbayanglah betapa dia
menggigil penuh kengerian dan tiba-tiba dia tertawa dan membuka celana itu lalu
melempar tubuhnya yang telanjang bulat ke dalam air.
Daging kelinci panggang itu memang sedap sekali, gurih manis dan lunak, amat lezat
terutama sekali bagi perut mereka yang lapar. Seolah-olah terasa oleh Kun Liong betapa
sari makanan itu setelah memasuki perutnya memulihkan tenaganya yang diserap habis
oleh kelelahan dan kelaparan. Setelah menyiram daging panggang dalam perut itu
dengan air jernih sebagai minuman, Kun Liong mengelus perutnya, memandang kepada
Hong Ing dan berkata, "Kau pandai benar memanggang daging kelinci. Selama hidupku
baru sekali makan daging panggang begitu lezatnya!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
533 "Kau masih ingin lagi" Nih, kau makan bagianku!" Hong Ing mengulurkan tangan yang
memegang daging paha kelinci ke depan mulut Kun Liong.
"Eih, mengapa engkau begini baik hati kepadaku, Hong Ing?" tanpa disengaja, tangan
kanan Kun Liong menangkap lengan yang kecil itu dan sejenak mereka berpandangan.
Hong Ing cepat menundukkan mukanya dan Kun Liong melepaskan pegangan
tangannya, "Kaumakanlah sendiri, aku sudah kenyang! Ah, enak sekali masakanmu!"
Sepasang pipi itu menjadi merah dan mata itu jernih sekali ketika diangkat memandang.
Sejenak mereka saling pandang dan akhirnya Hong Ing menundukkan mukanya. Kun
Liong terheran-heran. Mengapa pula ini" Hatinya menjadi berdebar dan terharu!
Biasanya, melihat wajah cantik seorang dara, dia ingin mengusapnya, ingin mendekat,
ingin memeluk menciumnya, ingin menggodanya. Akan tetapi mengapa sekarang lain
lagi" Hatinya seperti tersentuh sesuatu yang halus yang membuat dia memandang Hong
Ing dengan perasaan penuh hormat, penuh iba, penuh haru.
Keadaan sunyi itu amat mengusik hati dan akhirnya Hong Ing tanpa mengangkat
mukanya bertanya, "Bagaimana engkau dapat muncul begitu tiba-tiba di istana Kim Seng
Siocia?" Lega hati Kun Liong mendengar suara ini. Inilah suara Hong Ing seperti biasanya, seperti
sebelum peristiwa itu terjadi di istana, sebelum mereka saling berpisah dahulu itu dan
suara ini mengusir semua suasana tegang dan aneh tadi.
"Tadinya aku hendak menyusulmu. Hatiku merasa tidak enak ketika aku melihat engkau
pergi bersama sucimu itu, aku lalu menuju ke Go-bi-san dan bertanya-tanya. Akan tetapi
tidak ada penduduk dusun yang dapat memberi tahu di mana tempat tinggal Go-bi Sin-
kouw. Akhirnya aku tiba di lereng puncak tempat tinggal Kim Seng Siocia tanpa
kusengaja. Karena mengira bahwa itu adalah tempat tinggal gurumu, maka aku
menyelundup masuk dan..."
"Kau berteriak memanggil nama Subo (Ibu Guru). Hemm, mengapa kau jauh-jauh dan
bersusah payah datang ke Go-bi-san untuk mencariku?"
"Aku tidak rela melihat kau dipaksa orang untuk menikah dengan pangeran yang tidak
kau suka. Aku kasihan melihat engkau yang sudah mengorbankan diri menjadi nikouw
untuk menghindar dari paksaan itu, tidak berdaya dan terpaksa ikut dengan sucimu,
seolah-olah engkau seekor domba yang dituntun ke tempat penjagalan. Karena itu maka
aku segera mencarimu."
"Kau baik sekali, Kun Liong."
"Ah, tidak. Aku melakukan itu bukan karena ingin baik, melainkan karena aku kasihan
kepadamu, penasaran melihat urusanmu. Tidak kusengaja."
Keduanya terdiam sampai agak lama.
"Dan demi keselamatanku, kau mengorbankan dirimu, kau membiarkan dirimu ditawan
oleh Kim Seng Siocia," kata pu
Dewi Ular 6 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 12
^