Pukulan Naga Sakti 1

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bagian 1


" Pukulan Naga SaktiKarya : Khu Lung (Gu Long)
Saduran : Tjan Jilid 1 Sebuah sungai yang beberapa kaki lebarnya terbentang dari arah
bukit sampai di sekeliling sebuah bangunan kuno yang besar dan
kokoh, bunyi air yang mengalir mendatangkan suasana yang amat
nyaman di sekitar tempat itu.
Di depan bangunan tadi tergantung sebuah papan nama, ketika
dilihat lebih teliti maka lamat-lamat masih dapat terbaca tulisannya,
2 itulah tulisan yang berbunyi : "Bu-lim-tit-it-keh" (rumah nomor wahid
di seluruh dunia persilatan)
Sebutan Bu-lim-tit-it-keh adalah suatu sebutan yang amat agung
dan terhormat, tapi sayang bangunan rumah itu sudah lapuk
dimakan usia, huruf-huruf yang tertera diatas papan nama itupun
sudah luntur dan buram sehingga mendatangkan suasana yang
menggenaskan di hati orang.
Ketika membaca lagi nama-nama yang menandatangani sebutan
mulia diatas papan nama itu, maka terbacalah nama-nama dari para
Ciangbunjin partai Siau Lim, partai Bu tong serta jago-jago
kenamaan atau tokoh-tokoh tersohor dari dunia persilatan.
Dari sini dapat diketahui betapa anggun dan berwibawanya
keluarga dari rumah tersebut.
Tapi siapakah penghuninya" Mengapa ia bisa memperoleh
penghormatan yang begitu mulia dari seluruh umat persilatan" Dan
sekarang, mengapa pula bisa berubah demikian menggenaskan"
Empat puluh tahun berselang, ketua angkatan ke sembilan dari
partai Thian liong-pay Keng thian giok cu (tangan sakti penyungging
langit) Thi Keng dengan ilmu silatnya yang maha sakti memimpin
para jago dari seluruh dunia untuk menyerbu lembah Kiu im lok aun
kok, dimana dengan sebilah pedang kim-soat-liong-jiau kiam ia
berhasil membunuh empat puluh delapan orang jago paling
tangguh, anak buah gembong iblis waktu itu Kay hui eng (elang
terbang menguasai jagad) Ui It-peng. Kemudian dengan suatu
pertarungan kilat berhasil membunuh Ui It-peng sendiri tak sampai
lima puluh gebrakan, hingga berhasil menolong dunia persilatan dari
ancaman kehancuran.
Setelah peristiwa itu, atas usulan dari ketua partai Siau lim serta
partai Bu tong, bersama-sama tokoh persilatan lainnya ketika itu
menghadiahkan gelar "Bu lim tit it keh" tersebut untuk Keng thian
giok cu Thi keng sebagai pelampiasan rasa terima kasih dan
hormatnya para jago terhadap jasa-jasanya selama ini.
3 Waktu berlalu amat cepat, tanpa terasa dua puluh tahun sudah
lewat. Suatu ketika, mendadak dari dalam dunia persilatan tersiar kabar
yang memberitakan bahwa Keng thian giok cu Thi keng serta putra
kesayangannya Giok bin Coan cu (Coan cu berwajah kemala) Thi
Tiong giok secara beruntun lenyap dari keramaian dunia persilatan,
kemudian tak lama lagi tersiar pula berita tentang kematian mereka.
Menyusul kemudian, terjadi pula serentetan peristiwa aneh,
hanya dalam semalaman ternyata Thian liong pay telah
membubarkan segenap anggota perguruannya dan mengundurkan
diri dari keramaian dunia persilatan.
Maka nama besar Thian liong pay dalam dunia persilatan pun
kian hari kian bertambah merosot. Pada mulanya orang-orang masih
menaruh perasaan sayang, menaruh perasaan kuatir dan kasihan
atas musibah yang menimpa perguruan itu.
Tapi lambat laun, orang persilatan mulai melupakan perguruan
tersebut dari benak mereka.
Hari itu, ketika senja menjelang tiba dan sang surya mulai
condong kearah barat, seorang pemuda tampan berusia delapansembilan
belas tahun sedang duduk ditepi sungai yang penuh
dengan rindangnya pohon Liu sambil melamun.
Tak hentinya wajah yang tampan itu dihiasi senyuman getir, daun
kering selembar demi selembar dilemparkan ke dalam sungai dan
dibiarkan terbawa arus pergi ke tempat jauh.
Sudah lama dia melamun disitu, berpuluh-puluh lembar sudah
daun kering yang dilemparkan ke dalam sungai.....
Tiba-tiba ia menghela napas panjang, bangkit berdiri dan
berguman seorang diri :
"Thi Eng khi wahai Thi Eng khi! Apakah kau rela hidup kesepian
terus sepanjang masa?"
4 Mendadak suara pekikan panjang yang amat keras
berkumandang memecahkan keheningan, paras mukanya segera
berubah, dengan mata yang tajam dia awasi sekeliling tempat itu,
kemudian dengan langkah cepat memburu dari arah mana
berasalnya suara tadi.
Peristiwa itu terjadi di sebuah jalan raya kurang lebih puluhan
kaki dari gedung Bu lim tit it keh tersebut, ketika Thi Eng Khi
menyusul ke tempat kejadian maka terlihatlah seorang jago
persilatan yang berbaju ringkas telah tergeletak diatas genangan
darah dalam keadaan yang amat kritis.
Pemuda itu menjadi tertegun dan berdiri termangu setelah
menyaksikan kejadian itu, untuk sesaat dia tak tahu apa yang harus
dilakukan. Seharusnya dia adalah majikan angkatan ketiga dari gedung Bu
lim tit it keh tersebut, berdasarkan asal usul serta sejarah
keluarganya, bagaimanapun tidak sepantasnya kalau ia
menunjukkan sikap seperti itu.
Tapi oleh karena pelbagai alasan, bukan saja ia tak dapat
menikmati kejayaan serta kemuliaan yang diperoleh kakeknya,
malah sebaliknya ia terikat oleh peraturan leluhurnya dan sama
sekali tak mampu untuk mengembangkan sayapnya.
Ketika mendengar suara kaki dari Thi Eng khi tadi, lelaki yang
terluka parah itu segera membuka matanya yang sayu dan
memaksakan diri untuk berbisik :
"Soo... sobat....ber.... bersediakah kau un...untuk menolong....
see.... seorang yang hampir maa.... mati?"
Thi Eng Khi bukan seorang yang bernyali kecil, hatinya juga tidak
dingin dan kaku, sikap gelagapan yang diperlihatkan tadi tak lebih
hanya ungkapan rasa kagetnya menghadapi peristiwa semacam itu.
Tapi setelah lelaki itu memohon dengan suara terbata-bata,
semangat ksatrianya segera berkobar kembali, tanpa ragu-ragu dia
5 memayang bangun lelaki itu, membiarkan tubuh lelaki tersebut
bersandar pada lengan kirinya kemudian ujarnya :
"Sobat! Siauseng".. siauseng bersedia membantumu cuma....
cuma...." Rupanya lelaki yang terluka parah itu memahami ucapan lawan
diapun tak tahu bukannya dia enggan membantu adalah dia tak tahu
bagaimana harus membantu maka kembali ucapnya :
"Daa ..... dalam sakuku ter.... terdapat obat berwarna kuu....
kuning .... tolong aaam". ambilkan dan berikan berapa bii.... biji
kepadaku!"
Dengan cepat, Thi Eng khi membuka sakunya dan mengeluarkan
dua buah botol obat, benar juga salah satu diantaranya berwarna
kuning. Tanpa pikir panjang lagi, dia segera mengeluarkan semua
obat itu dan dijejalkan ke dalam mulutnya.
Waktu itu, luka yang diderita lelaki tersebut sangat parah,
tenggorokan serta lidahnya sudah mengering, bagaimana mungkin
ia bisa menelan obat-obat itu" Sayang, ia tak mampu berbicara dan
cuma membalikkan matanya yang sayu saja.
Thi Eng khi bukan anak bodoh, ia lantas memahami keadaan
tersebut, sambil tertawa getir dia lari pulang ke rumah, mengambil
semangkuk air dingin dan dilolohkan ke dalam mulut lelaki itu
berikut obatnya.
Setelah menelan obat, lelaki itu mengatur pernafasan sejenak,
paras mukanya pelan-pelan berubah kembali, akhirnya dengan
payah dia berkata :
"Aku Ban li tui hong (selaksa li pengejar angin) Cu Ngo, terima
kasih banyak atas bantuan tuan kongcu!"
Ia menyebut dahulu namanya karena dalam dunia persilatan
orang ini pun mempunyai sidikit nama, dia berharap Thi Eng khi
jangan sampai memandang rendah dirinya.
Siapa tahu Thi Eng khi sama sekali tidak mengerti soal dunia
persilatan, setelah mendengar nama Ban li tui hong pun wajahnya
6 tidak memperlihatkan sikap menaruh hormat hanya serunya dengan
nada datar : "Cu tayhiap, rumahku tak jauh letaknya dari sini, bagaimana
kalau kubopong dirimu ke rumah untuk beristirahat dulu."
Agaknya Ban li tui hong Cu Ngo merasa agak kecewa, ia segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Terima kasih, aku tak perlu! Aku tahu lukaku cukup parah dan
tipis harapannya untuk hidup lebih jauh, menggunakan waktu yang
teramat singkat ini, aku ingin menitipkan suatu persoalan besar
kepada kongcu!"
"Katakan Cu tayhiap, asal siauseng sanggup untuk
melaksanakannya, pasti tak akan kutampik!"
Dengan perasaan terima kasih Ban li tui hong Cu Ngo menghela
napas panjang, katanya kemudian :
"Beberapa tahun belakangan ini, dalam dunia persilatan telah
muncul seorang gembong iblis berhati kejam yang memiliki ilmu silat
amat dahsyat, gembong iblis itu khusus memusuhi para partai besar
dan jago-jago golongan lurus dalam dunia persilatan, hingga kini
jago-jago yang sudah terluka ditangannya antara lain adalah Ci kong
taysu dari Siau lim lo han tong, Pek soat cinjin susiok dari Hian to
totiang ketua Bu tong pay, Kim kiam to liong (pedang emas
pembunuh naga) Lu Bong ko dari partai Hoa san, Sam siang siansu
(pelajar dari Sam siang) Tiok It hon, Wu san popo (nenek dari Wu
san) Ban Hi serta puluhan orang jago lihay."
Setelah berhenti sebentar, kembali dia bertanya :
"Kongcu pernahkah kau dengar nama-nama dari kawanan jago
lihay yang baru kusebut tadi?"
Thi Eng khi segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Siauseng amat asing terhadap jago-jago lihay dari dunia
persilatan .....," sahutnya.
Sekali lagi Ban li tui hong Cu Ngo menghela napas panjang.
7 "Aaaai.... kalau begitu mungkin kongu juga tidak tahu siapakah
tokoh nomor wahid dari dunia persilatan sekarang Cang ciong sin
kiam (pedang sakti seantero jagad) Sangkoan Yong, Sangkoan
tayhiap itu?"
Thi Eng khi cuma tertawa lirih sebagai pertanda rasa sesalnya
atas ketidak mampuannya.
Ban li tui hong Cu Ngo segera berkata lebih jauh :
"Kongcu tidak mengerti soal urusan dunia persilatan, akupun tak
akan menjelaskan lebih jauh, pokoknya Cang cong sian kiam
Sangkoan tayhiap yang merasakan adanya ancaman berbahaya yang
mengancam keutuhan dunia persilatan telah menyebarkan Bu-lim
tiap (surat undangan dunia persilatan) untuk mengundang kehadiran
para ketua partai besar serta tokoh-tokoh ternama dari dunia
persilatan untuk bersama-sama berkumpul di perkampungan Ki hian
san ceng di bukit Hong san untuk bersama-sama merundingkan
siasat guna membasmi iblis tersebut dari muka bumi. Aku mendapat
tugas untuk menyebar surat undangan tersebut, sungguh tak
disangka ketika lewat disini mendapat disergap orang dan surat
undangan dirampas olehnya ....."
Belum habis dia berkata, dengan sinar mata tak berkedip Thi Eng
khi telah menukas:
"Oooh...! Rupanya Cu tayhiap akan mengirim surat undangan
buat Thian liong pay. Siauseng segera akan mengundang
kedatangan dari ketua Thian liong pay, empek Gui untuk menemui
dirimu, harap lo siangseng beristirahat dulu disini, bila nanti ada
persoalan silahkan dibicarakan sendiri kepada empek Gui."
Thi Eng khi sudah membalikkan badan siap meninggalkan tempat
itu, tapi dengan napas tersengkal Ban li tui hong Cu Ngo kembali
berseru : "Tunggu dulu kongcu! Aku belum sempat menanyakan namamu!"
"Siauseng she Thi bernama Eng khi!"
Seusai berkata kembali dia beranjak pergi.
8 Agaknya Ban li tui hong Cu Ngo tidak ingin mengganggu
ketenangan ketua Thian liong pay, cepat-cepat serunya kembali :
"Ketua Thian liong pay yang dulu, Keng thian giok cu Thi keng,
Thi locianpwe apakah keluarga kongcu?"
"Yaa, dia adalah mendiang kakekku!" sahut Thi Eng khi sedih.
Dengan agak tercengang Ban li tui hong Cu Ngo berseru kembali
: "Kalau kudengar dari pembicaraan kongcu, mengapa kau seperti
bukan anggota perguruan Thian liong pay?"
Thi Eng khi segera menghela napas panjang.
"Aaai... dalam pesan wasiatnya, mendiang kakekku telah
menurunkan perintah untuk melarang aku belajar ilmu silat, maka
dari itu aku tidak bisa terhitung sebagai anggota perguruan Thian
liong pay!"
Ban li tui hong termenung sebentar, kemudian katanya lagi :
"Kalau kongcu memang bukan anggota Thian liong pay, lebih
baik tak usah merepotkan ketua Thian liong pay, Gui tayhiap lagi."
Thi Eng khi berpikir sebentar, kemudian sahutnya :
"Baiklah, soal menghantar undangan untuk Thian liong pay, biar
siauseng saja yang mewakilimu toh sama saja."
Tiba-tiba dengan wajah rikuh Ban li tui hong Cu Ngo berkata :
"Undangan yang dibagi Sangkoan tayhiap kali ini disebar oleh
sekelompok orang, sedang undangan yang seharusnya kusampaikan
adalah undangan Im-gi-siu (kakek awan) Sang Thong, San
locianpwe dari bukit Mong san. Maaf! Undangan buat Thian liong
pay tidak berada ditanganku ......"
Thi Eng khi memang tiada pengalaman sama sekali soal dunia
persilatan, merasa ucapan tersebut masuk diakal juga, maka diapun
tidak berkata apa-apa lagi.
9 Siapa tahu, pada saat itulah tiba-tiba terdengar seseorang
berkata sambil tertawa dingin :
"Cu tayhiap, ucapanmu itu agak kurang jujur, seandainya Thian
liong pay mendapat undangan, memangnya tak bisa sekalian
dibawakan kepada Cu tayhiap?"
Dengan cepat Thi Eng khi berpaling, tampak seorang kakek
gemuk pendek berusia lima puluh tahunan yang berwajah merah
seperti kepiting rebus, memakai jubah berwarna abu-abu yang
penuh debu, jelas baru saja melakukan perjalanan jauh berdiri
disana. Setelah mengerdipkan matanya yang besar, dia lantas menjerit
kaget, teriaknya :
"Empek Li, rupanya kau, Eng-ji memberi hormat kepadamu!"
buru-buru ia membungkukkan badannya memberi hormat.
Ketika Ban li tui hong Cu Ngo menyaksikan kemunculan orang itu,


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahnya makin tersipu-sipu, setelah tertawa getir katanya :
"Li tayhiap, tidak diundangnya partai kalian hanya merupakan
suatu kesilafan saja dari Sangkoan tayhiap, harap engkau jangan
menaruh salah paham karena persoalan ini."
Sam ciat jiu (si tangan sakti) Li Tin tang atau kakek gemuk
pendek itu sesungguhnya sedang berbicara dengan wajah merah,
akan tetapi setelah menyaksikan seluruh badan Ban li tui hong Cu
Ngo bermandikan darah, ia menjadi tak tega dengan senyuman yang
dikulum segera katanya :
"Cu tayhiap, sudah banyak tahun kita tak pernah bersua, bila ada
persoalan lebih baik bicarakan nanti saja."
Seraya berkata dia lantas maju ke depan dan secara beruntun
menotok jalan darah Ki bun, Jit kan, Ciang tay, Hian ki dan Jin tiong
hiat lima buah jalan darah penting di tubuh orang itu.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, kata Ban li tui
hong Cu Ngo : "Luka yang siaute derita teramat parah, lebih baik Li tayhiap tak
usah repot-repot lagi!"
10 "Cu tayhiap!" Sam ciat jiu Li Tin tang dengan wajah serius, "Kau
menderita luka di depan pintu gerbang Thian liong pay, itu berarti
Thian liong pay berkewajiban untuk menolong dirimu, sekalipun
dalam dunia persilatan sudah tiada tempat lagi buat Thian liong pay
kami, bukan berarti orang-orang Thian liong pay enggan menolong
orang. Sekalipun harus mengorbankan keempat biji obat mustika
Toh mia kim wan warisan mendiang guru kami, kami pasti akan
tetap berusaha untuk menolong jiwa Cu tayhiap ....!"
Sebenarnya Ban li tui hong Cu Ngo beranggapan bahwa tipis
harapan baginya untuk hidup lebih jauh, akan tetapi setelah
mendengar nama Toh mia kim wan (pil emas perenggut nyawa),
semangatnya kontan saja berkobar kembali, tak tahan tanyanya:
"Apakah partai kalian masih memiliki sisa Toh mia kim wan"
Apakah kalian bersedia untuk mengorbankan sebutir buat siaute?"
Sekaligus dia mengajukan dua pertanyaan secara beruntun, tapi
dalam hatinya tidak berani menaruh harapan yang terlalu besar.
Sam ciat jiu Li Tin tang segera mengangguk sambil tertawa,
sahutnya lantang :
"Cu tayhiap, jelek-jelek Thian liong pay masih memiliki jiwa
seorang ksatria, tanggung kau tak bakal mati. Sekarang hayolah
turut aku untuk berjumpa dulu dengan ciangbun suheng kami."
Dia lantas melepaskan sebuah totokan lagi untuk menotok jalan
darah tidur di tubuh Ban li tui hong Cu Ngo, setelah itu sambil
membopong badannya, kepada Thi Eng khi katanya :
"Anak Eng, dalam pertemuan hari ini kau juga boleh turut ambil
bagian, hayolah ikut aku!"
Dengan jalan berseok-seok dia lantas melangkah lebih dulu
meninggalkan tempat itu.
Sudah hampir lima tahun lamanya Thi Eng khi tak pernah
berjumpa dengan paman ketiganya ini, maka sewaktu dilihatnya
Sam ciat jiu Li Tin tang berjalan agak terseok seok dia menjadi
terperanjat sekali.
11 "Empek Li!" segera tegurnya, "apakah kakimu terluka?"
Sam ciat jiu Li Tin tang tertawa getir.
"Cuaca berubah-ubah, apalagi nasib manusia, luka kecil di kaki
itu mah tidak terhitung seberapa!"
Thi Eng khi ingin tahu sebab-sebab terlukanya Sam ciat jiu Li Tin
tang, maka dengan keheranan dia bertanya :
"Empek Li, mengapa kau sampai menderita luka?"
"Panjang kalau diceritakan," sahut Sam ciat jiu Li Tin tang sambil
mengangkat bahunya. "Sekarang lebih baik kau pulang dulu, setelah
menyembuhkan luka dari Cu tayhiap nanti, kami masih ada banyak
persoalan yang musti dibicarakan, nanti saja akan sekalian
kuberitahukan kepadamu ....!"
Dalam waktu singkat, mereka sudah masuk lewat pintu samping
dan menuju ke ruang utama gedung Bu lim tit it keh tersebut.
Waktu itu, seorang kakek berusia enam puluh tahunan yang
memakai juga baju warna abu-abu sedang memandang keluar
ruangan dengan termangu-mangu, seakan-akan ada sesuatu yang
sedang dinantikan olehnya.
Ketika menyaksikan kemunculan Sam ciat jiu Li Tin tang, kulit
wajahnya segera mengejang keras, buru-buru disambutnya
kedatangan orang itu seraya menegur :
"Samte, apa yang telah terjadi denganmu?"
Sam ciat jiu Li Tin tang langsung berjalan masuk kedalam ruang
tengah dan membaringkan tubuh Ban li tui hong Cu Ngo kelantai
setelah itu jawabnya.
"Ciangbun suheng kebetulan siaute baru pulang dari Lak hap dan
melihat Eng ji sedang menolong Ban li tui hong Cu tayhiap yang
sedang terluka maka akupun membopongnya kembali, harap
ciangbun suheng bersedia memberi bantuan pengobatan sehingga
Eng ji bisa melakukan tugas kebajikannya sebagai manusia."
12 Ternyata kakek berambut putih yang berusia enam puluh
tahunan ini adalah lotoa dari Thian liong ngo siang (lima kebacikan
naga sakti) dan juga merupakan ketua Thian liong pay saat ini, Kay
thian jiu (tangan sakti pembuka langit) Gui Tin tiong.
Sewaktu mendengar ucapan dari Li Tin tang tadi, mula-mula
keningnya berkerut, kemudian sambil menghela napas panjang dia
membungkukkan badan dan memeriksa luka yang diderita oleh Ban
li tui hong Cu Ngo tersebut.
Tampaknya Kay thian jiu Gui Tin tiong memiliki kemampuan yang
lumayan juga dalam soal ilmu pertabiban, baru saja tangan kirinya
ditempelkan diatas urat nadi Ban li tui hong, alis matanya yang putih
segera berkenyit rapat sehingga membentuk satu garis lurus.
Menyusul kemudian dengan gerakan cepat dia membuka pakaian
Ban li tui hong Cu Ngo serta memeriksa dadanya, betul juga diatas
kulit bagian dada itu terlihat sebuah bekas telapak tangan berwarna
hitam pekat. Sambil gelengkan kepala dan menghela napas, ia lantas berkata :
"Cu tayhiap telah terhajar oleh pukulan Jit sa tui hun ciang, isi
perutnya sudah bergeser dan nadinya ada delapan sampai sembilan
bagian yang telah putus, maaf Ih heng (kakak yang bodoh) tak
mampu memberikan pertolongan!"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan :
"Lebih baik kita tanyakan saja kepadanya mungkin ada pesanpesan
terakhir yang hendak disampaikan."
Sehabis berkata, dia lantas menepuk bebas jalan darah Cu Ngo
yang tertotok itu.
Begitu jalan darahnya dibebaskan, Ban li tui hong Cu Ngo lantas
tersadar kembali dari tidurnya, ia tidak sempat mendengar ucapan
dari Kay thian jiu Gui Tin tiong, tapi sempat mendengar Sam ciat jiu
Li Tin tang sedang berkata :
"Toako, apakah pil mustika Toh mia kim wan tak mampu untuk
menyelamatkan jiwa Cu tayhiap?"
13 "Pil mustika Toh mia kim wan adalah mustika dari perguruan kita,
jangan toh cu tayhiap masih bisa bernapas, sekalipun napasnya
sudah berhenti, asal denyutan nadinya masih berdetak lirih, tidak
sampai dua jam sesudah menelan pil tersebut, dia tentu akan segar
bugar kembali seperti sedia kala."
"Ban li tui hong mendapat luka tepat di depan pintu gerbang
perguruan kita persoalan ini mempengaruhi soal gengsi dan serta
martabat perguruan kita dimata umum, aku pikir ada baiknya kalau
kita mengorbankan sebutir pil Toh mia kim wan untuk
menyelamatkan jiwa Cu tayhiap ....!"
"Samte!" kata Kay thian jiu Gui Tin tiong dengan kening berkerut,
"sekalipun ucapanmu masuk diakal, tapi bagaimana dengan Eng ji"
Sisa tiga butir pil Toh mia kim wan tersebut kita siapkan untuk
diberikan kepadanya!"
Menyinggung soal Thi Eng khi, Sam ciat jiu Li Tin tang menjadi
ragu dan tak mampu berbicara lagi.
Thi Eng khi yang kebetulan berada disana, dengan cepat lantas
berseru : "Empek Gui, Eng ji lebih cuma seorang pelajar yang lemah,
apalah arti Toh mia kim wan bagiku" Lebih baik kita gunakan untuk
menyelamatkan jiwa Cu tayhiap."
Kay thian jiu Gui Tin tiong termenung dan berpikir beberapa saat
lamany, tiba-tiba terlintas kebulatan tekadnya, sambil menggigit bibir
sahutnya : "Baik! Demi Eng ji, kita tak bisa mendapat makian dari orang
persilatan sebagai melihat orang yang hampir mati tak mau
menolong."
Dari sakunya dia mengeluarkan sebuah botol porselen berwarna
biru dan mengambil sebutir pil warna merah dari dalamnya, bau
harum semerbak segera tersiar dalam ruangan itu.
14 Kay thian jiu Gui Tin tiong membuka mulut Ban li tui hong Cu
Ngo dan menjejalkan pil Toh mia kim wan tersebut kedalam
mulutnya. Pil mestika itu memang lain daripada yang lain, begitu masuk ke
dalam mulut segera mencair dan mengalir masuk ke dalam perut.
Kay thian jiu Gui Tin tiong segera mendudukkan Ban li tui hong
Cu Ngo, setelah itu sambil menempelkan telapak tangan kanannya
diatas pusar orang ujarnya :
"Harap Cu tayhiap segera mengerahkan tenaga dalam begitu
semua hawa murni terhimpun kembali, agar daya kerja obat
tersebut bisa menyebar ke seluruh bagian badan."
Segulung hawa murni segera disalurkan ke dalam tubuh Ban li tui
hong melalui telapak tangannya.
Pada saat Kay thian jiu Gui Tin tiong sedang memberikan
pertolongan itulah dari luar pintu kembali muncul tiga orang kakek
berbaju abu-abu tua.
Salah seorang diantaranya bermata buta sebelah lalu yang
seorang kehilangan tangan kirinya sedang orang yang ketiga
mempunyai mulut luka yang memerah diatas wajahnya. Dari tiga
orang yang munculkan diri ternyata tak seorangpun yang berada
dalam keadaan utuh.
Thi Eng khi yang menyaksikan kehadiran mereka segera menjerit
kaget, serunya:
"Empek Wong, empek Oh, paman Kwan, mengapa kalian?"
Belum sampai orang itu menjawab, Sam ciat jiu Li Tin tang sudah
menggoyangkan tangannya sambil berbisik :
"Eng ji, bila ada urusan kita bicarakan nanti saja, sekarang empek
Gui sedang memusatkan pikirannya, kita tak boleh memecahkan
perhatiannya ...."
Kemudian kepada tiga orang di depan pintu, dia cuma manggutmanggut,
menandakan betapa kuatirnya dia terhadap mereka.
15 Tiga orang itu hanya berdiri tak berkutik didepan pintu, ketika
melihat Kay thian jiu Gui Tin tiong sedang mengerahkan tenaga
menolong orang , wajah mereka sama-sama menunjukkan keraguraguan.
Tiga orang itu ditambah dengan Kay thian jiu Gui Tin tiong dan
Sam ciat jiu Li Tin tang merupakan sisa anggota Thian liong pay saat
ini yang disebut orang Thian liong ngo siang.
Lotoa, Kay thian jiu Gui Tin tiong adalah ciangbunjin partai Thian
liong pay saat ini.
Loji, Pit tee jiu (pukulan sakti pembuka bumi) Wong Tin pak
adalah kakek bermata buta sebelah yang berdiri didepan pintu itu,
meskipun usianya belum mencapai enam puluh, selisihpun tidak
terlalu banyak.
Losam adalah Sam ciat jiu Li Tin tang.
Losu adalah San tian jiu (pukulan halilintar) Oh Tin lam, yakni
kakek yang kehilangan tangan kirinya disamping kiri Pit tee jiu, kalau
dibilang usianya dia jauh lebih kecil seratus delapan hari
dibandingkan dengan usia Sam ciat jiu, tahun ini genap berusia lima
puluh empat tahun.
Orang yang berdiri disebelah kanan Pit tee jiu Wong Tin pak dan
mempunyai lima buah bekas luka berwarna merah darah diatas
wajahnya itu adalah Lo ngo, Sin lui jiu (tangan geledek) Kwan Tin
see, usianya baru lima puluh dua tahunan.
Menyinggung soal Thian liong ngo siang, tanpa terasa orang akan
teringat kembali dengan ketua Thian liong pay generasi yang lalu,
Keng thian giok cu Thi Keng dihormati dan disegani oleh setiap
manusia didunia ini.
Sesungguhnya dia tak lain adalah gurunya Thian liong ngo siang.
16 Thi Keng bukan saja merupakan ketua yang paling kosen dan
paling hebat diantara sembilan orang ketua lainnya semenjak Thian
liong pay didirikan, selain itu diapun merupakan seorang jago paling
tangguh dalam dunia persilatan selama seabad belakangan ini.
Terlepas dari ilmu silatnya yang luar biasa, kebajikan, kesosialan
dan kemuliaan hatinya sukar ditandingi oleh setiap orang.
Pada empat puluh tahun berselang, andaikata Thi Keng tidak
menampilkan diri untuk melenyapkan kaum iblis, dunia persilatan
dewasa ini pasti sudah kacau balau tak karuan, sudah barang tentu
kawanan jago dari pelbagai partai dan perguruan yang ada dalam
dunia persilatan pun akan menjadi santapan empuk dari gembong
iblis yang tersohor waktu itu, Kay ih hui eng (elang terbang
menyelimuti jagad) Ui It peng.
Thian liong pay pada waktu itu sungguh perkasa, sungguh luar
biasa dan mengagumkan.
Tapi apa sebenarnya secara tiba-tiba Thian liong pay bisa jatuh
dalam keadaan yang begini mengenaskan"
Kalau dibicarakan kembali, sebenarnya peristiwa ini terjadi pada
dua puluh tahun berselang, ketika setahun setelah putra Thi Keng
yaitu Thi Tiong giok menikah, tiba-tiba lenyap tak berbekas.
Lenyapnya putra yang amat dicintai ini sungguh merupakan
suatu pukulan yang berat bagi jago tua yang berilmu tinggi dan
berjiwa social ini, sehingga semua semangatnya hampir rontok
dibuatnya. Dia bukan merasa kelewat sayang pada putranya, melainkan
merasa kecewa bagi kejayaan Thian liong pay, sebab Thi Tiong giok
mempunyai tulang yang bagus untuk berlatih silat, dialah satusatunya
tumpuan harapan dari Thi Keng untuk melanjutkan
kariernya mengangkat nama baik Thian liong pay di mata umum.
17 Lenyapnya pemuda itu bukan saja merupakan suatu berita duka
bagi Thian liong pay, juga boleh dibilang merupakan suatu kerugian
yang besar bagi seluruh umat persilatan.
Maka semenjak peristiwa itu, Thi Keng pun turut lenyap dari
peredaran dunia persilatan.
Musibah yang menimpa partai Thian liong pay ini dengan cepat
mempengaruhi ketenangan seluruh dunia persilatan, hampir
setengah tahun lamanya dunia persilatan menjadi kalut dan tidak
tenang. Tapi akhirnya siapapun tidak berhasil menemukan jejaknya.
Sampai lebih kurang satu bulan lebih yaitu disaat Thi Eng khi
dilahirkan, persoalannya baru mendapat sedikit titik terang, seorang
pendekar dari luar perbatasan Tiang pek lojin telah muncul dengan
membawa tiga macam benda milik Keng thian giok cu Thi Keng yang


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dititipkan kepadanya.
Benda tersebut adalah satu stel baju yang penuh berpelepotan
darah, sebuah lencana Thian liong leng pay dan sepucuk surat
wasiat. Pakaian berdarah itu adalah pakaian milik Keng thian giok cu Thi
Keng, lencana Thian liong leng pay adalah tanda kekuasaan dari
seorang ketua Thian liong pay. Setelah dua macam benda itu
dihantar pulang maka terbuktilah sudah kalau Thi Keng benar-benar
sudah menemui musibah.
Apalagi surat wasiat tersebut, boleh dibilang merupakan berita
buruk diantara berita buruk, bukan saja menerangkan bahwa Keng
thian giok cu Thi Keng telah tewas di luar perbatasan, bahkan
menerangkan bahwa Thi Tiong giok juga telah tiada lagi didunia ini.
Ada satu hal yang paling tidak bisa dimengerti adalah pesan Thi
Keng dalam surat wasiatnya yang melarang anak Thi Tiong giok
yang masih berada dalam kandungan, baik dia lelaki atau
perempuan, semuanya dilarang belajar ilmu silat lagi. Selain itu, juga
mengangkat Kay thian jiu Gui Tin tiong sebagai ketua baru serta
18 menitahkan kepandaiannya untuk menbuyarkan perguruan serta
mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan.
Mengapa Thi Keng sampai berpesan demikian, sekalipun tak bisa
diduga secara pasti tapi ada sebagian alasan yang dapat diduga ia
tahu merasa sedih yang luar biasa dan kecewa yang luar biasa
sehingga mengambil keputusan untuk berbuat demikian.
Ketua yang baru Kay thian jiu Gui Tin tiong segera
mengumpulkan Thian liong ngo siang dan berunding di balik pintu
tertutup selama tiga hari tiga malam, akhirnya dipuaskan untuk
mengambilkan semua anak muridnya pulang kedesa, tidak mengajar
ilmu silat lagi dan menutup pintu perguruan.
Murid-murid Thian liong pay yang kebanyakan belum tamat
belajar itu sudah barang tentu hanya bisa dianggap sebagai jago
kelas dua dalam dunia persilatan, itulah sebabnya mengapa nama
dan martabat Thian liong pay kian hari kian bertambah merosot.
Akhirnya ada diantara murid-murid itu yang pindah ke perguruan
lain, ada pula yang terlantar dalam dunia persilatan dan menjadi
bahan cemoohan umat persilatan lainnya.
Sementara itu, Thian liong ngo siang sendiri tetap tinggal dalam
gedung Bu lim tit it keh, hingga Thi Eng khi berusia lima tahun.
Mereka secara diam-diam mengadakan lagi suatu rapat rahasia, hasil
dari rapat itu kemudian, Kay thian jiu Gui Tin tiong tetap tinggal
dalam gedung Bu lim tit it keh untuk mengurusi Thi Eng khi dan
ibunya, sedangkan empat orang lainnnya pergi berkelana dalam
dunia persilatan.
Cuma mereka telah menentukan bahwa setiap lima tahun sekali
diadakan pertemuan dengan demikian kekuatan Thian liong pay
berhasil juga tetap dipertahankan dan tak sampai musnah sama
sekali. Hari ini adalah untuk kedua kalinya Thian liong ngo siang
berkumpul kembali setelah berpisah selama lima tahun, maka dari
pelbagai tempat mereka berbondong-bondong pulang ke rumah.
19 Siapa tahu dalam perpisahan selama lima tahun ini, tinggal Kay
thian jiu Gui Tin tiong seorang yang masih tetap berada dalam
keadaan utuh. Suasana hening mencekam seluruh ruangan, Kay thian jiu Gui Tin
tiong masih memusatkan perhatiannya untuk menyembuhkan luka
yang diderita Ban li tui hong Cu Ngo.
Sekalipun Thian liong ngo siang dalam pandangan Keng thian
giok cu Thi Keng bukan merupakan bakat yang bagus dan tak bisa
menerima ilmu silat yang paling top dari Thian liong pay, akan tetapi
keberhasilan yang berhasil mereka capai sekarang sama sekali tidak
berada di bawah kemampuan jago kelas satu manapun dalam dunia
persilatan. Hanya saja oleh karena musibah yang telah menimpa perguruan
mereka, kemudian masing-masing orang pun sibuk melaksanakan
tugasnya masing-masing dengan perasaan berat sehingga lama
sekali terputus hubungannya dengan dunia persilatan, maka dunia
persilatan menaruh suatu prasangka yang keliru terhadap
kemampuan ilmu silat yang mereka miliki.
Dalam pada itu tenaga dalam yang dimiliki Kay thian jiu Gui Tin
tiong telah menyusup ke tubuh Cu Ngo, tak sampai sepertanak nasi
kemudian luka dalam yang diderita Ban li tui hong Cu Ngo telah
sembuh kembali seperti sedia kala.
Diam-diam Ban li tui hong Cu Ngo lantas mencoba untuk
mengerahkan tenaga dalamnya, alhasil bukan saja luka yang
dideritanya telah sembuh, bahkan tenaga dalamnya telah
memperoleh kemajuan yang pesat, lantaran mendapat bencana dia
malah berhasil mendapat untung.
Dengan cepat dia melompat bangun, semua kata-kata terima
kasih yang mencekam dalam hatinya ingin diutarakan semua, akan
tetapi setelah menyaksikan keadaan Thian liong pay yang begitu
menggenaskan, ia menjadi tak terlukiskan harunya, sambil
menetaskan air mata, katanya seraya menghela napas :
20 "Aaaai ".. tak seorang jago silat pun dalam dunia persilatan saat
ini yang tidak berbuat salah terhadap Thian liong pay."
Keadaan Thian liong ngo siang yang mengenaskan itu sudah
cukup menimbulkan rasa sedih di dalam hatinya, tapi setelah
menyaksikan ruang tengah yang dulunya megah dan mentereng itu
sekarang berubah menjadi begitu seram, selain sebuah meja bobrok
dan tiga buah bangku, tiada benda lainnya lagi yang tampak disana.
Kesemuanya itu menambah rasa haru dalam hatinya, sehingga
tanpa disadari titik air mata jatuh berlinang.
Berbicara yang sesungguhnya berada dalam keadaan yang
demikian mengenaskan ternyata pihak Thian liong pay masih
bersedia untuk mengorbankan sebutir pil mustika Toh mia kim wan
yang dianggap benda mestika dari perguruan itu untuk menolong
seorang jago silat yang sama sekali tiada hubungannya dengan
mereka, kebesaran jiwa dari mereka ini sungguh membuat Ban li tui
hong Cu Ngo merasa terharu sekali.
Setelah menenangkan pikirannya sebentar, Ban li tui hong Cu
Ngo segera menjura dalam-dalam seraya berkata dengan serius :
"Sebenarnya aku sedang ditugaskan oleh Cang ciong sin kiam
Sangkoan tayhiap untuk menyebarkan undangan bagi Hong im gi siu
Sang locianpwe di bukit Mong san, kini undangan tersebut sudah
dirampas orang, aai?" untuk mencegah jangan sampai terjadi halhal
diluar dugaan yang akan merugikan dunia persilatan, aku harus
buru-buru kembali ke perkampungan Ki hian san ceng di bukit Hong
san untuk memberi laporan kepada Sangkoan tayhiap. Aku
bersumpah akan balik lagi kemari dan menyumbangkan tenagaku
bagi perguruan anda, sekalipun harus terjun ke lautan api, aku juga
tak akan menolak!"
Dengan diutarakannya perkataan itu, maka ucapan yang
sebenarnya hendak diutarakan Kay thian jiu Gui Tin tiong menjadi
tak enak untuk dikatakan lagi, terpaksa sambil menjura ia berkata :
"Cu tayhiap tak perlu bicara demikian, bantuan yang bisa
diberikan perguruan kami tidak terhitung seberapa, tak usah kau
ingat terus dihati, kalau toh Cu tayhiap memang ada urusan, kami
21 bersaudarapun tak akan menahan lagi, silahkan! Maaf kami tidak
menghantar."
Sekali lagi Ban li tui hong Cu Ngo memberi hormat keempat
penjuru, kemudian baru berkelebat keluar dari ruangan.
Setelah kepergian Ban li tui hong Cu ngo, ketiga orang yang
berdiri dimuka pintu itu baru masuk ke dalam ruangan dan menyapa
Kay thian jiu Gui Tin tiong.
Ketua Thian liong pay Kay thian jiu Gui Tin tiong tak bisa
berbicara apa-apa selain mengucurkan air mata dengan kulit wajah
mengejang, jelas dia merasa sedih sekali setelah menyaksikan cacad
yang menimpa keempat orang sutenya, sampai lama sekali ia masih
belum mampu untuk mengucapkan sepatah katapun.
Sin lui jiu Kwan Tin see berwatak paling berangasan, dia tidak
terbiasa menyaksikan sikap ketuanya yang diliputi emosi itu, bekas
luka berwarna merah yang berada diatas wajahnya itu segera
berubah menjadi merah tua, sambil tertawa keras katanya :
"Ciangbun suheng, kau benar-benar kelewat lemah hatinya,
apalah artinya sedikit luka diatas wajah ini" Siaute toh tidak
bermaksud untuk mencari isteri punya anak, peduli amat!"
Setelah menelan air liur, kembali dia berkata :
"Untung saja siaute tak sampai melalaikan tugas, Gin hu sim tau
hiat (jantung kelelawar perak) telah berhasil kudapatkan, silahkan
ciangbun suheng untuk memeriksanya."
Sehabis berkata dia lantas mengeluarkan sebuah kotak berwarna
biru dan diangsurkan kepada Kay thian jiu Gui Tin tiong.
Sambil menerima angsuran kotak berwarna biru itu, dengan
penuh perasaan terharu Kay thian jiu Gui Tin tiong berkata :
"Ngo-te, menyusahkan kau saja!"
Menyusul kemudian San tian jiu Oh Tin lam sambil mengayunkan
tangan kanannya ia berkata :
22 "Siaute selalu beranggapan bahwa ilmu pukulan halilintar lebih
indah lagi jika digunakan dengan tunggal, maka lengan yang tak
terpakai itu memang lebih baik kalau disingkirkan saja, Ciangbun
suheng tak usah kuatir, yang lebih mujur lagi, aku pun berhasil
mendapatkan empedu dari Kiu ciok kim can (comberet emas berkaki
sembilan)!"
Dari sakunya, dia mengeluarkan pula sebuah kotak berwarna biru
dan diserahkan ke tangan Kay thian jiu Gui Tin tiong.
Belum lagi ia sempat berbicara, Pat tee jiu Wong Tin pak sambil
terbahak-bahak telah menyambung lebih jauh.
"Ciangbun suheng, siaute pun sungguh beruntung dapat
melaksanakan tugas dengan baik, Jit gwat cay hong tok berhasil
pula kudapatkan, seandainya mataku tidak buta sebelah mungkin
untuk mengincarpun kurang tepat. Maka butanya mata ini memang
paling baik dengan demikian siaute bisa mengincar benda apapun
dengan lebih tepat lagi."
Sehabis berkata diapun menyerahkan sebuah kotak biru.
Sam ciat jiu Li Tin tang dengan jalan terseok-seok maju pula
kemuka, seraya menyerahkan kotak biru dia berkata :
"Ciangbun suheng, siaute yang mendapatkkan teratai salju
berusia seribu tahun Cian hian soat lian ini paling mujur, aku sama
sekali tidak menderita luka apa-apa, mengenai kakiku ini"
Berhubung cuaca beberapa hari ini kurang baik rhematikku kambuh
maka jalanku menjadi agak terseok-seok."
"Bagus! Bagus!" seru Kay thian jiu Gui Tin tiong sambil
memegang keempat buah kotak biru itu. "Sute berempat telah
membuat pahala buat perguruan kita, ih heng merasa sangat
gembira, apalagi bukankah kalian sehat-sehat semua dan bisa
kembali dengan selamat?"
Selesai berkata dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa
sedih, suaranya amat memedihkan hati membuat orang menjadi
sedih. 23 Menyaksikan Thian liong ngo siang bertanya jawab seperti orang
lagi bermain sandiwara, Thi Eng khi menjadi melongo, sekalipun ia
tidak berpengalaman tapi pemuda itu juga tahu kalau masingmasing
orang telah mengarang suatu cerita bohong, ia benar-benar
tidak mengerti apa sesungguhnya yang telah terjadi.
Padahal, darimana dia bisa tahu kalau Thian liong ngo siang
berbuat demikian tak lain adalah demi dia, cuma saja semua orang
berusaha untuk mengendalikan rasa sedihnya itu sehingga tak
sampai kelihatan dari luaran.
Sementara Thi Eng khi masih berdiri termangu-mangu,
mendadak Kay thian jiu Gui Tin tiong berhenti tertawa lalu sambil
menatap kearahnya, ujarnya dengan serius :
"Eng ji, cepat kembali ke kamar dan kabarkan kepada ibumu
kalau loji, losam, losu dan longo telah pulang, harap ia datang
kemari untuk bercakap-cakap."
"Baik" Thi Eng khi segera mengiakan dan membalikkan badan
keluar dari ruangan.
Selama ini, Thi Eng khi bersama ibunya Thi hujin, Yap Siu ling
berdiam di halaman paling belakang dari gedung Bu lim tit it keh
tersebut. Tak lama kemudian, pemuda itu muncul kembali seorang diri
seraya berkata :
"Hari ini kesehatan ibu sedang terganggu, beliau tak bisa datang
berjumpa dengan para empek dan paman tak menjadi marah!"
Bagaikan tersambar guntur, Thian liong ngo siang saling
berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun, wajah mereka
kelihatan amat sedih sekali.
Sin lui jiu Kwan Tin see tak bisa menahan diri lagi, dengan suara
keras dia lantas membentak :
"Benarkah enso tak mau datang?"
24 Thi Eng khi menundukkan kepalanya dengan perasaan menyesal.
"Yaa, kesehatan badan ibuku memang sedang terganggu dia tak
bisa datang kemari."
"Kami berlima belum tentu bisa berkumpul seperti hari ini, bila
kali ini musti dilewatkan maka kami musti menunggu lima tahun lagi,
Eng ji, pulanglah ke kamarmu dan mintalah kepada ibumu sekali
lagi." Thi Eng menjadi serba salah sehingga wajahnya kelihatan
tersipu-sipu .....
Kay thian jiu Gui Tin tiong menghela napas panjang, kepada Thi
Eng khi katanya :
"Tak usah mengganggu ibumu lagi, sekarang hari sudah mulai
gelap, Eng ji, kau boleh pulang dulu."
Thi Eng khi merasa tercengang dan tidak habis mengerti,
tanyanya kemudian :
"Empek Gui, apakah kalian mempunyai urusan penting?"
Kay thian jiu Gui Tin tiong tertawa getir :
"Aaah ?".. tidak ada apa-apa, kau boleh pulang saja ke
kamarmu!" Terpaksa Thi Eng khi memberi hormat dan mengundurkan diri
dari ruangan itu.
Menunggu bayangan tubuh dari Thi Eng khi sudah pergi jauh,
dengan marah Sin lui jiu Kwan Tin see berseru :
"Ciangbun suheng, sebenarnya apa yang terjadi" Sebenarnya
sudah kau katakan belum kepada enso" Bersedia tidak ia
membiarkan Eng ji menjadi anggota perguruan kita?"
Kay thian jiu Gui Tin tiong kelihatan sedih dan murung sahutnya :
"Tee moy (istri adik) Yap Siu ling memegang teguh pesan suhu
dan melarang Eng ji belajar ilmu silat, sekalipun Ih heng telah
berusaha dengan sedapat mungkin, nyatanya juga tidak
25 mendatangkan hasil apa-apa aaai..... ..... aku benar-benar merasa
malu sekali kepada sute berempat."
"Jika Eng ji tak mau belajar silat, lantas apa gunanya empedu Kiu
ciok kim can" Bukankah lenganku ini hilang dengan percuma?" teriak


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

San tian jiu Oh Tin lam dengan suara keras.
Pit tee jiu Wong Tin pak juga berkata dengan kecewa :
"Siaute seringkali memperhatikan anak murid kita yang
berkeliaran diluar, kalau dibicarakan sungguh mengenaskan sekali,
oleh karena suhu telah meninggal dunia, kami berlima pun tak ada
yang mau mengurusi, hakekatnya orang-orang itu bagaikan setan
gentayangan dalam dunia persilatan, yang merasa punya harga diri
tak malu untuk bunuh diri, adapula yang mengundurkan diri dari
dunia persilatan , sebaliknya mereka yang berhati lemah, kalau tidak
numpang kekuatan orang lain, keadaannya juga mengenaskan
sekali. Jika Eng ji sekarang tak dapat masuk kedalam perguruan kita,
tidak berbicara soal perjuangan kita yang sia-sia selama belasan
tahun, bukankah partai kitapun tamat riwayatnya .....?"
"Benar!" kata Sam ciat jiu Li Tin tang, "Sekarang segala
sesuatunya telah disiapkan, bagaimanapun juga tak bisa ditinggalkan
di tengah jalan, ciangbun suheng, mari kita bersama-sama pergi
memohon kepada Tee moay!"
Setelah mendengar perkataan dari keempat orang sutenya itu,
Kay thian jiu Gui Tin tiong merasakan hatinya sedih sekali bagaikan
digigit oleh beratus ratus ekor semut.
Tapi rupanya ia sudah mempunyai rencana yang matang, dengan
paras muka tidak berubah, katanya :
"Sute berempat, kita tak gampang untuk berkumpul kumpul, bila
ada persoalan lebih baik dibicarakan setelah memberi hormat
kepada arwah Cau su nanti!"
Selesai berkata, dengan membawa empat buah kotak biru itu, dia
berjalan masuk lebih dulu ke dalam ruang sin thong, sementara
empat orang saudaranya mengikuti dari belakang.
26 Ruang Sin tong dari partai Thian liong ini tidak termasuk besar,
luasnya paling cuma enam kaki persegi, tapi keempat belah
dindingnya dilapisi oleh kayu jati.
Di bawah sinar lentera yang berbentuk tujuh bintang sebanyak
tujuh buah, suasana disana tampak amat seram dan berwibawa.
Dibagian utara meja altar, dibelakang tirai berwarna biru dan
dibawah delapan buah meja abu tampak lukisan seorang kakek
berjenggot panjang yang tampak sangat hidup.
Dia tak lain adalah ketua generasi kesembilan dari partai Thian
liong pay, Keng thian giok cu Thi Keng, kakek Thi Eng khi.
Dengan sangat hormat, Kay thian jiu Gui Tin tiong
mempersembahkan keempat buah kotak biru itu ke meja altar,
kemudian ia menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat.
Dari loji ke bawah semuanya berlutut di belakang Kay thian jiu
Gui Tin tiong. Selesai memberi hormat, paras muka Kay thian jiu Gui Tin tiong
segera berubah sama sekali. Dengan senyum dikulum ia
mengeluarkan sepucuk surat yang rupanya telah dipersiapkan lebih
dulu itu dari sakunya, kemudian sambil menyerahkan ke tangan Pit
tee jiu Wong Tin pak katanya :
"Jite, bawalah ketiga orang sutemu menuju keruang belakang
untuk membujuk Tee moay, seandainya dia belum juga
menyanggupi permintaanmu itu, maka serahkan surat ini
kepadanya, aku rasa setelah dia membaca surat ini permintaan
kalian tak akan ditampik lagi."
"Suheng ....." Pit tee jiu Wong Tin pak kelihatan ragu-ragu.
Belum habis dia berkata, Kay thian jiu Gui Tin tiong telah
mengulapkan tangannya seraya berseru :
"kalian cepat kembali kemari, Ih heng akan menunggu di sini!"
27 Terpaksa Pit tee jiu Wong Tin pak mengajak ketiga orang sutenya
berangkat menuju ke halaman belakang dimana Thi Eng khi dan
ibunya berdiam ......
Ketika mereka berempat tiba di halaman belakang, tampak
ruangan dimana Thi Eng khi berdiam lamat lamat masih kelihatan
ada cahaya lampu, dengan tenaga dalam mereka yang sempurna,
dapat didengar pula suara pembicaraan kedua orang itu.
Mereka berempat adalah jago-jago yang berjiwa terbuka, mereka
enggan mencuri dengar pembicaraan orang, maka suara langkah
kakinya sengaja diperberat.
Suara langkah kaki yang berat itu segera terdengar oleh Thi Eng
khi dan ibunya.
Terdengar Thi Eng khi menegur dari dalam ruangan :
"Empek Gui kah yang berada di luar?"
"Eng ji, kami berempat sengaja datang menyambangi ibumu!"
sahut Pit tee jiu Wong Tin pak dengan cepat.
"Empek Wong kah disitu?" sambung Thi hujin Yap Siu ling,
"merepotkan kalian semua, sungguh membuat aku merasa malu."
Pit tee jiu Wong Tin pak kuatir Thi hujin Yap Siu ling menampik
kedatangan mereka, buru-buru serunya :
"Tee moay, sudah lima tahun kita tak pernah bersua, bolehkah Ih
heng sekalian masuk kedalam rumah?"
Thi Eng khi keluar membuka pintu, kemudian mempersilahkan Pit
tee jiu Wong Tin pak sekalian berempat masuk ke dalam ruang tamu
yang bersih sekali.
Sebuah lentera tergantung diatas rumah dan menyiarkan sinar
berwarna merah, suasana dalam ruangan itu terasa amat sesak dan
membuat perasaan orang tidak tenang.
28 Beberapa saat kemudian, Thi hujin Yap Siu ling baru keluar dari
dalam kamarnya.
Pit tee jiu Wong Tin pak sekalian menyaksikan sepasang matanya
merah lagi membengkak, agaknya baru saja menangis, mereka
lantas tahu bahwa perempuan itu memaksakan diri menjumpai
mereka. Thi hujin Yap Siu ling berasal dari keluarga terpelajar, selain
menguasai dalam bidang sastra dan ilmu pengetahuan, diapun amat
cerdik dan halus berbudi, enam belas tahun hidup menjanda
membuatnya cukup memahami watak manusia. Dia sudah menduga
kalau Thian liong ngo siang tak akan melepaskan putra
kesayangannya dengan begitu saja.
Pertama karena dia harus menuruti pesan dari mertuanya, kedua
diapun enggan membiarkan putranya terjerumus dalam dunia
persilatan, sehingga mengalami nasib yang sama dengan ayahnya
maka mau tak mau dia harus mengeraskan hati untuk menampik
permintaan para empek dan putranya itu.
Dengan sinar mata yang was was dia memandang sekejap ke
wajah Thian liong su siang. Kemudian dengan alis mata berkenyit ia
menghela napas panjang.
"Aaaai.... empek Wong, apakah gunanya kau mendesak terus?"
Sesudah menghembuskan napas panjang serunya :
"Maksud hati maupun kesulitan yang kalian alami aku tak ingin
ambil peduli, pokoknya aku tahu bahwa kalian sangat berhasrat
untuk menarik Eng ji ke dalam perguruan Thian liong pay, sayang
sekali keluarga Thi pada saat ini cuma tinggal Eng ji seorang
seandainya kalian tidak mau melepaskan dirinya, dikemudian hari
bagaimana pula kalian bisa mempertanggung jawabkan diri di depan
gurunya yang telah tiada?"
Waktu itu sebenarnya Thi Eng khi sudah diliputi oleh kobaran
semangat yang luar biasa sebesarnya untuk melanjutkan karier dari
mendiang kakeknya, kalau bisa dia ingin sekali ibunya segera
menyanggupi permintaan itu.
29 Dengan waktunya yang suka bergerak, dia paling enggan untuk
hidup dalam kesepian dan sampai tua melewati suatu penghidupan
yang sederhana tanpa sesuatu pekerjaan.
Akan tetapi setelah menyaksikan wajah ibunya yang serius tapi
diliputi rasa sedih itu, hatinya menjadi tercekat dan tak berani lagi
untuk mengemukakan niatnya.
Dia cukup memahami watak dari ibunya itu, maka sekarang mau
tak mau dia harus berusaha keras untuk menekan perasaan yang
bergejolak didalam hatinya.
Begitu datang tadi, Thian liong su siang segera dibuat
membungkam oleh perkataan Thi hujin Yap Siu ling, dengan wajah
sedih mereka tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Dari perubahan paras muka mereka, Yap Siu ling bisa menangkap
kekecewaan di hati Thian liong su siang.
Tanpa terasa lagi sambil menghela napas sedih katanya :
"Sekarang waktu sudah cukup malam ....."
Pelan-pelan ia bangkit berdiri dan berhasrat untuk menghantar
tetamunya. Paras muka Thian liong su siang berubah hebat, Sin liu jiu Kwan
Tin see tak sanggup mengendalikan perasaannya lagi, dengan penuh
emosi teriaknya :
"Enso, kau mengira pesan dari mendiang suhu tidak ada
kemungkinan untuk diperbaiki?"
Paras muka Thi hujin Yap Siu ling menjadi pucat pasi karena
mendongkol. Dengan cepat, ia duduk kembali di tempat semula.
"Ngo-te, mengapa kau bicara sembarangan?" bentak Pit tee jiu
Wong Tin pak, "tindakanmu ini kurang sopan!"
30 Paras muka Sin lui jiu Kwan Tin see berubah menjadi merah
padam, sekalipun dia adalah seorang kakek yang hampir berusia
lima puluh tahunan, saking malunya dia sampai tak mampu
mendongakkan kembali kepalanya.
"Siaute berbicara tanpa maksud, harap enso jangan marah!"
buru-buru serunya agak tergagap.
Diantara Thian liong ngo siang, Sam ciat jiu Li Tin tang adalah
seorang jago yang paling pintar, meski oleh rentetan ucapan dari Thi
hujin tadi ia merasa agak gelagapan tapi setelah Sin lui jiu Kwan Tin
see berbicara secara berani, satu ingatan tiba-tiba melintas dalam
benaknya, dengan cepat dia berseru :
"Tee moay kau toh bukannya tidak tahu bagaimana watak Ngote,
dia adalah seorang yang berbicara blak-blakan, apa yang dipikirkan
diucapkan tanpa tedeng aling aling, aku harap kaupun bisa baik-baik
mengambil pertimbangan!"
Thi hujin Yap Siu ling bukannya tak tahu kalau Sin lui jiu Kwan
Tin See adalah seorang kasar yang jujur.
Tapi apa yang dipikirkan tak lain adalah keselamatan Thi Eng khi,
maka diapun tak ingin melepaskan keputusannya dengan begitu
saja. Dengan ucapan yang tajam bagaikan pisau, dia lantas berkata :
"Thian liong pay makin lama semakin besar orangnya, tak tahu
aturan, tak heran kalau nama besar perguruan kian hari kian
merosot dalam dunia persilatan!"
Ucapan tersebut meluncur seperti angin, menanti ia merasa kalau
perkataan itu terlalu berat, untuk ditarik kembali sudah terlambat.
Paras muka Thian liong su siang segera berubah hebat,
kepalanya ditundukkan rendah-rendah.
Melihat itu, Thi hujin Yap Siu ling merasa terperanjat sekali, buruburu
katanya lagi : "Para empek dan paman, aku telah salah berbicara, aku bukan
berbicara dengan maksud tertentu!"
31 Berbicara sampai disitu, dia lantas menutupi wajah sendiri dan
menangis tersedu-sedu.
"Tee moay, Tee moay!" seru Sam ciat jiu Li Tin tang berulang
kali, "Kau tidak salah berbicara, kami sebagai anggota Thian liong
pay memang pantas mendapat teguran ini. Cuma ... cuma....
perkataan dari Ngote agaknya bisa dipertimbangkan lagi."
Berbicara sampai disitu, dia lantas berhenti sambil menatap
wajah orang, dia berharap Thi hujin Yap Siu ling bisa memberi
kesempatan kepadanya untuk berbicara lebih lanjut.
Thi hujin Yap Siu ling dengan cepat mengendalikan perasaannya
yang pulih kembali dalam ketenangan, dia manggut manggut.
"Bila empek Li akan mengucapkan sesuatu, silahkan diutarakan!"
"Pesan dari mendiang suhu tidak boleh dilanggar oleh kita
sebagai anggota Thian liong pay," kata Sam ciat jiu Li Tin tang,
"cuma sebelum melaksanakan pesan dari mendiang suhu, siau heng
beranggapan bahwa kita harus memahami dahulu maksud yang
sebenarnya dari suhu mendiang, kita tak boleh membelenggu diri
dengan pelbagai masalah lain, sebab bila sampai demikian akhirnya
kita akan menjadi orang yang menentang pesan suhu mendiang."
Thi hujin Yap Siu ling cuma membungkam dan tundukkan
kepalanya sambil mendengarkan dengan seksama.
Terdengar Sam ciat jiu Li Tin tang melanjutkan kembali katakatanya
: "Dengan dalam dan saktinya ilmu silat perguruan kita, tanpa
memiliki bakat yang sangat bagus seperti yang dimiliki mendiang
suhu dan Tiong giok sute, tak mungkin seseorang bisa mencapai
kesempurnaan. Betul Ih heng berlima adalah murid Thian liong pay,
tapi lantaran bakat yang terbatas, sekalipun sudah melatih diri
secara tekun atas ilmu silat aliran Thian liong pay, hasilnya juga
terbatas sampai sepersatu dua saja, dalam dunia persilatan yang
begitu luas sesungguhnya sulit sekali untuk menampilkan diri."
32 Suara pembicaraannya makin lama makin keras :
"Semenjak suhu menjadi putus asa karena lenyapnya putra
tercinta, dan lagi tahu kalau api kehidupannya hampir padam,
apalagi menyaksikan partai Thian liong sudah tidak ada ahli warisnya
lagi, daripada membuat malu nama perguruan dimata umum,
akhirnya diputuskan untuk menarik diri dari keramaian dunia
persilatan, kalau berbicara dari keadaan waktu itu, tindakan suhu
memang sangat tepat sekali."
Setelah menghela napas panjang, dia melanjutkan kembali katakatanya
lebih jauh : "Tapi keputusan yang diambil In su ketika itu adalah didasarkan
pada tiadanya keturunan dalam perguruan Thian liong pay, maka
diputuskan untuk menarik diri, dia orang tua tidak menyangka kalau
Eng ji memiliki bakat yang bagus dan kecerdikan yang luar biasa,
sesungguhnya dialah seorang berbakat bagus yang sukar dijumpai
dalam seratus tahun ini, coba kalau Eng ji dilahirkan sebelum dia
orang tua pergi, setelah melihat bakatnya yang bagus itu, aku pikir
dia orang tua pasti tak akan mengambil keputusan begitu."
Kembali ia berhenti sejenak untuk berganti napas lalu terusnya :
"Mengenai persoalan ini, Ih heng berlima telah melakukan
penyelidikan serta pembahasan yang terperinci setelah mendapat
pesan dari Insu, tapi ketika Eng ji berusia lima tahun, kami baru
mendapatkan pandangan yang lain terhadap pesan Insu tersebut,
bersamaan itu pula kamipun telah mengambil keputusan baru yang
lain." Thi hujin Yap Siu ling bukannya seorang yang bodoh, perkataan
dari Sam ciat jiu tersebut segera menggerakkan hatinya tapi ketika
teringat kembali kalau suaminya juga seorang lelaki yang dianggap
berbakat bagus, tapi justru karenanya dia kehilangan dia, paras
mukanya dengan cepat berubah kembali.
Sam ciat jiu Li Tin tang memandang sekejap kearah Thi hujin
kemudian melanjutkan
"Ketika Eng ji berusia lima tahun kami berempat mendapat
perintah dari Ciangbun suheng untuk menjelajahi dunia persilatan
guna menemukan empat jenis bahan obat yang bisa dipakai untuk


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

33 mencuci tulang dan memperkuat otot, ternyata Thian tidak menyia
nyiakan harapan kami, rupanya Thian liong pay memang ditakdirkan
bisa bangkit kembali dari keruntuhan, akhirnya kami berempat
berhasil untuk mewujudkan cita-cita tersebut ...."
Demi merebut simpatik orang dengan suara yang sengaja
diperkeras terusnya :
"Tapi akibat dari keberhasilan itu kami berempatpun telah
berubah menjadi begini rupa, jiko kehilangan sebelah matanya, sute
kehilangan sebuah lengannya, paras muka ngote berubah bentuk,
yang paling beruntung adalah aku, cuma kehilangan sebuah otot
kaki belaka."
Paras muka Thi hujin kembali berubha hebat, dia berpaling dan
memandang sekejap kearah Thi Eng khi yang sedang berdiri dengan
air mata bercucuran itu, setelah menghela napas diapun tak tega
untuk berkata lebih lanjut.
Waktu itu Sam ciat jiu Li Tin tang yang sudah merasa kehabisan
bahan pembicaraan, dengan memaksa diri katanya lagi :
"Benda itu adalah Cian nian soat lian, empedu combaret emas
berkaki sembilan, darah Gin hok sim tau hiat serta Jit gwe cay hong
lok ....."
Seraya berpaling kearah Thi Eng katanya kemudian :
"Eng ji, beberapa macam obat mestika itu tersimpan didalam
empat kotak biru yang kami bawa pulang tadi, kau tentunya sudah
melihat sendiri bukan?"
Sekalipun Thi Eng khi bukan orang persilatan akan tetapi sebagai
seorang yang berpengetahuan luas, dia tahu bahwa bahan obatobatan
yang dimaksud itu adalah benda mestika yang bisa dijumpai
tak bisa dicari, ternyata keempat empek dan pamannya dengan
mengorbankan waktu hampir sepuluh tahun lamanya untuk
mewujudkan suatu impian menjadi kenyataan, hal ini membuktikan
betapa besarnya semangat serta tekad mereka.
34 Pokoknya diapun terbayang kembali semua kegagahan dan
kehebatan kakek dan ayahnya dimasa lalu, masakah dia harus hidup
sederhana begini sepanjang masa"
Berpikir sampai disitu, darah panas dalam rongga dadanya terasa
bergelora keras tanpa terasa lagi teriaknya :
"Ibu .....!"
Tapi dengan cepat ia terbayang kembali kasih sayang ibunya
yang sudah enam belas tahun hidup menjanda itu, apa yang
menyebabkan dirinya sampai menanggung derita" Bukankah karena
dia" Sekarang, jika sampai berbuat yang macam-macam, bukankah
hal ini kan menusuk perasaan orang tuanya.
Sebagai seorang anak yang berbakti berpikir sampai disitu, ia
menjadi tak mampu untuk melanjutkan kembali kata-katanya.
Dari perubahan mimik wajah putranya itu, Thi hujin Yap Siu ling
dapat menebak jalan pikirannya. Dengan wajah sedih dia lantas
berkata : "Eng ji, Ibu bersedia mendengarkan pendapatmu!"
Thi Eng khi yang pintar sudah barang tentu bisa memahami
perasaan ibunya yang menderita, ia merasa dirinya tidak menurut
keinginan ibunya, maka sekalipun akhirnya dia dapat berkelana
dalam dunia persilatan, selamanya hatipun tak pernah akan tenang.
Maka dengan air mata bercucuran katanya :
"Ananda siap mendengarkan perintah ibu!"
"Nak," kata Thi hujin dengan air mata bercucuran, "Ibu dapat
memahami perasaanmu, tapi ..... tapi akupun tak dapat memenuhi
keinginanmu itu!"
Thian liong su siang yang menghadapi kejadian ini segera
merasakan keringat sebesar kacang kedelai bercucuran membasahi
dahinya. 35 Pit tee jiu Wong Tin pak merasa sangat kecewa, pikirnya :
"Sekalipun kukeluarkan surat dari ciangbun suheng pada saat ini
mungkin hal ini pun akan sia-sia belaka ....."
Untuk sesaat lamanya dia menjadi ragu dan tak tahu apa yang
musti dilakukan.
Sin lui jiu Kwan Tin see sama sekali tidak menggubris masalah
itu, karena sedang mangkel dia lupa kalau tadi dirinya sudah salah
berbicara, dengan suara lantang teriaknya :
"Ji suheng, apakah kau sudah lupa dengan pesanan ciangbun
suheng?" Sinar mata losam dan losu pun bersama-sama dialihkan ke wajah
sang loji. Dengan perasaan apa boleh buat Pit tee jiu Wong Tin pak segera
mengangsurkan surat Kay thian jiu Gui Tin tiong seraya berkata :
"Disini ada sepucuk surat dari toa suheng silahkan Tee moay
untuk memeriksa!"
Thi hujin Yap Siu ling menerima surat itu dan baca sebentar,
mendadak sekujur badannya gemetar keras dengan wajah berubah
hebat serunya dengan hati yang pilu :
"Aaah..... empek Gui, kau .... kau.... kau...."
Mendadak teringat olehnya bahwa persoalan ini harus cepatcepat
diberitahukan kepada Thian liong su siang, maka dengan
wajah tegang teriaknya keras-keras :
"Cepat! Cepat kembali! Empek Gui telah bunuh diri ....!"
Thian liong su siang bersama-sama berpekik panjang, kemudian
dengan melompat dinding lari meninggalkan tempat itu.
Dengan air mata bercucuran Thi hujin Yap Siu ling berpaling ke
arah Thi Eng khi yang masih berdiri terbelalak itu seraya berseru :
"Nak, mari kita menyusul kesana!"
36 Ketika tiba dipintu gerbang Thian liong pay, ibu dan anak berdua
tiba-tiba berhenti.
Rupanya berhubung Thi hujin dan Thi Eng khi bukan anggota
perguruan Thian liong pay, sekalipun hidup bersama dengan Thian
liong ngo siang, selama ini belum pernah melangkah masuk barang
selangkahpun ke dalam pusat markas dari Thian liong pay itu.
Maka ketika tiba di pintu gerbang, mereka pun ragu-ragu untuk
melangkah masuk kedalam ruangan itu.
Kendatipun demikian, suasana dalam sin thong tersebut dapat
terlihat amat jelas.
Tampak Kay thian jiu Gui Tin tiong terkapar di depan meja altar
dan sama sekali tak berkutik, sementara Thian liong su siang berdiri
dikedua belah sisinya dengan wajah terbelalak dan kehilangan
konsentrasi, rupanya mereka dibuat tertegun oleh musibah yang
terjadi diluar dugaan ini.
Tiba-tiba Thi hujin Yap Siu ling berteriak dari pintu luar :
"Bolehkah siaumoy dan Eng ji masuk kedalam?"
Dengan perasaan terkejut Thian liong su siang tersadar kembali
dari lamunannya.
Tiba-tiba Pit tee jiu Wong Tin pak berguman :
"Kematian toa suheng tidak sia-sia, Thian liong pay kami akhirnya
tertolong juga!"
Thian liong ngo siang adalah anggota-anggota setia dari Thian
liong pay, mereka bersedia mengorbankan jiwa sendiri demi
kepentingan perguruan sekalipun kematian Toa suhengnya
mendatangkan perasaan yang pilu dihati masing-masing, tapi
kemunculan Thi hujin didepan pintu justru mendatangkan harapan
besar bagi mereka.
Jilid 2 37 Thian liong su siang segera memisahkan diri ke samping dan
menyambut kedatangan perempuan itu dengan hormat.
"Tee moay maupun Eng ji adalah keluarga langsung dari Insu,
kalian tidak terhitung orang luar, silahkan masuk!" kata Pit tee jiu
Wong Tin pak mewakili rekan-rekannya.
Thi hujin Yap Siu ling merasakan hatinya menjadi kecut, dengan
sedih ia membimbing Thi Eng khi masuk kedalam ruangan.
Dalam pada itu Thi hujin telah mengambil suatu keputusan yang
paling berat didalam hatinya, tampak perempuan itu dengan tekad
yang besar berjalan ke depan jenazah Kay thian jiu Gui Tin tiong.
Setelah memberi hormat, katanya :
"Empek Gui, buat apa kau mesti berbuat demikian?"
Waktu itu dia melakukan hanya menurut suara hati sendiri, tibatiba
dihadapan patung Keng thian giok cu Thi Keng dia berlutut dan
menyembah sambil menangis, katanya :
"Ooooh ..... kongkong! Anak menantu berharap agar tindakanku
kali ini tidak keliru, bila toh melanggar kehendak hatimu, harap kau
bersedia memandang diatas partai Thian liong untuk memaafkan
anak menantumu beserta Eng ji!"
Selesai berdoa, ia menyembah tiga kali baru bangkit berdiri,
cuma saat ini wajahnya telah berubah menjadi amat serius.
Ia memberi tanda agar Thi Eng khi berlutut pula didepan patung
pemujaan, lalu katanya :
"Nak, mulai sekarang ibu telah menyerahkan dirimu kepada
partai Thian liong. Kau harus baik-baik menuruti ucapan toa supek!"
Setelah itu dia baru membentang surat wasiat dari Kay thian jiu
Gui Tin tiong dan membaca isi surat dengan lantang :
"Surat ini tertuju untuk Siu ling tee moay, Wong, Li, Oh, Kwan
empat orang sute serta keponakan Eng khi ......"
38 Rupanya surat itu bukan khusus ditinggalkan buat Thi hujin Yap
Siu ling seorang, melainkan meliputi segenap orang yang hadir
didalam ruang sin thong tersebut.
Sementara itu, Thi Eng khi telah berlutut dihadapan ibunya,
sementara Thian liong su siang juga bersama-sama menjatuhkan diri
berlutut dibelakang Thi Eng khi.
Berbicara bagi mereka maka pembacaan isi surat tersebut sama
halnya dengan mendengar pesan terakhir dari ciangbunjin angkatan
ke sepuluh dari Thian liong pay, karena itu dengan sikap hormat
mereka siap mendengarkannya.
"Perguruan kita Thian liong pay semenjak pendiriannya sampai
sembilan keturunan berikutnya, semua adalah tokoh-tokoh sakti
yang memiliki kemampuan melebihi orang lain, itulah sebabnya
sejarah partai kita bisa berlangsung empat ratus tahun turun
temurun dengan cemerlangnya.
Keponakan Eng khi merupakan manusia berbakat yang paling
tepat menjadi pilihan kita untuk mendalami ilmu silat partai serta
melanjutkan perjuangan untuk menekan kembali nama baik partai
kita dalam mata masyarakat.
Sayang oleh karena pesan dari Insu, menyebabkan ia tak dapat
memasuki partai kita lagi. Permintaan yang terlalu memaksa selain
akan melanggar pesan Insu juga akan menjerumuskan Siu ling tee
moay ke dalam posisi tidak terbakti, hal ini jelas jangan sampai
terjadi pada anggota Thian liong pay maupun Siu ling tee moay
sendiri. Orang bilang : Untuk melepaskan keleningan, harus menyuruh
orang yang mengikat keleningan itu sendiri. Maka bila kita inginkan
keponakan Eng khi masuk menjadi anggota perguruan kita, satusatunya
cara adalah memohon mendiang Insu untuk menarik
kembali pesannya itu!
Ih heng sudah banyak menerima budi kebaikan dari perguruan,
apalagi menjabat sebagai seorang ketua, sudah sewajarnya memiliki
39 hal serta kewajiban untuk melaksanakan tugas berat ini. Oleh sebab
itu, kepergianku ini selain mempunyai tujuan, bahkan mempunyai
niat yang dalam sekali untuk melenyapkan rintangan yang amat
berat itu. Setelah aku pergi, sendainya Siu ling tee moay berubah pikiran
dan mengijinkan keponakan Eng khi untuk menjadi anggota
perguruan kita. Itu pertanda kalau Insu telah mengijinkan
permintaanku untuk mencabut kembali pesannya, maka segala
tindakan lebih lanjut selain tidak melanggar pesan Insu, Siu ling tee
moay juga tidak melakukan perbuatan yang tak berbakti, harap sute
berempat serta Siu ling tee moay dapat memakluminya.
Ketika berbicara sampai disitu, Thi hujin Yap Siu ling tak dapat
mengendalikan rasa sedihnya lagi, ia menangis tersedu-sedu.
Membaca dari surat wasiat tersebut, dapat diketahui bahwa Kay
thian jiu Gui Tin tiong memang berniat untuk mengorbankan jiwanya
untuk menembusi jalan buntu yang selama ini mencekam diri
mereka, dari sini bisa diketahui sampai berapa dalamnya niat yang
terkandung didalam hatinya.
Selang sejenak kemudian, Yap Siu ling melanjutkan kembali
pembacaan surat tersebut.
"Berikut ini adalah peraturan yang harus diperhatikan untuk
membawa keponakan Eng khi masuk ke perguruan.
Pertama, setelah menyembah didepan meja abu dari para sucou
sekalian, dia akan menjadi anggota perguruan angkatan kesebelas
dari perguruan Thian liong pay kita, anak meneruskan karier
ayahnya. Kepandaian diwariskan turun temurun karena itu tak usah
dilangsungkan pengangkatan guru lagi. Segera berikan keempat
macam benda mestika itu untuk diminumnya, daripada malam yang
panjang akan menimbulkan impian yang banyak, sehingga barang
itu diincar orang dan mengakibatkan timbulnya kejadian diluar
dugaan. 40 Kedua, setelah masuk kedalam perguruan, dia diangkat menjadi
ketua partai angkatan kesepuluh serta berhak untuk menyelami ilmu
silat yang tercantum dalam kitab pusaka Thian liong pit kip dan
mengikuti cara Pek hui tiau yang toahoat melakukan semedi selama
tiga bulan agar bisa menyerap kemujaraban keempat macam bahan
obat-obatan tersebut. Meski aku menjabat sebagai ketua perguruan
angkatan ke sepuluh, sayang kemampuanku sangat minim dan tak
mampu berbuat apa-apa, aku tidak pantas menjajarkan namaku
diantara para cousu lainnya, itulah sebabnya sejak menjabat sebagai
ketua, aku tidak berani mempelajari kitab pusaka Thian liong pit kip.
Sesungguhnya belum terhitung resmi sebagai seorang ketua, oleh
karena itu Eng ji secara langsung menempati kedudukan ketua
partai angkatan ke sepuluh agar kedudukan mana tak sampai luang.
Ketiga, tempat penyimpanan kitab pusaka Thian liong pit kip
serta cara membuka tempat itu telah kusampaikan kepada jite,
harap jite menyampaikan langsung kepada Eng ji untuk
dilaksanakan. Keempat, pil mustika Toh mia kim wan yang merupakan barang
mustika perguruan kita masih ada tiga butir, bilamana perlu berikan
kepada Eng ji untuk dimakan sehingga mempercepat kemajuan yang
akan dicapai dalam tenaga dalamnya.
Kelima, sejak Eng ji berusia lima tahun aku telah mewariskan
ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang kepadanya dengan maksud
untuk memperkuat badannya, dengan bakat yang dimiliki Eng ji
dalam sepuluh tahun latihan sudah pasti telah memberikan hasil
yang baik, karena itu perlu kuberitahukan hal ini kepada sute
sekalian. Keenam, Eng ji berkewajiban membangun kembali nama
perguruan kita dari puing-puing kehancuran, tugas ini tidak ringan,
maka selama belajar silat, semua perhatiannya harus terpusatkan
menjadi satu, kemudian setelah berkelana dalam dunia persilatan


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilarang sombong dan tekebur, dengan demikian orang baru akan
bersedia memberikan bantuannya.
41 Sayang kertas terlalu pendek dan isi hatiku masih banyak, tapi
singkatnya saja kita tak boleh sampai melupakan "kesetiaan,
bertanggung jawab, kebajikan dan cinta kasih" sebab keempat hal
ini penting sekali bagi kehidupan seorang manusia.
Tertanda..... "Gui Tin tiong, murid angkatan kesepuluh pada
tahun x bulan x tanggal x"
Ketika Thi hujin Yap Sui ling selesai membaca isi surat dari
kepedihan Kay thian jiu Gui Tin tiong ini, seketika itu juga seluruh
ruangan Sin thong diliputi suasana yang amat sedih.
Untung saja, Thian liong su siang adalah jago-jago persilatan
yang cukup berpengalaman sekalipun merasa sedih atas
kepergiannya saudaranya, tapi merekapun tahu akibatnya harapan
bagi perguruannya untuk muncul kembali dalam dunia persilatan
semakin besar. Hal mana sudah barang tentu merupakan suatu peristiwa besar
yang pantas dirayakan oleh anak murid Thian liong pay.
Oleh sebab itu, Thian liong su siang segera menyeka air mata
dan menghibur Thi hujin dan Thi Eng khi agar berhenti menangis,
kemudian menggotong sebuah kursi kebesaran dan diletakkan di
tengah ruangan, lalu menggotong jenazah dari Kay thian jiu Gui Tin
tiong untuk didudukkan pada kursi tersebut.
Selesai memberi hormat, dengan dipimpin oleh Pit tee jiu Wong
Tin pak maka sebagaimana pesan Kay thian jiu Gui Tin tiong, segera
dilangsungkan upacara pengangkatan Thi Eng khi sebagai
ciangbunjin angkatan ke sepuluh dari perguruan Thian liong pay.
Thi Eng khi sendiri, sekalipun masih muda dan cetek
pengalamannya tapi tidak sedikit buku yang pernah dibaca olehnya,
diapun tidak menampik lagi maksud orang untuk mengangkat dirinya
sebagai ketua perguruan yang baru.
Hanya saja terhadap surat wasiat Kay thian jiu Gui Tin tiong telah
dilakukan beberapa perbaikan, antara lain :
42 Pertama, pengorbanan serta kesetiaan Kay thian jiu Gui Tin tiong
terhadap penguruan sangat agung dan mulia, sepantasnya kalau ia
menjadi ketua angkatan ke sepuluh dari Thian liong pay, sementara
ia sendiri hanya pantas menduduki jabatan sebagai ketua angkatan
kesebelas. Kedua, usia Kay thian jiu Gui Tin tiong cukup tua, kedudukannya
tinggi dan jasanya besar bagi perguruan, dia ingin mengangkat Gui
Tin tiong sebagai gurunya sebagai rasa terima kasih dan hormatnya
kepada orang tua itu.
Dua hal tersebut semuanya merupakan hal-hal yang sudah
sewajarnya demikian, maka Thian liong su siang juga tidak
menyatakan keberatan. Bukan saja mereka tak mampu
mengucapkan kata-kata keberatan, bahkan dari sini dapat terlihat
betapa bijaksananya Thi Eng khi didalam menganalisa persoalan,
diam-diam mereka bersyukur karena perguruan mereka akhirnya
menemukan juga seorang pemimpin yang cakap.
Maka dari itu, setelah Thi Eng khi menjalankan upacara besar
untuk mengangkat Kay thian jiu Gui Tin tiong sebagai gurunya,
kemudian dipimpin oleh Thian liong su siang diadakan pula upacara
pengangkatan Thi Eng khi sebagai ketua angkatan ke sebelas dari
perguruan Thian liong pay ......
Meski sederhana sekali jalannya upacara namun mendatangkan
suasana yang penuh rasa haru dan serius, semua upacara dipimpin
langsung oleh Pit tee jiu Wong Tin pak.
Sambil berdiri di sebelah kiri meja altar Pit tee jiu Wong Tin pak
segera berseru dengan suara lantang :
"Wujudkan kembali kecemerlangan dan kejayaan perguruan
kita!" "Nama kita akan terkenal kembali sampai dimana-mana!" sorak
tiga orang lainnya dengan keras.
43 Mereka berempat bersama-sama berkelebat keluar dari ruang Sin
thong, ketika balik kembali mereka semua telah berganti dengan
satu stel jubah panjang berwarna biru.
Jubah berwarna biru sebenarnya adalah baju seragam dari Thian
liong pay, tapi semenjak berita kematian dari Keng thian giok cu Thi
Keng tersiar datang pada dua puluh tahun berselang, anak murid
Thian liong pay telah mengganti seragamnya menjadi warna abuabu
yang gelap, ini sebagai pertanda duka cita segenap anggota
perguruan terhadap musibah yang telah menimpa perguruan
mereka. Kini ketua baru telah diangkat, Pit tee jiu lantas menitahkan
untuk berganti baju biru hal mana sebagai pertanda bahwa mereka
telah bersiap untuk memasuki kembali arena dunia persilatan serta
memperjuangkan kembali nama perguruan di mata umum.
Tentu saja hal mana merupakan keinginan dan harapan dari
Thian liong ngo siang, sedang mengenai berhasil atau tidaknya, hal
ini tergantung pada perjuangan dari Thi Eng khi dikemudian hari.
Kini Pit tee jiu Wong Tin pak telah - missing page 15 -
Sekarang secara resmi dia telah menjadi ketua baru angkatan ke
sebelas dari perguruan Thian liong pay.
Selesai upacara, Thi Eng khi duduk bersama ibunya, sementara
Thian liong su siang dengan senyum dikulum dan wajah yang ringan
mengiringi duduk di kedua belah sisinya.
Sambil tersenyum Sam ciat jiu Li Tin tang lantas bertanya :
"Ciangbunjin telah berlatih ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang
semenjak sepuluh tahun berselang, entah sampai dimanakah
keberhasilan yang telah dicapai?"
Thi Eng khi tertawa.
"Semenjak siautit mendapat pelajaran ilmu Sian thian bu khek ji
gi sin kang, selama sepuluh tahun terakhir ini tak pernah lupa untuk
44 melatihnya, supek, coba kau lihat, bukankah tubuhku menjadi lebih
kekar dan kuat?"
Belum sempat Sam ciat jiu Li Tin tang menjawab, Pit tee jiu
Wong Tin pak telah melototkan mata tunggalnya sambil menukas :
"Harap di dalam pembicaraan dengan anggota partai, ciangbunjin
musti ingat kalau tingkat kedudukan ciangbunjin lebih tinggi, karena
itu tak boleh menyebut diri sebagai siautit, sepantasnya jika
menyebut diri sebagai Pun coh (aku yang mulia)."
Mula-mula Thi Eng khi agak tertegun, kemudian sahutnya dengan
mengangguk : "Terima kasih atas peringatan dari supek, pun coh tahu!"
Thi hujin Yap Siu ling merasakan hatinya amat sedih, apalagi
teringat bahwa dengan diangkatnya Thi Eng khi sebagai seorang
ciangbunjin, tanpa terasa telah memberikan bahan pikiran lagi
baginya. Ini membuat hatinya menjadi amat sedih.
Dengan kening berkerut dan gelengkan kepalanya berulang kali,
ujarnya dengan sedih :
"Menurut pendapat siaumoay, kecuali sedang berada dalam tugas
perguruan, dalam kehidupan sehari-hari lebih baik biarlah Eng ji
menggunakan sebutan sebagaimana biasanya saja, dengan begitu
hubungan diantara kita pun tak sampai terlalu kaku ..."
Sin lui jiu Kwan Tin see yang mendengar usul tersebut, tanpa
mempedulikan lagi bagaimana pendapat dari ketiga orang
suhengnya, dengan cepat ia bertepuk tangan seraya berseru :
"Ucapan enso memang tepat sekali, siaute paling benci dengan
segala macam adat yang kaku, Eng ji benar bukan perkataanku ini?"
Thi Eng khi juga merasa gembira sekali, sahutnya :
"Siautit merasa amat setuju, entah bagaimana dengan pendapat
supek lainnya?"
Sam ciat jiu serta San tian jiu hanya tersenyum belaka tanpa
menjawab. 45 Pit tee jiu Wong Tin pak yang merasa usul tersebut berasal
darinya, tentu saja tak dapat berdiam diri belaka, sambil tertawa
sahutnya : "Jika tee moay memang berpendapat demikian, terpaksa Ih heng
harus menarik kembali perkataanku tadi."
Sam ciat jiu Li Tin tang segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah .....haaah...... haaahh... tee moay sungguh hebat, hanya
dengan sepatah kata, ia berhasil membuat berubahnya jalan pikiran
loji yang kolot, sungguh susah, sungguh susah."
Kemudian sambil mengembalikan persoalan ke pokok masalah
semula, katanya lagi:
"Eng ji, tahukah kau bahwa Sian thian bu khek ji gi sin kang
merupakan sim hoat tenaga dalam yang tiada keduanya dalam
perguruan kita" Sejak sepuluh tahun berselang kau telah
mempelajari simhoat tersebut, sesungguhnya sejak saat itu juga kau
telah menjadi anggota dari perguruan kita ini."
Thi hujin Yap Siu ling agak tertegun lalu katanya :
"Eng ji juga pernah mengajarkan ilmu Sian thian bu khek ji gi sin
kang kepadaku sebagai ilmu untuk menyehatkan badan, apakah aku
juga termasuk anggota Thian liong pay?"
Kiranya ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang adalah suatu
kepandaian yang luar biasa, siapa saja yang melatih kepandaian ini,
entah tenaga dalamnya masih cetek atau sudah sempurna, tiada ciriciri
khas yang bisa dilihat dari luar seandainya tidak dikatakan
sekalipun anggota perguruan sendiri juga tidak mengetahuinya.
Itulah sebabnya setelah Thi hujin Yap Siu ling berkata demikian,
kontan saja Thian liong su siang tertawa terbahak-bahak karena
gembira. Pit tee jiu Wong Tin pak menghela napas dan manggut-manggut,
katanya kemudian:
"Aaai ..... tidak disangka umpama kamu selain berhasil meraih
Eng ji rupanya juga relah mendapatkan pula seorang sumoay.
Kejadian ini sungguh menggembirakan sekali. Meski Thian liong ngo
46 siang telah kehilangan seorang tapi sekarang telah mendapatkan
gantinya lagi, itu berarti Thian liong ngo siang akan tetap utuh.
Sumoay cepat kemari dan menyembah kepada Cousu untuk masuk
ke dalam perguruan Thian liong pay .... !"
Mendengar perkataan itu, Thi hujin merasa terkejut, setelah
termenung sbentar dia baru berkata :
"Meskipun aku tidak mengerti soal ilmu silat, tapi dapat
kurasakan betapa mulianya tujuan Gui suheng didalam mengatur
segala sesuatunya itu, yaa, aku memang seharusnya turut masuk
kedalam tubuh perguruan Thian liong pay, sekalian bisa mengawasi
Eng ji dalam latihan ilmu."
Berbicara sampai disitu, dia lantas bangkit berdiri dan memberi
hormat kepada Cousu dimeja abu, dengan begitu secara resmi iapun
telah menjadi anggota perguruan Thian liong pay.
Setelah bergembira sebentar, Sam ciat jiu Li Tin tang baru
memegang nadi Thi Eng khi seraya berkata :
"Eng ji, coba aturlah pernapasanmu, akan kulihat sampai
dimanakah taraf tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang yang
berhasil kau raih ....?"
Thi Eng khi segera menghimpun tenaga dalamnya dan mengatur
pernapasan, tak lama kemudian ia sudah berada dalam keadaan
lupa diri. Rupanya ilmu tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang dari
Thian liong pay memiliki ciri yang khas, yakni sewaktu mengatur
pernapasan tidak selalu harus duduk bersila, dalam posisi yang
macam apapun juga, latihan bisa dilakukan.
Dengan wajah terkejut bercampur keheranan Sam ciat jiu Li Tin
tang memandang sekejap kearah pemuda itu, kemudian serunya :
"Benar-benar luar biasa, Suheng! Sute! Cepat kemari, coba kalian
lihat diri Eng ji!"
47 Buru-buru tiga orang lainnya datang memeriksa, kemudian
mereka berempat bersama-sama mendongakkan kepalanya dan
tertawa tergelak.
Thi hujin Yap Siu ling menjadi tertegun segera tanyanya :
"Suheng sekalian, apa yang menyebabkan kalian tertawa
seringan itu .....?"
Sambil tertawa sahut Sam ciat jiu Li Tin tang.
"Kesempurnaan tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang
yang dimiliki Eng ji sekarang sudah bukan tandingan dari kami
suheng te lagi, bukankah kejadian ini pantas digirangkan?"
Mendengarkan itu, Thi hujin turut gembira sekali.
Pit tee jiu Wong Tin pak lantas berkata pula :
"Bakat yang dimiliki Eng ji sungguh luar biasa sekali, berbicara
dengan kemampuan yang dimiliki sekarang, boleh dibilang sudah
jauh melampaui apa yang berhasil diraih Tiong giok sute ketika
meninggalkan rumah dulu. Sebenarnya kami bermaksud untuk
memberikan pil mestika Toh mia kim wan untuk menambah daya
kekuatan lebih dulu, kemudian bahan obat tersebut, tapi sekarang
rasanya tak perlu berbuat demikian lagi. Pil mestika Toh mia kim
wan bisa disimpan untuk menolong orang dikemudian hari
sedangkan keempat macam obat mestika ini boleh segera diminum,
kemudian mengeluarkan kitab Thian liong pit kip dan membiarkan ia
melatih diri selama tiga bulan dengan ilmu Pek hui tiau yang toahoat
dalam waktu singkat tenaga dalam yang berhasil dicapainya itu pasti
akan sudah mencapai puncak kesempurnaan."
Mendengar perkataan itu, semua orang segera bersorak
kegirangan. Empat macam obat mujarab dibawa oleh keempat orang yang
mendapatkannya dipersembahkan kehadapan Thi Eng khi.
Sedangkan Thi Eng khi pun segera menelan keempat macam
bahan obat tersebut kedalam perut, dia merasa takarannya
terlampau sedikit sehingga bagaimanakah rasanya pun tidak
48 diketahui olehnya. Terutama sekali setelah menelan obat itu sama
sekali tidak memberikan reaksi apa-apa, ia jadi curiga apakah obat
tersebut benar-benar berkasiat atau cuma bernama kosong belaka.
Melihat kecurigaan orang, Pit tee jiu Wong Tin pak hanya
tersenyum, setelah memberitahukan tempat penyimpanan kitab
Thian liong pit kip serta cara untuk mengambilnya dia bersama sute
moaynya mengundurkan diri dari sana agar Thi Eng khi bisa berlatih
seorang diri. Tapi Thi Eng khi tidak berpendapat demikian, katanya :
"Para supek dan susiok, lebih baik temanilah siautit untuk
mempelajari bersama kitab pusaka Thian liong pit kip itu!"
Mendengar ucapan tersebut, dengan serius Pit tee jiu Wong Tin
pak berkata : "Sejak partai Thian liong pay didirikan hanya ciangbunjin seorang
yang berhak untuk mempelajari isi kitab Thian liong pit kip,
sementara murid-murid lainnya hanya mendapat pelajaran dari
ciangbunjin, peraturan ini sudah berlangsung turun temurun, jadi
tidak seharusnya kalau ciangbunjin melanggar kebiasaan tersebut."
Thi Eng khi segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian
dengan wajah yang serius dia menghampiri meja abu Cousunya dan
berdoa dengan wajah bersungguh-sungguh. Setelah itu, dia baru
membalikkan badannya sambil berkata :
"Sekarang perguruan kita sedang berada dalam keadaan yang


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lemah, mara bahaya datang mengancam dari mana-mana, dalam
keadaan demikian perguruan membutuhkan orang-orang yang
berilmu tinggi. Itulah sebabnya aku telah berdoa di depan meja abu
Cousu dan meminta perubahan untuk peraturan tersebut. Sejak dari
angkatanku sekarang, setiap murid yang mempunyai kecerdasan
yang baik serta bakat yang bagus diijinkan untuk mempelajari
sendiri kitab tersebut!"
Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan :
"Anggota Thian liong pay Wong Tin pak, Li Tin tang, Oh Tin lam,
Kwan Tin see dan Yap Siu ling berlima sekarang juga kuperintahkan
49 untuk turut serta dalam mempelajari kitab pusaka Thian liong pit kip,
siapapun tak boleh membangkang!"
Perkataan itu diucapkan dengan wajah serius dan suara nyaring,
terpancar jelas kewibawaannya sebagai seorang ciangbunjin, tak
urung Thian liong ngo siang dibikin tertegun juga untuk beberapa
saat lamanya. Mereka hanya merasakan bayangan tubuh dari Thi Eng khi
seakan-akan makin lama semakin membesar, sedemikian besarnya
sampai menyelimuti seluruh meja altar. Mereka merasa seolah-olah
perkataan itu bagaikan muncul dari mulut cousu mereka sendiri
sehingga kesemuanya ini membuat mereka terkesiap.
Dengan wajah berubah hebat Thian liong ngo siang segera
menjatuhkan diri berlutut.
Kata Pit tee jiu Wong Tin pak dengan lantang :
"Teecu Wong Tin pak berlima menerima perintah ciangbunjin dan
mengucapkan terima kasih banyak atas kemurahan hati cousu!"
Setelah menerima penghormatan itu, dengan senyuman dikulum
Thi Eng khi lantas berkata :
"Silahkan susiok sekalian bangkit berdiri! Asal kalian mau
menunjang maksudku, aku merasa amat gembira sekali."
Dengan dilepaskannya kedudukan sebagai seorang ciangbunjin,
keseriusan wajahnya pun berangsur melunak kembali.
Sam ciat jiu Li Tin tang terbahak-bahak saking terharunya, ia
lantas berkata :
"Ciangbun sutit, kau benar-benar hebat, dengan mengandalkan
kebesaran jiwamu itu, sudah dapat dipastikan perguruan kita akan
jaya kembali dalam dunia persilatan."
"Benar!" Pit tee jiu Wong Tin pak melanjutkan, "kebesaran jiwa
dan kebijaksanaan ciangbun sutit dalam mengambil keputusan
sungguh mencerminkan keluhuran budi ciangbunjin, kami sekalian
dapat memahami maksud hati dari ciangbunjin itu."
50 Mendengar kata-kata tunjangan yang diberikan para supek dan
susioknya ini, sekulum senyuman dengan cepat menghiasi bibir Thi
Eng khi ..................
Mendadak dengan wajah serius Pit tee jiu Wong Tin pak berkata
kembali : "Silahkan ciangbun sutit untuk segera mengambil kitan pusaka
Thian liong pit kip tersebut!"
"Harap supek bersedia untuk membantu!"
"Baik!" kata Pit tee jiu Wong Tin pak kemudian.
Dengan cepat badannya melambung keudara dan menerjang ke
arah lentera berbintang tujuh nomor tiga dari samping ruangan
kemudian ditariknya lentera itu empat kali dan mengayunnya tiga
kali. Semua gerakan tersebut dilakukan dengan tubuh melambung
ditengah udara, tanpa tenaga dalam yang sempurna, mustahil bisa
melakukan kesemuanya itu.
Tiba-tiba berkumandang suara gemuruh yang amat keras dari
bawah meja abu tersebut, mendadak seluruh meja itu tenggelam ke
bawah, menyusul kemudian tampaklah sebuah cakar raksasa naga
emas muncul di depan mata.
Baru saja Pit tee jiu Wong Tin pak hendak mengambil kotak biru
untuk dipersembahkan kepada Thi Eng khi, mendadak terdengar
seorang tertawa riang lalu tampak sesosok bayangan manusia
menyambar masuk ke dalam dan menyambar ke ruang tengah.
Tidak nampak bagaimana dia melakukan gerakan tubuhnya,
tahu-tahu kotak biru berisi kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut
telah berpindah ke tangannya.
Reaksi yang diberikan Thian liong su siang cukup cepat, sambil
membentak keras empat sosok bayangan manusia dengan
51 menghimpun empat gulung tenaga pukulan yang sangat dahsyat
segera dihantamkan ketubuh pendatang tersebut.
Orang itu tertawa dingin, tangannya dikebaskan dan tahu-tahu
sebelum Pit tee jiu Wong Tin pak berhasil menjawil ujung baju
orang, jalan darah khi hay hiat ditubuh mereka sudah menjadi kaku
kemudian hawa murninya membuyar dan tubuh merekapun
menggeletak ditanah.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu singkat, menanti
Thi Eng khi dapat melihat bahwa pendatang itu adalah seorang
kakek botak yang berusia enam puluh tahunan, keadaan sudah
berubah. Kendatipun Thi Eng khi memiliki tenaga dalam Sian thian bu khek
ji gi sin kang yang amat sempurna, sayang dia belum belajar secara
sempurna, pada hakekatnya dia tak tahu bagaimana caranya untuk
mengerahkan tenaga sambil melancarkan serangan sehingga boleh
dibilang tiada kegunaannya sama sekali untuk menghadapi suatu
pertarungan. Thi hujin Yap Siu ling semakin tak bisa dibilang lagi, ia tak sampai
dibikin pingsan karena kagetnya sudah termasuk untung.
Bagaimanapun juga, Thi Eng khi terhitung punya keberanian,
sekalipun tidak memiliki kepandaian apa-apa, namun nyalinya tidak
kecil. Dengan wajah tidak berubah, dia maju selangkah kedepan,
lalu menegur dengan suara lantang.
"Lo tiang siapakah kau" Menyerobot mustika orang disaat orang
tidak siap, termasuk perbuatan apakah itu."
Mencorong sinar tajam dari balik mata kakek botak itu, dia
menatap wajah Thi Eng khi tajam-tajam, kemudian tangan kanannya
diangkat ke muka dan siap melancarkan serangan dahsyat untuk
merobohkan lawannya.
52 Thi Eng khi sedikitpun tidak merasa takut, sambil membusungkan
dada ia maju selangkah ke depan, jaraknya dengan kakek botak itu
tak lebih dari tiga langkah.
Untuk sesaat lamanya kedua orang itu saling berhadapan dengan
mata melotot. Sinar mata Thi Eng khi sama sekali tidak menunjukkan keanehan
apa-apa, tapi justru dibalik kesederhanaan itu tersimpan kegagahan
yang luar biasa, ini memaksa kakek botak itu menarik kembali sinar
matanya. Dengan wajah berkerut bercampur keheranan dia lantas tertawa
terbahak-bahak, serunya :
"Haaahhhh............ haaaahhhh ..... haaah..... kalau dilihat dari
usiamu yang begitu muda, aku tahu bahwa kau masih tolol dan tak
tahu keadaan yang sebenarnya. Ketahuilah lohu berhasil merebut
mustika dan melukai orang, yang dipakai adalah ilmu silat murni dan
cara yang jujur, siapa bilang perbuatan ini tidak mencocoki
perbuatan seorang lelaki sejati" Haaahh....... haaaahh............
haahhh........, anak muda, benar bukan?"
Pendapat yang demikian anehnya itu baru pertama kali ini
didengar Thi Eng khi seketika itu juga paras mukanya berubah
menjadi hijau membesi saking marahnya, dia menjadi lupa keadaan
dan segera menerjang ke depan dengan garangnya.
"Pun ciangbunjin akan beradu jiwa denganmu!" bentaknya gusar.
Thi Eng khi belum pernah belajar ilmu silat, tubrukan tersebut
boleh dibilang sama sekali tak pakai aturan.
Hampir copot gigi kakek itu saking gelinya, dia lantas berseru
dengan lantang :
"Anak muda, ilmu gerakan apakah yang kau gunakan ini" Naga
langit masuk sungai atau ikan belut bermain lumpur"
Haaahhhhh........ haaahhh...... haaahhh....."
53 Bukan saja dia masih tetap berdiri dengan tenang, bahkan
ucapannya juga berubah lebih santai dan lembut.
"Bakat maupun keberanianmu termasuk pilihan yang luar biasa,
baiklah, memandang pada kebagusan bakatmu itu lohu tidak ingin
melukai dirimu, sekarang baliklah ketempat semula dengan baikbaik!"
Thi Eng khi hanya merasakan segulung tenaga kekuatan yang
sangat besar mementalkannya balik ke tempat semula, bahkan
posisinya sama sekali tidak berubah, dari ini pemuda itu semakin
menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki kakek botak ini sudah
mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa.
Padahal kakek botak itu sama sekali tidak menggerakkan tangan
kakinya, hanya mengandalkan pancaran hawa murni ia telah berhasil
memaksa mundur Thi Eng khi ke posisi semula, peristiwa tersebut
dengan cepat membuat Thi Eng khi semakin kaget dan gelagapan.
Menyaksikan pemuda itu terperana dibuatnya, dengan bangga
sekali kakek botak itu mengangkat tinggi-tinggi kitab pusaka Thian
liong pit kip tersebut, kemudian katanya :
"Kitab pusaka Thian liong pit kip sudah berada di tangan lohu,
jika kau merasa punya kepandaian, silahkan untuk merampasnya
kembali dari tangan lohu!"
Thi Eng khi adalah seorang pemuda cerdik yang pandai melihat
keadaan, diapun tahu sekalipun bernapsu atau nekad menerjang
kakek itu juga tak ada gunanya sebab dengan kemampuan yang
dimilikinya sekarang masih jauh bila ingin merampas kembali kitab
pusaka Thian liong pit kip itu, maka dia cepat menguasai emosi yang
sedang membara dalam hatinya.
Setelah tertawa dingin, ujarnya :
"Kitab pusaka Thian liong pit kip adalah mestika dari partai kami,
tentu saja pun ciangbunjin akan merampasnya kembali dari
tanganmu, Cuma ilmu silat yang pun ciangbunjin miliki masih belum
sempurna, maka dipersilahkan untuk kau simpan lebih dulu, dua
tahun kemudian, dengan kemampuanku seorang diri pun
ciangbunjin pasti akan merampas kembali kitab pusaka Thian liong
54 pit kip tersebut dari tanganmu, nah sekarang, tinggalkan nama dan
alamatmu, kemudian silahkan angkat kaki dari tempat ini!"
Kehadiran kakek botak itu di dalam dunia persilatan
sesungguhnya mempunyai ambisi yang besar, adapun kemunculan
didalam partai Thian liong pay sekarang sebetulnya tidak berniat
untuk merampas kitab pusaka Thian liong pit kip, tujuannya yang
paling utama adalah untuk menyelidiki jejak dari Ban li tui hong Cu
Ngo. Kiranya orang yang berhasil merampas kartu undangan yang
dibawa Ban li tui hong Cu Ngo tersebut tak lain adalah kakek ini,
setelah berhasil merobohkan lawannya dan merampas kartu
undangan, pada mulanya dia mengira Ban li tui hong Cu Ngo pasti
sudah tiada lagi di dunia ini, cuma kemudian dia teringat akan suatu
persoalan andaikata berita kematian Cu Ngo sampai tersiar luas,
bukankah hal itu akan menerangkan bahwa tugas Cu Ngo belum
terselesaikan, bukankah hal itu justru akan meningkatkan kesiapsiagaan
pihak Ki hian san ceng"
Keadaan tersebut sesungguhnya sangat tidak menguntungkan
bagi kelancaran rencana besarnya karena itu diapun memburu balik
kembali ke tempat semula siap untuk melenyapkan jejak.
Siapa tahu ketika ia tiba kembali ditempat semula, jenazah Cu
Ngo tidak tampak lagi, otomatis perhatiannya lantas dialihkan ke
tubuh partai Thian liong pay yang berada disekitar tempat itu.
Sewaktu dia menyerbu masuk kedalam Thian liong pay, bukan
saja secara jitu berhasil merampas kitab pusaka Thian liong pit kip,
bahkan menemukan pula kalau Thi Eng khi adalah seorang pemuda
yang berbakat baik, timbullah niatnya untuk mendapatkan pemuda
tersebut sebagai muridnya.
Tapi kenyataan sudah terbentang didepan mata, ia tahu tak
mungkin benda dan orangnya bisa didapatkan bersama.
Setelah pikir punya pikir, akhirnya dia merasa bahwa pemuda
yang berbakat bagus itu jauh lebih berharga daripada kitab pusaka
55 Thian ling pit kip itu, sebab dia merasa bagaimanapun mestikanya
kitab pusaka itu, sesungguhnya sama sekali tidak penting bagi
dirinya. Pada empat puluh tahun berselang, tanpa sengaja dia berhasil
menemukan sejilid kitab Huan im po liok dan sejilid Jit sat hian im
cin keng. Setelah melalui latihan yang tekun selama empat puluh
tahun,dia beranggapan bahwa ilmu yang dimilikinya sekarang sudah
tiada tandingannya lagi di dunia ini.
Selain itu, diapun teringat bahwa usianya kian lama semakin
bertambah tua, sekalipun Thian liong pit kip lebih tangguh dari Jit
sat hian im cin keng, tapi dirinya sudah tiada waktu lagi baginya
untuk berlatih kembali dari permulaan.
Ketika untuk kedua kalinya dia turun kembali, berkobar ambisi
yang sangat besar didalam dadanya, dia bercita-cita untuk
menaklukan segenap jago dari seluruh dunia persilatan agar nama
besarnya bisa dikenang orang terus sepanjang masa.
Oleh karena itu, ketika Thi Eng khi meminta kepadanya untuk
meninggalkan nama sebelum pergi, sudah barang tentu ia enggan
untuk berbuat demikian.
Maka dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahakbahak
serunya : "Haaahhh..... haaahhh...... haaahhhh.... mana-mana, kau
mengira lohu benar-benar tertarik dengan kitab pusaka Thian liong
pit kip mu itu ..........?"
Thi Eng khi menjadi tertegun, dia tidak habis mengerti, kenapa
orang ini sama sekali tidak tertarik oleh kitab pusaka Thian liong pit
kip .............
Dengan perasaan heran, ia lantas menegur :
"Lantas ada keperluan apa kau malam-malam mendatangi Sin
thong partai kami?"
56 Kakek botak itu segera menarik kembali senyumnya, kemudian
berkata : "Lohu ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu, asal kau
bersedia untuk menjawab dengan sejujurnya, lohu akan segera
mengembalikan kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut kepadamu!"
"Asal pertanyaan yang kau ajukan adalah persoalan yang benar,
pun ciangbunjin tentu saja bersedia untuk memberi jawaban, tapi
bukan berarti pun ciangbunjin mau berada di bawah perintahmu."
Kakek botak itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh....... haaahhh..... haaahh.. sungguh seorang
ciangbunjin Thian liong pay yang hebat, hari ini lohu akan mengikat
tali persahabatan denganmu, nah ambillah kembali kitab pusaka
Thian liong pit kip ini!"
Tangannya didorong kemuka, kotak biru itupun pelan-pelan
melayang kembali ke tangan Thi Eng khi.
Mimpipun Thi Eng khi tidak menyangka kalau pihak lawan
bertindak begitu sosial, maka setelah menerima kembali kotak itu,
diapun tertawa terpaksa, katanya :


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lotiang ada urusan apa?"
"Apakah Ban li tui hong Cu Ngo telah ditolong oleh orang-orang
Thian liong pay?"
"Benar!" jawab Thi Eng khi berterus terang, "Pun ciangbunjin
yang telah turun tangan menyelamatkan jiwanya!"
"Aaaaah...... masa dengan kemampuan itu sanggup untuk
menyelamatkan jiwanya?" seru si kakek botak tidak percaya.
"Haaahhh......... haaahhh........... haaahh......... kau terlalu
memandang rendah partai kami!"
Kakek botak itu termenung lagi beberapa saat lamanya,
kemudian agaknya dia percaya dengan perkataan dari Thi Eng khi,
tanyanya lebih jauh :
57 "Sekarang dia berada di mana?"
"Aku tahu kalau kau tidak bermaksud baik terhadap dirinya, pun
ciangbunjin tak dapat memberitahukan kepergiannya!"
Kakek botak itu memang cukup licik, serunya dengan cepat :
"Kalau begitu dia sudah pergi meninggalkan Thian liong pay?"
Thi Eng khi beranggapan bahwa soal ini tidak penting untuk
dirahasiakan, maka diapun mengangguk.
"Ya, benar! Lukanya telah sembuh, tentu saja ia pergi
meninggalkan tempat ini."
Kakek botak itu kembali tertawa licik :
"Heeehhh...... haaahhh..... haaahhh... asal dia belum mampus,
lohu percaya pasti dapat menemukan jejaknya."
Kemudian sambil menuding kearah Wong Tin pak berempat yang
menggeletak ditanah katanya lebih jauh.
"Keempat orang supekmu itu sudah terkena totokan Jit sat ci
milik lohu, sekalipun lohu bersedia untuk mengikat tali persahabatan
denganmu, akan tetapi tidak bisa melanggar kebiasaan, apalagi
turun tangan sendiri untuk menolong mereka, bila kau berniat untuk
memulihkan kembali tenaga dalam mereka, setengah tahun
kemudain kau boleh menunggu lohu diatas puncak Bong soat hong
di bukit Wu san, saat itu lohu pasti akan mewariskan ilmu
membebaskan totokan itu kepadamu, nah jangan lupa! Heeehhh...
heeehhh.... heeehhh........ "
Setelah tertawa penuh misterius , dia lantas meluncur keluar dari
ruangan itu. Wong Tin pak berempat yang tertotok oleh Jit sat ci hanya
merasakan sekujur badannya kesemutan, hawa murninya tersumbat
dan sama sekali tak mampu berkutik, sementara pendengarannya
sama sekali tdiak terpengaruh, melihat kakek botak itu sudah pergi,
dengan wajah murung Pit tee jiu Wong Tin pak lantas berkata:
58 "Ciangbunjin sutit, ilmu sakti yang tercantum dalam kitab pusaka
Thian liong pit kip tiada taranya di dunia ini, asal kau bisa
meyakininya, untuk membebaskan totokan Jit sat ci mah bukan
urusan yang susah, kau tak usah kuatir dan tak perlu tergesa-gesa."
Thi hujin Yap Siu ling juga berhasil menenangkan hatinya, dia
lantas berpesan kepada Thi Eng khi :
"Ilmu Thian liong pit kip bukan bisa diyakini di dalam sehari saja,
Eng ji lebih baik kita urusi dulu diri supek dan susiok beberapa
orang!" Thi Eng khi manggut-manggut mengiakan dia lantas
menyerahkan kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut kepada
ibunya, kemudian menggotong datang empat buah pembaringan
besar dan membopong tubuh Pit tee jiu Wong Tin pak sekalian naik
keatas ranjang.
Kemudian dengan mengikuti petunjuk dari Pit tee jiu Wong Tin
pak , ia membuka sebuah pintu rahasia disebelah kiri ruang Sin
thong dan memasuki sebuah ruang rahasia.
Didalam ruangan itu telah siap lima buah peti mati, diujung peti
mati tersebut telah tercantum nama dari Thian liong ngo siang,
maka mengikuti petunjuk yang telah ada, dia membaringkan jenasah
gurunya Gui Tin tiong ke dalam peti mati, kemudian menyimpan
jenasah tersebut dalam ruang rahasia untuk menunggu saat yang
baik setelah Thian liong pay jaya kembali nanti, dikubur dengan
upacara besar. Setelah repot seharian penuh, keesokan harinya di hadapan Pit
tee jiu Wong Tin pak berempat serta ibunya, ia membuka kotak biru
yang berisikan kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut.
Kotak biru itu sama sekali tidak menyolok atau memiliki sesuatu
keanehan apa-pa, tapi setelah dibuka ternyata isinya adalah sebuah
kotak kumala hijau , di luar kotak kemala itu terikat satuan sabuk
biru, cara menyimpulkan tali itupun aneh sekali, sehingga Thi Eng
khi gagal untuk membuka simpul mati tersebut dengan cara apa
pun. 59 Melihat itu Thian liong ngo siang segera saling berpandangan
sambil tertawa.
Pit tee jiu Wong Tin pak segera berkata :
"Silahkan ciangbunjin mempergunakan kecerdasan otakmu untuk
membebaskan tali simpul tersebut, bila simpul itu dapat dibuka,
kitab Thian liong pit kip bisa diambil."
Thi Eng khi berusaha keras untuk membuka tali simpul itu
dengan pelbagai cara, tapi sama sekali tiada hasilnya, malahan
semakin dibuka tali itu semakin kencang.
Satu ingatan lantas melintas dalam benaknya, sambil
mendongakkan kepala dia bertanya :
"Tolong tanya supek, apakah pun ciangbunjin harus bisa
membuka tali simpul tersebut baru bisa melatih ilmu yang tercantum
didalam kitab pusaka Thian lion pit kip."
"Memang demikian tujuannya!" sahut Pit tee jiu Wong Tin pak
dengan kening berkerut.
Thi Eng khi lantas manggut-manggut pikirnya :
"Mungkin yang menjadi tujuannya adalah untuk mencoba
kebesaran jiwa seorang ciangbunjin...."
Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa nyaring.
"Baik!" katanya, "Siautit tak akan membuat kecewa kalian semua
............!"
Ketika mendongakkan kepalanya, tiba-tiba tampak olehnya
didinding sebelah kiri sana tergantung sebilah pedang antik, cepat
dia meloloskan senjata tersebut hingga seluruh ruangan diliputi oleh
cahaya keemas-emasan.
Sekalipun Thi Eng khi tak bisa membedakan mana pedang yang
baik dan mana pedang yang jelek, tapi tidak sulit baginya untuk
menebak bahwa pedang tersebut adalah sebilah pedang mestika.
60 Pelan-pelan dia mengangkat pedangnya dan diayunkan ke atas
tali simpul itu, tampak cahaya pedang berkelebat, tahu-tahu simpul
tersebut sudah putus menjadi beberapa bagian.
Mula-mula Thian liong ngo siang menjerit kaget, menyusul
kemudian mereka segera bersorak gembira.
Rupanya merekapun dapat memahami arti dari simpul mati itu.
Hanya seorang enghiong yang berjiwa besar dan bersemangat
gagah baru akan mengambil tindakan demikian, sebab itulah yang
diperlukan bagi seorang ketua dari Thian liong pay.
Setelah mengembalikan pedang antik itu ke tempat semula, Thi
Eng khi baru membuka kotak kemala tersebut untuk diambil
kitabnya. Siapa tahu, begitu melongok ke dalam kotak tersebut, kontan
saja ia menjerit kaget:
"Aaaah..... mana kitab pusaka Thian liong pit kipnya?"
Ternyata dalam kotak kemala itu selain secarik kertas, tidak
nampak sesuatu apapun.
Paras muka Thian liong ngo sing segera berubah hebat, mereka
saling berpandangn dengan wajah tertegun.
Sekalipun Thi Eng khi merasa amat kecewa namun dia masih
dapat menenangkan hatinya, diambil surat itu kemudian dibaca
dengan lantang :
"Anggota partai kita tiada manusia berbakat, keturunan pun tak
punya, kitab pusaka Thian liong pit kip telah kubawa pergi
seandainya Thian tidak menakdirkan partai kita musnah, kitab
pusaka ini akan dibawa kembali oleh ciangbunjin angkatan
kesebelas."
Tertanda : Thi Keng tahun x bulan x tanggal x
61 Waktu yang dicantumkan ternyata adalah saat dimana kakek itu
pergi meninggalkan tempat tersebut.
Pit tee jiu Wong Tin pak segera menghela napas sedih, katanya
kemudian : "Dari sini bisa diketahui kalau Insu selalu murung karena
memikirkan masa depan partai kita, cuma dia orang tua telah
meninggal di tempat lain, dalam surat wasiatpun tidak menyinggung
soal itu, sudah pasti dia mati dengan membawa sesal, entah kitab
pusaka Thian liong pit kip sekarang telah terjatuh ditangan siapa?"
"Sudah pasti ditelan oleh Tiang pek lojin yang menghantar surat
wasiat itu pulang" seru Sin lui jiu Kwan Tin see dengan marah
bercampur dendam, "Eng ji, kau segera berangkat dan cari Tiang
pek lojin sampai ketemu."
"Jika urusan ini tidak dilihat dengan mata kepala sendiri, lebih
baik jangan sembarangan menuduh," cegah Sam ciat jiu Li Tin tang
cepat. "Tiang pek lojin adalah seorang pendekar sejati, andaikata
orangnya tidak bisa dipercaya, bagaimana mungkin Insu menitipkan
surat wasiat itu kepadanya" Tentu saja kitab pusaka itu musti
diselidiki tapi tak usah terburu napsu, yang penting sekarang adalah
melatih ciangbun sutit dengan rangkaian ilmu silat perguruan yang
kita pahami, agar obat mustika yang berada dalam tubuh ciangbun
sutit bisa mulai bercampur baur dengan kekuatan tubuhnya, setelah
itu baru kita bicarakan kembali soal kitab pusaka Thian liong pit kip."
"Tapi harus menunggu sampai kapan?" seru Sin lui jiu Kwan Tin
see. "Paling tidak juga harus menunggu sampai lima tahun lagi!"
Pit tee jiu Wong Tin pak segera menghembuskan napas panjang,
serunya dengan kesal :
"Meskipun lima tahun itu panjang tapi kalau dibandingkan
dengan lima belas tahun yang sudah lewat, waktu sepanjang itu
juga tidak terhitung seberapa! Lima belas tahun saja bisa kita
tunggu, masakan menunggu lima tahun lagipun tak bisa?"
62 Paras muka Thian liong ngo siang berubah menjadi amat sedih
dan murung, menanti ........ menanti ........ seakan-akan soal
menanti sudah bukan menjadi suatu masalah lagi bagi mereka.
Sementara Thian liong ngo siang merasa bersedih hati, Thi Eng
khi yang baru semalam menjabat sebagai ketua Thian liong pay juga
sedang berdiri memandang patung cousu nya sambil termangumangu,
entah apa saja yang dipikirkan olehnya.
Terbayang kembali sejarah Thian liong pay di masa lalu yang
begitu jaya dan mentereng, makin dipikir pemuda itu merasa
tanggung jawab yang dibebankan diatas bahunya semakin berat.
Sejarah gemilang dari Thian liong pay diperoleh dari sumbangsih
Thian li Pendekar Pemetik Harpa 11 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Kisah Sepasang Rajawali 30
^