Kisah Pedang Di Sungai Es 13

Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 13


n-ih. Ilmu silat utusan keempat itulah paling kuat, pedang Thianih
tergubat oleh jubahnya itu hingga susah diputar, dengan
demikian kedua utusan yang pertama tadi menjadi ada
kesempatan untuk merangsang maju dari kanan-kiri.
Tampaknya segera Thian-ih akan tertawa, mendadak Toanong
membentak: "Hendaklah kalian berhenti dulu,
dengarkanlah se-patah-kataku!"
Bentakan Hoat-ong itu adalah ilmu "Say-cu-hau" atau ilmu
auman singa yang hebat, seketika anak telinga semua orang
seakan-akan pekak, bahkan yang landasan Lwekangnya lemah
lantas sempoyongan tergetar oleh suara gertakan itu. Kedua
utusan Nepal pertama tadi ikut tergetar juga hingga serangan
mereka meleset, keruan mereka sangat terkejut dan cepat
menanya: "Hoat-ong ada petunjuk apakah?"-
"Tan-sicu, apa yang Lolap katakan tadi tentu sudah kau
dengar semua, maka sekarang juga lebih dulu aku minta maaf
padamu," kata Hoat-ong segera dengan pelahan-lahan.
Cepat Thian-ih membalas hormat dan menyahut: "Aku tidak
berani menerima kerendahan hati Hoan-ong, yang kuharap
hanya sudilah Hoat-ong mempertahankan keadilan urusan ini."
"Sungguh menyesal Lolap tidak dapat berbuat apa-apa,"
sahut Hoat-ong. "Isterimu sudah lama tidak berada di gereja
ini, jika kau ingin bertemu, terpaksa kau harus pergi ke
Nepal." Kemudian Hoat-ong berkata pula kepada utusanutusan
Nepal itu: "Raja kalian bermaksud memboyong Pengchian
Thian-li dan pengikut-pengikut-nya pulang kenegerimu,
urusan ini sebenarnya adalah urusan dalam negeri kalian,
sekali-sekali Lolap tidak berani ikut campur. Tapi Tan-sicu ini
kehilangan isteri dan ingin lekas-lekas menemukannya, hal ini
adalah kelaziman manusia. Dia juga bukan warga negara
kalian, rajamu tiada perintah untuk menangkapnya, maka
hendaklah kalian memandang diriku dan membiarkan dia pergi
saja dari sini. Aku tidak membela pihak manapun, yang
kuharap ialah kalian menyudahi sementara percecokan ini."
Thian-ih pikir urusan ini memang hanya dapat diselesaikan
dengan raja Nepal, utusan-utusan ini hanya menerima
perintah saja dari rajanya, biarpun mereka dibunuh juga tiada
gunanya. Dengan demikian rasa gemasnya kepada utusanutusan
Nepal itu menjadi banyak berkurang.
Sebaliknya utusan-utusan Nepal itu tidak menunjukan
perasaan apa-apa terhadap perkataan Hoat-ong tadi. Mereka
hanya memandang ke arah Khong-jiok-org seperti ingin
meminta petunjuknya.
"Tan-sicu," demikian Hoat-ong lantas berkata lagi, "apakah
sobat-sobat itu adalah kawanmu?"
"Benar, mereka adalah kawan-kawan yang ingin membantu
padaku," sahut Thian-ih.
Lalu Hoat-ong berpaling kepada Khong-jiok-ong dan
berkata: "Sute, beberapa sobat ini bukanlah mata-mata
musuh, harap engkau suka membiarkan mereka pergi saja
dari sini."
"Tidak bisa," sahut Khong-jiok-ong mendadak dengan suara
menahan gusar. "Kini aku telah diangkat menjadi Kok-su dari
kerajaan Nepal, tidak peduli mereka itu mata-mata musuh
atau bukan, terpaksa aku harus menawan mereka ke Nepal
dan terserah kepada Keputusan baginda raja."
"Sute, cara ini bukankah agak keterlaluan?" ujar Hoat-ong
"Hendaklah kau suka mendengar lagi sedikit nasihatku?"?"
Tapi Khong-jiok-ong telah memutusnya dengan tersenyum
dingin dan sikap jemu, katanya: "Urusan harini sebenarnya
kau yang berkuasa atau aku?"
Hoat-ong menjadi serba salah, sahutnya: "Sudah tentu
Kaucu yang berkuasa."
"Baiklah, jika begitu hendaklah kau jangan bicara lagi," kata
Khong-jiok-ong dengan suara keras. "Nah, ini Keputusanku
sekarang! Kau sudah meninggalkan agama kita, bila tidak sudi
menurut perintahku, boleh kau menonton saja disamping, tapi
jangan sekali-sekali membantu musuh, kalau tidak, itu berarti
perbuatan pendurhakaan kepada agama."
Habis itu, segera ia memberi tanda dan berseru: "Tangkap
semua mata-mata musuh yang diketahui itu, segala urusan
adalah tang gung-jawabku!"
Keempat utusan Nepal itu memberi hormat kepada Hoatong,
kata mereka: "Maafkan kami terpaksa mesti menurut
perintah Kaucu kalian!" Habis berkata, serentak mereka
mengembut Thian-ih lagi.
Keruan gusar Hoat-ong tidak kepalang, pikirnya: "Aku
sudah berbuat salah, kalau harini membiarkan Tan Thian-ih
ditawan mereka pula, bukankah itu akan menambah
kesalahanku?" Tapi iapun serba sulit, jika ia turun tangan
untuk mentiegah, itu berarti membikin urusannya semakin
sulit diselesaikan, bahkan Pek-kau sendiri pasti akan terpecahbelah,
padahal ia sudah menyerahkan kedudukan Kaucu
kepada sang Sute, mana boleh sekarang dirinya me rongrong
pula kewibawaannya. Begitulah Hoat-ong menjadi serba salah
untuk bertindak.
Sementara i!u Kang Lam dan Kang Hay-thian juga sudah
mencopot kedok mereka. Segera Kang Lam berseru: "Hoatong,
engkau adalah orang baik, janganlah kau susah, sekalisekali
aku tidak menyatahkan kau, kami akan merasa terima
kasih asalkan engkau tidak ikut campur urusan ini".
Mendengar itu, perasaan Hoat-ong semakin tidak enak. "Hai,
jangan kalian membikin susah Ki-toako!" mendadak Kang Lam
berseru pula. Kiranya waktu itu dilihatnya seorang Hou-hoattecu
sedang hendak menggusur Ki Hiau-hong ketempat
tahanan di belakang istana, cuma Hou-hoat-tecu itu belum
tahu kalau tawanannya itu adalah Ki Hiau-hong.
Hati Hoat-ong tergerak, segera ia dapat menerka duduknya
perkara, cepat ia keluarkan ilmu sakti "Keh-khong-kay-hiat"
(membuka Hiat-to yang tertutuk dari jarak jauh). jari
telunjuknya menuding kedepan, kontan satu arus tenaga
menyambar ke Thian-ki-hiat di punggung Ki Hiau-hong.
Seketika kaki-tangan Ki Hiau-hong dapat bergerak dengan
bebas lagi, mendadak ia melompat keatas. berbareng ia
menyikut hingga Hou-hoat-tecu yang menjaganya itu dibikin
terjungkal. Ketika Hiau-hong menerjang maju pula, "fui!" terus saja ia
meludahi Khong-jiok-ong dengan riak yang kental. Cepat
Khong-jiok-ong mengebas dengan lengan bajunya hingga
Hiau-hong dipaksa melompat mundur. Tapi kin? Khong-jiokong
takbisa menghadapi Ki Hiau-hong dengan sepenuh tenaga
lagi, kelemahan itu segera digunakan oleh Hiau-hong, ketika
Kang Hay-thian melontarkan serangan, berbareng iapun
merangsang maju.
Sungguh tak terduga oleh Khong-jiok-ong bahwa lawan
yang sudah digebah mundur itu berani merangsang maju lagi,
karena tak tersangka-sangka, maka tahu-tahu Ki Hiau-hong
sudah menubruk sampai didepannya terus menghantam.
Segera Khong-jiok-ong merasakan suatu arus tenaga yang
maha dingin, sedangkan tenaga pukulannya lagi dipakai
melawan pukulan Kang Hay-thian, seketika itu terang susah
ditarik kembali, terpasa ia gunakan pundaknya untuk
menahan. Tapi Ki Hiau-hong terlalu licin dan jahil pula, setiepat kilat ia
membetot hingga secomot jenggot Khong-jiok-ong kena dibubutnya.
Ia terbahak-bahak sambil melesat keluar dari
lingkaran tenaga pukulan Khong-jiok-ong yang sedang
mengamuk. Namun mau-tak-mau Khong-jiok-ong harus
mengerahkan tenaga dalam untuk menolak hawa dingin dan
Siu-lo-im-sat-kang yang dilontarkan Ki Hiau-hong tadi. dan
karena inilah tanpa kentara Kang Hay-thian telah dibantu
untuk mempertahankan kedudukannya hingga menjadi sama
kuatnya sekarang dengan Kong-jiok-ong.
"Ki-pepek, boleh kau pergi membantu Tan-pepek saja!"
seru Hay-thian.
Memang benar, disebelah sana Thian-ih lagi kewalahan
menghadapi empat utusan raja Nepal tadi. Untung sesudah
dibantu Ki Hiau-hong, kedudukannya lantas berubah lebih
kuat. "Baiklah, karena kalian terlalu mendesak, terpaksa akupun
tidak segan-segan lagi!" seru Kang Hay-thian Tatkala itu
Khong-jiok-ong lagi mengerahkan tenaga dalam untuk
menolak hawa dingin Siu-lo-im-sat-kang yang masih
menyusup didalam tubuhnya, kekuatannya menjadi tidak
cukup untuk mengurung Kang Hay-thian, kesempatan ini
segera digunakan oleh pemuda itu untuk mencabut pedang
nya. Dan sekali pedang berputar selincah naga. seketika
dalam lingkaran seluas dua meter sinar dingin menyambarnyambar
dan para Lama yang berdekatan terpaksa
menyingkir. Waktu Khong-jiok-ong mencoba mengebas dengan lengan
ba-junya, "bret", tahu-tahu ujung lengan baju terkupas
sepotong. Sekonyong-konyong Kang Hay-thian memutar tubuh, sekali
pedangnya bergerak, terus saja ia menerjang kearah utusanutusan
Nepal itu. Segera utusan Nepal yang paling kuat ilmu silatnya itu
menangkis dengan mangkok emas yang dipegangnya. Diluar
dugaannya pedang Kang Hay-thian itu adalah pedang mestika
yang dapat memotong logam bagai merajang sayur, maka
terdengar "trang" sekali, mangkok emas murni itu telah
tertusuk tembus oleh pedang mestika.
Khong-jiok Beng-lun-ong menjadi gusar, ia sambar
sebatang Kiu-goan-sik-tiang (tongkat timah bergelang
sembilan) dari seorang Hou-hoat-tecu, dengan cepat sekali ia
terus menyodok. Tapi sekali Kang Hay-thdan menabas
pedangnya, kontan ujung tongkat paderi itu terkupas
sebagian, sebaliknya pedang pemuda itu juga tergentak
kesamping oleh tenaga Beng-lun-ong yang besar itu. Menyusul
serangan kedua dari raja agama itu sudah tiba pula. sekali ini
tongkat itu berputar hingga Hay-thian terkurung ditengah
lingkaran sinar senjata.
Sudah tentu Kang Hay-thian tidak unjuk kelemahan, iapun
putar pedangnya dengan sama tangkasnya hingga
terdengarlah suara gemerincing yang nyaring, dimana pedang
berulang-ulang membentur tongkat lawan. Sementara ini
hawa dingin Im-sat-kang tadi sudah tertekan keluar semua
dari tubuh Beng-lun-ong. ia sudah dapat menghadapi Kang
Hay-thian dengan penuh semangat. Dalam hal senjata ia tidak
berani beradu lagi, tapi ia menang ulet dalam hal tenaga,
setiap kali ia dapat paksa Kang Hay-thian tergetar mundur
dengan tenaga dalamnya.
Suatu ketika, mendadak Khong-jiok-ong menghantam dua
kali dengan tangan kiri, ia paksa Thian-ih dan Ki Hiau-hong
berkelit kesamping, dengan demikian ia berhasil memisahkan
hubungan kedua orang itu dengan Kang Hay-thian. Ia sengaja
berbuat demikian karena ia pandang Hay-thian sebadai lawan
yang paling tangguh, dengan sepsauh tenaga ia ingin
robohkan dulu musuh terkuat ini.
Namun disebelah sana Kang Lam telah menarik diri untuk
membantu Thian-ih dan Hiau-hong mengeroyok keempat
utusan Nepal itu. Dengan demikian kekuatan kedua pihak
menjadi seimbang.
Tapi lambat-laun Kang Hay-thian yang kewalahan melawan
Beng-lun-ong, tenaga dalamnya kalah ulet, dengar gaya
"melengket" tongkat Beng-lun-ong dapat mengelakan tabasan
pedang pusaka Kang Hay-thian itu, bahkan setiap kali
mendempel, tangan Hay-thian lantas tergetar sakit pegal,
makin lama tenaganya makin surut hingga permainan
pedangnya menjadi kendur juga.
Tengah Hoat-Ong merasa kuatir dan tak berdaya melerai
pertarungan itu, tiba-tiba dilihatnya seorang Lama berlari
masuk memberi lapor dengan gugup: "Pengchoan Thian-li
minta bertemu dengan SucunI"
Keruan girang Hoat-ong tak terkatakan, cepat ia menyahut:
"Lekas silakan dia masuk!"
"Suheng, mana boleh kau sembarangan mengambil
keputusan?" seru Beng-lun-ong dengan gusar.
Namun Hoat-ong telah menjawabnya dengan tenang:
"Meski bukan Kaucu lagi, tapi untuk menerima sahabat
rasanya adalah kebebasan pribadiku, bukan?"
Baru selesai ia berkata, maka tertampaklah Teng Kengthian
dan Peng-choan Thian-li sudah melangkah masuk,
dibelakang mereka tampak mengikut empat dayang wanita.
Bahkan salah seorang dayang itu terus memburu maju dan
berseru dengan suara teiharu dan bergirang: "Thian-ih!"
Hampir-Hampir Thian-ih tidak percaya pada telinganya
sendiri, ketika ia menoleh, ya, memang tidak salah lagi, itulah
isterinya yang sangat dirindukannya itu. Segera ia berteriak:
"Peng-moay, apakah kita bukan dialam mimpi?" " Segera
iapun melompat keluar dari kalangan pertempuran dan
memburu kearah Yu Peng, lalu kedua orang saling merangkul
dengan mesra. Ketika mendadak nampak Peng-choan Thian-li muncul
disitu, memangnya keempat urusan Nepal Itu menjadi
terkejut. apalagi dilihatnya pula Yu Peng juga ikut serta
datang, keruan mereka lebih gugup lagi, mereka menduga
didalam negeri mereka tentu terjadi apa-apa, dengan
sendirinya mereka sangat kuatir dan tidak berani berlagak
garang lagi. Segera utusan yang menjadi kepala itu memimpin
kawan-kawannya kehadapan Peng-choan Thian-li dan
memberi hormat: "Hamba tidak tahu kalau Kongcu akan
datang kemari hingga tidak, menyambut sebelumnya, harap
dimaafkan."
"Hm, ada apa kalian datang kesini?" tanya Peng-choan
Thian-li dengan menjengek.
"Kami mendapat perintah dari baginda untuk menyambut
Kok-su ketanah air," sahut utusan itu.
Segera utusan kedua menambahkan pula: "Baginda juga
mengundang Kongcu supaya pulang, mestinya sesudah Kok-su
kami hantar pulang, segera akan menghadap Kongcu diistana
es, tak terduga Kongcu kini telah, datang kemari, itulah
kebetulan malah. Jika Kongcu tidak keberatan, marilah kita
berangkat bersama dengan Kok-su."
"Negeriku sendiri, manakala aku suka, setiap waktu aku
bisa pulang sendiri, buat apa kalian mesti ikut urus?"
damperat Thian-li. "Hayo, lekas kalian enyah saja dari sini,
lekas!" Keempat utusan Nepal itu menjadi serba runyam, mereka


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saling pandang, lalu berpaling kearah Beng-jin-ong, kemudian
memandang pula kepada Peng-choan Thian-li dengan raguragu,
jika mereka melawan sang Puteri, takut pula kalau
dihajar malah. Melihat perintahnya tak diturut, Peng-choan Thian-li
menjadi gusar, bentaknya: "Kalian berani membangkang
perintahku" Baik, Yu Peng, ringkuslah mereka dan giring
kembali kenegeri kita untuk minta keputusan (raja baru)."
Mendengar disebutnya "raja baru" seketika keempat utusan
itu pucat dan ketakutan. Tapi mereka adalah orang-orang
yang punya ke-dudukan di Nepal, betapapun mereka tidak
mandah diringkus begitu saja, apalagi mereka tidak kenal
sampai dimana lihaynya Peng-choan Thian-li yang sejak kecil
sudah meninggalkan negeri leluhur mereka itu. Sebab itulah,
serentak merekapun berbangkit hendak melawan.
"Berani kalian!" bentak Peng-choan Thian-li. Berbareng
tangan nya mengayun, sekaligus ia hamburkan "Peng-pok-sintan"
(peluru-peluru es) yang merupakan senjata rahasia maha
aneh dan sakti itu. Keruan utusan itu menggigil kedingin
tersambar peluru-peluru es yang me-nyusup kehidung dan
telinga mereka, bahkan ada seorang diantaranya lagi hendak
berteriak, tahu-tahu mulutnya kemasukan sebutir peluru es
itu. Tanpa ampun lagi keempat orang itu kedinginan, darah
mereka seakan-akan membeku, gerak-gerik mereka menjadi
kaku. Maka dengan mudah saja Yu Peng pimpin ketiga
kawannya meringkus keempat utusan Nepal itu. Dahulu Yu
Peng pernah diculik oleh mereka dan baru sekarang ia dapat
melampiaskan rasa dendam itu.
Sekonyong-konyong Beng-jin-ong membentang kasanya
untuk merintangi Yu Peng berempat sambil membentak:
"Kalian berani menawan orang disini" Lekas lepaskan
mereka!" "Aku menangkap orang negeriku sendiri, sangkut-paut apa
dengan kau?" kata Peng-choan Thian-li.
"Aku tahu engkau adalah Puteri kerajaan Nepal, tapi apakah
kau juga tahu bahwa aku adalah Kok-su yang telah diangkat
ra-jamu itu?" sahut Beng-lun-ong.
"O, kiranya kau inilah Kok-su yang katanya hendak
disambut pulang ke Nepal oleh mereka itu" Maaf, maafkan
aku tidak tahu!" kata Peng-choan Thian-li.
"Tidak apa, asal kau sudah tahu saja," sahut Beng-lun-ong.
"Tentang mereka itu adalah utusan rajamu sendiri, apa yang
diperbuat mereka adalah atas perintah baginda raja. Sekalipun
engkau ada tuan puteri mereka, betapapun kekuasaanmu apa
lebih tinggi-daripada raja?" Dan sesudah tertawa mengejek,
lalu sambung nya pula: "Pula, menurut perintah raja, engkau
juga diharapkan lekas pulang kesana. Kebetulan akupun akan
berangkat sekarang, maka kuharap mereka dibebaskan saja
dan marilah kita berangkat bersama. Jika kau ingin
kemukakan apa-apa, boleh kau bicara sendiri dengan raja."
"Jika begitu, jadi kau yang akan menangkap aku, ya?"
tanya Thian-li.
"Mana aku berani, tapi aku mengajak padamu saja," sahut
Beng-lun-ong. "Kalau aku tidak mau?" tanya Thian-li pula.
Beng-lun-ong menjengek, katanya: "Jika Kongcu tidak mau
turut perintah raja, pula tidak sudi memenuhi permohonanku,
ya, apa toleh buat, terpaksa aku mesti bikin susah pada
Kongcu." Sebab apakah mendadak Khong-jiok Beng-lun-ong begini
garang terhadap Peng-Choan Thian-li"
Kiranya selama beberapa tahun ia tinggal di Nepal, maka ia
cu-kup tahu maksud tujuan raja Nepal sekarang. Raja itu
sesungguhnya bukan merindukan saudara misannya ini dan
ingin menyambut nya pulang ketanah air, tapi tujuannya ingin
mencaplok Tibet, dan kuatir kalau Peng-choan Thian-li
merintanginya, bahkan mungkin akan menjatuhkan tahtanya,
maka ia sengaja berusaha memancing Peng-choan Thian-li
pulang ke Nepal, disana akan dibunuhnya dgn tipu muslihat
keji. Disamping itu raja lalim itu juga kepincuk pada
kecantikan saudara misannya ini, maka diam-diam ia telah
mengundang seorang tabib bangsa Arab yang khusus disuruh
membuatkan semaryam obat bius dari tetumbuhan dipuncak
Hima-laya, yaitu disediakan untuk dipakai atas diri Peng-choan
Thian-li. Cuma iapun kenal berapa lihaynya saudara misan itu,
dalam keadaan perlu, sudah tentu ia lebih pentingkan tahta
daripada wanita cantik, maka Peng-choan Thianli lebih baik
akan dibunuh olehnya.
Justeru karena Beng-lun-ong cukup tahu maksud tujuan
raja Nepal itulah, maka ia tidak takut kepada perbawa Pengchoan
Thian-li dan berani memusuhinya.
Dalam pada itu perhatian semua orang menjadi terpusat
kearah Khong-jiok-ong dan Peng-choan Thian-li. Hoat-ong
adalah orang yang paling kuatir, selagi ia bermaksud maju
mencegah sang Sute, tiba-tiba Peng-Choan Thian-li sudah
mendahului membuka suara dengan sikap dingin kepada
Khong-jiok-ong: "Mungkin sudah hampir setengah tahun kau
meninggalkan Katmandu" Ada suatu peristiwa yang mungkin
belum kau ketahui, yaitu raja lama negeri kami telah
digulingkan oleh rakyat dan raja baru sudah naik tahta.
Kedudukanmu sebagai Kok-su juga sudah dihapus. Aku justeru
mendapat perintah dari raja baru untuk meringkus keempat
utusan ini serta dibawa pulang kesana."
Ucapan Peng-choan Thian-li itu kedengarannya soal sepele
saja, tapi bagi Khong-jiok Beng-lun-ong rasanya bagaikan
halilintar disiang bolong, seketika semangatnya rontok, begitu
pula impian muluk-muluk para Lama yang mendukungnya
itupun tersapu bersih oleh keterangan Thian-li itu.
Dengan ginkang Peng-choan Thian-li yang tinggi, sudah
tentu ia tidak gampang kena dicengkeram lawan, sekali
melesat, cepat sekali ia sudah menggeser pergi dua-tiga meter
jauhnya, menyusul tangannya mengayun pula, sekaligus tujuh
butir Peng-pok-sin-tan berhamburan lagi susul-menyusul.
Tapi ilmu silat Khong-jiok Beng-lun-ong memang lihay juga,
kedua tangannya menghantam kedepan hingga Suatu arus
hawa panas menyambar dengan keras, belum lagi pelurupeluru
es itu mengenai badannya sudah lantas cair lebih dulu
ditengah jalan dan berubah menjadi kabut dingin hingga
orang-orang yang berada diruangan situ ikut menggigil
rasanya. Mendadak Beng-lun-ong menggerung sekali terus
menerjang ke luar lingkaran kabur dingin itu.
Tapi Teng Keng-thian mendadak melompat untuk
menghadangnya sambil menjengek: "Hm, katanya kau tidak
percaya, maka bolehlah kau menyaksikan sendiri ke Nepal."
Sambil berkata, dengan tipu gerakan "Wan-kiong-sia-tiau"
atau menarik busur memanah rajawali, kedua tangannya
memukul berbareng, tangan kiri memakai Kim-na-jiu-hoat
(ilmu menangkap) dan tangan kanan menghantam dengan Simi-
ciang-hoat. Lwekang Teng Keng-thian boleh dikata sudah mencapai
tingkatan tertinggi, tenaga pukulan Si-mi-ciang-hoat sudah
dapat diguna kan sesuka hatinya; Ketika Beng-lun-ong juga
memapak dengan memukul, begitu tangan mengadu tangan,
tiba-tiba ia merasa tenaga pukulan Teng-Keng-thian seperti
ada-tak-ada, pukulannya sendiri seperti mengenai kapas yang
lunak, jadi percuma saja biarpun ia memukul sekuat mungkin.
Sebagai seorang ahli silat kelas wahid, biarpun dalam
keadaan kalap juga Beng-lun-ong lantas insaf keadaan yang
tidak mengun tungkan dirinya itu, cepat ia kerahkan tenaga
dalam dan menarik kembali tangannya secara paksa,
berbareng kakinya terus menggeser mundur.
Tapi Teng Keng-thian tidak memberi kesempatan lagi
kepadanya, pada saat itu ia sudah habis melontarkan tenaga
pukulan Si-mi-ciang-lik, sedang tangan kiri dengan Kim-na-diiu
juga berhasil mencengkeram Pi-peh-kut (tulang lemas
dipundak) musuh.
Maka terdengarlah suara "blang" yang keras, tubuh Benglun-
ong sekonyong-konyong terbang secepat panah menubruk
kedepan, padahal di-depan situ adalah suatu tiang batu,
tampaknya kepalanya pasti akan hancur lebur tertumbuk tiang
batu itu, tiba-tiba terdengar pula "blang" sekali, sebelah
tangan Beng-lun-ong menahan ditiang baru itu hingga
badannya terhenti, berbareng bubuk batu bertebaran terkena
sodokan tangannya itu, seketika diatas pilar terjadi sebuah cap
tangan. Melihat begitu hebat kepandaian Beng-lun-ong, tulang
pundak-nya sudah kena dicengkeram olehnya toh masih dapat
lolos, maka mau-tak-mau Teng Keng-thian terkesiap juga.
Selagi ia hendak memburu maju pula, namun Hoat-ong sudah
keburu bicara: "Teng-tayhiap, harap ingat atas diriku, biarkan
dia pergi saja!"
Semula Beng-lun-ong mengira dirinya sanggup menawan
Peng-choan Thian-li, rapi kini sesudah belajar kenal dengan
Peng-pok-sin-tan dan Si-mi-ciang-hoat, segera ia insaf melulu
Teng Keng-thian seorang saja ia sendiri sudah tak mampu
melawannya, apalagi sekarang masih ada Peng-choan Thian-li
dan Kang Hay-thian. Maka betapapun gilanya juga ia tidak
berani semberono lagi. Pada saat Hoat-ong memintakan
kelonggaran baginya itu tadi segera iapun menggeloyor pergi
dengan masih marah-marah.
Dengan perginya Beng-lun-ong, para Lama yang semula
mendu-kungnya itu lantas menyesal dan ganti haluan, mereka
serentak menyembah dan minta ampun kepada Hoat-ong
disertai permohonan agar Hoat-ong naik tahta kembali. Lebih-
Lebih ketiga Hou-hoat-tecu yang mula-mula membela Benglun-
ong secara mati-matian itu, kini be rubah menjadi
ketakutan dan minta pengampunan atas kesesatan pikiran
mereka. Tapi Hoat-ong memang seorang raja agama yang arif bijaksana,
katanya: "Dahulu Budha rela meninggalkan gelar
pangeran dan duduk semadi 7 X 7 = 49 hari dibawah pohon
Pote, akhirnya berhasil menyadan ajaran Budha dan mencapai
kesempurnaan hidup. Tentang napsu manusia ingin hidup
mewah dan pangkat tinggi itu memang susah dielakan setiap
orang. Setiap orang tentu pernah berbuat salah, asal saja mau
memperbaiki kesalahan, itulah paling baik. Sudahlah, kalian
bangun semua!"
Begitulah suasana menjadi tenang dan tenteram kembali,
para Lama itupun sangat gembira. Hoat-ong menerima
tongkat kebesaran nya pula dan naik kembali ketahtanya.
Malamnya Hoat-ong mengadakan perjamuan untuk
menghormati tamu-tamunya dan sekaligus sebagai tanda
terima kasih kepada Teng Keng-thian dan Peng-choan Thian-li.
Thian-ih, Kang Lam, Hay-thian dan lain-lain juga ikut hadir
dalam perjamuan itu. Disitu pula Yu Peng baru sempat
menceritakan pengalamannya di Nepal kepada sang suami,
Tan Thian-ih. Kiranya sesudah Yu Peng diculik ke Nepal, raja Nepal tetah
mengurungnya disuatu kamar tahanan didalam istana. Yu
Peng terkena racun bunga hantu yang dibiuskan penculik itu,
meski ilmu silatnya tidak punah, tapi tenaganya telah hilang,
bahkan kaki-tangan juga terasa lemas, makan-miuum juga
perlu bantuan pelayan Raja Nepal telah menitahkan empat
dayang untuk melayaninya serta untuk memantiing
pengakuannya tentang keadaan Peng-choan Thian-li selama
tinggal di Tiongkok. Tapi Yu Peng bungkam seribu bahasa,
sedikitpun tidak mau bicara apa-apa. Lama kelamaan keempat
dayang itupun tidak menanyakan lagi. Bahkan salah satu
dayang itu telah bersahabat baik dengan dia.
Dari dayang sahabatnya itu dia mendengar bahwa dayang
itu se-benarnya sedang bercinta-bercintaan ketika tiba-tiba
dayang itu terpilih untuk dikirim istana, padahal mereka sudah
berjanji akan menikah dlm waktu singkat. Maka dayang itu
merasa sangat kesepian dan merindukan kasih. Yu Peng dapat
memahami perasaan seorang gadis yg jatuh cinta, segera ia
membantu mencari jalan agar kekasih dayang itupun dapat
masuk istana untuk bertemu, umpamanya dengan melamar
untuk menjadi punggawa istana. Tapi kekasih dayang itu
adalah pemuda tani, sama sekali tidak paham ilmu silat. Tapi
kemudian Yu Peng mendapat satu akal, ia coba menulis sedikit
dasar-dasar ajaran ilmu silat disuatu carik kertas, lalu berikan
kepada dayang itu agar berdaya mengirimkannya kepada sang
kekasih. Biar pun ajaran itu cuma sedikit dasar-dasar ilmu
silat, tapi pada umumnya sudah lebih kuat daripada Bu-su
biasa diistana raja Nepal itu.
Kalau ada kemauan, akhirnya cita-cita tentu terkabul.
Begitulah kekasih sidayang akhirnya berhasil melamar sebagai
pengawal raja Nepal dan bertugas didalam istana. Tatkala itu
Yu Peng sudah tiga tahun ditahan disitu, lambat-laun raja
Nepal sudah tidak memperhatikannya lagi. Dayang itu juga
pernah membawa kekasihnya untuk bertemu dengan Yu Peng
untuk menyampaikan terima kasih-nya.
"Kekasih sidayang itu bernama Babud," demikian tutur Yu
Peng lebih jauh, "meski berasal dari keluarga tani, tapi cukup
cerdik dan adalah satu pemuda patriot. Sesudah aku bertemu
dengan Babud, barulah aku mengetahui bahwa raja Nepal
tidak disukai oleh rakyatnya, raja itupun bermaksud
mencaplok Tibet untuk memperluas wilayah kekuasaannya,
sudah lama ia memupuk pasukan tentara dan perbekalan yang
perlu, kesemuanya itu sudah tentu sangat memberatkan
beban rakyat. Maka banyak rakyat jelata sangat merindukan
Tuan Puteri mereka, yaitu Peng-choan Thian-li, dengan
harapan sang Puteri pada suatu hari akan pulang tanah air
untuk menjadi Ratu mereka. Kira-Kira setengah tahun pula,
ketika Babud bertemu dengan aku, ia telah menyampaikan
suatu berita padaku, katanya Ka-goan Moncu juga telah
ditawan oleh raja serta dikurung didalam istana, berita itupun
sudah tersiar keluar."
"Siapakah Ka-goan Moncu itu?" tanya Kang Lam dengan
heran. "Yu Peng," tiba-tiba Peng-choan Thian-li menyela dengan
tertawa, "sudah lama kukatakan padamu kita saling sebut
sebagai saudara, tapi kau masih selalu menggunakan
panggilan lama kepada kami." Lalu ia memberi penjelasan
kepada Kang Lam: "Ka-goan adalah nama puteraku Yaitu
sebagai kenang-kenangan asal-usulnya yang bersumber dari
Katmandu (Ka = dimaksudnyaa Katmandu. Goan = sumber).
Sedang Moncu adalah panggilan orang Nepal kepada putera
seorang Puteri Raja."


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maaf, enci Peng-go, aku hanya menirukan panggilan rakyat
Nepal umumnya saja," sahut Yu Peng dengan tertawa.
"Begitulah demi rakyat mendengar berita itu, mereka sangat
memperhatikan keselamatan Ka-goan Hiantit, rakyat ingin
menolongnya dan bermaksud mengangkatnya sebagai raja
baru. Menurut cerita Babud. nasib Ka-goan Hiantit serupa
dengan aku, yaitu sama-sama terkena racun bunga hantu
hingga tenaga hilang dan badan lemas.
"Meski rakyat ada maksud menggulingkan raja mereka yang
lalim itu, tapi pertama tiada yang memimpin, kedua penjaga
raja sangat banyak, malahan tidak sedikit diundangnya jagojago
pilihan dari luar negeri, maka usaha pemberontakan
rakyat sesungguhnya tidaklah mudah. Dan maksud Babud
bertemu lagi dengan aku itu justeru ingin berunding dengan
aku tiara bagaimana harus membantu usaha pergerakan
rakyat itu. Aku sendiri tiada mempunyai akal baik, sebaliknya
Babud mempunyai suatu rencana yang baik, kemudian kami
lantas bertindak menurutkan rencananya itu, tapi demi
pelaksanaan rencananya itu, pengorbanan Babudpun tidaklah
kecil. "Dayang kekasih Babud itu sangat cantik, sudah lama raja
Nepal ingin mengambilnya sebagai selir, cuma ia adalah
dayang permaisuri, betapapun raja masih jeri pada permaisuri
yang berasal dari keluarga bangsawan berpengaruh itu, maka
sebegitu jauh maksud jahatnya belum terlaksana?"?"
"O, tahulah aku," sela Kang Lam tiba-tiba. "Tentu Babud
telah minta kekasihnya menerima maksud raja itu untuk
menjadi selir-nya, disitu dapat mencari kesempatan baik untuk
membunuhnya."
"Bukan, kalau mau membunuh raja, bukankah Babud
sendiri bisa mencari kesempatan?" sahut Yu Peng. "Apalagi
kedudukan raja sudah terpupuk kuat, untuk menggulingkan
dia, kalau perlu harus dicabut sampai akar-akarnya, kalau
tidak, tentu tidak sedikit akan timbul bahaya-bahaya lain.
Malahan raja sendiri juga bukan jago silat lemah, banyak pula
pengawalnya, untuk membunuhnya juga bukan suatu usaha
yang gampang."
"Habis, bagaimana tujuan Babud?" tanya Kang Lam.
"Ya, memang Babud bermaksud kekasihnya menerima
keinginan raja, mengorbankan diri sendiri sebagai selir raja,"
tutur Yu Peng. "Tapi tujuannya bukan untuk melakukan
pembunuhan, tapi untuk mencuri obat pemunah bagi kami.
Rencana Babud itu terbagi dalam tiga tingkat yang dijalankan
setiara berbareng. Pertama kekasihnya diharapkan mencuri
obat pemunah racun untuk menolong diriku dan Ka-goan
Hiantit; Kedua, dia sendiri akan mengumpulkan kawan-kawan
sepaham yang akan diajarkan ilmu silat pada mereka, pa-bila
ada kesempatan, mereka akan dimasukan kedalam istana
sebagai penjaga atau pengawal untuk menambah kekuatan
pengawal-pengawal yar.g sudah mulai bekerja dibawah tanah
ditengah istana itu; Ketiga akan diusahakan hubungan dengan
pimpinan pergerakan rakyat diluar, jika datang saatnya yang
baik, segera luar-dalam akan bergerak serentak untuk
menumbangkan kekuasaan raja."
"Demi kepentingan umum Babud rela mengorbankan
kekasih sendiri, sungguh hal ini harus dipuji," udiar Thian-ih.
"Tapi entah kekasihnya itu mau menurut atau tidak?"
"Mereka berdua sudah berjanji akan sehidup-semati,
semula dayang -itu tidak mau, tapi sesudah Babud memberi
penjelasan dan bujukan, akhirnya ia mau juga melaksanakan
keinginan sang ke kasih," tutur Yu Peng.
Semua orang ikut terharu oleh kebesaran jiwa Kiongli
(dayang keraton) yang rela mengorbankan diri itu. Lalu Yu
Peng menyam-bung ceritanya: "Begitulah rencana Babud itu
lantas dilaksanakan serentak. Pada pertengahan tahun ini,
entah ada apa, tiba-tiba raja telah mengirim keluar sebagian
besar jago-jago pilihannya Menurut penyelidikan Babud,
katanya mereka dikirim untuk menghadiri pertemuan jagojago
silat yang diadakan sesuatu raja dari suatu negeri kecil.
Tentang negeri mana, itulah takdapat diketahui Babud."
"Tentu yang dimaksudkan itu adalah pertemuan di Kim-engkiong
pada tanggal 15 bulan ini nanti," ujar Ki Hian-hong.
"Pertemuan itu diadakan oleh Kok-su dari negeri Masar dan
bukan oleh rajanya."
"Ya, soal itu akupun mendengar cerita dari Suteku," kata
Hoat-ong dengan mengangguk. "Sebenarnya Suteku itu juga
akan menghadiri pertemuan itu pada sebelum dia pulang ke
Nepal bersama beberapa utusan raja itu."
"Soal pertemuan apa dan negeri mana tidaklah penting bagi
kita," tutur Yu Peng pula. "Yang penting ialah waktu itu adalah
suatu kesempatan yang paling bagus bagi pergerakan kita,
sebab kekuatan raja telah jauh lebih lemah dengan perginya
sebagian besar jago-jago andalannya itu Segera Babud
mengirim berita kepada pasukan pergerakan rakyat diluar
istana serta saling berjanji pada suatu hari tertentu untuk
menggulingkan kekuasaan raja. Ber bareng ia mendesak pula
pada kekasihnya agar sebelum tiba hari dicetuskannya
pemberontakan itu sudah harus mendapatkan obat pemunah
untuk menolong kami, dengan demikian akan dapat ikut
membantu pemberontakan mereka, bahkan dapat
memberikan suatu pemimpin yang didukung dan dicintai
rakyat, yaitu Ka-goan Hiantit, inilah yang paling berarti dalam
pergerakan mereka itu. Dan akhirnya obat pemunah itu
memang berhasil dicurinya, tetapi, ai, sebab itulah iapun
menjadi korban."
Demikian Yu Peng mengakhiri ceritanya dengan menghela
napas gegetun. "Lho, katanya kalian sempat mendapatkan obat pemunah
racun, dan sesudah tenaga kalian pulih, mengapa takdapat
menolongnya?" tanya Thian-ih dengan heran.
"Itu disebabkan dia rela korbankan jiwa sendiri dengan
mengaku perbuatannya kepada raja. Ketika kami hendak
menolongnya, namun sudah terlambat," sahut Yu Peng.
"Aneh, mengapa dia begitu bodoh," ujar Kang Lam sambil
geleng kepala. Semua orang merasa gegetun juga atas pengorbanan
sidayang yang suci murni itu. Kemudian Yu Peng
menyambung pula: "Sesudah raja membunuh dia, lalu ia
mengirim jago-jagonya hendak menangkap kami, dengan
bantuan Babud kami bersembunyi disuatu tempat rahasia,
berbareng pasukan pergerakan diluar istana kami beri kabar
pula, maka tengah malam itu juga pasukan pemberontak
lantas menyerbu kedalam istana. Tatkala itu sudah lebih 12
jam kami meminum obat pemunah, maka tenaga dan ilmu
silat kami sudah pulih kembali seperti biasa. Segera kami
menggabungkan diri dengan laskar rakyat, dengan serangan
dari luar dan dalam itu, pasukan kerajaan telah dapat
dihancurkan, cuma sayang, akhirnya raja lalim itu berhasil
lolos melalui jalan rahasia dibawah tanah.
"Sebenarnya pasukan pergerakan rakyat bermaksud
mengangkat Ka-goan Hiantit sebagai raja baru, tapi Ka-goan
tetap menolak-nya, maka dalam keadaan tergesa-gesa
akhirnya pasukan pergerakan terpaksa mengangkat seorang
cucu sanak keluarga raja yang dahulu untuk naik tahta.
Biarpun sudah ngacir, tapi raja lama itu masih banyak pula
begundalnya, dengan mati-matian ia bermaksud melakukan
serangan balasan kedalam kota, tapi selama itu usahanya
selalu gagal. Ia sengaja menyebarkan desas-desus bahwa Kagoan
Hiantit adalah bangsa Han, katanya pemberontakan
yang dibangkit-kan ini adalah Ka-goan Hiantit yang menjadi
biangkeladinya sebab bermaksud mencaplok wilayah Nepal.
Syukur Ka-goan Hiantit dapat berpikir panjang dan menolak
pengangkatannya sebagai raja, kalau tidak, tentu propokasi
raja lama itu akan ditelan mentah-mentah oleh rakyat Namun
banyak juga diantara rakyat Nepal yang kenal asal-usul Kagoan
Hiantit, mereka merindukan Kongcu dan dengan
sendirinya juga sangat mencintai Ka-goan Hiantit. Apalagi
rakyat sudah lama benci pada kelalimam raja lama, sebab
itudah pengaruh pasukan pergerakan tetap lebih besar dan
dapat menguasai suasana.
"Sesudah mengalami beberapa pertempuran sengit, dan
berulang-ulang pasukan raja dikalahkan, akhirnya mereka
ngacir dan mundur kedaerah pegunungan di barat-daya,
sampai sekarang sisa pasukan musuh itu masih belum
terbasmi, suatu hal yang masih menguatir-kan. Malahan
kabarnya pasukan raja itu sudah bersekongkal dengan
penguasa Kalimpung di India, bukan mustahil setiap waktu
mereka akan melakukan serangan balasan. Maka Babud
sangat kuatir, sesudah dipertimbangkan, aku diminta pulang
kesini untuk mengundang Kongcu agar kembali ketanah air
guna memenangkan semangat rakyat, dengan kedudukan
Kongcu supaya secara resmi dapat mengangkat raja baru,
kemudian membasmi sisa-sisa pengikut raja lama."
Demikianlah Yu Peng telah menyelesaikan ceritanya.
Sungguh Thian-ih sangat terharu, katanya dengan air mata
meleleh "Peng-moay, selama ini kau tentu penuh derita!"
"Ya, dia menderita, tapi juga berjasa besar," ujar Hiau-hong
dengan tertawa. "Coba kalau dia tidak mengatur tipu-daya
bagi Kiongli itu hingga Babud dapat dimasukan kedalam
istana, tentu raja lalim itu sampai sekarang belum digulingkan.
Bukankah ini suatu jasa besar baginya. Nah, makanya pantas
jika sekarang kita memberi selamat kepada mereka suamiisteri
yang telah berkumpul kembali."
Dan sesudah minum tanda memberi selamat, lalu Kengthian
berkata: "Thian-ih, sungguh menyesal, mungkin cuma
dalam waktu singkat kalian berkumpul untuk kemudian harus
berpisah lagi, sebab kami akan terus berangkat ke
Nepal?"?"
"Kenapa mereka mesti berpisah," tiba-tiba Peng-choan
Thian-li me-nyela dengan tertawa, "kita undang Thian-ih ikut
pergi, bukankah-lebih baik?"
"Itulah terserah, sebab kau adalah tuan rumahnya, aku
justeru mengharapkan kau mengundang dia ikut kesana," kata
Keng-thian dengan tertawa.
"Kenapa mesti mengundang apa segala, apa kau lupa
bahwa Peng-moay sendiri juga termasuk tuan rumahnya?"
sahut Thian-li dengan tertawa. Lalu katanya pula dengan
sungguh-sungguh: ,.Sudahlah, kita kembali membicarakan
pokok persoalannya. Ki-siansing, negeri Masar yang kau
katakan tadi apakah sebuah negeri yang terletak
dipegunungan Altai itu" Kok-su mereka bukankah seorang
paderi dari Thian-tiok yang bernama Po-siang Taysu"
Pertemuan di Kim-eng-klong akan diadakan kapan?"
"Benar, rupanya kau sudah tahu akan asal-usul tuan rumah
Kim-eng-kiong itu," sahut Hiau-hong. "Adapun hari
pertemuannya ja-tuh pada tgl. 15 bulan ini. He, malahan cuma
tinggal lima hari lagi."
"Tahun yang lalu ketika kau mencari kami di Thian-san,
kami justeru lagi pergi mencari puteraku yang hilang itu,"
demikian Thian-li berkata kepada Thian-ih, "kami pernah
mencari ketem-pat tinggal Liong Leng-kiau di Tay-kiat-nia
diperbatasan, kebetulan mereka suami-isteri baru pulang dari
pesiarnya ke Thiaa-tiok serta menceritakan padaku tentang
asal-usul Po-siang Hoatsu itu. Liong Leng-kiau berdua telah
berkunjung kepada Liong-yap Siang-d)in di Lan-to-si, paderi
saleh itu sudah lebih seabad usianya, tapi karena tetamunya
datang dari jauh, mau juga ia menerimanya. Dari Liong-yap
Siangjin itulah Liong Leng-kiau mendapat tahu bahwa paderi
itu mempunyai seorang murid yang diundang kenegeri Masar
dan diangkat menjadi Kok-su. menurut berita yang diterima
Liong-yap Siangjin, katanya muridnya itu tidak terlalu baik
kelaku annya, maka Liong Leng-kiau diminta bantuannpa ikut
menyelidiki tingkah-laku muridnya itu. Dary sikap paderi tua
itu, agaknya ia merasa kuatir kalau muridnya itu akan
menyeleweng. "Begitulah Liong Leng-kiau telah ceritakan hal itu kepada
kami. Dan kini sesudah mendengar cerita Hoat-ong dan Kisiansing
tadi. kukira jago-jago pilihan yang dikirim oleh raja
lalim negeriku itu tentunya juga akan hadir didalam pertemuan
di Kim-eng-kiong iiu. Urusan ini agaknya tidak sederhana.
Syukurlah sekarang salah suatu persoalan sudah diselesaikan,
yaitu dengan pertemuaa kembali Thian-ih dan Peng-moay
bahkan kita telah memperoleh aula sedikit keterangan
duduknya perkara. Dan jika benar duaaaa bahwa jago-jago
yang dikirim dari Nepal itu akan hadir dalam perteamaa Kimeng-
kiong, maka terpaksa kita harus berangkat dulu keaegeri
Masar, pertama untuk membabat habis begundal raja lalim itu
agar mereka tak dapat pulang ke Nepal untuk membantu
majikan nya: Kedua, sekalian kita dapat menyelidiki kelakuan
Po-siang seperti apa yang dipesan oleh Liong-yap Siangjin
kepada Liong eng-kiau. Dahulu Liong-yap Siangjin telah
menganugrahi aku dengan Pwc-yap-lang-hu (jimat agama
Budha) dan mengangkat aku sebagai Li-hou-hoat (wanita
pembela agama), jika sekarang beliau mempunyai seorang
murid murtad yang merugikan nama baik nya, sudah
seharusnya aku mesti memberi sedikit jasa-jasa baik kepada
beliau." "Bagus, mari kita beramai-ramai menjadi tamu yang tak
diundang ke Kim-eng-kiong, wah, tentu akan ramai disana,"
seru Kang Lam dengan girang. "Eh, Hay-ji sekarang kaupun
tidak perlu kuatir lagi, ada sekian banyak para paman dan
mamak-mamak akan mengiringi kau kesana, kau tidak akan
takut dikeroyok musuh lagi."
"Apakah Hiantit memang juga akan hadir dalam pertemuan
Kim-eng-kiong itu?" tanya Yu Peng.
"Benar," sahut Hay-thian, "aku telah mewakilkan Kokciangbun
dari Bin-san untuk menerima undangan mereka.
Apakah kalian ada yang kabar tentang guruku?"
Lalu Kang Hay-thian lantas menceritakan juga
pengalamannya selama ini yang mengherankan semua orang.
Demi mendengar bahwa selama ini Kim Si-ih masih takdapat
terangkap jodonya dengan Kok Ci-hoa, mau-tak-mau Pengchoan
Thian-li merasa gegetun juga?"?""
Besok paginya, segera Peng-choan Thian-li membawa
kawan-kawannya mohon diri kepada Hoat-ong. Kata Hoatong:
"Aku mempunyai dua ekor kuda bagus, biarlah
kuhadiahkan kepada kalian. Kuda itu setiap harinya sanggup
menempuh perjalanan ribuan li, cuma sayang jumlahnya cuma
dua ekor."
"Dua ekor juga sudah cukup," ujar Hiau-hong dengan


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa, Kiranya jarak Kim-eng-kiong dinegeri Masar itu ada ribuan li
jauhnya, padahal hari pertemuannya tinggal lima hari saja.
Hoat-ong cukup kenal kepandaian Ginkang Peng-choan Thianli
dan Ki Hiau-hong, untuk mencapai Kim-eng-kiong dalam
waktu lima hari itu masih dapat dilakukannya, tapi kepandaian
yang lain-lain tak dikenalnya, maka ia sengaja menghadiahkan
kuda bagus untuk tunggangan yang memerlukannya.
Sesudah, keluar dari istana Orsim itu, lalu Peng-choan
Thian-li berkata kepada Kang Lam agar menunggang satu
kuda dengan Kang Hay-thian. Tapi Kang Lam menyahut
dengan tertawa: "Harus diakui memang Ginkangku masih
ketinggalan daripada kalian, maka tanpa sungkan-sungkan aku
akan menunggang kuda saja. Hay-ji sendiri masih muda dan
kuat, biarpun dia jalan kaki saja, sedang kuda yang lain boleh
diberikan kepada Ji-so."
"Tidak perlu, aku masih sanggup berjalan," ujar Yu Peng.
Thian-ih juga membujuk agar isterinya menunggang kuda
saja, akhirnya Yu Peng mau menerimanya.
"Ki-sainsing," kata Peng-choan Thian-li kemudian, "sudah
lama kudengar Ginkangmu maha hebat, marilah kita cobacoba
berlomba."
Ki Hiau-hong menjadi ketarik juga, sahutnya segera: "Baik,
memang aku sangat ingin belajar kenal dengan Ginkangmu!"
"Ya. roemangnya kita harus buru-buru menempuh
perjalanan, kita semuanya ikut berlomba, tentu akan lebih
cepat sampai ditempat tujuan," kata Keng-thian.
Diam-Diam Ki Hiau-hong membatin pula: "Kabarnya dahulu
dilereng pegunungan Himalaya Peng-choan Thian-li pernah
menggunakan Ginkangnya untuk mengalahkan jago pertama
dari Arabia yang diundang raja Nepal hingga menggegerkan
berpuluh ribu tentara Nepal yang ikut menyaksikan. Dan entah
bagaimana kalau dibandingkan dengan Ginkangku."
Begitulah karena napsu ingin menang Ki Hiau-hong lantas
mengeluarkan antero kepandaian yang dimilikinya, larinya
secepat terbang hingga kuda laripun kalah cepatnya, sudah
tentu Peng-coan Thian-li juga tidak mau menyerah, dengan
rapat ia susul Ki Hiau-hong dan lari berjajar dengan dia.
Selang tak lama. dapatlah Thian-li melampaui sedikit, tapi
lantas disusul Ki Hiau-hong dan dilampaui juga. Begitulah
kedua orang susul menyusul secara bergantian hingga susah
ditentukan siapa lebih unggul dan siapa asor.
Tan Thian-ih juga tidak lemah Ginkangnya, ia pernah
makan buah ajaib diistana es hingga badannya seenteng
burung, sekali lompat saja lantas sejauh beberapa meter.
Teng Keng-thian sangat tinggi Lwekangnya, semula ia agak
ketinggalan, tapi lama kelamaan dapatlah Thian-ih disusulnya.
Mereka berdua juga seimbang cepatnya, meski takbisa
menyusul Peng-choan Thian-li dan Ki Hiau-hong, tapi juga
ketinggalan tidak jauh.
Semula Kang Hay-thian yakin biarpun dirinya takkan
menjadi juara pertama dalam perlombaan itu, paling tidak
juga pasti takkan ketinggalan dibelakang. Tak terduga lama
kelamaan ia lantas ketinggalan, jadinya memang juara, tapi
juara dihitung dari belakang.
"Pantasan Suhu sering mengatakan padaku bahwa ilmu itu
tiada batasnya," demikian Hay-thian membatin. "Aku sendiri
mengira sudah memperoleh ajaran asli dari Suhu,
kepandaianku tentu sudah masuk hitungan. Tak terduga
dalam hal Ginkang saja para paman inipun semuanya masih
lebih lihay daripadaku."
Begitulah jika Hay-thian merasa malu diri, adalah dipihak
lain Teng Keng-thian dan Tan Thian-ih diam-diam heran.
Semula mereka kuatir Kang Hay-thian akan ketinggalan jauh
dibelakang, siapa tahu sesudah berlari satu-dua jam lamanya,
meski pemuda itu memang ketinggalan, tapi juga cuma
belasan meter jauhnya. Pikir Keng-thian: "Kim Si-ih benarbenar
hebat, entah cara bagaimana dia telah mendidik murid
sebagus ini, bukan saja Ginkangnya hebat, bahkan tenaga
dalamnya juga lihay. Dalam waktu tak lama lagi agaknya
tokoh kelas utama dikalangan Bu-lim pasti akan terdaftar
namanya." Untung kuda-kuda yang ditunggangi Kang Lam dan Yu
Peng itu memang binatang pilihan yang jarang terdapat,
merekapun selalu melarikan kuda-kuda itu menyusul dari jarak
dekat. Sampai magrib, kira-kira jarak yang sudah mereka
tempuh ada lebih 800 h". Hasil dari perlombaan itu dijuarai
oleh Peng-choan Thian-li, Ki Hiau-hong kewalahan dalam hal
Lwekangnya, maka akhirnya ia malah ketinggalan dibelakang
Teng Keng-thian hingga menduduki juara ketiga. Kang Haythian
juga hampir dapat menyusul Tan Thian-ih, selisihnya
cuma beberapa meter saja. Walaupun nomor buntut yang
diperoleh Kang Hay-thian, tapi semua orang tiada habis-habis
memuji padanya.
Setelah hari pertama menempuh perjalanan sejauh 800 li
lebih, jarak dengan tempat tujuan sudah tidak jauh lagi. Maka
hari kedua mereka tidak perlu buru-buru pula, mereka
menaksir pada hari ketiga tentu akan sampai diwilayah negeri
Masar. Maka sepanjang jalan mereka saling menceritakan
keadaan masing-masing selama berpisah, terutama antara
Thian-ih dan Yu Peng serta Kang Lam dan Kang Hay-thian.
Kini Yu Peng berjalan dan kuda diberikan kepada Kang Haythian.
Melihat puteranya kini sudah sekian besar dan tegap,
kepandaiannya malah diatas dirinya, maka senang Kang Lam
benar-benar tak terkatakan. Mereka jalan berjajar dan tiada
henti-hentinya Kang Lam menanyakan puteranya, dasar Kang
Lam memang ce-riwis, maka ada-ada saja yang
ditanyakannya, lebih-lebih mengenai keadaan Hoa Thian-hong
dan puterinya itu, ia bertanya secara teliti. Dan karena mereka
asyik mengobrol sendiri hingga tanpa merasa kuda mereka
ketinggalan jauh dengan rombongan Peng-choan Thian-li.
Tidak lama kemudian, mereka telah memasuki sebuah selat
gunung yang sempit hingga kuda mereka hanya bisa
dijalankan dengan pelahan-lahan. Pada saat itulah tiba-tiba
terdengar suara auman binatang buas yang keras, tertampak
dua ekor binatang aneh yang berbulu kuning mengkilat
sedang memburu kearah mereka dengan cepat.
Kang Hay-thian terkejut, cepat serunya: "Awas, ayah! Itulah
Kim-mo-soan yang datang!"
Belum lenyap suara Hay-thian. kembali Kim-mo-soan itu
mengaum pula hingga kedua ekor kuda mereka berjingkrak
ketakutan, buru-buru Kang Lam berdua melompat turun dari
atas kuda, saking ketakutan kedua ekor kuda itu lantas lari
sipat-kuping. Secepat terbang Kim-mo-soan itu berlari, hanya sekejap
saja binatang buas itu sudah sampai didepan Kang Lam
berdua. Waktu mereka perhatikan, ternyata kedua Kim-mosoan
itu masing-masing ditunggangi seorang, yang satu lelaki
dan yang lain wanita. Yang wanita tak-lain-tak-bukan adalah
Thian-mo-kaucu, dan yang lelaki adalah sipemuda berbaju
hitam dan berambut panjang, Le Hok-sing adanya.
Segera Thian-mo-kaucu melompat turun dari atas Kim-mosoan,
lalu katanya dengan tertawa: "Siau-ko-ji (engkoh cilik),
wah sekarang kau sudah sekian besarnya" Apakah kau sudah
pangling padaku?"
Sudah tentu Hay-thian tidak melupakan kejadian dahulu
waktu dirinya diculik oleh dayang yang disuruh Thian-mokaucu
serta dikurung selama tiga bulan, cuma selama disarang
Thian-mo-kau itu dirinya dilayani dengan baik-baik. maka
iapun tidak ingin bermusuhan lebih jauh dengan wanita iblis
itu. segera sahutnya: "Terimalah salamku, Kaucu!"
"Bagus, bagus! Ternyata kau masih ingat padaku!" seru
Thian-mo-kaucu dengan tertawa. "Dan tempo hari aku
menyuruh orang mengundang kau, kenapa kau
membangkang?"
"Aku ada urusan, tidak sempat mengunjungi Kaucu," sahut
Hay-thian. "Ya, sudahlah, apa yang sudah lalu takkan kusalahkan kau,"
kata Thian-mo-kaucu. "Sekarang marilah kau ikut pergi
bersama aku!"
"Sekarang akupun ada keperluan penting," sahut Hay-thian.
"Urusan penting apa?" tanya Thian-mo-kaucu.
Hay-thian menjadi dongkol, sahutnya dengan dingin:
"Urusan ku sendiri, kau tidak perlu tanya."
"Wah, wah, kok marah-marah padaku?" kata Thian-mokaucu
"Kalau kau ingin tahu, itulah demi kebaikanmu. Coba
katakan bukankah kau hendak pergi ke Kim-eng-kiong?"
"Kalau betul mau apa?" sahut Hay-thian dengan ketus.
"Jika betul, maka kita adalah sama-sama satu tujuan,
marilah berangkat bersama," kata Thian-mo-kaucu.
"Aku bisa berangkat sendiri, masing-masing boleh menuju
kearahnya sendiri-sendiri, buat apa mesti berangkat
bersama?" "Sudah tentu aku tahu kau dapat berangkat sendiri kesana,
tapi jika kau kesana sendirian, rasanya belum tentu kau dapat
menjumpai orang yang ingin kau cari?" ujar Thian-mo-kaucu
dengan tertawa.
"Apa katamu" Kau tahu siapa yang sedang kucari?" tanya
Hay-thian. "Sudah tentu aku tahu," sahut Thian-mo-kaucu. "Pertama
kau ingin mencari gurumu, Kim Si-ih: Kedua kau ingin mencari
muridnya Kok Ci-hoa yang bernama Kok Tiong-lian. Betul
tidak?" "Kau tahu dimana mereka berada?" Hay-thian menegas.
"Ya, aku tahu, tapi takbisa kukatakan padamu. Jika kau
ingin mencari mereka, marilah berangkat bersama aku," sahut
Thian-mo-kaucu.
"Jangan mau tertipu, Hay-ji!" tiba-tiba Kang Lam menyela.
"Jika memang betul Kim-tayhiap berada disana, tentu beliau
akan menemui kita."
"Ha, juga belum tentu," jengek Thian-mo-kaucu.
Diam-Diam Kang Lam mendongkol juga, tapi ia lantas
memberi hormat kepada Thian-mo-kaucu sambil memohon:
"Sudahlah, Kaucu yang baik, selamanya kita tidak punya
permusuhan apa-apa kenapa berulang-ulang kau merecoki
kami saja?"
"Eh, kau ini benar-benar suka mengoceh tak keruan,
maksud baik orang kau sangka jelek, biarlah mengingat
puteramu itu, aku takkan memberi hukuman, padaku," kata
Thian-mo-kaucu. Lalu ia berpaling kepada Kang Hay-thian:
"Dan masih ada suatu alasan lagi, jika kau berangkat sendirian
kesana, keadaanmu tentu sangat berbahaya, maka lebih baik
aku yang membawa kau kesana."
Mau-tak-mau Hay-thian naik darah juga, bentaknya: "Tidak
perlui Lekas kau pergi dari sini, kalau tidak, terpaksa aku tidak
sungkan-sungkan lagi padamu!"
"Wah, wah! Sekarang kau sudah tumbuh sayap dan bisa
terbang, ya?" sahut Thian-mo-kaucu dengan tertawa. "Baiklah,
aku justeru ingin tahu cara bagaimana kau akan tak sungkansungkan
padaku?" Dan sekali lengan bajunya mengebas,
tahu-tahu ia telah meleset maju kehadapan Kang Hay-thian.
Gerakan Thian-mo-kaucu ini sangat aneh, tangannya
terselubung didalam lengan bajunya yang gondrong, maka
lawan sekali-sekali tidak tahu kemana arah serangannya
hendak ditujukan.
Meski Kang Hay-thian sudah siap siaga, tapi masih cetek
penga-lamannya, belum lagi ia tahu cara bagaimana harus
menangkis, mendadak tangan Thian-mo-kaucu sudah
menyambar kepundaknya sambil berkata: "Anak baik, marilah
ikut padaku?"
Pi-peh-kut diatas pundak itu adalah tempat yang paling
susah dilatih, betapapun tinggi ilmu silat setiap orang juga
akan mati kutu bila tulang pundak itu kena dipegang musuh.
Sebab itulah maka Thian-mo-kau-cu tenang-tenang saja lantas
yakin pemuda itu pasti akan kena ditawarnya.
Diluar dugaan Lwekang yang dilatih Kang Hay-thian
berbeda daripada jago silat umumnya. Ketika tangan Thianmo-
kaucu meremas tulang pundaknya, ia mereka seperti
memegang kapas yang empuk.
"Ha. apa kau masih anggap aku sebagai anak kecil saja?"
je-ngek Hay-thian, berbareng Hou-te-sin-kang terus saja
memberi reaksi, pundak yang tadinya lunak bagai kapas itu
mendadak baru-bah sekeras baja hingga diari tangan Thianmo-
kaucu sampai kesakitan. Dan dalam keadaan cepat sekali
Kang Hay-thian lantas balas menghantam juga, "bret" tahutahu
lengan baju Thian-mo-kaucu terobek malah oleh pemuda
itu. "Bagus, ilmu silatmu ternyata sudah sempurna benar,
syukurlah atas kemajuanmu ini. Tapi hendak kau main kayu
dihadapanku. haha, masih jauh dari cukup!" demikian jengek
Thian-mo-kaucu. Dan dikala bicara itulah ia sudah lantas
melontarkan beberapa kali serangan kilat, saking cepatnya
scrangan-scrangan itu hingga Kang Hay-thian agak kelabakan
juga. Akhirnya Hay-thian menjadi murka, serunya: "Baiklah, aku
benar-benar tak sungkan-sungkan lagi!" " Segera ia
keluarkan Si-mi-ciang-hoat untuk bertahan, begitu rapat
pendiagaannya hingga serangan kilat lawan tak berdaya
menembus lingkaran tenaga pertahanan pemuda itu, bahkan
setiap kali menyerang, selalu Thian-mo-kaucu kebentur pada
suatu tenaga rintangan yang sangat kuat.
"Ha, ternyata Lwekangmu juga maju pesat, jika demikian
marilah boleh kita coba-coba Lwekang saja," kata Thian-mokaucu
dengan tertawa. Tiba-Tiba kedua tangannya bergerak
melingkar hingga terbendung juga suatu lingkaran tenaga
dalam yang kuat, segera Hay-thian merasa tenaga pukulannya
selalu terhalang, cuma ia tidak merasakan ancaman tenaga
pukulan lawan lagi. Diam-Diam ia memikir: "Agaknya kau
sudah kehabisan tenaga, hanya sanggup bertahan dan tidak
kuat menyerang pula, kenapa aku mesti jeri padamu lagi?"
Diluar dugaan, tiada lama kemudian, tiba-tiba ia merasakan
sema-ngatnya lesu dan badan kemalas-malasan seakan-akan
ingin tidur. Ada maksudnya buat menyerang lebih dahsyat
lagi, tapi tenaga tak meng-izinkan lagi, tenaga yang dapat
dilontarkan hanya 6-7 bagian saja daripada kekuatan yang
sebenarnya. Diam-Diam Hay-thian terkesiap, pikimya: "Wah, celaka!
Thian-mo-kaucu ini suka main racun, jangan-jangan aku akan
masuk perangkapnya."
Ia coba menahan napas, dengan hawa murni dalam tubuh


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia co-ba bertahan, dan ternyata usahanya ini telah mengubah
keadaannya menjadi lebih baik.
Kiranya didalam kuku jari Thain-mo-kou-cu itu memang
tersimpan semacam bubuk obat bius yang dapat dihamburkan
tanpa disadari musuh, dan dalam waktu singkat saja musuh
pasti akan roboh dengan tak berkutik. Tapi kini Kang Haythian
telah menahan napas, dengan sendirinya racun itu tidak
banyak tersedot olehnya. Meski berulang-ulang tiga kali Thianmo-
kaucu menyelentikan bubukan obat itu, tapi selalu dapat
dihindarkan Kang Hay-thian.
Tentu saja Thian-mo-kaucu terheran-heran mengapa
tenaga dalam pemuda itu mendadak bisa bertambah lagi,
padahal keadaannya tadi sudah mulai lemas. Maka ia tidak
berani terlalu gegabah dan terlalu mendesak, maka kedudukan
kedua pihak menjadi sama kuat lagi.
Kang Lam tidak dapat membantu, maka ia cuma berteriakteriak
mem beri semangat kepada puteranya. Mendadak
Thian-mo-kaucu berseru: "Hok-sing, kau boleh tangkap
bapaknya sekalian, kalau bapak-nya tertangkap, tentu
anaknya akan tertangkap pula!"
"He, he! Mana boleh jadi! Masakah bapakmu akan
ditangkap juga," seru Kang Lam.
Le Hok-sing melengak sekejap, segera iapun sadar Kang
Lam sengaja hendak mengolok-olok padanya, yaitu dengan
mengaku sebagai bapaknya, ia menjadi gusar "Kurangajar,
kau berani mengambil keuntungan atas diriku?"
Dasar sifat Kang Lam memang jenaka, melihat lawannya
marah, ia sangat senang, selagi ia hendak menggodanya lagi,
sekonyong-konyong terasa suatu tenaga yang tak kelihatan
menyambar kearah "Ih-gi-hiat" dipinggangnya, rasanya pegalpegal
gatal. Kiranya Le Hok-sing juga mahir "Keh-gong-tiamhiat",
yaitu menutuk dari jauh, cuma belum sempurna.
Mendadak Kang Lam menjerit sekali terus roboh terguling.
"Hm. sekarang kau masih berani memaki orang tidak?" jengek
Le Hok-sing sambil melompat maju hendak menjambret.
Tapi mendadak Kang Lam melompat bangun sambil
berteriak: "Hai, kau benar-benar hendak menangkap
bapakmu?" berbareng kakinya terus mendepak ke "Pek-jihiat"
dilutut lawan. Sama sekali Le Hok-sing tidak tahu bahwa Kang Lam mahir
"Tian-to-hiat-to" atau ilmu memutar-belikan jalan darah, maka
hamplr-hamplr ia kena serangan Kang Lam. Syukur ia cukup
sigap, cepat tangannya memotong kebawah hingga depakan
Kang Lam itu dipatahkan. Menyusul ia gunakan seranganserangan
kilat dengan Kim-na-jiu-hoat tercampur Siau-thiansing-
ciang-lik untuk mencecar Kang Lam.
Dan pada waktu Kang Lam sudah terdesak dan tampaknya
akan tertawan musuh, mendadak ia berjumpalitan dan
melesat pergi. "Masih kau bisa lari?" bentak Le Hok-sing dengan gusar
Segera ia memburu dan beruntun-runtun menghantam tiga
kali lagi. Tapi setiap kali selalu dapat dihindarkan Kang Lam dengan
ber-jumpalitan. Gerak tubuh yang aneh itu adalah ajaran Kim
Si-ih, yaitu dipakai menyelamatkan diri dikala terancam
bahaya. Cuma cara jumpalitan begitu juga sangat membuang
tenaga, sebalik" nya Le Hok-sing masih terus menyusul saja,
sedikitpun tidak menjadi kendor serangannya, maka hanya
sebentar saja Kang Lam benar-benar kalang-kabut.
Melihat ayahnya terdesak, Kang Hay-thian menjadi kuatir.
Tapi ia lagi dicecar oleh Thian-mo-kaucu, berulang-ulang ia
coba balas menyerang, tapi selalu kena dipatahkan oleh
Thiam-mo-kaucu hingga tiada sempat untuk menolong sang
ayah. Pertandingan diantara ahli silat sedikitpun tidak boleh
lengah, apalagi Kang Hay-thian harus menahan napas untuk
menolak serangan bubuk racun lawannya. Tapi kini karena
pikirannya terpencar, ditambah lagi menyerang sekuatnya,
mau-tak-mau pernapasannya menjadi tegang tanpa merasa ia
mesti membuka mulut buat bernapas. Dan karena itu tersedot
pula hawa beracun yang disebarkan oleh Thian-mo-kaucu itu.
"Hay-ji, lekas kau lari untuk meminta bantuan Tengtayhiap!"
seru Kang Lam. Padahal ia harus tahu bila Kang Hay-thian dapat melarikan
diri, tentu lebih dulu akan menolong padanya. Sebaliknya
Kang Hay-thian bertambah kuatir mendengar seruan sang
ayah, karena takbisa melarikan diri. terpaksa ia bersuit keraskeras,
dan karena itu hawa racun yang disedotnya bertambah
banyak pula. Setelah berjumpalitan pula beberapa kali, lambat-laun Kang
Lam merasa payah juga dan bukan mustahil setiap waktu
akan dapat ditawan musuh. Pada saat berbahaya itulah, tibatiba
terdengar suara Ki Hiau-hong: "Jangan kuatir, Kanghiante,
Engkohmu ini datang untuk membantu padamu!"
Benar juga tertampak pencuri sakti itu sedang mendatangi
se-cepat terbang, dibelakangnya menyusul Teng Keng-thian
dengan isterinya.
Ki Hiau-hong kenal kepandaian Kang Hay-thian, maka yang
di kuatirkan hanya Kang Lam, dari itu lebih dulu ia lantas maju
membantu saudara angkatnya itu. Tapi segera Le Hok-sing
mema-paknya dengan sekali hantam hingga Ki Hiau-hong
tertolak mundur, habis itu, sekali putar, segera Le Hok-sing
mencengkeram pula kearah Kang Lam.
"Mundurlah Ki-toako!" seru Teng Keng-thian, berbareng
sebuah Thian-san-sin-bong lantas menyambar kedepan.
"Bagu! Benda apakah ini?" seru Le Hok-sing, segera ia catut
Giok-jio untuk menangkis.
Maka terdengarlah suara gemerincing nyaring beradunya
kedua benda mestika itu, meski Thian-san-sin-bong kena
disampok ja-tuh, tapi Giok-jio itu juga tertimpuk dekik sedikit.
Thian-san-sin-bong adalah semacam Am-gi yang kuat sekali
daya serangannya, keras buah duri itupun luar biasa, tapi
pemuda berambut panjang itu toh dapat memukul jatuh
senjata rahasianya itu, mau-tak-mau Teng Keng-thian merasa
heran juga. Ia tidak tahu bahwa Giok-jio yang digunakan Le
Hok-sing itu adalah benda pusaka tinggalan Kiau Pak-beng
yang susah dicari keduanya.
"Bagus! Coba terima lagi pedangku ini!" seru Keng-thian
kemudian, segera Yu-liong-kiam berputar dengan cepat terus
menahas kepinggang Le Hok-sing.
Waktu Hok-sing menangkis pula dengan Giok-jio, kembali
terdengar lagi suara nyaring yang menyerikan, sekali ini Yuliong-
kiam dan Giok-jio sama-sama gempil sedikit.
Sama sekali Keng-thian tidak menduga Giok-jio lawan
begitu berat bobotnya hingga genggamannya tergetar dan
terasa sakit. Segera ia himpun semangat dan membentak:
"Bagus, aku ingin tahu kau mampu menangkis beberapa kali
seranganku!" " terus saja ia mainkan Tui-hong-kiam-hoat
yaag lihay, dalam sekejap saja ia sudah melancarkan 6 X 6 =
36 jurus ilmu pedang pemburu angin itu hingga Le Hok-sing
terdesak kalang kabut.
Begitulah jika disini Ki Hiau-hong dan Teng Keng-thian
sedang membantu Kang Lam, adalah sebaliknya Peng-choan
Thian-li melihat Kang Hay-thian yang justeru lagi menghadapi
bahaya, segera iapun menimpukkan tiga butir Peng-pok-sintan.
Ia tahu Lwekang Kang Hay-thian sudah cukup kuat, tentu
takkan kuatir terserang hawa dingin dari peluru es yang
dihamburkan-nya itu.
Tapi ketika Thian-mo-kaucu meniup dengan tenaga
dalamnya, sebelum peluru es itu mengenai badannya sudah
pecah dulu di-tengah jalan hingga berubah kabut dingin yang
tebal dan mengurung rapat kearah mereka. Thian-mo-kaucu
hanya menggigil sedikit dibawah serangan hawa dingin itu,
tapi masih kuat bertahan. Sebaliknya keadaan Kang Hay-thian
sudah payah, tiba-tiba tertampak pemuda itu sempoyongan
bagaikan orang mabuk, kepalanya menguap dan giginya
berkeriutan menggigil.
Sekonyong-konyong Thian-mo-kaucu tertawa panjang,
serunya: "Terima kasih atas bantuanmu!" " dan sekali tangan
menjulur. tahu-tahu pungung Kang Hay-thian kena dijambret
olehnya terus menerjang keluar kabut dingin itu dengan cepat.
Kiranya Kang Hay-thian sudah cukup banyak mengisap
bubuk racun yang disebarkan Thian-mo-kaucu tadi,
sebenarnya kepalanya sudah mulai pusing dan mata
berkunang-kunang, mestinya ia sudah payah dan sedang
bertahan sekuat mungkin, tapi mendadak ia dirangsang pula
oleh hawa dingin dari peluru es, seketika itulah ia lantas
pingsan, sebab itu tanpa susah-susah lagi Thian-mo-kaucu
dapat menangkapnya.
Keruan kejut Peng-choan Thian-li bukan kepalang, serunya
kuatir: "Lekas tolong orang!;" Ia tidak berani menghamburkan
peluru es lagi, tapi dengan pedang Peng-pok-han-kong-kiam
segera ia memburu.
Namun mendadak Thian-mo-kaucu mengayun tangannya
ke-belakang, tahu-tahu seutas selendang yang berwarnawarni
menyamar hingga Peng-choan Thian-li terhalang,
menyusul Thian-mo-kaucu bersuit pula dan Kim-mo-soan tadi
lantas memapak kearahnya.
Selendang pancawarna itu disebut "Sin-coa-soh" atau
selendang ular sakti, semncnm selendang yang direndam
dengan macam-macam obat racun dan iler ular berbisa. Racun
yang menerbitkan bau amis memuakkan itu terus saja
menyambar kearah lawan. Tapi Peng-choan Thian-li sangat
hebat Ginkangnya, ilmu silatnya tinggi pula. maka cepat ia
dapat menghindar. Sebaliknya Ki Hiau-hong kebetulan
kepergok, meski iapun sempat menghindar, tapi tidak urung
bau amis yang memuakan itu juga menyerang hidungnya. tak
tertahan lagi ia muntah-muntah, matanya menjadi berkunangkunang
dan hampir-hampir membentur sebatang pohon
didepannya. Disebelah sana Teng Keng-thian sedang menghajar Le Hoksing
hingga yang belakangan ini sedang kelabakan, ketika
mendengar seruan sang isteri tadi, Keng-thian menjadi kaget.
Dan sedikit ayal itu telah digunakan Le Hok-sing untuk
meloloskan diri, dengan langkah Thian-lo-poh-hoat yang lihay
ia berhasil keluar dari kurungan sinar pedang Teng Keng-thian
untuk kemudian melarikan diri bersama Thian-mo-kaucu
dengan menunggang Kim-mo-soan.
Meski Ginkang Peng-choan Thian-li sangat tinggi, tapi untuk
mengejar Kim-mo-soan ternyata tidak mampu Berulang-ulang
Teng-Keng-thian menyambitkan dua buah Sin-bong", tapi yang
sebuah kena dipukul jatuh oleh Giok-jio Le Hok-sing, sedang
Sin-bong kedua takbisa niencapai cepatnya Kim-mo-soan dan
jatuh sendiri ketanah. Hanya dalam sekejap saja kedua ekor
Kim-mo-soan itu sudah menghilang dari pandangan mata.
Kemudian Keng-thian membangunkan Ki Hiau-hong dan
mem-berinya sebutir Pek-ling-tan untuk menghilangkan rasa
enek. Tidak lama Thian-ih bersama isterinya juga sudah
datang dengan menunggang kuda. Rupanya ditengah jalan
mereka dapat mencegat kedua kuda yang lari ketakutan
karena suara Kim-mo-soan tadi, segera Thian-ih lantas tahu
juga pasti terjadi apa-apa atas kawan-kawannya, maka
merekapun memburu kemari.
Begitulah Ki Hiau-hong lantas mencaci-maki kepada Thianmo-
kaucu, begitu pula Peng-choan Thian-li menyesalkan diri
sendiri yang takbisa menyelamatkan Kang Hay-thian.
Sebaliknya Kang Lam malah menghibur mereka: "Sudahlah,
kalian tak perlu kuatir, hidup atau mati sudah suratan nasib.
Tapi dari ucapan Thian-mo-kaucu tadi agaknya dia tidak
bermaksud membikin susah pada Hay-ji. Cuma aku tidak tahu
maksud tujuannya menculik Hay-ji itu. Tapi biarlah, kita tetap
melaksanakan rencana kita semula dan tetap pergi ke Kimeng-
kiong, asal bertemu Kim-tayhiap, pasti Hay-ji akan dapat
dibebaskan kembali."
Karena tiada jalan lain, terpaksa semua orang
menurut?"?"
Entah berapa lama Kang Hay-thian tak sadarkan diri, ketika
tiba-tiba ia merasa angin silir-silir dengan bau harum bunga
semerbak, ia menghirup hawa udara segar beberapa kali
hingga semangatnya terbangkit, pelahan-lahan ia membuka
mata, ia melihat rumput menghijau lebat, bunga mekar
semarak, awan bergumpal-gumpal mengapung diangkasa,
burung berkicau merdu, apa yang terlihat olehnya ternyata
adalah suatu pemandangan alam yang indah permai.
Keruan Hay-thian terheran-heran, cepat ia melompat
bangun dan berseru: "He, tempat dimanakah ini?"
Ketika dipandang sekelilingnya, ternyata terbentang luas air
melulu, baru sekarang ia tahu bahwa tempat dimana ia berada
adalah sebuah pulau yang dilingkungi danau yang luas.
Ia masih merasa kepalanya agak pening, syukur diantara
pepohonan yang rindang disitu banyak terdapat sumber air
jernih. ia coba mencuci muka dengan air sumber itu hingga
semangatnya menjadi segar kembali. Diam-Diam ia memikir:
"Tempat apakah yang mirip dunia luar ini" Mengapa aku bisa
sampai disini" Dimanakah ayah, Ki-pepek dan lain-lain,
mengapa tak kelihatan semua" Apa barangkali aku sedang
mengimpi?"
la coba tenangkan diri dan mengingat-ingat apa yang ierjadi
kemarin, akhirnya ia ingat telah bertempur sengit melawan
Thian-ino-kaucu. Tiba-Tiba ia terkesiap: "Ha, rupanya aku
telah ditawan oleh Thian-mo-kaucu, tapi kemanakah
perginya?"
Lambat laun Hay-thian dapat mengingat semua
pengalamannya. ia yakin pasti dirinya tertawan ketika
mendadak pandangannya menjadi gelap dan tak sadarkan diri.
Tapi mengapa sekarang dirinya ditinggalkan begitu saja
ditempat sunyi ini"
Karena susah untuk dipikir, akhirnya Hay-thian tidak mau
pusing kepala lagi, segera ia menjelajahi pulau itu, ia ingin
tahu apakah dipulau itu ada tempat tinggal manusia atau
tidak. Kalau melihat tetumbuhan disitu yang rajin terawat,
agaknya pasti ada orang yang tinggal disitu, namun sebegitu
jauh tiada seorangpun yang dijumpai olehnya.
Selagi Hay-thian bermaksud memetik beberapa buahbuahan
sekadar tangsal perut, baru saja ia menyiah semaksemak
rumput didepannya untuk mencapai pohon buah yang
tak dikenalnya, tiba-tiba dilihatnya jauh dibalik pepohonan
sana menongol sebagian pagar tembok, ia menjadi girang:
"Ha, jika disitu ada pagar tembok, tentu ada rumahnya dan
ada penghuninya pula."


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan baru ia bermaksud menuju kesana, tiba-tiba
didengarnya suara bentakan orang perempuan, sekonyongkonyong
seorang wanita menerobos keluar dari semak-semak
pohon sana. Tengah Hay-thian terkejut, mendadak wanita itu
sudah melolos sebatang pedang, sambil menudingkan senjata
itu kehidung Kang Hay-thian, wanita itu lantas men-damperat:
"Aku tidak ingin melihat tampangmu lagi, lekaslah enyah dari
sini!" Untuk menjaga segala kemungkinan, cepat Hay-thian
menggeser kesamping dengan Thian-o-poh-hoat. Sekilas tibatiba
dilihatnya wanita muda itu ternyata dikenalnya. Dan pada
saat yang sama. rupanya wanita itupun sangat heran,
sekonyong-konyong ia tarik kembali pedangnya sambil
berseru: "He, siapa kau?"
Jantung Kang Hay-thian menjadi berdebar-debar, segera
iapun berseru: "He, bukankah kau ini adik Lian?"
Dan hampir pada saat yang sama gadis itupun berseru:
"He, bukankah engkau adalah engkoh Hay-thian?"
Kiranya wanita muda itu memang bukan lain adalah Kok
Tiong-lian yang sedang dicari Kang Hay-thian itu. Sudah tentu
mimpipun pemuda itu tidak mengira akan dapat berjumpa
dengan Kok Tiong-lian ditempat seperti ini.
Kedua muda-mudi itu adalah kenalan sejak masih kanakkanak,
mereka sudah hampir sepuluh tahun berpisah, kini
mendadak berjumpa pula, keruan saking girangnya sampai
mereka sama berjingkrak-jingkrak dan memegang tangan
masing-masing. Dan selagi Kang Hay-thian bermaksud membuka suara
untuk menanyakan Kok Tiong-lian, tiba-tiba gadis itu menarik
muka terus mengipatkan tangan Hay-thian sambil
membentak: "Pergi dari sini!"
Sudah tentu Hay-thian melengak, baru saja gadis itu
ketawa-ketawa girang, mengapa mendadak berubah gusar.
Segera ia menanya: "He, Lian-mooay, ada apakah" Kau tidak
suka padaku?"
"Siapakah adikmu" Huh. kau?"" kau?"?"" sahut Tionglian
dengan tetap marah-marah hingga suaranya tak lancar.
"Apakah kau tidak kenal padaku lagi?" tanya Hay-thian pula
dengan mata terbelalak heran.
"Siapa sudi kenal pada budak hina-dina macam kau ini?"
sahut Tiong-lian dengan ketus.
"Apa katamu?" teriak Hay-thian. "Kau bilang aku adalah
budak hina-dina" Mana boleh kau sembarangan memaki
orang?" Tiba-Tiba Kok Tiong-lian juga membelalakan matanya
mengamat-amati Kang-Hay-thian, demi melihat dandanan
sipemuda yang sederhana itu, ia menjadi ragu-ragu. Tanyanya
kemudian: "Apa kau bukan orang yang dikirim kemari oleh
raja Masar?"
"Aneh ucapanmu ini" Bagaimana macamnya raja Masar itu
sampai detik ini aku belum pernah mehhatnya," sahut Haythian.
"Kau bukan begundal raja itu" Habis darimana kau tahu aku
berada disini?"
"Memangnya aku tidak tahu bahwa kau berada disini!"
"Habis, cara bagaimana kau dapat datang kesini" Siapa
yang hantar kau kemari, apa kau bisa terbang?"
"Entah, aku sendiripun lagi bingung. Aku ingat ditawan oleh
Thian-mo-kaucu, ketika aku sadar kembali, tahu-tahu sudah
berada dipulau ini."
Tapi Tiong-lian masih ragu-ragu, katanya: "Ceritamu ini
terlalu aneh, betapapun susah untuk dipercaya!"
"Bilakah aku pernah berdusta padamu?" ujar Hay-thian.
"Pa-bila aku bohong, biarlah mulutku ini nanti timbul suatu
bisul besar dan selamanya takbisa bicara lagi."
Diwaktu masih kecilnya dahulu jika dia memain bersama
gadis itu, setiap kali ia disalahkan Kok Tong-lian, tentu gadis
itu minta Hay-thian bersumpah seperti demikian itu. Kini
dalam gugupnya, tanpa merasa Hay-thian terus mengucapkan
sumpahnya dimasa kanak-kanak dahulu.
Maka tertawalah Kok Tiong-lian, rasa curiganya lenyap
seketika. "Sekarang kau percaya padaku atau tidak?" Hay-thian
mendesak. "Ya." sahut Tiong-lian sambil mengangguk. "Cara
bagaimana kau ditawan kesini oleh Thian-mo-kaucu?"
Segera Hay-thian menceritakan pengalamannya kemarin.
"Aneh. mengapa mereka begitu baik hati dan mau
menghantar kau kesini untuk dipertemukan padaku?" ujar
Tiong-lian dengan heran.
"Ya, aku sendiripun bingung," kata Hay-thian, "Dan kau
bagaimana" Mengapa kau bisa berada disini" Apa dipulau ini
masih ada orang lain lagi?"
"Akupun kena ditawan orang kesini," sahut Tiong-fcan.
Kiranya begitu Tiong-han bersama Kok Ci-hoa mengijak
wilayah negeri Masar, mereka lantas dicegat oleh delapan
jagoan yang dikirim raja Masar. Karena dikerubut, akhirnya
Kok Tiong-han tertawan dan Kok Ci-hoa tak sanggup
memolongnya, terpaksa ia melarikan diri dari kepungan
musuh. "Mulai aku dikurung didalam istana raja mereka," demikian
Tiong-Iian menutur. "Kemudian mereka memaksa?"?""
"Memaksa kau menikah pada putera pengeran, bukan?"
sela Hay-thian.
"Benar! Darimanakah kau mendapat tahu?" sahut Tiong-
Iian. "Coba kau ceritakan dulu pengalamanmu, nanti aku akan
menerangkan padamu," kata Hay-thian.
"Sudah tentu aku takmau menurut kehendak mereka,
bahkan aku mencaci-maki habis-habis-an raja mereka,"
demikian Tiong-han melanjutkan penuturannya. "Keruan saja
raja itu menjadi ?nirka dan aku hendak dibunuhnya. Tapi ada
seorang paderi asing yang mendampingi raja itu telah
mencegahnya. katanya nona can-tik seperti aku ini sayang
kalau dibunuh, lebih baik dikurung dulu kepulau Pek-hoa-to
yang terpencil ini, lama-kelamaan mungkin ?ku akan berubah
pikiran dan menurut pada kehendaknya. Raja telah menerima
usul paderi asing itu, lalu aku dikirim kesini." Sampai disini,
Tiong-Iian lantas menghela napas.
"Tidak perlu kau sedih," ujar Hay-thian. "Kita tentu dapat
mencari jalan untuk keluar dari sini."
"Aku tidak kuatirkan diriku yang tertawan ini." kata Tiong-
Iian. "Tapi aku,?"?"ya, engkau toh bukan orang luar,
biarlah kukatakan sesuatu rahasia padamu. Apakah kau tahu
untuk apa Suhu membawa aku kenegeri Masar sini?"
Diam-Diam Hay-thian geli "rahasia" sigadis yang bukan
rahasia lagi itu, tapi ia pura-pura tidak tahu dan
mendengarkan cerita sigadis lebih lanjut.
Maka Tiong-Iian lantas menyambung: "Kiranya Suhu
menyang-sikan aku adalah puteri raja Masar yang dahulu,
makanya aku dibawa kesini dengan tujuan hendak menyelidiki
duduknya perkara yang sebenarnya. Dan begitu aku sampai
disini segera aku ditangkap mereka, agaknya apa yang
disangsikan Suhu itu memang bukan tak beralasan. Ai, jika
benar-benar aku adalah puteri raja yang duluan, maka raja
yang sekarang ini adalah musuh pembunuh ayahku. Kini aku
tidak mampu membalas dendam, sebaliknya malah ditawan
musuh, dengan sendirinya aku menyesal.
Selama aku dikurung disini, tidak sedekil raja jahat itu telah
mengirim orangnya untuk memancing suaraku, rupanya ia
ingin tahu sampai dimana aku kenal akan asal-usul diriku.
Agaknya mereka rada takut kalau-kalau ada sesuatu rahasia
mengenai raja yang dulu tersiar keluar."
"Dan kau sudah bertemu dengan kakakmu atau belum?"
tanya Hay-thian tiba-tiba.
"Darimana aku mempunyai kakak?" balas Tiong-lian
menanya. "Ditengah jalan aku telah bertemu dengan kakakmu,
tentang kau hendak diambil menjadi menantu raja. dialah
yang mengasih tahu padaku, iapun mengatakan sudah
berjumpa dengan kau."
"O, barangkali kau maksudkan Yap Tiong-siau itu" Dia
bukan saudaraku!" sahut Tiong-lian dengan tegas.
Hay-thian, menjadi heran, katanya: "Apa barangkali
disebabkan dia mengaku musuh sebagai ayah angkat, lalu kau
tidak sudi mengaku saudara padanya?"
"Tidak, hakikatnya dia bukanlah saudaraku!"
"Masak bukan" Dahulu ketika terjadi pemberontakan
dinegeri Mi, kau telah ditolong oleh Khu Giam dan dia
diselamatkan oleh Yap Kun-san. Meski kemudian kalian
memakai she sendiri-sendiri, tapi sebenarnya kaitan adalah
saudara kembar sekandung, apakah seluk-beluk ini sebegitu
jauh gurumu tidak pernah bercerita padamu?"
"Hal itu sudah lama kuketahui, makanya aku juga ingin
mencari tahu dimana beradanya saudaraku itu. Tapi aku tidak
dapat sembarangan mengaku seseorang sebagai saudaraku."
"Asal-usul Yap Tiong-siau adalah cocok sebagaimana halnya
kakakmu itu, mengapa kau berkeras mengatakan dia bukan
kakakmu?"."
"Apakah dia takbisa sengaja mengarang cerita yang bohong
Hw?" "Tapi masih ada suatu tanda khas yang jelas kelihatan,
yaitu air mukanya memper dengan kau," ujar Hay-thian.
"Hm, didunia ini tidak kurang orang yang sama mukanya,
kenapa mesti heran?" sahut Tiong-lian dengan menjengek.
Melihat pendapat gadis itu sedemikian kukuhnya, Hay-thian
menjadi bingung.
Tapi Tiong-lian lantas ajak pemuda itu pergi ketempat
tinggal-nya, kata gadis itu: "Dipulau kecil ini ada suatu
bangunan yang merupakan istana tetirah raja, tapi kini akulah
yang tinggal disitu dan sangat kesepian, kebetulan sekarang
ada kau, selanjutnya aku takkan sendirian lagi. Pernah juga
aku membuat suatu getek kayu dengan maksud melarikan diri,
tapi belum lagi getek itu jadi, maTamnya sudah lantas dirusak
orang, hal itu menandakan dipulau ini sebenarnya masih ada
tinggal orang laia. Dipulau ini cukup tertimbun rangsum yang
diperlukan, setiap beberapa .hari sekali tentu mereka
mengirim sayur-mayur yang segar. Semula mereka
memberikan dua pelayan padaku, tapi aku telah mengusir
kembali mereka."
"Habis siapa yang masak bagimu?" tanya Hay-thian.
"Aku sendiri sanggup melakukan segala keperluanku," sahut
Tiong-lian. "Dan selanjutnya aku dapat membantu kau," kata Hay-thian
dengan tertawa.
"Jika kita takdapat lolos dari sini, terpaksa selama hidup
mesti tiggal disini".
"Disini pemandangan indah permai, tinggal selama hidup
disini juga baik."
"Tapi ayahmu dan Suhuku tentu akan kelabakan mencari
kita diluar sana."
"Ya, maka lebih baik kita harus berdaya meloloskan diri saja
dari sini."
"Hay-thian, sudah sekian lamanya kau belajar silat pada
Kim-tayhiap, kepandaianmu sekarang tentu sangat tinggi.
Bagaimana kalau dibandingkan Yap Tiong-siau itu?"
"Pernah dua kali aku bertempur dengan dia, kepandaiannya
memang tidak lemah."
"Dan kau menang atau kalah?"
"Untung aku lebih unggul sedikit."
"Jika begitu, ada harapan kita akan dapat lolos dari sini,"
seru sigadis dengan girang Hay-thian menjadi heran, ia minta
pen-jelasan. Maka berkatalah.Tiong-lian: "Yap Tiong-siau yang mengaku
sebagai engkohku itu setiap tiga mari sekali tentu datang
kemari untuk membujuk aku, terkadang dia datang sendiri dan
tempo-tempo juga membawa pengikut. Aku sangat gemas
padanya, tapi apa daya, aku takbisa menangkan dia. Maka
sekarang aku mempunyai akal, jika nanti dia datang lagi,
boleh kau labrak dia dan aku membereskan penglkutnya,
sesudah kita tawan dia. kita paksa dia menghantar: kita keluar
dari pulau ini."
Hay-than meraba-raba pinggangnya, tiba-tiba ia berseru:
"Tapi sayang, sungguh sayang!"
"Sayang apa?" tanya Tiong-lian dengan bingung.
"Pokiamku telah hilang, tentu telah disita oleh Thian-mokaucu
itu. Tanpa pedang mestika itu, susahlah hendak
menangkan Yap Tiong-siau."
"Pedangmu dapat dicari kembali kelak. Untuk nanti, dapat
kau sergap Yap Tiong-siau dari tempat sembunyimu," ujar
sigadis.. "Cara begitu bukan perbuatan seorang kesatria."
"Masih kau bicara tentang etika kesatria apa segala
padanya" Bukankah kita jusieru terjebak oleh tipu muslihatnya
yang keji?" kata Tiong-Iian dengan marah.
"Baiklah, akan kuturut permintaanmu, aku akan berusaha
merobohkan dia nanti." Tiba-Tiba Hay-thian berseru pola: "He,
untung Giokkah ini masih kupakai dan tidak dirampas oleh
Thian-mo-kauryu." Dan dengan tak sabar lagi ya terus
membuka baju dan melepaskan baju pusaka tinggalan Kieu
Pak-beng itu untuk diserahkan kepada sigadis.
"Ini adalah satu diantara ketiga benda pusaka tinggalan
Kiau Pak-beng. kalau memakai baju ini, segala senjata tajam
takkan mempan melukai kau." demikian kata Hay-thian
kemudian. "Pakailah untuk kau sendiri," ujar Tiong-Iian.
"Suhu suruh aku serahkan padamu, katanya ini adalah
barangmu," sahut Hay-thian "Ditengak jalan akupun banyak
mendapatkan bantuannya hingga beberapa kali terhindar dari
bahaya." Karena takbisa menolak lagi, terpaksa Tiong-Iian menerima
Giok-kah itu. Katanya. kemudian: "Sungguh sayang aku
takdapat memberikan sesuatu barang apa padamu." Dan tibatiba
mukanya merah jengah seakan-akan terkenang pada
sesuatu. "Sejak kecil kita memain bersama, mengapa kau masih
sungkan-sungkan padaku seperti orang lain," ujar Hay-thian
dengan tertawa. "Apa kau masih ingat, diwaktu kita main
bersama, kau pandai panjat pohon dan aku tidak dapat, kau
lantas memetik buah-buahan. mengunduh telur burung,
kemudian kau bagi bersama dengan aku. Sebenarnya sudah


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak pemberianmu padaku sedari dulu."
Begitulah Hay-thian mengira sigadis merasa rikuh, tak
tahunya sebenarnya Tiong-lian lagi memikirkan sesuatu hal
lain. Setelah dipikir, akhirnya gadis itu memutuskan takkan
membicarakannya.
Sambil bicara. tidak lama kemudian sampailah mereka
ditempat tinggal Kok Tiong-Iian. Ternyata gedung itu sangat
besar dan luas. Diatas tiang didalam gedung itu Hay-thian
melihat banyak terdapat bekas-bekas goresan senjata.
"Apakah ini?" tanya Hay-thian.
"Aku kuatir lupakan hitungan hari, maka setiap hari aku
tinyau! disini aku lantas menggurat satu lajur ditiang ini,"
sahut Tiong Lian
"Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, aku justru ingin
tahu hari apakah ini hari?" tanya Hay-thian.
Tiong-Iian coba menghitung-hitung guratan diatas tiang itu,
lalu katanya: "Waktu aku sampai dipulau ini jatuh pada
tanggpl 14 kulan tujuh, guratan diatas tiang ini ada 28 lajor,
jika begitu, hari ini adalah tanggal 12 bulan delapan."
"Kira-Kira berapa jauhnya tempat ini dengan ibukota negeri
Masar itu?" tanya Hay-thian.
"Waktu mereka menggusur aku kesini, semula menumpang
kereta kira-kira sejam lamanya, kemudian ada setengah jam
menumpang perahu, mungkin sekali jaraknya tidak lebih dari
50 li," tutur sigadis.
Hay-thian menjadi terheran-heran, katanya: "Waktu aku tak
sadarkan diri dan tertawan, tempat itu kira-kira beberapa li
jauhnya dari sini. tapi hanya dalam waktu beberapa jam saja
aku sudah dibawa kesini, sungguh kecepatan Kim-me-soan itu
susah diukur. Dan kalau harini tanggal 12 bulan delapan, itu
berarti pertemuan di Kim-eng-kiong akan diadakan tiga hari
lagi, tentu ayah, Ki-pepek dan lain-lain akan dapat hadir pada
waktunya, cuma sayang kita tak dapat ikut menyaksikan
keramaian itu."
"Boleh jadi dalam waktu singkat ini Yap Tiong-siau itu
datang kemari, kesempatan itu akan dapat kita gunakan untuk
meringkusnya, dan kira lantas dapat melarikan diri," kata
Tiong-Iian. Pelahan-lahan haripun sudah sore. Kok Tiong-Iian agak
kecewa, katanya: "Agaknya harini tiada orang datang kemari
Marilah kita memasak untuk makanan malam nanti."
Segera Kang Hay-thian membantu sigadis menanak nasi
dan mengolah sayur-mayur Tengah mereka asyik makan
dengan bersenda-gurau, tiba-tiba Tiong-Iian berkata dengan
suara tertahan: "Ssssst, coba dengarkan, itu adalah suara air
tersiah dan berkeriutnya dayung perahu, ada orang sedang
mendatangi."
Waktu Hay-thian mengintai melalui jendela. benar juga
tertampak sebuah perahu kecil sedang meluncur tiba. Sesudah
dekat gili-gili. segera ada seorang melompat kedaratan.
"Itulah dia Yap Tiong-siau. ia tidak membawa pengikut,
rencana kita akan lebih mudah dilaksanakan," kata Tiong-Iian
dengan girang. "Lekas kau bersembunyi, sebentar bila
mendengar aku mendehem, segera kau menyergapnya."
"Tapi aku masih ragu-ragu, aku ingin tanya dia lagi," ujar
Hay-thian. Tiong-Iian menjadi gusar, katanya: "Jadi kau tidak percaya
padaku" Kubilang dia bukan engkohku, mengapa kau masih
mau tanya apa segala" Jika kau tanya dia, tentu gagal rencana
kita. Coba lihatlah, ia sudah dekat, hayolah lekas sembunyi,
lekas!" Dan selagi Hay-thian masih ragu-ragu, namun Tiong-Iian
sudah lantas mendorongnya bersembunyi dibelakang tirai
sana. Lalu sigadis lekas-lekas membersihkan meja makan agar
tidak menimbulkan curiga orang. Dan baru saja selesai
kerjanya, diluar sana pintu sudah terketok dan terdengar
suara Yap Tiong-siau sedang berseru: "Lian-moay, aku datang
menjenguk kau lagi."
"Pintu tak dikunci, masuklah!" sahut Tiong-han.
"Ha, harini engkau sangat ramah padaku, agaknya engkau
sudah mau mengaku aku sebagai kakakmu, bukan?" demikian
Yap Tiong-siau menyapa begitu melangkah masuk kedalam
rumah. "Kau mengaku sebagai engkohku, tapi mengapa kau selalu
mengeloni orang lain untuk membikin susah padaku?" sahut
Tiong-lian dengan ketus.
"Aneh, mengapa malah menuduh membikin susah padamu,
aku menganjurkan kau menikah dengan Thaycu (putera
mahkota) apakah itu membikin susah padamu?" sahut Tiongsiau.
"Huh, tidak malu, hendak memperalat diriku untuk
kedudukan dan kepentinganmu!" semprot Tiong-lian.
"Tentang kedudukan dan kehidupanku yang agung tidak
perlu lagi aku susah-susah lagi, bukankah sekarang juga aku
adalah pangeran negara Masar dengan pangkat "Ci-kim-ngo"
Tayciangkun, ayah baginda juga sangat baik padaku, bahkan
lebih baik daripada cintanya kepada putera mahkota,"
demikian sahut Tiong-siau.
"Setiap orang mempunyai cita-cita sendiri, kau kemaruk
pada kedudukan dan kemewahan, teruskanlah sesuka hatimu,
apakah betul kau adalah saudaraku atau bukan, pendek kata
aku tidak sudi membonceng padamu," sahut Tiong-lian.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 11 "Dan sebab apa kau tidak sudi menjadi isteri Thaycu
(putera mahkota) " Ah, mungkin kau sudah punya kekasih ?"
kata Yap Tiong-siau pula dengan tersenyum-senyum.
"Jangan kau sembarangan mengoceh disini, enyahlah kau!"
semprot Tiong-lian,
"Eh, Kim Si-ih mempunyai seorang murid, namanya Kang
Hay-thian, kau kenal dengan dia sejak kecil, bukan " tiba-tiba
Tiong-siau menanya.
Tiong-lian terkesiap, ia sangka orang sudah tahu beradanya
Kang Hay-thian disitu. Segera jawabnya: "Kalau kenal, mau
apa " "Tidak apa-apa," kata Tiong-siau. "Orang itupun aku kenal.
Sudah lama dia saling mengikat janji dengan puterinya Auyang
Ki-ho dari Cong-lam-san, tunangannya sekarang juga sudah
datang dan sedang berharap dapat bertemu dengan dia."
Wajah Tiong-lian berubah, tanyanya dengan gusar: "Apa
artinya ucapanmu ini"
"Tiada punya arti apa-apa," sahut Tiong-siau. "Cuma Kang
Hay-thian itu adalah kawanmu sejak kecil, tentunya kau
sangat menaruh perhatian padanya, maka aku
memberitahukan urusannya ini."
"Terima kasih, dan sekarang bolehlah kau pergi," ujar
Tiong-lian dengan dingin.
"Dan apakah pikiranmu sudah berubah belum " Betapapun
kita adalah saudara sendiri, jika kau menjadi isteri Thaycu, kita
berdua akan selalu berkumpul. Seorang anak perempuan
seperti kau, apa gunanya berkelana kian-kemari sendirian
didunia Kangouw "
"Aku lebih suka hidup terlunta-lunta dikangouw daripada
tunduk kepada raja dari negeri Masar," sahut Tiong-lian
dengan tertawa dingin.
"He, aneh, mengapa kau seperti mempunyai dendam
kepada raja ?" tanya Tiong-siau.
"Apakah kau telah menjadi anteknya raja dan sengaja
hendak memancing rahasiaku ?" tanya Tiong-lian dengan
mendongkol. "Rahasia apakah " Sungguh aku tidak paham maksudmu "
Apa sih rahasiamu ?" demikian Tiong-siau pura-pura bingung
sambil menggeser tempat hingga membelakangi tempat
sembunyi Kang Hay-thian.
Pada saat itulah Tiong-lian lantas berdehem sekali, maka
mendadak Kang Hay-thian lantas melompat keluar sambil
berseru : "Ha. masih kau pura-pura tidak tahu " Apa kau
sudah kebelingar karena kau sudah menjadi pengcran " Ini,
biar kukatakan padamu, sebenarnya kau adalah putera
mahkota, kau adalah putera raja Masar yang dahulu, raja yang
sekarang adalah musuh yang membunuh ayahmu. Nah, kau
jelas belum?"
Kok Tiong-lian mengira begitu melompat keluar tentu Kang
Hay-thian akan terus menyergap Yap Tiong-siau, maka ketika
memberi tanda tadi, ia sendiripun lantas mencabut belati dan
menusuk kearah Yap Tiong-siau. Diluar dugaan Kang Haythian
masih tetap yakin Yap Tiong-siau itu adalah saudara Kok
Tiong-lian, maka dengan sejujurnya ia ingin menyadarkan
orang, ia tidak lantas raenyerang seperti apa yang
dirundingkan dengan Tiong-lian tadi, dengan sendirinya
serangan Tiong-lian yang tiada kerja-sama dengan baik itu
menjadi gagal, apalagi kepandaian Tiong-siau juga lebih tinggi
dari dia, maka sekali ia mengga-blok, segera belati gadis itu
kena dipukul jatuh.
Tiong-lian menjadi gusar, teriaknya : "Gimana kau. Kang
Hay-thian, sebenarnya kau ingin membantu aku atau mau
bantu dia ?"
Meski sudah kehilangan senjata, tapi dengan gagah berani
Tiong-lian masih mencrjang maju, yang tidak menguntungkan
dia adalah tenaganya kalah kuat daripada lawan, tapi ilmu
pukulannya dan tusukan jarinya ajaran Lu Si-nio yang berbahaya
sekali bagi musuh juga tidak berani diremehkan oleh Yap
Tiong-siau. Segera Yap Tiong-siau menangkis dan menghindar dengan
cepat, iapun keluarkan Tay-seng-pan-yak-ciang-lik yang hebat
hingga tubuhnya seakan-akan terbungkus oleh satu lingkaran
dinding baja yang tak berwujut. dalam jarak tertentu Kok
Tiong-lian tertahan oleh tenaga pukulannya itu hingga tidak
mampu maju lebih dekat. Dengan begitu Tiong-siau dapat
berpaling dan berseru kepada Kang Hay-thian dengan sikap
heran dan bingung : "He. apa betul katamu itu " Aku?" aku
adalah putera raja yang dahulu ?"
"Buat apa aku mendustai kau, kalau tidak percaya boleh
tanya adikmu sendiri !" sahut Hay-thian.
"Apa betul katanya, Lian-moay, lekaslah katakan padaku",
seru Tiong-siau.
Keruan Tiong-lian sangat mendongkol, sahutnya : "Haythian,
kenapa kau begitu gampang tertipu olehnya, dia
hakikatnya bukanlah saudaraku ! Hayolah lekas kau turun
tangan, masih menunggu apa lagi ?"
Tiba-Tiba air mata Yap Tiong-sian bercururan, katanya
dengan suara terguguk-guguk : "Ah. pahamlah aku sekarang,
pantas kau tidak sudi mengaku kakak padaku, kiranya raja
sekarang ini adalah musuh pembunuh ayah kita, dan aku telah
menganggap musuh sebagai kawan."
"Ya, Lian-moay, betapapun dia adalah saudaramu, orang
yang mau sadar kesalahannya, hendaklah kau dapat
memaafkan dia,?" ujar Hay-thian karena tidak tega.
Tapi Tiong-lian melototinya dengan mendongkol, ia masih
terus menyerang dengan sengit, sebaliknya Tiong-siau seperti
tiada niat bertempur padanya lagi, berulang-ulang ia terdesak
mundur dengan air mata tetap berlinang-linang.
Sebenarnya sikap mendongkol Kok Tiong-lion itu sangat
jelas, tapi Kang Hay-thian telah terpengaruh oleh "air mata
buaya" Yap Tiong-siau hingga yang dipikir olehnya ialah ingin
mengakukan hubungan baik kakak beradik mereka tanpa
memikirkan kepalsuan lawan.
Dalam pada itu Yap Tiong-siau masih pura-pura merengekrengek
minta pengertian Kok Tiong-lian, mendadak ia
membiarkan diri-nya digebuk sekali sambil berkata : "Ya,
barangkali kau masih marah padaku, biarlah kau pukul sekali
untuk melampiaskan rasa dongkolmu."
Menyaksikan itu. Kang Hay-thian merasa tidak tega pula,
segera ia memburu maju hendak melerai sambil berseru:
"Sudahlah, lebih baik kalian bicara secara baik-baik saja."
Diluar dugaan, mendadak Yap Tiong-siau menyerang
kearah Kang Hay-thian secepat kilat. Karena sama sekali tidak
menduga, keruan Kang Hay-thian kena dihantam dengan
tepat, biarpun tidak sampai roboh karena terlindung oleh Houte-
sin-kang, tapi matanya juga berkunang-kunang dan kepala
pening. Dan selagi Kang Hay-thian hendak menegur. tiba-tiba Yap
Tiong siau sudah berkata: "Karena kalian tidak dapat terima
maksud baikku, terpaksa aku harus melawan, maafkan Kangheng,
apa boleh buat ?"
Dengan cepat Hay-thian dapat memulihkan semangatnya.
ia menjadi ragu-ragu apakah orang benar-benar terpaksa atau
sengaja menyerangnya "
Pada saat itulah tiba-tiba diluar sana terdengar suara-suara
tindakan orang yang mendatangi. Segera Yap Tiong-siau
berkata kepada Kang Hay-thian: "Kang-heng. hendaklah kau
bersembunyi dulu, kedua kawanku telah datang, mereka
adalah orang kepercayaan Thaycu."
Dalam pada itu lantas terdengar suara orang berseru diluar:
"Kian-tian-he, apakah kalian kakak beradik kembali bertengkar
lagi ?" Dan belum sempat Kang Hay-thian bersembunyi, sementara
itu dua orang sudah muncul. mereka adalah dua Hwesio yang
berwajah bengis.
Ketika mendadak nampak didalam rumah situ telah
bertambah seorang asing yang tak dikenal, kejut kedua
Hwesio itu tidak kepalang, segera seorang diantaranya
membentak: "Siapa kau bocah ini " Darimana kau bisa berada
disini ?" "Buat apa ditanya lagi, tentu adalah mata-mata musuh,
lekas ringkus saja dan serahkan kepada Thaycu," ujar
kawannya. "Hay-thian, harini kita sudah masuk perangkap mereka,
biarpun mati tidak boleh menyerah!" seru Tiong-lian tiba-tiba.
Dan segera ia mendahului bertindak, sekali menyerang, segera
dengan tipu "Wan-kiong-sia-tiau" atau pentang busur
memanah elang, sekaligus ia serang kedua Hwesio itu.
"Aha, tentu dia adalah gendakmu, ya " Makanya kau mengeloni
dia" segera Hwesio yang lebih gemuk mengolok-olok
dengan tertawa yang dibikin-bikin.
Untuk sejenak Yap Tiong-siau menjadi sibuk, ia tidak tahu
bagaimana harus bertindak atau memberi penjelasan.
Dalam pada itu Hwesio yang lebih kurus sudah lantas ikut
turun tangan, lebih dulu ia desak mundur Kok Tiong-lian,
menyusul ia membentak kepada Kang Hay-thian: "Bangsat
kecil, apakah kau tidak mau lekas menyerah saja" berbareng


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia terus menyabat dengan cambuk yang dibawanya.
"Bukan, bukan! Nanti dulu!" teriak Yap Tiong-siau.
"Bukan apa?" kata Hwesio itu dengan heran sambil
menyabat pula dengan cambuknya.
Karena tertegun oleh seruan Yap Tiong-siau itu. Kang Haythian
terserempet juga oleh cambuk musuh, ia menjadi gusar,
sekali ia gigit lidah pula, segera ia himpun tenaga dan
mengeluarkan Thian-mo-kay-te-tay-hoat lagi, sekonyongkonyong
ia melompat maju, kontan ia hantam kearah Hwesio
kurus itu. Sebaliknya ketika cambuk Hwesio itu mengenai tubuh Kang
Hay-thian tadi, "prak," tahu-tahu cambuk itu putus menjadi
dua. Keruan Hwesio itu terkejut, dengan tergopoh-gopoh ia
tangkis serangan Kang Hay-thian. "Blang," paderi itu
terguncang mundur beberapa tindak, tapi tidak roboh.
Terkesiap juga Kang Hay-thian, sungguh tak tersangka
olehnya bahwa Hwesio kurus itu mampu menahan
serangannya yang hebat itu, padahal tenaga yang dikerahkan
dengan Thian-mo-kay-te-tay-hoat itu sudah menyamai
kekuatannya sebelum terluka tadi. tapi lawan toh sanggup
menangkis, ini menandakan paderi itupun bukan tokoh
rendahan. Pada saat itu juga kembali Yap Tiong-siau berkaok-kaok
lagi: "Berhenti dulu! Dia bukan, bukan?"?"
Dalam pada itu sipaderi gemuk sudah menutuk roboh Kok
Tiong-lian dan sedang hendak membantu kawannya, demi
mendengar seruan Yap Tiong-siau itu, rupanya ia lebih cerdas,
segera ia merasa paham duduknya perkara, segera katanya:
"Dia bukan apa" Ah, barangkali kau maksudkan dia bukan
gendak adik perempuanmu "
"Dia bukan musuh kita," Yap Tiong-siau menjelaskan.
"Aneh, bukanlah tadi kau telah bertempur dengan dia" ujar
sipaderi kurus.
"Benar, memang dia adanya," sahut Tiong-siau.
"Habis, mengapa kau bilang dia bukan musuh" tanya
Hwesio kurus. "Sungguh aku tidak mengarti"
"Ya, habis, siapa dia " Asal-usulnya tentu Tianhe sudah
mengetahui" sipaderi gemuk ikut bertanya.
"Dia adalah muridnya Kim Si-ih, dan adikku adalah murid
Kok Ci-hoa, ketua dari Bin-san-pay. Hubungan mereka berdua
sangat baik sekali," sahut Tiong-siau.
"Hal itu sudah lama kami mengetahui, untuk terus terang,
kami tahu pula bahwa Kok Ci-boa adalah kekasih Kim Si-ih,
betul tidak ?" ujar sipaderi kurus dengan tertawa.
"Tapi kedatangan murid Kim Si-ih kesini hanya untuk
menolong adikku, mungkin dia tidak tahu maksud baik ayahbaginda,
dan tidak sengaja hendak bermusuhan dengan
beliau", kata Tiong-siau.
"Salahlah ucapan Tianhe". ujar sipaderi kurus, "adikmu
sudah calon permaisuri Thaycu, kalau sekarang bocah ini
hendak menolongnya kabur, bukankah dia merupakan musuh
kita" "Mungkin kalian juga tidak tahu duduk perkara seluruhnya,"
sahut Tiong-siau. "Koksu justeru lagi hendak berkawan
dengan Kim Si-ih. Hu-ong juga inginkan bantuannya, jika
sekarang kita membikin susah muridnya, bukankah hal mana
akan memaksa Kim Si-ih benar-benar menjadi musuh kita.
Dan ini berarti telah melanggar maksud tujuan Hu-ong dan
Kok-su?" Kedua paderi itu memang adalah muridnya Po-siang Hoatsu,
dengan menonjolkan nama guru mereka, tentu saja
mereka tidak berani membangkang lagi. Namun mereka masih
ragu-ragu. mereka saling pandang dan belum dapat
mengambil keputusan.
"Habis, apakah mesti membiarkan adikmu dibawa lari
olehnya?" tanya sipaderi gemuk.
"Sudah tentu tidak boleh, kalau boleh, buat apa tadi aku
bergebrak dengan dia " sahut Tiong-siau.
"Lalu bagaimana?" tanya sipaderi kurus.
"Menurut pendapatku, lebih baik aku akan melaporkan
kepada Kok-su dan cara bagaimana orang ini akan ditindak
terserahlah kepada beliau," kata Tiong-siau. "Tapi kalau kalian
hendak meringkusnya, tentu urusan akan runyam, sebab dia
tentu tidak mandah menyerah pada kalian. Apalagi dia dalam
keadaan tor-luka, betapapun tak mungkin bisa kabur, biar
kalian mengadakan penjagaan kuat. sementara ini boleh dia
dikurung disini sampai lukanya sembuh."
Sudah tentu kedua paderi itu masih ragu-ragu. "Dan kalau
terjadi apa-apa, terpaksa Tianhe harus bertanggung jawab
sendiri," kata sipaderi gemuk akhirnya.
"Jangan kuatir, biarpun urusan setinggi langit juga takkan
kubikin susah pada kalian", sahut Tiong-siau.
"Jika demikian titah Tianhe, tentu saja kami menurut saja,"
ujar kedua Hwesio itu. Lalu mereka memberi hormat juga
kepada Kang Hay-thian sambil minta maaf, lalu tinggal pergi.
Kemudian Yap Tiong-siau mengeluarkan satu botol obat, ia
taruh diatas meja, lalu katanya kepada Kang Hay-thian: "Ini
adalah obat luka yang sangat manjur, silakan kau mengobati
diri sendiri." habis itu ia lantas membuka Hiat-to Kok Tionglian
dan kata padanya: "Biar kau tidak sudi mengaku aku
sebagai kakak, tetap aku akan anggap kau sebagai adikku.
Nah, boleh kau pikir lagi semalam ini, besok aku akan jenguk
kau lagi kesini." Habis berkata iapun tinggal pergi bersama
paderi-paderi tadi.
Karena Hiat-to baru dibuka dan jalan darahnya belum
lancar, maka untuk sejenak Tiong-lian masih susah bergerak,
tapi begitu ketangkasannya sudah pulih kembali, mendadak ia
menyemprot Hay-thian: "Kau ini benar-benar sudah linglung,
rencana yang sudah diatur sebaik itu telah kau rusak sendiri!"
"Ya, meski kita belum terlepas dari bahaya, tapi paling
sedikit kita sudah dapat memahami sesuatu urusan bahwa
kakakmu meski kemaruk kepada pangkat dan kedudukan,
paling tidak ia bukanlah seorang yang terlalu jahat", ujar Haythian.
"Rupanya dia memang belum tahu rahasia asal-usulnya
sendiri. Aku menjadi aneh mengapa kau tetap takaau
memaafkan dia."
"Hm, aku justeru lebih heran mengapa kau tidak percaya
pada omonganku," sahut Kok Tiong-lian dengan mendongkol.
"Yap Tiong-siau itu entah anak liar yang ditemukan dari mana
oleh rajanya, masakah kau katakan dia adalah kakakku " Apa
kau belum cukup dihajar olehnya, mengapa justeru percaya
pada omongannya "
Hay-thian menjadi bingung. Sebenarnya ia percaya penuh
Yap Tiong-siau itu adalah saudara kandung Kok Tiong-lian.
Tapi mengapa gadis itu memakinya sebagai anak liar " Apa
betul Yap Tiong-siau memang bukan saudaranya "
Melihat pemuda itu termangu-mangu, pula setelah banyak
mengeluarkan tenaga dengan ilmu Thian-mo-kay-te-tay-hoat.
sema-ngatnya tampak lesu dan dari lukanya juga
mengucurkan darah. Tiong-lian menjadi tidak tega untuk
mengomelinya lagi. segera katanya: "Ai, lukamu masih
mengeluarkan darah, marilah kubalutkan dan boleh kau
mengaso dulu, sebentar akan kujelaskan urusan ini lebih
jauh." "Disini dia sudah tinggalkan obat luka bagiku, kenapa tidak
memakainya?" ujar Hay-thian sambil menunjukkan obat yang
ditinggalkan Yap Tiong-siau diatas meja itu.
"Kenapa kau percaya penuh padanya, apakah kau yakin itu
bukan obat racun?" ujar Tiong-lian.
"Jika dia mau membunuh aku tentu tadi aku sudah dibunuh
olehnya, buat apa mesti memakai racun segala?"
"Dia membiarkan kau tetap hidup, bukan mustahil ada tipu
muslihat tertentu."
"Apakah dia mempunyai tujuan tertentu, hal mana mesti
melihat bagaimana perkembangan seranjutnya. Pendek kata
saat ini dia masih ingin mempertahankan jiwaku, tentu pula
dia takkan meracuni aku."
Tiong-lian pikir beralasan juga ucapannya itu, segera ia
bubuh kan sedikit obat salep dari botol itu keatas luka Haythian.
Benar juga tempat luka menjadi segar dan sakitnya
banyak berkurang.
.Mungkin besok juga mereka akan datang dan menggiring
kau untuk menemui Kok-su mereka, meski darah dilukamu
sudah mampet, tapi tenaga dalam belum pulih, aku sendiri
tidak kuat melindungi kau, lantas bagaimana baiknya besok?"
ujar Tong-lian kemudian.
"Tentang lukaku sih tidak menjadi soal, biarpun llmu silatku
sudah pulih juga susah melawan jumlah musuh yang terlalu
banyak," sahut Hay-thian. "Tapi Po-siang Hoat-su itu
tampaknya agak jeri terhadap guruku, belum tentu ia berani
mengganggu jiwaku, yang kukuatirkan justeru adalah dirimu,
jangan-jangan kau akan lebih susah meloloskan diri bila aku
sudah digiring pergi."
Tiong-lian merasa terharu oleh kebaikan hati pemuda itu.
selang sejenak ia berkata pula: "Apakah kau sanggup
memulihkan tenagamu dalam waktu singkat" Jika dapat,
hayolah sembuhkan dulu luka dalam itu. Tapi, wah, lukamu ini
tidaklah enteng!" Waktu ia buka baju Kang Hay-thian, ia
melihat dipunggung pemuda itu ada bekas tapak tangan yang
matang biru. "Tidak apa-apa, guruku pernah mengajarkan padaku cara
menyembuhkan luka dalam dengan Khikang," sahut Hay-thian.
Lalu ia duduk semadi, ia kerahkan Hou-te-sin-kang, sesudah
napasnya teratur dan darahnya berjalan lancar, kira-kira
setengah jam, benar juga semangatnya tampak pulih kembali
dengan segar. Dari samping Tiong-lian dapat menyaksikan ubun-ubun
Hay-thian mengeluarkan uap, bekas tapak tangan
dipunggungnya yang matang biru itu mulai memerah untuk
akhirnya lantas lenyap sama sekali. Mendadak Hay-thian
melompat bangun, serunya: "Apa yang kau katakan memang
tepat, seorang laki-laki sejati lebih baik mati daripada dihina,
kalau mati biarlah kita gugur bersama. Besok kalau mereka
datang lagi, segera aku akan mengadu jiwa dengan mereka."
Ia coba melemaskan kaki-tangannya, sekali ia hantam,
kontan batang pohon besar dipelataran itu terguncangguncang
hingga daun kering jatuh bertebaran.
Girang dan terkejut Kok Cong-lian, katanya: "Tidak nyana
bahwa Lwekangmu ternyata sehebat ini. Namun musuh juga
sangat lihay, jika melulu memakai kekerasan mungkin
bukanlah suatu jalan yang baik"
"Benar, tapi mungkin besok akan ada perubahan, siapa
tahu kalau kakakmu diam-diam akan berusaha membantu kita
pula," ujar Hay-thian.
Tiong-lian menjadi kurang senang, sahutnya: "Sudah
berulang kali kukatakan padamu bahwa Yap Tiong-siau itu
bukan kakakku!"
"Oh, selama ini kuanggap dia adalah kakakmu, karena
sudah biasa, seketika menjadi lupa," sahut Hay-thian dengan
tertawa. "Biarlah kukatakan terus terang padamu, dia adalah orang
jahat yang sengaja memalsu menjadi kakakku," kata Tionglian
pula. "Darimana kau tahu dia adalah orang jahat yang
memalsukan kakakmu?" tanya Hay-thian.
Tiong-lian termenung sejenak, kemudian berkata: "Karena
kau toh bukan orang luar, biarlah kukatakan sesuatu rahasia
padamu." "Rahasia" Rahasia apa?" tanya Hay-thian terheran-heran.
"Tentang ayahku adalah raja Masar yang dahulu, hal ini
memang benar,", ujar sigadis.
"Rahasia ini sudah lama aku tahu," kata Hay-thian dengan
tertawa. "Ayah bagindamu dahulu telah digulingkan oleh
pembesar pengkhianat, tapi dua putera-puterinya yang
kembar telah berbasa lolos, peristiwa ini dapat diketahui oleh
guruku dan kemudian mem beritahukan pula kepada gurumu"
"Bukan melulu itu saja, tapi masih ada suatu rahasia lain
yang tak diketahui oleh gurumu," tutur Tiong-lian. "Dahulu
gurumu cuma menduga aku adalah puteri raja yang hilang itu,
hal ini sudah dapat dibuktikan akan kebenarannya. Tapi tidak
lama berselang telah terbongkar pula suatu rahasia yang lain".
Ia berhenti sambil memandang lekat-lekat kepada pemuda itu,
akhirnya ia melanjutkan: "Sudah lama ayah bagindaku
sebenarnya sudah tahu ada komplotan yang hendak
menggulingkan kekuasaannya, cuma pengaruh komplotan itu
sangat besar dan susah untuk mencegahnya. Demi untuk
keselamatan kami kakak beradik, ketika kerusuhan terjadi,
beliau lantas minta dua orang kepercayannya membawa lari
kami berdua. "Kedua orang yang dipasrahi menyelamatkan kami berdua
itu adalah Khu Giam dan Yap Kun-san yang telah kita ketahui
itu. Ayah baginda memang sudah kuatir kami kakak beradik
mung kin akan terpencar ditengah pertempuran kacau itu,
maka kami masing-masing telah diberinya sesuatu tanda
pengenal dikemudian hari. Selain itu kami masing-masing
diberinya pula sehelai surat kulit kambing, tulisan didalam
surat kulit itu dua-pertiga bagian adalah sama isinya, hanya
satu pertiga bagian yang berbeda. Dahulu waktu Thian-moknucu
bikin rusuh di Bin-san, surat kulit kambing yang terjahit
didalam bajuku itu barulah diketemukan oleh guruku, tapi
beliau dan Kim-tayhiap tidak kenal tulisan diatas kulit itu,
maka ingin minta keterangan pada Tan Thian-ih, di-luar
dugaan pada waktu itu. Tan Thian-ih juga telah menghilang
entah kemana perginya.
"Guna mencari tahu rahasia asal-usulku. Suhu telah memba
wa aku kenegen Masar sini. Sebelum masuk kewilayah negeri
Masar, ditengah jalan beliau telah mendapat tahu bahwa
tulisan diatas kulit kambing itu adalah tulisan Hwe-kut yang
digunakan secara umum oleh beberapa negeri kecil diwilayah
barat sini. Sudah tentu beliau tidak berani mengeluarkan surat
kulit ttu untuk tanya kepada orang, tapi beliau mendapatkan
akal, tulisan diatas kulit itu oleh beliau diturunkannya sebagian
demi sebagian secara terpisah-pisah, lalu minta keterangan
kepada orang secara terpisah-pisah pula. Sesudah beberapa
bulan lamania, akhirnya dapat diketahui dengan lengkap
maksud tulisan diatas kulit kambing itu.
"Kiranya surat kulit kambing itu terbagi dalam tiga bagian.
Bagian pertama menceritakan perkara yang telah terjadi,
termasuk pula mengenai asal-usul diri kami; Bagian kedua
adalah rencana pemulihan negara, dldalamnya tercatat


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembesar-pembesar mana adalah pembesar setia dan
beberapa diantaranya sengaja takluk kepada raja baru untuk
bekerja dibawah
Pendekar Pemetik Harpa 21 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Pendekar Panji Sakti 26
^