Kisah Pedang Di Sungai Es 24

Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 24


awab: "Aku telah
berpisah dengan dia dikaki Leng Ciu Hong, kuyakin sekarang
dia tentu sudah sampai dikotaraja Kunbran."
"Jika engkobku juga sudah datang, muka legalah hatiku,"
ujar Tiong Lian perlahan.
Girang dan berduka pula hati Tiong Lian ia merasa girang
kareua dengan datangnya Kang Hay Thian dan Danu Cu Mu
tentu mereka akau mampu menundukkan nenek siluman Bok
Lolo itu. Sekarang raja Kunbran dan Thay Ceng Ong juga
sudah mati, tentu perselisihan kedua negara dapat
diselesaikan dengan baik oleh kakek baginda. Tapi untuk
menghadapi wajah Hoa Thian Hong yang muram
sedih itu. diam-diam Tiong Lian merasa pilu pula, pikirnya:
"Kedatangan Hay Ko adalah untuk aku, tapi mana aku dapat
mengutamakan keberuntungan diri sendiri dan tega
menyaksikan mereka ayah dan anak menderita batin" Ayah
angkatnya pernah menolong jiwamu, sekarang menolong
jiwaku pula untuk semuanya ini, selain aku mengalah dan
menyempurnakan cita-cita mereka rasanya tiada jalan lain
uutuk membalas budinya,"
Melihat wajah Tiong Lian pucat dan lesu, dengan suara
ramah Thian Hong lantas berkata padanya: "Badanmu baru
saja dingin kembali, sebaiknya kau mengaso saja dulu.
Lalu ia meuutuk pelahan di hiat to tidur nona itu. Karena
ilmu Tiam hiat Hoan Thian Hong ini mempunyai daya guna
penyembuh, maka tutukan ini membikin Tiong Lian merasa
kantuk dan akhirnya terpulas sehingga dapat mengaso dengan
tenang. Selang tak lama Kok Ci Hoa telah kembali dengan
membawa dua ekor ayam alas dan tidak sedikit buah-buahan.
Melihat Tiong Lian masih tidur dengan nyenyak, ia terkejut
dan menanya: "Kenapa, apa dia masih belum men-dusin ?"
"RASA panas baru saja terpunah seluruh nya, dia baru saja
mendusin, cuma aku kuatir dia terlalu lelah, maka biar dia
tidur sebentar lagi," sahut Thian Hong.
Mereka lantas menyalakan api untuk memanggang ayam
alas, sambil makan sambil bicara
"Untuk selanjutnya asal mengaso dengan tenang saja,
dalam waktu dua tiga hari tentu dapat pulih kembali." ujar
Thian Hong sambil memandangi Tiong Lian yang masih
tertidur itu. "Biarlah kukatakan cara perawatan nya dan boleh
kau menjaganya dengan baik."
"Ya, atas pertolongan Hoa locianpvve, sungguh kami sangat
berterima kasih, tentang merawatnya sudah tentu aku tidak
berani membikin repot engkau lagi," sahut Ci Hoa.
"Sebenarnya aku harus mengawani kalian tapi karena jajak
puteriku belum lagi diketahui, maka aku ingin pergi
mencarinya," kata Thian Hong dengan menghela napas.
Ci Hoa juga mengetahui sedikit tentang hubungan Hoa ln
Pik dan Kang Hay Thian cuma tak enak untuk
menyinggungnya. Tbian Hongsend"ri ingin buru-buru
berangkat, maka se-sudi-h memberi petunjuk cara perawatan
kepada Kok Tiong Lian, lalu ia berpisah dengan Kok Ci Hoa.
Ketika Tiong Lian mendusin kembali, sementara itu sudah
dekat magrib. Begitu bangun ia terus tarik lengan bajunya Kok
Ci Hoa dan berseru: "Hoa locianpwe, kau jangan kuatir".!"
tapi lantas ia tahu bahwa orang yang dipegangnya itu adalah
gurunya sendiri.
"Hoa locianpwe sudah pergi." kata Ci Hoa. "Apa kau sudah
lapar" Disini tersedia sedikit makanan, boleh kau tangsal perut
dulu!" "Hoa locianpwe sudah pergi" Ai!" demikian Tiong Lian
menegas sambil menghela napas.
?"Adakah sesuatu yang hendak kau bicara Kan dengan dia?"
tanya Ci Hoa. "O, tidak," sahut Tiong Lian. "Aku" aku tidak ingin makan."
Malamnya, kembali suhu badan Tiong Lian naik lagi dan
tiada hentinya mengigau sebentar-sebentar memanggil
namanya Kang Hay Thian dilain saat menyebut namanya Hoa
In Pik. Ci Hoa menjadi kuatir, padahal Hoa Thian Hong
mengatakan dia sudah sembuh, mengapa kumat lagi" Syukur
sesudah dekat pagi Tioag Lian dapat tidur dengan tenang lagi.
Besok paginya ketika bangun tidur, semangatnya ternyata
segar sekali dan tiada tanda-tanda habis sakit.
Sungguh Ci Hoa sangat heran mengapa penyakit panas itu
sedemikian cepat datang menghilangnya, apa barangkali sakit
batin " Sesungguhnya memang demikian Suhu badan Tiong Lian
yang panas itu adalah lantaran guncangan perasaannya. Tapi
sesudah batinya telah mendapatkan sesuatu keputusan tetap,
segera pikirannya tenang kembali dan penyakitnya lantas
lenyap pula. Menurut kehendak Tiong Lian, mestinya hari itu juga ia
ingin tinggalkan pegunungan itu. Tapi Ci Hoa taat pada pesan
Hoa Thian tiong dan suruh nona itu istirahat dulu dua tiga hari
lagi Namun dengan Lwekangnya yang tinggi sesudah racun
panas didalam badannya bilang, hakikatnya Tiong Lian tidak
merasakan sesuatu penyakit lagi. Taksiran Hoa Thian Hong
agar Tiong Lian istirahat dua tiga hari ternyata tidak perlu,
karena pada hari kedua kesehatan nona itu boleh dikata sudah
pulih seperti sediakala,
Pagi-Pagi hari ketiga, dengan hati lega Ci Hoa lantas
meninggalkan pegunungan bersalju itu bersama Tiong Lian.
Cuaca hari itu sangat baik, sungai es silang menyilang
dilereng-lereng pegunungan, cahaya matahari yang gilang
gemilang dihembus angin pagi yang sepoi-sepoi menyebarkan
semangat. Sampai didekat kaki gunung, tiba-tiba mereka
mendengar suara senda-gurau yang riuh ramai disertai suara
nyanyian yang merdu. Serombongan muda-mudi tampak
sedang mendatangi dengan gembira-ria sambil menari dan
menyanyi. "Ada apakah mereka sedemikian gembiranya" Sungguh
amat merdu dan bagus syair nyanyian mereka ini!" puji Kok Ci
Hoa. Bahasa yang digunakan negeri-negeri Masar dan Kunbran
adalah sama, meski Tiong Lian baru pulang ketanah
leluhurnya selama setengah tahun, tapi karena kata-kata yang
digunakan didalam nyanyian muda-mudi itu sangat seder
hana, maka ia dapat mengikuti dengan jelas. Terdengar lagu
mereka berbunyi:
Api peperangan hilang sirna, Sungai es bening laksana
kaca, Disana hendak kucuci pedangku nan berbau darah,
Sejak kini dunia aman-sentosa, Kaum muda mendapatkan
cinta, Orang tua memperoleh ketenangan,
Tiada lagi janda yang kehilangan suami, Tiada pula ibu
yang kehilangan anak.
Oiii-Api peperangan hilang sirna
Sungai es bening laksana kaca.
Disana hendak kucuci pedangku nan berbau darah.
Sungguh Tiong Lian merasa sangat girang mendengar syair
nyanyian itu, ia mendekati mereka dan tanya. "Mengapa kalian
sedemikian gembira" Apa peperangan sudah tidak ada lagi.
"He, masakah kau belum tahu ?" sahut rombongan muda
mudi itu. "Ada dua peristiwa yang menggembirakan seluruh
rayat dinegeri kita, tentu saja semua orang harus bergembira."
"Peristiwa menggembirakan apakah" Kami baru pulang dari
mencari bahan obat-obatan, maka belum mengetahui ?" sahut
Tiong Lian. "Peristiwa pertama ialah hari ini ratu baru akan naik tahta."
kata pemuda-pemuda itu.
"O. ratu baru" Bukankah puteri Romana?" Tiong Lian
menegas. "Benar," sahut pemuda", itu. "Kabarnya raja meninggal
mendadak, sekarang Thay Siang Hong telah mengumumkan
kepada rakyat bahwa beliau telah mengangkat puteri Romana
sebagai ratu. Biasanya puteri Romana sangat baik kepada
rakyat, jauh lebih haik dari pada kakaknya"
"Dan peristiwa kedua?" tanya Tiong Lian.
"Masakah kau tidak mendengar lagu yang kami nyanyikan
barusan?" sahut rombongan pamuda itu. "Justeru sejak kini
kita telah bebas dari penderitaan peperangan. Raja Masar
telah datang sendiri kenegeri kita dan telah mengadakan
perjanjian perdamaian dengan ratu ."
"Raja Masar telah datang " Darimana kalian mendapat
tahu?" tanya Tiong Lian dengan senang.
"Tidak hanya mengetahui, bahkan kami-pun telah
melihatnya," sahut pemuda-pemuda itu. "Kemarin beliau telah
tampil dimuka umum bersama Ratu dan mengumumkan
perjanjian perdamaian mereka itu ."
Saking terharu sampai air mata Tiong Lian berlinang-linang
katanya dengan terputus-putus: "Peperangan sudah berhenti,
inilah paling"paling bagus, paling bagus ! Pantas sudah
berhenti, pantas kalian sedemian gembiranya !"
"Hei, mengapa kau menangis malah " Bukankah kau
seharusnya ikut gembira o, ya, tentu saking gembiranya
sehingga kau menangis ?" demikian tanya seorang pemudi
dengan kekanak-kanakan.
"Ya, benar, aku sangat gembira, bahkan terlalu gembira,"
sahut Tiong Lian sambil mengaugguk. "Sejak kini kita tidak
perlu perang lagi kita adalah orang sekeluarga, selanjutnya
kita akan hidup aman dan damai "
Sudah tentu romhongan muda-mudi itu ti dak tahu bahwa
Kok Tiong Lian adalah puteri kerajaan Masar. Maka pemudi
tadi berkata pula dengan tertawa: "Wah, hari ini ditengah kota
sungguh ramai sekali. Siang nanti ratu akan mengantar
keberangkatan kembali raja Masar, diseluruh psloksok kota
telah di pajang dan diadakan sambutan yang meriah" Kalian
boleh lekas kekota untuk menonton ke ramaian itu."
Begitulah dengan menari dan menyanyi gembira
rombongan muda mudi itu lantas melanjutkan perjalanan
mereka. Tiba-Tiba Tiong Lian tanya. Ci Hoa: "Suhu, bukankah
engkau harus lekas pulang ke Bin San"
"Ya, ada apa?" tanya Ci Hoa. "Urusan disini sekarang sudah
selesai, murid ingin berangkat bersama Suhu," sahut Tiong
Lian. "Setelah mengetahui Thay Siang Hong tidak berhalangan
apa-apa. maka bolehlah aku merasa lega."
"Dan apakah kau juga tidak iegin menemui kakakmu dan
Kang Hay Thian "!" tanya Ci Hoa pula.
Sambil menahan perasaannya yang pilu Tiong Lian
menjawab dengan tersenyum: "Setelah Kakak perkenalkan
dirinya secara terbukti tentu Hoa locianpwe akan dapat
menjumpainya dan tentang keadaanku tentu Hoa lociapwe
akan memberitahukan padanya, tentang Hay Thian, rasanya
lebih baik jangan ditemui dulu. Paling penting kita harus lekas
pulang ke Bin San saja."
Sebagai orang tua yang lebih berpengalaman, dengan
sendirinya ia dapat memahami pikiran Tiong Lian, ia menghela
napas perlahan dan berkata: "Ya. jika memang Hay Thian
betul-betul mencintai kau, tentu dia akan kembali sendiri
kesampingmu."
Habis berkata, ia menjadi berduka, bukan cuma
menyesalkan urusan muridnya itu, tapi juga mengenai
urusannya sendiri.
Sebabnya dia datang kenegeri Kunbran sekali ini, walaupun
benar untuk membela sang murid, tapi tujuannya yang lain
juga berharap akan dapat bertemu dengan Kim Si Ih. Akan
tetapi harapannya itu ternyata hampa, Kim-Si Ih tetap tidak
diketemukan. Ia masih ingat ucapan Kim Si Ih ketika bertemu
di Kim Eng Kiong, dimana Si Ih memberi tanda-tanda secara
tidak jelas bahwa sesudah sesuatu urusannya di selesaikan,
mungkin dia akan kembali kesamping Kok Ci Hoa, Ci Hoa tahu
urusan itu tentu ada sangkut pautnya dengan Le Seng Lam,
iapun tahun Le Hok Sing dan Thian Mo Kauw cu sedang
beraksi dinegen Kunbran, maka ia menduga kepergian Kim Si
Ih besar kemungkinan adalah untuk mencari Le Hok Sing.
Namun sekarang Le Hok Sing diketahui jelas berada di
Kunbran, sebaliknya Kim Si Ih tetap tidak kelihatan.
Ci Hoa merasa hampa, ia merasa kecewa, pikirnya: "Apa
barang kali Kim Si Ih memang tidak pernah datang ke Kunbian
atau dia sudah melupakan padaku "!" Tapi kemudian ia
menghibur dirinya sendiri, bukankah dia sendiri dahulu pernah
menghibur Kim Si lh agar jangan terlalu kukuh kepada pikiran
kolot yang menganggap diantara pria dan wanita hanya
terdapat cinta antara suami dan isteri saja, padahal diantara
kedua jenis yang berlainan itu masih ada cinta lain, yaitu cinta
sahabat yaug murni dan sejati.
Selama lebilh duapuluh tahun tersebut, boleh dikatakan dua
hati kami sudah terjalin menjadi satu, dia takkan melupakan
diriku dan akupun takkan melupakan dia, apakah pengertian
didalam yang meresap ini kurang tinggi nilainya"
Namun begitu, rindu selama duapuluh tahun yang baru saja
mulai ada perubahan yang menyenangkan, akhirnya
mengecewakan pula. biar betapa bijaksananya pikiran Ci Hoa
juga merasa berduka.
Begitulah ditengah renungan Kok Ci Hoa itu, dari jauh
masih terdengar suara nyanyian rombongan muda-mudi tadi.
Tiba-Tiba Ci Hoa berkala: "He, suara apakah itu, coba dengar
kan?" "Bukankah suara nyanyian yang merdu itu?" ujar Tiong
Lian, "Bukan, kudengar diantara suara nyanyian itu, seperti
tercampur suara?"suara orang memanggil namamu?" Kata Ci
Hoa. "Mana bisa jadi," ujar Tiong Lian dengan tertawa. "Suhu,
tentu kau salah dengar. Mumpung hari masih pagi dan hawa
sejuk, marilah kita cepat melanjutkan perjalanan !"
Denp.an parasaaan yang mendalam Ci Hov memandang
kepada muridnya itu, ia tidak bicara lagi dan meneruskan
perjalanan dengan dia"
Padahal Tiong Lian dapat mendengar terlebih jelas daripada
gurunya yaitu suara panggilan Hay Thian yang menggunakan
"Thian Sun Toan Ini" kepandaian mengirimkan gelombang
suara. Kiranya waktu itu Kang Hay Thian dan Hoa Thian Hong
baru saja sampai ditempai gua yang baru ditinggalkan Kok Ci
Hoa dan Tiong Lian itu, Sudah tentu Tiong Lian dapat
menduga pasti Hoa Thian Hong yang telah memberitahukan
keadaannya kepada Hay Thian, tapi demi untuk mengabulkan


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harapan Hoa Thian Hong yang ingin menjodohkan puteri nya
kepada Kang Hay Thian, maka Tiong Lian sengaja pura-pura
tidak mendengar,
Kotaraja Kunbran itu tidak jauh dari kaki gunung, sesudah
mereka turun kebawah, mereka sengaja memutar kepintu
gerbang timur agar tidak perlu memasuki kota. Tak terduga
kereta kebesaran Ratu justeru lagi keluar dari pintu gerbang
Timur itu, kiranya Ratu sedang menghantarkan kebarangkatan
Danu Cu Mu yang akan pulang ke Masar.
Sepanjang jalan Ratu baru itu disambut oleh rakyat dengan
sangat meriah. Tiong Lian mencampurkan diri diantara obang
banyak bersama gurunya sehingga susah diketemukan
kenalannya. Ia lihat kereta kebesaran Ratu jalan didepan,
Danu Cu Mu bersama pengiring-pengiringnya berada diatas
sebuah kereta dan mengikut dibelakang. Diantara pengiringpengiringnya
itu terdapat kedua saudara she In, ada Teng Ka
Gwan dan Giok Ling Liong, Selain itu ada pula seorang yang
sekali-sekali tak terduga oleh Tiong Lian ialah Hoa In Pik. Tapi
Hoa Thian Hong dan Kang Hay Thian tidak kelihatan.
Kiranya Hoa ln Pik hendak ikut pulang kedaerah selatan,
ayahnya dan Kang Hay Thian memang betul sedang pergi
mencari Kok Tiong Lian, karena Hoa Thian Hong menaksir
Tiong Lian harus istirahat selama tiga hari dan tentu masih
beiada didalam gua itu, sesudah bertemu kembali tentu masih
dapat menggabungkan diri dengan rombongan Danu Cu Mu,
siapa tahu Hay Thian berdua sudah terlambat datangnya.
Tiong Lian sudah meninggalkan goa tersebut.
Menyaksikan iring-iringan para kawan itu. Tiong Lian
merasa girang dan pedih pula, pikirnya.
"Kiranya Hoa cici sudah diketemukan kernbali dengan
selamat. Tampaknya dia sehat-sehat saja dan tentu dia sudah
bertemu dengan Hay Thian, Jika demikian lebih baik aku tidak
perlihatkan diri saja supaya tidak menimbulkan hal-hal yang
tidak diharapkan ."
Ia tidak tahu bahwa pulihnya kesehatan Hoa ln Pik
bukanlah disembuhkan oleh Kang. Hay Thian, tapi adalah In
Khing. Kok Tiong Lian sedang memikirkan untuk "mengalah"
agar ln Pik terlaksana harapannya dengan Kang Hay Thian,
sebaliknya saat itu di sana Hoa ln Pik juga sedang memikirkan
cara bagaimana menjadikan jodoh antara Kang Hay Thiao dan
Kok Tiong Lian, Cuma sayang Tiong Lian tidak mau
perlihatkan dirinya sehingga perasaan kedua orang susah
disesuaikan satu sama lain,?".
Bsgitulah kedua guru dan murid itu meneruskan perjalanan
kedaerali selatan, saat itu kebetulan memasuki musim Jing
Beng, diatas Bin San tumbuh-tumbuhan menghijau permai,
burung berkicau nyaring merdu. Tapi suasana pemandangan
yang indah itu ternyata dirasakan agak tegang diatas
pegunungan itu.
Disamping Kuil Hian Li Kiong dipuncak gunung itu terdapat
suatu jalan ke makam yang diapit oleh pelbagai pepohonan
yang rindang!, dijalanan makam itu anak murid Bin San Pay
nampak meronda kian kemari dengan keras.
Menurut peraturan Bin San Pay, setiap hari Jing Beng, anak
murid yang tersebar disegenap penjuru tentu akan pulang
untuk membersihkan makam cikal bakal mereka yaitu makam
Tok Pi Sinni, biksuni berlengan satu yang sakti dimakamkan
beberapa puluh tahun yang lalu.
Sekarang masih tiga hari sebelum hari Jing Benc, Kok Ci
Hoa menjadi heran mengapa anak murid Bin Serg Pay itu
datang terlebih cepat dari pada biasanya. Belum tiba hari Jing
Biug mengapa sudah berramai-ramai berkumpul dipemakaman
cikal bakal mereka .
Ketika melihat Ciaugbunjin mereka sudah pulang, sudah
tentu anak murid Bin San Pay sangat girang, semuanya
menyapa atas pulang nya Kok Ci Hoa.
Waktu Kok Ci Hoa meninggalkan Bin San segala urusan
perguruan telah diserahkan kepada Ek Tiong Bo dan Pek Eng
Kiat sebagai pem bantu. Sekarang demi mendapat laporan
tentang pulangnya Kok Ci Hoa, beramai-ramai Ek Tiong Bo
lantas menyambut keluar bersama Pek Eng Kiat, Loh Eng Ho,
Thia Go, Lini Seng dan lain-lain,
"Ada terjadi apakah, Ek Suheng ?" demikian Ci Hoa lantas
tanya begitu sudah berhadapan.
"Hendaklah kau masuk kedalam dan mengaso dulu nanti
kita bicarakan lagi," kata Ek Tiong Bo.
Dan sesudah masuk kedalam pendopo dan masing-masing
sudah ambil tempat duduk, kemudian Ek Tiong Co
memperlihatkan sehelai kartu dan berkata: "Sesudah kau
melihat kartu ini tentu kau akan paham duduknya perkara ?""
Sesudah membaca kartu nama yang dimasudkan, Ci Hoa
menjadi heran, kalanya: "Kiranya Thian Mo Kau telah
menantang pihak kita dan akan menuntut balas dendam,
Kaucu mereka yang pernah diusir dari sini." Tapi, diam-diam
iapun tidak habis mengerti, bahwasanya Thian Mo Kaucu telah
ditemuinya ketika berada di Kim Eng Kiong pada hari
Tiongchiu tahun yang lalu, rnengapa dia dapat mengirim kartu
tantangan kc Bin San pada waktu jing Beng yang akan dalang,
terang mereka tidak bermaksud baik. maka kami sebenarnya
lagi susah, memikirkan cara bagaimana harus rnenghadapi
mereka ." "Mereka sengaja berkunjung kernari dan tegas-tegas
menyatakan akan menuntut balas dendam Kauwcu mereka,
jadi terang mereka tidak bertujuan baik, mengapa Suheng
perlu meragukannya lagi ?" ujar Ci Hoa.
Tapi Ek Tiong Bo menjawab: "Apa yang kumaksudkan
mereka tidak bertujuan baik ialah karena persoalannya tidak
sederhana, dibalik tipu muslihat mereka ini masih ada rahasia
lagi, kau tahu bahwa gurumu yang telah membunuh Kaisar
Yong Cing "!"
Dasar Ci Hoa memang cerdik, segera ia da pat menangkap
kemana maksud ucapan Ek Ti ong Bo itu, katanya: "Ya,
pahamlah aku sekarang. Tentu pemerintah kerajaan yang
tidak bermaksud baik kepada ku?"
Sebaliknya pengalaman Kok Tiong Lian masih cetek, ia tidak
jelas duduknya perkara, ia bertanya: "Jika kerajaan ingin
memusuhi kita kenapa mesti mencatut namanya Thian Mo
Kaucu ?" "Kaisar mereka dibunuh orang dalam ke adaan kepala
hilang tanpa bekas kalau penstiwa demikian tersiar, dimana
letak kewibawaan kerajaan mereka" Sebab itulah, biarlah
mereka sangat benci kepada Bin San Pay kita, mereka
mempunyai alasan yang kuat dan selama ini tiduk berani
terang-terangan memusuhi kita," tutur Ek Tiong Bo.
"Adapun encinya Thian Mo Kauwcu adalah Mo hujin yang
dahulu pernah mengaku sebagai ibumu, dan membikin gegar
disini itu Eng Kiat ikut menjelaskan. "Dia adalah isterinya Mo
Lam Ting yang baru saja diangkat menjadi gubernur Soatang,
maka kita menduga urusan ini mungkin adalah usulnya Mo-
Lam Ting yang sengaja menggunakan nama Thian Mo Kau
untuk menantang kita, tapi diam-diam mereka akan
mengirimkan jago pilihan secara besar-besaran untuk
mengepung kita dengan demikian mereka akan dapat
menumpas kita tanpa diketahui orang luar?"
"Hmm, perhitungan mereka muluk-muluk," Ci Hoa
mendengus, dengan menentukan Jing-Beng untuk
menggerebek kita, rupanya mereka sudah mengetahui pada
hari itu anak murid Bin San Pay kita berkumpul semua disini,
dengan demikian sekaligus mereka hendak mengganyang kita
habis-habisan. Hm, rasanya tidak, segampang rencana
mereka!" "Habis bagaimana dengan pendapat Ciaug bun?" tanya Ek
Tiong Bo. "Apa kita sambut tantangan mereka dan labrak
mereka sedini mungkin ?"
"Selain demikian, apa yang dapat kita lakukan lagi ?" sahut
Ci Hoa. "Masakah kita mesti mengorbankan Bin San kita jang
suci ini dari terlunta-lunta dikangouw tanpa arah tujuan yang
tetap" Pendek kata, biarpun Seantero jago kelas satu mereka
dikerahkan juga pasti akan kita lawan sampai titik
penghabisan ."
Diam-diam Ek Tiong Bo memuji sikap tegas Kok Ci Hoa itu.
Biasanya Ci Hoa kelihatan lemah lembut, tapi menghadapi
pilihan antara hidup atau maii, maka jelas kelihatan tekadnya
yang bulat untuk mempertahankan kehormatan Bi San Pay
mereka nyata tidak kecewa sebagai akhli waris Lu Sin Nio,
boleh di katakan, seorang Ciangbunjin yang harus dibuat
contoh. Maku iapun berkata: "Ya. aku sendiripun sudah
mengadakan sedikit persiapan, bila perlu anak murid Kaypang
juga dapat memberi bantuan. Untuk ini jnasih diharapkan
pimpinan Ciangbun secara bijaksana ."
Mestinya yang ditantang oleh Thian Mo Kau adalah orangorang
Bin San Pay dengan sendirinya orang dari golongan lain
tidak boleh ikut campur. Tapi Ek Tiong Bo mempunyai
kedudukan rangkap, ia adalah murid Bin San JPay, juga
menjabat pangcu dari Kay pang maka boieh dikata cukup
baralasan bila anggota kaypang ikut bertempur bila perlu.
"Ya. baiklah, kita masih ada tempo dua-hari lagi, bila perlu
nanti kita rundingkan pula,-" kata Ci Hoa akhirnya.
Sesudah Ek Tiong Ro dan lain-lain sudah mengundurkan
diri, tiba-tiba Kok Tiong Lian berkata: "Suhu, kulihat dibalik
urusan ini ada banyak terdapat hal-hal yang mencurigakan."
"Apa kau maksudkan waktu pengiriman kartu tantangan itu
tidak tepat?" tanya Ci Hoan memang saat itu Thian Mo
Kauwcu telah jauh hari meninggalkan kartu itu dan suruh
bawahannya mengirimkannya kesini, berbareng iapun
berangkat ke Kunbran untuk minta bantuan gurunya "!"
"Tidak, aku justeru curiga bahwa urusan-ini bukan
keinginan Thian Mo Kauwcu, bahkan dia sendiri mungkin tidak
tahu menahu !" ujar Tiong i ian.
"Ya, biarpun diluar tahunya pemerintah-kerajaan hendak
menggunakan namanya dengan melalui encinya, tapi toh
mesti mendapat persetujuan lebih dahulu, ujar Ci Hoa. "Dan
sebab apa kau merasa curiga ".
"Sebab aku tanu Thian Mo Kaucu sudah lama ingin kembali
jalan yang benar, ingin memperbaiki kelakuannya yang duludulu,"
kata Tiong Lian, "Ya, mungkin didalam waktu beberapa
hari juga dia akan mengalami penderitaan Cap Hwe Jip Mo,
dalam keadaan demikian apakah dia masih dapat cari perkara
pada kita"
"Ketika di Kunbran, ketika aku diserahkan dibavvah
pengawasan Thian Mo Kaucu, di sanalah secara tidak sengaja
aku mendengar rahasianya yang dikatakannya sendiri itu,"
tutur Tiong Lian Lalu iapun menceritakan apa yang pernah
didengarnya ketika Thian Mo Kaucu berbicara berduaan
dengan Le Hok Sing tempo hari.
Mendengar cerita tentang Le Hok Sing rela sehidup-semati
mendampingi Thian Mo Kau cu yang mungkin akan menjadi
cacad untuk selamanya, saking terharunya Kok Ci Hoa -sampai
meneteskan air mata, Katanya dengan gagetun: "Usia Le Hok
Sing masih muda belia, kalau dia mencintai secara membuta
sebenarnya tidak mengherakan Tapi tidak terduga bahwa
gembong iblis sebagai Thian Mo Kaucu itu ternyata juga
mempunyai perasaan yang tulus dan membalas cinta Le Hok
Sing sepenuhya demikian tampaknya dia toh bukan ketempat
nya atau belum "!"
"He Suhu, aku menjadi ingin pergi ke Ci Lay Sim untuk
menyambangi Thian Mo Kau cu." tiba-tiba Tiong Lian minta
persetujuan sang guru.
"KAU hendak menemuinya seorang diri " Kukira ini agak
terlalu bahaya "kata Ci Hoa.
"Tapi kalau duduk perkara dapat diselidiki boleh jadi malah
akan mengelakan kemungkinan, tertimpanya malapetaka,"
ujar Tiong Lian. "Lagi pula Thian Mo Kaucu pernah mem
perlihatkan budi baiknya kepadaku meski aku tidak terima
maksud baiknya itu, tapi tiada jeleknya sekarang aku
membalas kebaikannya tu. Sekarang dia dalam kesukaran,
seharusnya aku pergi menyambangi dia, bicara tentang
bahaya memang bukan mustahil, tapi juga tidak lebih
berbahaya dari pada waktu aku berkunjung ke Kunbran tempo
hari." Diatas badan muridnya itu Kok Ci Hoa se akan-akan melihat
bayangan sendiri dikala masih muda. Seorang pemudi yang
dinamis, berdarah panas dan berperasaan halus. Tahunya
cuma membela kebenaran dan mementingkan orang lain.
tidak pernah mementingkan diri pribadi. Bedanya sang murid
rupanya jauh lebih kuat, lebih kukuh daripada waktu mudanya
dan jauh lebih tahan akan segala macam ujian.
Diam-Diam Ci Hoa sangat terharu, pikirnya: "Selama
beberapa bulan ini Lwekang Lian-ji sudah jauh lebih maju lagi,
terutama sesudah dia minum Thian Sim Ciok dan mempelajari
Lwekang dari Liong Lik Pit Kip, bukan mustahil kekuatannya
sekarang tidak dibawah aku lagi, jika mesti memilih seorang
untuk pergi ke Ci Lay San, maka selain dia memang tiada
pilihan yang tepat lagi!"
Melihat gurunya diam saja, Tiong Lian menjadi kuatir
permintaannya tak disetujui, segera ia menutur pula:
"Disainping itu. akupun memakai Pek Giok Kah dan Siang Ho
Pokium dalam keadaan bagaimanapun juga, paling celaka aku
masih dapat melarikan diri, Apalagi Ci Lay San bagiku juga
bukan tempat yang asing."
Ci Hoa menjadi heran, tanyanya. "Bila kah kau pernah pergi
ke Ci Lay San"!"
Wajah Tiong Lian menjadi merah, sahutnya. "Meski tidak
pernah pegi kesaua, tapi pernah kudengar cerita dari orang
lain!" "O, ya, diwaktu kecilnya, memang Kang Hay Thian pernah
tinggal disana!" kata Ci Hca dengan tertawa.
"Suhu, boleh aku pergi kesana?" tanya Tiong Lian pula.
Pelahan-lahan Ci Hoa angkat kepalanya dan berkata:
"Orang-Orang Bin San Pay kita turun temurun mengutamakan
budi kebaikan, tidaklah sia-sia aku mendidik kau selama ini!
Baiklah, boleh kau pergi kesana, tapi hendaklah hati-hati."
Jarak Bin San dan Ci Lay San kurang lebih ada lima ratus li,
tanpa mengaso terus saja Tiong Lian berangkat pula kesana.
Besoknya waktu magrib Tiong Lian sudah sampai di
pegunungan Ci Lay San yang merupakan pangkalan Thian Mo
Kau itu. Dahulu ketika Tiong Lian terkurung dite ngah pulau
terpencil bersama Kang Hay Thian dikala senggang mereka
suka mengobrol dan menceritakan pengalamannya masingmasing.


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia masih ingat cerita Hay Thian tentang keadaan
Thian Mo Kau itu berbentuk sebuah benteng kurung yang kecil
arah timur, barat dan selatan dijaga dengan keras, hanya
sebelah utara karena tebing yang curam sekali, monyet juga
susah mendaki, maka disitu rada penjagaan. Dan dibawah
tebing yang terjal itu adalah taman kediaman Thian Mo Kaucu,
dahulu waktu Kang Hay Thian tinggal disitu juga sering
memain di-dalam taman itu.
Segera Tiong Lian mengeluarkan Ginkang yang tinggi terus
menjurus keutara gunung. Sesudah melintasi beberapa
tanjakan, akhirnya sampai diatas puncak karang yang terjal,
disekelilingnya penuh tebing-tebing yang menjulang tinggi,
halus dan licin sehingga susah didaki. Diam-Diam Tiong Lian
merasa bersyukur, karena membawa pedang yang dapat
digunakan sebagai alat pembantu.
Segera ia melompat setinggi-tingginya keatas kira-kira dua
tiga meter diatas ia tancapkan pedang kedinding tebing dan
mengoreknya menjadi sebuah dekukan agar dapat dipakai
sebagai tempat berpijak, dan sesudah mengambil posisi yang
baik, kemudian ia melompat pula keatas. Maka tidak lama
kemudian dapatlah dia mendaki puncak karang yang terjal itu.
Dan dibawahnya memang benar terdapat sebuah taman
bunga yang indah.
Ia lihat diujung puncak sana tumbuh sebatang pohon
Sioug yang tua, batang pohon menjulur kepinggir, pohon
Siong itu banyak terdapat akar-akar yang panjang dan kuat
sehing ga sangat praktis untuk digunakan sebagai tali. Ia pilih
seutas akar yang paling panjang, dari situ ia merosot
kebawah, ketika kemudian dia ayun tubuhnya dan lepas
tangan dengan tepat ia terlempar ketengah taman dan
hinggap diatas sebatang pohon yang tumbuh ditanah itu.
Dari atas pohon besar itu ia melihat di-sebslahnya ada
sebuah gedung, ia menduga gedung itu pasti tempat
kediaman Thian Mo Kaucu. Ia tidak berani gegabah untuk
berderak, maka ia coba pusatkan perhatian untuk
mendengarkan. Maka terdengarlah didalam rumah itu ada
suara orang perempuan tua sedang berkata dengan tertawa
dingin: "Hrn, apa perbuatan kalian ini dapat dipertanggung
jawabkan padaku" Tapi sekarang kalian masih berani minta
bantuan padaku " Ipih, kaupun seorang muridku yang bagus
ya " Dikala menghadapi bahaya yang kau pikirkan ialah
menyelamatkan jiwa sendiri dahulu ! Hehe. tapi kalau perlu
pertolongan Suhu, lantas mohon bantuan lagi ya " Tapi kau
adalah nyonya gebernur, aku tidak berani mengakui kau
sebagai murid lagi."
Tiong liian terkesiap, ia merasa diluar dugaan karena Kim
Lun Seng Bo dari Kunbran itu ternyata berada didalam rumah
itu, rupanya yang diajak bicara adalah Bun Ting Bik dan Mohujin
berdua, sedangkan Thian Mo Kaucu tidak terdapat disitu.
Maka terdengar Mo-hujiu telah berkata: "Harap suhu
mendengarkan laporanku, bukanlah Tecu berani meninggalkan
Suhu disaat terancam bahaya, soalnya Tecu tidak ingin
menjadi beban Suhu dikala terdesak musuh. Ketika itu Tecu
mendapat tugas menjaga tawanan sedangkan musuh sudah
menyerbu kedalam keraton, Tecu kuatir tidak dapat memenuhi
tugas kewajiban, maka terpaksa menghindarkan diri lebih
duiu!" "Ya, tatkala itu kami berpendapat dengan ilmu sakti engkau
orang tua yang tiada bandingannya toh tidak perlu bantuan
kami yang tidak berarti," demikian Bun Ting Bik ikut bicara.
"Sebaliknya kami kuatir tawanan akan di rampas oleh musuh
sehingga mengecewakan kepercayaan yang engkau berikan
pada kami. Dari itu kami lantas berangkat lebih dulu kesini.
Adapun kejadian sehabis itu, sesungguhnya tidak kami duga
sebelumnya."
Rupanya Bok Lolo paling suka disanjung sanjung orang,
sekarang Bun Ting Bik dan Mo hujin telah mengumpak dan
memuji kesaktiannya sehingga meredalah rasa gusarnya.
Namun begitu ia masih berkata kepada Bun Ting Bik dengan
dingin: "Pintar juga bicaramu, aku suruh kau menjaga
tawanan, manfaat yang kau peroleh kau juga tidak sedikit"
Sekarang kau berhasil meyakinkan Sam-siang-sin-kang
dengan lebih sempurna, apakah kau masih perlu bantuanku
segala?" Kiranya tempo hari ketika masih dinegeri Kunbran, waktu
Bok Lolo bertempur dengan Kang Hay Thian, maka diam-diam
Bun Ting Bik dan Mo-hujin telah membawa lari Thian Mo
Kaucu dan Le Hok Sing melalui jalan rahasia ditawan tanah
yang menembus keluar istana itu.
Sebaliknya yang rugi adalah Bok Lolo secara bergiliran
tempo hari ia telah bertarung melawan Kang Hay Thian dan
Teng Keng Thian suami isteri, walaupun dia berhasil merat,
tapi kekuatannya juga sudah terbuang tidak sedikit. Sesudah
kekuatannya pulih kembali, kemudian iapun menyusul ke Ci
Lay San. Sesudah berada di Ci Lay San, pertama karena dia
mempunyai kepentingan yang sama dengan Bun Ting Bik,
kedua, kekuatannya masih belum pulih seluruhnya, sebaliknya
Sam siang sin kang yang dilatih Bun Ting Bik semakin
sempurna maka nenek itu menjadi jeri dan tidak berani terlalu
garang lagi. Begitulah, terdengar Bun Ting Bik sedang berkata pula
dengau terbahak-bahak: "Kim Lun Seng Bo, jika kau mau
membantu lagi sekali ini toh tidak sedikit pula manfaatnya
bagimu!" "Manfaat apa?" tanya Bok Lolo.
"Sebab tenaga yang kau curahkan nanti dari pada dikatakan
membantu kami adalah lebih tepat dianggap membantu
pemerintah kerajaan Jing, masakah untuk ini kau masih belum
paham ?" ujar Bun Ting Bik. "Di Kunbran, paling-paling kau
cuma menjadi Seng Bo dari sesuatu negeri kecil, apa jeleknya
jika kau menerima tempat terhormat didalam kerajaan
Tiongkok besar."
Rupanya bujukan Bun Ting Bik itu sangat menarik hati Bok
Lolo, tampak nenek itu manggut-manggut berulang-ulang.
Maka Mo hujin juga berkata: ?"Sekali ini pihak kerijaan ling
telah mengerahkan dua puluh empat jago pilihan, yang
dikuatirkan ialah peristiwa ini didengar oleh Kim Si Ih dan
muridnya dan tentu mereka akan datang Ke Bin San untuk
membantu mereka. Menurut rencana kita, Suhu nanti boleh
menandingi Kang Hay Thian, sedangkan Bun Hu kaucu
bersama para kawan lain tentu cukup kuat untuk melayani
Kim Si Ih."
Selagi Kok Tiong Lian mendengarkan dengan kesiina, tibatiba
terdengar Bok Lolo berseru "Siapa yang berada diluar itu
?" Belum lenyap suaraaya mendadak daun jendela sudah
didobrak oleh Bun Ting Bik yang terus melompat keluar.
Baru saja Tiong Lian melompat turun dari atas pohon, saat
itu Bun Ting Bik sudah memburu tiba. "Blang", kontan pukulan
mereka beradu, Tiong Lian merasa telapak tangannya pegalpegal
gatal dan tangannya menjadi lemas keruan ia terkejut,
cepat ia melompat kesamping dan segera melolos pedang
Shng Hoi Kiam, ia putar kencang pedangnya sambil
mengundurkan diri.
Karena benturan pukulan tadi, tubuh Bun Ting Bik juga
tergeliat dan terkejut, dalam hatinya ia berkata: "Sungguh
tidak nyana dalam beberapa bulan saja kekuatan budak ini
sudah maju sedemikian pesatnya. Ternyata ilmu sakti berbisa
yang baru kuyakinkan ini tidak mempan padanya ."
Kiranva Tiong Lian cukup mengetahui kemahiran Thian Mo
Kaucu dalam hal menggunakan racun, maka sebelumnya ia
telah mengumur sebutir Pek Ling Tan yang terbuat dari Thian
San soat Lian, ditambah kemajuan kekuatannya selama dalam
beberapa bulan ini, maka dengan mengerahkan tenaga dalam
bebe Tapa kali, dapatlah hawa berbisa pukulan Bun Ting Bik
tadi dipunahkan. Tapi dari benturan pukulan itu iapun dapat
menjajaki kepandaian Bun Ting Bik juga sudah tambah hebat
daripada dahulu dan susah untuk dilawan, apa lagi
dibelakangnya masih, terdapat Bok Lolo.
"Bagus ! ini namanya ikan masuk jaring sendiri !" Demkian
Bok Lolo terkekeh-kekeh mengejek. "Tempo hari kau dapat
lolos, tapi sekarang kau mengantarkan nyawamu sendiri. Nah,
apa kau masih ingin lari lagi ?" Segera iapun menubruk maju,
di mana lengan bajunya mengebas, seketika tiga macam
bubuk berbisa bertebaran terbawa oleh angin kebesannya.
Walaupun mengumur Pek Ling Tan, namun kepala Tiong
Lian juga merasa pusing oleh serangan bubuk-bubuk berbisa
itu, Dan belum lagi Tiong Lian sempat melompat pergi,
secepat kilat Bok Lolo sud.h menubruk maju, dalam keadaan
bahaya kepala pening dan mata berkunang-kunang Tiong Lian
menjadi tidak dapat melawan, hanya sekali cengkeram saja
Bok Lolo sudah kena pegang pergelangan tangannya,
"Haha, bigus!" seru Bun Ting Bik dengan tertawa, dengan
tawanan muridnva Kok Ci Hoa ini, dalam gelanggang
pertempuran di-atas Bin San hari lusa nanti sudah pasti
kemenangan berada dipihak kita."
"Rupanya kedatangannya ini adalah untuk menemui Karani,
ketika di Kunbran memangnya aku sudah curiga
persekongkolan mereka, nyatanya memang betul," kata Bok
Lolo, "Baiklah, boleh kurung dia menjadi satu dengan Karani,
biar mereka mengobrol sepuas-puasnya."
Kiranya pada saat itu Thian Mo Kaucu dan Le Hok Sing
telah disekap dalam kamar tahanan rahasia dan Mo hujin telah
memalsukan dia sebagai Kaucu.
Mo hujin adalan kakak sekandung Thian Mo Kaucu, wajah
mereka memangnya sama dan mirip, ditambah peraturanperaturan
Thian Mo Kaucu yang keras, setiap anggota yang
hendak menghadap sang Kaucu hanya boleh berdiri jauh
dibawah undakan-undakan pendopo, sehingga tidak dapat
melihat jelas wajah asli Kauwcu mereka. Mo hujin sendiri
mempunyai dayang-dayang pribadi pula dan tidak perlu
dilayani dayangnya Thian Mo Kaucu, makanya dengan mudah
anggota-anggota Thian Mo Kau dapat dikelabui.
Waktu itu Thian Mo Kaucu, sedang tersiksa oleh karena
"Cau Hwe Jip Mo" tersesatnya ilmu yang dilatihnya sendiri.
Sedangkan Le Hok Sing juga tidak bertenaga sama sekali oleh
karena diracuni oleh Bok Lolo dengan "So Kut San", puyer
pelemas tulang meski dapat berjalan, tapi kekuatannya susah
dikerahkan. Bun Ting Bik telah mengurung mereka di dalam suatu
kamar dan paksa Le Hok Sing menulis kunci ajaran Lwekang
dari keluarga Le mereka. Namun Le Hok Sing rela sehidup
semati dengan Thian Mo Kaucu. Ia tidak mau menyerah
kepada Bun Ting Bik biarpun disiksa lahir dan batin.
Begitulah selagi Thian Mo Kaucu dan Le Hok Sing saling
sandar, menjadi satu didalani karcar tahanan yang gelap itu,
tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka, dari cahaya yang
menembus masuk itu Thian Mo Kaucu melihat ada seorang
nona telah didorong masuk. Ketika melihat jelas siapa nona
itu. Thiao Mo Kaucu terkejut dan cepat menariknya
kesampingnya. Katanya dengan suara tak lampias: "No?". nona Kok,
kenapa kau datang kemari "Aku adalah seorang yang bernasib
malang, sekarang telah menderita siksaan hasil latihanku
sendiri, matiku tidak ada artinya, tapi mernbikin susah
padamu, inilah harus disayangkan ."
"Kau mempunyai cita-cita yang luhur, suatu saat akan
terhindar dari bahaya kesusahanmu lenta akan berakhir dalam
waktu singkat," sahut Tiong Lian.
"Tapi aku sudah jatuh didalam cengkeraman guruku, jiwaku
setiap saat bisa melayang, masakah masih ada harapan hidup
bebas lagi!" ujar Thian Mo Kaucu.
"Tua bangka siluman itu sedemikian keji nya. masakah kau
masih sudi mengaku Suhu padanya," kata Le hok Sing
dengan penasaran, "cici jika kau mau akupun tidak ingin hidup
sendirian."
Air mata Thian Mo Kauwcu berlinang-linang saking
terharunya, tanpa hiraukan Kok Tiong Lian lagi ia terus saling
rangkul dengan kencang bersama Le Hok Sing, katanya: "Adik
Sing, kau sangat baik kepadaku, biarpun mati juga aku merasa
senang." Tiong Lian ikut terharu menyaksikan itu, tapi ia tidak
berdaya untuk menghibur mereka bila dipikir lagi, padahal
nasibnya sekarang juga tiada bedanya dengan Thian Mo
Kauwcu yaitu setiap saat bisa tamat riwayatnya, bahkan Thian
Mo Kauwau didampingi Le Hok Sing yang rela sehidup semati
bagi sang kekasih, sedangkan kekasihnya sendiri yang
dirindukan itu entah sekarang berada dimana Boleh jadi
sedang berada didamping seorang nona yang lain "!"
Walaupun ada maksud Kok Tiong Lian hendak mengalah
kepada Hoa In Pik, tapi dalam keadaan demikian bila teringat
kepada Kang Hay Thian tanpa merasa iapun mencucurkan air
mata. Tiba-Tiba Le Hok Sing berkata. "Nona Kok, selama ini aku
mempunyai sesuatu tanda tanya yang belum terjawab,
sebelum ajalku aku ingin, mengetahuinya dengan jelas, hal ini
mungkin kau dapat menjelaskan. Apakah gurumu benci
kepada Kim Si ih?"
"Kenapa guruku mesti benci padanya?" tanya Tiong Lian,
"Sebab dia telah mengecewakan cinta murni gurumu
selama hidup ini," kata Hok Sing
"Le Seng Lam pernah apamu?"" tanya Tiong Lian.
"Bibiku," sahut Hok Sing.
"Seluruh lakon dimasa hidup bibimu itu apakah kau sudah
ketahui semua?" tanya Tiong Lian pula.
"Menurut cerita, katanya dia meninggal karena Kim Si Ih,
tapi seluk beluknya aku tidak tahu dengan pasti" kata Hok
Sing "Perangai bibimu itu terlalu keras dan suka turut
kemauannya sendiri,".tutur Tiong Lian. "Dia ingin merebut
hatinya Kim tayhiap maka suhuku teiah menjadi bulanbulanannya.
Dia telah meracun guruku, lalu dengan obat
pemunahnya dia mengancam agar Kim tayhiap suka menikah
dengan dia. Tapi dia telah membunuh diri pada malam
pertama didalam pengantin baru mereka."
Begitulah, lantas Tiong Lian menceritakan apa yang pernah
didengarnya tentang kisah percintaan Kim Si Ih dan Le Seng
Lam dahulu. Akhirnya ia menghela napas dan berkata:
"Karena Kim tayhiap merasa berdosa kepada cinta bibimu,


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka sesudah bibimu meninggal, selama lebih 20 tahun ini
beliau tetap membujang tak mau menikah, Guruku dapat
memahami perasaan Kini tayhiap, maka beliau tidak mau
dendam padanya, juga tidak dendam kepada bibimu. Beliau
cuma menganggap apa yang terjadi itu sudah takdir ilahi,
nasib menentukan hidup ineieka harus mengalami ujian-ujian
seperti itu. Padahal waktd bibimu hendak menghabiskan
nyawa sendiri, dia telah meninggalkan surat kepada Kim
tayhiap dan meninggalkan pesan agar Kim tayhiap menikah
dengan guruku ."
Le Hok Sing termangu-mangu sekian lamanya sesudah
mendengar cerita Kok Tiong Lian itu. Katanya kemudian:
"Ketika mu!a-a aku datang keTionggoan, karena percaya atas
hasutan orang luar, maka aku sangat benci dan dendam
kepada Kim Si Ih. tapi lambat laun akupun sangsi dan baru
sekarang aku benar-benar mengetahui duduknya perkara"
,Dahulu apa yang sangsikan dan sekarang mengetahui apa
lagi" tanya Tiong Lian.
"Semula aku sangat dendam kepada Kini-Si Ih, sebab aku
menganggap dia yang membunuh bibiku", kata Hok Sing,
kemudian aku melihat batu nisan yang didirikan Kim Si Ih di
makam bibiku, lalu mengetahui pula bahwa gurumu
sebenarnya adalah kekasihnya yang lebih dulu dari pada
bibiku, karena itu aku lantas berpikir bahwasanya dengan
tokoh wanita pilihan sebagai Kok ciangbun dari Bin San,
bicara tentang ilmu silat dan kedudukan, tentang kecantikan
pula, dalam hal apa yang kurang" Pada umumnya bila orang
kematian isteri, kawin lagi juga bukan sesuatu yang luar
biasa, apalagi Kim Si Ih dengan bibiku pada hakikatnya suami
isteri dalam nama saja, perateknya toh tidak. Tapi dia toh rela
meninggalkan kekasih yang cantik itu dan mengembara di
Kangouw dengan hidup yang terlunta-lunta tak keruan
tempatnya, dipandang dari sudut ini agak nya dia toh tidak
melupakan cinta murni bibiku, tentang caci maki orang lain
kepada Kim Si Ih bukan mustahil timbul karena dendam
dari diri peribadi mereka dan sengaja hendak mengadu
dombakan aku dengan dia. Dan malam ini sesudah kudengar
ceritamu tadi, aku menjadi lebih paham duduknya perkara.
Sebenarnya bibiku juga bersalah dan tidak pantas ditimpakan
semua atas kesalahan Kim Si Ih. Sekarang bibiku sudah
meninggal, orang yang sudah mati boleh tak usah dibicarakan
lagi. sebalikrya tentang hubungan Kim Si Ih dengan gurumu
pengorbanan selama duapuluh tahun itu kenapa mesti ditarik
lebih panjang lagi?""
"Jadi sekarang kau sudah jelas," kata Tiong Lian dengan
girang." Dan apa kau dendam kepada Kim tayhiap?"
"Ya, aku merasa malu. dahulu sebelum tahu perkara yang
sebenarnya, aku pernah beberapa kali memaki dia, didalam
hati tentu dia sangat menyesal," kata Hok Sing. "Cuma sayang
jiwaku sendiri berada diujung tanduk, aku tidak ada
kesempatan untuk minta maaf lagi padanya."
Selagi mereka bertiga asyik mengemuka kan isi hati masing,
dan sama-sama merasa gegetun. tiba-tiba terendus bau
harum yang memabukan orang. Thian Mo Kaucu terkejut dan
berseru: "Celaka, Suhuku telah mulai turun tangan keji."
"Bagus, biar aku mengadu jiwa dengan dia," teriak Hok Sing
dengan gusar, tapi belum lagi ia sempat menggunakan Thian
mo tay hoat yang merupakan ilmu terakhir untuk gugur
bersama musuh, tahu-tahu ia sudah jatuh pingsan, begitu pula
Thian Mo Kauwcu lantas sempoyongan dan akhirnya juga
terjungkel dan tak sadarkan diri, hanya Kok Tiong Lian saja
yang tidak merasakan apa-apa atas dirinya dari bau harum itu.
Kiranya tenaga Thian Mo Kauwcu dan Le HokSing sudah
habis, jangankan bau harum itu adalah sejenis pembius,
pembius yang paling hebat, sekalipun obat tidur biasa saja
juga mereka tak tahan. Sebaliknya dimulut Kok Tiong Lian
mengulum Pek Ling Tan yang justeru dapat memunahkan bau
harum ini."
Segera Tiong Lian merasa heran dan kuatir tiba-tiba
dilihatnya terjadi jendela patah satu persatu, ia tambah heran
dan menjadi ragu-ragu jika Kim Lun Seng Bo, kenapa dia tidak
masuk saja dari pintu "!
Belum selesai ia berpikir, tertampaklah sesosok bayangan
orang telah melompat masuk melalui jendela yang sudah
dijebol itu, cahaya lembulan juga lantas menembus masuk ke
jendela yang melompong itu, walaupun remang" tapi Kok
Tiong Lian sudah dapat mengenali yang datang ini tak lain tak
bukan tokoh yang barusan mereka bicarakan, yaitu Kim Si Ih
adanya. "He. Kim tayhiap, kiranya engkau yang datang, inilah paling
bagus!" seru Tiorg Lian dengan kejut-kejut girang.
"Ya. marilah kita menolong mereka lebih dulu dan
sementara ini jangan membikin kaget nenek siluman dan
begundalnya, biarlah kita bikin perhitungan dengan mereka
dalam pertemuan diatas Bin San nanti," demikian sahut Kim Si
Ih. "Eh, harap kau suka membantu menggendong Thian Mo
Kauwcu." Dan baru saja Tiong Lian hendak rnemberitahu tantang
keadaani.ya yang lemas kehilangan tenaga, namun Kim Si Ih
sudah iantas menepuk perlahan sekali diatas punggungnya
Seketika Tiong Lian merasa suatu hawa hangat menembus
seluruh urat nadinya dalam sekejap saja semangatnya terasa
segar dan tenaga pulih kembali, bahkan jauh lebih kuat dari
pada tadinya. Tanpa bicara lagi segera Tiong Lian menggendong Thian
Mo Kauwcu dan mengikuti Kim Si Ih yang menggendong Le
Hok Sing melompat keluar melalui daun jendela, sepanjang
jalan tertampak disana sini banyak menggeletak anggotaanggota
Thian Mo Kauw, semuanya tak sadarkan diri.
Dengan tertawa Kim Si Ih menerangkan kepada Tiong Lian,
"orang-orang Thian Mo Kauwcu suka menggunakan racun,
sekali ini aku telah menggunakan cara mereka untuk
menyerang mereka sendiri."
Kiranya obat pembius yang digunakan Kim Si Ih adalah
semacam bunga berbisa yang diperoleh didaerah Tibet yang
tiada bandingannya kerasnya, oleh karena tujuan Kim Si lh
hanya menolong orang, maka ia sengaja menggunakan obat
pembius itu agar tidak diketahui musuh.
Sesudah melintasi pagar tembok pagar bunga, sampailah
mereka dibawh tebing yang curam itu.
"Biar aku naik dulu keatas, nanti aku menggerek kalian,"
Kuta Si lh"
Dengan menggendong Le Hok Sing segera ia melompat
keatas, jadi setiap kali kakinya memacal, segera tubuhnya
terlempar keatas mirip orang manjat tangga saja, hanya
sekejap saja orangnya sudah sampai diatas.
Sungguh kagum Tiong Lian tak terhingga kalau tidak
menyaksikan sendiri pasti orang takkan percaya bahwa
didunia ini ada orang memiliki Ginkang setinggi ini.
Kemudian Kim Si Ih telah membetot beberapa utas rotan
panjang, ia ikat menjadi tambang besar, lalu dilemparkan
kebawah. Deugan sebelah tangan mengempit Thian Mo
Kaucu, sebelah tangan Kok Tiong Lian memegang kencang tali
dan membiarkan Kim Si Ih mengereknya keatas.
Sesudah berada diatas, segera Tiong Lian berkata: "Thiau
Mo Kaucu sudah bertekad akan kembali kejalan yang baik,
cuma sekarang dia sedang tersiksa oleh bencana Cau Hwe Jip
Mo." "Aku sudah tahu," sahut Si Ih. "Kedatangan aku ini justeru
hendak menolong dia agar perjodohannya dengan Le Hok Sing
dapat terlaksana dengan baik"
Segera ia suruh Tiong Lian meletakkan Thian Mo Kaucu,
lebih dulu ia jejalkan sebutir Pek Ling tan kedalam mulutnya,
lalu menggunakan lwekangnya yang maha dahsyat untuk
menutuk ke Hiat to penting di tubuh Thian Mo Kaucu, Setiap
kali ia menutuk, seketika suatu arus hawa murni tersalur
kedalam badannya, Sesudah ke tigapuluh enam Hiat-to semua
ditutuk toh Tlhian Mo Kaucu masih belum siuman, namun urat
nadinya sekarang sudah lancar kembali bahkan tambah kuat
tenaganya. Sebaliknya Kira Si Ih sendiri sudah mandi keringat, dengan
napas agak terengah ia berkata dan tertawa" "Untung dia baru
dua hari rnengalami penyakit hebat ini. kalau sudah kasip,
tentu aku perlu lebih banyak membuang tenaga untuk
menyembuhkan dia."
Padahal dengan Lwekang Kim Si Ih sekarang boleh dikata
tergolong kelas yang tiada taranya tapi untuk menolong
penyakit Thian Mo Kauwcu itu toh sedemikian banyak
memakan tenaganya, maka betapa bahayanya penderitaan itu
dapatlah dibayangkan. Diam-Diam Tiong Lian terkesiap
mendengar keterangan itu Dan sesudah mengaso sebentar,
kemudian Kim Si Ih menggunakan pula tenaga murninya
untuk memunahkan racun "So-kut-san," yang bekerja didalam
badan Le Hok Sing untuk ini boleh dikata terlalu mudah bagi
Kim Si Ih dan tidak sepayah dia menolong Thian Mo Kauwcu
tadi. Begitulah maka pelahan-lahan tenaga Thian Mo Kauwcu
telah pulih lagi dan secara kebetulan telah siuman kembali
bersama Le Hok Sing. Ketika mendadak mereka melihat Kim Si
Ih berdiri dihadapaa mereka, seketika mereka melonjak,
bangun dengan kaget,
Tapi segera Le Hok Sing merasa girang pula disamping
kagetnya tadi, tanpa menghiraukan Kim Si Ih lagi lantas tanya
Thian Mo Kauwcu: "He, cici, mengapa kau dapat melompat?"
Untuk sejenak Thian Mo Kauwcu tertegun tapi segera ia
paham apa yang terjadi, dengan air mata berlinang-linang ia
lantas memberi hormat kepada Si Ih katanya dengan suara
tergugu-gugu: "Kim".Kim tayhiap, banyak terima kasih atas
pertolonganmu. Aku"aku adalah sampah masyarakat
persilatan yang dianggap golongan Sia Pay, tapi kau telah sudi
menolong aku dengan pengorbanan tenagamu yang
berharga!?"
Kim Si Ih menjadi masgul terkenang pada kisahnya sendiri
dimasa dahulu, katanya dengan gegetun: "Duapuluh tahun
yang lalu aku pun hampir-hampir mengalami penyakit "Cau
Hwe Jip Mo" syukur aku telah ditolong oleh Teng Locianpwe
dari Thian San. Tatkala itupun Aku dianggap seorang sampah
masyarakat per kilatan oleh orang-orang dari CingPay.
Sekarang berterima kasin padaku, asalkan kelak kau suka
mencontoh perbuatan luhur kaum Locianpwe berbuatlah
sekuat tenagamu untuk kepentingan orang banyak, dengan
demikian berarti kau telah membalas budiku dan telah berbuat
baik bagi sesamanya "
Le Hok Sing sangat terharu, iapun berkata: "Kim tayhiap,
baru sekarang aku mengetahui bahwa engkau adalah orang
yang baik, bahkan jauh lebih bak daripada apa yang dapat
kuduga, Beberapa kali aku teiah berlaku kasar padamu,
sungguh aku sangat malu dan menyesal, aku tidak tahu
cara.. cara bagaimana harus berkata padamu?"?"
"Kau tak perlu bicara lagi" tentang perasaaamu aku sudah
tahu sekarang." sahut Si Ih dengan tertawa. "Apa yang kau
bicarakan dengan Kaucu didalam penjara tadi sudah kudengar
semua. Apakah kau mengetahui lantaran dirimu maka aku
telah menyusul kalian kesini sejak dari Kunbran."
"O, engkau terlalu baik bagiku, Kim tayhiap," kata Le Hok
Sing dengan mencucurkan air mata terharu. "Dan apakah
sudah lama engkau mengetahui asal usulku?"
Kiranya Le Hok Sing ini adalah satu-satunya keturunan
keluarga Le yang masih ada didunia ini. dia adalah putera
tunggal Le Pek Cu yang dahulu hidup terasing dipulau
terpencil dilautan timur yang pernah diketemukan Kim Si Ih
itu. Tanpa merasa air mata Kim Si Ih berlinang-linang juga,
katanya: "Sejak bibimu wafat, selama dua puluh tahun ini aku
senantiasa ber duka. Aku malu terhadap bibimu dan berduka
pula atas nasib keluarga Le Kalian yang malang itu karena di
Tionggoan keluarga kalian telah putus turunan. Sukur
alhamdullilah, akhirnya keluarga Le ternyata masih
mempunyai bibit satu-satunya yaitu kau, Hok Sing, kau tidak
pernah bertemu dengan bibimu, tetapi walau agak mirip
dengan bibimu sendiri. Ketika untuk pertama kali aku melihat
kau, sesaat itu aku merasa bibimu seperti hidup kembali
didepanku. Ya, selama ini yang tidak bisa kulupakan, ialah aku
ingin mencari tahu asal-usulmu untuk menyelesaikan suatu
angan-anganku."
Sampai disini, tiba-tiba Kim Si Ih mengeluar kan sebuah
Kotak kecil, lalu katanya. "Kau adalah keturunan lurus
keluarga Le, tentang sejarah leluhurmu, kau cukup tahu.
Leluhurmu Le Gong Thian adalah murid Kiau Pak Beng
seorang tokoh paling terkemuka pada masa akhir dinasti Bing.
Dahulu Kiau Pak Beng telah dikalahkan Thio Tan Hong dan
mengasingkan diri kesuatu pulau terpencil dengan tekad akan
membalas sakit hati itu kelak. Tapi sesudah dia berhasil
meyakinkan ilmu saktinya tetap ia tidak sempat pulang
kembali ke Tionggoan. Rahasia ini hanya diketahui oleh
keluarga Le kalian, maka selama duaratus tahun ini keluarga
kalian terus menerus mengirim anak cucu keturunannya
berlayar keluar lautan untuk mencari pulau yang pernah
ditinggali Kiau Pak Beng dengan maksud tujuan mencari
kitab pusaka ilmu silat ciptaannya itu. Akhirnya kitab pusaka
itu diketemukan oleh bibimu, dan paling akhir jatuh pula
ditangan-ku."
"Tatkala itu bibimu sudah meninggal karena aku mengira
keluarga kalian sudah tiada keturunan lagi, pula ilmu silat
yang tertera didalam kitab pusaka itu adalah ilmu silat yang
jarang terdapat didunia ini, namun tergolong Sia Pay dan tidak
pantas diajarkan kepada umum, maka kitab pusaka itu telah
kubakar habis didepan makam bibimu. Cuma saja aku pun
telah menggunakan ilmu silat yang terdapat didalam kitab
pusaka itu sebagai fondasi dan kutambah dengan Lwekang
dari golongan Cing Pay sebagai tulang punggung nya sehingga
dapat kuciptakan suatu aliran persilatan tersendiri yang
tergabung dari Sia Pay dan Cing Pay, aku yakin hasil karyaku
ini pasti tidak dibawah ilmu silat ciptaan Kiau Pak-beng itu.
Sekarang aku telah menulis semua ilmu silat ciptaanku itu
didalam suatu kitab dan kitab ini harus kuserahkan sebagai
milikmu! Nah, harap kau menerimanya!"
Le Hok Sing menjadi gugup, cepat ia men jawab: "Kim
tayhiap kitab ini merupakan darah keringatmu selama
hidupmu ini, maka mana aku berani menerimanya?"


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi Si Ih berkata: "Sebabnya aku dapat menanjak sampai
tingkatan seperti sekarang ini boleh dikata juga berkat ajaran
keluarga Le kalian. Sekarang kitab pusaka Kiau Pak Beng itu
sudah kubakar dan tak dapat kuserahkan kembali padamu,
terpaksa aku memberi ganti kitab yang kutulis sendiri ini.
Sebelum wafat bibimu menyerahkan kitab pusaka Kiau Pak
Beng kepadaku dengan pesan agar aku mengembangkannya
secara luas, syukur aku tidak mengecewakan harapannya dan
sekarang aku menyerahkan kitabku ini padamu, dengari
demikian dapatlah mengakhiri cita-citaku yang belum terkabul
selama ini."
"Ya, Le sioksiok harap kau menerimanya saja, kalau tidak,
tentu Kim tayhiap akan tetap merasa tidak enak," kata Tiong
Lian. Sampai disini Le Hok Sing tidak dapat menolak lagi.
dengan air mata bercucuran ia menerima kotak kelama itu
dengan rasa terima kasih yang susah dilukiskan.
Setelah terlaksana cita-cita yang dikandung nya selama ini,
rasa Kim Si Ih juga susah dikatakan ia termangu-mangu
mengenangkan kejadian-kejadian dimasa dahulu, teringat
olehnya pengalamannya ketika belayar keluar lautan untuk
mencari kitab pusaka bersama Le Seng Lam teringat juga
pesan terakhir Le Seng Lam sebelum meuinggal dunia,
terkenang perasaan sendiri ketika membakar kitab pusaka itu
dide-pan makamnya Le Seng Lam". Ya, setelah mengalami
suka duka selama dua puluh tahun "ini, sekarang dapat
melihat ahli waris satu-satunya dari keluarga Le, maka
entenglah tekanan batin yang dirasakannya selama ini, baru
sekarang ia benar-benar dapat menikmatkan rasa gembira
yang sesungguhnya.
Tiba-Tiba Le Hok Sing berkata pula: "Kim tayhiap, citacitamu
sudah terkabul tapi akupun mempunyai suatu anganangan,
aku ingin mohon sesuatu padamu, entah engkau sudi
menerima atau tidak?"
"Silahkan bicara saja, betapapun, sukarnya tentu akan
kulakukan bagimu!" sahut Kim Si Ih.
"Angan-Anganku ini pun merupakan angan-angan bibi ku,"
kata Le Hok Sing. "Dari itu, Kim tayhiap, aku memohon agar
engkau jangan mengecewakan harapan bibiku yang
ditinggalkan sebelum wafatnya!"
Untuk sejenak Kim Si Ih tertegun, tanya nya kemudian
dengan tercengang: "Darimana kau tahu?".!"
"Meski aku tidak pernah bertemu dengan bibiku, tapi
dayangnya dimasa dahulu sekarang masih banyak berada
didalam Thian Mo Kau, dari pembicaraan mereka sedikit
banyak akupun mengetahui kejadian-kejadian masa dahulu!"
demikian sahut Hok Sing. "Sedangkan mengenai cinta kasih
murni antara kau dan Kok lihiap selama dua puluh tahun ini
telah kudengar pula, dari penuturan nona Kok tadi!"
Selama dua puluh tahun ini belum pernah ada orang bicara
seperti Le Hok Sing sekarang kepada Kim Si Ih. Meski banyak
sobat-sobat baiknya seperti Kang Lam. Ki Hiau Hong dan lainlain
juga pernah menganjurkan agar Si Ih kembali kepada
cinta murni Kok Ci Hoa, tapi yang mereka bicarakan tidak
timbul dan pihaknya Le Seng Lam, yang mereka katakan juga
tidak .epat mengenai isi hati Kim Si Ih, tapi sekarang Le Hok
Sing bicara sebagai keturunan keluarga Le satu-satunya, maka
.setiap ucapannya boleh dikatakan meresap betul didalam hati
sanubari Kim Si Ih. Ya, memang cinta murni selama dua puiuh
tahun yang menyiksa diri itu, benar-benar sudah cukup
dirasakan oleh Kim Si lh.
Seketika pandangan Si Ih serasa kabur, bayangannya Le
Seng Lam seperti muncul di-depan matanya. Lapat-Lapat Kim
Si Ih merasa seperti.berada di malam pengantin baru pada
dua puluh tabun yang lalu?"
Le Seng Lam baru mendapatkan cinta kasih Kim Si Ih pada
detik penghabisan dia meninggal dengan mengulum senyum,
Kim Si Ih juga percaya penuh pesan Le Seng Lam yang
terakhir itu adalah timbul dari lubuk hatinya yang murni tapi
karena merasa menyesal, maka selama ini Si Ih tidak
melaksanakan pesan Le Seng Lam itu.
"Begitulah semua kejadian-kejadian dimasa dahulu seakanakan
terbayang semua olehnya, kata Seng lam juga seperti
berbunyi ditepi telinganya pula. Pesan Le Seng Lam yang
terakhir itu ada tiga hal. Pertama minta Kim Si Ih menerima
kitab pusaka Kiau Pak Beng yang diserahkan itu dan supaya
mempelajari dengan baik sehingga menjadi seorang sarjana
besar ilmu silat. Ketiga ialah minta Si Ih menikah dengan Kok
Ci Hoa supaya dia dapat merasa tenang dialam baka.
Didalam air matanya yang berkaca itu Si Ih seakan-akan
melihat bayangan Le Seng Lam sedang mendekatinya dan
berkata padanya: "Si lh, sekarang kau sudah menjadi seorang
sarjana persilatan yang tiada taranya, tapi kedua hal lain yang
kuharapkan itu belum kau laksanakan semua. Kau telah
mengecewakan harapanku dan mengecewakan Kok cici "
"O, Seng Lam, deng.. dengarkanlah ucapanku" Si Ih
menggumam sendiri, tapi bayangan Le Seng Lam mendadak
lenyap, yang ada didepannya adalah Le Hok Sing.
Dengan pelan-pelan Hok Sing telah berkata: "Kim tayhiap,
hendaklah kau jangan menyiksa diri lagi sehingga membikin
susah diri sendiri dan membikin susah orang lain. Apa yang
hendak kau katakan, aku siap mendengarkan."
Sesudah tenangkan diri, dengan tersenyum berkata Si Ih:
"Sebenarnya aku hendak menjadi comblang bagimu, tapi kau
malah sudah menjadi comblang bagiku."
Segera Hok Sing menarik Thian Mo Kaucu dan berdiri
sejajar depan Kim Si Ih, katanya dengan tertawa: "Banyak
terima kasih atas kebaikan Kim tayhiap, kau telah
menyembuhkan penyakitnya Cau Hwe Jip Mo yang
menyiksanya, maka urusan kami berdua boleh tak usah Kim
tayhiap pikirkan lagi."
---ooo0dw0ooo---
Jilid 21 "Kami percaya urusanmu dengan Kok lihiap juga tidak perlu
comblang pihak lain. Nah, Kim tayhiap, sudah waktunya kita
harus segera berangkat ke Bin San."
Saat itu subuh sudah tiba, sang surya sudah mengintip
diufuk timur, kabut yang memenuhi lereng pegunungan itu
telah buyar Perasaan Kim Si Ih, Le Hok Sing dan lain lainnya yang
tertekan selama ini telah hilang seketika ibarat habis hujan
terbitlah terang. Sebaliknya kedua pihak yang bersangkutan
di-dalam pertemuan di Bin San pada hari Jing Beng samasama
merasa kuatir seakan-akan terselubung dibalik kabut
yang tebal. Karena belum nampak pulangnya Kok Liong Lian, dengan
sendirinya Kok Ci Hoa sangat kuatir. Sebaliknya Bok Lolo, Bun
Ting Bik dan lain-lain juga sangat terperanjat ketika
mengetahui tawanan mereka telah menghilang tanpa bekas,
mereka menyangka telah kena ditipu oleh Thian Mo Kaucu.
sama sekali mereka tidak menyangka bahwa yang datang
menyelamatkan Thian Mo Kaucu bertiga itu adalah Kim Si Ih.
Namun demikian karena mendapat dukungan dari kerajaan
Jing, ditambah pula Bok Lolo, maka mereka tetap yakin pasti
akan di-pihak yang menang dan tetap meneruskan rencana
mereka semula"
Dalam sekejap saja dua hari sudah lalu, Hari pertemuan di
Bin San menurut perjanjian itu tepat jatuh hari Jing Beng.
Biasanya musim Jing Beng, musim orang membikin bersih
makam leluhur memang musim yaug banyak hujan. Tapi
tahun ini ternyata luar biasa, langit tampak terang benderang,
udara cerah tanpa awan segumpalpun.
Tapi perasaan Kok Ci Hoa justeru berlawanan dengan cuaca
yang baik pada hari itu. hatinya seperti berkabut, perasaannya
tertekan, pikirnya: "Mengapa Lian ji masih belum tampak
pulang " Apa barangkali dia telah tertawan musuh " Pabila
meraka menggunakan Lian ji sebagai sandera untuk
mengancam aku lantas bagaimana aku harus menghadapi
mereka ?" Selagi mereka bimbang dan tidak tenang, tiba-tiba Pek Eng
Kiat sudah masuk melapor:
?"Menurut penjaga, katanya rombongan Thian Mo Kaucu
sudah datang dan minta Ciangbun menemuinya."
Seketika semangat Ci Hoa terbangkit: "Jadi Thian Mo Kaucu
betul-betul telah datang sendiri " Baiklah, aku justeru hendak
menemui dia."
Pertemuan diadakan dilapangan rumput disampicg
pemakaman. Memangnya sebagian besar anak murid Bin San
Pay sudah menjaga disitu, maka Ci Hoa banya tinggalkan
beberapa muridnya yang belum dewasa untuk menjaga kuil.
yang lain-lain dibawanya semua untuk menghadap! musuh.
Sampai dilapangan rumput itu, disana sudah penuh dengan
orang. Kiranya meski Bin San Pay tidak minta bantuan orang
lain tapi menurut kebiasaan, setiap tahun dikala Jin Beng tentu
tidak sedikit kawan-kawan persilatan yang datang
menyambangi makam Tok Pi Sin Ni dan Lu Si Nio. Tahun ini
karena mendengar kabar tentang Thian Mo Kau akan
menyatroni Bin San, maka yang berkunjung bertambah
banyak dari pada biasanya. Diantaranya banyak pula anggotaanggota
Kay Pang yang terkemuka.
Tapi orang-orang pihak Thian Mo Kau juga tidak sedikit,
bahkan jauh lebih banyak dari pada pihak Bin San Pay
ditambah tetamunya tadi. Kedua pihak berdiri sebelah
menyebelah, karena lapangan rumput itu sudah penuh,
banyak yang terpaksa berdiri diatas batu-batu karang yang
tinggi. Sesudah Kok Ci Hoa masuk kalangan ia melihat di pihak
Thian Mo Kau ada sebuah kereta kebesaran dengan tertutup
kerai dan terdapat panji pekan Thian Mo Kau. Ci Hoa menjadi
sangsi, segera ia berseru: "Saya ucapkan selamat datang
kepada Kaucu, Ciangbun dari Bin San Pay Kok Ci Hoa bersama
anak muridnya menghormat disini. Adalah suatu petunjuk
Kaucu yang berharga, silaukan maju untuk bertemu !"
Waktu kerai kereta pelahan-lahan disingkap, dipandang dari
jauh memang benar Thian Mo Kaucu tertampak duduk
didalam kereta. Tertampak Kaucu itu memberi tanda dan Bun
Ting Bik lantas mendekatinya dan entah apa yang dikatakan
karena bicaranya sangat pelahan, orang lain hanya melibat
sikapnya yang angkuh dan congkak itu.
"Kaucu" itu dengan sendirinya adalah samaran Mo hujin.
Sebagai saudara sekandung Thian Mo Kaucu, muka mereka
memang sangat mirip, ditambah dia sengaja menyamar,
dengan sendirinya orang lain susah membeda kannya.
Meski Kok Ci Hoa sudah curiga, tapi ia pun tidak berani
memastikan dia adalah Kaucu palsu. Sebaliknya ia membathin:
"Jangan-Jangan dia telah lumpuh akibat Cau Hwe Jip Mo,
maka tidak dapat turun dari keretanya" Tapi kalau dilihat dari
gerak-geriknya. tampaknya dia toh sehat-sehat saja, kenapa
mesti suruh keparat Bun Ting Bik itu menjadi juru bicaranya?"
Begitulah, sesudah menerima pesan Thian Mo Kauwcu, lalu
Bin Ting Bik maju ketengah dengan menengadah iu berkata
dengan angkuh: "Pertemuan kita hari ini akan ditentukan
dengan segera, yang lebih kuat adalah pihak yang menang.
Maka Kaucu ingin bertanya kepadamu, apa kau ingin
menyelesaikan urusan ini secara damai atau terpaksa bicara
dengan senjata"!"
"Kalau damai bagaimana dan kalau pakai senjata
bagaimana pula" Coba katakan!" sahut Ci Hoa.
"Jika ingin berdamai, maka pihakmu harus tunduk kepada
dua syarat kami," kata Bun Ting Bik.
"Dua syarat apa?" tanya Ci Hoa dengan sikap dingin.
"Pertama, kau harus minta maaf secara terbuka dan
menjura kepada Thian Mo Kau-cu kami," kata Ting Bik. "Dan
kedua, dahulu kau pernah mengusir Kaucu kami dari sini,
maka untuk sekarang kau harus menimbang terimakan Bin
San untuk menjadi cabang Thian Mo Kau kami. Namun begitu,
kuburan guru. dan kakek gurumu juga dilarang ditanam di
sini, tapi harus dibabat sehingga rata"
Padahal Tok Pi Sin Ni dan Lu Si Nio adalah tokoh-tokoh
persilatan yang paling dipuji dan dihormati, sebab itulah
walaupun sudah meninggal, namun setiap tahun masih
banyak orang-orang Kangouw yang datang menyambangi
makamnya. Sekarang Bun Ting Bik secara kasar berani bicara
seenaknya, belum lagi Kok Ci Hoa menjawab atau para tamu
yang hadir itu sudah geger dan beramai-ramai memaki Bun
Ting Bik. Sebaliknya dengan tertawa dingin Bun Ting Bik berkata
pula: "Kalian tidak perlu bersilat mulut, jika perlu sebentar
kalian boleh membantu pihak Bin San Pay. Tapi harus
meminta ketegasan Kok Ciangbun dulu, apakah ingin memilih
jalan kekerasan saja dari kedua-syarat yang kami ajukan
tadi?" "Pendek kata urusan hari ini adalah berpangkal pada diriku
yang diangbap berdalih kepada Kauwcu kalian, untuk mana
bila Kauw cu toh tidak sudi memaafkan, maka baiklah, biar
aku orang she Kok sendiri yang bertanggung jawab segala
akibatnya, demikian sahut Ci Hoa dengan tegas.
Dengan ucapan Kok Ci Hoa ini, dia maksudkan siap untuk
bertempur dergan Thian Mo Kauwcu, satu lawan satu dan
kalah atau menang takkan menyangkut orang lain.
Tak terduga baru selesai ia bicara, disebelah sana Bok Lolo
sudah iantas menubruk maju sambil berteriak murka: "Kan
ingin bertanggung jawab, maka biar kutangkap kau lebih dulu!
Tempo hari kebetulan dapat kau meloloskan diri, sekarang
ingin kulihat kau memiliki kemampuan apa untuk lolos pula
dari cengkeramanku !"
Dikanan kiri Kok Ci Hoa berdiri Cia In Cin dan Loh To lin. Cia
In Cin berjuluk "San Jiu Sicn Nio" sidewi bertangan gapali.
Asalnya dia adalah anak murid Go Bi Pay, tari karena
mendiang suaminya, yaitu "Thi Koay Siao adalah pangcu
angkatan tua dari Kaypang, terhitung suhengnya Ek Tiong Bo.
maka dia dapat dianggap juga sebagai orang Bin San Pay.
Perangai Cia In Cin memang berangasan, maka dia menjadi
gusar mendengar ucapan Bok Lolo yang tekabur itu, segera ia
memapak maju dan kontan menusuk dengan pedangnya
sambil memaki: "Kurang ajar, pengemis tua bangka dari
manakah, berani main gila disini."
Tapi Bok Lolo telah menyambutnya dengan mengejek: "Kau
memiliki kepandaian apa dan berani mencari mampus "!"
Kepandaian Cia In Cin yang utama adalah ilmu pedangnya
yang terkenal cepat dan ganas, dalam sekejap saja ia sudah


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menusuk tujuh kali kearah hiat-to mematikan ditubuh Bok
Loio, tak terduga tiap-tiap kali tusukannya ternyata mengenai
tempat kosong, ketika sampai serangan ketujuh, mendadak
lengan baju Bok Lolo, ketika sinenek mengelak lagi dan
memutar, seketika Cia In Cin terbanting terjungkel.
Sudah tentu Loh To Lin tidak tinggal diam. dia adalah
muridnya Co Jin Hu. itu tokoh utama dari Kang Lam Cithiap
yang tersohor dimana tigapuluh tahun yang lalu, Ia memakai
senjata Thi Pi Pe semacam rebab besi berbentuk gitar,
ditengah alat itu ada bumbung kosong dan didalamnya
tersembunyi tiga puluh enam batang Tau-kut-ting paku
penembus tulang.
Ketika melihat Cia ln Cin terancam bahaya, tanpa ayal lagi
Loh To Lin lantas tekan senjata rahasianya dan sekaligus
tigapuluhenam batang paku lantas menyambar kedepan.
"Huh, hanya begini saja berani main-main dengan aku?"
jenguk Bok lolo.
Dan tampaklah ketigapuluh enam buah paku itu sudah
menghujani nenek dari berbagai penjuru, tapi aneh juga,
walaupun kelihatan sudah mengenai badannya, tapi pakupaku
itu seperti kecemplung kelaut saja tanpa bekas lagi,
kiranya semua paku itu telah kena digulung oleh kedua lengan
bajunya. Cuma saking cepat gerakannya sehingga penonton
tidak dapat mengikuti dengan jelas.
"Loh juheng silahkan mundur saja!?"seru Ci Hoa kuatir. Dia
dengan cepat luar biasa ia sudah lolos Siang Moa Pokiam dan
tahu-tahu sudah menyerobot kedepan Loh To Lin uutuk
memapak Bok Lolo.
Muka terdengarlah suara "trang tring" yang ramai tak
berhenti-henti diudara lantas terjadi hujan paku pula. Kiranya
Bok Lolc telah menggunakan ke tigapuluh batang paku yang
dirampasnya tadi untuk menyerang Kok Ci Hoa. tapi pakupaku
itu kena dirampok hancur oleh pedang yang diputar Kok
Ci Hoa secepat kitiran itu.
"Rupanya Bin San Pay ingin main senjata hayolah tidak
perlu sungkan" lagi, maju semua!" demikian Bun Ting Bik
lartas memberi aba-aba.
Sebelumnya pihak Thian Mo Kauwcu sudah mengatur siasat
pertempuran, maka begiiu mendapat perintah, serentak
anggota-anggota Thian Mo Kau dan jago-jago kerajaan yang
menyaru sebagai orang Thian Mo Kau juga ikut mengerubuti
maju dan melakukan pengepungan terhadap pihak Bin San
Pay yang jumlahnya lebih sedikit,
Bun Ting Bik sudah berada ditengah kalangan lebih dulu,
maka begitu gebrak ia sudah merobohkan beberapa murid Bin
San Pay Ek Tiong Bo menjadi gusar bentaknya: "Keparat dari mana
kau" Rasakan tongkatku ini!"
Dan berbareng tongkatnya terus menyerampang kaki Bun
Ting Bik, Hok Mo Teng Hoat atau tongkat penakluk iblis yang
terkenal dari Tiong Bo itupun sangat hebat, kalau kena
dihantam, mustahil kaki Bun Ting Bik tidak patah.
Namun sedikitpun Ting Bik tidak gentar, bahkan ia sedikit
mendak dan menangkis dengan sebelah tangannya. "Blang"
"blang" tahu-tahu tongkat Ek Tiong Bo hampir-hampir terlepas
dari cekalannya, tangannya sampai lecet kena getaran
tangkisan itu. Sebaliknya Bun Ting Bik juga merasa lengannya
Sakit pegal, diam-diam ia harus mengakui kepandaian
pengemis tua itu tidaklah rendah dan sanggup menahan Sam
siang sin kangnya yang liehay itu, tanpa ayal segera Ting Bik
menggeser kesamping, menyusul ia melancarkan pukulan lagi.
Saat itu Ek Tiong Bo belum sempat berdiri dengan baik,
tampaknya pukulan susulan Bun Tii-g Bik itu pasti akan
mengenai dadanya untunglah mendadak dari samping
menyambar tiba semacam senjata rahasia.
Bun Ting Bik sudah berhasil menyempurnakan Sam Sin Sin
kang dan tidak gentar kepada senjata rahasia yang tak berarti
itu, maka sama sekali ia tidak menghiraukan dan pukulannya
masih tetap diteruskan, segera terdengar lah suara "Buk"
sekali, senjata rahasia iiu kena dihantam hancur, tapi kekuatan
timpukannya senjata rahasia itupun sangat keras sehingga
pukulan Bun Ting Bik itu terbentur mencong kepinggir, segera
ia merasa tangannya basah-basah dingin, berbareng terendus
bau busuk. Kiranya senjata rahasia itu adalah sebuah sepatu
rumput yang sudah butut lagi kotor penuh lumpur.
Pemilik sepatu rumput itu tak lain tak bukan adalah Thiang
Thong itu pangcu Kaypang sekte utara.
Sesudah menyambitkan sepatunya untuk menangkiskan
serangau terhadap Ek Tiong Bo, segera Tiang Thong
melompat maju sambil ter bahak-bahak, menyusul ia sambut
pula sekali pukulannya Bun Ting Bik.
Ilmu yang dilatih Tiong Tiang Thong adalah Kun goan kang,
daya serangan tak dibawah sam sian sin kangnya Bun Ting Bik
sedangkan kepandaian Ek Tioig Bo juga selisih tidak terlalu
jauh dari Bun Ting Bik, maka dengan gabungan kedua pangcu
dari Kaypang utara dan selatan, seketika dari terdesak
berubah menjadi pihak penyerang.
Segera dari pihak Thian Mo Kau berdiri keluar seorang lakilaki
berbaju hitam, senjata yang dipakai berbentuk sangat
aneh, yaitu sepasang roda emas yang bersinar mengkilap,
waktu Ek Tiong Bo menghantam dengan tongkatnya, tiba-tiba
kena digigit oleh kedua roda itu sehingga mengeluarkan suara
nyaring dan di atas tongkat kelihatan bekas-bekas gigitan gigi
roda itu. Cepat Tiang Thong menghantam dan samping sehingga
kedua roda musuh didesak pergi, berbareng dia membentak:
"Siapakah kau Tampaknya kau juga berasal dari golongan
baik-baik, mengapa sudi membantu agama jahat mereka?"
Tapi orang itu balas membentak "Bin San Pay tergolong
penjahat-penjahat yang tak dapat diampuni dan setiap orang
wajib membasminya, kenapa kau pengemis busuk ini tidak
kenal gelagat dan berani ikut ikut campur.
Tiang thong menjadi murka, selagi dia hendak menghantam
pula, tiba-tiba dari samping menyambar tiba dua larik pedang
sehingga se pasang roda laki-laki berbaju hitam kena
ditangkis. Kiranya kedua pedang yang menyambar tiba ini berasal dari
dua tamu Bin San Pay yang sengaja datang berjiarah
kemakamnya Tok Pit Sin Ni, Orang pertama adalah tokoh
angkatan tua Jing Sia Pay, yaitu Sau Jing Hong namanya.
Seorang lagi adalah Bo Cut Tojin dari Bu Tong Pay. Kedua
orang ini mempunyai hubungan sangat rapat dan baik dengan
Bin San Pay. Maka terdengar Sian Jing Hoag telah membentak: "Anjing
bangsa Boan yang tiddk kenal malu juga berani gerayangan
tak keruan" Ini lihat pedangku!"
Kiranya laki-laki berbaju hitam ini bernama Tong Goan Ki,
murid Ce Thian Lok, tokoh utama dari Khong Tong Pay Karena
kemaruk kepada kemewahan dan kedudukan, paling akhir ini
telah menyerah kepada kerajaan Boan dan menduduki jabatan
wakil komandan pasukan pengawal keraton. Tapi ilmu silatnya
sebenarnya lebih tinggi daripada komandannya yang
berbangsa Boan dan bernama Orkin. jadi sebenarnya dia
adalah jago nomor satu bagi kerajaan Boan sekarang.
Dengan gabungan kekuatan Siau Jing Hong dan Bo Cut
Tojin sekarang baru tiba cukup untuk menandingi Tong Goan
Ki. Sementara itu pertarungan Bun Ting Bik melawan Tiang
Thong sudah memuncak masing-masing mengeluarkan ilmu
sakti yang paling diandalkan. Sedangkan ilmu permainan
tongkat Tiong Bo juga sudah diulangi lagi untuk kedua kalinya,
begitu kencang ia putar tongkat nya sehingga tak tertembus
air dari jarak beberapa meter disekelilinya.
Karena Tong Goan Ki tidak sempat membantu Bun Ting bik
begitu pula sebaliknya maka dalam kalangan itu sekarang
menjadi terbagi dua partai dengan pertarungan yang sengit
Sebenarnya gabungan tenaga Tiong Tiang Thong dan Ek
Tiong Bo berdua agak lebih unggul daripada Bun Ting Bik, tapi
diantara angin pukulan Bun Ting Bik itu terendus membawa
bau amis busuk. Kiranya Sam-siang-sin-kangnya telah terbaur
dengan cara mengguna kan racun yang diperolehnya dari
kitab Pek Tok Cin Keng yang dirampasnya dari Thian Mo
Kauwcu itu, sekarang bukan saja tenaga pukulannya
bertambah dahsyat, bahkan pukulannya yang mengandung
racun itupun cukup membuat musuhnya roboh.
Mesti Lwekang Tiong Tiang Thong dan Ek Tiong Bo sangat
tinggi, seketika mereka tidak gentar menghadapi pukulan
berbisa lawan, tapi mau tak mau mereka harus menahan
napas untuk menghindari keracunan.
Dalam waktu singkat saja Bin San Pay sudah merasakan
tekanan musuh yang jauh lebih kuat. Tapi orang yang paling
genting menghadapi bahaya adalah Ciangbunjin mereka Kok
Ci Hoa. Beberapa Suhengnya Ci Hoa seperti Lim Seng, Thia Keng
dan para tamu yang membantu seperti Sin Un Long dan lainlain
segera turut memgerubut maju ketika melibat Bok Lolo
sangat lihay. Tapi nenek ilu telah mendengus sekali, sekali mengebas,
mendadak dari dalam lengan bajunya menyambar keluar
segulung api dingin sketika api itu menjalar dan menjadi
sebuah lingkaran seluas lima enam meter. Karena kurang hatihati.
baru saja sebelah kaki Lim Seng menginjakan lingkaran
kalangan itu, seketika ia menjerit ngeri dan terhuyung-huyung
akan roboh Keruan Sin Un Liong terkejut, cepat ia tarik
punggung Lim Seng dan seret mundur, maka tertampaklah
sebelah kaki Lim Seng itu sudah terbakar, kulit dagingnya
meluluh hancur sehingga tinggal tulang kaki saja. Terpaksa
Thia Keng ayun goloknya menabas kaki kawannya itu sebatas
dengkul dengan demikian racun dari pospor itu tidak sampai
menjalar ke atas tubuh dan jiwa Lim Seng dapatlah
diselamatkan. Sesudah memisahkan pihak musuh dengan api berbisa
sehingga di tengah kalangan hanya tinggal Bok Lolo
menghadapi Kok Ci Hoa
Kiranya api berbisa sinenek itu hanya bagus untuk
menyerang musuh dari jarak jauh. Sebab kalau dekat, bukan
mustahil dia sendiri akan termakan, la yakin kepandaiannya
masih diatasnya Kok Ci lio jika bala bantuannya dihalangi
sehingga tak dapat maju maka dia akan berusaha menangkap
Kok Ci Hoa untuk mematahkan semangat perlawanan Bin San
Pay. Sebaliknya Kok Ci Hoa juga sudah memperoleh seluruh
ajaran Lu Sin Nio, dalam hal lwekang iapun pernah mendapat
petunjuk-petunjuk yang berharga dari Kim Si Ih, dengan Tian
li kiam hoat yang hebat itu, seketika Bok Lo lo juga tak dapat
mendekati, jangankan hendak menawannya.
Sesudah beberapa jurus pula. berulang-ulang Bok Lolo telah
menggunakan ilmu sakti menyalurkan tenaga melalui benda.
Berulang-ulang ia menyelentik pedangnya Kok Ci Hoa hingga
Ci Hoa tergetar oleh tenaga berbisa yang hebat itu, badannya
panas sebagai dibakar dan dadapun terasa sesak, maka
permainan pedangnya menjadi agak kacau, untung dia masih
bertahan dengan sekuat tenaga, namun sudah tidak kuat
menyerang lagi.
Kuatir sekali anak murid Bin San Pay menyaksikan keadaan
Ciangbunjin mereka yang terdesak itu, tapi mereka sendiri
berada di tengah kepungan musuh pula api pospor yang
disebarkan Bok Lolo itu terlalu liehay, tiada seorang pun yang
berani menerjang maju untuk mencari kematian.
Pada saat yang gawat dan tampaknya Bin San Pay akan
kalah habiskan itulah, sekonyong konyong terdengar teriakan
orang yans sangat panjang, barisan orang-orang Thian Mo
Kauwcu seketika terpencar seperti gelombang ombak yang
terbelah kesamping, ditengah suara suitan, tadi tahu-tahu
muncul seorang pemuda dengan pedang menabas dengan
tangan memukul, dengan targkas sekali pemuda itu telah
menerjang ke-tengah kalangan di lapangan rumput.
Pemuda itu bukan lain adalah Kang Hay Thian yang baru
saja menyusul tiba dari negri Kunbran yang jaub itu.
"Kau perempuan siluman ini berani membikin celaka orang
lagi disini" damprat Kang Hay Thian dengan gusar demi
melibat Bok Lo lo juga berada disitu.
Ketika kedua tangan Kang Hay Thian dipukulkan kedepan
dan diraih kedua sisi, seketika api pospor berbisa yang
berkobar-kobar itu ikut tersiak kekanan kiri hingga terlubang
satu jalan. Cepat Hay Thian melompat masuk kedalam
kalangan, kontan ia mendahului menghantam si nenek.
Segera Bok Lolo memainkan Hoa biat sin kang untuk
menyambut pukulan Kang Hay Thian itu, si nenek lebih liehay
dalam hal menggunakan pukulan berbisa, sebaliknya Hay
Thian lebih kuat lwekangnya sehingga racun sinenek sama
sekali tak mempan atas diri Hay Thian.
Tapi karena Hay Thian harus mengerahkan lwekang untuk
melindungi badannya agar tidak terserang racun, maka
kekuatannya kedua pihak menjadi cuma seimbang saja.
Dengan demikian Kok Ci Hoa lantas sempat bernapas lega,
sesudah ia mengerahkan tenaga dalam untuk menghapus
hawa berbisa lawan tadi, segera ia putar pedangnya pula,
daya tempurnya telah pulih kembali dan ikut maju menyerang.
Seketika keadaan menjadi berubah, sekarang Bok Lolo hanya
sanggup menangkis saja dan tak mampu menyerang.
Ditengah segala kesibukan dalam pertempuran itu Hay
Thian lantas bertanya pada Kok Ci Hoa: "Dimanakah Lian
moay Mengapa tidak kelihatan ?"
Rupanya sesudah bertema dengan Hoa Thian Hong dinegeri
Kunbran, maka ia telah diberi tahu tentang tertolongnya. Kok
Tiong Lian. Namun Ct Hoa menjadi sedih karena menyangka Tiong Lian
pasti sudah ditawan pihak-Thian Mo Kau, maka sahutnya:
"Lian-jie sudah jatuh kedalam cengkeraman mereka, terpaksa
kita harus tangkap siluman tua bangka untuk menukar
tawanan dengan mereka.
Walaupun demikian, bicara memang gampang, untuk
menangkap Bok Lolo dalam waktu singkat sudah tentu tidak
bisa. Waktu itu disebelah sana Tiong Tiang Thong dan Ek Tiong
Bo sudah mulai merasa payah menghadapi lawan mereka,
pukulan Sam siang sin ciang yang berbisa pula yang
dilancarkan Bun Ting Bik itu terlalu liehay, setiap kail pukulan
tentu membawa angin pukulan berbisa yang memuakkan


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga terpaksa Tiang Thong berdua harus menahan napas.
Bagi Tiang Thong masih mendingan karena Kun goan kang
nya juga sangat hebat, sebaliknya usia Ek Tiong Bo lebih tua,
lwekangnya juga kalah setingkat, lama kelamaan ia menjadi
tak tahan, kepalanya mulai pusing dan mata berkunangkunang,
serangan-serangan juga mulai remas.
Rupanya kelemahan pihak lawan itu dapat dilihat dengan
baik oleh Ting Bik, mendadak ia menggertak sekali, sepenuh
tenaga ia terus menghantam keatas tongkat Ek Tiong Bo,
maka terdengarlah "cring" yang sangat keras di sertai
mencipratkan lelatu api, tahu-tahu tongkat baja Ek Tiong Bo
mencelat keudara dalam keadaan bengkok, bahkan darah
segera lantas menyembur keluar dari mulut Tiong Bo dan
orangnya terus terpental dua tiga meter jauhnya Lekas-Lekas
Tiang Thong memburu maju untuk membangunkannya.
Bun Ting Bik juga tidak menguber lawan lawannya itu, tapi
dia lantas menerjang kesebelah Bok Lolo sana.
Sementara itu Tong Goan Ki juga sudah memberi tanda
kepada tujuh orang berandalnya. Rupanya ketujuh orang itu
adalah jago-jago keraton kelas satu, semuanya mempunyai
ilmu silat yang tinggi, dengan tujuh orang mengeroyok Siau
Jing Hong dan Bo Cut Tojin berdua, Tong Goan Ki lantas
sempat meninggalkan kalangan pertempuran
"Menangkap maling harus tangkap benggolannya, asal Kok
Ci Hoa dan bocah she Kang. itu kita tangkap, maka segala
urusan tentu akan menjadi beres demikian" ajak Bun Ting Bik
kepada Tong Goan Ki.
Segera ia pindahkan senjatanya ketangan kiri. lalu memukul
kedepan bersama Bun Ting. Bik sehingga api pospar tersiak
kepinggir, la lu mereka lompat masuk ketengah kalangan.
Begitu maju pukulan Bun Ting Bik lantas ditujukan kepada
Kang Hay Thian sedang roda bergigi Tong Goan Ki juga lantas
mengepruk kearah Kok Ci Hoa.
Tapi dengan gerak tipu "Wan kiong sia liau", pentang
gendewa memanah elang, kedua tangannya naik turun
berbareng, tangan kiri dipakai menangkis serangan Bun Ting
Bik dan tangan kanan untuk menyambut pukulan Bok Lolo.
Bun Ting Bik tergetar sempoyongan, sebaliknya Bok Lolo
sampat mendesak maju sehngga Kang Hay Thian terpaksa
melangkah mundur.
Dengan tenaga gabungan mereka berdua, dengan
sendirinya lebih kuat sedikit dari pada Kang Hay Thian, maka
keadaan segera berubah sangat menguntungkan mereka.
Bun Ting Bik terbahak-bahak dan mengejek: "Bocah she
Kang. coba sekarang kau masih berani berlagak atau tidak ?"
Segera ia per-kencang serangan-serangannya dan
mengeroyok Kang Hay Thian dari kanan kiri bersama Bok Lolo
Tapi Hay Thian tetap tenang saja menghadapi musuhmusuh
terkebur itu, ia keluarkan Tay simi ciang hoat yang
hebat, ilmu pukulan yang serba guna untuk menjaga dirinya
dengan rapat dan bila mama perlu juga untuk menyerang.
Karena itu meski Bun Ting Hik dan Bok Lolo sudah menyerang
sekuat tenaga, tapi mereka seperti kebentur selapis dinding
baja yang tak tertembuskan.
Di sebelah lain Kok Ci Hoa dapat melawan Tong Goan Ki
dengan sama kuatnya. Senjata roda bergigi Goan Ki itu khusus
digunakan untuk menggigit senjata-senjata lawan sebangsa
pedang dan golok, jadi dalam hal senjata sudah lebih
menguntungkan Tong Goan Ki. Untung Ci Hoa memiliki
keunggulan Ginkang yang hebat, ilmu pedang Hian li kiam
hoat ditambah dengan kegesitannya, ia dapat bergerak
dengan cepat dan menyerang setiap ada kesempatan, dengan
demikian Tong Goan Ki juga tidak banyak lebih untung. Cuma
Kok Ci hoa telah dipotong oleh pihak musuh sehingga tidak
dapat saling, membantu dengan Kang Hay Thian, betapapun
hal ini tidak menguntungkan mereka.
Dalam pada itu suasana pertempuran sudah dalam keadaan
kacau, karena kalah jumlah orangnya, beberapa orang Bin San
Pay sudah roboh terluka, keadaan tambah gawat.
Sudah tentu yang paling gopoh seperti dibakar adalah Kok
Ci Hoa. diam-diam ia menghela napas dan membatin: "Apakah
sejarah Bin San Pay hari ini akan tamat ditanganku?"
Dan baru saja ia hendak memberi perintah supaya para
anak muridnya tidak perlu pikirkan dirinya dan lekas melarikan
diri saja. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar pihak musuh riuh
ramai suara orang berteriak kaget.
Yang paling menyolok adalah teriakan beberapa dayang
pribadinya Thian Mo Kaucu yang menjerit kaget: "He, Kaucu,
Kaucu disana!" Menyusul banyak pula anggota-anggota Thian
Mo Kau yang berseru heran: "Eh, aneh, mengapa Kaucu
muncul lagi disana?"
Kiranya mendadak dari atas gunung sana telah muncul
empat orang dua orang yang jalan sejajar didepan adalah
Thian Mo Kaucu dan Hok Sing dibelakangnya adalah Kim Si lh
dan paling akhir adalah Kok Tiong Lian.
Keruan yang paling girang Kok Ci Hoa dan Kang Hay Thian,
Semangat mereka tambah berlipat ganda. Mestinya Kang Hay
Thian sudah kewalahan dikeroyok oleh Bun Ting Bik dan Bok
Lolo. Tapi sekarang demi nampak datangnya sang guru,
seketika semangatnya berkobar-kobar, walaupun masih kalah
kuat, tapi sedikitnya sudah sanggup balas menyerang dengan
lebih tangkas. Dalam pada itu dengan cepat Thian Mo Kaucu sudah
msndekati kereta kebesaran Thian Mo Kaucu itu, ia
menyingkap kerai kereta dan berkata dengan dingin: "Cici, kau
sendiri adalah nyonya gubernur, apakah kedudukan dan
kemewahan hidupmu masih tidak cukup .sehingga mesti
memalsukan adikmu sendiri pula untuk mencari perkara
kesini" Cici, kuharap lebih baik kau pulang saja dan tetap
menjadi nyonya gubernur yang terhormat !"
Sudah tentu malu Mo hujin tak terkatakan, dengan muka
merah ia berlari keluar dari keretanya dan tanpa bicara lagi ia
berlari kebawah gunung sambil menutupi mukanya.
Segera Thian Mo Kaucu membentak pula: "Wahai,
dengarkanlah anggota-anggota Thian Mo Kau! Kalian tidak
boleh bikin gara-gara disini. sekarang juga lekas kalian pulang
ke Ci Lay San untuk menunggu perintahku lebih lanjut!"
Sekarang para angota Thian Mo Kau juga sudah tahu ditipu
oleh pemerintah Jing, Sudah tentu mereka tunduk kepada
perintah sang Kaucu dan beramai-ramai meninggalkan medan
pertempuran itu dan pulang ke Ci Lay San.
Lalu Kim Si Ih tampil ketengah lapangan rumput, mendadak
ia menggertak keras-keras dengan suara yang menggeledek:
"Disini terdapat makam Tok Pi Sin Ni dan Lu Lihiap. setiap
orang yang berani main gila disini berarti dia memusuhi aku
Kim Si Ih! Nah kawan an bangsat yang buta, apa kalian tidak
lekas enyah dari sini"!"
Dahulu Kini Si Ih dikenal sebagai Tok Jiu Hong Kay,
sipengemis gila bertangan keji siapa orang Kangouw yang
tidak rontok nyalinya bila mendengar nama itu dimasa dua
puluh tahun yang lalu. Keruan jago-jago silat yang datang
untuk membantu pihak Thian Mo Kau itu ketakutan setengah
mati dan lari ter birit-birit oleh gertakan Kim Si Ih itu.
Sesudah anggota-anggota Thian Mo Kau dan jago jago
Kangouw yang mereka undang itu pergi semua, sekarang
tinggal beberapa puluh Jago pengawal kerajaan saja,
diantaranya ada yang menjadi jago bayangkari karena
pangkat keturunan dan selamanya belum pernah berkelana di
Kangouw dengan sendirinya mereka tidak kenal siapakah
gerangan tokoh Kim Si Ih itu Adapula sebagian adalah banditbandit
dan bajak-bajak yang dibeli oleh pihak kerajaan. meski
merekapun pernah mendengar namanya Kim Si Ih dan merasa
jeri juga tapi sekarang mereka adalah anggota bayangkari
kerajaan, mereka diupah dengan sendirinya mesti
mengeluarkan tenaga, Sebab itulah mereka tidak berani
melarikan diri.
Sebaliknya ketujuh jago bayangkari yang mengerubut Siau
Jing Hong dan Bo Cut Tojin itu menganggap kepandaian
mereka cukup tinggi, mereka menjadi gusar kepada Kim Si Ih
segera mereka meninggalkan Siau Jing Hong dan Bo Cut Tojin
yang sudah melompat keluar dari kalangan pertempuran lalu
mereka berbaris mengelilingi Kim Si lh sambil membentak:
"Kau manusia apa" Berani berlagak disini!"
Namun Si Ih anggap sepi saja kepada ke tujuh jago
bayangkari yang tidak kenal gelagat itu, sahutnya dengan
tertawa: "Hahaha! Jadi kalian tidak kenal kepadaku" Ya, jika
begitu apa gunanya kalian mempunyai mata?"" Ditengah gelak
tertawanya itu, secepat kilat, ia telah melancarkan serangan
entah cara apa yang digunakannya baru berhenti suara keta"
wanya, tahu-tahu diatas tanah sudah berserakkan empat belas
biji mata yang berlumuran darah. Ternyata dalam sekejap saja
sekaligus Si Ih telah mengorek keluar tujuh pasang mata jagojago
bayangkari kerajaan Boan itu.
Keruan kejadian ini membuat bayangkari-bayangkari yang
lain menjadi pecah nyalinya, dengan tersipu-sipu mereka
memayang ketujuh orang kawannya, yang sudah buta itu dan
melarikan diri dengan terbirit-birit.
Pertempuran berhenti, suasana menjadi tenang kembali,
diatas Bin San situ hanya tinggal Bok Lolo dan sedikit
begundalnya yang masih terus berkutet mati-matian ditengah
lingkaran api pospor itu.
Melihat kedatangan Kim Si Ih, Bok Lolo insaf kekalahan
pihaknya sudah tak bisa ditarik kembali lagi. Tapi didalam hati
ia masih berharap-harap akan mendapat kesempatan
memperoleh kemenangan terakhir, maka mendadak ia
membentak: "Kim Si Ih, biarlah aku mengadu jiwa padamu!"
Dan sekali tangannya bergerak, "pluk" pluk, dua gulung api
berbisa lantas meletus.
Iapun tahu api pospor berbisa itu belum tentu dapat
membikin celaka Kim Si Ih. tapi ia yakin lawan paling tidak
tentu akan menghindar, kesempatan ini akan digunakannya
untuk melarikan diri.
Ketika kedua gulung api itu melayang, sampai diatasnya
Kim Si Ih, mendadak api meluas sehingga berwujut dua
gumpal awan merah dan mengurung kebawah.
Sebaliknya Kim Si Ih tampak tenang-tenang saja, ia
mengejek: "Huh, barang apa-apaan ini, berani dibuat mainmain
dengan aku?"."
Aneh juga, ketika mendadak Kim Si Ih menuding keatas,
kontan dua gumpal api membara itu lantas menyambar
kembali dan mencurah kedalam lingkaran api yang masih ber
kobar tadi. Lalu dengan langkah seenaknya Kim Si Ih melintasi
lingkaran api itu kedalam kalangan, dimana dia lalu, disitu api
lantas menyiak minggir.
Karena gumpalan api yang ditolak kembali Kim Si Ih itu
sangat menakutkan, maka para penonton disekelilingnya
beramai-ramai berlari menyingkir. Tapi jalur api yang
menyambar balik ketengah lingkaran api pospor itu seperti
kenal orang tidak menyerang orang lain, yang diarah cuma
Bok Lolo saja. Maka terdengarlah jeritan ngeri, senjata telah
makan tuannya, Bok Lolo telah terkurung oleh gumpalan api
itu dan hanya sekejap saja nenek jahat itu sudah hancur luluh
menjadi abu. "Orang jahat tentu akan makan hasil perbuatannya sendiri
nenek inilah contohnya l" kata Si Ih. Dan sekali tubuhnya
memutar, beruntun-runtun ia memukul empat kali keempat
penjuru sehingga sisa api pospor itu kena dipadamkan semua.
Melihat Bok Lolo sudah binasa, Bun Ting Bik dan Tong Goan
Ki menjadi nekad, tanpa pikir mereka terus menubruk kearah
Kim Si Ih, Bun Ting Bik tiba lebih dulu, dengan gemas ia gigit
ujung lidah sendiri, ia kerahkan Sam siang sin kang terus
menghantam sekuat-kuatnya sebagai gugur bersama gunung
dahsyatnya. Tapi lagi-lagi Kim Si Ih bersikap tenang-tenang saja, bahkan
ia bertolak pinggang dan menggeleng kepala, katanya:
"Sayang, sayang !"
Maka terdengarlah "blang" yang keras, pukulan Bun Ting
Bik itu dengan telak sekali telah mengenai tubuh Kim Si Ih.
Sama sekali diluar dugaan orang bahwa sedikitpun Kim Si
Ih tidak menangkis serangan Bun Ting Bik itu, keruan
terdengarlah jeritan kuatir dan kaget orang banyak, Namun
tahu-tahu kelihatan Bun Ting Bik telah muntah darah segar
dengan wajah pucat sebagai mayat orang nya juga terhuyunghuyung
akan roboh. Tong Goan Ki terkejut, sementara itu sepasang rodanya
juga telah disodorkan kedepan untuk menarik kembali sudah
tidak keburu lagi.
Terdengar Kim Si Ih membentak: "Terhadap anjing
pengekor musuh seperti kau ini harus diberi hukuman yang
lebih setimpal!" Dan sekali ia kebaikan lengan bajunya, kontan
sepasang roda bergigi itu memotong kembali ke arah Tong
Goan Ki, tanpa ampun lagi kedua kakinya terkutung sebatas
dengkul oleh senjatanya sendiri.
Ketika Kim Si Ih mencengkeramnya pula dan dilempar
pergi, berbareng ia meremas remuk tulang pundaknya dan
berkata: "Kaki anjing sudah putus, sejak kini kau takkan dapat
menggigit manusia lagi dan jiwamu biarlah diampuni, lekas
enyah, lekas!"
Diantara bayangkari kerajaan yang masih ada yaitu ada dua
orang muridnya Tong Goan Ki. cepat mereka menggotong
sang guru yang sudah buntung itu dan melarikan diri.
Selesai mengenyahkan Tong Goan Ki, kemudian Kim Si lh
berpaling dan berkata kepada Bun Ting Bik: "Kau telah
merintis ilmu silat dengan jalan sendiri sehingga berhasil
meyakinkan sam siang si n king, sebenarnya karyamu ini
harus dipuji dan tidak gampang mencapainya. Cuma sayang
kau tidak menggunakannya ditempat yang benar, maka
terpaksa aku mesti memunahkan kepandaianmu itu. Sekarang
boleh kau pulang saja. semoga seterusnya kau dapat
memperdalam pengetahuanmu itu. bagi kebaikan orang
banyak, bagi nusa dan bangsa.
Sungguh sama sekali tak terduga oleh Bun Ting Bik bahwa
Kim Si Ih sedemikian longgar terhadap dosanya itu, maka
dengan muka merah malu tanpa bicara lagi ia terus berlari
pergi. Sesudah mengalami awan mendung pertempuran berdarah
itu, kini diatas Bin San Tang benderang dalam suasana damai
lagi. Semua bergembira anak murid Bin San Pay beramairamai
merubung maju hendak mengucapkan terima kasih
kepada Kim Si Ih,


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi terhadap semua itu Kim Si Ih seperti tidak mendengar
dan tidak melihat, pada saat itu dalam pandangannya hanya
terdapat seorang Kok Ci Hoa saja. Perasaan yang tertahan
selama duapuluh tahun sekarang telah berkobar-kobar
kembali, hakikatnya ia tidak menghiraukan disitu ada beratusratus
pasang mata yang sedang mengawasi dia. tapi ditengah
suara sorak-sorai bergembira itu pelahan-lahan Kim Si lh telah
mendekati Kok Ci Hoa.
Diam-Diam Ek Tioag Bo memberi tanda kepada kawankawan
dan anak muridnya, para murid Bin San Pay paham
maksudnya, maka mereka tidak menunggu dan mengganggu
Kim Si Ih lagi, pikir mereka: "Kita sesungguhnya banyak
berhutang budi pada Kim tayhiap. Ciangbunjin Juga telah
berkorban masa remajanya bagi Bin San Pay kita sendiri,
maka sekarang semoga beliau-beliau itu dapat terangkap
menjadi suami-isteri dan kitapun jangan mengganggu
kemesraan mereka?""
Tentang suka duka antara Kim Si Ih dan Kok Ci Hoa dimasa
lalu boleh dikata cukup diketahui oleh para murid Bin San Pay.
Pada 20 tahun berselang juga dimusim Jing Beng, ketika
pertama kalinya Kim Si Ih berjiarah ke makamnya Lu Si Nio.
Tatkala itu penjabat ke tua adalah Co Kim Ji, dia telah mencaci
maki pada Kim Si Ih yang dianggap sebagai iblis jahat dan
mengusirnya pergi dari Bin San. Dalam waktu yang cukup
panjang, lantaran Co Kim Ji tetap tidak bisa memahami
maksud Kim Si Ih. maka orang-orang Bin San Pay pernah
memandang Kim Si Ih sebagai musuh mereka, bahkan merasa
sirik karena Kok Ci Hoa masih suka berhubungan dengan Kim
Si Ih. Sama sekali tak terduga bahwa "iblis" yang dicaci maki oleh
Co Kim Ji itu sekarang justeru telah menyelamatkan Bin San
Pay dari kehancuran Bila teringat kejadian-kejadian dimasa
lampau itu, para murid Bin San Pay menjadi sangat menyesal,
merekapun sangat terharu oleh cinta murni Kim Si Ih dan Kok
Ci Hoa yang teguh itu. Maka tanpa diminta oleh Ek Tiong Bo,
segera mereka menyingkir dengan tersenyum malu sendiri.
Disebelah lain Kok Tiong Lian dan Kang Hay Tian juga
sedang tersenyum yang penuh arti. Hay Thian telah memberi
isyarat agar Tiong Liau jangan mengganggu gurunya, lalu
iapun ngeloyor dan mendekati Kok Tiong Lian. Girang dan
sedih pula perasaan Kok Tiong Lian. Pikirnya: "Rindu dendam
suhuku selama duapuluh tahun tampaknya sekarang sudah
berakhir dengan memuaskan, Dahulu aku kuatir nasibku akan
serupa dengan nasib Suhu sama-sama bernasib malang dan
patah hati. tak terduga sekarang telah berakhir dengan
berbeda, beliau sudah tercapai cita-citanya sebaliknya aku
tetap merindu gundah gulana,"
Sementara itu Kang Hay Thian sudah berada didepannya
dan telah mengeluarkan sapu tangan pemberian Kok Tiong
Lian waktu kecil, saputangan yang bersulamkan bunga teratai
itu. Pelan-Pelan Hay Thian mengusap air mata yang
membasahi pipi sinona, katanya dengan berbisik: "Akhirnya
kita telah berada bersama lagi, Lian moay, bukankah
seharusnya kau merasa girang, kenapa kau merasa berduka
malah" Tempo hari waktu berada di Kun-bran. sungguh aku
kelabakan setengah mati karena kau tidak mau keluar untuk
menemui aku."
"Buat apa kau menyusul kemari lagi ?" Bukankah kau sudah
bertemu dengan Hoa cici?" tanya Tiong Lian.
"Benar, kami memang sudah bertemu," sahut Hay Thian.
"Jika begitu seharusnya kau tinggal didampingnya, mana
boleh kau meninggalkan dia pula ?" ujar Tiong Lian.
"Sekalipun kau ingin mencariku, mestinya",mestinya". ,"
Sebenarnya ia ingin berkata: "Mestinya tunggu dulu
sesudah kalian menikah," Tapi belum lagi kata-kata itu
terucapkan, tanpa tertahan air matanya bercucuran dengan
lebih pedih lagi.
Hay Thian mengusap air matanya pula, dan tiba-tiba ia
tertawa. Tiong Lian menjadi dongkol, "Apa yang kau tertawakan"
tegurnya. "Coba kau terka, sebab apa aku buru-buru menyusul
kembali kesini ?" Tanya Hay Thian.
Tiong Lian tercengang, ia heran apakah kedatangan
pemuda itu bukan ingin mencari dia " Maka tanyanya dengan
bingung: "Ya, sebab apa " "
"Karena aku harus lekas menyampaikan dua helai kartu
undangan padamu" sahut Hay Thian, Hati Tiong Lian berdebar
keras, ia coba menegas: "Kartu undangan apa !"
Dan ketika ia sambut kartu yang disodorkan Hay Thian, ia
membaca kartu undangan yang pertama, ia lihat
pengundangnya adalah Yap Tiong Siau dan In Ciau yang
berarti tidak atas nama keluarga pengantin lelaki dan
perempuan. Pasangan pengantin ini adalah Danu Cu Mu
mendapatkan In Bik. hari upacara pernikahan jatuh pada hari
Tiongchie nanti, tempatnya berada di keraton kerajaan Masar.
Sebenarnya kalau menurut protokol, kartu undangan
pernikahan seorang raja harus dikirim oleh menteri kepala
rumah tangga kerajaan Masar, tapi Danu Cu Mu tidak mau
main protokol-protokolan, ia tidak suka berlagak sebagai
seorang raja, tapi ingin berbuat seperti orang biasa saja.
sebab itulah meski upacara pernikahannya tetap diurus oleh
bagian rumah tangga kerajaan, tapi undangan kepada sanak
pamili dan para sobat dari dunia persilatan tetap dikirim
seperti orang biasa, yaitu kartu undangan dilanda tangani oleh
wali pengantin kedua belah pihak.
Tiong Lian sangat girang, katanya: "Ah, aku telah tambah
seorang enso. Nona In mempunyai perangai yang halus dan
sifatnya welas asih, kelak tentu akan menjadi seorang
permaisuri yang bijaksana."
"Dan boleh coba periksa lagi kartu undangan yang lain."
kata Hay Thian.
Kalau kartu undangan pertama masih dapat diduga oleh
Tiong Lian, adalah kartu undangan kedua ini benar-benar
diluar dugaannya.
Kartu undangan kedua inipun tertera atas nama orang tua
kedua keluarga pengantin, In cengcu dari Cui In Ceng
sekarang telah berubah menjadi wali pihak pengantin lelaki,
dan wali pihak pengantin perempuan adalah Hoa Thian Hong.
Ternyata kartu undangan kedua ini adalah atas pernikahan
In Khing mendapatkan Hoa In Pik. Harinya juga jatuh pada
tanggal lima belas bulan delapan atau hari Tiongchiu.
tempatnya juga akan dilangsungkan dikeraton Masar.
Untuk sejenak Kok Tiong Lian termangu-mangu, sungguh
girangnya tak terlukiskan, ia hanya menggumam saja:
"Sungguh tidak nyana, sungguh tidak nyana Dua pasang
pengantin sama-sama dilangsungkan pada hari Tiongchiu yang
melambangkan kehidupan manusia yang bulat dan bahagia.
Sungguh sangat baik dan penuh arti!"
"Tiongchiu adalah hari baik menurut tradisi bangsa Han,
tapi dinegeri Masar sekarang telah dijadikan suatu hari raya
baru," kata Hay Thian.
"Hari raya apa, kenapa aku tidak tahu ?" tanya Tiong Lian.
"Karena negeri-negeri Masar telah berdamai dengan
Kunbran, maka rakyat kedua negeri telah menetapkan tanggal
lima belas bulan delapan sebagai hari raya perdamaian," tutur
Hay Thian. Tentu kau masih ingat bahwa pada hari itu pula di
Kim Eng Kiong telah diadakan pertemuan besar dan juga hari
naas bagi raja lalim Masar yang telah digulingkan itu sehingga
engkohmu telah naik tahta sebagai raja yang budiman dan
membikin negeri aman sentausa. Untuk memuji kejadiankejadian
yang menggembirakan itu rakyat jelata telah
membuatkan syair nyanyian?"."
"Ya, kalau tidak salah aku pernah mendengar nyanyian itu,"
kata Tiong Lian. "Bukan kah syairnya berbunyi:
"Api peperangan hilang
Sungai es jernih laksana kaca, disana hendak kucuci
pedangku yang berbau darah"."
Dan ketika sampai bait yang herbunyi "kaum muda akan
mendapatkan cinta", tanpa merasa dua buah hati sepasang
muda-mudi itu menjadi berdebar-debar dan dua pasang
tanganpun saling genggam dengan kencang, mata saling
memandang dengan bergejolaknya api asmara yang gembira
ria. Dengan suara peiahan kemudian Hay Thian berkata: "Pada
sebelum berangkat menghadiri upacara mereka, ingin kubawa
kau menemui dulu kedua orang tuaku!"
"Untuk apa?" tanya Tiong Lian.
"Karena kedua engkohmu sudah mengatur dengan baik,
yaitu akan menyebarkan kartu undangan ketiga dengan hari
yang sama dan tempat yang sama pula, kartu undangan ini
adalah untuk pernikahan kita, maka aku hendak melapor pada
ayah dan minta dia bertindak sebagai waliku. Lian moay,
hendaklah jangan kau menyalahkan aku berani sembarangan
mengambil keputusun sendiri sebelum mendapat
persetujuanmu dahulu. Tapi sekarang juga aku hendak minta
kau mengangguk sebagai tanda akur."
Muka Tiong Lian menjadi merah jengah, ia tidak
mengangguk dan tidak juga menggeleng kepala.
Keruan Hay Thian menjadi gugup, desaknya : "Adik Lian,
apakah kau tidak setuju?"
"Kalau tidak setuju tentu aku sudah menggeleng." sahut
Tiong Lian lirih. Dengan demikian artinya dia sudah setuju bin
akur. Sungguh girang Kang Hay Thian seperti naik kesorga, cepat
serunya. Marilah kita pergi memberitahukan suhu! Eh, dimana
suhu" Kemanakah mereka telah pergi?"
Memang saat itu Kim Si Ih dan Kok Ci Hoa mempunyai
lakon lain pula.
Pegunungan Bin Sau waktu itu menghijau dengan bunga
mekar semarak menghiasi lereng-lereng gunung laksana
sedang berlomba memamerkan kecantikan masing-masing.
Ketika itu Ci Hoa dan Si Ih sedang jalan bergandengan
tangan menyusuri semak-semak bunga yang lebat mewangi
itu Pada hari yang sama seperti sekarang di waktu 20 tahun
yang lampau, ditempai inilah Kira Si Ih telah mengamati
keberangkatan Kok Ci Hoa kebawah gunung. Dimana perasaan
mereka muram dan risau, hakikatnya mereka tidak pernah
memperhatikan pemandangan alam yang indah itu masih
tetap seperti dahulu kala. orang-orangnya juga berhadapan
pula namun perasaan mereka sudah berbeda dari pada dulu.
Si Ih memetik setangkai bunga, katanya dengan gegetun:
"Ci Hoa sudah dua puluh tahun ini bunga mekar dan rontok
dan mekar pula" apakah kau merasa aku kembali terlambat"
Dengan suara lembut Ci Hou menjawab: "Bunga ini tiada
ubahnya seperti bunga dimasa dua puluh tahun yang lalu, kita
berdua juga serupa. Biarpun kau terlambat dua puluh tahun
lagi aku tetap akan menantikan dikau."
"Apakah kau masih ingat syair-syair yang pernah kuberikan
padamu?" tanya Si Ih.
"Mengapa tidak?" sahut Ci Hoa. "Selama dua puluh tahun
ini meski kita jarang ketemu tapi biarpun kau terlunta-lunta
diluar lautan atau mengembara diujung jagat, senantiasa aku
merasa kau tetap didampingku. Jauh dimata dekat dihati."
"He, aneh. akupun mempunyai perasaan seperti kau," kata
Si Ih. "Selama ini terkadang bila aku merasa masgul, maka
kau lantas seperti muncul dihadapanku,"
"Jika demikian kita boleh dikata dua orang bersatu hati!"
ujar Ci Hoa dengan tertawa.
Belum pernah Si Ih melihat Ci Hoa tertawa sedemikian
riangnya, ia merasa tertawa sang kekasih itu bagaikan bunga
yang sedang mekar indah, jauh lebih menarik daripada dimasa
remajanya dikala 20 tahun yang lalu. Tanpa merasa ia
genggam kencang-kencang kedua tangan Kok Ci Hoa,
katanya: "Sejak kini kita tak boleh berpisah lagi hidup atau
mati kita selalu berada bersama!"
Dari jauh Kang Hay Thian dan Kok Tiong Lian dapat melihat
guru mereka sedang bermesraan ditengah semak-semak
bunga, tanpa merasa kedua muda-mudi itu saling pandang
dengan tersenyum penuh arti.
"Melihat gelagatnya, rasanya kita tidak perlu buru-buru
memberitahukan kepada suhu tentang urusan kita!" kata Hay
Thian, "Ya, nampaknya tidak lama lagi tentu akan ada kartu
undangan bahana yang akan menggempatkan dunia persilatan
dan dibuat bahan cerita orang banyak?" sahut Tiong Lian.
"Ha, seperti ada orang mendatangi?" demikian disebelah
sana Kok Ci Hoa sedang berkata.
Ketika Si lh mendongak, dari jauh ia dapat melihat
bayangan muridnya katanya dengan tertawa "Mereka adalah
Hayji dan Lian ji, mereka sudah menuju kearah sana, jangan
kita mengganggu mereka!"
"Dahulu aku sangat kuatirkan mereka akan mengulangi
jejak kita yang menyedihkan tapi sekarang aku justeru
bergembira karena nasib mereka ternyata serupa dengan
kita," demikian kata Ci Hoa dengan tertawa. "Si lh kelak bila
aku sudah serahkan jabatan Ciangbun kepada anak Lian,
maka aku dapat bebas mendampingi kau kemana saja kau
hendak pergi untuk melewatkan penghidupan kita yang
bahagia laksana dewata disorga. Apakah kau merasa senang,
Si lh?" "Mengapa tidak?" sahut Si Ih, "Justeru itulah yang
senantiasa kuharapkan. Manusia hidup demikian, apalagi yang
hendak disesalkan?"?"
TAMAT Pukulan Naga Sakti 18 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Istana Pulau Es 12
^