Kisah Pedang Di Sungai Es 5

Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 5


lah bantu aku sekali serangan musuh, itu semua dengan dia
mewakili aku terluka. Aku sangat tidak enak hati"
Segera Kim Si-ih juga menyatakan akan ikut, tapi Kang Lam
lantas mencegah, katanya, "Menilik orang sakit tidak boleh
terlalu ramai. Silahkan Kim Tayhiap duduk dulu disini sebentar,
maafkan aku tidak mengawani lagi disini".
Si Ie lantas tahu maksud bekas kacung itu, ia tertawa dan
tidak bicara lagi.
Setelah Kang Lam dan lain-lain sudah keluar, didalam
kamar hanya tinggal Si Ie dan Ci Hoa berdua. Untuk sejenak
mereka hanya saling pandang termangu, perasaan mereka
yang bergolak tapi penuh seribu kata itu entah cara
bagaimana harus saling mengutarakan.
Selang agak lama, Ci Hoa mendehem sekali lalu menanya
perlahan: "Si Ie, baik-baikkah selama beberapa tahun ini"'
"Baik-Baik saja," sahut Si Ie. "Selama beberapa tahun ini
aku berkelana kesegala penjuru hidupku sudah terasa biasa
juga. Apa engkau meiihat ada sesuatu perubahanku".
"Tampaknya engkau jauh lebih sabar dan tenang lagi dari
ada dulu, mungkin juga tidak suka main ugal-ugalan lagi
seperti dulu bukan?" tanya Ci Hoa tertawa.
"Hanya kadang-kadang saja aku masih mempermainkan
orang, cuma rasa dendamku kepada kehidupan manusia ini
sudah hilang", sahut Si Ie tertawa. "Dan bagaimana dengan
engkau, selama ini apakah juga baik-baik saja?"
"Mula-Mula waktu menjabat Ciangbun. aku merasa kikuk,
tapi kinipun sudah biasa," sahut Ci Hoa. "Dan menurut kau,
apakah aku juga ada sesuatu perubahan?"
"Agaknya kau lebih pendiam lagi daripada dulu, seakanakan
segala sesuatu sudah terpikir masak-masak sebelumnya
hingga orang menaruh penuh kepercayaan padamu," ujar Si
Ie. "Dahulu aku terlalu banyak memikirkan urusan pribadiku,
dikala aku dihadapkan kepada siksaan batin atas nasibku, aku
menjadi lebih pendiam," kata Ci Hoa. "Tapi kini aku gunakan
guruku sebagai teladan, pikiranku melulu kucurahkan pada
usaha perkembangan Bin San Pay saja. Memupuk angkatan
muda, mendidik calon-calon ksatria agar kelak bisa
menghadapi musuh penjajah dengan penuh tenaga. Aku tidak
berani yakin usahaku akan berhasil. Tapi pada suatu hari, citacitaku
itu pasti akan terkabul, yaitu mengenyahkan penjajah,
memulihkan tanah air. Karena jiwaku mendapat tempat yang
benar, itu berarti aku telah dapat menemukan hidupku."
Ucapannya itu secara tidak terang menyatakan perasaannya
yang tangguh bahwa dia sudah bertekad akan menjadi ketua
Bin San Pay hingga hari tua. Terhadap sengketa asmara di
masa lalu, ia pandang sebagai impian belaka yang telah
lenyap sirna. Sebenarnya perasaan Si Ie rada pedih berhadapan dengan
bekas kekasihnya itu, tapi demi mendengar pernyataan Ci Hoa
itu, pikirannya menjadi lapang, tanpa merasa ia pegang kencang-
kencang tangan nona itu dengan mesra. Itulah
persepakatannya cinta murni, persepakatan perasaan yang
suci, mereka berjabatan tangan dengan kencang dan lama
sekali, tiada perasaan lain dalam sanubari mereka kecuali rasa
bahagia. "Ci Hoa aku harus berterima kasih padamu," kata Si Ie
kemudian. "Terima kasih apa?" tanya Ci Hoa.
"Seorang diri aku terombang-ambing di lautan lepas sana,
terkadang aku menjadi berduka dan putus asa, seakan-akan
hidup di dunia sudah tiada arti apa-apa lagi. Dalam keadaan
demikian, aku lantas teringat padamu. Dan pikiranku lantas
kuat dan teguh kembali. Ketika aku dikurung di dalam kamar
batu oleh Bun Tocu itu, daripada disebut dia memaksa diri
melatih ilmu silatku yang sudah berhasil sekarang ini, lebih
tepat dikatakan adalah berkat dorongan dirimu. Sebab aku
teringat pada harapan yang pernah kau percayakan padaku,
maka aku telah bertekad meyakinkan ilmu silatku dan
meloloskan diri dari kurungan musuh aku merasa masih perlu
hidup didunia ini untuk berbuat sesuatu yang berarti bagi nusa
dan bangsa. Maka dari itu, selama beberapa tahun ini. biarpun
rasaku sangat jauh berpisah darimu, tapi sesungguhnya kita
berada sangat dekat, jauh dimata dekat dihati."
"Akupun demikian, akupun terkenang padamu setiap hari",
sahut Ci Hoa. "Sering aku kuatirkan dirimu, kuatir karena
perasaanmu yang terguncang itu takkan bisa menguasai
dirimu sendiri, sekali kebentur pada peristiwa yang memukul
perasaan, mungkin bisa meletus bagai letusan gunung berapi
hingga akhirnya membakar diri sendiri, tapi kini telah merasa
lega, karena diibaratkan seseorang anak kecil, sekarang
engkau sudah dewasa. Sifatmu sudah lebih tenang dan
pendiam. Aku percaya engkau takkan berbuat apa-apa yang
ugal-ugalan lagi. Si Ie, aku mengucapkan selamat atas
berhasilnya engkau melatih ilmu silat yang tiada taranya itu,
nyata engkau tidak mengecewakan harapan mendiang guruku
yang dipercayakan padamu."
Setelah saling mengutarakan isi hati masing-masing, saling
mengerti, kedua orang terasa bertambah lebih mendalam,
Persepakatan perasaan mereka telah terpupuk lebih tinggi.
Sudah tentu persepakatan perasaan demikian adalah apa yang
dibayangkan Kang Lam. Dalam harapan Kang Lam ialah
mengharapkan mereka berdua bisa rujuk kembali sebagai
sepasang kekasih teladan, namun kini persepakatan perasaan
mereka sudah jauh lebih murni, lebih tinggi dari pada
hubungan cinta kasih umumnya.
Kesudahan demikian mungkin akan mengecewakan Kang
Kam tapi apabiia dia dapat memahami perasaan mereka, tentu
dia akan merasa bahagia juga bagi mereka.
Begitulah kedua orang saling pandang dengan bungkam,
sampai Ih teringat dengan segala sesuatu dan menanya pula,
"Ci Hoa, tadi Kau menanyakan tentang Khu Giam yang tinggal
di Tiong Bo Koan itu. Katamu ada sesuatu yang ingin tanya
padaku. urusan apakah itu" coba terangkan sekarang"
"Si Ie, biarlah kau kenalan dulu dengan puteriku"! ujar Ci
Hoa. "Puterimu?" Si Ie menegas dengan mata terbelalak. "Sejak
kapan dan darimana engkau mempunyai puteri?"
"Ia adalah anak piatu yang dibawa kemari oleh Ek Suheng
dari rumahnya Khu Giam," tutur Ci Hoa.
"O, kiranya adalah anak pungutmu," baru sekarang Si Ie
Paham. Dalam pada itu anak perempuan itu sudah di suruh keluar
oleh Kok Ci Hoa.
"Lianji, lekas memberi hormat kepada Kim Pepeh," kata Ci
Hoa segera. Bocah itu memandang Si Ie dengan mata membelalak
lebar, katanya tiba-tiba: "Apakah engkau itulah Kim Pepeh"
sering ibu, dan para bibi membicarakan dirimu, katanya
engkau ada orang yang paling pandai dldunia, betul tidak?"
"Di luar langit masih ada langit, di atas orang pandai masih
ada orang pandai. Hanya berdasarkan sesuatu kepintaran,
tiada seorangpun berani mengatakan paling pandai didunia
ini" ujar Si Ie dengan tertawa sambil tanpa berkedip
memandanginya terus bocah itu, tiba-tiba sinar matanya
mengunjukkan rasa heran, hingga Kok Ci Hoa merasa aneh.
"Lian-ji, coba kau mainkan sejurus Hian Li Ciang dihadapan
Kim Pepeh", kata Ci Hoa
Tapi belum bocah itu melakukan perintah itu, Si Ie telah
berkata: "Anak ini mempunyai bakat melatih silat pembawaan,
biarlah kuberikan semacam hadiah perkenalan padanya!"
Habis berkata, ia lantas mengeluarkan sejilid buku yang
sangat tipis. "Apakah itu?" tanya Ci Hoa.
"Ilmu silatku yang telah berhasil kuyakinkan, aku belum
sempat menyusunnya secata teratur, maka akupun belum
sempat menulisnya didalam buku ini". demikian Si Ie
menerangkan. "Namun tentang latihan-latihan dasar sudah
selesai kutulis dua pasal. Ini adalah pembauran dan ilmu silat
rahasia Kiau Pak Beng yang bagus itu dengan intisari Lwekang
dari Thian San Pay sebenarnya Siau Yang Sin Kang dari
gurumu itu adalah Lwekang tulen dari aliran suci. Cuma bagi
orang yang mulai belajar silat sebelum mencapai tingkatan
tertentu selama beberapa tahun, susah melatihnya. Sebaliknya
ilmu silat ciptaanku ini dapat dibandingkan dengan ilmu
ajaranmu itu boleh dikata lain jalan tapi satu tujuan. Bagi
orang yang mulai belajar akan lebih mudah diikuti dan
waktunya juga lebih cepat. Ci Hoa, kalau dibicarakan, kitab ini
sebenarnya adalah milik keluargamu, kini biarlah aku
menyerahkan kembali padamu sebagai hadiah perkenalanku
untuk puterimu ini."
Apa yang dikatakan milik Keluargamu oleh Kim Si-ih itu
memang beralasan. Sebab kitab tinggalan Kiau Pak Beng
dahulu ada sebagian jatuh ditangan ayahnya Kok Ci Hoa, yaitu
Beng Sin Thong. Kemudian Beng Sin Thong memberikan kitab
itu kepada Ci Hoa dan oleh Ci Hoa diserahkan pula kepada Kim
Si-ih. Dan kini diantara hasil karya ilmu silat Kim Si-ih itu ada
sebagian besar adalah bersumber pada Bi Kang Pit Kip atau
kitab rahasia ilmu silat tinggalan Kiau Pak Beng itu.
Mendengar itu, dengan sendirinya perasaan Kok Ci Hoa
tersinggung juga, tapi karena pemberian itu adalah hadiah
perkenalan uutuk puterinya, maka iapun menerimanya dengan
baik. "Kim Pepeh, kau sungguh baik sekali," kata Kok Tiong Lian.
"Menurut Peh Supeh, katanya engkau tidak mempunyai
rumah, selamanya berkelana kemana-mana. Kenapa engkau
tidak mau tinggal saja disini?".
Si Ie tertawa, sahutnya, "Aku adalah sobat baik ibumu,
biarpun tidak tinggal disini, selanjutnya aku tentu akan seringsering
kemari" Sementara itu Kang Lam masih belum nampak kembali,
maka Ci Hoa berkata, "Lian-ji, pergilah kau ketempat Kam
Susiok, panggil Kang Sioksiok kesini, sudah hampir waktunya
makan." Dan sesudah Kok Tiong Lian pergi, Ci Hoa berkata pula: "Si
Ie, tadi kau pandang Lian-ji dengan keheran-heranan, apakah
kau melihat sesuatu yang aneh pada dirinya?"
"Dia tentunya bukan puterinya Khu Giam sendiri. Sebab
kelihatannya dia tidak mirip anak bangsa Han kita," ujar Si Ie.
"Pandanganmu memang tak salah, sekali lihat kau sudah
bisa menerkanya," kata Ci Hoa. "Dia adalah anak piatu yang
tidak diketahui asal-usulnya hingga sekarang dan Khu Giam
membawanya kembali dari luar perbatasan barat."
Si Ie bersuara heran sekali, lalu termangu tidak bicara
seakan-akan makin tenggelam dalam rasa herannya.
Ci Hoa menjadi heran juga, tapi herannya disebabkan sikap
Kim Si-ih itu. Sebab, kalau cuma membedakan warna rambut
yang kemerah-merahan dan biji matanya yang agak hijau
membiru, tidaklah sukar untuk mengetahui bahwa Kok Tiong
Lian bukan anak bangsa Han. Jika begitu, apa yang
diherankan Kim Si-ih itu tentunya tidak melulu urusan sianak
itu tapi masih ada sebab-sebab lain. Lantas sebab apa"
Maka Kira Si Ie kemudian berkata, "Coba kau ceritakan
dahulu bagaimana caranya Khu Giam membawa pulang anak
ini," Dibalik kata-katanya ini seakan-akan iapun mempunyai
sesuatu hal yang erat sangkut pautnya dengan urusan bocah
itu dan akan diceritakan pada Kok Ci Hoa nanti.
Segera Kok Ci Hoa menceritakan sebagaimana Ek Tiong Bo
telah diundang oleh Khu Giam, lalu orang she Khu itu
memahon suka menerima anak piatu itu, tapi Ek Tiong Bo
merasa tidak leluasa memiaranya, maka kemudian anak itu
diserahkan pada dirinya sebagai anak pungut. Tapi karena Ci
Hoa sendiri ingin lekas tahu apa yang akan Si Ie ceritakan
padanya, maka penuturannya tentang Khu Giam itu hanya
diuraikan secara garis besar saja kejadian-kejadian yang
bersangkutan masih banyak yang belum diceritakan.
Habis mendengar, tiba-tiba Si Ie bertanya, "Apakah anak
perempuan masih mempunyai seorang saudara sekandung?"
Tentu saja Ci Hoa terperanjat, sebab antara lain hal ni
belum lagi dia ceritakan tadi, maka cepat ia menjawab, "Ya
betul aku lupa memberitahukan padamu tadi. Dia memang
mempunyai seorang saudara kembar yang dipiara oleh Yap
Kun San di Tan Liu Koan. Eh dari mana engkau mengetahui?"
"Coba katakan dulu. dimana Yap Kun San itu sekarang?"
tanya Si Ie. "Sudah dibunuh orang, yaitu dalam waktu hampir
bersamaan dengan meninggalnya Khu Giam", sahut Ci Hoa.
"Siapa pembunuhnya tiada seorangpun yang tahu. Kemana
perginya anak pungutnya juga tiada yang tahu. He. ada
apakah" tentunya ada sesuatu yang kau ketahui mengenai diri
bocah itu?"
Namun Si Ie geleng-geleng kepala katanya: "Terhadap
urusan Khu Giam dan Yap Kun San serta diri kedua anak ini,
sedikitpun aku tidak tahu. Tapi demi mendengar ceritamu tadi
aku menjadi ingat pada sesuatu yang pernah dengar. Pada
waktu itu karena aku ingin mencari tahu asal-usul Thian Mo
Kaucu, aku pernah berdiam buat sementara waktu di suatu
negeri kecil di lereng gunung Algu" demikian tutur Si Ie lebih
jauh. "Negeri itu adalah sesama suku Masar dengan Thian Mo
Kaucu. Disana aku mendengar cerita penduduk setempat
bahwa raja mereka sedang menguber-uber jejak dua putara
puteri dari raja yang lebih dulu. Kiranya raja mereka yang
sekarang adalah bekas perdana menteri dari raja sebelumnya
itu. Empat tahun yang lalu raja baru ini telah melakukan
kudeta. Raja lama dan permaisurinya dibunuh, lalu naik tahta
sendiri untuk keselamatannya, dia pikir babat rumput harus
sampai akar-akarnya maka putera puteri raja lama sedang
diselidiki kemana perginya. Dari percakapan rakyat negezi itu
aku dapat menarik kesimpulan bahwa raja lama rasanya lebih
mendapat simpatik rakyas jelata dari pada raja baru itu."
"Jika demikian, masakah Lian-ji adalah puteri raja negeri
Masar?" ujar Ci Hoa. "Tetapi menurut cerita bocah itu, lapatlapat
ia masih ingat sewaktu kecilnya bukan tinggal bersama
dengan keluarganya. Diam-Diam ibunya hanya pernah datang
menjenguknya sekali, bahkan datang di waktu malam ke
kemah yang dia tinggal itu, malahan tidak berani mengatakan
siapa dirinya kepada bocah itu. Apakah sebabnya bisa begitu"
Bukankan tatkala itu ayahnya masih menjadi raja dan belum


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

digulingkan oleh perdana menterinya"
"Ya, sudah tentu anak ini belum pasti adalah puteri raja
negeri Masar yang dulu itu. Mungkin kejadian itu hanya suatu
kebetulan saja. Raja itu mempunyai sepasang putera-puteri
kembar." sahut Si Ie.
"Tadi kau bilang bahwa raja itu dibinasakan pada empat
tahun yang lalu?" tanya Ci Hoa.
"Benar," sahut Si Ie.
Ci Hoa memikir sejenak, lalu berkata pula: "Dan ini kembali
suatu kebetulan lagi. Menurut kisah yang diceritakan Lian-ji, ia
bilang pada empat tahun yang lalu, dipadang rumput sana
seperti pernah juga terjadi sesuatu malapetaka yang menimpa
tempat tinggalnya, justeru pada waktu itulah dia dibawa
pulang oleh Khu Giam dari padang rumput sana."
"Di antara berbagai suku bangsa didaerah perbatasan barat
sana, suku Masar lebih mirip bangsa Han daripada suku-suku
lainnya. Umumnya anak perempuan mereka cantik-cantik dan
puteri pungutmu memang lebih mirip anak seorang Masar",
ujar Si Ie. "Jika demikian urusannya menjadi lebih mendekati lagi",
kata Ci Hoa dengan tertawa. "Apabila Lian-ji memang benar
putri raja, aku tentu tidak berani menerimanya sebagai anak.
Hmm, mengenai raja Masar yang dulu itu, apakah kau masih
tahu lebih banyak" Dia paham ilmu silat atau tidak?"
"Tentang hal itu, aku tidak tahu", sahut Si Ie. "Cuma suku
bangsa dipadang rumput sana memang mahir menunggang
kuda dan pandai memanah, terutama sebagai pemimpin,
misalnya kepala suku atau kepala negara, tentu harus lebih
pandai dan pada orang lain. Biasanya raja atau kepala suku
disana kalau berburu mereka selalu mendahului didepan
daripada pengiringnya. Tidak seperti raja di Tiongkok sini yang
selalu mengeram didalam istana. Maka tentang kepandaian
menunggang kuda dan memanah raja Masar yang dulu itu,
kukira juga tidak rendah".
"Yang kumaksudkan bukanlah kepandaian-kepandaian yang
tiada artinya itu, tapi adalah ilmu silat seperti dilatih oleh
Kalanngan Bu-lim kita disini." kata Ci Hoa.
"Untuk apa engkau ingin mengetahui soal itu?" tanya Si Ie.
Maka Ci Hoa lantas memberitahu tentang biji kancing dari
baju kapas yang dipakai Kok Tiong Lian. Bahwasanya kancing
itu adalah "Thian Sim Ciok" atau batu inti bumi yang
mempunyai kasiat sangat mustajab untuk melatih lweekang.
Segera Kim Si-ih paham apa vang dimaksudkan pertanyaan
Kok Ci Hoa tadi, katanya: "Yah, memang benar, kalau tiada
mempunyai alas dasar yang kuat ilmu silatnya dengan
pengalaman dan pengetahuan yang luas, pasti takkan
mengetahui bahwa "Thian Sim Ciok" itu adalah semacam
benda mestika, pula takkan paham cara bagaimana
menggunakannya. Tapi menurut dugaanku, raja Masar yang
lama itu rasanya tidak mungkin adalah seorang guru besar
dalam ilmu silat?".
Nyata dari pembicaraan mereka, terang ada beberapa titik
perbedaan yang mencurigakan, tapi banyak juga tempattempat
yang cocok satu sama lain. Namun Kok Tiong Lian itu
sebenarnya puteri raja Masar yang dulu atau bukan, mereka
belum berani menarik kesimpulan yang pasti.
"Apabila dia adalah seorang puteri raja, meski
kedudukannya agung, tapi kesulitan yang bakal menimpa
dirinya tentu juga akan banyak", demkian kata Kok Ci Hoa
kemudian dengan tersenyum getir. "Ya, harap saja semoga
nasibnya tidak seperti diriku."
"Sayang, aku hanya sekedar paham bahasa percakapan
negeri-negeri barat sana, tapi tak paham tulisannya," kata Si
Ie. "Jika kau ingin tahu dengan pasti asal usul Lianji itu,
mungkin harus menunggu kedatangan Tan Thian Ih. Biar dia
membacakan tulisan diatas kulit kambing itu. Untuk mana, aku
akan pergi mencarikan dulu puteranya Kang Lam, habis itu
aku akan pergi mengundang Thian Ih kemari".
Bicara tentang Kang Lam, Kok Ci Hoa memandang keluar,
ternyata cuaca sudah larut. Katanya dengan tertawa, "Kenapa
sibocah tolol itu belum kemari?"
"Jangan kau salahkan dia" ujar Si Ie "Maksudnya adalah
baik, mungkin dia mengira banyak kata-kata hati kita yang
perlu dipecahkan"
Baru berkata sampai disini, tiba-tiba suara Kang Lam sudah
terdengar di luar "Kim Tayhiap, kembali ada kejadian yang
aneh lagi"
Menyusul mana segera terdengar juga suara seruan Kok
Tiong Lian: "Mak, bibi Ceng Yan datang menjenguk engkau"
"Kang Lam, ada urusan apa" selalu kau suka gembargembor"
kata Si Ie dengan tertawa.
Tengah berkata, tampak Kok Tiong Liari sudah berlarian
masuk dengan lincahnya, menyusul di belakangnya seorang
Nikoh tua yang dikenal Kim Si-ih sebagai Sucinya Kok Ci Hoa,
namanya Ceng Yan.
Ceng Yan mengetuai kelenting Yok Ong Bio dikaki gunung
itu, melihat kedatangan sang suci, Ci Hoa rada heran,
tanyanya "Bukankah hari ini adalah hari perayaan hari lahir
Yok Ong" Di kelentingmu tentu cukup sibuk, kenapa kau
malah sempat datang kemari malam ini" Ha Kang Lam,
ucapanmu tadi memang benar juga, kedatangan suci memang
rada luar biasa."
"Sudah lebih setengah jam aku datang disini," tutur Ceng
Yan. "Lebih dulu aku telah pergi menjenguk keadaan Cia Suso
dan Kam Sute, Aai, sungguh tidak nyana disini juga sudah
terjadi sesuatu yang diluar dugaan".
"He, ada terjadi apa di Yok Ong Bio?" tanya Ci Hoa terkejut.
"Itu dia. aku tidak gembar-gembor tanpa alasan toh, Kim
Tayhiap?" Kata Kang Lam yang sudah berada disitu juga.
Maka Ceng Yan menjawab: "Di Yok Ong Bio sih tidak terjadi
apa-apa, cuma beberapa pemburu yang telah diketemukan
hal-hal yang luar biasa, ada beberapa pemburu telah dilukai
oleh orang hutan raksasa".
"Aneh, sekitar Bin San sini, dari mana terdapat orang hutan
raksasa?" ujar Kok Ci Hoa heran.
"Memang betul, selamanya dipegunungan Bin San tidak
pernah diketemukan orang hutan raksasa. Kedua ekor orang
hutan yang melukai mereka itu adalah bawaan orang lain."
tutur Ceng Yan.
Lalu iapun menceritakan sesuatu kejadian yang sangat aneh
dan jarang terdengar.
Kiranya disekitar Yok Ong Bio itu terdapat belasan keluarga
pemburu. Kemarin malam tiba-tiba mereka mendengar suara
auman binatang-binatang buas. Dipegunungan Bin San
memang ada harimau, maka tidak perlu diherankan. Yang
aneh adalah suara auman harimau itu seakan-akan memenuhi
seluruh gunung, kedengarannya ada beratus-ratus jumlahnya.
Padahal hidup harimau biasanya tidak suka bergerombol,
bahkan paling akhir ini jumlahnya makin berkurang. PemburuPemburu
yang mencari jejak harimau sudah mengalami
kesukaran. Tapi kini dari suaranya, sudah muncul beratusratus
banyaknya. Pemburu-Pemburu di Bin San itu adalah ahli-ahli turun
temurun. Serentak mereka mengumpulkan 40-50 laki-laki yang
kuat daan siapkan panah berbisa yang lihay serta lembing
tajam sebagainya, lalu beramai-ramai naik keatas gunung
untuk buru harimau.
"Maka terjadilah hal-hal yang luar biasa dan aneh" demikian
tutur Ceng Yan. "Baru mereka masuk kehutan, segera nampak
harimau berlari serabutan dalam kelompok-kelompok kecil.
Dengan cekatan segera pemburu-pemburu itu mencegat
harimau yang terpencil dari kawan-kawannya terus mulai
mengerjakan senjata-senjata mereka dipanah dan ditombak,
hingga beberapa ekor diantaranya lantas menggeletak roboh.
Dan selagi pemburu-pemburu itu hendak menyeret palang
hasil buruannya itu, tiba-tiba terdengan auman sejenis
binatang yang aneh, begitu keras gerungan suara itu hingga
mirip guntur di siang bolong yang memekakkan telinga dan
mendebarkan jantung, jauh lebih menakutkan dari pada
auman harimau. Dan pada saat itu juga tahu-tahu muncul dua
ekor binatang aneh yang berdiri dengan kaki belakang mirip
manusia raksasa, berbulu kuning emas, sekali dia menggerung
dengan keras, semua harimau yang berlarian itu lantas
mendekam semua ditanah dengan jinak. Melihat itu, para
pemburu menjadi ketakutan, mereka menghujani kedua
binatang aneh itu dengan panah berbisa dan tumbak yang
mereka bawa, tapi binatang-binatang aneh itu ternyata
berkulit sekuat baja, tidak mempan oleh senjata-senjata dan
panah-panah yang mengenai tubuh mereka semua terpental
jatuh." "Binatang aneh itu bukan orang hutan tapi namanya Kim
Mo Soan", kata Si Ie tiba-tiba.
"Apakah Kim Tayhiap pernah melihat binatang aneh itu?"
tanya Ceng Yan.
"Kira-kita sepuluh tahun yang lalu, aku pernah melihat dua
ekor Kim Mo Soan disuatu pulau. Binatang itu suka makan
otak dan sumsum dari harimau dan singa. Sebab itulah,
harimau kalau melihat Kim Mo Soan, seperti tikus ketemu
kucing. Ehm, sungguh aneh, di Bin San bisa muncul dua ekor
Kim Mo Soan. Benar-benar kejadian yang terlalu aneh"
"Malahan kejadian selanjutnya jauh lebih aneh lagi", kata
Ceng Yan. "Ketika para pemburu melihat senjata-senjata
mereka tidak mempan melukai binatang-binatang aneh itu,
mereka menjadi ketakutan. Sekali berteriak, beramai-ramai
mereka lantas melarikan diri. Tapi kedua ekor binatang- aneh
itu ternyata cepat luar biasa, rupanya mereka menjadi murka
karena dipanah dan di tumbaK, segera mereka menggerunggerung
gusar terus mengudak dan mencakar orang.
Dasar hati Kok Ci Hoa sangat welas asih, dengan kuatir ia
lantas tanya : "Adakah diantara pemburu itu terbinasa?"
"Syukur belum ada", sahut Ceng Yan. "Sebab disaat kedua
binatang aneh itu mulai mengganas, sekonyong-konyong
terdengar suara suitan panjang sekali, lalu ada orang
membentak, "Hanya boleh membunuh harimau, tidak boleh
membunuh begitu saja pada manusia. Aneh bin heran,
seketika kedua binatang aneh itu mirip binatang piaraan
dirumah, dengan jinak mereka menurut apa kata-kata majikan
mereka itu tidak mengamuk lagi."
"Orang macam apakah itu?" sanya Si Ie.
"Para pemburu hanya mendengar suaranya, tapi tidak
melihat orangnya," sahut Ceng Yan. "Pula waktu itu mereka
sedang menyelamatkan jiwa masing-masing, mana sempat
untuk mencari tahu siapakah yang membentak itu. Untung
juga orang itu keburu mencegah tepat pada waktunya hingga
tidak jatuh korban jiwa manusia. Namun begitu, toh sudah
ada belasan orang yang terluka oleh cakaran!"
"Lalu kemana kedua ekor binatang aneh itu?" tanya Ci Hoa
pula. "Setelah berhenti mengudak para pemburu, segera
binatang aneh itu melanjutkan buruannya kepada kawanan
harimau," tutur Ceng Yan. "Mereka menggiring kelompokkelompok
harimau yang lari serabutan dipegunungan itu untuk
berkumpul disuatu tempat, sungguh hebat sekali, mirip bocah
angon bebek yang menggiring binatang Piaraannya, lalu
menggiring pergi melintasi lereng-lereng gunung."
Semua orang terkesiap oleh cerita luar biasa itu, segera Pek
Eng Kiat bertanya: "Orang itu entah orang baik-baik atau
jahat, kalau kedua binatang aneh itu masih bercokol
dipegunungan kita ini, keamanan tentu akan selalu terganggu,
Ciangbun, bagaimana pendapatmu dalam hal ini?"
"Pemburu-Pemburu itu harus ditolong dulu kemudian kita
akan mencari jejak orang kosen dan kedua binatang aneh ini.
Kita tanya maksud kedatangannya, lalu ambil keputusan"
demikian Ci Hoa mengatur. "Ceng Yan Suci, apakah luka
pemburu-pemburu ltu parah?"
"Luka mereka serupa semua, yaitu tulang pundak dicakar
remuk," sahut Ceng Yan. "Aku sudah membubuhkan obat
diluka mereka, mungkin tidak membahayakan jiwa mereka,
cuma aku kekurangan obat penyambung tulang, makanya
malam ini aku datang kemari, harap Ciangbun suka kirim
beberapa saudara lain untuk membantu memberi
pertolongan."
Kok Ci Hoa tahu kalau tulang pundak yang remuk itu tidak
lekas ditolong, lewat sehari malam, tentu tidak bisa disambung
kembali. Segera ia berkata: "Baiklah, pertolongan tidak bisa ditundatunda,
sekarang juga harap Pek Suheng, membawa serta
beberapa Sute lain yang paham ilmu menyambung otot dan
tulang ikut Ceng Yan Suci kesana, para pemburu itu hidup dari
kesehatan mereka, kalau cacad celakalah mereka!"
"Sudah banyak juga peristiwa-peristiwa aneh yang pernah
kulihat, tapi selamanya belum pernah, mendengar bahwa ada
binatang yang suka mencakar tulang pundak manusia!"
demikian Kang Lam menggerundel sendiri. "Jika benar-benar
begitu terang kedua binatang itu mirip tokoh lihay dalam Bu
Lim. Wah, lebih celaka lagi bahwa mereka kebal terhadap
senjata, bisa ilmu silat juga, untuk melawannya pastilah
sangat susah."
Dengan menggerundel sendiri, maksud Kang Lam yalah
ingin memancing Si Ie supaya bicara, tapi ternyata Kim Si-ih
sedang tenggelam dalam lamunannya sambil memandang
keluar jendela dengan termangu-mangu. Terhadap gerundelan
Kang Lam seakan-akan tak didengarnya.
Kiranya Kim Si-ih menjadi teringat pada peristiwa sepuluh
tahun yang lalu, tatkala itu ia bersama Le Seng Lam keluar
lautan untuk mencari kitab tinggalan Kiau Pak Beng, justeru di
pulau gunung api yang pernah ditinggali Kiau Pak Beng itulah
mereka telah bertemu dengan pamannya Le Seng Lam, yaitu
Le Hun Kui. Disana untuk pertama kalinya juga mereka
melihat binatang Kim Mo Soan adalah piaraan Le Hun Kui
lihaynya bukan kepalang, bahkan salah seorang dari pada
empat gembong iblis dari Tibet, yaitu Siang Cing Nip yang
datang kepulau berapi itu berbarengan dengan Kim Si-ih, telah
binasa dicakar salah seekor Kim Mo Soan yang jantan itu.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 4 Maka timbul suatu pikiran dalam benak Kim Si-ih: "Kim Mo
Soan itu adalah binatang aneh yang jarang terdapat. Pada
umumnya cuma hidup dihutan daerah tropik. Ditanah
Tionggoan pasti takkan ada Kim Mo Soan biasa saja jarang


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada, apa lagi Kim Mo Soan yang bisa ilmu silat terang lebih
susah dicari di dunia ini. Jangan-Jangan dua ekor Kim Mo
Soan ini adalah kedua binatang yang dipiara pamannya Le
Seng Lam dahulu itu" Tapi siapa pula gerangannya yang
begitu lihay hingga mampu menaklukkan binatang-binaiang
itu?" Melihat Kim Si-ih tidak gubris pada ocehannya tadi, terus
saja Kang Lam menggembor, "Hai! Kim Tayhiap, apakah
engkau menjadi takut pada kedua binatang itu?"
Kim Si-ih menjadi sadar dari renungannya, sahutnya
dongan tersenyum. "Mana bisa aku takut pada mereka, boleh
jadi mereka adalah bekas kenalanku malah".
Sejak tadi Kok Ci Hoa juga sudah melihat sikap Si Ie itu
agak aneh, mendengar itu segera iapun tanya: "Si Ie, apakah
engkau tahu asal usul orang itu bersama kedua ekor binatang
itu?". Kim Si-ih tidak ingin banyak menyinggung urusan Le Seng
Lam di masa lalu, maka katanya dengan tertawa: "Kim Mo
Soan itu adalah binatang yang sangat jarang. Dahulu diluar
lautan aku pernah melihat dua ekor. Maka tadi telah timbul
perasaanku yang aneh, semoga kedua ekor Kim Mo Soan itu
adalah binatang-binatang yang pernah kulihat dahulu itu"
"Di dunia ini mana mungkin terjadi hal-hal secara begitu
kebetulan" ujar Ci Hoa tertawa.
"Ci Hoa, jangan engkau kuatir. "Tak peduli apakah Kim Mo
Soan itu adalah kenalanku atau bukan, pendeknya aku harus
mencari mereka dan takkan membiarkan binatang-binatang itu
mengganas di atas Bin San ini"
Mendengar dlatas gunung ada binatang aneh yang
mengganas, para murid Bin San Pay menjadi waswas dan siap
siaga. Sebagai ketua, dengan sendirinya Ci Hoa harus
mengatur tugas-tugas mereka, maka setelah makan malam, ia
tiada tempo untuk bicara lagi dengan Kim Si-ih.
Malam itur Kang Lam tidur sekamar dengan Kim Si-ih. Oleh
karena siangnya teiah melakukan dua kali pertempuran hebat,
Kang Lam sudah sangat lelah. Meski mula-mula masih terus
mengoceh mengajak obrol pada Si ie, tapi akhirnya ia sendiri
mulai menguap dan mengantuk. Tidak lama pula, tak tertahan
lagi, ia terpulas bagai babi mati.
Sebaliknya Si Ie gulang-guling di atas ranjang tak bisa
pulas. Perasaannya timbul tenggelam dengan macam-macam
pikiran. Karena muncul Kim Mo Soan, ia menjadi teringat pada
Le Seng Lam. Terkenang olehnya kisah roman tatkala berada
diatas pulau berapi itu dan pengalaman suka duka sesudah
itu. Kesemuanya itu sebenarnya sudah mulai terlupa olehnya
lambat laun mengikuti silamnya sang waktu, tapi karena
munculnya kedua ekor Kim Mo Soan, mendadak apa yang
terjadi dahulu itu terbayang pula dalam benaknya.
Sudah jauh malam, cahaya sang dewi malam yang terang
menyorot masuk menembus tirai jendela yang tipis. Kini Si Ie
masih termenung-menung tak bisa tidur. Akhirnya ia
menghela napas sekali, ia bangun dan mengenakan baju luar
terus mondar-mandir berjalan di pelataran luar.
Dibawah pohon waru tampaklah bayangan Kim Si-ih disinari
cahaya bulan. Bayangan itu menimbulkan khayalan
bayangannya Le Seng Lam pula. Si Ie termanggu-mangu
memandangi bayangannya sendiri, sesaat itu entah mengapa
ia merasa merasakan Le Seng Lam, seperti sudah kembali
berada di sampingnya. Meski gadis itu sudah meninggal dunia,
namun bayangannya seakan-akan senantiasa masih
mengikutinya. Dan pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara teriakan
yang melengking aneh yang menyeramkan, itulah dia suara
Kim Mo Soan yang sangat dikenal oleh Kim Si-ih.
Untuk sejenak Kim Si-ih terkejut, tapi segera ia bisa
tenangkan diri. Cepat ia keluarkan Ginkang yang tinggi dan
berlari keluar Hian Li Koan, terus menuju ketengah rimba dari
mana datangnya suara itu.
Pada saat lain, sekonyong-konyong terdengar lagi sekali
suara suitan, suara itu mirip gerungan binatang buas, tapi toh
tidak sama seperti suara gerungan Kim Mo Soan tadi.
Si Ie terkesiap. Sebagai seorang ahli silat terkemuka, segera
ia dapat mengenali suara itu adalah semacam ilmu Lwekang
yang sangat tinggi, yaitu Thoan Im Jip Bit atau mengirimkan
gelombang suara. Sebenarnya orang mahir ilmu sakti seperti
itu, Lweekangnya pasti terlatih sempurna benar-benar dan
sudah mencapai puncak yang paling tertinggi dan suara yang
dikeluarkan itu tentu juga sangat halus lembut. Tapi suara tadi
kedegarannya justeru sangat seram dan mengerikan, suatu
tanda bahwa orang yang mengeluarkan suara itu pasti bukan
dari golongan Cing-pay atau orang baik-baik, tapi adalah
orang yang telah melatih Lweekang yang lihay dari Sia-pay
atau golongan jahat.
Kim Si-ih sendiri sudah berhasil melebur ilmu-ilmu silat dan
golongan Cian dan Sia menjadi suatu ilmu tunggal tersendiri
maka dia paham apakah Lwekang seseorang itu berasal dari
golongan yang mana. Namun dari suara gerungan tadi
ternyata ia tidak mampu membedakan Lwekang yang dilatih
orang itu, dari aliran Sia-pay yang mana"
Dan belum lagi suara gerungan terakhir tadi lenyap
tertampaklah cahaya emas kemilauan disertai angin puyuh
yang keras dan depan. Nyata kedua ekor Kim Mo Soan yang
ditunggu itu telah muncul.
Segera Si Ie mengerti duduknya perkara, kiranya suara
suitan orang tadi adalah tanda perintah kepada kedua ekor
Kim Mo Soan itu agar menyerang padanya.
Dalam pada itu, dengan cepat luar biasa binatang-binatang
aneh itu sudah merangsang sampai didepannya, lengan Kim
Mo Soan yang panjang dengan bulunya yang lebat itu terus
mencakar kearah Si Ie.
Sudah tentu Kim Si-ih tidak manda diserang. Secepat kilat
kedua ekor Kim Mo Soan itu menubruk tiga kali sambil
mencakar, tapi Si Ie selalu dapat berkelit dengan sama
cepatnya dengan langkah "Thian Lo Poh Hoat" dan justeru
daiam waktu sesingkat itulah Kim Si-ih telah dapat mengenali
kedua Kim Mo Soan itu memang benar adalah binatang bekas
piaraan pamannya Le Seng Lam.
Cepat Si Ie menegur. "Hai, Apakah kaitan sudah lupa pada
kawan lama?"
Waktu itu kedua ekor Kim Mo Soan sedang menubruk pula
hendak mencakar untuk keempat kalinya, tapi demi
mendengar suara Kim Si-ih seketika lengan mereka melambai
kebawah, lalu kepalanya miring kekanan dan kekiri sambil
mengeluarkan suara "uh-uh" seperti orang. mengajak bicara
pada seorang teman lama.
Kedua Kim MO Soan itu memang sangat cerdik melebihi
manusia. Soalnya karena telah berpisah belasan tahun, pula
dalam gelap, seketika mereka belum mengenali Si Ie. Tapi
demi mendengar suara Si Ie tadi, segera mereka dapat
mengendus bau sobat lama yang sudah mereka kenal itu,
terus saja lenyap sifat buas mereka dan beramah tamah
dengan Kim Si-ih. Lebih-Lebih Kim Mo Soan yang betina,
karena dahulu ia pernah dilukai oleh Beng Sin Thong dan
lukanya itu dapat disembuhkan oleh Kim Si-ih, maka terhadap
Si Ie ia lebih-lebih akrab, terus saja ia mendekam dibawah
kaki Si Ie sambil menggosok-gosokkan tubuhnya.
Pada saat lain, sekonyong-konyong suara suitan aneh tadi
berjangkit lagi, Kim Mo Soan yang betina itu seperti terkejut,
terus melompat bangun, sedang Kim Mo Soan yang jantan
lantas berputar-putar disekitar Kim Si-ih sambil mengeluarkan
suara gerungan.
Si Ie mengerti bahwa suara suitan itu adalah perintah agar
kedua ekor Kim Mo Soan lekas menyerang pula padanya,
namun kedua binatang itu sudah kenal Kim Si-ih sebagai sobat
lama, mereka tidak mau menyerang lagi. "Ha.. ha.. rasanya
engkau tidak usah mencapekkan diri lagi sobat!" demikian Si
Ie sambil tertawa. "Perkenalanku dengan dengan mereka
mungkin jauh sebelum engkau berhubung dengan mereka!"
Dan baru selesai ucapannya itu, tiba-tiba sesosok bayangan
hitam melayang keluar dari dalam rimba yang lebat itu.
Melihat itu, hati Si Ie terguncang hebat sekali, tanpa
merasa badannya menjadi gemetar untuk sejenak, ia menjadi
terkesima saking kagetnya.
Sskilas itu hampir-hampir disangkanya arwah halus Le Seng
Lam telah muncul dihadapannya, sebab orang yang melayang
keluar itu memakai baju hitam, rambut panjang terurai sampai
diatas pundak, dipandang dari jauh, rupanya memper sekali
dengan keadaan Le Seng Lam dahulu.
Hanya sekejap saja orang itu sudah melayang sampai di
depan Kim Si-ih. Setelah tenangkan diri, barulah Si Ie dapat
melihat jelas bahwa orang itu masih muda dan bukanlah
wanita, tapi mukanya memang ada bebrapa bagian mirip Le
Seng Lam, pula memiara rambut panjang. Dandanannya
sangat aneh, pria bukan wanita pun tidak, Apabila Kim Si-ih
tidak mendengar nada suaranya, iapun mungkin akan
menyangka Le Seng lam yang menyamar sebagai lelaki.
Setelah berhadapan dengan Si Ie, orang itu memberi tanda
dengan lambaikan tangannya. Kedua ekor Kim Mo Soan itu
seperti mendapat pengampunan, cepat mereka
mengundurkan diri jauh-jauh.
"Jadi engkau inilah Kim Si-ih" kata orang itu dengan dingin.
Mendengar suara orang, kembali Kim Si-ih terkejut.
Suara orang itu ternyata melengking aneh mirip dua pelat
besi yang digosok dan mengeluarkan suara yang mengerikan.
Betapapun Si Ie tidak menduga bahwa orang yang mukanya
putih cantik bagai waniia ini bisa mengeluarkan suara yang
begitu menusuk telinga.
Dengan mata tak berkedip, Si Ie memandangi orang itu
dengan penuh rasa curiga. Ia coba tenangkan diri sebisanya
dan menjawab: "Benar, memang aku inilah Kim Si-ih. Dan
engkau sendiri siapa?"
Semakin dipandang. Si Ie semakin merasa orang itu mirip
Le Seng Lam. Cuma semakin dipandang iapun tambah yakin
bahwa orang itu mempunyai pula biji leher, bahkan bibirnya
tampak tumbuh beberapa lembar kumis yang jarang,
kesemuanya ini hanya terdapat pada kaum laki-laki. Pula
kedua kakinya yang besar itu terang berbeda daripada kaki
wanita yang umumnya kecil-kecil itu. "Usia orang itu
tampaknya baru 24 - 25 tahun saja.
Sebegitu jauh orang itu pun terus memandangi Kim Si-ih
dengan mata tak berkedip dan tidak menjawab pertanyaan
kembali Si Ie tadi.
Sekonyong-konyong hati Si Ie tergerak, pikirnya: "Jangan-
Jangan orang ini adalah saudaranya Le Seng Lam?"
Akan tetapi dugaan itu lantas dibantahnya sendiri, sebab Le
Seng Lam sendiri, semua anggota keluarganya telah dibunuh
habis oleh Beng Sin Thong, dari mana bisa muncul lagi
seorang familinya Le Seng Lam"
Selang sejenak, tiba-tiba pemuda baju hitam itu tertawa
aneh sekali, lalu katanya dengan dingin: "Hm, masakan
engkau tidak tahu siapakah aku" Aku adalah majikan daripada
kedua ekor Kim Mo Soan ini".
"Apa betul?" sahut Si Ie dengan tertawa: "Menurut
pendapatku, ucapanmu itu ada sedikit lubangnya, paling tidak
masih harus ditambah dengan satu kata lagi".
"Kata apa?" tanya orang itu sambil melirik hian.
"Harus ditambah satu kata "baru?" sahut Si Ie. "Paling
banyak engkau cuma boleh mengatakan sebagai majikan baru
dari kedua ekor Kim Mo Soan ini. Sudahlah, paling baik
marilah bicara secara blak-blakan, sapakah nama dan she
saudara yang terhormat, dimana kediamanmu dan mulai
kapan engkau datang ke pulau bergunung api itu untuk
menaklukkan ke dua ekor Kim Mo Soan" Dapatkah engkau
memberi penjelasan?"
"Hm, apakah sekarang juga engkau hendak menyelidiki
asal-usulku, Kim Si-ih?" sahut orang itu dengan tertawa
dingin. "Huh, masih agak terburu-buru Kim Si-ih" Apa kau
tidak kenal peraturan Kangouw lagi?"
"Betul, kau adalah tamu, aku adalah tuan rumah. Lebih dulu
aku harus menanya maksud kedatanganmu" ujar Si Ie. "Nah!
sekarang numpang tanya, mengapa baru ketemu engkau
lantas perintahkan Kim Mo Soan menyerang padaku" Ha.. ha..
untung mereka tidak turut perintahmu dan untung pula aku
dapat menaklukkan mereka. Kalau tidak, Wah... bila kepalaku
ini kena dicakar mereka mungkin sekarang aku tak bisa bicara
lagi tentang peraturan Kangouw dengan engkau."
"Apabila aku tidak suruh kedua Kim Mo Soan ini untuk
menguji engkau dulu, darimana aku dapat mengetahui engkau
adalah Kim Si-ih?" kata orang berbaju hitam itu dengan
tertawa. "Jadi sekarang engkau sudah tahu pasti aku adalah Kim Siih,
lalu apa kehendakmu?"
Sibaju hitam itu mendadak hentikan ketawanya, lalu
katanya dengan sungguh-sungguh: "Kim Si-ih, kita tidak perlu
omong yang tidak-tidak, pendek kata kau ingin tahu maksud
tujuan kedatangan ku, maka segera kukatakan dua jalan dan
boleh kau pilih sendiri"
"Hahaha." Si Ie terbahak. "Sudah berpuluh tahun aku
berkelana di Kangouw dan baru pertama kali ini aku
mendengar orang berkata padaku dengan nada demikian. Tapi
baiklah, cobalah katakan, ingin kutahu dua jalan bagaimana,
silahkan menerangkan!"
"Pertama." kata sibaju hitam itu dengan kalem, "kau ikut
aku ke Ci Lay San, biar aku akan menerima engkau sebagai
anak murid Thiana Mo Kau. Aku sendiri yang akan mengambil
sumpahmu dan mengangkat engkau sebagai Hong Hoat
Hiangcu (hulubalang pembela agama) dari agama kita"
Tak tertahan lagi Kim Si-ih tertawa terbahak-babak.
"Apa yang kau tertawakan?" semprot orang itu.
"Aku ingin tanya hal lebih dulu." sahut Si Ie. "Orang macam
apakah engkau didalam Thian Mo Kau" Wah. kalau
mendengar nada suaranya yang besar ini. seakan-akan
engkau inilah Thian Mo Kaucu sendiri?"
"Kau peduli siapa aku," kata orang itu dengan menarik
muka. "Asal kau sudah masuk Thian Mo Kau, dengan
sendirinya kau akan tahu siapa aku."
"Ya sudahlah, meski aku tidak tahu siapa engkau, tapi
paling tidak engkau sudah kenal siapa aku" ujar Si Ie tertawa.
"Dan oleh karena engkau adalah tokoh pimpinan dalam Thian
Mo Kau, dengan sendirinya engkanpun tahu siapa cakal-bakal


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari agama kalian itu."
"Sudah tentu aku tahu, untuk apa engkau bertanya?" sabun
orang itu mendongkol.
"Bagus, jika engkau sudah tahu," kata Kim Si-ih tertawa,
"Jikalau Thian Mo Kau kalian sudah pula menonjolkan Le
Kohnio serta mengangkatnya sebagai cakal-bakal, masakan
engkau tidak tahu cakal-bakal kalian itu pernah apanya Kim Siih
ini" Mengapa engkau berani bilang hendak menerima aku
sebagai anak murid" Hahahaha, tidakkah ucapanmu itu terlalu
sombong membual?"
"Hmmm." jengek orang itu tiba-tiba lalu katanya dengan
gusar, "Kim Si-ih, perkataanmu inilah yang benar-benar
sombong dan memutar balikkan persoalan"
"Aneh, sungguh aneh, mengapa malah aku yang
disalahkan?" sahut Si Ie tercengang.
"Aku ingin tanya padamu lebih dulu" kata pemuda baju
hitam itu. "Kau anggap Le Kohnio sebagai apamu" Coba
terangkan!".
"Hmm, pakal "anggap' apa segala! Le Kohnio adalah
isteriku, tahu!" sahut Si Ie.
"Ya, tentang kisah roman kalian, setiap orang dijagat ini
cukup tahu dan siapa tak tahu pala bahwa cinta Le Kohnio
padamu sangat mendalam" Tetapi engkau sendiri justru
berhati palsu dan menipunya! sebabnya engkau mau
memperistrikannya tiada lain maksud tujuanmu adalah ingin
menolong jantung hatimu yang lain. Hmm... Kau telah
meracuni dia hingga mati, tapi kau masih ada muka untuk
mengaku-aku dia sebagai isteri!"
Ucapan orang itu setiap katanya sebagai pisau yang
menikam perasaan Si Ie.
Harus diketahui bahwa sejak terjadinya tragedi dalam cinta
kasih antara Kim Si-ih dan Le Seng Lam, meski semua
kawannya Si Ie hampir semua dapat memahami perasaannya
dan tidak simpatik pada Le Seng Lam, tapi Kim Si-ih sendiri
justeru merasa pedih karena merasa berdosa pada Le Seng
Lam. (Tentang kisah cinta Kim Si-ih dengan Le Seng Lam yang
berakhir dengan mengenaskan akan di ceritakan secara
ringkas dalam buku tersendiri)
Kini pemuda baju hitam itu mutlak berdiri dibelakangnya Le
Seng Lam dan menuduh kesalahannya, sedangkan katakatanya
begitu tajam dan menusuk perasaannya, karuan ia
terguncang dan sedih sekali.
Dengan sorot mata yang tajam pemuda baju hitam itu terus
menatap Kim Si-ih. Lewat sebentar barulah perasaan Si Ie
dapat tenang kembali, lalu katanya dengan suara parau
"tentang hubunganku dengan Le Seng Lam orang luar susah
untuk memahaminya, lebih-lebih mengenai perasaanku
padanya takkan mungkin diketahui orang luar. Pendek kata di
masa hidupnya dia adalah isteriku, sesudah meninggal dia
tetap isteriku!"
"Baiklah, sementara aku anggap dapat mempercayai
keteranganmu", ujar pemuda baju hitam itu dengan ketawa
dingin. "Tapi jikalau engkau sudah mengaku beliau sebagai
isteri sedangkan kami telah mendirikan Thian Mo Kau sesuai
cita-cita yang ditinggalkan olehnya, sebaliknya mengapa
engkau memandang hina malah pada kami" Umpama kalau
engkau masuk menjadi anak murid Thian Mo Kau, apakah itu
berarti merendahkan derajatmu" Hm, sebabnya kami bersedia
menerima kau menjadi anggota itu justeru memberi
kesempatan padamu untuk memperbaiki kesalahanmu dan
sekedar menebus dosamu. Selanjutnya engkau harus berjasa
bagi agama dan barulah engkau dapat mempertanggung
jawabkan apa yang kau utarakan tadi kepada Le Cocu! Tapi
sekarang aku sendiri hendak menyadarkan kau, namun malah
dianggap sebagai lelucon oleh kau, bukankah itu keterlaluan?"
Apabila Kim Si-ih masih muda, mungkin kata-kata itu akan
mempengaruhi perasaannya. Tapi kini, Kim Si-ih sudah bukan
Kim Si-ih yang dulu lagi. Dia telah dapat mengatasi guncangan
perasaannya sendiri, dan sesudah didamprat dan dimaki oleh
pemuda baju hitam itu pikirannya menjadi sadar malah.
Mendadak ia berseru: "Diantara kalian tiada seorangpun yang
lebih kenal Le Kohnio daripada aku. Jika dia masih hidup,
tidak... tidak nanti dia mendirikan aliran Thian Mo Kau apa
segala! Soal kalian mengangkat dia sebagai cakal bakal, itu
adalah urusan kalian sendiri dan aku tidak ambil pusing. Bila
ingin aku juga mengekor sepak terjang kalian itulah jangan
harap!" Wajah pemuda baju hitam berubah segera, katanya dengan
dingin "Jika begitu, terpaksa aku memberikan jalan lain
padamu." "Baiklah, jalan apa" silahkan bicara," sahut Si-ih.
"Hahaha, masa kau masih perlu tanya?" kata pemuda itu
dengan suara ketawanya yang melengking aneh "Jalan itu tak
lain tak bukan adalah jalan kematian"
Si-ih menjadi gusar, namun ia masih bisa sabarkan diri,
sahutnya: "Biarpun jalan kematian juga akan kuterobos"
Dan belum lenyap suaranya, sekonyong-konyong dua titik
cahaya hijau gilap terus menyambar ke arahnya secepat kilat.
Ternyata pemuda baju hitam itu sudah melolos keluar
sepasang Giok Jio (penggaris kemala), dan segera menutuk ke
Hiat To berbahaya di tubuh Kim Si-ih.
Cepat Si-ih gunakan gerakan Hong sau Lok Hoa (Angin
Puyuh Menyapu Bunga), ia berkelit ke samping.
Tak tersangka serangan pemuda baju hitam ternyata cepat
luar biasa, sekali menusuk tidak kena, menyusul serangan
kedua dan ketiga terus memberondong pula tanpa berhenti
sedikitpunTerpaksa
berulang-ulang Kim Si-ih menggunakan beberapa
gerakan untuk menghindar.
Walaupun tidak kena diserang musuh, tapi untuk sesaat itu
iapun tak bisa melepaskan diri dari rangsakan orang. Yang
mengherankan ialah Thian Lo Poh Hoat yang sangat bagus itu
tampaknya juga dipahami oleh pihak lawan- Langkah-langkah
pemuda baju hitam juga menurutkan perhitungan Pat Kwa
dan selalu berebutan tempat dengan Kim Si-ih. Maka sejak
mulai, ke dua batang Giok Jio itu seakan-akan selalu
membayangi punggungnya Si-ih.
sebenarnya Si-ih tiada pikiran untuk bermusuhan dengan
pemuda itu, tapi karena didesak terlalu kencang, betapapun ia
naik darah juga. Tiba-tiba ia bersuit panjang sekali, lalu
serunya: "Aku sudah cukup mengalah 10 jurus padamu, dan
karena engkau masih belum tahu diri, biarlah giliranku
sekarang balas menjajal kepandaianmu".
Habis berkata, sekonyong-konyong ia menjentik ke
samping, ia telah keluarkan semacam ilmu silat tinggi ajaran
Budha, It Ci Sian Kang.
It Ci sian Kang (Tenaga sakti Jari Tunggal), yang
diutamakan adalah tenaga murni dari Lwekang bergabung
dengan kekuatan jari. sekalipun batu, asal kena diselentik,
tentu juga akan remuk. Namun Si-ih tiada maksud buat
mencelakai jiwa pemuda itu, makanya dia hanya
menggunakan tiga bagian tenaganya saja.
Dalam perhitungan Kim Si-ih, oleh karena sepasang Giok Jio
lawan itu tentunya tidak berat, asal kena selentikannya itu,
paling tidak senjata lawan itu juga akan terpental dari cekalan
Siapa duga begitu jarinya menempel senjata lawan,
sekonyong-konyong dari Penggaris Kemala orang itu terasa
ada suatu arus tenaga yang maha kuat terus mendesak ke
arahnya. Maka terdengarlah suara creng sekali. Pemuda baju
hitam itu tergetar mundur tiga langkah, sebaliknya tangan Kim
Si-ih juga terasa pegal kesemutan.
Dalam kejutnya segera Kim Si-ih menjadi sadar juga, Ah,
kiranya senjatanya itu adalah Hay Te Han Giok.
Dahulu Kiau Pak-beng telah mewariskan tiga macam benda
pusaka, satu di antaranya adalah sebuah Giok Kiong (Busur
Kemala). Busur itu adalah buatan dari Hay Te Han Giok (Batu
Kemala Dingin Dasar Lautan).
Kadar Han Giok yang diperoleh dari dasar lautan itu sangat
keras dan antap. Mungkin ratusan kali lebih berat daripada
bobot kemala biasa dari ukuran yang sama besarnya. sebab
itu, dahulu sebelum Kim Si-ih melatih ilmu silat dalam kitab
pusaka warisan Kiau Pak-beng, ketika berjalan memanggul
Busur Kemala, ia menjadi kewalahan dan megap-megap
napasnya. Tapi kini Kim Si-ih sudah berhasil meyakinkan ilmu
silat tunggal yang tiada tandingannya, cuma tenaga yang
dikerahkannya tadi hanya sebagian kecil saja, maka tangannya
ikut terasa pegal.
Sebaliknya pemuda baju hitam itupun bersuara heran,
rupanya ia telah kenal betapa lihaynya Kim Si-ih. Tapi dia
masih belum kapok, bahkan semakin ganas. secepat angin
kembali ia merangsang maju. Penggaris Kemala diangkat,
segera kemala Kim Si-ih hendak diketoknya.
Diam-diam Si-ih menjadi ragu-ragu, pikirnya: "Pemuda ini
terang berasal dari Hwe san TO. Hal ini tidak perlu diragukan
lagi. Cuma entah apa sangkut-pautnya dengan keluarga Le?"
Sebabnya Si-ih berpendapat begitu, kiranya selain pemuda
itu memiliki sepasang Giok Jio, ilmu silatnya juga agak mirip
dengan ajaran Le Hun-kui, itu pamannya Le seng-lam yang
pernah hidup merana di pulau gunung berapi itu.
Maka Si-ih tidak berani memandang rendah lagi lawannya
itu, tapi iapun tidak ingin melukainya. ia sudah menjajal
lwekang pemuda itu. Meski tidak rendah kepandaiannya,
namun kalau dibandingkan dirinya masih jauh untuk bisa
melawan- Maka ia menggunakan It ci sian Kang lagi, tapi
tenaganya jauh lebih kuat daripada tadi.
Sekali selentikannya ini telah mengeluarkan suara
mendengung yang mengilukan. Pemuda itu tampak
menggeliat mundur dua tindak. sekonyong-konyong ke dua
Giok Jio-nya bergerak, tahu-tahu iapun menggunakan Thian
Lo Poh Hoat untuk merangsak maju. Ke dua Giok Jio tampak
gemerlapan dan terus menutuk ke 13 Hiat To penting di tubuh
Kim Si-ih. Si-ih sudah mahir ilmu-ilmu silat tertinggi baik dari aliran sia
maupun aliran Cing. Lebih-lebih dalam hal ilmu Tiam Hiat,
boleh dikata merupakan kepandaiannya yang paling
sempurna, tiada seorangpun di dunia ini yang dapat
menandinginya. Tapi kini demi nampak pemuda itu
mengeluarkan ilmu tutukan Hui Jio Keng sin (Penggaris
Terbang Kejutkan Malaikat), mau tak mau ia menjadi
terkesiap. Hui Jio Keng sin itu adalah semacam ilmu Tiam Hiat dari sia
Pay yang paling aneh dan lihay. Dahulu waktu Si-ih
menghadiri perjamuan yang diadakan Congkoan (Kepala
Pengurus Istana), Go Hong-ko, di sana ia pernah kebentrok
dengan ke dua saudara Ni yang jaman itu terkenal sebagai
jago nomor satu ahli Tiam Hoat. Dengan dua pasang potlot
baja ke dua saudara Ni itu mereka telah tempur Kim Si-ih
hingga ratusan jurus. Dengan susah payah akhirnya Si-ih
dapat mengalahkan mereka, tapi tidak urung ia sendiripun
terluka sedikit.
Kini dilihatnya gerak tipu Tiam Hiat pemuda baju hitam ini
persis sangat mirip dengan ilmu Tiam Hiat dari ke dua saudara
Ni. Meski dia cuma dua tangan, tidak seperti ke dua saudara
Ni yang mempunyai dua pasang tangan dan sekaligus bisa
menutuk delapan Hiat To penting, namun Lwekang pemuda
baju hitam terang lebih tinggi dibandingkan dengan gabungan
ke dua saudara Ni itu Bahkan sepasang Giok Jio itupun
sekaligus dapat menutuk 13 tempat Hiat To.Jadi kalau
dibandingkan ke dua saudara Ni itu malah kalah setingkat
daripada pemuda ini.
Karuan Si-ih bertambah sangsi, pikirnya lebih jauh: "Usia
orang ini masih begini muda, mengapa ilmu silat yang
dipelajarinya sudah begitu tinggi dan macam-macam pula.
sampai ilmu Tiam Hiat dari keluarga Ni yang tidak pernah
diajarkan kepada orang luar itu juga telah dipahaminya
dengan baik. Bahkan banyak pula tambahan tipu-tipu
serangan baru.apa mungkin pemuda inipun sudah
memperoleh inti dasar melatih ilmu silat yang paling tinggi
hingga sebala apa kalau dilihatnya lantas bisa?"
Dalam pada itu si pemuda baju hitam masih terus
merangsang dengan cepat, tampaknya ke 13 Hiat To penting
di badan Kim Si-ih sudah terancam di bawah Giok Jio-nya.
paling tidak satu- dua Hiat To di antaranya pasti akan kena
ditutuk olehnya.
Tak tersangka, justru pada saat berbahaya itu, tiba-tiba Kim
Si-ih bergerak, tahu-tahu dari berbagai penjuru penuh
bayangan Tok Jiu Hong Kay dan serentak balas menyerang
dari berbagai jurusan.
Sebenarnya sebelumnya pemuda itu sudah tahu Kim Si-ih,
si pengemis gila bertangan keji itu sangat lihay. cuma sebelum
bergebrak. belum terasa jeri dibenaknya. Baru sekarang
sesudah dihadapi dengan bayangan-bayangan Kim Si-ih sekian
banyaknya hingga kabur pandangannya, ia merasa kaget dan
bingung kemana harus menangkis serangan yang
sesungguhnya"
Kepandaian Kim Si-ih sekarang berpuluh kali lebih tinggi
dari dulu. Kalau di mau mematahkan ilmu Tiam Hiat pemuda
itu, boleh dikata terlalu mudah baginya. Cuma aneh, entah
mengapa, sesudah melihat pemuda baju hitam ini, ia menjadi
seperti tidak tenteram perasaannya. Ia ragu-ragu pemuda ini
boleh jadi ada hubungan apa-apa dengan Le seng-lam. sebab
itulah, di kala turun tangan tanpa merasa ia menjadi tidak
sungguh-sungguh menyerang. Dari seluruh tenaganya cuma
tujuh bagian saja yang dikeluarkan
Creng, tiba-tiba terdengar suara mendering sekali bagai
gesekan biola yang cepat. sekonyong-konyong pemuda itu
melompat ke atas dan berjumpalitan sekali di udara. Dari atas
terus saja ia menukik ke bawah.
Ginkang pemuda itu ternyata sangat lihay, belum lagi
menurun, ke dua Giok Jio terus diputar. ia menggunakan tipu
serangan baru yang sama sekali berlainan dengan tadi. Giok
Jio sebelah kiri mendadak berubah seperti serangan pedang
dan menusuk ke tulang pundaknya Kim Si-ih. sedangkan Giok
Jio sebelah kanan tetap dipakai sebagai Boan Koan Pit untuk
menutuk tujuh Hiat To penting. oleh karena ia menubruk dari
atas, maka daya tekanannya menjadi lebih kuat.
Kim Si-ih sudah menggunakan tujuh bagian dari tenaganya
untuk menjentik Giok Jio pemuda itu dengan it ci sian Kang
dan melihat pemuda itu masih sanggup menahan, bahkan
sekali jumpalitan di atas udara terus menubruk pula ke


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arahnya, tentu saja Kim Si-ih terkejut dan heran, pikirnya:
"Dengan usia semuda ini, tapi Lwekang-nya sudah sekian
tingginya, tampaknya tidak di bawahnya Bun-tocu itu."
Dan pada saat itu juga, tiba-tiba terdengar suara Kang Lam
sedang berseru dari kejauhan: "Kim-tayhiap. di manakah
engkau" Apa engkau pergoki ke dua ekor binatang itu?"
Kiranya orang-orang di dalam Hian Li Koan menjadi kaget
terjaga dari tidur mereka oleh gerungan-gerungan Kim Mo
soan tadi. Beramai-ramai Kang Lam dan lain-lain lantas
memburu keluar.
Dalam pada itu ke dua Giok Jio pemuda baju hitam sudah di
atas kepala Kim Si-ih. kalau kena diserang, terutama Giok Jio
yang mengarah ke tulang pundak itu, paling tidak pasti akan
cacat untuk selamanya. Dan ketika melihat Kim Si-ih sama
sekali tidak menghindar dan tidak balas menyerang pula,
pemuda itu menjadi heran dan tercengang. Namun ia hanya
ragu-ragu sejenak. habis itu terus ia membentak lagi: "Kena"
serangannya tetap diteruskan.
Tak tersangka bahwa Kim Si-ih memang sengaja
membiarkan tubuhnya diserang, karena ia sudah berhasil
meyakinkan ilmu weduk Kim Kong Put Hoay sin Kang
Jangankan cuma pemuda baju hitam ini, sekalipun Le senglam
hidup kembali juga belum tentu dapat melukainya.
Dalam pada sekejap itulah, plak, pundak Kim Si-ih telah
kena dijejoh oleh Giok Jio pemuda baju hitam. Namun Kim Siih
dapat merasakan bahwa tenaga yang digunakan pemuda itu
juga tidak seluruhnya dilontarkan. pikirnya: "Kiranya dia tiada
maksud mematikan aku, hanya omongannya saja yang
bengis." Sebaliknya karena serangannya tak mempan melukai Kim
Si-ih, barulah sekarang pemuda itu tahu gelagat jelek. Dan
sedang dia terkejut, dengan cepat luar biasa tahu-tahu Kim Siih
telah membentak: "Lepas tangan" secepat kilat ke dua Giok
Jio pemuda baju hitam telah direbutnya.
Pemuda itu terkesima sejenak, habis itu ia lantas putar
tubuh hendak lari. Namun belum berapa langkah jauhnya, Kim
Si-ih sudah menyusul sampai di belakangnya dan menepuk
pelahan di pundaknya.
"Bagus, Kim Si-ih. Biarlah kuserahkan jiwaku ini" teriak
pemuda baju hitam itu dengan gusar. Berbareng ia terus
membalik tangannya dan menghantam. Ia menyangka Kim Siih
tidak mau melepaskannya, maka ia telah nekad hendak
mengadu jiwa. Tak terduga baru saja tangannya dipukulkan, tahu-tahu
terasa sesuatu benda dingin telah dijejalkan ke dalam
genggamannya. Kiranya Kim Si-ih telah kembalikan ke dua
Giok Jio ke dalam tangannya.
Kembali pemuda itu tercengang, ia dengar Kim Si-ih sedang
berkata: "Nah, pergilah sekarang selanjutnya jangan engkau
bikin onar lagi ke Bin-san sini. Bila ketemu aku lagi, tentu aku
tidak sungkan-sungkan lagi padamu."
Pemuda itu melotot gusar sekejap pada Kim Si-ih,
mendadak ia bersuit keras sekali, ke dua ekor Kim Mo soan
tadi lantas lari mendekati. sekali memberi tanda, pemuda itu
lantas menunggang ke atas cunggung seekor Kim Mo soan di
antaranya sebagai kuda. Lalu dilarikan secepatnya ke depan
dan menghilang dalam sekejap saja.
Sedang Kim Si-ih termangu-mangu menyaksikan kepergian
pemuda itu, tiba-tiba telinganya seperti dibisiki orang: "Kim Siih,
engkau tipis budi dan berhati palsu tapi berani berlagak
manusia baik-baik. Hm, tidak kenal malu. sejak kini,
permusuhan kita sudahlah terjadi dengan pasti."
Itulah suaranya pemuda baju hitam itu dengan ilmu
mengirimkan gelombang suara.
Dari kata-katanya itu, agaknya pemuda itu sebabnya
dendam pada Kim Si-ih adalah karena penasaran bagi
kematiannya Le seng-lam. Karena itulah, meski Si-ih tidak mau
melukainya, namun dia tetap memandang Si-ih sebagai
musuh. Si-ih menjadi muram, pikirnya: "Demi seng-lam, selama
hidup aku tidak menikah lagi. siapa duga di mata orang luar
aku masih tetap dipandang sebagai seorang yang tidak kenal
kebajikan." ia menjadi heran pula mengapa pemuda baju
hitam ini sedemikian dendam padanya. Apa benar-benar dia
ada hubungan rapat dengan Le seng-lam" Tapi yang sudah
jelas adalah seluruh anggota keluarganya Le seng-lam sudah
mati semua. darimana mendadak bisa muncul seorang sanak
keluarganya lagi"
Dalam pada itu suara seruan Kang Lam terdengar pula dan
baru sekarang Si-ih sempat menyahutnya. Tidak lama, Kang
Lam, Kok Ci hoa, Lok Eng-ho dan lain-lain tampak berlari
mendatangi. Melihat Kok ci-hoa, dalam benak Kim Si-ih tiba-tiba
terbayang pula wajahnya Le seng-lam yang seakan-akan
sedang mengejek padanya. Entah mengapa, Si-ih merasa
malu diri, seakan-akan dirinya memang berdosa terhadap
gadis itu. "Kim-tayhiap. apakah engkau ketemukan ke dua binatang
aneh itu?" terdengar Eng-ho lantas menanya. "Dari jauh kami
seperti mendengar suara pertempuran di sini?"
"Ya, ke dua Kim Mo soan itu ternyata memang benar
kenalanku yang dulu. Bahkan aku sudah bertemu dengan
majikan mereka." sahut Si-ih sesudah tenangkan diri
"siapakah orang itu?" tanya Ci-hoa cepat.
Si-ih menggelengkan kepala mengunjuk rasa tidak
mengerti, katanya: "orang itu adalah tokoh Thian Mo Kau. Dia
kenal padaku, tapi aku tidak kenal dia. Tapi dia sudah
kukalahkan, selanjutnya dia tak akan datang ke sini lagi."
Mendengar keterangan itu, Eng-ho, Eng-kiat dan lain-lain
menjadi lega. Hanya Kok Ci-hoa yang merasa sikap Kim Si-ih
tadi agak aneh, diam-diam ia merasa sedih.
"Biarlah besok juga aku bersama Kang Lam pergi ke Ci Lay
san mereka," kata Kim Si-ih kemudian-
"Mengapa tergesa-gesa" sungguh aku ingin kalian bisa
tinggal beberapa hari lagi di sini," ujar ci-hoa. Tapi ia segera
berkata pula dengan tertawa: "Tapi, ya, Kang Lam yang
kehilangan puteranya tentu kelabakan setengah mati, maka
akupun tidak berani menahan kalian- Biarlah kelak kalau kalian
sudah berhasil menyelamatkan anak itu, kita masih bisa bicara
lagi lebih jauh."
Kemudian Eng-kiat lantas memberi-tahu: "Thia-suheng baru
saja kembali dari pemeriksaannya ke sekitar Yok ong Bio sana.
Banyak bangkai harimau yang mereka temukan, tapi
tengkorak harimau-harimau itu sudah kosong, otak dan
jerohannya sudah hilang semua. Menurut dugaan, tidak
mungkin ke dua ekor Kim Mo soan itu dapat makan sekian
banyaknya. pula rumput beracun untuk menjebak binatang
yang biasa ditanam para pemburu di pegunungan ini ternyata
juga sudah diambil orang semua. maka bukan mustahil bahwa
orang itu sengaja hendak mengambil rumput obat itu beserta
otak harimau dan sebagainya untuk ramuan obat racun apaapa."
Dan kini Kim-tayhiap mengetahui bahwa orang itu
adalah tokoh Thian Mo Kau, maka dugaan tadi menjadi lebih
dekat lagi. "Thian Mo Kau memang biasa mencelakai orang dengan
racun-" ujar Lok Eng-ho. "Kim-tayhiap. kepergianmu ke Ci Lay
san nanti, mumpung kekuatan mereka masih belum seberapa,
hendaklah engkau sapu bersih saja seluruhnya."
Si-ih memikir sejenak. lalu katanya: "Biarlah nanti aku akan
melihat gelagatnya dulu sesudah sampai di Ci Lay san."
Namun Kok ci-hoa lantas berkata: "Benar, meski Thian Mo
Kau tergolong kaum hitam, tapi betapapun juga belum kentara
berbuat kejahatan yang menyolok dan belum waktunya untuk
dibasmi. Biarlah kita melihat dulu bagaimana tindak-tanduk
mereka selanjutnya."
Mendengar sang ketua sudah bicara begitu, terpaksa Lok
Eng-ho tidak enak untuk buka suara pula.
Diam-diam Kim Si-ih memuji juga atas kebijaksanaan Kok
ci-hoa yang bisa berpikir panjang itu. Meski Kim Si-ih tidak
suka kepada Thian Mo Kau, tapi juga tiada rasa benci yang
istimewa. Meski dia tidak percaya pendirian Thian Mo Kau itu
adalah cita-cita tinggalan Le seng-lam, tapi ia tidak dapat
meragukan hubungan apa-apa di antara tokoh-tokoh Thian Mo
Kau itu dengan Le seng-lam.
Maka esok paginya Kim Si ih dan Kang Lam lantas mohon
diri untuk berangkat. Kok Ci-hoa sendiri menghantar mereka
keluar kuil. Kata Kim Si-ih: "Perjalananku ini kalau lancar
hasilnya dan dapat mencari kembali anaknya Kang Lam, tentu
aku akan mengirim kabar padamu dengan perantaraan
anggota Kay Pang. Habis itu kami beramai aka datang kemari
untuk membantu engkau memecahkan rahasia asal-usul
Tiong-lian. Cuma mungkin akan makan tempo agak lama.
Boleh jadi setengah tahun lagi baru kita bisa berjumpa pula."
"Biarpunjauh di mata, asal dekat di hati. Perpisahan cuma
setengah tahun saja, buat apa mesti kita sesalkan?" demikian
sahut Ci-hoa. "Si-ih, setelah bertemu lagi kali ini, aku merasa
engkau sudah banyak lebih masak daripada dulu. Maka aku
sangat lega. Cuma aku masih ada beberapa kata yang ingin
kubicarakan padamu."
"Aku justru inginkan nasihatmu dalam perpisahan ini,"
sahut si- h dengan tertawa.
"Si-ih, apa yang sedang engkau pikirkan saat ini?" tiba-tiba
Ci-hoa bertanya.
Karuan Si-ih tertegun, tapi segera jawabnya: "Kuharap
semoga engkau melupakan apa yang telah lalu dan lebih
banyak memikirkan apa yang akan datang."
"Bagus jika begitu," ujar ci-hoa tertawa. "Kuharap semoga
engkau melupakan ialah cara bagaimana nanti harus
menolong anaknya Kang Lam?"
Wajah Si-ih menjadi merah. Baru sekarang ia paham apa
maksud Ci-hoa sebenarnya. semalam ia tak bisa pulas justru
karena memikirkan Le seng-lam di masa lalu. Maka apa yang
dikatakan Kok ci-hoa barusan, boleh dikata tepat sekali telah
membongkar rahasia hatinya.
Ci-hoa menengadah, lalu katanya pula: "Lihatlah gumpalan
awan di langit itu Tadi sang surya tertutup oleh awan dan
cuaca mendung. Tapi kini awan mendung itu sudah berlalu.
Cuaca sudah terang kembali. sekalipun awan mendung dapat
menghalangi sinar matahari, namun itu cuma untuk sementara
saja, toh akhirnya tentu terbit terang. maka semoga hatimu
pun demikian halnya."
"Hai, hai Apa yang kalian bicarakan selalu seperti main
cangkeriman saja, sama sekali aku tidak paham" demikian
Kang Lam menggembor.
Namun Si-ih seperti tersadar oleh apa yang diucapkan Kok
Ci-hoa tadi, sahutnya: "Kata-kata emasmu ini akan kuingat
selamanya. Terima kasih" Tapi apakah bayangan gelap dalam
hati yang mirip awan mendung itu dapat lenyap begitu saja, ia
send iripun sama sekali tidak tahu.
Begitulah dengan perasaan masgul Kim Si-ih turun dari Binsan
bersama Kang Lam. Tiga hari kemudian, tibalah mereka di
kota Boan Liong Tin yang terletak di sebelah barat Ci Lay San-
Di situlah Ki Hau-hong berjanji akan bertemu dengan Kang
Lam. "Kim-tayhiap, kita telah datang sehari lebih siangan," kata
Kang Lam dengan tertawa. "Waktu berpisah dengan aku, Kitoako
berjanji untuk bertemu disini 10 hari lagi. Dan kini baru
hari kesembilan- Tahu begitu, kita lebih baik tinggal sehari lagi
diBin-san saja. Karena urusanku, pertemuanmu dengan Koklihiap
dalam waktu singkat harus berpisah lagi."
"Ah, lambat atau cepat toh kita harus datang ke sini dan
datang lebih cepat lebih baik daripada datang terlambat," ujar
Si-ih. "Bukan mustahil Ki-toako mu itu kini sudah kembali dari
Ci Lay San-"
Boan Liong Tin itu tidak besar, sesudah mengelilingi kota
itu, cuaca sudah mulai gelap. Maka berkatalah Kim Si-ih:
"Apabila Ki Hau-hong berada di kota ini, tentu dia akan datang
mencari kita. Tampaknya dia belum lagi kembali. Biarlah kita
sementara menginap semalam di sini. Apabila besok pagi dia
belum muncul, kita lantas pergi ke Ci Lay San"
Begitulah mereka lantas menginap di hotel satu-satunya di
kota itu. oleh karena terlalu lelah, sehabis makan terus saja
Kang Lam tertidur. sebaliknya Kim Si-ih yang masih masgul itu
tidak dapat pulas. sampai tengah malam, mendadak ada suara
orang mengetuk pintu.
Cepat Kang Lam terjaga bangun dan berseru: "He, Ki-toako
yang telah datang"
Diam-diam Si-ih merasa heran, sebab dari suara tindakan
orang di luar itu, kedengarannya tidak terdiri dari seorang
saja. segera Kang Lam melompat turun untuk membukakan
pintu. Maka tertampaklah dua orang memayang Ki Hau-hong
sudah berada di depan pintu situ. sedang Kang Lam
terperanjat, terdengar Ki Hau-hong sudah berseru dengan
suara parau: "Kim-tayhiap. kiranya memang benar engkau
sudah datang. Aku menjadi lega atas kedatanganmu ini dan
bolehlah kalian pergi saja" Ucapan terakhir itu ditujukan
kepada dua orang yang memayangnya itu.
Pada badan Ki Hau-hong tiada noda darah juga tiada tandatanda
terluka. Tapi dari suaranya yang parau dan berat itu,
terang tenaga ia lemah dan terluka parah. Waktu Kang Lam
memperhatikan lebih lanjut, kiranya ke dua orang yang
memayang Ki Hau-hong itu adalah murid-muridnya, yaitu
orang-orang yang pernah menyamar sebagai prajurit di kota
sin-an ketika Ki Hau-hong menggunakan tipu sebagai perwira
untuk merampas harta pusaka yang dibawa Bun-kongcu.
Dalam pada itu, ke dua orang itu lantas bertindak pergi
dengan tergesa-gesa.
Melihat keadaan Ki Hau-hong itu, mau tak mau Kim Si-ih
menjadi ragu-ragu, pikirnya: "Musuh lihay macam apakah
yang telah dia temukan?" Harus diketahui bahwa sebabnya Ki
Hau-hong lekas-lekas suruh ke dua muridnya pergi, terang
adalah kuatir kalau musuh menguntit ke situ dan Kim Si-ih
akan repot melindungi orang banyak. sebagai seorang
kawakan Kang-ouw, dengan sendirinya Si-ih paham akan
maksud Ki Hau-hong itu.
Dalam pada itu, tubuh Ki Hau-hong sudah agak
sempoyongan. Belum lagi dia bisa ajak bicara pada Kang Lam,
hampir-hampir ia jatuh terduduk. Lekas-lekas Kang Lam dan
Kim Si-ih memeganginya dan merebahkannya ke atas ranjang.


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika Si-ih memeriksa nadi Ki Hau-hong dan terasa
denyutnya lemah, Kim Si-ih menjadi kuatir.
"Di manakah letak luka sebenarnya?" tanya Kang Lam
cepat. Kim Si-ih tidak menjawab, tapi ia baliki tubuh Ki Hau-hong
dan cepat merobek bajunya, maka tampaklah dengan jelas di
tengah punggung Ki Hau-hong terdapat suatu bekas tapak
tangan yang terang.
Kang Lam terkejut, sebaliknya Kim Si-ih menjadi gusar,
teriaknya: "Kiranya adalah perbuatan keparat itu lagi"
"siapa?" tanya Kang Lam.
"siapa lagi yang mampu melukai Ki-toako hingga
sedemikian rupa?" sahut Kim Si-ih. "Ialah Bun-tocu itu Kitoako
telah terkena HiatJin In, semacam ilmu tunggalnya yang
lihay." segera Kim Si-ih menggunakan ke dua tangannya menahan
kencang di atas cunggung Ki Hau-hong. ia gunakan Lwekang
sendiri yang tinggi untuk membantu menyembuhkan luka
kawan itu. Betapa tingginya Lwekang Kim Si-ih saat itu boleh
dikata selisih tidak jauh dengan Teng Hiau-lan dari Thian-san.
Maka terasalah oleh Ki Hau-hong ada semacam hawa hangat
mengalir ke seluruh tubuhnya dengan nyaman sekali. Tidak
terlalu lama, darah yang tadinya membeku itu lantas dicairkan.
Meski badannya masih sakit, namun sudah jauh lebih segar.
Ki Hau-hong sendiri membawa juga siau Hoan Tan,
semacam pil mujijat buatan siau Lim si yang dulu dia curi
bersama-sama dengan kitab cusaka berbagai golongan itu.
setelah semangatnya agak pulih, segera ia suruh Kang Lam
mengambilkan obat itu dalam bajunya dan memakannya tiga
butir. Khasiat siau Hoan Tan itu adalah memulihkan semangat
dan menambah tenaga. Ditambah lagi Ki Hau-hong mendapat
bantuan Lwekang dari Kim Si-ih, maka tiada satu jam
kesehatannya sudah pulih seperti sedia kala. Maka iapun
dapat menceritakan pengalamannya ketika mengunjungi ci Lay
san- "Baru malam kemarin dulu aku datang ke Ci Lay san sana,"
demikian tutur Ki Hau-hong. "Dahulu aku pernah diundang
Thian Mo Kaucu. sudah pernah satu kali aku mengunjungi
pegunungan itu cuma waktu itu ke dua mataku ditutup
dengan kain. Namun bagiku yang sudah biasa melakukan
pekerjaan di waktu malam, maka jalanan di situ diam-diam
sudah kuingat dengan baik. Namun demikian aku juga mesti
mencari kian kemari dan dengan susah payah akhirnya dapat
juga aku mencapai sarang mereka. Tatkala itu sudah lewat
tengah malam. Sarang Thian Mo Kau itu tidak terhitung besar, tapi juga
ada ratusan rumah. Aku mengelilingi sarang mereka itu hingga
fajar menyingsing, tapi hasilnya nihil. Keponakanku yang
kucari tidak ketemu, bahkan bayangan Thian Mo Kaucu itupun
tidak kelihatan- Cuma, menurut kebiasaan pencuri, lebih dulu
harus menghapalkan jalan dulu sebelum menggerayangi
sasaran yang dituju. Maka waktu semalam itu juga tidak
terbuang percuma, paling tidak aku sudah hapal benar
tempatnya. siangnya aku bersembunyi di lereng gunung,
malamnya kau pergi ke sana lagi. Dan sekali ini usahaku
ternyata tidak sia-sia"
"siapa yang engkau temukan?" tanya Kang Lam tidak sabar
lagi. "Ketemu Thian Mo Kaucu sendiri," sahut Ki Hau-hong.
"Rupanya ia baru pulang dari kepergiannya. Aku bersembunyi
di atas pohon di luar jendelanya dan mendengar dia sedang
menanya seorang pelayannya: selama beberapa hari ini,
apakah bocah itu tidak nakal" Pelayan itu menjawab: Bocah
itu terhitung alim juga, selama ini tidak rewel dan tidak nakal.
Malahan terus melatih ilmu yang engkau ajarkan padanya.
Dengan tertawa Thian Mo Kaucu itu berbicara lagi: Hm, anak
itu memang mengenangkan jauh berbeda dengan ayahnya
yang ceriwis, malahan anak ini sangat pendiam. Waktu datang
mula-mula masih ribut-ribut mencari ayah-bundanya. Tapi
lambat-laun menjadi biasa juga tinggal di sini. cuma sayang
aku tak bisa menahan dia di sini selamanya. Lambat atau
cepat tentu juga akan dikembalikan kepada ayahnya. Hahaha,
adik cilik, tampaknya iblis wanita itu ternyata sangat suka
pada puteramu"
Kang Lam tertawa senang, sahutnya: "Emangnya, bukanlah
aku memuji anak sendiri, tapi bocah itu memang sangat
pintar. siapapun tentu senang bila melihatnya. Dan juga dia
cukup cerdik, Ketika dia tahu tiada gunanya ribut-ribut, ia
menjadi pendiam dan tinggal di sana. Hm, lalu bagaimana"
Apa benar-benar iblis wanita itu rela mengembalikan anak itu
padaku" Hal ini aku menjadi agak ragu-ragu."
"Aku sendiri waktu itupun tidak percaya," kata Hiau-hong.
"Maka terdengar dayang itu lagi menanya pula Jikalau Kaucu
suka pada anak itu, mengapa tidak tahan dia disini saja. Masa
Kaucu mesti takut kepada Kang Lam si dogol itu" Tapi Thian
Mo Kaucu itu menjawab: Kau tidak tahu bahwa Kang Lam itu
mempunyai sandaran di belakangnya."
"Ya, yang kau maksudkan itu tentulah Kim Si-ih bukan"
Katanya sudah lama dia menghilang. Ada yang bilang dia
sudah mati di luar lautan" Tapi Thian Mo Kaucu itu berkata:
Tidak, dia tidak mati tapi sudah kembali kini. Kepergianku
keBin-san kali ini justru dikalahkan olehnya.
Lalu dayang itu berkata pula: Kemarin dulu waktu Lehukaucu
kembali, demi mendengar Kaucu sudah berangkat
keBin-san, tanpa mengaso buru-buru beliau lantas berangkat
lagi. Boleh jadi beliau juga menyusul keBin-san sana. Aku
belum bertemu dengan dia, sahut Thian Mo Kaucu. Cuma
menurut pendapatku, biarpun Le-hukaucu dibantu oleh ke dua
ekor Kim Mo san juga belum tentu sanggup melawan Kim Siih.
sebab itulah menurut pendapatku, aku ingin menyelesaikan
urusan ini dengan baik, Aku menaksir Kim Si-ih pasti akan
datang kemari bersama Kang Lam dan nanti aku akan
kembalikan anak itu kepada mereka, tapi dengan syarat Kim
Si-ih harus bersumpah bahwa selanjutnya dia tak akan ikut
campur urusan Thian Mo Kau kita, andaikan dia tidak mau
membantu usaha kita. Maka dayang itu menanya: Darimana
Kaucu akan tahu Kim Si-ih bakal menerima syaratmu ini"
Jawab Thian Mo Kaucu itu: Hubungannya dengan Kang Lam
bagai saudara saja. Anak itu adalah bakal muridnya pula,
tentu dia akan menurut. Apalagi ada hubungannya dengan
Le-cosu kita."
Mendengar kata-kata terakhir itu, hati Kim si ih tergoncang,
pikirnya diam-diam: "Ternyata pemuda baju hitam itu
memang benar she Le. Bahkan adalah Hu kaucu dalam Thian
Mo Kau. Aneh juga, bukankah seluruh anggota keluarga Le
sudah lama mati semua. Darimana mendadak bisa muncul
pemuda she Le itu?"
Berbeda dengan Kim Si-ih, sebaliknya Kang Lam bergirang,
"katanya: Ah, kiranya begitu .Jadi dia jeri pada Kim-tayhiap
makanya bersedia mengembalikan anakku. Hal ini lebih baik.
Memangnya aku tiada punya dendam apa-apa dengan mereka
baik dulu maupun sekarang. Peduli apa tentang Thian Mo Kau
segala, asal dia kembalikan putera ku, persoalan inipun akan
kuanggap selesai "
"Engkau jangan buru-buru senang dulu, cerita ini masih ada
lanjutannya lagi," kata Hiau-hong.
"He, ada perubahan apa lagi?" tanya Kang Lam.
"sesudah Thian Mo Kaucu itu menceritakan sekedarnya
pengalamannya dari Bin-san, lalu ia perintahkan dayangnya
pergi melihat keponakanku itu Kalau sudah tidur, supaya
jangan dibangunkan tapi perlahan-lahan membawanya keluar.
katanya pula: sebabnya dahulu aku suruh kalian menculik
anak itu justru karena sudah menduga bakal terjadi seperti
hari ini, maka aku sudah siapkan tindakan ini lebih dahulu.
Dan selagi aku bermaksud menguntit dayang itu untuk
kemudian menggondol lari keponakanku, pada saat itulah
sekonyong-konyong terdengar Thian Mo Kaucu telah
berteriak: Aha, Kim Si-ih. selamat datang Aku justru sedang
menantikan kunjunganmu ini"
"Apa katanya" Kim-tayhiap datang ke sana" Ah, barangkali
dia melihat momok" seru Kang Lam bingung, sebab sudah
terang selama itu Kim Si-ih selalu berdampingan dengan
dirinya. "Ya, waktu itu akupun sangat terkejut dan mengira benarbenar
Kim-tayhiap sudah tiba," sahut Hiau-hong. "Tapi
syukurlah sebelum aku menampakkan diri, kulihat orang yang
dipanggil sebagai Kim Si-ih oleh Thian Mo Kaucu itu telah
melompat masuk ke situ melalui jendela. orang itu memakai
kedok kulit manusia, tapi sekali lihat aku lantas tahu pasti
bukan Kim-tayhiap sendiri"
"Aha, tahulah aku siapa orang itu Dia pasti adalah Buntocu"
seru Kang Lam tiba-tiba. "Tempo hari waktu mula-mula
ia muncul di Bin-san dan menempur Thian Mo Kaucu itu,
sampai akupun menyangkanya sebagai Kim-tayhiap."
Kemudian Ki Hau-hong melanjutkan ceritanya pula:
"Mendengar Thian Mo Kaucu memanggilnya sebagai Kimtayhiap.
orang itu tidak menyahut juga tidak menyangkal, tapi
cuma tersenyum saja dan berkata: Aku tahu kau sedang
menantikan aku, makanya aku lantas datang. Tanya Thian Mo
Kaucu: Dan apa maksud kedatanganmu" orang itu tertawa,
berbalik ia menanya malah: Dan engkau sangka apa maksud
kedatanganku" Thian Mo Kaucu menjadi kurang senang,
katanya sambil berbangkit: Tak perlu kau main teka-teki,
marilah kita bicara blak-blakan. Apabila kau suka jalan damai,
aku boleh kembalikan anaknya Kang Lam padamu, selanjutnya
engkau jangan campur urusanku dan aku tak akanpeduli
urusanmu. Tapi kalau engkau tetap memusuhi kami, terpaksa
aku lawan engkau mati-matian dan anak itupun jangan kau
harap bisa hidup.
Orang itu terbahak-bahak, katanya: Kaucu, ucapanmu ini
ternyata salah alamat. Aku justru tidak peduli, apakah anaknya
Kang Lam bakal hidup atau mampus Peduli apa dia dengan
aku" Thian Mo Kaucu melengak, katanya: He, kedatanganmu
ini bukan untuk anaknya Kang Lam" Lalu untuk apa" Dengan
tertawa penuh arti orang itu menjawab: Aku ingin berkenalan
dengan engkau sudah tentu Thian Mo Kaucu menjadi heran.
Namun orang itu telah berkata pula dengan tertawa: Engkau
adalah wanita paling cantik yang pernah kulihat selama hidup,
pula seorang pahlawan wanita yang gagah berani. sungguh
aku menyesal tempo hari telah bergebrak dengan kau, maka
sekarang sengaja datang buat minta maaf padamu.
Pada umumnya, manusia yang manapun paling suka kalau
dipuji dan disanjung. Meski datangnya pujian orang itu jauh di
luar dugaan Thian Mo Kaucu, namun sikapnya menjadi banyak
lebih ramah. Maka orang itu lantas berkata lagi: Bukan saja
aku ingin minta maaf padamu, bahkan aku mohon engkau
suka menerima aku sebagai anggota. Karuan kejut Thian Mo
Kaucu itu susah dilukiskan, tiba-tiba ia menggeleng kepala dan
berkata: Kim Si-ih, apakah kau sengaja datang hendak
mempermainkan aku" Mengapa engkau berkata demikian"
Engkau tahu tidak Cosu yang kupuja itu siapa"
Sampai di sini barulah orang itu memperlihatkan siapa
dirinya. Dengan sungguh-sungguh ia menanya: Engkau
mengira aku ini siapa" sudah tentu Thian Mo Kaucu semakin
bingung, menyusul iapun menanya: siapa engkau" mendadak
orang itu melepaskan kedoknya dan berkata: Mungkin engkau
belum pernah melihat Kim Si-ih, tapi sedikitnya engkau tentu
sudah pernah mendengar orang membicarakan tentang
wajahnya . Maka berteriaklah Thian Mo Kaucu: He, engkau
bukan Kim Si-ih" Habis sia, siapa engkau" Dengan tertawa
orang itu menyahut: Aku sheBun bernama Ting-bik, adalah
Tocu pulau tak bernama di lautan selatan. Kim Si-ih
bermusuhan dengan aku, engkau percaya tidak"
Sudah tentu Thian Mo Kaucu itu masih ragu-ragu, katanya
kemudian: Berdasarkan ilmu silatmu yang tinggi ini, mengapa
engkau sudi menjadi anak murid agama kami" Dengan
sendirinya aku masih sangsi orang itu menghela napas,
katanya: Ai, belum juga engkau paham akan maksud
kedatanganku. sebabnya ialah aku kesengsem kepadamu
Biarpun aku mesti menjadi hambamu, akupun rela Baiklah,
jika engkau masih tetap tidak percaya, biarlah sekarang juga
aku menghaturkan dulu sesuatu sumbangan perkenalan- saat
itu aku sendiri mendekam di atas pohon dan mengikuti
percakapan itu dengan terheran-heran- Dan mendadak juga
orang itu terus melontarkan sekali pukulan keluar jendela"
"Ai ya, kenapa engkau tidak berjaga-jaga sebelumnya?"
seru Kang Lam. Nyata ia sudah menduga bahwa Bun-tocu itu
mendadak lantas menyerang Ki Hau-hong.
"Tempatku sembunyi itu adalah pohon yang tinggi dan
lebat. Aku tidak menduga bahwa begitu datang dia sudah
mengetahui jejakku dan lebih-lebih tidak menyangka bahwa
ilmu pukulannya itu begitu hebat, demikian kata Hiau-hong.
Dan sesudah minum seceguk. kemudian sambungnya:
Pukulannya itu memang sangat lihay dan membawa suara
gemuruh. seketika daun pohon bertebaran, sampai dahan
pohon ikut tergoncang. Dan barulah Thian Mo Kaucu itu
mengetahui adanya diriku. Katanya dengan tertawa dingini
Hm, Ki Hau-hong, sungguh tidak kecil nyalimu Ternyata kau
telah lupa pada peringatanku dan sengaja menghantar
kematian ke sini Tapi Bun-tocu itu lantas berkata: Cuma
seorang keroco begini, tidak perlu Kaucu turun tangan sendiri,
serahkan saja padaku"
"Hm, keparat itu benar-benar terlalu memandang enteng
padaku. Meski aku bukan tandingannya, tapi juga tidak nanti
tertangkap olehnya. Beruntun ia melontarkan tiga kali Bik
Khong ciang baru dapat mendesak aku ke tanah. Tenaga
pukulannya itu makin lama makin kuat, namun akupun
melawannya dengan sepenuh tenaga. Ketika pukulan ketiga
dia lontarkan, aku lantas pinjam daya serangannya itu untuk
melompat turun, terus melayang keluar dari pagar tembok
rumah itu."
Kang Lam menjadi senang, pujinya: "Ki-toako, sungguh
hebat engkau ini. sudah sambut tiga kali serangannya toh
masih sanggup mengeluarkan Ginkang-mu yang hebat."
"soalnya aku terpaksa, maka aku harus berusaha
sekuatnya, padahal waktu itu tenaga murniku sudah
terganggu, tutur Hiau-hong. Keparat itu sungguh lihai,
mungkin iapun sudah melihat aku terluka, maka cepat ia terus
mengudak. Aku menaksir kalau lari terus pasti akhirnya akan


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disusul olehnya. Terpaksa, sekali lagi aku mengadu jiwa
dengan dia. Mendadak aku adu sekali pukulan lagi dengan dia.
Aku terkena dia punya Hiat Jiu ln, sebaliknya iapun kena
gempuran siu Lo Im sat Kang sekali"
"Kau punya siu Lo Im sat Kang sudah terlatih sampai
tingkatan ketujuh, meski tidak dapat merobohkan dia, tapi
hantaman itu sudah cukup dirasakan olehnya," ujar Si-ih
dengan tertawa. "Agaknya sesudah terkena pukulanmu itu, ia
perlu mengatur napas dan mengumpulkan tenaga dulu,
makanya tidak mengudak padamu lagi."
"Memang tepat dugaanmu," sahut Hiau-hong tertawa "Apa
bila keparat itu tidak hiraukan sedikit lukanya itu dan tetap
menguber, tentu celakalah aku. Agaknya dia sayang
membuang tenaga terlalu banyak, terpaksa menyaksikan aku
lolos begitu saja. Untung juga sebelumnya aku sudah atur dua
muridku untuk menunggu di kota ini. Bahkan malam ini juga
mereka telah melihat kalian. Apabila kedatangan kalian
terlambat, sekalipun aku mempunyai siau Hoan Tan juga
mungkin tidak tahan sampai sekarang."
"Aha, untung juga kami tiba di sini sehari lebih siangan.
Kalau tidak tentu akan menyusahkan Ki-toako," ujar Kang Lam
sambil melelet lidah.
Kim Si-ih memikir seenak. kemudian iapun berkata: Dengan
tidak malu-malu Bun Ting-bik itu suka menghamba kepada
Thian Mo Kaucu, dibalik itu pasti ada muslihatnya. Marilah
besok malam juga kita pergi Ci Lay san lagi. sekarang silahkan
Ki-toako mengaso saja dahulu."
Sesudah minum siau Hoan Tan dan menjalankan ilmu sakti
penyembuhan diri setelah tetirah sehari-semalam, sampai
malam hari ke dua, tenaga Ki Hau-hong sudah pulih kembali
seluruhnya. Maka dia sebagai penunjuk jalan lantas membawa
serta Kim Si-ih dan Kang Lam berangkat ke Ci Lay san.
sebelum tengah malam mereka sudah sampai di pusat sarang
Thian Mo kau. Segera Kim Si-ih mengatur seperlunya, ia suruh Ki Hauhong
menjaga Kang Lam dan bersembunyi dulu di suatu
tempat yang aman. Bila ada bahaya supaya lantas bersuara
memanggil Si-ih sendiri lantas merayap sampai di luar jendela
kamarnya Thian Mo Kaucu.
Malam itu bulan baru sabit, bintang-bintang jarang-jarang,
tapi mata Kim Si-ih sangat jeli. Ia mengumpat di belakang
sebuah batu di dekat jendela. Dari ke dua bayangan yang
tersorot di gorden jendela itu, segera dapat dikenalnya
sebagai Bun-tocu dan Thian Mo Kaucu.
Terdengar Thian Mo Kaucu sedang menanya dengan suara
lembut: "Ting-bik, apakah lukamu sudah baik?"
"Ah, cuma siu Lo Im sat Kang si pencuri itu masa mampu
mencelakai aku" sudah lama baik" demikian sahut Bun-tocu
itu dengan tertawa
"Jangankan cuma pencuri keroco itu, biarpun empat ketua
dari empat golongan besar Bu-lim maju sekaligus juga akan
tidak gentar. cuma kita harus mencari suatu jalan untuk
melayani Kim Si-ih. Asal kita dapat merobohkan dia, kita tidak
ada tandingannya lagi di dunia ini."
"Bukankah kau pernah mengatakan Kim Si-ih juga agak jeri
padamu?" tanya Thian Mo Kaucu.
"Benar, kekuatanku dengan dia kira-kira setali tiga uang,
masing-masing saling jeri." sahut Bun-tocu.
"Jika begitu, engkau sendiri juga jeri padanya?"
"sudah tentu" Bun-tocu tahu kata-kata itu bernada
mengolok-olok, namun dia masih menjawab dengan angkuh:
"Memang, meski aku tidak sampai kalah, tapi untuk
mematikan dia juga tidak dapat. sebab itulah kita harus
bersatu-padu. Hm, sebab apakah dia tidak suka tukar pikiran
ilmu silat dengan aku?"
Dia yang dikatakan itu terang maksudnya bukan Kim Si-ih,
karuan Si-ih terkesiap. sedang dipikir siapa si dia yang
dimaksudkan itu, terdengar Thian Mo Kaucu sudah berkata
lagi: "Wataknya memang sangat aneh, segala apa dia hanya
suka menurut padaku, tapi dalam hal inipun ia tidak mau
menurut." Bun-tocu tampak kurang senang, katanya: "Kita mempunyai
tujuan dan kepentingan bersama, seharusnya tidak boleh
saling mencurigai. Lagi pula aku mempunyai ilmu tunggal
sendiri, kalau tukar pikiran dengan dia juga ada faedahnya
baginya. "
"Akupun pernah menasihatkan dia, tapi dia tetap tidak mau,
apa dayaku?" ujar Thian Mo Kaucu.
"Aha, tahulah aku," tiba-tiba Bun-tocu tertawa dingin-
"Rupanya dia sirik karena aku berdekatan dengan engkau. Dia,
hahaha, dia suka padamu"
"Ngaco-belo" sela Thian Mo Kaucu. "Aku pandang dia
sebagai adik kecil saja."
"Kau anggap dia sebagai adik, tapi kulihat dia justru tidak
mau anggap engkau sebagai enci-nya," kata Bun-tocu dengan
tertawa. Sampai di sini, tahulah Kim Si-ih duduk perkaranya. Apa
yang dimaksudkan dia itu kiranya adalah si pemuda baju
hitam. Diam-diam Kim Si-ih geli pula bahwa anak perempuan
memang suka menjadi Enci orang. Kok Ci-hoa juga
menganggap dirinya sebagai adik. Padahal umur Thian Mo
Kaucu itu rasanya juga tidak lebih tua daripada si pemuda
baju hitam itu.
Mungkin karena melihat Thian Mo Kaucu mulai aseran,
cepat Bun-tocu membelokkan pembicaraannya, katanya:
"Baiklah, umpama dia tidak suka tukar pikiran dengan aku,
tentu engkau sendiri dapat menerima permintaanku ini. aku
cuma ingin tahu sekedarnya isi Pit Kip (kitab rahasia) itu, lalu
bersama engkau melatih Tok Hiat Ciang (Pukulan Darah
Berbisa) dengan sumber racun dari Pek Tok Cin Keng-mu itu
sesudahnya aku lantas mencari Kim Si-ih untuk suatu
pertarungan menentukan.
Bicara tentang ilmu silat sebenarnya, aku harus
mengangkat guru padamu," kata Thian Mo Kaucu. "Tapi Pek
Tok Cin Keng adalah benda pusaka yang kuperoleh kembali
dengan susah payah. Menurut aturan tidaklah boleh
diperlihatkan kepada orang luar."
"orang luar tidak boleh, kalau orang dalam tentunya boleh
bukan?" kata Bun-tocu tiba-tiba dengan cengar-cengir.
"Apa maksudmu ini?" tanya Thian Mo Kaucu.
"Cumah," tiba-tiba Bun-tocu memanggil nama kecil Thian
Mo Kaucu dengan nada yang mesra. "Engkau adalah seorang
cerdik, tentu kau cukup paham maksudku ini."
Thian Mo Kaucu mengikik tertawa, sahutnya: "Cobalah
katakan,aku justru terlalu bodoh untuk memahami
maksudmu."
"Cumah, untuk bicara terus terang, kedatanganku ini adalah
karena aku kesengsem kepada kecantikan dan kepandaianmu,
demikian kata Bun-tocu. Yang lebih penting lagi adalah kita
sama-sama bermusuhan dengan Kim Si-ih. oleh karena kita
mempunyai tujuan yang sama, seharusnya kita bergabung
menjadi satu. Cumah, apabila engkau menerima maksudku ini,
aku rela menjadi hambamu yang paling setia dan akan
melakukan segala perintahmu."
Kembali Thian Mo Kaucu terkikik-kikik, katanya "Jadi
engkau ini sedang meminang diriku" Akan tetapi, aku belum
lagi dapat mempercayai engkau."
"Lalu cara bagaimanakah baru engkau dapat mempercayai
aku?" tanya Bun-tocu.
"Kata pribahasa, jalanjauh barulah betapa berharganya
tenaga kuda, sesudah lama barulah dapat kenal hati manusia.
Dan engkau baru saja dua hari berada di sini, darimana aku
bisa lantas mempercayai engkau begitu saja?" demikian sahut
Thian Mo Kaucu. "Apalagi urusan ini adalah soal pribadiku
selama hidup, betapapun aku harus diberi sedikit waktu untuk
memikirkannya."
"Jika begitu, berapa lama engkau akan pikir dulu" Harap
engkau memberi suatu batas waktu padaku," pinta Bun-tocu.
"Mana dapat aku menentukan batas waktunya?" sahut
suatu. "Aku harus menguji dulu dirimu ini. apabila dalam segala
hal engkau benar-benar menurut keinginanku, mungkin tidak
terlalu lama aku sudah dapat menerima permintaanmu. Tetapi
bila tindak-tandukmu ternyata tidak sesuai dengan ucapanmu,
sudah tentu seratus tahun lagi juga tak akan berhasil."
Sebagai seorang yang sudah kencang asam- garamnya
percintaan, diam-diam Kim Si-ih menjadi geli mendengar
jawaban Thian Mo Kaucu itu, pikirnya: "orang ini benar-benar
ketemu batunya sekali ini. rupanya dia ingin menipu orangnya
beserta kekayaannya, tapi Thian Mo Kaucu ini telah
menjawabnya dengan suatu akal mengulur waktu. Hahaha, ini
benar-benar suatu lelucon akal-mengakal, entah kelak siapa
yang akan tertipu?"
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar suara tindakan orang
yang cepat. Dengan marah-marah si pemuda baju hitam
tampak melangkah masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu.
Diam-diam Kim Si-ih geli pula: "Ah a, pertunjukan selanjutnya
tentu akan lebih menarik"
Benar juga, segera terdengarlah suara pertengkaran mulut
di dalam situ. Lebih dulu terdengar suara si pemuda baju
hitam sedang berteriak: "Tengah malam buta untuk apa
engkau datang ke kamar enci-ku ini?"
"Kalau kau boleh datang, mengapa aku tidak boleh?"
terdengar Bun-tocu menjawab dengan tertawa dingin"
Engkau ini macam apa, berani sama ratakan dengan aku?"
damprat si pemuda.
Maka terdengar Thian Mo Kaucu menyela: "Hok-sing,
jangan kurang sopan- Kedatangan Bun-siansing ini adalah
untuk berunding urusan besar dengan aku."
"Hm, dia bisa mempunyai urusan besar apa?" jengek si
pemuda. "Cumah, boleh juga katakan padanya, biar dia tahu," ujar
Bun-tocu dengan berseri-seri.
Ia menyangka Thian Mo Kaucu tentu akan menerangkan
pada pemuda baju hitam itu tentang lamarannya kepada
Thian Mo Kaucu tadi. Di luar dugaan Thian Mo Kaucu justru
berkata "Hok-sing, kedatangan Bun-siansing ini adalah untuk
berunding dengan aku tentang cara bagaimana harus
menghadapi Kim Si-ih."
"Huh, dia tidak berhasil menipu ilmu silatku, sekarang
hendak coba-coba menipu engkau juga?" kata si pemuda
dengan menjengek.
Biarpun Bun-tocu itu sifatnya culas dan banyak tipu
muslihatnya, kini tak tertahan juga menjadi marah, katanya:
"Kau si bocah goblok dan sombong ini, aku sengaja saling
tukar kepandaian dengan kau. Hal ini malah lebih
menguntungkan engkau, masa kau sangka ilmu silatku malah
lebih rendah darimu?"
"Jika begitu, marilah kita coba" bentak sipemuda dengan
gusar. Berbareng terus saja ia melompat maju. Plak. agaknya
tangannya sudah beradu dengan tangan Bun-tocu.
Kim Si-ih pikir ke tiga tokoh lawan yang paling kuat itu
kebetulan sedang berkumpul di sini, dua di antaranya sedang
saling labrak pula. Kesempatan bagus ini jangan disia-siakan.
Maka cepat ia menggunakan ilmu mengirim gelombang suara
untuk membisiki Ki Hau-hong: "Ki-toako, kesempatan baik ini
jangan disia-siakan, lekas engkau pergi menolong si Haythian"
Tapi karena sipemuda baju hitam itupun mahir ilmu
mengirim gelombang suara, maka iapun dapat mendengar
bisikan Kim Si-ih itu, ia menjadi kaget, mendadak ia bersuit
panjang lalu berteriak: "Awas, Kim Si-ih sudah datang"
Dan baru saja Ki Hau-hong dan Kang Lam berlari keluar dari
tempat sembunyi mereka, segera mereka kepergok dengan ke
dua ekor Kim Mo soan yang mendatangi karena mendengar
suitan panggilan majikan mereka. Namun ketika mencium
baunya Kim Si-ih yang sudah dikenalnya itu, binatangbinatang
itu menjadi jinak. segera ia berlari ke tempat Kim Siih.
"Mereka adalah kawanku, jangan kalian mengganggu
mereka" demikian pesan Si-ih kepada ke dua ekor Kim Mo
soan itu. Menurut juga ke dua binatang itu, sama sekali mereka tidak
merintangi Ki Hau-hong dan Kang Lam yang sedang lewat di
samping mereka.
Lalu berserulah Kim Si-ih dengan terbahak-bahak: "Hahaha,
memang benarlah aku sudah datang Nah, kalian berdua
teruskan saja jangan berhenti, biar aku yang menjadi wasit.
Aku paling adil, tanggung tidak memihak siapapun"
Dalam pada itu si pemuda baju hitam sedang melontarkan
pula pukulan yang lain- Tapi kena ditangkis lagi oleh ilmu Hiat
Jiu In (Tapak Tangan Berdarah), yang menjadi kemahiran
Bun-tocu. Kontan pemuda itu tergentak mundur dengan
bahunya terasa pegal linu. Ia menjadi murka dan berteriak
hendak merangsang maju lagi.
"Hai, sesudah menangkap Kim Si-ih nanti, aku pasti akan
bikin perhitungan lagi padamu," seru si pemuda baju hitam.
"Wah, celaka, kenapa wasit yang hendak kalian labrak
malah?" seru Kim Si-ih dengan tertawa. sementara itu Buntocu
dan si pemuda baju hitam yang bernama Le Hok-sing itu
sudah menubruk maju.
Meski mulutnya berkelakar dengan mereka, tapi dalam hati
Kim Si-ih tidak berani memandang enteng ke dua lawan itu.
Dalam pada itu Bun-tocu sedang melontarkan pukulan Hiat Jiu
In ke arahnya. Cepat Si-ih acungkan jari tengahnya memapak
tapak tangan orang. Di lain pihak sipemuda baju hitam juga
sudah keluarkan sepasang Giok Jio dan beruntun menutuk
ketujuh Hiat To penting di tubuh Kim Si-ih .Betapapun pemuda
itu benci pada Bun-tocu, tapi menghadapi musuh dari luar
seperti Kim Si-ih, ia menjadi benar-benar bahu-membahu
dengan dia mengeroyok musuh.
Thian Mo Kaucu menaksir ke dua kawannya itu cukup kuat
untuk menempur Kim Si-ih, segera ia memutar tubuh hendak
pergi memburu Ki Hau-hong. Di luar dugaan, mendadak Kim
Si-ih menggeserkan ke samping, dengan cepat luar biasa ia
telah merintangi jalan lari orang, menyusul lengan bajunya
mengebas, seketika Thian Mo Kaucu dipaksa kembali ke
tempatnya semula.
Melihat itu, dengan gagah berani sipemuda baju hitam terus
menerjang maju sambil membentak "Jangan melukai Enci-ku"
ke dua Giok Jio-nya bekerja untuk menutuk pula.
"Maafkan, aku akan menggunakan Po Kiam sekarang" seru


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si-ih kemudian- Dan dengan cepat Cay In Po Kiam (Pedang
Pemotong Awan), lantas dilolos. ering, ketika pedangnya
membentur sepasang Giok Jio lawan, terbitlah suara nyaring
menjerikan. Ke dua macam senjata itu sama-sama benda mestika yang
jarang terdapat, maka terlihatlah letikan api, tapi keduaduanya
sama-sama tidak rusak.
Melihat Giok Jio sipemuda sanggup menangkis pedang
pusaka Kim Si-ih, seketika semangat Bun-tocu bertambah,
serunya: "Bagus, marilah kita membagi tugas, engkau
menahannya dari dekat aku menyerangnya dari jauh dengan
serangan mematikan. Asal Kim si ih sudah kita jungkalkan,
maka kita tiada tandingannya lagi di dunia ini"
"Hm, enak benar mesin- hitung mu bekerja?" Jengek Si-ih
mendongkol. "Marilah boleh coba-coba dulu" Mendadak ia
gunakan Thian Lo Poh Hoat, ia tinggalkan si pemuda baju
hitam, segera pedangnya menusuk ke arah Bun-tocu.
Pemuda itupun cepat luar biasa, segera ia menyusul maju,
namun tetap ia kalah cepat selangkah daripada Thian LoPoh
Hiat yang hebat itu.Bret, lengan baju Bun-tocu sudah terkupas
sepotong oleh pedangnya Kim Si-ih.
Tapi ilmu silat Bun-tocu juga sangat lihay, biarpun terancam
pedang, tetap ia sempat melompat ke atas dengan gerakan In
Li^ TO Hoan (Berjungkir Balik Di Udara), meski harus
korbankan sepotong lengan bajunya, namun dapatlah ia
menyelamatkan diri dengan melayang pergi sejauh lebih dua
tombak. Tapi juga berkat bantuan si pemuda yang keburu
merintangi pedang Kim Si-ih dengan sepasang Giok Jio-nya
hingga Si-ih tidak sempat menyerangnya lebih jauh.
Dan begitu tancap kaki kembali di tanah, ser, segera Buntocu
melolos ke luar seutas cambuk panjang. cambuk itu kecil
lembut sebesar sumpit, ujung cambuk penuh terdapat kaitan
baja yang lembut. Biasanya selalu terlibat dipinggangnya
sebagai ikat pinggang. Di waktu kepepet barulah dia lepaskan
sebagai senjata yang ampuh. Terutama kaitan-kaitan halus
yang terdapat di ujung cambuk itu adalah beracun- Asal
terbeset sedikit kulit daging saja, begitu masuk ke darah
racunnya, segera orangnya akan mati.
Si-ih insyaf betapa lihaynya Tok Liong Pian (cambuk Naga
Berbisa) milik Bun-tocu itu. Meski dia sudah berhasil melatih
ilmu weduk yang tidak mempan terhadap racun apapun,
namun bila keracunan, tentu juga akan mengganggu
tenaganya. Maka ia mesti hati-hati untuk menjaga diri.
Panjang cambuk Bun-tocu itu ada lebih dari setombak
dengan senjatanya itu. Bun-tocu dapat memainkannya dalam
jarak lingkaran dua-tiga tombak jauhnya untuk menyerang
musuh. Asal sedikit tubuhnya mendoyong, segera cambuknya
bisa mencapai tubuhnya Kim Si-ih. sebaliknya pedang pusaka
Si-ih meski tajam, namun panjangnya cuma satu meter
kurang- lebih, terang kurang menguntungkan.
Diam-diam Si-ih berpikir: "Keparat ini benar-benar licik,
kiranya dengan cara demikian mereka mengeroyok aku dari
jauh dan dekat. Ia sendiri sudah terang berada dalam posisi
yang paling selamat dan suruh si pemuda ini yang menjadi
tamengnya"
Memikir begitu, ia menjadi gemas pada Bun-tocu dan
bermaksud akan menghajarnya biar tahu rasa. Tapi di bawah
pimpinan Thian Mo Kaucu, pemuda baju hitam itu telah
bertempur mati-matian tanpa menghiraukan bahaya. Ia rela
menjadi tamengnya Bun-tocu. Sebaliknya Kim Si-ih merasa
sayang dan tidak tega untuk mencelakainya. Dengan demikian
Kim Si-ih menjadi susah melepaskan diri dari rangsakan si
pemuda itu untuk menggempur Bun-tocu.
Bun-tocu dan Le Hok-sing itu masing-masing mempunyai
ilmu silat tunggalnya sendiri-sendiri dan terhitung jago kelas
satu di kalangan Bu-lim. Apabila Kim Si-ih menempur mereka
satu lawan satu, tiada seorangpun di antara mereka yang
mampu menahan sampai 50 jurus. Tapi kini mereka berdua
telah main keroyok hingga mau tak mau Kim Si-ih menjadi
terdesak. Apalagi Bun-tocu itu sangat licik, ia hanya mengayun
cambuknya yang panjang itu dari jauh. Kalau tidak kena,
segera ia tarik kembali dan menunggu kesempatan untuk
menyerang lagi, sama sekali ia tidak membiarkan cambuknya
membentur pedangnya Kim Si-ih.
"Hm, sungguh kau tidak kenal malu, Bun Ting-bik" sindir
Kim Si-ih dengan mendongkol.
Namun Bun-tocu itu malah terbahak-bahak. sahutnya:
"orang berpikiran sempit bukan laki-laki, siapa tidak keji bukan
jantan sejati Kim Si-ih, percumalah engkau berkeliaran dalam
Kang-ouw selama berpuluh tahun, tapi mengapa ke dua
kalimat umum itu tidak engkau ketahui?"
Sembari menyindir, cambuknya tetap tidak kendor, ia
menyabet ke bagian kaki Kim Si-ih berbareng menambahi pula
sekali Bik Khong Ciang.
Kim Si-ih menjadi gusar, kontan ia balas menghantam dari
jauh sekali. Tenaga dalamnya jauh lebih kuat daripada Buntocu,
maka sodokan tenaga itu telah membuat Bun-tocu agak
tergoncang. Cuma sayang jaraknya agak jauh hingga tak
dapat merobohkannya. Dan karena sedikit ayal itu, tahu-tahu
pundak Kim si ih kena diketok sekali oleh Giok Jio si pemuda
she Le hingga terasa sakit juga meski Kim Si-ih sudah kebal.
"Kim Si-ih," tiba-tiba Bun-tocu berseru dengan tertawa.
"Hendaklah kau hemat tenaga sedikit, jangan kau habiskan
dulu. sebentar masih ada yang lebih enak bagimu. Cumah,
persen dia saja beberapa macam Am Gi yang berbisa"
"Tidak perlu buru-buru," sahut Thian Mo Kaucu. "Biar
kupergi membereskan dulu itu Ki Hiau-hong."
Habis berkata, terus saja ia hendak melangkah pergi. Di
luar dugaan, mendadak terasa suatu tenaga maha kuat telah
menariknya kembali. Kiranya Kim Si-ih telah menggunakan
tenaga dalam yang maha sakti menariknya dari jauh hingga
suatu tenaga tidak kelihatan seakan-akan dapat
mencengkramnya dari dekat.
Thian Mo Kaucu menjadi murka, serunya: "Kim Si-ih, apa
barangkali kau sudah bosan hidup?" Terus saja ia putar balik
ikut mengerubut. sekali tangannya mengayun, serangkum
asap beracun lantas menyembur ke arah Kim Si-ih.
Namun sekali menyebut, segera Kim Si-ih meniup asap
beracun itu ke jurusan Bun-tocu. Tapi sebelumnya Bun-tocu
sudah mengulum obat penawar dalam mulutnya, maka ia
tidak halangan apa-apa terkena asap itu. sebaliknya Kim Si-ih
telah menyedot sedikit asap itu hingga kepalanya rada pening,
tapi sekali ia kerahkan tenaga dalamnya, hawa murni dalam
tubuh terus berputar, hanya sekejap saja rasa pening dan
sesak itu lantas hilang sirna.
Thian Mo Kaucu cukup kenal Lwekang Kim Si-ih yang lihay,
sebenarnya ia ingin menunggu bila Kim Si-ih sudah lelah
dikeroyok ke dua kawannya, barulah dia maju untuk
merobohkannya. Tapi karena Bun-tocu terburu naps u ingin
menang, pula ia sendiri dirintangi kepergiannya tadi, terpaksa
ia ganti haluan dan mengeluarkan asap beracun untuk
menyerang Kim Si-ih.
Memangnya Am Gi Thian Mo Kaucu itu macam-macam
jenisnya, ada Tok Yan (Asap Beracun), Tok Bu (Kabut
Beracun), Tok Ciam (Jarum Berbisa), Tok Cian (Panah Berbisa)
dan lain-lain lagi. Tapi berkat ilmu sakti pelindung badannya,
ditambah lagiBik Khong Ciang yang lihay, maka Kim Si-ih
masih dapat melayani lawan itu sekuatnya. Namun di bawah
keroyokan tiga jago kuat, betapapun Kim si ih merasa
kewalahan juga akhirnya.
"Awas serangan" bentak Si-ih mendadak. Sekonyongkonyong
pedangnya bergerak cepat, sinar pedang yang
melingkar kemilauan itu mendadak meluas ke luar. si pemuda
baju hitam menjadi kaget, kalau sebelumnya Kim Si-ih tidak
memperingatkan, hampir-hampir saja ia kena dikurung oleh
sinar pedang itu.
Kiranya itu adalah semacam ilmu pedang ciptaan Kim Si-ih
sendiri yang bernama Tay Ciau Thian Kiam Hoat. Lihaynya
boleh dikata tidak kalah daripada Tay si Mi Kiam Hoat dari
Thian san Kiam Hoat. sekali sudah dimainkan, sekeliling tubuh
terlindung rapat di dalam sinar pedang yang tak tertembus
angin. Dalam jarak lingkaran setombak jauhnya musuh juga
susah untuk menancap kaki.
Melihat betapa lihaynya Kim Si-ih, mau tak mau Bun-tocu
atau Bun Ting- bik itu menjadi jeri, pikirnya: "Waktu dia
mengunjungi pulauku dulu, meski tatkala itu ilmu silatnya
sudah sangat hebat, tapi toh belum seperti sekarang ini.
kenapa dalam jangka waktu singkat selama tiga tahun saja
kemajuannya sudah begini pesat dan seakan-akan satu kali
lipat lebih lihay dari dulu?"
Nyata Bun Ting-bik masih belum insyaf bahwa justru karena
dikurung olehnya di dalam gua batu dipulaunya dahulu itu,
Kim Si-ih telah berhasil menemukan ilham dari rahasia-rahasia
ilmu silat yang paling lihay.
Dahulu dalam beberapa kali pertarungan yang pernah
dilakukan, Kim Si-ih tidak mengeluarkan seantero
kepandaiannya untuk melabraknya. Tapi kini Kim Si-ih telah
kerahkan sembilan bagian kemahirannya hingga Thian Mo
Kaucu, Bun-tocu dan LHS bertiga hanya mampu
menempurnya dari jarak jauh, dan begitupun mereka masih
merasakan betapa tajamnya sambaran angin pedang pusaka
Kim Si-ih yang dingin itu Untung mereka juga tokoh-tokoh
kelas wah id, biarpun Thian Mo Kaucu lebih lemah dibanding
ke dua kawannya, tapi ia dapat menggunakan Am Gi beracun
untuk menambal kekurangannya itu. Dari itu, untuk segera
mengalahkan lawan-lawan tangguh itu, bagi Kim Si-ih juga
tidaklah mudah. Maka sebegitu jauh keadaan masih tetap
saling bertahan saja.
Sedang memuncak pertarungan mereka, sekonyongkonyong
terdengar suara suitan panjang sekali, Ki Hiau-hong
telah muncul dengan menggendong seorang anak. menyusul
tampak Kang lam mengikuti dari belakangnya. Dengan
gembira Kang lam lantas berteriak: "Kim-tayhiap. lihatlah,
muridmu sudah tertolong keluar. sekarang kita lantas pulang
saja atau labrak mereka lebih dulu?"
"Sudahlah, jangan membikin anak itu terkejut nanti, marilah
pulang saja" sahut Kim Si-ih, berbareng iapun putar
pedangnya mendesak mundur si pemuda baju hitam.
Kebetulan saat itu cambuk Bun Ting-bik sedang menyabet
ke arahnya, dengan tertawa dingin Kim Si-ih berkata:
"Memangnya aku ingin memberi rasa sedikit padamu"
Berbareng itu, dengan cepat luar biasa tahu-tahu orangnya
sudah menubruk Bun-tocu itu danjari tengahnya terus
menjentik ke depan hingga serangkum angin tajam
menyambar ke arah musuh. Dalam keadaan kepepet, cambuk
Bun-tocu itu menjadi ngawur permainannya. Tanpa ayal lagi
pedang Kim Si-ih terus menabas, sret, Tok Liong Pian yang
panjang itu terkutung menjadi dua.
Menyusul Kim Si-ih lantas baliki tangannya untuk menampar
muka Bun-tocu. Untung si pemuda baju hitam keburu
menolongnya dengan menutuk Hong Hu Hiat di punggung Siih
dengan Giok Jio-nya hingga Bun-tocu terhindar dari
tempilingan itu.
"Ha, dia menghina engkau, tapi kau masih sudi
membelanya mati-matian?" seru Si-ih dengan tertawa,
berbareng pedangnya terus menangkis sepasang Giok Jio si
pemuda. Dan kesempatan itu telah digunakan Bun-tocu untuk
melompat ke samping.
"Hm, aku tidak berkelahi untuk orang ini, tapi aku berjuang
demi Enci Cumah. Emangnya kau sangka akupun seperti kau
yang tidak kenal budi kebaikan orang?" demikian si pemuda
baju hitam telah menjengek. Kata-katanya ini daripada
dianggap jawaban untuk Kim Si-ih, lebih tepat dikatakan
sengaja diperdengarkan untuk Thian Mo Kaucu itu.
Kim Si-ih menjadi tersinggung dan merasa geli pula,
pikirnya: "Eh, jadi bocah dogol yang masih hijau ini ternyata
kesengsem kepada Thian Mo Kaucu."
Dalam pada itu Kang Hay-thian menjadi senang
menyaksikan pertempuran itu, ia berseru gendongannya Ki
Hiau-hong: "Engkau hebat benar, suhu Aku sangat senang
melihat engkau hajar mereka, sedikitpun aku tidak takut"
"Wah, masa orang berkelahi kau sangka orang main
sunglap saja?" ujar Kang Lam dengan tertawa. Dan karena dia
asyik mengoceh, ia menjadi tidak merasa bahwa beberapa
dayangnya Thian Mo Kaucu sudah menguber sampai di
sekitarnya. "Nah, Hay-ji, sekarang kau juga saksikan permainan
ayahmu ini" seru Kang Lam.
Dalam pada itu dua di antara dayang-dayang itu sudah
lantas menubruk maju hendak menceng
Pendekar Sejagat 2 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Pendekar Cacad 5
^