Kitab Pusaka 16

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 16


t hati ..... Bayangan manusia berkelebat, bagaikan seekor rajawali
Suma Thian yu melayang turun ke atas tanah.
Sebaliknya Siau Wi Goan sudah mundur kebelakang dengan
darah segar bercucuran dari bahu kirinya, darah mengalir
dengan deras sampai sekujur bajunya menjadi merah darah.
Dalam sekejap mata bukan saja Suma Thian yu dapat
menghindari sergapan yang mengancam jiwanya, bahkan ia
mampu melukai Siau Wi goan, andaikata di sekitar arena ada
penontonnya niscaya semua orang akan bersorak memuji.
Diam-diam Wan Wan cu menghela napas panjang,
bagaimanapun juga kepandian silat semacam itu belum
pernah dijumpainya.
Biarpun Suma Thian yu berhasil melukai lawan-nya secara
telak, namun hatinya masih belum puas, baginya satu hari
Siau Wi goan belum mampus dunia persilatan tak akan
memperoleh ketenangan.
Sekali lagi ia membentak penuh amarah, dengan jurus
guntur menggelegar petir menyambar, dia tusuk tubuh Siau
Wi goan sambil bentaknya:
"Anjing keparat, manusia jadah macam kau tak boleh di
ampuni, cepat serahkan nyawa bangsatmu!"
Waktu itu pedang Siau Wi goan sudah terjatuh diatas tanah
serta bahu kirinya terluka, tak heran semangat pertarungnya
pun ikut padam, melihat Suma Thian Yu berniat menghabisi
nyawanya, dengan wajah hijau membesi ia menghela napas
panjang, lalu setelah mundur beberapa langkah, matanya
dipejamkan sambil menanti datangnya elmaut.
Mendadak... Sambil melompat kedepan Wan Wan cu berpekik nyaring,
dia menghadang diantara sang pemuda dan Siau Wi goan lalu
bentaknya keras-keras"
"Tahan!"
"Kau ingin mencampuri urusanku?" bentak Suma Thian Yu
sambil menarik serangannya.
Wan Wan Cu tidak ambil perduli, kepada Kun Lun indah
katanya: "Lote, pulanglah cepat untuk mengobati luka mu itu, biar
aku seorang yang menghadapinya"
Tak terlukiskan rasa gembira Siau Wi goan mendengar
perkataan tersebut, ia tahu lukanya cukup parah, bila
dibiarkan terus akhirnya dia tentu atan mati kehabisan darah,
maka katanya: "Terima kasih atas bantuanmu!"
Ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi.
Menanti Siau Wi Goan telah berlalu, Wan Wan Cu baru
berpaling kearah Suma Thian Yu dan katanya sambil tertawa
seram: "Membunuh itu mudah, tapi apa perlunya kau menghabisi
nyawanya?"
Suma Thian yu mendengus dingin.
"Disaat anjing keparat she Siau itu membunuh orang
memangnya ia pernah berpikir demikian?"
Wan Wan Cu terbungkam dalam seribu bahasa, tapi ia
segera mengalihkan pembicaraan kesoal lain, katanya:
"Aku masih ingat dengan hadiah pukulanmu ketika berada
ditebing bangau putih?"
"Aku lihat inilah kesempatan terbaik bagiku untuk menagih
hutang, bocah keparat bersiap-siaplah menerima pukulanku"
Suma Thian Yu tertawa sinis, ketika ia hendak
menyarungkan pedangnya kembali, tiba-tiba Wan Wan Cu
menggoyangkan tangan-nya sambil berseru:
"Eee... eeeee... tunggu dulu, aku ingin mencoba kelihayan
ilmu pedangmu itu!"
Sementara pemuda itu masih keheranan, Wan wan cu telah
mengeluarkan sejenis senjata dari sakunya dan ketika diamati
lebih seksama ternyata benda itu merupakan Sam Ciat kun.
Suma thian tertawa tergelak, pedangnya digetarkan
menciptakan titik-titik bunga pedang lalu sambil tertawa dingin
serunya: "Waah...rupanya kau pandai juga menggunakan sam ciat
kun, kalau begitu sauya memang punya mata tak berbiji,
silahkan!"
Begitu selesai berkata pedangnya segera dibacokan ke
tubuh Wan wan cu dengan jurus Dewa suci memetik bunga.
"Hmm...hmm...bagus sekali seranganmu" jengek Wan wan
cu dengan muka sinis.
Dengan ujung Sam ciat kun yang sebelah, ia tangkis
serangan tersebut, sementara ujung yang lain menerobos
kedalam langsung membabat jalan darah tay yang hiat di
kening lawan. Sesungguhnya Suma thian yu memang berniat memancing
musuhnya masuk perangkap, melihat Wan wan cu menyerang
dengan jurus-jurus yang tangguh, dalam sekilas pandangan
saja ia sudah tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki lawan benarbenar
tak boleh dianggap enteng.
Suma Thian Yu sama sekali tidak gugup, ia menunggu
sampai senjata lawan mendekati kepalanya, lalu sembil
membentak tubuhnya terputar bagai gangsingan, sementara
pedangnya langsung membabat Wan Wan Cu dengan jurus
gotong putus bukit wu.
Dalam waktu itu pertarungan antara Siau Yau Kay dan Sam
Yap Koay Mo sudah berlangsung seratus jurus lebih, kini
mereka telah mencapai detik-detik penentuan.
Kalau dibilang sesungguhnya Siau Yau Kay merupakan
seorang tokoh silat yang hebat, tapi heran mengapa ia tak
mampu mengungguli manusia macam Sam Yap Koay Mo
walaupun telah bertarung sebanyak seratus jurus lebih.
Mungkinkah nama besar Siau Yau Kay hanya nama kosong
belaka... Bila ada yang berpendapat demikian maka pandangan
tersebut merupakan suatu pandangan yang keliru.
Pengemis tua ini justru memiliki watak yang aneh sekali,
yaitu gemar mencuri ilmu silat orang lain, dia tahu Sam Yap
Koay Mo pernah mempelajari ilmu silat yang di peroleh dari
kitab pusaka yang didapatnya dari Suma Thian Yu, dalam
anggapannya ilmu silat yang dimiliki orang itu pasti amat
hebat, oleh sebab itulah sejak pertarungan berlangsung ia
selalu berada dalam posisi bertahan, dasar ilmu gerakan
tubuhnya sangat tangguh sulit rasanya bagi lawan untuk
berhasil melukainya.
Dalam kenyataan memang begitulah, biar pun Sam Yap
Koay Mo telah menyerang secara ngotot, jangan lagi melukai
musuhnya, menjawil ujung bajunyapun tak mampu.
Ini masih mendingan, yang lebih payah lagi hampir seluruh
ilmu silat yang dimilikinya berhasil dicuri oleh Siau Yau Kay.
Serarus jurus kemudian Siau Yiu Kay baru merasa Sam Yap
Koay Mo tak lebih hanya seorang manusia bernama kosong,
manusia yang benar-benar tak berguna, ini semua membuat
hatinya amat kecewa.
Maka sambil tertawa dingin ejeknya:
"Hei, anak anjing budukan, rupanya kau hanya mampu
menggunakan ilmu silat kucing kaki tiga, sialan benar kau ini,
lalu kau kemanakan ilmu silat kucing yang kau pelajari dari
kitab pusaka tersebut?"
Sim Yap Koay Mo sudah amat mendongkol semenjak tadi,
apalagi setelah mendengar ejekan tersebut, bagaikan minyak
bertemu api, ia berkaok-kaok penuh amarah, bagaikan kalap
ia lepaskan sebuah pukulan dengan sepenuh tenaga.
Kembali Siau Yau Kay tertawa dingin.......
"Hei, orang dungu kau tak usah memamerkan ilmu cakar
kucing lagi"
"Sampai di manakah kemampuan empat iblis dari bukit Ci
sudah kuketahui amat jelas, yang ingin kuketahui hari ini ialah
kepandaian silatmu yang berhasil kaupelajari dari kitab pusaka
tanpa kata"
"Jika kau tidak menggunakannya lagi jangan menyesali jika
nyawamu kucabut".
Padahal seperti yang diketahui, Sam Yap Koay Mo tidak
berhasil mempelajari apa-apa, perkataan lawan diterimanya
bagaikan suatu ejekan, dari malu ia menjadi gusar dari gusar
ia menjadi kalap.
Sambil menubruk pengemis tersebut, umpatnya kalang
kabut: "Kau pengemis busuk, pengemis anjing, bacotmu bau, biar
kutonjok mulutmu itu sampai remuk"
Siau Yay Kay tertawa terkekeh-kekeh, tubuhnya berputar
dan bayangan tubuhnya lenyap dari hadapan Sam Yap Koay
Mo. Sementara iblis tua itu masih tertegun, mendadak sebuah
pukulan dahsyat telah mendarat dipunggungnya,
uuaaak..uaak. Ia muntah darah segar lalu terjengkang dan roboh ke atas
tanah. Sambil menunjukkan muka setan, Siau Yau Kay
menggelengkan kepalanya dan tertawa terkekeh-kekeh,
jengeknya: "Heeeh... heee...heeh...heeee... kau betul-betul gentong
nasi yang tak berguna, jadi empat iblis dari bukit Ci adalah
manusia-manusia gembos yang tak tahan pukulan, tau begini
aku mah tak sudi bertarung dengan kalian"
Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, Siau yau Kay
melotot kearah Sam Yap koay mo, tapi sudah jelas perkataan
itu sebetulnya ditujukan kepada harimau angin hitam Lim
Khong yang berdiri tak jauh dari sana.
Ejekan tersebut terlampau pedas.....
Harimau angin hitam Lim Khong merasa hatinya tak
karuan, tapi ia mengerti ilmu silat Siau Yau Kay terlampau
tangguh dan mustahil dapat dihadapainya dengan begitu saja.
Tapi sekarang sudah jelas orang lagi mengejeknya ia tidak
terima kalau hal ini dibiarkan begitu saja.
Sambil tertawa seram ia maju kedepan beberapa langkah,
lalu teriaknya penuh rasa geram:
"Pengemis sialan kau sudah mencaci maki Lim toaya?"
Siau Yau kay segera mengangkat kepalanya dan pura-pura
kaget. "Aaaah... masa ya?"
Tapi kemudian sambil terkekeh-kekeh ia melanjutkan:
"Aaaah... kau ini keliru mungkin, anak si mayat hidupkan
semuanya tangguh, masa aku si pengemis berani menyindir"
lagipula nama besarmu toh sudah termasyur diseantero dunia,
si pengemis sih tak berani memandang rendahmu"
Ucapan ini amat menggembirakan Harimau angin hitam Lim
Khong, dia merasa bagaikan dibuai dibalik awan, enaknya
bukan kepalang.
Sebenarnya ia mau menjawab begini.
"Aaah, masa...kau kelewat memuji...."
Siapa tahu sebelum perkataan tersebut meloncat keluar,
tiba-tiba Sau Yau Kay berseru kaget lagi:
"Hei, kemana telingamu, kok hilang semua, apa sih yang
terjadi?" Harimau angin hitam Lim Khong jadi melongo lalu berdiri
dengan wajah tersipu-sipu, kalau bisa ia akan menangis keraskeras
untuk menghilangkan perasaan kesal yang mencekam
dirinya saat itu....
Dia tahu Siau Yau Kay hendak mempermainkannya, tapi
apa mau dikata kepandaian lawan terlalu tangguh, sehingga
perasaan mendongkolnya hanyadapat disimpan dalam hati.
Siau Yau Kay menjadi amat geli menyaksikan keadaan
lawannya itu, perutnya se perti dikilik-kilik, gelinya bukan
buatan. Pada saat itulah tiba-tiba....
Beberapa pekikan nyaring bergema di kejauhan sana, ada
suara lelaki ada juga suara perempuan.
Tiba-tiba saja Suma Thian Yu merasa amat kenal akan
suara pekikan itu.
Bersama dengan suara pekikan tadi, dari balik lembah pun
terdengar suara yang amat seram.
Siau Yau Kay tertegun seketika, paras muka nya berubah
amat hebat. Harimau angin hitam Lim Khong turut berpaling, tapi ia
segera menjerit kaget:
"Aaaah...!"
Ternyata dari balik semak belukar muncul seorang kakek
berusia delapan puluh tahunan yang berwajah aneh bagaikan
siluman. Orang itu memakai jubah panjang yang berwarna warni,
mukanya bulat seperti rembulan, pada jidatnya tumbuh
daging tumor yang amat besar, inilah ciri khas dari gembong
iblis yang paling menakutkan didunia persilatan yaitu manusia
iblis penghisap darah Pi Ciang Hay.
Tidak heran kalau Siau Yau Kay maupun si angin hitam Lim
Khong dibuat terkesiap olehnya.
Dalam pada itu pertarungan antara Suma Thian yu dengan
Wan Wan Cu tertunda untuk sementara waktu, masing-masing
pihak melompat ke belakang untuk melihat siapa gerangan
yang datang, akhirnya Siau Yau Kay yang menegur dahulu
sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Eee... tumben, kau juga ikut kemari, apakah ikut mencari
keramaian?"
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang Hay tertawa
seram... "Kau mundur sepuluh langkah kebelakang, tak usah
ngebacot" bentaknya.
Siapa pun tak akan tahan mendengar umpatan semacam
itu, apalagi hati Siau Yau Kay yang termasuk jago kawakan
dunia persilatan.
Siapa tahu Siau Yau Kay justru menurut, tanpa membantah
ia mundur sepuluh langkah kebelakang, benar-benar
merupakan suatu ke jutan, atau mungkin pengemis ini
memang berjiwa pengecut"
Menyaksikan Siau Yau Kay sudah mundur, manusia iblis
penghisap darah segera berpaling kearah si harimau angin
hitam Lim Khong lalu serunya sambil menyeringai seram.
"Kaupun juga!"
Si harimau angin hitam Lim Khong mendengus dingin,
tubuhnya sama sekali tidak bergerak dari posisi semula.
Mencorong sinar tajam dari balik mata si manusia iblis
penghisap darah, ditatapnya Lim Khong lekat-lekat, lalu
jengeknya:

Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus, kekerasan kepalamu memang sungguh
mengagumkan sayang kau terlalu tak tahu diri, mau mundur
tidak!" "Hmmm... kecuali guruku seorang, tiada orang manusiapun
didunia ini yang sanggup memerintah aku!"
"Huuh, kau anggap si mayat hidup kelewat hebat sehingga
aku menjadi ketakutan" sekali lagi kuperingatkan, kau mau
mundur tidak?"
"Tidak!" jawab Lim Khong angkuh, matanya merah berapiapi
penuh diliputi hawa kemarahan.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang Hay segera
mengebaskan ujung bajunya kearah depan, angin puyuh yang
maha dasyat pun serta merta menyambar ketubuh lawan.
Berada dalam keadaan demikian, harimau angin hitam Lim
Khong tetap kukuh dengan pendirianya, cepat-cepat ia
mengerahkan ilmu bobot segenap tenaga dalam yang
dimilikinya untuk memantekkan sepasang kakinya diatas tanah
dengan mengerahkan ilmu bobot seribu.
Siapa sangka biarpun harimau angin hitam Lim khong telah
mengerahkan segenap kekuatan-nya namun ketika angin
pukulan itu menyambar lewat, tubuhnya segera terangkat dan
terlempar sejauh sepuluh kaki lebih.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay tertawa
terbahak-bahak, katanya kemudian:
"Lebih baik cepat cepatlah bersemedi untuk melindungi
sepasang kakimu itu, sebab kalau tidak dua belas jam
kemudian kakimu pasti akan menjadi cacad!"
Pada mulanya harimau angin hitam tidak merasakan apaapa,
setelah mendengar ucapan tersebut secara diam-diam ia
baru beusaha memeriksa, ternyata benar juga sepasang
kakinya menjadi kaku, peredaran darah serasa tersumbat dan
timbul rasa sakit bagai ditusuk-tusuk dengan jarum tajam.
Tak terlukiskan rasa kaget dan takutnya, dalam keadaan
demikian ia tak ambil peduli soal gangsi lagi, cepat-cepat ia
duduk bersila dan mulai mengatur pernapasan.
"Nah, inilah pelajaran bagi mereka yang keras kepala" ucap
manusia iblis penghisap darah sambil tertawa.
"Sekarang kau pulang dan beritahu kepada gurumu,
beginilah watak dari Pi Ciang Hay, siapa yang menuruti
perkataanku selamat dan siapa yang menentang mampus!"
Selesai berkata tanpa memperdullkan orang-orang yang
lain ia langsung menghampiri Sam Yap Koay Mo serta
menggeledah sakunya, tiba-tiba paras mukanya berubah
bebat, sambil menyadarkan Sam Yap Koay Mo dari pingsannya
ia menegur dengan gelisah:
"Mana kitab pusakanya?"
Sam Yap Koay Mo yang baru sadar dari pingsan-nya
setelah muntah darah menjadi mendongkol ketika ada orang
menanyakan soal pusaka, tanpa melihat jelas siapa
pembicaranya dia langsung mengumpat:
"Telur busuk, siapa yang biang aku punya kitab pusaka!"
Semenjak kecil sampai setua ini belum pernah manusia iblis
penghisap darah dimaki sebagai telur busuk, kontan saja
amarahnya meledak, dia langsung menampar wajah Sam Yap
koay Mo keras-keras lalu bentaknya:
"Cepat kau serahkan kitab pusaka itu"
Sam Yap Koay Mo yang ditampar keras-keras tmenjadi
pening dan berkunang-kunang, otot-ototnya pada menonjol
keluar semua, sebetulnya dia hendak mencaci maki sehabishabisnya,
tapi setelah mengetahui orang tersebut manusia
iblis penghisap darah, semua umpatannya segera ditelan
kembali ke dalam perut, kemudian katanya dengan nada
lembut: "Oooh, rupanya locianpwee..."
Pada dasarnya manusia iblis penghisap darah merupakan
manusia yang tak sabaran, cepat-cepat ia menegur dengan
tak sabaran, cepat-cepat ia menegur lagi:
"Sebetulnya kitab pusaka itu kau simpan di mana?"
Sam Yap Koay Mo menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa bilang aku memperoleh kitab pusaka, aku tertipu
mentah-mentah, yang kuperoleh cuma sekedar kertas
rongsokan belaka!"
"Kau tidak usah mengurus kertas rongsokan atau bukan,
pokoknya jawab dulu dimana benda itu sekarang?"
Terburu-buru Sam Yap Koay Mo celingukan disekeliling
tempat itu seolah-olah kuatir kalau Suma Thian yu sudah
keburu kabur, menjumpai si anak muda tersebut masih berada
ditempat, cepat-cepat ia menuding kearahnya sambil berseru:
"Itu dia berada ditangan si bocah keparat tersebut"
Mendengar ucapan mana, manusia iblis penghisap darah
segera melepaskan Sam Yap Koay Mo, mendadak ia bangkit
berdiri lalu dengan sorot mata yang memancarkan kebuasan
selangkah demi selangsah ia menghampiri Suma Thian yu.
Dibalik sorot matanya yang buas tadi terselip hawa napsu
membunuh yang mengerikan.
Suasana diarena sangat hening, masing-masing diam
dengan hati berdebar mengawasi manusia iblis penghisap
darah serta Suma Thian yu bergantian.
oooOooo oooOooo
SUMA THIAN YU terkesiap,
ketika sinar matanya saling beradu dengan sinar mata
manusia iblis penghisap darah, ia merasa seolah-olah ada
segulung aliran listrik yang kuat menembusi uluhatinya,
membuat tubuhnya bergidik dan bersin beberapa kali.k
"Lihay amat tenaga yang dimiliki iblis tua ini"
Biarpun di hati kecilnya pemuda itu menjerit kaget, tapi
paras mukanya sama sekali tak berubah, ia masih berdiri
ditempat semula dengan wajah tenang dan kalem.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay baru
menghentikan langkahnya setelah berada lima enam
langkah dihadapan Suma Thian yu, tiba tiba ia mengulurkan
tangan-nya sambil berseru:
"Bawa kemari!"
"Apanya yang harus kuserahkan?" Tanya Suma Thian yu
sambil keheranan.
"Apa lagi, tentu saja kitab pusaka tanpa kata"
"Ooo.... kitab itu rupanya yang kau inginkan, sayang seribu
sayang kitab tersebut telah kuhancurkan" sahut Suma Thian
yu. Sekali lagi Si manusia penghisap darah tertawa seram,
suaranya tajam dan mengerikan bagaikan jeritan kuntilanak
dimalam hari, selesai tertawa kembali serunya:
"Ayo, cepat bawa kemari! aku tahu kitab tersebut belum
kau musnahkan!"
"Buat apa sih kau memerlukan kertas rongsokan itu" seru
Suma Thian yu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kau tak perlu tahu, pokoknya cepat serahkan padaku,
ingat peringatan ini untuk yang ke tiga kalinya!"
Sekali lagi Suma Thian yu menggelengkan kepalanya sambil
tertawa dingin.
"Tak mungkin kuserahkan kitab ini padamu, sebab Ciong
Liong Lo Sianjin yang menyerahkan kitab itu padaku, bila kau
meng inginkannya, tunggulah sampai kuserahkan kembali
pada Lo sianjin dan kau boleh langsung minta padanya"
"Tak usah banyak bicara, kau tak perlu menggunakan
nama Ciong Liong Lo sianjin untuk menggertakku, aku tahu si
tua bangka itu sudah modar, berani kau menipuku?"
Dari perkataan manusia iblis penghisap darah ini dapat
disimpulkan bahwa ia pun menaruh perasaan keder terhadap
Ciong Long lo sianjin.
Mempergunakan titik kelemahan tersebut, Suma Thian yu
segera menjawab.
Dia orang tua hingga kini masih hidup sehat wal"afiat, bila
kau benar-benar melarikan kitab pusaka ini dia tentu tak akan
mengampuni dirimu!"
"Omong kosong!" bentak manusia iblis penghisap darah
penuh amarah. "Bocah keparat, kau anggap aku takut dengannya"
manusia berdebah, aku justru mau mencoba samapi
dimanakah kemampuannya?"
Begitu selesai berkata ia pentangkan kelima jarinya dan
menyambar tubuh Suma Thian yu.
Sesungguhnya Suma Thian yu menang sudah merasa tak
puas terhadap kesombongan dan kejumawaan manusia iblis
penghisap darah, hanya saja selama ini ia belum mendapat
kesempatan untuk menjajal kemampuannya, melihat
datangnya cengkeraman tersebut ia berpikir:
"Kalau kau tak menyerang lebih dahulu aku mati kutu tapi
setelah kau menyerang lebih dahulu, hmm! gembong iblis ini
mesti diberi pelajaran yang setimpal"
Berpendapat demikian iapun tak bergerak dari posisi
semula, menanti ke lima jari tangan manusia iblis penghisap
darah hampir mencengkeram tubuhnya, sepasang lengannya
baru bergerak cepat sambil bentaknya:
"Pingin mampus rupanya kau?"
Sambil mengkeram Pi Ciang Hay secepat sambaran kilat
kepalan-nya yang lain menghantam bahu dari manusia iblis
penghisap darah keras-keras.
"Blaaammm...."
Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak menduga
akan datangnya serangan tersebut, seketika itu juga tubuhnya
tergetar mundur sejauh tiga langkah, masih untung tenaga
dalamnya cukup sempurna, ia tak sampat gelagapan ditengah
kepanikan, dengan memaksaan diri ia berhasil menahan
tubuhnya hingga tak sampai terjungkal keatas tanah.
Walaupun demikian, sempurna-sempurnanya tenaga dalam
yang ia miliki, bahunya terasa sakit juga oleh pukulan Suma
thian yu yang keras itu.
Rasa terkejut dan gusar segera menyelimuti perasaannya,
ia terkejut karena seumur hidupnya, kecuali dari orang- orang
angkatan yang lebih tua belum pernah ada yang mampu
mengganggu seujung rambatnya pun.
Tapi kenyataannya sekarang Suma Thian yu yang masih
muda ini, ibaratnya anak harimau yang baru turun gunung,
ternyata berani menghadiahkan sebuah bogem mentah ke
atas tubuhnya. Bayangkan saja bagaimana mungkin ia sampai tak menjadi
marah. Siau Yau Kay yang melihat Suma Thian yu telah menghajar
manusia iblis penghisap darah, diam-diam berpekik dihati:
"Aduh celaka!"
Tanpa terasa ia melejit kedepan menghampiri Suma Thian
yu lalu dengan ilmu menyampaikan suara katanya:
"Setan cilik kau sudah membuat gara-gara, kau anggap
gembong iblis tua ini bisa dipermainkan sekehendak hatimu,
ayo cepat kabur, biar aku si pengemis tua yang menahan
dirinya, jika kau tidak menurut, masih mendingan kalau cuma
nyawa yang hilang, bila kitab pusaka itu sampai terjatuh
ketangan iblis tua ini, siapakah manusia didunia persilatan ini
yang sanggup menaklukan dirinya itu"
Jangan karena urusan kecil sehingga kita menderita
kerugian besar, siapakah yang mampu memikul dosa sebesar
itu nantinya?"
Suma Thian yu menjadi tertegun, lalu timbul rasa
menyesalnya, dia tahu bila sekarang tidak kabur, bila ingin
meloloskan diri nanti mungkin akan lebih sulit dari pada
mendaki kelangit.
Semenara ia berpikir demikian, tiba-tiba Siau Yau Kau
menuding kearahnya sambil mengumpat:
"Cucu kura-kura, kau memang telur buruk yang goblok, aku
si pergemis tua toh pernah memperingatkan dirimu, kau
anggap Pi locianpwe bisa di permankan sekehendak hatimu"
kau manusia tak tahu diri, manusia goblok yang sudah pingin
mampus, ayo cepat minta maaf pada Pi locianpwe!"
Semua ucapan dari Siau Yau Kay ini disampaikan dengan
nada sungguh-sungguh dan serius, tapi sepasang biji matanya
justru berputar tiada hentinya memberi peringatan kepada
sang pemuda agar cepat-cepat melarikan diri.
Selama ini Suma Thian yu selalu merasa tidak mengerti apa
sebabnya Siau yau kay mesti berbuat begini, tapi teringat
bahwa dia membawa kitab pusaka yang tak ternilai harganya,
jika benda itu sampai hilang niscaya dia akan menyesal
sepanjang masa, maka dia tak berani berdiam terlalu lama lagi
disitu. Dengan berlagak seakan-akan hendak memberi hormat
kepada manusia iblis penghisap darah, diam-diam hawa
murninya dihimpun menjadi satu, lalu sambil menarik napas,
sepasang kakinya menjejak tanah keras-keras.
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dia
melejit ke udara dan langsung meluncur ke atas tebing.
Waktu itu, si manusia iblis penghisap darah mengira Suma
Thian yu bersungguh hati hendak minta maaf kepadanya,
karena itu dia tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya,
menanti pemuda itu sudah kabur, dia baru sadar akan hal
tersebut namun sayang keadaan sudah terlambat.
Tanpa terasa lagi dia berpekik penuh amarah, bagaikan
petir yang menyambar di angkasa, ia segera melakukan
pengejaran secara kencang....
Tentu saja Siau yau kay tak akan membiarkan dia kabur
dengan begitu saja, bahunya bergetar dan ia hadang jalan
perginya, lalu berkata dengan pelan:
"Pi loji, buat apa sih mesti sewot dan mengumbar hawa
amarah" Kalau orang sudah kabur yaa biarkan saja kabur,
biarkan aku si pengemis tua yang bertanggung jawab
menemukan-nya kembali, bukankah urusan sudah beres?"
Hawa amarah Manusia ib1is penghisap darah benar-benar
meluap sehabis mendengar kan perkataan dari Siau yau kay
itu, sambil berpekik penuh kegusaran serunya:
"Kau si pengemis busuk, kau anggap aku masih belum
memahami tipu muslihatmu itu?"
Begitu selesai berkata, telapak tangan-nya diayunkan
kedepan untuk membacok tubuh Siau yay kay.
Sebagai pengemis yang cerdik Siau yay kay telab menduga
sampai kesitu, maka begitu menjumpai Suma Thian yu sudah
pergi jauh, diapun tak ingin membuat gara-gara dengan Pi
Ciang hay, cepat-cepat dia mengegos kesamping dan
menghindarkan diri dari sergapan tersebut.
Sesungguhnya Pi Ciang hay sendiripnn tiada hasrat untuk
menghadapi Siau yau kay, melihat pengemis itu sudah
mengegos ke samping maka ia segera mengeluarkan ilmu


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meringankan tubuh elapan langkah mengejar comberet untuk
menyusul kearah mana Suma Thian yu melarikan diri tadi.
Siau yau kay kuatir Suma Thian yu menemui bahaya,
diapun tak berani bertindak ayal, segera disusulnya pula dari
belakang, tapi sayang keberangkatan-nya selangkah lebih
lambat, menunggu dia sudah menyusul kemuka, bayangan
tubuh Manusia iblis penghisap darah sudah lenyap dari
pandangan. Mendadak dari arah depan melayang datang empat sosok
bayangan manusia dan langsung menerjang kehadapan Siau
yau kay. Menjumpai kedatangan bayangan manusia tersebut, Sian
yau kay tertegun, menanti ia dapat melihat jelas si
penghadang tersebut, sambil tertawa terbahak-bahak segera
katanya: "Hai tua bangka, apakah kau datang untuk menghantar
kematianmu?"
Rupanya orang yang baru datang adalah si dewa peramal
Yu Seng see beserta sastrawan pena baja Thia Cian, Toan im
siancu Thia Yong dan Bi hong siancu wan pek lan.
Begitu bertemu dengan Siau yau kay, Sin sian siangsu
segera menegur:
"Kemana perginya Thian yu si bocah itu" Apakah kau telah
berjumpa dengannya?"
Rupanya Sin sian siangsu yang menjumpai rotan yang
dipakai Suma Thian yu dalam gua Jit yang sui tong putus, dia
mengira pemuda tersebut pasti mati, karena selama ini belum
pernah ada orang yang bisa lolos dan goa air tersebut.
Dengan membawa perasaan yang duka dan menyesal dia
pun kembali ke daratan Tionggoan, teringat akan pesan Ciong
liong lo sian Jin yang menyuruhnya melindungi keselamatan
Suma Thian yu, dia menjadi malu dan menyesal sekali,
bagaimana mungkin ia dapat memper-tanggung jawabkan diri
dihadapan Ciong liong lo siaujin nanti"
Semakin dipikir Sin sian siangsu merasakan hatinya makin
kalut, seorang tokoh kenamaan ternyata tak mampu
melindungi keselamatan seorang angkatan muda, peristiwa
semacam ini benar-benar merupakan suatu, peristiwa yang
memalukan. Jangan lagi Ciong liong lo sianjin tidak akan memaafkan
dirinya, setiap umat persilatan pun tak akan mengampuni
kesalahan-nya itu. Sewaktu memasuki Eng bun kwan, diapun
bertemu dengan dua bersaudara Thia dan Wan Pek lan,
adapun kedatangan mereka ber tiga dari bukit Kun san adalah
untuk menjemput kedatangan pemuda itu.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sin sian siangsu
menceritakan semua pengalamannya....
Jilid : 30 Mendengar berita kematian dari Suma Thian yu, dua
bersaudara Thian dan Wan pek lan merasa bagaikan disambar
guntur disiang hari bolong, terutama Wan Pek lan, saking
sedihnya dia sampai jatuh pingsan seketika.
Dengan susah payah semua orang baru berhasil
menyadarkan kembali Wan Pek lan, setelah sadar gadis itu
bersikeras hendak pergi ke gua Jit yang sui tong untuk melihat
keadaan, katanya, biarpun orangnya sudah mati, dia ingin
melihat jenasahnya.
Walaupun dua bersaudara Thian dan Sin sian siangsu telah
berusaha untuk membujuknya dengan berbagai cara, namun
tak mampu mengubah jalan pemikirannya, pada saat itulah
Wu san siang gi siu (dua manusia bodoh dari bukit Wu)
muncul secara tiba-tiba dihadapan mereka.
Bertemu dengan sepasang manusia bodoh itu, Sin sian
siangsu merasa amat lega, dia tahu ke dua manusia aneh
tersebut tentu dapat membujuk Wan Pek lan.
Siapa tahu Toa gi siu Khong Sian segera berseru begitu
bertemu dengan Wan Pek lan.
"Bocah perempuan, bukankah kau ingin pergi ke gua jit
yang sui tong untuk mencari mayat" Kebetulan sekali, kami
dua orang tua bangka pun ingin berpesiar pula ke situ, kita
sejalan, sepanjang perjalanan tentu tak akan kuatir kesepian!"
"Locianpwee memang baik sekali, siauli merasa amat
bergembira dapat menempuh perjalanan bersama kalian" seru
Bi hong siancu Wan Pek lan cepat-cepat.
Toa gi siu Khong Sian segera tertawa terkekeh-kekeh:
"Heee....heeh...ayolah berangkat, kalau sampai terlambat,
tulang belulangpun sukar untuk dilihat lagi!"
Selesai berkata dia segera berangkat duluan, tanpa berpikir
panjang, Wan pek lan segera mengikutinya dibelakang.
Siapa tahu baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak
Tay gi sian Khong Sian menghentikan langkahnya sambil
berseru lagi: "Aah, ogah! Untuk kesitu kita mesti menempuh perjalanan
jauh, paling tidak mesti ada tandu untuk menggantikan kaki
sendiri" Dia membalikkan badan lalu berjalan kembali ketempat
semula. Untuk sesaat Bi hong siancu dibuat bingung dan pusing
tujuh keliling, dia hanya bisa berdiri bodoh ditempat sambil
mengawasi Tay gi siu dengan termangu.
Mendadak Si gi siu Khong Bong berteriak:
"Eeei, aneh benar, aku seperti mengendus bau manusia!"
"Bau manusia!", perkataan yang tiada ujung pangkalnya ini
segera membuat semua orang tertegun dan serentak meroleh
kearah Ji gi siu.
Tay gi siu Khong Sian nampak manggut-manggut,
kemudian bergumam seorang diri:
"Yaa betul seperti bau badan si bocah itu, jangan-jangan
dia sudah di panggang orang sampai hangus?"
"Aah, tidak betul" kata Ji gi siu Khong seraya
menggelengkan kepalanya berulang kali, tampaknya bau ini
berasal dari arah lembah Si hun kok dibukit Ki ciok san, heran,
bukankah bocah itu sudah mampus di gua Jit yang sui tong"
Kenapa bisa muncul lagi dibukit Ki ciok san untuk menghantar
kematian?"
Tanya jawab yang dilakukan kedua orang itu bagaikan
gumaman terhadap diri sendiri membuat para pendengar jadi
bingung dan merasa tidak habis mengerti.
Dua bersaudara Thian yang menyaksikan kejadian tersebut,
segera salah menduga kalau Siang gi siu dari bukit Wu san ini
sedang kumat sakit ingatannya terutama Thia Yong, hampir
saja dia tertawa cekikikan saking gelinya.
Sedangkan Sin sian siungsu yang mendengar perkataan itu,
buru-buru bertanya:
"Sungguhkah perkataan dari kalian berdua itu?"
Tay gi siu Khong Sian miringkan kepalanya sambil
memasang telinga, sejenak kemudian teriaknya secara tibatiba:
"Aduuh celaka, bocah itu terancam bahaya!"
"Ayo jalan, kita sambut dari belakang" sambung Ji gi siu
Khong Bong cepat-cepat.
Tanpa memperdulikan keempat orang yang masih hadir
diarena lagi, kedua orang itu segera menggerakan tubuhnya
dan seperti sambaran cahaya, tahu-tahu saja sudah meluncur
kemuka, kemudian dalam beberapa kali lompatan saja
bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan semua
orang. Sin sian siangsu yang menyaksikan kesemuanya itu hanya
bisa menggelengkan ke palanya berulang kali sambil berkata:
"Yaa, manusia aneh dengan watak yang aneh, empat
puluh tahun berselang sudah begini, sekarang edannya makin
bertambah hebatnya..."
"Yu cianpwe, apakah kedua orang itu yang dikenal sebagai
sepasang manusia bodoh dari bukit Wu" tiba-tiba Thin pit
suseng Thia cuan bertanya dengan keheranan.
"Ya benar, bukankah ucapan mereka berdua rada sinting
dan tak genah?"
Toan im siancu Thia Yong segera mendengus:
"Hmm, aku lihat mereka berdua benar-benar sudah sinting
dan edan semua..."
"Bila kau berkata begini, maka ucapan mu itu keliru besar"
ucap Sin sian siangsu sambil menggeleng, "orang kuno bilang,
mereka yang amat cerdik justru mirip orang bodoh, tanpa
mereka dari mana kita bisa tahu kalau Thian yu masih hidup
sehat di dunia ini?"
"Apa" Engkoh Yu belum mati?"
Kejut dan gembira menyebabkan Bi hong siancu Wan Pek
lan berteriak keras sehabis mendengar perkataan itu, namun
setelah ucpan meluncur keluar, dia baru sadari kalau sudah
khilaf, merah dadu wajahnya, cepat-cepat dia menunduk
rendah-rendah. Sin sian siangsu manggut-manggut, katanya lagi:
"Bila Wu san siang gi tidak berbohong, kemungkinan besar
Suma Thian yu sedang terkurung di bukit Ki ciok san saat ini,
kita tak boleh membuang waktu lagi, mari kita berangkat ke
situ tntuk melihat lihat keadaan"
"Aneh" Thi pit suseng Thian Cuan berseru pula, "aku
dengar Ki ciok san berada dalam pengawasan dan kekuasaan
dua bersaudara penjual obat, bagaimana mungkin Suma Thian
yu dapat terkurung di situ?"
"Sekarang, kita tak usah menggubris dulu soal-soal
semacam itu, ayoh berangkat" tukas Sin sian siangsu cepat.
Seusai berkata dia segera berangkat dulu menuju ke bukit
Ki ciok san dengan kecepatan tinggi.
Itulah sebabnya pula, begitu Sin sian siangsu bertemu
dengan Siau yau kau, dia langsung menanyakan soal Suma
Thian yu. Siau yau kay segera memperlihatkan sekulum senyuman
yang amat misterius,lalu sahutnya:
"Dia sudah kabur!"
Biarpun hanya jawaban yang singkat namun bagi
pendengaran Bi hong siancu Wan Pek lan, pada hakekatnya
hal ini merupakan obat penenang yang sangat mujarab.
Bukankah dengan ucapan tersebut berarti pula kalau Suma
Thian yu belum tewas di gua air Jit yang sui tong"
Agaknya Sin sian siangsu mempinyai jalan pemikiran yang
sama, semua kemurungan dan kekuatiran yang selama ini
mencekam perasaannya, seketika hilang lenyap tak berbekas.
Terdengar Siau Yau kay berkata lebih jauh:
"Mari kita mencarinya secepat mungkin, andaikata sampai
tersusul oleh Manusia iblis penghisap darah mungkin akan
lebih banyak bahayanya dari pada keberuntungan"
Secara ringkas dia lantas menceritakan apa barusan yang
terjadi kepada semua orang.
Mengetahui kalau Suma thian yu berhasil lolos dari
ancaman bahaya, tapi sekarang sedang dikejar-kejar gembong
iblis nomor satu didunia, Bi hongsiancu Wan Pek lan kembali
merasakan hatinya berdebar keras, perasaan tak tenang sekali
lagi mencekam perasaannya.
Dengan cepat dia bertanya ke arah mana pemuda itu
melarikan diri, lalu tanpa membuang waktu lagi segera
mengejar pula ke arah yang sama.
Siau Yau kay yang menjumpai cucu keponakannya begitu
terpengaruh oleh perasaan cinta, tentu saja tak tega
membiarkan gadis itu menyerempet bahaya seorang diri,
dengan cepat dia mengejar pula dari belakang...
Sin sian siangsu, dua bersaudara Thia semuanya tak mau
ketinggalan, serentak mereka menggerakan tubuh masingmasing
untuk bergerak menuju kedepan...
000O000 SUMA THIAN YU melarikan diri secepat-cepatnya menuju
kedepan, tatkala tiba disebuah bukit, fajar sudah hampir
menyingsing, tapi langit masih tetap gelap gulita bagaikan
tinta, masih untung sepasang mata Suma thian yu mampu
melihat dalam kegelapan sehingga dapat mengurangi banyak
ancaman bahaya.
Tiba diatas puncak bukit yang tak diketahui namanya itu,
Suma Thian yu baru berpaling dan menengok ke bawah,
ketika tak nampak manusia iblis penghisap darah menyusul
dia baru dapat menghembuskan napas panjang dan duduk
dilantai untuk bersemedi.
Siapa tahu, baru saja dia berada dalam keadaan lupa diri,
mendadak dihadapan-nya muncul seorang manusia yang
berperawakan tinggi besar....
Orang itu adalah seorang hwesio berusia tujuh pulah
tahunan, rambutnya sudah memutih semua, dia mengenakan
pakaian padri yang sudah dekil, kaki kanannya cacad sedang
dibawah ketiak kanannya mengembol sebuah tongkat kayu
sebagai penyangga.
Padri itu muncul dan berdiri dengan begitu saja dihadapan
Suma Thian yu. Ketika menjumpai pemuda itu sedang duduk
bersemedi, diapun tidak mengganggu sebaliknya berdiri disitu
bagaikan sebuah patung saja, seakan-akan hendak menunggu
sampai Suma Thian yu mendusin kembali dari semedinya.
Lama kemudian Suma Thian yu baru selesai menyalurkan
hawa murninya mengelilingi seluruh badan satu kali, semua
rasa letih hilang lenyap dan sebagai gantinya dia merasakan
tubuhnya menjadi segar bugar kembali.
Ketika ia membuka matanya dan melihat ada seorang
pemuda tua berdiri dihadapan-nya, dengan perasaan terkejut
segera tegurnya:
"Siapa kau?"
Pendeta tua itu tersenyum.
Pertanyaan tersebut seharusnya lolaplah yang mengajukan
kepadamu, siau sicu siapa namamu" Mau apa datang ke
puncak Pek Jin hong ini...?"
Cepat-cepat Suma Thian yu bangkit berdiri kemudian
setelah memberi hormat katanya:
"Aku bernama Suma Thian yu, berhubung lagi dikejar-kejar
orang maka tanpa sengaja sampai disini, harap kau sudi
memaafkan"
Hweesio tua itu manggut-manggut.
"Ehmm, kalau dilihat dari mimik wajahmu, lolap memang
sudah paham sebagian be sar, siapa sih yang sedang
mengejarmu?"
"Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay!"
"Oooh..." hweesio tua itu menjerit kaget, tanpa terasa ia
memperhatikan lagi pemuda itu beberapa kejap, lalu terusnya,
"apakah kau mempunyai sengketa atau perselisihan
dengannya?"
"Yaa, boanpwee telah menghadiahkan sebuah pukulan


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketubuhnya"
Mendengar pengakuan itu, si hweesio gegera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:
"Haaah...haaah... siau sicu pandai bergurau, kau taahu
manusia macam apakah
Manusia iblis penghisap darah itu" Kau mampu
menghadiahkan sebuah pukulan ketubuhnya" Betul-betul
sebuah berita besar yang aneh, apalagi jika kau mampu
menghadapinya, mengapa pula mesti melarikan diri?"
Sebenarnya Suma Thian yu ingin menceritakan semua
pengalamannya kepada orang ini, tapi dia berpikir lebih jauh,
apakah hweesio tua ini orang jahat atau orang baik pun belum
diketahui olehnya, andaikata kisah sejujurnya justru
mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri, bukankah hal ini
malah akan membuatnya penasaran" berpikir demikian maka
segera jawabnya:
"Sebetulnya boanpwee baru bisa menghajarnya disaat dia
tak siap, begitu berhasil maka aku pun segera melarikan
diri.." "Oooh rupanya begitu, kalau demikian sih memang tak
aneh" Kita sudah berbincang-bincang sekian lama, tapi boanpwee
belum sempat mengetahui siapa nama gelar taysu?"
"Haah...haahh... lolap adalah Leng Khong"
"Ooohh, rupanya Leng khong taysu, sudah lama kudengar
akan nama besarmu, rupanya aku betul-betul punya mata tak
berbiji, harap taysu sudi memaafkan"
Biarpun dimulut dia berkata begini, sebaliknya dalam hati
kecilnya dia mengumpat:
"Kau keledai busuk, anjing gundul, justru paman Wan bisa
tewas karena dicelakai oleh kalian manusia-manusia tengik
yang munafik, setelah kuketahui kau berada disini, sebentar
aku pasti akan menyuruh mu merasakan penderitaan, dengan
begini rasa mendongkol dan benciku baru dapat
terlampiaskan!"
Sekalipun dihati kecilnya dia berpikir demikian, namun hal
tersebut tak sampai diungkapkan keluar.
Leng khong taysu adalah ketua Go bi pay, sejak dia
berhasil mengepung Wan liang di Ciat thian tong dan sebuah
kakinya dipapas kutung oleh Wan Liang, sejak itu pula
menyerahkan kedudukan ciang bunjinnya kepada Seng khong
taysu, seorang adik seperguruannya, sedang dia sendiri kabur
ke Pek jin hong dan menutup diri untuk memperdalam ilmu
Tat cun heng hoat kun nya.
Tentu saja dia berbuat demikian dengan harapan bisa turun
gunung lagi dan mencari Kit hong kiam Wan Liang untuk
membalas sakit hatinya.
Tapi dari mana Suma Thian yu bisa mengetahui tentang
Leng khong taysu"
Rupanya sewaktu Wan Liang terjatuh ke dasar jurang
tempo hari, dalam keadaan tak sadar dia selalu mengigaukan
nama orang-orang yang pernah mengerubutinya, termasuk
diantaranya nama Leng khong taysu, itulah sebabnya Suma
Thian yu dapat mengingatnya hingga sekarang.
Kedua orang itu sudah berbincang cukup lama, tapi selama
ini Leng khong taysu tak pernah merasakan pedang Kit hong
kiam yang tersoren dipunggung anak muda itu.
Dalam pada itu matahari sudah condong ke barat, suasana
magrib mulai menyelimuti puncak Pek jin hong.
Melihat keadaan cuaca, Leng khong tayse segera berkata:
"Sebentar lagi ada tamu yang akan berkunjung, inginkah
siau sicu untuk berkenalan dengan teman baru?"
Dengan gembira Suma Thian yu berseru:
"Empat samudra adalah saudara, lebih banyak seorang
teman berarti lebih banyak sebuah jalan"
Leng khong taysu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh... haahh... haahh... perkataanmu memang betul,
selama kita hidup dirumah, orang tualah tulang punggung
kita, tapi se lama berada diluar rumah, temanlah tulang
punggung kita. Bagi orang yang gemar berkelana macam kau
makin banyak berteman memang semakin baik."
"Sekalipun berteman itu penting, memilih teman baikpun
merupakan syarat utama, selamanya boanpwe berhati-hati
dalam memilih teman, sehingga tak sampai dicelakai oleh
teman sendiri. Tujuan Suma Thian yu mengucapkan perkataan itu sudah
jelas sekali, yakni hendak menyindir Leng khong taysu, sebab
musibah yang menimpa Leng khong taysu saat ini tak lain
karena dia percaya dengan perkataan orang sehingga menjual
teman sendiri dan menempuh perjalanan sesat.
Sayang sekali Leng khong taysu tidak memahami arti lain
dibalik perkata tersebut.
Tak lama kemudian fajar telah menyingsing, tiba- tiba dari
bawah bukit sana terdengar dua kali pekikan nyaring bergema
di angkasa. Leng khong taysu tertawa terbahak bahak:
"Aah mereka sudah datang suatu persa habatan memang
mengutamakan pegang janji, mereka memang benar-benar
manusia yang memegang janji, nyatanya perjanjian yang
dibuat sepuluh tahun berselang tidak sampai mereka lupakan"
Baru saja selesai ia berkata, dari puncak bukit sana telah
meluncur dua bayangan manusia.
Mereka bertekuk pinggang ditengah udara lalu dengan
gerakan burung manyar terbang dipasir melesat keatas
permukaan dengan enteng, dan tidak menimbulkan suara
sedikitpun. Cukup ditinjau dari gerakan tubuh mereka dapat diketahui
bahwa ilmu silat yang mereka miliki benar-benar amat hebat.
Sekali lagi Leng khong taysu tertawa tergelak:
"Haah... haahh...haaah...Ciong hiante memang amat
memegang janji, bila kedatangan kalian tidak kusambut dari
jauh, mohon kau sudi memaafkan"
Ternyata yang datang adalah seorang kakek dan seorang
pemuda. Si kakek berusia enam puluh tahunan, berjubah
hitam, sepatu laras hitam dan bermata tunggal, gerakgeriknya
sangat angkuh dan jumawa, sebaliknya pemuda yang
datang bersamanya berusia dua puluh tiga, dua puluh empat
tahunan, beralis tipis, mata sipit, hidungbengkok seperti paruh
betet dan gerak-geriknya cabul.
Ketika kakek itu melihat Suma Thian yu, ia lantas menegur
pada Leng Kong taysu:
"Toa suhu, apakah ia muridmu?"
"Haaahh... haaahh... mari, mari kuperkenalkan kalian
semua, dia adalah Ciong locianpwee yang disebut orang
Malaikat sakti bermata tunggal, sedang yang seorang lagi
muridnya Ciong locianpwee yang dise but harimau berwajah
kemala Kok Ciu"
Kemudian sambil berpaling kearah dua orang itu ia
melanjutkan: "Sedang anak muda ini adalah tamuku, Suma Siauyap"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
memperhatikan Suma Thian yu sekejap, ketika melihat pedang
antik yang tersoren dipunggung anak muda tersebut ia
berseru tertahaa:
"Lote, aku lihat pedangmu seperti amat kukenal, boleh aku
tahu apa nama pedang mu itu?"
Suma Thian yu tertegun setelah mendengar pertanyaan itu,
tapi ia segera ambil Keputusan dan menjawab:
"Kit Hong Kiam!"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie bertiga
sama-sama terperanjat, lalu tegurnya dengan wajah
tercengang: "Kit Hong Kiam" apa hubunganmu dengan Wan liang?"
"Dia adalah suhuku" jawab Suma Thian yu seolah-olah
seorang bocah yang tak tahu urusan.
Leng Kong taysu segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa seram. Suaranya amat lengking dan tinggi sehingga
membuat seluruh dataran itu bergetar keras. Seusai tertawa
diapun berkata:
"Peristiwa ini benar-benar amat kebetulan, inilah yang
dikatakan pepatah kuno sebagai: Dicari sampai sepatu jebol
tidak ketemu akhirnya ditemukan tanpa sengaja, hemm,
bocah, benarkah Wan Liang adalah gurumu?"
"Eeii... buat apa aku musti berbohong?"
"Bocah keparat!" seru malaikat sakti bermata tunggal Ciong
Ing hwie sambil tertawa seram, jalan ke surga tidak kau lalui,
jalan menuju ke neraka justru kau hampiri, cepat katakan
padaku dimana Wan liang sekarang?"
"Dia orang tua telah meninggal, tewas dicelakai seorang
perempuan jalang yang tak tahu malu"
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, sikap Suma thian yu
masih tenang-tenang saja, seolah-olah ia tidak sadar seakanakan
tidak mengetahui kalau ke tiga orang yang berada
dihadapannya berniat jahat terhadap dirinya.
Leng Kong taysu menggelengkan kepala nya berulang kali
setelah menyaksikan keadaan tersebut, diam-diam pikirnya:
"Heran, mengapa orang she Wan itu memilih seorang
gentong nasi sebagai murid nya"
Berpikir demikian ia segera menegur lagi:
"Benarkah Wan Liang telah mati?"
"Benar, mengapa sih taysu bertanya terus?"
Leng Kong taysu menghela napas panjang.
Ia bukan bersedih hati karena kematian Wan Liang,
melainkan menyesal karena tak mampu membalas dendam
atas sakit yang diterimanya dulu, maka ujarnya kemudian:
"Baiklah kalau begitu, akan kubunuh dirimu, kalau
bagaimana mungkin rasa dendam yang sudah terpendam
selama ini dapat terlampiaskan?"
Sepasang matanya berkilat-kilat memancarkan sinar
kebencian, selangkah demi selangkah dia mendekati pemuda
itu, sikapnya seakan-akan seekor ular berbisa yang siap
memagut mangsanya.
Pada saat itulah tiba-tiba si harimau berwajah kemala Kok
Cin berseru: "Silahkan mundur locianpwee, untuk membunuh seekor
ayam kenapa harus memakai golok penjegal kerbau" serahkan
saja bocah keparat ini pada boanpwee"
Ceng Kong taysu tertawa dan manggut-manggut, katanya:
"Kalau begitu silakan keponakan mewakili ku, cuma ingat
jangan sampai ia terbunuh!"
"Oooh, itu mah boanpwee sudah tahu" jawab harimau
berwajah kemala Kok Cin samil tertawa angkuh.
Ia langsung menerjang kehadapan Suma Thian yu dan
meloloskan sebatang senjata penggaris baja, kemudian
bentaknya sinis:
"Bocah keparat cabut keluar pedangmu!"
Melihat senjata lawan. Suma Thian yu segera tertegun,
sebab senjata penggaris adalah tandingan dari pedang,
betapapun tajamnya sebatang pedang, bila sudah bertemu
dengan senjata begini niscaya akan patah.
Mengetahui akan alasan tersebut Suma Thian yu tidak
meloloskan pedangnya, katanya kemudian sambil tersenyum:
"Pedangku ini adalah pedang warisan mendiang guruku,
bila keadaan tidak amat mendesak, aku rasa lebih baik
kulayani diri mu dengan tangan kosong saja"
Mendengar perkataan ini, si harimau berwajah kemala Kok
Cin salah mengira bahwa perkataan ini diartikan menghina
atau memandang rendah dirinya, dengan gusar ia
membentak: "Bocah keparat, apa sih yang kau andalkan hingga berani
memandang hina toaya mu, aku tidak percaya kalau kau
punya tiga kepala enam lengan!"
Sambil menerjang kedepan dia langsung membacok Suma
Thian yu dengan jurus menyembah kepada pintu langit.
Suma Thian yu tak ingin terlalu menonjolkan diri, apa lagi
masih ada dua orang musuh yang mengincar dari sisi arena, ia
tahu bila sikapnya terlalu jumawa, hal ini bisa memancing
datangnya bencana, oleh karena itu ia berkelit kesamping
menghindari serangan itu.
Serungguhnya dalam serangannya ini si harimau berwajah
kemala Kok Ciu hanya bermaksud mencoba kemampuan
lawan, ia menjadi bergembira hati setelah menyaksikan gerakgerik
lawannya yang terlalu lamban, cepat-cepat ia
melancarkan sapuan lagi dengan jurus Angin berpusing
menyapu salju. Tergopoh-gopoh Suma Thian yu berkelit kembali, lalu
teriaknya: "Kau benar-benar ingin bertarung" Aku mengira kau cuma
mau main main saja"
Harimau berwajah kemala Kok citu tertawa seram....
"Bocah keparat, kamatian sudah didepan mata masih
berbicara seenaknya, lihatlah nanti toaya akan membacok
lengan kirimu sampai kutung!"
Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut Suma Thian
yu merasakan datangnya serangan yang membacok bahunya.
Diam-diam pemuda itu tertawa dingin, ditunggunya sampai
senjata lawan tinggal satu depa dari sisi bahunya, tiba-tiba ia
membungkukkan badan lalu dari arah bawah ia sodok
lambung lawan keras-keras.
"Bluuk...!"
Sodokan Suma Thian yu bersarang telak dilambung Kok
Ciu. Pemuda itu berniat merecoki musuhnya, maka ia hanya
menggunakan tenaganya sebesar dua bagian saja.
Kok Ciu yang terkena pukulan segera merasakan perutnya
sakit, untung saja tenaga dalamnya cukup sempurna sehingga
dia masih bisa mempertahankan diri.
Tapi dengan terjadinya peristiwa ini meledeklah amarah si
harimau berwajah kemala itu.
Sambil meraung ia putar senjatanya kencang-kencang lalu
secara beruntun melancarkan tiga buah pukulan.
Suma thian yu mengeluarkan ilmu langkah delapan mabuk
untuk menghindar dari serangan-serangan musuhnya, sikap
pura-puranya ini diperankan dengan amat baik, sehingga Leng
Kong taysu maupun malaikat bermata tunggal berhasil
dikelabuhi habis-habisan. Kalau Leng Kong taysu mengira
Suma thian yu seorang jagoan lemah yang tak berkepandaian
maka berbeda pendapat dengan si harimau berwajah kumala
Kok ciu, setelah beberapa kali serangannya hampir mengenai
lawan selalu dapat dihindari secara manis dan tepat, makin


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertarung ia semakin terkejut sehingga akhirnya ia
membentak keras:
"Bocah keparat, rupanya kau berlagak blo'on, kalau
seorang lelaki sejati tunjukan semua kepaniaianmu"
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:
"Haahaa...haah... kau terlalu sungkan, bila saudara Kok
selalu mengalah padaku buat apa kira musti melanjutkan
pertarungan ini?"
Harimau berwajah kemala Kok Ciu membentak nyaring ia
melompat kedepan lalu senjatanya diayunkan ketubuh Suma
Thian yu berulang ulang dengan jurus berlaksa bunga pada
mekar. "Keparat busuk aku akan beradu jiwa denganmu, pokoknya
kalau hari ini kau tidak, mampus akulah yang mati!" teriaknya
penuh emosi. Tiba-tiba Suma Thian yu menemukan titik kelemahan pada
serangan lawannya, ia segera tertawa nyaring, tubuhnya
segera menerjang kebalik kabut senjata lawan, lalu secara
telak menghantam dada musuh.
Kasihan si harimau berwajah kemala, belum sempat ia
melihat bayangan musuh, dadanya sudah terasa sakit sekali,
bagaikan tertindih batu besar, menyusul kemudian darah
kental muntah dari bibirnya, wajahnya berubah menjadi pucat
kehijau-hijauan, kemudian setelah mundur beberapa langkah
dengan sempoyongan ia terjatuh keatas tanah dan tak
sanggup merangkak bangun lagi.
Biar mimpipun Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing
hwie tidak menyangka kalau murid kesayangannya dapat
menderita kekalahan secara tragis ditangan seorang bocah
muda yang masih berbau tetek, melihat muridnya terluka
parah, meledaklah amarah nya, tanpa memperdulikan
keadaan muridnya, ia berpekik nyaring dan melompat
kehadapan Suma Thian yu, lalu sebuah pukulan yang maha
dashyat disodokkan ketubuh lawan.
Dengan langkah Ciok Tiong Loan Poh, Suma thian yu
membalikkan badannya kemudian melenyapkan diri dari
hadapan lawan-nya.
Menyaksikan Ciong ing hwie sudah melancarkan
serangannya, cepat-cepat leng Kong taysu berseru
mencegahnya: "Ciong hiante, tunggu dulu, biar aku yang membereskan
bajingan ini, aku lihat luka yang diderita muridmu cukup
parah, kau harus segera merawatnya"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie segera
meninggalkan lawannya lalu menghampiri Harimau berwajah
kemala dan mengobati lukanya.
Dalam pada itu Leng Kong taysu telah menyerobot maju
kehadapan Suma Thian yu.
Sambil menunjuk kearah kaki Leng Kong taysu yang cacad
Suma Thian yu berkata:
"Taysu sekali bersalah jangan kauulangi kesalahan
tersebut, sekalipun mempunyai dendam sakit hati sedalam
lautan dengan guruku, toh orangnya sudah mati, sepantasnya
bila budi dan dendam pun ikut dikubur bersama kematian-nya,
masa kau membenci orang yang sudah mati?"
Leng Kong taysu tertawa dingin:
"Dendam sakit hati ini ibaratnya yang tak terukur
dalamnya, biarpun aku dapat menggali keluar jenasahnya dan
seribu kali membacok tubuhnyapun sakit hati ini belum dapat
terlampiaskan, setelan kau menampilkan diri mewakili dirinya
hari ini, terpaksa akupun akan melampiaskan dendam ku itu
kepadamu" Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma Thian yu hanya
bisa menghela napas panjang, ujarnya kemudian:
"Bila murid kaum beragama keji semua seperti kau, entah
bagaimana jadinya dunia ini" jelek-jelek taysu pernah
terhitung seorang ketua dari suatu perguruan besar di masa
lalu, sepantasnya bila kau memandang tawar semua budi dan
dendam yang ada didunia ini, jangan lagi keikutsertaanmu
dalam menumpas seorang pendekar besar sudah merupakan
suatu kesalahan, kini kau pun enggan melepaskan orang yang
telah meninggal, kemana kau letakkan perasaanmu?"
"Tak usah ngebacot terus!" bentak Leng Koog taysu penuh
amarah, dengan menghimpun tenaga dalam sebesar tujuh
bagian ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Suma
Thian yu. Menjumpai keadaan demikian Suma Thian yu
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Ia segera menghimpun pula tenaga dalamnya dan
melepaskan sebuah pukulan dengan gabungan tenaga Bu
Siang Sin Kang dan Ciong Goan sim hoat.
"Blaamm!"
Suatu ledakan yang amat dahsyat bergema memecahkan
keheningan, bersamaan dengan terjadinya benturan tersebut,
desingan angin puyuh berhamburan kemana-mana.
Leng Kong taysu memang amat hebat, ditengah hembusan
angin yang memacar kemana-mana itu ia justru mendesak
Suma Thian yu dan melepaskan serangkaian pukulan dengan
ilmu Tat Mo Hoa Kim hasil ciptaan-nya belum lama berselang.
Suma Thian yu sangat terkejut, ia tak berani berayal lagi
dan segera melancarkan serangan balasan dengan ilmu
delapan jurus pembunuh naga (Tay Ong To Liong Pat Si).
Dalam pada itu, malaikat sakti bermata tunggal telah
selesai mengobati harimau berwajah kemala, melihat Leng
Kong taysu telah bertarung sengit, apalagi menjumpai gerakgerik
Suma Thian yu yang gagah perkasa, diam-diam ia mulai
menguatirkan keselamatan dari rekannya.
Karena itu secara diam-diam ia mempersiapken tiga batang
jarum Bwe Hoa Ciam yang amat beracun dan siap dilancarkan
ke arah lawan. 0000o0000 0000o0000
BEGITU Suma Thian yu mengeluarkan ilmu Tay Cing To
Liong pat Si, segera terlihat betapa dahsyatnya ilmu pukulan
ajaran Put Gho Cu ini, Leng Kong taysu segera merasakan dari
arah delapan penjuru muncul angin pukulan dan bayangan
serangan dari lawannya.
Sungguhnya Leng Kong Jaysu bukan manusia
sembarangan, ia dapat memimpin Go Bi Pay paling tidak mesti
memiliki ilmu silat simpanan yang tangguh, kekalahan yang
dideritanya sekarang tak lain karena ia tak dapat membedakan
mana yang benar dan mana yang salah.
Jika seseorang sudah berada dalam keadaan demikian,
berarti ia sudah memasuki dari awal perbuatan dosa, karena
manusia demikian ini paling gampang tertipu dan masuk
perangkap. Sejak kakinya cacad dipuncak Ciat Thian hong, pendeta ini
melalu menyembunyikan diri dipuncak Ciat Thian hong untuk
mendalami ilmu pukulan Tat Hoa Mo Kun nya, sepuluh tahun
bagaikan sehari, Leng Kong taysu tak pernah malas melatih
ilmunnya. Tak heran kalau ilmu itu benar-benar mengerikan setelah
dipergunakan olehnya hanya sayagnnya ia menderita cacad
dikaki, sehingga gerak-geriknya kurang leluasa, ditambah lagi
lengan kirinya harus memegang tongkat penyangga badan,
kesemuanya ini membuat gerak-geriknya kurang leluasa dan
lamban. Itulah sebabnya sejak awal pertarungan Suma Thian yu lah
berada di posisi atas angin.
Dalam pada itu, malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing
Hwie telah membopong si harimau berwajah kemala Kok Ciu
kesisi arena, kemudian ia menghampiri arena pertarungan dan
mengikuti jalannya pertarungan tersebut dengan seksama.
Mendadak terdengar Leng Kong taysu berpekik nyaring,
telapak tangan dan tongkatnya dipergunakan bersama-sama,
agaknya ia hendak mempergunakan segenap kemampuannya
untuk beradu jiwa dengan lawan.
Suma Thian yu segera berkata dengan hambar:
"Taysu, kemampuanmu tidak lebih hanya begini-begini
saja, sebelum terlambat kuanjurkan kepadamu untuk tahu
diri" Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, ia berhasil
menangkap tongkat Leng Kong taysu dan memandangnya
dengan wajah sinis...
Seketika itu juga Leng Kong taysu kehilangan
keseimbangannya, dalam keadaan demikian asal Suma Thian
yu membetot, kemudian mendorong tongkat itu niscaya Leng
Kong taysu akan kehilangan keseimbangan badannya dan
terjungkal keatas tanah.
Tiba-tiba si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
membentak keras:
"Bocah keparat, lihat senjata rahasia!"
Bersama dengan ayunan tangannya, tiga batang jarum
Bwee Hoa Ciam menyambar kedepan dan mengancam tubuh
bagian atas, tengah dan bawah Suma Than yu.
Suma Thian yu sama sekali tak menyangka kalau Ciong Ing
Hwie bakal melakutan sergapan secara tiba-tiba, ia jadi
tertegun setelah mendengar bentakan tersebut, tahu-tahu titik
cahaya tajam telah menyambar dihadapan-nya.
Untung saja Suma Thlan yu tidak gugup dalam menghadapi
situasi demikian, cepat-cepat ia dorong tangan kanannya
kemuka lalu mundur dua langkah kebelakang, nyaris ia
termakan sergapan maut tersebut.
Siapa tahu disaat Suma Thian yu belum sempat berdiri
tegak, Leng Kong taysu telah membentak keras lalu
melontarkan tongkatnya keerah pemuda tersebut.
Tak terlukiskan kagetnya Suma thian yu menghadapi situasi
yang demikian, cepat-cepat dia merubah gerakan tubuhnya,
lalu melejit ke udara dan menyambut lemparan tongkat
tersebut. Bagaimana diketahui Leng Kong taysu memiliki tenaga
dalam yang sempurna, sudah barang tentu lemparan-nya tadi
disertai tenaga dalam yang kuat, akibatnya sewaktu
menyambut tongkat tadi pemuda tersebut merasakan
pergelangan tangannya menjadi kesemutan, sedang
tubuhnya ikut tergetar mundur beberapa langkah kebelakang
dengan sempoyongan.
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong ing Hwie memang
seorang manusia yang amat licik, melihat ada kesempatan
yang amat ba gus ia segera menerobos kemuka serta
melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat kemuka.
Ancaman bahaya yang berulang kali dialami Suma Thian Yu
membuat pertahannya kocar-kacir dan napasnya tersengkalsengkal,
tak bisa dibendung lagi tubuhnya mundur terus
berulang kali, mundar punya mundur akhirnya dia tidak
menyadari kalau tubuhnya telah berada disisi jurang, bila ia
mundur selangkah lagi niscaya badannya akan terjerumus
kedalam jurang tersebut.
Kesampatan yang demikian baiknya ini tentu saja tak akan
sia-siakan oleh siapapun, Leng Kong taysu segera melompat
kedepan pemuda itu dan mendesaknya lebih jauh, sedang
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie mendesak
datang dari sebelah kiri.
Posisi Suma thian yu saat ini benar-benar amat kritis,
menghadapi desakan lawan yang datang dari muka dan
terhadang jurang yang amat dalam, membuat pemuda itu
gugup dan panik.
Tiba-tiba malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie
tertawa dingin dan berkata:
"Bocah keparat, segera kau loloskan pedang Kit Hong Kiam
yang kau gembol itu, lalu lompat turun diri sini, dengan
tenaga dalam yang kau miliki aku percaya kau masih bisa lolos
dari kematian!"
"Tapi kalau kau berani mengatakan kata tidak...hmm..."
Mendadak Suma Thian yu berpekik nyaring dengan
menghimpun tenaganya sebesar sepuluh bagian ia
membentak nyaring:
"Kau jangan bermimpi disiang bolong!"
Bersamaan dengan bentakan itu, sepasang tangan
dilontarkan kedepan, seketika itu juga muncul dua gulung
angin pukulan yang maha dahsyat seperti amukan angin
puyuh langsung menggulung ketubuh Ciong Ing Hwie.
Kong taysu menarik napas dingin menyaksikan kejadian
tersebut, jeritnya kaget:
"Ciong hiante cepat kabur!"
Bersamaan waktunya ia melepaskan sebuah pukulan yang
maha dahsyat dari sisi arena, dengan maksud untuk
mengurangi daya pengaruh dari tenaga pukulan lawan yang
mempergunakan ilmu Bu Siang Sin Kang itu.
Dipihak lain malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
pun tidak berpeluk tangan belaka.
Dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya
dia sambut datangnya ancaman tersebut dengan ayunan
tangannya. Sebagaimana diketahui, ketiga orang ini merupakan jagojago
yang tangguh dalam dunia persilatan dewasa ini, boleh
dibilang semua memiliki ilmu silat yang amat tangguh, bisa
dibayangkan bagaimana dahsyatnya suara ledakan yang
timbul akibat bertemunya tiga kekuatan tersebut.
"Blaam...!"
Akibat dari ledakan yang amat keras itu, tiga gulung
desingan angin dahsyat itu memancar ke empat penjuru,
sedang Suma thian yu berasa baru seolah-olah bergetar keras.
Dalam terkejutnya Leng kong taysu segera menjejakan
kakinya keatas tanah dan secepat anak panah yang terlepas
dari busurnya ia melompat dari arena.
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie pun tidak
tinggal diam, secepat kilat ia mundur pula kebelakang.
Disaat kedua orang itu berlompatan ke belakang daya
ledakan nyaring sekali lagi bergemuruh di udara diikuti pula
jeritan kaget yang makin lama semakin menjauh dan semakin
lemah, sebelum akhirnya lenyap lama sekali.
Lama... lama sekali akhirnya debupun membuyar dan
langitpun bersih kembali.
Leng liong taysu tidak menjumpai bayangan Suma thian yu,
sedang tempat dimana pemuda itu berdiri tadi sudah
tenggelam dan lenyap dari pandangan mata.
Leng kong taysu segera menghela napas panjang, lalu
mengangkat kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, demikian
pula dengan si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwei,
dalam waktu yang singkat di seluruh arena hanya dipenuhi


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gelak tertawa yang panjang.
Selang beberapa saat kemudian Leng Kong taysu berkata:
"Takdir....takdir... bocah keparat itu memang sudah
ditakdirkan harus mati demikian, heee...hehe... akupun tak
usah repot-repot lagi membuang tenaga, cuma sayang..."
"Apanya yang disayangkan?" tanya Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Ing Hwie.
"Sayang kita tak dapat menyaksikan dengan mata kepala
sendiri bagaimana si keparat cilik itu merasakan siksaan yang
paling hebat, ai.....ai ....tentu merupakan tontonan yang
mengasikkan, sayang....."
Dengan wajah masih tidak mengerti, Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Ing Hwie bertanya lagi:
"Siksaan yang paling keji apa maksudmu?" Leng Kong
taysu tertawa seram:
"Kau tau apa nama jurang yang berada dibelakang bukit
sana?" Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
menggelengkan kepala berulang kali lalu menjawab:
"Aku tidak tahu, tolong berilah keterangan sejelasnya!?"
"Kau pernah mendengar tentang lembah Put pui kok
(lembah tidak kembali) yang namanya termashur dalam dunia
persilatan?"
"Aah...Put pui kok...heeeeh ..."
Selesai mengucapkan kata tersebut si Malaikat sakti
bermata tunggal Ciong Ing Hwie tertawa seram tiada
hentinya. Hal ini menunjukan betapa gembiranya perasaan si iblis
tua tersebut. Leng Kong taysu tak dapat menahan raga gembiranya pula,
ia juga tertawa terba hak-bahak sambil katanya:
"Inilah pembalasan yang harus dirasakan oleh ahli waris
Wan Liang, aku benar-benar puas"
"Memang patut disayangkan, bila kita dapat menyaksikan
dengan mata kepala sendiri kematian bocah keparat itu, aku
baru benar-benar gembira sekali" kata Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Ing Hwie sambil menghela napas panjang.
Baru selesai iblis itu berbicara, tiba-tiba terdengar
dengusan dingin diudara:
Kedua orang itu merasa amat terkejut, tanpa terasa Leng
Kong taysu membentak gusar:
"Siapa?"
Tiba-tiba dari ujung bukit sana muncul dua orang kakek
yang berwajah ketolol-tololan.
Begitu mengetahui pendatang itu adalah sepasang kakek
bodoh dari bukit Wu san, Leng Kong taysu merasakan
tubuhnya bergetar keras seraya berpekik di hati.
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie turut
terkesiap dibuatnya, tapi segera bentaknya:
"Ada urusan apa kalian datang kemari?"
Sekilas perubahan muncul diatas wajah Toa Gi Siu Khong
siang yang dingin bagaikan es itu, tiba-tiba ujarnya sambil
membentak: "Ayo kembalikan seorang Suma Thian yu kepadaku!"
"Bocah keparat itu sudah sepantasnya menerima kematian,
apalagi toh bukan aku yang mencelakainya, masa kau
menyalahkan aku sekarang" ujar Leng Kong taysu hambar.
Dengan suara yang dingin dan kaku kembali Toa Gi siu
Khong Siang membentak:
"Ayo cepat kembalikan seorang Suma Thian yu kepadaku!"
Selama ini Toa Gi Siu Khong Siang ialah orang tokoh yang
suka bergurau, akan tetapi saat ini wajahnya amat serius serta
diliputi hawa napsu membunuh yang amat mengrikan.
Setiap ucapannya diutarakan dengan suara dalam dan
tegas. Leng Kong taysu segera tertawa seram:
"Bagaimana cara mengembalikannya?"
"Seorang diantara kalian harus membayar dengan nyawa!"
Selama ini malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
hanya pernah mendengar nama besar Wu San Siang Gi, tapi
belum pernah mengetahui sampai dimanakah ilmu silat yang
dimiliki mereka, ketika mendengar ucapan Toa Gi Siu Khong
Siang ia segera tertawa seram:
"Hei... si tolol tua memangnya kau juga sudah bosan
hidup?" Selesai berkata ia menerjang ke hadapan Toa Gi Siu, lalu
dengan jurus Bocah dewa menunjuk jalan, secepat kilat ia
membacok jalan darah dia Ki Koan Hiat di tubuh Toa Gi siu.
Biarpun ia cepat ternyata Toa Gi siu Khong Siang lebih
cepat dari pada gerakan tubuhnya, tampak tubuhnya
berkelebat ke depan dan pergelangan tangan si malaikat sakti
bermata tunggal telah dicengkeramnya keras-keras.
Kontan saja si malaikat sakti bermata tunggal menjerit
kesakitan bagaikan ayam yang mau disembelih, peluh sebesar
kacang kedelai membasahi seluruh jidat orang itu.
Sementara itu Toa Gi siu Khong siang telah berkata lagi
dengan suara yang dingin bagaikan es:
"Kau telah mencelakai Suma Thian Yu, biar ada sepuluh
orang Ciong Ing Hwie pun belum tentu bisa menggantinya,
bila hari ini tidak kuberi pelajaran yang setimpal, rasanya
semua perasaan dendamku belum terlampiaskan keluar!"
Dengan sekuat tenaga ia menggencet pergelangan tangan
lawan, kasihan Ciong Ing Hwie yang telah lanjut usia itu, ia
segera melolong menjerit kesakitan.
Toa Gi Siu Khong segera berpaling ke arah Leng Kong
taysu seraya ujarnya pula:
"Hei, keledai gundul yang berjiwa buaya, bukankah kau
gemar melihat siksaan siksaan yang keji semacaam ini" nah
sekarang nikmatilah sepuas hatimu, agar segala napsumu
dapat terlampiaskan!"
Sesungguhnya Leng Kong taysu cukup mengetahui akan
kehebatan sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san, namun
setelah mengetahui rekannya menjumpai kesulitan, sudah
barang tentu ia tak dapat berpeluk tangan belaka.
Tiba-tiba ia menerjang kedepan sambil melepaskan sebuah
sodokan kearah tubuh Toa Gi Siu.
KaKek bodoh kedua Khong Bong mandengus dingin, ia
mengebaskan pula ujung bajunya kedepan, segulung angin
puyuh yang amat keras segera memunahkan angin pukulan
Leng Kong taysu hingga lenyap tak berbekas.
Akibat dari sapuan tersebut Leng Kong taysu segera
terpental hingga mundur beberapa langkah.
Dalam pada itu harimau berwajah kemala yang roboh tak
sadarkan diri terbangun oleh jeritan gurunya, ketika
menjumpai gurunya sedang disiksa olah kakek yang tak
dikenal, hawa amarahnya segera berkobar, bentaknya keraskeras:
"Setan tua, lepaskan tanganmu!"
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, ia
menyerbu kemuka secara kalap.
Toa Gi Siu Khong Siang semakin gusar, ia menghimpun
tenaga dalamnya kedalam telapak kiri, ketika melihat
kedatangan lawan, menanti Kok Ciu sudah menerjang tiba
seperti anjing gila, tenaga pukulannya segera dilontarkan
kedepan. "Weess..."
Bagaikan menerjang diatas se1apis baja yang sangat kuat,
harimau berwajah kemala Kok ciu mendengus tertahan,
kemudian roboh terjengkang keatas tanah dan jatuh tak
sadarkan diri. Leng Kong taysu menjadi sangat panik setelah menyakitkan
semua adegan tersebut.
Dia tahu sepasang kakek bodoh dari Wu San adalah
pendekar yang termasyur karena kewelas asihannya,
semenjak terjun kedunia persilatan sampai kini belum pernah
membunuh orang atau menyiksa seseorang, tapi kini hari ini ia
telah melakukan berbagai perbuatan yang luar biasa, hal
mana menunjukan bahwa ada sasuatu yang tak beres.
Maka secsra diam-diam dia memungut tongkatnya dari atas
tanah, kemudian melejit ke udara dan meelarikan diri dari
tempat itu. Sebenarnya Ji Gi Siu Khong Bong hendak mengejar, tapi
Toa Gi Siu Khong Siang segera memberi tanda kepadanya,
maka ujarnya kemudian:
"Apakah kita akan biarkan keledai gundul itu kabur dengan
begitu saja?"
"Akhirnya manusia semacam dia pasti akan mendapatkan
ganjaran yang setimpal, apa gunanya kita musti memusuhi
seluruh perguruan Go bi pay?" kata Toa Gi Siu.
"Wah, kalau begitu terlalu keenakan si keledai gundul itu,
bagaimana dengan manusia she Ciong ini?"
Pelan-pelan Toa gi Siu Khong Siang melepaskan
cengkeramannya, kasihan si malaikat sakti bermata tunggal
Ciong Ing Hwie yang namanya amat menggetarkan tujuh
propinsi di utara itu, ia segera roboh keatas tanah dengan
wajah penuh penderitaan.
Toa Gi Siu Khong Siang segera mendengus dingin.
"Hmm, tak nyana kau seorang tokoh yang termasyur dalam
dunia persilatan, ternyata menggunakan cara yang rendah dan
licik untuk menghadapi seorang pemuda yang masih ingusan,
hari ini aku banya memberi sedikit pelajaran untukmu, tapi
bila sampai terjatuh ketangan ku lagi, nanti akan kucabut
selembar nyawa anjingmu!"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ini HWie tidak
berkata sepatah katapun, ia merasakan pergelangan tangannya
amat sakit bagaikan disayat-sayat dengan pisau, sehingga
tak sedikit kekuatanpun yang dapat dipergunakan lagi, hal ini
membuatnya amat terperanjat, disangkanya Toa Gi Siu Khong
Siang telah mencenderai dirinya.
Dalam sekilas pandangan saja Toa Gi Siu Khong Siang
dapat menebak suara hatinya, katanya kemudian sambil
tertawa tergelak:
"Kau tak usah kuatir, aku tak pernah mencederai orang
secara licik dan munafik, sebentar lagi kau akan pulih lagi
seperti biasa, aku hanya berharap gunakanlah rasa sakit yang
kau derita sekarang sebagai suatu pelajaran, sehingga kau
dapat kembali ke jalan yang benar"
Seusai berkata, bersama Ji Gi Siu Khong Bong ia segera
berlalu dari situ, sekejap mata kemudian bayangan tubuhnya
telah lenyap di balik bukit sana.
Memandang bayangan tubuh ke dua orang itu dengan
pancaran sinar kebencian, Malaikat sakti bermata tunggal
Ciong Ing Hwie menggertak gigi sambil bergumam:
"Suatu ketika aku akan membuat kalian menderita
merasakan sakit yang lebih keji baru kemudian akan kubunuh
secara pelan-pelan agar kalian merasakan penderitaan..!"
oooOoo oooOooo SUMA THIAN YU merasa kepalanya pusing dan matanya
berkunang-kunang ketika terjatuh dari puncak bukit Pek Jin
Hong, tahu-tahu ia sudah roboh tak sadarkan diri.
Entah beberapa saat telah lewat. Ketika sadar kembali dari
pingsannya, langit sudah gelap, sekeliling tubuhnya dicekam
kegelapan yang amat pekat, dia hanya merasa sedang
berbaring diatas tanah berumput, suasana disekeliling situ
amat hening, sehingga suara angin pun tak kedengaran.
Ia tahu sekarang bahwa dirinva sudah berada didasar
jurang setelah terjatuh dari puncak bukit tadi.
Ia mencoba bangkit dari tumpukan rumput, anehnya ia tak
merasa kesakitan, ketika jari tangannya digigit terasa saku
pula, ini menandakan kalau ia belum mati.
Maka dengan mengandalkan ketajaman matanya ia mulai
berjalan menelusuri kegelapan.
Mendadak... Setitik bayangan hitam muncul di depan mata dan
bayangan itu pelan-pelan bergerak menghampirinya.
Gerakan itu amat lambat, lambat sekali. Mungkinkah ular"
Suma Thian yu mulai berpikir.
Maka iapun menghentikan langkahnya, aneh, ternyata
bayangan hitam itupun berhenti.
Tanpa terasa bulu romanya pada bangun berdiri, tapi
terdorong oleh rasa ingin tahunya, kembali ia maju selangkah.
Bayangan hitam itu pun turut maju, hanya kali ini ia tidak
berhenti lagi, melainkan meneruskan langkahnya
menghampirinya.
Dengan perasaan tegang dan panik, Suma Thian yu segera
menggenggam peredangnya lalu bersiap-siap seakan-akan
menghadapi musuh yang tangguh.
Akhirnya titik hitam itu mulai memasuki jarak pandangan
matanya, ternyata dugaan-nya keliru, teryata bukan seperti
seekor ular yang diduganya, melainkan seekor ayam alas.
Suma Thian ju menghembuskan napas lega,
membayangkan sikap tegang yang barusan dialaminya tadi ia
jadi geli sendiri.
Pelan-pelan ia maju menghampirinya, sudah barang tentu
ia tak usah merasa takut terhadap seekor ayam alas.
Siapa tahu baru saja Suma Thian yu berjalan lima langkah,
mendadak ayam alas itu mementangkan sayapnya dan
menerjang ketubuhnya.
Menanti Suma Thian yu sadar akan datangnya bahaya,
tahu-tabu ayam alas itu sudah berada
diatas kepalanya, sehingga terpaksa ia harus cepat-cepat
menjatuhkan diri bertiarap.
Bersamaan dengan mendesingnya angin tajam, tiba-tiba
kepalanya terasa amat sakit, tahu-tahu ikat kepalanya sudah
tersambar ayam alas itu hingga sobek, masih untung hanya
beberapa lembar rambutnya yang ikut rontok, coba kalau kulit
kepalanya yang tersambar niscaya akan muncul sebuah
lubang besar disana.
Suma Thian yu merasa mendongkol bercampur geli, ia tak
menyangka kalau seekor ayam alaspun mempunyai
kemampuan yang begitu hebat, dalam keadaan demikian
timbul lagi sifat kekanak-kanakan-nya, serta merta ia
membalikan badannya, dimana ayam alas itu masih berdiri
sambil berkotek.
Tiba-tiba Suma Thian yu merasa perutnya amat lapar,
pikirnya kemudian:
"Mengapa tidak kutangkap saja ayam alas sebagai
penangsal perutku yang lapar, tentu enak sekali rasanya.
Dengan berhati-hati sekali ia mendekati ayam alas itu.
Mendadak ayam alas itu kembali berkotek, kemudian
sambil mementangkan sayapnya ia menerjang Suma Thian Yu


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Kali ini Suma Thian yu telah membuat persiapan yang
cukup matang, begitu si ayam melompat ke atas kepalanya, ia
segera me rendahkan kepalanya serta menyambar kaki ayam
tersebut. Ketika kakinya tertangkap pemuda itu, si ayam segera
menundukan kepalanya dan mematuk pergelangan tangan
Suma Thian yu sehingga terluka karena kesakitan, terpaksa
pemuda itu melepaskan ayam tersebut.
Melihat patukannya mendatangkan hasil, sekali lagi si ayam
alas itu mementagkkan sayapnya sambil menerkam orang, kali
ini ia siap mematuk sepasang mata Suma Thian yu.
Tak terlukiskan amarah Suma Thian yu menghadapi
kejadian ini, pedangnya segera diloloskan dan diantara
berkelebatnya cahaya biru mendadak terdengar ayam alas itu
berpekik kesakitan, tahu-tahu kepalanya terpapas potong jadi
dua dan mati seketika.....
Sama Thian yu menggelengkan kepalanya berulang kali
sambil gumamnya:
"Kalau cuma membunuh seekor ayam pun aku harus
mengeluarkan tenaga sebesar ini, mana mungkin aku bisa
menduduki kursi utama didalam dunia persilatan?"
Dipungutnya bangkai ayam itu, lalu ia membuat api unggun
untuk memanggang ayam tadi.
Tiba-tiba..... Dari kejauhan sana terdengar suara orang yang merdu:
"Kuur....kuur....a hoa....a hoa..."
Dari dasar jurang bisa muncul seorang manusia pun sudah
terhitung merupakan kejadian yang aneh, apalagi yang
muncul seorang wanita, tanpa terasa Suma Thian yu
mengalihkan pandangannya kearah datangnya suara tadi, tak
lama kemudian muncul sebatang obor yang makin lama
semakin mendekati ke arahnya.
Ketika diamatinya dengan seksama ternyata orang itu
adalah seorang gadis muda yang memegang sebatang obor
sambil berjalan mendekat, nona itu tidak hentinya bersuara
a...hoa a...hoa
Suma Thian yu sengaja mendehem, tampaknya gadis itu
sangat terkejut ketika menjumpai Suma Thian yu, iapun
berseru tertahan sambil menegur:
"Siapakah kau?"
"Nona, aku sedang tersesat!" sahut Suma Thian yu cepat.
"Tersesat?" dengus si nona sambil mendekati.
"Hmm, kau legi ngaco belo, lembah ini terpenci1 lagi pula
empat penjuru dikelilingi bukit yang terjal, bagaimana caramu
masuk sampai disini" ayo Jawab sejujurnya, jangan sampai
terjadi kesalah pahamam diantara kita!"
Cepat-cepat Suma Thian yu menjura sambil berkata lagi:
"Aku benar-benar terjatuh dari puncak bukit sana, harap
nona jangan mentertawakan"
Mendengar perkataan tersebut si nona tertawa cekikikan.
"Ucapanmu lebih-lebih ngaco, mana mungkin ada orang dapat
hidup setelah terjatuh dari puncak Pek Cin Hong, jangan lagi
manusia, batu cadas yang amat keraspun akan hancur lebur,
kau jangan mengigau di siang bolong."
Sambil tertawa Suma Thian yu menggeleng-gelengkan
kepalanya, katanya kemudian:
"Nona, mau percaya atau tidak terserah, yang pasti
persoalan ini toh tak perlu diperdebatkan lagi"
Tiba-tiba si nona melihat bangkai ayam yang berada
dibawah kaki Suma Thian yu, dengan wajah berubah ia segera
menjerit kaget.
"Aah, kaukah yang membunuh A Hoa....?"
Suma Tnian yu tertegun, lalu sambil menunjuk bangkai
ayam itu sambil berkata keheranan.
"Apa, kau bilang nona" inikah A Hoa... Jadi A Hoa adalah
ayam alas ini?"
"Dia adalah A Hoa, bentak nona itu dengat penuh amarah,
sedang matanya melorot besar, kau bajingan tengik, aku akan
beradu jiwa dengan mu!", lantas dia mengayunkan tinjunya
dan menghantam tubuh Suma thian yu.
"Eeii tunggu dulu", sambil berkelit Suma Thian Yu
menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Jangan menyerang dulu nona, kalau memang ada
persoalan mari kita bicarakan secara baik-baik"
Si nona menerjang lebih jauh sambil melepaskan
pukulannya, bentaknya keras:
"Aku tak mau tau, pokoknya kau harus mengganti nyawa
ayam alas itu!"
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak.
"Haha... haha... apa sih artinya seekor ayam alas" masa
aku harus mengganti dengan nyawaku, memangnya kau
anggap ayawa ku lebih tak berharga dari ayam itu?"
Setelah beberapa terjangannya mengalami kegagalan, nona
itu marah benar, hingga gemetar keras seluruh tubuhnya,
cepat-cepat dia membuang obornya keatas tanah lalu
mengeluarkan sebatang anak panah pendek dan dilontarkan
ke udara. Diiringi suara desingan yang tajam, panah itu melesat ke
udara dan menimbulkan suara desingan yang amat keras.
Setelah melepaskan panah tadi si nona melancarkan
serangan berantai, angin pukulan yang menderu-deru seketika
menyelimuti angkasa.
Suma Thian yu terkejut sekali melihat ancaman tersebut,
segera pikirnya:
"Hebat sekali tenaga dalam yang dimiliki perempuan ini, tak
kusangka dengan usianya yang begini muda ia memiliki
kepandaian yang sehebat ini!"
Dengan mengembangkan ilmu langkah Ciok Tiong Luan
poh pemuda itu berkelit kesamping, kemudian dengan mata
yang jeli ia periksa di sekeliling tempat itu, sebab dari
kemunculan si nona yang amat mendadak itu, serta tindakannya
melepaskan panah bersuara, menunjukkan bahwa
dibelakang nona ini masih banyak jago-jago yang hebat.
Apa yang diduganya memang benar, mendadak terdengar
dua pekikan aneh dari tempat kejauhan sana.
Suara itu amat keras dan nyaring, hal ini menunjukkan
bahwa tenaga dalam mereka amat sempurna.
Sementara pekikan masih menggema diudara, tiba-tiba
Suma Thian yu menyaksikan ada dua bayangan manusia
meluncur datang secepat kilat.
Jilid : 31 SEMENTARA ITU SI NONA TELAH melompat kesamping
arena, sambil bercekak pinggang ia awasi Suma Thian yu
dengan mata melotot besar.
Sementara Suma Thian yu masih terkejut bercampur
keheranan, diiringi dua kali bentakan keras, tahu-tahu
ditengah arena telah bertambah dengan dua manusia aneh.
Kedua orang itu mempunyai perawakan yang saling
bertolak belakang, yang disebelah kiri berperawakan jangkung
lagi ceking, usianya diantara empat puluh tahunan hanya saja
saking kurusnya tubuhnya tinggal kulit pembukus tulang.
Sebaliknya orang yang berada disebelah kanan
berperawakan cebol lagi gemuk, mukanya bulat seperti
rembulan, tubuhnya gemuk seperti gentong, sehingga mirip
sekali dengan seekor babi yang siap disembelih, diapun
berusia diantara empat puluhan.
Begitu melihat munculnya ke dua orang itu si nona tadi
segera berteriak:
"Orang ini jahat sekali dia telah membunuh A hoa ku,
paman Ko kau harus membalaskan dendam bagiku"
Ternyata lelaki setengah umur yang berperawakan
jangkung dan ceking itu bernama Ko Lip Kun, orang
menyebutnya si monyet sakti berlengan panjang.
Sedang si lelaki cebol lagi gemuk seperti babi itu bernama
Si Tay Kong dengan julukan panglima langit penegak bumi.
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip Kau nampak agak
terkejut ketika melihat bangkai ayam tersebut, maka dengan
wajah penuh amarah ia menegur:
"Engkoh cilik, inikah hasil perbuatanmu?"
Suma Thiau yu manggut-manggut, jawabnya:
"Yaa, akulah yang membunuh ayam alas itu, maklumlah
aku sedang kelaparan, aku tidak tahu kalau ayam alas itu
sebenarnya binatang kesayangan nona ini"
Monyet sakti berlengan panjang kembali mendengus
dingin. "Engkoh cilik, kau telah membuat gara-gara yang besar,
nona itu adalah putri kesayangan Kokcu kami, dan bila kau
cuma menganggap ayam itu cuma seekor ayam alas saja
maka dugaanmu itu keliru besar, kau tahu binatang tersebut
adalah ayam berbulu emas sejenis unggas yang amat langka
didunia saat ini!"
Sekarang Suma Thian yu baru sadar bahwa ia telah
melakukan suatu perbuatan yang amat salah, dari cerita
Paman Wan nya dulu ia pernah mendengar kalau ayam
berbulu emas termasuk jenis unggas yang langka, tak
disangka sama sekali kalau ayam alas yang terbunuh sekarang
ini sesungguhnya unggas yang berbulu emas.
Seandainya kejadian ini berlangsung di siang hari, mungkin
ia tak akan bertindak seceroboh ini, apa mau dikata malam
begitu gelap, ia menjadi menyesal sekali atas terjadinya
peristiwa ini, maka Suma Thian segera menjura sambil minta
maaf, katanya: "Aku menyesal sekali telah membunuh ayam berbulu emas
milik kalian itu, apapun yang kalian minta untuk mengganti
kerugian itu tentu kupenuhi"
"Engkoh cilik sekarang kau tak usah membicarakan itu,
yang penting turutlah aku untuk menemui kokcu kami, segala
sesuatunya akan diputuskan kokcu kami nanti"
Mendengar perkataan ini Suma Thian yu menjadi sangat
tercengang, tanyanya kemudian:
"Tolong tanya lembah apakah ini dan siapakah kokcunya?"
Monyet sakti berlengan panjang Ko LiP Kun menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Maaf aku tak dapat memberitahukan persoalan ini
kepadamu, mari kita berangkat!"
Ia segera mempersilahkan Suma Thian yu untuk berangkat
mengikuti di belakang panglima langit penegak bumi Si Yay
Kong, sementara Ko Lip Kun mengikuti di belakang anak muda
tersebut. Dalam keadaan demikian Suma Thian yu menolak
permintaan mereka niscaya akan terjadi suatu pertarungan
yang amat seru, padahal pemuda itu tak ingin berbuat
demikian. Dengan menelusuri dinding tebing yang amat curam
mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya
panglima langit penegak bumi menghentikan langkahnya dan
berpekik nyaring.
Bersama dengan bergemanya pekikan tersebut Suma Thian
yu melihat diturunkannya sebuah keranjang bambu dari
puncak tebing tersebut.
Keranjang bambu itu diikat dengan seutas tali yang amat
besar. "Silahkan naik, engkoh cilik" kata monyet sakti berlengan
panjang Ko Lip Kun, "kemudian kau akan disambut orang lain
disana nanti"
Kembali Suma Thian yu menurut dan segera duduk dalam
keranjang itu tanpa banyak cing cong, ketika panglima langit
penegak bumi berpekik lagi, keranjang bambu itu segera
diangkat naik, keranjang bambu itu hanya muat satu orang saja, Suma
Thian yu merasa hatinya berdebar keras, kemudian pikirnya
dan dengan perasaan tak tenang:
"Entah siapakah kelompok manusia-manusia ini, kalau
dilihat dari gerak-geriknya aneh sekali, jangan-jangan mereka
adalah sekelompok penyamun?"
Masih ada satu hal lagi yang membuatnya keheranan, yaitu
apakah orang-orang itu naik turun dengan menggunakan
keranjang bambu semuanya tadi dengan nyata, nona itu
muncul dari suatu tempat kegelapan dari bawah tebing,
demikian pula dengan
Si Lip Kun serta Si Tay Kong, mustahil mereka pun
diturunkan dari atas tebing dengan keranjang bambu, tibatiba
satu ingatan melintas didalam benaknya.
"Aah benar, dibawah tebing sana pasti ada tempat rahasia
yang menghubungkan lorong tersebut dengan puncak bukit..."
Berpikir sampai disitu, Suma Thian yu segera menunduk
kebawah, benar juga ketiga orang lawannya sudah tidak
nampak dikaki tebing itu, hal ini membuatnya semakin tegang.
Keranjang bambu itu ditarik naik dengan gerakan yang
amat lamban ibarat siput sedang merambat pohon, pemuda
itu tak dapat membayangkan apa akibatnya andaikata tali
keranjang itu tiba-tiba diputuskan oleh lawan.
Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya keranjang itu tiba
juga di puncak bukit itu, ternyata tempat itu berupa sebuah
tanah lapang yang luas, sepasukan lelaki bergolok dan
bertombak telah siap berjajar-jajar disitu.
Tiba-tiba muncul lelaki setengah umur yang berjalan
kehadapannya, lalu berkata:
"Atas perintah kokcu kau disuruh mengikuti kami!"
Bagaikan seorang tawanan tanpa perlawanan, Suma Thian
yu mengikuti rombongan itu menuju kesudut tebing yang lain.
Sedangkan rombongan jago jago bergolok tadi dengan
terbagi menjadi dua baris mengawal dari belakang.
Dalam perjalanan itulah Suma Thian yu berpikir:
"Yaa benar, mereka tentu sekelompok penyamun,
sedangkan yang dimaksud sebagai kokcu tentulah kepala
perampok, hmmm. begitu pun ada baiknya juga, bila apa yang
ku duga memang benar, pasti akan kusapu mereka hingga
lenyap dari muka bumi!"
Setelah berjalan kaki kemudian, mendadak lelaki itu
membalikkan badan dan berkata pada Suma Thian yu:
"Maafkan kekasaran kami sesuai dengan peraturan di sini,
setiap orang yang akan memasuki lembah, matanya harus
ditutup dengan kain hitam"
Sambil berkata ia mengeluarkan selembar kain hitam dan
siap di tutupkan kewajah anak muda tersebut.
Suma Thian yu segera mendongakan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Soal ini tak perlu kau kuatirkan, aku tak akan


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membocorkan rahasia kalian, jadi kalian tak perlu pula
menutupi sepasang mataku!"
Lelaki kekar itu segera menarik muka seraya membentak:
"Peratuaran tetap peraturan, apalagi aku pun tak mungkin
mengambilkan keputusan, jadi aku harap kau mau menuruti
perkataanku ini"
"Tidak bisa!" bentak Suma Thian yu peruh amarah.
Ia tahu apabila sepasang matanya ditutup kain hitam oleh
lawan berarti keselamatan jiwanya telah terjatuh ketangan
musuh. Tentu saja ia tak ingin mempergunakan nyawanya sebagai
barang permainan.
"Tidak maupun kau harus mau!" bentak lelaki kekar itu
sambil bersiap-siap hendak menutupi mata Suma Thian yu
dengan kain hitam. Dengan cekatan Suma Thian yu berkelit
kesamping lalu teriaknya penuh amarah:
"Kau jangan turun tangan semaumu sendiri, bila kau tak
tahu aturan dan nekad terus aku akan bertindak keji
kepadamu" Baru saja ia selesai berkata, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara dengusan dingin yang amat
menyeramkan. Suara itu begitu menyeramkan hingga mem
buat bulu kuduk semua orang berdiri.
Suma Thian yu menjadi tertegun setelah mendengar suara
tertawa yang mengerikan itu, dengan cepat dia berpaling
namun apa yang kemudian terlihat membuat pemuda tersebut
menghembuskan napas dingin.
Ternyata di belakang tubuhnya telah muncul seorang
manusia dan seekor binatang, orang itu berperawakan
setinggi lima depa rambutnya panjang selutut, kepalanya
amat besar dan mengenakan topi lebar, usianya diantara
delapan puluh tahunan, matanya yang berkilat kilat
menandakan kalau dia adalah seorang jago lihay yang
berkepandaian tinggi.
Sedangkan disamping kakek itu berdiri seekor gorilla yang
tinggi besar dan kekar, seluruh tubuhnya berbulu hitam,
terutama sepasang matanya yang terlihat dibalik kegelapan,
persis seperti dua bola lampu yang bersinar tajam.
Ketika kawanan lelaki yang mengurung disekeiiling Suma
Thian yu melihat kemunculan orang tersebut, serentak mereka
mengundurkan diri selangkah ke belakang, kemudian
menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak berani
berpaling lagi.
Dengan langkah pelan kakek itu berjalan menuju
kehadapan Suma Thian yu, kemudian ujarnya:
"Bocah muda, lembah ini disebut Lembah tidak kembali
(Put kui kok). Semenjak delapan puluh tahun berselang belum
pernah ada seorang manusia pun yang bisa keluar dari lembah
ini dalam keadaan selamat, kini kau sudah datang kemari,
berarti bagimu hanya tersedia dua jalan saja untuk dipilih,
satu adalah jalan hidup sedangkan yang lain adalah jalan mati
silahkan kau memilihnya sendiri!"
Biarpun kakek itu sudah berusia lanjut, ternyata setiap
patah kata tersebut dapat diutarakan dengan suara yang amat
keras dan nyaring.
Ketika kakek itu sudah menyelesaikan perkataannya, Suma
Thian yu bertanya:
"Bagaimana aku harus menempuh bila jalan kehidupan
yang kupilih..?"
Kakek itu segera tertawa tergelak.
"Haah...haah... haah... ternyata orang di dunia ini
mempunyai jalan pemikiran yang sama, hanya jalan
kehidupan yang selalu di pilihnya, kalau begini terus
keadaannya maka suatu ketika lembah Put kui kok ini pasti
akan menjadi penuh juga!"
Suma Tnian yu menjadi kebingungan dan berdiri dengan
wajah tercengang dan penuh tanda tanya, untuk beberapa
saat dia terbungkam dalam seribu bahasa.
Dengan sorot mata yang tajam kakek itu mengawasi
kembali wajah hingga kaki anak muda tersebut, kemudian
sahutnya: "Apabila ingin hidup, maka janganlah memberikan
perlawanan bila sepasang mata mu ditutup dengan kain hitam
nanti" Tiba-tiba muncul rasa ingin tahunya didalam hati, Suma
Thian yu segera bertanya lebih jauh:
"Bagaimana seandainya membangkang?"
"Maka kau bakal mampus!"
"Seandainya orang itu memiliki kepandaian silat yang amat
tinggi sehingga sukar untuk dikuasai, bagaimana jadinya?"
"Apakah kau yakin bisa meloloskan diri dari lembah Put kui
kok ini?" "Tidak, aku tidak mampu, aku hanya bertanya seandainya
terdapat manusia macam begini?"
Mendengar perkataan tersebut, kembali si kakek tertawa
terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... kau tidak usah memikirkan tentang
orang lain, cukup dibiarkan berdasarkan kemampuanmu
sendiri, apakah kau mempunyai keyakinan akan berhasil?"
"Bagaimana andainya manusia sebangsa pendekar
berkepandaian seperti dewa?" ngerocos Suma Thian yu terus.
"Hmm, kata-kata yang tidak berbobot lebih baik tak usah
diucapkan, ayo segera tutup mulutmu dengan kain"
Perkataan dari kakek ini penuh berwibawa, membuat Suma
Thian yu tidak membang kang dan tak berani membangkang
lagi. Sudah barang tentu Suma Thian ya tidak akan benar-benar
takut kepadanya, namun berbicara tentang keadaan yang
terbenrang didepan mata sekarang, biarpun kau memiliki
kepandaian yang luar biasa pun jangan harap bisa
meninggalkan tebing tersebut dengan begitu saja.
Sebagai seorang lelaki pintar yang pandai menilai keadaan,
secara diam-diam Suma Thian yu menghimpun tenaga untuk
bersiap siaga, sekalipun diluarnya dia tetap menunduk padahal
begitu ada kesempatan baik dia akan berusaha untuk
meloloskan diri.
Tampaknya kakek itu mempunyai sorot mata yang amat
tajam, dia seperti sudah mengetahui kalau Suma Thian yu
mempunyai niat untuk melarikan diri bila kesempatan baik
ada, oleh sebab itulah disaat sepasang matanya ditutup
dengan kain hitam, dia segera melancarkan sentilan dari kejau
han untuk menotok jalan darah tidurnya.
Menanti Suma Thian yu merasakan datangnya sergapan
tersebut dan berusaha untuk mengerahkan tenaganya
melakukan perlawanan keadaan sudah terlambat, tahu-tahu
badannya menjadi kaku dan hilangkah kesadarannya.
Entah berapa lama sudah lewat, menanti dia membuka
matanya kembali, empat penjuru disekeliling tempat itu sudah
dikurung oleh busu-busu berpakaian ringkas yang membawa
senjata. Dengan perasaan tercenggang bercampur kaget, Suma
Thian yu segera melompat bangun dan memeriksa keadaan
sekitar situ, ternyata dia telah berada ditengah sebuah
ruangan yang luas dan lepas, dikursi utama duduklah seorang
kakek berambut putih, di sebebh kanannya duduk seorang
nenek, agaknya nenek itu adalah istrinya.
Duduk disebelah kiri adalah si nona yang dijumpai di muka
lembah tadi. Suuia Thian yu memandang lebih jauh, nonyet sakti
berlengen panjang Ko Lip kun serta panglima langit penegak
bumi Si Tay Kong terlihat pula disana, hanya si kakek aneh
dengan gorilanya saja yang tidak nampak batang hidungnya.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar kakek berambut putih
yang duduk dikursi utama itu menegur dengan suara yang
lembut lagi amat ramah:
"Bocah cilik, silahkan berdiri"
Suma Thian yu menurut dan segera bangkit berdiri,
kemudian dengan suara terce ngang tanyanya:
"Aku berada dimana sekarang?"
"Tempat ini adalah lembah Put kui kok" kata kakek tersebut
samoil tersenyum, "sobat cilik sangat beruntung bisa berpesiar
ke nirwana seperti ini, boleh dibilang ke semuanya ini
merupakan rejekimu, apakah kau merasa tempat ini sangat
menyenangkan?"
Sama Thian yu menatap kakek tersebut lekat-lekat,
kemudian jawabnya ketus:
"Sedikitpun tidak menyenangkan, aku rasa kau pasti kokcu
dari lembah ini bukan?"
"Benar, tolong tanya sobat mengapa kau menganggap
tempat ini tidak menyenang kan?"
"Sebab ada orang menutupi mataku kemudian menotok
jalan darah tidurku, setelah itu aku baru digusur kemari,
perbuatan semacam ini sangat memuakkan dan menjemukan,
darimana bisa dibilang amat menye nangkan....?"
Kokcu tersebut kembali dibuat tertegun tapi kemudian ia
berpaling ke arah si nona yang berada disebelah kirinya dan
bertanya: "Benarkah telah terjadi peristiwa semacam ini" Ide dari
siapakah itu?"
Nona tersebut segera menggeleng.
"Bukankah ayah sendiri yang memenrintahkan begitu,
barang siapa yang hendak memasuki lembah, maka dia wajib
ditutupi matanya dengan kain hitam sebelum diantar masuk"
"Oya.." Kokcu tua itu seperti baru teringat dengan
perintahnya, dia segera berpaling kembali ke arah Suma Thian
yu sambil katanya:
"Ditengah malam buta begini sobat cilik memasuki lembah
kami sebetulnya sedang mengembankan tugas rahasia apa?"
"Tidak, aku tidak lagi melaksanakan tugas rahasia apa pun,
aku benar-benar terjatuh dari atas puncak tebing dan pada
hekekatnya aku tidak mengetahui kalau tempat ini bernama
lembah Put kui kok"
Kokcu tua itu segera menyimpitkan sepasang mata,
kemudian tertawa dingin:
"Hmmm.... setiap sobat yang sampai di tempat ini tak
seorangpun yang bukan terjatuh dari puncak tebing, benarkah
kejadian yang begitu kebetulan bisa terjadi secara berulangulang"
Sobat cilik, jangan-jangan kau memang mempunyai
misi rahasia tertentu?"
Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh....haaahh.... haaahh.... mau percaya atau tidak
terserah kepadamu, yang jelas aku bukan datang karena
sedang menjalankan suatu misi rahasia tertentu, apa bila kau
memang ingin membunuhku, silahkan saja dilaksanakan
dengan segera!"
Kokcu tua benar-benar merasa terkejut bercampur
keheraran, tanpa terasa dia mengamati Suma Thian yu berapa
kejap lagi kemudian baru katanya:
"Kau memang sedikit rada berbeda dengan orang lain,
yakin kau sama sekali tidak takut mati, apabila kau tidak
bersedia mengungkapkan alasan kedatanganmu kemari,
terpaksa selembar nyawamu harus kau tinggalkan disini!"
Dengan pandangan dingin Suma Thian yu melirik sekejap
kearah kokcu tersebut, kemudian katanya:
"Sesuai dengan nama lembahmu, aku sudah bertekad tak
akan kembali lagi ke dunia ramai, kaupun tidak usah banyak
bicara lagi, aku sudah pasrah kepada nasib, cuma bila
menginginkan nyawaku maka kalian harus membayar dengan
mahal" Sikap dari Suma Thian yu yang kian lama kian bertambah
keras ini segera menimbulkan perasaan kaget dan gusar bagi
para hadirin lainnya.
Mendadak kokcu tua itu melompat bangun dari tempat
duduknya, lalu sambil menuding kemuka bentaknya penuh
amarah: "Bekuk bajingan itu!"
Suara bentakannya amat keras bagaikan guntur yang
menyambar di siang hari bolong.
Bersamaan dengan diturunkannya perintah tersebut, dua
orang lelaki kekar segera maju ke depan dan menyeret tubuh
Suma Thian yu dari sisi kiri dan kanan.
Melihat kejadian tersebut, Suma Thian yu tertawa dingin
berulang kali, ditunggunya sampai kedua orang itu
mendekatinya, kemudian sepasang telapak tangannya
dilontarkan bersama dengan menghimpun tenaga sebesar
enam bagian. Terhajar oleh serangan yang maha dahsyat tersebut, tibatiba
saja terdengar dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati
bergema memecahkan keheningan, belum lagi dua orang
lelaki tersebut sempat me nyentuh ujung baju lawannya,
mereka sudah mencelat kebelakang dan roboh binasa.
Atas terjadinya peristiwa tersebut, semua orang menjadi
amat terperanjat.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya dan
berpekik panjang, lalu dengan sepasang mata berapi-api
ditatapnya kokcu tua itu tanpa berkedip, kemudian serunya:
"Inilah contoh yang paling baik untukmu, bila kau
mendesak diriku lagi, jangan salahkan bila darah segar akan
berceceran diseluruh arena ini!"
Tampaknya kokcu tua itu tidak dibuat gentar karena
kematian kedua orang anak buahnya, malahan dengan sikap
yang amat tenang dia berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Heeehh...heeehh... Suatu tindakan yang amat bagus,
suatu sikap yang tegas, dengan demikian akupun tidak usah
merasa rikuh terhadap mendiang guruku lagi. Pengawal,
penggal kepala anjing keparat ini!"
Perkataannya seperti perintah dari seorang kaisar saja
membuat semua orang tak berani membangkang.
Atas perintah tersebut, monyet sakti berlengan panjang Ko
Lip kun dan panglima langit penegak bumi Si Tay kong segera
turun kedalam arena, disusul kemudian lima orang lelaki yang
berada dikedua belah sisi arena.
Suma Thian yu masih tetap berdiri dengan senyuman
dikulum, pada hakekatnya tak seorangpun diantara mereka
yang dipandang sebelah mata olehnya, malah katanya dengan
suara hambar: "Tempat ini terlampau sempit, tidak leluasa untuk
bertarung, begini saja, bagaimana kalau kita langsungkan
pertarungan di luar sana?"
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun segera


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyetujui dan melompat ke luar lebih dulu dari ruangan.
Kelima orang lelaki lainnya segera mengikuti
dibelakangnya, hanya panglima langit penegak bumi Si Tay
kong seorang yang mengawasi musuhnya tanpa berkedip.
Dengan sikap yang santai dan tenang Suma Thian yu
pelan-pelan keluar dari dalam ruangan, dengan ketat panglima
langit penegak bumi Si Tay kong mengikuti dibelakangnya,
seakan-akan dia kuatir kalau pemuda itu berusaha melarikan
diri. Baru saja Suma Thian yu melangkah menuju ketengah
arena, para jago segera mengurungnya ketat-ketat, hal ini
membuatnya sangat mendongkol, segera sindirnya:
"Beginikah kemampuan dari orang-orang lemban Put kui
kok" Bisanya hanya main keroyok dengan mengandalkan
dengan jumlah yang banyak?"
Monyel sakti berlengan tunggal Ko Cip kun nampak
tertegun kemudian gelagapan dan tak mampu mengucapkan
sepatah katapun.
Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara
seseorang menyahut:
"Benar, kami memang merupakan manusia-manusia yang
mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak"
Ketika Suma Thian yu melirik kesamping, ternyata orang
yang mengucapkan perkataan tersebut tidak lain adalah si
kokcu tua tersebut.
Kontan saja dia tertawa terbahak-bahak, kemudian
berseru: "Haaahh... haaah... kalau begitu hitung-hitung menambah
pengetahuan Suma Thian yu kalau memang demikian,
silahkan kalian maju semua bersama-sama!"
Baru selesai dia berkata, mendadak tampak lima macam
senjata tajam dibacokkan bersama ketubuhnya.
Kelima macam senjata itu semuanya menyerang dengan
mempergunakan jurus se rangan yang biasa, namun
dilancarkan hampir bersamaan waktunya.
Suma Thian yu tertawa dingin tiada hentinya, tiba-tiba ia
merendahkan tubuhnya lalu mencabut keluar pedang Kit hong
kiam dari dalam sarung.
Tampak cahaya tajam berkelebat lewat, dengan jurus
burung hong pulang kesarang dia babat musuhnya dengan
gencar, sementara suara jeritan ngeri yang memilukan hati segera
bergema memecahkan keheningan, diantara berkelebatnya
cahaya pedang tersehat, seorang lelaki kekar tewas dengan
kepala berpisah dari badan.
Berada didalam keadaan seperti ini, terpaksa Suma Thian
yu harus bertindak keji, tubuhnya maju selangkah kedepan,
lalu dengan siasat memancing harimau meninggalkan bukit,
pedangnya seakan-akan membacok lelaki yang berada
ditengah, siapa tahu di tengah jalan tiba-tiba saja gerakan
tubuhnya berubah, sambil membalikkan badan dia melepaskan
sebuah bacokan ke seorang lelaki yang lain dengan jurus
Burung hong menghadap sang surya.
Semestinya jurus serangan itu dipergunakan amat tepat
dan hebat, sayang sekali pihak lawan telah membuat
persiapan yang amat bagus, kembali barisannya berubah dan
serangan dari Suma Thian yu itu mengenai sasaran yang
kosong. Monyet sakti berlengan panjang serta Panglima langit
penegak bumi yang bertangan kosong belaka tidak langsung
terjun ke arena, melainkan mereka selalu mencari peluang
untuk melancarkan serangan dan menutup setiap kebocoran
dan kelemahan yang ada.
Dengan demikian Suma Thian yu segera merasakan tenaga
yang menekan dirinya kian lama kian bertambah berat,
apalagi dia seorang dikerubuti oleh empat jago lihay, keadaan
benar-benar amat kritis dan berbahaya.
Pada mulanya Suma Thian yu melakukan perlawanan
dengan mempergunakan ilmu Pedang Kit hong kiam hoat,
namun selanjutnya dia pergunakan ilmu pedang tanpa nama
berusaha mencari kemenangan.
Sayang sekali pihak musuh melancarkan serangan menurut
barisan yang sudah diatur secara sempurna, hal ini membuat
usaha Suma Thian yu sama sekali tidak mendatangkan hasil.
Diantara mereka, Ko Lip kun dan Si Tay kong dua orang
yang menyerang paling gencar dan berbahaya.
Jangan dilihat kedua orang itu sama sekali tidak bersenjata
namun angin pukulan yang dilontarkan setajam sebatang
pedang, ini semua membuat Suma Thian yu menjadi amat
payah dan sama sekali tidak mampu memperlihatkan
kebolehannya. Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat sengit
inilah, tiba-tiba terdengar suara pekikan panjang bergema
membelah angkasa.
Suma Thian yu tertegun, sebab suara pekikan itu sudah
jelas berasal dari kakek pendek diatas tebing tadi, apabila
orang inipun turut terjun ke arena pertarungan, niscaya dia
akan terkurung dan mati kutunya.
Sementara dia masih tertegun, sesosok bayangan hitam
telah menerobos masuk kedalam dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat...
Belum sempat Suma Thian yu melihat pendatang itu
dengan jelas, tiba-tiba saja dia merasakan daya tekanan yang
menindih kepalanya bertambah berat, cepat-cepat Suma Thian
yu mengayunkan tangan kirinya ke atas untuk mengurangi
daya tekanan tersebut.
Sementara pedang ditangan kanannya di putar
menciptakan segulung kabut pedang yang segera membentuk
selapis dinding kuat yang menghadang didepan dadanya.
Yang dikatakan orang: Betapa pun rapatnya suatu
pertahanan, toh pasti ada yang lupa, begitu juga keadaan
Suma Thian yu sekarang.
Kendatipun pertahanan tubuh bagian depannya amat ketat
namun dia lupa dengan pertahanan belakang tubuhnya.
Tiba-tiba saja pinggangnya terasa kaku, segenap kekuatan
yang dimilikinya punah dan tak ampun tubuhnya segera roboh
terjerembab ke atas tanah.
Ternyata orang yang menyergapnya secara licik itu tak lain
adalah kokcu tua berwajah mulia namun berhati licik dan keji
itu... Sejak terjun ke arena, pertarungan besar maupun kecil
sudah dialami oleh Suma Thian yu, paling tidak beratus
pertarungan, akan tetapi belum pernah ia jumpai siasat yang
begitu licik dan rapat seperti apa yang dialaminya sekarang.
Tampaknya kemunculan kakek cebol tadi tidak lebih hanya
merupakan sebuah tipu muslihat saja dengan tujaan hendak
memancing suma thian yu agar pecah perhatiannya.
Dengan kepandaian kokcu tua yang amat lihay, begitu
melihat musuhnya melalaikan pertahanan bagian belakang
tubuhnya, secara diam-diam lantas dia menyelinap ke
belakang tubuhnya lalu menotok jalan darah anak muda
tersebut. ketika tubuhnya dikempit oleh kakek cebol tadi, suma Thian
yu masih tetap ber otak jernih, hanya saja tubuhnya terasa
begitu lemas seakan-akan sama sekali tak bertenaga.
terdengar kokcu tua itu tertawa dingin kemudian berseru:
"Penggal kepala bajingan cilik ini, manusia semacam ini
hanya akan meninggalkan bencana saja bila dibiarkan tetap
hidup dalam lembah kita"
Kakek cebol itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah
katapun, sambil mengempit tubuh Suma thian yu dia segera
beranjak pergi dari situ.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Ay suhu, tunggu sebentar"
Rupanya kakek cebol itu she aY bernama Siang, orang
menyebutnya makhluk pembalik awan, ketika mendengar putri
kesayangan kokcunya menghardik, diapun bertanya dengan
suara dingin: "Keponakan masih ada urusan apa lagi?"
Gadis itu sama sekali tidak menggubris pertanyaan si
makhluk pembalik awan ay siang, kepada ayahnya dia lantas
berseru: "Ayah, orang ini pasti akan berguna bila dibiarkan tetap
hidup, menurut perdapat siauli, lebih baik disekap didalam
penjara saja, lama-kelamaan sikapnya akan melunak dengan
sendirinya"
"Ay hiante, kita turuti saja perkataan siauli, coba kita lihat
bagaimana perkembangan selanjutnya"
Oleh karena kokcunya sudah berkata demikian, maka kakek
cebol itu tidak banyak bicara lagi, sambil membanting tubuh
pemuda itu keatas tanah, umpatnya:
"Hitung-hitung kau si bocah keparat memang masih
berumur panjang, rasakanlah hidup selama berapa hari lagi"
Dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
Buru-buru Kokcu tua memerintahkan malaikat langit
penegak bumi Si Tay kong agar mengusir pergi Suma Thian yu
dari situ. Si Tay kong memang sangat membenci terhadap pemuda
ini karena barusan pemuda tersebut telah membunuh dua
arang panglimanya, kini melihat ada kesempatan yang sangat
baik untuk melampiaskan rasa bencinya, cepat-cepat dia
mencengkeram tubuh Suma Thian yu lalu dibawa keluar
ruangan. Suma Thian yu yang tertotok jalan darahnya sama sekali
tak berkutik, dalam keadaan demikian dia hanya bisa
pasrahkan diri pada
Pendekar Sadis 22 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Petualang Asmara 21
^