Laron Pengisap Darah 5

Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Bagian 5


iatnya. 0-0-0 Angin masih berhembus kencang, hujan pun masih turun
dengan derasnya, kabut tebal menyelimuti sepanjang jalan
raya, membuat pemandangan kabur dan suasana sepi
Siang Hu-hoa, Tu Siau-thian maupun Nyo Sin merasakan
pula keseriusan suasana yang mencekam perasaan mereka.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun mereka berjalan
menelusuri jalan raya, dengan wajah murung dan berat
mereka meniti jalan raya itu, siapa pun tidak ingin bicara,
semua orang terpekur dalam lamunan masing masing.
Saat ini mereka hanya ingin tiba di kantor polisi
secepatnya, ingin segera bertemu dengan pembesar Ko dan
ikut membaca isi surat wasiat peninggalan Jui Pakhay.
Sekarang mereka bertiga sudah tiba disebuah tikungan
jalan, pintu gerbang kantor polisi sudah terlihat di depan
mata. 281 Ketika mereka sedang mempercepat langkah kakinya,
mendadak dari arah belakang terdengar seseorang mengejar
sambil berteriak memanggil:
"Siang tayhiap! Nyo tayjin! Tu tayjin!"
Seketika Siang Hu-hoa, Nyo Sin dan Tu Siau-thian
menghentikan langkahnya seraya berpaling, tapi begitu
melihat siapa yang muncul, mereka bertiga segera tertegun
dan berdiri melongo.
Biasanya hanya orang yang kenal akrab dengan mereka
yang akan memanggil dengan cara begitu, tapi kenyataannya,
orang itu terasa sangat asing bagi mereka bertiga.
Orang itu masih muda, tampan dan berpakaian sederhana.
"Kelihatannya orang ini tidak mirip anak buahmu" ujar
Siang Huhoa sambil berpaling ke arah Nyo Sin.
"Aku malah sama sekali tidak kenal dengan orang itu"
sahut Nyo Sin seraya menggeleng.
"Saudara Tu juga tidak kenal?" Siang Huhoa kembali
berpaling ke arah Tu Siau-thian.
Dengan cepat opas Tu menggeleng.
"Kalau begitu aneh sekali" ujar Siang Huhoa lebih jauh,
"kalau kita semua tidak kenal dengannya, kenapa dia justru
kenal dengan kita bertiga?"
"Aku malah mengira dia adalah sahabatmu" kata Tu Siauthian.
"Aku malah merasa asing sekali dengan orang ini"
"Oya?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, orang itu
sudah menyusul tiba, sambil menghentikan langkahnya
dihadapan Nyo Sin, dia berdiri dengan napas terengah-engah.
282 "Siapa kau?" dengan mata melotot Nyo Sin segera
menegur. "Siaubin adalah Kwee Bok!" jawab pemuda itu sambil
terengah. Untuk kesekian kalinya Nyo Sin berdiri tertegun.
Rasa heran dan tidak habis mengerti pun segera
menyelimuti wajah Siang Huhoa serta Tu Siau-thian, tanpa
terasa mereka berdua sama-sama mengawasi pemuda yang
mengaku bernama Kwee Bok itu tanpa berkedip.
Pemuda yang bernama Kwee Bok ini tidak mirip seorang
yang jahat. Setelah sekian lama Nyo Sin mengawasi pemuda itu
dengan termangu, akhirnya dia berseru keras:
"Kwee bok" Jadi kau yang bernama Kwee Bok?"
"Benar"
"Kepandaian yang hebat!" puji Nyo Sin tiba-tiba.
Kali ini giliran Kwee Bok yang dibuat tertegun dan tidak
habis mengerti.
Terdengar Nyo Sin berkata lebih jauh:
"Keempat orang anak buahku adalah empat opas yang
handal, sungguh tidak kusangka secepat itu kau berhasil
merobohkan mereka semua"
"Nyo tayjin, apa yang kau maksud?" seru Kwee Bok
keheranan. Nyo Sin tertawa dingin.
"Bagus, bagus sekali monyet kecil!" serunya, "sampai
sekarangpun kau masih berani berlagak pilon?"
283 Mendadak dia menggenggam gagang goloknya dan siap
diloloskan, untung Tu Siau-thian yang berada disampingnya
mengetahui hal ini dan segera menahan tangannya.
Dengan mata mendelik Nyo Sin segera berpaling ke arah
Tu Siau-thian, baru saja dia hendak membentak agar
melepaskan tangannya, opas itu sudah berkata duluan kepada
Kwee Bok: "Apakah kau telah bersua dengan ke empat opas yang
kami kirim untuk mencarimu?"
"Tidak!" sahut Kwee Bok seraya menggeleng.
"Lantas kau hendak ke mana sekarang?" kembali Tu Siauthian
bertanya "Kantor polisi"
"Mau apa pergi ke kantor polisi?"
"Apakah hendak menyerahkan diri?" timbrung Nyo Sin
"Menyerahkan diri?" Kwee Bok tertegun.
"Yaa atau tidak?" desak Nyo Sin lebih jauh.
Tampaknya Kwee Bok tidak habis mengerti dengan
pertanyaan itu, dia berdiri dengan wajah tercengang, bingung
dan tidak tahu apa yang mesti dijawab.
Baru saja Nyo Sin akan mendesak lebih jauh, kembali Tu
Siau-thian menarik tangannya sembari berkata:
"Lebih baik kita dengarkan dulu penjelasannya"
Nyo Sin mendengus dingin dan terpaksa membungkam diri.
"Ada urusan apa kau datangi kantor polisi?" tanya Tu Siauthian
kemudian. "Tadi kakek Gi datang ke kantor praktekku di selatan kota,
mengabarkan kalau kalian telah membawa piaumoay ku ke
284 kantor polisi, maka aku segera menyusul kemari untuk
mencari tahu apa masalahnya"
"Jadi kau adalah piauko nya Gi Tiok-kun?"
"Benar"
"Lalu apa pula hubungan kakek Gi dengan Gi Tiok-kun?"
"Dia adalah salah satu famili jauh adik misanku, orangnya
sudah tua dan sangat miskin, karena kasihan melihat
kondisinya maka sejak dua tahun terakhir piaumoay
menerimanya di rumah dan dipekerjakan sebagai salah satu
pembantunya"
"Apa lagi yang dia katakan kepadamu?"
"Beritahu kepadaku apa alasan kalian menangkap
piaumoay ku"
"Berapa usia kakek Gi?" tanya Tu Siau-thian lebih jauh.
"Enam puluh tahun lebih"
"Enam puluh tahun?" kembali Nyo Sin menimbrung.
"Usia yang pasti tidak terlalu jelas"
Kontan Nyo Sin tertawa dingin.
"Hmmm, heran, usianya sudah tua ternyata telinganya
masih tajam dan larinya masih cepat, belum lagi ke empat
orang anak buahku tiba, ia sudah tiba duluan"
"Menurut penuturannya, kenapa kami menangkap Gi Tiokkun?"
kembali Tu Siau-thian bertanya.
"Konon dia ditangkap karenakalian menuduhnya sebagai
pembunuh Jui Pakhay"
"Tepat sekali!"
"Tidak mungkin!" teriak Kwee Bok lantang, "dia bukan
manusia type begitu, mana mungkin dia adalah seorang
pembunuh, apalagi pembunuh suami sendiri?"
285 "Benar atau tidak percuma diperdebatkan sekarang, lebih
baik kita tunggu semua bukti sudah terkumpul karena sampai
sekarang pun kami belum yakin seratus persen"
"Kalau memang belum yakin, kenapa dia tetap ditangkap?"
"Sebab dialah satu satunya orang yang paling mungkin jadi
pembunuh berdarah itu"
"Jadi kalian utus orang untuk memanggilku karena
menganggap akupun patut dicurigai sebagai salah satu
pembunuhnya?"
Tu Siau-thian mengangguk membenarkan.
"Atas dasar apa kalian menuduh aku?" protes Kwee Bok.
Baru saja Tu Siau-thian hendak menjawab, mendadak Nyo
Sin bertanya pula:
"Darimana kau bisa mengenali kami?"
"Rasanya tidak banyak orang disini yang tidak kenal
dengan tayjin berdua"
"Tapi aku tidak kenal kau"
Kwee Bok tertawa getir.
"Aku ini manusia macam apa, tentu saja Nyo tayjin tidak
bakal kenal aku. Seperti juga penduduk kota ini jarang yang
pernah bersua dengan Ko tayjin, tapi hampir setiap kepala
tahu akan nama besar Ko tayjin, sebaliknya Ko tayjin sendiri
belum tentu akan mengetahui penduduk kota ini, jangan lagi
namanya, bagaimana bentuk mukanya pun tidak bakal tahu"
Dalam hati kecilnya Nyo Sin merasa senang sekali dengan
pujian itu, tapi dengan lagak sok keren kembali ia menegur:
"Baru pertama kali ini Siang tayhiap berkunjung kemari,
darimana kau bisa mengenalinya?"
286 "Kakek Gi yang beritahu kepadaku, katanya Jui Gi telah
pulang bersama seorang pendekar besar yang dipanggil Siang
tayhiap!" jawab Kwee Bok tenang.
"Kalau hanya mendengar kata orang, kenapa kau bisa
mengenali bahkan berteriak memanggil meski masih berada
dikejauhan?"
"Sebab kakek Gi telah melukiskan bentuk badan dan bentuk
wajah Siang tayhiap"
"Apalagi yang dia katakan kepadamu?" smdir Nyo Sin
sambil tertawa dingin.
"Tidak ada lagi"
"Tapi suara panggilanmu tadi kedengaran begitu kenal
dengan hangat"
"Biarpun baru pertama kali ini kami bersua, namun
sebelumnya aku sudah kerapkali mendengar orang
menyinggung tentang nama besar Siang tayhiap"
"Siapa yang pernah membicarakan masalah ini?" tanya Nyo
Sin. "Pasien yang datang berobat, aku tidak pernah berkelana di
dalam dunia persilatan tapi pasien yang datang mencariku
banyak sekali merupakan anggota dunia persilatan"
"Oya?"
"Dari penuturan mereka, sudah lama aku tahu manusia
macam apakah Siang tayhiap ini, asal Siang tayhiap mau
tampilkan diri niscaya segala masalah akan menjadi beres dan
tuntas" Nyo Sin mendengus tidak senang hati.
"Maksudmu, kalau kami yang selesaikan persoalan ini maka
penyelesaiannya tidak beres dan tidak tuntas?" serunya.
"Aku tidak pernah berkata begitu"
287 "Tapi dalam hati kecilmu kau berpendapat demikian
bukan?" "Tidak berani!"
"Kau anggap kami sudah salah menangkap, salah menuduh
Gi Tiok-kun?" kembali Nyo Sin bertanya.
"Salah menuduh atau tidak persis seperti apa yang telah
dikatakan Tu tayjin tadi, harus menunggu pembuktian serta
lengkapnya penyelidikan, tapi berbicara dari sudut pandangku,
sampai detik terakhir pun aku tetap beranggapan bahwa
piaumoay ku bukanlah manusia semacam itu!"
"Bagaimana dengan kau sendiri?" Kwee Bok tertawa getir.
"Aku" Hingga detik inipun aku masih belum tahu apa
gerangan yang sebenarnya telah terjadi"
"Hmmm, kalau didengar dari nada pembicaraanmu, seakan
kau benar-benar tidak tahu"
"Tapi di dalam kenyataan aku memang tidak tahu"
Nyo Sin tertawa dingin, hanya tertawa dingin.
Siang Huhoa yang selama ini hanya membungkam,
mendadak memecahkan keheningan dengan bertanya kepada
Kwee Bok: "Tanggal dua belas bulan tiga hari itu, benarkah kau telah
terkunjung ke perpustakaan Ki po cay?"
"Benar!"
"Gi Tiok-kun yang mengundangmu?"
"Darimana kau bisa tahu" Apakah piaumoay ku yang
mengatakan?" tanya Kwee Bok keheranan.
Bukannya menjawab, Siang Huhoa bertanya lebih lanjut:
"Ada urusan apa Gi Tiok-kun mengundangmu untuk datang
mengunjungi perpustakaan Ki po cay?"
288 "Memeriksa pasien"
"Siapa pasiennya?"
"Jui Pakhay!"
"Atas ide siapa ini?"
"Adik misanku!"
"Apakah Jui Pakhay mengetahui rencana ini?"
"Tidak tahu"
"Kenapa dia mencari mu secara mendadak?" Siang Hu-hoa
mendesak lagi. "Dia bilang selama berapa hari belakangan, pikiran dan
perasaan suaminya sangat kalut, tingkah lakunya sering diluar
batas kewajaran bahkan kerap mengucapkan kata-kata yang
aneh dan mengherankan, dia curiga suaminya mengidap sakit
gila atau tidak waras otaknya, maka aku diundang untuk
melakukan pemeriksaan"
"Menurut kau penyakit apa yang diidapnya?"
"Menurut pandanganku, dia sehat, sama sekali tidak
mengidap penyakit apa pun"
Siang Huhoa segera berpaling ke arah Nyo Sin seraya
bertanya: "Apakah dalam catatan tersebut, dia menulis begitu?"
"Sejak awal aku sudah tahu kalau isi catatan itu sama sekali
tidak ada masalah"
"Catatan apa sih yang kalian maksudkan?" tanya Kwee Bok
keheranan. "Catatan peninggalan Jui Pakhay yang berisikan semua


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengalaman yang dialaminya sejak tanggal satu bulan tiga
hingga tanggal lima belas bulan tiga"
289 "Dia pun mencatat peristiwa yang dialaminya pada tanggal
dua belas bulan tiga?"
"Benar, bahkan dicatat dengan sangat terperinci" sahut
Siang Hu-hoa sambil mengangguk.
"Ooh...?"
"Selesai memeriksa penyakitnya, benarkah Jui Pakhay
mengundangmu untuk makan bersama di rumahnya?"
"Benar"
"Benarkah Gi Tiok-kun turun tangan sendiri ke dapur
dengan mempersiapkan sebuah hidangan yang disebut bola
udang masak madu?"
Kembali Kwee Bok mengangguk.
"Hidangan tersebut memang merupakan hidangan
faforitnya, dia paling senang memasak masakan itu"
"Sewaktu Jui Pakhay makan bola udang masak madu itu,
benarkah telah terjadi suatu peristiwa yang sangat aneh?"
"Apa dia menulis begitu di dalam buku catatannya?"
"Benar"
"Peristiwa itu memang aneh sekali, ketika dia menyumpit
sebiji bola daging dan baru saja dimasukkan mulut dan
menggigitnya sekali, tiba tiba hidangan tersebut dimuntahkan
kembali, kemudian dia muntah tiada hentinya sambil menuduh
bola udang itu bukan hidangan udang melainkan bola laron
penghisap darah"
"Apakah memang begitu dalam kenyataannya?"
"Mana mungkin?" bantah Kwee Bok cepat, "sebenarnya aku
yakin benar dengan hasil pemeriksaan nadiku, tapi setelah
menyaksikan ulah serta tingkah lakunya, mau tidak mau aku
menjadi sangsi juga"
290 "Apa yang kau sangsikan?" "Aku curiga otaknya memang
kurang waras, sekalipun dari denyut nadi bisa dicari sumber
dari kekalutan itu, namun jika penyakitnya timbul pada
otaknya maka akan jadi sulit untuk menemukan sumber
penyakitnya hanya dari pemeriksaan denyut nadi, atau dengan
perkataan lain hasil diagnosaku sebelumnya memang tidak
keliru" "Kalau memang sudah muncul kecurigaan semacam itu,
kenapa kau tidak lakukan pemeriksaan sekali lagi dengan lebih
teliti?" Kwee Bok tertawa getir.
"Sebenarnya aku pun punya rencana untuk berbuat begitu,
tapi sejak peristiwa itu, pada hakekatnya dia sudah
menganggap kami berdua sebagai siluman atau setan iblis,
setelah menghardik kami agar tidak mendekatinya, dia
langsung melarikan diri dari meja perjamuan"
"Jadi dia benar-benar telah menganggap kalian sebagai
siluman atau setan iblis?" Nyo Sin menatap tajam pemuda
tampan itu. "Kenapa dia bisa berpendapat begitu?" tanya Kwee Bok
tercengang. "Seharusnya kau mengerti akan hal ini" "Tapi aku benar
benar tidak tahu" sekali lagi Kwee Bok tertawa getir.
"Hmmm, pandai amat kau berlagak pilon" jengek Nyo Sin.
Kwee Bok menghela napas panjang, selang sesaat
kemudian dia baru bertanya lagi: "Jui Pakhay benar benar
telah mati?" "Kenapa kau masih belum yakin kalau dia telah
mati?" "Kenapa pula Nyo tayjin begitu yakin kalau kematian Jui
Pakhay benar-benar ada sangkut pautnya dengan kami
berdua?" Kwee Bok balik bertanya sambil menghela napas.
291 "Karena dua alasan"
"Apa itu alasannya?"
"Pertama, didalam catatan yang ditinggalkan Jui Pakhay,
dia pernah menyinggung kalau kalian berdua punya rencana
akan menghabisi nyawanya!"
"Soal ini................"
Tidak menunggu pemuda itu membantah, Nyo Sin berkata
lebih jauh: "Kedua, jenasah Jui Pakhay ditemukan didalam sebuah
ruang kecil persis dibelakang kamar tidur mereka suami istri
berdua, untuk bisa mencapai ruangan kecil itu, orang harus
melalui kamar tidurnya lebih dulu, disaat kami menjumpai
mayat dari Jui Pakhay, kami pun menemukan juga sejumlah
laron penghisap darah"
"Laron penghisap darah?" "Beribu-ribu ekor laron
penghisap darah sedang menghisap darah jenasah dan
melalap daging mayat"
"Benarkah ada kejadian seperti ini?" seru Kwee Bok dengan
tubuh bergidik.
Kalau ditinjau dari lagaknya, dia seakan memang benarbenar
tidak mengetahui akan peristiwa ini.
Sorot mata Siang Hu-hoa tidak pernah bergeser dari raut
muka Kwee Bok, dia memperhatikan terus setiap perubahan
mimik muka pemuda itu, setelah dicermati sampai disitu,
tanpa terasa pikirnya:
"Apa benar peristiwa ini memang sama sekali tidak ada
sangkut pautnya dengan mereka?"
Sementara dia masih termenung, Nyo Sin telah berkata
lebih jauih: 292 "Kecuali mereka suami istri berdua, aku tidak percaya kalau
masih ada orang luar yang bisa menyembunyikan mayat serta
sejumlah laron penghisap darah didalam ruangan kecil itu
tanpa ketahuan orang lain"
"Aku pun tidak percaya" sahut Kwee Bok setelah
termenung sejenak.
"Bila sang korban adalah satu diantara sepasang suami istri
tersebut, bukankah orang yang tersisa merupakan tersangka
yang pantas paling dicurigai?"
Mau tidak mau Kwee Bok harus mengangguk juga.
"Jadi berdasarkan dua alasan tersebut maka kau
menangkap kami berdua?" tanyanya.
"Memangnya dengan dua alasan tersebut masih belum
cukup?" "Benar, memang sudah lebih dari cukup" Kwee Bok
mengangguk. "Kalau memang begitu, ayoh ikut kami kembali ke kantor
polisi" seru Nyo Sin sambil mengulurkan tangan kirinya dan
mencengkeram bahu pemuda itu.
Kwee Bok tidak membiarkan bahunya ditangkap orang,
belum sampai tangan pembesar itu menyentuh badannya, dia
sudah menarik diri sambil bergeser mundur.
"Kunyuk jelek, kau berani melawan?" kontan saja Nyo Sin
berkaok kaok gusar.
"Aku bukannya bermaksud melawan, tapi ada yang mesti
kusampaikan dulu" sahut Kwee Bok sambil menggoyangkan
tangannya berulang kali.
"Kalau ada yang hendak disampaikan, katakan saja setelah
tiba di kantor polisi"
293 "Kalau harus menunggu sampai waktu itu, mungkin
keadaan sudah terlambat"
"Tidak ada gunanya kau berusaha mengulur waktu......."
Mendadak Siang Huhoa menyela, ujarnya:
"Biarkan dia sampaikan dulu apa yang hendak dikatakan"
Nyo Sin memandang Siang Huhoa sekejap, akhirnya
dengan perasaan apa boleh buat sahutnya:
"Baiklah kalau begitu"
Sesudah menghembuskan napas panjang ujar Kwee Bok:
"Terlepas Nyo tayjin mau percaya atau tidak, perkataanku
ini harus kusampaikan dulu sejelasnya"
"Kalau ingin berbicara, cepat katakan" tukas Nyo Sin tak
sabar. "Aku sama sekali tidak membunuh Jui Pakhay!"
"Mungkin kau tidak, tapi Gi Tiok-kun yang melakukan
pembantaian tersebut"
"Aku yakin peristiwa ini sama sekali tidak ada sangkut
pautnya dengan adik misanku"
"Oya?" jengek Nyo Sin sambil tertawa dingin.
"Jika kami yang melakukan pembunuhan itu, kenapa
mayatnya tidak kami musnahkan saja untuk menghilangkan
jejak, kalau dibilang peristiwa itu merupakan hasil perbuatan
pribadi, akupun tidak mempunyai alasan untuk berbuat
demikian, terlebih lagi tidak mungkin akan kumasukkan
jenasahnya ke dalam ruangan kecil itu. Apalagi jika
pembunuhan ini dilakukan piaumoay ku, dia terlebih tak
mungkin akan meninggalkan mayatnya ke dalam ruangan
yang dekat dengan kamar tidur pribadinya"
294 "Dalam hal ini kau tidak perlu menguatirkan cara kerja kami
sebab kami sudah mempunyai alasan yang paling bagus untuk
menerangkan kesemuanya itu"
"Aku percaya, tapi aku yakin semua penjelasan kalian
hanya berdasarkan perkiraan"
Nyo Sin tidak menyangkal akan hal tersebut.
Terdengar Kwee Bok berkata lebih jauh:
"Nyo tayjin, pernahkah kau mencurigai seseorang lain yang
bisa jadi sedang menfitnah kami berdua atau ada orang lain
yang menjadikan kami berdua sebagai kambing hitam atas
perbuatannya?"
"Hmm, siapa yang sudi mengkambing hitamkan kalian
berdua?" jengek Nyo Sin sambil tertawa dingin.
"Mungkin saja semuanya ini merupakan ulah dari Si Siangho"
"Si Siang-ho?" Nyo Sin mengerutkan dahinya, "nama ini
rasanya seperti pernah kudengar disuatu tempat"
"Si Siang-ho adalah pemilik lama gedung perpustakaan Ki
po cay ini" Tu Siau-thian segera menerangkan.
Begitu dijelaskan, Nyo Sin seakan teringat kembali akan
orang tersebut, serunya tertahan:
"Oooh, rupanya dia!"
Sementara itu Tu Siau-thian telah berpaling ke arah Siang
Hu-hoa sambil bertanya:
"Saudara Siang, pernah mendengar nama orang ini?"
Siang Huhoa manggut-manggut.
"Si Siang-ho dengan sebilah pedang baja dan tiga buah
gelang terbangnya sudah lama menjagoi dunia persilatan,
295 hampir semua anggota persilatan pernah mendengar nama
besarnya itu"
"Menurut apa yang kuketahui, dia mempunyai sebuah
julukan yaitu Pedang baja gelang terbang!" Tu Siau-thian
kembali menjelaskan.
Bab 16. Pertaruhan Gedung perpustakaan Ki po cay.
"Berapa tahun belakangan sudah jarang kami dengar
tentang kabar beritanya" kata Siang Huhoa.
"Menurut pendapat saudara Siang, manusia macam apakah
dia ini?" "Aku tidak pernah bertemu dengannya jadi tidak terlalu
jelas bagaimana tabiat serta sepak terjangnya, tapi menurut
apa yang kudengar, dia terhitung seorang hiapkek, pendekar
sejati" "Moga-moga saja kesemuanya itu memang sebuah
kenyataan"
"Jadi kau tidak kenal dengan orang ini?"
Tu Siau-thian menggeleng.
"Kami hanya pernah bertemu beberapa kali ditengah jalan"
"Apakah dia mempunyai ganjalan atau sakit hati dengan Jui
Pakhay?" "Kalau bukan gara-gara Jui Pakhay, adik misanku sudah
lama menjadi bininya" Kwee Bok segera menimbrung.
"Oooh, jadi mereka adalah musuh cinta?"
"Boleh dibilang begitu"
"Kalau begitu aneh sekali....." seru Siang Huhoa lebih jauh.
296 "Apanya yang aneh?" sela Nyo Sin.
"Kenapa Si Siang-ho rela menjual perpustakaan ki po cay
miliknya ini kepada musuh cintanya?"
Ehmmm, betul juga, akupun merasa kejadian ini rada
aneh" kata Nyo Sin setelah termenung sejenak.
Kwee Bok segera menerangkan:
"Ketika Si Siang-ho akan menjual gedung perpustakaan ki
po cay ini kepada Jui Pakhay, dia sama sekali tidak tahu kalau
Jui Pakhay adalah musuh cintanya, apalagi dalam kenyataan
Ki po cay tidak pernah dijual kepada Jui Pakhay"
"Kalau bukan dijual, memangnya dihibahkan kepadanya?"
"Bukan, bukan dihibahkan tapi diserahkan dengan begitu
saja karena kalah bertaruh" kata Kwee Bok sambil
menggeleng. "Maksudmu gedung perpustakaan Ki po cay diperoleh Jui
Pakhay dari tangan Si Siang-ho karena dia menang bertaruh?"
"Begitulah kenyataannya"
"Aku pernah mendengar juga tentang hal ini" sela Tu Siauthian,
"Ki po cay memang diperoleh Jui Pakhay setelah
menangkan pertaruhan dari tangan Si Siang-ho"
"Wah, sepak terjangnya ternyata hebat sekali"
"Sebenarnya orang ini gemar sekali berjudi, bertaruh
merupakan kegemarannya yang paling utama, biasanya kalau
dia sudah mulai berjudi maka barang taruhannya pasti sangat
mengerikan, mempertaruhkan sebuah perkampungan
memang merupakan satu angka pertaruhan yang
menakutkan"
"Oooh, tidak kusangka kalau kecanduan Jui Pakhay pada
bertaruh demikian hebatnya"
297 "Kalau aku sih sudah pernah menduga sampai ke situ" kata
Tu Siau-thian. "Waktu itu, dia memang berniat untuk menantang Si Siangho
bertaruh habis habisan!" Kwee Bok menambahkan.
"Kenapa sampai muncul niat seperti itu?" tanya Siang Huhoa
keheranan. "Sebab sudah lama dia mengincar gedung Ki po cay bahkan
sangat berminat untuk menguasahinya"
"Kalau begitu gedung Ki po cay jelas merupakan sebuah
tempat yang sangat bagus dan hebat"


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebelum terjadinya peristiwa itu" sambung Kwee Bok lebih
lanjut, "sudah beberapa kali dia mengutus orang untuk
mengadakan pembicaraan dengan Si Siang-ho, dia berencana
untuk membeli gedung Ki po cay dengan harga yang pantas"
"Dan Si Siang-ho enggan menjual kepadanya?"
"Benar, penawaran itu ditolak mentah-mentah"
"Kalau tidak punya uang, tidak nanti orang itu memiliki
sebuah perkampungan sebesar itu, kalau seseorang punya
uang banyak, tentu saja dia tidak bakal menjual
perkampungan miliknya"
"Tapi waktu itu dia sudah tidak seberapa punya uang"
"Oya?"
"Dulunya Ki po cay adalah sebuah toko yang menjual aneka
mutiara, tapi saat itu usaha dagangnya sudah nyaris bangkrut"
Kwee Bok menerangkan.
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Si Siang-ho sendiripun amat tergila-gila dengan berjudi,
dia pun tidak pandai berdagang, jauh sebelum kejadian
tersebut didalam gedungnya yang dinamakan penyimpan
mestika nyaris sudah tidak tersisa sebuah mestika pun"
298 "Kalau memang sudah nyaris bangkrut, mengapa Si Siangho
segan untuk menjual gedungnya itu?" ujar Siang Hu-hoa
keheranan. "Sebab perkampungan itu merupakan warisan dari
leluhurnya"
"Kalau sudah tahu merupakan warisan dari leluhurnya,
mengapa pula dia dijadikan barang taruhan?"
"Sebab pada waktu itu dia sudah kelewat banyak minum
arak, bila seseorang sudah mabuk berat, seringkali
perbuatannya bisa mengakibatkan kejadian fatal"
"Jui Pakhay yang suruh dia mempertaruhkan
perkampungan Ki Po cay atau dia sendiri yang berniat
mempertaruhkan perkampungannya?"
"Pada mulanya yang mereka pertaruhkan hanya uang,
sejumlah uang yang lebih dari cukup untuk membeli seluruh
perkampungan Ki po cay"
"Waktu itu apakah Si Siang-ho memiliki jumlah uang
sebanyak itu?"
"Tidak punya"
"Saat itu dia baru mabuk tiga puluh persen, semestinya dia
tahu bahwa dirinya tidak memiliki uang sebanyak itu untuk
diper-taruhkan?"
"Mungkin dia menyadari akan hal tersebut, tapi kemudian
Jui Pakhay memanasi hatinya dengan perkataan dan minta dia
menggunakan perkampungan Ki po cay sebagai barang
taruhan" "Tapi sepantasnya dia waspada dan hati-hati sebelum
mengambil keputusan" kata Siang Hu-hoa.
"Sayangnya dia sudah mabuk duluan, apalagi ditambah
wataknya yang pingin menang sendiri, dia takut dipandang
hina orang lain terutama dikala itu banyak sekali yang hadir
299 dan menyaksikan pertaruhan tersebut, kuatir orang
mengatakan dia bernyali kecil, takut kalah, ditambah lagi
diapun menganggap dirinya belum tentu akan kalah, maka
tantangan itu diterimanya tanpa dipikir lagi"
Siang Hu-hoa cukup mengetahui keadaan seperti ini,
bukankah pemikiran semacam itu selalu dimiliki setiap
penjudi" Terdengar Kwee Bok berkata lebih jauh:
"Tampaknya dia tidak sadar, kecuali dia tolak taruhan
tersebut, kalau tidak, dapat dipastikan dia pasti akan kalah
ditangan Jui Pakhay"
"Tapi setahuku, dibidang pertaruhan kemampuan yang
dimiliki Jui Pakhay tidak terlampau hebat atau luar biasa"
"Demikian pula dengan keadaan Si Siang-ho, apalagi saat
itu dia sudah sangat mabuk, ditambah lagi Jui Pakhay memiliki
uang kontan yang lebih dari cukup untuk menantangnya
bertaruh" "Justru kondisi semacam inilah merupakan kunci yang
paling utama untuk meraih sebuah kemenangan"
"Itulah sebabnya kecuali dia bernasib luar biasa bagusnya
dan selalu meraih kemenangan dalam setiap taruhan, kalau
tidak, kekalahan sudah menunggunya di depan mata" Siang
Huhoa manggut manggut. "Benar, sesungguhnya posisinya
waktu itu sangat tidak menguntungkan, sebab Jui Pakhay
boleh kalah berulang kali namun baginya dia hanya bisa kalah
satu kali dari Jui Pakhay"
"Ternyata nasibnya memang jelek sekali, pertaruhan baru
saja dimulai, dia sudah kalah ditangan Jui Pakhay" Kwee Bok
menerangkan. "Bukankah dengan begitu pertaruhan tidak bisa dilanjutkan
lagi?" 300 "Yaa, selain memiliki perkampungan Ki po cay, dia memang
sudah tidak memiliki secuwil benda pun yang bisa digunakan
sebagai barang taruhan"
"Ehmm, sepintas lalu pertaruhan ini kelihatannya seakan
adil sekali!"
"Padahal sama sekali tidak adil" seru Kwee Bok, "sebab
sejak awal Jui Pakhay memang sengaja mengatur jebakan itu,
dia sengaja meloloh Si Siang-ho dengan arak agar cepat
mabuk, kemudian sengaja mengajaknya bertaruh,
kesemuanya ini merupakan satu rancangan siasat yang luar
biasa" "Tentunya Si Siang-ho juga menyadari akan hal itu bukan?"
"Waktu itu dia sih tidak mengatakan sekecap katapun,
perkampungan Ki po cay langsung dia serahkan kepada Jui
Pakhay, bagaimanapun dia merupakan seorang lelaki yang
berani berbuat berani pula menerima resiko"
"Setelah kehilangan perkampungan Ki po cay, dengan
sendirinya dia pun tidak akan berhasil menangkan Gi Tiok-kun
dari tangan Jui Pakhay?" kata Siang Hu-hoa.
"Benar, saat itulah dia baru betul-betul naik pitam"
"Terjadinya ke dua peristiwa itu berselisih berapa lama?"
"Paling banter cuma dua bulan, itulah sebabnya Si Siang-ho
menganggap semua peristiwa ini merupakan serangkaian
rencana keji yang sengaja diatur Jui Pakhay dengan tujuan
untuk mendapatkan adik misanku"
"Tindakan apa yang kemudian dilakukan Si Siang-ho untuk
menuntut balas atas sakit hati ini?"
"Dia tidak melakukan pembalasan, pada hari dimana adik
misanku menikah dengan Jui Pakhay, dia segera bebenah dan
diam diam pergi meninggalkan tempat ini"
"Dia pergi ke mana?"
301 "Tidak pernah diungkapkan, juga tidak seorang manusia
pun yang memperdulikan dirinya"
Tidak sulit bagi Siang Huhoa untuk membayangkan
suasana seperti itu, dingin atau hangatnya hubungan sesama
manusia seringkali ada hubungan yang erat dengan banyak
dan tidaknya kekayaan yang kau miliki, semakin kau banyak
uang dan kaya raya, biasanya orang lain akan berusaha untuk
mendekatimu dan bersikap hangat kepadamu, semakin sedikit
kekayaan yang kau miliki, semakin dingin pula sikap orang
terhadapmu. "Aaai, kelihatannya orang ini memang termasuk orang yang
berani berbuat, berani pula menanggung akibatnya" kata
Siang Hu-hoa perlahan.
Tu Siau-thian yang selama ini hanya membungkam, kini
tidak kuasa lagi menahan rasa kesalnya, tiba tiba dia menyela:
"Kalau toh dia sudah pergi meninggalkan tempat ini, lantas
mengapa kau menghubungkan peristriwa tentang laron
penghisap darah dengan dirinya?"
"Karena sejak tiga bulan berselang dia sudah muncul lagi
disini" Kwee Bok menjelaskan.
Tu Siau-thian tertegun.
"Kembalinya dia kali ini bertujuan untuk mencari Jui Pakhay
dan membuat perhitungan dengannya" kata Kwee Bok lebih
jauh. "Seandainya dia memang berniat membuat perhitungan
dengan Jui Pakhay, seharusnya hal ini dilakukan sedari dulu"
kata Tu Siau-thian.
"Tiga tahun berselang, dia tahu kemampuan yang
dimilikinya masih bukan tandingan dari Jui Pakhay"
302 "Apakah dalam tiga tahun terakhir dia telah berhasil
mempelajari suatu kepandaian silat yang tangguh?" tanya Tu
Siau-thian. "Dalam hal ini aku kurang begitu tahu, mungkin saja dia
telah berhasil mempelajari sejenis ilmu silat yang sangat
tangguh, mungkin juga telah memperoleh sejenis ilmu sesat
yang hebat, yang pasti katanya dia mampu menghabisi nyawa
Jui Pakhay setiap waktu setiap saat"
"Waah, nampaknya perbuatan orang ini mencerminkan jiwa
seorang kuncu" tiba tiba Siang Hu-hoa tertawa.
"Maksudmu?"
"Orang bilang bila seorang kuncu ingin membalas dendam,
tiga tahun pun belum terlambat"
"Ooh, rupanya begitu maksudmu" kata Kwee Bok kemudian
sambil tertawa.
Mendadak Siang Huhoa menarik kembali senyumannya,
sambil mengawasi Kwee Bok dengan mata melotot, tegurnya:
"Kenapa kau bisa mengetahui urusannya dengan begitu
jelas?" "Kapan kau pernah bersua dengannya" Kenapa pula dia
beritahukan segala sesuatunya kepadamu?" tanya Tu Siauthian
pula. "Sebenarnya apa hubunganmu dengan dirinya?" Nyo Sin
menimbrung pula.
Karena ke tiga orang itu mengajukan pertanyaan hampir
bersamaan waktunya, untuk sesaat Kwee Bok jadi bingung,
dia tidak tahu pertanyaan mana yang harus dijawab terlebih
dulu. Setelah menghela napas panjang, katanya perlahan:
"Si Siang-ho pernah menjadi pasienku!"
303 "Karena sakit apa dia mencarimu?" tidak tahan Nyo Sin
bertanya lagi. "Tempo hari karena kurang hati hati dia masuk angin,
setelah minum obat yang kubuat sebanyak satu tiap lalu
beristirahat sejenak, kondisi badannya telah pulih kembali"
"Darimana kau bisa begitu yakin?"
"Sebab obat itu dimasak di rumahku" jawab Kwee Bok
Setelah berpikir sejenak kembali ujarnya:
"Setiap kali melihat aku sedang menganggur tidak ada
pekerjaan, dia selalu memaksaku untuk menemaninya minum
berapa cawan arak, menghadapi pasien yang tidak tahu
menyayangi kesehatan sendiri macam begini, saat itu aku
benar-benar dibuat serba salah"
"Akhirnya apakah kau menemaninya dia pergi minum
arak?" "Menolak pun tidak ada gunanya"
"Kenapa?"
"Tenagaku tidak sekuat tenaganya, apalagi dia berbuat
demikianpun berdasarkan niat baik"
Maka dia pun memberitahukan semua rahasia tersebut
kepadamu?"
"Waktu bercerita, dia sudah berada dalam kondisi mabuk,
maka aku percaya semua yang dia tuturkan adalah perkataan
yang sejujurnya"
"Apakah dia jugamem beritahu kepadamu bahwa
kedatangannya kali ini bertujuan untuk membalas dendam?"
Kwee Bok mengangguk
Kembali Nyo Sin bertanya:
304 "Apakah dia sempat menyinggung masalah yang ada
hubungannya dengan laron penghisap darah?"
"Soal itu, tidak pernah"
"Selain kepada kami, apakah kau pernah memberitahukan
persoalan ini kepada orang lain?"
"Tidak pernah"
"Juga tidak pernah memberitahu kepada Jui Pakhay?"
"Selama ini antara aku dengan dia tidak pernah
berhubungan atau mengadakan kontak"
"Kau pun tidak pernah mendatangi perkampungan Ki po
cay?" desak Nyo Sin lebih jauh.
"Aku hanya pernah datang satu kali yaitu pada tanggal dua
belas bulan tiga, ketika itu aku diundang adik misanku untuk
memeriksakan kondisi kesehatan tubuhnya"
"Waktu itu kau toh punya peluang untuk menyampaikan
kabar tersebut kepadanya?"
"Waktu itu tidak terpikirkan olehku akan kejadian tersebut,
sewaktu aku mulai teringat dan akan sampaikan kabar
kepadanya, dia sudah anggap kami sebagai jelmaan siluman
atau setan iblis, untuk menghindar saja rasanya sudah tidak
sempat apalagi mau berbicara denganku, mendengarkan
perkataanku?"
"Ooh......" wajah Nyo Sin mulai menunjukkan kesangsian
dan keraguan. "Setelah kejadian itu, apakah kau pernah berjumpa lagi
dengan Si Siang-ho?" tanya Tu Siau-thian kemudian
"Masih bertemu satu kali lagi"
"Lagi-lagi untuk memeriksakan kesehatan tubuhnya?"
305 "Benar, datang untuk memeriksakan diri, hanya kali ini dia
mengutus orang untuk mengundangku datang ke tempat
tinggalnya"
"Jangan-jangan perbuatannya?"
"Benar!"
"Kali ini dia sakit apa lagi?"
"Seperti yang lalu, masuk angin, hanya kali ini kondisinya
sedikit lebih parah"
"Dia tinggal di mana?" tiba-tiba Nyo Sin menyela.
"Sebuah rumah penginapan disebelah timur kota, konon
penginapan itu merupakan perusahaan miliknya"
"Apa nama penginapan itu?" desak Nyo Sin lebih jauh.
"Hun-lay!"
Nyo Sin segera berpaling ke arah Siang Hu-hoa dan


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ajaknya: "Bagaimana kalau kita mengunjungi rumah penginapan
Hun-lay?" Siang Huhoa tidak berkata apa apa, dia pun tidak menolak
atau mengajukan usul lain.
"Siapa tahu disana kita akan menemukan lagi sesuatu"
sambung Nyo Sin.
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Kwee Bok, lalu
katanya lagi: "Kau ikut bersama kami dan menjadi petunjuk jalan"
"Bolehkah aku tidak ikut serta?" pinta Kwee Bok sambil
tertawa hambar.
"Tentu saja tidak boleh, mulai sekarang tanpa seijinku,
jangan harap kau bisa berlalu dari hadapanku barang
setengah langkah pun"
306 "Nyo tayjin tidak usah kuatir" ucap Kwee Bok sambil
menghela napas, "sebelum duduknya persoalan menjadi jelas
dan tuntas, aku tidak akan pergi meninggalkan tempat ini"
"Memang paling bagus begitu, jadi masing masing tidak
perlu direpotkan oleh yang lain"
Kwee Bok tidak banyak bicara lagi, dia segera beranjak,
sikapnya sangat tenang dan sama sekali tidak memperlihatkan
perubahan apapun.
Ketika sikapnya yang tenang itu terlihat oleh Siang Huhoa,
Nyo Sin maupun Tu Siau-thian, tanpa terasa satu ingatan
melintas bersama dalam benak mereka.
Benarkah peristiwa berdarah ini sama sekali tidak ada
sangkut pautnya dengan dirinya" Benarkah semua kejadian ini
merupakan ulah dari Si Siang-ho"
Tanpa terasa mereka pun ikut beranjak dan mengikuti di
belakang tubuhnya.
Terlepas benar atau tidak, asal Si Siang-ho berhasil
ditemukan, sudah pasti akan diperoleh jawaban yang jelas,
mereka hanya berharap Si Siang-ho masih tetap berdiam di
rumah penginapan Hun-lay.
0-0-0 Rumah penginapan Hun-lay, sebuah nama yang sangat
indah, sayang letaknya sedikit diluar kota, disisi timur pintu
gerbang kota. Jalanan menuju ke luar kota sangat tidak rata dan tidak
enak dilalui. Rumah penginapan itu meski dibangun tidak
terlalu dekat dengan kota namun tidak juga terhitung kelewat
jauh, asal langkah mereka agak cepat maka sebelum malam
menjelang tiba nanti, mereka masih sempat untuk balik ke
dalam kota. 307 Oleh sebab itu rumah penginapan Hun-lay bukan termasuk
sebuah penginapan yang berlimpah tetamunya, dusun itu
pada hakekatnya merupakan sebuah dusun yang amat miskin.
Dalam seluruh dusun tersebut hanya terdapat sebuah
jalanan yang beralaskan batu, tentu saja rumah penginapan
Hun-lay dibangun disisi jalan besar.
Beberapa orang bocah cilik nampak sedang bermain disisi
jalan, pintu depan rumah penginapan kelihatan amat sepi dan
hening. Ketika Siang Hu-hoa sekalian sudah berjalan mendekat,
mereka baru tahu kalau sepasang pintu gerbang rumah
penginapan itu berada dalam keadaan tertutup rapat, malah
diatas salah satu pintunya tertempel selembar kertas
pengumuman yang bertuliskan:
"Sementara berhenti usaha"
Kertas itu sudah lusuh dan warnanya sudah luntur, ini
menunjukkan kalau sudah lama rumah penginapan Hun-lay
menutup usahanya, tanpa terasa Siang Huhoa bertiga
mengalihkan sorot matanya mengawasi wajah Kwee Bok.
"Sejak enam bulan berselang rumah penginapan ini
memang sudah menghentikan usahanya untuk sementara
waktu" Kwee Bok menerangkan.
Dia segera maju ke depan, memegang gelang diatas pintu
dan dipukulkan kuat kuat sebanyak berapa kali diatas pintu
itu. Tidak lama kemudian kedengaran seseorang menegur dari
dalam pintu: "Siapa?"
"Aku, Kwee Bok!" jawab pemuda itu cepat.
"Ooh, rupanya saudara Kwee!" suara orang itu segera
berubah jadi tinggi melengking.
308 Menyusul kemudian kedengaran suara langkah kaki yang
berjalan mendekat, suara langkah yang sangat aneh, seolaholah
orang tersebut sangat rapuh kesehatannya sehingga
tenaga untuk berdiri tegak pun tidak ada.
henti dibalik pintu tapi pintu itu tidak segera dibuka, sampai
sesaat kemudian dia baru membukakan pintu gerbang.
Bau arak yang sangat menyengat segera menyebar
disekeliling tempat itu, tanpa terasa Siang Huhoa berempat
pun mengalihkan perhatiannya ke wajah orang itu.
Orang itu berdiri sambil berpegangan pada daun pintu,
namun tubuhnya masih kelihatan gontai seakan akan setiap
saat bakal roboh ke tanah.
Dalam genggamannya masih terdapat sebuah cawan arak,
cawan itu penuh berisikan arak, pakaian berwarna biru yang
dikenakannya juga dipenuhi oleh noda arak yang menusuk
hidung. Rambutnya awut awutan, jenggotnya tidak terawat,
mukanya sangat dekil, entah sudah berapa hari dia tidak
pernah cuci muka dan menyisir rambutnya.
Dalam ruangan itupun tidak ada lentera, seluruh jendela
dibiarkan dalam keadaan tertutup rapat, hal ini membuat
suasana dalam bangunan itu terasa remang remang dan
sangat menyeramkan, seakan sebuah neraka ditengah alam
manusia. Dalam kenyataan raut muka orang ini memang tidak jauh
berbeda seperti wajah setan gentayangan dari neraka,
wajahnya pucat kehijau hijauan dan sama sekali tidak ada
rona merahnya, namun sepasang matanya justru dipenuhi
dengan garis garis merah darah, sedemikian merahnya
sehingga mirip dengan lelehan darah segar.
Siapa pun yang bertemu dengan manusia macam begini,
dapat dipastikan mereka akan terkesiap bercampur ngeri.
309 Untung saja waktu itu masih tengah hari sehingga nyali
mereka pun otomatis jauh lebih besar.
Sejak terjadinya peristiwa berdarah dalam perkampungan
Ki-po-cay, segala persoalan yang kemudian mereka jumpai
seakan tak ada yang tidak mengejutkan hati, semua
penemuan, semua kejadian seolah sama sekali diluar dugaan
dan mendatangkan kabut tanda tanya yang semakin besar.
Saat itu, orang yang benar benar terperanjat ternyata
hanya Kwee Bok seorang, tampaknya pemuda itupun baru
pertama kali ini bersua dengan manusia tersebut, untuk
berapa saat dia nampak berdiri termangu dan tak tahu apa
yang mesti dilakukan.
Siang Hu-hoa melirik sekejap wajah orang itu, kemudian
sambil berpaling ke arah Tu Siau-thian, ujarnya:
"Apakah orang ini yang bernama Si Siang-ho?"
"Benar, dialah orangnya"
"Dulu, apakah begitu juga tampangnya?" tanya Siang
Huhoa lebih jauh.
Tu Siau-thian segera menggeleng.
"Tidak, dulu dia sangat memperhatikan penampilan,
pakaiannya, dandanannya selalu rapi dan perlente"
"Pakaian yang dikenakan seseorang bisa saja berganti tiga
kali dalam sehari, tapi apa raut wajah orang tidak mungkin
berubah setiap tiga tahun?"
"Itulah sebabnya meski keadaannya saat ini sangat payah,
aku masih tetap dapat mengenalinya dalam pandangan
pertama" "Aku pun dapat mengenali dirinya" Nyo Sin menambahkan.
"Aku rasa usianya jauh lebih tua ketimbang usia Jui
Pakhay" kata Siang Hu-hoa.
310 "Waah, kalau soal ini aku kurang begitu jelas" ucap Tu
Siau-thian. "Kalau dilihat dari penampilannya sekarang, paling tidak dia
telah berusia diatas lima puluh tahunan" Nyo Sin menimpali.
"Aku benar benar kurang jelas tentang masalah ini" kembali
Tu Siau-thian menggeleng.
Mendadak terdengar Si Siang-ho menghela napas panjang,
tanyanya: "Benarkah penampilanku sekarang nampak sangat tua?"
Tampaknya semua pembicaraan mereka bertiga terdengar
pula oleh Si Siang-ho.
"Sebenarnya berapa sih usiamu tahun ini?" tanya Nyo Sin
kemudian. "Satu bulan lagi aku baru berusia tiga puluh sembilan
tahun" "Apa" Empat puluh tahun pun belum sampai?"
"Aku toh bukan wanita, kenapa mesti merahasiakan umur?"
"Tapi kalau dilihat dari penampilanmu sekarang, kau lebih
mirip berusia lima puluhan tahun ketimbang berusia tiga puluh
sembilan tahun"
"Mana mungkin" bantah Si Siang-ho sambil garuk-garuk
kepalanya, "malah tiga tahun berselang orang bilang dari
penampilanku, usiaku paling banter baru tiga puluhan tahun"
Sesudah menghela napas panjang, tambahnya:
"Masa baru lewat tidak sampai tiga tahun, penampilanku
sudah berubah dua puluh tahun lebih tua?"
"Memangnya kau tidak menyadari?"
"Aku hanya menyadari akan sesuatu"
"Soal apa?"
311 "Perasaan hatiku memang sudah semakin tua, bahkan
sedemikian tuanya hingga mendekati saat ajalnya"
"Berarti kau masih terbayang terus akan peristiwa yang
telah terjadi tiga tahun berselang?" tanya Nyo Sin
Si Siang-ho mengangguk berulang kali.
Tidak tahan lagi Nyo Sin menghela napas panjang, namun
dia tidak berkata-kata.
Terdengar Si Siang-ho berkata lebih jauh:
"Padahal aku sudah berusaha dengan segala cara untuk
melupakan kejadian itu"
"Jadi inikah alasanmu kenapa minum arak sebanyakbanyaknya?"
Si Siang-ho mengangguk membenarkan.
"Sebenarnya aku menyangka cara ini merupakan sebuah
cara terbaik untuk melupakan kejadian lama, namun
belakangan aku malah semakin sulit dibuat mabuk"
"Mengapa tidak langsung pergi mencari Jui Pakhay dan
menantangnya untuk berduel, agar semua sakit hatimu
terlampiaskan?" tanya Nyo Sin.
Tiba-tiba Si Siang-ho tertawa tergelak, katanya:
"Hahahaha......karena tidak lama setelah itu, aku telah
berhasil memahami semua masalah yang sedang kuhadapi"
"Kau berhasil memahami" Memahami apa?" Nyo Sin
semakin keheranan.
"Walaupun peristiwa ini terjadi gara-gara rencana busuk
yang diatur Jui Pakhay, seandainya aku tidak gemar berjudi,
sebenarnya diapun tidak akan berhasil menjalankan rencana
busuknya itu, dan dengan sendirinya perkampungan Ki po cay
pun tidak nanti bisa terjatuh ke tangannya, jadi kalau mau
mecari sumber masalahnya, aku harus menyalahkan diriku
312 sendiri, aku tidak boleh menyalahkan orang lain saja, kalau
aku tidak kemaruk, kalau aku tidak suka bertaruh, peristiwa ini
tidak mungkin akan menimpa diriku"
Kemudian setelah berhenti sejenak untuk berganti napas,
lanjutnya: "Terus terang saja aku katakan, waktu itu aku memang
terlalu suka berjudi, aku gemar bertaruh, jadi, seandainya
perkampungan Ki po cay tidak hilang pada saat itu, suatu
ketika akupun pasti akan kehilangan perkampungan tersebut,
karena masalahnya tinggal cepat atau lambat"
Nyo Sin mengawasi Si Siang-ho dengan mata melotot,
mimik mukanya dipenuhi rasa heran dan tercengang.
Terdengar Si Siang-ho berkata lebih jauh:
"Kalau mau bicara yang lebih jujur, sebenarnya pertaruhan
yang berlangsung waktu itu cukup adil, aku mesti salahkan
nasibku yang tidak mujur, jadi peristiwa itu merupakan
kejadian yang lumpah, tidak ada yang bisa disalahkan"
"Tapi bagaimana pula dengan masalah yang menyangkut
Gi Tiok-kun?"
"Bila perkampungan Ki po cay sudah jatuh ke tangan orang
lain, dengan sendirinya Gi Tiok-kun juga tidak bakal jatuh ke
tanganku, sebab aku pasti bukan tandingannya lagi" kata Si
Siang-ho dengan wajah sedih.
"Tapi kau tidak mirip dengan orang yang rela menerima
kekalahan?"
"Kalau kenyataan sudah terpampang di depan mata, tidak
rela pun harus rela juga menerima nasib"
Sesudah menghela napas panjang, tambahnya:
"Waktu itu, sisa harta kekayaan yang kumiliki bila
dijumlahkan keseluruhannya, paling banter baru senilai
perkampungan Ki po cay, apakah aku mampu menandingi
313 kekayaan Jui Pakhay rasanya tidak perlu dipertanyakan lagi,
pada hakekatnya aku sudah tidak mungkin memenuhi
kebutuhan dari Gi toama"
"Maka terpaksa kau lepas tangan?"
"Kalau tidak lepas tangan, apa lagi yang bisa kuperbuat?"
"Ooh, rupanya kau belum sampai mabuk, kenyataannya
kau masih bisa berbicara dengan jelas"
Si Siang-ho tertawa terkekeh.
"Hahaha.... walaupun saat ini aku merasakan kepalaku
berat dan kakiku ringan, namun otak dan kesadaranku masih
sangat waras"
"Apa yang barusan kau katakan apakah ungkapan yang
sejujurnya?" tanya Nyo Sin lagi.
"Sekarang aku sudah terjerumus dalam kehidupan yang
susah, keadaanku sudah bukan rahasia lagi, kenapa aku mesti


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takut untuk bicara sejujurnya?" Si Siang-ho balik bertanya
sambil tertawa.
"Kau tetap akan bercerita kepada orang asing mana pun?"
"Bagiku, kau bukan termasuk orang yang terlalu asing" kata
Si Siang-ho seraya mengangguk.
"Berarti kau sudah tahu siapakah aku?"
"Siapa yang tidak kenal dengan komandan Nyo yang punya
nama besar dan amat tersohor di kolong langit" Tidak banyak
orang diseputar sini yang tidak mengenali namamu" Nyo Sin
tertawa senang.
"Tidak heran kalau semua pertanyaan yang kuajukan telah
kau jawab dengan sejujurnya, seolah bukan sedang berbicara
dengan orang asing saja"
Perlahan-lahan Si Siang-ho mengalihkan sorot matanya ke
wajah Tu Siau-thian, kemudian katanya lagi:
314 "Bila aku tidak salah ingat, semestinya saudara ini adalah
wakil komandan opas Tu Siau-thian bukan?"
"Benar akulah orangnya" Tu Siau-thian menyahut.
Dia berpaling ke arah Siang Huhoa lalu tanyanya:
"Apakah saudara Si tahu siapakah dia?"
Sambil memicingkan matanya yang setengah mabuk, Si
Siang-ho mengawasi Siang Hu-hoa berulang kali, lama
kemudian dia baru menggeleng.
"Wajahnya terasa asing sekali bagiku, apakah dia........."
"Dia adalah Siang Huhoa, Siang tayhiap" Tu Siau-thian
memperkenalkan rekannya.
Mula-mula Si Siang-ho agak tertegun, kemudian sambil
tertawa tergelak serunya:
"Hahaha.......ternyata saudara Siang!"
"Aneh, tadi bilang tidak kenal, sekarang kenapa tiba-tiba
sudah kenal?" sindir Nyo Sin dingin.
Si Siang-ho tertawa.
"Aku hanya mengenali nama besarnya, aku rasa tidak
banyak orang persilatan yang tidak mengenali nama besarnya"
Bab 17. Kawanan laron muncul kembali.
Dia maju kedepan menghampiri Siang Huhoa, kemudian
sambil tertawa lanjutnya:
"Sudah lama aku mengagumi nama besar anda, sayang
selama ini tidak ada kesempatan untuk bersua, sungguh
beruntung aku bisa menjumpaimu hari ini, untuk merayakan
pertemuan ini, aku harus meneguk habis isi cawan ini"
315 Selesai berkata dia segera mengangkat cawannya dan
meneguk habis isinya.
Dengan bertambahnya secawan arak, langkah kakinya
semakin enteng dan gontai, namun untung tidak sampai roboh
terkapar ke tanah.
Siang Huhoa memandangnya sekejap, tiba-tiba tanyanya
sambil tertawa:
"Kau hanya memiliki secawan arak?"
"Hahahaha........ aku punya banyak arak didalam sana,
apakah saudara Siang sudi memberi muka kepadaku?" Si
Siang-ho tertawa tergelak.
"Sayang saat ini bukan saat yang tepat untuk minum arak,
masih banyak urusan yang sedang menanti kami"
Seakan baru teringat akan sesuatu, buru-buru Si Siang-ho
bertanya: "Apakah kedatangan kalian adalah untuk mencari aku?"
"Benar!"
"Boleh tahu ada urusan apa?"
"Memang ada berapa persoalan yang tidak dapat kami
pecahkan, karena itu terpaksa harus berkunjung kemari dan
menantikan petunjukmu"
"Tidak berani, tidak berani, kalau memang ada persoalan,
katakan saja berterus terang, asal bisa kujawab pasti akan
kukatakan sejujurnya"
"Sejak pertaruhan tempo hari, saudara Si telah menyingkir
ke mana saja?" tanya Siang Huhoa kemudian.
Si Siang-ho segera menunjuk ke arah dalam rumah,
sahutnya: "Aku selalu bersembunyi di dalam rumah penginapan ini"
316 Kemudian setelah menghela napas, lanjutnya:
"Waktu itu aku putus asa bercampur kecewa, ditambah lagi
akupun merasa sangat kehilangan muka, aku benar benar
tidak ingin dijadikan bahan tertawaan orang kota, maka
berapa saat lamanya aku hidup menyembunyikan diri"
"Ada orang bilang, waktu itu kau telah pergi jauh
meninggalkan kota?"
"Tidak ada, tidak ada kejadian semacam ini" Si Siang-ho
gelengkan kepalanya berulang kali, "meskipun aku telah
kehilangan perkampungan Ki po cay, namun aku masih
memiliki harta kekayaan lain, asal aku mau hidup tenang dan
tidak tergila gila untuk main judi lagi, masalah kehidupan
sudah bukan masalah lagi bagiku"
Kemudian setelah tertawa getir, tambahnya:
"Sejak peristiwa itu, dalam kenyataan aku memang tidak
pernah main judi lagi"
"Benarkah begitu?"
"Penduduk sekitar tempat ini bisa bertindak sebagai saksi
ku" "Dengan cara apa kau urusi harta kekayaanmu itu?" tanya
Siang Huhoa lagi
"Hampir semuanya kusewakan kepada orang lain"
"Maksudmu, kau hanya menerima uang sewa?"
Kembali Si Siang-ho mengangguk.
"Walaupun aku punya keinginan untuk meninggalkan
berapa bau sawah untuk dikerjakan sendiri, sayang
pengetahuan tentang bercocok tanam sama sekali tidak
kumiliki" "Bagaimana sistim pembayaran uang sewa itu?"
317 "Setiap kali panenan mereka akan menghantar uang
sewanya kemari"
"Maksudmu ke rumah penginapan Hun-lay?"
"Benar"
"Selama tiga tahun terakhir kau tidak pernah pergi ke
tempat jauh, apakah mereka dapat bertindak sebagai
saksimu?" "Benar"
Kwee Bok yang selama ini hanya membungkam diri, kini
tidak tahan untuk menimbrung:
"Bukankah kau pernah berkata kepadaku kalau selama tiga
tahun terakhir kau hidup berkelana di dalam dunia persilatan
dan baru balik kemari pada tiga bulan berselang?"
Si Siang-ho nampak tertegun, lalu serunya:
"Kepan aku pernah berkata begitu kepadamu?"
"Waktu pertama kali kau datang memeriksakan badanmu"
"Aku memang pernah datang mencarimu untuk berobat"
"Bukankah resep obat yang kubuatkan untukmu kau masak
di ruang praktekku?" seru Kwee Bok.
"Benar"
"Setelah itu bukankah kau mengundangku pergi minum
arak?" "Benar"
"Aku rasa kau belum lupa bukan ditempat mana kita minum
arak?" "Tentu saja, di rumah makan cong-goan" jawab Si Siang-ho
tanpa ragu. "Bukankah waktu itu kau minum sampai mabuk?"
318 Kali ini ternyata Si Siang-ho menggelengkan kepalanya
seraya membantah:
"Siapa bilang aku minum sampai mabuk waktu itu?"
Kontan Kwee Bok mendelikkan matanya lebar-lebar.
Terdengar Si Siang-ho berkata lebih jauh:
"Aku masih ingat, waktu itu semuanya kita pesan empat
poci arak ditambah empat macam hidangan"
"Kita pesan dua poci arak, satu setengah poci diantaranya
kau sendiri yang menghabiskan" Kwee Bok mencoba meralat.
"Dengan takaran minum yang kumiliki saat ini, jangankan
baru satu setengah poci, ditambah lagi empat lima kali lipat
pun aku masih tetap bisa melayaninya tanpa mabuk"
"Sewaktu kita meninggalkan rumah makan itu, kau sudah
tak mampu berdiri tegak"
"Apakah waktu itu aku minta kepadamu untuk memayang
atau menuntun diriku?" ucap Si Siang-ho sambil tertawa.
"Kalau itu sih tidak!"
"Apakah aku pergi membayar rekening lalu turun dari
loteng sendirian?" "Benar"
"Waktu itu kita menghabiskan tiga tahil perak" kata Si
Siang-ho lebih jauh, kemudian setelah berhenti sejenak
lanjutnya, "sewaktu turun dari loteng, kita bertemu dengan
nenek Cho......"
"Nenek Cho yang menjual gula-gula" Tukas Tu Siau-thian.
"Betul, nenek Cho yang menjual gula-gula!"
Setelah berpikir sejenak, kembali ujarnya:
"Ternyata dia masih mengenali aku, dia ribut dan minta aku
membeli sebungkus gula-gula"
"Apakah kau membelinya?"
319 "Aku tetap membelinya, walaupun saat itu kondisi ku sudah
tidak semakmur dulu, namun untuk membeli sebungkus gulagula
rasanya aku masih mampu untuk melakukannya"
"Berapa harga gula gula yang dijual nenek Cho waktu itu?"
tanya Tu Siau-thian.
"Masih seperti harga lama, lima hun untuk satu bungkus
gula gula, aku minta sebungkus dan memberinya satu tangce"
Tu Siau-thian segera mengerling sekejap ke arah Kwee
Bok, sementara pemuda itu berdiri termangu dengan mata
terbelalak dan mulut melongo, diawasinya wajah Si Siang-ho
dengan tertegun.
Seandainya waktu itu Si Siang-ho benar-benar berada
dalam keadaan mabuk, tidak mungkin dia masih ingat semua
kejadian yang dialaminya secara jelas dan terperinci, hanya
orang sadar yang bisa melakukan hal seperti itu.
Kembali Tu Siau-thian bertanya kepada Si Siang-ho:
"Waktu itu sebenarnya apa saja yang telah kau katakan
kepadanya?"
Si Siang-ho mencoba mengingat kembali, kemudian
sahutnya: "Rasanya tidak banyak yang kami bicarakan, seingatku,
bahan pembicaraan saat itu hanya sekitar masalah sepele dan
hal yang ringan ringan saja"
"Betul tidak ada urusan yang sedikit lebih istimewa?" desak
Tu Siau-thian lebih jauh.
"Kalau dibilang sedikit rada istimewa, mungkin urusan ini
yang dimaksud agak istimewa"
"Urusan apa?"
320 "Sewaktu sedang bersantap, dia pernah bertanya kepadaku
apakah disekitar tempat tinggalku ada rumah kosong yang
hendak disewakan"
"Bagaimana jawabanmu?"
"Aku menjawab sejujurnya, sekitar tempat tinggalku tidak
ada rumah kosong yang akan disewakan, tapi rumah
penginapan Hun-lay milikku sudah tutup usaha, jadi tempat
kami terdapat ruang kosong yang bisa disewa"
"Bagaimana jawabannya?"
"Dia akan mengunjungi tempat kami berapa hari kemudian,
apabila cocok dia akan menyewanya"
"Kemudian, apakah dia datang berkunjung?"
"Benar"
"Kapan itu kejadiannya?"
"Kurang lebih sepuluh hari kemudian"
"Datang untuk melihat rumahmu?"
"Benar"
"Berarti bukan datang karena dipanggil untuk
memeriksakan sakitmu?" tukas Siang Hu-hoa tiba-tiba.
"Siapa bilang aku sakit?" tanya Si Siang-ho tertegun.
"Aku!" jawaban Kwee Bok keras dan lantang.
"Apa maksudmu berkata begitu?" tegur Si Siang-ho.
"Justru aku yang ingin bertanya kepadamu, apa maksudmu
berkata begitu?" teriak Kwee Bok semakin keras.
"Jadi kau menuduh aku sedang berbohong?"
"Kau memang sedang berbohong!"
"Buat apa aku meski berbohong?"
321 "Untuk menutupi semua dosa dan perbuatan bejadmu"
"Perbuatan bejad apa yang telah kulakukan" Kenapa harus
kututupi?" Si Siang-ho balik bertanya.
"Seharusnya kau lebih mengerti"
"Aku benar-benar tidak mengerti" seru Si Siang-ho cepat,
kemudian sambil berpaling ke arah Siang Huhoa katanya lebih
jauh, "hingga sekarang aku masih belum tahu peristiwa apa
yang sebenarnya telah terjadi"
"Benarkah begitu?" jengek Siang Huhoa hambar
"Sebenarnya apa maksud dan tujuan kedatangan kalian
semua mencari aku?" tanya Si Siang-ho lagi.
Siang Hu-hoa tidak menjawab, malah katanya kepada Kwee
Bok: "Kau bilang dia mengutus orang untuk mengundangmu
kemari dan memeriksakan kesehatan tubuhnya?"
"Memang begitu kenyataannya!"
"Siapa yang dia utus waktu itu untuk mengundang
kedatanganmu?"
"Seorang kakek yang mengaku dari marga Kwee, kakek itu
tetangganya, sewaktu datang membawa sebuah kereta kuda
yang sudah kuno dan jelek"
"Dengan kereta kudanya itu si kakek Kwe menghantarmu
sampai disini?"
"Tidak, hanya menghantar sampai di mulut dusun, dia
bilang harus pergi ke tempat lain maka setelah aku turun dari
kereta, dia pun segera pergi"
Baru saja Siang Hu-hoa ingin bertanya lagi, mendadak Si
Siang-ho menukas:
322 "Di dalam dusun ini sama sekali tidak ada kakek dari marga


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kwee, juga tidak ada kakek Kwee yang memiliki kereta kuda"
"Hmmm, benarkah begitu?" Kwee Bok mendengus dingin.
"Aku rasa didalam dusun ini bukan hanya aku seorang yang
masih hidup, bukan hanya aku seorang yang bisa berbicara"
"Maksudmu asal diselidiki, segera akan diketahui apakah
didusun ini terdapat seorang kakek semacam ini atau bukan?"
sambung Siang Hu-hoa.
Setelah menatap wajah Si Siang-ho lekat lekat, kembali
tanyanya: "Kau bilang Kwee Bok datang kemari untuk melihat
rumahmu?" Si Siang-ho mengangguk tanda membenarkan.
"Bagaimana hasilnya setelah peninjauan itu?"
"Tampaknya merasa sangat puas"
"Dan jadi menyewanya?"
Kembali Si Siang-ho mengangguk.
"Dia bahkan bersedia membayar tiga ribu tahil perak"
sahutnya. "Ehmmm, satu jumlah yang tidak kecil"
"Benar, sebuah penawaran yang sangat menggiurkan
karena pada tahun yang paling baguspun pemasukan rumah
penginapan Hun-lay paling banter Cuma seribu tahil perak"
"Tentu saja kau menyetujuinya bukan?"
"Tentu saja" sahut Si Siang-ho.
Setelah berhenti sejenak, kembali terusnya:
"Rumah penginapan ini terpaksa tutup usaha karena tamu
yang menginap ditempat kami akhir-akhir ini amat sepi dan
323 minim, sekarang bertemu dengan orang yang mau membayar
tinggi rumah kami, tentu saja tidak akan kulepas kesempatan
baik itu, apalagi pihak penyewa bersedia membayar dengan
tiga ribu tahil perak"
"Dengan uang sebesar tiga ribu tahil perak, rasanya sudah
lebih dari cukup untuk membeli rumah penginapan ini" kata
Siang Hu-hoa. Si Siang-ho segera tertawa.
"Jangan lagi tiga ribu tahil perak, sewaktu membeli rumah
penginapan ini, aku hanya cukup mengeluarkan uang lima
ratus tahil"
"Memangnya dia tidak bisa menilai berapa harga dari
rumah penginapan itu?"
"Mungkin saja dia memang tidak tahu" jawab Si Siang-ho.
Kemudian setelah mengerling Kwee Bok sekejap, terusnya,
"mungkin juga uang sebesar tiga ribu tahil perak merupakan
sebuah angka yang kecil baginya, atau bahkan dia tidak
pernah pandang sebelah matapun atas jumlah tersebut"
"Kenapa tidak membeli sekalian rumah penginapan itu?"
"Menurut pendapatku, hal ini disebabkan ada dua alasan"
"Salah satu alasannya pasti karena dia kuatir kau enggan
menjual kepadanya"
Si Siang-ho mengangguk membenarkan.
"Selain itu masih ada sebuah alasan lagi yakni karena dia
hanya butuh rumah penginapan ini untuk sementara waktu"
katanya. "Sebenarnya dia mau pakai rumah penginapan ini berapa
lama?" tanya Siang Hu-hoa.
"Setengah tahun"
324 "Tiga ribu tahil perak untuk menyewa selama setengah
tahun" Wah, siapa pun pasti akan bersedia untuk melakukan
transaksi yang sangat menguntungkan ini"
"Itulah sebabnya aku segera mengabulkan pennintaannya"
seru Si Siang-ho, kemudian setelah mengerling lagi Kwee Bok
sekejap, lanjutnya, "cuma, ke tiga ribu tahil perak itu bukan
seluruhnya untuk membayar uang sewa"
"Lalu berapa semestinya uang sewa gedung?"
"Hanya seribu tahil perak"
"Lalu yang dua ribu tahil perak untuk apa?"
"Upah kerjakul"
"Upah kerja" Apa yang harus kau lakukan?"
"Menjaga rumah ini, melarang siapa pun masuk keluar
tempat ini dan setiap hari mempersiapkan sejumlah makanan
untuk segerombolan mestika miliknya"
"Kau bersedia melakukan pekerjaan seperti itu?" tanya
Siang Huhoa keheranan
"Tiga ribu tahil perak masih belum kupandang sebelah
matapun, aku mengabulkan tawarannya karena terdorong
oleh rasa ingin tahu, aku merasa sangat tertarik dengan
pekerjaan yang ditawarkan dan mulai asyik mengerjakannya"
"Sebenarnya apa tujuannya menyewa rumah penginapan
ini?" tanya Siang Hu-hoa keheranan.
"Mencarikan tempat tinggal bagi sekelompok mestika nya!"
"Makhluk apa sih yang kau sebut sebagai sekelompok
mestika itu?" desak Siang Huhoa lebih jauh.
Seketika itu juga paras muka Si Siang-ho berubah sangat
aneh, bahkan nada ucapannya pun ikut berubah jadi aneh
sekali, jawabnya:
325 "Sekelompok laron, sekelompok laron hijau!"
Laron hijau! Siang Huhoa merasa hatinya tercekat sementara paras
muka Tu Siau-thian dan Nyo Sin berubah hebat.
Paras muka Kwee Bok turut berubah hebat, baru saja dia
membuka mulutnya siap mengatakan sesuatu, Si Siang-ho
telah berkata lebih jauh:
"Kelompok laron hijau yang kupelihara merupakan sejenis
laron yang paling aneh dan paling cantik yang pernah
kujumpai sepanjang hidupku! Mereka memiliki tubuh yang
bening bagaikan batu kemala hijau, matanya merah seperti
bercak darah, sayapnya dipenuhi garis garis merah seperti
lelehan darah segar sementara diatas sepasang sayapnya
terdapat garis darah yang berbentuk seperti mata, bentuk
mata itu mirip mata burung hantu, tapi mirip juga ular kobra
sementara perutnya berbentuk seperti hidung sehingga kalau
dilihat dari punggungnya, pada hakekatnya sangat mirip
dengan selembar wajah setan!"
Belum selesai dia mengucapkan perkataannya, semua
orang sudah merasakan badannya merinding hingga bersin
berulang kali. Begitu Si Siang-ho menyelesaikan perkataannya, Nyo Sin
langsung menjerit keras:
"Laron Penghisap darah! Itulah Laron Penghisap darah!"
"Laron Penghisap darah?" Si Siang-ho agak tertegun.
"Laron laron yang kau maksud itu adalah Laron Penghisap
darah" Mendadak Si Siang-ho seakan teringat akan sesuatu, paras
mukanya berubah jadi hijau membesi, serunya tertahan:
"Aaah, benar! Kelihatannya mereka memang pandai sekali
menghisap darah..............."
326 "Darimana kau bisa tahu?" tukas Siang Hu-hoa.
"Sebab setiap hari aku harus menghantar makanan untuk
kawanan laron itu, setiap hari mereka butuh sepuluh ekor
kelinci hidup"
"Lalu apa hubungannya dengan menghisap darah?" tanya
Siang Hu-hoa. Dengan wajah hijau membesi sahut Si Siang-ho:
"Keesokan harinya ketika aku balik lagi ke kandang, maka
akan kujumpai ke sepuluh ekor kelinci itu tinggal sepuluh
kerat tulang belulang, kulitnya sudah tersayat, dagingnya
sudah habis dan darah pun sudah lenyap"
"Apakah kau pernah melihat bagaimana cara kawanan
laron itu menyerbu santapannya?" tanya Siang Huhoa lebih
lanjut. "Satu kali, setelah memberi makanan kepada mereka, aku
mengintipnya dari balik celah celah pintu"
"Apa yang kau saksikan?"
"Aku saksikan rombongan laron itu mengerumuni kelincikelinci
tersebut, yang kudengar hanya suara dengungan dan
suara cicitan, suara itu mirip sekali seperti suara yang sedang
menghisap cairan dan mengunyah daging......." kata Si Siangho
dengan nada gemetar.
Tidak kuasa lagi Siang Huhoa merasakan hatinya bergidik,
cepat tanyanya:
"Sekarang dimana rombongan laron itu berada?"
"Diruangan atas loteng"
"Cepat ajak kami ke sana, akan kulihat bagaimana
keadaannya"
Si Siang-ho manggut-manggut, ujarnya tiba-tiba:
327 "Kedatangan kalian memang tepat pada waktunya"
"Oya?"
Buru-buru Si Siang-ho menerangkan lebih jauh:
"Selama belasan hari terakhir, setiap malam mereka selalu
terbang keluar secara rombongan, pada mulanya aku kuatir
mereka terbang dan tidak balik lagi, tapi kenyataannya
keesokan harinya mereka terbang balik lagi secara
rombongan"
"Kapan mereka baru balik malam ini?"
"Jauh lebih malam ketimbang dihari biasa, mereka baru
saja balik ke kandangnya"
Tergerak perasaan Siang Huhoa setelah mendengar
penjelasan itu, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah Tu
Siau-thian kemudian menengok pula ke arah Nyo Sin.
Pada saat yang sama Tu Siau-thian dan Nyo Sin
memandang pula ke arahnya, maka mereka bertiga pun saling
bertukar pandangan sekejap lalu bersama-sama mengalihkan
sorot matanya ke wajah Kwee Bok.
Dalam pada itu Kwee Bok kembali berdiri tertegun dengan
wajah melongo dan mata terbelalak, agaknya dia merasa jauh
diluar dugaan terhadap apa yang barusan diucapkan Si Siangho
itu. Sepasang mata Siang Huhoa berbinar-binar, kembali dia
menatap wajah Si Siang-ho, setelah berpikir sejenak, tanyanya
lagi: "Sewaktu dalam kenyataan kau ketahui bahwa dia
menyewa rumah penginapanmu bukan untuk ditempati
manusia melainkan untuk memelihara laron, pernahkan timbul
rasa antipati dalam hati kecilmu?"
"Siapa bilang tidak?"
328 "Tapi nyatanya kau tidak pernah protes, kau terima semua
kenyataan itu dengan mulut membungkam?"
"Bagaimana pun juga bangunan rumah ini sudah disewa
orang, selama pihak penyewa tidak menggunakannya untuk
membuka usaha gelap, atau melakukan pembunuhan dan
perampokan, biar mau dipakai untuk pelihara babi pun tidak
ada alasan bagiku untuk merasa keberatan, apalagi aku
sendiripun sebenarnya pingin tahu apa maksud dan tujuannya
yang terutama dengan memelihara sekelompok laron itu"
"Apakah pihak penyewa pernah menyinggung soal ini?"
tanya Siang Hu-hoa.
Si Siang-ho mengangguk.
"Apa yang dia katakan?" tanya Siang Hu-hoa lagi.
"Berulang kali dia kemukakan alasan yang sama yaitu
hendak dipakai untuk meramu sejenis obat"
"Obat apa?"
"Obat untuk menyembuhkan sejenis penyakit, obat untuk
melenyapkan nyawa seseorang"
"Kau percaya dengan pengakuannya itu?"
"Tidak percaya"
"Kalau hanya dipakai untuk meramu obat, dia tidak perlu
jauh jauh datang kemari dan lagi dia pun tidak perlu berlagak
sok rahasia"
"Dalam hal ini dia mempunyai alasan dan penjelasannya"
ujar Si Siang-ho menerangkan.
"Bagaimana penjelasannya?"
"Menurut dia, bentuk dari kawanan Laron Penghisap darah
itu menakutkan dan sangat mengerikan hati, bila dipelihara
ditempat ramai dan banyak penghuninya, kejadian ini pasti
gampang menjadi pembicaraan orang, gampang pula
329 memancing kecurigaan pihak pemerintah, sekalipun tidak
banyak berpengaruh terhadap perkembangan kawanan laron
tersebut, namun hal mana akan sangat merepotkan, maka
untuk memeliharanya secara diam diam dan tidak mudah
diketahui orang banyak, satu satunya cara adalah pindah ke
pinggiran kota"
"Penjelasan yang sangat bagus" puji Siang Hu-hoa,
kemudian setelah berhenti sejenak tanyanya lagi:
"Sebelum dipindah kemari, kawanan laron itu pernah
dipelihara di mana?"
"Itu sih kurang jelas" Si Siang-ho menggeleng.
"Dengan cara apa dia memindahkan kawanan Laron
Penghisap darah itu kemari?" Siang Hu-hoa mengalihkan
pertanyaannya. "Diangkut kemari dengan menggunakan sebuah kereta
kuda" "Kereta kuda milik siapa?"
"Kurang jelas"
"Berapa besar usia sang kusir kereta" Bagaimana bentuk
tubuh dan wajahnya" Apakah masih tersisa ingatan tentang
orang tersebut?"
"Kusirnya bukan orang lain tapi dia sendiri"
"Semua pekerjaan dia lakukan seorang diri, tanpa bantuan
orang lain?"
"Benar, semua pekerjaan dia lakukan seorang diri kecuali
tugas menghantar masuk kawanan kelinci ke dalam kamar
setiap harinya, karena dia tidak punya waktu untuk
mendatangi tempat ini saban hari"
330 "Lalu dengan cara apa pula dia mengangkut masuk
kawanan Laron Penghisap darah itu ke dalam rumah
penginapan?"
"Menggunakan kerangkengan, dia masukkan kawanan
laron itu ke dalam beberapa buah kerangkeng"
"Beberapa buah kerangkeng" Berapa besar kerangkeng
itu?" "Kurang lebih lima enam depa persegi"
"Berapa banyak Laron Penghisap darah yang dia angkut


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemari?" agak berubah paras muka Siang Huhoa.
Si Siang-ho termenung seperti berpikir sejenak, kemudian
sahutnya: "Menurut perkiraanku, jumlahnya bisa mencapai ribuan
ekor" Tanpa terasa sekali lagi Siang Huhoa, Tu Siau-thian dan
Nyo Sin saling bertukar pandangan sekejap, sebaliknya paras
muka Kwee Bok telah berubah jadi hijau membesi.
Kembali Siang Huhoa berkata:
"Oleh sebab itu setiap hari mereka butuh sepuluh ekor
kelinci sebagai santapannya?"
Sebelum pertanyaan itu dijawab, kembali dia bertanya:
"Dia yang mempersiapkan kelinci-kelinci itu setiap harinya
atau kau yang pergi membelinya di pekan?"
"Setiap sepuluh hari satu kali dia datang menghantar
kawanan kelinci itu dengan menunggang kereta kuda"
"Bukankah berarti penduduk didusun ini hampir sebagian
besar mengenalinya?"
"Seharusnya begitu"
331 "Apakah mereka juga tahu kalau dia telah memindahkan
berapa buah kerangkeng berisi Laron Penghisap darah
kemari?" "Aku percaya mereka tidak akan tahu soal ini, pertama
karena aku tidak pernah menyinggung persoalan ini dengan
orang lain, kedua sewaktu memindahkan beberapa buah
kerangkeng berisi Laron Penghisap darah itu, seluruh
kerangkeng telah dikerudungi dengan selembar kain warna
hitam" "Kemudian ketika setiap kali dia datang menghantar begitu
banyak kelinci, masa tidak ada yang menaruh curiga" Atau
tidak ada yang mengajukan pertanyaan?" tanya Siang Hu-hoa.
"Sewaktu mengirim kawanan kelinci itupun dia gunakan
kerangkeng yang ditutupi kain hitam, kalau tidak memangnya
orang lain tidak akan menaruh curiga kepadaku, masa tidak
membuka toko penjual kelinci, aku mendatangkan begitu
banyak binatang tersebut, memangnya aku seorang bisa
menghabiskan begitu banyak kelinci sekaligus?"
"Paling tidak semestinya mereka menaruh curiga juga
bukan ketika melihat ada begitu banyak barang yang
dibongkar dari atas kereta dan diangkut masuk ke dalam
rumah penginapan?" kata Siang Huhoa.
"Seandainya aku jadi mereka, aku pasti akan menaruh
curiga" "Apa pernah ada orang yang bertanya kepadamu, barang
apa yang kau bongkar dari atas kereta dan diangkut ke dalam
rumah" Apa mereka tidak bertanya, siapa tamu asing yang
kerap datang berkunjung?"
"Mungkin saja mereka curiga, tapi selama ini tidak
seorangpun yang berani datang menanyakan kepadaku"
"Kenapa tidak berani?"
332 "Sebab sudah berapa kali aku mabuk berat karena arak dan
membuat keonaran yang sangat hebat disini, maka selama ini
mereka selalu menaruh perasaaan was was dan ngeri
terhadapku, otomatis semua tingkah laku dan perbuatanku
juga tidak ada yang berani bertanya"
Setelah tertawa santai, lanjutnya:
"Walaupun begitu aku juga sudah banyak mendengar isu
yang beredar di masyarakat, di antara mereka ada yang
mengira aku sedang bersiap sedia untuk membangun kembali
usahaku, mungkin saja barang yang diangkut kereta kuda itu
adalah barang perabot baru untuk keperluan rumah
penginapan, tapi ada juga yang menuduh aku sebagai seorang
perampok ulung dan barang yang diangkut masuk merupakan
barang barang hasil rampokan"
"Isu tersebut pasti akan menakutkan orang banyak!"
"Apalagi selama setengah bulan terakhir, mereka semakin
ngeri terhadapku, setiap kali bertemu, tergopoh gopoh mereka
akan menghindar dan bersembunyi" Si Siang-ho berkata
kembali. "Kenapa bisa begitu?"
"Mungkin saja mereka sempat menyaksikan munculnya
sekelompok laron dari dalam rumah penginapan yang sangat
banyak bagaikan gerombolan lebah"
"Atas dasar apa kau menduga begitu?"
"Berapa hari berselang, ketika aku lewat disebuah tanah
lapang diluar dusun sana, kebetulan disitu sedang ada
sekelompok bocah sedang bermain, tapi begitu melihat
kemunculanku, seperti bertemu setan saja mereka langsung
membubarkan diri, bahkan satu diantara mereka sempat
berteriak.........."
"Teriak apa?"
333 "Siluman tosu pemelihara laron telah datang!" sahut Si
Siang-ho sambil tertawa getir.
"Siluman tosu?"
Sembari meraba batok kepala sendiri Si Siang-ho
menerangkan: "Mungkin lantaran saban hari aku selalu menggulung
rambutku diatas kepala dan menggunakan sebuah tusuk
konde dari bambu, mereka mengira aku adalah seorang tosu"
Sekarang Siang Huhoa baru memperhatikan gulungan
rambut Si Siang-ho itu, benar juga, dia memang mirip sekali
dengan seorang tosu.
Maka tanyanya sambil tertawa:
"Setelah mendengar olokan itu, apakah kau merasa marah
sekali?" "Marah sih tidak, Cuma merasa mendongkol bercampur
geli" "Kapan teraldiir kalinya dia berkunjung kemari?" selidik
Siang Huhoa lebih jauh.
"Lima hari berselang"
"Datang menghantar kelinci?"
"Yaa, menghantar tiga puluh ekor kelinci"
"Apakah masih ada sisa dari pengiriman yang terakhir kali?"
"Seekor pun sudah tidak tersisa"
"Tiga puluh ekor kelinci berarti jatah ransum tiga hari untuk
kawanan Laron Penghisap darah itu?"
"Benar"
"Biasanya berapa banyak kelinci yang dia kirim setiap
kalinya?" 334 "Seratus ekor kelinci setiap sepuluh hari"
"Kali ini dia hanya mengirim tiga puluh ekor, tentunya kau
bertanya apa alasannya bukan?"
Si Siang-ho mengangguk.
"Apa jawabannya?" tanya Siang Hu-hoa.
"Dia bilang ada rencana lain setelah tiga hari"
"Selain itu adakah pesan istimewa yang dia sampaikan?"
Si Siang-ho berpikir sejenak, kemudian katanya:
"Aku seperti mendengar ada beberapa patah kata......."
Tanpa terasa Siang Huhoa, Tu Siau-thian serta Nyo Sin
pasang telinga baik baik untuk mendengarkan, sementara
Kwee Bok sendiripun ikut pasang telinga.
Terdengar Si Siang-ho berkata:
Tanpa sengaja aku seperti mendengar dia sedang
bergumam, katanya..... selewat bulan purnama tanggal lima
belas, semua urusan akan beres......"
"Apakah kau paham apa maksud dan perkataannya itu?"
tanya Siang Hu-hoa.
"Tidak, aku tidak mengerti" Si Siang-ho menggeleng.
Siang Huhoa, Tu Siau-thian dan Nyo Sin saling bertukar
pandangan sekejap, Si Siang-ho memang tidak mengerti, tapi
mereka mengerti amat jelas.
"Pada malam bulan purnama tanggal lima belas, apakah
kawanan Laron Penghisap darah itu terbang keluar lagi?"
tanya Siang Huhoa lagi.
"Benar, malam itu sebelum bulan purnama berada diatas
angkasa, kawanan laron itu sudah mulai bergolak dengan
hebatnya" "Waktu itu kau belum tidur?"
335 "Sedang bersiap siap untuk tidur"
"Kau dikejutkan oleh kegaduhan yang ditimbulkan kawanan
laron itu?"
Kembali Si Siang-ho mengangguk.
"Kegaduhan yang mereka lakukan saat itu luar biasa
hebatnya dan belum pernah terjadi sebelum ini, secara
kebetulan akupun sempat menyaksikan kawanan laron itu
terbang menyongsong datangnya rembulan di angkasa"
"Keesokan harinya baru kembali?"
"Tidak, pagi tadi baru kembali ke kandang" kata Si Siangho
sambil menggeleng.
"Ini berarti mereka telah hilang selama dua, tiga hari
lamanya?" "Benar"
"Apakah selama berapa hari ini kau tidak berusaha untuk
melacak jejak mereka?"
"Pernah terlintas ingatan tersebut dalam benakku,
khususnya pada malam tanggal lima belas, keinginanku untuk
menguntil ke mana perginya kawanan laron itu kuat sekali"
Tiba-tiba dia menggeleng, terusnya:
"Sayang aku tidak bersayap, kecepatan terbang mereka
luar biasa, dalam sekejap mata bayangan dari rombongan
laron itu sudah lenyap dibalik kegelapan malam"
"Benarkah begitu?"
"Benar, aku benar benar tidak tahu selama tiga hari ini ke
mana saja perginya kawanan laron tersebut" kata Si Siang-ho
sambil angkat tangannya.
Siang Hu-hoa manggut manggut sementara Tu Siau-thian
dan Nyo Sin saling bertukar pandangan.
336 Si Siang-ho memang tidak tahu, tapi mereka tahu jelas.
Bab 18. Membingungkan Siang Huhoa segera mengalihkan sorot matanya ke wajah
Kwee Bok, tanyanya:
"Sudah kau dengar semua penjelasannya?"
Tidak kuasa lagi Kwee Bok mengangguk.
"Apakah semua yang dia tuturkan adalah kenyataan?"
desak Siang Huhoa.
Sekujur badan Kwee Bok bergetar keras, tiba-tiba dia
berteriak lantang:
"Siapa bilang semuanya kenyataan, dia sedang bohong!"
Mendadak tubuhnya menubruk maju ke muka, sambil
mencengkeram dada Si Siang-ho teriaknya lagi:
"Kenapa kau harus berbohong" Kenapa kau harus
menfitnah aku" Kenapa harus mencelakai aku?"
Si Siang-ho sama sekali tidak berkelit, dia membiarkan
Kwee Bok mencengkeram baju dibagian dadanya, dia pun
tidak berubah membantah, sorot matanya malah dialihkan
memandang ke wajah Siang Huhoa.
Sementara itu Siang Huhoa sendiripun hanya berdiri tanpa
bergerak, sebab pada saat itulah Tu Siau-thian dan Nyo Sin
sudah maju ke depan dan satu dari kiri yang lain dari kanan
telah menangkap sepasang tangan Kwee Bok serta
menariknya dengan paksa hingga cengkeraman pemuda itu
terlepas. 337 "Kalian jangan percaya dengan perkataannya" jerit Kwee
Bok sambil meronta keras.
"Tutup mulutmu!" bentak Nyo Sin lantang, suara bentakan
yang begitu nyaring itu seketika membuat Kwee Bok
terbungkam. Saat itulah Siang Huhoa baru berkata:
"Mari kita naik ke loteng untuk memeriksa dulu kawanan
Laron Penghisap darah tersebut"
Si Siang-ho yang pertama menyetujui usulan itu, sahutnya
sambil mengangguk:
"Mari ikut aku!"
Dia segera membalikkan badan dan beranjak masuk ke
dalam rumah penginapan diikuti Siang Hu-hoa di belakangnya.
Kwee Bok merupakan orang ke dua yang menguntil di
belakangnya, bukan karena kemauan sendiri tapi Nyo Sin dan
Tu Siau-thian lah yang mendorong tubuhnya agar bergerak
masuk duluan. Sembari mendorong tubuhnya Nyo Sin dan Tu Siau-thian
segera menghunus pula goloknya untuk bersiap sedia.
Mereka berharap bisa secepatnya membuktikan apakah
semua keterangan yang diberikan Si Siang-ho merupakan
kenyataan. Mungkin saja Kwee Bok terkecuali, tapi sayang dia tidak
mampu berbuat lain kecuali mengikuti rombongan itu, sebab
didepan ada Si Siang-ho dan Siang Huhoa sementara
dibelakangnya mengikuti Tu Siau-thian dan Nyo Sin, semua
tindak tanduknya sudah diluar kontrol diri sendiri, bahkan mau
pergi meninggalkan tempat itupun sudah menjadi masalah.
Baginya hanya ada satu jalan bila ingin pergi meninggalkan
tempat itu, yakni kecuali dia memang benar-benar seorang
siluman. 338 Entah sudah berapa lama rumah penginapan itu tidak
pernah disapu dan dibersihkan, sebagian besar tempat telah
dilapisi sarang laba-laba yang tebal, bahkan debu dan kotoran
nyaris mengotori setiap tempat.
Sebuah bangunan rumah yang pada dasarnya sudah jelek,
kuno dan mengenaskan, kini nampak lebih jelek, lebih kuno
dan lebih mengenaskan lagi.
Hanya anak tangga menuju ke bangunan loteng yang
nampak agak bersih, mungkin lantaran terlalu sering
digunakan untuk berlalu lalang, walau begitu, bentuknya
kelihatan tidak begitu kokoh, sewaktu berjalan diatasnya, anak
tangga itu segera memperdengarkan suara mencicit yang
keras, seakan setiap saat anak tangga itu bisa patah dan
roboh. Dengan perasaan kebat kebit Nyo Sin ikut menaiki anak
tangga itu, baru berapa langkah dia sudah berseru sambil
tertawa: "Terus terang, aku kuatir kalau anak tangga ini patah dan


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

roboh secara tiba-tiba"
"Soal ini kau tidak usah kuatir" jawab Si Siang-ho sambil
menghentikan langkahnya dan berpaling, "setiap hari, paling
tidak aku naik turun sebanyak dua kali, bukankah hingga
sekarang aku masih tetap hidup segar bugar?"
"Sebetulnya tempat ini cukup bagus, hanya sayang debu
dan sarang laba-labanya kelewat banyak, kenapa tidak kau
bersihkan?"
"Sebab aku tidak punya waktu senggang"
"Apa yang kau sibukkan setiap hari?"
"Minum arak"
339 "Kelihatannya nasib rumah penginapan Hun-lay sudah
mendekati masa akhirnya" gumam Nyo Sin sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Si Siang-ho tidak menjawab, dia hanya tertawa.
Kembali Nyo Sin berkata:
"Heran, kenapa kau bisa betah bertempat tinggal di tempat
seperti ini?"
"Nyo tayjin, apakah kau tertarik juga dengan arak?"
kembali Si Siang-ho tertawa.
"Aku jamin arak yang telah kuminum tidak lebih sedikit dari
apa yang telah kau minum" sahut Nyo Sin sambil manggutmanggut.
"Indah bukan impian sewaktu mabok?" mendadak Si Siangho
bertanya. "Tentu, indah sekali" sahut Nyo Sin, setelah berhenti
sejenak, lanjutnya, "setiap kali berada dalam mendusin, aku
tahu bahwa diriku hanya seorang opas, tapi begitu sudah
memasuki impian indah ketika sedang mabuk, aku selalu
merasa diriku bukan seorang opas lagi, tapi seorang raja
muda" "Itulah dia" seru Si Siang-ho segera, "hampir sepanjang
tahun aku berada dalam impian mabuk ku"
"Maka kau tidak acuh dan tidak ambil perduli terhadap
lingkungan yang dalam kenyataan mengelilingi dirimu?"
"Betul, aku sama sekali tidak acuh"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka
berlima sudah tiba diatas bangunan loteng.
Sebelum melangkah masuk ke ruang atas, semua orang
sudah mengendus semacam bau busuk yang sangat
memualkan, sedemikian busuknya bau yang tersebar
340 membuat setiap orang nyaris muntahkan seluruh isi perutnya,
apalagi ketika melangkah masuk ke dalam ruang atas, bau
busuk itu semakin menusuk penciuman.
Mereka semua seolah-olah sudah terjerumus ke dalam
alam kebusukan, bau busuk yang menyebar luas seolah
sedang menyusup ke dalam tubuh mereka dan mulai beredar
dalam badan mengikuti aliran darah.
Tiba-tiba saja mereka merasakan cairan darah dalam tubuh
masing masing seakan ikut mulai berbau, seakan seluruh
badan mereka ikut mengeluarkan bau busuk yang menusuk
hidung.........
Untung saja semuanya itu bukan sebuah kenyataan!
0-0-0 Sebuah beranda yang memanjang terbentang dihadapan
mereka semua. Dikedua sisi beranda itu masing masing terdapat empat
buah kamar disisi kiri dan empat kamar disisi kanan, saat ini
ada tujuh buah kamar yang terbuka lebar pintu dan jendela
kamarnya, hanya ruang disudut paling kiri yang terkecuali.
Pintu dan jendela ruang kamar itu hampir semuanya
tertutup rapat, sebelah sisi kiri pintu merupakan ujung paling
dalam dari beranda itu tersusun beberapa buah kerangkengan
besi, bau busuk yang memuakkan itu tampaknya muncul dari
balik ruangan tersebut.
Sebelum mereka mendekati ruangan itu, lamat lamat
terdengarlah suara yang sangat aneh berkumandang keluar
dari dalam ruangan itu, suara tersebut mirip suara
serombongan manusia yang bersama-sama sedang
mengunyah sesuatu benda.
341 Terhadap suara asing semacam itu, Siang Hu-hoa, Tu Siauthian
maupun Nyo Sm tidak merasa terlalu asing.
Tanpa sadar paras muka mereka bertiga berubah hebat,
badan mereka merinding keras hingga bersin berulang kali.
"Jadi kawanan laron itu berdiam didalam kamar itu?" tanya
Tu Siau-thian kemudian dengan wajah hijau membesi.
Si Siang-ho manggut manggut membenarkan.
"Dan kau juga yang membuka kerangkeng besi itu serta
melepaskan mereka semua?" tanya Tu Siau-thian lebih jauh.
"Bukan aku, tapi dia!" jawab Si Siang-ho sambil melirik
Kwee Bok sekejap.
"Omong kosong!" teriak Kwee Bok gusar.
Si Siang-ho sama sekali tidak menggubris, katanya lebih
jauh: "Sewaktu baru dipindahkan kemari, dialah yang membuka
kerangkengan itu serta melepaskan mereka semua"
"Selanjutnya kau yang setiap hari masuk ke dalam kamar
untuk mengirim kawanan kelinci itu?"
"Benar"
"Setiap kali sedang bekerja, apakah kau berada dalam
keadaan mabuk?"
"Sebelum menghantar kawanan kelinci itu kepada mereka,
aku tidak berani menyentuh arak walau hanya setetes pun"
"Oya?"
"Sebab aku kuatir napsu minumku kambuh hingga benarbenar
dibikin mabuk, kalau sampai aku masuk dalam keadaan
mabuk, bisa berabe nantinya...."
342 "Bukankah selama ini kau selalu masuk ke dalam kamar
untuk menghantar kelinci kelinci itu" Kenapa bisa berabe?"
tanya Tu Siau-thian keheranan.
"Tidak, aku sendiri tidak punya keberanian sebesar itu"
seru Si Siang-ho sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
"Lalu dengan cara apa kau laksanakan tugas itu?"
"Diatas pintu ruangan terdapat sebuah pintu otomatis, aku
cukup memasukkan kelinci kelinci itu seekor demi seekor
melalui pintu otomatis"
Dia segera mempercepat langkah kakinya mendekati
ruangan itu, kemudian tangannya menekan sebuah tombol
diatas pintu. Begitu tombol tersebut ditekan maka terbukalah sebuah
lubang pintu selebar satu depa, tapi begitu tombol dilepas,
pintu itupun menutup secara otomatis.
Tiba-tiba Siang Hu-hoa menatap wajah Si Siang-ho lekatlekat
lalu berkata: "Kalau tadi aku melihat kau masih dipengaruhi oleh mabuk,
tapi sekarang aku lihat tidak secuwilpun pengaruh arak yang
masih tersisa ditubuhmu"
"Betul, sekarang pengaruh arak dalam tubuhku benarbenar
telah punah" jawab Si Siang-ho, kemudian setelah otot
tenggorokannya nampak mengejang, dia lanjutkan, "suara
seperti ini, bau memuakkan semacam ini tidak disangkal
merupakan obat penghilang mabuk yang paling jitu dan
mujarab" Mau tidak mau Siang Hu-hoa harus mengangguk juga,
sebab apa yang dia katakan memang sangat tepat.
Kini mereka telah tiba didepan ruang kamar itu, segerombol
laron sedang mengunyah sesuatu karena menimbulkan suara
kunyahan yang aneh, tajam, melengking dan sangat
343 menegangkan syarat, bahkan bau busuk yang tersiar keluar
seolah sudah menembusi dinding lambung dan dinding usus
mereka. Dia memang tidak sampai memuntahkan isi perutnya,
namun lambungnya terasa mulai menyusut kencang dan
mengejang keras.
"Kenapa bisa begitu bau?" gumamnya tanpa terasa, dia
berjalan semakin mendekat lalu menekan tombol diatas pintu
sehingga pintu otomatis itu terbuka sedikit.
Bau busuk terendus makin tajam dan keras, dia mencoba
untuk menahan napas sambil melongok ke dalam ruang kamar
itu. Laron Penghisap darah!
Ada sekamar penuh Laron Penghisap darah yang sedang
beterbangan disana!
Dalam ruang kamar itu tidak ada perabot lain, semua
barang yang semula terdapat disetiap kamar penginapan kini
nyaris sudah terangkut keluar semua, yang tersisa hanya
sebuah rak yang terbuat dari bambu.
Rak bambu itu lebarnya mencapai separuh ruang kamar itu,
batang bambu yang digunakan pun merupakan batang bambu
alami yang belum dibersihkan, bahkan daun daun bambu pun
masih nampak berserakan disana sini.
Beribu ekor Laron Penghisap darah itu berada disekeliling
dahan dan ranting bambu itu, ada yang sedang terbang
mengelilingi rak bambu ada pula yang hinggap diantara
ranting dan dedaunan, matanya yang merah dan sayapnya
yang hijau membuat pemandangan yang menawan ditempat
itu. Dalam pandangan mata Siang Hu-hoa, semua keindahan
yang ditampilkan laron laron itu justru mendatangkan
perasaan ngeri dan seram yang menggidikkan hati.
344 Ternyata jendela dibagian luar ruang kamar itu berada
dalam keadaan terbuka lebar.
Biarpun jendela dalam keadaan terbuka, namun kawanan
Laron Penghisap darah itu tidak seekor pun yang terbang
keluar dari ruang kamar itu, mereka hanya beterbangan
disekeliling rak bambu.
Didepan rak bambu itu berserakan setumpuk tulang
belulang, bukan tulang belulang manusia, dari bentuk dan
wujudnya tulang itu semestinya tulang belulang dari kelinci.
Tumpukan tulang belulang itu memancarkan sinar putih
yang pucat, pantulan sinar yang aneh sekali, seolah setelah
dikerati daging dan kulitnya kemudian dicuci bersih dengan air
dan diskat satu per satu.
Siang Hu-hoa menghembuskan napas dingin, buru buru dia
lepaskan tombol rahasia itu dan mundur tiga langkah.
Tu Siau-thian dan Nyo Sin segera maju ke depan
menggantikan posisi Siang Hu-hoa tadi.
Tapi begitu melihat suasana dalam ruang kamar itu, paras
muka mereka berubah langsung berubah hebat, cepat-cepat
mereka pun mundur ke belakang.
Dengan kedua belah tangannya Nyo Sin memegangi
tenggorokan sendiri, dia seakan harus berbuat begini agar isi
perutnya tidak sampai tumpah keluar.
Lama kemudian, Siang Huhoa baru menghembuskan napas
panjang, kepada Si Siang-ho tanyanya:
"Kenapa semua jendela bagian luar bisa dalam keadaan
terbuka?" Sekali lagi Si Siang-ho mengerling Kwee Bok sekejap,
kemudian jawabnya:
"Mungkin saja agar kawanan laron itu bisa masuk keluar
dengan lebih leluasa, mengenai bagaimana caranya untuk
345 membuka jendela itu........lebih baik tanyakan saja langsung
kepadanya"
Sementara itu Kwee Bok sudah berjalan menuju ke depan
pintu amar, dia pun ikut melongok ke dalam melalui pintu
otomatis, tapi tidak lama kemudian paras mukanya ikut
berubah sangat hebat.
Tampaknya dia sama sekali tidak mengetahui tentang
semua persoalan disitu, diapun seakan tidak mendengar apa
yang diucapkan Si Siang-ho barusan, kali ini dia sama sekali
tidak menunjukkan reaksi apapun.
"Kau bilang, dia yang membuka jendela jendela itu?" tanya
Siang Huhoa kemudian.
"Sebelum melepaskan kawanan laron itu ke dalam ruangan
tersebut, dia sudah membuka semua jendela itu terlebih dulu"
"Tidak kuatir kawanan Laron Penghisap darah itu kabur
melalui jendela?" tanya Siang Huhoa keheranan.
"Aku sendiripun merasa agak heran, di hari hari biasa
kawanan laron itu hanya beterbangan didalam ruang kamar,
tidak seekor pun yang berusaha untuk terbang keluar dari
situ" Siang Hu-hoa kembali berpikir sejenak, kemudian tanyanya
lagi: "Apakah tumpukan tulang belulang yang ada didepan rak
bambu itu adalah tulang belulang dari kawanan kelinci?"
"Benar"
"Tapi aku lihat tulang belulang dari tiga puluh ekor kelinci
pun tidak genap?"
"Tepat tiga puluh ekor!"
346 "Tiga puluh ekor kelinci hanya cukup untuk rangsum tiga
hari, memangnya kawanan Laron Penghisap darah itu sudah
melalap habis sisa sisa tulang belulang yang dulu?"
Si Siang-ho kembali memandang Kwee Bok sekejap,
kemudian katanya:
"Setiap kali datang menghantar kelinci baru, dia pasti akan
masuk ke dalam ruangan dan membersihkan sisa-sisa tulang
belulang kelinci yang sudah terlalap habis"
"Ooh rupanya begitu, aku masih mengira kawanan Laron
Penghisap darah itu sudah melalap habis seluruh kelinci itu
berikut tulang belulangnya" ujar Siang Huhoa sambil manggut
manggut, kemudian dia bertanya lagi:
"Apakah kau tahu semua tulang belulang kelinci itu sudah
dipindahkan ke mana?"
"Aku hanya tahu semua tulang belulang itu dia angkut
pergi dengan menggunakan kereta kuda"
Kembali Siang Huhoa manggut manggut, baru saja dia
akan mengajukan pertanyaan lagi, mendadak hidungnya
mengendus semacam bau harum yang sangat aneh.
Bau harum itu tidak diketahui berasal dari benda apa, juga
tidak diketahui bersumber dari mana, bau itu seolah olah ada
tapi seolah olah tidak ada, kadang baunya tipis kadang baunya
menebal dan melayang layang terus ditengah udara.
Siang Hu-hoa belum pernah mendengus bau harum


Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semacam ini. Dia segera memusatkan seluruh perhatiannya dan baru
saja akan menyelidiki sumber dari bau harum itu, tiba-tiba dia
menjumpai bahwa suara dengungan dan suara mengunyah
yang semula amat ramai mendadak jadi mereda, sebaliknya
suara kepakan sayap kian lama kian bertambah ramai dan
keras. 347 Dengan satu gerakan refleks dia melompat ke depan,
mendorong tubuh Kwee Bok kesamping lalu menekan tombol
dan melongok ke dalam ruangan.
Tampak olehnya beribu-ribu ekor Laron Penghisap darah
yang semula berkerumun diatas rak bambu itu kini sudah
mengepakkan sayapnya dan beterbangan keluar dari ruangan
melalui daun jendela.
Menyaksikan kejadian itu Siang Huhoa nampak tertegun,
gumamnya: "Heran, tidak ada hujan tidak ada angin, kenapa secara
tiba- tiba pada terbang pergi?"
Tu Siau-thian maupun Nyo Sin serentak menerjang maju
dan melongok ke dalam ruangan, tapi dengan cepat paras
muka ke dua orang itupun diliputi perasaan tercengang
bercampur tidak habis mengerti.
"Mungkin saja kawanan laron itu terpengaruh oleh bau
harum ini" ujar Si Siang-ho pelan, tampaknya diapun turut
mengendus bau harum yang sangat aneh itu.
"Berasal dari benda apakah bau harum itu?" tanya Siang
Huhoa. "Entahlah, aku sendiri juga kurang jelas" sahut Si Siang-ho
seraya menggeleng.
"Sebelum hari ini, apakah kau pernah mengendus bau
harum semacam ini?"
"Pernah, malah beberapa kali"
"Kira-kira kapan kau pernah mengendus bau harum itu?"
sela Siang Huhoa.
"Sesaat sebelum gerombolan laron itu terbang
meninggalkan kandangnya"
348 "Oooh......." seru Siang Hu-hoa, dia melongok lagi ke dalam
ruangan, ternyata hanya dalam waktu singkat beribu-ribu ekor
Laron Penghisap darah itu sudah terbang bersih dari ruangan
tersebut. Tanpa terasa pandangan matanya dialihkan ke atas gelang
pintu, tanyanya mendadak:
"Kau membawa kunci ruangan?"
Diantara dua gelang pintu memang tergantung sebuah
gembokan kunci yang sangat besar, gembokan besi disertai
rantai besar. Si Siang-ho gelengkan kepalanya.
"Dia yang menyimpan ke dua buah anak kunci itu!"
katanya, sementara berbicara sinar matanya kembali dialihkan
ke wajah Kwee Bok.
Waktu itu Kwee Bok sedang berdiri termangu-mangu, tapi
begitu mendengar perkataan Si Siang-ho apalagi melihat sorot
matanya tertuju ke wajah sendiri, kontan saja dia mencak
mencak kegusaran, teriaknya:
"Siapa bilang aku mempunyai kuncinya?"
Si Siang-ho hanya tertawa, dia tidak menanggapi teriakan
orang. Dengan cepat Nyo Sin melotot sekejap ke arah Kwee Bok,
hardiknya: "Siau Tu, cepat geledah sakunya!"
Tentu saja Tu Siau-thian tidak berani membangkang
perintah komandannya, dia menyahut dan segera jalan
mendekat. Kwee Bok tidak berusaha untuk menghindar, diapun tidak
melakukan perlawanan, sambil tertawa pedih ujarnya:
"Baik, silahkan kalian geledah!"
349 Tu Siau-thian tidak sungkan sungkan lagi, dengan seksama
dia geledah seluruh badan Kwee Bok, alhasil tidak ditemukan
anak kunci walau hanya sebuah pun.
Sambil gelengkan kepalanya berulang kali Tu Siau-thian
terpaksa lepas tangan dan mundur kembali.
Nyo Sin melirik Kwee Bok sekejap, tiba-tiba dia berpaling
seraya berseru:
"Ayoh kita dobrak pintu itu dan menerjang masuk!"
Begitu selesai bicara, dia mundur selangkah dan siap
menendang pintu itu.
Belum lagi kakinya terangkat, Siang Huhoa telah
mencegahnya. "Tidak perlu!" cegah Siang Hu-hoa sambil menggeleng.
Sepasang tangannya serentak dijatuhkan keatas gelang
pintu disebelah kiri, ketika hawa murninya disalurkan,
"Kraaak" gelang pintu itu seketika terbetot hingga hancur
berantakan. Pintu pun perlahan-lahan mulai terbuka lebar, bau busuk
yang semakin menyengat hidung segera menyembur keluar
dan tersebar ke mana-mana.
Dengan cepat Siang Huhoa berpaling ke arah lain untuk
menghindari semburan bau busuk itu, Tu Siau-thian menutupi
hidungnya, Nyo Sin membuang napas sementara Kwee Bok
mulai memuntahkan isi perutnya.
Menghadapi bau busuk yang luar biasa hebatnya itu jelas
dia sudah tidak mampu untuk mengendalikan diri.
Seandainya dialah pemilik kawanan Laron Penghisap darah
itu, semestinya dia sudah terbiasa dengan bau busuk
semacam ini, atau mungkin dia memang bukan pemiliknya"
350 "Hmmm, pandai amat kau berlagak!" jengek Nyo Sin sambil
tertawa dingin.
Kwee Bok tidak menggubris, dia masih muntah terus tiada
hentinya. "Mari kita masuk ke dalam" ajak Nyo Sin kemudian sambil
mengerling Tu Siau-thian sekejap, walaupun dia berkata
begitu namun tubuhnya sama sekali bergeming.
Akhirnya Tu Siau-thian menghela napas panjang, dia tahu
tidak ada pilihan lain baginya kecuali masuk ke dalam ruangan
terlebih dulu. Nyo Sin segera menyambar bahu Kwee Bok dan
mendorongnya masuk ke dalam ruang kamar, setelah itu dia
baru mengikuti di belakangnya.
Siang Huhoa dan Si Siang-ho ikut masuk ke dalam, namun
tidak terlihat seekor Laron Penghisap darah pun didalam
ruangan itu. Seluruh ruangan seolah dicekam bau busuk yang sangat
tebal, ditengah bau busuk lamat lamat terendus bau harum
yang aneh, bau harum itu meski sangat tipis namun masih
dapat tercium dengan jelas.
Tiba-tiba Nyo Sin merasa bahwa bau harum itu rupanya
datang dari tubuh Kwee Bok.
Dia segera melepaskan cengkeraman pada bahunya,
setelah mundur tiga langkah, diamatinya tubuh Kwee Bok dari
atas hingga ke bawah.
Waktu itu Kwee Bok masih muntah tiada hentinya, bukan
cuma seluruh isi perutnya tertumpah keluar bahkan air pahit
pun ikut tertumpah keluar.
Nyo Sin mencoba mengendus beberapa kali diseputar
tubuh Kwee Bok, tiba-tiba tanyanya kepada Tu Siau-thian:
"Tadi, kau sudah menggeledah seluruh sakunya?"
351 Tu Siau-thian membenarkan.
"Kenapa bau harum itu seolah olah muncul dari tubuhnya?"
tanya Nyo Sin lagi.
"Masa begitu?" tanya Tu Siau-thian keheranan, ia segera
maju mendekat, mengendusnya beberapa kali, kemudian
dengan wajah tercengang bercampur keheranan, serunya
tertahan: "Aaah, benar, bau harum itu berasal dari tubuhnya"
Seraya berpaling ke arah Nyo Sin, gumamnya:
"Aneh, kenapa tidak kurasakan sejak tadi?"
"Coba kau geledah sakunya sekali lagi!" perintah Nyo Sin.
"Padahal tadi sudah kugeledah dengan teliti"
"Mungkin kau kurang seksama, coba digeledah sekali lagi"
"Yaa. Mungkin aku kurang teliti, tapi sudah kuperiksa
semuanya, apalagi yang mesti aku geledah......."
"Mungkin lipatan bajunya!" tiba-tiba Siang Hu-hoa menyela
dari samping. Berbinar sepasang mata Tu Siau-thian, serunya tertahan:
"Lipatan ujung bajunya?"
Dengan cepat dia sambar tangan kanan Kwee Bok dan
mencengkeram lipatan ujung bajunya.
Begitu dicengkeram, dia segera berhasil menggenggam
sebuah benda bulatan, karena cengkeramannya kelewat
keras, benda bulatan itu segera hancur berantakan.
"Blukkkk!" dari balik lipatan baju Kwee Bok segera
berkumandang suara ledakan kecil, disusul kemudian tampak
segumpal asap putih menyembur keluar dari sela sela
bajunya, bau harum yang sangat menyengat pun menyebar
ke seluruh angkasa.
352 Berubah hebat paras muka semua orang, sementara Kwee
Bok sendiri seolah berubah jadi orang yang sangat bodoh, dia
tampak tertegun hingga melanjutkan muntahannya pun jadi
terhenti sementara waktu.
Dengan wajah berubah hebat Nyo Sin segera berseru:
"Hati-hati racun dibalik asap........."
Seraya berkata buru buru dia menutup seluruh
pernapasannya. Tu Siau-thian tidak ketinggalan untuk menutup
pernapasannya, sedangkan Siang Huhoa sudah menutup
napasnya semenjak tadi.
"Aku percaya tidak ada racun dibalik asap itu" kata Si
Siang-ho kemudian, "aku sudah berulang kali mengendus bau
harum seperti ini, seandainya ada racun, memangnya aku
masih bisa hidup hingga kini?"
"Ehm, benar juga" Nyo Sin manggut-manggut, "lantas
menurut pendapatmu, apa kegunaan asap itu?"
Si Siang-ho termenung sambil berpikir sejenak, kemudian
sahutnya: "Bisa jadi asap wangi itu digunakan untuk mengendalikan
kawanan Laron Penghisap darah, benar atau tidak dugaanku
ini, kita mesti tanyakan kepadanya"
Kali ini, tidak menunggu dia mengalihkan sorot matanya,
Kwee Bok sudah berteriak sambil mencak-mencak kegusaran:
"Si Siang-ho, kenapa kau menfitnah aku" Kenapa kau
berupaya mencelakai aku?"
"Buat apa aku menfitnahmu" Buat apa aku mencelakaimu"
Toh antara kau dan aku tidak punya ikatan dendam atau sakit
hati?" sahut Si Siang-ho sambil tertawa getir.
353 "Lalu kenapa kau menuduh aku dengan segala tuduhan
yang tidak masuk diakal?" jerit Kwee Bok.
Si Siang-ho menghela napas panjang.
"Aai, bila kenyataan memang demikian, apalagi yang bisa
kuperbuat?" sahutnya.
Kembali dia berpaling ke arah Siang Huhoa dan Tu Siauthian,
lalu terusnya: "Semua yang kukatakan adalah kata yang sejujurnya!"
"Dia bohong! Dia sedang menfitnah aku!" jerit Kwee Bok
sambil mengepal tinjunya.
Kalau dilihat dari gayanya, dia seakan hendak menerjang
ke depan dan menghadiahkan dua pukulan tinju ke dada Si
Siang-ho, sayang sebelum hal ini dilakukan, tangannya sudah
keburu ditangkap Tu Siau-thian.
Ketika Tu Siau-thian menggetarkan tangannya, beberapa
buah kotak lilin berbentuk bulat terjatuh dari balik lipatan baju
kanannya, dari balik kotak lilin itulah asap putih itu berasal.
Sambil tertawa dingin Tu Siau-thian segera menegur:
"Jika dia sedang menfitnahmu, lalu apa penjelasanmu
tentang bulatan bulatan lilin yang jatuh dari balik lipatan
bajumu?" "Darimana aku bisa tahu kalau bulatan lilin itu bisa muncul
dibalik lipatan bajuku" jawab Kwee Bok sambil tertawa getir.
Tu Siau-thian tertawa dingin, sebelum dia sempat bersuara,
sambil tertawa dingin Nyo Sin sudah bicara duluan:
"Kalau kau tidak tahu, siapa yang tahu?"
"Aku benar-benar......"
354 "Benar-benar kenapa?" tukas Nyo Sin, "semuanya sudah
terbukti didepan orang banyak, memangnya tuduhan inipun
merupakan fitnahan?"
Perkataan itu kontan saja membuat paras muka Kwee Bok
berubah jadi merah jengah dan panas, untuk sesaat dia tidak
sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Kembali Nyo Sin berkata:
"Sebentar kami akan menanyai semua penduduk dusun,
apa benar setiap sepuluh hari kau datang satu kali kemari, apa
benar kau pernah mengangkut keranjang besi menggunakan
kereta kuda yang ditutup kain hitam, asal semua sudah
ditanyakan, urusan akan lebih jelas lagi"
Dengan wajah merah padam Kwee Bok melotot Si Siang-ho
sekejap, teriaknya:
"Semua penduduk dusun ini merupakan komplotannya!"
"Hmmm, kalau begitu kami juga merupakan
komplotannya?" jengek Nyo Sin sambil tertawa dingin.
Kontan Kwee Bok terbungkam mulutnya.
Nyo Sin segera berpaling ke arah Tu Siau-thian, lalu
perintahnya: "Coba geledah sekeliling tempat ini, periksa apakah masih
ada benda lain yang mencurigakan"
Tu Siau-thian mengangguk dan segera berlalu.
Dalam pada itu Siang Huhoa sudah mulai berjalan
mengitari ruang kamar itu.
Ruang kamar itu tidak terlalu besar. Tidak selang berapa
saat kemudian ke dua orang itu sudah selesai memeriksa dan
menggeledah seluruh ruangan.
Tidak ditemukan sesuatu benda yang mencurigakan, tidak
juga ditemukan sesuatu penemuan yang baru.
355

Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali ke sisi Nyo Sin, Tu Siau-thian segera melapor
seraya menggeleng:
"Aku lihat ruang kamar itu tidak ada yang perlu
dicurigakan"
"Apakah saudara Siang berhasil menemukan sesuatu?" Nyo
Sin segera berpaling ke arah Siang Huhoa.
Siang Huhoa tidak menjawab, tiba-tiba dia
membungkukkan badannya dan memungut berapa buah
p Sepasang Pedang Iblis 26 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Pendekar Riang 11
^