Naga Naga Kecil 10

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 10


saat kemudian, kedua tokoh sakti tersebut sudah
menguasai dirinya, dan nampak Kiong Siang Han berkata:
"Tidak pernah kusangka jika jurus pamungkas tersebut bisa begitu hebat dan mujijat"
Ujarnya sambil menghela nafas takjub. Dia telah mengerahkan sampai 6 bagian
tenaganya dan masih melakukannya berbarengan dengan Sin Liong, tetapi masih tetap
terdorong dan terpengaruh oleh denging dan jepitan dalam telinga dan mata batinnya.
Tapi, tiba-tiba dia teringat sesuatu dan bertanya:
"Anakku, bagaimana bisa kamu melakukannya?" apakah ada sesuatu yang kamu
robah dengan rahasia meyakinkannya yang kuajarkan kepadamu?"
"Benar locianpwe, awalnya tecu melatih sesuai dengan petunjuk yang ada. Tetapi,
pada 6 bulan terakhir, tecu mencoba untuk mengurangi daya pekak di telinga dengan
membarengi mengisi tenaga "im", sehingga daya pekak di telinga berkurang. Tapi,
ketika tecu mencobanya, ternyata efeknya sama saja, dan ketika tecu mencobanya
Kong Chouw kemudian memberi petunjuk bagaimana jika efek suara halilintar bukan
menyerang telinga tetapi telinga batin dan mata batin. Itulah yang tecu perdalam
selama 6 bulan terakhir ini" Jawab Ceng Liong.
"Hahahahaha, hebat-hebat, kamu justru berhasil menyempurnakan jurus pamungkas
itu dan menjadi jauh lebih berbahaya" Seru Kiong Siang Han kagum. Kemudian dia
berpaling kepada Tek Hoat dan berkata:
"Tek Hoat, nampaknya sudah tepat keputusanku untuk menitipkan engkau kepada
Kiang Sin Liong selama 6 bulan terakhir ini. Biar dia juga melihat efek yang kau latih
dengan Soan Hong Sin Ciang. Tetapi, setelah 6 bulan, engkau harus sudah berada di
Markas Pusat, lohu menunggumu di Gua Pertapaanku" Kiong Siang Han berbicara,
seakan bahkan Kiang Sin Liong telah menyetujuinya.
Tetapi, kedua orang ini, memang memiliki ikatan batin melebihi ikatan mereka
dengan Wie Tiong Lan dan Kian Ti Hosiang. Kiang Sin Liong paham maksud Kiong
Siang Han yang ingin menuntaskan semua hal sebelum melepas nyawanya. Maka,
tiada alasan bagi Sin Liong untuk menolak kemauan terakhir sahabat kentalnya ini.
"Suhu, apak maksudmu tecu harus berlatih selama 6 bulan bersama Kiang Suhu?"
bertanya Tek Hoat
"Bukan berlatih, tetapi memperdalam Soan Hong Sin Ciang dan Pek Lek Sin Jiu. Itu
harus kamu lakukan, karena Kim-i-Mo Ong sudah lepas dari kurungan 40 tahun
sesuai perjanjian kami, dan selain maha iblis itu, masih ada maha iblis lainnya yang
akan menyertai kemunculannya. Dan bekal kalian harus cukup menghadapi kedua
maha iblis itu. Untuk saat ini, Ceng Liong sudah lebih dari cukup memadai dalam
latihan Pek Lek Sin Jiu dan Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan
Putih Memanggil Matahari). Engkau perlu melatih Pek Lek Sin Jiu dengan caranya,
dan juga memperdalam Soan Hong Sin Ciang selama beberapa bulan".
Kemudian Kiong Siang Han menatap Kiang Sin Liong;
"Lote, toch akhirnya kita berpisah juga. Tanpa lohu banyak bicara, engkau sudah
tahu maksudku menitipkan Tek Hoat, karena lohu masih punya 2 murid yang lain dan
1 murid yang hilang bersama cucumu yang lain. Biarlah lohu menyelesaikan yang
bisa diselesaikan, dan yang yang lainnya menjadi tanggungjawabmu. Lohu sudah
tuntas menyiapkan Tek Hoat, hanya ingin menyempurnakan tenaga Im dan Soan
Hong Sin Ciang darimu. Lohu melakukannya karena baik Pek Lek Sin Jiu maupun
Soan Hong Sin Ciang, bukan menjadi pusaka asli Kay Pang dan Lembah Pualam
Hijau. Jadi kita tidak menyalahi leluhur kita. Dan setelah 6 bulan, lepaskan Tek Hoat
untuk menemuiku buat yang terakhir kalinya, karena masih ada satu hal yang harus
kusampaikan kepadanya sebagai amanat terakhir gurunya. Baik terhadap suhengnya
Cui Sian Sin Kay, maupun terhadap Kay Pang yang sedang berusaha mengatasi badai
persilatan besama Lembah Hijau, Siauw Lim Sie dan Bu Tong Pay saat ini"
"Baiklah, Tek Hoat boleh berada bersamaku selama 6 bulan ini, bahkan selama
sebulan boleh berlatih Pek Lek Sin Jiu bersama Ceng Liong. Karena sebulan kedepan,
cucuku sudah harus turun gunung, dia harus menemukan ayahnya, menyelamatkan
nama baik lembahnya. Masalah tenaga "im" dan "Soan Hong Sin Ciang" legakanlah
hatimu, karena pasti akan kulakukan dan kusempurnakan dalam sisa waktu yang
tersedia. Bahkan, selanjutnya anak ini akan kuakui sebagai salah satu muridku, murid
kita berdua meski hanya mempelajari Soan Hong Sin Ciang dan bila memungkinkan
juga tangan Toa Hong Kiam Sut dariku"
Demikianlah Kiong Siang Han kemudian tinggal selama 3 hari di pertapaan Kiang
Sin Liong, mereka mempercakapkan banyak hal berdua selama 1 hari penuh.
Sementara Ceng Liong kemudian membuka rahasia bagaimana dia menyempurnakan
Pek Lek Sin Jiu yang dilatihnya dengan menyisipkan tenaga "im". Sisipan itu berguna
untuk meredam suara dan menyisipkan kekuatan Batin dengan mengalihkan ledakkan
halilintar menyerang bukannya telinga fisik tetapi telinga batin.
Tetapi, tentu tidak cukup sehari keduanya membahas Pek Lek Sin Jiu pada
tahapannya yang pamungkas, hari-hari selanjutnya selama sebulan penuh keduanya
melatih Ilmu tersebut sampai Tek Hoat juga kemudian mulai mampu melakukan
sebagaimana Ceng Liong memainkan jurus terakhir itu. Bahkan selama sebulan itu,
keduanya juga mencoba merangkai jurus gabungan Soan Hong Sin Ciang dengan Pek
Lek Sin Jiu, meksipun masih sangat mentah.
Sesuatu yang hingga masa kedepan akan menjadi perbincangan kedua anak muda ini,
yakni menyempurnakan gabungan dari Soan Hong Sin Ciang yang berdasarkan
tenaga "Im" dan bergerak secepat badai dengan Pek Lek Sin Jiu yang cenderung
lamban tetapi penuh kekuatan "Yang". Seterusnya, bahkan mereka berdua kemudian
memperdalam Soan Hong Sin Ciang dengan gaya dan cara yang dikembangkan Tek
Hoat. Sementara ditempat terpisah kedua guru besar yang berada dipenghujung usia
masing-masing juga sibuk dengan percakapan mereka sendiri. Baik mengenai muncul
kembalinya Kim-i-Mo Ong, maupun kemungkinan tampil kembalinya tokoh hitam
lainnya yang diikat oleh perjanjian dengan Kiang Sin Liong. Tokoh ini, adalah maha
iblis yang muncul bersamaan dengan Kim-i-Mo Ong, dan keduanya dikalahkan
dengan tipis oleh Kiong Siang Han dan Kiang Sin Liong di daerah Nan Chao, dekat
Tibet lebih dari 40 tahun sebelumnya.
Kedua maha iblis ini, memang teguh dengan perjanjian, yakni menutup diri di tempat
pengasingan masing-masing selama 40 tahun. Dan masa perjanjian itu sudah lewat
tahun-tahun sebelumnya. Maha Iblis yang kedua adalah Koai-tung Sin-kai (Pengemis
Sakti Bertongkat Aneh) Bhok Hun. Dia dikenal dahsyat dengan Ilmu hitamnya yang
ampuh Koai-houw Ho-kang (Auman Harimau Iblis), Koai Houw Sin Ciang serta tentu
Ilmu tongkatnya yang dinamakannya sendiri Bo Hoat Bo Thian (Tidak kenal aturan,
tidak kenal thian).
Keduanya kepergok sedang berusaha membantu pemberontakan Lhama di Tibet
lebih 40 tahun silam, dan akhirnya ditantang mengadu ilmu oleh Sin Liong dan Siang
Han. Dalam pertarungan mati hidup, keduanya secara tipis dikalahkan, dan mentaati
perjanjian untuk mengundurkan diri dari dunia persilatan selama 40 tahun lebih
ditempat yang mereka tetapkan sendiri. Untungnya, kedua maha iblis ini, adalah
tokoh yang memegang teguh perjanjian akibat dikalahkan melalui ilmu Silat.
Dan karena itu, selama 40 tahun terakhir, sama sekali tidak terdengar kabar keduanya
mengganas. Tetapi, disitu justru bahayanya. Keduanya, pasti memendam kecewa dan
dendam akibat dikalahkan, dan hampir pasti keduanya akan tampil kembali di
Tionggoan untuk menuntut abals atas kekalahan yang mereka derita puluhan tahun
sebelumnya. "Tetapi, ternyata bukan cuma gejala munculnya Kim-i-Mo Ong dan mungkin Koai
Tung Sin Kai yang menakutkan. Nampaknya, pendekar Tang-ni dengan ilmu khas
Jinsut dan "Sekali Menyerang Mengambil Kepala" yang terkenal, juga berada dalam
barisan penyerang itu. Dan bila benar demikian, maka lawan murid murid kita
memang sungguh mengerikan, jauh lebih beragam dan jauh lebih mengerikan
dibandingkan melawan tokoh Lam Hay, Thian Tok dan Bengkauw yang masih
memegang tata karma dan kegagahan. Terlebih, apabila Mo Ong dan Sin Kay tampil,
hampir bisa dipastikan kalau Bouw Lek Couwsu tokoh pendeta jubah merah dari
Tibet yang pernah berontak akan mereka undang. Padahal, Lhama jubah merah yang
tersesat ini, dipandang hampir setanding dengan Kian Ti Hosiang dalam hal kesaktian
di masa lampau. Belum lagi sutenya yang tidak kalah mesum dan tidak kalah
jahatnya, Bouw Lim Couwsu, meski hanya seurat di bawah Bouw Lek Couwsu, tetapi
tetap sangat mengerikan" Kiong Siang Han menarik nafas berat mengenangkan
kembali lawan-lawan mereka pada masa lalu yang dianggap lihay dan sangat
berbahaya itu. "Betul, tetapi untungnya, kali ini Bengkauw dan Lam Hay Bun justru berada dalam
barisan dengan Pendekar Tionggoan dalam menghalau kerusuhan ini. Betapapun,
memang ada untung dan ruginya bagi Tionggoan dalam menghadapi badai dunia
persilatan ini"
"Akan menjadi tanggungjawabmu untuk mempersiapkan anak-anak itu, karena
tampaknya waktumu masih cukup untuk mengikuti badai ini hingga reda. Apakah apa
yang dititipkan Kian Ti Hosiang bisa dilakukan dan dilatih Ceng Liong dengan baik?"
Bertanya Siang Han
"Ya, dia sudah bisa melakukannya, meskipun belum matang betul. Menurut Kian Ti
Hosiang, bila sudah dikuasai dan disempurnakan, maka kapanpun Ceng Liong bisa
memanfaatkannya dan bisa sesuka hatinya. Cuma, nampaknya penguasaan Ceng
Liong masih belum sempurna. Kadang menghasilkan kilatan cahaya mata yang
mematikan, persis seperti lontaran Pek Lek Sin Jiu, tetapi kadang nampak dia
kesulitan melakukannya. Lohu juga kesulitan untuk mengerti pada titik mana
hambatannya, karena yang lohu dengar Ilmu semacam ini di Jawadwipa juga pernah
muncul, tetapi jarang yang menguasai. Sementara Kian Ti sendiri tidak pernah
menyebutkan ada yang sempat menguasai Ilmu tersebut termasuk di Thian Tok.
Biarlah Ceng Liong menelitinya dalam pengembaraan untuk menyempurnakannya
kelak" Jawab Sin Liong.
Demikianlah kedua Maha Guru ini melanjutkan percakapan mereka, membahas
keadaan dunia persilatan dan bahkan keesokan harinya, mereka membahas masalah
Ilmu Silat berempat dengan murid masing-masing. Juga membicarakan tokoh-tokoh
tua yang sangat mungkin sudah dan akan melibatkan diri dalam badai persilatan kali
ini. Kepada kedua anak muda ini diberitahu ciri dan keistimewaan baik Kim-i-Mo
Ong maupun Koai Tung Sin Kay, sebagai tokoh yang malah lebih lihay dari See
Thian Coa Ong dan kawan-kawan datuk iblis yang masih aktif saat ini.
Juga diberitahukan soal Bouw Lek Couwsu dan Bouw Lim Couwsu, Lhama Jubah
merah dari Tibet yang menyeleweng dan berontak terhadap kekuasaan Lhama di
Tibet. Termasuk keistimewaan, kehebatan dan ilmu-ilmu mereka. Terutama Bow Lek
Couwsu yang pernah bertanding hampir seimbang dengan maha guru Siauw Lim Sie
Kian Ti Hosiang, sehingga bisa dibayangkan betapa hebat dan lihaynya tokoh lhama
yang berontak itu.
Juga keempatnya membahas penguasaan Ilmu Silat masing-masing dan kemungkinan
untuk mengembangkannya pada masa-masa mendatang. Baik Sin Liong maupun
Siang Han tidak menyembunyikan lagi rahasia Ilmu Silat mereka, karena toch
keduanya sadar bahwa inilah pertemuan mereka yang terakhir. Justru kedua anak
muda itulah yang banyak memetik manfaat dari pertemuan berempat, ketika rahasia
Ilmu kedua Maha Guru tersebut dipercakapkan dan kelak sangat bermanfaat bagi
pengembangan tata gerak dan Ilmu Silat keduanya. Sepanjang hari waktu mereka
gunakan untuk membahas pergerakan Ilmu Silat dan kemungkinan
pengembangannya, termasuk juga lawan-lawan berat yang akan mereka temukan
kelak di dunia persilatan. Baru pada saat-saat makan siang dan makan malam baru
kemudian percakapan terhenti untuk dilanjutkan kembali.
Pada hari yang ketiga setengah harian masih digunakan Siang Han dan Sin Liong
berdua untuk berbicara hal-hal diantara mereka yang bersifat pribadi. Karenanya tidak
melibatkan kedua muridnya. Bahkan keduanya memanfaatkan pertemuan itu untuk
saling mengutarakan banyak hal, sekaligus sebagai pertemuan terakhir untuk
berpisahan diantara mereka. Meskipun sudah tergembleng puluhan tahun, bahkan
ratusan tahun, kedua sahabat kekal ini menjadi terharu ketika menyadari, bahwa inilah
pertemuan dan perpisahan terakhir antara keduanya.
Dan setelah pertemuan ini, tiada lagi waktu mereka untuk bertemu, bercakap,
berkelahi bahkan untuk bertukar pikiran. Mereka berbicara banyak mengenangkan
masa lalu mereka, dan akhirnya dengan penuh rasa haru mereka saling mengucapkan
selamat berpisah. Itulah terakhir kalinya Kiang Sin Liong melihat dan bercakap
dengan Kiong Siang Han, sahabat kekalnya, yang membangun prestasi dan nama
besar secara bersama di Dunia Persilatan. Kini mereka berpisah untuk tidak pernah
bertemu kembali. Keduanya sama menyadari bahwa perpisahan ini adalah yang
terakhir, atau perpisahan untuk selama-lamanya.
Karena perasaan akrab itulah, maka Sin Liong mengantarkan Kiong Siang Han
sampai ke dekat pintu masuk lembah, di bawah bukit. Bersama dengan Liang Tek
Hoat dan Kiang Ceng Liong, mereka menghantarkan Orang Tua Gagah Perkasa yang
menggetarkan dunia persilatan selama puluhan tahun, seorang Kay Pang Pangcu
terbesar yang pernah dimiliki oleh Kay Pang. Yang bahkan sampai usia yang sudah
sangat tua renta masih terus memikirkan keselamatan dan kejayaan Kay Pang.
Bahkan masih sempat mendidik Kay Pang Cap It Hohan, menyempurnakan
kepandaian Liang Tek Hoat dan bahkan juga masih mendidik murid lainnya di Kay
Pang untuk melawan bencana yang juga mengancam Kay Pang. Kiong Siang Han
tidak lagi mengucapkan sepatah katapun kecuali salam perpisahan kepada tiga orang
yang mengiringinya, dan hanya berpesan kepada Tek Hoat, untuk tidak terlambat
seharipun tiba di Kay Pang 6 bulan kedepan. Dan setelah itu, tubuh tua itu nampak
bergulung bagai asap dan sebentar saja sudah lenyap dari pandangan ketiga orang
yang mengantarkannya hingga ke pintu lembah tersebut.
Kiang Sin Liong tidak membuang banyak waktu, segera setelah keberangkatan Siang
Han yang dipandanginya penuh haru, digunakannya waktunya untuk menggembleng
Tek Hoat. Sebagai seorang yang juga akan diakuinya sebagai murid, maka tentu saja
semua perhatian dicurahkannya bagi Tek Hoat, karena memang tiada lagi yang bisa
diperbuatnya bagi Ceng Liong yang tinggal mematangkan Ilmu "Tatapan Naga Sakti"
demikian nama yang derikannya kepada Ilmu Mujijat dimatanya, dan juga
menyempurnakan Soan Hong Sin Ciang dan Pek Lek Sin Jiu.
Kedua Ilmu tersebut sebenarnya sudah dikuasainya dengan baik, hanya karena ada
beberapa unsur baru yang ditemukan dan dikembangkan Tek Hoat, maka keduanya
melatih penyempurnaan unsur-unsur baru tersebut sebagai upaya mematangkan
penguasaan atas kedua ilmu itu. Unsur itu sebenarnya sama prinsipnya dengan Ceng
Liong yang mengembangkan Pek Lek Sin Jiu, yakni dengan menambahkan unsur
"yang" dalam penggunaan Soan Hong Sin Ciang. Dengan demikian, irisan dan
desisan yang keluar dari Ilmu itu bertambah tajam dan memekakkan telinga. Bahkan
sisipan itu membuat dna menghasilkan hawa panas yang semakin ditingkatkan akan
semakin menyebar rasa panas itu menyerang lawan.
Bila pada malam harinya Sin Liong yang menempa Tek Hoat, maka siang harinya
selama sebulan penuh, dia berlatih bersama Ceng Liong, terutama melatih Pek Lek
Sin Jiu. Sementara Ceng Liong pada malam harinya lebih banyak mematangkan
tenaga Giok Ceng Sinkang dan tenaga Yang yang diwariskan Kiong Siang Han
baginya untuk melatih pek Lek Sin Jiu. Demikian seterusnya kedua anak muda ini
ditempah dan menempah diri selama sebulan penuh, sampai tak terasa oleh Tek Hoat,
bahwa dia sebenarnya sudah mampu dan sanggup memainkan Pek Lek Sin Jiu pada
jurus pamungkasnya sebagaimana yang dilakukan oleh Ceng Liong.
Sengaja memang Sin Liong mendahulukan penyempurnaan Pek Lek Sin Jiu, karena
dia akan segera menugaskan Ceng Liong untuk turun gunung. Padahal, rahasia
penyempurnaan Pek Lek Sin Jiu justru adalah ide dan kreasi serta pengembangan
Ceng Liong, dan dia menginginkan Ceng liong untuk membimbing Tek Hoat dalam
penguasaan Ilmu mujijat tersebut. Ilmu yang diakuinya memang sangat luar biasa
efeknya setelah ditemukan kesempatan mengembangkannya dengan mencampurkan
unsur "im" dan "kekuatan batin" dalam Pek Lek Sin Jiu. Hal yang sama, juga
nampaknya dikembangkan Tek Hoat terhadap ilmunya Soan Hong Sin Ciang.
Setelah sebulan penuh kedua anak muda itu berlatih bersama, akhirnya tiba saatnya
Kiang Sin Liong memutuskan untuk Kiang Ceng Liong turun ke Lembah Pualam
Hijau. Firasatnya mengatakan sesuatu yang hebat bakal berlangsung dan terjadi,
karena dia merasa Ceng Liong sudah tuntas, maka sudah saatnya meminta cucu
buyutnya ini untuk bertanggungjawab atas keluarganya dan atas nama besar
lembahnya. Dipandanginya tubuh cucu buyutnya yang berlutut dihadapannya bersama Tek Hoat,
sungguh gagah pikirnya. Badan cucunya memang lebih besar dibandingkan Tek Hoat,
sementara Tek Hoat sedikit lebih ramping, tetapi keduanya membayangkan watak dan
kekokohan sikap pendekar yang sangat kental. Cucunya ini sekarang sudah berusia
hampir genap 20 tahunan, berbeda setahun dengan Liang Tek Hoat, dan nampak
sudah matang untuk kembali mengarungi dunia persilatan. Katanya:
"Liong Jie, waktumu untuk turun gunung sudah tiba. Tek Hoat dititipkan Kiong
Pangcu kepada lohu selama 6 bulan, maka belum saatnya dia pergi. Tetapi engkau
cucuku, firasatku mengatakan bahwa sedang terjadi sesuatu dengan keluargamu.
Entah apa masalah itu, tetapi akan menjadi tugas pertamamu untuk
menanggulanginya. Engkau harus ingat, bahwa engkau adalah keturunan langsung
dari para penghuni Lembah Pualam Hijau, Lembah yang dipercaya sebagai pemimpin
Dunia Persilatan. Setelah menyelesaikan tugas keluargamu, maka tugas selanjutnya
kuembankan kepadamu untuk melawan kelompok perusuh itu. Tugasmu ini akan
dikerjakan bersama Tek Hoat, Mei Lan dan Pendekar Kembar dari Siauw Lim Sie"
"Kong chouw, apakah sebenarnya yang sedang terjadi dengan keluarga kita?"
Mengapa ayahanda menghilang, dan apakah tugas keluarga ini terkait dengan
menghilangnya ayahanda?"
"Entahlah, tapi yang pasti nampaknya berbeda. Adalah tugasmu mencari ayah dan
ibumu yang menghilang bersama suheng Tek Hoat, Ciu Sian Sin Kay, tokoh Siauw
Lim Sie Kian Hong Hwesio dan Wakil Ciangbunjin Bu Tong Pay Ci Siong Tojin.
Tapi, yang sangat mendesak saat ini adalah, kembalilah dulu ke Lembah Pualam
Hijau, nampaknya apa yang harus kamu kerjakan dan apa itu, akan terjawab disana"


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegas Sin Liong.
"Kamu boleh bersiap segera dan sore hari ini boleh segera turun gunung, masuk ke
Lembah Pualam Hijau melalui pintu utama lembah dan jangan memasuki lembah
keluargamu dari tempat tersembunyi. Karena itu adalah lembahmu, jangan
mengotorinya dengan masuk melalui cara yang kurang baik" Pesan Sin Liong.
"Baik Kong Chouw, tecu mohon diri" Ceng Liong kemudian mohon diri untuk
mengadakan persiapan.
Sementara itu, sebagaimana yang ditetapkan dan ditegaskan Sin Liong, Tek Hoat
melanjutkan latihannya selama 5 bulan kedepan, dengan melatih hawa "im" dan
menyempurnakan Pek Lek Sin Jiu seorang diri dan menyempurnakan Soan Hong Sin
Ciang. Setelah 5 bulan berlalu, Kiang Sin Liong kemudian menguji Tek Hoat,
menguji semua hasil latihannya, termasuk menguji hawa "im" dalam tubuhnya,
menguji kemampuannya dalam membaurkan tenaga itu dan penguasaannya, dan
terakhir bersilat dengan Soan Hong Sin Ciang yang sudah semakin disempurnakan
dan masih menambahkan gerakan tangan mengikuti Toa Hong Kiam Sut.
Kiang Sin Liong puas akan hasil yang dicapai terlebih ketika perlahan namun pasti
asap panas dan hawa panas yang dihadirkan oleh penguasaan tertinggi Soan Hong Sin
Ciang yang dipadukan dengan hawa yang semakin menusuk. Dan pada akhirnya,
perlahan-lahan, Tek Hoat, sebagaimana Ceng Liong akhirnya mulai mampu
meningkatkan hawa khikang, pelindung tubuh yang semakin kuat. Betapapun, Liang
tek Hoat, meski anak seorang Pangeran, tetapi memiliki bakat Ilmu Silat yang sangat
baik, malah sudah meningkat sangat tajam.
Untuk saat ini, mungkin dia hanya kalah seusap dibandingkan Kiang Ceng Liong
yang banyak dibantu penemuan gaib dalam perjalanan hidupnya. Tetapi, setelah Tek
Hoat juga mengalami peleburan hawa dibawah bimbingan gurunya, diapun meningkat
secara tajam, sehingga memampukannya menguasai dan meningkatkan secara tajam
semua Ilmu yang dikuasainya sebelumnya.
Bahkan ketika menguji penggunaan Pek Lek Sin Jiu, Kiang Sin Liong menjadi
kagum. Karena nampaknya anak ini lebih matang dalam memainkan Pek Lek Sin Jiu,
dan perbawa yang dihasilkan anak ini dalam jurus pamungkas, meski sama dengan
yang dihasilkan Ceng Liong, tetapi tetap dapat dirasakannya perbedaannya. Daya
tusuk terhadap telinga batin masih lebih tajam jika dilakukan oleh Ceng Liong, tetapi
daya rusak secara fisik, memang masih lebih kuat dihasilkan oleh Tek Hoat.
Tetapi Sin Liong maklum, karena memang dasar latihan dan hawa dasar dari kedua
anak itu sejak awalnya sudah sangat berbeda. Sehingga menjadi wajar apabila
kemudian hasil akhir dalam melatih jurus dan ilmu yang sama juga menjadi berbeda.
Dalam hal ini, dia sadar, daya rusak tenaga "Yang" yang merupakan dasar ilmu Tek
Hoat memang jauh lebih kuat dan lebih lama dilatih dibandingkan Ceng Liong yang
dasar tenaga dan latihannya adalah hawa "im".
Tetapi, pada bagian telinga batin, dia sadar betul bahwa daya tekan dan daya rusak
konsentrasi dan ketenangan orang, masih jauh lebih tajam perbawa yang dihasilkan
Ceng Liong. Hal yang tentu saja wajar, selain karena Ceng Liong yang menemukan
dan menciptakan perbawa ini, juga kekuatan mata dan kekuatan hipnotis yang tidak
wajar, didapatkan Ceng Liong entah dengan cara apa. Yang bahkanpun Kim Ciam Sin
Kay tidak sanggup menjelaskannya kepada Kiang Sin Liong, sebagaimana surat yang
dibalaskan Pangcu Kay Pang itu kepada Kiang Sin Liong.
Jikapun masih ada yang dikhawatirkannya, terutama adalah bagaimana nantinya
perjalanan Ceng Liong dalam menyempurnakan Tatapan Naga Sakti. Ilmu yang
diwanti-wanti oleh Kian Ti Hosiang untuk diawasi penyempurnaannya, dan
pengawasannya diserahkan kepadanya oleh ketiga guru besar lainnya. Karena Ceng
Liong memang masih dalam garis keturunannya.
Selebihnya, melihat perkembangan Ceng Liong dan Tek Hoat, Kiang Sin Liong
sudah merasa sangat puas. Waktu akan membuat kedua anak ini terus berkembang,
terus meningkat, sehingga tidak ditakutkannya dalam melawan tokoh-tokoh sesat
yang tidak kurang lihaynya. Terlebih dia menjadi girang ketika menemukan
kenyataan bahwa Tek Hoat masih memiliki kelebihan lainnya, yakni kemampuannya
untuk kebal racun karena dicekoki darah racun ular langka oleh gurunya.
Setelah melakukan pemeriksaan dan pengecekan terhadap kemampuan terakhir Tek
Hoat, akhirnya pada pertengahan bulan terakhir yang dijanjikan oleh Siong Han, Tek
Hoat dipanggil dan dilepas oleh Sin Liong untuk kembali menemui gurunya. Kepada
Tek Hoat, Kiang Sin Liong menceritakan bahwa umur gurunya Siang Han tinggal
beberapa waktu lagi, karena itu dia dilarang berlama-lama dan harus secepatnya
menuju markas Kay Pang.
Sin Liong menjelaskan keadaan Siang Han secara wajar, karena memang
demikianlah yang diketahuinya dan yang dibicarakannya dengan Siang Han
menjelang perpisahan terakhir mereka. Masih akan ada amanat gurunya yang akan
disampaikan kepada Tek Hoat dalam pertemuan terakhirnya dengan Kiong Siang
Han. Selebihnya, Sin Liong juga banyak memberi pesan terakhir kepada Tek Hoat,
bahwa dia diakui sebagai murid juga oleh Sin Liong setelah menerima pelajaran Soan
Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut, dan bahkan memperoleh warisan penguatan
tenaga IM dalam mematangkan penguasaan ilmunya.
Karena itu, Tek Hoat diharapkan untuk tetap menjaga kegagahannya,
mempertahankan sikap kependekaran dalam petualangan dan dalam pergaulan di
dunia persilatan. Dan bahwa tugas dan tanggungjawab Tek Hoat akan sangat besar
dan berat pada waktu-waktu mendatang bersama dengan kawan-kawan
seangkatannya. Demikianlah, akhirnya Tek Hoatpun kemudian turun gunung dan dengan pesat
menuju ke Markas Kay Pang sebagaimana diminta dan diamanatkan oleh gurunya.
Kondisi gurunya yang diceritakan Kiang Sin Liong membuatnya bergegas menuju
markas Kay Pang dan tidak memperdulikan keadaan sekitarnya. Betapapun, dia bukan
hanya memandang Siang Han sebagai guru, tetapi selama belasan tahun sudah
menganggapnya sebagai kakek sendiri. Orang tua yang sangat mengasihinya,
mendidiknya penuh kasih dan memasrahkan masa depan kay Pang ketangannya
sebagai murid penutup yang dilatih dengan sangat serius.
Episode 18: Surat Dari Lembah Siau Yau Kok
"Haiiiit ?" plak, plak", sebuah seruan penuh semangat terdengar dari mulut
seorang anak dara. Dan setelah seruan tersebut, terdengar dua kali benturan yang
cukup dahsyat yang membuat ketiga orang tersebut, baik anak dara yang berseru
penuh semangat tadi, maupun kedua orang kakek-kakek yang bertempur dengannya
terdorong mundur. Tapi, bedanya, si anak dara tadi dengan cepat sudah berjumplitan
dengan sangat ringan di udara dan kembali sudah mengancam kedua kakek tua tadi
dengan telapak tangan yang nampak jumlahnya luar biasa banyaknya.
Padahal, pada saat itu, kedua kakek tadi masih sedang terdorong ke belakang,
terutama si kakek tinggi besar, masih nampak goyah, tetapi kembali sudah harus
menerima gempuran dahsyat dari telapak tangan si gadis yang sudah menerpa tiba.
Tetapi, yang luar biasa, telapak tangan yang laksana laksaan jumlahnya itu, dengan
tiba-tiba bisa bergeser sasarannya ke kakek yang satu lagi yang sudah lebih siap.
Nampak jelas kalau sasaran serangannya di alihkan pada saat-saat terakhir, dan toch
semua dilakukan demikian cepat, ringan seringan kapas dan sudah menyudutkan
kakek yang satu lagi meski gerakannya juga teramat ringan seringan bayangan.
Kembali terdengar benturan "plak", dan bayangan si kakek yang ringan tadi kembali
tergempur mundur, tapi untung segera ditolong oleh kakek yang satunya lagi. Begitu
terus menerus dan berulang-ulang. Sementara si gadis membagi-bagikan pukulan
telapak tangannya ke rah tiga kakek yang melawannya dengan ilmu dan gerakan yang
sejenis, si gadis seenaknya berkelabat kesana kemari nyaris tanpa bobot.
Beberapa lama kemudian, tiba-tiba kembali terjadi benturan, lebih keras dan lebih
hebat akibatnya, tetapi si gadis kembali dengan pesat dan teramat ringan sudah
kembali pada posisi menyerang dengan telapak tangan yang laksaan banyaknya
mengancam kedua kakek yang masih goyah posisinya. Semakin jelas lama kelamaan
kedua kakek tersebut nampaknya tidak bisa lagi mengimbangi, terutama kecepatan
bergerak si gadis yang memang teramat pesat bagi mereka.
Kecepatan dan keringanannya seperti tidak bertumpu bumi lagi, bahkan gerakangerakan
yang seperti dibatasi oleh gravitasi dalam meliuk-liuk, berputar, poksai dan
melenturkan tubuh, seperti bukan lagi manusia. Sudut-sudut gerakan seperti bisa
diatasi anak dara itu, dan hal itu membuatnya sanggup menyerang dari banyak sudut
dengan sangat cepat. Bahkan dari sudut yang nampaknya mustahil dan tidak
terpikirkan sanggup untuk dilakukan secara manusiawi.
Apalagi, karena tenaga saktinya juga tidak olah-olah kuatnya, yang bahkan sanggup
mengimbangi kedua kakek yang sedang bertempur dengannya dan bahkan mampu
mendesak mereka. Bahkan sesekali dia berani membentur sekaligus dua orang kakek
yang melawannya dan mampu mengimbangi mereka dalam benturan tersebut.
Keadaan yang cukup membayangkan betapa anak dara itu sungguh-sungguh memiliki
kemampuan dan kesaktian yang sudah sangat luar biasa.
Di samping tempat bertempur ketiga orang itu, nampak seorang kakek lain yang
bahkan lebih tua dibandingkan ketiga kakek yang sedang bertempur melawan si gadis.
Berkali-kali dia menarik nafas, kemudian mengangguk-angguk melihat pertempuran
tersebut yang luar biasa itu. Terutama karena dia menyaksikan betapa ilmu-ilmu yang
diturunkannya dimainkan dengan sangat indah dan mantap oleh keempat orang itu,
terutama si anak dara sakti itu. Dia sering menahan nafas ketika terjadi benturan dan
menjadi kagum melihat kepesatan gerak si anak gadis yang diakuinya sudah semakin
mendekati kemampuannya bergerak.
Pada akhirnya kemudian nampak terkembang senyuman yang membayang di
bibirnya. Orang tua ini, nampaknya sangat senang dengan apa yang tengah dan
sedang disaksikannya, melihat pergerakan yang begitu cepat dan ringan, melihat
kelabatan laksaan telapak tangan dan menyaksikan akibat-akibat yang membuatnya
tambah tersenyum dan senang. Tetapi tiba-tiba dia berseru:
"Kalian bertiga gunakan Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa
Mendorong Bayangan), Lan Ji gunakan Ban Hud Ciang pada jurus terakhirnya"
Terdengar orang tua itu berseru. Dan serentak dengan itu, nampak si anak dara yang
dipanggil Lan Jie, kembali menggerak-gerakkan kedua telapak tangannya, bahkan
kemudian duduk bersila dengan kedua tangan mendorong kekiri dan kenan. Dari
gerakan tangan yang diakhiri gaya mendorong ke kiri dan kekanan, dengan gaya yang
disebut "Selaksa Telapak Budha Membuka Pintu Angkasa Langit Utara dan Selatan",
dan dari gerakannya nampak berkilat cahaya bagaikan api yang saking tajamnya
berwarna biru sembilu yang sangat tajam.
Dan pada saat tersebut, kemudian tubuh yang bersila itu terlihat mencelat keangkasa.
Sementara di pihak lain, ketiga kakek lawannya, nampak juga bergerak pesat dan
cepat, dengan tubuh yang kemudian mengeluarkan gelombang angin dan badai,
bahkan selaput awan tipis nampak melindungi kedua tubuh mereka. Pada saat itulah
bayangan si gadis yang bersila datang menghantam dengan didahului kilatan cahaya
biru menusuk yang datang diiringi laksaan telapak tangan yang berhamburan kekiri
dan kekanan, dan kemudian memusat kearah kedua kakek yang tubuhnya diselubungi
awan tipis dan angin badai disekitar mereka.
"Blaaaaar, duaaaaar, syuiiiiit," Bunyi-bunyi benda-benda tajam, keras dan kecepatan
tinggi terdengar begitu memekakkan telinga. Dan tidak lama kemudian nampak
ketiganya sudah terpisah beberapa langkah dan dengan tubuh keempatnya nampak
agak kelelahan dan kepayahan.
Nampak jelas ketiganya telah mengerahkan tenaga di luar kebiasaan mereka, tetapi
juga nampaknya tenaga yang dikeluarkan masih terukur dan masih bisa dikendalikan.
Ketiganya nampak kemudian menarik nafas dan tenggelam sejenak dalam pemulihan
kekuatan dengan si anak gadis yang dengan cepat mampu melakukannya lebih
dahulu, kemudian disusul ketiga kakek itu yang juga cepat memulihkan dirinya untuk
selanjutnya duduk bersila dihadapan si orang tua yang tadinya menonton perkelahian
itu. Kakek yang kemudian memberi perintah terakhir yang mengakibatkan benturan
hebat di antara si anak gadis dengan ketiga kakek yang dihadapinya. Demikian,
berikut ketiga kakek lainnya setelah pulih kembali mendatangi si kakek renta tersebut
dan kemudian nampaknya terjadipercakapan serius antara kelima orang tersebut.
Para pembaca tentu sudah dengan cepat bisa menebak siapa gerangan ketiga orang
yang tadi melakukan pertempuran dengan di saksikan seorang kakek tua lainnya.
Benar, mereka adalah para tokoh puncak Bu Tong Pay, yakni Pek Sim Siansu Wie
Tiong Lan bersama keempat anak muridnya yang memang biasa berlatih bersama
selama lebih 10 tahun terakhir ini. Kakek yang agak besar bernama Kwee Siang Le
yang sudah berumur mendekati 70 tahunan, awalnya dia sudah menyepi di daerah Bu
Tong San. Tetapi diminta kembali bantuannya oleh gurunya untuk membayangi dan menjaga
Bu Tong Pay sambil mendidik adik perguruan mereka atau sumoy termuda mereka
Liang Mei Lan. Kakek yang kedua, adalah salah seorang murid terpandai Wie Tiong
Lan bernama Sian Eng Cu Tayhiap Tong Li Koan, murid ketiga yang juga sangat
terkenal di dunia persilatan. Sian Eng Cu Tayhiap, juga diminta Wie Tioang Lan
untuk sementara berjaga di Bu Tong Pay dan mendidik Liang Mei Lan, selain
mendidik anak murid Bu Tong Pay lainnya.
Dan orang ketiga, murid kedua dari Pek Sim Siansu adalah Jin Sim Tojin, seorang
murid atau satu-satunya murid Wie Tiong Lan yang menjadi Pendeta Bu Tong Pay.
Dan orang kelima, adalah murid terakhir, sumoy termuda dari ketiga murid Wie
Tiong Lan dengan usia yang terpaut jauh bernama Liang Mei Lan.
Kehadiran Liang Mei Lan yang begitu manja dan menggemaskan bagi Kakek Siang
Le dan Kakek Ton Li Koan dan bahkan Jin Sim Tojin, membuat mereka sangat
menyayangi anak gadis yang bertumbuh dan besar ditangan mereka. Meskipun
terhitung sumoy mereka, tetapi sebetulnya mereka mendidik dan membesarkan anak
gadis tersebut layaknya anak perempuan mereka. Atau bahkan cucu perempuan
mereka, dan justru karena itu, keduanya sangat memanjakan Liang Mei Lan.
Berbeda dengan Jin Sim Tojin Bouw Song Kun, murid kedua Wie Tiong Lan yang
menjadi Pendeta Bu Tong Pay yang agak bersikap tegas dan disiplin dengan anak ini.
Jin Sim Tojin inilah yang diberi kepercayaan suhunya untuk mendidik sastra dan ilmu
keagamaan kepada Liang Mei Lan, dan hanya kepada Jin Sim tojin inilah Liang Mei
Lan berlaku sangat sungkan. Selain karena memang Ji Suheng ini adalah orang
beribadat, juga karena memang Jin Sim Tojin sudah memperhitungkan harus
bagaimana dia mendidik sumoynya yang diharapkan mengharumkan nama Bu Tong
Pay. Itulah sebabnya hanya kepada Jin Sim Tojin inilah Mei Lan agak merasa
sungkan dan tidak sedekat Toa Suheng dan Sam Suhengnya yang mendidiknya seperti
anak atau cucu sendiri.
Karena bahkan Wie Tiong Lan sendiri, memang memperlakukan anak gadis ini sejak
kecilnya bagaikan mestika yang begitu disayanginya. Semua perhatiannya seperti
tercurah untuk mendidik anak ini untuk menjadi pendekar wanita pilihan, dan karena
itu dia sampai memanggil murid-muridnya untuk ikut mendidik anak ini. Sementara
Mei Lan pada lahirnya menyebut Suhu dan Suheng kepada ketiga orang tua ini, tetapi
rasa kasih, hormat dan sayangnya, bahkan melebihi kedua orang tuanya.
Karena dengan merekalah dia bertumbuh dan besar, serta bahkan dididik dan dilatih
hingga saat ini. Bahkan oleh gurunya jugalah nyawanya diselamatkan dan seperti
direnggutkan kembali dari maut di sungai yang sedang banjir banding. Karena sayang
itulah, maka disaat-saat tidak berlatih, Mei Lan sering bermanja-manja terutama
kepada Tong Li Koan yang nyaris sulit menolak permintaan anak perempuan yang
memang sudah dikasihinya sejak masih kecil itu. Bahkan semua rahasia ilmunya, juga
sudah menjadi pengetahuan bagi Mei Lan sejak masih dididik pada tahapan pertama
sebelum sejenak turun gunung.
Karena didikan kakek itu jugalah, maka ilmu ginkang Mei Lan terasah dan terpupuk
sangat baik. Kebanggaan kakek ini menjadi lengkap ketika dunia persilatan
menghadiahi Mei Lan dengan julukan Sian Eng Niocu atau Sian Eng Li (Nona
Bayangan Dewa), berbeda sedikit dengan julukannya Sian Eng Cu. Bahkan untuk
urusan ginkang saat ini sumoynya yang dianggap anak angkatnya sudah
melampauinya. "Lan Ji, nampaknya Ban Hud Ciang sudah kaukuasai dengan baik. Bahkan varian
yang kau tambahkan juga malah membuat Ban Hud Ciang jadi lebih sempurna.
Tanggung Kian Ti Hosiang sendiri bisa menjadi sangat terkejut dengannya"
"Semua karena bimbingan suhu semata" Mei Lan merendah
"Betapapun, Liong-i-Sinni, suhumu itu, juga sangat berjasa dengan membuka tabir
rahasia peningkatan kemampuan sinkangmu. Tanpa dia, mungkin lohu harus bekerja
keras selama 5 tahun untuk membentukmu seperti sekarang. Nampaknya ginkangmu
bahkan sudah melampaui suhengmu (Sian Eng Cu) dan nampaknya tidak terpaut jauh
dari suhumu Liong-i-Sinni. Bila ada yang perlu kau sempurnakan, adalah
memasukkan unsur-unsur Ban Hud Ciang untuk menyempurnakan Ban Sian Twi Eng
Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan). Sebab betapapun
ilmu itu menjadi pusaka andalan kita semua, ketiga suhengmupun sudah dalam tahap
penyempurnaan penguasaannya. Sementara Ilmu ginkang suhumu yang kedua,
rasanya sudah sangat baik kau kuasai"
"Siang Le dan Li Koan, penguasaan kalian atas Ban Sian Twi Eng Sin Ciang
(Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan) sudah sangat kuat. Mungkin
tidak kalian rasakan, tetapi dalam pengamatan lohu, kepandaian kalian sudah
meningkat sangat tajam dibandingkan 2-3 tahun sebelumnya. Sayang Song Kun lebih
memilih bertekun dalam Ilmu Keagamaannya, tetapi itupun memang sangat penting.
Nampaknya kalian berduapun sudah siap untuk menghadapi rumitnya masalah rimba
persilatan dewasa ini. Sementara biarlah Song Kun yang mengurusi kuil membantu
Ciangbuncjin, juga lohu akan lebih banyak membayangi kuil ini sampai waktunya
tiba. Li Koan, bagaimana keadaan dunia persilatan yang terakhir ini?" Wie Tiong Lan
memuji penguasaan dan peningkatan ilmu kedua muridnya, suheng Mei Lan, dan
kemudian bertanya kondisi dunia persilatan yang terakhir. Karena biarpun mendidik
murid-muridnya untuk terakhir kali, kakek ini tidak jarang bercakap-cakap dengan
murid2nya untuk mengetahui perkembangan terakhir dunia persilatan.
"Suhu, sejak awal tahun, para perusuh sudah kembali menampakkan taring
kejamnya. Sebagaimana dugaan suhu sebelumnya, mereka memang mundur


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selangkah mempersiapkan langkah maju lainnya. Setidaknya, 5 pendekar pedang dari
Perguruan Pedang Utama sudah ikut terbantai dan nampaknya dilakukan dengan
sejenis Ilmu Pedang Cepat. Selebihnya bahkan Tiam Jong Pay juga sudah diserbu dan
mengalami nasib yang sama dengan Go Bie Pay. Sungguh membuat banyak orang
murka" Desis Li Koan.
"Hm, memang sudah kuduga, mereka hanya akan menarik diri sementara akibat
amukan anak-anak muda 3 tahun berselang. Dan nampaknya, mereka kembali
mengganas, tentu dengan perhitungan yang lebih matang" Gumam Wie Tiong Lan
prihatin mengikuti keadaan terakhir.
"Benar suhu, bahkan jejak pembunuh anak murid Kay Pang di Kang lam,
menunjukkan bahwa Cui Beng Pat Ciang, ciri khas Ilmu Maha Durjana Hek-i-Mo
Ong sudah muncul kembali" Tambah Li Koan.
"Hm, dan bila Hek-i-Mo Ong muncul, bisa dipastikan Koai Tung Sin Kay juga akan
muncul. Dan bila keduanya muncul, berarti Bouw Lek Couwsu dan Bouw Lim
Couwsu juga akan muncul. Sungguh runyam, sungguh runyam" Wie Tiong Lan
mendesah sambil mengenal masa lalu pertemuan dan perjumpaannya dengan tokohtokoh
berat itu. "Suhu, apa maksudmu sebenarnya?" Apakah memang orang-orang itu sebegitu
menyeramkannya?" Mei Lan bertanya dengan rasa penasaran yang dalam melihat
gurunya seperti memberatkan dan khawatir dengan kehadiran tokoh-tokoh yang
disebutkannya terakhir.
"Jika Mo Ong dan Sin Kay, kedua maha iblis ini muncul, memang sungguh runyam.
Sebagai perbandingan saja, sute Hek-i-Mo Ong, Thian te Tok Ong, mampu
bertanding hampir setanding dengan suhengmu Li Koan. Sedangkan Mo Ong dan Sin
Kay, baru bisa ditaklukkan dan diikat perjanjian tidak turun gunung selama lebih 40
tahun, setelah bertarung melawan Kiong Siang Han dan Kiang Sin Liong sampai
melewati ribuan jurus. Hal yang sama, juga terjadi ketika Bouw Lek Couwsu
bertarung dengan Kian Ti Hosiang dan Bouw Lim Hwesio bertarung dengan gurumu.
Mereka, terpaut tidak terlalu jauh dari kami berempat, dan usia mereka sekarang
paling ada sekitar 80an tahun" Jelas Wie Tiong Lan, sementara Li Koan nampak
mengangguk-angguk karena dia pernah mendengar cerita ini dan memang pernah
bertempur dengan Thian te Tok Ong.
"Suhu, meskipun begitu, tapi tecu tidak takut menghadapi mereka" Mei Lan berkata
dengan semangat. Betapapun dara mudanya mendengar adanya lawan tangguh
sungguh membangkitkan rasa ingin bertanding.
"Dengan bekal kalian saat ini, rasanya memang sudah memadai menandingi mereka.
Tetapi, pengalaman dan kematangan mereka dalam bertempur, jauh melampauimu
muridku" Berkata Wie Tiong Lan kepada Mei Lan.
"Bekal Ilmu Silat Suhengmu Li Koan sekarang ini, kira-kira setanding dengan Bouw
Lek Couwsu ketika bertanding dengan Kian Ti Hosiang lebih 40 tahun silam. Dan
bisa kau bayangkan bila 40 tahun terakhir ini merekapun tekun menempa dirinya dan
itu sudah pasti. Karena bila mereka tampil kembali, bisa kupastikan yang pertama
mereka cari adalah kami berempat untukmenuntaskan rasa penasaran mereka pada
masa lalu. Karena itu, sebelum sebulan kedepan engkau turun gunung, maka harus
kau latih dan sempurnakan Ban Hud Ciang dengan varian Sin Kang Liang Gie dan
ilmu pusaka gurumu Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa
Mendorong Bayangan). Sebelum lohu yakin benar, engkau tetap tidak boleh turun
gunung, karena untuk saat ini, baru ginkangmu yang tidak meragukan lohu" tambah
Wie Tiong Land an menekankan kalimat akhirnya dengan tegas.
"Baik suhu, tecu akan terus giat berlatih" Sahut Mei Lan tidak kalah bersemangatnya.
"Konsentrasikan untuk melebur Ban Hud Ciang dan "Yang Kang" dengan "Im
Kang" dengan menggunakan hawa Liang Gie. Dan temukan bagaimana cara
menyempurnakan lebih jauh kedua ilmu itu" Pesan tambahan Wie Tiong Lan kepada
Mei Lan. "Li Koan dan Siang Le, kalian berdua memang sudah meningkat tajam. Tetapi,
selama beberapa bulan ini, kalianpun perlu bersusah payah untuk lebih meningkatkan
Ilmu, terutama penyempurnaan Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa
Dewa Mendorong Bayangan), karena dengan Ilmu itu kalian boleh tidak terlampau
khawatir dengan Ilmu hitam dan bisa menahan lama Cui Beng Pat Ciang"
"Baik suhu" berbareng Li Koan dan Siang Le menyahut.
"Sementara engkau, Song Kun, sebaiknya mengikuti dengan cermat perkembangan
di kuil Bu Tong Pay kita"
"Baik guru", Jin Sin menjawab singkat.
"Bagaimana dengan kabar adanya kunjungan para pendekar ke Bu Tong San" Tanya
Wie Tiong Lan "Ciangbunjin Sutit sudah menjanjikan untuk ikut turun tangan membantu. Bahkan,
kabarnya ada seorang tokoh misterius, berkedok dan selalu turun tangan melawan
kelompok perusuh. Tokoh itu kabarnya lihay bukan main, dan nampaknya mahir
menggunakan Giok Ceng Sinkang. Tecu menduga Kiang Cun Le, tapi entahlah, sebab
Kiang Hong sudah lama menghilang dengan Ci Siong Sutit" Jelas Jin Sim Tojin.
"Hm, jika demikian nampaknya kau harus membantu manusia berkedok itu li Koan.
Biarlah kau menyempurnakan Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa
Dewa Mendorong Bayangan) selama sebulan ini bersama lohu, dan sesudahnya
engkau ikut turun gunung bersama Mei Lan. Biarlah Siang Le yang membantu Song
Kun dan anak murid Bu Tong Pay untuk menjaga Gunung kita"
Demikianlah selama sebulan penuh, Mei Lan kembali menggembleng dirinya sesuai
dengan ciri khas perguruannya dan berusaha keras memadukannya dengan Ban Hud
Ciang. Dan kemudian diapun berusaha keras untuk memadukan kekuatan dan
kehebatan ban Hud Ciang kedalam Ilmu Pusakanya Ban Sian Twi Eng Sin Ciang
(Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan). Wie Tiong Lan hanya sesekali
mengawasi dan secara dekat dan saksama memperhatikan latihan Liang Mei Lan.
Sebab tidak mungkin dia berani mencuri tahu rahasia Ban Hud Ciang Siauw Lim Sie,
karena hormatnya kepada Kian Ti Hosiang yang dia tahu juga tidak akan mengintip
ilmu yang dititipkannya kepada Pendekar kembar dari Siauw Lim Sie itu. Tetapi,
betapapun dia merasa sangat tertarik, karena kecerdikan Mei Lan dalam menyelipkan
unsur kecepatan dan kelemasan kedalam Ilmu berbasis "Yang" Siauw Lim Sie
bernama Ban Hud Ciang. Dan efeknya, sungguh sangat mengganggu konsentrasi mata
dan konsentrasi indra perasa lainnya. Dan selama sebulan, dia menyaksikan betapa
pesatnya kemajuan Mei Lan yang dengan ketekunannya yang luar biasa dalam
penyempurnaan kedua ilmu tersebut.
Selain itu, Wie Tiong Lan juga membantu kedua muridnya yang lain dan malah lebih
sering ketimbang menggodok Mei Lan selama sebulan terakhir, terutama membantu
Li Koan yang akan diutusnya turun gunung sebulan kedepan. Dia bahkan ikut
membantu penyaluran tenaga dan memperkuat Sinkang, pengerahan kekuatan batin
kedalam ilmu pamungkas mereka serta mengamati semua pergerakan dan perubahan
pergerakan ketika ilmu itu dimainkan. Keseriusan guru besar Bu Tong Pay ini
menunjukkan hasil yang luar biasa, terutama karena begitu pesatnya kemajuan Li
Koan dalam penguasaan ilmu terakhir yang diciptakannya.
Hal ini sangat menggirangkannya, karena dengan kemajuan ini berarti dia merasa
sudah cukup siap dan cukup percaya untuk melepas muridnya ini membantu dunia
persilatan Tionggoan yang sedang gonjang-ganjing. Setidaknya dia berharap
kehadiran Mei Lan dan Li Koan yang akan membawa symbol perlawanan Bu Tong
Pay terhadap kerusuhan yang sedang melanda. Sementara Siang Le dan Song Kun
akan menjaga kuil Bu Tong Pay, sementara dirinya sendiri akan memulai perjalanan
menutup dirinya setelah tugas-tugasnya selesai.
Tapi, Wie Tiong Lan belum sempat mengutus baik Mei Lan maupun Tong Li Koan
turun gunung ketika Ciangbunjin Bu Tong Pay dan Jin Sim Tojin meminta kesediaan
Tong Li Koan untuk menemuinya suatu siang. Pesannya singkat, bahwa ada urusan
penting di Kuil Bu Tong Pay dan minta kesediaan Sian Eng Cu Tayhiap untuk
membantu penyelesaiannya. Karena bahkan Ciangbunjin Bu Tong Pay tidak tahu
bahwa di gunungnya juga sudah ada Wie Tiong Lan, maka yang diundang hanyalah
Tong Li Koan. Sementara Kwee Siang Le, sejak dulu tidak terlalu suka dilibatkan dalam urusan
menyangkut tata karma. Tetapi, untuk membela Bu Tong Pay, dia rela menyerahkan
jiwa raganya, dan itu jugalah sebabnya Wie Tiong Lan selalu meminta muridnya ini
berada di Bu Tong San belakangan ini. Karena itu, maka Li Koan kemudian meminta
diri kepada suhunya untuk memenuhi undangan dan panggilan Ciangbunjin Bu Tong
Pay guna merundingkan apa gerangan yang dimaksudkan sangat penting itu. Dengan
bertanya-tanya dalam hati, Li Koan kemudian mendatangi Kuil bu Tong Pay.
Ketika memasuki ruangan utama di kuil Bu Tong Pay pusat, Tong Li Koan melihat
ternyata ada beberapa orang yang menghadap Ciangbunjin Ci Hong Tojin dan
nampaknya tamu-tamu dari jauh. Sesuai tata krama, Tong Li Koan memberi hormat
kepada Ciangbunjin:
"Hormat kepada Ciangbunjin, adakah sesuatu yang sangat penting yang membuatku
diundang datang oleh Ciangbunjin?" Tong Li Koan menghormat sambil bertanya.
"Sebelumnya, perkenalkan saudara-saudara ini berasal dari Siauw Yau Kok (Lembah
bebas Merdeka), diutus langsung oleh Bhe Thoa Kun, Pemimpin Benteng Keluarga
Bhe di lembah itu. Dan inilah murid ketiga dari Sucouw kami, Sian Eng Cu Tayhiap"
Ciangbunjin Bu Tong Pay saling memperkenalkan semuanya. Nampak Tong Li Koan
tercengang, karena untuk waktu yang lama dia tidak mendengar apapun mengenai
lembah itu, dan dia tahu betul bahwa gurunya memiliki hubungan khusus dengan
Lembah Bebas Merdeka yang jarang bergaul di dunia persilatan itu. Karena itu dia
berkata: "Saudara-saudara, apakah kabar saudara Bhe Thoa Kun baik-baik saja?" Terdengar
seperti basa-basi, tetapi sebenarnya maksudnya memang dalam. Karena Tong Li Koan
jelas kaget dengan kunjungan yang begitu mendadak dan bahkan sudah lama tidak
saling berhubungan. Ada apakah tiba-tiba mereka mengunjungi Bu Tong Pay"
"Pemimpin Bhe baik-baik saja Tayhiap, tetapi beliau orang tua meminta kami
menyampaikan sesuatu kepada Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan Loncianpwe" Berkata
salah seorang dari ketiga utusan yang nampak bertindak sebagai pemimpin kawankawannya.
Terdengar kemudian Ciangbunjin Bu Tong Pay menyela, meski tetap dengan penuh
kesabaran: "Pinto sudah jelaskan kepada saudara-saudara ini Supek, bahwa Sucouw sudah lama
tidak berdiam di gunung ini. Dan yang paling mungkin ditemui adalah muridmuridnya,
yakni Jin Sim Tojin yang juga hadir mendampingi Ciangbunjin Bu Tong
Pay dan Sian Eng Cu supek ini. Karena kebetulan para supek memang berada di
lingkunganBu Tong San ini"
"Hm, benar saudara-saudara. Seadainya ada sesuatu yang penting bagi suhu,
mungkin bisa disampaikan kepada lohu. Mudah-mudahan lohu bisa
menyampaikannya kepada suhu suatu saat nanti" Berkata Li Koan.
"Tapi keadaannya sangat mendesak Tayhiap" si pemimpin mendesak.
"Maksud saudara?" Li Koan bertanya penasaran.
"Pemimpin Bhe ingin mohon pertolongan Pek Sim Siansu, karena ada ancaman
dalam sebulan untuk diserbu oleh Thian Liong Pang yang sedang mengganas. Dan
Pemimpin Bhe hanya menitipkan sehelai surat ini saja, dan berkata bahwa mudahmudahan
Pek Sim Siansu berkenan membantu" Berkata si Pemimpin sambil
memperlihatkan surat dalam amplop yang berasal dari Bhe Thoa Kun untuk
disampaikan kepada guru mereka.
Tong Li Koan, Jin Sim Tojin dan bahkan Ci Hong Ciangbunjin terkejut ketika
mendengar bahwa maksud kedatangan orang ternyata mohon bantuan kepada Pek Sim
Siansu. Lebih kaget lagi, karena yang mengancam untuk menyerang adalah Thian
Liong Pang yang sedang menjadi momok menakutkan bagi banyak perguruan akhirakhir
ini. Tapi, Tong Li Koan cepat menyadari dirinya, dan paham betul bahwa
gurunya memang tidak akan mampu menolak permintaan bantuan ini.
Pengetahuannya akan keadaan dan cerita pribadi guru mereka, yang paling paham
adalah Tong Li Koan. Karena bahkan Jin Sim Tojin dan Kwee Siang Le kurang
begitu mengetahui cerita itu. Justru karena itu, maka Tong Li Koan berkata:
"Saudara, biarlah lohu akan menghantarkan surat itu kepada suhu. Tapi, bisa lohu
pastikan bahwa jika bukan suhu, pastilah akan ada utusan suhu yang akan membantu
Pemimpin Bhe"
"Benar, pinceng juga berani menjamin bahwa suhu pasti akan membantu, meski
mungkin akan mengirim murid atau utusannya" tambah Jin Sim Tojin menjamin dan
menguatkan. "Baiklah Tayhiap dan losuhu, biarlah surat ini kami serahkan kepada murid Pek Sim
Siansu dan kami menunggu di Lembah" Si pemimpin kemudian menyerahkan surat
itu. Awalnya Tong Li Kuan meminta Jin Sim Tojin dengan berkata:
"Suheng, sebaiknya engkaulah yang menerima surat buat suhu tersebut"
"Ach sute, bukankah kesempatan dan bahkan tenagamu lebih dibutuhkan Pemimpin
Bhe. Biarlah engkau yang menerima surat itu dan berusaha menemukan Suhu" tolak
Jin Sim Tojin. Keduanya bercakap seolah-olah tidak mengetahui dimana guru mereka
berada. Dan memang seperti itu yang disampaikan guru mereka kepada muridmuridnya.
"Baiklah suheng" Akhirnya Tong Li Koan yang menyambut surat itu dan kemudian
berkata: "Biarlah dalam waktu dekat utusan Pek Sim Siansu Suhu sudah akan dalam
perjalanan menuju Lembah Bebas Merdeka. Sampaikan salam suhu dan lohu serta
murid-murid suhu lainnya kepada Pemimpin Bhe".
Demikianlah siang itu juga, utusan dari Pemimpin Bhe berpamitan kepada
Ciangbunjin Bu Tong Pay dan kedua murid Pek Sim Siansu untuk segera kembali ke
lembah. Dan pada saat itu juga, Tong Li Koan menyampaikan kepada Ciangbunjin
bahwa dia akan turun gunung untuk membantu Pemimpin Bhe dan sekaligus akan
ikut melawan perusuh Thian Liong Pang.
Suatu hal yang sebenarnya berat bagi Ciangbunjin, tetapi sekaligus menyenangkan
hatinya, sebab dia pikir setelah orang dari Lembah Pualam Hijau turun tangan,
seharusnya ada tokoh kuat dari Bu Tong Pay yang juga ikut terlibat. Dan, harus dia
akui bahwa Tong Li Koan adalah yang paling tepat, hanya dia agak segan meminta
sesepuh partainya untuk melakukan tugas itu. Awalnya, dia ingin meminta tolong Jin
Sim Tojin merembukkannya, tetapi justru permohonan Pemimpin Bhe malah
mempermudah rencananya. Dengan cara demikian, maka janjinya bahwa Bu Tong
Pay akan ikut memadamkan kerusuhan dunia persilatan kepada para tokoh rimba
persilatan yang mendatanginya beberapa waktu sebelumnya sudah bisa dipenuhi.
Dan siang itu, Tong Li Koan kemudian bersama Jin Sim Tojin, Kwee Siang Le dan
Liang Mei Lan menghadap Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan di kamar atau gua rahasia
pertapaan Pek Sim Siansu. Karena sampai saat ini, memang hanya 4 murid Pek Sim
Siansu ini sajalah yang tahu bahwa suhu mereka bertapa dan menyepi justru di
belakang gunung Bu Tong San yang dikeramatkan dan tidak boleh didatangi anak
murid Bu Tong Pay dengan sembarangan. Lagi pula, anak murid mana yang berani
dan bisa menyusup tanpa ketahuan 5 tokoh sakti Bu Tong Pay ini"
Tong Li Koan dengan dibantu oleh Jin Sim Tojin kemudian menyampaikan berita
permohonan bantuan pemimpin Bhe kepada guru mereka. Berita yang kemudian
disikapi dengan wajah berkerut dan prihatin. Dari semua muridnya, nampak yang
mengetahui latar belakang dan hubungan guru mereka dengan lembah itu, hanyalah
Tong Li Koan. Hubungan yang jarang ada orang di dunia persilatan yang tahu bahwa
Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan punya hubungan kekerabatan dengan Benteng
Keluarga Bhe di Lembah Siau Yau Kok.
Hubungan yang memang tidak tersebar di dunia persilatan, dan hanya diketahui oleh
Keluarga Bhe dan Wie Tiong Lan seorang. Hubungan yang juga untuk suatu saat
terpaksa dibukanya kepada muridnya, Tong Li Koan ketika ada sesuatu yang
mendesak untuk diselesaikan di lembah itu beberapa puluh tahun berselang. Sekilas,
bentuk dan memori hubungan tersebut melintas lagi dalam kenangan Wie Tiong Lan,
tetapi tidak lama dan sama sekali tidak begitu merisaukannya lagi. Toch ujung usia
kehidupannya sudah membayang di depan mata, mengapa masih harus terguncang
oleh kejadian masa lalu"
"Suhu, para utusan Pemimpin Bhe tiba-tiba datang dan mohon bantuan suhu untuk
mereka. Bahkan mereka membawa sebuah surat untuk disampaikan kepada suhu" Li
Koan melaporkan sambil kemudian menyerahkan sepucuk surat kepada Wie Tiong
Lan. Meskipun sempat berkerut wajahnya, tetapi Wie Tiong Lan sendiri nampak tidak
begitu kaget, sepertinya orang tua ini telah memiliki firasat bahwa memang hal itu
akan terjadi. "Hm, hal itu sudah lohu duga. Dan untuk urusan itu, rasanya Mei Lan sudah siap
untuk turun gunung. Tugasmu yang pertama Lan Ji, adalah membantu Benteng
Keluarga Bhe atas nama gurumu. Sebelum engkau turun gunung 3 hari kedepan,
biarlah gurumu ini melihat perkembanganmu yang terakhir" Berkata Wie Tiong Lan.
"Suhu, Tecu siap menjalankan perintah dan membantu Keluarga Bhe atas nama Suhu
sendiri" berkata Mei Lan.
"Aku tahu Lan Ji, tetapi betapapun sebagai gurumu aku perlu melihat
perkembanganmu yang terakhir"
Sementara itu, ketiga kakek yang lain, memandang Mei Lan dengan terharu. Tak
terasa, mereka akan kembali kehilangan rengekan manja si anak gadis yang kini
bahkan kepandaiannya sudah melampaui mereka. Tetapi kemanjaannya masih tidak
berkurang kepada suheng-suhengnya itu, kecuali terhadap Jin Sim Tojin yang
memang berpegangan asas agama.
Sementara Sian Eng Cu, nampak seperti kembali akan kehilangan anak atau cucu
kesayangannya, setelah lebih dari 10 tahun membimbing dan mendidik anak itu
dengan penuh kasih sayang. Bahkan kembali mendidik dan berlatih bersama selama 2
tahun terakhir untuk menyempurnakan kepandaian masing-masing. Dan untuk tugas
guru mereka, para murid ini akan kembali berpisah.
"Siang Le dan Jin Sim, lohu masih akan membuka pintu untuk kalian
menyempurnakan kepandaian hingga 6 bulan kedepan. Setelah itu, lohu akan
menutup diri, kecuali untuk urusan yang terlampau berat. Biarlah Siang Le yang
menemaniku disini dan membereskan banyak hal atas namaku setelah lohu menutup


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri" Berkata Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan kepada murid-muridnya
memberitahukan batas waktu yang dimilikinya.
"Baik suhu" berbareng Siang Le dan Jin Sim Tojin.
"Baiklah, Lan Ji sebaiknya engkau mulai berkemas-kemas, karena malam hingga
sebelum keberangkatanmu kita akan bersama-sama melihat apa yang kamu capai pada
saat "saat terakhir pertemuan kita sebagai guru dan murid" Berkata Pek Sim Siansu
"Baik suhu" dan setelah itu Mei Lan memberi hormat kepada gurunya dan ketiga
suhengnya untuk kemudian mengundurkan diri.
"Jin Sim, urusan kita sudah selesai. Kembalilah ke Kuil, tetapi saat tertentu sebaiknya
engkaupun meningkatkan kemampuanmu, setidkanya sampai lohu memutuskan
menutup diri untuk selamanya"
"Siancai, baik suhu, terima kasih atas perhatianmu orang tua" Jin Sim Tojin
kemudian juga menyembah dan pamit kembali ke kuil.
"Siang Le, tinggalkan lohu bersama Li Koan, karena diapun harus segera turun
gunung mengawasi sumoy kalian" Berkata Pek Sim Siansu setelah tinggal bertiga
dengan Tong Li Koan dan Kwee Siang Le.
"Baik suhu" kemudian Siang Le juga keluar hingga dalam kamar Samadhi Pek Sim
Sian Su tinggal berdua dirinya dengan muridnya Sian Eng Cu Tayhiap Tong Li Koan.
Waktu itu nampak kemudian Wie Tiong Lan memanfaatkan waktu untuk membaca
surat yang dikirimkan kepadanya dari Pemimpin Bhe di Siau Yauw Kok. Dan tidak
berapa lama kemudian, nampak dia menarik nafas panjang dan kemudian seperti
memutuskan sesuatu dan baru kemudian berpaling ke arah Li Koan dan berkata:
"Li Koan, dari semua muridku, engkau yang paling mengenalku. Bahkan engkau
pula mengenal pengirim surat ini, dan mengenal serta mengetahui hubungan gurumu
dengan Lembah itu"
"Maksud suhu?"
"Pengirim surat ini bukanlah Bhe Thoa Kun, tetapi Wie Hong Lan, cucu adikku Wie
Tiong Kun"
"Masa bisa begitu suhu?"
"Nampaknya kekerasan hati Bhe Thoa Kun masih belum berubah. Meksipun dia
merasa khawatir dengan serangan Thian Liong Pang, tetapi dia bertekad
menghadapinya sendiri. Tetapi tenti tidak demikian dengan Wie Hong Lan cucuku
itu" "Tecu paham suhu. Pantaslah dari ketiga utusan itu, yang bicara hanya seorang dan
nampaknya memang bukan membawa diri sebagai utusan Keluarga Bhe, tapi diutus
Hong Lan Sumoy" berkata Li Koan.
"Hong Lan, cucuku itu, memang meminta pertolonganku. Dia memintaku untuk
dengan cara halus mengunjunginya saat ini, sekaligus seakan-akan secara tak sengaja
membantu keluarga Bhe. Tetapi, ada yang lebih penting dari soal itu bagi Hong Lan"
berkata Wie Tiong Lan terputus
"Apa maksudnya suhu?" bertanya Li Koan
"Ketika Bhe Thoa Kun melamar Hong Lan lebih 20 tahun silam, lohu meminta
sebuah syarat untuk dipenuhi Bhe Thoa Kun. Yakni, apabila anak mereka yang lelaki
lebih dari seorang, maka yang bungsu akan memakai She Wie, melanjutkan keturunan
Wie yang terputus ditanganku dan Hong Lan. Dan Bhe Thoa Kun yang terpaut
usianya 20 tahunan dengan Hong Lan menyetujuinya. Sekarang, mereka punya 4
orang anak, 3 yang termuda adalah laki-laki, dan anak yang bungsu diberi she Wie
dengan nama Wie Liong Kun.
Anak itu sudah berusia hampir 5 tahun, dan Hong Lan ingin menyerahkannya
kepadaku untuk dididik. Bahkan Bhe Thoa Kun juga sudah menyetujuinya"
"Tecu mengerti suhu. Apakah suhu mengehendaki Tecu untuk menjemput sute
termuda tecu ke Lembah Siau Yauw Kok?" bertanya Li Koan terharu. Karena,
memang sejak muda dia yang paling dekat dengan suhunya, mengenal banyak
kepahitan masa lalu suhunya dan petualangan suhunya di dunia persilatan. Tidak
heran banyak hal pribadi dari Wie Tiong Lan diketahui oleh Li Koan.
Lebih dari itu, Li Koan memang dipungut murid oleh Wie Tiong Lan sejak berusia
muda, masih kanak-kanak dan diselamatkan dari daerah yang menjadi medan
pertempuran di utara sungai Yang ce. Karenanya, Li Koan sudah menganggap
gurunya ini sebagai pengganti orang tuanya. Dan, gurunya ini, memang juga
memperlakukannya sebagai anak, mendidiknya sejak masa kanak-kanak dan
membuatnya menjadi orang terkenal dan mempunyai nama besar dalam dunia
persilatan. "Li Koan, kali ini lohu ingin menugaskanmu untuk melakukan beberapa hal
sekaligus" Berkata Wie Tiong Lan sambil menatap tajam muridnya.
"Tecu mendengarkan suhu"
Sambil menarik nafas berat, Wie Tiong Lan melanjutkan:
"Pertama, engkau membayangi sumoymu Mei Lan dalam perjalanannya kali ini ke
Benteng Keluarga Bhe. Kepandaiannya memang sudah sangat dahsyat, bahkan sudah
melampauimu. Tetapi sebagaimana engkau tahu dan kita tahu besama,
pengalamannya masih terlampau cetek. Akupun tahu, engkau mengasihinya bagaikan
nakmu sendiri, karena itu tugas ini paling tepat dilakukan olehmu"
"Ach, suhu bisa melihatnya. Benar suhu, rasanya karena sejak kecil memomong dan
mendidik anak itu, sulit sekali terpisah begitu lama dengannya" Jawab Li Koan
terharu. Dan gurunya memandanginya dengan penuh pengertian. Karena gurunya juga
mengerti dan tahu kepahitan seperti apa yang pernah dialami muridnya ini, murid
yang memiliki kesamaan masa lalu yang menyedihkan.
"Kemudian tugasmu yang kedua adalah menyelamatkan dan membantu Keluarga
Bhe secara tidak sengaja, tinggal bagaimana engkau mengaturnya dengan
membayangi sumoymu yang akan kutugaskan menengok cucuku itu. Dan kemudian
mengambil dan membawa Wie Liong Kun kemari. Lohu masih ingin mendidiknya
meski tidak akan lebih dari 5 tahun belaka, batas usiaku yang sudah bisa kurasakan.
Dan setelah 5 tahun, kupercayakan cucuku kepadamu untuk mendidik dan
membesarkannya. Engkau sudah cukup tahu apa yang akan kau kerjakan dalam hal
ini" "Baik suhu, pesanmu orang tua tentu tidakkan kusia-siakan" jawab Li Koan.
"Dan yang terakhir, dalam pengembaraanmu, engkau melakukan serangan dan
penyelidikan secara rahasia terhadap Thian Liong Pang, sambil membantu Mei Lan.
Lohu ingin, ada anak murid Bu Tong Pay yang diketahui umum membantu kesulitan
kawan-kawan pendekar Tionggoan. Soal caranya, dengan kemampuan ginkangmu,
malah bisa lebih bertindak rahasia dibandingkan si kerudung hitam misterius dari
Lembah Pualam Hijau"
"Baik suhu, tecu akan lakukan"
"Nah, selama 3 hari ini, engkau menempa dirimu sebaik2nya. Lohu akan
mendampingi sumoymu untuk terakhir kalinya. Setelah 3 hari sumoymu berangkat, 3
hari kemudian engkau menyusulnya. Dan 3 hari itu, akan lohu gunakan untuk
menyempurnakanmu untuk yang terakhir kalinya. Biarlah waktu yang terakhir kelak
lohu gunakan untuk kedua suhengmu dan calon muridmu nanti" Berkata lagi Wie
Tiong Lan. Li Koan sadar gurunya ingin segera menyendiri. Karena itu dia segera menyembah
dan berkata: "Baik suhu, perkenankan tecu mengundurkan diri. Semua tugas suhu akan tecu
lakukan sebaik-baiknya, biarlah 3 hari ini tecu juga menutup diri buat menggembleng
diri sebelum kembali ke dunia persilatan, dan 3 hari kemudian menemui suhu
kembali" ==================
Dan 3 hari kemudian, nampak bersimpuh dihadapan Wie Tiong Lan murid
bungsunya Liang Mei Lan yang sudah bersiap melakukan perjalanan. Nampak orang
tua renta itu mengulurkan tangannya mengusap dan membelai penuh kasih sayang
kepala anak gadis itu yang tertunduk takjim. Setelah beberapa lama, kemudian Wie
Tiong Lan berujar:
"Lan Jie, waktumu untuk berangkat segera tiba. Tidak ada lagi yang bisa lohu
tambahkan sebagai bekal bagimu. Pelajaran keagamaan dari suhengmu, menurutnya
juga sudah lebih dari memadai. Sementara masalah Ilmu Silat, engkau kini menjadi
ahli yang paling lihay di kalangan Bu Tong Pay. Jikapun masih dibawahku, bukan
berarti engkau tidak akan melampaui gurumu. Hanya masalah waktu dan pengalaman
yang engkau butuhkan. Engkau bahkan sudah jauh meninggalkan ketiga suhengmu.
Maka suhumu berpesan agar engkau tidak mempermalukan nama baik suhumu dan
Bu Tong Pay. Tegakkan kebenaran, berlaku adil, jangan sembarang membunuh dan
temukan kembali Pedang Bunga Seruni sebagai tanda baktimu buat suhumu"
"Suhu, semua pesanmu orang tua pasti akan tecu taati. Bahkan mencari bunga seruni,
jikapun butuh waktu 100 tahun akan tecu lalui untuk menemukannya kembali. Tapi,
kapankah tecu mendapatkan kesempatan menemui suhu kembali?"
Nampak Wie Tiong Lan tersenyum, penuh pengertian dengan pertanyaan terakhir
Mei Lan. Dan dengan lembut dia kembali membelai sayang kepala Mei Lan sambil
berujar: "Lan Jie, pertemuan kita hari ini, adalah pertemuan yang terakhir. Setelah
keberangkatan suhengmu kelak, lohu akan menutup pintu Samadhi, dengan hanya
akan melayani kedua suhengmu yang lain selama 6 bulan. Dan selebihnya usia
suhumu, akan digunakan untuk cucu buyutku yang akan kalian jemput di Siauw Yau
Kok. Jangan lagi memikirkan diri lohu, konsentrasikan untuk mengatasi badai dunia
persilatan ini. Batas usia lohu sudah jelas, tidak akan melampaui 5 tahun kedepan,
sedikit lebih panjang dibandingkan Kian Ti Hosiang dan Kiong Siang Han yang
batasnya sudah dalam waktu dekat ini" Bergumam Wie Tiong Lan.
"Suhu, apakah dengan demikian Lan Ji tidak akan bisa mengunjungi dan menemui
suhu lagi ntuk selanjutnya?" Mei Lan bertanya terperanjat begitu menyadari bahwa
suhunya sudah akan menutup diri.
"Lan Jie, engkau sudah dewasa dan punya tanggungjawab besar. Kerjakan semua
dengan baik, itulah baktimu buat gurumu. Sewaktu-waktu dalam batas waktu 5 tahun,
engkau boleh menengok lohu, tetapi tidak lagi untuk membicarakan urusan dunia
persilatan. Suhumu akan beristirahat mempersiapkan menunggu hari-hari terakhir itu
datang. Nach, sekarang, engkau boleh berangkat" berkata Wie Tiong Lan.
"Baiklah suhu" Mei Lan sujud menyembah, agak lama bahkan kemudian terdengar
isaknya tertahan saking terharunya untuk kembali terpisah dengan kakek tua yang
sangat disayanginya itu. Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan tampak membiarkan
muridnya melepas rasa harunya beberapa saat, karena diapun agak tergetar
perasaannya melihat anak yang dididik keras lebih 10 tahun akan ditugaskannya
memasuki dunia Kang ouw yang sedang rusuh. Tetapi perasaan terguncangnya tidak
akan berlangsung lama, tetelah beberapa saat, kemudian Wie Tiong Lan bergumam
lembut: "Lan Jie kuasai dirimu dan lakukan yang menjadi kewajibanmu, lakukan atas nama
kemanusiaan dan atas kewajibanmu bagi dunia Persilatan dan Bu Tong Pay kita"
"Baik suhu, Lan Jie tidak akan mengecewakanmu orang tua, Lan Jie mohon diri" Mei
Lan nampak kemudian mengeraskan hatinya, kemudian mencium tangan gurunya dan
dengan isak tertahan berkelabat keluar sambil dipandangi penuh haru oleh gurunya
yang nampak sudah sangat tua itu. Bahkan menurut Mei Lan jauh lebih tua dari waktu
waktu sebelumnya.
Mei Lan juga berpamitan dengan Kwee Siang Le yang juga melepasnya dengan
penuh rasa haru. Kemudian juga tentu berpamitan dengan Tong Li Koan yang dengan
terpaksa mengeraskan hatinya melepas anak gadis yang diperlakukannya sebagai anak
dan cucunya itu. Dan pada akhirnya juga berpamitan kepada Jin Sim Tojin, Ji
Suhengnya yang sekaligus gurunya dalam ilmu keagamaan, dan terakhir minta diri
kepada Ciangbunjin Bu Tong Pay yang memandangnya penuh kekaguman.
Bahkan dengan penuh keyakinan, Sang Ciangbunjin mengatakan bahwa telah
tumbuh tunas baru Bu Tong Pay yang akan banyak memberi warna dan bantuan bagi
dunia persilatan. Sang Ciangbunjin memang hanya mengenal Mei Lan sebagai murid
ketiga supeknya, Sin Ciang Tayhiap Kwee Siang Le, Sian Eng Cu Tayhiap Tong Li
Koan dan Jin Sim Tojin. Tidak pernah disangkanya, kalau anak gadis ini adalah murid
penutup guru besarnya Wie Tiong Lan, yang bahkan menjadi murid yang paling
ampuh dari Bu Tong Pay dewasa ini. Maka dimulai lagilah pengembaraan Naga
Wanita yang telah harum dengan julukan SIAN ENG NIOCU atau SIAN ENG LI di
dunia persilatan.
Julukan yang menjadi lebih pas setelah dia mewarisi ginkang maha hebat Te-hunthian
(mendaki tangga langit) dari guru keduanya Liong-i-Sinni, si Padri Wanita Sakti
berbaju hijau dari Timur. Petualangan yang lebih seru, lebih memikat dan lebih
mempesona telah menantinya. Tetapi, gadis cantik ini tidak pernah menyadari bahwa
3 hari setelah keberangkatannya, Sam Suhengnya, Tong Li Kuan juga menyusulnya
setelah selama 3 hari digembleng untuk terakhir kalinya oleh gurunya. Dalam waktu
yang berdekatan Wie Tiong Lan dan Bu Tong Pay melepas 2 pendekar utamanya
kedalam dunia persilatan. Hal ini dilakukan Wie Tiong Lan Pek Sim Siansu karena
dia tidak melihat dan berfirasat jelek dengan keadaan terakhir dari Bu Tong Pay.
Bila ditempuh secara marathon dan berjalan siang malam, maka perjalanan ke
Lembah Bebas Merdeka setidaknya membutuhkan waktu 3 hari-3 malam. Tetapi, Mei
Lan tentu tidak diburu waktu, karena kedatangannya ke Benteng Keluarga Bhe dibuat
seolah-olah tidak disengaja, sebuah kunjungan kekeluargaan. Karena itu, di
menentukan sendiri waktunya, yang sedapat mungkin berada di seputar Lembah
menjelang akhir bulan ketujuh, berarti masih ada waktu lebih 10 hari buatnya untuk
melakukan perjalanan.
Sudah diperhitungkannya, dengan berkuda dan berjalan santai dia akan tiba di
seputar lembah pada sekitar 6-7 hari kedepan. Karena itu, Sian Eng Li Liang Mei Lan
berjalan dengan tidak memaksakan diri, tetapi dilakukan sambil menikmati keindahan
alam disepanjang jalan yang dilaluinya. Karena berjalan secara perlahan dan santai
itulah, pada hari kelima perjalanannya, Tong Li Koan yang bertugas mengawasinya
sudah bisa menemukan jejaknya yang berada tidak jauh didepannya, tidak sampai 1
hari perjalanan kedepan.
Terlebih, karena perjalanan Mei Lan terhitung menyolok dan tidaklah dengan
rahasia. Dia tidak menyembunyikan identitasnya sebagai anak murid Bu Tong Pay,
kecuali tidak pernah menyebutkan gurunya adalah Wie Tiong Lan. Dan keadaan
dunia persilatan yang kacau balau, sudah menjadi hukumnya pasti akan diikuti dengan
mengganasnya kaum liok-lim.
Para rampok, begal di tempat-tempat sepi dan terasing mengganas dengan bebasnya.
Beberapa kali Liang Mei Lan kebentrok dengan kaum ini, yang dengan keras
dihajarnya, dan beberapa kelompok begal yang menemui dan mengganggunya
diberinya hajaran setimpal. Bahkan beberapa yang raja beganya terlalu ganas,
dihukumnya dengan telak, dengan menghancurkan tulang pundak dan
mengembalikan si raja begal menjadi manusia biasa yang tidak mampu lagi bersilat.
Karena itu, seminggu dalam perjalanannya di dunia Kang Ouw, kabar gembira
berhembus dengan munculnya Sian Eng Li yang pernah memberi hajaran kepada
perusuh Thian Liong Pang beberapa tahun silam. Secercah asa kembali membubung,
berharap semoga para pahlawan muda yang mengundurkan Thian Liong Pang
beberapa waktu lalu, kembali tampil ke permukaan. Mereka menunggu Ceng-i-Koai
Hiap, si Naga Jantan Hijau, yang kebetulan pada saat bersamaan dengan munculnya
Sian Eng Li, juga memulai perjalanannya keluar dari Lembah Pualam Hijau untuk
mengembara dalam dunia persilatan.
Bahkan, keadaan menjadi lebih menggemparkan, karena bersamaan dengan
munculnya Sian Eng Li, beberapa pembunuh berpakaian hitam dari Thian Liong Pang
diketemukan dalam jejak perjalanan Sian Eng Li dalam keadaan terbunuh. Ada yang
menghembuskan issue Sian Eng Li yang melakukannya sehingga menambah harum
namanya, tetapi ada beberapa saksi mata yang menyebutkan bahwa seseorang
berjubah kelabu dengan tutup kepala misterius, melakukannya dengan Ilmu-ilmu khas
Bu Tong Pay. Kejadian tersebut menimbulkan spekulasi dan juga dugaan bahwa saat
ini, baik Lembah Pualam Hijau maupun Bu Tong Pay sudah turun tangan
mengirimkan jago-jagonya untuk melawan Thian Liong Pang.
Sementara itu, Liang Mei Lan sendiri sudah tiba didaerah yang berdekatan dengan
kawasan Lembah Siuaw Yau Kok. Sebelum melanjutkan perjalanannya, kebetulan dia
bertemu dengan sebuah dusun yang mengarah ke lembah tersebut, meskipun masih
terpisah kurang lebih 3 jam berkuda dengan Benteng Keluarga Bhe. Tetapi karena
waktunya masih lebih kurang 2 hari lagi, maka dia memutuskan untuk berkunjung ke
Lembah itu esok harinya, dan berniat menggunakan waktu yang tersisa untuk
menyelidiki keadaan disekitar lembah dan juga di dusun yang disinggahinya.
Sebab bila para penyerang akan melakukan penyerbuan, agak sulit diperkirakan bila
dilakukan tanpa beristirahat terlebih dahulu. Dengan pengertian itu, akhirnya Mei Lan
memutuskan untuk tidak memasuki dusun pada siang hari, tetapi mencari tempat
istirahat justru di hutan di luar dusun sambil terus mengawasi jalur keluar masuk
dusun Ki Ceng. Dengan cara itu dia berharap bisa mendapatkan sedikit petunjuk
mengenai para penyerang yang mengancam itu.
Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, bukan perkara sulit bagi Mei Lan untuk
beristirahat dengan kesiagaan tinggi bahkan disebuah pohon sekalipun. Karena dia
berencana untuk bekerja pada malam harinya, maka dia memutuskan untuk
beristirahat sejenak, mengumpulkan segenap tenaga dan juga semangatnya. Hal itu
bisa dilakukannya di atas pohon, dengan menyembunyikan kudanya di balik semak
dan rimbunan hutan. Mei Lan melakukan Samadhi dan pemulihan tenaganya sampai
hampir 2 jam, dan sudah lebih dari cukup waktu tersebut untuk membuatnya
bersemangat dan bugar kembali.
Sementara itu, matahari mulai condong ke barat tetapi dia tidak menemui tanda-tanda
mencurigakan, terutama tidak melihat adanya gerakan missal sejumlah orang yang
mencurigakan. Sebaliknya, dusun itu, meski lumayan ramai, tetapi tidak menunjukkan
tanda-tanda adanya sejumlah orang penuh rahasia dengan misi tertentu. Mei Lan
menjadi tidak sabaran dan merasa akan sia-sia melakukan tugas penjagaan dan
pengintaian di tengah malam dan di hutan pula.
Memang tidak begitu mengherankan. Meskipun tersiar kabar Benteng Keluarga Bhe


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi sasaran Thian Liong Pang pada akhir bulan ke-tujuh, tetapi sedikit sekali
pendekar dunia persilatan yang tergerak menuju benteng keluarga Bhe. Karena
memang keluarga Bhe terhitung agak arogan dan tidak suka bergaul dengan dunia
luar, bahkan terkesan tertutup.
Benar ada cukup banyak pengawal dan murid, mungkin hampir mendekati 100 orang,
tetapi para murid inipun, jarang yang berkelana dan membina hubungan baik dengan
dunia luar. Justru karena itu, dalam kesulitan benteng keluarga Bhe ini, relatif hanya
anak murid Pek Sim Siansu yang bersimpati untuk datang membantu. Selebihnya,
nyaris tidak ada simpati dari dunia persilatan untuk sekedar memberi bantuan bagi
Benteng Keluarga Bhe ini.
Dan karena itu, dusun Ki Ceng yang terdekat dengan Lembah Keluarga Bhe ini,
justru tidak menunjukkan adanya para pendekar yang bersimpati untuk datang
membela Keluarga ini. Nampaknya dusun Ki Ceng seperti tiada sesuatu yang luar
biasa, tidak menunjukkan gelagat yang mencurigakan dan seperti tidak ada aktifitas
rahasia. Bahkan semakin matahari doyong ke barat, semakin sepi desa tersebut, dan
semakin temaram cahaya di desa yang dikepung hutan lebat tersebut.
Kecuali beberapa warung arah dan rumah makan, nampak pelita di rumah-rumah
tidaklah terlampau besar cahayanya. Ketika hari semakin gelap dan matahari benarbenar
sudah tenggelam di ufuk barat, perlahan-lahan Mei Lan mencelat turun dari
pepohonan. Nampaknya dia berkehendak untuk menyelidiki langsung kedalam dusun
Ki Ceng untuk memeriksa keadaan dusun yang tidak menunjukkan adanya aktifitas
diwaktu malam tersebut.
Begitu turun dan mulai melangkah, entah sejak kapan Mei Lan sudah berpakaian
ringkas, khas seorang yang berjalan malam untuk menyelidiki sesuatu. Mei Lan
nampak berjalan dan bertindak hati-hati untuk kemudian agak pesat ke dusun Ki Ceng
melalui sisi Barat yang jauh lebih rimbun pepohonannya. Tetapi, Mei Lan tidak
langsung memasuki dusun tersebut dari sisi barat, tetapi justru terlebih dahulu
mengambil tindakan berhati-hati dengan mengitari dusun Ki Ceng.
Dan baru ketika kemudian dia tidak menemukan apa-apa yang mencurigakannya
selama 1 jam penyelidikannya mengelilingi dusun tersebut, akhirnya Mei Lan mulai
menuju ke hutan sebelah barat dusun. Karena dari sisi inilah dia berencana memasuki
dusun. Malam waktu itu sudah semakin larut, mungkin sudah sekitar pukul 9 malam,
dan warung arakpun nampaknya tinggal 1 yang masih buka, dan tinggal disanalah
nampak ada keramaian, itupun hanya 3-4 orang saja.
Tiba-tiba berkelabatlah tubuhnya, bagaikan bayangan dengan pesat menyusup masuk
ke dusun tersebut. Mulanya dia mendekati warung arak untuk menguping
pembicaraan 4 orang didalamnya, tetapi begitu mendengar pembicaraan mereka yang
ngolor ngidul mnengenai kesusahan mengurus sawah dan kebun, dan pembicaraan
remeh lainnya, Mei Lan kembali berkelabat. Kemudian dia mendekati sebuah
penginapan kecil, paling hanya memiliki kamar tidak lebih dari 10 buah, tetapi
kamarnyapun rata-rata kosong dan tidak ada penghuninya.
Jelaslah, bahwa dusun ini tidak menunjukkan adanya sebuah gerakan yang
melandaskan operasinya dari Ki Ceng. Hampir setengah malaman, bahkan sampai
menjelang pukul 12 malam, Mei Lan menelusuri dusun ki Ceng dan tidak
menemukan satu hal apapun yang mencurigakan dalam dusun tersebut. Sampai
akhirnya dia memutuskan untuk menghentikan penelitiannya, karena hampir semua
sudut sudah didatanginya, tetapi tiada tanda setitik apapun yang membuatnya
berkhawatir bahwa dari dusun Ki Cenglah para perusuh akan melandaskan
aktifitasnya. Tetapi ketika Mei Lan sudah lelah dan memutuskan kembali ke hutan dimana dia
meninggalkan kudanya untuk beristirahat, tiba-tiba dia melihat sekitar 7 bayangan
bergerak dengan sangat cepat. Tahu-tahu menghilang kedalam beberapa rumah yang
cukup baik dan bagus dibandingkan kebanyakan rumah penduduk lainnya, dan
nampaknya milik orang kaya, dan beberapa saat kemudian beberapa diantara mereka
seperti menenteng sesuatu.
Mei Lan segera sadar dan mengurungkan niatnya untuk mengejar dan menghajar
orang-orang tersebut. Sebaliknya, dibiarkannya mereka melakukan operasi pencurian,
entahlah barang-barang apa yang dicuri, dan seperti dugaannya, setelah ke tujuh orang
itu menyelesaikan operasi mereka, nampak mereka berkumpul di sudut selatan dusun
Ki Ceng. Dan seperti membicarakan sesuatu yang tidak dimengerti Mei Lan, dan tak
berapa lama kemudian bayangan hitam tersebut berkelabat ke luar dusun dari arah
selatan. Mei Lan tidak mau kehilangan buruan, dengan bekal ginkangnya sekarang ini, terlalu
mudah baginya membayangi orang-orang itu tanpa sedikitpun ketahuan dan tanpa
mengeluarkan suara sekalipun. Karena kemampuan ginkangnya, telah memampukan
Mei Lan bergerak membelah angkasa, sementara kemampuan menyerap suara
tubuhnya, sudah sanggup dilakukannya dengan pemusatan konsentrasi ketika
bergerak. Ketujuh bayangan hitam tadi terus bergerak tanpa menyadari bahwa mereka
dikuntit sebuah bayangan hitam lainnya yang dengan pesat bergerak-gerak melayanglayang
seakan tidak menyentuh bumi.
Ada sekitar setengah jam ketujuh bayangan itu berlari-lari membelah hutan ke arah
selatan, dan kemudian tiba disuatu tempat yang dari kejauhan memang tidak nampak
sebagai tempat berkumpulnya org-orang itu. Sebuah tempat perkemahan, karena ada
beberapa tenda dan kemah yang dibangun, nampaknya secara darurat. Nampak ada
sekitar 7 tenda besar, 5 tenda sedang dan sekitar 5 tenda kecil lainnya. Sebuah tenda
besar, nampaknya sanggup menampung sampai 20 orang, sementara tenda sedang
paling banyak menampung 7-8 orang, sementara tenda kecil nampaknya menampung
bahan bahan makanan dan bekal kelompok orang ini.
Mei Lan segera menyadari bahwa dia sedang menyatroni sarang macan. Dan besar
kemungkinannya dari tempat inilah pihak Thian Liong Pang akan melakukan
serangan ke benteng keluarga Bhe. Karena itu, semakin dia berhati-hati, dan dengan
kemampuannya yang luar biasa, dia bisa menerobos mendekati tenda utama tempat
dimana 7 bayangan tadi kemudian masuk. Terdengar seseorang melapor:
"Hu-pangcu, Houw Ong, tiada tanda-tanda kehadiran para pendekar yang mau
membela Benteng Keluarga The hingga malam ini. Penginapan kosong, dan sekitar
dusun juga tiada jejak pendatang baru"
"Bagus, sudah kuduga. Benteng Bhe memang terlampau sombong dan arogan, tetapi
mereka lebih memilih kelompok putih daripada kita. Bila sampai besok tiada
jawaban, maka 2 hari kedepan, kita menyerang pagi-pagi buta" Terdengar suara yang
rada aneh. Jelas suara ini dari seorang nenek, tetapi terdengar menggeram bagaikan
suara harimau marah.
"Hm, apa sajakah yang kalian temui di dusun itu?" sebuah suara lain yang agak berat,
berisi namun sangat lirih terdengar.
"Dusun itu terlalu miskin hu pangcu, hanya seadanya saja bagi Pang kita yang bisa
kami temukan" seorang dari ke-7 bayangan hitam segera meletakkan semua barang
curian mereka dari dusun Ki Ceng. Dan memang tiada berarti banyak, setidaknya
hanya sebutir mutiara saja yang agak berharga dari barang-barang curian tersebut.
Lalu terdengar orang yang dipanggil Hu-Pangcu berkata:
"Sudahlah, masukkan kedalam perbendaharaan kita. Kita butuh banyak dukungan
dana untuk kegiatan selanjutnya. Betapapun kalian sudah berjasa banyak, kalian boleh
beristirahat"
Tak berapa lama kemudian ketujuh orang bayangan hitam tadi berlalu dari tenda
utama yang nampak terang benderang itu. Dan beberapa saat kemudian tidak
terdengar suara percakapan kecuali seperti ada seseorang yang membenahi barang
curian untuk kemudian diamankan entah kemana oleh gerombolan orang orang yang
berkemah itu. Baru ketika suara-suara yang membenahi ruangan itu sirap, terdengar
lagilah suara seseorang, agaknya yang dipanggil Hu Pangcu itu:
"Houw Ong, apakah engkau yakin bahwa tiada akan bantuan bagi Benteng Keluarga
Bhe?" "Hu-Pangcu, Benteng keluarga Bhe, berbeda dengan Keluarga Yu. Di keluarga Yu,
pasti akan muncul banyak bantuan, tetapi di Keluarga Bhe, jikapun ada, tidak akan
banyak. Selain itu, kita sanggup mengalihkan perhatian dunia persilatan dari aksi
yang lain" terdengar jawaban suara aneh tadi.
"Hm, bila perhitunganmu benar, dengan jumlah orang kita yang mendekati 150an,
ditambah dengan tenagamu dan muridmu, serta juga Pesolek-Rombeng Sakti Dari
Selatan, sudah jauh dari memadai untuk menghadapi Benteng Bhe di Siau Yau Kok"
Hu Pangcu berkata.
"Malah sudah jauh melampaui apa yang bisa ditampilkan Benteng Bhe itu"
"Hm, mudah-mudahan demikian" mendengus Hu Pangcu. Dan tiba-tiba dia
mengibaskan sebuah tangannya, selarik sinar pukulan menembus pekatnya tenda dan
terus menyerang kesebuah arah tersembunyi. Dan tiba-tiba terdengar suara:
"Duaaaaaaar" Pukulan jarak jauh Hu Pangcu memekakkan telinga dan
menghancurkan bebatuan yang berjarak cukup jauh dari tenda induk tersebut. Tetapi,
ketika Hu Pangcu mendatangi tempat yang dipukulnya dari jauh, dia sama sekali tidak
menemukan apa-apa. Dan terdengar Hu Pangcu mendesis:
"Hm, seperti ada gerakan dan suara dari tempat ini tadinya"
"Ah, mana mungkin ada tokoh yang berani menyusup ke tengah-tengah kita Hu
Pangcu" berbisik Houw Ong, yang nampak memang ternyata adalah seorang neneknenek
tua. "Semogalah demikian Houw Ong"
Episode 19: Pertempuran di Siau Yau kok
Pemimpin Benteng Keluarga Bhe dewasa ini adalah Bhe Thoa Kun, yang mewarisi
Benteng Keluarganya dari ayahnya yang bernama Bhe Kun. Ayahnya sendiri setelah
menyerahkan Benteng Keluarga Bhe ini kepada Bhe Thoa Kun, sudah jarang
menampakkan diri. Usianyapun saat ini sudah lebih dari 85 tahun, dan sudah lebih
banyak beristirahat dan menyepi, terutama setelah istrinya meninggal 10 tahun
berselang karena sakit dan usia tua.
Kematian istrinya telah memadamkan semangat kakek ini, kecuali melihat dan
menghibur diri dengan cucu-cucunya. Bhe Kun sebenarnya memiliki 2 orang putera,
tetapi putranya yang kedua, Bhe Houw Kun telah lama menetap di daerah Nan Cao,
dekat Tibet karena menikah dengan seorang gadis disana, dan saat ini sudah
mempunya usaha yang mapan disana. Karenanya saat ini tinggal Bhe Thoa Kun
seorang yang menjadi sandaran dari Benteng keluarga Bhe ini.
Sementara Bhe Thoa Kun menikah di usia yang sudah sungguh lanjut, yakni di usia
42 tahun. Dengan istrinya, Wie Hong Lan, perbedaan usianya hampir 20 tahunan, dan
pernikahan itu sendiri baru berlangsung setelah Bhe Kun menyepakati sebuah
perjanjian dengan Wie Tiong Lan yang menjadi wali Wie Hong Lan sebagai satusatunya
keluarga terdekat.
Dan syukurlah, dari pernikahan itu lahir 4 anak, seorang anak perempuan anak kedua
yang dinamai Bhe Bi Hwa, dan 3 anak lelaki yang masing-masing anak pertama
bernama Bhe Kong, anak ketiga Bhe Houw dan anak keempat sesuai perjanjian
dengan Wie Tiong Lan dinamai Wie Liong Kun. Anak tertua Bhe Kong saat ini sudah
berusia 21 tahun, berturut-turut anak kedua berusia 18 tahun, anak ketiga berusia 15
tahun dan anak bungsu Wie Liong Kun berusia sekitar 5 tahunan. Semua anak-anak
keluarga Bhe ini dididik langsung oleh ayah mereka, bahkan terkadang oleh kakek
mereka dalam ilmu silat.
Benteng Keluarga Bhe terkenal di dunia persilatan karena menguasai Ilmu-Ilmu yang
sangat lihay, terutama yang menggoncangkan dunia persilatan adalah ilmu khas
mereka yakni Sin-coa-kun (Silat Ular Sakti), Siang-liong-pang (Tongkat Sepasang
Naga), dan Yan Cu Hui Kun (Imu SIlat Sakti Burung Walet). Sebagai Pemilik
Benteng, sudah tentu Bhe Thoa Kun sudah menguasai dengan sempurna ketiga Ilmu
Keluarganya ini, yakni Ilmu Permainan Sepasang Tongkat Naga serta 2 Ilmu tangan
kosong yang tidak kurang lihaynya.
Sementara anak pertamanya, Bhe Kong, juga sudah tumbuh menjadi calon pewaris
Benteng Bhe dan bahkan sudah nyaris menyamai ayahnya karena dibimbing langung
oleh kong-kongnya, pemilik Benteng Bhe sebelumnya. Karena tinggal mendidik cucu
cucunya yang menjadi kesenangannya, maka wajar bila Bhe Kong dan juga Bhe Bi
Hwa dan Bhe Houw tumbuh menjadi orang lihay. Terutama Bhe Kong yang memiliki
bakat baik, sama baiknya dengan adik bungsunya. Hanya karena adik bungsu mereka
memang akan dididik oleh Wie Tiong Lan, karena itu kakeknya di Benteng keluarga
Bhe hanya mengajar dasar-dasar pergerakan Ilmu Silat.
Sementara Bhe Hujin sendiri, Wie Hong Lan, bukanlah orang yang menyenangi Ilmu
Silat, meskipun dia pernah menerima beberapa pelajaran silat Bu Tong Pay dari
paman kakeknya Wie Tiong Lan. Bhe Hujin sendiri, jauh lebih menyukai pekerjaan
rumahan dengan mendidik anak-anak dan menyayangi mereka serta mengurus
suaminya yang sangat mencintainya meski terdapat perbedaan usia hampir 20 tahun
diantara mereka.
Justru karena kecintaan akan suami dan anak-anaknya, maka ketika mendengar
ancaman terhadap Benteng Keluarga Bhe dari Thian Liong Pang yang didengarnya
sangat kuat dan sadis, telah membuat Bhe Hujin nekad menulis surat kepada paman
kakeknya yang diketahuinya sangat mengasihinya. Paman kakeknya ini adalah satusatunya
keluarga yang dimilikinya, yang sangat mengasihinya dan bahkan meminta
salah seorang anaknya memakai She Wie.
Di dunia persilatan dewasa ini, terdapat 3 Benteng Keluarga terkenal, dan Benteng
Keluarga Bhe merupakan salah satu dari ketiga Benteng Keluarga ternama itu.
Benteng Keluarga Bhe terletak di sebuah lembah bernama Lembah Siau Yau Kok
(Lembah bebas Merdeka), sebuah lembah yang agak misterius justru karena Pemilik
Lembah yang jarang mau bergaul. Karena itu, juga teramat jarang tokoh persilatan
yang menginjakkan kaki di daerah perbentengan keluarga ini. Kiri dan kanan lembah,
adalah tebing-tebing yang tak terpanjat oleh manusia, sehingga pintu masuknya hanya
mungkin dari depan dan belakang.
Di bagian belakang, juga tetap sulit didatangi, karena terbentang barisan karang terjal
yang menukik ke angkasa, bahkan bagaikan tombak bila dilihat dari angkasa raya.
Sehingga pintu masuk yang paling rasional dan paling mungkin adalah pintu masuk
lembah yang langsung berhadapan dengan tembok yang sangat tebal, mungkin setebal
3 meter dan memiliki post pengamatan di atas tembok tebal setinggi 4-5 meter dari
permukaan tanah tersebut. Tembok tebal itu terbentang sepanjang 20 meter dan
menutup secara mutlak akses masuk ke lembah.
Bukan sedikit tokoh dunia persilatan yang ditolak memasuki lembah, karena memang
sifat eksentrik pemilik lembah sejak dahulu kala. Tembok itu langsung memisahkan
hutan lebat dihadapannya dengan daerah hunian Benteng Keluarga Bhe, dan hanya
ada sebuah jalan setapak kecil yang menerobos membelah hutan lebat di depan
tembok yang biasa digunakan anak murid keluarga Bhe untuk mengangkut makanan
atau keperluan lain di luar benteng.
Dan pada siang itu, nampak sebuah pemandangan yang tidak biasa dan aneh bagi
penghuni benteng. Meskipun di tengah ancaman serangan, pemandangan tersebut
tetap terasa aneh, tidak biasa, dan bukan mendatangkan keseraman tetapi malah
mendatangkan rasa lucu. Betapa tidak, seekor kuda yang ditunggangi mahluk cantik
manis, dan bahkan masih berusia remaja, belum sampai 2 tahun, nampak menerobos
jalan kecil atau jalan setapak yang membela hutan lebat di Lembah Siau Yau Kok.
Dan kuda itu, bukannya berlari, malah berjalan santai dan perlahan-lahan saja,
sedangkan si gadis nampak duduk santai dan tidak merasa seram dan takut dengan
keadaan hutam yang senyap mengerikan itu. Keadaan ini menjadi aneh bagi mereka,
sebab belum pernah mereka menyaksikan ada gadis cantik mungil seperti gadis ini,
menunggang kuda dan berjalan santai di lebatnya hutan lembah yang seram dan sepi
itu. Tapi, anak gadis ini, selain cantik, juga nampaknya tidak pedulian dengan
seramnya hutan, malah bagaikan lenggang-lenggok menggoda senyapnya hutan itu.
Otomatis, kejaidan ini bagaikan sebuah hiburan bagi para penjaga benteng keluarga
Bhe, betapa lucu dan aneh melihat seorang gadis mungil yang cantik mendatangi
benteng mereka. Bahkan suara anak gadis itu, yang tentunya adalah Mei Lan, ketika
menyapa mereka minta dibukakan pintu gerbang juga masih terkesan suara dan
permintaan seorang kanak-kanak yang nakal dan menggemaskan.
"Para sicu dan saudara yang baik, apakah aku boleh memasuki Lembah Siau Yau
Kok?" bertanya Mei Lan dengan gayanya yang agak kenes. Otomatis, semua mata
terbelalak memandangnya, sebuah pemandangan ganjil dan belum pernah terjadi.
"Nona, siapakah anda, dan dari manakah datangnya?" seorang penjaga bertanya.
"Aku mewakili guruku, Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan dan ingin menemui Bhe
Hujin, Wie Hong Lan" berkata Mei Lan tanpa menutupi identitas dirinya dan maksud
kedatangannya. Karena toch keluarga Bhe sudah tahu bahwa pada akhirnya anak
bungsu mereka akan menjadi keturunan keluarga Wie sesuai perjanjian pada masa
lalu. "Ach, yang benar nona manis. Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan sudah berusia ratusan
tahun, masakan punya murid bocah seusia kamu" si kepala penjaga malah menjadi
ragu. "Pokoknya, sampaikan saja kepada Bhe Hujin, dan lihat apakah dia percaya atau
tidak. Karena nonamu akan membuktikan kepada Bhe Hujun bahwa nonamu adalah
murid suhu Pek Sim Siansu" Mei Lan masih dengan gayanya yang kenes dan
menantang. Sejenak terjadi kebimbangan di hati para penjaga benteng keluarga Bhe tersebut.
Tetapi akhirnya, diambil keputusan untuk menyampaikan berita ini kepada Bhe Thoa
Kun dan Bhe Hujin untuk diputuskan, langkah apa yang sebaiknya diambil. Karena
itu, kemudian terdengar seseorang turun dari tembok penjagaan dan kemudian
terdengar memasuki lembah untuk melaporkan kejadian tersebut. Sedangkan si kepala
penjaga setelah memandang sejenak dengan penuh keraguan kepada Liang Mei Lan
yang nampak mungil, cantik dan kenes itu sudah berkata:
"Nona, harap menunggu sebentar. Kami sedang dalam keadaan sangat waspada,
karena itu maafkan, lohu tidak bisa mengambil keputusan" Berkata si kepala penjaga.
Ucapannya disambut dengan ketawa manis Liang Mei Lan, sambil kemudian nampak
seperti bermain-main dengan kudanya di bawah tembok pembatas dengan hutan yang
adalah juga tembok memasuki Lembah Siau Yau Kok. Tidak terlihat kegamangan,


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keraguan ataupun ketakutan diwajahnya yang cantik mungil itu. Bagi para penjaga,
keadaan Mei Lan juga tidak menghadirkan rasa seram dan curiga sedikitpun.
Tidak beberapa lama di atas benteng telah berdiri dengan gagah seorang tua dan
seorang pemuda. Bisa dipastikan itulah Bhe Thoa Kun, pemilik Benteng Keluarga
Bhe bersama anak tertuanya Bhe Kong. Sambil berdiri gagah, si orang tua menatap
takjub ke bawah, melihat seorang anak gadis yang mengakui berkunjung atas nama
gurunya, Pek Sim Siansu. Padahal, Pek Sim Siansu, setahunya hanya memiliki 3
orang murid, Sin Ciang Tayhiap, Jin Sim Tojin dan Sian Eng Cu Tayhiap. Dari mana
datangnya murid yang masih bau kencur ini" Bagaimana pula meyakini anak ini benar
muridnya Pek Sim Siansu" Bhe Thoa Kun jadi bingung. Tapi dikeraskannya hatinya
dan berkata: "Nona cilik, benarkah engkau murid Wie Tiong Lan, Pek Sim Siansu?"
"Apakah yang berbicara adalah Bhe Thoa Kun, pemilik benteng?" Mei Lan balik
bertanya tidak peduli akan pertanyaan si pemelik Benteng yang nampak berdiri keren
di atas bentengnya.
"Benar, lohu adalah orangnya. Dan nona sendiri sebernay siapakah, benarkah murid
Wie Tiong Lan?"
"Bagaimana membuat Pemimpin Bhe percaya bahwa saya adalah murid terakhir
suhu Wie Tiong Lan dan bernama Liang Mei Lan?" Mei Lan malah berbalik bertanya.
Nampak Pemimpin Bhe berpikir sejenak, tetapi tidak lama kemudian terdengar dia
berkata: "Nona, Wie Tiong Lan terkenal sebagai salah seorang maha guru yang gaib dewasa
ini. Tentunya nona mengerti bila lohu meragukanmu"
Liang Mei Lan percaya dengan kalimat yang diucapkan Bhe Thoa Kun, karena itu
otaknya yang cerdik cepat bekerja. Dan dalam sekejap tiba-tiba otaknya yang nakal
sudah menemukan akal cemerlang, tiba-tiba badannya terbang ke arah tembok bagian
atas, dan tidak tanggung-tanggung, bersama tubuhnya juga melayang tubuh kudanya
disertai ringkikikan ngeri kudanya, dan dalam sekejap Liang Mei Lan sudah
menghadapi Bhe Thoa Kun di atas tembok. Dengan ringan dia bertanya dan berkata:
"Apakah Pemimpin Bhe melihat bahwa gerakanku tadi adalah Sian Eng Coan In,
ilmu ginkang kebanggaan suhu"
Tapi Bhe Thoa Kun belum pulih dari keterkejutannya melihat demonstrasi ginkang
yang terlalu luar biasa. Diapun sanggup meloncat dari bawah ke atas tembok itu,
tetapi meloncat sambil duduk di atas pelana kuda dan kudapun melayang ke atas, dia
yakin yang mampu melakukannya hanya bisa dihitung dengan jari tangan.
"Bagaimana pemimpin Bhe, apakah aku pantas menjadi murid suhuku?" Mei Lan
bertanya lagi melihat Bhe Thoa Kun masih tersengat keterkejutan, demikian juga
anaknya Bhe Kong yang menatap Mei Lan bagaikan tidak mau berkedip lagi. Masih
terperanjat oleh pameran ginkang yang ditunjukkan oleh anak gadis yang mereka
ragukan identitasnya itu. Lagipula, gadis kecil yang cantik jelita begini, bagaimana
bisa mampu melakukan loncatan yang begitu luar biasa dan layaknya hanya sanggup
dilakukan para cianpwe"
"Ach, ech, iya, iya, nona, lohu bisa melihat jika gerakan tadi merupakan andalan Pek
Sim Siansu dan Sian Eng Cu Tayhiap. Tapi, siapakah nama nona dan mengapa
menjadi murid Paman Kakekku?" bertanya Bhe Thoa Kun menjadi menghormat kali
ini. "Ach ceritanya panjang Pemimpin Bhe. Aku bernama Liang Mei Lan, diangkat dari
aliran sungai yang banjir oleh suhu diusia 6 tahun dan dididik sebagai muridnya
selama hampir 15 tahun terakhir ini, murid penutup suhu Pek Sim Siansu" berkata
Mei Lan. "Ach, maafkan lohu bila menjadi kurang hormat terhadap siocia, eh bibi guru. Jika
begitu, mari kita masuk ke benteng, tentu Lan Moi akan senang menerima kunjungan
bibi guru" Kali ini pemilik benteng Bhe menjadi begitu menghormati Mei Lan.
Karena memang dalam urut-urutan keluarga istrinya, maka Mei Lan akan menjadi
bibi guru dari Bhe Thoa Kun. Tapi untunglah Mei Lan bukanlah orang kolot, dengan
segera dia menegur dan berkata:
"Ach, pemimpin Bhe, biarlah memanggilku secara wajar, dengan nama ataupu nona.
Aku menjadi kurang leluasa menjadi bibi guru dan bisa-bisa segera menjadi nenek
guru pula" Ucapnya sambil melirik Bhe Kong yang mulai menemukan keseimbangan
dirinya. "Ach benar Liang kouwnio, tapi perkenalkan ini anakku Bhe Kong, putra sulungku"
Ujar Thoa Kun sambil memperkenalkan Bhe Kong yang tersipu-sipu memandang Mei
Lan, dan kemudian Bhe Thoa Kun mengundang Mei Lan memasuki Benteng
Keluarga Bhe. Dan didalam, kemudian diperkenalkan dengan Wie Hong Lan yang
juga takjub melihat seorang "bibi guru" yang begitu muda, terlalu muda malah karena
belum mencapai usia 20an. Tetapi, pesan dan ucapan-ucapan Mei Lan, jelas-jelas
merupakan amanat dan kalimat yang hanya mungkin disampaikan Paman kakeknya,
walinya yang dihormatinya.
Karena itu, tiada alasan untuk tidak mempercayai status Mei Lan sebagai murid
terkecil dari Paman kakeknya Wie Tiong Lan. Bahkan selanjutnya Mei Lan
diperkenalkan dengan Bhe Bi Hwa adik perempuan Bhe Kong, juga dengan Bhe
Houw dan terakhir dengan Wie Liong Kun yang nampak segagah kakak sulungnya
Bhe Kong. Demikianlah, siang itu juga, Liang Mei Lan dijamu oleh Bhe Thoa Kun sekeluarga
dan mereka berbincang-bincang banyak hal. Sementara itu, semakin kentara bahwa
Bhe Kong begitu mengagumi Mei Lan, sementara Mei Lan bersikap biasa saja
terhadap anak muda itu. Sepanjang perjamuan itu, Bhe Kong terlihat berkali-kali
melirik kearah Mei Lan, dan beberapa kali pandang matanya tidak fokus.
Beberapa kali dia memang tersenyum dan tertawa ketika orang banyak tertawa, tetapi
nampak jelas jika dia tidak tahu apa yang ditertawakan. Sebaliknya, Mei Lan yang
luwes bergaul, justru dengan riang menanggapi percakapan keluarga Bhe, sampai
kemudian suatu saat secara hati-hati dia mengatakan bahwa dia bertemu dengan
segerombolan orang yang nampaknya bermaksud kurang baik terhadap benteng ini.
Padahal, itu memang hanya taktiknya semata guna mendengar lebih jelas apa yang
sebetulnya mengancam benteng tersebut. Hal ini juga dilakukan dengan sengaja untuk
menutupi tindakan Wie Hong Lan dalam memohonkan bantuan paman kakeknya
guna menolong keluarga suaminya.
"Apa maksudmu Liang Kouwnio" wajah Bhe Thoa Kun berubah menjadi lebih
serius, sangat serius malah.
"Semalam aku memergoki 7 bayangan hitam yang menjarah beberapa rumah di
dusun Ki Ceng. Kemudian ternyata mereka bermarkas di hutan lebat sebelah selatan
dusun itu dan jumlah mereka nampaknya lebih 150 orang. Sempat kuintai mereka dan
mengatakan bila tidak segera ada kepastian, kita menyerang lusa pagi. Dan pemimpin
mereka dipanggil dengan sebutan Hu Pangcu" demikian jelas Mei Lan.
"Benarkah informasi nona?" bertanya Bhe Thoa Kun dengan wajah yang berubah
semakin tegang.
"Tidak salah lagi, tapi bolehkah Pemimpin Bhe menjelaskan maksudnya dan apa
yang sebenarnya terjadi?" bertanya Mei Lan meski dia sudah tahu selengkapnya. Tapi
ini penting untuk menutupi sandiwara utusan Wie Hong Lan yang menemui gurunya
di Bu Tong San.
"Hm, baiklah Liang Kouwnio. Karena sebagiannya sudah didengar, biarlah lohu
tegaskan bahwa Benteng ini sedang dalam ancaman Thian Liong Pang. Mereka
meminta lohu menyerah dan menakluk dalam waktu sebulan, dan besok adalah batas
waktunya" Berkata Bhe Thoa Kun.
"Hm, lancang" bergumam Mei Lan.
"Benar nona, dan ijinkan lohu untuk mempersiapkan anak murid dalam menghadapi
ancaman ini" Berkata Bhe Thoa Kun seraya akan beranjak.
"Sebentar Pemimpin Bhe. Harap dicatat, bahwa di pihak mereka terdapat Hu Pangcu
yang sangat lihay, untungnya aku sempat menghindari serangan jarak jauhnya.
Kemudian masih ada seorang yang disebut Houw Ong, juga nampaknya sangat lihay.
Selain mereka berdua, masih ada murid Houw Ong dan Pesolek Rombeng Sakti Dari
Selatan. Dan mereka akan datang bersama sekitar 150 anak buah mereka. Sebaiknya
Pemimpin Bhe memikirkan siasat yang tepat menghadapi mereka dan biarlah aku
mencoba memberikan bantuan bagi Benteng Keluarga Bhe atas nama guruku" Mei
Lan berkata. "Baik nona, betapapun nona adalah bagian keluarga istriku. Bantuan nona kuterima,
dan terima kasih atas informasi yang nona sampaikan ini. Akan sangat membantu
benteng kami ini" Bhe Thoa Kun kemudian berlalu bersama Bhe Kong untuk
mempersiapkan anak murid mereka.
Kesempatan Bhe Thoa Kun meninggalkan Mei Lan dengan Hong Lan dimanfaatkan
Bhe Hujin untuk banyak bertanya mengenai Paman Kakeknya, Wie Tiong Lan. Dan
Mei Lan menceritakan keadaan gurunya, termasuk keadaan kesehatan yang makin
mundur karena usia tua. Bahkan juga mengatakan waktu 5 tahun terakhir gurunya
tinggal diperuntukkan bagi Wie Liong Kun yang akan melanjutkan garis keturunan
keluarga Wie dari jalurnya dan Hong Lan.
Karena itu, Mei Lan juga diperintahkan selain melindungi Benteng Keluarga Bhe,
sekaligus juga setelah reda, diharuskan membawa Wie Liong Kun ke Bu Tong San.
Bhe Hujin yang sadar betul dengan bakat anaknya yang sudah disaksikannya, merasa
sangat senang bila bisa menitipkan anaknya kepada Wie Tiong Lan, salah seorang
Maha guru ilmu silat yang luar biasa pada jaman ini. Baru seorang Mei Lan saja,
sudah menimbulkan rasa bangga yang luar biasa, dan dia membayangkan anaknya
akan tumbuh menjadi pendekar besar melebihi ayahnya.
Demikianlah, Bhe hujin menyepakati, bahkan menyampaikan bahwa pengiriman Wie
Liong Kun akan dilakukan sesegera mungkin. Apalagi setelah menyadari batas usia
Wie Tiong Lan, Bhe Hujin menyadari perlunya mempercepat proses tersebut. Karena
itu dia dengan segera mulai menyiapkan diri dan anaknya untuk memenuhi
permintaan Pek Sim Siansu, Wie Tiong Lan menjelang ajalnya.
Pada malam harinya, Mei Lan kemudian ditemui oleh Bhe Thoa Kun dan keduanya
membicarakan masalah gempuran pada esok harinya. Sama sekali tidak nampak
arogansi dimata Bhe Thoa Kun, mungkin karena dia berhadapan dengan seorang yang
kepandaiannya sudah disaksikan sangat luar biasa. Selain itu, dia sudah yakin bahwa
Mei Lan adalah murid dari Kakek istrinya, sehingga bukan lagi dianggap orang luar.
Liang Mei Lan menegaskan bahwa dia akan melindungi Benteng itu dengan taruhan
nyawanya dan akan langsung menantang Hu Pangcu yang menjadi pemimpin
rombongan itu. Hanya, Mei Lan meminta agar diperhatikan benar kehadiran Houw
Ong yang dipastikannya memiliki kesaktian yang tinggi. Nampaknya Thoa Kun
memang sudah menyiapkan strateginya, tetapi menghadapi Hu Pangcu dia memiliki
kesulitan dan untungnya Mei Lan tanpa diminta sudah menawarkan dirinya untuk
menghadapi orang tersebut.
Selain membicarakan hal itu, Mei Lan juga mengingatkan agar diperhatikan
keselamatan anak-anak keluarga Bhe, terutama Bhe Bi Hwa dan Wie Liong Kun. Dan
rupanya sejak malam ini, Thoa Kun sudah mengungsikan mereka di sebuah kamar
rahasia dalam keadaaan tertidur bersama Bhe Hujin. Demikianlah, dengan cara itu
Bhe Thoa Kun merasa jauh lebih lapang dalam mempersiapkan bentengnya
menghadapi serbuan para perusuh dari Thian Liong Pang.
Sementara Mei Lan, setelah bersamadhi selama kurang lebih 4 jam, lepas tengah
malam nampak sudah melesat ke wuwungan benteng. Dan tidak lama kemudian
sudah berada di benteng penjagaan dan memberi kekuatan dan dorongan moril bagi
para penjaga disana. Dengan ketajaman matanya dia mencoba menembus kepekatan
dan lebatnya hutan, tetapi masih belum ada tanda-tanda pergerakan lawan. Bahkan
firasat kekuatan batinnya juga belum menunjukkan bahwa lawan sudah mulai
bergerak. Tapi entah dikejauhan sana. Mei Lan tidak dapat memastikan. Setelah berkeliling
sekali lagi di kompleks perbentengan itu, Mei Lan kemudian kembali dan bersamadhi,
beristirahat di kamarnya untuk bersiap dengan pertempuran besar esok harinya. Dia
sangat yakin, firasatnya juga menyebutkan demikian, bahwa para perusuh pasti akan
menyerang menjelang pagi. Sebagaimana dia mendengar percakapan di perkemahan
para penyerang itu. Karena itu, perlu dia menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam
menyambut serangan tersebut.
Sementara itu, di luar fajar nampaknya sudah akan menyingsing. Tanda waktu
setidaknya sudah menunjukkan jam 5 menjelang pagi, tetapi keadaan di luar benteng
keluarga Bhe masih tetap lengang. Masih tetap belum ada tanda-tanda akan terjadi
sesuatu yang luar biasa. Tetapi, kali ini, mata tajam dan firasat yang semakin peka
yang mulai terlatih baik dari Mei Lan sudah membisikkannya bahwa hutan yang lebat
itu sedang bergerak-gerak dan sedang bergolak oleh amarah tertentu.
Karena itu, dibisikkannya kata-kata persiapan kepada semua penjaga, dan diupayakan
agar ketika musuh menyerang, banyak yang bisa di lukai atau sebisanya dikurangi
jumlah musuh karena perimbangan yang ada tidak menguntungkan pihak Benteng
Keluarga Bhe, kecuali penguasaan medan pertempuran. Jumlah penyerang jelas jauh
lebih banyak, belum lagi tokoh sakti yang menyertai mereka. Sungguh harus dihadapi
dengan kesungguhan dan strategi yang tepat.
Penampilan Benteng keluarga Bhe dibuat seperti
Pendekar Sadis 22 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Istana Pulau Es 2
^