Panji Sakti 8

Panji Sakti Karya Khu Lung Bagian 8


Kian Tong akan segera mati di Hwa San ini!"
"Kau kira dengan nyawanya dapat menekan diriku?" tanya Pek
Giok Liong dengan alis terangkat.
"He he!" Tu Cu Yen tertawa terkekeh. "Dia salah seorang dari
empat Arhat, apakah kedudukannya itu kurang tinggi?"
"Memang tinggi, lagi pula aku pun harus memikirkan
keselamatannya! Akan tetapi, di Hwa San ini terdapat ratusan
nyawa. Demi keadilan bu lim, nyawanya yang cuma satu itu
terhitung apa?" ujar Pek Giok Liong, kemudian menatap Tu Cu Yen
380 tajam dan dingin seraya melanjutkan, "Kalau engkau berani
menyentuhnya, aku pun tidak akan segan-segan membunuh! Aku
akan mengerahkan ilmu Ceng Thian Sin Ci (Telunjuk Sakti Penggetar
Langit, Tui Hun Ciang (Pukulan Pengejar Roh) dan Ling Khong Tiam
Hoat (Menotok Jalan Darah Jarak Jauh) untuk membunuh kalian
semua! Engkau tidak percaya, boleh coba!"
Mendengar itu, Tu Cu Yen, Thian Suan Sin Kin, Ti Kie Sin Kun,
tiga pemimpin aula dan lainnya menjadi terperanjat bukan main.
Sebab ketiga ilmu yang dikatakan Pek Giok Liong itu, merupakan
ilmu tingkat tinggi yang tiada tanding di kolong langit.
Akan tetapi, Tu Cu Yen masih berusaha tenang, bahkan tertawa
terbahak-bahak.
"Pek Giok Liong, kalau aku tidak yakin, tentunya tidak akan
mengajukan syarat itu!"
"Oh" Kenapa engkau begitu yakin?"
"Sebab aku masih memegang sesuatu yang amat penting!"
"Apa itu?"
"Sesuatu itu cukup membuatku harus tunduk!"
"Oh?" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Itu merupakan
barang atau orang?"
"Orang!"
"Siapa dia?"
"Kedudukan orang itu jauh lebih tinggi dari pada kedudukan Ban
Kian Tong ini!" sahut Tu Cu Yen sambil tertawa puas.
"Hm!" dengus Pek Giok Liong. "Kau kira aku akan percaya?"
"Engkau mau tahu siapa orang itu?"
"Kalau engkau mau bilang, bilanglah!"
"He he he!" Tu Cu Yen tertawa terkekeh- kekeh. "Nah, engkau
dengar baik-baik! Orang itu adalah gurumu Kian Kun Ie Siu!"
Betapa terkejutnya hati Pek Giok Liong.
"Di mana guruku itu?" tanyanya.
"Di sebuah goa yang amat rahasia."
"Di mana goa itu?"
"Di Gunung Seh Lian!"
Mendadak Pek Giok Liong tampak begitu tenang, kemudian ia
pun tertawa terbahak-bahak.
"Tu Cu Yen, masih ada omong kosong yang lain?"
"Engkau tidak percaya?"
"Aku bukan anak kecil!"
381 "Engkau harus percaya! Kalau tidak ".."
"Tu Cu Yen!" bentak Pek Giok Liong. "Aku peringatkan, cepat
lepaskan Ban Kian Tong! Lalu bawa orang-orangmu meninggalkan
Hwa San! Engkau harus tahu, aku sudah mulai tidak sabaran!"
"Oh?" Tu Cu Yen tertawa dingin.
"Tu Cu Yen, aku akan hitung sampai sepuluh! Kalau kalian belum
juga pergi, aku pun pasti membunuh kalian semua di sini!"
"He he he!" Tu Cu Yen tertawa terkekeh.
"Satu ".. dua ".. tiga ".. empat ".." Pek Giok Liong mulai
menghitung. Tu Cu Yen menatapnya tajam, dan tanyanya dengan suara
dalam. "Pek Giok Liong! Engkau tidak akan menyesal?"
Pek Giok Liong sama sekali tidak menghiraukannya, ia terus
menghitung. "Lima ".. enam ".. tujuh ".. delapan ".. Sembilan ".." Ketika
menghitung sampai sembilan, mendadak Pek Giok Liong
menyentilkan telunjuknya.
Seketika juga terdengar suara jeritan, ternyata Ti Kie Sin Kun,
yang menjerit. Lengan kirinya telah putus dan darahnya pun
mengucur. Otomatis tenaga cengkeramnya di tangan kanannya
berkurang. Kesempatan itu tidak disia-siakan Ban Kian Tong, ia
bergerak-gerak mencengkeram bahu Ti Kie Sin Kun.
Kejadian yang mendadak itu membuat Tu Cu Yen, Thian Sua Sin
Kun dan lainnya menjadi ciut nyalinya.
Sedangkan Pek Giok Liong sudah mengangkat sebelah
tangannya, siap menyerang mereka dengan Tui Hun Ciang.
Menyaksikan itu, Tu Cu Yen segera berseru.
"Pek Giok Liong, tunggu!"
"Engkau tidak perlu banyak bicara lagi, cepatlah bawa orangorangmu
meninggalkan Hwa San!"
"Pek Giok Liong!" bentak Tu Cu Yen gusar. "Engkau berbuat
demikian, pasti menyesal nanti!"
"Aku tidak akan menyesal!" sahut Pek Giok Liong. "Kalau engkau
dan lainnya tidak segera meninggalkan Hwa San, aku pasti segera
menyerang kalian dengan ilmu (Pukulan Pengejar Roh)!"
"Pek Giok Liong, engkau cukup bengis!" teriak Tu Cu Yen,
kemudian mengibaskan tangannya seraya berkata pada Thian Sua
Sin Kun. "Cepat papah Ti Kie Sin Kun, mari kita pergi!"
382 Thian Sua Sin Kun segera memapah Ti Kie Sin Kun. Dalam
sekejap mereka telah meninggalkan Hwa San.
Bwe Hoa Sin Kiam Hua Hun, sudah tahu kedudukan Pek Giok
Liong, maka segera menghampirinya sambil menjura memberi
hormat. "Terimakasih atas pertolongan Ketua! Budi pertolongan ini tak
terlupakan selamanya. Aku mohon Ketua sudi ke dalam untuk
duduk-duduk sebentar!"
"Ketua Hua, engkau tidak perlu berlaku begitu sungkan dan
hormat!" Pek Giok Liong balas menjura pada ketua Hwa San,
kemudian melanjutkan, "Tu Cu Yen dan orang-orangnya pergi
dengan penasaran, mungkin mereka akan kembali ke mari lagi.
Harap ketua Hua bersiap-siap!"
"Ya." Ketua Hwa San, Hua Hun manggutmanggut. "Tentang ini,
aku akan berunding dengan para murid."
"Menurut pendapatku, demi menghindari serangan Tu Cu Yen,
lebih baik ketua Hua dan para murid pindah ke tempat yang aman
untuk sementara waktu. Bagaimana menurut ketua Hua?"
"Terimakasih!" ucap ketua Hwa San. "Mengenai ini akan kami
rundingkan bersama!"
Pek Giok Liong tahu, bahwa tidak mungkin ketua Hwa San akan
mengajak para muridnya pindah ke tempat lain, sebab perbuatan itu
akan merendahkan nama partai Hwa San, maka Pek Giok Liong pun
berkata sambil tersenyum.
"Selama masih ada hutan, jangan khawatir tiada kayu bakar!
Ketua Hua, pertimbangkanlah apa yang kusarankan tadi!"
"Baiklah." Ketua Hwa San mengangguk. "Aku pasti
pertimbangkannya."
"Maaf Ketua Hua, aku mau mohon diri!" ucap Pek Giok Liong dan
segera mengerahkan ginkangnya. Dalam sekejap ia telah hilang dari
tempat itu. "Bukan main!" Bwe Hoa Sin Kiam Hua Hun, ketua Hwa San itu
menarik nafas panjang. "Sungguh tinggi ilmu meringankan
tubuhnya!"
Bagian ke 44: Goa Rahasia
Di gunung Seh Lian, terdapat sebuah goa. Di dalam goa itu
duduk berhadapan dua orang.
383 Salah seorang berdandan pelajar, usianya sekitar empat
puluhan, yang seorang lagi merupakan pemuda yang amat tampan.
Siapa pemuda itu" Tidak lain Pek Giok Liong.
Di luar goa itu, berdiri puluhan orang yang berkepandaian tinggi.
Sementara Pek Giok Liong dan orang itu terus saling memandang
dengan wajah serius. Suasana pun amat tegang dan mencekam.
"Bagaimana?" tanya Pek Giok Liong. "Engkau sudah siap belum?"
Orang itu tertawa ringan dan jawabnya singkat.
"Sudah."
"Bagus." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Kawan-kawanmu
itu telah datang semua?"
"Sudah, mereka menjaga di luar!"
"Bagaimana keputusanmu sekarang?"
"Asal engkau menyerahkan Jit Goat Seng Sim Ki, semua urusan
pasti beres!"
Pek Giok Liong menatap orang itu dengan tajam, lalu tersenyum
seraya bertanya.
"Kenapa tidak berani menyebut nama dan asal-usulmu?"
"Itu tidak perlu."
"Takut kelak aku akan membalas dendam?"
"Tidak."
"Kalau begitu, kenapa engkau tidak berani menyebut nama dan
asal-usulmu?"
Orang itu tertawa gelak, ia menatap Pek Giok Liong dalam-dalam
seraya berkata.
"Engkau masih punya kesempatan untuk membalas dendam?"
"Kenapa tidak?"
"Pertama, engkau tidak bisa hidup lewat tiga hari."
"Kedua?"
"Kedua, meskipun engkau mampu memunahkan racun yang ada
di dalam tubuhmu, engkau pasti cacat seumur hidup."
"Oh?" Pek Giok Liong tersenyum. "Aku terkena racun apa?"
"Engkau mau tahu?"
"Sebetulnya aku tidak mau tahu, namun engkau mengatakan
racun itu begitu lihay, maka aku pun ingin mengetahuinya."
Orang itu diam saja, rupanya ia sedang mempertimbangkan,
boleh atau tidak memberitahukan pada Pek Giok Liong. Karena
cukup lama orang itu tidak membuka mulut, maka Pek Giok Liong
yang bertanya dengan nada menyindir.
384 "Engkau tidak berani memberitahukan padaku kan?"
"Bukan masalah tidak berani, melainkan engkau akan bertambah
cemas mendengarnya, maka aku merasa tidak tega
memberitahukan."
"Kalau engkau tidak beritahukan, hatiku malah semakin cemas."
"Karena engkau mendesak, seandainya aku tidak
memberitahukan, itu akan membuat hatiku merasa tidak enak."
"Nah!" Pek Giok Liong tersenyum. "Kalau begitu, cepatlah
beritahukan padaku, agar hatimu merasa enak!"
"Pek Giok Liong!" Orang itu tertawa licik. "Bagaimana kalau kita
membicarakan syarat saja?"
"Aku tidak bisa hidup lebih dari tiga hari, masih ada syarat apa
yang harus dibicarakan" Lebih baik engkau katakan saja!"
"Berada di mana Jit Goat Seng Sim Ki itu sekarang?"
"Bagaimana menurutmu?"
"Kalau aku tahu, bagaimana mungkin aku bertanya padamu?"
"Benar." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Kalau engkau tahu,
tentunya tidak akan bertanya padaku."
"Engkau memang cerdik!"
"Ha ha ha!" Mendadak Pek Giok Liong tertawa keras, sehingga
goa itu tergetar-getar.
"Kenapa engkau tertawa?" tanya orang itu heran.
"Engkau telah terjebak," jawab Pek Giok Liong, kemudian
tertawa keras lagi.
"Eh?" Orang itu menatap Pek Giok Liong dengan curiga. "Engkau
sama sekali tidak?""
"Tentu tidak." Pek Giok Liong menatapnya dingin. "Maka aku
masih bisa tertawa keras."
Tidak salah, seharusnya saat ini Pek Giok Liong sudah tidak
bertenaga sekujur badannya akan tetapi?"
Orang itu tersentak, tanpa sadar ia melompat mundur. Ia tahu
kepandaiannya masih di bawah kepandaiannya Pek Giok Liong.
"Terkejut ya?" Pek Giok Liong tersenyum dan berkata, "Walau
engkau tidak menyebut namamu, aku sudah tahu siapa dirimu."
Hati orang itu tersentak lagi, kemudian tanyanya seakan tidak
percaya apa yang dikatakan Pek Giok Liong.
"Engkau tahu aku siapa?"
"Engkau tidak percaya?"
"Aku memang tidak percaya."
385 "Aku justru tahu siapa dirimu." Pek Giok Liong menatapnya dan
melanjutkan ucapannya "Engkau adalah Cian Tok Suseng (Pelajar
Seribu Racun)."
"Bukan," jawab orang itu cepat. "Aku bukan Cian Tok Suseng."
"Engkau tidak mengaku juga tidak apa-apa sebab aku sudah
tahu siapa dirimu."
"Engkau ngawur. Cian Tok Suseng itu telah lama menghilang.
Kalau masih ada orangnya, usianya pun sudah mendekat seratus."
"Kenapa Cian Tok Suseng itu menghilang dari bu lim, orang lain
tidak tahu, tapi aku tahu."
"Engkau tahu sebabnya?"
"Tentunya engkau lebih jelas dari pada aku. Kenapa harus
bertanya lagi?" Pek Giok Liong tersenyum. "Baiklah, kuberitahukan.
Dia sangat beruntung mendapat semacam rumput obat. Setelah
makan rumput obat itu, dia pun tampak muda seperti berusia empat
puluhan, bahkan panjang umur."
"Kok engkau tahu itu?"
"Sudah pasti ada orang memberitahukan padaku."
"Siapa orang itu?"
"Engkau bilang dirimu bukan Cian Tok Suseng, kenapa harus
bertanya begitu jelas" Percuma kan?"
"Aku sungguh merasa heran."
"Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui. Engkau masih tidak mengaku?"
bentak Pek Giok Liong mendadak.
"Aku bukan Cian Tok Suseng, kenapa harus mengaku?"
"Ouw Beng Hui!" Pek Giok Liong tersenyum. "Sepasang matamu
telah memberitahukan padaku, kenapa kau masih tidak mau
mengaku?" "Aku?""
"Ouw Beng Hui, lebih baik engkau mengaku. Itu ada kebaikan
bagimu." "Ada kebaikan apa?"
"Kalau begitu, engkau telah mengaku?"
"Karena engkau bilang ada kebaikannya, maka apa salahnya aku
mengaku." "Engkau jangan omong begitu! Mau mengaku silakan, tidak mau
mengaku juga tidak apa-apa. Namun?" alangkah baiknya kalau
engkau mau mempertimbangkan."
Orang itu berpikir lama sekali, akhirnya mengangguk.
386 "Aku mengaku."


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sungguhkah engkau mengaku?"
"Ya." Orang itu mengangguk lagi. "Aku sungguh-sungguh
mengaku." "Tapi harus ada buktinya."
"Apa"! Bukti?" Tertegun orang itu.
"Tentu harus ada bukti. Kalau tidak, bagaimana nanti kalau
engkau tidak mengaku lagi?"
"Engkau boleh?"" Orang itu diam mendadak, sama sekali tidak
berani melanjutkan ucapannya.
"Maksudmu aku boleh membunuhmu?"
"Be?" benar. Aku memang bermaksud begitu."
Justru Pek Giok Liong malah tertawa, sehingga membuat orang
itu terheran-heran.
"Relakah engkau mati?" tanya Pek Giok Liong mendadak.
"Aku?" aku memang tidak rela untuk mati. Namun?""
"Kalau keadaan memaksa, itu apa boleh buat kan?"
"Benar." Orang itu mengangguk. "Semua orang harus mati,
begitu pula aku dan engkau."
"Bagus." Pek Giok Liong tertawa gelak. "Kini pikiranmu telah
terbuka." "Itu karena aku kewalahan menghadapimu, maka apa boleh
buat." Orang itu menarik nafas panjang. "Aku terpaksa harus
begini." "Kenapa engkau kewalahan menghadapiku?" tanya Pek Giok
Liong sambil tersenyum.
"Engkau sangat cerdik dan berkepandaian tinggi. Oleh karena
itu, aku pun jadi kewalahan menghadapimu."
"Tapi ada satu yang aku tidak bisa menyamaimu."
"Maksudmu mengenai racun?"
"Benar." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Engkau pakar racun
dengan julukan Cian Tok Suseng, jelas aku tidak bisa menyamaimu."
"Sudahlah! Kini aku telah kenal jelas dirimu. Mengenai racun,
engkau pun tidak di bawahku."
"Apakah engkau merasa menyesal sekarang?"
"Aku memang merasa sedikit menyesal," ujar orang itu jujur.
"Kalau sebelumnya aku tahu engkau begitu lihay, aku pun tidak
berani mencarimu untuk minta Panji Hati Suci Matahari Bulan itu."
387 "Jadi kini engkau sudah tidak berniat untuk menjagoi rimba
persilatan lagi?"
"Menjagoi bu lim" Itu sudah merupakan kentut." Cian Tok
Suseng menggeleng-gelengkan kepala. "Justru karena itu, aku
terjebak sehingga keluar dari tempat tinggalku."
"Cit Ciat Sin Kun yang menjebakmu keluar kan?"
"Eh?" terbelalak Cian Tok Suseng. "Kok engkau tahu?"
"Kalau aku tidak tahu, apakah engkau akan kewalahan
menghadapiku?" Pek Giok Liong tertawa.
"Heran! Itu sungguh mengherankan?"" gumam Cian Tok
Suseng. "Apa yang mengherankanmu?"
"Kelihatannya segala apa pun tidak dapat mengelabuimu.
Bukankah itu sangat mengherankan?"
"Masih ada lain yang lebih mengherankanmu."
"Oh?" Cian Tok Suseng terbelalak lagi. "Apa itu?"
"Aku pun tahu cara bagaimana dia menjebakmu keluar. Engkau
percaya tidak?" Pek Giok Liong menatapnya sambil tersenyumsenyum.
"Ini?" aku tidak percaya."
"Dia menjebakmu dengan suatu syarat. Setelah engkau berhasil
membantunya, dia pun akan memberimu semacam racun yang
paling ganas di kolong langit. Begitu kan syaratnya?"
"Haah?"?" Mulut Cian Tok Suseng ternganga lebar. "Tidak
salah. Akkh! Engkau membuatku kagum dan salut."
"Nah!" Pek Giok Liong tertawa kecil. "Kini sudah saatnya kita
kembali pada pokok pembicaraan."
Cian Tok Suseng tertegun. "Pokok pembicaraan yang
bagaimana?"
"Engkau belum membuktikan, bahwa engkau Cian Tok Suseng
Ouw Beng Hui." ujar Pek Giok Liong memberitahukan.
"Bukankah aku sudah mengaku tadi" Masih perlu membuktikan
apa" Engkau khawatir aku Cian Tok Suseng palsu?"
"Engkau sudah lupa akan apa yang kukatakan tadi?"
"Apa?" Cian Tok Suseng tercengang. "Engkau katakan apa tadi?"
"Kalau engkau benar Cian Tok Suseng, maka engkau akan
memperoleh suatu kebaikan dariku."
"Oh, itu!" Cian Tok Suseng manggut-manggut. "Kebaikan apa?"
"Cit Ciat Sin Kun mengabulkan apa padamu?"
388 "Racun yang paling ganas di kolong langit," jawab Cian Tok
Suseng sambil menatapnya. "Engkau punya barang itu?"
"Aku memang punya, namun?"" Pek Giok Liong tersenyum.
"Aku tidak bisa sembarangan memberikan padamu."
"Oh?" Cian Tok Suseng tampak girang. "Engkau punya syarat?"
"Tiada syarat."
"Kalau begitu?"" Cian Tok Suseng melongo.
"Engkau cukup bersumpah, bahwa akan menuruti apa yang
kukatakan." Pek Giok Liong memberitahukan.
"Baik." Cian Tok Suseng mengangguk. "Cepatlah katakan, aku
pasti menurut."
"Sungguh?"
"Sungguh!"
"Kalau begitu, engkau harus segera berlutut mengarah ke barat,
tangan kanan diangkat ke atas, tangan kiri menunjuk dada
sendiri?""
Sebelum Pek Giok Liong menyelesaikan ucapannya, Cian Tok
Suseng memberi hormat pada Pek Giok Liong.
"Harap diperlihatkan, agar teecu tidak ragu!" ucapnya.
Pek Giok Liong manggut-manggut dengan wajah serius,
kemudian ia merogoh ke dalam bajunya mengeluarkan sebuah panji
kecil, dan sekaligus diangkat ke atas seraya berkata dengan wibawa.
"Melihat panji sama seperti melihat kakek guru, cepat berlutut!"
Cian Tok Suseng segera berlutut, lalu ucapnya dengan hormat.
"Teecu Ouw Beng Hui menghadap Ketua panji!"
"Ouw Beng Hui, engkau tahu salah?"
"Teecu tahu."
"Bagaimana alasanmu?"
"Teecu ceroboh sehingga terjebak, mohon Ketua panji
menghukum teecu."
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin "Karena engkau telah
mengaku ceroboh, maka engkau harus menebus itu! Ayoh, cepat
bangun!" "Terimakasih Ketua panji!" ucap Ouw Beng Hui sambil menarik
nafas lega. Setelah itu, ia bangkit berdiri dengan mulut
membungkam. Pek Giok Liong menyimpan panji itu ke dalam bajunya, kemudian
menatap Cian Tok Suseng, seraya bertanya.
"Kenapa engkau diam saja?"
389 "Teecu sudah siap menerima hukuman," jawab Cian Tok Suseng
Ouw Beng Hui sambil menjura.
"Aku ingin bicara, bukan ingin menghukummu." Pek Giok Liong
tersenyum. "Tapi teecu tetap harus menghormati Ketua panji!"
"Aku masih muda, kalau engkau bersikap begitu, lebih baik aku
tidak bicara saja."
"Ya, teecu tidak akan bersikap begitu lagi."
"Nah! Mari kita duduk mengobrol!"
"Ya."
Mereka berdua lalu duduk berhadapan, berselang sesaat, Pek
Giok Liong memandangnya seraya bertanya.
"Saudara tua, tahukah engkau siapa Kim Gin Siang Tie?"
"Tahu."
"Engkau pernah bertemu mereka?"
"Pernah bertemu satu kali."
"Tahukah engkau, siapa Kim Tie itu?"
Ouw Beng Hui, Pelajar Seribu Racun itu menggelengkan kepala,
namun kemudian ujarnya sambil mengerutkan kening.
"Tidak tahu, tapi menurut dugaan teecu, dia tergolong orang
yang masuk hitungan dalam bu lim masa kini!"
"Kenapa engkau menduga begitu?"
"Sebab orang-orang yang berkepandaian tingkat tinggi dalam bu
lim dapat dihitung ada berapa banyak."
"Oh!" Pek Giok Liong mengangguk. "Apakah dia memiliki ilmu
dan kecerdasan yang amat tinggi?"
"Dia memang sangat cerdas, namun mengenai kepandaiannya,
teecu tidak begitu jelas."
"Kalau begitu, engkau menduga siapa dia?"
Ouw Beng Hui, si Pelajar Seribu Racun diam saja. Kelihatannya
ia ragu memberitahukan.
"Kenapa diam" Tidak leluasa memberitahukan?" tanya Pek Giok
Liong. "Bukan tidak leluasa, melainkan teecu tidak berani sembarangan
memberitahukan, sebab tiada bukti."
"Itu tidak apa-apa. Beritahukan saja!"
"Menurut dugaan teecu dia mungkin bukan berasal dari
golongan hitam."
390 "Oh?" Pek Giok Liong tertegun. "Kenapa engkau menduga
begitu?" "Setahu teecu, dalam golongan hitam tidak pernah terdengar
ada orang yang begitu cerdas dan tinggi kepandaiannya."
"Apakah dia berasal dari golongan putih?"
"Itu sulit dikatakan."
Pek Giok Liong tampak termenung, kemudian mengalihkan
pembicaraan. "Kata Tu Cu Yen, guruku dikurung di sini, itu benar atau
bohong?" "Itu memang benar?""
"Di mana guruku sekarang?"
"Sudah tidak berada di sini lagi."
"Apakah Tu Cu Yen ke mari membawanya pergi?"
"Tu Cu Yen tidak ke mari, melainkan Cit Ciat Sin Kun mengutus
orang kepercayaannya ke mari untuk membawanya pergi."
"Engkau tahu guruku dibawa ke mana?"
"Teecu tidak tahu, karena mereka tidak bilang apa-apa ketika
membawa gurumu pergi."
Pek Giok Liong mengerutkan kening, lama sekali baru bertanya.
"Apakah mereka tahu aku mau ke mari?"
"Kalau tidak salah, Tu Cu Yen telah melapor tentang kejadian di
Hwa San pada Cit Ciat Sin Kun. Cit Ciat Sin Kun mengira engkau
tidak percaya, tapi engkau justru akan ke mari menyelidikinya, maka
Cit Ciat Sin Kun segera mengutus beberapa orang kepercayaannya
ke mari untuk membawa gurumu pergi ke tempat lain."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Aku tidak menduga
Cit Ciat Sin Kun begitu cerdik."
"Dia memang cerdik dan banyak akal, maka harus berhati-hati
menghadapinya. Jangan bertindak ceroboh!"
Pek Giok Liong mengangguk dan bertanya mendadak.
"Oh ya! Bagaimana keadaan guruku?"
Bibir Ouw Beng Hui atau Pelajar Seribu Racun tampak bergerak,
namun tidak mengucapkan apa pun.
Melihat itu, wajah Pek Giok Liong berubah, tapi masih berusaha
agar bisa tenang.
"Tidak apa-apa, bicaralah!"
"Tubuhnya terkena racun, tenaga dalamnya pun sudah musnah.
Hanya mengandal pada suatu obat untuk menekan racun yang ada
391 di tubuhnya agar tidak menjalar, sekaligus menjaga nafas jangan
sampai putus," ujar Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui
memberitahukan. "Sesungguhnya dia bagaikan pelita yang hampir
habis minyaknya."
"Apakah engkau sudah memeriksa dan benar guruku terkena
racun?" tanya Pek Giok Liong. "Apakah racun itu bisa dipunahkan?"
"Hah?" tertegun Cian Tok Suseng tampak. "Apakah Ketua belum
tahu tentang itu?"
"Setahun yang lalu, aku berpisah dengan guru, maka aku tidak
tahu bahwa guruku terkena racun itu.
"Oh!" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui manggut-manggut. "Itu
racun mayat yang ada di dalam tanah ratusan tahun."
"Haah?"?" Betapa terkejutnya Pek Giok Liong. Wajahnya pun
langsung memucat seperti kertas.
"Itu tergolong racun yang amat ganas di kolong langit, namun
masih ada obat pemunahnya. Tapi?"" Cian Tok Suseng Ouw Beng
Hui menarik nafas panjang. "Dia mendesak racun itu berkumpul jadi
satu dengan tenaga dalamnya, namun sudah sekian lama dan lwee
kangnya telah musnah, maka sudah tiada obatnya."
Pek Giok Liong mengerti, bahwa nyawa Kian Kun Ie Siu sudah
sulit ditolong. Hal itu membuat wajahnya menjadi murung sekali,
kemudian mendadak sepasang matanya menyorot dingin seraya
bertanya, "Siapa yang mahir menggunakan racun mayat itu?"
"Hanya Mu Khun, yang berjuluk Hwak Kiang Si (Mayat hidup).
Dia tinggal di bawah tanah bersama mayat-mayat yang telah busuk.
Oleh karena itu, dia mahir menggunakan racun mayat."
"Kalau begitu, pada waktu itu pasti Mu Khun yang menggunakan
racun mayat tersebut!"
"Tidak ada orang lain lagi."
"Tahukah engkau dia berada di mana sekarang?"
"Sebetulnya dia tinggal di dalam sebuah kuburan besar di
Gunung Mou. Tapi sudah sekian tahun tiada kabar beritanya. Kini dia
masih tinggal di sana atau tidak, tidak bisa dipastikan."
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, setelah itu bertanya
lagi. "Apakah engkau tahu Cit Ciat Sin Kun tinggal di mana?"
Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui mengerutkan kening seraya
berpikir, berselang sesaat jawabnya agak ragu.
"Kalau tidak salah, sepertinya?" dia tinggal di Kah Lan San
(Gunung Kah Lan)."
392 "Kenapa engkau katakan sepertinya?"
"Ketika dia mengutus orang pergi menjemput teecu, muka teecu
ditutup dengan kain, dan sampai di tempat, barulah kain penutup
muka teecu dibuka. Ketika keluar, muka hamba juga ditutup dengan
kain. Pada waktu kain itu dibuka, teecu sudah berada di Kota Gin
Cuan. Maka teecu menduga, tempat tinggalnya berada di Gunung
Kah Lan." "Berdasarkan apa engkau menduga begitu?"
"Karena Kota Gin Cuan berada tak jauh dari Gunung Kah Lan,
sehingga teecu menduga begitu."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, kemudian
mengalihkan pembicaraan. "Oh ya! Saat ini engkau, punya rencana
apa?" "Apa?" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui tertegun. "Maksud


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketua?" "Orang-orang yang di luar itu."
"Teecu pasti terima perintah Ketua."
"Aku justru ingin tahu bagaimana rencanamu."
"Orang-orang yang di luar itu merupakan penjahat yang berhati
kejam, rencana teecu?"" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui
memandang Pek Giok Liong. "Bagaimana menurut Ketua?"
"Itu terlampau sadis," jawab Pek Giok Liong sambil menggelenggelengkan
kepala dan melanjutkan, "Tidak baik melakukan itu."
"Ketua berhati bajik, padahal mereka sudah banyak membunuh
orang, apa salahnya kalau mereka kita basmi?"
"Mereka semua ada berapa orang?"
"Sekitar tiga belas orang."
"Siapa pemimpin mereka?"
"Teecu tidak tahu namanya, tapi pemimpin itu punya lambang di
bajunya." "Lambang apa?"
"Lima kuntum bunga emas."
"Bisakah engkau menyuruhnya masuk?"
"Mungkin tidak jadi masalah, tapi?"" Ucapan Cian Tok Suseng
berhenti sesaat. "Orang-orang bawahan Ketua pasti tidak
mengizinkannya masuk." lanjutnya.
"Itu gampang." Pek Giok Liong tersenyum "Aku akan mengirim
suara pada mereka, agar mereka tidak menghadangnya."
393 Cian Tok Suseng manggut-manggut, lalu memandang Pek Giok
Liong seraya bertanya dengar serius.
"Apakah Ketua ingin menyelidiki tempat tinggal Cit Ciat Sin Kun
melalui orang yang memakai lambang lima kuntum bunga emas
itu?" "Ya." Pek Giok Liong mengangguk dan menambahkan, "Bukan
menyelidiki, melainkan memancingnya dengan akal."
"Ketua sungguh cerdik!" puji Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui
sambil tertawa.
Pek Giok Liong tersenyum, lalu berbicara pada Siang Sing
(Sepasang Bintang) dan Si Kim Kong (Empat Arhat) dengan ilmu
menyampaikan suara.
"Beres. Sekarang engkau boleh bicara." ujarnya kemudian
kepada Cian Tok Suseng.
Setelah berkata begitu, Pek Giok Liong pun segera duduk di
bawah bersandar pada dinding goa. Ouw Beng Hui atau Pelajar
Seribu Racun memandang mulut goa lalu berseru dengan suara
lantang. "Dengar baik-baik orang-orang Lam Hai yang ada di luar! Pek
Giok Liong telah terkena racun dan kini telah kukuasai! Kalian semua
jangan bergerak! Kalau kalian bergerak, Pek Giok Liong yang akan
celaka duluan!"
Siang Sing dan Si Kim Kong berpura-pura terkejut dengan air
muka berubah cemas. Mereka kelihatan ingin bergerak, tapi juga
merasa takut. "Pengecut!" bentak Thian Koh Sing gusar. "Engkau betul-betul
manusia rendah, hanya berani menggunakan racun! Kalau engkau
lelaki sejati, ayoh! Mari kita bertarung di sini!"
"Ha ha ha!" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui tertawa gelak.
"Kalau aku bukan pengecut, bagaimana mungkin Pek Giok Liong
akan jatuh di tanganku" Nah, lebih baik kalian diam!"
"Dasar pengecut!" Caci Thian Koh Sing.
"Harap Kiam Hoa Seh Cia (Duta Bunga Emas) masuk untuk
bicara!" seru Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui.
Tampak seseorang melangkah ke dalam goa. Ia memakai kain
hitam penutup muka dan di bajunya ada lambang lima kuntum
bunga emas. Badan orang itu tinggi kurus, tapi langkahnya mantap
ketika berjalan memasuki goa.
394 Sesampainya di ruang goa itu, ia pun menatap tajam pada Pek
Giok Liong yang duduk di bawah bersandar di dinding goa itu.
Kemudian menatap Cian Tok Suseng bertanya.
"Apakah kau sudah mendapatkan barang itu?"
"Belum." Cian Tok Suseng menggelengkan kepala.
"Apa"!" Duta Bunga Emas tertegun. "Kenapa belum?"
"Dia tidak membawa barang itu." Cian Tok Suseng
memberitahukan.
Duta Bunga Emas memandang Pek Giok Liong dan bertanya
pada Cian Tok Suseng. "Sudahkah kau geledah badannya?"
"Duta Bunga Emas, kau pikir aku tidak menggeledah badannya!"
Duta Bunga Emas diam, rupanya ia sedang berpikir keras.
Berselang sesaat, sepasang matanya menyorot tajam pada Pek Giok
Liong. "Berada di manakah barang itu?"
"Anda?"" Pek Giok Liong berpura-pura lemah. "Anda
menanyakan barang apa?"
"Panji Hati Suci Matahari Bulan."
"Anda ingin tahu?"
"Cepat katakan!" bentak Duta Bunga Emas. "Engkau simpan di
mana barang itu?"
"Hm!" dengus Pek Giok Liong.
"Kenapa diam?" tanya Duta Bunga Emas berang. "Ayoh, cepat
katakan!" "Aku tidak mau mengatakan!" sahut Pek Giok Liong tegas.
Duta Bunga Emas menatapnya dingin. "Perlukah aku
menyiksamu?"
"Aku yakin engkau tidak berani menyiksaku!"
"Oh" He he!" Duta Bunga Emas tertawa terkekeh. "Kalau begitu,
aku justru ingin mencoba menyiksamu!"
Duta Bunga Emas mendekati Pek Giok Liong yang duduk
bersandar di dinding goa. Ketika melihat Duta Bunga Emas sudah
mendekat, Pek Giok Liong pun membentak.
"Berhenti!"
Duta Bunga Emas tidak mau berhenti, melainkan terus
mengayunkan kakinya mendekati Pek Giok Liong.
"Kalau engkau belum mau mati, cepatlah berhenti!" bentak Pek
Giok Liong lagi. "Cepat berhenti!"
395 Duta Bunga Emas berhenti. Ia tampak tertegun, lalu melirik Cian
Tok Suseng Ouw Beng Hui. Setelah itu ia memandang Pek Giok
Liong sambil tertawa dingin.
Pek Giok Liong tersenyum hambar, ditatapnya Duta Bunga Emas
dengan mata redup.
"Walau aku telah terkena racun sehingga tidak bisa
mengerahkan tenaga dalamku, aku masih bisa membuatmu mati!"
"Aku tidak percaya!" Duta Bunga Emas tertawa. "Bagaimana
mungkin engkau bisa membuatku mati?"
"Aku punya akal!"
"Akal apa?"
"Asal engkau masih berani maju dan mengangkat tanganmu, aku
pasti segera membunuh diri di sini!"
"Apa?" Duta Bunga Emas tertegun. "Itukah akalmu?"
"Kalau sudah begitu, apakah engkau masih bisa hidup?"
"Ha ha ha!" Duta Bunga Emas tertawa terbahak-bahak. "Oooh,
engkau ingin jadi setan penasaran setelah mati demi mencabut
nyawaku?" "Aku tidak perlu jadi setan penasaran!" sahut Pek Giok Liong
dingin. "Kalau aku mati, majikanmu pasti membalas dendamku! Dia
pasti membunuhmu! Mengerti?"
"Aku tidak mengerti!"
"Engkau ingin mendengar penjelasanku?"
"Baik, jelaskan!"
"Aku ingin bertanya, mempunyai maksud apakah kau ke mari?"
"Membantu Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui mengambil Jit Goat
Seng Sim Ki!"
"Apakah panji itu sudah kau dapatkan?"
"Kok?" Duta Bunga Emas menatapnya. "Kenapa engkau mulai
omong kosong?"
"Aku tidak omong kosong, melainkan omong yang berisi!" sahut
Pek Giok Liong. "Kalau engkau sudah memperoleh panji itu,
tentunya engkau sudah pergi menemui Cit Ciat Sin Kun untuk
menerima imbalan!"
Duta Bunga Emas diam, Pek Giok Liong melanjutkan ucapannya.
"Engkau belum memperoleh panji itu, lagi pula cuma aku sendiri
yang tahu panji itu berada di mana! Nah, kalau engkau mendesak
sampai aku bunuh diri, engkau akan membawa apa pergi menemui
Cit Ciat Sin Kun?"
396 "Ini?"" Duta Bunga Emas tampak tersentak.
"Kalau aku mati, siapa lagi yang tahu panji itu disimpan di mana"
Bukankah akan menjadi teka-teki" Lagi pula Cit Ciat Sin Kun pasti
ingin tahu kenapa aku mati" Seandainya dia tahu bagaimana
kematianku, apakah dia akan mengampunimu" Nyawamu pasti
melayang!"
Merinding sekujur badan Duta Bunga Emas setelah mendengar
penjelasan itu. Kini ia sudah mengerti kenapa Pek Giok Liong
mengatakan masih bisa membuatnya mati. Itu memang tidak salah,
kalau Pek Giok Liong bunuh diri, pasti dia yang dituduh
membunuhnya. "He he!" Duta Bunga Emas tertawa ringan. "Untung engkau
menyadarkanku! Kalau tidak, aku betul-betul ingin cari mati."
"Oleh karena itu?"," ujar Pek Giok Liong. "Engkau harus
berterimakasih padaku!"
"Kenapa?"
"Karena aku telah menolong nyawamu."
"Betul." Duta Bunga Emas tertawa licik. "Aku memang harus
berterimakasih padamu. Nah, Pek Giok Liong! Bagaimana kita
membicarakan syarat?"
"Syarat apa?"
"Engkau memberitahukan padaku, bahwa panji itu disimpan di
mana. Aku pun menjamin engkau bisa meninggalkan goa ini dalam
keadaan hidup."
"Engkau tidak mau menyiksa diriku lagi?"
Duta Bunga Emas tertawa, lalu dipandangnya Pek Giok Liong
seraya berkata, "Aku tidak tega menyiksa dirimu, karena tubuhmu
sudah terkena racun. Nah, aku cukup bijaksana kan?"
Pek Giok Liong tersenyum, namun kemudian mendadak ia
membentak dingin.
"Sekarang kuperintahkan agar engkau mundur tiga langkah,
setelah itu barulah engkau boleh bicara dengan aku!"
Sepasang mata Duta Bunga Emas menyorot dingin, tapi ia
terpaksa harus mundur tiga langkah.
"Apakah kalau aku memberitahukan padamu tempat
penyimpanan panji itu, engkau pun akan menjamin diriku bisa pergi
dari sini dalam keadaan hidup?"
"Aku berani jamin."
"Sungguh?"
397 "Tentu sungguh." Duta Bunga Emas mengangguk. "Aku tidak
akan membohongimu."
"Bisakah engkau mengambil keputusan itu?"
"Asal aku tahu panji itu disimpan di mana, aku pun bisa
mengambil keputusan."
"Oh, ya?" Pek Giok Liong menatapnya. "Bagaimana aku
mempercayaimu" Itu sulit sekali."
"Aku jamin dengan harga diriku."
"Harga dirimu" Ha ha ha!" Pek Giok Liong tertawa gelak.
"Kenapa engkau tertawa?" tanya Duta Bunga Emas heran. "Apa
yang menggelikanmu?"
"Aku tertawa karena harga dirimu itu. Berapa tinggi harga dirimu
itu" Apakah bisa dijual?"
"Engkau?"" Duta Bunga Emas tampak gusar sekali, namun
tetap harus bersabar, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak
diinginkan. "Gusar ya?" Pek Giok Liong tersenyum. "Mau membunuh aku?"
"Pek Giok Liong!" bentak Duta Bunga Emas. "Cepatlah katakan
tempat itu!"
"Bagaimana kalau aku berkeras tidak mau beritahukan?"
"Kalau engkau berkeras begitu, aku pun tidak akan berlaku
sungkan terhadapmu!" sahut Duta Bunga Emas dingin.
"Engkau ingin memaksaku untuk memberitahukan?"
"Tidak salah!"
"Engkau berani berbuat begitu terhadapku?"
"Demi mengorek keterangan itu, tentunya aku berani berbuat
begitu terhadapmu, maka engkau harus tahu diri!"
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa. "Tapi engkau harus ingat, begitu
engkau maju dan mau bertindak, aku pasti segera bunuh diri."
Duta Bunga Emas terkejut bukan main, kemudian suaranya pun
berubah agak lembut.
"Pek Giok Liong, lebih baik engkau tahu diri dan situasi."
"Aku tahu itu." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Akan
tetapi?""
"Kenapa?"
"Aku sungguh tidak begitu mempercayaimu." Pek Giok Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Pek Giok Liong, biar bagaimana pun engkau harus
mempercayaiku, sebab sudah tiada pilihan lain bagimu."
398 "Menurut aku, masih ada pilihan lain, bahkan engkau pun harus
menurut pada pilihanku itu."
"Apa pilihanmu itu?"
"Aku ingin bicara langsung dengan Cit Ciat Sin Kun," jawab Pek
Giok Liong. "Nah, inilah pilihanku."
"Apa?" Duta Bunga Emas tertawa gelak. "Engkau jangan
bermimpi!"
"Kalau ingin tahu panji itu disimpan di mana, dia mau tidak mau
harus kemari bicara langsung denganku."
Duta Bunga Emas menatapnya tajam. "Engkau ingin
memberitahukan langsung padanya?"
"Selain Cit Ciat Sin Kun, jangan harap aku akan membuka mulut
memberitahukan mengenai tempat penyimpanan panji itu."
Duta Bunga Emas diam, tiba-tiba Cian Tok Suseng menyelak.
"Kalau begitu, kenapa Duta Bunga Emas tidak mau melapor pada
Cit Ciat Sin Kun" Biarlah dia ke mari."
Duta Bunga Emas berpikir lama sekali, lalu mengarah pada mulut
goa seraya berseru. "Nomor dua cepat memberi isyarat!"
Di luar goa, tampak seseorang yang memakai kain hitam
penutup muka, segera melempar suatu benda ke atas. Benda itu
meletus di atas seperti bunga api petasan meluncur ke atas lagi.
Pada waktu bersamaan, Pek Giok Liong pun bangkit berdiri, lalu
memandang Duta Bunga Emas sambil tertawa.
"Engkau sudah terpedaya!"
"Haah?"?" Sekujur badan Duta Bunga Emas bergemetar.
"Engkau tidak terkena racun?"
"Benar." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku sama sekali tidak


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkena racun."
"Tapi?"" Duta Bunga Emas mengarah pada Cian Tok Suseng
Ouw Beng Hui, seraya bertanya. "Saudara Ouw, apakah engkau?""
"Aku sudah meracuninya," sahut Cian Tok Suseng Ouw Beng
Hui. "Tapi kenapa dia masih?"" Duta Bunga Emas menatapnya
dengan curiga. "Aku pun seperti dirimu." Nada suara Cian Tok Suseng Ouw
Beng Hui agak dingin. "Sama sekali tidak mengerti bisa begitu."
Akan tetapi, Duta Bunga Emas sudah sedikit mengerti, maka
wajah di balik kain hitam langsung berubah, dan sekaligus
membentak. 399 "Ouw Beng Hui! Engkau berani mengkhianati Maharaja?"
"Engkau berani membentakku?" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui
melotot. "Cit Ciat Sin Kun masih tidak berani bersikap demikian
padaku, engkau tuh apa, berani bersikap sedemikian kurang ajar
terhadapku?"
"Tapi engkau telah mengkhianati Maharaja!" Duta Bunga Emas
menudingnya. "Kalau beliau ke mari, engkau pasti mati!"
Cian Tok Suseng tidak menimpalinya. Ia memberi hormat pada
Pek Giok Liong.
"Mohon Ketua memberi perintah pada teecu!" ucapnya.
"Asal dia masih bisa bernafas, lainnya terserah engkau saja,"
sahut Pek Giok Liong.
"Teecu menerima perintah!" Cian Tok Suseng menjura hormat.
Seketika juga Duta Bunga Emas merasa ada sesuatu yang tak
beres. Maka secepatnya ia melompat ke arah mulut goa.
Akan tetapi, Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui bergerak lebih
cepat. Ia mengerahkan ilmu peringan tubuhnya melompat ke mulut
goa menghadang Duta Bunga Emas.
"Ingin kabur?" Ouw Beng Hui tertawa dingin. "Tidak begitu
gampang!" Betapa terperanjat Duta Bunga Emas, karena Cian Tok Suseng
Ouw Beng Hui sudah berdiri di mulut goa menghadangnya.
"Kembali!" bentak Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui sekaligus
menyerang Duta Bunga Emas dengan jurus San Pang Ti Liat
(Gunung roboh bumi pecah).
Pukulannya mengandung tenaga dalam yang dahsyat. Duta
Bunga Emas tidak mampu mengelak, ia terpental ke dalam goa
sambil mendekap dadanya.
Pada waktu bersamaan, di luar pun terdengar suara jeritan.
Berselang sesaat, suasana kembali tenang, seperti semula.
Tampak Sepasang Bintang dan Empat Arhat berjalan memasuki
goa. Mereka memberi hormat pada Pek Giok Liong.
"Sudahkah membuat mereka tak berdaya?" tanya Pek Giok Liong
sambil tersenyum.
"Ya," jawab Thian Koh Sing. "Mereka semua sudah tak berdaya
sama sekali. Harus bagaimana menghukum mereka, mohon Ketua
memberi perintah!"
"Bawa mereka semua ke dalam!" ujar Pek Giok Liong.
"Ya." Keenam orang itu menjura, lalu keluar.
400 Tak lama mereka berenam sudah kembali, masing-masing
menjinjing seorang yang memakai kain hitam penutup muka, seakan
menjinjing suatu barang yang amat ringan.
Sementara itu, Duta Bunga Emas telah tertotok jalan darahnya
oleh Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui. Ia duduk di bawah tak
bergerak sama sekali.
Sedangkan Sepasang Bintang dan Empat Arhat melempar orangorang
itu dekat dinding goa, lalu berdiri tegak di samping Pek Giok
Liong. "Aku perkenalkan, ini Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui." Pek Giok
Liong memperkenalkan mereka. "Sepasang Bintang dan Empat
Arhat." Seketika juga Sepasang Bintang, Empat Arhat dan Pelajar Seribu
Racun saling memberi hormat. Setelah mereka saling memberi
hormat, Pek Giok Liong pun berkata pada Thian Koh Sing Ma Hun.
"Sebentar lagi akan terjadi pertarungan, kalian berenam
bersembunyi di luar! Setelah ada perintah dariku barulah kalian
boleh muncul."
"Menerima perintah!" jawab Thian Koh Sing Ma Hun sambil
menjura, kemudian melangkah keluar, Thian Kang Sing Wie Kauw
dan Empat Arhat mengikutinya dari belakang.
Pek Giok Liong memandang Duta Bunga Emas, lalu
mengarahkan pandangannya pada Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui.
"Ouw Beng Hui, tanyalah marga dan namanya!"
"Ya." Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui mengangguk, lalu menatap
Duta Bunga Emas dengan dingin. "Sebutkan marga dan namamu!"
Duta Bunga Emas diam, tak menjawab.
Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui mengerutkan kening, kemudian
menyambar kain hitam penutup muka Duta Bunga Emas. Ketika
menyaksikan wajah Duta Bunga Emas, kening pakar racun itu
berkerut lagi. "Wajahmu masih asing bagiku, lebih baik engkau mengaku siapa
dirimu!" ujar Cian Tok Suseng sambil tersenyum.
Duta Bunga Emas menundukkan kepala, diam.
"Hm!" dengus Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui dingin.
"Kesabaranku sangat terbatas, maka kalau engkau masih tidak mau
buka mulut, aku terpaksa bertindak!"
Duta Bunga Emas memang keras kepala. Ia tetap diam dengan
kepala tertunduk.
401 "Engkau harus tahu rasa sekarang!" bentak Cian Tok Suseng
Ouw Beng Hui sekaligus menggerakkan tangannya.
Akan tetapi, sudah terlambat. Sebab pada waktu bersamaan,
wajah Duta Bunga Emas telah berubah hitam dan nafasnya pun
putus seketika.
Bagian ke 45: Algojo Langit
Kematian Duta Bunga Emas memang sungguh di luar dugaan.
Ternyata ia membunuh diri dengan cara menelan racun.
Ouw Beng Hui seorang pakar racun, namun tidak mengetahui
hal itu sebelumnya. Setelah wajah Duta Bunga Emas berubah hitam,
barulah ia tahu, namun sudah terlambat.
Ia membalikkan badannya, perlahan-lahan menghampiri Pek
Giok Liong dengan kepala tertunduk.
"Mohon ampun Ketua!" ucapnya. "Hamba sama sekali tidak
menduga akan hal itu."
"Aku pun tidak menduga!" Pek Giok Liong menggelenggelengkan
kepala. "Sehingga dia?""
Mendadak sepasang mata Pek Giok Liong menyorot tajam,
setelah itu ujarnya dengan suara rendah.
"Ada orang datang!"
Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui segera pasang kuping, namun ia
sama sekali tidak mendengar suara apa pun, maka wajahnya tampak
tercengang. "Masih dalam jarak lima puluh meteran. Sebentar lagi engkau
pasti mendengar suara itu." Pek Giok Liong memberitahukan sambil
tersenyum. Betapa terkejutnya Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui . Ia tahu
bahwa Pek Giok Liong memiliki kepandaian tinggi, tapi tidak terpikir
ketika Pek Giok Liong sedang berbicara padanya, bahwa daya
pendengarannya masih mencapai jarak yang begitu jauh.
Itu membuktikan bahwa Pek Giok Liong telah memiliki tenaga
dalam yang sulit diukur.
Tak lama ia telah mendengar suara langkah yang amat ringan.
Pek Giok Liong segera memberi isyarat padanya, lalu menggeserkan
badannya ke samping pintu goa. Sedangkan Cian Tok Suseng Ouw
Beng Hui berdiri di tengah pintu goa.
402 Sesaat kemudian, tampak tiga orang berbaju ungu dan memakai
kain penutup muka warna ungu pula. Lima belas orang memakai
kain hitam penutup muka mengikuti mereka dari belakang.
Setelah berada di depan pintu goa, salah seorang berbaju ungu
menatap Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui seraya bertanya.
"Bagaimana, Saudara Ouw" Sudah bereskan urusan itu?"
"Baru setengah beres." jawab Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui.
"Apa?" Orang berbaju ungu itu tertegun. "Jelaskan!"
"Engkau tidak mengerti?"
"Saudara Ouw, sudahlah! Jangan jual mahal, bicaralah yang
benar!" "Orangnya sudah ditangkap, tapi barangnya belum dapat."
"Kenapa?"
"Barang itu tidak berada padanya."
"Sungguh?"
Pertanyaan ini membuat Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui
langsung melotot dengan kening berkerut.
"Apakah engkau tidak mempercayaiku?"
Orang berbaju ungu itu tampak tersentak. Ia memang kurang
percaya, tapi terhadap Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui tidak berani
berlaku kasar. Oleh karena itu, ia pun segera tertawa.
"Ha ha! Saudara Ouw, aku mana berani tidak percaya padamu?"
"Hm!" dengus Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui dingin.
"Tapi di mana bocah itu" Kok tidak kelihatan?"
"Dia berada di dalam, di samping pintu goa ini."
"Apakah dia sudah terkena racun?"
"Kalau belum, bagaimana mungkin aku mengatakan telah
menangkapnya?"
Sepasang mata orang berbaju ungu itu berbinar, kemudian
tertawa seraya berkata dengan suara dalam.
"Bocah itu memang lihay, namun bagaimana mungkin dia bisa
terhindar dari racunmu?"
"Ha ha ha!" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui tertawa gelak.
"Sejak kapan engkau belajar menepuk pantatku?"
"Saudara Ouw pandai bergurau!" ujar orang berbaju ungu, lalu
bertanya mendadak. "Kok tidak tampak Duta Bunga Emas" Dia
kemana?" Wajah Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui langsung berubah dingin.
Ia menatap orang berbaju ungu seraya menjawab.
403 "Dia berada di dalam, sedang menjaga bocah itu."
"Oh?" Orang berbaju ungu juga menatap Cian Tok Suseng Ouw
Beng Hui. "Apakah semua anak buahnya juga berada di dalam?"
"Ya." Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui mengangguk. "Pek Giok
Liong juga membawa enam orang yang berkepandaian tinggi, maka
bagaimana mungkin Duta Bunga Emas seorang diri mampu
mengawasi mereka bertujuh?"
"Apakah keenam orang itu juga sudah terkena racun?"
"Tidak salah."
"Mereka semua sudah terkena racun, kenapa masih harus?""
"Kalau aku tidak berhati-hati, siapa yang akan bertanggung
jawab?" tanya Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui dingin.
"Betul." Orang berbaju ungu tertawa. "Oh ya! Di mana bocah itu
menyimpan barang yang kita inginkan" Saudara Ouw sudah
bertanya padanya belum?"
"Sudah, tapi dia tidak mau bilang."
"Maka Duta Bunga Emas menyalakan kembang api isyarat, agar
Taytie ke mari?" tanya orang berbaju ungu.
"Betul." Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui menatapnya, kemudian
membentak pula "Siapakah kau?"
"Kepala pemimpin sepuluh aula." Orang berbaju ungu
memberitahukan. "Aku Thian Sat Tan Cu (Algojo langit)."
"Siapa kedua orang itu?"
"Mereka Ti Ling (Sukma bumi) dan Ngo Hok Tan Cu (Lima
peruntungan)." Thian Sat memberitahukan.
"Kenapa Taytie tidak ke mari?" tanya Cian Tok Suseng
mendadak. "Kami sudah ke mari, itu sama juga kan?" sahut Thian Sat.
"Tidak sama." Cian Tok Suseng menggelengkan kepala.
"Kenapa tidak sama?" Thian Sat, menatapnya.
Cian Tok Suseng tidak menyahut, sebaliknya malah bertanya
sambil mengernyitkan kening.
"Taytie berada di mana sekarang?"
"Tidak tahu."
"Kalau begitu, kedatangan kalian bukan atas perintah Taytie!"
"Justru beliau yang memberi perintah langsung pada kami."
"Tapi kenapa engkau bilang tidak tahu Taytie berada di mana?"
"Karena beliau sama sekali tidak ke luar."
"Maksudmu beliau masih berada di dalam istana?"
404 "Ketika Taytie memberi perintah pada kami, beliau masih berada
di dalam istana. Sekarang masih ada atau tidak, aku tidak
mengetahuinya."
Cian Tok Suseng pura-pura berpikir keras dengan kening
berkerut-kerut, lalu bergumam sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Inilah yang jadi repot?""
"Kenapa jadi repot?" tanya Thian Sat dingin.
"Pek Giok Liong ingin bicara langsung dengan Taytie. Kalau
tidak, dia tidak akan memberitahukan di mana tempat penyimpanan
barang itu."
"Oh" Aku justru tidak percaya."
"Apa"!" Cian Tok Suseng melotot. "Engkau tidak percaya, apakah
tidak percaya omonganku?"
"Jangan salah paham!" Thiat Sat tertawa. "Aku tidak percaya
kalau Taytie tidak datang, kita tidak bisa memaksanya untuk
memberitahukan tempat itu."
"Dia tidak mau beritahukan, engkau bias apa?"
Thiat Sat tertawa ringan, ia menatap Cui Tiap Beng Hui, lalu
ujarnya serius.
"Harap Saudara Ouw menyuruh Duta Bunga Emas membawanya
ke luar untuk kulihat sebentar!"
"Mau kau apakan dia?"
"Aku ingin bertanya langsung padanya."
"Bagaimana kalau dia tidak mau bilang?"
Thiat Sat tertawa licik.
"Aku akan memperlihatkan caraku menghadapinya." sahutnya
dingin. "Apakah engkau ingin menyiksanya?"
"Ingin tahu tubuhnya keras seperti apa."
"Tentunya tidak sekeras baja, namun?"" Cian Tok Suseng Ouw
Beng Hui tertawa dingin. "Kau kira caramu itu akan berhasil" Jangan
sok pintar!"
"Oh" Apakah Saudara Ouw sudah?""
"Justru belum."
"Kalau begitu, kenapa engkau katakan cara itu tidak akan
berhasil?"
"Karena tiada gunanya dengan cara itu."
"Kenapa?"
405

Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Duta Bunga Emas telah memikirkan cara itu, tapi tidak berani
menggunakannya, lantaran Pek Giok Liong mengatakan sesuatu
padanya." "Pek Giok Liong mengatakan apa padanya?" tanya Thiat Sat
heran. "Pek Giok Liong mengatakan, walau tubuhnya sudah terkena
racun dan tidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya, dia masih bisa
membuat Duta Bunga Emas itu mati."
"Maka Duta Bunga Emas tidak berani menyiksanya?"
"Apakah engkau berani?"
"Perkataan itu cuma dapat menakuti Duta Bunga Emas, tapi
tidak bisa menakuti aku."
"Oh?" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui tertawa dingin. "Kalau
begitu, nyalimu lebih besar dibandingkan dengan Duta Bunga
Emas!" "Aku tidak berani mengatakan begitu, namun aku tidak akan
takut oleh perkataannya itu."
"Oh, ya?" Ouw Beng Hui, si Pelajar Seribu Racun tertawa dingin.
"Kau kira Duta Bunga Emas tak bernyali dan gampang ditakuti
begitu saja?"
"Saudara Ouw, sebetulnya Pek Giok Liong mengatakan apa?"
"Dia mengatakan bahwa ada satu cara yang membuat Duta
Bunga Emas mati."
"Cara apa itu?"
"Aku bertanya padamu, apa tujuan Taytie perintahkanmu ke
mari?" "Menjemput Saudara Ouw dan Duta Bunga Emas."
"Tidak ada lain lagi?"
"Membawa pulang Panji Hati Suci Matahari Bulan."
"Ngmm!" Cian Tok Suseng manggut-manggut. "Walau sekarang
Pek Giok Liong sudah berada di tangan kita, panji itu justru tidak
berada padanya. Kita tidak tahu disimpan di mana panji itu. Lalu kita
harus bagaimana?"
"Tentunya harus bertanya padanya di mana tempat
penyimpanan panji itu."
"Dengan cara apa pun kita bertanya padanya?"
"Kalau dia tidak mau bilang, itu apa boleh buat."
"Bagaimana seandainya dia sama sekali tidak mau bilang dan
akhirnya malah membunuh diri?"
406 Thiat Sat tertegun. Itu yang tidak dipikirkannya.
"Itu?"" Ia tergagap.
"Bagaimana?" Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui menatapnya
tajam. "Kalau benar dia bunuh diri, sehingga kita tidak tahu di mana
tempat itu, Taytie pasti marah besar dan?"" Berkata sampai di sini,
Thiat Sat pun menyadari satu hal. "Caranya itu adalah bunuh diri?"
"Betul." Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui tersenyum dingin. "Nah,
beranikah engkau menyiksanya?"
"Itu?""
"Karena kewalahan, maka Duta Bunga Emas menyalakan
kembang api isyarat, itu agar Taytie ke mari."
"Kalau begitu, apakah Saudara Ouw punya?""
"Aku sama sekali tidak punya akal," sahut Ouw Beng Hui, si
Pelajar Seribu Racun sambil menggeleng kepala. "Tapi?""
"Bagaimana?" tanya Thiat Sat cepat.
"Kini cuma ada satu akal," jawab Cian Tok Suseng Ouw Beng
Hui. "Akal apa?"
"Tanya pada Pek Giok Liong apa maunya."
"Apa" Kita bertanya demikian padanya?"
"Betul, itu yang paling tepat."
"Tapi?"" ucapan Thiat Sat terputus.
Itu karena mendadak terdengar suara tawa yang amat nyaring di
samping pintu goa.
"Akal Cian Tok Suseng memang tepat! Itu akal satu-satunya
untuk menghadapi aku!"
Pek Giok Liong bangkit berdiri, lalu menghampiri mereka
selangkah demi selangkah.
Thiat Sat, Ti Ling dan Ngo Hok tergetar hebat hatinya.
Sedangkan Cian Tok Suseng segera mundur ke samping.
Pek Giok Liong menatap Thiat Sat dengan tajam.
"Engkau ingin tahu apa mauku?" tanyanya hambar.
"Katakan!" sahut Thiat Sat.
"Engkau harus segera menyuruh seseorang untuk pergi melapor
pada Cit Ciat Sian Kun, agar dia cepat-cepat datang ke mari
menemuiku!"
"He he!" Thiat Sat tertawa terkekeh. "Kau kira Taytie akan
menuruti kemauanmu?"
407 "Maksudku memang begitu," Pek Giok Liong tertawa dingin.
"Mau datang atau tidak, itu urusannya."
"Memang urusannya. Engkau bisa apa?" sahut Thiat Sat.
"Dia tidak ke mari juga tidak apa-apa. Aku masih bisa pergi
mencarinya," ujar Pek Giok Liong.
"Oh" Engkau yakin dapat mencarinya?"
"Kalau tidak yakin, bagaimana mungkin aku berkata begitu?"
"Tahukah engkau di mana istana Taytie."
"Tentu tahu." Pek Giok Liong tersenyum.
"Di mana?" Thiat Sat tidak percaya, kalau Pek Giok Liong tahu
letak istana Taytie.
"Di gunung Kah Lan."
Thiat Sat tersentak sehingga sepasang matanya menyorotkan
sinar aneh. "Ini?" kok engkau?""
"Bagaimana aku bisa tahu kan?"
"Siapa yang beritahukan?"
"Ha ha!" Pek Giok Liong tertawa. "Karena engkau bertanya
demikian, berarti dugaanku tidak meleset!"
"Hah?" Thiat Sat tertegun. Ia tidak menyangka pertanyaannya
justru telah mengaku, bahwa istana Taytie berada di Gunung Kah
Lan. "Aku harap engkau mau menjawab beberapa pertanyaanku!"
ujar Pek Giok Liong dengan wajah dingin.
"Bagaimana kalau aku tidak mau menjawab?"
"Itu gampang sekali." Pek Giok Liong tersenyum hambar.
"Engkau akan menemani Duta Bunga Emas."
Begitu Pek Giok Liong menyinggung itu, seketika juga Thiat Sat,
merasa ada sesuatu yang tak beres.
"Bagaimana dan di mana Duta Bunga Emas?"
"Dia telah berkorban demi Cit Ciat Sian Kun."
"Apa" Engkau telah membunuhnya?"
"Aku tidak membunuhnya, itu akan mengotori tanganku," sahut
Pek Giok Liong dan menambahkan. "Dia sangat nekat, membunuh
diri dengan cara menelan pil racun yang ada di dalam mulutnya."
"Yang lainnya?"
"Sedang istirahat di dalam, mereka masih hidup."
"Engkau telah menotok jalan darah mereka?"
408 "Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bilang mereka sedang
istirahat?"
"Oooh! Thiat Sat manggut-manggut. "Kalau begitu, tentunya
engkau tidak terkena racun kan?"
"Apakah aku tampak seperti orang terkena racun?"
"Jadi?"" Thiat Sat segera mengarah pada Ouw Beng Hui, si
Pelajar Seribu Racun. "Saudara Ouw, apa gerangannya ini"
Engkau?""
"Apa gerangannya, lebih baik engkau bertanya padaku!" sahut
Pek Giok Liong sambil tertawa hambar.
"Balk, katakan!" Thiat Sat menatap Pek Giok Liong.
"Ketika aku memasuki goa ini, Ouw Beng Hui langsung meracuni
diriku. Melihat julukannya Cian Tok (Seribu Racun), tentunya dia
pakar racun. Cuma sayang sekali, dia bertemu denganku yang lebih
pakar mengenai racun. Maka racunnya tidak bisa berfungsi apa-apa
dalam tubuhku." Pek Giok Liong memberitahukan sambil tersenyumsenyum.
"Oooh! Thiat Sat manggut-manggut.
"Nah, kini engkau telah memahaminya, maka sudikah engkau
menjawab beberapa pertanyaanku?"
"Tidak!" Thiat Sat menggelengkan kepala. "Pokoknya aku tidak
sudi!" "Kalau begitu, engkau lebih rela mendampingi Duta Bunga
Emas?" "Juga tidak!"
"Lalu engkau menghendaki aku melepaskanmu?"
"Tidak salah!" Thiat Sat tertawa. "Bukan hanya melepaskan aku,
sebaliknya aku pun ingin menangkapmu hidup-hidup!"
"Engkau yakin bisa tangkap aku?"
"Kupikir tiada masalah!"
"Ha ha!" Pek Giok Liong tertawa. "Engkau sudah menghitung,
bisa melawanku berapa jurus?"
"Aku sudah dengar, kepandaianmu amat tinggi. Mungkin aku
tidak bisa melawanmu sampai tiga puluh jurus. Tapi engkau harus
tahu keadaanmu di depan mata."
"Maksudmu orangmu banyak, sedangkan aku cuma seorang diri,
maka kalian bisa mengeroyokku dan meraih kemenangan?"
"Tidak salah!" Thiat Sat tertawa gelak. "Ini kesempatanku, aku
tidak akan menyia-nyiakannya."
409 Pek Giok Liong tertawa dingin. Ia menatap Thiat Sat tajam
seraya berkata dengan hambar.
"Ini memang merupakan kesempatanmu, tapi?"" Mendadak
Pek Giok Liong berseru. "Sepasang Bintang, Empat Arhat, cepat
kalian muncul!"
Tiba-tiba di belakang Thiat Sat muncul enam orang tua memakai
jubah abu-abu. Mereka menatap Thiat Sat lainnya dengan dingin
sekali. Thiat Sat tergetar hebat ketika melihat kemunculan mereka.
Mereka berenam bersembunyi di tempat yang begitu dekat, namun
ia sama sekali tidak mendengar suara apa pun. Itu membuktikan
mereka berenam memiliki kepandaian tingkat tinggi.
"Engkau sudah lihat jelas" Apakah aku cuma seorang diri?" tanya
Pek Giok Liong sambil tertawa.
"Aku sudah lihat jelas!" sahut Thiat Sat dan berusaha tenang.
"Walau kalian berjumlah tujuh orang, tapi kami berjumlah delapan
belas orang. Tentunya engkau juga sudah melihat jelas."
"Biar bagaimanapun, aku masih bisa menangkapmu!" ujar Pek
Giok Liong. "Maksudmu?"
"Aku seorang mampu melawan kalian bertiga, sedangkan para
anak buahmu berjumlah lima belas orang, sama sekali tidak mampu
melawan orangku yang berenam itu!"
Tentunya Thiat Sat tidak percaya akan ucapan Pek Giok Liong.
Bagaimana mungkin Pek Giok Liong mampu melawan mereka
bertiga" Itu cuma omong kosong! Pikir Thiat Sat.
"Engkau tidak percaya kan?" Pek Giok Liong tertawa. "Satu
orangku mampu melawan tiga orangmu! Kalau engkau tidak
percaya, boleh coba!"
"Benar!" Thiat Sat tertawa terkekeh. "He he he! Memang harus
dicoba!" "Silakan!" ucap Pek Giok Liong.
"Baik aku akan segera perintahkan tiga anak buahku untuk
melawan orangmu!" Thiat Sat langsung memberi perintah. "Nomor
tiga, lima dan sembilan! Kalian bertiga bertarung dengan salah
seorang itu!"
"Ya," sahut nomor tiga, lima dan sembilan serentak. Mereka
bertiga menghampiri Thian Kang Sing Wie Kauw.
410 "Ha ha ha!" Thian Kang Sing Wie Kauw tertawa gelak. "Sepasang
tanganku memang sudah gatal, cepatlah kalian bertiga maju
bareng!" Ketiga orang berbaju hitam tertawa dingin, kemudian mendadak
menyerang Thian Kang Sing Wie Kauw dari tiga arah.
"Ha ha!" Thian Kang Sing Wie Kauw masih tertawa. "Kalian
bertiga ingin melawanku" Kepandaian kalian bertiga masih rendah!"
Thian Kang Sing Wie Kauw juga tidak diam. Ia segera
mendorongkan sepasang tangannya ke kiri dan ke kanan. Itu adalah
jurus Sin Tiau Khay Yap (Rajawali sakti mengembangkan sayap).
Jurus ini penuh mengandung tenaga dalam, sehingga membuat dua
penyerangnya terpental. Setelah itu, ia pun menendang ke belakang
dengan jurus Ma Auh Pao (Tendangan kuda), penyerang yang di
belakangnya tertendang perutnya.
"Ha ha ha!" Thian Kang Sing Wie Kauw tertawa terbahak-bahak.
"Bagaimana" Kalian bertiga sudah kapok?"
Ketiga orang berbaju hitam itu sangat penasaran. Mereka saling
memandang dan mendadak menyerang serentak ke arah Thian Kang
Sing Wie Kauw. Justru muncul kejadian aneh, karena sekonyong-konyong tangan
kiri Thian Kang Sing Wie Kauw menjulur lebih panjang setengah
meter dan langsung mencengkeram bahu salah seorang berbaju
hitam. Orang berbaju hitam itu terkejut, dan cepat-cepat menyerang
Thian Kang Sing Wie Kauw dengan tenaga dalamnya.
Pada waktu bersamaan, kedua orang berbaju hitam pun
menyerangnya dengan tenaga dalam pula.
Diserang dengan tenaga dalam yang cukup dahsyat itu, Thian
Kang Sing Wie Kauw sama sekali tidak gugup, sebaliknya malah
tertawa panjang sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk
menangkis serangan tenaga dalam dari tiga jurusan itu.
Buuuum! Tenaga dalam Thian Kang Sing Wie Kauw beradu
dengan tenaga dalam ketiga orang itu.
Thian Kang Sing Wie Kauw tetap berdiri tak bergeming,
sedangkan ketiga orang berbaju hitam telah terpental bagaikan
layang-layang putus tali.
Buuk! Ketiga orang berbaju hitam jatuh duduk.
411 Setelah menyaksikan pertarungan itu, Thiat Sat, Ti Ling dan Ngo
Hok, tiga pemimpin aula, itu terperanjat bukan main. Kini mereka
sudah percaya akan ucapan Pek Giok Liong tadi.
Ketiga orang berbaju hitam tidak terluka, maka mereka bertiga
masih bisa bangkit berdiri sambil saling memandang. Mereka lalu
menghampiri Thian Kang Sing Wie Kauw, dan diam-diam
mengerahkan tenaga dalamnya masing-masing sampai sepuluh
bagian, sehingga meninggalkan bekas kaki di tanah ketika
melangkah. Mereka bertiga semakin penasaran, dan ingin membunuh Thian
Kang Sing Wie Kauw dengan sekali pukul.
Pek Giok Liong mengerutkan kening ketika menyaksikan hal itu.
"Kalian bertiga berhenti!" bentaknya mengguntur.
Ketiga orang berbaju hitam menghentikan langkahnya,
sedangkan Pek Giok Liong memandang Thiat Sat seraya berkata.


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah engkau menghendaki mereka bertiga mati?"
Thiat Sat tersentak. Ia lalu berseru dengan suara dalam.
"Kalian bertiga cepat kembali ke tempat masing-masing!"
Ketiga orang berbaju hitam memberi hormat, lalu diam-diam
melirik ke arah Pek Giok Liong dengan penuh rasa terimakasih,
sekaligus kembali ke tempat masing-masing.
"Kini engkau sudah percaya?" tanya Pek Giok Liong pada Thiat
Sat. "Percaya bagaimana, tidak percaya bagaimana?" Thiat Sat balik
bertanya dengan suara dingin.
"Kalau engkau sudah percaya, haruslah menjawab beberapa
pertanyaanku!"
"Engkau ingin bertanya apa?"
"Jadi engkau bersedia menjawab dengan jujur?"
"Itu tergantung pada pertanyaanmu!"
"Baiklah! Dengarkan baik-baik!" Pek Giok Liong menatapnya.
"Aku dengar kalian sepuluh Tan Cu (Pemimpin aula), delapan itu
adalah Pat Tay Hiong Jin! Apakah itu benar?"
Semula Thiat Sat mengira Pek Giok Liong ingin mengajukan
pertanyaan penting, tidak tahunya cuma merupakan pertanyaan
yang tak berarti.
"Tidak salah!" jawab Thiat Sat.
"Apakah engkau termasuk salah seorang Pat Hiong Tay?" tanya
Pek Giok Liong dengan mata menyorot tajam.
412 "Betul!"
"Engkau Pat Hiong ke berapa?"
"Yang pertama!"
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Engkau adalah Jin
Pin Mo Kun Ting Yuan?"
"Betul!" Ting Yuan atau si Algojo Langit mengangguk.
Pek Giok Liong memandang Pat Tay Hiong Jin seraya bertanya,
"Apakah mereka berdua?"
"Ling Ming Cun Cia Ong Tia Kong dan Ngo Tok Ceng Kun Hung
Moh Chiang!" Ting Yuan memberitahukan.
"Kalau begitu, Siang Hiong Sam Kuai berlima adalah pemimpin
aula keempat, kelima, keenam, ketujuh dan kedelapan!"
"Tidak salah!"
"Siapa pemimpin aula kesembilan dan kesepuluh?"
"Pemimpin aula kesembilan adalah Kwan Gwa Khui Eng Mu Tay
Cuah!" Ting Yuan memberitahukan. "Pemimpin aula kesepuluh
adalah Cian San Hek Siu Ku Yung Chun!"
"Siang Hiong Sam Kuai berada di mana sekarang?"
"Aku tidak tahu!"
"Apakah mereka tidak berada di dalam istana?"
"Tidak!"
"Engkau tidak tahu jejak mereka?"
"Kalau tahu, apa salahnya aku memberitahukanmu?"
Pek Giok Liong tercenung, kelihatannya ia sedang berpikir.
"Aku bertanya sekali lagi, siapa Kim Tie itu?" tanyanya kemudian.
"Entahlah!" Jin Pin Mo Kun menggelengkan kepala. "Aku tidak
tahu." "Sungguhkah engkau tidak tahu?"
"Selain Taytie dan Gin Tie kami semua sama sekali tidak tahu
siapa Kim Tie itu!"
"Ting Yuan! Tahukah engkau asal usulku?"
Pek Giok Liong menatapnya tajam.
"Aku dengar, engkau anak Pek Mang Ciu, majikan Ciok Lau San
Cung!" "Betul!" Pek Giok Liong mengangguk. "Karena itu, engkau harus
menjawab satu pertanyaanku lagi!"
"Tanyalah!"
"Engkau tahu siapa yang menyerang Ciok Lau San Cung di
malam itu?"
413 Jin Pin Mo Ting Yuan menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu."
"Ting Yuan!" Pek Giok Liong menatapnya dingin. "Sungguhkah
engkau tidak tahu?"
"Aku sungguh tidak tahu!"
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. "Ada orang menyampaikan
kabar padaku, memberitahukan engkau ingin tahu kabar itu?"
"Kabar apa?"
"Orang itu bilang, para penyerang di malam itu adalah kalian Pat
Hiong." Jin Pin Mo Kun Ting Yuan tampak tersentak. "Siapa yang bilang
itu?" "Bun Fang!"
"Oh?" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan tertegun. "Orang tertua dari
Thai Hang Ngo Sat."
"Tidak salah!" Pek Giok Liong tertawa dingin. "Ting Yuan! kini
engkau harus bagaimana?"
"Aku harus bagaimana?"
"Jadi engkau mengaku?"
"Tidak, aku tidak mengaku!"
"Kenapa engkau tidak berani mengaku?"
"Bukan tidak berani, melainkan bukan aku!"
"Lalu bagaimana dengan mereka berdua?" tanya Pek Giok Liong
sambil memandang Ling Ming Cun Cia Ong Tia Kong dan Ngo Tok
Ceng Kun Hung Moh Chiang.
"Pek Giok Liong!" bentak kedua orang itu serentak. "Engkau
jangan sembarangan memfitnah!"
"Kalau begitu, berarti Bun Fang yang memfitnah kalian!"
"Benar!" Ngo Tok Ceng Kun Hung Moh Chiang mengangguk.
"Pek Giok Liong!" Ting Yuan "Aku punya bukti!"
"Bukti apa?"
"Malam itu ketika Ciok Liau San Cung diserang, kami bertiga
berada di vihara Siau Lim."
"Oh?" Pek Giok Liong menatapnya. "Maksudmu padri Siau Lim
dapat membuktikan itu?"
"Ya!" Ting Yuan mengangguk. "Kalau engkau tidak percaya,
silakan ke Siau Lim untuk bertanya tentang itu!"
"Bertanya pada siapa" Ketua Siau Lim atau pengawas di sana?"
"Ketua maupun pengawas pun boleh!"
"Apakah masih ada padri lain yang mengetahui masalah itu?"
414 "Ada!" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan mengangguk.
"Siapa?"
"Pemimpin Lo Han Tong (Ruang Lo Han) dan tetua yang di
loteng penyimpanan kitab suci!"
Mendengar itu, hati Pek Giok Liong tergerak.
"Kenapa malam itu kalian berada di vihara Siau Lim?"
"Pek Giok Liong!" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan tertawa dingin.
"Engkau lelaki sejati atau bukan?"
"Memangnya kenapa?" tanya Pek Giok Liong heran.
"Kalau engkau lelaki sejati, perbuatanmu pasti bisa dipegang
kan?" "Tentu!" Pek Giok Liong tertegun. "Kenapa engkau berkata
begitu?" "Bukankah engkau mengajukan satu pertanyaan lagi" Kok masih
terus bertanya tidak karuan?"
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Maaf, aku lupa!
Nah, kutarik kembali pertanyaan barusan!"
"Hm!" dengus Jin Pin Mo Kun Ting Yuan dingin.
"Ting Yuan!" Pek Giok Liong menatapnya. "Aku tidak ingin
membunuh, lebih baik engkau bawa orang-orangmu pergi
sekarang!"
"Pek Giok Liong!" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan tertawa. "Engkau
pikir aku akan pergi begitu saja?"
Pek Giok Liong mengerutkan kening, ia menatapnya dengan
mata menyorot dingin.
"Ting Yuan, aku peringatkan engkau! Jangan tidak tahu diri!"
"He he!" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan tertawa terkekeh. "Engkau
sangat pintar, maka harus tahu aku tidak akan menuruti
perintahmu!"
"Kalau begitu, engkau mau apa?"
"Pertama, aku ingin tahu panji itu berada padamu atau tidak,
kedua, aku ingin?"" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan melirik Ouw Beng
Hui, si Pelajar Seribu Racun. "Aku ingin dia pergi bersama kami!"
"Jit Goat Seng Sim Ki ada padaku. Kalau Cit Ciat Sin Kun
menginginkan panji itu, dia harus menghadapi aku untuk merebut
panji tersebut! Mengenai Ouw Beng Hui, dia punya hubungan
denganku, maka aku tidak mengizinkannya ikut kalian!"
415 "Oh?" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan menatap Pek Giok Liong tajam.
"Orang-orang Duta Bunga Emas itu, bolehkah aku membawa mereka
pergi?" "Itu boleh!" Pek Giok Liong mengangguk, kemudian ujarnya
pada Cian Tok Suseng. "Ouw Beng Hui! Harap ke dalam dan buka
jalan darah mereka, lalu suruh mereka ke luar!"
"Teecu menerima perintah!" jawab Cian Tok Suseng lalu
melangkah ke dalam goa.
Tak seberapa lama kemudian, tampak dua belas orang berbaju
hitam berjalan ke luar dari dalam goa itu.
"Kalian ke mari!" seru Jin Pin Mo Kun Ting Yuan.
Kedua belas orang berbaju hitam segera menghampiri Jin Pin Mo
Kun Ting Yuan dengan kepala tertunduk.
"Pek Giok Liong!" Mendadak Jin Pin Mo Kun Ting Yuan tertawa
licik. "Aku masih punya satu permintaan, apakah engkau mau
mengabulkan?"
"Apa permintaanmu itu?" tanya Pek Giok Liong dingin.
"Aku tahu diriku bukan tandinganmu, namun terpaksa oleh
keadaan, maka aku harus bertanding denganmu!"
"Hanya engkau seorang diri?"
"Tentu tidak!" Jin Pin Mo Kun Ting Yuan menggeleng kepala.
"Kami bertiga akan bergabung!"
"Ting Yuan!" Pek Giok Liong menarik nafas. "Engkau masih tidak
percaya aku pasti menang bertanding dengan kalian bertiga?"
"Aku percaya, bahkan percaya sekali!"
"Kalau begitu, kenapa?""
"Sudah kukatakan tadi, terpaksa oleh keadaan, maka harus
bertanding!"
Pek Giok Liong diam. Ia berpikir dan kemudian manggutmanggut
seraya berkata.
"Aku sudah mengerti! Baiklah! Kalian bertiga boleh bergabung
melawan aku, tapi cuma sepuluh jurus! Nah, kalian bertiga boleh
siap menyerang!"
Mereka bertiga saling memandang, kemudian mulai
mengerahkan tenaga dalam masing-masing.
Sedangkan Pek Giok Liong pun mulai menghimpun Thai Tenaga
Sakti Pelindung Badannya. Pada waktu bersamaan mendadak ia
mendengar suara yang amat halus di dalam telinganya.
416 "Maafkan aku, Pendekar Muda! Tubuh kami bertiga sudah
diracuni, maka kami bertiga sangat terpaksa harus melawanmu!
Tentang kejadian Ciok Lau San Cung, asal Anda bertemu Siang
Hiong Sam Kuai segalanya pasti akan jelas! Maaf, sekarang aku
mulai menyerang, harap Pendekar Muda berhati-hati!"
Pek Giok Liong tahu, itu suara Jin Pin Mo Kun Ting Yuan, ia pun
segera menyahut dengan ilmu menyampaikan suara.
"Terimakasih atas kebaikanmu!"
Sedangkan Jin Pin Mo Kun Ting Yuan sudah membentak keras
sambil menyerang kearah Pek Giok Liong. Ling Ming Cun Cia dan
Ngo Tok Ceng Kun juga tidak diam, mereka berdua pun langsung
menyerang dengan serentak.
Pek Giok Liong tertawa ringan, mendadak badannya melayang
ke atas, otomatis serangan-serangan itu gagal, sebelum tubuh Pek
Giok Liong turun, mereka bertiga pun menyerang dengan serentak.
Pada waktu bersamaan, tubuh Pek Giok Liong berputar-putar
menghindari serangan-serangan itu.
Tak terasa empat jurus telah lewat. Dalam empat jurus itu, Pek
Giok Liong sama sekali tidak balas menyerang. Namun ketika kelima
sudah mulai, Pek Giok Liong pun berseru.
"Kalian bertiga harus berhati-hati, kini aku akan balas
menyerang!"
Sekonyong-konyong Pek Giok Liong berubah menjadi sepuluh
orang. Dia menggunakan ilmu Cian In Pou (Langkah seribu
bayangan). Jelas membuat mata ketiga orang berkunang-kunang,
tidak tahu harus menyerang ke mana"
Pada waktu bersamaan, entah bagaimana terjadinya, tahu-tahu
lengan Jin Pin Mo Kun telah tercengkeram Pek Giok Liong.
Betapa terkejutnya Ling Ming Cun Cia dan Ngo Tok Ceng Kun.
Mereka berdua segera berhenti menyerang, bahkan juga tidak tahu
Jin Pin Mo Kun telah berbicara pada Pek Giok Liong dengan ilmu
menyampaikan suara.
Oleh karena itu, ketika melihat Jin Pin Mo Kun telah dicengkeram
Pek Giok Liong, mereka berdua pun merasa cemas sekali dan siap
menyerangnya. "Kalau kalian berdua berani menyerangku, Ting Yuan yang akan
menjadi korban duluan!" ancam Pek Giok Liong.
Seketika juga kedua orang itu diam, sama sekali tidak berani
menyerang Pek Giok Liong.
417 "Hmm!" dengus Jin Pin Mo Kun Ting Yuan dingin. "Engkau telah
mencengkeram urat nadiku, mau bunuh silakan!"
"Aku sudah bilang dari tadi, aku tidak mau membunuh!" sahut
Pek Giok Liong sambil tersenyum. "Engkau harus bersabar dan
mengangguk bahwa engkau akan membawa pergi semua anak
buahmu, barulah aku akan melepaskanmu!"
"Hm!" dengus Jin Pin Mo Kun Ting Yuan dingin.
"Bagaimana" Engkau setuju?"
"Pek Giok Liong, asal engkau melepaskan diriku, aku pun pasti
segera membawa pergi semua anak buahku! Tapi engkau harus
ingat, aku akan membalasmu kelak!"
"Itu urusan kelak!" Pek Giok Liong tertawa. "Dan silakan engkau
membalasku kelak!"
Usai berkata begitu, Pek Giok Liong pun melepaskan Jin Pin Mo
Kun Ting Yuan. "Cepat kalian enyah dari sini!" bentaknya.
Jin Pin Mo Kun Ting Yuan segera melompat pergi.
"Mari kita pergi!" serunya.
Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah hilang dari
pandangan Pek Giok Liong?"
Bagian ke 46: Kemunculan Tetua Partai Pengemis
Ouw Beng Hui, si Pelajar Seribu Racun menatap Pek Giok Liong,
lama sekali barulah membuka mulut sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Ketua terlampau baik hati."
"Menurutmu, aku tidak boleh melepaskan mereka bertiga?"
tanya Pek Giok Liong sambil tersenyum.
"Pat Hiong sering membunuh. Sekarang Ketua melepaskan


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka, tentunya di belakang hari mereka akan membunuh lagi."
"Benar." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Namun aku harap,
setelah aku melepaskan mereka kali ini, mereka pun mau bertobat!"
"Hati Ketua sangat bajik, mudah-mudahan mereka bertiga mau
bertobat, agar tidak mengecewakan Ketua!"
Pek Giok Liong tersenyum, dan memandang Cian Tok Suseng
seraya berkata.
418 "Walau mereka bertiga sering melakukan pembunuhan, mereka
tetap punya perasaan. Mungkin?"" Mendadak sepasang mata Pek
Giok Liong menyorot tajam. "Ada orang datang!"
Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui segera mendongakan kepala.
Tampak sosok bayangan berkelebat cepat menuju kearah mereka.
Tak lama sosok bayangan itu sudah melayang ke hadapan
mereka, ternyata adalah Ouw Yang Seng Tek atau si Tongkat Sakti,
Tetua Partai Pengemis.
Itu sungguh di luar dugaan, juga amat menggembirakan. Pek
Giok Liong langsung menjura.
"Aku memberi hormat pada Ouw Yang lo cianpwe!" ucap Pek
Giok Liong. "Ketua Panji!" Pengemis tua itu tertawa gelak. "Aku pengemis
busuk mana pantas menerima hormatmu!"
Panji Hati Suci Matahari Bulan berkembang, rimba persilatan di
kolong langit bergabung menjadi satu. Pek Giok Liong adalah
generasi kelima pemegang panji tersebut, otomatis kedudukannya
sangat tinggi. Meskipun pengemis tua itu tetua partai namun ia masih harus
memberi hormat pada Pek Giok Liong. Akan tetapi, pengemis tua itu
justru tidak melakukannya.
Pek Giok Liong tahu jelas sifat aneh pengemis tua itu, maka ia
pun tidak memasalahkan hal itu pula.
"Ouw Yang lo cianpwe?"
"Eh?" Pengemis tua itu mengerutkan kening. "Ketua tidak boleh
panggil aku lo cianpwe, lebih baik diubah saja!"
"Panggil saja aku pengemis tua!" sahut Ouw Yang Seng Tek
sambil tertawa gelak.
"Ini?"" Pek Giok Liong tampak ragu.
"Kalau Ketua merasa ragu, bagaimana panggil aku saudara tua
saja?" usul pengemis tua itu sungguh-sungguh. "Lalu aku pun
memanggilmu saudara kecil."
"Baiklah." Pek Giok Liong mengangguk.
"Saudara kecil, engkau memang keterlaluan!" tegur Ouw Yang
Seng Tek mendadak.
"Eh" Saudara tua, kenapa aku keterlaluan?"
"Gara-gara engkau, sepasang kakiku nyaris patah, tahu?"
"Lho" Kenapa?"
419 "Aku dari Hong Yang berlari ke vihara Si Hui, dari vihara Si Hui
berlari-lari ke Hwa San. Dari Hwa San berlari dan terus berlari ke
mari. Coba bayangkan! Apakah kedua kakiku tidak akan patah
berlari begitu jauh?"
"Buktinya sepasang kaki saudara tua belum patah kan?" Pek
Giok Liong tertawa.
"Masih tertawa?" Ouw Yang Seng Tek melotot. "Dasar setan
kecil?" maaf, dasar saudara kecil!"
"Saudara tua, engkau cari aku ada urusan apa?"
"Itu?"" Ouw Yang Seng Tek tertawa. "Aku bertemu seseorang,
dia minta tolong padaku untuk mencarimu."
"Siapa orang itu?" tanya Pek Giok Liong. "Dia Tui Hun It Kiam
(Pedang Pengejar Roh) Kang Ceng Sam!"
"Apa?" Pek Giok Liong tertegun. "Kang Ceng Sam, si Pedang
Pengejar Roh?"
"Eh" Saudara kecil! Apakah engkau tidak kenal mengenalnya?"
Ouw Yang Seng Tek tercengang.
"Tidak kenal." Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Apakah
dia titip pesan untukku?"
"Ya." Ouw Yang Seng Tek mengangguk. "Katanya dia pernah
titip sebuah kunci padamu, entah engkau sudah terima belum" Kalau
sudah terima harus dibawa ke Kiu Hwa San!"
Sepasang mata Pek Giok Liong berbinar-binar.
"Saudara tua, apakah dia orang tua pincang?" tanyanya.
Ouw Yang Seng Tek mengangguk.
"Benar. Tapi kini kepalanya sudah botak!" Ouw Yang Seng Tek
tertawa gelak. "Lho?" Pek Giok Liong bingung. "Kok kepalanya bisa botak?"
"Dicukur. Karena dia sudah mengabdi pada Sang Buddha, kini
dia adalah hweshio kaki pincang!"
"Oh?" Wajah Pek Giok Liong tampak gembira sekali. "Saudara
tua bertemu dia di mana?"
"Di dalam Kota An Hui Hong Yang!"
"Apakah orang tua itu masih berada di sana?"
"Wah! Aku bukan peramal, bagaimana mungkin tahu itu?"
"Saudara tua?""
"Oh ya!" Ouw Yang Seng Tek menatap Pek Giok Liong. "Engkau
sudah terima kuncinya itu?"
420 "Sudah!" Pek Giok Liong mengangguk. "Apakah Saudara tua
sudah menemukan jejak Siang Hiong?"
"Aaakh!" keluh Ouw Yang Seng Tek. "Jangan kau singgung lagi,
aku sungguh kehilangan muka."
"Kenapa" Tiada hasilnya?"
"Aku terus mengejar, tapi akhirnya orang kukejar itu malah
menghilang begitu saja. Nah, bukankah aku telah kehilangan muka?"
"Jadi Saudara tua tidak tahu ke mana orang itu?"
"Kalau tahu, tentunya aku tidak akan bilang aku telah kehilangan
muka." "Ketika Saudara tua ke mari, apakah melihat segerombolan
orang?" "Lihat." Ouw Yang Seng Tek mengangguk. "Kalau tidak ingin
cepat-cepat menemuimu, aku pasti cari gara-gara dengan mereka.
karena mereka semua memakai kain penutup muka, aku ingin tahu
siapa mereka itu."
"Mereka para anak buah Cit Ciat Sin Kun." Pek Giok Liong
memberitahukan.
"Tiga orang itu kelihatan berilmu tinggi. Siapa mereka itu?" tanya
Ouw Yang Seng Tek.
"Mereka bertiga adalah Mo, Cun dan Tok. Tiga dari Pat Hiong."
jawab Pek Giok Liong.
"Saudara kecil melepaskan mereka bertiga?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku tidak mau sembarangan
membunuh, maka mereka kulepaskan."
"Aduuuh!" Ouw Yang Seng Tek menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa kau lepaskan mereka" Padahal mereka sering membunuh
orang." "Aku melepaskan mereka, agar mereka mau bertobat."
"Bertobat?" Ouw Yang Seng Tek tertawa sampai badannya
bergoyang-goyang. "Bagaimana mungkin mereka akan bertobat"
Lagi pula?" kemungkinan besar mereka yang membunuh kedua
orang tuamu."
"Aku sudah bertanya pada Jin Pin Mo Kun tentang itu. Dia bilang
pada malam itu mereka sama sekali tidak ikut menyerang Ciok Lau
San Cung. "Apakah engkau percaya?"
"Percaya, karena Jin Pin Mo Kun tidak berdusta."
"Eh?" Ouw Yang Seng Tek menatapnya tajam.
421 "Kenapa engkau yakin pada Ting Yuan?"
"Dia pun mengatakan, bahwa pada malam itu, mereka bertiga
berada di vihara Siau Lim. Ketua, pemimpin Lo Han Tong dan tetua
yang di loteng penyimpan kitab suci akan menjadi saksi."
"Kalau begitu, mereka bertiga sungguh tidak ikut menyerang
Ciok Lau San Cung?"
"Betul."
"Tapi menurut aku, lebih baik engkau harus mengutus seseorang
ke vihara Siau Lim untuk menanyakan tentang itu!"
"Itu memang harus." Pek Giok Liong mengangguk. "Oh ya,
bolehkah aku minta tolong pada saudara tua?"
"Bilang saja!"
"Aku harap saudara tua bersedia memberi perintah pada
pemimpin cabang untuk menyelidiki jejak Siang Hiong Sam Kuai.
Asal tahu jejak mereka, harus segera memberitahukan padaku!"
"Itu tidak jadi masalah. Aku pasti segera memberi perintah pada
mereka." "Terimakasih, saudara tua!" ucap Pek Giok Liong sambil
menjura. "Aku tidak berani menerima penghormatanmu," sahut Ouw Yang
Seng Tek. "Saudara kecil, lain kali jangan bersikap begitu lagi!"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Saudara kecil!" Ouw Yang Seng Tek menatapnya. "Aku dengar
engkau ke mari untuk menemui gurumu. Apakah gurumu berada di
dalam goa?"
Pek Giok Liong menggeleng-gelengkan kepala sambil menarik
nafas panjang. "Aku terlambat datang, sehingga guruku sudah dibawa pergi
oleh utusan Cit Ciat Sin Kun."
"Kalau begitu, goa ini merupakan suatu jebakan."
"Betul." Cit Ciat Sin Kun telah mengundang Ouw Beng Hui dan
para anak buahnya untuk menunggu di sini. Tujuan mereka hendak
meracuni diriku, lalu mengambil Jit goat Seng Sim Ki."
"Oh?" Ouw Yang Seng Tek segera memandang Ouw Beng Hui, si
Pelajar Seribu Racun. "Engkau sudah tua bangka, kok masih mau
menjual nyawamu pada Cit Ciat Sin Kun itu" Engkau sudah pikun
ya" Padahal tampangmu baru berusia empat puluhan!"
422 "Pengemis busuk! Aku belum pikun!" Ouw Beng Hui tertawa
getir. "Kalau aku sudah pikun, justru tidak akan menuruti perintah
Cit Ciat Sin Kun!"
"Lalu kenapa engkau menuruti perintahnya?"
"Aku ditipu."
"Ditipu dengan suatu syarat, kan?"
"Betul."
"Ha ha!" Ouw Yang Seng Tek tertawa gelak. "Syarat itu pasti
sangat menggiurkan hatimu! Kalau tidak?""
"Memang begitu."
"Syarat apa itu?"
"Kalau aku berhasil, dia akan memberiku Toan Hun Coh (Rumput
pemutus nyawa)."
"Apakah karena itu, maka engkau menerima syarat itu?"
Ouw Beng Hui diam saja, sedangkan Ouw Yang Seng Tek malah
melotot. "Dasar tua bangka! Sudah sekian tahun engkau hidup tenang
dan damai di tempatmu, tapi demi rumput pemutus nyawa, engkau
masih merangkak ke luar untuk diperdaya setan itu! Dasar pikun!"
"Saudara tua, urusan itu telah berlalu, tidak perlu diungkit lagi!"
sela Pek Giok Liong agar Ouw Beng Hui tidak terus dipermalukan
pengemis tua itu.
"Oh ya!" Ouw Yang Seng Tek menatap Pek Giok Liong. "Tahukah
engkau gurumu dibawa ke mana?"
"Tidak tahu!"
"Tua bangka!" Ouw Yang Seng Tek mengarah pada Ouw Beng
Hui. "Engkau tahu?"
"Kalau aku tahu, sudah kubilang dari tadi," sahut Ouw Beng Hui.
"Sungguhkah engkau tidak tahu?"
"Pengemis busuk! Engkau tidak percaya aku?"
"Hm!" dengus Ouw Yang Seng Tek. "Bagaimana mungkin aku
percaya?" "Saudara tua!" ujar Pek Giok Liong. "Dia sungguh tidak tahu."
"Eeeh?" Ouw Yang Seng Tek terbelalak. "Kenapa engkau
membelanya" Apakah pikiranmu telah diracuninya?"
"Saudara tua!" Pek Giok Liong tertawa. "Kini dia sudah menjadi
orang kita, maka dia tidak berani berdusta padaku."
"Dia?" tua bangka yang tak mau tua itu sudah menjadi orang
kita?" Ouw Yang Seng Tek melongo.
423 "Ya." Pek Giok Liong mengangguk, Ouw Beng Hui pun menyelak
mendadak. "Pengemis busuk! Tahukah engkau perguruanku?"
"Tentu tahu. Engkau berasal dari perguruan Tok Seng (Maha
racun), benar kan?"
"Benar." Ouw Beng Hui mengangguk dan melanjutkan,
"Pernahkah engkau dengar Tok Seng Kim Leng (Tanda perintah
Maha racun)?"
"Pernah." sahut Ouw Yang Seng Tek. "Kakek guru partai Tok
Seng yang membunuh Tok Seng Kim Leng. "Para murid partai itu
kalau melihat tanda perintah tersebut, harus menurut?" Eh"
Kenapa engkau bertanya padaku tentang itu?"
"Pengemis busuk, engkau harus tahu! Pek Siau hiap bukan cuma
mendapat Panji Hati Suci Matahari Bulan, melainkan dia pun Tek
Seng Kim Leng Cu (Pemilik tanda perintah Maha Racun) itu."
"Oooh!" Ouw Yang Seng Tek memandang Pek Giok Liong.
"Saudara kecil, engkau juga memperoleh tanda perintah itu?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku memperoleh tanda
perintah itu di dalam ruang rahasia Istana Pelangi."
"Oooh!" Ouw Yang Seng Tek manggut-manggut lagi, lalu
menjura pada Ouw Beng Hui.
"Tua bangka, aku minta maaf!"
"Sudahlah! Kita sama-sama sudah tidak kenal tata krama,
kenapa engkau masih menjura padaku" Lagi pula sebelumnya kita
cuma salah paham, kini sudah saling mengerti."
"Betul, betul." Ouw Yang Seng Tek tertawa terbahak-bahak,
kemudian memandang Pek Giok Liong seraya bertanya. "Saudara
kecil, kini engkau siap ke mana?"
"Aku ingin ke Kiu Hwa San. Saudara tua mau ke mana?"
"Aku ingin jalan-jalan ke vihara Siau Lim."
"Oh ya, bagaimana kalau Saudara tua menanyakan tentang Jin
Pin Mo Kun Ting Yuan itu, aku ingin tahu dia berbohong atau tidak?"
"Baiklah. Aku pun ingin memberitahukan pada Tay Kak Hosiang
mengenai perkembangan rimba persilatan kini."
"Kalau begitu, aku mengucapkan terimakasih pada Saudara tua!"
ucap Pek Giok Liong.
"Eh" Mulai lagi! Aku tidak terima itu." sahut Ouw Yang Seng Tek
sambil melotot.
424 Pek Giok Liong cuma tersenyum, lalu memandang Ouw Beng
Hui. "Engkau mau ke mana?" tanyanya.
"Teecu ingin ikut Ketua."
"Tidak usah!" tolak Pek Giok Liong. "Lebih baik engkau kembali
ke tempat tinggalmu."
"Apakah Ketua menganggap teecu berkepandaian rendah?"


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan begitu, aku tidak ingin merepotkanmu."
"Kalau begitu, ijinkanlah hamba ikut Ketua, mungkin ada
gunanya." ujar Ouw Beng Hui sungguh-sungguh.
"Itu?"" Pek Giok Liong ragu.
"Saudara kecil!" sela Ouw Yang Seng Tek. "Dia sudah merengekrengek,
ajaklah dia! Kalau tidak, dia pasti ngambek. Sebab dia tua
bangka yang tidak mau tua."
"Baiklah!" Pek Giok Liong mengangguk.
"Terimakasih Ketua!" ucap Ouw Beng Hui.
"Eh" Tua bangka, kenapa engkau tidak berterimakasih padaku?"
tanya Ouw Yang Seng Tek mendadak.
"Bukankah engkau selalu menolak ucapan terimakasih dari siapa
pun" Nah, bagaimana mungkin aku mengucapkan terimakasih
padamu?" sahut Ouw Beng Hui sambil tertawa gelak.
"Hah" Senjata makan tuan!" keluh Ouw Yang Seng Tek sambil
menggaruk-garuk kepala. "Dasar tua bangka licik?"!"
Bagian ke 47: Kitab Ajaib
Kiu Hwa San terletak di sebelah selatan Kota An Hui.
Pemandangan Kiu Hwa San itu sangat indah menakjubkan. Tentunya
sangat menarik perhatian para pelancong.
Hari ini di Kiu Hwa San tersebut kedatangan seorang pemuda
tampan, tampak pula enam orang tua dan seorang berusia empat
puluhan berjalan di belakang pemuda itu.
Mereka adalah Pek Giok Liong, Cian Tok Suseng Ouw Beng Hui,
Siang Sing dan Si Kim Kong.
Berselang beberapa saat kemudian, mendadak Pek Giok Liong
berhenti dan memandang Ouw Beng Hui seraya bertanya.
"Engkau pernah datang di gunung ini?"
"Beberapa tahun lalu pernah ke mari satu kali," jawab Ouw Beng
Hui memberitahukan.
425 "Masih ingatkah situasi gunung ini?"
"Cuma ingat sedikit."
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, lalu mengeluarkan
selembar peta lokasi dari tetua Kay Pang Ouw Yang Seng Tek, Tui
Hun It Kiam menitip peta lokasi itu untuk Pek Giok Liong.
"Coba lihatlah peta lokasi ini!" ujar Pek Giok Liong sambil
menyerahkan peta lokasi tersebut pada Ouw Beng Hui. "Mungkin
engkau masih ingat tempat-tempat tertentu."
Ouw Beng Hui menerima peta lokasi itu, kemudian
memperhatikannya dengan seksama. Berselang sesaat, ia
memberitahukan.
"Tempat yang akan kita tuju itu, kelihatannya terletak di sebelah
timur." Ouw Beng Hui mengembalikan peta lokasi itu pada Pek Giok
Liong. "Mari ikut teecu saja!"
Pek Giok Liong mengangguk. Ouw Beng Hui melangkah duluan,
Pek Giok Liong dan lainnya mengikutinya dari belakang.
Satu jam kemudian, mereka sudah sampai di lereng gunung itu.
Pek Giok Liong berhenti sambil menengok ke sana ke mari. Tempat
itu memang mirip seperti yang ada di dalam peta lokasi, namun Pek
Giok Liong malah menggeleng kepala.
"Adakah yang tak beres?" tanya Ouw Beng Hui.
"Kelihatannya memang tempat ini, hanya saja?"" Pek Giok
Liong tampak berpikir, lalu melanjutkan, "Kunci itu untuk membuka
pintu ruang batu yang ada di dalam goa, tapi di tempat ini tidak ada
goa sama sekali."
Sementara Siang Sing dan Si Kim Kong sudah mulai memeriksa
kesana kemari dengan cermat sekali. Mendadak Chua Kui Kim Kong
(Arhat penangkap setan) Ih Cong Khie menunjuk pada sebuah batu
berbentuk aneh di belakang pohon siong.
"Ketua, lihatlah batu itu!" serunya.
Pek Giok Liong segera menengok ke sana, sedangkan Ouw Beng
Hui sudah melompat ke sana, lalu membuang akar-akar tua yang
membelit batu itu.
Sungguh di luar dugaan, tak lama tampak sebuah goa di balik
batu itu. Betapa girangnya Pek Giok Liong melihat goa tersebut.
Ketika ia baru mau melompat ke goa itu, tiba-tiba Thian Koh Sing Ma
Hun mencegahnya.
"Tunggu sebentar, Ketua!" ujarnya. "Biar teecu dan Ouw Beng
Hui memeriksa dulu goa itu!"
426 "Baiklah." Pek Giok Liong mengangguk.
Thian Koh Sing Ma Hun langsung melompat ke samping Ouw
Beng Hui, mereka berdua lalu memasuki goa itu.
"Kalian harus hati-hati!" seru Pek Giok Liong berpesan.
"Ya," sahut Thian Koh Sing Ma Hun dan Ouw Beng Hui serentak.
Berselang beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah
melangkah ke luar.
"Bagaimana" Apakah kalian menemukan sesuatu di dalam goa?"
tanya Pek Giok Liong.
"Harap Ketua ke dalam untuk periksa sendiri!" jawab Thian Koh
Sing Ma Hun dengan hormat.
"Baik." Pek Giok Liong mengangguk, lalu memandang Si Kim
Kong seraya berkata, "Kalian berempat menjaga di sini, aku bersama
Siang Sing dan Ouw Beng Hui ke dalam."
"Ya," sahut Si Kim Kong sambil menjura.
Pek Giok Liong segera memasuki goa itu, diikuti oleh Siang Sing
dan Ouw Beng Hui.
Goa itu tidak gelap, karena setiap lima meter terdapat sebutir
mutiara di dinding goa sebagai pengganti lampu.
Ouw Beng Hui dan Thian Koh Sing Ma Hun sudah memeriksa
goa itu, maka baru berani mempersilahkan Pek Giok Liong masuk
untuk periksa sekali lagi.
Setelah sampai di ujung goa, Pek Giok Liong berhenti dengan
kening berkerut, karena di dalam goa tidak terdapat pintu,
melainkan hanya terdapat sebuah meja dan empat buah tempat
duduk yang terbuat dari batu.
"Heran?" gumam Pek Giok Liong. "Kok tidak ada pintu?"
"Menurut teecu?"" ujar Ouw Beng Hui setelah berpikir sejenak.
"Di sini pasti terdapat ruang rahasia."
Pek Giok Liong mengangguk, dan sepasang matanya lalu
menyapu ke sekeliling dinding goa, kemudian mengerutkan kening
lagi. "Tidak tampak ada pintu?"" Pek Giok Liong menggeleng-geleng
kepala. "Kalau gampang dilihat, itu tidak akan disebut pintu rahasia,"
sahut Ouw Beng Hui sambil tersenyum.
Setelah itu, ia mendekati dinding goa, dan sekaligus
mengeluarkan sebuah pisau belati, lalu mulai mengetuk dinding goa
dengan pisau itu.
427 Melihat itu, Siang Sing sudah tahu maksud Ouw Beng Hui, maka
mereka berdua pun mulai mengetuk dinding goa dengan batu kecil.
Tak! Tak! Tok! Tok!
Menyusul terdengar suara ketukan yang agak lain. Seketika juga
Thian Kang Sing Wie Kauw tampak girang sekali, dan terus
mengetuk dinding goa itu.
Tung! Tung! Tung!
"Ketua!" serunya. "Dengarlah suara ini!"
"Tung! Tung! Tung!" Thian Kang Sing Wie Kauw mengetuk lagi.
"Tung! Tung?""
Suara itu membuktikan, bahwa di balik dinding itu kosong.
Wajah Pek Giok Liong pun tampak berseri.
"Kelihatannya di balik dinding ini terdapat ruang rahasia,"
ujarnya girang.
"Benar." Thian Kang Sing Wie Kauw mengangguk.
Thian Koh Sing Ma Hun dan Ouw Beng Hui segera memeriksa
dinding itu, tapi beberapa saat kemudian, wajah mereka tampak
kecewa. Sementara Pek Giok Liong terus memandang dinding itu. Ia
mengerutkan kening sambil berpikir keras. Dibalik dinding itu
kosong, berarti ruang rahasia berada di situ. Tapi kenapa tiada
pintunya" Pek Giok Liong tidak habis berpikir. Tiada pintu, tentunya
harus ada lubang kunci?"
Mendadak sepasang mata Pek Giok Liong berbinar-binar,
ternyata ia melihat sebuah lubang kecil pada dinding batu yang agak
menonjol. Ia cepat-cepat mendekati dinding batu itu dengan wajah
berseri, kemudian mengeluarkan kunci yang dibawanya.
"Mudah-mudahan lubang ini?"" Pek Giok Liong membatin, lalu
memasukkan kunci itu ke dalam lubang tersebut.
Krek! Krek! Pek Giok Liong memutar kunci itu.
Kraaak! Mendadak dinding batu itu bergerak, ternyata dinding
batu itu merupakan pintu rahasia.
Pek Giok Liong segera melangkah ke dalam dan diikuti oleh
Siang Sing dan Ouw Beng Hui.
Ruangan itu cukup besar. Di dalamnya terdapat tempat tidur,
meja dan tempat duduk yang dibuat dari batu. Di tempat tidur itu
terdapat sebuah bantal yang sudah kumal.
428 Di atas meja batu itu terdapat sebuah kotak besi. Pek Giok Liong
mendekati meja batu itu, kemudian mencoba membuka kotak besi
tersebut. Kraaak! Kotak besi itu terbuka. Di dalamnya terdapat sebuah
kitab tipis bertulisan. 'Kitab Ajaib'.
Pek Giok Liong mengambil kitab itu, lalu dibukanya. Ia
terbelalak, karena melihat selembar surat, dan segera membacanya.
Siau Liong, apakah engkau sudah berhasil belajar ilmu silat
tingkat tinggi" Kalau belum, engkau boleh mempelajari, ilmu silat
yang ada di dalam kitab ajaib ini. Akan tetapi, aku harus
memberitahukan, kalau sudah berhasil belajar ilmu silat tingkat
tinggi, janganlah engkau mempelajari ilmu silat yang ada di dalam
kotak ajaib ini lagi. Sebab kalau engkau mempelajarinya, engkau
tidak boleh kawin, selamanya tidak punya anak Apabila engkau
kawin, akibatnya engkau pasti mati secara mengenaskan.
Hal lain mengenai peristiwa Ciok Lau San Cung. Siapa pembunuh
kedua orang tuamu, mungkin Tu Cu Yen tahu jelas. Engkau harus
menyelidiki melalui dia. Namun engkau harus berhati-hati, karena Tu
Cu Yen memiliki kepandaian tinggi yang bukan bersumber pada ilmu
Siauw cung cu. Sebelum engkau berhasil belajar ilmu silat tingkat
tinggi, engkau jangan melawannya!
Setelah engkau memasuki ruang rahasia ini, mungkin aku sudah
di bunuh, tapi mungkin juga masih hidup dan kita akan bertemu
kelak, baik-baiklah engkau menjaga diri.
Orang tua pincang.
Sesudah membaca surat itu hati Pek Giok Liong pun bergelora.
Kini ia telah berhasil belajar ilmu silat tingkat tinggi, tentunya tidak
perlu belajar ilmu silat yang ada di dalam kitab ajaib itu. Namun ia
tetap berterimakasih pada orang tua pincang itu.
Pek Giok Liong menyimpan kitab ajaib itu ke dalam bajunya, lalu
melangkah ke luar. Siang Sing dan Ouw Beng Hui mengikutinya.
Setelah berada di luar, Pek Giok Liong pun menutup pintu
rahasia itu dan menguncinya.
Mereka meninggalkan goa itu. Pek Giok Liong ingin langsung
menuju gunung Kah Lan untuk menyelidiki istana Cit Ciat Sin Kun,
namun Siang Sing dan Si Kim Kong mencegahnya, dan sekaligus
menyarankan agar Pek Giok Liong ke vihara Si Hui dulu. Setelah itu,
barulah ke Kah Lan San menyelidiki istana tersebut.
429 Pek Giok Liong menerima baik saran itu, lalu berangkat ke vihara
Si Hui untuk menemui Se Pit Han.
Di ruang belakang vihara Si Hui, tampak beberapa orang sedang
duduk dengan wajah serius. Mereka adalah Pek Giok Liong, Se Pit
Han, Siauw Hui Ceh dan Cing Ji.
"Adik Liong!" Se Pit Han menatapnya seraya bertanya,
"Bagaimana keadaan Hwa San" Apakah engkau telah membongkar
kedok Tu Cu Yen?"
"Tepat pada waktunya aku sampai di Hwa San. Gin Tie itu
memang benar Tu Cu Yen?"," jawab Pek Giok Liong. Kemudian ia
pun menutur tentang apa yang dialaminya di Seh Lian San dan Kiu
Hwa San. Ketika mendengar Kian Kun Ie Siu dipindahkan ke tempat lain,
hati Cing Ji pun girang-girang cemas.
Girang karena kakeknya masih hidup, cemas lantaran tidak tahu
kakeknya di pindahkan ke mana.
Walau ia yakin para bawahan Pek Giok Liong mampu menolong
kakeknya, tapi ia masih tetap merasa khawatir, sebab tidak tahu
kapan kakeknya dapat ditolong.
"Kak misan!" tanya Pek Giok Liong seusai menutur. "Setelah
engkau sampai di Bu Tong, bagaimana keadaan di sana?"
Se Pit Han menarik nafas panjang.
"Aku terlambat, murid-murid Bu Tong mati dua puluh orang, tapi
memperoleh sesuatu yang sungguh di luar dugaan." jawabnya
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Oh?" Pek Giok Liong menatapnya. "Sesuatu yang bagaimana?"
"Berkaitan dengan Kim Tie itu," jawab Se Pit Han sambil
tersenyum. "Oh?" Sepasang mata Pek Giok Liong langsung berbinar. "Kak
misan tahu siapa orang itu?"
"Hanya menilai dari ilmu silatnya, namun belum berani
memastikan."
"Jadi Kak misan cuma menduga saja?"
"Ya."
"Kira-kira siapa dia?"
"Berdasarkan ilmu silatnya ?"" Se Pit Han memberitahukan.
?"" dia mungkin salah seorang Bu Lim Cit Khi (Tujuh orang aneh
rimba persilatan)."
430 "Apa"!" Pek Giok Liong tertegun. "Itu ?" bagaimana mungkin?"
"Bukankah aku sudah bilang, belum berani memastikan, cuma
menduga saja. Belum ada buktinya."
"Engkau sudah menduga kira-kira siapa dia?"
"Aku curiga ?" dia adaah Huan In Sin Jiau (Cakar bayangan)
Jen Siau Hien!"
"Apa"!" Pek Giok Liong melongo. "Itu sungguh sulit dipercaya.
Huan In Sin Jiau Jen Siau Hien memang bertabiat aneh, tapi kenapa
dia merelakan dirinya di bawah perintah Cit Ciat Sin Kun" Padahal
kedudukannya amat tinggi dalam bu lim!"
"Adik Liong!" Se Pit Han tersenyum. "Memang benar apa yang
engkau katakan, tapi ?""
"Kenapa?"
"Segala urusan di kolong langit, sangat sulit diduga, begitu pula
tentang ini."
"Emmh!" Pek Liong manggut-manggut dan mengalihkan
pembicaraan. "Kak misan, aku akan segera pergi menyelidiki istana
Cit Ciat Sin Kun. Bagaimana menurut pendapatmu?"
"Aku tidak setuju." Se Pit Han menggelengkan kepala.
"Lho?" Pek Giok Liong tertegun. "Memangnya kenapa?"
"Tidak kenapa-napa, cuma tidak setuju saja," sahut Se Pit Han
sambil menatapnya.
"Kak misan!" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Apa


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

alasanmu, haruslah dijelaskan!"
"Alasanku sangat sederhana. Kita tidak tahu jelas tempat itu dan
situasinya, maka kita gampang mendapat serangan gelap. Itu amat
membahayakan."
"Tapi ?" kalau kita akan masuk sarang macan, bagaimana
mungkin mendapat anaknya" Walau harus menempuh bahaya ?""
"Pokoknya aku melarangmu pergi menempuh bahaya." tegas Se
Pit Han. "Kak misan ?"" Pek Giok Liong memandangnya bodoh.
"Engkau tidak mau dengar kata-kataku?" Se Pit Han melotot.
"Aku ?"" Pek Giok Liong tersenyum. "Aku mana berani tidak
dengar kata-katamu?"
"Kalau begitu, engkau tidak perlu banyak bicara lagi!" tandas Se
Pit Han. "Kak Han!" sela Siauw Hui Ceh merasa tidak tega. "Sudahlah!
Engkau jangan menekannya lagi!"
431 "Adik Hui!" Se Pit Han tertawa kecil. "Engkau merasa tidak tega
dalam hatinya?"
Wajah Siauw Hui Ceh langsung memerah, dan cepat-cepat
menundukkan kepalanya.
Ketika mendengar pembicaraan mereka, hati Pek Giok Liong pun
tergerak dan ujarnya sambil tersenyum.
"Kak misan, kalau aku punya salah, engkau jangan gusar dan
?"" "Omong kosong!" potong Se Pit Han. "Aku tidak gusar, lagi pula
bagaimana mungkin aku berani gusar?"
"Kalau begitu ?"" Pek Giok Liong tersenyum lebar. "Maafkanlah
aku!" "Eh?" Se Pit Han tertawa geli. "Engkau tidak bersalah
terhadapku, kenapa engkau harus minta maaf padaku?"
"Itu ?"" Pek Giok Liong tertegun. "Kalau aku membuat engkau
gusar, aku ?" minta maaf!"
"Kakak Han!" sela Cing Ji mendadak. "Kakak Liong sudah
mengaku salah, maka maafkanlah dia!"
"Eh?" Se Pit Han menatap Cing Ji sambil tertawa. "Engkau juga
merasa tidak tega?"
"Aku ?"" Cing Ji menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Kalian berdua berhati lembut," ujar Se Pit Han sambil
tersenyum. "Kelak kalian bagaimana ?""
"Kak misan!" Pek Giok Liong terbelalak. Ia tidak tahu kenapa Se
Pit Han mengatakan begitu.
"Baiklah!" Se Pit Han tersenyum lagi. "Karena kedua adik itu
merasa tidak tega, maka aku pun tidak akan banyak bicara, namun
engkau harus mengabulkan satu permintaan kami!"
"Baik." Pek Giok Liong mengangguk. "Asal kak misan tidak
marah lagi, aku pasti mengabulkan."
"Permintaanku ini walau sederhana, namun agak sulit
dilaksanakan."
"Oh?" Pek Giok Liong menatapnya. "Permintaan apa itu?"
"Selanjutnya urusan apa pun, sebelum engkau bertindak,
terlebih dahulu harus kau berunding dengan kami bertiga seperti
sekarang ini. Jangan mengambil keputusan sendiri atau menempuh
bahaya." "Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
432 "Kalau engkau berani melanggar syarat permintaan kami ini,
jangan menyalahkan kami kalau kami tidak menghiraukanmu lagi
selanjutnya!"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk lagi.
"Adik Liong, tahukah engkau ketika orang lain mengetahui
engkau langsung berangkat ke Seh Lian San dari Hwa San, itu
sungguh mencemaskan."
Setelah mendengar ini, barulah Pek Giok Liong sadar kenapa tadi
Se Pit Han tampak gusar, justru membuat hatinya terharu.
"Kak misan, aku mengaku salah," ucap Pek Giok Liong.
"Selanjutnya aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Ng!" Se Pit Han manggut-manggut. "Engkau tidak perlu
mengaku salah padaku, sebaliknya ?"" Se Pit Han melirik Siauw Hui
Ceh dan Cing Ji seraya melanjutnya. "Kedua adik itu sampai tidak
bisa makan dan tidak bisa tidur. Mereka berdua kelihatannya ingin
terbang ke Seh Lian San! Coba bayangkan perasaan mereka waktu
itu!" "Eeeh?" sela Cing Ji. "Kakak Han, kenapa kami berdua yang
menjadi sasaran omonganmu?"
"Tapi aku tidak omong kosong kan?" Se Pit Han tertawa kecil.
"Kakak Han!" Siauw Hui Ceh tersenyum. "Kenapa tidak mau
membicarakan diri sendiri?"
"Aku justru tidak menghiraukannya," sahut Se Pit Han.
"Hi hi!" Siauw Hui Ceh tertawa geli. "Sungguhkah kakak Han
tidak menghiraukannya?"
Se Pit Han mengerutkan sepasang alisnya, sebaliknya Pek Giok
Liong malah tertawa ringan seraya berkata, "Kak misan, itu memang
kesalahanku sehingga membuat kakak Han dan kedua adik itu jadi
cemas. Di sini aku mengucapkan terimakasih atas perhatian kalian
bertiga!" Pek Giok Liong segera menjura pada mereka.
"Eh?" Se Pit Han melolot. "Siapa suruh engkau menjura hormat
pada kami?"
"Jadi ?" kak misan masih marah?"
"Siapa yang marah?"
"Kalau begitu ?"" Pek Giok Liong menatapnya.
"Kenapa tidak dilanjutkan?" tanya Se Pit Han.
"Kalau kak misan sudah tidak marah, kupikir ?"" Pek Giok Liong
tidak melanjutkan ueapannya lagi.
433 "Engkau pikir apa?" tanya Se Pit Han sambil menatapnya dalamdalam.
"Sudahlah!" Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Lebih baik
aku tidak bilang, agar engkau tidak marah lagi."
"Eh?" Se Pit Han menatapnya dengan mata agak terbelalak.
"Engkau begitu takut aku marah?"
"Tentu." Pek Giok Liong mengangguk. "Kalau tidak, aku sudah
bilang." "Bagaimana kalau aku menghendaki engkau bilang?"
"Ini ?""
"Engkau tidak mau bilang juga?"
"Lebih baik aku tidak bilang."
"Tapi ?"" Se Pit Han menatapnya. "Sekarang aku menghendaki
engkau bilang, harus bilang!"
"Kak misan!" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Kenapa harus
begitu?" "Baik!" Wajah Se Pit Han berubah. "Kalau engkau tidak mau
bilang, selanjutnya aku tidak akan memperdulikanmu lagi."
"Kakak Liong!" sela Cing Ji. "Cepatlah engkau bilang!"
Pek Giok Liong tersenyum ke arah Cing Ji, kemudian
memperhatikan Se Pit Han seraya bertanya, "Kak misan, betulkah
engkau menghendaki aku bilang?"
"Kalau engkau menghendaki aku tidak memperdulikanmu lagi,
Kisah Sepasang Rajawali 5 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Rahasia 180 Patung Mas 6
^