Panji Sakti 9

Panji Sakti Karya Khu Lung Bagian 9


engkau boleh tidak bilang?"
"Kak misan tidak akan marah?"
"Hm!" dengus Se Pit Han: "Hatiku tidak begitu sempit, lagi pula
aku bukan pemarah."
"Kalau begitu, baiklah!" Pek Giok Liong tersenyum. "Kini kak
misan sudah tidak marah, maka ku pikir ?" alangkah baiknya kak
misan tertawa dikit!"
Se Pit Han tertegun. Ternyata Pek Giok Liong menggodanya, dan
itu membuat air mukanya berubah.
"Siapa akan tertawa padamu ?"" Walau mulut berkata
demikian, namun ia justru tertawa.
Begitu Se Pit Han tertawa, Pek Giok Liong memandangnya
seperti kehilangan sukma, sehingga membuat wajah Se Pit Han
memerah. "Kenapa engkau memandangku seperti orang linglung?"
434 "Wuaah!" Pek Giok Liong tertawa. "Sungguh indah
mempesonakan tawa kak misan itu?"
"Eh" Mulai merayu ya?" tegur Se Pit Han dengan wajah
bertambah merah, namun hatinya berbunga-bunga.
"Aku tidak merayu, melainkan tawamu itu memang sangat indah
dan memukau." sahut Pek Giok Liong dan tertawa lagi.
"Idih! Mukamu sungguh tebal! Dasar tak tahu ?"" Se Pit Han
ingin mengatakan 'Dasar tak tahu malu', tapi tidak dicetuskan.
"Dasar tak tahu malu kan?" sambung Pek Giok Liong sambil
menatapnya. "Dari dulu hingga kini, berapa banyak ksatria yang
bertekuk lutut di hadapan wanita cantik?"
"Kok bicaranya makin ngawur?" Se Pit Han cemberut. "Kalau
engkau masih melanjutkan, aku tidak memperdulikanmu lagi."
"Kakak Han!" Cing Ji tersenyum. "Apa yang dikatakan Kakak
Liong memang benar, tadi tawamu itu sungguh indah mempesona.
Kalau aku adalah lelaki, betul-betul akan bertekuk lutut di
hadapanmu!"
"Eh" Adik Cing!" Se Pit Han melotot. "Kenapa engkau jadi
membelanya?"
"Aku tidak membelanya, apa yang kukatakan memang sungguh.
Kalau Kakak Han tidak percaya, boleh bertanya pada Kakak Hui!"
"Tidak salah." sambung Siauw Hui Ceh cepat. "Tadi ketika Kakak
Han tertawa, memang sungguh menawan hati."
"Apakah kalian berdua terpikat oleh tawaku itu?" tanya Se Pit
Han sambil tersenyum.
"Terpikat," sahut Cing Ji. "Tapi aku dan Kakak Hui bukan Kakak
Liong, maka percuma terpikat."
"Eh?" Wajah Se Pit Han memerah. Ia tidak menyangka bahwa
Cing Ji begitu pandai menggoda orang. "Dasar budak kecil, sama
sekali tidak merasa jengah mengatakan begitu!"
"Kenapa harus jengah" Di sini tiada orang luar, lagi pula ?""
Cing Ji tersenyum dan melanjutkan, ?"" cuma kita bertiga ?""
"Berempat lho!" sahut Pek Giok Liong. "Apakah aku tidak masuk
hitungan?"
"Sudahlah!" tandas Siauw Hui Ceh. "Rasanya sudah cukup kita
bercanda, sekarang lebih baik kita membicarakan hal penting!"
"Hal penting apa?" tanya Cing Ji.
"Mengenai Cit Ciat Sin Kun itu, harus bagaimana cara
menghadapinya," jawab Siauw Hui Ceh.
435 "Benar." Se Pit Han manggut-manggut, lalu memandang Pek
Giok Liong seraya bertanya. "Adik Liong, bagaimana pendapatmu?"
"Aku siap mendengar petunjuk kak misan," jawab Pek Giok
Liong. "Adik Liong!" Se Pit Han tertawa kecil. "Engkau marah padaku
ya?" "Bagaimana mungkin aku akan marah pada kak misan?" Pek
Giok Liong. "Tapi kenapa barusan engkau bicara begitu?"
"Lho?" Pek Giok Liong tertawa. "Bukankah tadi kak misan bilang,
urusan apa pun harus kita rundingkan bersama!"
"Ini namanya senjata makan tuan!" Se Pit Han menarik nafas.
"Kak misan, aku sama sekali tidak bermaksud begitu," ujar Pek
Giok Liong sungguh-sungguh. "Kak misan lebih berpengalaman,
maka aku mohon petunjuk."
"Terimakasih atas pujianmu, adik Liong!" Se Pit Han tersenyum.
"Oh ya, tahukah engkau kenapa aku melarangmu pergi menyelidiki
istana Cit Ciat Sin Kun?"
"Tentunya kak misan tidak menghendaki aku menempuh
bahaya, kan?" Pek Giok Liong menatapnya.
"Itu merupakan salah satu sebab, masih ada sebab lain."
"Oh" Kak misan, tolong beritahukan sebab lain itu!"
"Sebab lain itu adalah ?"" Se Pit Han memberitahukan. "Tidak
perlu menempuh jarak, cukup mengambil jalan pintas saja."
"Maksud kak misan?"
"Pepatah mengatakan ?"" Se Pit Han tersenyum. "Mau
memanah orang harus memanah kudanya dulu."
Pek Giok Liong mengerutkan kening, tampaknya is kurang
mengerti akan maksud ucapan Se Pit Han. Sementara Se Pit Han
cuma tersenyum-senyum.
Bagian ke 48: Menyusun Rencana
Setelah termenung beberapa saat, Pek Giok Liong lalu menatap
Se Pit Han seraya bertanya.
"Kak misan, aku tidak mengerti maksudmu, bolehkah engkau
menjelaskannya?"
"Adik. Liong, asal dapat mencari Cit Ciat Sin Kun, bukankah tidak
perlu pergi menyelidiki istananya lagi?"
436 "Betul." Pek Giok Liong mengangguk, tiba-tiba hatinya tergerak.
"Kak misan, apakah Cit Ciat Sin Kun telah meninggalkan istananya?"
"Kalau tidak, Kenapa aku harus bilang begitu?" Se Pit Han
memberitahukan. "Aku dengar, dia sudah berada di sekitar daerah
sini." "Dia berada di mana?"
"Tahukah engkau tentang ekspedisi Yang Wie di dalam kota
Teng Hong?"
"Aku pernah dengar itu," jawab Pek Giok Liong, lalu memandang
Se Pit Han. "Kalau tidak salah, pemilik ekspedisi itu Sia Houw Kian
Nguan. Dia sangat antusias terhadap siapa pun, dan tergolong
pendekar sejati dalam bu lim."
"Engkau dengar dari siapa?" tanya Se Pit Han sambil tersenyum.
"Apakah tidak benar?"
"Aku cuma sekedar bertanya."
"Kakak Liong!" sela Siauw Hui Ceh. "Aku tahu engkau dengar
dari orang tua pincang itu, kan?"
"Benar." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku memang dengar dari
orang tua pincang itu."
"Aku dengar ?"" sambung Se Pit Han. "Orang tua pincang itu
adalah Tui Hun It Kiam yang pernah menggetarkan bu lim masa lalu.
Benar ya?"
"Kok kak misan tahu?" tanya Pek Giok Liong heran.
"Se Khi yang beritahukan."
"Dia memang banyak mulut."
"Jangan menyalahkan Se Khi!" Se Pit Han tersenyum. "Aku yang
bertanya, bagaimana mungkin dia berani tidak menjawab" Lagi pula
?" engkau pun tidak akan mengelabuiku kan?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Oh ya!" tanya Se Pit Han mendadak. "Bagaimana dengan 'Kitab
ajaib' itu?"
"Bagaimana menurut kak misan?" Pek Giok Liong balik bertanya.
"Aku bertanya padamu justru ingin tahu bagaimana
pendapatmu, kok engkau malah balik bertanya?"
"Menurut aku ?"" Pek Giok Liong berpikir sejenak. "Lebih baik
di musnahkan saja, 'Kitab ajaib' itu."
"Apa?" Se Pit Han terbelalak. "Engkau ingin memusnahkan 'Kitab
ajaib' itu?"
"Ya."
437 "Kenapa?"
"Sebab ilmu silat yang dimuat di dalamnya agak menyesatkan."
"Agak menyesatkan?" Cing Ji bingung. "Kenapa menyesatkan?"
"Sudahlah!" Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Tidak perlu
kujelaskan."
Cing Ji cemberut, lalu memandang Se Pit Han seraya ujarnya
merengek. "Kakak Han, beritahukanlah!"
"Aku pun tidak tahu." Se Pit Han tersenyum. "Lebih baik dia yang
beritahukan."
Cing Ji mengarah pada Pek Giok Liong, kemudian melotot.
"Huh! Siapa menghendaki dia yang beritahukan, dia tidak
beritahukan juga tidak apa-apa."
"Kalau begitu ?"" Se Pit Han tertawa kecil. "Bukankah engkau
sama sekali tidak tahu?"
"Aku justru ingin tahu," sahut Cing Ji.
"Apakah engkau ingin bertanya pada orang lain?" Se Pit Han
menatapnya. "Ya." Cing Ji mengangguk.
"Engkau ingin bertanya pada siapa?" tanya Se Pit Han.
"Paman Siauw pasti tahu!" Cing Ji tersenyum.
"Paman Siauw mungkin tahu, namun aku mengingatkan, lebih
baik engkau jangan bertanya padanya!"
"Kenapa?"
"Aku yakin Paman Siauw juga tidak akan memberitahukan
padamu." "Lho?" Cing Ji tercengang. "Kenapa begitu" Aku jadi bingung."
"Kakak Han, seandainya aku yang bertanya, apakah ayah akan
memberitahukan?" tanya Siauw Hui Ceh mendadak.
"Engkau memang putri satu-satunya paman Siauw, tapi belum
tentu ayahmu akan memberitahukan."
"Apakah ayah tidak leluasa memberitahukan?" tanya Siauw Hui
Ceh heran. "Ya." Se Pit Han mengangguk.
"Kalau begitu, Kakak Han sudah tahu, tapi juga merasa kurang
leluasa memberitahukan?"
"Betul." Se Pit Han tersenyum.
"Oooh!" Siauw Hui Ceh manggut-manggut sambil tersenyum.
"Kini aku sudah mulai mengerti."
438 "Oh, ya?" Se Pit Han tersenyum.
"Tentunya 'Kitab ajaib' itu berkaitan dengan kaum wanita. Benar
kan?" ujar Siauw Hui Ceh.
"Engkau memang pintar. Engkau kok bisa menduga ke situ?"
"Aku cuma sembarangan menduga."
Sedangkan Cing Ji terus berpikir, akhirnya ia pun menyadari
sesuatu, sehingga ia bergumam. "Oooh, ternyata itu ?""
"Adik Cing!" Se Pit Han tersenyum. "Engkau sudah mengerti?"
"Kakak Han jahat!" Cing Ji tertawa. "Berbisik padaku saja! Jadi
aku tidak usah berpikir begitu lama!"
"Engkau harus banyak berpikir, itu yang disebut mengasah
otak." ujar Se Pit Han sambil tersenyum.
"Akan tajam kan?" Cing Ji tersenyum dan mengarah pada Pek
Giok Liong. "Kakak Liong juga jahat ?""
"Adik Cing, kenapa engkau menyalahkan diriku?" Pek Giok Liong
menggeleng-geleng kepala. "Padahal aku ?""
"Engkau egois!" Cing Ji menudingnya. "Aku ?""
"Sudahlah Adik Cing!" sela Se Pit Han. "Jangan bergurau lagi!"
"Ya." Cing Ji mengangguk.
"Adik Liong!" Se Pit Han memandangnya. "Apakah engkau tidak
tahu keistimewaan ilmu silat yang ada di dalam 'Kitab ajaib' itu?"
"Aku tidak tahu."
"Engkau sudah membaca buku yang mencatat ilmu silat dari
berbagai partai di dalam ruang rahasia?"
"Sudah, tapi tidak selesai," jawab Pek Giok Liong dan bertanya,
"Kak misan, apa keistimewaan ilmu silat dalam 'Kitab ajaib' itu?"
"Cara melatih lwee kang, agak berlawanan dengan cara yang
biasa." Se Pit Han memberitahukan. "Tapi kalau bertarung dengan
mengerahkan lwee kang itu, tujuh hari tujuh malam bertarung pun
tidak akan merasa lelah."
"Oooh!" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Oleh karena itu,
kak misan tidak mengijinkanku memusnahkan 'Kitab ajaib' itu?"
"Sungguh sayang kalau 'Kitab ajaib' itu dimusnahkan."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kukembalikan ke tempat semula,
agar ditemukan orang yang berjodoh dengan kitab ajaib itu?"
"Itu tidak perlu, aku justru khawatir kitab ajaib itu akan jatuh ke
tangan pendekar berhati licik. Bukankah bu lim akan kacau?"
"Betul."
439 "Menurut pendapatku, lebih baik kau simpan saja kitab ajaib itu.
Bukankah lebih aman?"
Pek Giok Liong berpikir sesaat, kemudian mengangguk.
"Baiklah," ujarnya dan mengalihkan pembicaraan. "Kak misan,
tadi engkau menyinggung Ekspedisi Yang Wie. Apakah Cit Ciat Sin
Kun berada di ekspedisi itu?"
"Benar." Se Pit Han mengangguk. "Aku telah memperoleh
informasi yang dapat dipercaya, bahwa Cit Ciat Sin Kun memasuki
ekspedisi Yang Wie, hingga saat ini dia belum keluar."
Seketika juga Pek Giok Liong tampak bersemangat.
"Sudahkah kak misan mengutus orang untuk mengawasinya?"
"Ng!" Se Pit Han mengangguk.
Mendadak Pek Giok Liong bangkit berdiri.
"Kak misan, mari kita pergi!" ujarnya.
"Mau ke mana?" tanya Se Pit Han tidak beranjak sama sekali.
"Ke Kota Teng Hong!"
"Mau apa ke sana?"
"Eh?" Pek Giok Liong mengernyitkan kening. "Kak misan sudah
tahu, kok masih bertanya?"
"Adik Liong!" Se Pit Han tersenyum. "Duduklah! Jangan terburu
nafsu!" Pek Giok Liong duduk kembali, mulutnya membungkam dengan
mata terus menatap Se Pit Han tanpa berkedip.
"Lho?" Wajah Se Pit Han kemerah-merahan. "Kenapa engkau
terus menerus menatapku begitu" Kepalaku tumbuh tanduk ya?"
"Aku ingin tahu, kenapa engkau sudah tahu tapi masih
bertanya?" ujar Pek Giok Liong. "Bolehkah aku tahu sebab
musababnya?"
"Jadi engkau tidak tahu?"
"Aku sangat bodoh, lebih baik Kak misan jelaskan!"
"Adik Liong, engkau ingin ke sana dengan maksud menyelidiki
ekspedisi Yang Wie kan?"
"Bukan menyelidiki, melainkan secara terang-terangan."
"Kalau begitu, apakah engkau sudah siap menemui mereka
secara terang-terangan?"
"Bukan menemui, melainkan mengunjungi."


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kunjunganmu dengan cara bu lim?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Apakah itu tidak baik?"
440 "Itu memang baik, tapi ?"" Se Pit Han menatapnya. "Apakah
engkau ingin langsung mengunjungi Cit Ciat Sin Kun?"
"Aku akan mengunjungi pemilik ekspedisi itu, kemudian ?""
"Kunjungan itu memang baik," potong Se Pit Han sambil
tersenyum. "Tapi kini pemilik ekspedisi itu sudah bukan Sia Houw
Kian Nguan lagi."
"Apa?" Pek Giok Liong terkejut. "Sia Houw Kian Nguan sudah di
bunuh Cit Ciat Sin Kun?"
"Adik Liong!" Se Pit Han menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan
terlampau emosi!"
"Maksud Kak misan?"
"Sia Houw Kian Nguan masih hidup, Cit Ciat Sin Kun sama sekali
tidak membunuhnya."
"Kalau begitu, dia berada di mana sekarang" Apakah masih
berada di ekspedisi Yang Wie?"
"Setengah tahun yang lalu, dia pergi ke Kota Kim Ling."
"Mau apa dia ke sana?"
"Untuk memimpin ekspedisi yang di Kota itu."
"Ekspedisi yang mana?"
"Ekspedisi Kim Ling."
"Oh?" Pek Giok Liong mengernyitkan kening. "Apakah informasi
itu dapat dipercaya?"
"Dapat dipercaya sepenuhnya."
"Diakah yang membuka ekspedisi itu?"
"Tentang itu, aku kurang jelas."
Pek Giok Liong berpikir lama sekali, setelah itu ia bertanya.
"Apakah Kak misan tahu siapa yang menjadi kepala pemimpin
ekspedisi Yang Wie sekarang?"
"Aku dengar yang menggantikan Sia Houw Kian Nguan adalah
Thiat Jiau Kou Hun (Cakar besi pembetot sukma) Song Yauw Tong,
penjahat besar dari kwan gwa (Luar perbatasan).
"Kalau begitu, secara tidak langsung dia pemilik ekspedisi itu!"
"Sebenarnya, pemilik ekspedisi Yang Wie tetap Sia Houw Kian
Nguan." "Heran" Kenapa dia malah pindah ke Kota Kim Ling untuk
memimpin ekspedisi di sana?" Pek Giok Liong tidak habis berpikir.
"Hanya ada satu kemungkinan."
"Kemungkinan apa?"
441 "Dia berada dalam pandangan Cit Ciat Sin Kun, sehingga
terpilih." Se Pit Han menjelaskan. "Maka Cit Ciat Sin Kun
memerintahkan agar dia ke ekspedisi Kim Ling. Walau dia tahu
maksud tujuan Cit Ciat Sin Kun, namun terpaksa harus menuruti
perintah itu."
"Kalau begitu, dia pasti tertekan oleh Cit Ciat Sin Kun!"
"Mungkin dan masuk akal."
"Kalau begitu masalahnya, Sia Houw Kian Nguan termasuk orang
yang takut mati!" Pek Giok Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak juga. Mungkin dia punya kesulitan."
"Kesulitan apa?"
"Sia Houw Kian Nguan punya anak istri. Ketika dia berangkat ke
Kota Kim Ling, anak istrinya tidak ikut, juga tidak berada di ekspedisi
Yang Wie."
"Oh" Kalau begitu, apakah anak istrinya telah disandera oleh Cit
Ciat Sin Kun?"
"Sia Houw Kian Nguan adalah pendekar sejati, dia lebih mau
mati dari pada harus menuruti perintah itu. Namun demi
keselamatan anak istrinya, maka dia terpaksa menunduk."
"Nah! Bolehkah aku pergi mengunjungi Thiat Jiau Kou Hun Song
Yauw Tong?" tanya Pek Giok Liong mendadak.
"Percuma."
"Kenapa percuma?"
"Engkau tidak akan dapat menemuinya."
"Tentunya aku punya akal untuk menemuinya."
"Apa akalnya?"
"Itu rahasia, tidak boleh dibocorkan."
"Adik Liong!" Se Pit Han menatapnya. "Engkau punya akal apa,
lebih baik beberkan! Setelah itu, barulah engkau melaksanakannya."
"Baiklah." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku akan menyamar
sebagai pedagang, lalu menemuinya untuk membicarakan soal
pengiriman barang. Bagaimana menurut pendapat kak misan
mengenai akalku ini?"
"Cukup baik, tapi dia tetap tidak akan menemuimu."
"Itu urusan bisnis, bagaimana mungkin dia tidak akan menerima
kehadiranku?"
"Itu tidak salah. Tapi ekspedisi Yang Wie yang sekarang ini tidak
seperti yang dulu lagi. Meskipun engkau pergi membicarakan soal
442 pengiriman barang, namun belum tentu Thian Jiau Kou Hun Song
Yauw Tong akan menemuimu."
"Lho" Kenapa?"
"Mungkin dia akan menyuruh wakilnya untuk menemuimu."
"Tapi tidak akan mengatakan ingin bertemu langsung dengan
Song Yauw Tong."
"Itu tidak mungkin."
"Kalau begitu, bagaimana menurut pendapat kak misan?"
"Engkau sudi kalau kuatur?"
"Kak misan akan mengatur bagaimana?"
"Adik Liong ?"" Se Pit Han tersenyum. "Akan kuberitahukan
nanti, yang penting sekarang engkau setuju apa tidak kuatur?"
"Baiklah, aku setuju."
"Tapi engkau masih harus mengabulkan satu syaratku!"
"Katakanlah!"
"Setelah memasuki ekspedisi Yang Wie dan bertemu Thiat Jiau
Kou Hun Song Yauw Tong, engkau tidak boleh bertindak
berdasarkan emosi. Bagaimana?"
"Baiklah!" Pek Giok Liong mengangguk. "Aku menurut."
Hari ini, tampak lima orang menunggang kuda berhenti di depan
ekspedisi Yang Wie.
Orang yang pertama merupakan seorang pemuda berwajah agak
pucat, namun sikapnya angkuh sekali. Kuda yang ditunggangnya
berbulu putih seperti salju, kuda jempolan dari kwan gwa.
Di belakang pemuda berwajah pucat, tampak pula empat orang
berusia tiga puluhan. Keempat orang itu menunggang kuda berbulu
hitam mengkilap.
Pemuda wajah pucat dan keempat orang itu melompat turun.
Setelah menambatkan kuda masing-masing, mereka berlima lalu
menuju ke ekspedisi Yang Wie.
Di depan pintu ekspedisi Yang Wie, berdiri empat lelaki berbaju
hitam. Ketika melihat kedatangan mereka, salah seorang lelaki
berbaju hitam itu pun membentak.
"Harap berhenti!"
Mereka berhenti. Pemuda berwajah pucat lalu memandang lakilaki
yang membentak itu seraya berkata.
"Ada urusan apa?"
"Engkau usaha apa?" tanya lelaki itu.
443 Pemuda wajah pucat tertawa, ia memandang dirinya sendiri, lalu
balik bertanya dengan nada dingin.
"Engkau lihat aku seperti orang usaha apa?"
Lelaki itu menatap pemuda wajah pucat dengan penuh
perhatian, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau tidak bilang, bagaimana mungkin aku tahu?" sahutnya.
"Kalau begitu, akan kuberitahukan, aku ke mari mau mencari
orang!" "Siapa yang kau cari?"
"Siapa pemimpin kalian disini?"
Lelaki itu tersentak, lalu memandang pemuda wajah pucat
dengan mata terbelalak.
"Engkau ke mari mencari pemimpin kami?"
"Tidak salah. Aku ke mari khususnya untuk mencari pemimpin
kalian itu!"
"Apakah engkau kenal pemimpin kami?"
"Belum pernah bertemu."
"Oh?" Lelaki itu mengernyitkan kening. "Kalau begitu, bolehkah
aku tahu margamu?"
"Aku marga Lie!"
"Ada urusan apa engkau mencari pemimpin kami?"
"Percuma aku beritahukan padamu, lebih baik engkau ke dalam
dan melapor!"
"Maaf!" ucap lelaki itu. "Kalau engkau tidak memberitahukan
maksud tujuanmu, aku tidak bisa melapor."
Pemuda wajah pucat menoleh ke belakang pada orang berbaju
hijau, lalu ujarnya dengan suara dalam.
"Beritahukanlah padanya!"
"Ya," sahut orang berbaju hijau sambil menjura, setelah itu ia
mendekati lelaki penjaga pintu tersebut, lalu memperlihatkan suatu
benda sambil tertawa dingin. "Sobat, engkau pernah melihat benda
ini?" Lelaki itu tertegun, lalu memperhatikan benda yang ada di
tangan orang berbaju hijau.
"Apa itu?" tanyanya.
"Engkau tidak kenal benda ini?" Orang. baju hijau tertawa dingin
lagi. "Tidak kenal. Lelaki itu menggelengkan kepala.
444 "Ini tanda pengenal pengawal khusus kerajaan. Sungguhkah
engkau tidak kenal?" Orang berbaju hijau menatapnya tajam.
"Hah?" lelaki itu terperanjat. "Kalau begitu, Anda adalah ?""
"Pengawal khusus istana," sahut orang berbaju hijau dingin.
"Oh?" Lelaki itu lalu memandang pemuda berwajah pucat. "Tuan
muda ini ?"?"
"Dia pangeran." Orang berbaju hijau memberitahukan. "Kini
engkau sudah tahu kan?"
"Haah ?"" Lelaki itu terkejut bukan main. Ternyata ia
berhadapan dengan pangeran, cepat-cepat ia memberi hormat.
"Hamba menghadap Pangeran, karena hamba tidak tahu kehadiran
Pangeran, maka tadi telah berlaku kasar, mohon Pangeran
mengampuni hamba!"
Pemuda berwajah pucat mengibaskan tangannya, dan
memandang lelaki itu seraya berkata. "Engkau tidak tahu maka tidak
bersalah. Aku mengampunimu."
"Terimakasih, Pangeran!" ucap lelaki itu sambil menarik nafas
lega. "The Yong Sun! Kini engkau boleh ke dalam melapor!" bentak
orang berbaju hijau itu dengan dingin.
"Ya! Ya! Hamba segera ke dalam melapor!" The Yong Sung
langsung berlari ke dalam untuk melapor.
Tak seberapa lama kemudian, tampak beberapa orang ekspedisi
Yang Wie berhambur ke luar.
Salah seorang berusia lima puluhan, berbadan tinggi besar dan
sepasang matanya bersinar tajam, namun kelihatan licik.
Siapa orang itu" Tidak lain Thian Jiau Kou Hun Song Yauw Tong,
penjahat besar dari kwan gwa.
"Hamba Song Yauw Tong memberi hormat pada Pangeran!"
ucap Thiat Jiau Kou Hun sambil menjura pada pemuda wajah pucat.
"Karena tidak tahu kedatangan Pangeran, maka tidak menyambut
dengan meriah."
"Tidak perlu sungkan-sungkan, Song Yauw Tong!" sahut pemuda
wajah pucat. "Aku ke mari karena ada sedikit urusan."
"Urusan apa, harap Pangeran memberitahukan pada hamba!"
ucap Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong dan menambahkan.
"Silakan masuk, Pangeran!"
"Jalan duluan!" Ujar pemuda wajah pucat.
445 "Hamba terima perintah!" Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong
menjura, lalu melangkah ke dalam.
Pemuda wajah pucat dan keempat pengawalnya mengikuti dari
belakang. Ketika sampai di pintu ruang, dua orang berbaju hijau
berhenti lalu berdiri di luar pintu itu. Sedangkan dua orang berbaju
hijau lainnya mengikuti pemuda berwajah pucat memasuki ruang
tersebut. "Kalian semua harus berdiri di sini!" ujar dua orang berbaju hijau
yang berdiri dekat pintu pada orang-orang ekspedisi Yang Wie.
"Kalian semua di larang masuk!"
Orang-orang ekspedisi Yang Wie tercengang, namun mereka
menurut berdiri dekat kedua orang berbaju hijau itu.
"Silakan duduk, Pangeran!" ucap Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw
Tong hormat. Pemuda berwajah pucat duduk, kedua pengawalnya berdiri di
belakangnya. Pemuda berwajah pucat memandang Song Yauw Tong
sambil tersenyum.
"Engkau boleh duduk!" katanya.
"Hamba tidak berani," sahut Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw
Tong, si Cakar Besi Pembetot Sukma.
"Duduklah!" desak pemuda berwajah pucat. "Aku ingin bicara
denganmu!"
"Ya." Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong menjura, lalu duduk di
hadapan pemuda berwajah pucat itu. "Maaf, Pangeran menghendaki
hamba mengerjakan apa?"
"Ada suatu barang yang harus segera diantar ke ibu kota, maka
merepotkanmu untuk melindungi barang itu ke sana."
"Ya, ya." Hamba merasa bangga sekali."
"Berapa biayanya, aku pasti bayar, tapi ?"" Pemuda berwajah
pucat memberi isyarat pada salah seorang pengawalnya.
Pengawal itu segera menaruh sebuah kotak besi ke atas meja.
"Barang yang ada di dalam kotak. besi itu merupakan barang
yang amat berharga, maka harus engkau yang turun tangan
melindungi kotak besi itu. Jangan sampai di rampok di tengah jalan,
kalau kotak besi itu dirampok ?"" ujar pemuda berwajah pucat
dengan serius sambil memandang kotak besi tersebut.
Tersentak hati Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong, kemudian
ujarnya dengan hati-hati sekali.
446 "Pangeran berkata begitu, apakah sudah menerima berita bahwa
ada orang bu lim ingin merebut kotak besi itu?"
"Apakah engkau takut?"
Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong mengernyitkan kening,
tampaknya tersinggung oleh ucapan pemuda wajah pucat itu.
"Pangeran, hamba sudah tiga puluh tahun lebih malang
melintang di kwan gwa. Selama itu dan kini belum pernah merasa
takut terhadap siapa pun."
"Bagus." Pemuda berwajah pucat tertawa. "Aku kagum
padamu." "Terimakasih atas pujian Pangeran!" ucap Song Yauw Tong
sambil tertawa gelak saking gembira. Kemudian ia pun melanjutkan
ucapannya, "Hamba tidak omong besar, tiada seorang bu lim pun


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berani mengusik ekspedisi Yang Wie."
"Sungguh?" tanya pemuda berwajah pucat kurang percaya.
"Kalau tidak sungguh, bagaimana mungkin hamba berani
mengatakannya?" jawab Song Yauw Tong.
"Kalau begitu, apakah kepandaianmu sudah tiada tanding di
kolong langit?" tanya pemuda berawajah pucat mendadak.
"Pangeran, di atas gunung masih ada gunung. Walau hamba
berkepandaian tinggi, masih ada yang berkepandaian lebih tinggi
lagi." "Kalau begitu, kenapa engkau yakin tiada seorang bu lim pun
berani mengusik ekspedisi Yang Wie ini?"
"Tentunya masih ada sebab lain."
"Masih ada sebab lain" Jelaskanlah!"
"Sesungguhnya hamba masih punya atasan."
"Oh?" Pemuda berwajah pucat menatapnya. "Engkau masih
punya atasan" Siapa atasanmu itu?"
"Pelindung ekspedisi Yang Wie ini!"
"Kalau begitu, dia adalah ?"" Pemuda berwajah pucat
tersenyum. ?"" dia adalah Sia Houw Kian Nguan?"
"Sia Houw Kian Nguan juga seperti hamba." Song Yauw Tong
memberitahukan sambil tertawa.
"Oh?" Pemuda berwajah pucat memandang Song Yauw Tong.
"Kalau begitu, pelindung ekspedisi Yang Wie ini berkepandaian tinggi
sekali?" "Ya." Song Yauw Tong mengangguk.
"Siapa dia?"
447 "Maaf, Pangeran ?""
"Tidak leluasa engkau memberitahukan?"
"Ya."
"Kini Sia Houw Kian Nguan itu berada di mana?"
"Di utus ke Kota Kim Ling."
"Sebagai pemimpin di sana?"
"Betul."
"Emmh!" Pemuda berwajah pucat manggut-manggut: "Engkau
cukup baik dan mau berterus terang, lain kali kalau ada kesempatan,
engkau boleh ke ibu kota menemuiku!"
"Terimakasih, Pangeran! Kalau punya kesempatan, hamba pasti
ke ibu kota mengunjungi Pangeran."
"Aku pasti menyambutmu sebagai teman." Pemuda berwajah
pucat tertawa, tentunya sangat menggembirakan Song Yauw Tong.
"Terimakasih, Pangeran!" ucapnya.
"Oh ya!" Pemuda berwajah pucat menatapnya seraya bertanya.
"Kapan engkau akan berangkat?"
"Paling lambat besok sore."
"Besok sore?" Pemuda berwajah pucat mengernyitkan kening.
"Kenapa harus menunggu sampai besok sore. Apakah tidak bisa
lebih cepat?"
"Karena hamba yang mengantar, maka harus melapor pada
pelindung ekspedisi Yang Wie ini!"
"Harus melapor?"
"Ya."
"Pelindung itu tidak berada di sini?"
"Dia tidak tinggal di sini, tapi kebetulan ada sedikit urusan, maka
dia ke mari."
"Dia tinggal di mana?"
"Di belakang ekspedisi Yang Wie ini."
"Kalau begitu, bukankah sekarang engkau boleh pergi melapor,
tidak usah tunggu sampai besok sore kan?"
"Dia tidak ada sekarang."
"Dia sudah pergi?"
"Pagi ini dia pergi."
"Engkau tahu kapan dia pulang?"
"Tidak dapat dipastikan," jawab Song Yauw Tong jujur. "Mungkin
malam, mungkin juga subuh."
448 "Kalau besok dia tidak pulang, berarti besok sore engkau tidak
bisa berangkat kan?"
"Dia tidak akan pulang esok."
"Aku bilang seandainya."
"Harap Pangeran tenang, kalau pun dia tidak pulang malam ini,
besok sore hamba pasti berangkat."
"Kalau begitu ?"" Pemuda berwajah pucat manggut-manggut
sambil tersenyum. "Aku pun bisa berlega hati!"
"Pangeran memang tidak perlu cemas." Song Yauw Tong
tertawa. "Baiklah." Pemuda berwajah pucat berdiri. "Aku mau pergi,
engkau harus berhati-hati dalam perjalananmu besok sore!"
"Ya." Song Yauw Tong mengangguk sambil memberi hormat.
Bagian ke 49. Lereng Gunung Lima Harimau
Sore ini, tampak tujuh orang menunggang kuda ke luar dari
ekspedisi Yang Wie. Salah seorang dari mereka berbadan tinggi
besar berusia lima puluhan, yakni Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw
Tong. Sedangkan enam orang lainnya adalah pengawal pilihan
ekspedisi. Tampak pula sebuah bungkusan kecil terikat pada
punggung kuda Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong.
Bungkusan yang diikat pada punggung Thiat Jiau Kou Hun Song
Yauw Tong itu adalah sebuah kotak besi, barang kiriman untuk ke
ibu kota dari pemuda berwajah pucat yang menyebut dirinya
pangeran. Malam harinya setelah pangeran itu pergi, Thiat Jiau Kou Hun
Song Yauw Tong dan beberapa orang pengawal itu berhasrat sekali
membuka kotak besi untuk melihat barang yang ada di dalamnya.
Namun karena barang itu kiriman pangeran, akhirnya mereka pun
tidak berani membukanya.
Sementara ketujuh ekor kuda itu terus berlari kencang, melewati
kaki gunung Song menuju ke Ho Pak dan langsung menuju ibu kota.
Song San merupakan tempat yang amat terkenal, karena di
gunung itu berdiri sebuah vihara, yakni vihara Siau Lim, tentunya di
daerah itu sangat aman.
Perlu diketahui, partai Siau Lim merupakan kepala dari cit pay
(Tujuh partai besar) it pang (Satu perkumpulan), yakni Kay Pang.
449 Oleh karena itu, siapa yang berani membuat kasus di daerah
tersebut" Bukankah akan menjadi musuh cit pay it pang"
Justru sungguh di luar dugaan, di tempat yang amat aman ini
telah terjadi sesuatu. Ketika Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong
dan enam anak buahnya melewati lereng gunung Lima Harimau,
mendadak muncul lima orang tua berjubah abu-abu menghadang
mereka. Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong segera mengeluarkan
lambang ekspedisi Yang Wie, bahkan menyebut nama dan
julukannya. Namun kelima orang tua berjubah abu-abu sama sekali
tidak bergeming.
Apa boleh buat! Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong dan enam
anak buahnya terpaksa turun tangan. Akan tetapi, sungguh
mengejutkan, hanya dalam tiga jurus, mereka bertujuh sudah
tertotok jalan darah masing-masing, sehingga tidak bisa bergerak.
Setelah itu, kelima orang tua berjubah abu-abu tersebut
membawa mereka ke Gunung Lima Harimau.
Seorang pemuda tampan berdiri di situ, sepasang matanya
bersinar-sinar. Siapa dia" Tidak lain Pek Giok Liong. Di sampingnya
berdiri Thian Kang Sing Wie Kauw dan Pat Kiam.
Lalu siapa kelima orang tua berjubah abu-abu itu" Tentunya
adalah Thian Koh Siang Ma Hun dan Si Kim Kong. Mereka melempar
tujuh orang itu ke bawah, lalu menjura pada Pek Giok Liong.
"Teecu berlima telah melaksanakan tugas dengan baik." ucap
Thian Koh Sing Ma Hun.
"Terimakasih!" sahut Pek Giok Liong. "Jadi mereka cuma
bertujuh?"
"Ya." Thian Koh Sing Ma Hun mengangguk. "Mereka cuma
bertujuh."
"Ma Hun, buka jalan darah Song Yauw Tong!" Ujar Pek Giok
Liong. Thian Koh Siang Ma Hun segera membuka jalan darah Thiat Jiau
Kou Hun Song Yauw Tong. Laki-laki setengah baya itu langsung
bangkit berdiri lalu memandang Pek Giok Liong dan Thian Koh Siang
Ma Hun seraya bertanya.
"Kenapa aku di bawa ke mari?"
"Aku cuma melaksanakan perintah," sahut Thian Koh Siang Ma
Hun. "Perintah dari siapa?" tanya Song Yauw Tong.
450 "Perintah dariku." sela Pek Giok Liong. "Aku ingin bicara
denganmu!"
"Maaf!" Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong menatapnya. "Siapa
Anda?" Pek Giok Liong tersenyum. "Kemarin kita bertemu, kok engkau
sudah lupa sekarang?" jawabnya kemudian.
"Apa?" Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong tertegun. "Kemarin
kita bertemu?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Bahkan kita pun mengobrol
cukup lama. Tentunya engkau belum lupa kan?"
Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong tercengang. Ia menatap
Pek Giok Liong dengan penuh perhatian dan mendadak hatinya
tergerak. Namun ketika ia baru mau membuka mulut, Pek Giok Liong
telah mendahuluinya.
"Kemarin aku mengunjungi ekspedisi Yang Wie ?"" Pek Giok
Liong tersenyum dan melanjutkan, "Ingatkah kau sekarang?"
"Ooh! Jadi Anda Pangeran itu?"
"Tidak salah, dia memang aku!"
"Kalau begitu, Anda bukan seorang Pangeran?"
"Seandainya aku seorang Pangeran, bagaimana mungkin berada
di sini, dan mengutus beberapa orang untuk meringkus kalian?"
"Aku mau bertanya ?""
"Tanyalah!"
"Dari mana anak buahmu memperoleh tanda pengenal khusus
istana?" "Kini aku pula yang bertanya, pernahkah engkau melihat tanda
pengenal itu?" Pek Giok Liong balik bertanya sambil tertawa.
"Tidak pernah."
"Kalau engkau tidak pernah melihat tanda pengenal itu, maka
engkau pun harus mengerti!"
"Apakah tanda pengenal itu palsu?"
"Engkau sudah banyak bertanya." Pek Giok Liong tersenyum
hambar. "Anda sungguh bernyali, berani memalsukan tanda pengenal
istana! Hukumannya ?""
"Kemarin engkau cuma merupakan seorang hamba, lagi pula
engkau sendiri yang mengaku sebagai hamba, kan?"
Wajah Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong langsung memerah.
451 "Kenapa Anda menyamar sebagai pangeran" Kenapa Anda
berbuat begitu?" tanyanya.
"Kalau aku tidak menyamar sebagai pangeran dan tidak berbuat
begitu, apakah engkau mau menemuiku dan mengantar kotak besi
itu?" "Sungguhkah Anda menghendaki aku mengantar kotak besi ini
ke ibu kota?" tanya Song Yauw Tong sambil menatapnya.
"Tentu tidak."
"Kalau begitu, apa maksud tujuan Anda?"
"Agar engkau ke luar dari ekspedisi Yang Wie."
Kening Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong berkerut, lalu
menatap Pek Giok Liong tajam.
"Ini karena apa?"
"Ingin bicara denganmu."
"Bukankah kemarin bisa bicara di dalam ekspedisi Yang Wie?"
"Itu tidak leluasa."
"Oh ya! Siapakah Anda sebenarnya?"
"Kupikir engkau sudah dapat menduga."
"Aku ?" sangat bodoh, tidak bisa menduga siapa Anda."
"Cobalah engkau terka!"
"Otakku tumpul, tidak bisa menerka, lebih baik Anda yang
memberitahukan!"
"Baiklah." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Aku marga Pek,
namaku Pek Giok Liong."
"Apa?" Wajah Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong langsung
memucat. "Engkau Pek Giok Liong?"
"Tidak salah." Pek Giok Liong tersenyum. "Kini engkau sudah
tahu siapa aku. Apakah engkau masih bersedia mengobrol sejenak
denganku?"
"Engkau ingin membicarakan orang?"
"Mengenai orang yang melindungi ekspedisi Yang Wie."
"Oh" Apakah engkau ingin tahu siapa dia?"
"Aku sudah tahu. Kalau tidak, untuk apa membicarakannya." Pek
Giok Liong tersenyum.
"Haruskah membicarakannya?"
"Memang harus."
"Bagaimana kalau aku tidak mau?"
"Mau tidak mau harus mau."
"Bagaimana kalau aku tidak mau?"
452 "Song Yauw Tong!" Pek Giok Liong tertawa. "Sudah lama engkau
berkecimpung di kang ouw, maka engkau pun pasti tahu keadaan di
depan matamu ini!"
"Memangnya kenapa?"
"Hanya ada satu jalan bagimu!"
"Apa?" Song Yauw Tong tersentak. "Jalan kematian?"
"Dugaanmu itu meleset!" Pek Giok Liong tersenyum.
"Oh?" Song Yauw Tong tertegun. "Apakah dugaanku meleset?"
"Memang meleset." Pek Giok Liong tersenyum.
"Lalu ?"" Song Yauw Tong menatapnya bingung. ?"" mau kau
apakan diriku?"
"Tidak akan kuapa-apakan. Engkau tidak perlu cemas, hanya
saja aku menghendakimu memberitahukan semuanya."
"Anda kira aku akan memberitahukan?"
"Aku punya akal untuk membuatmu membuka mulut
memberitahukan!"
"Akal apa?"
"Song Yauw Tong!" Pek Giok Liong tersenyum serius sambil
menatapnya tajam. "Pernahkah engkau dengar ilmu Ban Ih Cang
Sim (Ribuan semut menggerogoti hati)?"
"Apa?" Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong tersentak. "Engkau
ingin menghadapi dengan ilmu itu?"
"Maaf! Demi keselamatan bu lim di kolong langit, aku terpaksa
menggunakan ilmu tersebut menghadapimu, agar engkau mau
menceritakan semuanya!"
"Hmm!" dengus Song Yauw Tong dingin. "Kau kira aku akan
takluk terhadap ilmu itu?"
Pek Giok Liong tersenyum hambar, ia menatap Song Yauw Tong


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam-dalam seraya berkata.
"Aku tahu engkau seorang pendekar dari kwan gwa, mungkin
cara itu tidak akan membuatmu takluk. Tapi ?""
"Kenapa?" tanya Song Yauw Tong dingin.
"Walau engkau bukan pendekar dari golongan putih, namun aku
yakin engkau masih memiliki hati yang bijak. Oleh karena itu, aku
harap engkau jangan mendesakku sampai bertindak di luar batas
terhadapmu ?""
"Hm!" dengus Song Yauw Tong dingin, dan menatap Pek Giok
Liong tajam. "Pokoknya hatiku tidak akan tergerak oleh omongan
manismu." 453 "Aku bicara sungguh-sungguh berdasarkan suara hati!"
"Aku tidak percaya!"
"Song Yauw Tong!" Pek Giok Liong mengernyitkan kening. "Aku
masih menghargai dirimu sebagai seorang pendekar, maka aku ?""
"Engkau mengatakan demi keselamatan bu lim. Aku bertanya,
bagaimana penjelasan mengenai perkataanmu itu?"
"Aku punya bukti dan itu memang merupakan kenyataan."
"Aku bertanya tentang ucapanmu tadi!"
"Song Yauw Tong! Lebih baik engkau menjawab beberapa
pertanyaanku!"
"Sebetulnya engkau mau bertanya tentang apa?"
"Apakah pelindung ekspedisi Yang Wie adalah Cit Ciat Sin Kun?"
Pek Giok Liong mulai bertanya.
"Tidak salah!" Song Yauw Tong mengangguk, kemudian
tanyanya, "Engkau sudah tahu kok masih bertanya?"
"Apakah sekarang dia masih berada di ekspedisi Yang Wie?"
"Seharusnya masih berada di ekspedisi itu!"
"Kemarin ketika aku berkunjung ke sana, benarkah dia tidak
ada?" "Aku tidak pernah bohong."
Pek Giok Liong mengernyitkan kening sambil berpikir, setelah itu
ia menatap Song Yauw Tong seraya bertanya.
"Benarkah di gedung ekspedisi Yang Wie terdapat jalan rahasia?"
"Entahlah!" Song Yauw Tong menggelengkan kepala.
"Kelihatannya tidak ada, kalau ada, aku pasti tahu."
"Ini justru sangat mengherankan."
"Apa yang mengherankan?"
"Sejak Cit Ciat Sin Kun memasuki ekspedisi Yang Wie, para
murid partai kami terus menerus mengawasi ekspedisi Yang Wie.
Hingga kemarin aku berkunjung ke sana, para murid partai kami
sama sekali tidak melihat dia ke luar. Padahal sesungguhnya dia
sudah ke luar, entah dia melalui mana?"
"Maka engkau anggap ada jalan rahasia di sana?"
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Kalau dia tidak ke luar
melalui jalan rahasia, tentunya para murid partai kami
mengetahuinya."
"Jangan-jangan para murid partaimu itu tak berguna!" ujar Song
Yauw Tong sambil tertawa.
454 "Mungkin mereka tak berguna, namun aku percaya mereka tidak
akan melalaikan tugas."
"Apakah engkau begitu percaya terhadap para murid partaimu
itu?" "Ya."
"Kalau begitu, aku ingin bertanya."
"Silakan!"
"Kalian dari partai mana?"
"Seng Sim Bun (Partai Hati Suci)."
"Partai Hati Suci?" Air muka Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong
tampak berubah. "Heran, aku tidak pernah dengar partaimu itu."
"Sekarang baru tahu juga tidak terlambat kan?" Pek Giok Liong
tersenyum, kemudian bertanya, "Pernahkah engkau mendengar Jit
Goat Seng Sim Ki?"
"Pernah." Song Yauw Tong mengangguk. "Jadi partai Hati Suci
berasal dari Panji Hati Suci Matahari Bulan?"
"Benar."
"Apakah ketua partai tersebut adalah orang yang memegang
Panji Hati Suci Matahari Bulan itu?"
"Tidak salah."
Sungguh mengherankan, mendadak sepasang mata Thiat Jiau
Kou Hun Song Yauw Tong berbinar-binar.
"Mohon tanya di mana ketua itu?"
"Dia berada di hadapanmu."
"Oh?" Song Yauw Tong memandang Pek Giok Liong, lalu
menjura dengan hormat. "Maaf, aku tadi telah berlaku tidak sopan!"
"Tidak apa-apa." Pek Giok Liong tersenyum. "Engkau tidak usah
sungkan-sungkan dan banyak peradaban! Karena aku tadi berlaku
kasar padamu, aku pun minta maaf!"
"Ketua jangan membuat aku jadi malu!"
"Oh ya! Aku harap engkau bersedia memberitahukan semua itu,
agar tidak ?""
"Aku pasti memberitahukan, tapi ?"" Song Yauw Tong
memandang Pek Giok Liong. "Aku. punya satu permohonan, harap
Ketua mengabulkannya!"
"Apa permohonanmu, beritahukanlah!"
"Mohon Ketua memperlihatkan panji itu!" ujar Song Yauw Tong.
"Aku ingin menyaksikannya."
455 "Ingin menyaksikan panji itu ataukah ?"" Pek Giok Liong
menatapnya tajam. ?"" ada suatu maksud lain?"
Wajah Song Yauw Tong kemerah-merahan, kemudian
menundukkan kepala seraya berkata.
"Aku memang punya maksud tertentu."
Hati Pek Giok Liong tergerak, lalu tersenyum sambil merogoh ke
dalam bajunya. Ia mengeluarkan panji tersebut dan berkata
sungguh-sungguh.
"Ini Panji Hati Suci Matahari Bulan, silakan menyaksikannya!"
Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong memperhatikan panji itu,
setelah itu mendadak ia berlutut.
"Teecu Song Yauw Tong menghadap panji dan memberi hormat
pada ketua!" ucapnya.
Pek Giok Liong menyimpan kembali panji itu ke dalam bajunya,
lalu ia menatap Song Yauw Tong.
"Silakan bangun!" katanya.
"Terimakasih, Ketua!" Song Yauw Tong segera bangkit berdiri.
"Song Yauw Tong, apakah ada hubungan engkau dengan Jit
Goat Seng Sim Ki?" tanya Pek Giok Liong.
"Guru teecu meninggalkan amanat, asal Jit Goat Seng Sim Ki
muncul, teecu harus bergabung dan sekaligus mengabdi pada panji
itu." "Oh" Siapa gurumu?"
"Teecu tidak tahu, sebab guru teecu tidak pernah
memberitahukan."
"Oh?"
"Tapi sebelum guru menghembuskan nafas penghabisan, teecu
diberikan semacam tanda pengenal, agar kelak diserahkan pada
ketua panji."
Song Yauw Tong mengeluarkan sebuah tanda pengenal yang
terbuat dari batu giok, lalu diserahkannya pada Pek Giok Liong
dengan hormat. Pek Giok Liong menerima tanda pengenal itu lalu diperiksanya.
Sepasang matanyapun tampak berbinar-binar.
"Ternyata gurumu salah satu Siang Ciang (Sepasang jenderal)
yang di sisi kiri kanan generasi keempat pemegang panji ini, dan
engkau murid Yu Ciang Kun (Jenderal kiri) Yam Ban Seng."
"Oh?" Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong tampak gembira
sekali. 456 "Song Yauw Tong!" panggil Pek Giok Liong.
"Teecu siap terima perintah!" Song Yauw Tong menjura.
"Bersediakah engkau meneruskan kedudukan mendiang gurumu
itu?" tanya Pek Giok Liong serius.
"Teecu bersedia."
"Kalau begitu ?"" Pek Giok Liong mengembalikan tanda
pengenal itu pada Song Yauw Tong seraya berkata, "Mulai saat ini,
engkau adalah jenderal kiri dalam partai Hati Suci."
"Terimakasih, Ketua!" Song Yauw Tong menjura dengan hormat.
"Nah, sekarang engkau harus bicara sejujurnya!" tegas Pek Giok
Liong sambil memandangnya.
"Ya." Song Yauw Tong mengangguk. "Dugaan Ketua memang
tidak meleset. Di gedung ekspedisi Yang Wie terdapat jalan rahasia."
"Masuk dari mana?"
"Di dalam bangunan yang ada di halaman belakang bangunan
besar ekspedisi itu." Song Yauw Tong memberitahukan. "Tapi pintu
ke luarnya malah ada lima."
"Semua jalan rahasia itu tembus di mana?"
"Yang paling dekat ada dua tempat, yakni sebelah selatan
tembus ke toko kain Yong Heng Kie, dan yang sebelah utara tembus
ke penjualan kuda."
"Ngmm!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Siapa pun tidak
akan menaruh perhatian pada kedua tempat itu. Tiga jalan rahasia
lainnya pasti menembus ke pinggir kota. Ya, kan?"
"Salah satu jalan rahasia itu tembus ke pelabuhan."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut lagi.
"Dua jalan rahasia lagi justru sungguh di luar dugaan
tembusnya, karena yang satu menembus ke pekuburan di pinggir
kota, satu lagi menembus ke vihara Lian Hoa."
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa. "Kelinci yang pintar pun cuma
punya tiga liang, sedangkan Cit Ciat Sin Kun malah punya lima jalan
rahasia! Itu sungguh di luar dugaan! Dia memang cerdik dan licik!"
"Benar." Song Yauw Tong mengangguk. "Benarkah vihara Lian
Hoa di huni oleh para biarawati?" tanya Pek Giok Liong.
"Ya." Song Yauw Tong mengangguk lagi. "Para biarawati itu
datang dari Istana Lemah Lembut."
"Kalau begitu, para biarawati itu bukan asli biarawati vihara Lian
Hoa?" "Memang bukan."
457 "Ke mana para biarawati vihara Lian Hoa?"
"Sebetulnya di vihara itu terdapat tiga biarawati, tapi sudah mati
semua." "Sudah mati semua," Pek Giok Liong mengerti itu, tentunya telah
dibunuh oleh anak buah Cit Ciat Sin Kun.
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. "Sungguh kejam Cit Ciat
Sin Kun itu, para biarawati yang tak berdosa pun dibunuhnya!"
Song Yauw Tong diam saja.
"Tahukah engkau siapa Kim Tie itu?" tanya Pek Giok Liong
mendadak. "Teecu tidak pernah melihat wajah aslinya."
"Engkau tahu dia berada di mana sekarang?"
"Mungkin dalam perjalanan menuju ke Ciang Pek San (Gunung
Ciang Pek)."
"Pergi cari gara-gara dengan partai Ciang Pek?"
"Entahlah!" Song Yauw Tong menggelengkan kepala. "Teecu
tidak begitu jelas tentang itu."
"Kapan dia berangkat?"
"Semalam."
"Berapa orang yang menyertainya?"
"Empat pengawal khusus dan dua pemimpin aula, bahkan ikut
pula belasan orang yang berkepandaian tinggi. Jadi semuanya
berjumlah dua puluh orang."
Pek Giok Liong berpikir lama sekali, lalu memandang Thian Koh
Sing Ma Hun seraya berkata.
"Engkau segera kembali ke dalam kota, dan sampaikan
perintahku pada tiga pelindung pulau dan dua belas pengawal, agar
segera berangkat mengejar Kim Tie!"
"Hamba terima perintah!" Thian Koh Sing Ma Hun menjura, lalu
mengerahkan ginkangnya meninggalkan tempat itu.
Setelah Thian Koh Sing Ma Hun pergi, Pek Giok Liong kembali
mengarah pada Song Yauw Tong.
"Tahukah engkau, Siang Hiong Sam Kuai berada di mana
sekarang?"
"Siang Hiong berada di dalam ekspedisi Yang Wie, sedangkan
Sam Kuai pergi bersama Gin Tie." Song Yauw Tong
memberitahukan.
"Tu Cu Yen berada di mana sekarang?"
"Tu Cu Yen?" Song Yauw Tong tertegun. "Siapa Tu Cu Yen?"
458 "Tu Cu Yen adalah Gin Tie. Apakah engkau tidak tahu?" Pek Giok
Liong heran. "Teecu tidak tahu namanya. Sekarang dia berada di Siau Keh
Cung." "Ada berapa orang yang bersamanya?"
"Kira-kira dua puluh orang."
"Masih ada berapa orang di ekspedisi Yang Wie?"
"Kurang lebih empat puluh orang."
"Thiat Sat, Ti Ling dan Ngo Hok, mereka bertiga berada di mana
sekarang?"
"Ketiga pemimpin aula itu bertugas melindungi Tay Tie Kiong
(Istana Maha Raja)."
"Engkau pernah pergi ke Istana Maha Raja itu?"
"Teecu justru pindahan dari Istana Maha Raja itu."
"Kalau begitu, tentunya engkau tahu jelas mengenai Istana
Maha Raja itu?"
"Sebagian besar teecu tahu."
"Berarti masih ada sebagian kecil yang engkau tidak tahu?"
"Ya." Song Yauw Tong mengangguk. "Yakni mengenai tempat
yang amat penting dan rahasia."
"Tempat apa itu?"
"Itu adalah kamar tidur Cit Ciat Sin Kun."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. Ia teringat sesuatu
dan segera bertanya, "Engkau tahu Kian Kun Ie Siu di kurung di
mana?" "Apakah dia orang tua buta itu?"
"Ya!" Pek Giok Liong memberitahukan. "Orang tua itu adalah
generasi keempat pemegang panji Jit Goat Seng Sim Ki."
"Haah ?"?" Song Yauw Tong terperanjat. "Orang tua itu sudah
meninggal."
"Apa?" Wajah Pek Giok Liong langsung berubah. "Engkau bilang
apa?" "Orang tua itu sudah meninggal."
"Aaakh!" Pek Giok Liong menarik nafas panjang. "Kapan orang
tua itu meninggal?"
"Empat hari yang lalu, orang tua itu mendadak membunuh diri."
"Haah" Aaakh ?"" Wajah Pek Giok Liong memucat.
"Orang tua itu terkena racun yang amat ganas, namun Cit Ciat
Sin Kun memberikannya Ban Ling Tan (Pil mujarab) sebutir setiap
459

Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari, itu agar nafas orang tua tersebut tidak putus. Orang tua itu
tahu maksud tujuan Cit Ciat Sin Kun, maka lalu membunuh diri
dengan cara menggigit lidah sendiri. Sampai putus."
"Hah ?"" Pek Giok Liong menarik nafas panjang, sesaat
kemudian bertanya. "Jenazahnya di makamkan di mana?"
"Di gunung Kah Lan, di belakang Istana Tay Tie."
"Ngmm!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Oh ya, sudah
berapa lama engkau mengabdi pada Cit Ciat Sin Kun?"
"Tiga tahun."
"Waktu itu cukup lama, tentunya engkau tahu bagaimana
ambisinya, kan?"
"Ya!" Song Yauw Tong mengangguk. "Sudah lama teecu tahu
ambisinya."
"Kalau begitu, kenapa engkau masih mau mengabdi padanya?"
Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong menggeleng-gelengkan
kepala, lalu menarik nafas panjang sambil tersenyum getir.
"Walau teecu tahu tentang itu, namun tertekan oleh keadaan,
maka tidak bisa apa-apa ?""
"Tertekan oleh keadaan?" Pek Giok Liong menatapnya. "Apakah
dengan suatu cara dia mengendalikan dirimu?"
"Ya!" Song Yauw Tong mengangguk. "Teecu punya seorang
saudara angkat, sudah lama meninggal, anak istrinya jatuh di tangan
Cit Ciat Sin Kun, mereka dijadikan sandera."
"Kalau engkau tidak mengabdi padanya, maka dia akan
membunuh mereka?" tanya Pek Giok Liong.
"Ya." Song Yauw Tong menarik nafas panjang. "Sebelum
saudara angkat teecu itu mati, dia berpesan pada teecu agar
menjaga anak istrinya baik-baik. Demi keselamatan mereka ibu dan
anak, teecu terpaksa mengabdi pada Cit Ciat Sin Kun! Yaah! Apa
boleh buat!"
"Engkau tahu mereka di kurung di mana?"
"Di ruang belakang Istana Tay Tie."
"Engkau pernah melihat mereka?"
"Tiga bulan sekali, teecu diizinkan menengok mereka."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut sambil berpikir, tibatiba
terlintas sesuatu dalam benaknya. "Sementara ini siapa lagi
yang berada di dalam istana selain tiga pemimpin aula?"
460 "Belasan orang yang berkepandaian tinggi." Song Yauw Tong
memberitahukan. "Pemimpin mereka adalah Im Sih Siu Cai (Pelajar
akhirat) Ouw Mung Ceng."
"Bagaimana kepandaiannya dibandingkan dengan Thian Sat Sin
Kun?" "Masih setingkat di atas kepandaian Thian Sat."
"Memanfaatkan kesempatan di saat Cit Ciat Sin Kun tidak berada
di istana, aku perintahkan beberapa orang untuk menolong mereka,
bagaimana menurutmu?"
"Mungkin tidak bisa."
"Penjagaan di sana sangat ketat, sehingga orang luar sulit
menyelinap ke dalam?"
"Ya." Song Yauw Tong mengangguk dan memberitahukan, "Ke
luar masuk istana itu, harus memiliki tanda pengenal, kalau tidak,
sama sekali tidak bisa masuk."
"Engkau punya tanda pengenal itu?" tanya Pek Giok Liong
mendadak. "Teecu memang dari sana, maka punya sebuah tanda pengenal
itu." Song Yauw Tong mengeluarkan tanda pengenal tersebut yang
terbuat dari perak, lalu diserahkan pada Pek Giok Liong dengan
hormat. Pek Giok Liong menerima tanda pengenal itu, lalu mengarah
pada enam orang ekspedisi Yang Wie seraya bertanya.
"Mereka berenam juga memiliki tanda pengenal untuk masuk
istana?" Song Yauw Tong mengangguk, lalu segera merogoh ke dalam
baju mereka. Setelah mengambil enam buah tanda pengenal itu, ia
pun langsung menyerahkannya pada Pek Giok Liong.
"Thian Kang Sing dan Pat Kiam dengar perintah!" ujar Pek Giok
Liong sesudah menerima enam buah tanda pengenal itu.
"Teecu siap menerima perintah!" sahut Thian Kang Sing Wie
Kauw dan Pat Kiam serentak.
"Thian Koh Sing dan Pat Kiam harus segera berangkat ke
gunung Kah Lan dengan membawa tujuh buah tanda pengenal ini,
memasuki istana Tay Tie untuk menolong anak istri teman Song
Yauw Tong!"
"Ya!" sahut mereka serentak.
Pek Giok Liong memberikan tujuh buah tanda pengenal itu pada
Thian Kang Sing Wie Kauw.
461 "Lima orang masuk ke istana, empat orang menjaga di luar!"
pesan Pek Giok Liong. "Kalian semua harus berhati-hati!"
"Ya!" sahut Thian Kang Sing Wie Kauw sambil menerima tujuh
buah tanda pengenal itu.
"Song Yauw Tong!" Pek Giok Liong menatapnya.
"Teecu siap menerima perintah!" Song Yauw Tong segera
memberi hormat.
"Engkau harus memberitahukan pada Thian Kang dan Pat Kiam,
bagaimana seluk beluk dan keadaan gunung Kah Lan. Baju apa yang
harus di pakai dan bagaimana bahasa kode serta isyarat yang
digunakan di sana?"
"Menurut teecu, itu ?" amat membahayakan. Harap Ketua
pertimbangkan lagi!" ujar Song Yauw Tong.
"Maksudmu kekuatan mereka tidak cukup untuk menolong anak
istri temanmu itu?"
"Ya." Song Yauw Tong mengangguk. "Lebih baik jangan
menempuh bahaya!"
"Engkau boleh berlega hati!" Pek Giok Liong tersenyum. "Asal
Thian Sat Sin Kun bersedia membantu, tentunya tidak ada masalah.
Lagi pula kekuatan Thian Kang Sing dan Pat Kiam cukup kuat, maka
aku yakin mereka pasti bisa menolong anak istri temanmu itu."
"Kalau mereka terjadi sesuatu di luar dugaan, bukankah teecu
?"" "Aku tahu bagaimana perasaanmu. Kini engkau sudah
bergabung dengan kami, maka kami pun harus menolong anak istri
temanmu." "Tapi ?""
"Nah! Sekarang engkau harus menjelaskan pada mereka
mengenai baju, bahasa kode dan isyarat di sana!" tegas Pek Giok
Liong. "Ketua ?"" Saking terharu, Song Yauw Tong langsung berlutut.
"Terimakasih Ketua, teecu harap bisa berangkat bersama mereka!"
"Itu ?" Baik juga, engkau bangunlah!"
"Terimakasih, Ketua!" Song Yauw Tong bangkit berdiri.
"Oh ya!" Pek Giok Liong teringat sesuatu, maka langsung
bertanya, "Apakah Engkau tahu tentang kejadian Ciok Lau San
Cung?" 462 "Tahu." Song Yauw Tong mengangguk dan memberitahukan,
"Itu adalah perbuatan Tu Cu Yen dan Siang Hiong Sam Kuai atas
perintah Cit Ciat Sin Kun."
"Hanya mereka berenam?"
"Masih ada tiga puluh orang yang berkepandaian tinggi
menyertai mereka berenam menyerbu Ciok Lau San Cung di malam
itu." "Ngmm!" Pek Giok Liong manggut-manggut, lalu mengarah pada
enam orang yang masih tergeletak itu. "Keenam orang itu sering
membunuh?"
"Dua di antara mereka adalah teman baik teecu, yang lain
adalah penjahat dari golongan hitam. Mereka berhati kejam dan
sering membunuh?"
"Harus bagaimana membereskan kedua teman baikmu itu?"
"Teecu akan bertanya pada mereka. Kalau mereka mau
bergabung dengan kita, maka teecu akan mohon pada Ketua untuk
mengampuni mereka berdua. Apabila mereka tidak mau bergabung,
teecu akan menyuruh mereka pulang ke kwan gwa. Bagaimana
menurut Ketua?"
"Baiklah." Pek Giok Liong mengangguk. "Lalu bagaimana dengan
yang empat itu?"
"Mohon pada Ketua, mereka jangan diberi ampun!" jawab Song
Yauw Tong. "Sebab sudah banyak orang mati di tangan mereka."
"Aku tidak akan mengampuni mereka, bahkan akan suruh
mereka berempat menyampaikan masalah ini pada Cit Ciat Sin Kun,"
ujar Pek Giok Liong dan mengarah pada Thian Kang Sing Wie Kauw.
"Buka jalan darah kedua teman Song Yauw Tong!"
"Ya." Thian Kang Sing Wie Kauw memberi hormat pada Pek Giok
Liong, kemudian bertanya pada Song Yauw Tong. "Saudara Song,
yang mana teman-temanmu?"
"Tuh!" Song Yauw Tong menunjuk dua orang yang tergeletak
itu. "Mereka berdua temanku."
Thian Kang Sing Wie Kauw segera membuka jalan darah kedua
orang itu. Song Yauw Tong pun mendekati mereka, lalu
menceritakan tentang dirinya yang telah bergabung dengan Pek Giok
Liong. "Kalian berdua mau bergabung atau pulang ke kwan gwa?"
tanyanya. 463 "Sudah sekian tahun kami bersamamu, hidup mau pun mati
harus tetap bersama. Maka kami tetap ikut bergabung," jawab salah
seorang itu. "Kalau begitu, cepatlah kalian berdua memberi hormat pada
ketua partai Hati Suci!" ujar Song Yauw Tong.
"Ya." Mereka berdua lalu berlutut di hadapan Pek Giok Liong.
"Teecu Ciu Cun menghadap Ketua!"
"Teecu Ong Leh Cin menghadap Ketua!"
"Bagus." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Nah, kalian
bangunlah!"
Pek Giok Liong mengangkat kedua tangannya, seketika juga
kedua orang itu terangkat bangun. Bukan main terkejutnya kedua
orang itu, mereka tidak menyangka Pek Giok Liong memiliki tenaga
dalam yang begitu hebat.
"Song Yauw Tong!" panggil Pek Giok Liong.
"Teecu siap menerima perintah!" sahut Song Yauw Tong sambil
menjura. "Sekarang engkau harus menjelaskan yang kukatakan tadi pada
Thian Kang Sing dan Pat Kiam!"
"Teecu menerima perintah!" Song Yauw Tong lalu berbisik-bisik
pada Thian Kang Sing dan Pat Kiam, sesudah itu ia berkata dengan
hormat pada Pek Giok Liong. "Teecu sudah menjelaskan pada
mereka!" "Ng!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Nah, sekarang kalian
boleh berangkat ke istana Tay Tie!"
"Teecu menerima perintah!" sahut mereka serentak.
Bagian ke 50. Mulai Bergerak
Hari sudah senja, Pek Giok Liong dan Se Pit Han duduk
berhadapan di dalam sebuah kuil tua, yang terletak di sebelah
selatan Kota Teng Hong.
Sementara itu, Bu Siang Seng. Giok Cing Giok Ling, Si Hong
(Empat phoenix), Thian Koh Sing Ma Hun, Cian Tok Suseng, Ouw
Beng Hui, lima pelindung aula dan belasan anak buah Pulau Pelangi,
terus menerus mengawasi rumah Siauw, itu agar Tu Cu Yen dan
Sam Kuai (Tiga siluman) jangan sampai lobos.
464 Kedua daun pintu rumah Siauw tertutup rapat, namun tampak
empat orang berbaju hitam berdiri di depan pintu dengan golok di
tangan. Ketika hari sudah malam, Pek Giok Liong dan Se Pit Han
melangkah perlahan menuju rumah terebut, Si Kim Kong mengikuti
dari belakang. "Berhenti!" terdengar suara bentakan keras.
Pek Giok Liong berhenti. Salah seorang berbaju hitam
mendekatinya, dan sekaligus memandang Pek Giok Liong serta Se
Pit Han dengan penuh perhatian.
"Siapa kalian?"
"Datang dari tempat jauh," sahut Pek Giok Liong.
"Mau apa kalian kemari?"
"Mau mencari orang."
"Siapa yang kau cari?"
"Siau cung cu (Majikan muda)."
Orang berbaju hitam itu tertegun, ia menatap Pek Giok Liong
dengan mata tak berkedip.
"Anda kenal majikan muda kami?"
"Kenal baik."
"Anda teman majikan muda kami?"
"Laporlah padanya, bahwa ada teman lama datang berkunjung,
dia harus segera ke luar menemui kami!"
Ketika mendengar nada ucapan Pek Giok Liong, orang berbaju
hitam itu sudah merasa ada sesuatu yang tak beres.
"Anda siapa?" tanya orang berbaju hitam dingin.
"Engkau tidak perlu bertanya. Setelah majikan muda kalian
bertemu denganku, dia pasti kenal."
"Kalau begitu, maaf, aku tidak bisa melapor!"
"Jadi engkau tidak mau melapor?"
"Anda tidak menyebut nama, bagaimana mungkin aku melapor?"
"Kalau begitu, aku akan mencari orang lain untuk melapor." Pek
Giok Liong melangkah maju.
Orang berbaju hitam itu terbelalak, dan pada waktu bersamaan,
terdengar suara bentakan mengguntur.
"Berhenti!" Muncul seorang berbaju hitam lainnya.
"Engkau pun tidak mau melapor ke dalam?" tanya Pek Giok
Liong dingin. 465 "He he!" Orang baju hitam yang baru muncul itu tertawa
terkekeh. "Engkau ingin cari gara-gara di sini?"
"Kalau ya kenapa?" tanya Pek Giok Liong menantang.
"Kau kira gampang masuk ke dalam?" Orang berbaju hitam itu
tertawa dingin. "Tempat ini bukan milik kakek moyangmu! Tahu?"
"Aku tidak percaya kalau tidak bisa masuk!" Sahut Pek Giok
Liong dengan wajah dingin.
"Engkau tidak melihat bahwa pintu itu tertutup?"
"Walau pintu tertutup, aku pun bisa masuk!"
"Oh?" Orang berbaju hitam itu tertawa. "Engkau tidak melihat
kami berempat di sini?"
"Kalian berempat ingin menghalangiku?"
"Tentu, karena memang tugas kami di sini!"
"Meskipun ditambah belasan orang lagi, kalian tetap tidak
mampu menghalangiku! Engkau percaya?"
"Jangan omong besar di sini!" Orang berbaju hitam itu tampak
gusar, sehingga sepasang matanya melotot.
"Itu benar!"
"Kami justru tidak percaya!"
"Kalau begitu, silakan coba!"


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu!" Orang berbaju hitam itu tertawa dingin. "Kami memang
harus mencoba!"
"Saudara tua!" sela teman orang berbaju hitam itu. "Tidak perlu
banyak omong dengannya, mari kita habiskan saja dia!"
"Jangan terburu nafsu, biar aku mencobanya dulu!" Usai berkata
begitu, orang berbaju hitam itu pun langsung menyerang ke arah
dada Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong tertawa ringan, dan menggeleng-gelengkan
kepala seraya berkata, "Pukulanmu tidak bertenaga, engkau harus
belajar dua puluh tahun lagi!" Pek Giok Liong segera bergerak, dan
seketika juga urat nadi di lengan orang berbaju hitam itu sudah
dicengkeram Pek Giok Liong.
Betapa terkejutnya orang berbaju hitam itu, wajahnya pun
memucat karena dirinya sudah tertangkap.
Tiga temannya juga terkejut. Mereka segera maju siap
menyerang Pek Giok Liong.
"Kalian bertiga jangan bergerak!" bentak Pek Giok Liong dingin.
"Kalau kalian bertiga berani bergerak, orang ini pasti mati duluan!"
466 Ketiga orang berbaju hitam langsung diam, salah seorang
menatap Pek Giok Liong dengan kening berkerut-kerut.
"Sebetulnya Anda mau apa?" tanyanya.
"Asal kalian menurut, aku tidak akan turun tangan!" sahut Pek
Giok Liong. "Cepat ketuk pintu itu!"
Pek Giok Liong melepaskan cengkeramannya. Orang berbaju
hitam itu pun segera mencabut golok yang terselip di pinggangnya,
dan menyerang Pek Giok Liong. Pek Giok Liong mengernyitkan
kening. Ketiga orang berbaju hitam juga tidak diam. Mereka pun
langsung menyerang Pek Giok Liong dengan golok.
Pek Giok Liong tertawa panjang. Tiba-tiba ia mengibaskan
tangannya, dan seketika juga keempat orang berbaju hitam itu
terpental, golok pun terlepas dari tangan masing-masing.
Pada saat bersamaan, pintu itu terbuka. Tiga orang tua berjubah
hijau berdiri di situ, enam pasang mata menatap Pek Giok Liong.
"Sobat!" tanya salah seorang tua berjubah hijau itu. "Siapa kau?"
"Tu Cu Yen kenal aku!" sahut Pek Giok Liong.
Wajah ketiga orang tua berjubah hijau berubah, dan salah
seorang di antaranya segera bertanya.
"Benarkah engkau kenal majikan muda kami?"
"Kenal!"
"Apakah engkau ke mari mencari dia?"
"Tidak salah! Cepatlah panggil dia ke luar!"
"Ada urusan apa engkau mencari Siau cung cu?"
"Dia akan tahu setelah bertemu denganku!"
"Tidak boleh memberitahukan padaku?"
"Percuma, engkau tidak bisa mewakilinya."
"Kalau begitu, sebutlah namamu, aku akan menyuruh orang
untuk melapor, pada Siau cung cu!"
"Maaf, sebelum bertemu Tu Cu Yen, aku tidak akan
memberitahukan siapa diriku!"
"Sama-sama!" Orang tua berjubah hijau tertawa dingin. "Engkau
pun jangan harap aku akan menyuruh orang untuk melapor pada
Siau cung cu!"
"Kalau begitu, lebih baik aku yang masuk!"
"He he!" Orang tua berjubah hijau tertawa dingin. "Engkau sulit
memasuki pintu ini."
467 "Oh, ya?" Pek Giok Liong tertawa hambar. "Apakah kalian bertiga
akan menghalangiku?"
"Betul!" Orang tua berjubah hijau mengangguk. "Ada kami
bertiga di sini, siapa pun jangan harap bisa masuk."
"Kalau begitu ?"" Pek Giok Liong tertawa ringan. "Aku harus
melewati rintangan ini, barulah bisa bertemu Tu Cu Yen?"
"Bagus engkau tahu!" Orang tua berjubah hijau tertawa dingin.
Pek Giok Liong memandang empat orang berbaju hitam yang
terpental tadi, lalu ujarnya sambil tersenyum.
"Tahukah engkau apa yang dikatakan keempat orang itu?"
"Mereka mengatakan apa?"
"Seperti kalian bertiga, tidak mau ke dalam melapor, bahkan
juga menghalangiku, akhirnya ?""
"Akhirnya mereka berempat tidak mampu melawanmu kan?"
"Betul! Aku cuma mengibaskan tanganku, mereka berempat
sudah terpental lima meter jauh."
"Ha ha!" Orang tua berjubah hijau tertawa gelak. "Jadi kau
anggap kami bertiga seperti mereka?"
"Kira-kira begitulah!"
"Kawan!" Orang tua berjubah hijau melotot. "Engkau jangan
omong besar di hadapan kami!"
"Tadi mereka berempat juga berkata demikian!" Pek Giok Liong
tersenyum. "Akhirnya mereka yang terpental!"
"Kalau begitu ?"" Orang tua berbaju hijau tertawa terkekeh.
"He he! Aku ingin mencoba kepandaianmu."
Ketika orang tua berjubah hijau baru mau menyerang, tiba-tiba
dari dalam mengalun ke luar suara seruan.
"Kie Cong! Siapa di luar?"
Kie Cong dan kedua orang tua berjubah hijau itu tiga
bersaudara. Dua orang berjubah hijau itu bernama Kie Yong dan Kie
Hun. Tong Cu Sam Siung (Tiga Pendekar Tong Cu) adalah mereka.
Ketika mendengar suara itu, Kie Cong pun segera menghadap ke
dalam sambil menjura.
"Lapor pada cong koan! Ada orang ingin bertemu Siau cung cu!"
"Siapa orang itu?"
"Dia tidak mau memberitahukan namanya."
"Ada urusan apa dia ingin bertemu majikan muda?"
"Dia bilang, setelah majikan bertemu dengannya, majikan muda
pasti tahu."
468 "Oh?" Terdengar suara langkah, kemudian muncul seseorang
berusia enam puluhan berjubah merah.
Orang tua berjubah merah menatap Pek Giok Liong dan Se Pit
Han dengan mata tak berkedip, lama sekali barulah membuka mulut.
"Kalian ingin bertemu Siau cung cu?" tanyanya.
"Betul. Engkau siapa?" Pek Giok Liong memandangnya dengan
penuh perhatian.
"Aku Ku Ing Chiu, kepala pengurus di sini." Orang tua berjubah
merah memberitahukan.
"Oh, ternyata Ku cong koan! Maaf, aku berlaku kurang hormat!"
ucap Pek Giok Liong.
"Jangan sungkan-sungkan! Aku ingin bertanya ?""
"Ku cong koan pernah dengar Pulau Pelangi yang tersiar dalam
bu lim?" tanya Pek Giok Liong mendadak.
Begitu mendengar nama pulau tersebut, wajah Ku Ing Chiu
langsung berubah dan tampak tersentak.
"Engkau datang dari pulau itu?"
Pek Giok Liong mengangguk, lalu menunjuk Se Pit Han seraya
berkata, "Dia adalah Siau tocu dari Pulau Pelangi."
Ku Ing Chiu terbelalak, ia menatap Se Pit Han dengan mata
menyorotkan sinar aneh.
"Siau tocu mau bertemu Siau cung cu ?"?"
"Ku cong koan tidak perlu banyak bertanya, lebih baik ke dalam
melapor saja!" Ujar Se Pit Han.
"Ini ?"" Ku Ing Chiu tampak ragu.
"Ini menyangkut urusan besar, maka lebih baik Ku cong koan ke
dalam melapor saja! Kalau tidak ?"" Se Pit Han tidak melanjutkan,
melainkan mengarah pada Pek Giok Liong seraya berkata,
"Sudahlah! Kita tidak perlu banyak urusan, mari kita pergi!"
Se Pit Han mengayunkan kakinya. Pek Giok Liong tertegun,
namun sesaat ia sudah dapat menduga maksudnya, maka ia pun
mengayunkan kakinya mengikuti Se Pit Han. Beberapa langkah
kemudian, mereka mendengar suara seruan di belakang.
"Siau tocu harap tunggu!"
Se Pit Han berhenti, lalu menoleh memandang Ku Ing Chiu
seraya bertanya, "Ada apa, Ku cong koan?"
"Aku akan ke dalam melapor," jawab Ku Ing Chiu, lalu segera
berjalan ke dalam.
469 Pek Giok Liong dan Se Pit Han saling memandang, lalu
tersenyum. Berselang beberapa saat, terdengar suara langkah yang
tergesa-gesa. Dua pemuda berbaju hijau membawa lentera di
depan, di tengah adalah Tu Cu Yen, yang di belakang adalah Ku Ing
Chiu. Tampak pula dua pemimpin aula dan enam pengawal khusus.
Begitu melihat mereka, Tong Ciu Sam Siung dan empat orang
berbaju hitam langsung memberi hormat pada Tu Cu Yen.
Tu Cu Yen berdiri tegak, ia mengibaskan tangannya ketika Tong
Ciu Sam Siung dan empat orang berbaju hitam memberi hormat.
Wajah Tu Cu Yen tampak berubah begitu melihat Pek Giok Liong
dan Si Kim Kong. Ku Ing Chiu melapor bahwa Cai Hong To Siau tocu
berkunjung, maka Tu Cu Yen segera ke luar. Ia yakin kedatangan
Siau tocu itu pasti berkaitan dengan urusan Pek Giok Liong.
Namun ia sama sekali tidak menyangka kalau Pek Giok Liong
berada di situ. Setelah kejadian di Hwa San, Tu Cu Yen sudah tahu
Pek Giok Liong memiliki kepandaian yang amat tinggi, dan yakin
dirinya bukan tandingan Pek Giok Liong, maka ia mulai takut
kepadanya. Wajah Thian Suan Sin Kun, Ti Kie Sin Kun dan enam pengawal
khusus itu pun telah berubah, bahkan hatinya pun berdebar-debar
tegang. Meskipun Tu Cu Yen takut pada Pek Giok Liong, sikapnya masih
jumawa, dan sekilas dalam hatinya timbul suatu ide.
Apa idenya" Tidak lain ingin meloloskan diri. Bagaimana
caranya" Kalau terjadi pertarungan, di saat itulah ia akan meloloskan
diri. Akan tetapi, Tu Cu Yen mana tahu Pek Giok Liong sudah
mengatur agar Tu Cu Yen dan Sam Kuai tidak dapat meloloskan diri.
Oleh karena itu, ide Tu Cu Yen jelas tidak dapat terlaksana.
"He he he!" Tu Cu Yen tertawa terkekeh. "Pek Giok Liong,
engkau sungguh bernyali berani ke mari!"
"Sungguh di luar dugaanmu kan?" sahut Pek Giok Liong hambar.
"Sama sekali tidak di luar dugaan. Sebelumnya aku sudah
menduga ini! Tapi ?""
"Tidak sangka aku ke mari kan?"
"Betul! Engkau sungguh cepat ke mari, ini memang di luar
dugaanku."
"Tu Cu Yen." Pek Giok Liong tertawa. "Engkau masih ada
pembicaraan?"
470 "Tentu ada," sahut Tu Cu Yen sambil menatapnya. "Aku
bertanya, di mana Siauw Thian Lin dan putrinya?"
"Apakah engkau ingin bertemu mereka?"
"Engkau harus menyerahkan mereka padaku."
"Engkau pikir aku akan mengabulkannya?"
"Engkau memang harus mengabulkan."
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa dingin. "Apa alasanmu?"
"Kalau tiada alasan, apakah aku tidak boleh mengatakan
begitu?" "Itu sudah pasti."
"Pek Giok Liong! Kenapa engkau begitu usil mencampuri urusan
keluarga Siauw ini?" tanya Tu Cu Yen mendadak.
"Engkau pikir aku ke mari karena usil mencampuri urusan
keluarga Siauw?" Pek Giok Liong balik bertanya.
"Selain urusan ini, apakah masih ada urusan lain?"
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. "Tentunya engkau mengerti
dalam hati!"
"Demi gurumu?" tanya Tu Cu Yen setelah berpikir sejenak.
"Bukan!" Pek Giok Liong menggelengkan kepala.
"Bukan?" Tu Cu Yen mengernyitkan kening. "Kalau begitu ?""
"Tu Cu Yen!" Pek Giok Liong tertawa dingin. "Engkau tidak ingat
lagi" Begitu cepat engkau melupakan sesuatu."
"Aku ?"" Tu Cu Yen menggelengkan kepala. "Aku sungguh
tidak ingat lagi."
"Cobalah kau ingat! Mungkin engkau akan ingat kembali!" Pek
Giok Liong menatapnya tajam.
"Aku ?"" Mendadak air muka Tu Cu Yen berubah. "Apakah
engkau sudah tahu urusan itu ?""
"Urusan apa?"
"Ti ?" tidak ada urusan apa-apa!" sahut Tu Cu Yen licik. "Oh
ya, Pek Giok Liong! Bagaimana kalau kita membicarakan syarat?"
"Engkau pikir masih ada syarat yang harus kita bicarakan?"
"Tentu masih ada!" Tu Cu Yen mengangguk. "Bahkan
merupakan syarat yang amat engkau butuhkan!"
"Oh" Syarat apa itu" Beritahukanlah!"
"Kalau engkau mau menyerahkan Siauw Thian Lin dan putrinya
serta Siauw Peng Yang padaku, aku pun akan menyerahkan
seseorang yang amat engkau perlukan. Bagaimana?"
"Tiga tukar satu?"
471 "Ya !"
"Itu sangat menguntungkan dirimu."
"Padahal sesungguhnya tidak begitu menguntungkan diriku."
"Apa alasanmu mengatakan begitu?"
"Karena Siauw Thian Lin dan putrinya serta Siauw Peng Yang
tiada hubungan erat dengan dirimu! Nah, engkau paham?"
"Kalau begitu, orang yang akan kau tukarkan dengan aku, pasti
punya hubungan erat dengan diriku!"
"Tidak salah." Tu Cu Yen manggut-manggut. "Dia memang
punya hubungan erat denganmu."
"Siapa orang itu?"
"Kian Kun Ie Siu!" sahut Tu Cu Yen sambil tersenyum licik.
"Gurumu itu."
Mendengar itu, mendadak Pek Giok Liong tertawa gelak.
"Ha ha! Berada di mana sekarang guruku?"
"Di dalam istana Tay Tie."
"Bagaimana keadaan guruku?"
"Dia baik-baik saja. Ayah angkatku memperlakukannya dengan
baik sekali."
"Oh, ya?" Pek Giok Liong tertawa hambar. "Tu Cu Yen, apakah
engkau berkata sesungguhnya?"
Pertanyaan itu membuat hati Tu Cu Yen tersentak, namun
wajahnya masih tampak tenang dan serius.
"Aku berkata sesungguhnya," ujarnya dan menambahkan,
"Bagaimana syarat yang kusebutkan barusan" Apakah engkau
setuju?" Pek Giok Liong sudah tahu bahwa Kian Kun Ie Siu, gurunya itu
telah membunuh diri. Sedangkan Tu Cu Yen mengajukan syarat itu,
tentunya Pek Giok Liong tahu apa maksud dan tujuan Tu Cu Yen.
"Aku tidak setuju," sahut Pek Giok Liong tegas.
"Apa"!" Tu Cu Yen melongo. "Engkau tidak setuju?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku tidak setuju."
Tu Cu Yen menatapnya tajam. Ia sama sekali tidak mengerti,


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kenapa Pek Liong tidak setuju akan syarat itu.
"Apakah engkau tidak memikirkan gurumu dan tidak mau
menolongnya?"
"Tu Cu Yen!" Pek Giok Liong tertawa. "Aku bukan anak kecil,
engkau tidak bisa menekan diriku dengan itu."
472 "Hm!" dengus Tu Cu Yen dingin. "Aku tidak menekanmu,
melainkan ?" mengancammu! Tahu?"
"Itu terserah!" Pek Giok Liong tersenyum hambar. "Namun aku
yakin engkau mengerti dalam hati."
"Kau pikir aku tidak berani mencabut nyawa gurumu?"
"Aku justru yakin engkau tidak berani."
"Pek Giok Liong!" Tu Cu Yen tertawa dingin. "Jangan kau kira
aku tidak berani, aku akan tidak mempedulikan segala apa pun
untuk mencabut nyawanya!"
"Itu urusanmu." sahut Pek Giok Liong acuh tak acuh. "Nyawa
guruku cuma ada satu, lagi pula cuma bisa mati satu kali!"
Ucapan Pek Giok Liong itu mengandung suatu arti, tapi Tu Cu
Yen tidak mengetahuinya.
"Pek Giok Liong!" Tu Cu Yen tertawa. "Ini adalah kesempatan
emas bagi gurumu."
"Aku tahu itu kesempatan bagi guruku, tapi ?""
"Tapi kenapa?"
"Aku tetap tidak setuju dengan syaratmu itu."
"Engkau tidak akan menyesal."
"Apa yang harus disesalkan?" Pek Giok Liong menggelenggelengkan
kepala. "Pokoknya aku tidak akan menyesal."
"Oh?" Tu Cu Yen mengernyitkan kening.
"Terus terang!" Pek Giok Liong menatapnya sambil melanjutkan.
"Tidak sulit engkau menghendaki aku menyerahkan Siauw Thian Lin
dan putrinya serta Siauw Peng Yang padamu, namun aku justru
punya syarat lain."
"Syarat lain?" Tu Cu Yen tercengang.
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Apa syaratmu?" tanya Tu Cu Yen cepat.
Pek Giok Liong tidak menyahut, melainkan mengarah pada tiga
orang tua berjubah merah yang berdiri di belakang Tu Cu Yen.
Ketiga orang tua berjubah merah itu bertampang seram.
"Ketiga orang itu juga anak buahmu?" tanya Pek Giok Liong.
"Kalau mereka bertiga bukan anak buahku, bagaimana mungkin
berdiri di belakangku?" sahut Tu Cu Yen sambil tersenyum jumawa.
"Mereka bertiga pemimpin aula keenam, ketujuh dan kedelapan."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut.
"Pek Giok Liong! Cepatlah ajukan syaratmu!" Tu Cu Yen tampak
tidak sabar. 473 Pek Giok Liong diam, ia menatap ketiga orang tua berjubah
merah itu. Kini ia sudah tahu jelas, bahwa ketiga orang tua berjubah
merah itu Lang San Sam Kuai (Tiga siluman gunung Lang San).
"Syaratku ?"" Pek Giok Liong tertawa. ?"" adalah tiga tukar
empat!" "Apa?" Tu Cu Yen tertegun. "Tiga tukar empat?"
"Tidak salah!"
"Siapa empat orang yang ingin engkau tukar itu?"
"Engkau dan Lang San Sam Kuai!"
"Pek Giok Liong ?"" Wajah Tu Cu Yen berubah. "Apa
maksudmu?"
"Engkau belum mengerti?" Pek Giok Liong tertawa dingin.
"Cobalah berpikir sejenak, pasti mengerti!"
"Aku justru tidak mengerti!"
"Kalau begitu, biar kujelaskan!" Mendadak sepasang mata Pek
Giok Liong berapi-api. "Engkau dan Lang San Sam Kuai adalah
pembunuh-pembunuh di Ciok Lau San Cung!"
Tu Cu Yen tersentak, namun ia masih dapat mengendalikan diri,
sehingga kelihatan tenang.
"Engkau dengar dari siapa?"
"Engkau tidak berani mengaku?"
"Aku lelaki sejati, berani berbuat berani bertanggung jawab!
Kenapa aku tidak berani mengakuinya?"
"Kalau begitu, engkau telah mengaku?"
"Pek Giok Liong!" Tu Cu Yen tertawa. "Menyatakan sesuatu
harus punya bukti, tiada bukti berarti memfitnah!"
"Oh" Jadi engkau menginginkan bukti?"
"Tentu!"
"Aku punya bukti!"
"Apa buktimu itu?"
"Orang! Dia merupakan saksi!"
"Orang itu merupakan saksi?" Tu Cu Yen mengerutkan kening.
"Siapa orang itu?"
"Dia kepala pemimpin ekspedisi Yang Wie, Thiat Jiau Kou Hun
Song Yauw Tong! Dengan adanya saksi itu, engkau pun tidak bisa
bicara apa-apa lagi, maupun menyangkalnya!"
Tu Cu Yen terkejut bukan main dalam hati, tapi kemudian ia
malah tertawa gelak. "Pek Giok Liong, engkau telah tertipu oleh
orang itu!"
474 "Bagaimana aku tertipu olehnya?"
Tu Cu Yen tertawa lagi, lalu balik bertanya. "Dia berada di mana
sekarang?"
"Engkau tidak perlu tahu!"
"Dia sudah jatuh ke tanganmu?"
"Kalau ya kenapa?"
"Sungguh licik Song Yauw Tong itu!" ujar Tu Cu Yen sambil
tertawa. "Dia menghendaki engkau ke mari, itu agar engkau
terjebak!"
"Maksud Song Yauw Tong ?"" Pek Giok Liong tersenyum.
"Adik Liong!" Sela Se Pit Han tidak sabaran. "Jangan membuang
waktu, cepatlah turun tangan!"
"Benar kak misan!" Pek Giok Liong mengangguk, lalu menatap
Tu Cu Yen dengan dingin dan tajam. "Tu Cu Yen! Aku masih
memberi kesempatan padamu dan Sam Kuai!"
"Kesempatan apa?" tanya Tu Cu Yen dengan air muka berubah.
"Engkau dan Sam Kuai boleh bergabung melawanku! Asal kalian
berempat bisa bertahan sampai tiga puluh jurus, maka aku akan
melepaskan kalian!"
"Sungguh?" tanya Tu Cu Yen girang.
"Sungguh!" Pek Giok Liong mengangguk. "Aku sudah berbicara
begitu, pasti aku tepati!"
"Baik!" Tu Cu Yen manggut-manggut, lalu mengarah pada Lang
San Sam Kuai seraya berkata, "Tiga pemimpin aula, Pek Giok Liong
menghendaki begitu, kita setuju saja!"
"Kami menerima perintah!" sahut Lang San Sam Kuai.
Sedangkan Pek Giok Liong pun mengarah pada Se Pit Han, ia
memandang Se Pit Han seraya berkata.
"Kak misan, engkau dan Si Kim Kong mundur saja!"
"Ya." Se Pit Han mengangguk dan berpesan. "Hati-hati Adik
Liong!" Pek Giok Liong mengangguk sambil tersenyum.
"Kak misan, tenang saja! Aku pasti berhati-hati!"
Se Pit Han dan Si Kim Kong mundur. Tu Cu Yen dan Lang San
Sam Kuai segera mengepung Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong menatap mereka berempat dengan tajam,
kemudian ujarnya dengan dingin.
"Tu Cu Yen, kalian boleh mulai!"
Tu Cu Yen tertawa terkekeh-kekeh.
475 "He he! Pek Giok Liong, engkau berhati-hatilah!"
Tu Cu Yen maju selangkah, mendadak ia menyerang dada Pek
Giok Liong dengan sepasang telapak tangannya.
Pada waktu bersamaan, Lang San Sam Kuai juga menyerang Pek
Giok Liong dari tiga jurusan, begitu cepat bagaikan kilat serangan
mereka. Pek Giok Liong tertawa panjang, badannya berkelebat dan ia
sudah lolos dari serangan-serangan mereka.
Padahal sesungguhnya, jurus pertama itu cuma jurus tipuan
belaka. Tu Cu Yen dan Lang San Sam Kuai sudah memperhitungkan,
Pek Giok Liong pasti berkelit, maka mereka berempat baru
menyerangnya dengan pukulan dahsyat.
Oleh karena itu, ketika badan Pek Giok Liong bergerak, mereka
berempat pun segera menyerangnya.
Betapa terkejutnya Pek Giok Liong, ia tidak menduga akan
serangan susulan itu. Ia cepat-cepat mengerahkan ilmu peringan
tubuhnya dengan jurus Hui In Phiau Su (Awan terbang capung
melayang). Tubuh Pek Giok Liong meluncur ke atas dan melayanglayang,
kemudian sekonyong-konyong ia pun balas menyerang.
Mulailah pertarungan yang amat seru dan dahsyat. Pek Giok
Liong seorang melawan empat orang yang berkepandaian tingkat
tinggi. Tu Cu Yen dan Lang San Sam Kuai menyerang Pek Giok Liong
dengan jurus-jurus maut yang penuh mengandung lwee kang.
Sedangkan Pek Giok Liong pun mengerahkan Thai Ceng Sin Kang
(Tenaga sakti pelindung badan). Di samping itu ia juga
mengerahkan ginkangnya, sehingga tampak badannya berkelebat ke
sana ke mari dengan ringan menghindari serangan-serangan lawan.
Dalam waktu singkat, mereka bertarung sudah belasan jurus.
Justru Tu Cu Yen dan Lang San Sam Kuai semakin terperanjat,
karena mereka berempat tidak berada di atas angin, sebaliknya
malah di bawah angin.
Karena sudah lewat belasan jurus, maka Pek Giok Liong pun
mulai menyerang mereka dengan gencar, sekaligus mengerahkan
jurus Thian Hong Khuang Chien (Hembusan angin topan). Jurus
tersebut membuat Lang San Sam Kuai terdorong mundur beberapa
langkah. "Tu Cu Yen!" ujar Pek Giok Liong. "Engkau berhati-hatilah!"
476 Tubuh Pek Giok Liong berkelebat, ia sudah berada di sisi Tu Cu
Yen, sekaligus mencengkeram bahunya.
Betapa kagetnya Tu Cu Yen. Ia berkelit secepat kilat dan
menyerang dada Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong tertawa ringan. Ia menyambut serangan itu
dengan pukulan, sehingga terdengar suara benturan.
Bum! Sungguh di luar dugaan, mendadak badan Tu Cu Yen
melambung ke atas. Itu membuat Pek Giok Liong tertegun. Ketika ia
baru mau menyerang Tu Cu Yen, tiba-tiba ia mendengar suara angin
pukulan yang amat dahsyat di belakangnya. Ternyata Lang San Sam
Kuai telah menyerangnya.
"Waktu kalian bertiga telah sampai!" bentak Pek Giok Liong.
Ia menggerakkan sepasang tangannya, itu adalah jurus Ling
Khong Huan In Cam (Pukulan tanpa bayangan) yang tiada
tandingannya. Seketika juga terdengar suara jeritan yang menyayat hati, Lang
San Sam Kuai terpental belasan meter, darah segar pun mengucur
deras dari mulut mereka.
Kejadian itu sungguh mengejutkan Thian Suan Sin Kun, Ti Kie
Sin Kun dan enam pengawal khusus. Mata mereka terbelalak dan
mulut pun ternganga lebar.
Mendadak melayang turun sosok bayangan dengan tangan
menjinjing seseorang. Ternyata Bu Siang Seng menjinjing Tu Cu
Yen. "Terimakasih, Bu Siang Seng!" ucap Pek Giok Liong.
"Sama-sama!" sahut Bu Siang Seng sambil tertawa.
"Dia sudah mati?"
"Belum." Bu Siang Seng melempar Tu Cu Yen ke bawah, lalu
memberi hormat pada Pek Giok Liong seraya berkata, "Teecu mohon
ampun!" "Lho?" Pek Giok Liong heran. "Kenapa Siang Seng ?"?"
"Teecu sedikit lengah, sehingga membuat Giok Ling terluka." Bu
Siang Seng memberitahukan.
"Parahkah lukanya?" tanya Pek Giok Liong cemas.
"Mungkin harus beristirahat sepuluh hari baru bisa sembuh,"
jawab Bu Siang Seng dengan kepala tertunduk.
"Bertarung dengan lawan, terluka memang tidak bisa
dihindarkan, maka Siang Seng tidak bersalah dalam hal ini."
477 "Terimakasih atas pengampunan Ketua!" ucap Bu Siang Seng
lalu mundur. Pek Giok Liong memandang Thian Suan Sin Kun, Ti Kie Sin Kun,
enam pengawal khusus dan lainnya dengan tajam.
"Lebih baik kalian semua jangan mencoba kabur!" ujar Pek Giok
Liong. "Tetap berdiri di tempat masing-masing!"
Thian Suan Sin Kun dan Ti Kie Sin Kun saling memandang.
Setelah itu Thian Suan Sin Kun bertanya.
"Mau kau apakan diri kami?"
Pek Giok Liong tersenyum dan sahutnya.
"Kalian boleh berlega hati, aku tidak akan menyusahkan kalian
semua, hanya harus menotok jalan darah kalian masing-masing.
Kalau hari sudah terang, totokan itu akan terbuka sendiri!"
"Bagaimana setelah kami bebas dari totokan?" tanya Thian Suan
Sin Kun. "Kalian mau ke mana, terserah!" jawab Pek Giok Liong.
"Kenapa harus menunggu sampai hari terang?" tanya Thian
Suan Sin Kun. "Karena sebelum hari terang, aku akan pergi mencari Cit Ciat Sin
Kun." Pek Giok Liong memberitahukan.
"Engkau khawatir kami akan memberitahukan padanya tentang
kejadian di sini?" tanya Ti Kie Sin Kun.
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Itu agar dia tidak bisa
meloloskan diri lagi, maka kalian harus ditotok jalan darah masingmasing,
dan akan bebas dengan sendirinya setelah hari terang!"
"Engkau sudah tahu jejak Cit Ciat Sin Kun?" tanya Thian Suan
Sin Kun mendadak.
"Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong sudah bergabung dengan
kami, engkau pikir dia tidak akan berkata sejujurnya?"
"Tahukah engkau ada berapa banyak orang berkepandaian tinggi
yang mendampingi Cit Ciat Sin Kun?"
"Naga, Harimau, Singa dan Macan tutul empat pengawal
pribadinya, delapan pelayan, Hui Eng Cap Ji Kiam, Thai Nai Siang
Hiong dan puluhan orang yang berkepandaian tinggi, jadi semuanya
berjumlah lima puluh lebih kan?"
"Betul." Thian Suan Sin Kun mengangguk. "Oleh karena itu,
engkau harus tahu kekuatan kalian yang hanya belasan orang,
bukankah ke sana cari mati?"
478 "Apa yang engkau katakan memang benar. Tapi kalau aku tidak
yakin, bagaimana mungkin berani pergi mencarinya?"
"Tapi ?"" Thian Suan Sin Kun menggeleng-gelengkan kepala.
"Oh ya! Aku ingin minta bantuanmu, apakah engkau sudi
membantuku?" tanya Pek Giok Liong mendadak.
"Apa yang dapat kubantu?"


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Engkau perintahkan seseorang untuk mengumpulkan semua
orang, setelah hari terang, barulah kalian boleh pergi."
Thian Suan Sin Kun berpikir sejenak, lalu mengarah pada enam
pengawal khusus seraya berkata, "Saudara, laksanakanlah tugas
ini!" Pemimpin enam pengawal khusus itu memandang Pek Giok
Liong, kemudian mengangguk.
"Baiklah. Aku segera ke dalam." Ia melangkah ke dalam untuk
mengumpulkan semua orang.
Tak seberapa lama kemudian, pemimpin enam pengawal khusus
itu sudah kembali bersama puluhan orang.
"Sudah kumpul semua?" tanya Pek Giok Liong.
"Sudah!" Pemimpin enam pengawal khusus itu mengangguk.
"Kalau engkau tidak percaya, boleh perintahkan seseorang untuk
memeriksa ke dalam!"
"Itu tidak perlu." Pek Giok Liong tersenyum. "Aku percaya
padamu!" "Terimakasih!" ucap pemimpin enam pengawal khusus itu.
"Bu Siang Seng, Si Kim Kong! Kalian sudah boleh menotok jalan
darah tidur mereka!" ujar Pek Giok Liong.
"Ya," sahut mereka serentak, lalu badan mereka berkelebat ke
sana ke mari. Tak lama kemudian, puluhan orang itu telah terkulai
dalam keadaan tidur, Bu Siang Seng, Si Kim Kong mendekati Pek
Giok Liong, lalu mereka memberi hormat.
"Bu Siang Seng!" ujar Pek Giok Liong. "Atur belasan orang di sini
untuk menjaga mereka!"
"Ya." Bu Siang Seng mengangguk.
"Sepuluh orang menjaga di sekitar sini, apabila melihat Cit Ciat
Sin Kun kabur ke mari, harus segera memberi isyarat dengan
kembang api!" Pesan Pek Giok Liong.
"Ya." Bu Siang Seng mengangguk lagi.
479 "Dia ?"" Pek Giok Liong menunjuk Tu Cu Yen yang tergeletak di
tanah. "Musnahkan ilmu silatnya, lalu serahkan pada salah seorang
kita untuk membawanya pergi!"
"Ya." Bu Siang Seng memberi hormat.
Sedangkan Pek Giok Liong sudah mengerahkan ginkangnya
menuju Kota Teng Hong ?"
Bagian ke 51. Dendam Telah Balas
Di dalam ekspedisi Yang Wie, sama sekali tidak tampak sinar
lampu dan sangat sunyi. Mungkin semua orang yang ada di dalam
ekspedisi itu telah pulas.
Sekonyong-konyong berkelebat beberapa sosok bayangan ke
dalam halaman belakang ekspedisi itu. Mereka ternyata Pek Giok
Liong, Se Pit Han dan Si Kim Kong.
Pada waktu bersamaan, terdengar pula suara bentakan keras di
tempat yang gelap.
"Siapa" Tengah malam berani memasuki ekspedisi Yang Wie!"
Dua sosok bayangan melompat ke luar dari tempat gelap itu.
Ternyata dua orang berbaju hitam dengan pedang bergantung di
punggung. "Harap kalian berdua melapor pada Taytie, bahwa Siau tocu dari
Cai Hong To datang berkunjung!"
Kedua orang berbaju hitam terperanjat. Tanpa sadar mereka
termundur dua langkah dengan mata terbelalak.
"Anda Siau tocu dari Cai Hong To?" tanya salah seorang berbaju
hitam. "Aku masih ada urusan lain, tidak bisa membuang waktu!
Cepatlah kalian melapor pada Taytie!"
"Bagaimana Anda bisa tahu bahwa Taytie berada di sini?"
"Kim Tie yang beritahukan!"
"Anda sudah bertemu Kim Tie?"
"Kenapa engkau begitu cerewet?"
Orang berbaju hitam tertegun, kemudian ujarnya sambil menarik
nafas panjang. "Maaf! Aku dalam tugas, maka harus bertanya pada Anda
sejelas-jelasnya!"
"Ngmm!" Pek Giok Liong manggut-manggut.
"Di mana Anda bertemu Kim Tie?"
480 "Ketika dia dalam perjalanan menuju ke Go Bi San," sahut Pek
Giok Liong dingin.
"Oh?" Orang berbaju hitam mengerutkan kening. "Ada urusan
apa Anda ingin bertemu Taytie?"
"Apakah engkau berhak bertanya begitu?" Wajah Pek Giok Liong
sudah berubah dingin. Air muka orang berbaju hitam pun berubah,
dan tampak tertegun pula.
"Cepatlah engkau melapor, jangan membuat salah di sini!" tegas
Pek Giok Liong sambil menatapnya tajam.
"Ya! Ya, harap Anda tunggu sebentar, aku segera melapor!"
Ketika orang berbaju hitam itu baru mau melangkah masuk,
mendadak terdengar suara yang amat dingin.
"Engkau tidak usah melapor lagi!"
Orang berbaju hitam itu tersentak, lalu cepat-cepat memberi
hormat. Dan pada waktu bersamaan, muncul beberapa orang, yaitu
Cit Ciat Sin Kun dan empat pengawal pribadinya, yaitu Naga,
Harimau, Singa dan Macan tutul.
"Pek Giok Liong!" Cit Ciat Sin Kun menatapnya sambil tertawa
dingin. "Nyalimu sungguh besar!"
"Karena aku berani menentangmu?" tanya Pek Giok Liong sambil
tersenyum hambar.
"Tidak salah." Cit Ciat Sin Kun manggut-manggut. "Bahkan
engkau pun begitu berani ke mari mencariku!"
"Kau anggap aku ke mari mengantar kematian?"
"Betul!" Cit Ciat Sin Kun mengangguk. "Hari ini engkau pasti
mampus!" Mendadak Pek Giok Liong tertawa gelak, ia menatap Cit Ciat Sin
Kun seraya berkata. "Tidak merasa dirimu sedang omong besar?"
"Hm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin. "Kau apakan Kim Tie?"
"Aku mengutus orang menangkapnya."
"Dia berada di mana sekarang?"
"Dikurung di suatu tempat rahasia." Pek Giok Liong
memberitahukan. "Sebaliknya Tu Cu Yen ?""
"Bagaimana dia?" tanya Cit Ciat Sin Kun cemas.
"Dia tidak kubunuh, melainkan ?"" Pek Giok Liong
memberitahukan. ?"" ilmu silatnya telah dimusnahkan!"
"Jadi ?"" Air muka Cit Ciat Sin Kun berubah. "Engkau telah
pergi ke Siauw Keh Cung?"
481 "Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Bahkan aku pun telah
membunuh Lang San Sam Kuai."
"Hah?" Cit Ciat Sin Kun melotot. "Bagaimana yang lain?"
"Mereka sudah tidur pulas, setelah hari terang, mereka pasti
mendusin dengan sendirinya," sahut Pek Giok Liong sambil
tersenyum-senyum.
"Bocah" bentak Cit Ciat Sin Kun dengan wajah merah padam,
kelihatannya kemurkaannya telah memuncak. "Aku akan mencabut
nyawamu!" Usai berkata begitu, Cit Ciat Sin Kun langsung menyerang Pek
Giok Liong dengan jurus maut.
Walau Pek Giok Liong memiliki kepandaian yang amat tinggi,
namun menghadapi Cit Ciat Sin Kun, ia pun berhati-hati. Ia segera
mengerahkan Thai Ceng Sin Kangnya, lalu cepat-cepat melompat ke
belakang seraya berseru.
"Tunggu!"
"Engkau masih ada pembicaraan apa?"
"Aku ingin memberi sedikit nasihat padamu, harap engkau sudi
mendengarnya!"
"Jangan banyak bicara!" bentak Cit Ciat Sin Kun.
"Manusia hidup tidaklah lama, walau bisa menjagoi bu lim,
akhirnya tetap akan mati! Kini engkau sudah berusia lanjut, untuk
apa engkau masih ingin menguasai bu lim" Lebih baik engkau
bertobat!"
"Hm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin. "Aku memang tersentuh
oleh kata-katamu, tapi ?""
"Engkau punya syarat?"
"Tidak salah!"
"Apa syaratmu?"
"Kita harus bertarung seratus jurus. Setelah ada yang menang
dan kalah, barulah membicarakan yang lain!"
"Kenapa engkau harus mengambil keputusan ini?"
"Agar aku merasa puas!"
"Baiklah!" Pek Giok Liong mengangguk. "Engkau menghendaki
begitu, maka silahkan mulai!"
"He he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa terkekeh. "Bocah, berhatihatilah!"
Cit Ciat Sin Kun langsung menyerang dada Pek Giok Liong. Pek
Giok Liong pun segera berseru.
482 "Cit Ciat Sin Kun! Engkau pun harus berhati-hati!" Pek Giok Liong
menyambut serangan itu.
Buumm! Terdengar benturan keras.
Badan Pek Giok Liong bergoyang, sedangkan Cit Ciat Sin Kun
tergempur mundur selangkah. Berdasarkan ini, sudah dapat
diketahui lwee kang Pek Giok Liong masih menang setingkat dari Cit
Ciat Sin Kun. Betapa terkejutnya Cit Ciat Sin Kun. Ia memang sudah
mendengar bahwa Pek Giok Liong memiliki kepandaian yang amat
tinggi, tapi tidak menyangka lwee kangnya begitu dalam, otomatis
membuatnya menarik nafas dalam-dalam.
"Bocah, engkau memang hebat! Coba sambut seranganku lagi!"
bentaknya dan sekaligus menyerang Pek Giok Liong dengan
sepasang telapak tangannya yang mengandung lwee kang dahsyat.
Pek Giok Liong mengernyitkan kening, lalu menangkis serangan
itu dengan sepasang telapak tangannya.
Bum! Bum! Terdengar dua kali suara benturan keras yang
memekakkan telinga.
Pek Giok Liong termundur tiga langkah, sedangkan Cit Ciat Sin
Kun terpental lima langkah dan memuntahkan darah segar.
"Bocah! Selagi engkau masih ada di bu lim, aku tidak akan
memunculkan diri dalam bu lim!" ujar Cit Ciat Sin Kun dengan mulut
masih mengalir darah segar. "Mari kita pergi!"
"Tunggu!" seru Pek Giok Liong.
Akan tetapi, Cit Ciat Sin Kun telah berkelebat pergi. Pada saat
bersamaan, Pek Giok Liong mendengar suara yang amat halus,
ternyata Cit Ciat Sin Kun berbicara padanya dengan ilmu
menyampaikan suara.
"Engkau memang memiliki kepandaian yang amat tinggi, tapi
aku ingatkan, engkau harus berhati-hati!"
Pek Giok Liong merasa heran, kenapa Cit Ciat Sin Kun
mengingatkannya begitu" Apakah itu merupakan suatu ancaman"
Pek Giok Liong tidak habis berpikir, dan mendadak ia berseru karena
melihat empat pengawal pribadi itu mau pergi.
"Kalian berempat tunggu!"
"Engkau ingin menahan kami?" tanya Si Naga gusar.
"Kalian berempat jangan salah paham, aku sama sekali tidak
bermaksud menahan kalian!"
"Kalau begitu, kenapa engkau menyuruh kami menunggu?"
483 "Karena aku ingin minta bantuan kalian?"
"Bantuan apa" Apakah kami mampu membantu?"
"Kalian berempat pasti dapat bantu." Pek Giok Liong tersenyum.
"Kalau tidak, bagaimana mungkin aku akan minta bantuan kalian?"
"Engkau pikir kami akan membantumu?"
"Kalian berempat adalah pendekar sejati, tentunya sudi
membantuku!" ujar Pek Giok Liong dan menambahkan. "Tapi kalau
kalian berempat tidak membantu, itu juga tidak apa-apa. Aku tidak
akan memaksa kalian."
"Bagus. Kalau begitu, engkau tidak perlu minta bantuan kami!"
"Namun kalian harus tahu dulu, aku minta bantuan apa"
Sebelum tahu, jangan menolak duluan!"
"Kalau begitu, beritahukanlah!"
"Tadi sore, aku sudah mengutus beberapa orang ke istana Tay
Tie." "Hah?" Wajah Si Naga langsung berubah. "Engkau mengutus
beberapa orang untuk menghancurkan istana itu?"
"Tentu tidak, melainkan cuma menolong orang."
"Menolong siapa" Menolong gurumu?"
"Guruku sudah mati bunuh diri. Yang akan ditolong itu anak istri
teman Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong."
"Oh?" Si Naga mengernyitkan kening. "Urusan itu tiada
kaitannya dengan kami."
"Memang tiada kaitannya dengan kalian berempat, namun kini
Cit Ciat Sin Kun sedang menuju ke istana, mungkin akan berpapasan
dengan orang-orang yang kuutus itu. Maka aku minta bantuan kalian
untuk menyampaikan pesanku padanya, agar dia tidak mengganggu
orang-orangku itu. Kalau orang-orangku itu belum berhasil
menolong anak dan ibu tersebut, aku harap kalian bersedia
membantuku melepaskan mereka!"
"Tentang itu ?"" Si Naga tertawa. "Kenapa engkau tidak bicara
langsung dengan Cit Ciat Sin Kun?"
"Aku tidak menyangka Cit Ciat Sin Kun begitu cepat pergi, maka
aku terpaksa minta bantuan kalian."
"Aku bersedia membantu dalam hal ini ?""
"Kalau begitu, aku ucapkan terimakasih padamu!"
"Jangan berterimakasih dulu! Ucapanku belum usai!" Si Naga
melanjutkan sambil menger nyitkan kening. "Kalau sebelum
pertarungan ini mungkin aku bisa membantu. Tapi kini Cit Ciat Sin
484 Kun mengalami kekalahan, tentunya hatinya sangat kesal, maka
mungkin ?""
"Kalau kalian berempat bermohon padanya dia pasti
mengabulkan."
"Tapi seandainya ?"." Si Naga menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu berarti Cit Ciat Sin Kun ?"" tegas Pek Giok Liong. "Hancur
tidaknya istana itu, tergantung pada kalian berempat ketika bicara
dengan Cit Ciat Sin Kun."
"Itu ?""
"Nah, sekarang kalian berempat boleh pergi!"
"Baiklah!" Si Naga mengangguk, lalu mengajak ketiga
saudaranya meninggalkan tempat itu.
"Adik Liong!" Se Pit Han mendekatinya. "Apakah Cit Ciat Sin Kun
akan mendengar perkataan mereka berempat?"
"Itu tentu." Pek Giok Liong tersenyum. "Karena dia tetap akan
menjaga keutuhan istananya maka dia tidak berani macam-macam."
"Menurutmu ".." Se Pit Han menatapnya. "Apakah Cit Ciat Sin
Kun masih berani bangkit kembali?"
"Itu sulit dikatakan." Pek Giok Liong menarik nafas panjang.
"Tapi dalam beberapa tahun ini dia pasti tidak berani berbuat apaapa."
"Adik Liong, kalau begitu bukankah lebih baik sekarang kita
habiskan saja mereka?"


Panji Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kak misan!" Pek Giok Liong tersenyum. "Kita harus bisa
memberi ampun pada siapa pun, lagi pula usia Cit Ciat Sin Kun
sudah lanjut, untuk apa kita membunuhnya" Biar sang waktu saja
yang membunuhnya."
"Adik Liong ?"" Se Pit Han menatapnya dalam-dalam. "Engkau
sungguh berhati bajik dan mulia ?""
"Itu belum tentu." Pek Giok Liong tersenyum. "Sebab aku tidak
memberi ampun pada Siang Hiong."
Ketika Pek Giok Liong menyinggung Siang Hiong, Se Pit Han pun
merasa heran, karena tidak melihat Siang Hiong itu.
"Adik Liong, Siang Hong itu ?"" Ucapan Se Pit Han terputus,
karena melihat dua sosok bayangan melayang turun, mereka berdua
adalah salah satu orang pelindung pulau, Si Bun Kauw dan Suan Cen
Ji. Di ketiak masing-masing mengapit seseorang. Setelah melempar
orang yang diapit di ketiak, mereka berdua lalu memberi hormat
pada Pek Giok Liong.
485 "Teecu berdua menghadap Ketua!"
"Tidak usah sungkan-sungkan!" Pek Giok Liong tersenyum. "Aku
telah merepotkan kalian!"
"Ketua, kami telah berhasil menangkap Siang Hiong ini!"
"Terimakasih!" ucap Pek Giok Liong, lalu mengibaskan tangannya
ke arah Siang Hiong itu, dan seketika juga nyawa kedua orang itu
melayang. "Teecu memberi selamat pada Ketua!" ucap Si Bun Kauw.
"Karena Ketua telah berhasil membalas dendam berdarah itu."
"Itu atas bantuan kalian."
"Oh ya, apa rencana Ketua selanjutnya?"
"Sampaikan perintahku, semua orang Cai Hong To harus pulang!
Aku dan Se Pit Han akan menyusul belakangan."
"Teecu menerima perintah!" Si Bun Kauw dan Suan Cen Ji
segera meninggalkan Pek Giok Liong.
"Kak misan, mari kita ke vihara Si Hui menemui Hui Ceh dan
Cing Ji!" ujar Pek Giok Liong.
"Engkau sudah kangen pada mereka ya?" goda Se Pit Han.
"Eh" Kak misan ?"" Wajah Pek Giok Liong kemerah-merahan.
Pek Giok Liong telah membalas dendam berdarah itu, apakah
selanjutnya bu lim akan tenang, tidak akan terjadi sesuatu apa pun
lagi" Justru sungguh di luar dugaan ?"
Cit Ciat Sin Kun sudah sampai di istananya. Ia berdiri di ruang
dalam menghadap dinding. Heran" Kenapa dia berdiri di situ"
Mendadak dinding itu bergerak, ternyata sebuah pintu rahasia.
Tak lama muncul seorang berjubah kuning bersulam muka iblis
yang menyeramkan. Muka orang itu pun memakai kedok iblis.
"Hamba memberi hormat pada Mo Cun (Muka iblis)!" ucap Cit
Ciat Sin Kun sambil menjura. Cit Ciat Sin Kun adalah Ci Seng Tay Tie
(Maha raja tersuci), namun ia masih harus memberi hormat pada
orang berkedok iblis itu. Lalu siapa sebenarnya orang tersebut"
Kenapa Cit Ciat Sin Kun menyebutnya Mo Cun"
"Bagaimana tugasmu, Tay Tie?" tanya Mo Cun dengan suara
parau. "Gagal total," sahut Cit Ciat Sin Kun dengan kepala tertunduk.
"Apa?" Mo Cun tampak murka sekali. "Engkau adalah Cih Seng
Tay Tie, tapi kenapa begitu tidak becus?"
486 "Hamba ?"" Cit Ciat Sin Kun tidak berani melanjutkan
ucapannya. "Laporkan semuanya!" bentak Mo Cun.
"Ya, Mo Cun." Cit Ciat Sin Kun mengangguk, lalu melaporkan
semua kejadian itu dan menambahkan, "Tu Cu Yen, anak angkat
hamba pun telah musnah ilmu silatnya."
"Jadi engkau kalah melawan Pek Giok Liong, pemegang Jit Goat
Seng Sim Ki itu?"
"Ya." Cit Ciat Sin Kun menarik nafas panjang. "Malah hamba
mengalami luka dalam pula."
"Hmm!" dengus Mo Cun dingin. "Aku harus membunuhmu,
setelah itu barulah aku akan menundukkan semua partai besar di bu
lim!" "Apakah ilmu yang Mo Cun latih itu sudah mencapai tingkat
kesempurnaan?" tanya Cit Ciat Sin Kun mendadak.
"Cuma sampai tingkat ketujuh." Mo Cun memberitahukan.
"Masih harus naik tiga tingkat lagi, baru sempurna!"
"Kalau begitu ?""
"Aku masih bisa membunuh Pek Giok Liong itu, tapi ?"" Mo Cun
tampak ragu. "Kenapa?" Cit Ciat Sin Kun menatapnya.
?"?" Mo Cun tidak menjawab, kelihatannya ia sedang berpikir
keras, berselang beberapa saat barulah berkata. "Hek Sim Sin Kang
(Tenaga sakti hati hitam) ku cuma mencapai tingkat ketujuh, tapi itu
sudah cukup untuk membunuh Pek Giok Liong!"
"Kalau begitu, apakah Mo Cun berniat membunuhnya?"
"Ng!" Mo Cun mengangguk. "Aku memang harus membunuhnya,
karena dia merupakan rintangan berat bagi cita-citaku."
"Kapan Mo Cun akan turun tangan membunuhnya?"
"He he he!" Mo Cun tertawa terkekeh-kekeh.
"Mungkin tidak lama lagi. Setelah membunuh Pek Giok Liong,
aku pun harus menutup diri untuk menyempurnakan ilmuku, lalu
menguasai bu lim."
"Tapi ?"" Cit Ciat Sin Kun mengernyitkan kening. "Kini Pek Giok
Liong adalah ketua panji Hati Suci Matahari Bulan, pihak Cai Hong
To pun di bawah perintahnya, maka kekuatan mereka ?""
"Hmm!" dengus Mo Cun dingin. "Aku akan menunggu saat Pek
Giok Liong bepergian seorang diri. Di saat itulah aku akan
membunuhnya."
487 "Bagaimana kalau pihak Cai Hong To kemari menuntut balas?"
"Kalau aku sudah membunuh Pek Giok Liong, sementara pihak
Cai Hong To tidak begitu berani menuntut balas."
"Kenapa?"
"Engkau tahu siapa aku kan?"
"Ya."
"Nah, setelah pihak Cai Hong To tahu, apakah mereka berani
sembarangan menuntut balas" Kepandaian mereka masih di bawah
kepandaian Pek Giok Liong, tentunya mereka tidak berani menuntut
balas sementara itu. Sedangkan aku pun akan menutup diri untuk
memperdalam ilmu Hek Sim Sin Kang, sesudah mencapai tingkat
kesempurnaan, siapa di kolong langit mampu menandingiku?"
"Betul, Mo Cun!" Cit Ciat Sin Kun manggut-manggut, kemudian
mendadak menarik nafas panjang.
"Kenapa engkau?" Mo Cun menatapnya tajam.
"Anak angkatku itu ?""
"Ha ha ha!" Mo Cun tertawa gelak. "Engkau tidak perlu cemas!
Setelah ilmuku sampai di tingkat kesempurnaan, aku pasti mampu
memulihkan ilmu silatnya itu!"
"Oh?" Cit Ciat Sin Kun tampak girang. "Terimakasih, Mo Cun!"
"Cukup sampai di sini pembicaraan kita, aku masih harus
berlatih." ujar Mo Cun, lalu melangkah ke dalam ruang rahasia. Pintu
Pendekar Satu Jurus 9 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Elang Pemburu 1
^