Pedang Dan Kitab Suci 16

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 16


Saat itu si utusan minta supaya Ceng Tong datang ke padanya. "Kita ber 2 akan
mengawasi siapa-apa saja yang menggeser kaki atau menangkis, berkelit dan mundur,
dialah yang kalah!" katanya.
Ceng Tong maju menghampiri. Lewat disisi sianak muda ia bisik-bisik: "Yangan
lanjutkan pertandingan ini, kita Cari lain akal mengalahkan mereka!"
"Yangan kuatir!" sahut Tan Keh Lok berbisik pula.
Ceng Tong putus asa, terpaksa ia berdiri disisi si utusan menjadi wasit. Kini Tan Keh Lok sudah berhadapan dengan Tay Houw. Ke 2nya begitu dekat sekali, bisa saling memukul
tanpa ajukan langkah. Suasana hening tegang. Seluruh mata diarahkan kepada ke 2
orang itu. Berserulah si utusan dengan keras: "Yago dari fihak Boan akan memukul lebih dulu
setelah itu baru jago fihak Ui balas memukul. Kalau tidak kejadian apa-apa, fihak Boan boleh memukul lagi dan setelah itu, fihak Ui pun balas memukul lagi."
Ceng Tong anggap hal itu kurang adil, ia memperotes:
"Babak pertama fihakmu boleh memukul dulu. Tapi untuk babak ke 2, seharusnya fihak
kita yang memukul dulu.
Belum lagi si utusan menyahut, Keh Lok sudah mendahu luinya: "Mereka adalah
tetamu, kita harus mengalah."
T,Oho, kau betul-betul berhati jantan!" si utusan bersenyum puas. Kemudian dengan
girang dia berseru nyaring memberi aba 2: "Siap, fihak Boan boleh mulai melakukan
pukulan pertama!"
Sebagai sambutan, segera terdengar deru mulut si Tay Houw mengeluarkan napas,
berbareng tulang 2 berkereotan. Dia sedang memusatkan seluruh kekuatannya. Tiba-
tiba dadanya disedot kedalam, dan tampaklah otot 2 lengan kanannya menjadi sebesar
kelapa. Keempat raksasa itu saudara sekandung. Diwaktu melahirkan mereka, ibunya sangat
menderita sekali. Sehingga setelah yang keempat, Soe Houw lahir, ibu itu meninggal
dunia karena kehabisan darah. Karena miskin, ayahnya tak mampu Carikan pengasuh.
Kebetulan kedengaran ada seekor harimau mengaum-aum didalam hutan. Kiranya itulah
seekor induk harimau masuk kedalam lubang perangkap.
Dengan bantuan beberapa kawan, di katnya induk harimau itu yang juga baru
melahirkan tiga ekor anak harimau. Dia mendapat pikiran. Anak harimau dibunuh, dan
induknya dipelihara. Tiap hari diberinya makan dengan binatang hasil pem buruannya,
air susu induk harimau, diambil untuk diberikan kepada keempat puteranya: itu. Karena dibesarkan dengan susu harimau, anak 2 itu luar biasa kekuatannya. Kalau ke luar
berburu, tak pernah mereka membawa senjata. Kalau ketemu binatang, Cukup
dikejarnya terus dipuntir lehernya, dibantingnya pada batu hingga binasa. Demikianlah keempat Houw (macan) itu.
Saat itu, kelihatan Tan Keh Lok tak bergeming. Malah tubuhnya agak diajukan sedikit, katanya dengan tertawa: "Silakan!"
Ada beberapa pemuda Ui, ketika melihat bagaimana dah sjat sikap Tay Houw, sudah
lantas kuatir kalau 2 Tan Keh Lok akan remuk tulang 2nya. Karenanya, mereka segera
berbaris dibelakang anak muda itu, siap menyambut apabila sampai tersungkur
kebelakang. Bok To Lun dan Ceng Tong bersembahyang pada Al ah. Tapi kebalikannya, Hiang Hiang
Kiongiju, tampak tenang 2 saja. Ia sudah taruh kepercayaan penuh pada sianak muda.
Kalau Keh Lok tampak tak jeri pasti tak berbahaya, demikian pikirnya.
Maka terdengarlah Tay Houw menggereng sekali, berbareng pukulannya dihantamkan
sekuat-kuatnya kepada sianak muda. Santer dan dahsyat bukan kepalang.
Semua orang mengeluarkan jeritan tertahan. Mereka kira, dada Tan Keh Lok melesek
kedalam. Tak tahu mereka, kalau sebetulnya Tan Keh Lok sedang gunakan Iwekang
didadanya, untuk menyedot napas. Karena itu, pukulan tadi jatuh tanpa bersuara, se-
olah 2 mengenai segumpal kapas. Karena sebenarnya, tinyu itu belum kena pada
sasarannya. Kira-kira masih kurang setengah dim.
Ingin benar Tay Houw mendesakkan kepalannya kedada orang, namun bagaimana dia
kerahkah tenaganya, tetap tak mampu. Seakan-akan ada daya penolak yang hebat.
Saking he rannya, dia kesima sampai beberapa saat.
"Cukup?" tanya Keh Lok tertawa.
Muka Tay Houw merah padam. Buru-buru dia tarik pulang kepalannya. Kesudahan itu,
membikin orang-orang tak habis me-ngerti. Terang tadi pukulan Tay Houw mengenai,
tapi mengapa seperti tak terjadi apa-apa. Hanya Bok To Lun dan Ceng Tong yang
mengetahuinya. Kiranya lwekang Tan Keh Lok sudah mencapai kesem purnaannya. Seluruh tulang 2
tubuhnya dapat digerakkan dalam keadaan yang bagaimanapun juga. Dia telah dapat
menguasai sari pokok pelajaran Thay Kek Kun. Hal itu membangkitkan rasa kagum Bok
To Lun dan puterinya. Juga si utusan itupun kaget bukan kepalang.
Tan Keh Lok masih ter-senyum 2 kini tiba gilirannya. Tanpa mengambil sikap, dia
seenaknya saja menyulurkan jo tosannya. "Bluk!"
Dia gunakan apa yang dinamakan ilmu pukulan berat. Benar Tay Houw tak merasa sakit
didadanya, tapi dia rasakan seperti ada tenaga dihsjat mendorongnya kebelakang. Tahu dia, selangkah saja mundur, dia dianggap kalah. Kuat 2 dia berusaha kerahkan
tenaganya untuk menahan posisi kakinya, hingga seperti orang mendesak kemuka.
Tiba-tiba secepat-cepat melepas pukulannya tadi, secepat-cepat itu pula Tan Keh Lok
tarik pulang tangannya. Dalam keadaan begitu, sudah tentu Tay Houw menyorok
kemuka. Hendak dia menarik badannya, tapi tak kuasa.Ketika Tan Keh Lok miringkan
tubuhnya berkelit, maka terdengarlah suara benda berat jatuh, disusul dengan debu
tanah bertebaran. Tubuh sirak-sasa Tay Houw meluncur jatuh kemuka.
Sesaat orang-orang sama terlongong-longong. Tapi pada lain saat, segera terdengar
tepuk tangan dan sorak sorai yang gemuruh.
Kalau Tan Keh Lok dapat memukul si raksasa jatuh Ce lentang, itu Cukup
mengherankan orang. Tapi kini, bukan jatuh Celentang melainkan jatuh tersungkur
kemuka. Hal itu tentu saja membuat gempar suasana penonton.
Si utusan Buru-buru angkat bangun Tay Houw, muka siapa sudah berlumuran darah
dan mengeluh kesakitan. Ternyata 2 buah giginya telah patah.
Melihat saudaranya terluka, Ji Houw, Sam Houw dan Su Houw menggerung dan
serempak menyerbu Tan Keh Lok. Juga Tay Houw, setelah berkurang sakitnya, turut
menye rang lagi. Hal itu membuat kaget orang-orang Ui. Mereka sama maju membantu.
Keadaan menjadi gaduh.
Dalam kekalutan itu, tiba-tiba ada 2 sosok bayangan melesat loncat melalui kepala
rombongan orang-orang itu. Dan saat itu, orang-orang tak melihat dimana adanya Tan
Keh Lok dan Ceng Tong. Juga keempat raksasa itu, dengan lenyapnya sianak muda,
tertegun ditempatnya itu.
"Mundur semua!" tiba-tiba terdengar seorang wanita memerintah.
Orang-orang Cukup mengenal suara itu. Mereka taat.
"Telah kukatakan, kalian berempat boleh maju berbareng. Nah, marilah!" Tan Keh Lok
muncul kembali menghampiri keempat raksasa.
Yang pertama adalah Tay Houw yang segera menyerang kearah kepala orang. Keh Lok
gerakkan tubuhnya, melejit kebelakang lawan. Dengan gerak "pi-jong-thui-gwat" tutup
jendela mendorong rembulan, dia dorong punggung Tay Houw.
Tay Houw terhuyung-huyung hampir menubruk Ji Houw. Su Houw gunakan sikutnya,
menghantam pelipis Tan Keh Lok, Siapa telah menyelundup kebawah ketiak
penyerangnya dan mengitiknya. Su Houw kaget kepitkan ketiaknya, me-ronta 2 tertawa
ter-bahak 2. Tidak kira, sebesar raksasa itu orangnya, tapi penggeli tak tahan nyeri. Semua orang tertawa melihat pertunyukan yang lucu itu.
"Hai, kili dia lagi!" seru Hiang Hiang KiongCu menjadi senang.
Tan Keh Lok menurut. Kembali dia kitik 2 perut si raksasa, siapa karena geli sampai
numprah berjongkok. Sepasang tinyunya menghantam kesana kemari, namun secara
mem babi buta saja.
"Awas, belakang!" tiba-tiba Ceng Tong berseru.
Memang sebelumnya pun Tan Keh Lok sudah merasa ada samberan pukulan dari
belakang. Sekali enjot, tubuhnya melambung keatas. Sudah tentu pukulan Ji Houw
mengenai angin. Berbareng itu, Su Houw menyerang dengan kalap. Jatuhnya tepat
mengenai tinyu Ji Houw tadi.
Tangan ke 2nya sama bergetar. Ke 2nya pun masing-masing loncat kebelakang,
menggerung-gerung seperti orang kebakaran jenggot. Dengan geram, mereka memutar
badan, menyerbu lagi dengan kalap.
Tan Keh Lok gunakan "pat-kwa-yu-sim-Ciang," ilmu berkelahi secara loncat sana sini.
Bagaikan kupu 2 diantara sela 2 kembang, Tan Keh Lok melejat-lejit dalam hujan
pukulan delapan buah tinyu. Tak sekali dia sampai tersentuh tubuhnya.
Beberapa kali orang-orang Ui itu menjadi kaget, apabila nampak tinyu si raksasa hampir mengenai sianak muda. Tapi setiap kali itu, mereka keCele. Gerak sianak muda liCin
bagai belut. Lama-lama orang-orang Ui itu percaya, tak nanti sianak muda kena
pukulan. Malah pada lain saat, terdengar suara "bret" yang pan jang dan nyaring. Kiranya baju Ji Houw tahu-tahu sudah robek. Kembali orang-orang sama riuh tertawa.
"Tahan, jangan berkelahi terus!" tiba-tiba si utusan berseru.
Tapi keempat raksasa itu sudah seperti kemasukan setan. Tak mungkin mereka mau
berhenti. Tay Houw tiba-tiba bersuit keras, terus melambung. Seperti burung elang
yang buas, dia menerjang sianak muda. Berbareng itu, Ji Houw, Sam Houw dan Su
Houw menyergap dari belakang. Hendak mereka hadang sianak muda andai kata dia
mau lolos kebelakang.
Itulah Cara mereka kalau melakukan pemburuan. Karena tak dapat mengalahkan sianak
muda, mereka gunakan Cara itu. Orang-orang Ui yang menyaksikan menjadi kaget.
Lebih 2 para wanitanya, belum-belum sudah sama menjerit.
Memang untuk menghindari terjangan Tay Houw, sedia nya Tan Keh Lok akan melejit
kebelakang. Tapi demi dari sinar api dilihatnya tiga sosok bayangan sedang mengulur
tangan dari sebelah belakang, dia tak jadi. Begitu tangan Tay Houw tiba, dia Cepat-
cepat mendek kebawah. Kemudian sebat luar biasa, tiba-tiba dia tangkap pinggang si
raksasa terus di gentakkan kebelakang. Dan secepat-cepat si raksasa menyungkel,
secepat-cepat itu pula, tangan Tan Keh Lok menyawut kakinya lalu dilemparkan keras-
keras. "Bum!" Demikian hebat suaranya, ketika tubuh yang tinggi besar itu, jatuh ketanah.
Celakanya, raksasa kesatu itu, jatuhnya sang kepala dibawah, kakinya diatas. Dan jatuh nya pun tepat masuk kedalam sebuah lubang. Kiranya lubang itu, adalah bekas lubang
dari pohon yang yang diCabut se akar 2nya oleh Tay Houw tadi.
Karena pohon besar, lubangnya pun besar lagi dalam, kepala Tay Houw masuk sampai
kebatas pinggang. Sepasang kakinya diatas meronta 2. Namun tak dapat dia keluar.
Su Houw, dengan menggerung keras, menerjang . Tapi Tan Keh Lok kembali melejit
seperti main godak. Tiba-tiba dia berhenti lari, melihat itu, Su Houw Cepat-cepat kirim sebuah ten-dangan kearah dada. Keh Lok megos kesamping, terus ber-gerak: tangan
kanan menyambret Celana, tangan kiri menerkam punggung. Dengan meminyam
tenaga tendangan tadi, dia ajunkan tubuh Su Houw keatas.
Seperti melayang diudara, Su Houw berontak-rontak diatas, mulutnya men-jerit 2,
takutnya setengah mati. "Bum!" Aneh, dia merasa jatuh diatas benda yang lunak. Ketika dengan Cepat-cepat dia bangun, ternyata tadi dia jatuh terduduk diatas bangkai onta
tadi. Memang Tan Keh Lok ingin orang merasakan apa yang diperbuatnya tadi. Yang
melempar onta, adalah Su Houw, dan kini dialah yang dilempar seperti onta itu.
Sebenarnya, ke-kuatan Keh Lok tak melebihi si raksasa. Tapi mengapa dia dapat
melempar si raksasa itu, ialah karena dia gunakan ilmu " 2 tail mengangkat ribuan kati."
Atau meminyam tenaga orang yang menyerangnya itu sendiri.
Sesaat Su Houw dilempar, Ji Houw dan Sam Houw me-nubruk maju berbareng. Ji Houw
gunakan kepalanya untuk menyeruduk. Sekali kena, pasti roboh. Demikian pikirnya.
Sementara, Sam Houw angkat ke 2 tangannya. Maksudnya akan menabok kepala
lawan. Tan Keh Lok tinggal tenang. Begitu ke 2 serangan datang, tiba-tiba dia enjot tubuhnya, melayang miring. Karena baru pada jarak yang sangat dekat dia menghindar, karuan
saja ke 2 raksasa itu tak keburu tarik pulang tangannya masing-masing. Akibatnya,
kepala Ji Houw menyeruduk perut Sam Houw, sedang sepasang tangan Sam Houw
menghantam punggung Ji Houw. Dua- 2nya roboh.
Selagi mata ke 2nya masih berkunang-kunang, Tan Keh Lok loncat menghampiri.
Rambut ke 2 raksasa itu di kat satu sama lain, kemudian dia balik kesamping Hiang
Hiang Kongcu. Saking gelinya, sijelita sampai merasa kaku perutnya. Juga orang-orang Ui sama ber-gelak 2.
Su Houw yang hanya dilempar keatas punggung onta, Cepat-cepat bangun untuk
menolong Tay Houw dari dalam lubang. Lucu adalah Ji Houw dan Sam Houw. Tak tahu
kalau rambutnya di kat, ke 2nya meronta 2 dan bergulung-gulung ditanah.
Buru-buru si utusan maju menolongnya. Tapi karena meronta 2, rambut itu menjadi
kencang ikatannya. Sampai sekian lama baru si utusan dapat membukanya. Keempat
raksasa itu mengawasi orang muda lawannya itu, dengan melongo. Tidak mereka
mendongkol lagi, tapi merasa kagum. Kiranya mereka berempat itu berhati polos dan
jujur. Toa Houw pertama-tama yang maju, seraya unyukkan jempol. "Kau sungguh hebat, aku
Toa Houw kagum padamu!"
Habis mengucap, dia berlutut memberi hormat. Ketiga adiknya pun mengikuti
perbuatannya. Buru-buru Tan Keh Lok berlutut membalas hormat. Dia puas akan sikap
yang polos dari keempat raksasa itu. Setelah bangun, Tan Keh Lok haturkan maaf.
Girang hati ke-empat orang itu. Sekonyong-konyong, Su Houw lari memanggul bangkai
onta. Sementara Sam Houw menuntun 4 ekor kuda mereka kemuka Bok To Lun, katanya:
"Ontamu telah kumatikan, maaf. Empat kuda kami ini untuk penggantinya!"
Tapi Bok To Lun menolak penggantian itu.
"Ayo, kita pulang!" seru siutusan seperti semut diatas kuali panas. Dia Cemplak
kudanya. Namun masih penasaran dan bertanya pula pada Hiang Hiang KiongCu: "Apa
kau berani pergi sungguh-sungguh"!"
"Baik, sekarang juga aku akan kemarkasmu", sahut Hiang Hiang terus minta ayahnya
terimakan surat balasannya.
Bok To Lun berajal. Menurut aturan, urusan ketentaraan ada tanggung jawab orang laki 2. Tapi karena utusan Boan itu sengaja membikin panas hati agar Hiang Hiang mau
pergi, maka untuk menutupi muka bangsanya, Bok To Lun menggape Tan Keh Lok.
Dengan digandeng tangannya, dia ajak sianak muda masuk kedalam perkemahannya.
Sementara Ceng Tong dan Hiang Hiang mengikuti dari belakang.
"Tan-Congthocu, angin manakah yang meniup kau kema ri?" seru Bok To Lun seraya
memeluk ketua Hong Hwa Hwe itu.
"Ketika akan ke Thian San, aku mendengar kabar penting, maka Buru-buru akan
kusampaikan kemari. Ditengah ja lan kuberjumpa dengan ji-sioCia," jawab Keh Lok.
Mendengar sang ayah membahasakan "Congthocu" pada pemuda itu, Hiang Hiang
KiongCu melongo.
"Ah, harap kau maafkan. Ada sesuatu hal yang belum ku-beritahukan padamu. Aku ini
sebenarnya orang Han," Buru-buru Keh Lok menerangkan pada puteri Cantik itu.
"Ya, Tan-Cengthocu ini, adalah tuan penolong dari rakyat kita. Dialah yang bantu
merampaskan pulang kitab suCi kita. Dialah yang menolong jiwa CiCimu. Dan dialah
pula yang membakar ransum Tiau Hwi, sehingga kita dapat menahan serangan tentara
Boan. Berbicara tentang kebaikannya, sungguh tak habis-habisnya," menambahi Bok To
Lun. Tan Keh Lok merendah untuk puji 2an itu.
"Ha, dengan tak mengatakan dirimu yang sebenarnya itu, kau tak mau tonyolkan budi
kebaikanmu itu. Sudah tentu tak pantas kusesalkan kau," Hiang Hiang tertawa.
"Utusan fihak Boan itu keliwat sombong. Beruntung Cong-thocu dapat memberi
pelajaran padanya. Oh, ja, bagaimana pendapatmu, Congthocu, tentang undangannya
kepada Asri itu?" tanya Bok To Lun.
Tan Keh Lok anggap itu urusan besar dari kaum Ui, tak pantas dia turut Campur. Hanya Cukup kalau dia bantu se kuat 2nya saja.
"Aku baru datang dari tempat jauh, sangat asing dengan keadaan disini. Kalau Bok-
loeng-hiong anggap harus pergi, aku bersedia mengantarkannya. Kalau tidak, kita bisa Cari lain daya lagi."
Hiang Hiang KiongCu yang muda usia dan nampaknya sangat lemah lembut itu,
ternyata bisa juga bersikap keras.
"Ayah, untuk kepentingan rakyat tiap hari kau dan CiCi memeras otak dan masih pula
mengadu jiwa dimedan perang. Aku sesalkan diriku yang tak berguna ini, tak dapat
membantu apa-apa. Kalau kini aku menjadi utusan, kiranya lebih dari pantas. Kalau
tidak pergi, 'kan nanti kita ditertawai mereka!" kata Hiang Hiang.
"Moaymoay, aku kuatir fihak Boan akan menyulitkan di rimul" kata Ceng Tong.
..Tapi kau sendiri setiap hari keluar perang, tidakkah itu berbahaya" Kalau aku satu kali saja menempuh bahaya, rasanya tak mengapalah. Dia Cukup lihai, hatiku tenang pergi
bersamanya. CiCi, sedikitpun aku tak takut!" ujar Hiang Hiang.
Melihat sang adik begitu mesra rasa kasihnya kepada Tan Keh Lok, gundahlah hati Ceng Tong.
"Baik, ayah, biarlah dia pergi," katanya kemudian.
"Baik, Congthocu. Anakku tolong titip," akhirnya Bok To Lun berkata.
Tan Keh Lok merah mukanya. Sepasang mata yang laksana kaCa beningnya dari Hiang
Hiang, bermain kearah Keh Lok. Sebaliknya, Ceng Tong Buru-buru melengos.
Bok To Lun siapkan surat balasan. Dalam surat itu hanya tertulis delapan buah kata-
kata "menentang kelaliman, sedia berperang. Al ah tentu membantu kita."
Tah Keh Lok setuju sekali dengan bunyi balasan itu. Ringkas tegas. Surat itu diserahkan pada Hiang Hiang. Bok To Lun menCium dahinya dan memberi doa.
"Moaymoay, semoga Al ah menyertaimu. Lekaslah kembali lagi," kata Ceng Tong.
Keempat orang itu keluar lagi dari perkemahannya. Bok To Lun perintahkan membuka
perjamuan untuk utusan Boan beserta pengikutnya. Sehabis itu, seorang serdadu
membawakan kuda untuk Hiang Hiang KiongCu dan Tan Keh Lok.
Sesaat kemudian, dengan di ringi bunyi musik dan tepuk tangan riuh, maka bertolaklah si utusan dengan keempat pengawalnya. Hiang Hiang dan Tan Keh Lok mengikut dari
belakang. Ceng Tong mengantarkan bayangan ketujuh orang itu dengan pandangan
yang sukar dijajaki artinya.
"Ceng-ji, adikmu sungguh berani," kata sang ayah.
Ceng Tong anggukkan kepala. Tiba-tiba ia tutup mukanya dengan ke 2 tangan, lalu lari masuk kedalam perkemahan.
Melihat itu, diam-diam Bok To Lun menghela napas.
DiCeritakan setelah berjalan setengah malam, waktu fajar, sampailah Hiang Hiang dan
Tan Keh Lok kemarkas Ceng. Si utusan persilakan ke 2 anak muda itu beristirahat
disebuah kemah karena dia akan menghadap pada Tiau-Ciangkun.
"SiaoCiang telah menyerahkan surat TayCiangkun pada kepala suku Ui. Mereka sangat
biadab tidak mau menakluk. Malah kini mengirim orang untuk menyampaikan balasan,"
kata si utusan ketika menghadap Tiau Hwi.
Tiau Hwi perdengarkan suara dihidung. "Hm, mereka belum insyap kematiannya!"
Segera dia perintah untuk mengadakan persidangan. Be-gitu terompet dibunyikan,
maka bersiaplah semua Cong-peng, huCiang, somCiang dan siupi menghadap Tiau Hwi.
Pertama diundang masuk pembesar pasukan Gi-lim-kun yang datang membawa firman
baginda. Kemudian dia titahkan seribu pasukan thiat-ka (baju besi) berbaris menjadi 2
larik. Masing-masing siap dengan senjata lengkap. Sehingga suasana dalam markas


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar itu kelihatan garang sekali. Setelah itu, baru disuruhnya utusan Ui menghadap.
Di ring oleh orang yang dikasihinya, Hiang Hiang KiongCu berjalan masuk diantara 2
lapisan pagar golok. Ia tersenyum-senyum, tak takut. Bahkan utusan fihak Ui adalah
sepasang orang muda yang kemaren melalui barisannya, telah membuat heran semua
anak buah tentara Ceng itu.
Langsung tiba dihadapan Tiau Hwi, Hiang Hiang KiongCu memberi hormat, lalu
menyerahkan surat-balasan dari ayah nya.. Seorang pengawal maju menyambuti. Tapi
begitu dekat, hidungnya segera membaui bebauan yang luar biasa harumnya. Cepat-
cepat dia tundukkan kepala, tak berani meman-dang kemuka. Ketika mengulurkan
tangan akan menyam butinya, matanya segera menjadi pudar demi melihat kulit tangan
yang bening laksana batu giok putih, dan jari 2 yang bagaikan bulu landak itu. Hatinya berguncang keras, tanpa merasa, dia termangu-mangu seperti terpaku.
"Bawa kemari!" bentak Tiau Hwi dengan keras.
Seperti digujur air dingin, pengawal itu gelagapan, ham-pir 2 saja mau terpeleset jatuh.
Hiang Hiang segera kasih-kan surat itu kedalam tangan sipengawal, sembari unyuk
senyuman. Kembali orang itu ter-longong memandangnya.
Hiang Hiang menunyuk kearah Tiau Hwi, kemudian men-dorong pelahan-lahan
pengawal itu. Setelah itu, barulah si pengawal membawa surat kepada Ciangkunnya.
Melihat tingkah orangnya itu, Tiau Hwi marah sekali.
"Seret dia keluar, potong lehernya!" bentaknya keras-keras.
Beberapa perwira maju menyeretnya keluar. Pada lain saat mereka masuk
menghaturkan sebuah nampan yang terisi kepala sipengawal tadi.
"Pancang kepala itu diatas tiang!" perintah Tiau Hwi.
Hiang Hiang KiongCu anggap, karena dialah maka sipengawal dihukum mati. Maka
ketika perwira itu akan membawa keluar nampan, Buru-buru Hiang Hiang
menyambutinya. Dipandangnya kepala pengawal yang bernasib malang itu. Beberapa
butir air mata menetes turun diatasnya.
Suasana yang merawankan itu, mempengaruhi sidang itu. Banyak sekali perwira 2 yang
kesengsam. "Asal kepalaku disiram air matanya, rasanya rela aku binasa," pikir mereka.
Tiau Hwi makin gusar. Akan dia damprat perwira 2 yang telah runtuh imannya itu. Tapi Baru dia akan membuka mulut, tiba-tiba kedengaran si perwira yang menabas leher
sipengawal itu, berseru keras-keras:
"Aku bersalah, keliru membunuh. Sudahlah jangan me-nangis!"
Kata-kata itu ditujukan untuk menghibur sijelita. Malah tidak hanya kata-kata saja,
karena pada saat itu, perwira tersebut. Cabut goloknya untuk terus disabetkan
kelehernya sendiri. Seketika itu, dia roboh tak bernyawa.
Suasana makin gempar. Hiang Hiang KiongCu makin bersedih.
"Ah, anak ini masih suka menangis, tak surup menjadi utusan," kata Keh Lok dalam
hati. Lalu dielus-elusnya dan di hiburnya.
Sebagai panglima perang, Tiau Hwi berhati besi. Tapi dia sendiri heran, mengapa
diapun terharu mendengar tangis nona itu. Lekas dia perintahkan supaya ke 2 korban
itu dikubur baik-baik .
Ketika membaCa surat Bok To Lun yang berisi delapan buah kata-kata itu, dia
perdengarkan suara hidung. Katanya kemudian. "Baik, lusa kita adakan pertempuran
yang menentukan, Sekarang kamu ber 2 boleh pulang."
Tiba-tiba pembesar yang membawa, firman kaisar tadi menye lak: "Tiau-taijin, yang
dimaukan baginda mungkin anak perempuan ini!"
Kata-kata itu diuCapkan dengan pelahan sekali, tapi bagi telinga seorang yang
mempunyai kepandaian tinggi, terdengar d jelas. Perhatian Tan Keh Lok hanya
ditumpahkan pada Hiang Hiang KiongCu. Makanya sedari tadi, dia tak perhatikan semua
orang yang hadir disitu. Mendengar nada suara orang tadi, dia merasa seperti sudah
kenal. Cepat-cepat dia do ngakkan kepala. Hatinya terkesiap. Pembesar tersebut. bukan lain adalah Thio Ciauw Cong. Kebalikannya, Ciauw Cong pun segera mengenalinya. Dia
heran, mengapa pemimpin Hong Hwa Hwe itu mengenakan pakaian orang Ui.
Dua- 2nya saling pandang. Masing-' tak menyang ka kalau bakal berjumpa dalam
keadaan seperti itu. Tan Keh Lok Cepat-cepat tarik tangan Hiang Hiang untuk diajak
keluar. Tapi Ciauw Cong sudah mendahului berbangkit. Belum lagi orangnya datang,
angin pukulannya sudah menyambar.
Dengan tangan kiri memegang pinggang si nona, tangan kanan ketua Hong Hwa Hwe
dikibaskan untuk menangkis, sedang kakinya tak berhenti melangkah keluar. Ciauw
Cong bergerak Cepat-cepat , sebat sekali dia sudah memburu keluar juga.
Terhadap Hiang Hiang KiongCu, semua perwira sama ke pinCut. Terang tadi sang
Ciangkun sudah suruh ke 2 utusan itu berlalu. Mengapa kini pembesar Gi-lim-kun akan
menghadangnya. Dengan anggapan itu, tak seorangpun dari perwira 2 itu mau
membantunya. Sembari memegang si nona, Keh Lok Cepat-cepat kan langkah nya. Ketika hanya
tinggal 2 langkah dari tempat kudanya, tiba-tiba Ciauw Cong sudah berada dimuka situ.
"Tan-CongihoCu, beruntung kita berjumpa disini", kata nya sambil tertawa dingin.
Keh Lok terkejut. Diam-diam dia siapkan enam buah biji Catur. Dengan timpukan "boan
thian hoa-ih" hujan diCurahkan dari langit, dia lontarkan keenam biji Catur itu kearah kepala, dada dan kaki orang, masing-masing pada jalan darah.
"Akan kuhadang dia, lekas kau kaburkan kudamu dulu", Keh Lok bisik-bisik pada Hiang
Hiang. "Tidak. Tunggu sampai kau sudah robohkan dia, kita pergi bersama", sahut Kiongiju itu.
Sudah tak sempat lagi Keh Lok hendak memberitahukan si nona bagaimana lihainya
orang she Thio itu. Yang nyata saja, semua biji Catur tadi, satupun tak ada yang menge nainya. Cepat-cepat dia pandang sinona, terus dinaikkan keatas kuda.
Segera Ciauw Cong menguber terus menghantam.
Keh Lok tak mau terlibat dalam pertempuran. Sebat luar biasa, dia menyusup kebawah
perut kuda putihnya. Ciauw Cong tarik pulang tenaga pukulannya. Dari memukul, dia
berganti memegang badan kuda dan ajunkan kaki menendang lawan.
Saat itu Keh Lok sedang berada dibawah perut kuda. Untuk berputar menangkis, terang
tak leluasa. Sedang tendangan Ciauw Cong itu secepat-cepat kilat datangnya. Dia
gugup, tapi justeru karena itu, timbul ah pikirannya dengan tiba-tiba. Cepat-cepat dia angkat perut kuda itu. Karena kaget, kuda itu menyepak kebelakang. Untuk
menghindari, terpaksa Ciauw Cong loncat mundur.
Kesempatan itu dipergunakan se-baik-baik nya oleh Tan Keh Lok, siapa terus loncat
keatas kuda dan berseru pada Hiang Hiang: "Lekas kabur!"
Hiang Hiang KiongCu menurut. Juteru ia hendak keprak kudanya, tiba-tiba Ciauw Cong
sudah melesat kearah sinona.
Keh Lok terkejut. Dia enjot panyatan kuda, tubuhnya menCelat keatas. Ketika itu
justeru tepat pada saat Ciauw Cong juga enjot tubuhnya kemuka. Ke 2nya kini akan
berbenturan di udara.
Tahu Keh Lok bahwa kepandaiannya kalah dengan musuh. Benturan itu, tentu
merugikan dirinya, maka Cepat-cepat dia Cabut badi 2 pemberian Ceng Tong, terus
ditusukkannya. Tampak orang akan mengadu jiwa, Ciauw Cong tak mau melaja ni, dan
hanya gunakan tangan kiri untuk menangkap lengan orang yang memegang badi 2 itu.
Dalam keadaan itulah ke 2nya kini sama-sama jatuh kebawah.
Ciauw Cong mengirim pukulan dengan tangan kanan. Tapi dengan gunakan ilmi^
istimewa dari gurunya, yang disebut "balikkan lengan mengait rantai," Tan Keh Lok
berhasil menangkap tangan kanan lawan. Demikianlah ke 2nya seperti orang bergumul,
saling menCengkeram, siapa lemah tentu termakan badi 2.
Juga saat itu Tiau Hwi telah perintah melakukan penang-kapan, dan kawanan perwira
pun sudah keluar memburu Hanya keempat raksasa persaudaran Holun yang mempu
nyai pikiran lain.
"Sewaktu kita kesana, mereka bersikap baik dan sungkan. Tapi kini mereka kemari,
mengapa fihak kita tidak mau unyuk kesungkanan?" pikir mereka.
Nyata meresap sekali rasa kagum keempat raksasa itu terhadap Tan'Keh Lok. Tanpa
bersepakat dulu, mereka lari menghampiri.
"Ah, naasku tiba!" mengeluh Keh Lok. Dia kira, keempat orang itu pasti akan
menangkapnya. Diluar dugaan, keempat raksasa itu menyikap Ciauw Cong.
"Pergilah lekas!" seru mereka.
Silat Ciauw Cong memang tinggi, ini tak perlu disangsikan. Tapi' saat itu dia sedang adu tenaga dengan seorang jago sebagai Tan Keh Lok, jadi dia harus kerahkan seluruh
lwekangnya. Maka begitu direjeng oleh keempat raksasa, dia tak berdaya menangkis
atau menghindar lagi. Dan disikep dengan tenaga ribuan kati itu, betul-betul dia tak dapat berkutik lagi.
"Kalau detik ini kuhabisi jiwamu, bukan lakunya seorang taytianghu (gentlemen). Nah, kuampuni lagi sekali," seru Keh Lok dengan loncat menyingkir, terus naik keatas kuda.
Ciauw Cong tak dapat berbuat apa-apa, keCuali mengawasi ke 2 orang muda itu
dengan mata melotot.
Kuda ke 2 orang muda itu luar biasa pesatnya. Sekejab saja, mereka telah melalui pos penjagaan. Maka ketika pasukan Ceng yang dititahkan Tiau Hwi mengejar, mereka ber
2 sudah jauh. Mengalami pertempuran tadi, nampaknya Keh Lok Cape sekali. Maka tak berapa lama
kemudian, dia merasa tak kuat lagi. Melihat orang yang dikasihi dalam keadaan
demikian Cape dan tangannyaj matang biru " Hiang Hiang iba hatinya.
"Mereka tak nanti dapat mengejar kita, baik kita beristirahat dulu," katanya.
Keh Lok menurut. Tapi begitu turun, saking kepayahan, dia segera roboh, napasnya
memburu. Hiang Hiang pakai susu kambing, untuk membasuh luka-luka ditangan sianak
muda. Begitulah setelah mengasoh sebentar, ke 2nya akan mene-ruskan perjalanannya
lagi. Tiba-tiba dari arah belakang, terdengar derap kuda mencongklang datang. Riuh
gemuruh pekik para penunggangnya, yang diduga ada berpuluh orang.
Saking gugupnya, Hiang Hiang tak sempat menyimpan kantong susunya. Loncat keatas
kuda, terus mencongklang keras-keras. Bersiar-siur deru anak panah menyambar, tapi
dengan tangkasnya, Tan Keh Lok dapat menyang gapi dan menolak nya. Karena
perhatiannya ditumpahkan kearah serangan anak panah, agak terhambat Keh Lok
melarikan kudanya. Lama-lama diapun merasa Cape lagi. Justeru pada saat itu, dari
arah muka tampak debu mengepul. Lagi-lagi muncul sebuah pasukan berkuda.
Keh Lok mengeluh. Dia kempitkan ke 2 kakinya keras-keras, dan berlarilah kuda putih
secepat-cepat anak panah. Sekejab saja dia sudah dapat menyusul Hiang Hiang'
KiongCu. "Ikut aku menerobos!" serunya.
Kuda putih kembali melesat kemuka. Ketika dekat dengan pasukan berkuda dimuka,
ternyata mereka hanya terdiri dari tujuh atau delapan orang saja. Diam-diam Tan Keh
Lok girang dalam hatinya. Dia tahan lesnya, menunggu sinona. Setiba sinona disitu,
rombongan berkuda dari arah muka itupun sudah mendekati. Tan Keh Lok keluarkan
bandringan mutiara, terus akan menerjang kemuka.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka, yang berjalan paling depan loncat turun dari
kudanya dan berseru keras: "Cong-ihoCu"!"
Dalam kepulan debu yang tebal, tampak orang itu bersen jata sepasang kampak.
Sedang orangnya sendiri bertubuh kate dan bungkuk. Girang Tan Keh Lok tak
terhingga. "Ciang-sipko, lekas kemarilah!" Belum habis suara uCa pah itu berkumandang, kembali
terdengar suara anak panah pasukan Ceng yang mengejar tadi, Menderu-deru . Ciang
Cin dengan tangkas loncat keatas kudanya.
"Ada pasukan musuh mengejar aku dari sebelah belakang, kau tolongi tahan mereka!"
seru Tan Keh Lok.
Sambil mengia, si Bongkok keprak kudanya. Baru dia sampai kedekat Congthocunya,
kembali ada seorang penunggang kuda lari kemuka, terus mengamuk kedalam barisan
Ceng. Seperti lakunya banteng terluka, orang itu mengamuk dengan hebatnya. Dia
bukan lain ialah Kiu-beng-kim-pa-Cu Wi Jun Hwa.
Keheranan Tan Keh Lok makin menjadi . Malah dilihatnya Bun Thay Lay, Lou Ping,
Thian Hong dan isterinya, memburu datang.
"Congthocu, kau baik-baik sajakah?"
Tegur orang-orang Hong Hwa Hwe itu ketika lalu disisi ketuanya. Tapi mereka tak
berhenti, dan terus menerjang kedalam pasukan Ceng. Pada lain saat, muncul ah Sim
Hi. Dia bergegas-gegas turun dari kudanya dan menjura kepada Tan Keh Lok.
"Saoya, kita sudah datang."
"Tapi mengapa Wi-kiuko pun kemari?"
Belum pertanyaan itu terjawab kembali ada seorang pe-nunggang kuda lari disisi Tan
Keh Lok, terus menyerbu kearah pasukan Ceng. Orang itu berpakaian warna kelabu,
mukanya dikerudungi. Yang menarik perhatian, kepalanya gundul, memegang sebatang
kim-tiok. "He, bukankah Sipsute?" tegur Tan Keh Lok.
"Kau baik-baik , Congthocu?" tanya orang itu dari kejauhan.
Pada saat hweshio itu yang ; bukan lain Hi Tong adanya, menyerbu datang, Bun Thay
Lay dan Kawan-kawan nya sudah dapat memukul mundur pasukan perintis dari barisan
Ceng. Tapi sekonyong-konyong dari arah belakang, tampak debu mengepul.
Kembali sebuah pasukan musuh yang besar datang!
Buru-buru Bun Thay Lay dan Kawan-kawan nya balik ketempat ketuanya.
"Kearah mana kita harus lari?" tanya Bun Thay Lay.
Tahu Keh Lok bahwa puluhan ribu tentara berkuda musuh sedang mendatangi dengan
dahsyatnya. Dan tahu pula dia, bahwa induk pasukan tentara Ui berada disebelah barat.
Kalau diapun lari kebarat, dikuatirkan fihak Ui belum siap.
Tentu akan menderita kekalahan. Karenanya, dia ambil putusan lari kesebelan selatan.
Kira-kira beberapa li jauhnya, musuh masih memburu. Hal itu tak membikin Cemas
mereka, karena yakin bahwa kuda tunggangannya itu semua adalah kuda yang baik.
Karenanya, makin lama jarak mereka pun makin jauh dengan penge jarnya. Hanya saja,
padang pasir adalah sebuah tempat yang lepas bebas, tak ada pepuhunannya, jadi
mereka masih tetap dapat dilihat oleh musuh.
Diam-diam Tan Keh Lok menertawakan Tiau Hwi yang sudah kerahkan pasukannya
untuk mengejar dia, suatu hal yang tak berarti. Tapi sekilas dia teringat akan kata-kata Ciauw Cong kepada jenderal itu: "Mungkin inilah wanita yang dikehendaki oleh
baginda." Tengah dia merenung begitu, tiba-tiba ada pula sepasukan musuh yang muncul dari
sebelah selatan. Hal ini membikin terkejut rombongan Hong Hwa Hwe itu. Mereka
hentikan kudanya.
"Cepat-cepat bikin lubang perlindungan. Malam baru kita boleh berjalan lagi," kata
Thian Hong. Semua orang bekerja segera. Ada yang pakai senjata, ada pula yang gunakan
tangannya untuk membuat sebuah lubang. Selesai itu, Lou Ping minta Hiang Hiang
segera ber sembunyi lebih dulu. Tapi. karena Hiang Hiang tak mengerti bahasa Han, dia hanya tersenyum saja.
Saat itu hujan anak panah mulai turun. Lou Ping Cepat-cepat memondong Hiang Hiang
untuk diajak masuk kedalam lubang, baru kemudian orang-orang lain menyusulnya.
Segera Bun Thay Lay, Ciang Cin, Thian Hong dan Hi Tong menyambit kembali panah 2
musuh itu hingga beberapa perwira Ceng, segera roboh.
Kalau Bun Thay Lay, Thian Hong dan Hi Tong adalah ahli 2 melepas panah yang gapah,
adalah tidak demikian dengan si Bongkok. Beberapa kali anak panah dilepaskan, tapi
satupun tak ada yang mengenai. Karena jengkelnya, dia lempar busurnya, loncat keatas terus mengamuk dengan sepasang kampaknya. Melihat itu Ciu Ki Buru-buru
menyambret nya. "Kau mau antar kematian?"
Lou Ping tersenyum puas. Kini nyata Ciu Ki sudah bero bah. Dapat ia melupakan
permusuhannya lama dengan si
Bongkok. Diam-diam dia puji Thian Hong yang dapat mendidik isterinya itu. Tapi saking gelinya, Lou Ping sampai tertawa.
"Bukankah perkataanku tadi benar"! tanya Ciu Ki melirik kearah Lou Ping.
"Ya, ja," sahut Lou Ping dengan tertawa.
Jun Hwa pungut busur yang dilemparkan Cian Cin tadi, dan dilain saat dia berhasil
merobohkan enam orang lagi. Sim Hi bertepuk memujinya. Selagi begitu, serombongan
pasukan Ceng menyerbu kearah lubang persembunyian orang-orang Hong Hwa Hwe
itu. Sekali tangan Bun Thay Lay bergerak, pat-Hong (pemimpin) rombongan pasukan itu
terjungkel roboh. Melihat itu, anak buahnya sama ketakutan dan lari menyingkir.
Ja, memang pasukan pengejar itu, telah dapat tersapu mundur. Tapi dari empat
penyuru, tampak ribuan tentara berkuda yang rapat seperti pagar. Dan sesaat
kemudian, anak panah turun sebagai hujan lebat. Dengan memutar kampak, Ciang Cin
berusaha untuk menyingkirkan. "Lubang ini Cukup dalam, Ayo kita gali pinggirnya," seru Thian Hong.
Lapisan tanah dipadang pasir, yang atas adalah pasir. Ta pi kalau sudah dikeruk kira-kira tujuh atau delapan meter, bisa terdapat tanahnya yang keras. Tan Keh Lok, Lou
Ping, Ciu Ki, Sim Thay dan Hiang Hiang serempak bekerja. Tanah 2 itu, di jajar
disekeliling lubang itu, diperuntukkan dinding penahan panah. Kini legalah hati mereka, karena yakin panah musuh tak nanti dapat mengenainya. Hanya tunggu setelah malam
hari, mereka akan menerobos keluar. Selama itu, 2 kali sudah kelompok 2 pasukan
Ceng Coba mendekati tempat mereka, tapi dapat dihajar oleh Bun Thay Lay. Loncat
keatas, si Bongkok terus memutar kampaknya, di ikuti oleh Sim Hi. Anak itu berhasil
mengambil beberapa
buah busur dan sebongkok besar anak panah dari majat 2 serdadu Ceng yang
terhampar disekitar situ. Pada saat itu, Tan Keh Lok baru sempat memperkenalkan
Hiang Hiang KiongCu pada sekalian saudaranya. Orang-orang sama kagum atas
keCantikan yang tiada taranya dari adik Hwe Ceng Tong itu. Sayang nya, gadis itu tak mengerti bahasa Han, jadi tak dapat diajak ber-Cakap 2.
Terutama Lou Ping lekas benar merasa suka. Seketika itu juga, dia ajarkan bahasa Han pada sinona. Ternyata Hiang Hiang itu berotak Cerdas, dalam waktu yang singkat ia
telah dapat menguasai beberapa patah kata-kata bahasa Han.
Setelah mengaso Cukup lama, Keh Lok merasa segar kembali. Diam-diam dia mengalem
kelihaian Ciauw Cong, karena hanya sebentar saja saling dorong mengadu lwekang
dengannya, ternyata dia merasa keCapean, sehingga rasanya tangan tak dapat
digerakkan untuk menggunakan busur.
"Wi-kiuko, mengapa kaupun datang kemari?" tanyanya kemudian.
Jun Hwa loncat turun kedalam lubang.
"Apakah semangatmu sudah baik kembali, Congthocu" Dapatkah kuberitahukan
sekarang?" tanyanya.
Keh Lok mengiakan. Maka lebih dulu Jun Hwa berseru keras-keraskepada orang-orang
yang berada diatas, jakni: Bun Thay Lay, Ciang Cin, Hi Tong dan Sim Hi, supaya tetap waspada akan serbuan musuh, setelah itu baru dia mulai menutur:
"Setelah kau tugaskan aku bersama Capji-te ke Pakkhia untuk mengawasi gerak gerik
fihak kerajaan, ternyata di sana tak terjadi suatu apa. Pada hari ketiga, kita kebetulan melihat Ciauw Cong bersama Suhengnya, Ma Cin totiang berjalan lewat."
"Orang she Thio itu sudah kita serahkan kedalam pengurusan Suhengnya. Tapi
mengapa dia bisa keluar lagi. Kira-nya dia pergi ke Pakkhia," kata Tan Keh Lok.
"Apakah kau berjumpa dengan dia disini, Congthocu?" tanya Thian Hong.
"Tadi baru saja aku berhantam dengan dia. Memang lihai dia," kata Keh Lok.
Jilid 29 "KITAPUN merasa heran juga," meneruskan Jun Hwa. "Dan sepanjang jalan ke 2 Sute
dan Suheng itu seperti
bertengkar nampaknya, hingga mereka tak melihat kita orang. Saat itu timbul dalam


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pikiranku: adakah Ma-totiang dan Sutenya itu hendak mengelabui kita orang" Kami
pasang mata betul-betul dan tahu mereka masuk kedalam sebuah rumah yang pintunya
diCat merah. Sampai malam kami tunggu, tetap mereka belum kelihatan keluar. Karena
yakin ke 2nya tentu bermalam dirumah itu, maka kuajak Capji te berlalu dulu, dan
malamnya kita selidiki kesana lagi."
"Sekira pukul 2 malam, kami masuk kedalam hotel itu," demikian Jun Hwa lanjutkan
Ceritanya. "Kami Cukup tahu bagaimana lihai ke 2 orang itu. Sedang hanya Ciauw Cong
seorang, kami ber 2 tak sanggup melawannya, apalagi ada suhengnya. Dari itu kami
berlaku luar biasa hati-hati, sampai bernapaspun tak berani kami merajap dan berhenti diatas ruangan besar. Sampai beberapa lamanya, tiba-tiba terdengar suara seseorang.
Buru-buru kami menghampiri dan mengintip dari sela 2 jendela. Kiranya bangsat itu
tengah ber 2an dengan Ma-totiang. Ma-totiang sedang berbaring ditempat tidur, sedang bangsat itu berjalan mondar-mandir. Agaknya mereka sedang bertengkar keras. Kami
tak berani lama-lama mengintip, dan hanya tempelkan telinga mendengari pembi
Caraan mereka. Ternyata bangsat she Thio itu telah menipu Suhengnya. Dia bilang
akan kekota raja dan akan mengurus uangnya dulu, baru nanti akan ikut sang Suheng
kembali ke Ouwpak. Setiba di Pakkhia, beberapa hari kemudian, kaisar pun kembali
kekotaraja."
Mendengar itu, tampak Tan Keh Lok mengelah napas.
"Menurut Ciauw Cong," demikian Jun Hwa berkata pula, "kaisar telah memberikan dia
sebuah firman, agar dia pergi kedaerah Hwe mengurus suatu tugas penting."
"Apa itu?" sela Keh Lok.
"Tak diterangkannya jelas. Hanya seperti disuruh menCari seseorang," jawab Jun Hwa.
Kening Tan Keh Lok mengerut, ia melirik kearah Hiang Hiang KiongCu.
"Ma-totiang nampak gemas, dia menghendaki supaya Ciauw Cong minta lepas dari
jabatannya dengan segera. Tapi bangsat itu memberi alasan, kaisar pasti akan gusar
kalau dia berani membangkang firman itu. Begitulah perdebatan makin sengit. Saking
gusarnya, Ma-totiang tak dapat menguasai dirinya lagi. Dia loncat dari pembaringan dan serunya lantang 2: "Bagaimanakah pertanggungan jawabku dihadapan sahabat 2 Hong
Hwa Hwe nanti?" " Ciauw Cong men jawab: 'Terhadap gerombolan pemberontak
semacam itu, mengapa Suheng mau berlaku sungkan 2"' " Mendadak terdengar
'Creng'. Karena kuduga Ma-totiang menCabut pokiamnya, maka Buru-buru
kumengintipnya lagi. Memang benar, saat itu Ma-totiang tengah menyoren pedang,
rnukanya tampak bengis sekali, dan memakinya: 'Kau masih ingat atau tidak, apapesan
Suhu" Bukan saja kau murtad membelakangi titah Suhu, tapi pun menyual diri pada
pemerintah Boan, menjadi kaki tangannya. Sungguh hina dina! Mari, kau adu jiwa dulu
dengan aku!" " Itu waktu Cap-ji-te unyukkan jempolnya padaku, dia puji keperwiraan
Ma totiang. Tampak Ciauw Cong mengalah. Dia mengelah napas, katanya: 'Kalau
Suheng ingin begitu, baiklah, besok aku ikut Suheng ke Ouwpak'. " Lalu Ma-totiang
simpan senjatanya, setelah mengucap beberapa kata-kata untuk menghibur hati
Sutenya, dia kembali tidur. Bangsat she Thio itu tetap duduk disebuah kursi. Nyata air rnukanya bermuram durja. Tapi pada lain saat, mendadak berobah beringas, penuh
dengan hawa membunuh. Begitulah sampai sekian lama, wajahnya selalu berubah,
sebentar tenang sebentar beringas. Yang nyata, seluruh tubuhnya senantiasa gemetar.
Kami ber 2 ambil putusan akan menunggu sampai dia sudah tidur, baru berlalu, agar
jangan sampai ketahuan. " Tapi hampir sejam, tak hendak bangsat itu tidur. Beberapa
kali dia berbangkit, tapi selalu duduk lagi. Hampir tak tahan kami menungguinya,
namun kami tetap tak berani bergerak.
"Beberapa waktu kemudian, kelihatan sepasang alis bangsat itu tegak keatas, giginya
dikatupkan keras-keras. 'Toa-suheng!' tiba-tiba dia kedengaran berkata pelan-pelan . "
Tapi rupanya Ma-totiang sudah pulas tidur, karena kedengaran menggeros pelan-pelan .
Ciauw Cong berbangkit dan ber-indap 2 menghampiri kearah pembaringan."
Baru saja Jun Hwa berCerita sampai disini, maka men jeritlah Hiang Hiang KiongCu.
Memang Cara Jun Hwa membawakan Ceritanya, penuh dengan ketegangan yang
seram. Sekalipun puteri Ui itu tak mengerti bahasa Han, tapi perasaannya luar biasa
tajamnya. Ia menubruk Tan Keh Lok, untuk menempelkan tubuhnya pada orang muda
itu. Setelah tenang, Jun Hwa akan melanjutkan lagi. Tapi tiba-tiba dari sebelah atas,
kedengaran Ciang Cin me-maki-maki:
"Kawanan Anjing, betul-betul licik!"
Keh Lok dan Thian Hong Cepat-cepat loncat keatas.; Tampak diempat penyuru, api
menyala-nyala. "Biar, digurun sini tak banyak sekali pepohonannya. Sebentar lagi, mereka tentu sudah kehabisan kayu bakar," kata Thian Hong.
Habis berkata begitu, dia ajak Congthocunya kembali kebawah dan minta Jun Hwa
lanjutkan penuturannya.
"Melihat gerak geriknya, kami merasa Curiga. Tentu akan terjadi hal 2 yang luar biasa,"
demikian Jun Hwa menyam-bung. "Dan ternyata memang benarlah! Setiba didekat
pembaringan, tiba-tiba dia menubruk kemuka dan secepat-cepat itu pula terus loncat
kebelakang. 'Aduh', sesaat itu terdengar Ma-totiang mengeluarkan jeritan yang
mengerikan sekali. Dia loncat dari pembaringan. Selebar rnukanya berlumuran darah.
Yang paling mengerikan, ke 2 kelopak matanya ternyata sudah Complong. Sepasang biji
matanya telah diCukil oleh sang Sute yang berhati serigala itu!"
Sampai disitu, tiba-tiba Keh Lok berjingkrak, tangannya meninyu dinding lubang, hingga pasir dan tanah gempal bertebaran.
"Kalau bangsat itu tidak diCincang , aku bersumpah tak mau jadi orang!" teriaknya
dengan mengretek gigi.
Sekalipun Thian Hong yang sudah lebih dulu mendengarkan Cerita itu dari Jun Hwa,
pun saat itu masih meluap ama rahnya.
Malah yang menCeritakan sendiri, Jun Hwa, saking gemasnya tanpa merasa telah me-
remas 2 tangkai Siang-kao yang dipegangnya hingga berbunyi berkeretekan.
"Ma-totiang tak mengucap apa-apa, setindak demi setindak dia hampiri Ciauw Cong.
Sikapnya menakutkan sekali."
demikian Jun Hwa menyambung lagi. "Dan sekonyong-konyong dia ajun sebelah
kakinya, bluk ! Kasihan, bukan sang Sute yang kena, melainkan pembaringan yang
terbuat dari batu itu rompal separoh. Siang 2 Ciauw Cong sudah loncat menghindar.
Diapun nampak kaget akan ilmu tendangan sang Suheng yang sedemikian dahsyatnya
itu. Buru-buru dia berusaha akan lolos dari pintu. Tapi ternyata Ma-totiang Cerdik.
Lebih dulu, dia menghadang ditengah 2 pintu, dan memasang pendengarannya hingga
Ciauw Cong mati kutu. 'Ha-ha!' tiba-tiba kedengaran dia tertawa keras. Menuruti arah suara tertawa itu, Ma-totiang menerjang dengan mengirim tendangannya yang lihai
lagi. Tapi ternyata Ciauw Cong itu, benar-benar manusia serigala. Sengaja dia pikat
supaya sang Suheng menendangnya. Dan sebelum itu, dia sudah tanCapkan pedang
didepannya. Maka tak ampun lagi, kaki Totiang telah menendang mata pedang itu dan
putuslah sebelah kakinya itu!"
Lou Ping menangis ter-isak 2, sementara Ciu Ki berkere tekan giginya dan berulang-
ulang hantamkan goloknya kedinding lubang.
"Saat itu aku dan Capji-te tak kuat lagi mengawasi saja," kembali Jun Hwa melanjutkan.
"Kami terobos jen dela terus menerjang bangsat itu. Memang kami bukan
tandingannya, namun karena kami sangat kalap dan lagi kuatir kalau kita masih
membawa beberapa kawan lagi, setelah beberapa jurus, dia terus kabur. Kami uber dia, tapi dia telah berhasil melukai Capji-te dengan jarum 'hu-yong-Ciam', Buru-buru
kutuntunnya kedalam rumah. Bermula hendak kuberikan Totiang obat penCegah
pendarahan. Tapi ternyata setelah meninggalkan pesan beberapa patah kata, beliau
benturkan diri pada tembok hingga binasa!"
"Apa pesannya itu?" tanya Tan Keh Lok.
"Totiang berkata: 'Liok-sute dan Hi Tong, balaskanlah sakit hatiku ini!' " Itu waktu karena ada orang datang menanyakan, Buru-buru kubawa Capji-te pulang kerumah
penginapan. Keesokan harinya, ketika kudatang kesana, mereka telah mengubur
jenazah Totiang. Capji-te ternyata telah terkena 5 buah 'hu-yong-Ciam', Syukur jarum 2
itu dapat kukeluarkan dengan besi sembrani. Kini dia masih mengaso dirumah
penginapan di Pakkhia.
"Turut kata Ciauw Cong, dia diutus kaisar kedaerah Hwe untuk mendapatkan
seseorang, timbul ah dugaanku: jangan-jangan akan menCari Suhu dari Congthocu,
Wan-Locianpwe" Karena aku teringat akan keteranganmu dulu, 2 macam benda
penting yang menyang kut rahasia diri kaisar itu berada ditangan Wan-Locianpwe.
Untuk itulah, Congthocu, aku segera bergegas-gegas menuju kemari. Setiba di Holam
aku berkunjung pada ketua Liong Bun Pang, karena kudengar kau pernah menyumpai
Siangkwan-toako itu. Disana kebetulan aku berjumpa dengan rombongan Bun-suko dan
Ji-Hitko. Lalu kami pergi mendapatkan Ie-sipsute. Mendengar kebinasaan Suhunya, Ma-
totiang, Ie-sipsute berduka sekali.
Begitulah kami beramai segera menyusul kemari. Tak kuduga, kalau kita dapat
berjumpa ditempat begini," Jun Hwa mengakhiri penuturannya.
"Bagaimana luka Capji-long itu?" Keh Lok menegas.
"Lukarija Cukup berat, untungnya tidak sampai mengenai bagian yang berbahaya!"
Juga Tan Keh Lok lalu tuturkan pertarungannya dengan Ciauw Cong tadi. Saat itu, hawa malam makin terasa dingin. Orang-orang itu hampir tak tahan. Awan dilangit, tampak
ber-lapis 2 saling merapat.
"Ah, salju akan turun!" tiba-tiba Hiang Hiang KiongCu berseru.
Nampaknya ia merasa dingin, maka makin menempel rapat-rapat pada Tan Keh Lol".
Entah apa sebabnya, mendadak Ciu Ki timbul perasaan antipati terhadap nona Ui itu.
"Apa katanya?" tanyanya.
Keh Lok agak heran, mengapa Ciu Ki bersikap garang kepada Hiang Hiang. Maka segera
diterangkan apa maksud kata-kata sinona itu.
"Huh, darimana dia tahu!" kata isteri Thian Hong itu. Dan tak lama pula, dia berpaling memandang Keh Lok, katanya: "Congthocu, katakanlah terus terang! Sebenarnya kau
ini suka sama CiCi Ceng Tong, atau pada dia?"
Keh Lok melengak, tak bisa memberi jawaban sampai beberapa saat. Dia tak duga akan
ditanya begitu. Buru-buru Thian Hong jawil ujung baju isterinya, agar jangan ungkat 2
soal itu. "Kau berani larang aku" CiCi Hwe seorang yang berbudi. Aku tak rela orang
mempermainkannya!" bentak Ciu Ki pada sang suami.
"Kapan aku mempermainkannya?" tanya Keh Lok didalam hati. Tapi dia Cukup ketahui
perangai Ciu Ki yang polos itu, dan se-gala 2nya mau minta penyelasan dengan segera.
"Kepandaian nona Hwe tinggi, orangnya pun baik. Kita semua taruh perindahan tinggi
padanya," katanya kemudian. "Habis, mengapa begitu lihat adiknya Cantik, kau lantas
lupakan padanya"!" tanpa tedeng aling 2 lagi Ciu Ki menyem protnya.
Merah padam selebar muka ketua Hong Hwa Hwe itu.
"Congthocu sama seperti kita orang, hanya baru bertemu muka sekali padanya dan
belum lama mengenal. Jadi tak lebih dan tak kurang hanya sebagai kawan biasa," Lou
Ping menengahi pembicaraan.
Tapi sinyonya galak itu makin penasaran.
"CiCi Ping, mengapa kau bantu fihaknya" Sekalipun dia itu seorang Congthocu, pun aku akan minta penyelasan."
Selama itu, Hiang Hiang tampak mendengari kesemua pembicaraan dan sikap orang
yang mengotot itu.
Dalam keadaan itu, terpaksa Keh Lok memberi penyelasan: "Ia siang 2 sudah
mempunyai orang yang dipenujui. Taruh kata aku menaruh hati padanya, tidakkah itu
akan sia-siasaja?"
Ciu Ki melengak. "Benarkah itu?" tegasnya.
"Masa aku berjusta padamu," sahut Keh Lok.
"Kalau begitu, lain halnya. Aku tadi salah paham, harap kau jangan taruh dihati."
Semua orang merasa suka dan puji akan sikap yang terus terang dari isteri Thian Hong itu. Mau mengoreksi tapipun bersedia menerima koreksi. Kalau tadinya dia memusuhi
Hiang Hiang KiongCu, kini berbalik merasa suka dan segera menggandeng tangannya.
Ketika ia mendongak, tiba-tiba berseru girang: "Omonganmu tadi benar, memang turun
salju." Mendengar itu, Keh Lok loncat berbangkit, serunya: "Ayo, kita menyerbu.!"
Yang pertama menyambut seruan itu, adalah si Bongkok, siapa terus maju kemuka.
Pasukan Ceng segera menyam butnya dengan anak panah. Jun Hwa dan Bun Thay Lay
berada fdisebelah muka untuk menyapu hujan panah itu untuk memberi kesempatan
agar saudara-saudaranya dapat menaikkan kudanya dari lubang.
Fihak musuh pun telah mengetahui gerak-gerik orang-orang Hong Hwa Hwe itu.
Dengan bersorak gemuruh, mereka merubung maju.
Orang-orang Hong Hwa Hwe pada saat itu sudah loncat keatas kudanya. Jun Hwa
keprak kudanya membuka jalan. Tapi baru kira-kira tiga tombak jauhnya, tiba-tiba dia menjerit roboh.
Bun Thay Lay terkejut, terus keprak kudanya menghampiri. Tapi kudanya pun segera
roboh kena panah. Beruntung dia dapat loncat kedekat Jun Hwa, siapa itu wak-tupun
sudah bangkit. "Kudaku tadi terpanah, tapi aku sendiri tak kena apa-apa", kata Jun Hwa.
Berbareng itu, Ciang Cin dan Lou Ping pun telah datang. Sekali tarik, masing-masing
menaikkan Thay Lay dan Jun Hwa keatas kudanya. Tapi pada saat itu, dari belakang
terdengar Thian Hong berseru: "Yangan bergerak, nanti kupondong!"
Lou Ping kaget, ia menoleh kebelakang, dilihatnya dian tara hujan salju itu, Thian Hong tengah memondong sang isteri keatas kuda. Tampaknya nyonya itu terluka. Hi Tong
menjaga disampingnya dengan memutar kim-tiok.
Tak berselang berapa lama, kuda Sim Hi dan Ciang Cin pun roboh terpanah.
"Balik, balik!" seru Keh Lok.
Apa boleh buat, semua orang sama menyelusup kedalam lubang perlindungan lagi.
Secepat-cepat itu, Bun Thay Lay, Hi Tong dan Jun Hwa kerjakan busurnya untuk
menghan Curkan pasukan musuh yang mengejar datang.
PerCobaan mereka untuk lolos, gagal. Malah pundak Ciu Ki kena panah. Empat ekor
kuda, mati terpanah. Tanpa kuda, rasanya sukar untuk melarikan diri ditengah padang
pasir yang luas itu. Hal mana Cukup di nsyapi oleh orang-orang Hong Hwa Hwe itu.
Mereka tampaknya Cemas.
Thian Hong segera Cabut panah dipundak isterinya. Meskipun banyak sekali
mengeluarkan darah, tapi untung tak berba haja. Hiang Hiang KiongCu robek bajunya.
lalu balut luka itu dengan hati-hati.
"Ah, kalau sampai tidak ada bantuan, kita tentu binasa disini," Lou Ping mengelah
napas. "Rasanya kalau sampai begitu lama Congthocu dan pu terinya tidak kelihatan balik, Bok-loenghiong tentu akan kirim pasukan," kata Thian Hong.
"Ya, aku percaya dia tentu sudah mengirim pasukan itu. Hanya tadi kita mengambil
jalan kearah selatan, apalagi jaraknya sudah sedemikian jauh, mungkin seketika
pasukan itu tak dapat mengetahuinya," kata Keh Lok.
"Kalau begitu, jalan satu 2nya, kita harus mengutus orang untuk minta bantuan," kata Thian Hong.
"Kasih aku yang pergi!" Sim Hi berseru dengan serentak.
"Baiklah!" sahut Keh Lok setelah berpikir sejenak.
Sim Hi keluarkan kertas dan alat tulis. Segera Keh Lok minta Hiang Hiang tulis surat minta bantuan. Selagi begitu, diam-diam Thian Hong merajap keluar dari lubang. Dia
menyeret seorang majat serdadu Ceng, lalu dilucuti pakaiannya dan dipakaikan pada
Sim Hi. "Segera setelah kau dapat menobros keluar, pakaian ini harus kau lepas, agar tidak
menerbitkan salah paham orang-orang Ui," pesan Thian Hong.
"Dan naiklah kuda putih dari Su-naynay. Kita nanti akan adakan serangan lagi kejurusan timur, dan kau harus lekas-lekas lolos kejurusan barat," kata Keh Lok.
Sambil ber-sorak 2, kembali orang-orang Hong Hwa Hwe itu menobros keluar. Dan lagi-
lagi pasukan Ceng menghujani panah. Melihat musuh menumpahkan perhatiannya
kesebelah timur, Sim Hi Cepat-cepat menuntun kuda putih. Muda usianya, tapi anak itu banyak sekali akal. Tak mau dia naik diatas pelana, hanya menggelantung dibawah
perut kuda, dengan ke 2 kakinya di jepitkan kepada binatang itu. Kuda putih itu segera melesat kearah barat. Sebagian dari anak buah tentara Ceng Coba menghujani panah,
tapi sia-sia. Ber-tahun 2 lamanya, Keh Lok memperlakukan kacung itu sebagai saudaranya sendiri.
Demi melihat boCah yang masih berusia belasan tahun itu, menempuh bahaya untuk
Cari bantuan, hatinya serasa terharu.
Setelah Sim Hi sudah jauh, barulah orang-orang itu balik lagi kedalam lubang
persembunyiannya. Bagaimana: kuda putih telah selamat keluar dari kepungan musuh,
telah membuat mereka terharu gembira. Keh Lok minta Thian Hong dan Jun Hwa
mengaplus Bun Thay Lay dan Hi Tong berjaga diatas.
Bun Thay Lay masih nampak bersemangat. Turun kebawah, dia nyanyikan lagu rakyat
tani didaerah Kanglam. Sedang isterinya, menyambut pula dengan nyanyian.
Berkata Hiang Hiang KiongCu kepada Keh Lok: "Kukira kamu orang Han tak pandai
menyanyi. Tak kira kalau dapat menyanyi begitu bagus. Apa sih nyanyiannya itu?"
Demi mendengar penyelasan tentang arti nyanyian itu, Hiang Hiang bertepuk tangan
memuji. Diapun Coba menirukan nyanyian itu. Saat itu, salju makin tebal dibumi. Se
jauh pemandangan mata, hanya selembar bumi yang diselimuti oleh salju putih.
Syukur karena didalam lubang banyak sekali orangnya, hawanya pun hangat. Apalagi
pasirnya kering, Cepat-cepat menghisap air. Hampir dekat fajar rupanya musuh tak
sabar lagi. Mereka kembali mengadakan serbuan.
Bun Thay Lay cs. kembali menyapu dengan anak panah. Hasilnya, berpuluh-puluh 2
orang terhampar dan kemajuan mereka tertahan Tapi rupanya ada 2-tiga puluh orang
yang nekad menghampiri kedekat lubang.
Bun Thay Lay dan Kawan-kawan nya loncat keatas untuk me nyambutnya. Setelah
dapat membunuh belasan orang, barulah sisanya sama mundur. Kembali kedalam
lubang, Keh Lok dapatkan Hiang Hiang sudah pulas. Rambut dan pundaknya penuh
dengan salju, sementara mukanya penuh dengan te tesan salju yang menCair.
"Ha, anak ini betul-betul tak menghiraukan apa-apa," Lou Ping tertawa.
Sebaliknya Thian Hong menyatakan kesalnya, mengapa sampai begitu lama bala
bantuan belum datang.
"Entah Sim Hi mendapat halangan tidak diperjalanai ," kata Bun Thay Lay.
"Bukan itu yang kukuatirkan, melainkan lain sebab," sahut Thian Hong,
"Apa itu" Mengapa kau tak berterus terang mengatakan?" sela Ciu Ki.
"Urusan ketentaraan fihak Ui, siapakah yang mengurus nya" Bok-loenghiong atau nona
Hwe?" tanya Thian Hong pada Tan Keh Lok.
"Kurasa ke 2nya. Segala tindakan, Bok-loenghiong tentu mengajak berunding dengan
puterinya itu," jawab yang di tanya.
"Ah kalau nona Ceng Tong tak mau kirim bantuan, ja ngan harap kita dapat kembali ke
Kanglam," kata Thian Hong.
Semua orang tahu arti ucapannya itu. Mereka merenung diam. Tapi tidak demikian
dengan Ciu Ki, ia loncat bangun dan menegasi: "Hitko, mengapa kau pandang CiCi Ceng
Tong semacam begitu" Taruh kata dia irihati pada adik nya, tak nanti dia tega untuk
tidak menolong orang yang dikasihinya!"
"Kalau wanita sudah Cemburu, segala apa mungkin dilakukan!" ujar Thian Hong.
Karuan Ciu Ki berjingkrak, ia ber-kaok 2 seperti orang kalap, sehingga membuat Hiang Hiang bangun. Tapi nona itu tidak marah, melainkan mengawasinya dengan tersenyum.
Semua orang yang berada disitu, memang hanya sekali bertemu dengan Hwe Ceng
Tong. Sekalipun mereka mendapat kesan yang baik terhadap nona itu, tapi bagaimana
peribadinya, mereka belum jelas. Maka ketika mendengar ucapan Thian Hong tadi,
merekapun menganggapnya benar. Hanya Ciu Ki seorang, yang keras-kerasmenentang,


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena tak percaya.
Kini kita tengok perjalanan Sim Hi. Setelah berhasil lolos, dia segera tanggalkan pakaian serdadu Ceng yang dikenakan itu. dan menurutkan petunjuk Tan Keh Lok, dia langsung
menuju kekubu pasukan Ui.
Memang sebenarnya, Bok To Lun sudah akan mengirim pasukan untuk menCari puteri
dan ketua Hong Hwa Hwe itu. Tapi karena untuk mendapatkan jejak 2 orang digurun
yang sedemikian luas itu, bukan suatu hal yang mudah, maka dia menjadi Cemas. Maka
begitu tampak Sim Hi datang mengantarkan surat, dia bukan main senangnya.
Bok To Lun segera perintah mempersiapkan pasukan. Se-mentara Ceng Tong bertanya
kepada Sim Hi berapakah d jumlah musuh yang mengepung Kawan-kawan nya itu.
"Rasanya empat lima ribu orang," sahut Sim Hi.
Ceng Tong mengasah otak, dengan mondar-mandir dida lam kubunya itu. Pada lain
saat, kedengaran terompet dibu nyikan, tanda pasukannya sudah siap sedia. Bok To
Lun pun segera akan keluar untuk memimpinnya.
Tapi dengan menggigit bibirnya, Ceng Tong tiba-tiba mencegah: "Ayah, jangan!"
Bok To Lun melengak dan berpaling. Dia kesima sampai sekian saat. "Apa katamu?"
tanyanya heran.
"Kita tak bisa menolongnya," ujar sigadis.
Muka Bok To Lun merah padam karena marah. Tapi sesaat kemudian, dia teringat akan
keCerdasan puterinya itu, siapa tahu ia mempunyai alasan kuat.
"Mengapa?" tanyanya kemudian.
"Tiau Hwi bukan panglima sembarangan. Dia pandai gunakan tentaranya. Tak mungkin
hanya karena akan menawan ke 2 utusan kita, dia sampai kerahkan sekian banyak
sekali tentaranya. Tentu dia ada siasat lain."
"Taruhkata benar ada siasat, apakah kau biarkan saja adikmu dan Kawan-kawan dari
Hong Hwa Hwe itu dibasmi oleh fihak Ceng?" debat sang ayah.
Ceng Tong tundukkan kepadanya. Lama ia tak menyahut.
"Kalau kita pergi menolong, kukuatir, bukan saja akan sia-sia, pun malah akan
mengorbankan be-ribu 2 jiwa tentara kita", akhir 2nya ia menerangkan.
Bok To Lun tak kuasa menahan napsunya. Dia menepuk pahanya keras-keras.
"Yangan kata adikmu itu adalah darah daging keluarga kita sendiri. Sedang terhadap
Tan-Congthocu dan sahabat 2 Hong Hwa Hwe itu saja, yang telah banyak sekali
melepas budi pada kita, andaikata kita sampai berkorban jiwa, rasanya juga lebih dari pantas. Kau?". Kau?"".."
Mengira sang puteri tidak tahu membalas budi, hati pemimpin Ui itu bergolak. Gusar
dan sedih. "Ayah, kau dengarlah dulu perkataanku. Bukan saja kita harus menolong mereka, tapi
mungkinpun bisa memperoleh kemenangan besar", kata Ceng Tong.
"Anak baik, mengapa sejak tadi tak mengatakan begitu" Bagaimana Caranya, aku
menurut saja," Bok To Lun girang sekali.
"Ayah, apa kau sungguh-sungguh menurut?"
"Tadi saking keburu napsu, aku kelepasan omong, jangan kau taruh dihati. Apa
maksudmu, bilanglah!"
"Serahkan lengCi (panah tanda kuasa) padaku. Kali ini biar aku yang memimpin tentara kita," kata Ceng Tong dengan tegas.
Bok To Lun lama bersangsi, tapi akhirnya dia menerima baik. Dia serahkan lengki
(bendera perang) dan lengCi (perintah) pada puterinya.
Dengan berlutut Ceng Tong menyambutinya. Setelah ber sembahyang kepada Al ah, ia
berkata pula: "Nah, kau dan kokopun harus turut perintahku."
"Asal kau tolong mereka, dan pukul mundur musuh, apa saja perintahmu, aku sanggup
melakukan," sahut Bok To Lun.
"Bagus, ucapan itu menjadi janji," kata sigadis akhirnya.
Ia ajak ayahnya keluar. Diluar kubu, pasukannya sudah siap dalam 2 barisan.
Berkatalah Bok To Lun keras-keras: "Hari ini kita akan bertempur mati-matian dengan
orang Boan. Kali ini pimpinan ketentaraan kuserahkan pada puteriku Ceng Tong!"
Anakbuah pasukan Ui mengaCungkan golok seraya berseru lantang 2: "Semoga Al ah
memberkahi Hui-ih-ui-sam. Semoga Al ah menuntun kita kearah kemenangan."
Tak terduga Ceng Tong segera kebaskan leng-ki dan berkata: "Bagus, kini kamu boleh
pulang beristirahat!"
Karena itu, semua pemimpin barisan memerintahkan anak buahnya bubar.
Bukan main meluapnya perasaan Bok To Lun, hingga dia tak dapat mengucap apa-apa.
Kembali kedalam buku, Sim Hi jatuhkan diri berlutut dihadapan Ceng Tong dan
menangis. "Kouwnio (nona), kalau kau tak mau kirim bantuan, Kongcuku tentu binasa," ratap
kacung itu. "Bangunlah, aku toh tidak mengatakan tidak mau menolong," kata sigadis.
"Rombongan Kongcu hanya berjumlah sembilan orang. Dianta ranya adalah adik nona
sendiri yang tak mengerti ilmu silat. Ji-naynaypun terluka. Musuh berjumlah ribuan,
sedikit saja bantuan terlambat datangnya, mereka tentu tentu " demikian tutur Sim Hi terputus-putus.
"Apakah barisan thiat-ka musuh juga ikut menyerang?" tanya sigadis.
"Itu waktu belum, tapi mungkin pada saat ini sudah. Mereka memakai baju besi, tak
tembus dipanah, tentu Celakalah kita."
Makin teringat, makin ketakutan dan makin keraslah Sim Hi menangis. Ceng Tong
kerutkan jidatnya. Ketika Bok To Lun hendak bicara, tiba-tiba puteranya, Ah In,
menerobos masuk memberi laporan: "Penjaga mengatakan, ada belasan serdadu
musuh mengadakan pengintaian disebelah gunung."
"Bagus!" teriak Ceng Tong dengan girang. "Koko, bawalah seratus serdadu, pergi
kebelakang mereka dengan diam-diam."
"Mengapa hanya sepuluh0 orang"!" tanya Ah In.
"Aku minta supaya dapat menyergap beberapa orang di antaranya, jangan
membinasakan mereka!" sahut sigadis.
Hwe Ah In menerima titah, terus pergi.
"Kita perlu menolong Asri dan sahabat 2 Hong Hwa Hwe Mengapa mengurusi beberapa
orang serdadu musuh," tanya Bok To Lun.
"Ayah, bukankah kali ini kau sudah menyetujui aku yang memegang pimpinan"!"
Bok To Lun ingat hal itu, namun dia tak tega melihat Sim Hi menggerung-gerung tak
mau berhenti itu. Diam-diam dia kagum atas kesetiaan boCah itu. Namun dia tak tahu
harus berbuat bagaimana.
Tak berapa lama kemudian, Ah In masuk kembali dengan sepuluh tawanan serdadu
Ceng. "Tiga mati, 2 melarikan diri dan sisanya dapat kita tangkap hidup-hidup," katanya.
"Bagus!" Ceng Tong memuji.
Salah seorang dari tawanan serdadu itu, rupanya yang menjadi pemimpin, bukan lain
adalah utusan yang pernah datang dulu itu. Dia bangsa Boan, bernama Horta. Sikapnya
masih tetap sombong.
"Dulu sebagai utusan," kata Bok To Lun seraya maju selangkah, "kami perlakukan kau
baik-baik . Tapi kini, puteriku
sebagai utusan kami juga, mengapa kalian kepung tanpa sebab?"
"Huh, baik" Jadi dengan memborgol tanganku, kau anggap memperlakukan kami
dengan baik?" kata Horta.
"Sebagai utusan, kau adalah tetamu yang terhormat. Tetapi dengan mengintai keadaan
kami, kau adalah mata 2 jahat. Mengapa kau minta diperlakukan baik"!"
"Siapa bilang kami melakukan mata 2" Macam tentaramu yang hanya berjumlah sekian
ini, mengapa perlu di-mata 2i" Aku datang untuk menyerahkan surat!" sahut Horta.
Segera Ceng Tong perintahkan untuk membuka ikatan Horta, siapa lalu menerimakan
surat itu. Surat itu ternyata dari Tiau Hwi yang mengatakan bahwa utusan dari fihak Ui kini telah terkepung dan segera akan tertangkap. Maka diminta supaya Bok To Lun dan
seluruh angkatan perangnya menakluk.
"Fui! Ada atau tidak surat ini, sama saja. Kau jangan Coba kelabui kami. Terang kalau Tiau Hwi suruh kau memata 2!, untuk menjaga kemungkinan bila kau sampai
tertangkap, sengaja dia bikin surat ini. Kalau tertangkap, kau lantas bisa mengaku
sebagai utusan. Coba kau jawab, kalau kau memang menjadi utusan, mengapa kau
tidak datang secara terang-terangan seperti tempo hari itu?" semprot Bok To Lun.
Ditelanjang i begitu, Horta tak dapat menyahut, hanya tertawa tawar.
"Gusur dia!" perintah Bok To Lun.
Beberapa perwira Ui segera menggusurnya pergi. "Ayah, kau menduga tepat. Hanya
surat ini, memang mengandung maksud lain lagi," kata Ceng Tong. "Apa itu?" tanya
sang ayah. "Tiau Hwi kuatir kalau kita tak mengetahui tentang peristiwa itu, maka dia sengaja
memberi kabar, agar kita kirim pasukan penolong."
"Ha, dia begitu baik, aku tak percaya!"
"Memang, kalau kita kirim pasukan, itu artinya kita masuk kedalam perangkapnya!"
Bok To Lun termenung.
"Ayah, bukankah kau masih ingat akan alat kita untuk menangkap serigala kuning" Alat itu mempunyai sebuah kait yang ditaruh sepotong daging. Sekali serigala menggigit
daging itu, maka alat itu akan bergoncang , dan tertangkaplah binatang itu. Nah, Tiau Hwipun berkehendak menjadi kan kita seperti serigala. Daging umpannya, ialah adik
Hiang Hiang. Ditempat seluas padang pasir itu, sangatlah berbahaya. Betapapun
gagahnya orang-orang HONG HWA HWE, sukar kiranya menahan arus serangan empat-
lima ribu pasukan berkuda. Itulah disebabkan Tiau Hwi sengaja tak mau mengadakan
serangan sungguh-sungguh."
Bok To Lun anggukkan kepalanya tanda benar.
"Tadi sahabat kecil kita mengatakan, kalau pasukan thiat-kah musuh belum keluar.
Coba ayah pikir, kemana saja mereka itu?" tanya pula Ceng Tong.
Tanpa tunggu jawaban, nona itu segera berjongkok di tanah dan gunakan lengki, untuk
membuat sebuah lingkaran.
"Ini daging pengumpan misalnya," katanya dike 2 sisi lingkaran itu digariskan 2 buah garis. "Dan ini, pasukan tHiat-kah-kun musuh, atau alat perangkapnya. Kalau kita
menolong dari sini, ke 2 pasukan thiat-kah itu akan men jepit dari 2 arah. Coba
pikirkan, apakah kita masih bias hidup?"
Bok To Lun kemekmek. Dia berpaling mengawasi Sim Hi.
"Sebenarnya aku menaruh keCurigaan, jangan-jangan mereka memang sengaja kasih
lolos sahabat kecil itu. Kalau tidak, masa dia begitu gampang lolos dari kepungan yang kokoh itu" Dan kini setelah kita ketahui surat yang dibawa utusan tadi, kiranya
dugaanku tadi tak perlu disangsikan lagi!"
Tiba-tiba Bok To Lun berjingkrak, serunya: "Ceng-ji, du gaanmu itu memang tak salah.
Tapi aku tak tegah dengan adikmu dan tak nanti biarkan sahabat 2 kita dari HONG HWA
HWE itu terancam bahaya!"
Ceng Tong Cukup mengetahui betapa sang ayah itu sangat memanyakan adiknya,
apalagi kini terikat kewajiban budi dengan orang-orang HONG HWA HWE Iapun
memang sudah mempunyai ren Cana, lalu membisikkan beberapa patahkata kepada
pengawal didekatnya.
Pengawal itu Cepat-cepat menuju kekubu dimana Horta ditawan. Penjaga kubu itu
diajak oleh sipengawal kesebuah tempat disebelah, katanya: "Bangsat itu liCin sekali, maka Hui-ih-wi-sam titahkan kau supaya memindahkannya kede kat kubu besar dan
dijaga keras supaya jangan sampai lari!"
Penjaga itu mengiakan. Melihat dirinya dipindah, Horta tersenyum. Diam-diam dia
pikirkan daya untuk lolos. Tiba-tiba dia mendengar Bok To Lun dan Ceng Tong yang
berada dikubu besar disebelah situ, saling berCekCok keras. Buru-buru dia pasang
telinga mendengarkan.
"Kau katakan Tiau Hwi akan menyebak kita, dan ren Cananya itu telah kau ketahui.
Nah, kalau begitu kita serang dari sebelah pinggir, agar mereka tak dapat saling
membantu," kedengaran Bok To Lun berkata.
"Mereka mempunyai empatpuluh ribu serdadu, sedang kita hanya berjumlah sedikit.
Kalau bertempur secara masaal, kita tentu kalah," jawab Ceng Tong.
"Ha, jadi maksudmu akan membiarkan adikmu dan beberapa sahabat itu mati konyol"!"
seru Bok To Lun dengan gusarnya.
Ceng Tong tak mau meladeni.
"Kalau mesti binasa, biarlah kita binasa semua!" kata pula Bok To Lun dengan sengit.
Mendengar pembicaraan itu, diam-diam Horta berpikir: "Lihai juga nona Ui itu, rencana Tiau Ciangkun dapat diketahui nya. Tapi mungkin karena tidak sabar, mereka tetap
akan menerjang bahaya mengirim bala bantuan."
Dilain fihak, rupanya melihat Ceng Tong seperti tak mau mengirim bantuan, Sim Hi
menjadi ketakutan. Buru-buru dia berlutut dan berkata dengan menangis: "Kalau
Kongcuku pernah berbuat kesalahan kepada nona, sukalah kau mengampuni. Kalau dia
nanti sudah dibebaskan, tentu akan ku mintanya supaya menghaturkan maaf
kepadamu. Kalau nona melepas budi pertolongan, Kongcu tentu takkan melupakan se-
lama-lamanya."
Agaknya menyang ka boCah itu menduga jelek padanya, Ceng Tong kerutkan alis, dan
membentaknya dengan gusar: "Yangan omong tak keruan!"
Sim Hi loncat bangun saking terkejutnya.
"Begini busuk hati nona, baiklah, biar aku pergi dan mati bersama-sama dengan
Kongcu." Dengan masih sesenggukan, lalu anak itu Cemplak kuda nya terus dilarikan.
"Kalau kita tak kirim bantuan, sungguh kita malu hati terhadap boCah itu. Sekalipun
mesti menerjang gunung golok, lautan api, kita tetap pergi. Mati untuk peri-keba jikan, adalah mati sahid!" demikian terdengar seru Bok To Lun pula makin sengit.
,,Ayah, pelan sedikit. Utusan orang Boan itu, berada di dekat sini," Ceng Tong
menyabarkan ayahnya.
"Habis, bagaimana maksudmu?" tanya Bok To Lun dengan agak tenang.
Ceng Tong berpikir sejenak.
"Baiklah, kita segera menyusulkan bala bantuan," kata si gadis akhirnya.
Pengawal segera dititahkan memukul genderang. Para pemimpin barisan, satu demi
satu masuk kedalam kubu besar. Horta sementara itu, pura-pura menggeros. Ketika
penjaga memanggilnya, dia pura-pura tak menyawab.
Pada lain saat, dia mendengar Ceng Tong mengeluarkan titah: "Hiang Hiang KiongCu
dan beberapa sahabat HONG HWA HWE dikepung musuh, kita harus menolong dengan
segera. Tapi karetaa pasukan kita hanya sedikit, maka kalian harus hati-hati, jangan sampai kena terkepung. Begitu dapat menolongnya, harus Cepat-cepat kembali. Kita
bagi pasukan kita menjadi 2, yang separoh menolong, yang separoh menunggu kira-
kira pada jarak sepuluh li, untuk menyambutinya."
Para pemimpin barisan itu serempak mengiakan.
"Pasukan yang menolong, pun dipecah menjadi 2. Kompi kesatu, terdiri dari seribu
orang, membawa bendera merah. Dibawah pimpinan sdr. Jasman. Pasukan ini, menye
rang masuk dari sebelah utara. Kompi ke 2 dengan bendera putih, pun terdiri dari
seribu orang, dipimpin oleh sdr. Utiali Khan, menyerang dari sebelah selatan. Aku
bersama LoyaCu (Bok To Lun) masing-masing memimpin seribu serdadu, akan bertugas
menyambutnya," kedengaran Ceng Tong memberi perintah pula.
Mendengar itu, rupanya Bok To Lun akan berkata sesuatu, tapi tidak jadi.
Sementara itu, diam-diam Horta berpikir: "Oh, kiranya tentara Ui hanya berjumlah
empat ribu. Tiau-Ciangkun mengiranya ada 15 ribuan, maka dia begitu hati-hati
mengatur pasukannya."
Memikir begitu, kembali kedengaran Ceng Tong berkata:
"Nah, sekarang sdr. 2 boleh kembali ketempat masing-masing. Sehabis makan, kita
nanti berangkat!"
Setelah para pemimpin barisan berlalu, Bok To Lun me nanyakan, mengapa Ceng Tong
hanya mengeluarkan begitu sedikit anak tentaranya.
"Kalau kita kerahkan semua empat ribu orang, tentu bakal tak ada yang
menyambutnya, kan berabe nanti. Astaga! Jangan-jangan pembicaraan kita tadi
didengar oleh utusan itu. Coba kulihat dia!"
Horta kaget, Buru-buru itu menggeros lagi.
Tak lama kemudian, Ceng Tong masuk dan memakinya: "Huh, dia tidur seperti babi
saja!" Untuk membuktikan, ditendangnya tubuh Horta. Horta menggulet dan menguap. Pelan-
pelan dia membuka matanya.
Ceng Tong kembali memberi sebuah tendangan, sambil
bentaknya: "Sudah tidur Cukup apa belum?" Horta ionCat bangun.
"Aku sudah jatuh ketanganmu, kalau mau bunuh, bunuhlah. Tapi jangan terlalu
menghina!"
Ucapan garang dari orang Boan yang licik itu, bukan karena dia tak takut mati. Tapi
disebabkan dia Cukup kenal akan watak orang Ui yang menaruh penghargaan terhadap
bangsa ksatria. Makin menunyukkan keberanian mati, tentu makin dianggap sebagai
orang perwira. Maka dia terus bersikap keras.
"Hm, kau masih berlagak gagah, ja?" kata Ceng Tong. "Kalau benar kau ada
kepandaian, mengapa sampai bisa tertangkap?"
"Kita berjumlah sedikit, terpaksa menyerah kepada orang-orang mu yang berjumlah
banyak sekali. Wajar bukan" Tapi kalau satu lawan satu, kiranya diantara orang-orang mu itu tentu tak ada yang sanggup menandingi aku."
"Huh, jangan pentang mulut lebar. Tak usah jauh-jauh, kalau kau bisa menangkan aku,
nanti kulepaskan," kata Ceng Tong.
"Ucapan seorang kunCu (gentlemen), seperti larinya seekor kuda. Apa omongmu itu
dapat diturut?" Horta menegas.
"Tapi apa katamu kalau kau kalah?" balas bertanya Ceng Tong.
Horta tak lekas memberi penyahutan, hanya merenung: "Seorang nona yang
sedemikian Cantiknya, masa bisa mela wan aku. Baiklah ku-uCapkan beberapa janji
yang enak kedengarannya."
"Dipanggal batang leherku, atau dikubur hidup-hidupan, aku takkan penasaran,"
katanya kemudian.
"Baik, mari kita keluar kesana untuk menetapkan siapa kalah dan siapa menang," kata
Ceng Tong terus melangkah keluar di kuti Horta.
Melihat tingkah puterinya itu, Bok To Lun kerutkan ji datnya. Dia heran mengapa Ceng Tong berbuat hal yang aneh begitu. Dalam ketegangan urusan ketentaraan sebagai saat
itu, masa ia mau meladeni urusan tetek-bengek. Namun dia tak keburu mencegah, dan
terpaksa mengikut keluar.
Anak pasukan Ui sewaktu mendengar nona pemimpin mereka akan pi-bu (bertanding
silat) dengan utusan Boan, sama berkerumun menyaksikan. Saat itu salju turun dengan
lebat dan anginpun menderu-deru .
Berdiri disebelah kiri, Ceng Tong siap dengan pedang, katanya: "Kau mau pakai senjata apa?"
"Golok!" sahut Horta.
Atas isyarat Ceng Tong, seorang Ui membawakan beberapa batang golok. Horta
memilih sebatang yang paling berat. Untuk menCobanya, dia membolang balingkan kian
kemari, hingga mengeluarkan samberan angin yang keras.
"Kau adalah fihak tetamu, silakan menyerang dulu!" kata Ceng Tong.
Sekali melesat maju, tanpa sungkan 2 lagi, Horta mem baCok. Belum sampai ditempat
sasarannya, tiba-tiba merobah dengan menabas. Ceng Tong gerakkan pedangnya


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkis. Tapi tabasan Horta itu hanya serangan tipu, karena tiba-tiba ditariknya
pulang sambil meloncat menyingkir.
Terang dia mau menunyukkan sikap mengalah. Sebagai tetamu menghormat tuan
rumah. Laki 2 tak boleh menghina wanita. Tapi disamping itu, dia memang harus
menyingkir, karena kalah posisi.
"Tak usah main sungkan 2!" seru Ceng Tong.
Menyusul nona itu gerakkan pedangnya dalam tipu "gunung salju tiba-tiba meletus,"
dari samping menusuk paha kiri lawan. Horta menghantamkan goloknya kearah batang
pedang itu. Tapi Ceng Tong Buru-buru menarik pulang pedangnya, sembari ber-putar 2.
Tahu-tahu ujung pedangnya menyambar punggung orang.
"Bagus!" puji Horta.
Tak hendak dia berputar diri, Cukup tangannya dikibaskan kebelakang, kembali
goloknya akan menabas batang senjata sinona.
Horta adalah murid dari t j abang Tiang Pek Pai di Liauw-tang. Gerakannya sebat,
ilmunya golok lihai sekali. Melihat kelihaian sinona bermain pedang, iapun tak berani ajal. Seluruh kepandaiannya dikeluarkan,
Demikianlah ke 2nya bertempur dengan hebat. Sampai jurus ke-delapan0, belum
nampak siapa yang lebih unggul. Lewat tiga 0 jurus lagi, gerakan Ceng Tong kelihatan agak lambat. Tangan kirinya beberapa kali dipakai menghapus keringatnya. Dengan
gerak "angin dan pasir menutup matahari," ia memapas pundak kiri Horta.
Horta, menangkis, "trang", sesaat ke 2 senjata beradu, pedang Ceng Tong terlempar
dari tangannya. Orang-orang Ui serempak berseru kaget.
Tapi ke 2 orang itu masing-masing loncat tiga tindak kebelakang. Horta tegakkan
goloknya, mukanya berseri-seri, Ceng Tong mengelah napas, ia berkata: "Ah, ilmu
golokmu benar-benar lihai. Janji telah kunCapkan, sekarang kau boleh bebas!"
Dan berpaling kepada pengawalnya, Ceng Tong perintahkan supaya kuda dari siutusan
itu, dikembalikan.
Bergegas-gegas Horta memberi hormat terus akan Cemplak kudanya, tapi tiba-tiba
Ceng Tong mencegahnya: "Tunggu!"
Dengan sebelah kaki dipanyatkan pada pelana kuda, dan kaki yang satu masih
menginyak tanah, Horta siap menunggu.
"Kalau sudah pulang, keadaan ketentaraan disini, jangan sekali kau katakan pada lain orang. Lebih dulu, berikanlah sumpahmu, baru nanti kulepaskan."
"Ah, apa gunanya sumpah" Biar kubikin senang hatinya," pikir Horta, maka iapun
berkata: "Baik. Kalau sampai aku bocorkan keadaan tentaramu, biarlah langit dan bumi me numpasnya!"
"Kau pergilah dengan bebas!" seru Ceng Tong. Dan Hortapun segera keprak kudanya.
Dari wajahnya yang merah padam, nampak Ceng Tong sangat payah. Balik kedalam
kubu, ia tengkurapkan kepala nya diatas meja, napasnya tersengal 2.
Melihat itu Bok To Lun Cepat-cepat menegurnya: "Kau banyak sekali keluarkan tenaga
hanya untuk mengalah pada bangsat itu. Supaya lain orang tak mengetahui, kau pura-
pura menjadi ke payahan begini rupa. Mengapa" Supaya dia pulang melapor, supaya
mereka ketahui bagaimana kita kirim bala bantuan dan supaya adikmu tidak dapat kita
tolong?" "Benar, memang sengaja kuberlaku kalah, memang se-ngaja supaya dia melapor, dan
memang sengaja supaya musuh tahu bagaimana kita akan kirim bantuan. Tapi, pasukan
apa yang kita nanti kirim......... tidak seperti itu."
Bicara sampai disini, Ceng Tong masih tersengal-sengal. Kira nya kepandaian Horta itu, bukannya lemah. Untuk menun dukkannya, bagi Ceng Tong memang mudah. Tapi
untuk ber-pura-pura kalah, dengan musuh betul-betul tak mengetahui, benar-benar
bukan pekerjaan ringan. Oleh karenanya, ia menjadi ke payahan begitu rupa.
"Benarkah kata-katamu itu?" menegas Bok To Lun.
"Oh, ayah, jadi kaupun menyang sikan diriku?"
Melihat puterinya berlinang-linangair mata itu, Bok To Lun tidak tegah.
"Baiklah, terserah padamu," katanya kemudian.
Ceng Tong segera perintahkan pukul genderang. Dan sekejab pula, para pemimpin
barisan masuk. Ceng Tong mengambil tempat duduk, di-apit 2 oleh ayah dan kokonya
yang sama berdiri. Diluar, s.alju makin lebat. Kembali Bok To Lun terkenang akan
puterinya yang kecil, yang kalau tidak kelaparan tentunya kedinginan.
"Pemimpin regu kesatu dari barisan Ang Ki, lekaslah berangkat dan siapkan bayhok
(barisan pendam) disebelah timur dari tebat lumpur yang luas disebelah timur Gobi.
Regu ke 2, ketiga, keempat, kelima dan keenam, lekas siapkan seluruh rakyat tani dan penggembala. Nanti didekat tebat lumpur itu harus begini," Ceng Tong keluarkan titah sambil memegang lengCi.
Dengan masing-masing membawa seribu anak buah, berangkatlah keenam pemimpin
regu itu. Sebaliknya, Bok To Lun tidak puas melihat sang puteri kerahkan sekian banyak sekali orang itu, hanya untuk mengerjakan pembangunan, bukan untuk menolong yang
terkepung. "Pemimpin 2 dari regu kesatu, ke 2, dan ketiga dari pasukan Pek Ki, kalian menuju
kekota Yalkand dan pada ke 2 tepian sungai Hitam harus melakukan begini.........", seru Ceng Tong pula. "Dan pemimpin regu pertama dari pasukan Hek Ki, serta pemimpin
dari regu Kazak, kalian nanti harus berbuat begini diatas gunung ditepi Sungai Hitam.
Dan pemimpin barisan Mongol, harap berpusat digu-nung Ingkiban, dan bertindak
begini!" Setelah para pemimpin regu 2 barisan itu berlalu, berkatalah Ceng Tong kepada
ayahnya: "Yah, kau menjadi pemimpin dari barisan Ang Ki yang menuju ketimur. Dan kau, koko,
sebagai puCuk pimpinan dari pasukan Pek Ki, Hek Ki, Kazak dan Mongol yang menuju
kearah barat tadi. Aku pegang pimpinan regu ke 2 dari pasukan Hek Ki yang akan
memberikan komando. Ren Cana kita adalah begini...............".
Baru hendak ia menjelaskan, tiba-tiba Bok To Lun? berjing krak, serunya: "Dan siapa
yang bertugas menolongnya?"
Ceng Tong tak mau meladeni pertanyaan ayahnya, ia terus mengeluarkan perintah lagi:
"Dan Regu ketiga dari pasukan Hek Ki, kalianlah yang harus menyerbu dari sebelah
timur. Regu ke-4 dari Hek Ki, kalian menyerbu dari d jurusan barat. Kalau nanti
berhadapan dengan tentara Ceng harus begini. Lebih dulu kalian harus bertukaran kuda dengan anak buah pasukan Ang Ki. Pilihlah kuda yang terbagus, jangan sampai ada
seekorpun yang jelek".
Ke 2 pemimpin regu itupun segera berlalu.
"Ha, kau telah kerahkan1 1tiga ribu tentara kita untuk pe kerjaan yang tidak berarti.
Sedang yang ditugaskan untuk menolong, hanya 2 ribu orang. Itupun terdiri dari
orang-orang tua dan anak 2. Apakah maksudmu?" lagi-lagi Bok To Lun me nyelatuk
dengan sengit. Kiranya, dalam ketenteraan orang Ui, pasukan Ang Ki (bendera merah) dan Pek Ki
(bendera putih), adalah tentara pilihan. Pasukan Hek Ki (bendera hitam), agak
berkurang daya tempurnya. Sedang regunya ke-tiga dan ke-4, terdiri dari orang-orang
tua dan anak 2 yang belum dewasa. Sudah tentu lemah. Dan memang bisanya, mereka
hanya ditugaskan sebagai penjaga dan urusan pengangkutan. Jarang sekali disuruh
maju kemedan pertempuran.
Rupanya Ah In, juga terpengaruh dengan kata-kata ayahnya tadi. Biasanya dia paling
menurut dan kagum pada adiknya itu, tapi saat itu, iapun menjadi sangsi, "Rencanaku
adalah ............", tapi belum lagi Ceng Tong sempat menjelaskan, menCetuslah
kemarahan Bok To Lun. "Aku tak percaya kata-katamu lagi!" demikian teriak orang tua
itu dengan keras. "Kutahu kau suka pada Tan-kongcu, tapi dia sebaliknya Cinta pada
adikmu. Untuk itulah maka kau bermaksud membiarkan mereka mati. Ha, kejam sekali
hatimu!" Penuh sesak dada Ceng Tong menahan perasaan hatinya. Tangan dan kakinya serasa
menjadi dingin, hampir-hampir jatuh pingsan ia.
Memang kata-kata sang ayah itu agak keterlaluan. Tanpa dipikir lebihjauh, terus dia
mengeluarkan kata-kata yang begitu menusuk hati sang puteri.
Tapi pada lain saat, orang tua itupun jernih kembali pi kirannya. Sesaat dia tampak
bingung. Habis itu, dia segera menghampiri kudanya.
"Biarlah aku binasa bersama Asri!" serunya tiba-tiba sambil me-mutar 2 goloknya diatas kuda, lalu sambungnya pula: "Regu ke-tiga dan ke-4 dari Hek Ki, mari ikut aku!"
Saat itu, ke 2 regu barisan itu sudah selesai menukar kuda. Mereka segera mengikut
Bok To Lun. Di-tengah-tengah hu jan salju dan deru angin, berangkatlah ke 2 regu itu.
Melihat wajah Ceng Tong puCat, Ah In merasa kasihan. Dia menghiburnya: "Moaymoay,
ayah sedang kalut pikiran nya, sehingga tak tahu apa yang diuCapkan itu. Harap kau
jangan taruh dihati."
Sampai sekian lama Ceng Tong termenung tak dapat memberi jawaban. Kemudian
berkatalah ia: "Koko, pimpinlah pasukan Ang Ki yang berada disebelah timur. Aku akan menyambut ayah."
"Tapi kau begitu lelah, baik mengaso dulu. Biar aku sa ja yang menyambutnya."
"Tidak, aku saja" seru Ceng Tong tetap.
Begitulah nona itu segera pimpin regu ke 2 dari Hek Ki. Dengan begitu, yang masih
tinggal diperkubuan orang Ui, hanyalah kira-kira tiga 00 orang. Mereka adalah serdadu 2 yang terluka. Limabelas ribu orang Ui, dikerahkan kemedan pertempuran pemua,
Baik menengok pada Sim Hi, boCah itu larikan kudanya keras-kerasuntuk kembali pada
rombongan Tan Keh Lok. Meno bros dalam daerah pengepungan, ternyata tentara Ceng
itu seperti membiarkan saja. Hanya beberapa puluh anak panah yang dilepaskan, dan
ini sudah tentu dapat dihindari Sim Hi. Ketika dekat tiba ditempat rombongan, Ciang Cin segera menyambutnya dengan gembira.
"Sim Hi, kau sudah kembali?" teriak sibongkok itu. Tapi boCah itu tak menyahut. Begitu turun dari kuda, dia telah tuntun binatang itu masuk kedalam lubang perlindungan.
Ramai 2 orang-orang itu menanyakan, tapi Sim Hi segera numprah ditanah dan
menangis keras-keras.
"Yangan nangis, sudahlah, bagaimana"!" tanya Ciu Ki.
"Ah, apa yang harus ditanyakan padanya. Hwe Ceng Tong tentu tak mau mengirim
pasukan," kata Thian Hong.
"Ya, aku sudah berlutut dihadapannya dan menjura ...... dengan sangat minta 2 .........
tapi sebaliknya, ia mendamprat aku ............"
Kata Sim Hi itu terputus-putus karena sesenggukan. Dan habis itu, kembali dia
menangis gerung 2. Semua orang terpaku diam.
Melihat itu, Hiang Hiang KiongCu segera menanyakan pada Tan Keh Lok, tapi yang
belakangan ini karena tidak menginginkan Hiang Hiang berduka, ia memberi penyelas
an lain, katanya: "Tadi dia sudah keluar, tapi sampai setengah hari, tak bisa menembus kepungan musuh."
Hiang Hiang menjadi kasihan, lalu diambilnya saputa ngannya diberikan pada Sim Hi,
siapa terus menyambutinya. Tapi ketika akan dipakainya untuk mengusap, tiba-tiba dia endus bebauan yang sangat harum. Tak berani dia memakainya. Buru-buru ia pakai
lengan bajunya, mengusap air mata dan ingusnya. Setelah itu, saputangan tadi
dikembalikan pada yang punya.
"Kita terkepung tak dapat keluar, Suko, bagaimana pen dapatmu?" tanya Thian Hong
kemudian pada Bun Thay Lay. Thay Lay heran mengapa "Khong Beng" itu tanya pen-
dapat padanya, bukan pada Tan Keh Lok. Tapi setelah merenung sebentar, tahulah ia
apa maksud Thian Hong itu. Sahutnya: "Congthocu, kau bawalah nona ini naik kuda
putih dan lekaslah menobros keluar!"
"Hanya kita ber 2?" menegas Keh Lok.
"Benar! Untuk keluar semua, terang tak mungkin. Kau mempunyai tugas besar. Selain
saudara-saudara dari HONG HWA HWE memerlukan pimpinanmu, pun tugas
membangunkan rakyat Han, terletak dipundakmu," sahut Thay Lay.
"Asal kau dapat lolos, kita akan mati dengan meram," ramai 2 Jun Hwa, Hi Tong dan
Ciu Ki ikut berkata.
"Kalau sdr. 2 binasa, masakah aku saja yang hidup?" kata Keh Lok dengan
bersemangat. "Congthocu, keadaan sudah keliwat mendesak. Kalau kau tidak mau, maafkan, kita
akan memaksamu," kata Thian Hong.
Keh Lok merenung sejurus, laki mengiakan. Kuda putih dituntunnya keluar. Setelah
memberi hormat pada sekalian orang, dia segera pondong Hiang Hiang keatas kuda.
Bahwa saat itu adalah saat mati atau hidup, tahulah semua orang. Hati masing-masing
penuh dengan perasaan terharu. Malah Lou Ping, sudah kucurkan air mata. Tapi
sebaliknya, seperti tak menghiraukan apa-apa, Keh Lok terus keprak kudanya.
Masih orang-orang HONG HWA HWE itu menaruh kekuatiran, jangan-jangan Congthocu
mereka tak berhasil menembus kepungan musuh. Karenanya, mereka sama Cemas.
Untuk menghibur, berserulah Bun Thay Lay keras-keras: "Kita disini, termasuk
Congthocu dan nona Ui itu, berjumlah sepuluh orang. Kini sudah berhasil membunuh
tujuh delapan puluh orang. Saudara-saudara, berapa lagi yang harus kita bunuh
sebelum kita meninggal?"
"Paling sedikit harus sepuluh0 orang!" sahut Lou Ping.
"Ah, tentara Ceng itu keliwat jahat, kalau sudah membunuh tiga 00 orang, baru puaslah kita," seru Ciu Ki.
"Baik, mari kita mulai menghitungnya," kata Bun Thay Lay.
"Aku menghendaki lima puluh0!" tiba-tiba Ciang Cin turut mengeluarkan suara.
Juga Jun Hwa yang tengah menjaga diatas, ikut berpaling dan berseru: "Kini kita tinggal delapan orang. Harga dari seorang enghiong HONG HWA HWE, harus sama dengan
sepuluh0 serdadu Ceng. Buktikanlah!"
Justeru saat itu, ada tiga orang serdadu musuh tengah merajap mendatangi. Jun Hwa
Cepat-cepat pentang busurnya, dan berhamburlah tiga batang anak panah.
"Satu, 2, tiga! Bagus Kiuya, bagus!" seru Sim Hi meng hitungnya.
"Begitulah! Untuk membinasakan kita, bukanlah hal yang mudah, harus musuh tukar
delapan00 d jiwa serdadu," demikian Hi Tong ikut berkata dengan bersemangat.
"Wah, makin berat sjaratnya. Kalau sampai tidak sejumlah itu, bukankah kita akan mati tak rela?" kata Thian Hong
"Kalau begitu, minta saja supaya Siang-ngoko dan liok-ko terlambat sedikit datangnya", tertawa Lou Ping.
Mendengar omongan itu semua orang tertawa geli. Kira-nya Siang He Ci dan Siang Pek
Ci itu mempunyai gelaran Hek Bu Siang dan Pek Bu Biang atau setan 2 gentajangan
hitam dan putih. Menurut Cerita, kalau orang mati, setan 2 itulah yang menawan
nyawa. Dalam menghadapi maut itu, kedelapan orang itu masih tetap gembira. Sebenarnya Sim
Hi merasa takut, tapi demi dilihatnya sekalian sama berCanda, iapun bersemangat, pi
kirnya: "Kongcu adalah seorang enghiong sejati. Tak boleh aku membikin malu
padanya." Ciang Bongkok ter-tawa 2 seperti orang gendeng. Dengan berjumpalitan dia berteriak:
"Ha, hari ini aku hendak bertamasja kesjorga. Biarlah kuCari pengiring delapan00 orang dulu!"
Tiba-tiba disebelah atas, Jun Hwa menegur dengan bengis: "Siapa itu"!"
"Mengapa tak bulatkan saja jumlahnya menjadi sepuluh00?" sahut satu suara.
"Astaga! Kau, Congthocu, mengapa balik"!" tanya Jun Hwa dengan kaget.
Loncat kedalam lubang, berkatalah Tan Keh Lok dengan tertawa: "Setelah kuantarkan
ia, sudah tentu aku harus kembali kemari. Bukankah dahulu waktu Lauw Pi, Kwan Kong
dan Thio Hwi telah mengangkat sumpah akan mati pada hari, bulan dan tahun yang
sama" Sayang mereka tak dapat laksanakan sumpah itu. Sebaliknya kita, sembilan
persaudaran ini, akan dapat mewujudkan sumpah kita."
Melihat sang ketua berkeras begitu, semua orangpun tak dapat berbuat apa-apa.
Karena perCuma saja akan membujuknya, maka merekapun berseru dengan girang:
"Bagus, kita akan mati pada hari, bulan dan tahun yang sama. Bahagialah kematian
itu!" "Sim Hi, saudara yang baik! Mulai sekarang jangan kau panggil aku Siaoya lagi. Kau
adalah Capgo-te kita!" kata Keh Lok.
"Tepat sekali!" sahut sekalian orang.
Sim Hi terharu sekali. Dia menangis tersedu-sedu.
Salju dalam lubang itu menebal sampai beberapa dim. Sambil membuanginya keluar,
jago HONG HWA HWE itu tetap ber Canda.
"Wah, kalau saat ini ada arak, betapakah bahagianya!" kata Thian Hong.
"He, kau mau menggoda aku, ja?" teriak Ciu Ki dengan mata melotot.
Semua orang tertawa.
Hi Tong tampak melonggong. Tiba-tiba dia berkata kepada Bun Thay Lay: "Suko, aku
mempunyai suatu urusan yang menyakiti hatimu. Tak dapat kubawa hal itu sampai
meninggal!"
"Apa?" tanya Bun Thay Lay.
Tanpa tedeng aling 2 lagi, Hi Tong segera tuturkan per buatannya yang kurang senonoh terhadap Lou Ping ketika lolos dari Thiat-tan-Hung dulu itu.
"Untuk menebus kesalahanku itu, aku masuk menjadi hweshio. Suko, sukalah kiranya
kau memaafkan?" akhirnya ia bertanya.
Tertawalah Bun Thay Lay keras-keras.
"Sipsute, kau kira aku tak ketahui hal itu" Bukankah aku tetap memperlakukan kau
tanpa ada perubahan apa-apa" En somu tidak bilang apa-apa, tapi akupun dapat
mengetahuinya sendiri. Bahwa orang muda itu sering menurutkan hatinya berbuat
kesalahan, itu Cukup kumaklumi. Karenanya, siang 2 aku sudah memaafkan padamu,
mengapa perlu kau minta maaf lagi?" demikian sahutnya.
Mendengar hati yang jantan dari Pan Lui Hiu itu, kagumlah semua orang. Tapi
sebaliknya, Hi Tong sendiri, merasa malu dan amat terharu.
"Sipsute, yang lalu biarlah lalu, tak usah kau diungkit-ungkit lagi. Tapi ada suatu hal yang membikin aku tak senang," kata Lou Ping dengan tertawa.
Hi Tong melengak, bertanya ia dengan berbisik: "Apakah itu?"
"Kau adalah seorang hweshio, kalau pulang, tentu Ji Lay Hud akan menyambut ke
Gembira Loka. Sebaliknya, kita berdelapan ini, akan ditahan ditempat Siang-ngoko dan liok-ko. Hal ini, bukankah menjalani sumpah persaudaran kita: senang sama-sama
dirasakan, susah sama diderita!" ujar Lou Ping.
Kembali menCetuslah gelak tertawa orang-orang itu.
Hi Tong serentak menCopot jubah suCinya, katanya tertawa: "Bahwa hari ini aku telah
membunuh jiwa, adalah melanggar pantangan. Buddha yang maha murah, mulai saat
ini TeCu akan lepaskan pertapaan, rela bersama-sama sekalian saudara dineraka, tak
ingin menikmati kesenangan seorang diri di Gembira Loka!"
Semua orang bertepuk tangan memuji.
Tepat dengan tepukan itu, Jun Hwa dan Sim Hi berteriak. Ramai 2 orang HONG HWA
HWE itu naik keatas. Dibawah sinar rembulan yang menaungi hujan salju, tampak
seorang berpakaian putih menuntun seekor kuda putih tengah mendatangi. Dia
bagaikan dewa sedang melayang dimega putih.
Pertama, adalah Tan Keh Lok yang menjadi terperanyat. Buru-buru dia lari
menyambutnya. "He, mengapa kau tinggalkan aku seorang diri?" tanya orang itu yang bukan lain adalah Hiang Hiang KiongCu.
"Aku ingin supaya kau pulang, karena aku bersama beberapa saudara ini tengah
menunggui maut!" kata Keh Lok membanting kaki.
Hiang Hiang KiongCu kucurkan air mata.
"Kalau kau binasa, apakah aku suka hidup lagi" Tidakkah kau mengetahui isi hatiku?"
katanya saju. Tan Keh Lok tersentak.
"Baik, mari kita ber-sama-sama pulang!" katanya kemudian. Dan Hiang Hiang
dituntunnya masuk kedalam lubang lagi. "Lekas! Mereka akan menghujani panah!" seru
Jun Hwa. Jilid 30 SETIAP Hiang Hiang menyanyikan satu bait, Keh Lok lalu menterjemahkannya.
Memangnya ia seorang sastrawan, karenanya, dapatlah dia memilih kata-kata yang


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

indah. Sehingga nyanyian itu bagus sekali maksudnya.
Tentang arti daripada nyanyian Hiang Hiang itu, ada sebuah Cerita begini:
Dikerajaan Khuyan, raja mempunyai seorang puteri Cantik yang diberi nama Yohana.
Puteri ini sejak kecil, sudah mengikat janji dengan Tahir, putera perdana menteri.
Belakangan karena perdana menteri itu difitenah, dia Hwa.
UNTUNG ke 2 orang muda itu sudah berada didekat lubang, karena pada saat itu,
tentara Ceng kembali meng hujani panah.
"CongthoCu, sebenarnya hendak kupersalahkan kau, tapi ternyata aku yang salah," kata Ciu Ki.
"Tidak kunyana enci Ceng Tong sedemikian kejam hatinya, dan tak kuduga pula,
adiknya begini mengasihimu! Yangan kata ia seCantik bidadari, sekalipun jelek bagai
iblis, kalau hati budinya sedemikian tulusnya, tentu aku Cinta padanya," ujar Ciu Ki.
Tan Keh Lok tertawa. Ada sahabat, ada kekasih, sekalipun mati, puaslah.
"Oho makanya kau begitu menyintai Chit-ko, kiranya dia itu berhati baiklah!" Lou Ping menggoda.
"Memang. Biarpun rupanya jelek, tapi hati budinya baik," sahut Ciu Ki.
Dipuji sang isteri dihadapan orang banyak sekali Thian Hong puas hatinya.
Mengetahui keadaan semua orang sudah putus harapan, Hiang Hiang KiongCu
menyatakan akan menyanyi untuk menghibur semua orang, Keh Lok segera bilang
setuju, maka menyanyilah puteri Ui itu dengan suaranya yang merdu:
"Thiat-hun-kwan ditepi sungai Merak, pohon-pohon Mu pada ke 2 tepiannya menjulur
kepermukaan air. Diatas punCak gunung nan tinggi, terdapat sebuah kuburan, ah,
disitulah kuburan Tahir dan Yohana."
dihukum mati oleh raja. Selanjutnya raja melarang pu terinya menikah dengan Tahir.
Maksudnya, akan dinikahkan dengan ksatria hitam, putera dari dorna yang memfitenah
ayah Tahir, dan yang kini dijadikan P.M. baru. Untuk men jauhkan hubungan dengan
puterinya, Tahir dimasukkan kedalam peti dan dihanyutkan di Khong-jiok-ho atau
sungai Merak. Beruntung peti itu dapat ditemu oleh puteri dari raja negeri tetangga
yang kebetulan sedang pesiar dengan perahu.
Oleh raja disitu, karena Tahir ternyata seorang pemuda yang gagah dan pintar, ia akan dipungut jadi mantu raja. Selanjutnya akan dinobatkan menjadi raja untuk meng
gantikannya. Tapi ternyata Tahir menolak.
"Harta benda, tahta kerajaan ditambah pula dengan puterimu, masih tak nempil dengan
ujung jari dari Yohana," demikian kata Tahir.
Raja menjadi gusar, Tahir dipenjarakan. Tapi untung, dia dapat melarikan diri dan
kembali kedalam negeri asalnya. Pada waktu itu, karena sangat merindukan sang
kekasih, Yohana jatuh sakit. Ayahnya membuat surat palsu dari Tahir untuk
menghiburnya. Dan betul juga, Yohana sembuh. Tapi kembali ayahnya memaksanya
untuk menikah dengan Hek Enghiong atau ksatria hitam.
Rakyat ternyata sangat mencintai puteri itu. Mereka mengirim hadiah pemberian
selamat, sebuah peti besar. Dengan berlinang-linangair mata Yohana membukanya.
Ternyata isinya bukan lain adalah Tahir..............."
Menyanyi sampai bagian ini, Hiang Hiang terpaksa berhenti, karena Lou Ping dan Ciu Ki menyela bertepuk tangan. Kemudian ia melanjutkannya lagi:
"Hek Enghiong menobros masuk. Timbul ah pertarungan pedang antara Tahir dengan
Hek Enghiong, dengan berakhir yang belakangan menemui ajalnya. Tapi Tahirpun
ditangkap oleh raja dan dihukum jiret leher. Puteri Coba mintakan ampun, tapi raja
yang sedang gusar itu, segera membunuh puterinya itu. Rakyat berpawai menggotong
jenazah ke 2 pasangan setia itu, dengan me-nyanyi 2 sepanyang jalan."
Hiang Hiang menirukan nyanyian penguburan itu dengan nada yang mengharukan
sekali. Sekalipun Lou Ping dan Ciu Ki tak tahu maksudnya, namun mereka pun kuCurkan
air mata saking terharu.
Suasana hening sesaat. Tiba-tiba Jun Hwa tertawa keras dan berteriak: "Kawan-kawan , lihatlah kemari!"
Ketika sudah diatas, semua orang sama melihat bagaimana enam-tujuh serdadu Ceng
ber-kaok 2, tapi tak dapat bergerak. Kiranya kawanan serdadu itu menyelinap hendak
Pendekar Riang 13 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Bukit Pemakan Manusia 5
^