Pedang Dan Kitab Suci 17

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 17


membokong. Hal itu diketahui oleh Jun Hwa, namun dibiarkan dulu sampai dekat, baru
akan dihajar. Tapi setelah mereka mendengar suara nyanyian Hiang Hiang KiongCu,
hati mereka tergonCang tak tenteram. Mereka tengkurep untuk mendengarkannya.
Dalam hujan salju sedemikian itu, sekejap saja, badan mereka, telah terpendam salju.
Nyanyian selesai, mereka menCoba untuk bangkit, tapi ternyata sukar. Karena hawa
keliwat dingin, tak lama kemudian kawanan serdadu itu, mati kaku terbenam salju.
Juga rombongan orang 2 HONG HWA HWE itu hampir tak kuat menahan dingin. Sim Hi
mengambil sebongkok anak panah, lalu dibakar untuk pemanas badan. Lou Ping
mengawasi Hiang Hiang KiongCu dengan terkesima...............
Kembali pada kejadian sewaktu Ciauw Cong disekap oleh keempat raksasa persaudaran
Ho Lun. Andaikata Tiau Hwi tidak keluar, tentu masih belum dilepaskan.
Saking gusarnya, begitu lepas, Ciauw Cong segera menghantam Ji Houw. Hampir
siraksasa ke 2 itu pingsan, karena separoh giginya rompal. Keempat saudara itu marah dan serentak menyerbu maju pula. Tiau Hwi mendamprat nya, baru mereka mundur.
"Tiau-Ciangkun, baginda mengutus aku kemari untuk 2 perkara. Pertama untuk
membawa gadis itu kekotaraja," kata Ciauw Cong segera.
"Thio-tayjin belum pernah kemari, mengapa mengenal nya?" sahut Tiau Hwi.
"Orang Ui telah mengirim sepasang vaas giok selaku minta damai. Hok-thongleng
perlihatkan benda itu padaku, maka kudapat mengenalnya," tutur Ciauw Cong.
Tiau Hwi mengelah napas.
"Orang laki 2 pengawalnya tadi, bukannya orang Ui. Dialah benggolan dari perkumpulan HONG HWA HWE" kata Ciauw Cong pula.
"Apa" Mengapa dia kemari?" tanya Tiau Hwi kaget.
"Baginda menyuruhnya ambil beberapa barang. Dan aku ditugaskan, begitu dia sudah
ditengah perjalanan, supaya membunuhnya. Karena baginda kuatir barang itu betul-
betul ada padanya. Kini ke 2 orang itu sudah lolos, sungguh sayang sekali," Ciauw Cong tepuk 2 pahanya dan mengelah napas.
"Ah, Thio-tayjin tak perlu gegetun. Untuk ke 2 utusan itu, telah kusiapkan jaringan.
Akan kujadikan mereka ber 2 sebagai umpan, untuk menjaring "ikan besar". Kalau
baginda menghendaki ke 2nya, itulah bagus, sekali tepuk 2 lalat," kata Tiau Hwi
dengan tertawa.
"He, bilanglah pada Tek-Ciangkun, tak boleh membunuh ke 2 utusan itu. Dan sekarang
"thiat-kah-kun" boleh keluar, sembunyi dike 2 samping," perintah Tiau Hwi pada seorang pengawalnya.
Pengawal itu melakukan dengan segera.
"Karena ke 2 utusan itu orang 2 penting, fihak Ui tentu akan kirim balabantuan. Begitu mereka datang, pasukanku "thiat-kah-kun" akan menjepitnya begini!" kata Tiau Hwi
sembari ke 2 tangannya menCakup ketengah. "Masakan mereka masih bisa bernyawa?"
katanya menambahkan dengan tertawa.
"Aha, Ciangkun pandai sekali menggunakan siasat. Maka tak heran kalau baginda
menaruh keperCajaan besar pada Ciangkun. Untuk setiap tugas yang penting, tentu
Ciangkun yang diserahi," kata Ciauw Cong.
Tiau Hwi gembira puas. Tertawalah dia dengan ter-kekeh 2: "Selama ini, orang Ui
memang liCin. Sengaja mereka main ulur waktu. Tapi kali ini, begitu induk kekuatannya hanCur, sisanya mudahlah."
"Untuk jasa besar itu, kedudukan raja muda, kiranya bukan barang yang mustahil bagi
Ciangkun," Ciauw Cong memuji.
"Tayjin legakan hati saja. Aku tentu tak lupa akan jasa tayjin," jawab Tiau Hwi.
Kembali Tiau Hwi titahkan orangnya supaya mengatur persiapan yang perlu. Kali ini, dia kerahkan tigapuluh ribu tentara pilihan, sekali gebrak akan menghanCurkan induk
pasukan Uigor. Kini kita tinggalkan ke 2 pembesar Ceng yang tengah di mabuk hajal kemenangan besar
itu, untuk menengok keadaan Tan Keh Lok dan Kawan-kawan nya. Dengan melawan
hawa yang menggigit tulang, mereka menjaga semalam suntuk.
Keesokan harinya, hawa kembali hangat, sekalipun salju masih turun.
Kata Thian Hong: "Mari kita naik keatas, mungkin musuh akan menyerang lagi."
Selain Hiang Hiang, kesembilan orang gagah itu, siap dengan busurnya. Udarapun
makin terang. Tapi ternyata pihak Ceng hanya melepas beberapa anak panah, dan tidak
melakukan gerakan apa-apa.
Tiba-tiba teringatlah Thian Hong akan sesuatu. Buru 2 dia tanya Sim Hi: "Apa saja yang ditanyakan nona Ceng Tong padamu?"
"Ia bertanya, berapa jumlah musuh yang mengepung kita. Pula ditanyakan, apakah
pasukan thiat-kah-kun musuh keluar tidak?"
"Bagus, kita ketolongan!" tiba-tiba Thian Hong berteriak kegirangan.
Kawan-kawan nya memandangnya dengan heran.
"Ah, aku memang orang bodoh, kenapa menduga jelek pada nona Ceng Tong. Ia
ternyata lebih Cerdik dari aku," kata Thian Hong sendiri.
"Jelaskanlah!" bentak Ciu Ki karena mendongkol.
"Kalau pasukan thiat-kah menyerbu kemari, apakah kita bisa hidup?" tanya Thian Hong.
"Ya, aneh juga, kenapa musuh tidak menyerang?" jawab Ciu Ki.
"Sekalipun tidak usah thiat-kah-kun, kalau sekarang pasukan musuh yang berjumlah
ribuan itu menyerbu, apakah kita kesembilan orang ini bisa bertahan?" kembali Thian
Hong bertanya. "Ya, benar. Mereka sengaja belum mau menyerang, agar fihak Ui kirim bantuan. Tapi
nona Ceng Tong sudah dapat mencium bau, maka ia tak mau masuk perangkap" sela
Keh Lok tiba-tiba.
"Dan kalau tak masuk perangkap, kita kan Celaka?" kata Ciang Cin.
"Tidak!"Ia tentu punya daya lain", sahut Keh Lok.
"Nah, memangnya aku tak perCaja CiCi Ceng Tong begitu jahat", Ciu Ki tertawa.
Dengan lega hati, orang 2 itu masuk kembali kedalam lubang. Hanya Hi Tong dan Sim
Hi yang masih menjaga diatas.
Kini diCeritakan halnya Horta, utusan orang Boan itu, sudah tiba dan menghadap Tiau
Hwi. Melawan janjinya pada Ceng Tong, dia tuturkan keadaan tentara Ui semua.
Akhirnya, bagaimana dia kalahkan Ceng Tong, pun tak lupa ditonjolkan.
"Bagus, kali ini besar jasamu," Tiau Hwi memujinya.
Namun Ciauw Cong ternyata berpandangan lain, tiba-tiba ia melangkah maju, terus
memegang tangan kanan Horta, katanya: "Selamat, Ho-tayjin!"
Seketika wajah Horta berobah meringis kesakitan. Buru 2 dia tabaskan tangan kirinya
pada tangan Ciauw Cong.
Ciauw Cong Cepat gentak tangan Horta kebelakang, maka terhuyung-huyunglah orang
Boan itu sampai delapan tindak jauh nya. Kalau dia terlambat pasang kuda 2, tentu ia sudah mencium tanah.
Horta terkejut berbareng gusar. Sekali Cabut, ia siap dengan goloknya. Namun ia tak
berani bergerak sembarang an, dan mengawasi isyarat Tiau Hwi. Juga Ciangkun ini tak
kurang kagetnya. Sedikitpun dia tak mengerti maksud Ciauw Cong.
Tiba-tiba Ciauw Cong menghampiri Horta dan serunya: "Harap Ho-tayjin yangan
marah!" Kemudian berpaling kearah Siu Hwi, dia menerangkan: "Tiau-Ciangkun, kukuatir laporan Ho-tayjin itu palsu!"
Horta bukan kepalang marahnya, teriaknya keras-keras: "Aku sudah teken mati ikut
pada Ciangkun. Kau ini orang ma Cam apa, berani omong tak keruan!"
"Memang aku tak berani menuduh Ho-tayjin melapor palsu. Yang kumaksudkan, orang
Ui itu menyelomoti Tayjin dengan keterangan buatan," kata Ciauw Cong.
"Bagaimana Thio-tayjin mengetahuinya?" tanya Tiau Hwi.
"Tadi Ho-tayjin mengatakan, dia dapat tundukkan Hwe Ceng Tong. Nona itu, benar aku
belum pernah berhadapan. Tapi ia adalah murid dari "Thian-san Siang Eng", tentunya
lihai. Dari keterangan sahabat kalangan piauwkiok, Giam Se Ciang, itu iblis no. enam dari Kwantong Liok Mo telah binasa ditangannya. Dengan orang she Giam, pernah aku
bertemu di Pakkhia. Bukan hendak meremehkan, tapi kepandaian Giam Se Ciang itu ada
lebih tinggi dari Ho-tayjin ini!"
"Oh, jadi Tayjin tadi telah menjajalnya!" kata Tiau Hwi.
"Sukalah Ciangkun memaafkan kelanCanganku tadi," sahut Ciauw Cong.
"Meskipun kepandaianku Cetek, tapi masa tak dapat mengatasi anak perempuan
semaCam dia" Taruh kata ia pura-pura kalah, masa aku tidak mengetahuinya," teriak
Horta marah-marah.
Ciauw Cong tak mau meladeni. Tapi diam-diam dia berkata dalam hati: "Memang orang
semaCam kau Ini, mungkin kena dikelabuhi".
"Ia sengaja melepaskannya, apa maksudnya" Ha, tentu supaya aku mengetahui Cara ia
mengatur bala bantuan. Hm, ia kirim 2 ribu pasukan penolong, dan 2 ribu tentara yang menyambutnya".
Demikian Tiau Hwi berkata seorang diri. Dia berjalan kian kemari, memikirkan
jawabannya. Tak lama kemudian, kedengaran dia berkata: "Kalau itu benar suatu
siasat, ia tentu tidak hanya kirim 2 ribu orang. Ia maukan aku nanti hanya sediakan tiga-empat ribu tentara untuk menyambutnya. Hal yang sebenarnya, ia akan kirim lima-enam ribu tentara, mungkin malah tujuh-delapan ribu, untuk meng hanCurkan
pasukanku".
"Pandangan Tiau-Ciangkun luas sekali. Memangnya tentu begitu", kata Ciauw Cong.
"Tapi sekalipun mereka datang semua, paling banyak sekali hanya lima atau enambelas
ribu orang. Dengan pasukan empatpuluh ribu serdaduku mudahlah kita menCari
kemenangan."
Habis berkata begitu, Tiau Hwi suruh Horta perintahkan agar "thiat-kah-kun", juga
dikeluarkan. "Bahwa untuk merebut kemenangan, adalah sudah pasti. Cuma saja kuharap dalam
kekaCauan nanti, yanganlah ke 2 orang yang dikehendaki baginda itu sampai binasa
atau iolos. Baginda tentu akan murka sekali jika itu ter jadi", ujar Ciauw Cong.
"Lalu bagaimana pendapat Thio-tayjin?" tanya Tiau Hwi.
"Menurut pendapatku, lebih baik sekarang tangkap dulu orang 2 itu dan dibawa kemari.
Tapi biarlah pasukan tetap pura-pura mengepung, agar orang 2 Ui mau datang," kata
Ciauw Cong. "Baiklah, Tayjin boleh bawa lima puluh0 thiat-kah-kun kesana," segera Tiau Hwi
mengatur. "Mereka hanya sembilan orang rasanya bawa sepuluh0 orang saja Cukuplah!"
Segera Tiau Hwi keluarkan lengCi, dan berangkatlah Ciauw Cong kesana.
Sampai didekat lubang, belasan anak panah segera me nyambutnya. Tiga serdadu thiat-
kah kena terpanah muka nya, terus terjungkal dari kudanya. Ciauw Cong berteriak
keras-keraspimpin penyerangan.
"He, thiat-kah-kun datang! Apa aku keliru menduga?" kata Thian Hong.
"Ya, bangsat Ciauw Cong yang memimpinnya!" tiba-tiba Jun Hwa berseru.
Teringat akan kematian ngenas dari Suhunya, mata Hi Tong ber-api 2. Serentak lonCat
keatas, dia terus serang Ciauw Cong dengan kim-tioknya.
Bukan main terperanjatnya Ciauw Cong. Sampai sekian saat, dia termangu-mangu
mengawasi sipenyerangnya, seorang hweshio bermuka jelek yang bergaja aliran Bu
Tong Pai. Menyusul, Jun Hwa ikut menyerang dengan sepasang siangkaonya. Baru kini Ciauw
Cong layani ke 2 anak muda itu.
Ditilik dari ilmu silat, Ciauw Cong jauh lebih kuat. Namun disebabkan kenekadan ke 2
lawannya itu, lebih 2 Hi Tong yang bertekad bulat akan membalaskan sakit hati su
hunya, maka pertempuran menjadi berimbang.
Saat itu, Berpuluh-puluh serdadu thiat-kah, sudah ikut menyerbu. Keh Lok, Bun Thay
Lay, Thian Hong, Ciang Cin, Lou Ping dan Sim Hi lonCat keluar menyambutnya.
Sepasang kampak si Bongkok Ciang Cin, meneryang dengan serunya, tapi pakaian baju
dari pasukan thiat-kah itu tidak tertembuskan. Malah hampir saja dia sendiri kena
tertusuk tombak musuh.
Tidak banyak sekali berbeda, adalah Lou Ping, Sim Hi dan Thian Hong. Betapa hebat
mereka mengamuk, tapi seorangpun tak dapat melukai musuhnya.
Juga tabasan dari Bun Thay Lay, terpental balik. Saking gemasnya, dia lempar
senjatanya, terus menyerang dengan tangan kosong. Seorang serdadu thiat-kah Coba
menusuk dengan tombaknya, tapi kena ditarik oleh Bun Thay Lay, terus dibetotnya.
Begitu terampas, dia terus sodokkan ujung gagang tombak kemuka lawan. Hebat!
Senjata itu berba lik makan tuan, menyusup masuk kedalam otak.
"Awas, belakang!" tiba-tiba Lou Ping menjerit.
Bun Thay Lay tidak gugup. Memang dia berasa ada sam beran angin dari belakang.
SeCepat kilat, tangannya kiri dikaitkan kebelakang, dan tombak dari sipenyerang itu ter-kempit dalam ketiaknya. Sedang sebelah tangannya lagi, menarik tombak yang masuk
kedalam muka korbannya tadi, untuk kemudian berputar kebelakang terus
melemparkan tombak itu kemuka sipenyerangnya yang baru itu. Kembali sebuah
pemandangan yang mengerikan! Ujung tombak, masuk kedalam mulut, keluar dari
tengkuk belakang.
Demikianlah kalau Pan-lui-Chui, sedang mengganas. Kini dia gunakan sepasang tombak
untuk mengamuk lagi. Dalam sekejab saja, sudah ada sembilan orang serdadu thiat-kah
yang termakan mukanya.
Tan Keh Lok tidak membekal senjata, keCuali 2 batang Cambuk kuda.
"Sim Hi, Ciang-sipte, ikutlah aku!" teriaknya.
Tapi ajakannya itu, disambut dengan tusukan tombak dari seorang serdadu thiat-kah.
Tan Keh Lok egoskan tubuh,
menghindar. Cambuk ditangan kiri disabetkan untuk meng gubat ke 2 kaki siserdadu.
Sekali tarik, terpelantinglah serdadu itu.
"Sim Hi bukalah topinya!" seru Keh Lok.
Topi dan pakaian serdadu itu terbuat daripada besi baja, dan berat sekali. Maka begitu jatuh, sukarlah serdadu itu akan berbangkit. Sim Hi sangat linCah. Sekejab saja dia
sudah loloskan topi baja siserdadu. Dan sekali si bongkok mengajun kampaknya,
hanCurlah kepalanya.
Demikianlah tiga serangkai itu, berkelahi dengan Caranya yang istimewa. Tan Keh Lok
yang mainkan Cambuk menggantol kaki, Sim Hi yang melolos topi dan si Bongkok yang
menghabiskan jiwanya. Juga Cara ini sangat berhasil. Delapan atau sembilan serdadu
dapat dibinasakan dalam sekejab.
Sisa dari kawanan serdadu thiat-kah itu, Copot nyalinya. Diamuk oleh Bun Thay Lay dan dijirat Tan Keh Lok, mereka berteriak sembari mundur.
Adalah disaat itu Jun Hwa dan Hi Tong sudah kewalahan menghadapi permainan "jwan-
hun-kiam" dari Ciauw Cong. Buru 2 Thian Hong maju membantu. Melihat anak buahnya
lari semua Ciauw Cong perhebat desakan. Begitu ketiga lawannya mundur, iapun lalu
tinggalkan mereka.
Bun Thay Lay hendak mengejar, tapi disambut dengan hujan panah oleh pasukan Ceng.
"Lekas kemari!" tiba-tiba Lou Ping berteriak dengan kuatir terus lonCat masuk kedalam lubang. Kawan-kawan nyapun segera mengikut.
Ternyata disitu Ciu Ki tengah mengadu jiwa dengan 4 orang serdadu. Nampaknya
sangat keripuhan sekali. Ram butnya terurai, mukanya berlepotan darah dan lumpur.
Disaat Kawan-kawan nya bertempur dengan serdadu thiat-kah tadi, diam-diam keempat
serdadu Ceng itu menyelinap masuk kedalam lubang. Karena sempit, serdadu 2 tidak
dapat menggunakan tombak, dan hanya pakai golok.
Gusarnya orang 2 HONG HWA HWE itu tak terkira. Mereka berbareng menyerbu. Lou
Ping dapat menikam seorang, Jun Hwa seorang, sedang Bun Thay Lay dapat menerkam
2 orang. Terus dibenturkan kepalanya satu sama lain, hingga peCah.
Thian Hong buru 2 menolong isterinya. Ternyata Ciu Ki mendapat luka lagi 2 kali,
ditangan dan pundaknya. Hiang Hiang KiongCu robek pakaiannya buat balut luka itu.
"Tiau Hwi mengurung kita disini, supaya fihak Ui kirim bantuan. Ini tentu gara 2 Ciauw Cong, maka mereka akan menangkap kita," kata Thian Hong.
"Tadi dia mundur tentu masih penasaran. Rasanya akan membawa anak buahnya
datang lagi," ujar Keh Lok.
"Mari kita gali lagi lubang perangkap, untuk tangkap bangsat itu," usul Thian Hong.
Untuk membekuk Ciauw Cong, adalah menjadi idam 2an setiap Anggota HONG HWA
HWE Menuruti petunjuk Thian Hong, mereka membuat sebuah lubang disebelah utara.
Diatasnya, bertutupkan salju setebal setengah meter, tapi didalamnya merupakan
lubang. Sedikitpun tak kelihatan.
"Kalau bangsat itu munCul lagi, CongthoCu harus me mikatnya supaya datang kemari,"
pesan, Thian Hong.
Tepat pada waktu itu, Ciauw Cong benar-benar datang dengan sepasukan serdadu
thiat-kah-kun lagi. Karena bermula dia sudah omong besar pada Tiau Hwi hanya akan
membawa seratus orang, maka apa boleh buat, kini dia hanya, kumpulkan lagi sisa
anak buahnya itu, terdiri dari beberapa puluh orang saja. Mereka kini memakai perisai.
Berturut-turut Jun Hwa lepaskan anak panah, semua kena ditahan perisai mereka. Maka
dengan tertentu, kini mereka dapat tiba, dimuka lubang.
Tiba-tiba Tan Keh Lok lonCat keluar, serunya pada Ciauw Cong: "Mari kita putuskan,
siapa yang kalah dan menang."
Melihat ketua HONG HWA HWE itu tak membekal senjata, Ciauw Cong lalu lempar
senjatanya. "Baik. Hari ini kita selesaikan benar-benar!" sahutnya.
Demikianlah ke 2nya segera bertarung dengan tangan kosong. Tan Keh Lok keluarkan
ilmu silatnya "peh-hoa-joh-kun." Sedang Ciauw Cong gunakan ilmu silat tangan kosong
dari Bu Tong Pai yang lihai, jakni "bu-kek-hian-kong-kun."
Bun Thay Lay, Thian Hong, Ciang Cin, Jun Hwa, Hi Tong dan Sim Hi berenam lonCat
keluar. Pertempuran segera peCah dengan hebat. Tan Keh Lok terus main mundur-
mundur. Pelan tapi tentu, dia mendekati lubang dibawah salju. Dua langkah lagi, Ciauw Cong pasti akan terperosok masuk.
Dalam saat yang genting itu, tiba-tiba ada seorang serdadu thiat-kah menyerbu. Cepat menginjak diatas salju tadi, menjeritlah dia keras-kerasterus terperosok masuk. Hanya je ritan seram yang terdengar. Orang 2 menduga, tentulah itu Lou Ping yang tengah
menghabiskan jiwa siserdadu. Memang nyonya itulah yang siap menunggu dibawah.
Ciauw Cong terkesiap. Sebaliknya kini Tan Keh Lok berlaku nekad. Dia maju menubruk
lawannya, menyikapnya keras-kerasuntuk didorong kedepan. Tapi orang she Thio itu
sudah pasang kuda 2, kokoh bagaikan terpaku ditanah. Dia gunakan tenaganya berbalik
mendorong. Begitulah Dua- 2nya, sama berkutetan. Yang satu tak dapat lolos, sedang
yang lain tak dapat mendorongnya.
Tiba-tiba ada 2 orang serdadu thiat-kah menusukkan tom baknya kepada Tan Keh Lok.
Thian Hong terkejut. Cepat dia lonCat maju. Dengan tongkat dia tolak ujung tombak,
kemudian dia dorong Keh Lok dan Ciauw Cong yang saling gumul itu kedalam lubang.
Ketika ke 2 serdadu itu tusukkan lagi tombaknya, dia lalu menghindar dengan
bergelundungan.
Jatuh kedalam lubang perangkap, ke 2 orang itu, Keh Lok dan Ciauw Cong, sama
terlepas. Lou Ping Cepat menghantam dengan goloknya, tapi dengan lihainya Ciauw
Cong dapat merebut senjata itu. Pikirnya, hendak dia hantam nyonya itu, tapi sebuah
tendangan yang dilunCurkan dari belakang oleh Tan Keh Lok, membuatnya batal.
Kini dia berbalik menyerang Keh Lok, siapa sembari mengegos kesamping, lalu menotok
jalan darah "im-si-hiat" dipaha lawan. Ciauw Cong Cepat tarik kakinya.
"Sret, sret, sret!" Tiga kali beruntun Lou Ping lepaskan hui-to, golok terbang. Karena sempitnya, orang tak dapat bergerak dengan leluasa. Tapi dalam saat-saat
berbahayanya itu, Ciauw Cong dengan gapah sekali dapat menghindari ketiga golok
terbang itu. "CongthoCu, sambutilah golok ini!" Lou Ping berseru, sembari lempar golok pada Tan
Keh Lok. Dengan gunakan ilmu golok "kim-kong-hok-houw-to-hwat," Keh Lok tempur Ciauw Cong


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang bersenjatakan golok pendek bolehnya merebut dari Lou Ping tadi.
Memang kepandaian ketua HONG HWA HWE itu, beraneka ragam. Dia dapat gunakan
segala maCam senjata. Tidak demikian dengan Ciauw Cong. Dia ini hanya tumpahkan
keyakinan nya pada ilmu pedang. Maka dalam hal adu senjata, dia agak kurang leluasa.
Baru belasan jurus, beberapa kali Ciauw Cong hampir kena, andaikata dia tak pakai
tangannya kiri untuk membantu dalam ilmu silat tangan kosong.
Sebaliknya, Lou Ping diam-diam menjadi girang. Sepasang golok "Wan-yang-to"-nya itu
belum pernah lolos dari tangannya. Kini masing-masing dipakai oleh 2 jago. Kalau dulu, ia anggap sepasang goloknya, satu panyang satu pendek, itu sama 2 lihai kegunaannya, sekarang baru tahulah ia, bahwa yang panyang itu ternyata lebih lihai dari yang pendek.
Ciu Ki siap dengan golok untuk melindungi Hiang Hiang KiongCu, yangan sampai Ciauw
Cong nanti main gila.
Mendadak Ciauw Cong lemparkan golok pendek yang dipegangnya itu keatas, lalu
serunya: "Mari kulayani kau dengan tangan kosong!" " Habis itu, tangan kanan, tangan kiri, susul menyusul merabu diantara gemerlapnya golok Tan Keh Lok.
"Sambut golok ini!" seru Keh Lok sambil lemparkan kembali golok kepada Lou Ping.
Berbareng itu, tangan kirinya menyerang dan menotok jalan darah "jiok-ti-hiat."
Gerakan dalam lubang sesempit itu, sangat terpanCang. Yangan kata hendak lonCat
kian kemari, atau maju mundur. Maka ke 2 lawan itu, tumpahkan seluruh
kepandaiannya. Mereka tak berani berlaku ajal. Justeru itu, dalam beberapa puluh jurus kemudian lantas dapat diketahui yang unggul dan yang kalah.
"Peh-hoa-joh-kun" dari Tan Keh Lok memang hebat. Tapi tak urung masih kalah
sempurna keyakinannya dengan
Ciauw Cong, begitu pula kalah tenaga. Dengan berlalunya sang waktu lebih lama, makin tampak dia tak dapat bertahan lebih lama.
Lou Ping Cemas. Hendak ia turun tangan membantu, tapi sukar untuknya melihat
kesempatan yang baik, karena asjik dan Cepatnya pertempuran itu. Kini makin nyata.
Tan Keh Lok dibawah angin.
Tiba-tiba Ciauw Cong kirim sebuah tendangan. Begitu lawan miring kekiri, dia susuli
dengan tonjokan tangan kiri. He batnya tonjokan itu bukan main, hingga menerbitkan
sam beran angin keras.
Dalam keadaan yang gawat itu, tiba-tiba disebelah atas ada orang berseru: "Awas thiat-tan!"
Ciauw Cong kaget, ia menarik balik tangannya dan buru 2 dekap kepalanya. Benar juga, sebuah benda bundar melayang datang. Ciauw Cong pernah rasakan betapa ngerinya
thiat-tan itu, dia menjadi berCekat dan diam-diam berpikir: "Mengapa situa itu datang"
Dari sebelah atas, tentu hebat sekali timpukannya itu."
Dia telah ambil putusan, tak mau menyambuti atau menghindar. Sekali enjot, dia
melesat tinggi keatas. "Bum"......
demikian suara thiat-tan menghantam lubang. Dan menyusul itu, Thian Hong lonCat
kedalam lubang.
Kiranya sejak Ciu Tiong Ing bermenantukan Thian Hong, dia turunkan ilmunya thiat-tan pada sang menantu. Thian Hongpun mejakirikannya dengan sungguh-sungguh. Dan kali
inilah untuk pertama kalinya dia menCoba kepandaian itu. Malah disertai meniru
bentakan dari mertuanya. Benar timpukannya itu tak berhasil, namun sedikitnya dapat
membikin kaget Ciauw Cong.
Ciauw Cong menyusuli lagi dengan sebuah enjotan, terus lonCat keatas. Tapi baru
kakinya menginjak tanah, sebuah samberan dan pukulan yang luar biasa dahsyatnya,
menyerang. Belum pernah, dia bertemu dengan pukulan sehebat itu. Cepat dia angkat
tangan kanan, dan berhasil menangkisnya, tapi dengan berbuat begitu, dia kembali
harus lonCat lagi masuk kedalam lubang.
"Siapa dia" Kepandaiannya tidak dibawahku," pikirnya dengan kerkejut.
Baru kakinya menginjak dibawah, seseorang telah me nyusul dan membentaknya
dengan suara menggeledek: "Penghianat busuk, masih kenal aku tidak?"
Seorang yang bertubuh tinggi besar, sikapnya gagah perkasa, berdiri dihadapannya.
Itulah Pan-lui-Chiu Bun Thay Lay.
Jun Hwa, Ciang Cin, Hi Tong dan Sim Hi setelah dapat memukul bujar pasukan thiat-
kah, lalu ikut melonCat masuk. Kini, Bun Thay Lay berhadapan muka dengan musuhnya
besar. Disekelilingnya, adalah Tan Keh Lok dan Kawan-kawan nya.
Teringat akan sakit hatinya di Thiat-tan-Chung, dan pen-deritaannya selama ini, alis Bun Thay Lay terangkat naik, matanya ber-api 2, gerungannya makin dahsyat. Sekali gerak, dia terus gunakan ilmunya istimewa "pi-lik-Ciang" atau pukulan geledek.
Ilmu pukulan itu Menderu-deru bagaikan kilat menyambar. Hawanya sedemikian rupa
seramnya. Se-olah 2 ditempat sesempit itu, dia akan adu jiwa, mati atau hidup.
Pertempuran ini, jauh lebih dahsyat dari Tan Keh Lok tadi. Baik Ciauw Cong, maupun
Bun Thay Lay, sama 2 keluarkan ilmunya yang paling ganas sendiri.
Melihat sikap Bun Thay Lay yang sedemikian seramnya itu, Hiang Hiang menjadi
ketakutan. Keh Lok menghampiri dan memegang tangannya, sembari tertawa. Hiang
Hiang mengawasi sianak muda, seperti hendak menanyakan apakah Keh Lok berasa
Cape. Tapi Keh Lok gelengkan kepalanya. Dengan lengan baju, Hiang Hiang usap peluh
dan kotoran dimuka pemuda ini.
Tan Keh Lok siapkan tiga biji Catur. Sewaktu Bun Thay Lay dalam bahaya, segera akan
ditolongnya. Menggenggam biji Catur, teringatlah Keh Lok akan permainan yang
digemari itu, pikirnya: "Sungguh seperti dalam posisi Catur yang ruwet. Ditengah, Bun-suko bertempur dengan Ciauw Cong. Diluarnya, kita mengepung. Tapi kitapun dikepung
oleh pasukan Ceng. Dan diluar kepungan itu, nona Ceng Tong tengah berdaya untuk
menobros masuk. Masih diluar lagi, induk pasukan Ceng menyusun kepungannya yang
kuat pula. Dalam permainan ini, sekali salah jalan, habislah riwajatnya."
Orang 2 HONG HWA HWE itu Cukup paham, bahwa Bun Thay Lay akan menCari balas.
Karenanya mereka tak mau ikut turun tangan, hanya mengawasi dipinggir dan menjaga
yangan sampai Ciauw Cong bisa lolos.
Mereka Cukup perCaja akan kelihaian Sukonya itu. Sekalipun tak menang, tapi pasti tak nanti terkalahkan. Demikianlah pertempuran itu berjalan dengan gigih sekali. Laksana gelombang ombak dilaut mendampar batu karang. Betapapun hebat sang ombak
mendampar, batu itu tetap tangguh.
Demikian pertempuran itu. Betapa hebat Bun Thay Lay menggempur, Ciauw Cong tetap
tak bergeming seperti karang. Entah bagaimana kesudahannya nanti. Dalam pada itu,
pasukan Ceng makin mengepung rapat-rapat. Keh Lok mengerti, bahwa lebih dulu
bangsat itu harus lekas dibereskan, baru nanti dapat mengalihkan perhatian untuk
menahan musuh. Teringat dia akan sebuah Corak permainan Catur. Dalam keadaan terjepit, harus dapat
bertahan dengan gigih sampai nanti bantuan datang. Timbul ah pikirannya: "Lain orang membantu, mungkin Suko kurang senang. Tapi kalau Suso yang turun tangan, dia tentu
tak marah."
Cepat dia beri isyarat pada Lou Ping, siapa terus akan melepas huito. Tapi karena
rapatnya mereka yang berkelahi itu, ia tak berani menimpuk, kuatir mengenai suaminya sendiri.
"CongthoCu, kau turun tanganlah. Aku tak bisa!" serunya.
Tiga buah biji Catur Keh Lok segera melayang menCari jalan darah. Ciauw Cong
keripuhan menghindar. Dan kesempatan ini, digunakan Bun Thay Lay untuk
menghantam sang lawan. Pada saat pukulan itu akan mengenai sasaran nya, tiba-tiba
disebelah atas terdengar suara sorakan riuh, derap kaki kuda dan gemerinCing pedang
beradu. "Tan-kongCu, Asri, kalian dimana?" sekonyong-konyong seorang lonCat kepinggir
lubang sambil berseru.
^,Ayah, ayah, kita berada disini!" teriak Hiang" Hiang.
"Balabantuan datang! Saudara-saudara mari kita naik, dan bunuh dulu bangsat ini,"
seru Keh Lok segera. Dan semua orang serentak menyerang Ciauw Cong.
Ciauw Cong tahu, biar bagaimana dia pasti tak dapat menangkis sekian banyak sekali
senjata. SeCepat kilat, dia mendapat akal. Dengan ke 2 tangan, dia hantamkan kearah
punggung Hiang Hiang.
Semua orang kaget dan Cemas. Serempak mereka maju menolong. Tapi ternyata
serangan Ciauw Cong itu hanya sebuah tipu pukulan yang disebut: "suaranya disebelah
timur tapi yang dipukul sebelah barat." Tiba-tiba dia tarik kembali pukulannya.
Tangannya kanan menjumput segenggam pasir terus dilontarkan. Mata sekalian orang
menjadi pudar, tahu-tahu Ciauw Cong lonCat keatas.
"Hmm!" tiba-tiba ia menggerung tertahan. Betisnya kena ditimpuk thiat-tan oleh Thian Hong. Tapi dengan kretek gigi, dia berhasil juga untuk lolos.
Rombongan orang HONG HWA HWE lonCat mengudaknya. Disitu Bok To Lun tengah
memutar golok menyerang musuh, di kuti oleh anak buahnya. Pihak Ceng pun keprak
kudanya menyambutnya. Kesitulah Ciauw Cong menyusup, terus menghilang.
Bun Thay Lay dapat merampas sebatang tombak. LonCat keatas kuda putih, dia maju
menyerbu. Tapi Lou. Ping buru 2 menCegahnya.
Anak tentara Ui terlatih bagus. Sekalipun daya tempur dari pasukan Hek Ki itu agak
kurang. Tapi karena mereka yakin, bahwa pertempuran kali ini untuk membela tanah
airnya, maka mereka berkelahi dengan semangat me-nyala 2.
Nampak ayahnya datang, muka dan kumis siapa penuh dengan darah, buru 2 Hiang
Hiang lari mendapatkannya terus susupkan kepalanya kedada sang ayah.
"Ayah!" panggil sigadis dengan terharu.
Bok To Lun memeluknya, dan meng-usap 2 kepala sang anak.
"Anak, yangan takut. Ayah datang menolongmu!" kata orangtua itu.
Thian Hong berdiri keatas punggung kudanya, ia menengok keadaan diseluruh penjuru.
Tampak disebelah timur sana, debu mengepul tinggi ditanah bersalju debu bisa
mengepul, suatu tanda disitu tentu bersembunyi pasukan musuh.
"Bok-loenghiong, mari lekas mundur keatas sebuah tanah tinggi disebelah barat," seru Thian Hong segera.
Tahu Bok To Lun, bahwa Thian Hong itu Cerdas sekali. Dulu merampas Quran, adalah
dia yang merenCanakan. Dari itu pemimpin suku Ui itu sangat memperCajainya. Terus
dia perintahkan pasukannya menuju kebarat. Tentara Ceng mengejarnya. Tiba-tiba
disegelah barat sana, ada lagi sebuah rerotan pasukan berkuda yang datang
menyerang, hingga pasukan Bok To Lun terkepung ditengah 2.
Bok To Lun dengan Bun Thay Lay keprak kudanya untuk menobros, tapi terpaksa
kembali karena dihujani panah oleh musuh.
"Ah, ternyata Ceng-ji benar. Aku sendiri yang tolol meta nyalahkannya. Kini ia tentu menyesali aku," pikir Bok To Lun.
Lekas-lekas Thian Hong ajak rombongannya naik keatas bukit pasir, dan mengadakan
penjagaan sekuat-kuatnya sampai bala bantuan datang. Rupanya mereka mendapat
posisi yang baik sekali. Beberapa kali, musuh dapat dipukul mundur.
Bok To Lun bagi 2kan ransum kering pada rombongan tamunya. Tepat pada saat itu,
mereka memang sudah kehabisan makanan. Dan sehabis dahar, semangatnya menjadi
segar lagi. Kini balik kita menengok keadaan Ceng Tong yang membawa pasukannya. Kira-kira
belasan li dari tempat musuh, ia perintahkan berhenti. Itu waktu tengah hari. Para
pemimpin barisan dan kurir berkuda sama memberi laporan.
"Selokan 2 ditepi tebat berlumpur telah siap digali," lapor pemimpin Ang Ki atau
pasukan bendera merah.
"Semua penduduk kota Yarkand sudah diungsikan. Tempat persembunyian sudah
ditutup dengan kayu bakar dan minyak," lapor pemimpin kompi kesatu dari Pek Ki.
"Dan semua sumur 2 didalam kota tersebut, telah dimasuki raCun," kata pemimpin
kompi 1tiga dari pasukan tersebut.
Pemimpin pasukan Kazak dan Mongolpun melapor tentang pekerjaan mereka.
Semuanya telah selesai menurut titah Ceng Tong.
"Bagus, saudara-saudara telah Cape semua. Sekarang kita bermarkas disebelah timur
dari tebat lumpur itu," kata Ceng Tong yang terus mengeluarkan lengCi: "Dan kini
pemimpin kompi II dari Ang Ki bawalah lima puluh0 orang untuk menjaga tepi selatan
dari sungai Hitam. Usahakan yangan sampai tentara musuh dapat menyeberang. Paling
sedikit, mereka menyerang dengan sepuluh ribu serdadu. Yangan lawan mati-matian,
Cukup kalau dapat mengulur waktu. Kalau sampai ada seorangpun serdadu musuh yang
dapat menyeberangi sungai, yangan kau menghadap aku lagi."
Pemimpin itu segera berlalu.
"Pemimpin kompi I dari Pek Ki, bawalah anak buahmu. Pikatlah supaya musuh
mengejarmu kearah barat. Kau harus berpura-pura kalah, lari terus kegurun besar,
makin jauh makin bagus," atur Ceng Tong pula.
Tapi Kipanya pemimpin itu wataknya suka menang, dia tak senang diperintah supaya
kalah. "Kita orang Ui hanya tahu menang. Aku tak biasa "kalah"," serunya.
"Ini perintahku." Disepanyang jalan, kau lemparkan empat ribu ekor kerbau dan sapi
yang kau bawa itu, agar mereka terpikat dan merampasnya," kata Ceng Tong.
"Mengapa ternak diserahkan musuh" Aku menolak!"
Mulut Ceng Tong dikatupkan kenCang 2, dengan keren ia menegaskan: "Jadi kau
membangkang?"
Pemimpin itu kibaskan goloknya, berseru keras: "Perintahmu untuk menangkan
peperangan, aku turut. Untuk suruh aku kalah, aku Tegas-tegas menolaknya."
"Akan kubawa kalian kearah kemenangan. Kau hanya pura-pura kalah dulu, baru nanti
berbalik menyerang lagi," ujar sigadis.
Merah mata pemimpin kompi itu, karena beringas.
"Sedang ayahmu sendiripun tak dapat memperCajai kata-kata-mu, mengapa kau akan
Coba menipu aku" Kau kira aku tak tahu isi hatimu?" teriaknya sengit.
"Tangkap dia!" seru Ceng Tong pada pengawal didekatnya,
Empat orang pengawal segera meringkus hulubalang itu, siapa hanya tertawa tawar
saja, tak mau melawan.
"Bahwa orang Ceng akan menyerang wilayah kita, harus- (
lah kita bersatu padu dulu, baru dapat menCapai kemenangan. Nah, kau turut
perintahku apa tidak?"
"Aku tetap tidak mau. Coba kau akan berbuat apa padaku?"
"Tabas kepalanya!" bentak Ceng Tong tegas.
Tadi hulubalang itu bersikap Congkak, karena mengira Ceng Tong pasti tak berani
menghukumnya. Maka demi didengar keputusan itu, mukanya lantas berobah puCat
seperti kertas. Pengawal itu Cepat 2 lakukan titah Ceng Tong, dan menggelindinglah
kepala hulubalang yang membangkang itu. Ceng Tong suruh pertunjukkan kepala itu
kepada semua pemimpin barisan. Dan merekapun menjadi patuh karena takut.
Oleh Ceng Tong segera wakil pemimpin kompi kesatu dari pasukan Pek Ki diangkat
menjadi penggantinya. Ditugaskan memikat musuh supaya( mengejarnya kearah gurun.
Kalau nanti ada pertandaan asap dari sebelah timur, harus lekas kembali dengan ambil jalan memutar. Pemimpin baru itu segera berangkat.
Selesai memberi perintah, seorang diri Ceng Tong kaburkan kudanya keparat. Tiba-tiba dia turun, terus berlutut. Ke 2 belah pipinya basah dengan air mata. Dengan suara
lemah ia bersembahyang: "O, Al ah Yang Maha Kuasa, hamba mohon berkah dituntun
kearah kemenangan. Ayah, saudara, sampaipun ponggawa perang, tak memperCajai
hamba lagi. Demi memelihara peraturan pasukan, terpaksa hamba membunuh orang. "O, Al ah,
limpahkanlah berkatMu, agar kami menang, agar ayah dan adik hamba kembali dengan
tak kurang suatu apa. Kalau mereka ditakdirkan binasa, mohon hamba saja yang
menggantikannya. Tak akan hamba bermohon apa-apa lagi, biarlah Tan-kongCu dan
adik hamba saling berbaik. Kau karuniakan mahkota keCantikan pada Asri, tentu ber-
lebih 2an pula kasihMu padanya. Kumohon kasihMu itu selalu dilimpahkan padanya".
Habis mendoa, Ceng Tong lonCat keatas kuda. Memutar kembali kudanya, ia menCabut
pedang seraya berteriak: "Kompi kesatu dan ke 2 dari pasukan Hek Ki, ikutlah aku. Lain-lainnya kembali kepos masing-masing!"
Kita tengok lagi keadaan Bok To Lun dan rombongan Tan Keh Lok. Lewat tengah hari,
tiba-tiba di belakang barisan musuh timbul kekaCauan. Sebuah pasukan meneryangnya
datang dengan hebat. Dibawah hujan salju, tampak pemim pin pasukan itu, seorang
yang berpakaan warga kuning, dengan memutar golok panyang. Sebatang bulu burung
yang berwarna hijau kebiru 2an nampak ber-goyang 2 terCantum diatas kepalanya.
Itulah Chui-ih-wi-sam Hwe Ceng Tong yang gagah perkasa.
"Ayo, kita menyerbu, sdr. 2!" seru Thian Hong. Bagaikan gelombang, pasukan Ui yang
dipimpin oleh orang 2 gagah HONG HWA HWE menyerbu kebawah dari 2 jurusan.
Tentara Ceng tak kuasa menahannya. Maka terbukalah jalan dimana keempat pasukan
Ui " 2 dari Bok To Lun dan 2 dari Ceng Tong " dapat bergabung. Hiang Hiang
KiongCu ajukan kudanya, kemudian saling berpelukan dengan sang enci.
Ceng Tong menarik tangan adiknya, seraya memberi perintah: "Sdr. pemimpin kompi
tiga dari Hek Ki, lekas bawa anak buahmu mundur kebarat, bergabung dengan kompi I
dari Pek Ki. Turutlah perintahnya!"
Pemimpin itu Cepat melakukan perintah. Kuda dari anak buah kompi itu semuanya
pilihan. Tampak dari jauh sebuah bendera kuning ber-kibar 2. Itulah pasukan pilihan Wi Ki atau panji kuning dari tentara Ceng sudah mengejarnya.
"Bagus!" seru Ceng Tong ke girangan. "Sdr. pemimpin kompi I pasukan Hek Ki,
mundurlah ke kota Yarkand. Turut perintah kokoku. Kompi II Hek Ki, kau mundur ketepi selatan sungai Hitam. Disana sudah siap menyambut kompi II pasukan Ang Ki kita.
Dengarlah perintahnya!"
Kembali ke 2 pemimpin kompi itu berangkat. Kini tampak pasukan Ceng dari Pek Ki
(bendera putih) yang mengejarnya.
"Saudara-saudara, mari kita menyerbu ketimur!" seru Ceng Tong. Tigaratus anak buah
tentara Ui, mengawal nona pemimpin mereka, segera membuka jalan. Bok To Lun,
Hiang Hiang dan Tan Keh Lok berserta rombongannya bergabung dalam kompi 4
pasukan Hek Ki, terus ikut meneryang kearah timur.
Tiau Hwi Cepat titahkan ke 2 sayapnya " pasukan thiat-kah " menghadangnya. Yang
ini adalah pasukan pilihan dari Lam Ki (pasukan biru) mereka. Pemimpin dan wakilnya
sama bersenjatakan tombak berkait.
Pasukan Ui tadi segera tampak terCeCer. Mereka bertempur sembari lari. Sekejab saja, beberapa ratus tentara Ui terkepung, pasukan Thiat-kah itu bersuka ria membasminya.
Tiau Hwi girang sekali. Menunjuk pada panji bulan sabit, disebelah Ceng Tong, dia
berseru: "Siapa dapat merampas panji bulan sabit itu, mendapat hadiah seribu tail
perak!" Be-rebut 2an anak buah .thiat-kah-kun merangsek maju. Mereka mengejar kearah
gurun raja. Karena anak buah kompi 4 dari pasukan Hek Ki suku Uigor itu berkuda bagus 2, dalam
beberapa waktu, thiat-kah-kun tak dapat mengejar. Mereka mengejar sampai tiga-
empatpuluh li. Diantara beberapa anak buah kompi 4 Hek Ki itu, ada, yang terCeCer
ketinggalan. Mereka memberi perlawanan seru, tapi tak urung dapat dibunuh oleh thiatkah-kun.
Tapi setiap serdadu Ui yang dibunuh itu, kalau bukan orang tua tentu masih kanak-
kanak. Melihat itu, Tiau Hwi menjadi girang.
"Aha, pemimpin mereka itu tidak dikawal oleh barisan istimewa! Ayo, kejar terus!"
serunya. Lewat beberapa li lagi, keadaan pasukan Ui makin kaCau. Yang tamnak, hanya panji
bulan sabit ber-kibar 2 diatas sebuah bukit.
Kuda Tiau Hwi juga seekor kuda pilihan. Dengan memutar golok besar, dia keprak
mendahului untuk mengejarnya. Tamoaklah rombongan Ceng Tong itu turun dari atas
bukit. Setiba, dipunCak bukit, Tiau Hwi segera bujar semangat nya, Disitu bukan pasukan
panji bulan sabit yang didapati nya, melainkan suatu pasukan yang berbaris rapih dan angker.
Disitu yang berkibar, adalah panji Merah (Ang Ki), "Sungguh Cerdik sekali orang Ui itu.
Kiranya mereka sudah sediakan bay-hok disini!" pikir jenderal Ceng itu.
Ketika ia memandang kesebelah utara, tampak sepasukan bendera putih (Pek Ki)


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah mendatangi.
"Lekas mundur, pasukan belakang menjadi pasukan di muka!" seru Tiau Hwi dengan
gugup. Begitu perintah dikeluarkan, pasukan Ceng menjadi kaCau. Kini keadaan berbalik.
Tentara Ui bagaikan semut maju mengejar. Benar semula tentara Ceng lebih besar
jumlahnya dari pada fihak Ui, tapi oleh karena kini pasukan Tiau Hwi itu terpencil,
kurang lebih hanya sepuluh ribu orang, maka mereka tak ungkulan melawan induk
pasukan Ui yang berpusat ditempat itu.
Saat itu, ke 2 pasukan pilihan dari fihak Ui dari sebelah barat sudah mulai meneryang.
Jadi kini Tiau Hwi terkepung dari tiga jurusan, barat, selatan dan utara. Hanya disebelah timur yang masih terdapat lubang. Melihat itu Tiau Hwi Cepat perintahkan pasukannya
meneryang kearah itu. Dia sendiri pimpin penjagaan dibelakang. Makin ketiga pasukan
Ui itu mendekati, makin ributlah pasukan Ceng itu mundur kesebelah timur.
Di-tengah-tengah kepanikan itu, tiba-tiba ada seorang serdadu kuda maju kemuka Tiau
Hwi dengan berteriak keras-keras: "Tay-Ciangkun, Celaka, disebelah depan sana adalah lautan pasir dan tebat lumpur!"
Lautan pasir endap dari gurun Mongolia, adalah luas dan hebat. Itu waktu sudah ada
seribu serdadu thiat-kah yang tengah berkutetan didalam endapan. Makin lama, mereka
makin melesak kedalam.
Lautan pastt endap itu terjadi karena dulu sungai dari daerah padang pasir situ tak
dapat mengalir kedalam laut. Air itu merembes masuk dalam pasir, dan jadilah sebuah
lautan pasir yang mengendap. Luas "gurun lumpur" itu tak kurang dari sepuluh mil
persegi. Dimusim salju, permukaannya tertutup salju, sehingga tak kelihatan. Disinilah Ceng Tong memusatkan bayhok. Sudah tentu bagi seorang jenderal yang temaha
kemenangan semaCam Tiau Hwi itu tak dapat mengetahuinya,
Ketika Ceng Tong dan rombongannya mengawasi dari punCak bukit, mereka dapatkan
bagaimana serdadu 2 Ceng yang melesak terbenam dalam pasir endap itu makin
banyak sekali jumlahnya. Ada juga tentara Ceng itu Coba menerobos keluar, tapi
disekitar tempat itu penuh dipasangi dengan lubang 2 perangkap oleh fihak orang
Uigor. Begitulah anak buah thiat-kah-kun itu digenCet dari tiga jurusan. Hasilnya, mereka
saling injak diantara kawan sendiri. Dan tanpa menginsafi, mereka banyak sekali yang lari ke jurusan daerah pasir endap. Sekali injak, kakinya melesak sebatas lutut. Makin bergerak, makin melesak kedalam. Pinggang mereka mulai melesak, maka terdengarlah
ribuan serdadu Ceng itu ber-teriak 2 dengan ngeri. Dan ini justeru memperCepat
melesaknya sang tubuh. Tahu-tahu sudah sampai sebatas mulut, dan pada lain saat,
berbareng dengan sirapnya teriakan, kepala mereka pun hilang ditelan pasir. Paling
belakang, masih ke 2 belah tangan mereka ber-gerak-gerak, tapi sekejab saja sudah
lenyap; sama sekali.
Sepuluh ribu tentara Ui, dengan memegang perisai dan golok, mengawasinya disebelah
luar dari lubang perangkap itu. Sedang 2 pasukan pilihannya lanjutkan pembasmian
nya lagi kepada sisa thiat-kah-kun yang belum keburu mendekati pasir endap.
Demikianlah dalam waktu yang tak lama, sepuluh ribu thiat-kah-kun didesak lari dan
kelelap dalam lautan pasir endap.
Untunglah Tiau Hwi, itu jenderal besar dari pasukan Ceng, dengan dikawal oleh
seratusan pengawalnya, berhasil lolos dari sebuah jalan kecil.
Melihat be-ribu 2 serdadu dan kuda, mati kelelap dalam lumpur pasir, Hiang Hiang
menangis tersedu 2. Ia palingkan kepalanya, karena tak tahan melihatnya. Sebaliknya
Bok To Lun sangat gembira, katanya pada Ceng Tong: "Ceng-ji, tadi aku telah
kesalahan omong, yangan kau taruh dihati. Memang perangaiku berangasan, ayah yang
bersalah."
Ceng Tong menggigit bibir, tak menyahut.
Tiba-tiba Sim Hi merajap datang, katanya dengan serta merta: "Aku sikecil ini memang kurang ajar, sehingga tak mengetahui akan siasat nona yang lihai ini. Mohon nona tidak mendendam dihati."
Tapi sekali Ceng Tong peCut kudanya, ia tinggalkan kaCung itu yang masih berdiri
kesima ditempatnya.
"Sudahlah," Ciang Cin tertawa. "Tunggu nanti Cong-thoCu mintakan ampun untukmu!"
Begitulah si Bongkok menari-nari, dan tertawa lebar, katanya pula: "Sungguh aku tak
habis mengerti, mengapa ia tak menggiring seluruh tentara musuh kedalam laut pasir
endap itu!"
"Kita sekarang menang jurnlah," kata Thian Hong, "mudahlah untuk melakukan itu. Tapi kalau belum-belum seluruh pasukan Ceng itu dimasukkan kemari, andai kata mereka
nekad meneryang keluar, tentu kita tak dapat menahannya, bukan?"
"Betul. Tadi kita malah menduga jelek pada nona pandai itu," sahut Ciang Cin.
Saat itu tak terdengar lagi suara apa-apa dari serdadu musuh. Nyata mereka sudah
hilang tenggelam semua.
"Semua pasukan menuju kebarat, berkumpul ditepi sebelah selatan Sungai Hitam,"
Ceng Tong kembali keluarkan perintah.
Dibawah pemimpin masing-masing, pasukan besar Ui itu mulai bergerak. Selama dalam
perjalanan, Bok To Lun dan Tan Keh Lok saling tanyakan keadaan masing-masing. Berat
nian hati kepala suku itu memikirkan ke 2 puterinya. KeDua- 2nya, adalah buah
kesayangannya. Kini ke 2nya nampaknya sama 2 jatuh hati pada pemuda Han itu.
Benar menurut peraturan agama Islam, seorang laki 2 boleh beristeri sampai 4 orang
wanita. Tapi orang muda itu bukan orang Islam. Entah bagaimana nanti jadinya.
"Biar nanti dipikirkan lagi setelah musuh dapat dikalahkan. Ceng-ji Cerdas tangkas. Asri halus budi pekertinya. Ke 2nya saling menyayang. Ah, tentu dapat dipeCahkan soal itu."
pikir orang tua itu.
Petang hari, pasukan besar itu tiba ditempat yang ditu junya. Sekonyong-konyong ada
seorang serdadu barisan berkuda bergegas-gegas menghadap Ceng Tong.
"Pasukan musuh menyerang kita dengan hebat. Pemimpin kompi 2 dari pasukan Ang Ki
kita, sudah terbunuh. Pemimpin kompi 2 dari pasukan Hek Ki, luka parah, anak buah ke 2 kompi itu, teranCam kemusnaan," demikian laporan nya:
"Suruh wakil 2 pemimpin ke 2 kompi itu mengambil alih pimpinan. Tidak boleh mundur
barang setapakpun juga," seru Ceng Tong.
Serdadu berkuda itu Cepat berlalu.
"Kita kirim tidak bala bantuan kesana?" tanya Bok To Lun.
"Tidak!" sahut Ceng Tong dengan ringkas. Ia berpaling kesamping, dan memerintahkan
pengawalnya: "Suruh semua pasukan kita ini beristirahat. Awas, yangan membuat api
unggun. Boleh makan ransum keringnya!"
Pasukan besar yang terdiri dari sepuluh ribu jiwa lebih itu, segera beristirahat. Jauh disana terdengar deru air Sungai Hitam.
Kembali ada seorang pembawa warta, datang bergegas 2: "Wakil pemimpin dari kompi
2 pasukan Hek Ki tadi sudah gugur pula. Anak buah kita tak dapat bertahan lagi!"
"Saudara pemimpin kompi tiga dari pasukan Ang Ki, pergilah bantu mereka. Pimpinan
seluruh pasukan disana, kaulah yang pegang!" titah Ceng Tong.
Dengan memutar senjatanya, hulubalang yang ditunjuk itu segera berangkat.
"Nona Ceng Tong, bolehkah aku turut menyerbu?" teriak Ciang Cin.
"Tadi kalian keliwat lelah, baik mengaso lagi sebentar."
Melihat sikap angker dari sinona sebagai komandan pasukan besar itu, Ciang Cin tak
berani banyak sekali CingCong lagi.
Belum selang lama kompi tiga pasukan Ang Ki tadi berlalu, segera terdengar teriakan
gemuruh. Tentu mereka sudah terlibat dalam pertempuran dengan tentara Ceng.
Setelah semangat seluruh anak buahnya segar kembali, Ceng Tong kembali. peCah
barisannya. Semua kompi dari pasukan Ang Ki, harus mempersiapkan bayhok
dibelakang bukit sebelah timur. Sedang barisan Pek Ki suku Kazak dan semua pasukan
dari Mongolia, harus menyiapkan bayhok disebelah barat.
"Ayo kita maju lagi," seru Ceng Tong sambil angkat pedangnya.
Makin kemuka, makin kedengaran dengan jelas, jerit teriak serdadu 2 yang tengah
mengadu jiwa itu. Apabila malam sudah tiba, tampak anak buah fihak Ui menjaga
dengan mati-matian beberapa buah jembatan kayu dihulu sungai. Tiba-tiba Ceng Tong
perintahkan mereka mundur, dan ribuan tentara Ceng menobros melalui jembatan itu.
Setelah separoh lebih serdadu Ceng melalui jembatan, berserulah Ceng Tong keras-
keras: "Tarik papan jembatan!."
Berpuluh ribu tentara Ui itu, sama sembunyi dibawah tapian sungai. Jembatan tadi
bermula sudah dikendorkan, dan di katkan pada ratusan kuda dengan tali besar. Sekali aba 2 keluar, maka ratusan ekor kuda itu lari kemuka dan terdengarlah bunyi keretekan yang keras. Jembatan putus. Beberapa puluh serdadu thiat-kah yang sedang berada di
tengah jembatan itu, sama keCebur dalam sungai semua. Dan nyatalah pasukan Ceng
itu terputus 2. Satu ditepi sini sebagaian ditepi sana. Mereka hanya dapat saling
pandang, tak dapat saling memberi bantuan apa-apa.
Ceng Tong kibaskan bendera perintahnya, dan keluarlah barisan bayhok meneryangnya.
Tapi tentara Ceng ternyata terlatih baik. Sekalipun dalam kekaCauan, masih mereka
patuh akan perintah pemimpinnya. Segera mereka berkumpul dalam formasi yang
teratur. Kira-kira masih berapa ratus tindak dari musuh, tiba-tiba tentara Ui berhenti. Sekali lagi Ceng Tong kibaskan benderanya. Dan, "bum, bum", sana sini kedengaran bunyi letusan
menggelegar, disusul dengan kepulan asap hitam bergulung-gulung.
Bumi yang dipijak oleh tentara Ceng itu, ternyata di pendami obat pasang. Maka dapat dibayangkan betapa kaget dan hebat keadaan mereka. Potongan kaki dan gumpalan
daging berterbangan ke-mana 2. Suasana menjadi panik. Berbareng itu, pasukan Ui
meng"hujani panah. Karena tak dapat maju, mereka mundur saling injak sendiri, dan
keCebur kedalam sungai.
Pakaian thiat-kah mereka, berat sekali. Sekali keCemplung air, terus ambles. Sisanya sudah tak keruan lagi keadaannya, dan dalam sebentar waktu saja dapat dibasmi oleh
fihak Ui. Tepi sungai yang bertutupkan salju putih itu, penuh bertebaran majat serdadu.
Pasukan Ceng disebelah tepian sana, ketakutan setengah mati. Mereka berbondong-
bondong mundur kedalam kota Yarkand.
"Lintasi sungai, kejar terus!" perintah Ceng Tong.
Dengan gunakan perahu 2, induk pasukan Ui lakukan pe ngejaran kekota Yarkand.
"Hebat sekali nona Ui itu mengatur tentara. Rasanya aku tak nempil seujung rambutpun dengannya," kata Thian Hong.
Keh Lok diam-diam pun kagum.
Penduduk kota Yarkand siang 2 sudah diperintahkan mengungsi. Yang jaga disitu
adalah anak buah Hwe Ah In. Dia pura-pura mengadakan perlawanan. Habis itu, dia lalu mundur. Tak lama, pasukan Ceng dari bendera Kuning yang dikaCip dan dibinasakan
hampir separoh oleh tentara Ui tadi, pun tiba dari pengundurannya di Sungai Hitam.
Begitu pun ke 2 pasukan Ceng itu, kini bergabung. Juga jenderal mereka, Tiau Hwi, tak lamapun datang dengan para pengawalnya.
Demi mendengar kekalahan yang* diderita oleh pasukannya di Sungai Hitam tadi, Tiau
Hwi marah besar. Justeru pada saat itu, seorang ponggawa datang melapor, bahwa
beberapa ratus serdadu Ceng yang minum air sumur, telah sama mati seperti kena
raCun. Tiau Hwi titahkan sekelompok regu mengambil air diluar kota. Habis itu, hendak ia
mengaso. Tapi segera dia menjadi kaget, demi nampak langit berwarna kemerah 2an.
Seluruh kota kelihatan terang benderang.
Seorang pengawal masuk bergegas 2, mengatakan bahwa empat penjuru kota Yarkand
diamuk api. Kiranya didaerah Hwe, banyak sekali menghasilkan tambang minyak. Dibeberapa
tempat, terdapat sumber minyak yang kaja. Dalam perintahnya dulu, Ceng Tong suruh
setiap penduduk supaya menyimpan minyak dirumah masing-masing, sebelum mereka
mengungsi. Maka dengan gunakan bayhok yang terdiri dari sedikit orang saja, dapatlah Ceng Tong melaksanakan renCananya, membakar tentara Ceng.
Dibawah lindungan pengawalnya, Tiau Hwi menobros. Dalam kekalutan itu, pasukan
pengawal peribadi tersebut, membuka jalan darah untuk menyelamatkan sang
Ciangkun. Mereka menuju kepintu barat. Sepasukan besar serdadu thiat-kah memapaki,
dan melapor bahwa orang Ui telah menutup pintu barat. Sukar menobrosnya.
Tiau Hwi beralih tujuan kearah timur. Api makin hebat. Terbakar api baju thiat-kah itu menjadi panas. Saking tak tahan serdadu 2 itu buang pakaian thiat-kahnya, untuk lari tunggang langgang.
Anak buah pasukan Ui yang berada dikota itu ber-sorak 2 riuh rendah. Dalam kekalutan itu ada sebuah kelompok kecil dari beberapa serdadu Ceng, menghampiri Tiau Hwi.
"Mana TayCiangkun?" teriak mereka.
"Disihi!" sahut pengawal Tiau Hwi.
Seorang segera tampil kemuka dengan tangkasnya. Itulah Horta.
"TayCiangkun, yang berada dipintu timur agak sedikit, kita teryang kesana," katanya
pada Tiau Hwi. Dalam keadaan sedemikian berbahaya itu, Tiau Hwi masih bisa berlaku tenang. Dengan
sisa pasukannya yang luka-luka itu dia menuju kepintu kota sebelah timur.
Jilid 31 S E W A K T U fihak Ui menghujani panah, karena tak mengenakan thiat-kah, banyak
sekalilah serdadu Ceng yang luka dan binasa. Beberapa kali, mereka gagal untuk
meloloskan diri. Apipun makin mengganas. Beribu-ribu mayat serdadu Ceng yang
terbakar itu, mengeluarkan bau sangit dan busuk, membuat orang sama muak.
Dalam keadaan yang sangat genting itu, tiba-tiba Ciauw Cong munCul dengan
sepasukan serdadu Ceng. Begitulah karena diserang dari luar dan dalam akhirnya
bobollah pasukan Ui. yang menghadang dipintu timur itu. Tiau Hwi dapat lolos dengan
selamat. "Sayang, sayang!" Bok To Lun banting 2 kakinya.
"Saudara. pemimpin kompi 4 dari pasukan Ang Ki. Bantulah saudara. 2 kita dipintu
timur itu. Pertahankan mati-matian," titah
Ceng Tong dari tempat yang tinggi.
Pemimpin itu Cepat membawa anak buahnya kesana. Karena Tiau Hwi sudah lolos,
maka sisa pasukan Ceng yang masih berada dalam kota itu, seperti kehilangan
pimpinan. Keempat pintu, dijaga rapat-rapat oleh fihak Ui. Mereka ber serabutan lari sana sini, akhirnya terbakar binasa.
"Nyalakan "long-yan"!" perintah Ceng Tong.
"Long-yan" atau asap serigala biasa dipakai suku 2 bangsa digurun pasir untuk saling memberi kabar, jakni membakar segunduk besar kotoran serigala yang kering. Maka
sebentar saja, segulung asap raksasa membumbung keudara. Asap dari bahan kotoran
binatang itu, paling tebal. Bisa terlihat pada jarak berpuluh li didaerah padang sahara situ.
"Ah, buat apa asap itu?" tanya Ciu Ki pada Thian Hong.
"Untuk menyampaikan berita pada orang yang berada di tempat jauh", sahut yang
ditanya. Memang benar, tak bera lama kemudian, kira-kira 10an li dari sebelah barat, kelihatan membumbung asap besar.
"Itu dia, disana ada orang menyahuti pertandaan itu, dan menyampaikannya pada
Kawan-kawan nya dilain tempat. Cepat sekali pertandaan itu, akan sudah tersiar
beberapa ratus li jauhnya", kata Thian Hong.
Ciu Ki meng-angguk-angguk kepala memujinya.
Berturut-turut dalam tiga kali perang, fihak Ui telah dapat kemenangan besar. Lebih dari tiga 0 ribu anak buah tentara Ceng dapat dibinasakan. Beribu 2 anak buah tentara Ui itu saling berpelukan, karena girangnya. Disebelah luar kota Yarkand, mereka sama
menyanyi dan menari. Ceng Tong suruh semua pemimpin kompi berkumpul.
"Kini saudara. 2 boleh mengaso di-tempat 2 menurut penetapan renCana kita. Malam
nanti, perintahkan setiap anak buah kita, membakar 10 gunduk api unggun. Jarak
setiap api unggun itu sedapat mungkin harus jauh!"
Kini kita tengok induk pasukan bendera kuning dari fihak Ceng, yang berada dibawah
pimpinan Tek Ngo. Mereka terus kejar kompi tiga dari Hek Ki pasukan Ui yang lari kebarat. Tunggangan dari kompi pasukan Ui, semua kada pilihan yang dapat lari pesat. Kini mereka sampai menyusup masuk ketengah padang pasir raja.
Karena mendapat perintah dari Tiau Hwi, harus terus mengejar dan membasmi pasukan
Ui, maka Tek Ngo terus lakukan pengejaran. Sampai 10an li lagi, sekonyong-konyong
dari sebuah lamping jalan, munCul ah beberapa ratus ekor sapi dan kambing.
Melihat itu, serdadu 2 Ceng menjadi lupa daratan dan girang bukan kepalang. Mereka
berebutan menangkapinya. Setelah berhenti untuk makan, mereka lanjutkan lagi pe
ngejarannya. Kompi tiga dari pasukan Hek Ki itu dapat bertemu dengan kompi I dari pasukan Pek Ki.
Ke 2nya terus sama 2 lari, tak mau tempur orang Ceng. Petang hari, mereka sudah
keCapaian. Tiba-tiba kelihatan asap membumbung dari sebelah timur, maka berserulah
pemimpin Hek Ki kompi I itu dengan girang. "Chui-ih-ui-sam sudah mendapat
kemenangan, mari kita balik kearah timur lagi!"
Kini adalah orang-orang Ceng yang menjadi heran, mengapa orang-orang Ui itu
sekonyong-konyong balik. Dan yang mengherankan lagi, saat itu orang-orang Ui putar
lagi kudanya kebelakang, terus lari kebarat.
"Sampai keujung langitpun, kita tetap mengejarmu!" seru Tek Ngo.
Pasukan Ceng itu, adalah pasukan istimewa yang langsung dibawah perintah kaisar
Boan. Dalam Pat-ki-peng, delapan pasukan, pasukan panji kuning itu menduduki tempat
pertama. Karena ingin mendirikan pahala, Tek Ngo tak mau sudah. Berturut-turut jatuhlah
binatang kuda anak buahnya, saking lelahnya. Pemimpin itu suruh serdadu 2 yang
kehilangan tunggangannya, menggabung diri dalam pasukan darat. Dan pengejaran
tetap diperhebat.
Hampir setengah malam mengejar itu, beberapa pongga wa dibarisan muka datang
melaporkan: "TayCiangkun Tiau Hwi, berada disamping kanan."
To-thong Tek Ngo, buru-buru menyambut. Tampak olehnya, ngenes sekali keadaan
jenderal besar itu. Itu waktu, dia hanya membawa kira-kira tiga ribu tentara saja.
Itupun dalam keadaan tak keruan macamnya.
Melihat kedatangan pasukan istimewa itu, semangat Tiau Hwi kembali terbangkit.
Pikirnya: "Setelah memperoleh kemenangan, musuh pasti lengah. Pada kesempatan
yang tak mereka duga ini, kalau kuhantam, pasti kekalahanku tadi dapat kutebus".
Cepat berpikir demikian, Cepat pula dia perintahkan menuju ke Sungai Hitam lagi. Kira-kira 2-tiga puluh li berja lan, serdadu dimuka melapor, induk pasukan Ui berkemah
disebelah depan.
Tiau Hwi ajak Ciauw Cong, Horta dan beberapa orang naik kesebuah tanjakan tinggi
untuk melihatnya.
Tapi apa yang tertampak, mengejutkan hati mereka. Di sana, dibarisan bukit dan
diseluruh daerah padang pasir itu, tampak ditaburi dengan api unggun. Jumlahnya
terbilang ribuan tak dapat dihitung. Dan samar 2 kedengaran suara dan ringkik kuda
yang yang berisik sekali. Tiau Hwi kemekmek.
"Kiranya orang Ui sembunyikan. selaksa tentaranya disini. Ah, makanya kita kena
dikalahkan," kata Horta.
Pada hal, sebenarnya itulah tipu siasat Ceng Tong yang lihai. Lebih dulu dia
merenCanakan siasat untuk rnemeCah musuh menjadi 4 pasukan. Kemudian dengan
pasukan yang besar jumlahnya nona itu berhasil musnakan keempat pasukan tersebut.,
satu demi satu.
Dan siasat Ceng Tong agar anak tentaranya membuat api unggun itu, sungguh
menggemparkan jenderal Ceng tersebut.
"Lekas mundur kesebelah selatan, tak boleh terlalu beri-sik," perintah Tiau Hwi segera.
Anak tentara Ceng tak sempat makan, terus naiki kudanya masing-masing.
"Menurut keterangan penunjuk jalan, kalau keselatan tentu kita akan lewat dikaki
gunung Ingkiban. Pada musim salju, jalanan disitu sukar dilalui," kata Horta.
"Ya, tapi jumlah musuh sedemikian besarnya. Coba kau lihat disemua penjuru, adalah
barisan mereka. Hu Tek Ciangkun membawa tentaranya melalui padang Gobi. Kalau kita
hendak lolos, jalan satu 2nya hanya menuju kearah tenggara untuk menggabungkan
diri dengan mereka (Hu Tek)," sahut Tiau Hwi.
"Ah, Ciangkun sungguh pandai mengurus ketentaraan," puji Horta.
Tiau Hwi hanya menjengek. Dalam keadaan terpeCun dang, kata-kata semacam itu,
rasanya seakan-akan sindiran baginya.
Begitulah, pasukan besar dibawah pimpinan Tiau Hwi, segera berangkat. Perjalanan
makin lama makin sukar dan berbahaya. Disebelah kiri Sungai Hitam. Sedang disebelah
kanan jalan, adalah gunung Ingkiban. Pada malam hari, bulan dan bintang tak


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampakkan diri. Hanya dipunCak gunung, tampak Cahaja putih dari salju yang
menutupinya. "Siapa yang berani mengeluarkan sedikit suara saja, dihukum tabas," Tiau Hwi
keluarkan perintah.
Anak buah tentara Ceng itu, berasal dari daerah Liauw-tang. Tahu mereka kalau sedang melintasi jalanan gunung yang bertutupkan salju tebal. Sedikit saja mereka
mengeluarkan suara, bisa menimbulkan benCana salju longsor yang hebat. Karenanya,
mereka berlaku luar biasa hati-hati untuk turun dari kudanya dan berjalan kaki.
Jalanan makin menanjak dan sangat berbahaya. Syukur, hari sudah mulai terang tanah.
Sehari semalam melakukan pengejaran, payahlah rasanya serdadu 2 itu, dan juga kuda
tunggangannya. Wajah mereka tampak lesu puCat. Tiba-tiba dibarisan depan, terdengar
orang berteriak, menyatakan tentara Ui menyerang dari sebelah muka. Pasukan pilihan
dari Tek Ngo segera maju menyambutnya.
Tampak beberapa ratus orang Ui yang menunggang kuda, menukik turun dari atas
gunung. Sewaktu hampir dekat, tiba-tiba mereka sama turun dari kudanya, terus
memutar bina tangnya itu. Mereka melolos badi 2 ditusukkan pada paha kuda. Karena
sakit, kuda itu menjadi beringas, terus kabur meneryang kearah pasukan Ceng.
Karena jalanan sempit, banyak sekalilah serdadu Ceng yang keteryang kuda itu, ber-
sama 2 jatuh kedalam jurang. Sudah begitu, orang-orang Ui itu Cepat mengambil
sebuah jalan singkat, terus naik keatas gunung lagi. Dari situ, mereka
menggelundungkan batu-batu besar, sehingga sekejab saja, jalanan itu tertutup.
Tek Ngo perintahkan tentaranya mundur. Tapi anak buahnya dibarisan belakang sama
berteriak, jalanan dibelakang pun sudah ditutup oleh orang Ui.
Tak ada lain pilihan bagi Tek Ngo, selain meneryang kemuka. DipunCak gunung
Ingkiban kelihatan sang Bulan Sabit berkibar 2. Dibawah panji 2 itu, ada belasan orang Ui tengah memimpin penyerangan.
"Teryang sekuat-kuatnya kesebelah selatan, tak perduli kita harus berkorban besar,"
perintah Tiau Hwi.
Pasukan thiat-kah segera membersihkan jalan, dengan membuangi mayat serdadu 2
dan kuda, kedalam sungai. Di antara bunyi genderang yang membisingkan telinga itu,
mereka meneryang kemuka.
Yang menghadang, ternyata hanya beberapa puluh orang Ui. Tapi karena jalanan
keliwat sempit, sekalipun pasukan Ceng itu berjumlah besar, tapi tak dapatlah mereka berhasil membobolkan dengan seketika. Dalam pada itu, barisan belakang dari tentara
Ceng itu, terus menerus maju saja, sehingga kini jalanan itu penuh sesak dengan orang.
Mendadak orang-orang Ui yang menghadang tadi, mundur dan menghilang. Dan
sebagai gantinya, dibelakang sana tampak berjajar 2 Berpuluh-puluh meriam. Melihat
itu, terbanglah semangat serdadu 2 Ceng tersebut. Dengan berteriak 2 ketakutan,
mereka membalik badan terus lari.
Meriam 2 yang terbuat dari tanah itu, lantas muntahkan peluru. Tapi sayangnya,
meriam 2 itu hanya dapat dibidikkan sekali. Untuk mengisikan obat pasang lagi, harus makan waktu sampai setengah harian. Walaupun demikian, dapat juga meriam 2 itu
membinasakan kira-kira 2ratus serdadu Ceng dan menghalau serbuan musuh.
Tiau Hwi seperti orang kebakaran jenggot. Gelisah dan marah sekali. Tiba-tiba dia
mendengar suara berkesiur dan lehernya terasa dingin sekali. Kiranya itulah
segelundung salju yang kecil, menimpa diatas bayunya. Ketika mendongak keatas
gunung, ternyata salju yang menutupi pun-Caknya itu, pelahan-lahan mulai melongsor
kebawah. "TayCiangkun, Celakalah! Lekas mundur kebelakang!" seru Horta.
Tiau Hwi Cepat putar kudanya, terus lari kebelakang.
Keadaan anak buah pasukannya, menjadi kalut. Mereka saling desak, sehingga banyak
sekali yang keCemplung dalam sungai. Sedang begitu, longsoran salju itu makin
menderu keras. Dan tak berapa lama kemudian, gumpalan salju berCampurkan batu-
batu gunung menggelundung kebawah, bagaikan bumi peCah. Suaranya jauh lebih
dahsyat dari penyerangan ribuan pasukan berkuda.
Tiau Hwi tengkurapkan tubuhnya keatas pelana. Horta dan Ciauw Cong mengawalnya
dikanan kiri. Setelah dapat melarikan diri sampai tiga li jauhnya, baru dia berani
menoleh kebelakang.
Apa yang dilihatnyai membuat bulu romanya berdiri. Jalanan digunung tadi, tertutup
dengan salju setebal beberapa tombak. Beberapa ribu pasukan istimewa dibawah
pimpinan to-thong Tek Ngo tadi, semua terpendam hidup-hidup dibawahnya.
Melihat kemuka, jenderal itupun menjadi kesima lagi. Disana, jalanan pun penuh
tertutup salju, tak mungkin dilalui. Banyak sekali sudah Tiau Hwi keluar dalam
peperangan. Selama itu, hanya kemenangan yang selalu diperolehnya. Belum pernah
dia dipeCundangi, apalagi kekalahan total seperti itu. Empat laksa pasukan istimewa, dalam sehari 2 malam saja telah) dimusnakan musuh. Dada jenderal itu berombak
keras, dan tiba-tiba dia menangis menggerung-gerung.
"Ciangkun, kita ambil jalan keatas gunung saja," kata Ciauw Cong.
Dipimpinnya tangan jenderal peCundang itu, untuk mendaki keatas. Horta pun gunakan
kepandaiannya berjalan Cepat, untuk mengikuti dan melindungi Ciangkun dari belakang.
Itu waktu Ceng Tong tengah berada disalah sebuah pun Cak gunung, untuk mengawasi
jalannya pertempuran.
"Ada musuh lolos, Ayo, lekas hadang!" tiba-tiba ia berseru demi melihat Ciauw Cong
membawa jenderal Ceng itu.
Yang dititah Ceng Tong untuk menjaga gunung Ingki-ban, adalah pasukan Mongol.
Maka beberapa serdadu Mongol segera menjalankan titah itu, terus menCegatnya.
Sewaktu sudah dekat dan mengetahui bahwa ketiga pelarian itu mengenakan pakaian
pembesar Ceng, mereka girang sekali.
Hendak mereka tangkap hidup-hidupan.
Tiau Hwi mengeluh dalam hatinya. Sudah menderita kekalahan hebat, masih ada
kemungkinan besar ditawan musuh. Sungguh suatu penghinaan yang belum pernah
diala mi seumur hidupnya.
Ciauw Cong berlaku waspada, terus mendaki keatas. Dengan sebelah tangan
memondong Tiau Hwi, jago Bu Tong Pai itu masih linCah berjalan diatas gunung salju
dengan gesitnya. Sebaliknya, Horta, sekalipun hanya memba wa dirinya sendiri, masih
tak dapat mengikuti Ciauw Cong. Diam-diam dia sangat mengagumi orang she Thio itu.
Tiba-tiba dipunCak gunung, Berpuluh-puluh serdadu Mongol itupun segera
menyergapnya. Ciauw Cong Cepat kempit Tiau Hwi, sekali dia gerakkan kakinya dalam
gerak "it-ho-jong-thian" atau burung ho menobros langit, tubuhnya melambung keatas.
Serdadu 2 Mongol itu menubruk angin, dan saling berbenturan sendiri. Ada yang
kepalanya benjol ada yang hidungnya pisek. Tatkala mereka akan mengejar lagi, Ciauw
Cong sudah lari kebawah.
Hendak Horta mengikutinya, tapi dia kurang Cepat, dan dapat ditubruk oleh seorang
musuh. Ke 2nya bergelundungan ketanah. Beberapa kawannya maju membantu,
meringkus orang Boan itu, terus diseret kehadapan Ceng Tong.
Pada saat itu, pemimpin 2 dari masing-masing kompi sudah berada diatas untuk
melaporkan hasilnya. Pasukan panji kuning dari tentara Ceng, keseluruhannya musna.
Hanya beberapa orang yang dapat lolos, antaranya Ciauw Cong yang menyelamatkan
Tiau Hwi dan beberapa orang yang sangat tangkas.
Ceng Tong bersama rombongannya kembali kemarkasnya. Markas besar Ceng telah
dapat dipukul peCah, serdadu 2 yang tertawan, ransum dan alat 2 senjata yang
terampas, tak terhitung banyak sekalinya.
Yang per-tama 2 dikerjakan, ialah membebaskan orang-orang Ui yang tertawan dalam
markas besar tentara Ceng itu. Diantaranya, adalah keempat persaudaran Ho Lun, itu
manusia raksasa. Menurut laporan serdadu 2 Ui, ketika mereka memasuki markas besar
musuh, keempat raksasa itu kedapatan di kat kaki tangannya dan ditaruh di-tengah-
tengah markas. Tan Keh Lok menanyakan keterangan pada mereka berempat.
"Tiau-Ciangkun persilakan kamu membantu fihakmu. Kami akan d".hukum potong
kepala. Pelaksanaannya tunggu kalau sudah dapat mengalahkan fihak Ui", Tay Houw
memberi keterangan.
"Nah, kalau kalian ikut kami bagaimana?" tanya Keh Lok.
Keempat saudara itu berlutut, menghaturkan terima kasih.
"Kalau KongCu suka terima kami, tentu saja kami akan setia. Apa saja yang KongCu
perintahkan, pasti akan kami kerjakan," kata mereka.
Tan Keh Lok tersenyum, katanya kepada Ceng Tong: "Bagaimana kalau kuminta
keempat orang ini?"
"Boleh, KongCu ambil ah", sahut Ceng Tong.
Keh Lok perintahkan Sim Hi, supaya keempat raksasa itu masing-masing diberi hadiah 5
tail emas, dan diajarkan peraturan dari perkumpulan. Dengan kegirangan, keempat
raksasa itu mengikut S"m Hi.
Pada saat itu, pemimpin kompi tiga Ang Ki yang disuruh ngejar Tiau Hwi dan sisa 2
rombongannya, bergegas-gegas datang. Dari mata 2 dibarisan depan, pemimpin itu
mendapat laporan bahwa dipadang Gobi, ada kira-kira empat-lima ribu tentara Ceng
tengah menuju kearah selatan.
Mendengar itu, Ceng Tong serentak berbangkit. Ia pimpin pasukannya untuk
menyambut kedatangan musuh itu.
Kira-kira beberapa puluh li jauhnya, benar juga kelihatan panji musuh berkibar ditengah kepulan debu sedang mendatangi. Cepat Ceng Tong kibaskan lengkinya. Masih dalam
hawa kemenangan, majulah 2 buah kompi dari pasukan Ang Ki menyerang kemuka.
Kiranya, pasukan musuh itu adalah bala bantuan yang dipimpin oleh pembantu Tiau
Hwi, HuCiangkun Hu Tek. Ketika bersua dan diberi keterangan oleh Tiau Hwi dan Ciauw
Cong, bahwa pasukan Ceng telah menderita kekalahan besar, buru-buru HuCiangkun itu
mundur kearah timur. Tapi gerak gerik mereka, tertangkap juga oleh mata 2 Ui, dan
begitulah Ceng Tong buru-buru menCegatnya.
Bahwa hawa panas dan perjalanan jauh dipadang pasir itu telah melemaskan anak buah
tentara Ceng dan binatang 2 tunggangan mereka, itulah sudah dapat dipastikan.
Apalagi, kini mereka kalah jumlah menghadapi induk pasukan fihak Ui. Tiau Hwi tak
mau meladeni perang lagi. Di -perintahkan, supaya kereta-kereta dan kuda dijajar-jajar merupakan sebuah lingkaran. Didalam itulah, anak buah tentara Ceng itu, menjaga diri dengan busur dan anak panah.
Beberapa kali, fihak Ui Coba meneryang, tapi setiap kali dapat dipukul mundur.
"Mereka bertahan dengan mati-matian. Kalau kita berkeras menggempur, tentu kita
menderita kerugian besar. Kita menang jumlah, lebih baik kurung saja mereka" kata
Ceng Tong. "Benar", sahut Keh Lok sependapat.
Ceng Tong perintahkan anak buahnya membuat lubang disekeliling pertahanan musuh.
Disitulah mereka akan "me ngunCi" pasukan Teng yang penghabisan. Hendak
menyerah, atau rela mati kelaparan dan kehalusan, terserah pada mereka.
Orang Ui memukul berantakan pasukan Ceng yang dibawah pimpinan jenderal Tiau Hwi
itu terjadi pada tahun Kian Liong yang ke 2tiga , bulan 10. Dan pengepungan diatas, terjadi dari bulan 10 sampai bulan 1 tahun berikutnya. Jadi 4 bulan lamanya. Mengenai peristiwa itu para sasterawan di jaman kemudian menamakan kejadian tersebut dalam
se jarah sebagai "Pengepungan di Sungai Hitam."
Dapat dibayangkan, betapa penderitaan anak buah tentara Ceng pada waktu itu. Empat
bulan terkurung ditengah 2 padang pasir, yang mati kehausan, kepanasan dan sakit,
entah berapa banyak sekalinya. Karena keganasan dan ketidak beCusan dari jenderal 2
baginda Kian Liong, akibatnya, Berpuluh-puluh ribu orang Ui kehilangan rumah, dan
Berpuluh-puluh ribu serdadu Ceng tewas dimedan peperangan.
Malamnya, Bok To Lun bersama Hwe Ah In datang juga dengan beberapa ribu serdadu.
Demikianlah, setelah lubang selesai digali, maka mereka lalu membuat tanggulan
didepan nya. Tan Keh Lok dan suadara 2nya pun turut membantu.
Selama itu, Bun Thay Lay mengawasi gerak gerik difihak musuh. Tampak olehnya,
bagaimana disamping Tiau Hwi ada seseorang yang tengah memberi perintah, pada
anak tentaranya. Itulah Ciauw Cong. Melihat itu, kembali kemarahan Bun Thay Lay
timbul. Dia minta sebatang busur dan anak panah kepada seorang serdadu Ui.
Maksudnya akan dipa nahnya.
"Ha, bangsat itu kiranya berada disana. Terlalu jauh dari sini, mungkin tak sampai", kata Thian Hong.
Bun Thay Lay tetap menCobanya. Busur dipentangnya lebar 2, dan "krak!" Putuslah
batang busur yang terbuat dari besi itu. Hebat nian tenaga ari Pan Lui Chiu itu!
Buru-buru dia ganti lain busur. Sekali tangan dikibaskan, maka me-layang 2lah sebatang anak panah kearah Ciauw Cong, siapa menjadi kaget bukan terkira.
"Dalam jarak yang sedemikian jauhnya ini, mengapa mereka dapat melepas anak panah
sampai disini?" pikir Ciauw Cong sembari menghindar kesamping.
Sial adalah seorang pengawal yang berada disebelah belakang. Anak panah itu tepat
menanCap didadanya.
"Suko, bagaimana kalau kita serbu dan bekuk bangsat itu," kata Jun Hwa.
Yangan!" buru-buru Thian Hong melarangnya. "Yangan kita melanggar perintah nona
Ceng Tong."
Bun Thay Lay, Jun Hwa dan lain-lainnya, sama menyetujui. Karenanya, mereka hanya
dapat mengawasi bayangan orang yang sangat dibencinya itu dengan dada, sesak.
"Hm, ada waktunya nanti kau pasti jatuh ketangan kita. Akan kita hanCur leburkan
tulang belulangmu," demikian orang HONG HWA HWE itu sama menyumpahi.
Pada saat itu, terdengar para serdadu yang tengah meng gali lubang itu, sama
menyanyikan lagu kemenangan. Setelah itu, mereka menanam mayat Kawan-kawan
mereka yang gugur. Mayat 2 itu dibungkus dengan kain putih, tangannya dipegangi
golok, dan ditegakkan dihadapkan kearah barat. Setelah itu ditimbuni dengan tanah.
Melihat itu, Keh Lok merasa heran dan bertanya pada salah seorang serdadu Ui.
"Kami adalah umat Islam. Bila sudah meninggal, arwah kami pulang kerahmatul ah.
Jenazah ditegakkan, dengan mata menghadap kearah barat, jakni kota suCi Mekkah,"
sahut yang ditanya.
Selesai penguburan, Bok To Lun pimpin upaCara sem bahyangan besar, untuk
menguCapkan terima kasih kepada Al ah yang telah memberikan mereka kemenangan.
Setelah itu, seluruh anak tentara Ui sama bergembira-ria dan me nyanyi 2. Sepasukan
demi sepasukan berbaris kehadapan Ceng Tong, untuk mengunjuk terima kasih dengan
mengangkat pedang.
"Dengan dapat menghanCur-binasakan tentara Ceng itu, kitapun dapat menghimpaskan
kemendongkolan hati," kata Jun Hwa.
"Terang kalau kaisar sudah setuju berserikat dengan kita, mengapa tentaranya tak
diperintahkan mundur" Mungkinkah kaisar itu sengaja akan menyingkirkan pasukan
pilihan dari pemerintah Boan, supaya musna dipadang pasir?" Thian Hong membuat
dugaan. "Aku tak memperCajai kaisar itu!" seru Thay Lay.
Sementara itu, ikut pula Kawan-kawan nya memperbincangkan hal itu. Namun mereka
tak dapat mengambil kesimpulan yang tepat.
"Nona Ceng Tong, adalah orang Ui. Tapi bagaimana dia paham ilmu perang dari
pelajaran Sun Cu?" tanya Hi Tong. "Sun-Cu berkata: "Yang lebih dulu berada dimedan
perang, harus tunggu supaya musuh pernahkan diri. Setelah itu, tetap menjaga sampai
musuh menjadi lelah. Barang siapa pandai berperang, adalah seumpama, menyambut
kedatangan orang, tapi tidak menyambut seorang itu.
"Nona Ceng Tong siapkan bayhok, menunggu musuh sampai lelah dan hilang sabar.
Bukankah ini yang dinamakan "menyambut kedatangan orang tapi tidak menyambut
orangnya" "Berkata pula Sun Cu: "Musuh mengejar, kita harus melenyapkan diri, sedemikian rupa
sehingga musuh terpen Car, dan kita bisa berkumpul lagi. Musuh terpeCah menjadi 10
rombongan kita hantam satu persatu. Dengan begitu kita berjumlah besar dan musuh
sedikit. Dengan siasat ini, pasti kita bisa menangkan pertempuran"
"Nona Ceng Tong telah memeCah musuh menjadi empat, sehingga ia menang jumlah
untuk menggempurnya satu demi satu. Bukankah ia patuh akan ajaran Sun Cu itu?"
menerangkan Hi Tong.
Jun Hwa dan Kawan-kawan nya merasa kagum.
Hi Tong melanjutkan keterangannya lagi: "Lebih dulu dia ajukan pasukan Hek Ki yang
terdiri dari orang-orang tua, untuk memikat musuh. Bukankah ini sejalan dengan
prinsip: "bisa, tapi pura-pura tidak bisa, berguna, tapi pura-pura tidak berguna?" "
Kemudian ia perintahkan pasukan Pek Ki memikatnya ketengah gurun pasir, dan
disanalah induk pasukannya siap memusnakan musuh. Inilah yang dikata dekat tapi
kelihatannya jauh, jauh kelihatannya dekat"!"
Tan Keh Lok angguk kepala, katanya: "Benar! Ia sengaja korbankan beberapa serdadu
yang ketinggalan lari, dibinasakan musuh. Itulah siasat "memabukkan musuh dengan
kemenangan". " Kota Yarkand digunakan untuk siasat "kuat tapi ditinggalkan". "
Pemutusan jembatan di Sungai Hitam, adalah taktik "merebut kembali kemenangan,
selagi musuh kaCau balau"!"
Mendengar segala analisa itu, rupa-rupanya Ciu Ki tak betah. Serunya: "Untuk apa
kalian tuangkan segala macam isi kitab-kitab itu" Aku tak mengerti satu apa!"
"Suhu dari Cici Ceng Tong, adalah Thian San Siang Eng, orang Han, Ilmu perang Sun
Cu, mungkin mereka yang mengajarkannya," Lou Ping tertawa.
"Ilmu perang, semua orang bisa memahami. Kita mempunyai "Sun Cu peng-hoat" (ilmu
militer ajaran Sun Cu), siapa tahu mereka juga punya "Ya-ya-peng-hoat" (ilmu militer kakek, Sun Cu arti lurusnya Cucu)?" demikian nyonyah Thian Hong itu. j
Di-tengah-tengah perCakapan itu, tiba-tiba Thian Hong berkata kepada. Lou Ping:
"Suso, kulihat ada yang kurang beres pada diri nona Ceng Tong."
Lou Ping Cepat memandang kearah Ceng Tong. Memang wajah nona pemimpin itu,
tampak puCat. Matanya berkilat-kilat, termangu-mangu. Lou Ping menghampiri hendak
mengajak biCara. Ceng Tong buru-buru berbangkit menyambut.
Sekonyong-konyong tubuhnya gemetar, dan mulutnya menyembur keluar darah segar.
Dengan gugup, Lou Ping buru-buru bertanya: "Kau kenapa, Cici Ceng?"
Ceng Tong tak menyahut. Ia berusaha menenangkan diri. Kembali mulutnya merasa
anyir, dan kembali mulutnya muntahkan darah. Hiang Hiang, Bok To Lun, Tan Keh Lok,
Hwe Ah In dan Ciu Ki, Cepat turut menghampiri.
"Cici yangan muntah lagi!" Hiang Hiang meratap dengan Cemas.
Roman Ceng Tong makin pilas, tubuhnya lemas. Orang-orang menjadi bingung. Lou
Ping membawanya masuk kedalam kemah dan dibaringkan diatas permadani. Bok To
Lun sesalkan dirinya sendiri. Betapa puterinya itu mengeluarkan seluruh tenaganya,
berperang, pi-bu dengan Horta, menobros kepungan musuh dan memenangkan
peperangan. Namun itu, ia dan ponggawa-ponggawa mencurigainya. Sudah pasti hal
itu, me nyakiti hati puterinya itu. Dan yang lebih hebat mungkin pe robahan sikap dari Tan Keh Lok yang dingin kepadanya, tapi berbaik dengan Hiang Hiang itu.
Pada saat itu, Ceng Tong sudah tidur, karenanya Bok To Lun tak dapat ber-Cakap 2
untuk menghiburnya. Dengan mengelah napas, orang tua itu berjalan keluar. Dia
meronda keadaan anak buahnya. Ternyata sana sini, anak tentaranya itu sama memuji
2 kelihaian ilmu perang dari Ceng Tong.
Pada sebuah tempat, dia dapatkan ratusan anak buahnya sama mengerumuni seorang
kyai, mendengarkan Ceritanya. Berkata kyai itu: "Pada tahun ke 2 dari hijrahnya nabi Mohammad ke Medina, musuhnya datang menyerang. Musuh punya sembilanlima puluh
serdadu, 100 ekor kuda, 700 ekor onta dan per lengkapannya lengkap. Nabi Mohammad


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya punya tiga 1tiga orang, 2 pasukan kuda, 7delapan ekor onta dan enam
perangkat pakaian perang. Jadi musuh tiga kali lipat kekuatannya. Namun akhirnya Nabi Mohammad berhasil mengalahkannya."
"Tepat seperti kita kali ini, dengan jumlah sedikit dapat mengalahkan musuh yang
banyak sekali," seru seorang serdadu.
"Benar, nona Ceng Tong menurutkan ajaran Nabi, memimpin kita kearah kemenangan.
Semoga Al ah member kahinya," kata kyai itu. "Dan ajat tiga dari Quran mengatakan:
Diantara 2 pasukan yang bertempur, pasukan ini berperang untuk membela Agama,
sedang pasukan sana orang kafir. Walaupun kalah dalam jumlah, Al ah akan membantu
orang yang dikasihiNya."
Kawanan serdadu Ui itu berseru girang seraya mengeluarkan puji 2an: "Moga 2 Al ah
memberkahi Chui-ih-wi-sam, ia membawa kita kearah kemenangan!"
Karena memikiri puterinya, semalam itu Bok To Lun tak dapat tidur. Keesokan harinya, sebelum terang tanah, dia sudah bergegas-gegas menuju perkemahan Ceng Tong. Me
nyingkap pintu kemah, dia menjadi kaget, karena perkemahan itu kosong.
Buru-buru dia bertanya pada penjaganya dan dapat jawaban: "Kira-kira sejam yang lalu nona keluar!"
"Kemana?"
"Entahlah. Ia hanya tinggalkan sepucuk surat ini supaya diberikan pada Siutiang," kata sipenjaga sambil mengeluar kan sebuah sampul.
Buru-buru Bok To Lun menyambutinya terus dibaca:
"Ayah, urusan negara sudah selesai. Asal pengepungan tetap diperkeras, tak lama
musuh tentu binasa. " Ceng-ji."
Sampai sekian saat, Bok To Lun terlongong-longong.
"Ia menuju kearah mana?" tanyanya kemudian.
Pengawal itu menunjuk kesebelah timur laut. Bok To Lun segera Cemplak seekor kuda,
terus dilarikan keras-keras. Sekeliling gurun yang bebas luas itu, tak nampak ada titik bayangan orang. Mengira kalau sang puteri sudah kembali, dia balik pulang. Ditengah
jalan, tampak Hiang Hiang, Tan Keh Lok, Thian Hong dan lain-lainnya menyusul.
Semuanya sangat Cemas memikiri nona Ui yang dirundung malang itu. Ia menderita
sakit dalam yang berat, kalau kini berjalan seorang diri, pasti penyakitnya akan tambah berat lagi.
Kembali kedalam kemah Bok To Lun segera kirim 4 regu serdadu, untuk mengejar
keempat penjuru. Hampir sore, tiga regu itu kembali dengan hampa. Hanya regu yang
menuju kearah timur laut, kembali dengan membawa seorang pemuda bangsa Han
yang mengenakan baju hitam.
Melihat dia, Hi Tong melongo dan gugup. Kiranya pemuda itu jalah Wan Ci. Buru-buru
dia menyambut dan menegur: "Mengapa kau datang kemari?"
Wan Ci girang disamping terharu.
"Aku menCari kau, kebetulan bertemu mereka dan aku dibawa kemari," sahut Wan Ci
sambil menunjuk regu serdadu Ui tadi. Tiba-tiba iapun berseru: "He, mengapa kau tak
memakai jubah lagi?"
"Aku sudah tidak jadi hweshio," sahut Hi Tong dengan tertawa.
Saking Wan Ci senang, air matanya berlinang 2.
Dalam pada itu, ketika sang Cici tak dapat diketemukan, Hiang Hiang menjadi gelisah, katanya kepada Tan Keh Lok: "Sebetulnya Cici itu kemana?"
"Aku akan menCarinya sampai ketemu. Biar bagaimana akan kuminta supaya ia
pulang," sahut Keh Lok.
"Ehm, aku mau ikut!" kata gadis itu.
Keh Lok tak keberatan. Hiang Hiang minta ijin pada ayahnya. Sang ayah menjadi
kelabakan. Adanya Ceng Tong menghilang itu, disebabkan karena perhubungan sang
adik dengan Tan Keh Lok. Kalau ke 2nya pergi bersama, bukankah makin menambah
keresahan hati Ceng Tong. Tapi orang tua itu tak berdaya, terpaksa dia meluluskan.
"Sesukamulah, aku tak dapat terlalu mengurusi," katanya kemudian.
Hiang Hiang melengak, dan menatap wajah sang ayah. Sepasang mata dari orang tua
itu kemerah-merahan, tanda dia sedang berduka. Dengan penuh sayang, Hiang Hiang
menarik tangan sang ayah.
Adalah Wan Ci tampak tak menghiraukan pada semua orang, ia hanya asjik ber-Cakap 2
dengan Hi Tong.
Melihat ia, Keh Lok girang hatinya, Dihampirinya Hiang Hiang, katanya: "Orang yang
dikasihi Cicimu telah datang kemari. Dia tentu dapat menyuruhnya pulang."
"He, mengapa selama ini Cici tak pernah mengomong padaku. Ah, Cici sungguh suka
simpan rahasia sendiri," kata Hiang Hiang sembari menghampiri Wan Ci dan mengawasi
dengan seksama.
Bok To Lun pun kesima dan ikut juga menghampiri.
Wan Ci sudah pernah berjumpa dengan Bok To Lun, maka buru-buru ia memberi
hormat. Tapi demi melihat keCan tikan yang luar biasa dari Hiang Hiang, ia terpesona tak dapat menguCap apa-apa.
Tersenyum Hiang Hiang kepada Keh Lok, katanya: "Tolong katakan pada Toako ini, kita
merasa gembira dengan kedatangannya. Mintalah padanya supaya ikut menCari Cici."
Maka sesudah memberi hormat, berkatalah Keh Lok: "Mengapa Li-toako juga datang
kemari?" Selebar muka Wan Ci menjadi merah. Dengan menahan rasa geli, ia memandang Hi
Tong sambil bersenyum. Maksud-nya minta agar anak muda itu menjelaskan.
"CongthoCu, ia adalah murid dari Liok-supehku," kata Hi Tong segera.
"Kutahu. Sudah beberapa kali kami saling berjumpa," jawab Keh Lok terus menghadap
Wan Ci lagi, katanya: "Sungguh kebetulan sekali, hari ini Li-toako datang kemari."
"CongthoCu, kau ini bagaimana" Ia adalah sumoay-ku!" sela Hi Tong.
"Apa?" Keh Lok kaget seperti orang disengat kala.
"Ya. Ia memang gemar mengenakan pakaian lelaki," Hi Tong menegaskan.
Ketika Keh Lok mengawasi Wan Ci dengan tajam. Sepasang alis "pemuda" itu
melengkung bagus, pipinya semu dadu. Sedikitpun tak mirip dengan wajah orang laki 2.
Benar beberapa kali dirinya sudah berhadapan dengan nona itu, tapi karena hatinya
diliputi purbasangka yang bukan 2 tentang perhubungannya dengan Ceng Tong, tak
sekali juga dia mengawasinya dengan jelas.
Saat itu Tan Keh Lok termangu-mangu seperti orang yang kehilangan semangat.
Kepalanya ber-denyut 2, penuh sesak dengan pelbagai pikiran.
"Ah, kiranya dia ini seorang sioCia. Jadi segala purba sangkaku kepada Ceng Tong
selama ini, tidak benar. Ia menyuruh aku bertanya pada Liok-loCianpwe, tapi aku tak
melakukannya. Kepergiannya kali ini, bukankah disebabkan karena diriku" Adiknya
begitu mencinta padaku. Ah, aku harus berbuat bagaimana?"
Melihat sikap Keh Lok tiba-tiba berobah seperti orang yang kehilangan semangat itu,
orang-orang sama heran.
"Dan mana Cici Ceng Tong sekarang" Aku ada urusan penting sekali untuknya," tiba-
tiba Wan Ci memeCah kesunyian.
Tahu kalau Wan Ci seorang sioCia, Lou Ping segera menarik tangannya. Sebagai
seorang wanita yang sudah bersuami, tahulah ia bagaimana adanya perhubungan nona
itu dengan Hi Tong. Ini ditilik dari sikapnya kepada Hi Tong, dan bagaimana dengan tak menghiraukan jarak yang sedemikian jauh, nona itu datang juga menCari sipemuda. Hi
Tong ter-gila 2 pada dirinya, seorang yang sudah bersuami. Kalau kini ada seorang
nona yang Cantik rupawan serta menijintainya, bukankah akan dapat menggantikan
kekosongan hati pemuda itu" Tapi menilik sikapnya, Hi Tong agak dingin.
"Adik Ceng Tong entah kemana perginya. Kita sedang menCarinya. Apakah benar
Moaymoay ada. urusan penting
padanya?" tanya Lou Ping pada Wan Ci.
"Apakah ia pergi seorang diri?" tanya sigadis. "Ehm, ja. Lebih 2 karena ia sedang dalam keadaan sakit," kata Lou Ping.
"Kearah mana ia pergi itu?" menegas Wan Ci. "Bermula, menurut keterangan pengawal,
kearah timur laut. Selanjutnya, entah kemana."
"Ah, Celaka, Celaka!" seru Wan Ci sembari banting 2 kaki.
Melihat itu, semua orang buru-buru menanyakan sebabnya.
"Kwantong Sam Mo akan menCari balas pada Chui-ih-wi-sam, mungkin kalian disini
sudah mengetahui. Ditengah jalan, aku berpapasan dengan mereka dan telah memper
mainkannya. Kini mereka sedang mengejar aku. Kalau Cici Ceng Tong menuju ketimur
laut, pasti akan kesamplokan dengan mereka!" menerangkan Wan Ci.
Kiranya dalam perjalanan Wan Ci selama ini, ketika digereja Po Siang Si ia dapatkan Hi Tong menjadi hweshio, ia menangis tersedu-sedu terus lari keluar. Hi Tong tetap
bersikap dingin. Setelah meninggalkan sepucuk surat kepada Tan Keh Lok cs, tanpa
menghiraukan lagi kepada Wan Ci, Hi Tong terus pergi dari gereja untuk memungut
derma. Adat Wan Ci, memang aneh. Makin Hi Tong bersikap dingin, makin ia ngotot. Kembali
kekota BengCin, ia menCari akal bagaimana agar pemuda itu merobah pendirian nya.
Tapi ternyata Hi Tong sudah pergi dari gereja, apa boleh buat, Wan Ci akan Cari
rombongan HONG HWA HWE dulu baru nanti menjalankan siasatnya.
Pada setiap rumah penginapan, nona itu selalu menCari keterangan kalau 2 rombongan
Tan Keh Lok menginap disitu. Tapi kesemuanya itu sia-siasaja, karena rombongan
HONG HWA HWE itu sudah pergi. Sebaliknya, ia bertemu dengan Thing It Lui, Ku Kim
Piauw dan Haphaptai disebuah hotel.
Malam itu ia berhasil menCari dengar pembiCaraan mereka, yang mengatakan akan
pergi kedaerah Hwe untuk menCari balas pada Hwe Ceng Tong. Wan Ci sangat ben-Ci
kepada ketiga orang itu, sebab merekalah yang telah menganiaya Hi Tong. Hendak ia
memper-olok 2kannya mereka dulu.
Ia membeli sebungkus besar pah-tauw (semacam ramuan urus 2). Lalu dimasaknya
pah-tauw itu, setelah itu ia me ngunjungi rumah penginapannya It Lui bertiga. Ketika di lihatnya It Lui bertiga keluar ber-jalan 2, ia segera masuk kedalam kamar mereka, dan mengisi porong arak mereka dengan air pah-tauw.
Kembali kedalam kamarnya, ketiga orang itu terus menenggak porong. Benar rasanya
agak aneh, tapi dikiranya barangkali tehnya yang berkwaliteit kasar, jadi tidak Curi ga apa-apa. Sampai tengah malam, perut mereka terasa sakit seperti dipuntir. Buru-buru
mereka pergi kekakus. Dan anehnya rasa sakit itu terus menerus memaksa mereka
mengunjungi kamar no. 100 itu. Yang satu datang, satunya pergi, silih berganti. Tubuh mereka dirasakan lemas, karena terus 2an murus.
Sampai keesokan harinya, belum juga berhenti murusnya. Sehingga betul-betul lemah
lunglai mereka itu. Sampai hendak keluar dijalan besarpun, rasanya tak kuat lagi.
It Lui suruh kuasa hotel datang untuk didamprat karena menyediakan barang makanan
yang kurang bersih, hingga merusak perut mereka. Sikuasa menjadi ketakutan dan
buru-buru undang sinshe.
Tak tahu sinshe itu, kalau mereka "diCekoki" Wan Ci, maka sinshe itu lalu membuka
resep "perut masuk angin". Resep itu dibelikan obat oleh sikuasa dan disuruhnya
pelayan memasak.
Wan Ci mengintip dari pintu belakang hotel. Bagaimana It Lui bertiga mondar-mandir
bergiliran ke WC setengah malaman itu, hal mana telah membuatnya geli ter-pingkal 2.
Ketika pelayan yang memasak obat itu sedang keluar sebentar, kembali nona jail itu
menyelinap masuk, membuka tutup poCi pemasak obat dan menaruhkan bubukan pah
tauw kedalamnya.
Pada pikiran It Lui dan ke 2 kawannya itu, begitu minum obat, tentu akan sembuh. Tapi siapa tahu, bukannya berhenti, sebaliknya malah mangsur 2 lagi lebih hebat.
Ketelanjur sudah membuat permainan, Wan Ci tak mau kepalang tanggung. Tengah
malam ia menCuri masuk kedalam sebuah rumah obat yang terdekat. Pada setiap laCi
obat ia mengambil sejemput obat, tak perduli ramuan jamu panas, dingin atau apa saja.
Kembali kesemuanya itu ia masukkan kedalam poCi pemasak obat untuk It Lui itu.
Keesokan harinya, kembali pelayan memanasi obat dan me nyuguhkannya kepada
sisakit. Begitu obat diminum, maka terjadilah "revolusi" hebat dalam perut. Ketiga
Kwantong Sam Mo itu seperti di-juwing 2 isi perutnya. Badannya serasa digebuki,
dibakar dan direndam es.
Masih untung, ketiga jago dari Kwantong itu mempunyai latihan ilmu silat yang teguh, sehingga mereka dapat bertahan, tidak sampai ketelanjur pulang rumah kakek mo
yangnya. It Lui banyak sekali makan asam garam. Tahu dia tentu ada apa-apa yang kurang
beres. Dia Curiga yangan-yangan hotel itu sarang kaum "penjagal", dimana biasanya
sipemilik menga niaja tetamu untuk merampas harta bendanya. Dia larang ke 2
Sutenya, yangan minum obat itu lagi. Dan benar juga, keadaan mereka menjadi baikan.
Kim Piauw segera menentang kong-jah, untuk membunuh sipemilik hotel. It Lui buru-
buru menCegahnya: "Lao-ji, yangan gegabah. Tunggu lagi sampai sehari, sampai
kekuatan kita sudah pulih. Siapa tahu, sipemilik piara ja goan. Kalau sekarang kita turun tangan, mungkin akan mengalami kerugian".
Kim Piauw terpaksa bersabar. Sorenya, pelayan mengantar sepucuk surat, pada
sampulnya tertulis: "Diterimakan pada Kwantong Sam Ko".
Buru-buru It Lui menanyakannya: "Siapa yang meng-antarnya?"
"Seorang anak kecil, entah siapa yang menyuruhnya", sahut si pelayan.
Membaca surat itu, It Lui seperti terbakar jenggotnya. Kim Piauw dan Haphaptai buru-
buru menyambutinya. Surat itu ditulis rapih dan berbunyi sbb.:
"Chui-ih-wi-siam, pahlawan Icaum wanita masa je rih padamu, tiga buah kantong
rumput. Untuk sedikit pengajaran, kuberi Cekok pah-touw. Kalau masih belum kapok,
lebih berat lagi hukumannya."
Tulisannya indah lajak digerakkan tangan wanita.
Kim Piauw meremas 2 hanCur surat itu, serunya: "Kurang ajar, justeru kita akan
menCarinya, dia sudah berada disini kebetulan!"
Ketiga orang itu tak berani menginap terus disitu, lalu pindah kelain hotel. Setelah mengaso 2 hari, kesehatannya pulih kembali. Mereka segera menCari keseluruh tempat
dalam kota BengCin, namun tak dapat berjumpa dengan Chui-ih-wi-sam.
Pada ketika itu, Wan Ci pun sudah dapat mengetahui bagaimana Jun Hwa memberi
laporan pada rombongan HONG HWA HWE tentang kematian yang menyedihkan dari
Ma Cin ditangan Ciauw Cong itu, dan bagaimana rombongan HONG HWA HWE itu
mengundang lagi kepada Hi Tong untuk diajak ikut kedaerah Hwe.
Pikir Wan Ci" kalau toh Hi Tong sudah mengikut mereka, tak perlu kiranya ia meladeni rombongan It Lui itu lagi. Begitulah ia lalu menyusul.
Sementara itu, karena tak berhasil mendapatkan Chui-ih-wi-sam, Kwantong Sam Mo
berpendapat, tentunya nona itu sudah kembali kedaerah Hwe lagi. Begitulah mereka
siang malam menyusul kedaerah Hwe. Diperbatasan Kamsiok, jejak mereka dapat dibau
oleh Wan Ci. Juga It Lui Curiga. Hendak dia mengamat-amati nona itu dengan saksama,
tapi sinona sudah keburu menghilang.
Besok paginya, habis dahar pagi, ketiga Sam Mo itu akan meneruskan perjalanannya.
Sekonyong-konyong dari luar menerobos masuk belasan orang. Ada yang memikul
pikulan, ada yang menenteng barang. Kata mereka, mau mengantarkan barang-barang
pesanan tuan Thing.
Ketika memeriksa, It Lui dapatkan orang-orang itu sama membawa sejumlah besar
sajur majur, ajam dan itik, telur itik serta telur ajam. Ada lagi seekor lembu yang telah disembelih dan seekor babi.
"Untuk apa barang-barang ini?" bentak It Lui. Orang yang memikul babi menyahut:
"Ada seorang tuan besar she Thing yang memesan kami membawa barang-barang ini!"
"Inilah tuan Thing!" menyahuti si pelayan. Karena itu serentak orang-orang meletakkan barang-barangnya, kemudian menunggu pembajarannya.
"NgaCo, siapa yang pesan sekian banyak sekali barang ini?" bentak Kim Piauw.
Suasana menjadi gaduh. Orang-orang itu tak mau mengerti dengan jawaban Kim Piauw,
siapa sebaliknya menjadi marah. Selagi begitu, tiba-tiba dari arah luar, kedengaran
berisik orang yang membawa masuk tiga buah peti mati. Dan masih ada lagi seorang
buCo (menteri kesehatan), yang bertugas untuk memeriksa orang mati. Dia membawa
kertas, gamping dan alat 2 periksa orang mati. Katanya: "Dimana orangnya yang mati
itu?" Kuasa hotel keluar, marah-marah dan mendampratnya: "Kau lihat setan disiang hari
barangkali! Perlu apa peti mati kau bawa kemari?"
"Bukankah dihotel ini ada orang yang meninggal?" balas bertanya sibuCo itu.
Kuasa hotel Cepat-cepat ayun tangannya untuk menampar mulut sibuCo, siapa buru-
buru menyingkir kesamping seraya berkata: "Disini bukankah terang ada tiga orang
yang mampus" Seorang she Thing, seorang she Ku dan seorang lagi orang Mongol she
Hap?" Rambut Kim Piauw tegak berdiri, saking marahnya. Maju setindak, dia ayunkan
tangannya kearah dahi sibuCo. BuCo itu tidak dapat menahan gaplokan seorang ahli
silat sebagai Kim Piauw. Seketika itu separoh mukanya menjadi benjol, mulutnya
mengeluarkan darah, tiga biji giginya rompal. Ke palanya serasa berkunang 2 dan
robohlah dia tak sadarkan diri. Tepat pada saat itu, diluar terdengar suara bebunyian yang melagukan nyanyian kematian. Seseorang masuk dengan membawa sepasang lian
(panji). Sekalipun dada It Lui dirasakan hampir meledak, namun tahu juga dia bahwa
kesemuanya itu adalah perbuatan musuhnya. Dengan tertawa keras-keras, dia buka lian
itu. Disebelah atas lian itu bertuliskan: "Tiga ekor jaopao (kantong rumput), pulang
keaherat." Dibawahnya ada tulisan: "Kwantong Liok Mo dari WiCwan." Sedang disebelah
atas lagi ada tulisan kecil berbunyi: "It Lui, Kim Piauw, Haphaptai bertiga saudara
meninggal." Pada ujung bawah dipinggir lian itu tertulis sipengirimnya: "Dari saudara-saudara yang berduka Cita: Ciao Bun Ki, Giam Se Kui dan Giam Se Ciang." Ada lagi
selarik tulisan dibawahnya, berbunyi: "Banyak sekali membuat perbuatan tidak baik."
Haphaptai robek 2 lian itu, kemudian menCengkeram batang leher anak yang
membawanya dan tanya dengan bengis: "Siapa yang suruh kau antar ini"!"
Anak itu kesakitan, menangis seraya menjawab: "Seorang KongCu muda memberi aku
uang dan mengatakan dia mempunyai tiga orang kawan yang meninggal dihotel sini,
maka suruh aku antarkan sepasang lian ini kemari."
Kini tahulah Haphaptai, bahwa ada orang sengaja main gila mempermainkan mereka.
Sekali ia gentak, anak itu ter lempar jatuh beberapa tindak lalu menangis menggerunggerung.
Juga ketika It Lui menanyakan orang-orang itu, mereka men jawab serupa, disuruh oleh seorang KongCu.
Segera It Lui menyembat senjatanya terus berseru keras: "Lekas kejar dia!"
Bertiga mereka segera menobros keluar menCari kesegala peloksok. Tapi tak
menemukan bayangan apa-apa karena siang 2 Wan Ci sudah berjalan jauh.
"Ayo, kita kejar terus. Kita) bekuk budak hina itu dan Cukur kelimis kepalanya, baru kita puas!" seru It Lui.
Masih ketiga orang itu menduga bahwa kesemuanya itu Ceng Tong yang melakukan.
Sedang orang-orang yang membawa peti mati, menggotong babi dan lembu itu
menunggu sampai setengah hari, tapi tetap tak kelihatan It Lui kembali. Dengan
menyumpahi panyang pendek, terpaksa mereka membawa kembali barang-barangnya.
Dengan semangat yang ber-kobar 2, It Lui bertiga mati-matian memperCepat
pengejarannya. Hari itu sampailah mereka kekota KongCiu dan menginap dihotel "Se
Lay." Tengah malam, tiba-tiba dibelakang hotel terbit kebakaran. Ketiganya buru-buru mendatangi. Ternyata yang terbakar, hanyalah sebuah tumpukan rumput kering.
Agaknya ada orang yang sengaja membakarnya. Sebagai seorang kangouw ulung,
tersadarlah It Lui.
"Laoji, Laosu, lekas kembali kekamar!" serunya.
Betul juga dugaan It Lui. Tiga buntalan mereka telah lenyap. Sebagai gantinya disitu terdapat tiga rentetan kertas gin-Coa (kertas perak untuk orang mati.) It Lui Cepatcepat lonCat keatas rumah, tapi tampak bayangan apa-apa.
"Kalau berani, harus seCara terang-terangan. Yangan menggelap melakukan hal 2 yang
liCik", Kim Piauw gebrak 2 meja sambil maki-maki.
"Kalau begini, besuk kita tak dapat membajar uang persewaan hotel", kata It Lui.
"Kalau tidak Cepat-cepat kita bekuk bangsat itu, sungguh bisa muntah darah kita nanti", kata Kim Piauw.
"Benar, Laoji, Laosu, kalian punya daya apa?" tanya It Lui.
Sam Mo itu berkepandaian tinggi, tapi tidak demikian dengan otaknya. Hampir setengah harian mereka menCari akal, akhirnya baru dapat. Caranya jakni, malam itu mereka
saling bergilir menjaga. Tahu It Lui bahwa Cara begitu itu, bukan Cara yang tepat. Tapi diapun Cukup mengetahui, "tiga orang tukang kulit, tak nanti dapat berobah menjadi
seorang Cu Kat Liang." Ja, apa boleh buat.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Besok bagaimana kita bajar uang persewaan?" tanya Haphaptai. "Kita sekarang
"bekerja", atau besok pagi 2 kita lari saja?"
"Rasanya kita perlu banyak sekali uang, baik kukeluar menCari saja", kata Kim Piauw.
Dia lonCat keatas wuwungan, mengawasi keseluruh pelosok. Dilihatnya sebuah gedung
yang besar dan tinggi. Kesa nalah dia terus pergi untuk mengambil "bekal".
Diatas atap salah sebuah kamar gedung itu, dia mendekam untuk mengintip kebawah.
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara bergerompyangan. Sebuah genteng jatuh
kebawah. Dan ada seorang berteriak keras-keras: "Tangkap penCuri! Tangkap penCuri!"
Kim Piauw kaget, tapi mengandal pada ilmu silatnya, dia tak mau menghiraukan, malah
terus lonCat kedalam. Ter nyata dibawah situ, ada beberapa pelayan dan pekerja
tengah berjudi. Diatas meja terletak beberapa ratus uang tembaga.
Melihat ada orang munCul disitu, mereka segera berteriak 2 dengan ketakutan., Kim
iPauw hendak pergi, tapi di luar suara orang kedengaran berisik dan obor 2pun sangat terangnya. Belasan orang dengan membawa golok dan pentung, menghampiri.
Buru-buru Kim Piauw lolos dari jendela, terus lonCat keatas rumah. Tapi tiba-tiba
belakang kepalanya terasa disamber angin keras. Cepat dia berputar menghantamkan
senjatanya ke belakang. "Prak", sebuah batu kecil yang melayang kearah nya, terpukul jatuh. Dan seCepat kilat, dia lonCat kearah dari mana benda itu dilepaskan, terus
menusuk. Diantara Cahaja remang-remang tampak seorang berpakaian hitam berada disitu.
Gerakannya sangat linCah. Sudah sekian hari, Kim Piauw dirongrong tanpa dapat
menemukan orang nya. Kini dia betul-betul mau tumpahkan semua kemarahannya.
Serangan yang pertama luput, ia segera susuli lagi tiga tusukan beruntun. Yang diarah adalah jalan 2 darah yang ber-bahaya.
Permainan pedang dari orang itu Cukup hebat. Tapi serangan Kim Piauw dengan
kongjah-nya itu, lebih hebat lagi, Lewat beberapa jurus, orang itu sampokkan
pedangnya, terus lari.
Kim Piauw Coba mengejar, tapi sekonyong-konyong orang itu membalikkan badan
sembari kibaskan tangannya. Serentetan suara mendesing dan menganCam Kim Piauw,
siapa buru-buru berjumpalitan dari atas wuwungan. Dengan demikian, terhindarlah dia
dari serangan orang tersebut., yang ternyata Wan. Ci adanya.
Sementara itu terdengar suara riuh bersik ketika Kim Piauw lonCat kebawah. Itulah
orang-orang dalam rumah yang Coba hendak menangkap penjahat. Cepat Kim Piauw
lonCat lagi keatas rumah hendak mengejar, tapi orang tadi sudah tak kelihatan
bayangannya. Kembali kehotel dengan wajah yang penasaran dan tangan hampa, It Lui dan Haphaptai
menanyainya. Kim Piauw tuturkan pertempurannya dengan orang yang tak dikenal tadi.
"Kalau tahu begitu, sebaiknya aku ikut pergi. Kita ber 2 rasanya tentu dapat
membekuknya," kata Haphaptai.
"Ah, sudahlah. Mari kita lekas-lekas angkat kaki saja, ja ngan tunggu sampai terang
tanah," usul It Lui.
Tengah mereka siap akan berangkat, tiba-tiba pintu terdengar diketok orang. Ketiganya saling berpandangan. Haphaptai membuka pintu.
Ternyata yang datang adalah kuasa hotel, dengan membawa tatakan lilin, katanya:
"Modal kami kecil, kalau hendak berangkat harap tuan 2 bajar dulu."
Kiranya, kuasa itu telah dibangunkan dari tidurnya oleh seorang yang tak dikenal, yang mengatakan bahwa ketiga orang itu tidak punya uang dan sengaja akan melarikan diri.
Ketika dia bangun, orang itu sudah lenyap. Untuk membuktikan kebenarannya, dia
datang juga kesitu dan ternyata memang betul It Lui bertiga ber-kemas 2 akan
menggelojor pergi.
"Kita sedang keputusan uang, tolong kau pinjami dulu 100 tail perak," kata Kim Piauw sembari lolos senjata dan memaksa kuasa itu untuk mengambil uang.
Dengan muka asam, terpaksa kuasa itu akan berlalu. Tiba-tiba dari arah luar terdengar ramai 2 orang berteriak: "Yangan kasih sipenjahat kabur!"
Ketika It Lui menjenguk kepintu besar, ternyata diluar tampak banyak sekali sekali teng dan obor. Orangnya berjumlah tak kurang dari ratusan.
"Tangkap penjahat!" demikian orang-orang itu berteriak.
It Lui geraki senjatanya dan ajak ke 2 kawannya naik keatas rumah. Tapi Kim Piauw
tidak lupa hantam putus kunCi meja uang, dan mengambil serangkum perak han Cur,
Petualang Asmara 28 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Perkampungan Misterius 3
^