Pedang Dan Kitab Suci 5

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 5


menolong Suko, boleh jadi mereka akan ikut Campur tangan, inilah perlu kita ber-jaga 2
sebelum nya."
Semua orang menyatakan benar atas pendapat pemimpin muda itu. Kata Bu Tim Tojin :
"Liok Hwi Ching, Liok-locianpwe selalu bilang adik-gurunya Thio Ciau Cong betapa
hebat, betapa lihai, dikalangan kongouw kita juga sudah lama mendengar nama
besarnya 'Hwe-jiu-boan-koan,' sekali ini yang menawan Bun-sute juga dia yang
memimpin, kesempatan ini bagus sekali, biarlah aku Bu Tim Tojin Coba 2
menempurnya."
"Ja, Totiang punya tujuh 2 jurus Tui-hun-toat-beng-kiam' tiada bandingannya dijagat, harini jangan sekali 2 lepaskan biangkeladinya si Thio Ciau Cong ini," kata Keh Lok.
"Meski Liok Hwi Ching, Liok-toako sudah putuskan hu-bungan dengan adik-gurunya itu,"
demikian Tio Pan San ikut bicara, "tapi ia orang paling setia dan berbudi, baik nya ia masih belum tiba disini, kalau tidak, dihadapannya terang 2an kita membunuh Sutenya
(adik-gurunya), rasanya agak kurang leluasa juga."
"Kalau begitu, tidakkah lebih baik lekas-lekas kita berangkat, kira-kira besok pagi kita sudah dapat menCapai Suko," sela Siang He Ci.
"Baiklah," sahut Keh Lok. "Nah, Goko dan Lakko (kaka kelima dan keenam), silahkan
kau menyelaskan bagaimana maCamnya kawanan Cakar-alap 2 (maksudnya kaki
tangan pemerintah) dan rombongan Piauthau 2 itu, agar besok bila kita turun tangan
sudah ada renCana yang baik."
Memangnya ke 2 saudara Siang itu sudah menguntit kawanan pembesar negeri dan
orang-orang Piauhang itu, seluk-beluknya sudah Cukup terang diselidikinya, maka
mereka pun menuturkan dengan jelas, bahkan ditambahkannya:
"Kalau malam Suko tidur bersama serumah dengan kawanan Cakar-alap 2 itu dan siang
harinya duduk didalam kereta besar, kaki dan tangannya diborgol. Kain tirai keretanya ditutup rapat 2 hingga orang luar pasti tak tahu didalam ke reta itu berduduk tawanan penting. Diwaktu kereta berjalan selalu ada 2 Cakar-alap 2 yang mengawal dikanan-kiri de ngan menunggang kuda, penyagaan keras sekali."
"Dan maCam apakah Thio Ciau Cong itu ?" tanya Bu Tim.
"Ia berusia sepuluh-an, perawakannya tegap dan berjenggot pendek 2," kata Siang Pek
Ci. "Tapi, Totiang," sela Siang He Ci tiba-tiba , "harus kita janyi dulu, kami bersaudara bila kepergok dengan 'kura 2' (istilah olok 2 orang SuCwan, karena ke 2 saudara Siang
adalah orang daerah itu) itu lantas melabraknya dahulu, jangan kau nanti omeli kami
berebutan dengan kau."
"Haha, rupanya sudah lama tak ketemukan tanding, tangan sudah gatel barangkali ?"
sahut Bu Tim tertawa. "Dan kau Samte (adik ketiga), Thay-kek-jiu kepandaian-mu
sibudha bertangan seribu ini apakah tidak ingin Cari 'pasaran' juga?"
"Ah, biar si Thio Ciau Cong ini aku serahkan pada kalian saja, tak mau aku
merebutnya," sahut Tio Pan San.
Begitulah jago-jago Hong Hwa Hwe itu berunding dengan gosok 2 tangan dan
mengepal penuh semangat, setelah mereka isi perut sekedarnya dengan rangsum
kering yang ada, segera pula mereka minta Tan Keh Lok memberi perintah.
Memangnya Keh Lok sudah siapkan renCananya, maka berkatalah ia: "Rombongan
orang Uigor itu belum pasti ada hubungannya dengan rombongan hamba negeri itu,"
maka kita mendahului mereka saja, asal Suko sudah berhasil kita tolong, kitapun tak
perlu urus mereka. Maka Ie-Capsite, kaupun tak perlu menyelidiki lagi, kau dan Cio-
Capsahko besok melulu bertugas menCegat perwira itu bersama 20-an perajuritnya itu, asal mereka dirintangi tak dapat mengganggu kita sudah Cukup, jangan banyak-banyak
menewaskan d jiwa orang."
Perintah pertama ini segera diterima baik oleh Cio Su Kin dan Ie Hi Tong.
Lalu Keh Lok melanyutkan: "Dan kau, We-kiuko dan Ciok-Capjiko, kalian ber 2 segera
berangkat mendahului kawanan Cakar-alap 2 itu, besok pagi 2 menyaga dimulut selat
bukit sana, biar siapapun yang datang dari arah timur atau barat, semuanya harus
ditahan. Yang - paling penting jalah jangan sampai kawanan Cakar-alap 2 itu lolos lewat selat, bukit itu."
Perintah inipun diterima dengan baik oleh We Jun Hwa dan Ciok Siang Ing, segera
mereka keluar dan Cemplak kuda terus berangkat menunaikan tugasnya.
"Bu Tim Totiang, Siang-goko dan liokko, kalian bertiga kusua melajani hamba 2 negeri,"
kata pula Keh Lok. "Dan Tio-samko dan Nyo-patko kalian ber 2 melajani orang-orang
Piauhang. Suso dan Sim Hi mengarah kereta yang ditumpangi Suko, aku sendiri berada
ditengah melihat gelagat, dimana kurang lancar, segera aku membantu kesana."
Pembagian tugas itu telah diterima baik oleh semua orang. Tak terduga mendadak
terdengar Ciang Cin ber-kaok 2.
"Hai, hai, Congthocu, lalu apa yang kulakukan" Kau telah lupakan diriku!" demikian
teriaknya. "Tidak lupa, tapi justru ada tugas penting perlu minta Sipko yang melakukan, Cuma
entah Sipko sanggup memikul resiko tidak?" sahut Keh Lok tersenyum.
"Asal kau perintah saja, masakan aku Ciang Bongkok orang takut mati?" teriak Ciang
Cin bersemangat.
"Mana bisa aku bilang kau takut," sahut Keh Lok, "hanya aku kuatir kau mabuk arak dan umbar napsumu hingga bikin runyum pekerjaan kita."
"Katakan, lekas katakan, setetes arak saja bila aku me neguknya, biar selanyutnya para saudara memandang hina padaku," teriak Ciang Cin lagi tak sabar,
"Itulah bagus," kata Keh Lok. "Sekarang ada tiga tugas yang perlu Sipko memikulnya
seorang diri. Pertama, kau tinggal menyaga disini, kalau ada hamba negeri atau
pasukan tentara yang menuju ketimur, semuanya harus kau tahan ; ke 2, nanti kalau
Liok (Hwi Ching) dan Ciu (Tiong Ing) ke 2 Cianpwe tiba, hendaklah lekas kau minta
mereka menyusul membantu menempur musuh ; ketiga, begitu kita sudah dapat
menolong Suko, kau dan Suso yang akan mengawalnya kedaerah Hwe ketempat guruku
Thian-ti-koay-hiap untuk merawat lukanya, selama masih didaerah Kamsiok kita
melindunginya sepenuh tenaga, tapi bila sudah lewat Sing-sing-kiap (nama sebuah selat bukit yang berbahaja), kita beramai lantas putar kembali kemarkas besar didaerah
Kanglam, dan kewajiban selanyutnya adalah kau yang harus memikul seluruhnya."
Begitulah setiap Keh Lok mengucapkan sepatahkata, segera Ciang Cin mengia sekali
penuh girang, terus menerus ia menyatakan baik tugas 2 itu.
Setelah selesai membagi tugas, segera semua orang keluar kelenteng dan Cemlak
keatas kuda sambil memberi tanda perpisahan dengan Ciang Cin.
Ketika semua orang melihat kuda putih Lou Ping yang bagus itu, kesemuanya tiada
henti-nya memuji. Karena itu diam-diam Lou Ping berpikir : "Seharusnya kuda ini mesti dihadiahkan pada Congthocu, tapi engkoku itu (maksudnya suaminya, Bun Thay Lay)
sudah terlalu banyak-banyak menderita, nanti kalau dia sudah dapat tertolong, kuda ini akan kuberikan padanya saja, biar dia menjadi girang."
Dalam pada itu Keh Lok telah tanya Ie Hi Tong : "Di-manakah orang-orang Uigor itu
berkemah " Marilah kita memutar pergi melihatnya."
Segera Hi Tong menunyukkan jalan menuju ketepi sungai, tapi setiba disana, yang
tertampak hanya tanah lapang yang sunyi senyap, mana lagi ada perkemahan dan
bayangan orang " Yang ada tinggal kotoran 2 kuda dan onta yang memenuhi tanah
saja. Hi Tong turun dari. kuda dan memeriksa kering dan ba-sahnya kotoran 2 binatang itu,
lalu katanya: "Mereka berangkat kira-kira sejam yang lalu."
Semua orang' menjadi heran dan merasa tindak-tanduk orang-orang Uigor itu rada
aneh dan penuh rahasia, susah diraba untuk apakah tujuan mereka.
"Marilah kita berangkat !" ajak Keh Lok kemudian.
Maka Cepat-cepat sekali mereka keprak kuda, ditengah malam buta yang sunyi, hanya
terdengar suara derapan kuda yang ber-detaka.
Karena kuda putih Lou Ping terlalu Cepat-cepat larinya, maka setiap kali ia harus
menunggu kawannya agar tidak ketinggalan jauh. Ketika fajar sudah menyingsing,
sampailah mereka ditepi sebuah sungai kecil.
"Para saudara, biarlah binatang 2 tunggangan kita minum air dulu untuk memulihkan
tenaga, lewat sejam lagi kukira sudah dapat menCapai kereta tawanan Suko," demikian
kata Keh Lok. Mendengar selekasnya akan bisa bertemu dengan suami nya, seketika darah ditubuh
Lou Ping seakan-akan mengalir terlebih santer, jantung memukul keras, wajah bersemu
merah. Waktu Hi Tong melirik orang dan nampak parasnya yang Cemas 2 Cantik itu, sung'guh
susah dilukiskan perasaan apa yang dirasakannya saat itu, maka per-lahan 2 ia
mendekati Lou Ping dan memanggilnya lirih : "Suso !"
"Ehm ?" sahut Lou Ping.
"Sekalipun jiwaku harus melayang , pasti aku akan mem-bebaskan Suko kepadamu,"
kata Hi Tong parau.
Lou Ping tersenyum, lalu dengan menghela napas pelahan ia berkata: "Ja beginilah baru benar 2 saudaraku yang baik !"
Seketika pilu rasa hati Hi Tong hingga hampir 2 saja meneteskan air mata, lekas-lekas ia melengos kearah lain.
"Suso," kata Keh Lok tiba-tiba , "pinyamkanlah kudamu itu kepada Sim Hi, biar dia
menyusul kedepan dahulu untuk menyelidiki jejak Cakar-alap 2 dan kemudian balik
memberi kabar pada kita."
Mendengar dapat menunggang kuda putih milik Lou Ping itu, alangkah girangnya Sim
Hi, segera ia mendekati. Lou Ping dan menanya: "Ja,. Bun-naynay (nyonya Bun),
bolehkah kau?"
"Kajak anak kecil, kenapa tidak boleh?" sahut Lou Ping tertawa.
Mendengar itu, tanpa bertanya lagi segera Sim Hi Cem plak kuda putih itu terus berlari pergi seCepat-cepat terbang.
Setelah menunggu kuda mereka Cukup meminum air, ke-mudian merekapun
melanyutkan perjalanan dengan Cepat-cepat . Tak lama, CuaCa sudah terang
benderang, dari jauh kelihatan Sim Hi telah kembali dengan kuda putihnya.
"Lekas, kawanan Cakar-alap 2 itu tak jauh didepan, marilah lekas mengejarnya!"
demikian kaCung itu berteriak-' dari jauh.
Mendengar laporan itu, sungguh girang sekali semua orang, mereka keprak kuda
mengudak lagi sepenuh tenaga.
Ketika Sim Hi menukar kembali kuda putih itu kepada Lou Ping, nyonya jelita ini tanya padanya: "Apakah kau telah melihat kereta yang ditumpangi Suya (tuan keempat)?"
"Ja, ja, sudah melihatnya," sahut Sim Hi sambil mengangguk-angguk. "Ketika aku ingin melihatnya lebih jelas dan Coba mendekati kereta besar itu, tapi orang-orang Piauhang yang mengawal disamping kereta itu dengan bengis lantas angkat golok menganCam
sambil menCuCi maki padaku."
"Biarlah, sebentar pasti mereka akan me-nyembah 2 dan menyebut kau tuan muda dan
nenek-moyang kecil padamu," ujar Lou Ping tertawa.
Lalu seCepat-cepat kilat merekapun menguber terlebih Cepat-cepat lagi.
Setelah mengejar 5-enam li pula, lapat 2 kelihatan didepan ada sepasukan orang yang
makin lama makin dekat, dan achirnya tertampak jelas adalah seregu tentara yang
mengawal sebuah kafilah.
"Mengejar lagi enam-tujuh li lantas kawanan Cakar-alap 2 dan orang-orang Piauhang
itu," demikian kata Sim Hi pada majikan nya, Tan Keh Lok.
Ketika semua orang keprak kuda melampaui kafilah itu, begitu Keh Lok memberi tanda,
segera Cio Su Kin dan Ie Hi Tong ber 2 memutar kuda mereka terus menghadang
ditengah jalan, sedang yang lain-lain meneruskan pengejaran mereka kedepan dengan
Cepat-cepat . Setelah pasukan tentara itu sudah dekat, diatas kudanya Hi Tong lantas memberi
hormat, katanya dengan sopan-santun sebagai seorang SiuCay: "Kalian tentunya sudah
Capek lelah, pemandangan disini indah permai, marilah kita duduk 2 dulu sambil meng-
obrol 2 saja?"
Tapi seorang perajurit tentara Cing yang paling depan lantas membentaknya: "Lekas
minggir, kau tahu tidak ini adalah keluarga Li-Ciangkun?"
"O, kiranya keluarga pembesar" Kalau begitu lebih 2 harus mengaso dulu," sahut Hi
Tong. "Didepan sana ada 2 setan gantung hitam-putih, jangan 2 nanti malah bikin
kaget para nona dan nyonya."
"NgaCo-belo," damperat seorang perajurit lain sambil ajun peCutnya terus menyabet.
"Kau SiuCay berbau keCut ini jangan main gila disini !"
Namun dengan ketawa 2 Hi Tong berkelit, lalu katanya pula: "Ah, jangan pukul dulu.
Kata pribahasa: Seorang jantan pakai mulut tidak pakai tangan. Tapi kau telah gunakan peCut kuda semaunya, inilah bukan perbuatan seorang jantan !"
Sementara itu perwira yang memimpin kafilah itu ketika melihat didepan ada orang
menghadang, Cepat-cepat sekali telah keprak kuda maju membentak.
Tapi dengan tertawa Hi Tong memberi hormat lagi, lalu tanyanya: "Siapakah nama
paduka tuan yang mulia, dimana kah kediamannya?"
Nampak keadaan Ie Hi Tong dan Cio Su Kin agak men Curigakan,maka perwira itu
menjadi ragu 2 dan tidak lantas menyawab.
Dalam pada itu Hi Tong telah keluarkan seruling emasnya, katanya pula: "Aku yang
rendah sedikit mempelajari seni suara, tapi seringkah gegetun belum ketemukan kawan
yang paham kepandaianku, kini melihat paduka tuan lain dari yang lain, maukah
silahkan turun kuda dulu buat mendengarkan satu lagu sulingku untuk pelipur lara
dalam perja-lanan?"
Kiranya perwira itu adalah Can Tho Lam yang mengawal keluarga Li Khik Siu kedaerah
Kanglam itu, Ketika dilihat nya seruling emas orang, sungguh terkejutnya tidak
kepalang. Meski ia tidak menyaksikan sendiri waktu Hi Tong bertempur melawan
petugas-petugas negeri di Tio-keh-po tempo hari, tapi kemudian iapun mendengar
Cerita dari perajuritnya serta pelajan hotel hingga mengetahui "bandit" yang melawan dan bahkan membunuh petugas negeri itu adalah' seorang muda ganteng dan
membawa seruling emas. Kini kepergok di tengah jalan, entah apa maksud tujuannya,
tapi bila melihat lawan hanya ber 2 orang saja, dalam hati dengan sendirinya tak begitu gentar.
Karena itu, segera Can Tho Lam membentak: "Kita 'air sungai tak mengairi sumur
(maksudnya tiada permusuhan dan sangkutpaut), baiknya ambil ah jalan sendiri 2 dan
lekaslah minggir saja !"
"Nanti dulu," jawab Hi Tong. "Aku ada sepuluh lagu merdu yang sudah lama tak ditiup, harini bisa bertemu orang agung, tanpa merasa menjadi getol, maka terpaksa biar aku
pertun jukkan sebisanya. Untuk memberi jalan tidaklah susah, asal sepuluh laguku
sudah selesai ditiup, dengan sendirinya aku menghantar selamat jalan paduka tuan."
Habis berkata, tanpa menunggu jawaban orang, segera Hi Tong angkat serulingnya
kebibir terus ditiupnya keras-keras.
Can Tho Lam mengarti urusan harini tak mungkin disele-saikan begitu saja, maka iapun tak sabar, begitu tombak nya diangkat, dengan gerakan "oh-liong-jut-tong?" atau naga hitam keluar dari liang, mendadak ia menusuk keulu hati Hi Tong.
Ternyata serangan itu sama sekali tak diperduli oleh SiuCay berseruling emas itu, ia masih terus meniup sulingnya se enaknya saja, ia menunggu setelah ujung tombak itu
sudah mendekat baru mendadak tangan kirinya menyamber gagang tombak musuh,
menyusul seruling emas ditangan kanan menghantam sekeras-kerasnya ketengah
gagang tombak hingga seketika senjata itu patah menjadi 2,
Terkejut sekali Can Tho Lam, Cepat-cepat ia tarik kudanya mundur beberapa langkah,
lalu dari seorang perajuritnya disambernya sebilah golok untuk kemudian merangsang
maju lagi. Tapi setelah tujuh-delapan jurus, kembali Hi Tong dapatkan ke-sempatan menutuk
dilengan kanannya hingga lagi-lagi senjata Can Tho Lam terlepas dari tangan.
"Nah, sepuluh laguku harini sudah pasti kau mendengar nya," demikian kata Hi Tong
sambil tertawa. Lalu seruling diangkatnya dan ditiupnya lagi.
Gugup dan gusar Can Tho Lam 2 kali keCundang, ia masih takmau terima, tiba-tiba ia
memberi tanda sambil berteriak : "Maju semua, tangkap dulu keparat ini !"
Mendengar perintah atasannya itu, mau-tak-mau para pe-rajurit itu menyerbu maju.
Namun Cio Su Kin sudah siap, sekali ia lompat turun dari kudanya dan menghadang
kedepan, ketika gajuh besi nya diajun, dengan gerak tipu "boat-Chau-sun-Coa" atau
menyingkap rumput menCari ular, penggajuhnya menyabet pelahan kaki seorang
perajurit paling depan, tanpa ampun lagi perajurit itu menyerit dan jatuh terjengkang dia tas sajap penggajuh Cio Su Kin itu. Apabila lain saat Su Kin mendadak ajun
senjatanya keatas keras-keras, bagai layang-layangyang putus benangnya perajurit itu tahu-tahu terbang keangkasa, saking takutnya hingga perajurit itu ber-teriak 2 minta tolong dan kemudian jatuh kedalam rombongan Kawan-kawan nya.
Waktu Cio Su Kin memburu maju pula, idem dito seperti tadi, seperti sekop saja
serdadu 2 Cing itu satu persatu kena disekop keudara oleh penggajuh besinya.
Karuan saja serdadu 2 yang berada dibagian belakang sama ketakutan, sekali menyerit, seketika mereka putar tubuh terus angkat langkah seribu alias lari ter-birit 2. Meski Can Tho Lam Coba menCegah kekaCauan itu dengan ajun peCut kudanya menyabet
serabutan, namun suasana sudah takbisa dikuasai lagi.
Sedang Cio Su Kin merasa kesenangan akan permainan "sekop" itu. tiba-tiba tirai pintu kereta besar didepannya tersingkap, menyusul sesosok awan merah tahu-tahu
menubruk datang, berbareng sebilah pedang mengkilap telah menusuk kedadanya.
Namun Su Kin sempat gunakan gerakan "to-poat-sui-yang" atau membubut pohon Yang
roboh, ujung gagang penggajuhnya mendadak dibalik untuk memukul batang pedang
orang. Tapi lawannya ternyata juga tidak lemah, belum sampai kebentur, orang itu
sudah merubah serangan dan ganti menusuk kaki Su Kin.
Ketika sedikit Su Kin geser kaki dan gajuhnya terus me nyerampang dari samping,
karena tahu tenaga Su Kin terlalu besar, orang itu tak berani menangkisnya, hanya
melompat pergi beberapa tindak.
Waktu Su Kin menegasi, ternyata orang itu adalah seorang gadis berbaju merah. Dasar
Su Kin bertabiat tidak suka banyak-banyak bicara, maka tanpa bersuara kembali ia
putar gajuhnya menempur sigadis pula. Tapi setelah saling gebrak beberapa jurus lagi dan melihat ilmu pedang orang sangat bagus, diam-diam Su Kin merasa heran.
Kalau Su Km heran, maka Hi Tong yang menyaksikan di samping juga terkesima.
Tatkala itu ia sudah lupa meniup serulingnya lagi melainkan memperhatikan terus ilmu pedang sigadis itu, ternyata gadis itu mainkan pedangnya sedemikian rupa hingga sinar putih gulung-gemulung sambung menyam bung tak pernah putus, segera juga Hi Tong
dapat menge nalinya ilmu pedang sigadis ternyata adalah "Ju-hun-kiam-hoat" dari
perguruan sendiri.
Melihat pertarungan itu masih terus berlangsung dengan serunya, ilmu pedang sigadis
sangat bagus, sebaliknya tenaga Cio Su Kin besar, hingga seketika susah dibedakan
mana bakal unggul atau asor. Maka mendadak Hi Tong melompat maju, ketika seruling
emasnya ia tangkiskan ke-tengah 2 ke 2 senjata yang sedang bertanding itu, berbareng iapun berseru: "Berhenti !"
Gadis itu dan Cio Su Kin sama-sama mundur selangkah, dalam pada itu setelah
menukar lagi senjata tombaknya, Can Tho Lam telah keprak kuda maju lagi hendak
membantu sigadis, sedang perajurit 2 Cing itu sama berteriak 2 dikejauhan memberi
semangat pada pemimpinnya. Namun tiba-tiba gadis itu memberi tanda agar Can Tho
Lam mundur saja.
"Numpang tanya siapakah nama nona yang mulia" Dan siapakah gurumu?" demikian Hi
Tong lantas menanya.
Gadis itu tertawa.
"Kau tanya, tapi aku justru takmau bilang," sahutnya kemudian. "Sebaliknya aku tahu
kau adalah Kim-tiok-siuCay le Hi Tong, Hi artinya ikan, ikannya dari ikan menggeragap ikan diair keruh, dan Tong artinya sama, samanya dari sama-sama sebagai jantan. Kau
menduduki kursi ke-14 dalam Hong Hwa Hwe, betul tidak?"
Terkejut sekali Hi Tong dan Su Kin demi mendengar kata-kata orang yang luCu 2 benar
itu hingga seketika mereka saling pandang tak bisa buka suara. Lebih 2 Hi Tong
tertegun oleh karena kata-kata sigadis tadi ternyata menirukan Caranya mem-
perkenalkan diri tempo menempur musuh dihotel itu.
Dilain pihak Can Tho Lam juga tidak habis mengerti ketika menyaksikan gadis itu tibatiba berbicara dengan kawanan "bandit" itu dengan senyum-simpul tanpa takut.
Begitulah sedang tiga laki 2 dengan heran memandangi seorang gadis yang bermuka
berseri-seri, dan seketika bingung entah apa yang harus dibicarakan, tiba-tiba
terdengarlah suara derapan kuda yang riuh ramai, perajurit 2 Cing itu tertampak sama minggir memberi jalan, lalu enam penunggang kuda telah menyusul datang dari arah
belakang dengan Cepat-cepat . Orang yang berada paling depan itu berwajah kurus,
rambut penuh beruban, nyata ialah tokoh terkemuka Bu-tong-Pai, Liok Hwi Ching
adanya. Tanpa berjanyi Hi Tong dan sigadis tadi ber-sama-sama telah memapak maju, yang
satu terdengar memanggil Hwi Ching dengan 'Susiok' (paman guru), sebaliknya yang
lain memanggil 'Suhu' (guru), lalu sama-sama melompat turun dari kuda untuk memberi
hormat. "Wan Ci, kenapa kau berada bersama Ie-suheng dan Cio-toako disini?" tanya Hwi Ching


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian. Nyata gadis tadi bukan lain adalah Li Wan Ci, itu murid perempuan Hwi Ching yang
nakal dan jail.
"Habis, Ie-suheng memaksa orang harus mendengar tiupan serulingnya, aku tak suka
mendengarnya, lalu ia merintangi tak boleh lewat," demikian sahut sigadis. "Sekarang, Suhu, kau saja yang menimbang siapa yang salah dalam hal ini."
Tentang Liok Hwi Ching menghajar petugas negeri di hotel tempo hari, Can Tho Lam
sudah mengetahuinya juga, kini melihat orang mendadak munCul berombongan, hati
perwira itu menjadi kebat-kebit tak tenteram.
Kelima orang yang ikut dibelakang Hwi Ching itu ialah Ciu Tiong Ing, Ciu Ki, Ji Thian Hong, Beng Kian Hiong dan An Kian Kong.
Hari itu ketika diam-diam Lou Ping tinggal pergi tengah malam, besok paginya ketika
Ciu Ki sudah bangun, gadis ini menjadi kurang senang. "Hm, kalian orang-orang Hong
Hwa Hwe suka pandang rendah orang lain, kenapa kau tidak ikut pergi bersama kau
punya Suso (kaka ipar perempuan keempat) saja ?" demikian gadis itu mengomel.
Karena itu Thian Hong memberi penyelasan sebisanya dan meminta maaf kepada ayah
dan gadis she Ciu itu.
"Ia, Cinta suami-isteri mereka yang masih muda, sudah tentu ingin sekali bisa lekas-
lekas bersua kembali, kalau ia berangkat lebih dulu, itupun sudah jamak saja," ujar
Tiong Ing. Habis ini ia berpaling pada gadisnya dan men Celahnya : "Dan kau perlu apa harus muring 2?"
"Seorang diri Suso telah berangkat, ia sudah saling kenal dengan kawanan Cakar-alap
2, jangan 2 akan terjadi lagi sesuatu," kata Thian Hong.
"Ja, tidak salah, maka paling baik kalau kita menyusulnya lekas," sahut Tiong Ing. "Tan-tangkeh suruh aku memimpin regu ini, apabila terjadi apa-apa atas dirinya (maksudnya Lou Ping), sungguh mukaku ini nanti entah harus ditaruh di mana?"
Maka mereka bertiga segera larikan kuda seCepat-cepat terbang, sore hari itu juga
mereka sudah bisa menyusul Liok Hwi Ching. Karena kuatir atas diri Lou Ping, maka
berenam mereka menempuh perjalanan seCepat-cepat mungkin tanpa banyak-banyak
buang tempo ditengah jalan, sebab itu tak lama rombongan Tan Keh Lok berlalu,
segera juga mereka sudah bertemu dengan Ciang Cin yang bertugas menyaga
ditempatnya itu, dan ketika mendengar bahwa Bun Thay Lay berada tidak jauh didepan,
seCepat-cepat angin segera merekapun menguber terus.
Begitulah, ketika Hi Tong mendengar Wan Ci mengadu biru malah pada Liok Hwi Ching,
mau-tak-mau wajahnya menjadi panas rasanya, pikirnya : "Aku merintangi orang
mendengar serulingku, itu memang benar, tapi bilakah pernah aku memaksa kau sinona
besar ini?"
Dilain pihak ketika Ciu Ki mendengar penga 2n Wan Ci tadi, dengan sengit ia melotot
pula kearah Ji Thian Hong, dalam hati iapun berkata : "Hm, memangnya ada berapa
orang baik-baik didalam Hong Hwa Hwe kalian"
Kemudian Hwi Ching telah berkata pada Wan Ci: "Urusan didepan nanti sangat
berbahaja, baiknya kalian tinggal sementara disini jangan sampai mengagetkan Thay-
thay (nyonya besar). Bila urusanku sudah selesai, dengan sendirinya aku akan datang
mencari kau."
Mendengar didepan nanti bakal ada ramai 2, tapi sang Suhu tak perkenankan dia ikut
perdi, maka mulut Wan Ci yang mungil menyengkit, tanpa menyawab. Namun Hwi
Ching pun tak menghiraukannya, ia ajak semua orang mengudak pula terlebih Cepat-
cepat . Kembali mengenai Keh Lok tadi, ia memimpin rombong annya mengejar terus kedepan,
setelah 4 - 5 li lagi, lapat 2 kelihatan iring 2an orang didepan terbaris menjadi satu garis lurus sedang menyelayahi gurun Gobi yang luas.
Segera dengan pedang terhunus Bu Tim Tojin mendahului menguber kedepan sambil
berteriak : "Ayo, kejar Cepat-cepat !"
Setelah lebih satu li lagi, bangun tubuh orang-orang didepan makin lama makin nyata, tiba-tiba Lou Ping keprak kuda terus menyerobot maju, hanya sekejap saja musuh
disusulnya. Dengan golok kembar ditangan, ia bermaksud melampaui musuh dulu untuk
kemudian baru putar balik mencegat.
Tak terduga mendadak didepan sana riuh ramai orang ber-teriak 2, beberapa puluh
ekor onta dan kuda telah me nerdyang datang dari arah timur kebarat.
Karena tak menduga-duga, lekas-lekas Lou Ping tahan kudanya dengan maksud melihat
kawan atau lawan kafilah yang me nerdyang datang ini.
Sementara itu iring 2an petugas negeri itupun sudah berhenti dan ada orang sedang
mem-bentak 2 menegur. Tapi barisan penerdyang itu makin depat makin Cepat-cepat ,
senjata gemilapan ditangan penunggang 2 kuda itu segera menyerbu kedalam pasukan
tentara itu hingga terjadilah pertempuran gaduh.
Lou Ping menjadi heran sekali, ia tidak mengerti dari mana datangnya bala bantuan itu.
Sementara itu Tan Keh Lok dan lain-lain sudah menyusul datang juga, be-ramai 2
mereka maju lebih dekat untuk menyaksikan pertempuran sengit itu.
Sekonyong-konyong dari depan sana seorang penunggang kuda mendatangi dengan
Cepat-cepat , setelah melingkari medan per-tempuran ke 2 pihak itu, orang itu terus
menuju kearah jago-jago Hong Hwa Hwe ini. Setelah dekat, achirnya semua orang
dapat mengenalinya bukan lain ialah Kiu-beng-kim-pa-Cu, We Jun Hwa, simacan tutul
bernyawa sembilan itu.
Setelah sampai dihadapan Keh Lok, segera Jun Hwa berseru : "Congthocu, bersama
Cap-ji-long aku menyaga dimulut selat bukit sana, tapi telah diterdyang orang-orang
Uigor ini, kami ber 2 tak mampu menahannya, terpaksa aku memburu datang memberi
lapor, siapa tahu mereka malah sudah saling gebrak dengan kawanan Cakar-alap 2 itu,
inilah sungguh aneh sekali!"
"Bu Tim Totiang, Tio-samko dan Siang-si Siang-hiap (ke 2 pendekar she Siang),"
demikian Keh Lok segera mengatur siasat, "kalian berempat lekas menyerbu kesana
merampas dahulu kereta tawanan Bun-suko itu, yang lain-lain jangan turun tangan
dulu, biar kita lihat gelagat saja."
Sekali mengia, Bu Tim Tojin berempat terus keprak kuda mengerbu kedepan.
"Kawan dari golongan mana ?" bentak 2 opas ketika melihat datangnya empat orang
itu. Namun Tio Pan San menyawabnya segera dengan 2 buah pisau seCepat-cepat kilat,
yang satu menembusi tenggorokan dan yang lain menancap diperut, ke 2 opas itu
seketika kena dibereskan.
Tio Pan San berjuluk "Jian-pi-ji-lay" atau sibudha bertangan seribu, sebab biasanya
mukanya berseri-seri selalu, wajahnya welas-asih dan hatinya lemah, sebaliknya tubuhnya penuh membawa senjata-nyata rasia seperti piau, anak panah, batu sambitan dan
peluru besi dan maCam 2 lagi, Cepat-cepat dan jitu sambitannya hingga orang susah
mengarti Cara bagaimana sepasang tangannya itu sekaligus bisa menggunakan senjata-
nyata rasia yang begitu banyak-banyak.
Setelah empat orang itu menerdyang sampai mendekati kereta besar, dari depan tiba-
tiba seorang Uigor yang pakai ubel 2 kepala telah menusuk dengan tombaknya. Namun
se dikit mengegos, Bu Tim tidak balas menyerang, melainkan terus menerdyang lebih
dekat kereta besar sasaran mereka. Ketika seorang Plauwsu angkat goloknya
membaCok, sekali Bu Tim menangkis, seCepat-cepat kilat pedangnya terus me motong
kebawah hingga empat jari Piauwsu itu tertabas putus, saking sakitnya hingga Piauwsu itu terjungkir jatuh dari kudanya.
Pada saat itu juga Bu Tim mendengar samberan angin dari belakang, ia tahu ada musuh
membokong, tanpa berpaling lagi ia ajun pedangnya dari bawah keatas, tahu-tahu
pedangnya melalui bawah bahu musuh terus menerabas keluar dari pundak kanan,
nyata opas yang membokong itu telah terpapas sebelah lengannya mulai dari bahu
sampai dipundak, bahkan sebagian kepalanya pun terkupas, hingga darah munCrat
bagai air leding.
Cara Bu Tim menghajar musuh itu disaksikan dengan jelas oleh ke 2 saudara Siang dan
Tio Pan San dari belakang, mereka sama memuji atas ketangkasan imam berlengan
satu yang lihai itu.
Begitu juga, ketika orang-orang Piauhang melihat ilmu pedang Bu Tim mengejutkan,
belum sampai bergebrak 2 kawan dipihaknya sudah melayang jiwanya, keruan nyali
mereka peCah hingga be-ramai 2 ber-teriak 2 : "Angin ken tyang , lari !"
Tiba-tiba seorang Piauwsu yang bertubuh kurus kecil telah membilukkan kereta besar,
sekali peCutnya bekerja, kereta keledai telah dilarikan Cepat-cepat.
Tatkala itu ke 2 pendekar Siang dengan senjata Cakar-terbang mereka sudah saling
gebrak melawan tujuh-delapan orng Uigor yang maju merintanginya. Sedang Tio Pan
San ketika kereta besar dibilukkan hendak lari, segera bersama Bu Tim Tojin mereka
mengudak. Setelah rada dekat, Pan San mengeluarkan sebutir batu "Hui-hong-Ciok," batu belalang terbang, Cepat-cepat sekali ia sambitkan kebelakang kepala Piauwsu itu hingga tepat
mengenai sasaran dan darah berCipratan, saking sakitnya orang itu ber-kaok 2, tapi
banyak-banyak juga akal liCik Piauwsu itu, tiba-tiba ia keluarkan sebilah hadi 2 terus ditanCapkan sekuat-kuatnya kepantat keledai, karena kesakitan, karuan binatang itu
berlari kesetanan.
Pan San menjadi gusar, ia peCut kudanya lebih ken tyang , mendadak ia enyot tubuh
terus menubruk kebebokong kuda tunggang Piauwsu itu, dan baru saja duduk diatas
kuda, berbareng tangan kanannya sudah pegang per gelangan tangan Piauwsu itu terus
diangkat keatas, la ajun 2 dulu tubuh orang diudara, lalu dilemparkan sekuatnya ke
arah kereta keledai yang masih berlari Cepat-cepat didepan itu.
Dengan tepat Piauwsu itu jatuh diatas kepala keledai penarik kereta itu, begitu jatuh, secara mati 2an ia merangkul kentyang 2 kepala binatang itu. Karena kaget, pula
matanya tertutup oleh rangkulan si Piauwsu, keledai itu berjingkrak 2 dan me-ronta 2
terus membalik arah malah.
Dengan Cepat-cepat Bu Tim dan Pan San seg'erapun sudah datang hingga keledai itu
dapat diberhentikan. Waktu Pan San ulur tangannya menarik punggung Piauwsu itu,
dengan keras ia banting orang ketepi jalan.
"Sam-te gunakan orang sebagai senjata, sungguh hebat Caramu ini!" demikian Bu Tim
memuji. Waktu Tio Pan San menarik tirai kereta dan melongak kedalam, namun keadaan dalam
kereta ternyata gelap gelita tak terang, hanya lapat 2 seperti ada seorang yang
merebah didalam dengan tubuh berselimut.
"Su-te (adik keempat), benar kau bukan" Kami telah da tang menolong kau!" segera
Pan San berseru.
Tapi orang itu hanya bersuara lemah sekali, habis itu tak kedengaran apa-apa lagi.
"Kau hantar kembali Su-te dulu, biar aku yang menCari Thio Ciau Cong untuk bikin
perhitungan," kata Bu Tim. Habis ini ia keprak kuda menerdyang lagi kemedan
pertempuran. Mula 2 orang-orang Piauhang melarikan diri kearah timur, tapi ketika melihat Bu Tim
menerdyang datang lagi, dengan ber-teriak 2 mereka putar haluan kabur kebarat.
Thio Ciau Cong, wahai Thio Ciau Cong! Dimanakah kau keparat ini, kenapa tidak lekas
unyuk diri!" segera Bu Tim ber-teriak 2 menantang.
Tapi meski diulangi lagi, masih belum ada juga orang menyahut. Maka kembali ia
menerdyang kearah gerombolan musuh.
Melihat Bu Tim mengudak datang lagi, para Piauwsu dan hamba 2 negeri menjadi
ketakutan tidak kepalang hingga semangat seakan-akan terbang ke-awang 2, mereka
ber-teriak 2 terus lari sipat-kuping tunggang-langgang.
Dilain pihak para jago menjadi girang ketika melihat Tio Pan San membawa kembali
kereta besar yang mereka arah itu, be-ramai 2 mereka memapaknya. Dengan tak sabar
Lou Ping telah mendahului kehadapan kereta itu, ia melom-pat turun dari kudanya terus menyingkap tirai kereta.
"Toako!" serunya dengan suara ter-putus-putus.
Tapi ternyata tiada sahutan orang didalam kereta. Kaget luar biasa Lou Ping, tanpa pikir lagi ia menerobos kedalam kereta terus menarik selimut yang menutupi sesosok tubuh
orang itu. Sementara itu para jago Hong Hwa Hwe yang lainpun sudah datang, mereka sama
melompat turun dari kuda terus merubung maju hendak melihat keadaan Bun Thay Lay
yang mereka rindukan itu.
Disebelah sana ke 2 pendekar Siang melihat kereta tawanan sudah dapat mereka
rampas, tentu saja mereka tak sabar lagi menempur terus orang-orang Uigor yang tak
jelas asal-usulnya itu, sekali ke 2 saudara Siang itu bersuit, Cakar-terbang mereka
diajun memaksa orang-orang Ui itu mundur, lalu mereka putarkuda terus kabur pergi.
Orang-orang Uigor itu rupanya melulu bertugas merintangi orang yang bermaksud
mendekati saja, maka ketika melihat ke 2 saudara Siang itu undurkan diri, sama sekali mereka tidak mengejar, melainkan terus ikut menerdyang ketengah medan
pertempuran yang masih berlangsung dengan serunya itu.
Tatkala itu Bu Tim Tojin masih menerdyang kesana kemari, seorang kusir kereta yang
lambat larikan diri kembali telah kena dibaCoknya hingga terguling. Bu Tim tak berniat membunuhnya, maka ia tarik tali kendali kuda melompati tubuh orang terus ber-teriak 2
menantang pula: "Ayo, Hwe-jiu-boan-koan, dimana kau, pengeCut, kenapa tidak lekas
keluar !" Hwe-Chiu poan-koan adalah gelaran Thio Ciauw Cong. Tapi yang munCul bukan dia,
melainkan seorang Wi yang tinggi besar, bermuka brewok. "Imam liar darimanakah
berani mengaduk disini!" demikian segera orang itu membentak.
Tanpa menyawab, pedang Bu Tim berkelebat menyabet nya. Untung orang Wi itu sebat
menangkis. Tapi sebelum dia keburu menarik kembali goloknya, Bu Tim susuli sabetan
kearah kanan dan kiri, Cepat-cepat nya bukan terkira. Karena tak sempat menangkis,
orang Wi itu jepitkan kaki keperut kuda, sudah itu tubuhnya ia buang kebawah untuk
menyusup kebawah perut kuda. Dengan Cara berjum palitan melalui perut
tunggangannya itu, barulah dia berhasil lolos dari tabasan Bu Tim. Namun tak urung dia kucurkan keringat dingin, dan dengan andalkan kepandai annya berkuda, orang Wi itu
larikan kudanya dengan dia sendiri masih menggelantung dibawah perut si kuda.
"Kau dapat menghindari tiga tabasanku, betul-betul seorang hohan. Akupun tak mau
mengambil jiwamu lagi", kata Bu Tim dengan tertawa. Dan dia kembali menyerbu
kearah rombongan lain.
Ketika SeChwan Sianghiap tadi mengantar kereta menuju kesebelah barat, mereka
nampak dari arah muka ada kira-kira delapan penunggang kuda menghampiri. Itulah
rombongan Ciu Tiong Ing dan Liok Hwi Ching. Tapi belum lagi mereka mendekati kereta
besar, Lou Ping telah menyeret keluar orang yang berselimut dalam kereta itu tadi,
terus dilemparkan kebawah, lalu terdengar nyonya itu membentak:
"Pan-lui-Chui Bun toaya dimana?"
Dan belum habis kata-kata diuCapkan, nyonya itu sudah ber CuCuran air mata. Ketika
orang Hong Hwa Hwe sama memeriksanya, ternyata orang itu adalah seorang lagi-lagi
setengah tua yang mukanya kurus. Tangannya kanan dibalut dan digantung pada
lehernya. Lou Ping segera mengenalnya sebagai kepala polisi Pak khia yang terkenal yaitu Go Kok Tong, itu orang yang telah ditabas putus sebelah lengannya oleh Bun Thay Lay sewaktu pertempuran di "Thio-ke-poh dulu itu.
Lou Ping segera mendupaknya, maksudnya akan mena-nyakan keterangan, namun
karena terlalu menahan perasaan gusar dan Cemas, ia sampai tak dapat mengucap
apa-apa. Sebaliknya begitu menusukkan gaetannya pada paha Go Kok Tong, Wi Jun
Hwa segera membentak dengan bengis nya: "Dimana Bun-ya" Kalau kau membisu,
akan kutabas kakimu ini!"
"Thio Ciauw Cong, sibangsat itu, sudah membawanya jauh sekali," jawab kepala polisi
itu dengan gemasnya. "Ia suruh aku tinggal dalam kereta ini, kukira kalau dia
bermaksud baik suruh aku beristirahat dulu. Tidak tahu nya manusia liCik itu
menggunakan tipu 'kim-sian-toat-kak' (tonggeret bertukar kulit). Aku dijadikan korban untuk dia yang akan menerima pahala dikotaraja. Bangsat, Coba lihat saja, dia bisa
selamat atau tidak nanti !"
Demikian kepala polisi itu menyumpahi dan memaki kalang kabut.
Pada saat itu, rombongan 2 Hong Hwa Hwe sudah tiba semua, maka berserulah Tan
Keh Lok : "Tangkap semua kuku garuda dan orang-orang piauwkok, jangan ada satu yang bisa
lolos. Mari kita kaCip mereka dari 2 jurusan."
Begitulah Tan Keh Lok dengan Thio Pan San, Siang-si Song-hiap, Nyo Seng Hiap, Wi Jun Hwa, Cio Su Kin dan Sim Hi, menerdyang dari jurusan selatan. Sedang Ciu Tiong Ing
bersama Liok Hwi Ching, Ji Thian Hong, Lou Ping, Ie Hi Tong, Ciu Ki, Beng Kian Hiong dan An Kian Kong, menyerbu dari jurusan utara. Bagaikan jepitan besi, rombongan
Hong Hwa Hwe itu segera mengepung kawanan kuku garuda, piauwsu dan orang-orang
Wi. Selagi orang-orang Wi itu tengah bertempur seru dengan orang-orang piauwkok, tiba-
tiba Thio Pan San beberapa kali mengibas kibaskan ke 2 tangannya. Seketika itu 2
orang kaki tangan pemerintah terjungkal dari kudanya. Kini tahulah orang-orang Wi itu, siapa lawan siapa kawan. Mereka sama ber tereak 2 kegirangan. Malah orang Wi
brewok yang pernah tempui Bu Tim itu tadi, majukan kudanya untuk mendekati
rombongan Hong Hwa Hwe, lalu serunya :
"Entah rombongan enghiong mana yang datang membantu ini. Disini Cayhe (aku yang
rendah) menghaturkan maaf dan terima kasih."
Habis mengucap, dia angkat tinggi goloknya selaku memberi hormat. Tan Keh Lok Buru-
buru merangkap tangan untuk balas menghormat, katanya :
"Saudara-saudara, mari kita ber-sama-sama menggempur musuh !" Kini dengan
turunnya komando sang pemimpin, majulah orang-orang Hong Hwa Hwe dengan
serentak. Karena beberapa kawan yang diandali sudah banyak-banyak yang binasa,
maka dengan serta merta orang-orang negeri dan piauwsu 2 itu sama menyura minta
diampuni jiwanya sambil tiada hentinya memanggil: "Yaya, CouwCong" atau kakek
moyang . Demikian riuh rendah mereka meratap membahasakan dengan pelbagai sebutan yang
menyunyung sekali.
"Bun naynay," tiba-tiba Sim Hi berseru girang kepada Lou Ping, "mereka benar 2 telah memanggil kakek moyang padaku seperti katamu tadi."
Saat itu hati Lou Ping risah tak keruan, kata-kata si-kaCung itu sedikitpun tak
didengarnya. Di-tengah-tengah suasana yang kaCau itu, sekonyong-konyong Bu Tim lari keluar dari
gundukan orang-orang , terus bertereak keras-keras: "Hai, mari kauorang datang
kemari. Lihat betapa bagus permainan pedang anak perempuan itu !"
Semua anggauta Hong Hwa Hwe telah sama mengetahui bahwa ilmu pedang toh-beng-
kiam-hoat imam itu jarang ada la wannya. Orang-orang dikalangan Rimba persilatan
yang dapat menangkis tiga sabetan pedangnya itu, jarang sekali. Kini dia sendiri sampai keluarkan pujian ilmu pedang orang lain, dan terutama adalah seorang gadis.
Mereka kaget dan dengan penuh keheranan sama datang untuk melihatnya. Orang Wi
brewok itu mengucap beberapa patah perkataan Wi, maka rombongan orang-orang Wi
itu sama menyingkir ketepi, hingga bersama orang-orang Hong Hwa Hwe kini
merupakan sebuah lingkaran. "Cbng-thocu, Thio Ciauw Cong tak berada disini. Orang
yang memainkan roda ngo-heng-lun itu boleh juga tampak nya," kata Bu Tim pada Tan
Keh Lok. Ketua Hong Hwa Hwe itu juga datang melihat. Cerita disitu ada seorang nona berbaju
kuning tengah bertempur seru de ngan seorang laki 2 kate.
"Nona itu bernama Hwe Ceng Tong, murid dari Thian-san Siang Eng," demikian Hwi
Ching mendekati Tan Keh Lok seraja memberi keterangan. "Dan si kate yang
memegang ngo-heng-lun itu adalah Giam Se Ciang, salah seorang dari Kwantong Liok
Mo." Tergerak hati Tan Keh Lok mendengarnya. Thian-san Siang Eng, sepasang burung_
elang dari Thiansan, adalah sepasang suami isteri Tut-Ciu Tan Ceng Tik dan Swat-tiau Kwan Bing Bwe. Mereka adalah angkatan tua dari kalangan persilatan didaerah Hwi.
Dengan gurunya, Thian Ti koay-hiap mereka tak berhubungan, sekalipun tidak
bermusuhan tapi ke 2 fihak sedapat mungkin tak mau berjumpa.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Keh Lok dengar bahwa Thian San Pai punya ilmu pedang sam-hunkiam sangat
istimewa sekali. Maka kali ini dia perhatikan sekali permainan nona itu. Memang
ternyata gerak serangan sinona itu luar biasa serunya, sehingga orang she Giam itu
harus melajani mati 2an. Sedang dalam pada itu orang-orang Wi bersorak sorai untuk
membantu semangat sinona. Malah ada beberapa orang yang nampak ma ju
menghampiri dan siap akan turut bertempur.
"Tahan, aku hendak bicara!" tiba-tiba orang she Giam itu bertereak seraja mundur
selangkah. Rombongan orang Wi makin rapat menghampiri. Dengan menghunus senjata, mereka
siap akan menyerbu. Cepat-cepat sekali Giam Se Ciang pindahkan sepasang senjatanya
keta ngan kiri, dan tangannya kanan sebat sekali menarik sebuah buntalan dari
belakang punggungnya. Dengan mengangkat tinggi-tinggi senjatanya dia bertereak :
"Kalau kaurang memaksa andalkan jumlah besar untuk menindas aku, bungkusan ini
akan kurusakkan !"
Mendengar itu terkejutlah orang-orang Wi itu. Serentak mereka mundur beberapa
tindak. Rupanya insaf bahwa dirinya susah lolos dalam kepungan orang-orang Wi dan
Hong Hwa Hwe yang sedemikian kuatnya, maka Se Ciang hendak Cari akalan. Maka
katanya lagi : "Kauorang berjumlah besar, tentu mudahlah untuk membunuh aku. Tetapi aku, orang
she Giam, pun berhati baja. Jangan harap kauorang bisa menCapai maksudmu. KeCua-li
kalau mau bertanding satu lawan satu, kalau aku sampai kalah, baru dengan suka rela
kuserahkan pauwhok ini. Kalau tidak dengan Cara begitu, aku siap untuk hanCur binasa ber-sama-sama dengan bungkusan ini. Nah, kauorang boleh pikir 2 lagi."
Kiao Li-kui Ciu Ki adalah orang pertama yang merasa panas telinganya, tanpa tunggu
lagi, ia loncat kedalam kalangan seraja berseru : "Baiklah, aku yang menantang dulu !"
Habis itu dengan putar goloknya, nona berangasan itu akan maju menyerang, tapi
ayahnya Buru-buru menariknya kembali dan katanya: "Disini berkumpul banyak-banyak
Cianpwe 2 yang gagah perkasa, mengapa kau mau perlihatkan ketololanmu ?"
Sementara itu sinona baju kuning melambaikan tangan nya kepada Ciu Ki dan serunya:
"Biar aku dulu yang melajani, kalau gagal, barulah CiCi bantu".
"Jangan kuatir. Kulihat kau ini orang yang baik, tentu aku suka membantumu", jawab
Ciu Ki dengan gagahnya.
"Hm, budak tolol. Ia bugenya lebih tinggi dari kau, apa-apaan kau mau bantu dia",
ayahnya menegur dengan bisik-bisik.
"Apa dia tak mau kubantu?" bantah sinona yang bandel itu.
"Pauwhok yang berada ditangan piauwsu she Giam itu berisi kitab suCi dari orang-orang Wi, maka nona itu tentu akan merebutnya dengan tangannya sendiri", menerangkan
Liok Hwi Ching.
Baru setelah mendengar itu, Ciu Ki mengerti dan mau diam.
"Siapa yang hendak maju dulu. Nah sudah dirunding belum", kata Giam Se Ciang
dengan Congkak.
"Biarlah aku lagi yang melajanimu!" seru Hwe Ceng Tong.
"Kalau kau kalah apa perjanyiannya"!
"Kalah menang, kau harus tinggalkan kitab itu disini. Kalau menang, kau boleh pergi.
Tetapi kalau kalah, nah tinggal ah saja disini dengan kitab itu!" jawab sigadis.
Dengan ucapan itu, Ceng Tong terus mulai menyerang. Giam Se Ciang mengeluarkan
ilmu permainan roda yang disebut ngo-heng pat-kwa, terdiri dari enam4 jurus. Kembali orang disuguhkan pertandingan senjata yang seru dan menarik.
Tan Keh Lok melambaikan tangan memanggil Hi Tong datang, katanya :
"Sipsu-te, kau lekas-lekas berangkat untuk memburu jejak suko. Kita nanti menyusul."
Hi Tong Buru-buru keluar dari situ untuk naik kudanya. Tapi ketika berpaling dia
menampak Lou Ping tengah tundukkan kepala seperti orang ngelamun. Sedianya Hi
Tong akan meng hampirinya untuk menghibur, tapi pada lain saat, dia keprak kudanya
terus kabur. Sementara itu dalam pertandingan seru itu betul-betul permainan sam-hun-kiam nona
Ceng Tong itu luar biasa sebat-nya. Belum ujung pedang menusuk datang, sudah ditarik dan diganti serang'an lagi. Demikian terjadi pada tiap 2 gerak serangannya. Beberapa kali Giam Se Ciang berusaha untuk menyampok pedang sinona, tapi selalu tak berhasil.
Bu Tim, Liok Hwi Ching, Tio Pan San adalah achli 2 pedang yang kenamaan. Kini
mereka mengawasi seraja tak putus-putusnya memberi komentar.
Jilid 9 "SERANGAN kearah pundak lawan tadi, Cepat-cepat nya sudah Cukup, hanya kurang
tepat," kata Bu Tim.
"Tentunya dia tak dapat menyamai kesempurnaan permainanmu. Tapi waktu kau masih
berumur seperti dia, apa juga sudah seperti dia lihainya?" tanya Tio Pan San dengan
tertawa. "Nona itu betul-betul mempunyai gaja penarik, sehingga menawan symphati orang-
orang ," Bu Tim juga ketawa.
Memang kata-kata tojih itu tepat. Karena Tan Keh Lok sendiri, setelah menyaksikan
permainan orang, segera tertarik dan mengaguminya. Tampak olehnya, meskipun nona
itu dahinya berketesan kerirgat, namun semahgatnya masih tetap gagah, gerak kaki
dan tangannya masih tetap teratur seperti biasa.
Tiba-tiba Ceng1 Tong merobah permainannya. Kini ia menye rang dengan gerak "hay-
si-Cin-lou" yaitu salah satu ilmu pedang Thian San Pai yang lihai sekali. Gerak
serangannya, sukar diduga. Hingga kembali orang-orang sama kagum dibuatnya. Selagi
mereka terbenam dalam keasjikannya, tiba-tiba pedang sinona berkelebat laksana kilat Cepat-cepat nya menikam pundak lawan. Karena terkejut dengan tikaman yang tepat
mengenai pundaknya itu, Giam Se Ciang menyerit keras seraja loncat mumbul, dan
menCelat beberapa tindak kebelakang. Serunya: "Aku mengaku kalah, kitab ini
kukembalikan padamu!"
Terus dia ambil pauwhok yang terbungkus kain merah itu. Dengan kegirangan luar
biasa, Ceng Tong tampil kemuka untuk menerima kitab Alqur'an yang dipandang
sebagai kitab suCi suku bangsanya itu dari tangan orang.
Siapa duga mendadak Se Ciang menarik muka terus membentak: "Nih, ambil!" "
Berbareng itu tangannya yang lain tahu-tahu mengajun, tiga buah senjata rasia "hui-
Cui" atau bor terbang seCepat-cepat kilat menyamber kedada Ceng Tong-.
Menghadapi kejadian yang sama sekali tak ter-sangka 2 itu, untuk hindarkan diri
rasanya terlalu susah, baiknya Ceng Tong masih sanggup mendojongkan tubuhnya
kebelakang dengan gaja "thi-pan-ki" atau jembatan papan besi, tubuhnya seakan-akan
melengkung terbalik kebelakang, dengan demikian ketiga bor itu menyamber lewat
semua diatas mukanya.
Namun Giam Se Ciang tidak berhenti begitu saja, baru tiga buah bor pertama
dihamburkan, menyusul tiga buah bor yang lain sudah ditimpukkan lagi.
Tatkala itu Ceng Tong sedang berdojong kebelakang, tampaknya pasti akan tertimpa
bahaja, menyaksikan itu, para orang Wigor sangat kuatir dan gusar pula atas kekejian musuh, maka be-ramai 2 mereka telah mehjerbu maju.
Dalam pada itu bila Ceng Tong telah menegak kembali, tiba-tiba didengarnya suara
"Creng-Creng-Creng" tiga kali, ketiga buah bor tadi sudah jatuh ketanah seperti kena dihantam senjata rasia apa-apa dan jatuhnya tepat ditepi kaki Ceng Tong, gadis ini
berkeringat dingin bila tahu bahaja apa yang tadi menganCam dirinya. Cepat-cepat
sekali ia hunus pedangnya, sementara itu Giam Se Ciang sudah merangsang maju bagai
kerbau gila dan senjata rodanya terus menghantam.
Karena tak sempat ganti gerakan lagi, terpaksa Ceng Tong angkat pedang menangkis,
maka saling beradulah ke 2 senjata itu, sebuah roda tajam menindih kuat 2 dari atas
dan pedang menyang gah keras-kerasdari bawah hingga seketika keadaan menjadi
saling tahan. Lama-lama tenaga Se Ciang yang lebih besar, achirnya rodanya "Ngo-heng-lun" sudah
menindih turun mendekati kepala sigadis.
Nampak berbahaja, selagi para ksatria hendak maju menolong, sekonyong-konyong
tangan kiri Ceng Tong menCabut keluar sebilah pedang pendek yang bersinar
menyilaukan dari ping gangnya, seCepat-cepat kilat pula ia tubleskan senjata itu
keperut Giam Se Ciang.
Tanpa ampun lagi Se Ciang menyerit keras, kontan pula orangnya roboh kebelakang.
Melihat keCekatan sigadis, kembali semua orang berbareng bersorak memuji.
Dilain saat, Ceng Tong Cepat-cepat melolos pauhok merah yang menggamblok
dibelakang punggung Giam Se Ciang. Dalam pada itu, sibrewok pun juga mendatangi,
seraja katanya: "Bagus, nak!"
Ceng Tong segera angsurkan pauwhok kepadanya, dengan menyungging senyuman
yang manis, ia berseru dengan serta merta: "Ayah!"
Memang sibrewok itu adalah ayah Hwe Ceng Tong, jakni Bok To Lun. Dengan chidmat,
dia angsurkan ke 2 tangan untuk menyambutinya. Sementara itu, Ceng Tong menCabut
lagi badi 2 yang nanCap di tubuh Giam Se Ciang. Dalam pada itu satu anak lelaki kira-kira berumur 15 tahun loncat turun dari kuda terus lari ketengah lapangan. Dia Cepatcepat memungut tiga buah benda berwarna putih yang bundar bentuknya, terus
diserahkan pada seorang muda, siapa lalu memasukkan kedalam kantongnya.
"Kiranya yang melepas senjata rahasia untuk memunahkan huiCui dari orang she Giam
tadi, dialah orangnya!" pikir Ceng Tong.
Tersurung oleh suatu perasaan yang aneh, ia melirik ke-arah penolongnya. Tampak
olehnya, bagaimana wajah orang itu berseri 2 bagaikan batu giok. Sepasang matanya
ber-sinar 2 bagaikan bulan purnama. Mengenakan pakaian yang longgar dan tangannya
menenteng sebatang kipas. Begitu Cakap dan agung nampaknya.
Kebetulan anak muda itupun mengawasi kearahnya, maka terbentrok sinar mata ke
2nya.. Sianak muda nampak ber senyum padanya dan dengan ke-merah 2an Ceng Tong
tundukkan kepalanya, terus lari mengikut ayahnya. Kepada sang ayah ia membisiki
bebrapa patah perkataaan, dan ayah nya itu nampak menganggukkan kepalanya.
Bok To Lun maju menghampiri kuda pemuda tersebut, lalu menyura dihadapannya.
Pemuda itu Buru-buru loncat turun dari tunggangannya, terus tersipu-sipumembalas
hormat. "Atas budi kongcu yang telah menyelamatkan jiwa anakku, aku haturkan beribu terima
kasih. Mohon tanya, siapakah nama kongcu yang mulia ?" Tanya Bok To Lun.
"Aku yang rendah ini orang she Tan nama Keh Lok. Salah seorang saudara kita telah
ditangkap oleh kawanan kuku garuda dan orang-orang piauwsu itu, maka kita beramai
datang menolongnya. Tetapi sayang nya, kita masih belum berhasil. Kitab pusaka dari
rakjat tuan kini telah dapat terampas kembali. Untuk itu aku turut bergirang dan
haturkan selamat."
Pemuda itu memang bukan lain adalah ketua dari Hong Hwa Hwe Bok To Lun panggil
putera puterinya datang dan disuruhkannya menghaturkan terima kasih pada sang
penolong. Begitu dekat, agak heran Tan Keh Lok memikirkannya. Kalau sang kakak,
Hwe A In bertelinga lebar, muka penuh brewok, adalah adiknya, Hwe Ceng Tong,
begitu manis sikapnya. Wajahnya laksana bunga yang sedang mekar di musim semi,
Cantik berseri-seri bagaikan embun pagi. Kalau tadi dari jarak agak jauh, Tan Keh Lok mengagumi per mainannya pedang, kini setelah saling berdekatan semangat anak muda
itu seperti dibetot melihat keCantikan yang wajar dari nona itu. Sehingga untuk sesaat itu, dia kesima terlongong-longong.
"Jika tadi bukan siangkong (tuan) yang menolong, tentu jiwaku sudah lenyap. Budi
siangkong itu, akan terukir dalam hatiku se-lama-lamanya," demikian sigadis.
"Ah" Tan Keh Lok seperti orang yang dibangunkan dari tidurnya. "Telah lama kudengar
'sam-hun-kiam' dari Cabang Thian San Pai sangat sempurnanya. Tadi setelah
kusaksikan sendiri betapa ilmu itu nona mainkan, betul-betul hebat tak tertara. Tadi Cayhe telah kelepasan tangan jail, untuk itu sudah merasa berSyukur kalau nona tak
marah, mengapa malah nona berlaku sungkan menghaturkan terima kasih?"
Ciu Ki, si nona berangasan itu, merasa sebal mendengar ke 2a orang muda itu begitu
saling bersungkan.
"Ilmu pedangmu memang lebih hebat dari aku, tapi ada satu hal yang akan kuajarkan
padamu," Ciu Ki memotong pembicaraan orang.
"Harap CiCi memberi petunyuk," sahut Ceng Tong.
"Yang bertempur dengan kau tadi orangnya liCin. Kau terlalu percaya padanya hingga
hampir terpedaya. Memang kebanyak-banyakan orang lelaki itu banyak-banyak akal
muslihatnya, lain kali haruslah kau ber-hati-hati terhadap mereka," demikian kata Ciu Ki.
"CiCi benar. Kalau bukan Tan kongcu yang menolong, tentu jiwaku sudah melayang ,"
ujarCeng Tong. "Apa sih Tan kongcu itu " Oh, kau maksudkan dia. Dia adalah Congthocu Hong Hwa
Hwe " O, ja, Tan .... Tan toako, tadi senjata apa yang kau gunakan untuk memukul
huiCui orang itu. Mana kasih lihat padaku," tanya Ciu Ki kepada Tan Keh Lok.
"Ini sebenarnya hanya biji 2 Catur," kata Keh Lok seraja mengeluarkan 2 biji Catur dari kantongnya. "Timpukanku jelek sekali, harap nona Ciu jangan menertawakannya."
"Siapa yang menertawai kau " Permainanmu bagus sekali. Selama dalam perjalanan,
ayah tak sudah 2nya memuji padamu. Kiranya ada beberapa bagian ucapannya itu
benar," sahut Ciu Ki.
Ketika mendengar anak muda itu adalah Cong-thocu dari sebuah perkumpulan,
heranlah Ceng Tong. Ia kelihatan ber-bisik-bisik pada ayahnya, siapa beberapa kali
meng-ia-kannya.
Pada waktu orang-orang Hong Hwa Hwe sudah membereskan hamba 2 negeri dan
orang-orang piauwkiok. Yang menyerah dikumpulkan, yang mati dikuburkan dan yang
luka-luka diberinya obat, antara nya piauwsu yang dipapas kutung sebelah tangannya
oleh Bu Tim, jakni Chi Ceng Lun. Lain piauwsu yang dibinasakan dengan panah tangan
oleh Thio Pan San, jakni Te Ing Bing. Dan yang dilempar oleh Pan San jakni Tong Siu
Ho entah kemana lenyapnya.
Kali ini Tin Wan piawkok menderita kerugian kehilangan 2 orang piauwsu yang binasa
dan 2 yang luka-luka. Pembesar 2 Pembesar 2 polisi dari Pakkhia dan Thian-Cin ada
tujuh atau delapan yang meninggal dan terluka.
Saat itu Bok To Lun menghampiri Tan Keh Lok seraja berkata:
"Berkat bantuan Congwi eng hiong sekalian, tugas berat kita telah selesai. Menurut
keterangan kongcu, masih ada seorang eng hiong yang belum tertolong. Aku
bermaksud suruh putera dan puteriku serta beberapa orangku untuk membantu
kongcu. Terserah apa saja yang kongcu akan suruh mereka kerjakan. Hanya saja
kepandaian mereka itu masih rendah, entah kongcu suka meluluskan tidak?"
"Sungguh kita merasa berterima kasih sekali," seru Tan Keh Lok dengan gembira. Lalu
dia perkenalkan mereka pada sekalian saudara-saudaranya.
"Ilmu pedang totiang hebat bukan buatan. Seumur hidup belum pernah kuberjumpah
dengan ke 2nya. Masih untung,
tadi totiang berlaku murah, kalau tidak ha, " kata Bok To Lun pada Bu Tim.
"Sungguh tadi aku berlaku kurang ajar, harap dimaafkan," sahut Bu Tim meminta maaf.
Orang Wi paling mengindahkan sama orang-orang gagah. Sewaktu mengetahui
bagaimana kelihaian Bu Tim, Tio Pan San, Tan Keh Lok, SeChwan Siang Hiap dan lain-
lain.-nya, mereka sama kagum dan berebutan memberi hormat pada orang-orang
gagah itu. Sedang mereka berbicara, tiba-tiba dari arah barat terdengar suara derapan kuda yang riuh, ketika semua orang menoleh, maka tertampaklah seorang sedang mendatangi
dengan Ce pat, sesudah dekat, Cepat-cepat sekali orang itu melompat turun dari kuda
dan ternyata adalah satu pemuda rupawan.
"Suhu!" tiba-tiba pemuda itu menyapa Liok Hwi Ching. Nyata ia adalah Li Wan Ci yang
kini telah menyamar sebagai lelaki pula.
Wan Ci memandang sekitarnya, Ie Hi Tong tak dilihatnya, tapi Hwe Ceng Tong dapat
dilihatnya, maka Cepat-cepat ia berlari mendekati gadis itu sambil memegang kentyang tangan orang dengan mesra. "Kemana kau telah pergi malam itu" Sungguh bikin aku
menjadi kuatir! Kitab suCi itu sudah dapat direbut kembali belum?" demikian serentetan perta nyaan Wan Ci.
"Baru saja dapat direbut kembali, lihatlah itu!" sahut" Ceng Tong gembira sambil
menunyuk kepada buntalan merah diatas punggung sang kaka.
Melihat itu, Wan Ci merenung sejenak, tiba-tiba katanya:
"Kau telah membuka dan memeriksanya belum" Apakah kitab itu benar 2 berada
didalamnya?"
"Kami ingin berdoa dulu kepada Al ah untuk berterima kasih kepada kebesaranNya,
habis itu baru membuka kitab suCi itu," sahut Ceng Tong.
"Tapi, menurut aku, paling baik membuka dan memeriksanya dulu," ujar Wan Ci.
Mendengar kata-kata sigadis ini, Bok Tok Lun menjadi ragu 2, lekas-lekas ia buka
buntalan merah itu dan memeriksanya, tapi ia menjadi melongo, karena isinya hanya
setumpukan kertas rosokan saja dan sekali 2 bukan kitab suCi Alkur'an yang mereka
agungkan itu. Melihat itu, para orang Uigor itu menjadi gusar hingga mengumpat habis-habisan
keliCikan musuh.
Begitu pula Hwe A In segera tarik seorang kusir Piau-hang yang masih meringkuk diatas tanah, lebih dulu ia persen orang sekali tempilingan, habis itu baru ia membentak:
"Kemana kitab itu telah dilarikan"' Bilang, lekas bilang!"
Karuan kusir itu kesakitan sambil memegang mukanya hingga seketika susah
menyawab. "Katakan, lekas," Bok Tok Lun ikut membentak sambil angkat goloknya. "Tak mengaku
terus terang, biar aku penggal dulu kepalamu!"
"Am?" ampun, bu?" bukan aku, tapi perbuatan ka?" kawanan piauthau itu, aku
sen?".. sendiri tidak tahu soalnya," demikian kusir itu menyawab dengan ketakutan
sambil menunyuk kearah Chi Cing Lun yang masih menggeletak itu.
Segera juga Ho A In menyeret bangun Chi Cing Lun dan membentak gusar: "Kawan,
katakan saja, kau ingin hidup atau mati?"
Namun Chi Cing Lun ternyata Cukup bandel, bukannya menyawab, tapi ia malah
pejamkan mata tak menggubris. Tentu saja Ho A In menjadi murka, ia angkat bogem
nya dan segera hendak gebuk orang pula. Baiknya Ceng Tong telah menarik baju sang
kaka pelahan, hingga kepalan A In yang sudah diangkat itu pelahan 2 diturunkan
kembali. Ternyata meski tabiat Ho A In ini kasar dan berangasan, tapi terhadap 2 adik
perempuannya ia paling menghormat dan menCintai. Adik perempuan yang besar jalah
Ceng Tong, sedang adik perempuan ke 2 bernama Kasri yang berparas Cantik molek
tiada taranya, digurun pasir orang menyebutnya "Hiang Hiang Kongcu" atau si Puteri
Harum. Ia tak bisa silat, maka urusan perebutan kitab suCi ini ia tidak ikut datang.
Begitulah, maka Ceng Tong lalu tanya Wan Ci: "Dari mana kau bisa mengetahui isi
buntalan itu bukan kitab suCi?"
"Aku pernah mengapusi mereka, maka aku pikir tentunya merekapun bisa meniru,"
sahut Wan Ci dengan tertawa.
Kemudian Bok Tok Lun membentak Ci Cing Lun pula agar mengaku, namun tetap Cing
Lun bilang kitab suCi itu sudah digondol pergi oleh salah seorang Piausu yang lain.
Bok Tok Lun masih sangsi 2 atas pengakuan orang, segera ia perintahkan bawahannya
menggeledahi semua kereta dan muatannya, namun sedikitpun tak tertampak bayangan
kitab yang diCari itu, ia kualir kitab suCi telah dirusak musuh, maka keningnya terkerut rapat, suatu tanda sangat masgul.
Disebelah sana Li Wan Ci lagi menanyai keadaan sang Suhu semenyak berpisah. Kata
Hwi Ching: "Urusan itu kelak akan kuCeritakan, kini lekasan kau kembali saja, nanti
ibumu akan berkuatir lagi atas dirimu, dan tentang kejadian disini ini sekali 2 jangan kau Ceritakan pada orang lain."
"Sudah tentu aku takkan Ceritakan, Suhu, apa kau kira aku masih anak kecil yang tak
mengarti apa-apa?" demikian sahut sigadis secara aleman. "Dan siapakah orang-orang


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini, Suhu, kenapa tak kau perkenalkan padaku?"
"Aku kira tak usah saja, lekasan kau kembali saja," kata Hwi Ching setelah berpikir.
Nyata ia pikir Wan Ci adalah puteri seorang panglima dan tentunya tidak CoCok tindak tanduknya dengan para pahlawan 2 terpendam ini, maka tak perlu mereka berkenalan.
Sebaliknya Wan Ci ternyata lantas ngambek, mulutnya yang mungil menyengkit, lalu
katanya pula dengan aleman:
Suhu tak sukai murid sendiri dan terima lebih suka pada seorang Sutit yang disebut
Kim-tiok-siuCay segala. Baiklah, Suhu, sekarang aku pergilah!" " Habis berkata, ia
menyura sekali, lalu Cemplak kudanya untuk pergi, ketika kudanya melalui samping
Hwe Ceng Tong, tiba-tiba Wan Ci membungkuk merangkul dipundak Ceng Tong dan
dengan bisik-bisik omong beberapa patah-kata padanya. Karena itu terlihat Ceng Tong
tertawa ngikik sekali, lalu Wan Ci me meCut kudanya terus kabur kebarat.
Kesemua itu telah disaksikan sendiri oleh Tan Keh Lok, ketika dilihatnya pemuda
rupawan itu berhubungan begitu rapat dengan Ceng Tong, entah mengapa, dalam
hatinya timbul semaCam perasaan yang susah dilukiskan, karena itu ia hanya terkesima saja.
"Congthocu," tiba-tiba Thian Hong mendekatinya, "bukankah kita harus merundingkan
Cara bagaimana harus menolong Suko?"
Karena teguran itu, barulah Keh Lok terkejut, lekas-lekas ia tenangkan diri dan
menyahut: "Ja, ja, benar. Sim Hi, lekasan kau gunakan kuda putihnya Bun-sunaynay
pergi mengundang kembali Ciang-sipya."
Perintah itu diterima Sim Hi yang terus berangkat pergi.
Lalu Keh Lok membagi tugas pula: "We-kiuko, kau pergi kemulut selat bukit itu untuk
bergabung dengan Cap-ji-long, Coba selidiki pula sekitar sana dan laporkanlah kesini malam nanti."
Segera We Jun Hwa pun berangkat menunaikan tugas.
"Dan malam ini biarlah kita bermalam terbuka saja disini buat menunggu berita yang
mereka bawa kembali, besok pagi 2 kita meneruskan pengejaran lagi," kata Keh Lok
achirnya kepada semua orang.
Karena sehari penuh mereka bikin perjalanan, ditambah pertempuran hampir setengah
hari, mereka menjadi sangat lelah dan lapar. Disebelah sana segera Bok Tok Lun
memerintahkan beberapa orang Uigor memindahkan beberapa tenda dan dipasang
ditepi jalan, dari tenda itu dibagi beberapa buah untuk perkemahan jago-jago Hong
Hwa Hwe itu, kemudian mereka menghantarkan lagi daging 2 sampi dan kambing yang
sudah mereka masak.
Sehabis dahar, Tan Keh Lok menghadapkan Go Kok Tong pula untuk ditanyai. Tapi
masih tiada habis-habisnya Go Kok Tong menCaCi maki Thio Ciau Cong, ia bilang kereta itu sela manya dipakai Bun Thay Lay, belakangan mungkin Thio Ciau Cong mengetahui
jejak musuh yang selalu menguntit dan bermaksud merampas kereta itu, maka
disuruhnya menggantikan duduk didalam kereta sebagai jebakan. Lebih dari itu ia tak
tahu. Waktu Keh Lok mendatangkan Ci Cing Lun dan didesak nya pula agar mengaku, tapi
masih tetap tanpa hasil sedikit pun.
Setelah tawanan 2 itu digusur pergi lagi ketempat tahanan, kemudian Thian Hong, itu
Khong Beng dari Hong Hwa Hwe, lantas berunding pada Keh Lok. "Congthocu,"
katanya, "manusia she Ci itu bersinar mata menCurigakan, sikapnya pun kelihatan liCik, aku kira biar malam nanti kita men Coba 2 padanya."
"Baik!" sahut Keh Lok, akur.
Habis itu dengan suara pelahan merekapun berunding renCana yang harus dijalankan.
Sampai hari sudah gelap, ternyata We Jun Hwa dan Ciok Siang Ing ber 2 tiada satupun
yang kembali melapor, karuan semua orang menjadi kuatir.
"Besar kemungkinan mereka telah mendapatkan jejak-nya Suko, maka telah menguntit
terus, ini malah suatu tanda baik," demikian pendapat si Khong Beng.
Karena itu, para jago-jago itu sama mengangguk membenarkan. Setelah mengobrol tak
lama lagi, kemudian merekapun tidur diatas tanah dalam perkemahan itu. Orang-orang
dari Tin Wan Piaukiok dan hamba 2 negeri yang tertawan itu telah di kat semua tangan-kaki mereka dan ditidurkan diluar kemah, setengah malam pertama dijaga Cio Su Kin,
dan setengah malam ke 2 Thian Hong yang dinas menyaga.
Setelah sang dewi malam sudah menggeser sampai di-tengah-tengah Cakrawala, telah
tiba waktunya Thian Hong yang berjaga, maka Khong Beng dari Hong Hwa Hwe ini
telah keluar menggantikan Su Kin, ia sendiri setelah mengontrol sekeliling perkemahan mereka, lalu ia berduduk ditempatnya sambil membelebat tubuhnya dengan sehelai
selimut. Kebetulan sekali Ci Cing Lun merebah disamping Thian Hong, tadi ketika Thian Hong
hendak berduduk, entah seng-aja entah tidak, pahanya telah kena di nyak dan karena
sakit, Cing Lun jadi tersadar.
Selagi Cing Lun lajap 2 hendak terpulas pula, tiba-tiba dide-ngarnya Thian Hong sudah mulai menggeros, tampaknya sudah tertidur nyenyak. Ia menjadi girang, ia Coba geraki ke 2 tangannya, ternyata tali pengikatnya tidak begitu ken tyang , maka setelah
dipentang dan meronta beberapa kali, achirnya ke 2 tangannya sudah terlepas.
Dengan hati-hati ia berdiam sejenak, bahkan bernapas pun sementara ditahan, ketika
suara gerosan Thing Hong ter-nyata makin keras, tidurnya bertambah nyenyak, pe-
lahan 2 Cing Lun membuka lagi tali pengikat kakinya, setelah da-rah anggota 2
badannya itu sudah berjalan lancar, pelahan 2 dan hati-hati sekali ia berdiri, lalu
selangkah demi selangkah ia berjalan pergi secara ber-indap 2.
Sampai dibelakang kemah, Cing Lun melepaskan tambatan seekor kuda, lalu dengan
ber-jinyit 2 ia jalan kejalan besar, ia pasang kuping, namun keadaan sekiling sunyi
senyap, diam-diam ia bergirang, sebab kaburnya ini tiada orang yang mengetahui,
dengan pelahan ia tutun kudanya mendekati kereta besar yang pernah ditumpangi Go
Kok Tong itu. Keadaan kereta itu sudah jungkir balik ditanah, keledai penariknya sudah dilepas orang.
Pada saat itu juga, dari salah satu kemah tiba-tiba melesat keluar suatu bayangan orang dan dengan diam-diam menguntit, ia bukan lain adalah si Li Kui wanita, Ciu Ki adanya.
Ciu Ki tidur sekemah bersama Ceng Tong dan Lou Ping, ke 2 orang yang belakangan ini
karena masing-masing pu nya pikiran, maka gulang-guling masih takbisa pulas. Ciu Ki
yang tertidur lebih dulu telah mimpi seakan-akan dirinya terjeblos masuk suatu lobang jebakan dan dengan susah payah ada orang menariknya keatas, waktu ia tegasi, ternyata penolong itu adalah Ji Thian Hong, ia menjadi ma rah terus ribut mulut padanya, tapi karena ribut 2 itu iapun tersadar dari impiannya.
Dan begitu ia mendusin, segera didengarnya diluar kemah ada suara berjalannya orang
dan kuda, waktu ia mengintip, dilihatnya Ci Cing Lun yang lagi hendak kabur. Lekasan saja ia samber goloknya terus mengejar keluar kemah.
Setelah beberapa langkah ia mengudak dan pikirnya hendak berteriak, sekonyong-
konyong dari belakang seseorang telah menubruk datang terus menekap kentyang 2
mulutnya yang sudah mulai terpentang itu.
Terkejut sekali Ciu Ki, kontan juga ia baliki goloknya terus membabat kebelakang, tapi orang itu sangat Cepat-cepat , tahu-tahu pergelangan tangannya sudah terpegang
hingga sen jatanya dapat ditahan kembali.
"Jangan bersuara, nona Ciu, aku adanya!" demikian seru orang itu dengan suara
tertahan. Mendengar itu adalah suaranya Thian Hong, goloknya tak jadi dipakai, tapi kepalan kiri sigadis masih dipukulkan juga hingga dengan tepat sekali mengenai dada kanan Thian
Hong. Karena pukulan itu, setengahnya memang sangat sakit, tapi setengahnya pura-pura
juga, terus Thian Hong jatuhkan diri kebelakang. Karuan Ciu Ki berbalik kaget, lekas-lekas ia berjongkok dan menanya dengan suara pelahan : "He, gi mana keadaanmu "
Habis, siapa suruh kau tekap mulutku " Ada orang hendak kabur apa kau tak
melihatnya?"
"Ja, ja, jangan bersuara, kita ikuti dia," sahut Thian Hong lirih.
Segera mereka merangkak 2 dan pelahan 2 menggeser ma ju. Sementara itu terlihat Ci
Cing Lun lagi membongkar bantal dudukan kereta besar itu hingga terdengar suara
gemelutak 2 kali seperti suara papan yang dijugil, lalu dari bawah papan
dikeluarkannya sebuah kotak kaju terus dimasukkan kedalam bajunya.
Tapi selagi Cing Lun hendak Cemplak keatas kudanya, Cepat-cepat sekali Thian Hong
telah mendorong Ciu Ki sambil berteriak : "Lekas Cegat dia !"
Gadis itupun sebat luar biasa, sekali enyot tubuh, segera orangnya melesat kedepan.
Mendengar suara orang, Cing Lun menjadi kaget, baru saja sebelah kakinya menginyak
pelana kuda dan tubuhnya belum sempat Cemplak keatas, sebelah kakinya yang lain ia
gunakan lebih dulu untuk mendepak bebokong kuda-nya, karena kesakitan, binatang itu
meringkik sekali terus raembudal beberapa tombak kedepan.
Tentu saja Ciu Ki tak mau lepaskan, ia mengudak se Cepat-cepat angin, tatkala itu Cing Lun sudah baliki tubuhnya keatas punggung kudanya, melihat sigadis mengejar, tiba-tiba ia ajun tangannya sambil membentak: "Awas, piau !"
Karena itu Ciu Ki rada terganggu larinya karena harus ber-jaga 2 bila senjata rasia
musuh menyamber datang; tak terduga bentakan Ci Cing Lun itu hanya gertak sambel
saja, hakibatnya semua senjatanya pada waktu tertawan sudah diluCuti semua. Dan
sebab Ciu Ki tertegun sejenak, maka Cing Lun telah larikan kudanya lebih jauh lagi.
Karuan Ciu Ki menjadi gugup karena terang tak mampu memburu lagi dan musuh
segera akan lolos. Begitu pula saking senang rupanya, Ci Cing Lun telah ketawa ter-
bahak 2. Siapa duga, belum lenyap suara tertawanya, tahu-tahu Ci Cing Lun terjungkir jatuh dari kudanya.
Terkejut terCampur girang Ciu Ki melihat kejadian itu, Cepat-cepat ia memburu maju
terus menginyakkan sebelah kakinya digigir Ci Cing Lun, dengan ujung goloknya ia
tatapi punggungnya.
Sementara itu Thian Hong pun sudah menyusul tiba. "Coba kau periksalah apa isinya
kotak didalam bajunya itu," demikian katanya pada sigadis.
Segera Ciu Ki merogoh keluar kotak kaju itu dari baju orang, waktu ia buka, ternyata isinya penuh bertumpuk ber-lapis 2 kulit domba seperti dijilid menjadi suatu kitab, ia balik 2 halaman kulit domba itu dibawah sinar bulan yang Cukup terang, ternyata
tulisan didalamnya sangat aneh, se hurufpun tak dikenalnya.
"Lagi-lagi tulisan aneh 2 dari Hong Hwa Hwe kalian, aku tak mengarti, nih, lihat sendiri,"
demikian kata Ciu Ki kemudian sembari melemparkan kitab itu ke-arah Thian Hong.
Waktu Thian Hong menyang gapi dan sesudah diperiksa, segera ia berkata dengan
girang: "Wah, nona Ciu, sekali ini jasamu sungguh tidak kecil, kitab ini besar mungkin adalah Alqur'an milik orang-orang Uigor itu, lekas kita pergi menCari Congthocu."
Tapi baru mereka membalik tubuh, tahu-tahu Tan Keh Lok sudah kelihatan mendatangi.
"He, Tan-toako, kenapa kaupun sudah datang?" tegur sigadis heran. "Lihatlah kau,
lekas, kitab apakah ini?"
Segera juga Thian Hong angsurkan kotak kaju, setelah Keh Lok memeriksanya, katanya
kemudian: "Ini sembilan bagian adalah kitab Alqur'an itu. Beruntung kau berhasil
menCegat larinya musuh, sungguh kami berpuluh orang laki 2 tak bisa menempili kau
sedikitpun."
Mendengar Thian Hong dan ketua Hong Hwa Hwe itu sama-sama me muji, besarlah hati
Ciu Ki. Ingin ia menyawab dengan kata-kata merendah, tapi tak tahu bagaimana mesti
mengucap kannya. Tak berselang berapa lama, bertanyalah ia pada Thian Hong: "Sakit
tidak tadi itu?" " Ia maksudkan puku lannya tadi.
"Nona benar 2 kuat!" sahut Thian Hong dengan tertawa.
"Salahmu sendiri," kata Ciu Ki. Habis itu dia angkat kakinya dan suruh Ceng Lun
bangun, tapi piauwsu ini ternyata tak berani berkutik. Karena mendongkol, Ciu Ki
mendupak nya lagi, namun dia tetap tak mau berg-erak.
Dengan tersenyum Tan Keh Lok membungkuk dan pijit 2 paha orang seraja
memerintahkannya bangun. Baru setelah itu sipiauwsu tersebut bisa merangkak berdiri.
Kini baru mengertilah Ciu Ki, lalu dipungutnya sebuah biji Catur dan dengan merengut diserahkan pada Tan Keh Lok.
"Ini biji Caturmu. Memang siapa yang tak tahu kelihai-anmu menimpuk jalan darah
dengan biji Catur. Hem, mentang 2 bisa mengelabui orang saja. Memang orang-orang
Hong Hwa Hwe itu bukan orang baik-baik ," demikian ia mengomel.
Buru-buru Tan Keh Lok menyelaskan bahwa yang berjasa tetap sinona yang telah dapat
merintangi sipiauwsu.
"Kalau dia tak gugup karena kau kejar, tentu dia bisa menghindari timpukanku," ujar
ketua Hong Hwa Hwe itu.
Dasar aleman, Ciu Ki puas hatinya. Dalam pada itu ia minta Thian Hong peristiwa
pemukulannya tadi jangan diberitahukan pada ayahnya.
"Apa halangannya kalau dikasih tahu?" kata sipemuda.
"Awas, kalau berani begitu, selamanya aku tak bicara lagi padamu!" anCam sigadis.
Thian Hong hanya meringis. Begitulah Ceng Lun segera digusur untuk diserahkan pada
Bok To Lun. Kepala orang Wi ini menjadi sangat kegirangan, karena kitab suCi mereka
telah dapat diketemukan kembali. Seluruh orang-orang Wi itu sama berlutut untuk
menghaturkan terima kasih pada Tan Keh Lok.
"Yang berjasa mendapatkan kembali kitab itu, adalah nona Ciu Ki. Kita tak berani terima penghargaan yang begitu besar dari lotiang. Karenanya harap loenghiong suka ajak
kembali putera dan puterimu, maaf, kami tak berani menerima pernyataan bantuan
loenghiong itu."
Ucapan ini telah membikin kaget Bok To Lun dan ke 2 anaknya. Karena maksudnya
yang baik mengapa telah diterima salah oleh ketua Hong Hwa Hwe itu. Berulang 2 Bok
To Lun mendesaknya, tetapi Tan Keh Lok tetap menolaknya. Melihat itu Ceng Tong
memberi isjarat pada ayahnya, tak usah mendesaknya lagi karena orang itu tetap tak
mau. Ketika kembali kedalam rombongannya, Thian Hong memberitahukan pada Ciu Tiong
Ing, bahwa kali ini Ciu Ki sangat berjasa dapat merampas kembali kitab Qur'an. Tiong Ing girang hatinya dan memandang pada puterinya dengan penuh kebanggaan. Tetapi
tiba-tiba Thian Hong men jerit kesakitan.
"Ada apa laote?" tanya Tiong Ing.
"Anu, tadi aku telah dipukul orang," sahut sipemuda.
"Siapa yang memukul dan bagaimana, apa terluka?" tanya Tiong Ing pula kuatir.
"Tidak luka, tapi Cukup sakit juga. Siapa lagi kalau bukan perbuatan telur busuk itu. Dia memang kejam sekali tangannya," sahut Thian Hong lagi.
Tiong Ing dan lain-lain' kawannya mengira bahwa si "telur busuk" itu, tentu Ceng Lun.
Maka Seng Hiap segera menghampiri terus menCekek leher baju sipiauwsu, bentaknya :
"Jadi kau masih berani memukul orang?"
"Au?" Oh, bukan akulah!" teriak piauwsu itu.
Buru-buru Thian Hong menCegahnya: "Pat-te, sudahlah, orang yang berbuat tentunya
merasa sendiri."
Dengan gemas, Ciu Ki melirik pada Thian Hong, katanya dalam hati: ,,Hm, sikate
kembali ber-belit 2 untuk memaki aku."
Begitulah keesokan hari, rombongan orang Wi telah minta diri pada orang-orang Hong
Hwa Hwe untuk pulang ketempatnya. Perpisahan itu dirasakan berat oleh ke 2 fihak.
Malah dengan memimpin tangan Ceng Tong, Ciu Ki menghampiri Tan Keh Lok seraja
berkata : "Nona itu orangnya Cantik dan bugenya lihai. Ia mau membantu, mengapa kau
tampik?" Tan Keh Lok tak dapat menyawab apa-apa.
"Tan kongcu tak mau kita orang sampai dapat bahaja. Dia memang bermaksud baik.
Apalagi kita memang sudah rindu dengan ibu dan adik dirumah dan ingin selekasnya
pulang. CiCi Ciu, sampai berjumpa lagi!" kata Ceng Tong sembari melambaikan tangan
dan terus pergi.
"Tuh, karena kau menampik, maka ia sampai menguCur kan air mata. Kau memang
suka pandang sebelah mata pada lain orang. Kau bikin sakit hatinya." kata Ciu Ki.
Tan Keh Lok terlongong-longong tak dapat menyahut. Hanya matanya tetap tak
terkesiap memandang bayangan sinona gagah itu.
Setelah agak jauh, tiba-tiba Ceng Tong memutar kudanya kembali. Dan ketika nampak
Tan Keh Lok masih terlongong-longong mengawasinya, sembari menggigit bibir Ceng
Tong melambaikan tangannya.
Melihat itu, seperti terbanglah semangat Tan Keh Lok. Tanpa disadarinya, dia maju
menghampiri. Ceng Tongpun Buru-buru loncat turun dari kudanya. Dan untuk sesaat itu
mereka saling berhadapan muka dengan pandangan yang berarti. KeDua- 2nya tak
dapat mengucap apa-apa.
"Kongcu telah menolong jiwaku, pun kitab suCi itu adalah kongcu yang bantu
mendapatkannya kembali. Maka sekalipun bagaimana kongcu memperlakukan diriku,
aku tetap tak sakit hati," kata Ceng Tong achir 2nya. Sembari berkata begitu ia loloskan sebatang pedang pendek dari pinggangnya dan katanya lagi :
"Pedang ini adalah pemberian suhuku. Menurut kata beliau, dalam pedang ini tersimpan sebuah rahasia yang besar. Beratus tahun pedang ini pindah dari satu kelain tangan,
tetapi tak ada orang yang dapat memeCahkan rahasia itu. Kita berpisah, entah kapan
bertemu lagi. Pedang ini kuharap kongcu suka menerimanya. Kongcu adalah seorang
budiman, mungkin dapat memeCahkan rahasia itu."
"Pedang ini adalah sebuah pusaka, sebenarnya aku tak berani menerimanya. Namun
untuk menghormat kehendak nona, terpaksalah kuterima dengan rendah hati," kata
Tan Keh Lok. Nampak Tan Keh Lok berkata dengan suara sember dan wajah yang saju, setelah
merenung sejenak, berkatalah Ceng Tong pula :
"Aku tahu mengapa kau tak ijinkan aku ikut bantu menolong Bun suya. Bukanlah karena
kemaren kau melihat aku berCakap 2 dengan seorang pemuda begitu asjiknya, maka
kini kau meremehkan diriku begitu rupa" Anak muda itu adalah murid dari Liok Hwi
Ching locianpwe, kau tanya saja pada Liok locianpwe siapa dan bagaimana anak muda
itu orangnya. Sampai disitu Coba kau renungkan apakah aku ini betul-betul seorang
gadis yang tak tahu harga diri !"
Habis berkata begitu, Ceng Tong keprak kudanya untuk menyusul rombongannya. Baru
setelah bayangan sinona lenyap kedalam rombongan orang-orang Wi, tersedarlah Tan
Keh Lok dari kesimanya. Diapun Buru-buru berlalu, maksudnya akan me nanyakan
keterangan sinona itu pada Liok Hwi Ching. Tapi pada saat itu, tiba-tiba dilihatnya ada, seorang penunggang kuda mendatangi.
"Siaoya, Ciang-sipya sudah datang. Dia membawa seorang tawanan!" demikian teriak
orang itu yang ternyata Sim Hi adanya.
"Menawan siapa?" tanya Tan Keh Lok.
"Sesampai dikuil itu, kulihat Ciang-sipya sedang CeCok ramai dengan seorang. Begitu
melihat aku berkuda putih, orang itu katakan akulah sipenCuri kudanya. dan terus mem baCok. Kami ber 2 lalu mengerojoknya. Orang itu sebenarnya lihai sekali, tapi aku
menggunakan sedikit tipu dan achirnya kami dapat merobohkannya."
"Tipu apa yang kau lakukan?" tanya Keh Lok.
"Aku tawur matanya dengan pasir, hingga sipya mudah membekuknya!" sahut Sim Hi.
Tan Keh Lok menanyakan nama orang tangkapan itu, tapi Ciang Bongkok keburu sudah
datang sembari menurunkan seseorang dari kudanya. Kaki dan tangannya di kat dengan
tambang. Kiranya orang itu ialah Han Bun Tiong, orang yang kudanya diCuri oleh Lou
Ping tempo hari itu.
Tan Keh Lok Buru-buru perintahkan Sim Hi lepaskan ikatannya, dan meminta maaf
kepada orang she Han itu, kemudian dipersilahkan untuk mengasoh kedalam tendanya.
Belum berapa lama duduk disitu, tampaklah Lou Ping masuk. Dan sekonyong-konyong
berbangkit orang she Han itu, terus memaki kalang kabut :
"Kaulah perempuan bangsat yang Curi kudaku, terang bahwa kau orang disini ini
memang komplotan jahat !"
"Kau Han Bun Tiong toaya bukan " Nah, kita saling tukar kuda dan aku menambahi
uang, jadi berarti kau sudah untung, mengapa marah-marah lagi ?" enak saja Lou Ping
menyahutnya. Atas pertanyaan Tan Keh Lok, Lou Ping lalu Ceritakan tentang halnya tukar menukar
kuda putih itu dulu. Sekalian orang-orang sama geli mendengarnya. Maka berkatalah
Keh Lok kemudian: "Sudahlah, harap suso kembalikan kuda itu pada Han-ya, dan Han-
ya tak perlu mengembalikan uang itu. Bagaimana luka dipaha Han-ya" Ayo, Sim Hi,
lekas kau ambilkan obat untuk Han-ya itu !"
Bun Tiong berkurang amarahnya dan akan menyatakan terima kasihnya, tapi tiba-tiba
Lou Ping menyelak: "Congthocu, aku tak setuju! Dia itu siapa kau tahu" Dia adalah
orang dari Tin Wan piauwkiok !"


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Masa ja ?" tanya Tan Keh Lok dengan terkejut.
Lou Ping segera serahkan surat Ong Hwi Yang, pemilik Tin Wan Piauwkiok, kepada sang
Congthocu. Sebaliknya dari yang diharap, Tan Keh Lok hanya Cukup sekali membuka,
lalu melihatnya lagi dan diserahkan pada Bun Tiong, kata tak ada sangkut pautnya
dengan Hong Hwa Hwe"
Mendengar itu, melengaklah sekalian orang. Dengan ber bangkit dan tegak berdiri, Liok Hwi Ching menuturkan apa yang telah terjadi ketika itu. Sebagai reaksi, berisiklah
suasana dalam tenda, itu dengan kutuk makian dari orang-orang Hong Hwa Hwe
kepada alamat Ciao Bun Ki. Hanya Han Bun Tiong yang sebentar 2 berobah wajahnya,
serta tak dapat mengucap apa-apa.
Sementara itu Liok Hwi Ching melanyutkan lagi: "Dan kalau Han-ya berkeras akan
membalas sakit hati suhengmu, sekarangpun aku bersedia untuk menemani. Sekali lagi
kutandaskan, bahwa soal ini tidak ada sangkutan apa-apa dengan Hong Hwa Hwe Jika
orang-orang Hong Hwa Hwe nanti sampai ada yang membantu, itu berarti menghina
padaku." Habis berkata begitu, Hwi Ching berpaling kearah Lou Ping, untuk minta senjata Han
Bun Tiong. Begitu thiat-pi-peh Bun Tiong diterima oleh jago tua itu, maka ber-katalah dia :
"Ketika Han Ngo Nio menCiptakan ilmu Thiat-pi-peh, namanya sangat semerbak
dikalangan Persilatan. Dia dianggap sebagai seorang pendekar wanita. Tetapi kini, haa "
Sembari mengelah napas, Hwi Ching kerahkan lwekang kearah tangannya. Sekali badan
pi-peh itu dipijitnya, seketika itu juga berobah menjadi sebuah papan besi yang gepeng.
"Kita kaum persilatan, kalau tak mengabdi kepada tanah air atau sekurang-
kurangnyanya melakukan perbuatan yang mulia, bukankah sia-siasaja segala ilmu
kepandaiannya itu?" kata Hwi Ching pula ber-api 2. "Kalau kesemuanya tak dapat
dilakukan, nah lebih baik sembunyikan diri menjadi rakjat yang baik. Hm, aku paling
benCi pada kawanan kuku garuda, kaki tangan piauwkiok yang mengantar barang-
barang ha-ram pada pembesar-' rakus. Bila orang yang bermodal ilmu silat terima
menjadi budak dari kawanan pembesar yang menindas rakjat, kalau ketemu aku, hem,
sekalipun aku, Liok Hwi Ching, usiaku sudah mendekati lubang kubur, tapi aku akan
gunakan hari 2 sisa hidupku itu, untuk membasmi mereka !"
Hwi Ching tampaknya sangat angker sekali. Darah mu danya kembali mengalir
memenuhi semangatnya. Dan dalam dia ber-kata-kata itu, tangannya tetap "mengerjai"
thiat-pi-peh itu. Maka begitu ucapannya habis, thiat-pi-peh itu sudah menjadi semaCam thiat-hoan, gelangan besi.
Ucapan jago tua itu, telah merasuk kedalam sanubari Bun Tiong. Selama ini, belum
pernah dia bertemu dengan lawan yang dapat menandingi bugenya. Tapi sekali ini saja, dia telah mendapat hajaran ber-turut 2. Dari Lou Ping Ciang Bongkok, Sim Hi dan kini dengan mata kepala sendiri dia saksikan bagaimana Hwi Ching telah memijit mijit
gepeng senjatanya yang sangat diandalkan itu, seperti orang yang memenCet tanah liat (lempung) saja. Sampai saat itu, barulah dia betul-betul merasa tunduk dan jerih.
Sebaliknya Ciang Su Kin, terkilik hatinya. Dia sambuti thiat-hoan itu, lalu di pijit 2 dan ditariknya hingga menjadi sebatang tongkat. Sebelah ujungnya disodorkan kehadapan
Seng Hiap. "Eh, kau mau adu kekuatan dengan aku?" tanya Seng Hiap.
Begitu Su Kin mengangguk, Seng Hiap terus pegang tongkat itu dan mulailah ke 2nya
saling tarik 2an. Ternyata ke 2nya sama unggulnya, dan yang nyata, tongkat itu makin lama makin panyang . Orang-orang yang menyaksikan sama kagum.
"Ah, sudahlah. Koko ber 2 sama kuatnya. Mari berikan pi-peh itu padaku !" kata Tan
Keh Lok, melerai ke 2 orang tersebut.
Ciu Ki dan Lou Ki merasa geli dan tertawa, ketika ketua itu masih menyebut tongkat itu, dengan "pi-peh."
"Totiang, Ciu locianpwe, Siang ngo-ko, kauorang bertiga harap berada disebelah sini,"
kata Tan Keh Lok setelah menerima tongkat. "Dan kau Tio samko, Siang liok-ko
bersama aku disisih sana. Mari kitaorang ber-main-main ."
Ciu Tiong Ing dengan tertawa menurut. Jadi ke 2 ujung tongkat itu kini dipegangi
masing-masing oleh tiga-orang.
"Mereka ber 2 telah menarik besi sampai panyang , kini kita bikin pendek lagi seperti semula," kata Keh Lok pula.
"Nah, satu, 2, tiga !"
Begitu mendorong, maka besi itu menjadi pendek lagi. Orang-orang yang melihatnya
ramai ber-sorak 2.
"Sudahlah, Cukup. Inilah yang dikatakan diatas langit masih ada langit'. Aku, Han Bun Tiong, kalau hari ini masih hidup besok aku akan pulang kekandang- untuk bertani saja," demikian Han Bun
Tiong sambil menghela napas. Setelah diperintahkan sang ketua, berhentilah kelima
orang itu yang sedang "dolanan" itu. "Kita telah merusak senjata sdr. Han, harap sdr.
maaf kan," kata Tan Keh Lok.
Karena sedang menguCurkan keringat, Bun Tiong tak dapat menyahut apa-apa maka
berkatalah ketua Hong Hwa Hwe itu pula: "Aku yang rendah ini akan omong beberapa
patah padamu entah sdr. suka mendengarkan entah tidak "
Setelah Bun Tiong mengiakan, berkatalah pula Tan Keh Lok: "Sedari dulu, orang yang
penasaran itu mudah diberi mengerti, tapi sukar diajak damai. Suheng Han-ya itu me-
mang Cari kematiannya sendiri. Jadi Liok Cianpwe itu tak bersalah. Dengan memandang
mukaku harap Han-ya tak mengganyel pada Liok locianpwe dan selanyutnya men jadi
sahabat saja."
"Jadi jiwa suhengku itu dikorbankan begitu saja ?" seru Bun Tiong dengan geramnya.
"Sebenarnya tugas Ciao sam-ya itu adalah untuk men Cari aku. Maka aku akan menulis
surat mengabari saudaraku dirumah. Harap Han-ya katakan saja bahwa Ciao samya
telah berhasil menemui aku. Tetapi sepulangnya, ditengah jalan Ciao samya telah
dibunuh orang, Dari agar samya tetap terima hadiah yang sudah dijanyikan itu. Bun
Tiong berdiam diri, agaknya tak puas dia. "Namun Han-ya berkeras untuk menuntut
balas, baiklah aku yang akan mengawani Han-ya bermain beberapa jurus ilmu 'thiat.pi-
peh," kata Keh Lok. Dan sekali tangannya di ajun, tahu-tahu 'pi-peh' yang dipegangnya tadi masuk menancap kedalam tanah.
"Orang she Han itu insaf kalau dia sekali 2 takkan lolos dari orang-orang Hong Hwa Hwe yang rata-rata bugenya tinggi-tinggi itu. Maka katanya: "Kalau begitu, silahkan kongcu mengatakannya."
"Nah, beginilah baru bisa disebut ksatria sejati," ujar Keh Lok. Lalu ia suruh Sim Hi mengambilkan alat 2 tulis dan sekejap saja sepuCuk surat telah diselesaikannya terus diserahkan pada Han Bun Tiong.
"Sebenarnya Ong-Congpiauthay suruh aku membantunya menghantar suatu barang
kawalannya ke Pakkhia, dari Pak khia kemudian akan mengawal pula barang 2 mestika
berharga hadiah kerajaan kekediaman kongcu di Kanglam," de demikian kata Bun
Tiong. "Tapi hari ini setelah saksikan kepandaian sakti kalian, ha, sedikit kepandaianku ini benar 2 main kaju dirumah tukang mebel. Untuk mana, harta mestika yang akan
dihantar kekediaman kongcu itu, siapa lagi yang berani menginCarnya sekejap" Maka
sekarang juga biarlah aku mohon diri."
Mendengar ini Keh Lok menjadi ketarik. "O, apakah Han-ya sedianya akan mengawal
barang kerumahku?" tanya-nya segera.
"Menurut keterangan Piauwkiok yang disampaikan padaku," demikian Bun Tiong
menutur, "katanya Hongsiang telah hadiahi banyak-banyak sekali benda 2 mestika
kerumah kongcu dan piauwkiok kami yang disuruh mengawalnya kekanglam. Tapi harini
aku terjungkal disini, mana aku ada muka lagi menCari sesuap nasi dikalangan bu-lim, biarlah sesudah keluarga Ciao-suheng sudah kubereskan, segera aku pulang
kekampung untuk bertani dan tak berkeCimpung didunia kangouw lagi."
"Han-ya suka dengar nasehat dari Liok locianpwe itulah baik sekali. Ayo, Siem Hi, kau undang keluar beberapa kawan itu untuk bertemu dengan Han-ya," kata Keh Lok.
Segera Sim Hi membawa masuk Ci Ceng Lun dan beberapa orang dari Tin Wan
piauwkiok yang mereka tawan itu. Dan begitu berhadapan dengan Bun Tiong, mereka
sama pandang memandang.
"Dengan memandang muka Han-ya, harap Han-ya sekalian ajak mereka pergi. Cuma
saja, apabila kelak mereka masih melakukan hal 2 yang tidak baik, harap Han-ya
maafkan kalau kami tak berlaku" sungkan lagi," kata Keh Lok achirnya.
Bun Tiong hanya dapat menghaturkan terima kasih saja, tanpa berkata lain-lainnya. Tan Keh Lok minta mereka tinggal lagi sehari disitu, sedang dia segera ajak rombongannya berangkat.
D! tengah perjalanan, Hwi Ching pikir mungkin sekali orang-orang piauwkiok itu akan
mengadakan pembalasan terhadap rombongannya muridnya, Li Wan Ci. Untuk
menyaga kemungkinan itu, ia katakan pada Keh Lok bahwa ia akan berjalan dibelakang
saja. Demikianlah Hwi Ching segera putar kudanya untuk kembali kearah barat. Sedang Tan
Keh Lok rupanya tak sempat menanyakan tentang diri dari murid Hwi Ching, seperti
yang dikatakan oleh Ceng Tong itu, maka ia sangat masgul.
Kembali berCerita tentang Ie Hi Tong. Pemuda ini diperintahkan menyelidiki jejak
rombongannya Bun Thay Lay, sepanyang jalan ia menyelidiki secara diam-diam, tapi
sedikit pun tak diperoleh tanda-tanda, sampai achirnya. tibalah ia dikota KengCiu yang terhitung suatu kota besar yang ramai subur dipropinsi Kamsiok.
Setelah mendapatkan hotel, Hi Tong melanCong kebagian kota lain dan masuk kesuatu
kedai arak untuk minum sendirian, saking sepinya, ia menjadi sesalkan naslbnya sendiri, teringat olehnya suara dan wajah Lou Ping yang menggiurkan, pikirannya menjadi
bergolak. Perasaan rindunya ini sudahlah terang tiada harapan dan sekali 2 tidak patut me mikirkannya lagi, namun aneh, entah mengapa selalu tak bisa dilupakannya.
Ketika dilihatnya didinding rumah minum itu penuh Corat-Coret orang-orang yang
pernah berkunyung kesini, tiba-tiba kesukaannya bersjair pun timbul, ia suruh pelajan menye diakan alat 2 tulis, ia menuliskan sebuah sajak diatas dinding itu sebagai pelepas masgulnya.
Setelah beberapa Cawan arak mengalir pula kedalam perutnya, rasa keselnya menjadi
ber-tambah 2, ber-ulang 2 iapun bersanyak .lagi selaku seorang SiuCay, dan sesudah
puas, selagi ia hendak membajar buat pergi, tiba-tiba didengar nya suara tangga loteng berdetak dan 2 orang telah naik keatas.
Mata Hi Tong Cukup tajam, sekilas saja dapat dikenali orang yang berada didepan itu
seperti pernah dilihat nya entah dimana, maka lekas-lekas ia melengos kejurusan lain, baru saja berpaling, segera juga teringat olehnya bahwa orang itu adalah petugas
negeri yang pernah saling gebrak di Thiat-tan-Chung tempo hari.
Beruntung orang itu lagi asjik mengobrol dengan kawan nya hingga Hi Tong tak
dilihatnya. Sesudah berada diatas loteng, ke 2 orang itu memandang sekeliling ruangan dulu, lalu memilih suatu tempat yang berdekatan dengan jendela, dan tepat berdampingan
dengan mejanya Hi Tong.
SiuCay berseruling emas itu Cukup Cerdik, ia mendekap diatas meja pura-pura mabuk,
waktu pelajan menegurnya iapun pura-pura tak sadar dan tak menyawabnya.
Ke 2 orang itu mula 2 pasang omong sedikit hal 2 yang tak penting, kemudian seorang
telah berkata : "Swi-toako, kali ini kalian berhasil menawan buronan penting, sungguh jasa kalian tidak kecil, entah nanti hadiah apa yang Hong-siang (baginda) akan berikan padamu."
"Ah, hadiah apa saja aku tak pikir lagi, yang kuharap asal tawanan itu bisa dihantar sampai HangCiu dengan selamat," demikian orang she Swi itu menyawab. "Pikir saja,
kami berdelapan jago pengawal tinggalkan kotaraja, tapi kini hanya ketinggalan aku
seorang diri yang kembali, pertarungan disana tempo hari, sungguh, bukan aku senga
ja membesarkan orang dan menurunkan pamor sendiri, tapi kalau aku ingat apa yang
terjadi itu benar 2 masih ngeri dan mengkirik !"
"Tapi sekarang kalian berada bersama Thio-taijin, tentu takkan terjadi apa-apa lagi,"
ujar orang yang duluan.
"Ja, benar juga, tapi karena itu pula, jasa ini telah jatuh ditangan orang-orang Gi-lim-kun (pasukan kotaraja), dan kita jago-jago pengawal yang telah kehilangan muka," de
mikian sahut orang she Swi. "Eh, Lau Cu, tawanan ini kenapa tak digiring ke Pakkhia, tapi digusur ke HangCiu untuk apakah?"
"Hal ini kebetulan aku tahu," sahut orang she Cu itu bisik-bisik. "EnCi-ku ada didalam istananya menteri Lauw, hal ini kau sudah tahu bukan" Dari kabar yang dia kirim
padaku, katanya Hongsiang segera, akan berangkat ke Kanglam (daerah selatan). Kini
tawanan itu dikirim ke HangCu, mungkin Hongsiang sendirilah yang akan memeriksanya
nanti." "O, jika begitu, kalian berenam ter-gesa 2 datang dari ibukota, apakah perlunya untuk menyampaikan titah?" tanya orang she Swi itu sambil meneguk araknya.
"Ja, dan sekalian membantu kalian," sahut siorang she Cu. "Pengaruh Hong Hwa Hwe
didaerah Kanglam terlalu besar, tak boleh tidak kita harus berlaku waspada."
Mendengar sampai disini, diam-diam Hi Tong berSyukur. Sungguh kalau bukan
kebetulan dapat didengarnya, maka bila Bun-suko oleh mereka diam-diam digiring
kedaerah Kanglam, bukankah para kawan akan keCele karena semuanya menuju ke
Pakkhia, dan hal itu bukankah menjadi runyam malah.
Dalam pada itu didengarnya jago pengawal she Cu tadi telah berkata pula: "Swi-toako, sebenarnya dosa apakah buronan itu hingga Hongsiang sendiri yang akan
memeriksanya?"
"Itu. akupun tidak tahu," sahut siorang she Swi. "Tapi menurut perintah atasan, bila sampai tak berhasil menawan nya, sekembali kami kekotaraja pasti akan dihukum
peCat, bahkan buah kepala dapat dipertahankan tidak masih susah diduga. Ha, apa kau
kira menCari sesuap nasi sebagai Si-wi (jago pengawal keraton) itu mudah diperoleh?"
"Tapi yang sudah terang Swi-toako telah berdirikan pahala, biarlah aku memberi
selamat tiga Cawan arak dahulu," ujar siorang she Cu dengan tertawa.
Habis itu ke 2 orang itu saling suguh-menyuguh dengan riangnya. Obrol punya obrol,
sampai achirnya Cerita mereka pun beralih mengenai soal perempuan, katanya wanita
utara lebih Cantik dan yang lain bilang gadis diselatan lebih manis.
Sesudah kenyang dan setengah mabuk, kemudian orang she Swi itu menyelesaikan
rekening untuk pergi, sebelum melangkah pergi, ketika melihat Ie Hi Tong mendekap
diatas meja, maka dengan tertawa ia telah meng-olok 2: "Ha, orang sekolahan apa
gunanya, baru tiga Cawan masuk perut sudah sekarat seperti babi mampus !"
Hi Tong tak menggubris, ia tetap pura-pura mabuk, ia tunggu sesudah orang pergi,
lekas-lekas iapun letakkan sepotong uang perak diatas meja terus ikut turun dari loteng kedai arak itu, dari jauh ia kintil ke 2 orang tadi, ia lihat mereka terus masuk
kekeresidenan KengCiu, untuk selanyutnya tak kelihatan keluar lagi.
Hi Tong menduga tentu mereka berdiam digedung pembesar itu, ia kembali kekamar
hotelnya, ia mengaso untuk kumpulkan tenaga. Setelah tengah malam, ia tukar pakaian
peranti jalan malam, seruling emasnya pun tak ketinggalan, lalu. diam-diam ia melintasi jendela terus menuju kerumah pembesar itu.
Sesudah sampai dibelakang keresidenan, ia melompati pagar tembok, sekitarnya gelap
gelita, hanya dari jendela diruangan sebelah timur tertampak ada Cahaja pelita. Dengan ber-jinyit 2 ia mendekatinya, waktu ia mendengarkan, ternyata ada suara orang
berbicara didalam. Pelahan 2 ia basahi kertas yang menutupi jendela (karena hawa
dingin, dimusim dingin di Tiongkok umumnya menempelkan kertas sebangsa kertas
lajangan diruji jendela untuk menolak hawa dingin " Gan KL.) hingga berwujut suatu
lobang kecil. Apabila ia Coba mengintip, maka ia menjadi terkejut. Ternyata didalam ruangan itu
penuh berduduk orang-orang , Thio Ciau Cong duduk di-tengah-tengah dan dike 2
sisinya adalah kawanan Si-wi dan opas 2 setempat, satu orang yang berdiri dengan
mungkur lagi mendamperat habis-habisan, menilik suara nya, terang ialah Bun Thay
Lay. Hi Tong Cukup kenal bahaja karena yang berada didalam itu adalah tokoh 2 Kangouw
semua, maka tak berani ia mengintip lebih lama, ia mendekam kebawah untuk
mendengarkan dengan Cermat. Ia dengar Bun Thay Lay sedang mendamperat : "Hm,
kalian sebangsa budak 2 yang terima menjadi anying alap 2 bangsa asing ini, meski
Bun-toaya harini jatuh ditanganmu, namun pasti ada orang yang bakal balaskan sakit
hatiku, kelak biarlah dilihat manusia-siaberhati binatang seperti kalian ini bagaimana achirnya !"
Kemudian terdengar seorang buka suara dengan berat dan dingin, katanya: "Bagus
CaCi makimu ! Kau adalah Pan-lui-Chiu (tangan geledek), telapak tanganku sudah tentu tak selihai kau, tapi harini biar kau mengiCipi juga rasa nya tanganku !"
Mendengar lagu perkataan orang, diam-diam Hi Tong berkua tir, pikirnya : "Suko
mungkin akan dihina orang. Ia adalah orang yang paling dihormat dan diCintai Suso,
mana boleh ia dihinakan segala manusia rendah?"
Karena itu, lekas-lekas ia mengintip lagi melalui lobang tadi, ia lihat seorang laki 2 yang bertubuh kurus dyang kung dan mengenakan baju hijau panyang telah angkat telapak
tangannya dan mendekati Bun Thay Lay.
Ke 2 tangan Thay Lay diringkus, dengan sendirinya tak bisa berkutik, saking murkanya hanya giginya yang keretak-keretuk tergigit.
Dan selagi orang itu angkat tangannya hendak dihantamkan, tanpa ajal lagi Hi Tong
masukkan seruling emasnya kelobang tadi terus ditiup, segera sebuah anak panah se
Cepat-cepat terbang menyamber kedepan dan dengan tepat me nanCap dimata kiri
orang itu. Kiranya orang itu bukan lain ialah Ciangbunyin (ketua) dari Gian-keh-khn di SinCiu, Gian Pek Kian adanya.
Karena lobang mata kirinya terkena panah, saking sakit nya hingga Gian Pek Kian
berguling-guling dilantai. Sementara itu seluruh ruangan menjadi kaCau, kembali
sebuah panah Hi Tong menancap pula dipipi kanan seorang Si-wi, menyu sul mana kaki
Hi Tong melayang , pintu ruangan itu dide paknya terpentang dan orangnya terus
menyerbu kedalam.
"Kawanan Cakar-alap 2 jangan mentang 2, nih, datanglah jago Hong Hwa Hwe buat
menolong kawan!" demikian Hi Tong membarengi membentak dan kontan serulingnya
sudah tutuk roboh seorang opas yang berdiri disamping Bun Thay Lay. SeCepat-cepat
kilat pula SiuCay berseruling emas itu lorot belatinya yang terselit dipinggangnya, ia tabas putus semua tali pengikat saudara angkat itu.
Dalam keadaan kaCau balau itu, Thio Ciau Cong sudah banyak-banyak berpengalaman,
ia tidak menjadi gugup, iapun tak urus Bun Thay Lay dan Ie Hi Tong, tapi dengan
pedang terhunus ia berdiri diambang pintu ruangan itu untuk menahan larinya tawanan
sekalian menahan musuh dari luar bila ada.
Jilid 10 DALAM pada itu karena sudah terlepas tali pengikatnya, semangat Bun Thay Lay
menjadi terbangkit, saat itu seorang jago pengawal keraton lagi menubruk kearahnya,
sedikit Thay Lay meng'egos, berbareng tangan kirinya membalik menggablok keiga
kanan orang, maka terdengarlah suara "kraak," 2 tulang iga orang itu telah patah
dihantam. Melihat betapa lihainya Bun Thay Lay, para jago-jago pengawal yang lain menjadi jeri tak berani maju.
"Suko, lekas kita terdyang keluar!" seru Hi Tong.
"Apakah para saudara sudah datang semua?" tanya Thay Lay.
"Belum, hanya Siaote seorang diri," sahut Hi Tong.
Thay Lay tak berkata lagi, ia hanya mengangguk. Luka dilengan kanan dari pahanya
ternyata masih parah dan gerak-geriknya belum leluasa, terpaksa dengan bersandaran
Hi Tong mereka berjalan menuju kepintu ruangan itu. Ketika 4-5 jago pengawal Coba
merangsak maju, namun kesemuanya dapat ditahan oleh seruling emas Hi Tong.
Setelah dekat pintu keluar, nmun Ciau Cong sudah memapak maju. "Tinggal saja
disini!" bentaknya segera sambil pedangnya terus menusuk keperutnya Bun Thay Lay.
Karena gerak-geriknya masih kaku, Thay Lay tak sempat menghindari, terpaksa iapun
membarengi menyerang, dengan ke 2 jari tangan kiri seCepat-cepat kilat ia tutuk ke 2
mata musuh dengan tipu "ji-liong-jio-Cu" atau 2 naga berebut mestika.
Karena itu, terpaksa Ciau Cong menarik kembali sen jatanya untuk menangkis, dan
mau-tak-mau iapun memuji; "Bagus !"
Begitulah, ke 2 orang itu sama Cepat-cepat dan sama tangkas nya hingga sekejap saja
mereka sudah saling gebrak tujuh-delapan jurus. Tapi Bun Thay Lay hanya
menggunakan sebelah tangan saja, jakni tangan kiri, gerak-gerik kakinya pun tak
bebas, dengan sendirinya achirnya ia menjadi payah, maka setelah beberapa jurus lagi, ia telah kena digeblak sekali pundaknya oleh Thio Ciau Cong hingga tak bisa berdiri
tegak lagi, ia jatuh terduduk,
Dilain pihak, sambil menempur musuh Hi Tong sembari memikir juga: "Hidupku
seterusnya hanya akan menderita saja, harini biar aku, korbankan jiwaku untuk
menolong keluar Suko, dengan meminyam tangan Cakar-alap 2 ini untuk menghabiskan
sisa hidupku, dengan begitu agar Suso tahu bahwa aku Ie Hi Tong bukanlah manusia
yang tak berbudi. Kalau aku korbankan jiwa untuk kebahagiaannya, rasanya matipun
tidak Cuma 2 !"
Nyata karena Cinta sepihak, daripada terus menderita batin, dalam keadaan begini Hi
Tong menjadi nekad.
Maka setelah ambil keputusan itu, saat itu dilihatnya Bun Thay Lay jatuh terpukul oleh Ciau Cong, tanpa pikir lagi Hi Tong baliki serulingnya terus menghantam, serangan ini membikin Ciau Cong mau-tak-mau harus menangkisnya.
Dengan begitu keadaan Bun Thay Lay jadi sedikit longgar Hingga ia sempat meronta
bangun lagi, mendadak ia baliki tubuh terus menggertak, karena suara geledek itu, para jago pengawal dan opas 2 itu menjadi tertegun hingga tanpa merasa mundur beberapa
tindak. "Suko, lekas kau lari!" teriak Hi Tong sambil seruling emasnya berputar kentyang , sama sekali ia tak menangkis atau menghiraukan serangan lawan, tapi selalu ia menginCar
dan menyerang tempat 2 berbahaja musuh.
Karena kenekadan pemuda ini, seketika Thio Ciau Cong menjadi kewalahan malah
hingga terpaksa ia terdesak mundur beberapa tindak.
Melihat ada lowongan, Cepat-cepat sekali Bun Thay Lay me nyelinap keluar ruangan itu meninggalkan para Si-wi yang ber-teriak 2 terperanyat karena tawanan penting berhasil lari.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu Hi Tong yang bertahan mati 2an diambang pintu, pada tubuhnya ber-
ulang 2 sudah terkena 2 tusukan Ciau Cong, tapi pemuda itu masih tetap tak hiraukan diri sendiri, melainkan masih melontarkan tipu 2 serangan yang mematikan.
"He, apa kau sudah bosen hidup " Siapa yang mengajar kan pertempuran Cara begini"
bentak Ciau Cong tak sabar.
"Hm, memang aku tak ingin hidup lagi, paling baik kalau kau bisa membunuh aku!"
sahut Hi Tong tertawa pedih.
Dan setelah beberapa jurus pula, kembali lengan kanan Hi Tong terluka, namun ia
gantikan tangan kiri yang memainkan seruling dan sedengkalpun masih tak mau
mundur. Tatkala itu para Si-wi ber-ramai 2 sudah merubung maju juga, tiba-tiba Hi Tong
menubruk pada seorang yang berada paling depan, ketika jago pengawal itu memapak
dengan sekali baCokan, ternyata Hi Tong sama sekali tak menghiraukan, sebaliknya
serulingnya ditutukan keras-keraskedada orang itu, tanpa ampun lagi jago pengawal itu roboh terguling, tapi berbareng itu pundak kiri Hi Tong juga kena dibaCok.
Bagai banteng ketataon dan seluruh tubuh berlepotan darah, Hi Tong terus ajun
serulingnya melabrak musuh dengan sengit, dibawah sinar pedang dan bayangan golok
yang sam ber-menyamber, kembali terdengar lagi suara seperti periuk peCah, ternyata
batok kepala seorang jago pengawal lain telah remuk dihantam serulingnya.
Tapi makin lama lingkaran kepungan para Si-wi itu makin Ciut, dibawah hujan senjata
yang gaduh itu, lagi-lagi paha Hi Tong telah kena dihantam toja musuh, karena ini, tak sanggup lagi ia bertahan, ia teruling. Namun begitu, ia tak menjadi gentar, tiba-tiba seruling emasnya dibuangnya sambil tertawa panyang , lalu ia pejamkan mata untuk
menantikan ajalnya. Tapi karena berhentinya ini, seketika pula orangnya lantas jatuh pingsan.
Pada saat itulah, mendadak diluar pintu ruangan itu terdengar bentakan orang yang
keras : "Tahan !"
Waktu semua orang menoleh, ternyata orang itu adalah Bun Thay Lay yang lagi
berjalan masuk kembali pelahan 2, sikapnya gagah berwibawa, sinar matanya tajam,
tapi tiada seorang lain yang dipandangnya sekejap, melainkan terus mendekati Ie Hi
Tong yang menggeletak dilantai dengan berlumuran darah itu.
Apabila diperiksanya luka Hi Tong yang parah, tak tahan lagi jago Hong Hwa Hwe yang
perkasa itu menCuCurkan air mata terharu. Ia Coba memeriksa pernapasan Hi Tong
yang ternyata masih baik-baik , barulah ia rada lega, ia ulur tangan kirinya untuk
membangunkan Hi Tong, tiba-tiba ia berpaling terus membentak pula : "Lekas ambilkan
obat luka untuknya ?"
Dibawah pengaruh Bun Thay Lay yang berwibawa, betul juga ada orang yang telah
pergi mengambilkan obat luka.
Dengan mata kepada sendiri Thay Lay saksikan mereka membalut luka Hi Tong serta
digotong masuk ruangan dalam, kemudian barulah ia mungkur sambil ulurkan ke 2
tangannya dan berkata : "Nah, sekarang kalian ikatlah !"
Para Si-wi itu masih ragu 2, tapi sesudah diberi tanda oleh Thio Ciau Cong, kemudian seorang diantaranya mendekati Bun Thay Lay.
"Takut apa " Kalau aku maukan jiwamu, sejak tadi 2 sudah beres, masa perlu aku harus membohongi dulu" seru Bun Thay Lay melihat sikap orang yang sangsi 2 itu.
Baru setelah melihat tangan Bun Thay Lay betul-betul tak mau bergerak, siwi tersebut.
terus memborgolnya dan membawa nya kedalam kamar tutupan lagi.
Malam itu Ciauw Cong keluarkan perintah, bahwa ke jadian tadi tidak boleh diuwarkan
ke-mana 2. Siapa yang melanggar, akan dihukum berat.
Esok harinya, Ciauw Cong sendiri pergi melihat Ie Hi Tong, ia lihat pemuda itu masih tidur dengan nyenyaknya, sesudah menanya kaCung yang melajani, barulah diketahui
obat dari sinshe telah diseduh dan diminumkan Hi Tong.
Sore harinya Hi Tong tampak agar segar, Ciauw Cong lantas tanya padanya: "Gurumu
she Liok atau she Ma?"
"Guruku yang berbudi itu ialah 'Cian-li-tok-hing-kiap' she Ma dan bernama Cin," sahut Hi Tong.
"Betul ah kalau begitu, aku adalah susiokmu Thio Ciauw
Cong," kata Ciauw Cong.
Hi Tong sedikit mengangguk tanda mengarti.
"Apakah kau anggota Hong Hwa Hwe?" tanya Ciauw Cong pula.
Angrek Tengah Malam 5 Pendekar Sejagat Seri Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Pendekar Satu Jurus 7
^