Pedang Tanpa Perasaan 4

Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Bagian 4


nafas panjang. Darah yang bergejolak di dalam dadanya sejak tadi, langsung tercurah
keluar setelah perasaannya lebih lega.
"Hooakkkk!!!!"
122 Butiran darah memenuhi jenggotnya yang sudah memutih. Hal ini membuat tampang
Seebun Jit berubah seperti tua dalam waktu yang singkat.
Setelah memuntahkan darah segar, Seebun Jit menggunakan goloknya untuk
menopang dirinya. Baru saja kakinya hendak melangkah menuju pintu batu, entah
mengapa begitu membalikkan tubuhnya, dari luar lembah sudah terdengar suara batukbatuk
kecil. Seebun Jit tersentak kaget. Diam-diam hatinya khawatir, apabila di saat seperti ini
datang lagi seorang musuh yang tangguh. Sudah pasti dirinya tak sanggup
menghadapinya. Cepat-cepat dia menghapus darah di sudut bibir dan jenggotnya dengan ujung lengan
jubahnya. Setelah itu dia membalikkan tubuhnya kembali, tampak di mulut lembah
berdiri seorang laki-laki tua bertubuh kurus kering. Tampangnya licik dan tangannya
menggenggam seekor ular hijau yang bentuknya aneh. Ekor ular itu malah melilit di
lehernya. Panjangnya mungkin kira-kira tujuh ciok.
Seebun Jit memaksakan dirinya untuk mengembangkan seulas senyuman.
"Leng Coa sian sing, ada keperluan apa berkunjung ke Gin Hua kok?"
Seebun Jit sadar bahwa Leng Coa sian sing jarang berkecimpung di dunia kang ouw
sehingga orang-orang yang tahu namanya pun sedikit sekali, tetapi ilmunya memang
tinggi sekali. "Sahabat Seebun, tampaknya luka yang kau derita tidak ringan?" ujar Leng Coa sian
sing sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Seebun Jit tahu tidak mudah mengelabui orang yang satu ini. Karena itu dia tertawa
getir. "Terima kasih atas perhatianmu! Entah ada keperluan apa Leng Coa sian sing
bertandang ke Gin Hua kok ini?"
Sekali lagi Leng Coa sian sing tertawa terkekeh-kekeh. Mimik wajahnya sungguh
mencurigakan. "Sahabat Seebun, apakah kau mengenali benda ini?"
Sembari berkata, dia mengeluarkan sebuah lencana berbentuk segi tiga yang
ukurannya sebesar telapak tangan. Lencana itu mengeluarkan cahaya berkilauan
karena warnanya putih keperakan.
Seebun Jit tertegun melihatnya.
"Itukan lencana kokcu. Di dalam dunia bulim, siapa yang tidak kenal apa lagi tidak
tahu?" "Memang betul. Melihat lencana ini, merasa seperti bertemu dengan pemiliknya
sendiri. Sahabat Seebun, harap kau serahkan Lie Cun Ju kepadaku!"
123 Seebun Jit terkejut sekali.
"Leng Coa sian sing, lencana itu hanya boleh digunakan satu kali saja. Setelah itu
harus dikembalikan kepada kokcu. Benda yang demikian berharga, mengapa kau
menggunakannya untuk tujuan yang satu ini?"
"Loheng tidak perlu ikut campur! Aku mempunyai pertimbangan sendiri."
Diam-diam Seebun Jit berpikir dalam hati, dia begitu memperhatikan Lie Cun Ju
justru karena dia mengenali pemuda itu sebagai putra tocu Hek Cui to, sahabatnya.
Tetapi mengapa ke Tiga Iblis dari Keluarga Lung dan Leng Coa sian sing juga
menginginkannya"
"Sahabat Seebun, apakah kau berani membantah perkataan kokcumu sendiri?" tanya
Leng Coa sian sing sambil menggoyang-goyangkan lencana di tangannya. Sinarnya
semakin berkilauan.
Seebun Jit mengangkat bahunya.
"Sayang orangnya sudah tidak ada di sini, apalagi yang dapat aku lakukan?"
Leng Coa sian sing tertawa terbahak-bahak.
"Tadi ketika kau bertarung dengan Tiga Iblis dari Keluarga Lung, orangnya masih ada
di dalam lembah, kok tiba-tiba bisa tidak ada?"
Mendengar ucapan itu, diam-diam hati Seebun Jit terkesiap. Dia langsung tersadar
bahwa kedatangan Leng Coa sian sing ini bersamaan waktunya dengan Tiga Iblis dari
Keluarga Lung. Hanya saja dia sengaja menyembunyikan diri dan menunggu
kesempatan baik!
Meskipun Seebun Jit belum mengerti mengapa Leng Coa sian sing dan Tiga Iblis dari
Keluarga Lung menginginkan Lie Cun Ju, hatinya yakin mereka pasti berniat tidak
baik. Karena itu, dia segera menenangkan hatinya.
"Leng Coa sian sing hanya tahu soal satunya tetapi tidak tahu mengenai yang lainnya.
Ketika Tiga Iblis dari Keluarga Lung datang, sebetulnya Lie Cun Ju sudah tidak ada di
sini, aku hanya ingin mempermainkan mereka saja!" sahut Seebun Jit.
Leng Coa sian sing merentangkan kedua tangannya kemudian mengangkat bahunya.
"Kalau kau bisa mempermainkan tiga iblis dari keluarga Lung, berarti kau juga bisa
saja mempermainkan aku. Pokoknya aku tidak percaya apa yang kau katakan. Aku
ingin memeriksa seluruh lembah ini."
Seebun Jit tertegun sejenak.
"Berani-beraninya kau!" bentaknya.
124 Leng Coa sian sing tertawa terbahak-bahak.
"Dengan adanya lencana ini, kedudukanku sekarang sama dengan kokcu lembah ini.
Kau yang berani-berani menentang pemegang lencana perak!" sahutnya.
Diam-diam Seebun Jit mengeluh dalam hati. Dia melihat Leng Coa sian sing
membawa lencana perak. Seandainya sampai terjadi perkelahian dengan orang itu dan
diketahui oleh I Ki Hu, pasti Raja Iblis itu akan marah besar. Sama saja mengundang
bencana. Karena I Ki Hu sudah menyatakan dengan tegas bahwa bertemu dengan
pemegang lencana perak, tidak perduli siapa pun, ibarat bertemu dengan dirinya
sendiri. Dengan demikian siapa pun tidak boleh menentang pemegang lencana itu.
Tetapi Seebun Jit pernah menerima budi besar dari tocu Hek Cui to, Ci Cin Hu. Dan
sekarang dia berhasil menemukan putranya yang selamat tempo dulu. Mana mungkin
dia menyerahkan Lie Cun Ju kepada Leng Coa sian sing ini"
Karena itu, dia menyurut mundur dua langkah dan menggetarkan golok di tangannya.
"Leng Coa sian sing, kalau kau tetap berkeras ingin menggunakan lencana itu untuk
menekan aku, maka aku juga tidak akan sungkan lagi!"
Kembali Leng Coa sian sing tertawa terbahak-bahak.
"Sahabat Seebun, sekarang kau sedang terluka parah, tetapi masih berlagak gagah.
Kau bisa menggertak tiga iblis dari keluarga Lung sampai mereka mengundurkan diri.
Tetapi kau tidak bisa menggertak aku. Apabila dalam tiga jurus, aku tidak dapat
membuatmu terkapar di atas tanah menjadi mayat, benar-benar percuma nama besar
Leng Coa sian sing yang telah dipupuk dengan susah payah selama ini."
Pergelangan tangan Leng Coa sian sing bergerak, ternyata dia melemparkan ular yang
sebagian melilit di lehernya itu ke depan. Ular itu seperti seutas cambuk lemas yang
meluncur mengincar pundak Seebun Jit.
Melihat sikap dirinya yang berlagak gagah tidak sanggup menggertak Leng Coa sian
sing, diam-diam hati Seebun Jit tercekat. Ketika mengetahui Leng Coa sian sing
menggunakan ularnya sebagai senjata, apalagi ular itu sedang meluncur kepadanya,
cepat-cepat Seebun Jit membungkukkan tubuhnya sedikit sembari memaksakan
dirinya sendiri menghimpun hawa murni dalam tubuh. Golok di tangannya segera
diangkat ke atas. Tampak cahaya berkilauan saat golok itu menyambut tubuh ular yang
sedang meluncur ke arahnya.
Leng Coa sian sing menghentakkan tubuh ular dari atas ke bawah. Jurus-jurus kedua
orang itu dilakukan dengan kecepatan yang hampir tidak tertangkap oleh pandangan
mata. Ujung golok bekelebat dan tepat mengenai tubuh ular itu.
Hati Seebun Jit merasa gembira melihat goloknya berhasil menebas tubuh ular itu. Dia
yakin ketajaman goloknya pasti akan memutus tubuh binatang melata yang dijadikan
senjata oleh Leng Coa sian sing. Diam-diam dia berpikir dalam hati, setelah ular itu
terputus menjadi dua, dia baru menentukan kembali langkah berikutnya.
125 Ternyata perkembangannya justru di luar dugaan Seebun Jit. Meskipun ketika
goloknya bergerak ke atas tepat mengenai tubuh ular itu, tetapi Seebun Jit merasakan
bahwa tenaga dorongan ular itu besar sekali, menyebabkan kakinya terhuyung-huyung
setengah tindak ke belakang. Dalam keadaan panik, dia sempat mendongakkan
wajahnya melihat sekilas. Ternyata goloknya berada di bawah perut ular itu. Hatinya
terkesiap setelah melihat tubuh ular tetap utuh. Bahkan ular itu makin bertambah
marah. Ditekannya golok itu kuat-kuat. Tapi tekanan itu membuat kepala ular menjadi
semakin menjulur ke depan dan menunduk mengincar jalan darah terpenting di ubunubun
kepala Seebun Jit.
Bukan main rasa terkejut Seebun Jit saat itu. Cepat-cepat dia mengangkat cambuk di
tangan kanannya, kemudian dilecutkannya ke atas sembari memiringkan kepalanya
menghindari serangan ular. Tetapi dia terlambat juga, sehingga jalan darah di bagian
samping kepalanya terpatuk juga oleh ular itu.
Seebun Jit merasa di bagian samping kepalanya laksana tertimpa besi yang berat.
Bagian kepala sebelah mana pun merupakan tempat yang paling membahayakan
apabila terbentur. Memang tidak separah ubun-ubun kepala, tapi tetap saja membawa
pengaruh yang hebat.
Begitu kepalanya terpatuk mulut ular itu, Seebun Jit merasa telinganya berdengung.
Matanya berkunang-kunang. Kakinya limbung. Tubuhnya terhuyung-huyung ke
belakang sampai tujuh-delapan tindak baru dapat berdiri dengan mantap.
Luka yang diderita oleh Seebun Jit semakin parah. Meskipun dia tokoh kelas satu dari
golongan hitam, tapi luka yang dideritanya membawa pengaruh hebat. Untung saja
tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali, sehingga sesaat dia masih
bisa mempertahankan diri. Sepasang matanya menatap ke arah Leng Coa sian sing
lekat-lekat. Tampak Leng Coa sian sing tetap maju menghampirinya, Seebun Jit
segera mengeluarkan suara bentakan. Baru saja dia ingin melancarkan serangan
dengan tiba-tiba, untuk dapat meraih keuntungan di kala Leng Coa sian sing belum
siap, tetapi tidak mendapatkan kesempatan sedikit pun.
Wajah Leng Coa sian sing mengembangkan senyuman yang licik. Kelima jari
tangannya mengencang pada bagian ekor ular. Jelas saja ular itu kesakitan dan tibatiba
menyentakkan kepalanya ke atas lalu diserudukkan ke bagian dada Seebun Jit.
Ular berbisa itu merupakan jenis yang langka. Warna kulitnya bertotol-totol hijau
sehingga tampak bagus sekali. Kulitnya keras sekali, bahkan merupakan ular yang
kulitnya paling tebal dan keras di antara seluruh jenis ular yang ada di dunia ini.
Karena itu pula, walaupun golok Seebun Jit sangat tajam, tetap saja tidak sanggup
melukainya sedikit pun. Lagipula tenaga ular itu kuat sekali. Leng Coa sian sing
menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengintai goa tempat bersemayam ular itu
di daerah Cin Lam.
Baru kemudian berhasil menangkapnya. Begitu sayangnya Leng Coa sian sing kepada
ular yang satu itu sehingga dia memandangnya sama berharganya dengan nyawanya
sendiri. Dia memberi nama kepada ular itu dengan sebutan 'Cambuk kumala'.
Mungkin karena warna kulitnya yang mirip dengan batu kumala. Justru dari nama
126 yang diberikannya itu pula, Leng Coa sian sing mendapat ilham untuk
menggunakannya sebagai senjata.
Kekuatan tenaga ular itu tidak kalah dengan seekor harimau ataupun singa. Begitu
membentur dada Seebun Jit yang tidak sempat menghindarinya, kembali dia menderita
luka parah. Seebun Jit langsung terkulai di atas tanah tanpa sanggup berdiri lagi.
Leng Coa sian sing mengeluarkan suara dengusan dan maju beberapa Iangkah.
"Seebun Jit, tanyakan pada dirimu sendiri apakah kau masih sanggup menyambut
jurus ketigaku?" bentaknya sinis.
Seebun Jit memaksakan diri untuk mengatur pernafasannya. Beberapa kali dia
berusaha bangkit, tetapi karena luka yang dideritanya terlalu parah, tenaganya tidak
ada sama sekali. Akhirnya dia tetap terkulai di atas tanah dengan sepasang mata
menyiratkan kegusaran.
"Leng ... Coa . .. sian sing, mengapa ... jurus . . . keti . . . gamu . .. belum ... di ...
lancarkan juga?"
"Bagus! Kau benar-benar tidak malu disebut seorang laki-Iaki sejati. Tetapi aku justru
ingin melihat sampai di mana kekerasan hatimu."
Mendengar kata-katanya, Seebun Jit yakin Leng Coa sian sing tidak akan
membunuhnya langsung. Mungkin dia akan menggunakan cara yang keji untuk
menyiksanya. Pikirannya lalu tergerak, seandainya dia dapat menghadapi Leng Coa
sian sing, tetap saja dia tidak bisa menghindarkan diri dari tiga iblis keluarga Lung
yang akan datang kembali. Lebih baik menggunakan kesempatan di saat jalan
darahnya belum tertotok oleh lawan untuk memutuskan urat nadinya sendiri. Lagi pula
mereka belum tentu dapat menemukan Lie Cun Ju yang disembunyikan di dalam
ruangan batu. Dengan demikian dia tidak perlu menerima berbagai penderitaan
sebelum terbunuh.
Setelah mengambil keputusan, Seebun Jit langsung bermaksud menggunakan sisa
tenaganya untuk memutuskan seluruh urat nadi di tubuhnya untuk membunuh diri.
Tiba-tiba dari luar lembah Gin Hua kok berkumandang suara derap kaki kuda. Baik
Leng Coa sian sing maupun Seebun Jit adalah tokoh-tokoh yang bepengetahuan luas.
Begitu mendengar suara derap kaki kuda, mereka langsung sadar bahwa tujuan orang
itu pasti Gin Hua kok. Tanpa dapat ditahan lagi keduanya jadi tertegun.
Di saat keduanya masih termangu-mangu, suara derap kaki kuda itu sudah semakin
mendekat. Kemudian tampak sesosok bayangan berkelebat, orang yang menunggang
kuda itu sudah sampai di mulut lembah Gin Hua kok.
Serentak Leng Coa sian sing dan Seebun Jit menolehkan kepalanya ke arah mulut
lembah. Mereka melihat seekor kuda yang bersih mulus berwarna putih keperakperakan
dengan seorang gadis yang memegang pecut berwarna sama melaju datang
secepat kilat. Orang ini bukan siapa-siapa, tetapi putri si Raja Iblis I Ki Hu yaitu I
Giok Hong. 127 Begitu melihat I Giok Hong, hati Leng Coa sian sing berkebat-kebit. Dia khawatir I Ki
Hu juga menyusul dibelakang. Begitu terkejutnya kakek itu, sehingga kakinya
menyurut mundur satu langkah.
I Giok Hong hanya berhenti sebentar di depan lembah. Kemudian mengayunkan
pecutnya dan melesat datang. Gerakan pecutnya demikian lemah seakan tidak
mengandung tenaga sedikitpun. Secepat kilat melayang kearah Leng Coa Sian Sing.
Manusia pecinta ular itu menghindarkan dirinya dengan panik. Gerakan pecut I Giok
Hong yang tampaknya lemah itu justru berkelebat bagai cahaya kilat.
Trak!! Tahu-tahu lencana ditangan Leng Coa sian sing sudah terbelit oleh pecutnya dan
melayang kembali kearah I Giok Hong.
Wajah Leng Coa sian sing langsung berubah hebat. Kakinya terhuyung " huyung
mundur beberapa tindak.
"I ....... kouwnio, lencana i ........ tu kau sendiri yang memberikannya kepadaku.
Mengapa sekarang kau mengam ........ bilnya kembali?" kata Leng Coa sian sing
gugup. I Giok Hong mendengus dingin. Lencana itu dimasukkan kedalam saku pakaiannya
kemudian pecutnya diayunkan kembali.
"Leng Coa sian sing, setelah menerima lencana ayahku ini, ternyata kau berani
mengumbar lagakmu di lembah Gin Hua kok. Cepat pergi dari sini!"
Selembar wajah Leng Coa sian sing tampak merah padam bagai dilumuri darah.
Perlahan " lahan dia mengundurkan diri. Sesampainya di mulut lembah, dia
melongokkan kepalanya. Keadaan diluar lembah sunyi senyap. Tampaknya I KI Hu
tidak mengiringi kepulangan putrinya I Giok Hong.
Ilmu kepandaian I Ki Hu sudah mencapai taraf yang demikian tinggi sehingga kadang
" kadang kedatangan dan kepergiannya persis setan gentayangan yang tidak
menimbulkan jejak dan suara sedikitpun. Kalau dilihat dari keadaan sekarag,
tampaknya I Giok Hong memang hanya seorang diri. Tetapi siapa tahu si Raja Iblis itu
bersembunyi disuatu tempat dan belum mau menampakkan dirinya. Meskipun hati
Leng Coa sian sing mendongkol sekali, tetapi apabila dia sampai bergebrak dengan I
Giok Hong, ada kemungkina I Ki Hu bisa muncul setiap saat.
Keadaan itu seperti perjudian yang hanya memegang besar atau kecil. Hanya ada
kemungkinan yang taruhannya bukan uang atau harta benda yang dapat dicari
penggantinya, tapi nyawanya sendiri.
Karena itu Leng Coa sian sing termenung-menung beberapa saat. Akhirnya dia tidak
berani berspekulasi. Dia melilitkan sebagian tubuh dan ekor 'cambuk kumala' ke
lehernya. Tubuhnya berkelebat dan menghilang di luar lembah.
128 Sebetulnya kakek Leng Coa sian sing tidak kembali ke Leng Coa ki (tempat
tinggalnya). Dia hanya berlari ke tempat yang agak jauh kemudian kembali lagi
dengan mengambil jalan memutar. Dia menyembunyikan dirinya di sekitar mulut
lembah dan tidak berani masuk ke dalam.
Sejak kecil Leng Coa sian sing senang memelihara ular. Semua kepandaian yang
dimilikinya sekarang merupakan ilmu yang didapatkannya dengan meniru gerak gerik
ular. Bahkan ilmu ginkangnya lain daripada yang lain. Dia dapat merayap di atas tanah
dan pulang pergi seperti melayang di atas tanah dengan tubuh tiarap. Bahkan tidak
menimbulkan suara sedikit pun. Meskipun di luar lembah Gin Hua kok terdapat
banyak pasir, tempat yang dilaluinya tidak meninggalkan jejak kaki sedikit pun karena
dia bukan berjalan tapi melata seperti ular.
Setelah Leng Coa sian sing meninggalkan tempat itu, Seebun Jit baru bisa
menghembuskan nafas lega. Dia mendongakkan kepalanya.
"Sio . . . cia, keda . . . tanganmu sung .. . gun tepat, se . . . hingga se . . . lembar nya . . .


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waku ini tertolong."
Sepasang alis I Giok Hong menjungkit ke atas, seakan ia sedang ada keperluan
penting. "Siok-siok, kemana bocah she Li itu" Cepat suruh dia keluar, ayahku ingin
menemuinya," tukas I Giok Hong.
Hati Seebun Jit langsung tertegun. Dia mengeluh dalam hati.
Aku berkelahi melawan tiga iblis dari keluarga Lung dan Leng Coa sian sing matimatian
justru karena ingin mempertahankan Lie Cun Ju. Tetapi kalau dilihat dari sikap
I Giok Hong yang kalang kabut ini, tampaknya 1 Ki Hu juga mengandung niat tidak
baik. Seebun Jit menarik nafas panjang.
"Siocia, aku yang bersalah. Setelah kalian pergi tidak lama, datang tiga iblis dari
keluarga Lung. Justru ketika aku sedang bertarung dengan sengit melawan mereka,
ternyata bocah itu menggunakan kesempatan ini untuk meloloskan diri."
Meskipun dalam keadaan mendadak Seebun Jit mengarang cerita bohong, tetapi nada
suaranya sedikit pun tidak meragukan. Namun I Giok Hong seorang gadis yang luar
biasa cerdasnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengeluarkan suara tertawa dingin.
"Siok-siok, kau sedang mendustai aku."
"Siocia, masa hamba mempunyai nyali sebesar
itu" Dia . . . benar-benar sudah melarikan diri."
Wajah I Giok Hong berubah menjadi angker. "Seebun Jit, pada dasarnya kau musuh
besar Gin Hoa Kok. Mengingat ilmu kepandaianmu yang tinggi, tia menahan kau
129 disini. Justru karena hal itu aku tidak segan-segan memanggil kau siok-siok. Tetapi
kalau kau bermaksud macam-macam, aku tidak akan membiarkannya," katanya.
Ketika Seebun Jit bermaksud berdebat, I Giok Hong sudah mengayunkan pecutnya ke
atas tanah kemudian membalikkan tubuh dan berjalan pergi. Seebun Jit segera
menolehkan kepalanya. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya mengeluh celaka. Ternyata
arah yang dituju I Giok Hong justru pintu batu tempat Lie Cun Ju disembunyikan.
Di depan goa batu itu memang telah diganjal dengan sebuah batu besar. Tapi Seebun
Jit tahu I Giok Hong sejak kecil sudah dilatih oleh ayahnya sehingga meskipun
usianya masih muda, kepandaiannya sudah tinggi sekali. Batu besar itu tentu tidak
sanggup menghalangi niat gadis itu.
"Socia, tunggu dulu!" teriak Seebun Jit.
I Giok Hong menolehkan kepalanya sambil tertawa cekikikan.
"Rupanya kau menyimpan pemuda itu di goa batu tempat tinggalmu," katanya.
Seebun Jit langsung tertegun. Sekarang dia baru sadar bahwa bukan hanya
kepandaiannya saja yang masih kalah dengan I Giok Hong. Bahkan kecerdasannya
pun terpaut jauh. Sebetulnya I Giok Hong tidak tahu tempat Lie Cun Ju
disembunyikan. Tetapi saking paniknya Seebu Jit berteriak, itu sama halnya dengan
memberitahukan kepada I Giok Hong.
Akhirnya Seebun Jit hanya dapat menarik nafas panjang. Sekonyong-konyong, dia
melompat bangun dengan tangan menumpu diatas tanah. Dia berdiri juga berjalan
maju beberapa langkah kemudian bersandar pada batang pohon.
Tampak I Giok Hong sudah sampai di depan pintu batu. Pecut ditangannya diayunkan,
Tar! Sekali gerak saja batu besar itu, tiba-tiba terdengar suara menggelegar seperti
ledakan bom. Batu besar yang beratnya paling tidak dua-tiga ribu kati itu langsung
terpental ke atas kemudian pecah berhamburan.
Pada saat itu, I Giok Hong sedang berdiri di depan pintu goa. Sekonyong " konyong
batu besar yang mengganjal di depan pintu itu terpental ke atas dan pecah
berhamburan. Gadis itu merasa ada serangkum angin yang kuat melanda kearahnya.
Tetapi ia bahkan menerjang kedepan. Melihat keadaan yang membahayakan, Seebun
Jit sampai mengeluarkan suara seruan terkejut.
Tetapi I Giok Hong sejak kecil memang sudah dilatih keras oleh ayahnya. Ilmu yang
dimilikinya sesungguhnya tinggi sekali apabila mengingat usianya yang masih
demikian muda. Tubuhnya berdiri tegak. Tangannya masih menggenggam pecut
peraknya. Sedangkan tali pecut itu masih melilit batu besar tadi. Secepat kilat
tangannya begerak mengayunkan pecut lalu ia sendiri menghindar ke samping sejauh
beberapa tindak.
Pintu batu itu langsung terbuka karena batu yang mengganjalnya sudah pecah
berantakan. 130 Tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat. Cahaya pedang herkilauan. Bahkan siapa
sosok yang menerjang keluar itu, I Giok Hong masih belum sempat melihat dengan
jelas. Tahu-tahu sinar pedang sudah melintas dan meluncur ke arah dadanya.
"Bagus sekali," bentak I Giok Hong. Saat itu juga dia menarik nafas kemudian
menyurutkan dadanya ke belakang. Pedang itu masih terus mengincarnya. Bahkan
begitu sampai di depannya tampak pedang itu dijungkitkan sedikit ke atas. Sret!
Pakaian di dadanya langsung terkoyak sepanjang tiga cun. Wajah I Giok Hong yang
cantik jelita langsung merah padam. Tanpa menunda waktu lagi dia segera
mengayunkan pecutnya untuk melilit pedang panjang itu kemudian ditariknya sekuat
tenaga. Sosok yang menggenggam pedang itu dapat merasakan senjatanya terlilit oleh pecut
lawan. Tentu saja dia tidak sudi membiarkannya, orang itu menghentakkan
pergelangan tangannya ke belakang. Ternyata gerakan ini tidak menguntungkan pihak
mana pun. Hati mereka sama-sama terkesiap. Gebrakan mereka terjadi secara spontan.
Kedua orang itu saling tidak sempat memperhatikan siapa lawannya. Sampai saat itu,
mata mereka baru bertemu pandang. Masing-masing mendongakkan kepalanya dan
sama-sama tertegun.
Diam-diam I Giok Hong mengeluarkan seruan terkejut di dalam hatinya. Pemuda ini
tampan sekali, pikirnya. Rupanya orang yang bergebrak dengannya adalah seorang
pemuda berusia kurang lebih dua puluhan tahun dan mempunyai wajah tampan. Tetapi
sikap pemuda itu tidak menunjukkan kegagahan, bahkan seperti orang yang sedang
dilanda pukulan batin yang berat. Tangan kanannya menggenggam sebatang pedang
dan kirinya memanggul seseorang. Orang itu adalah Lie Cun Ju yang menjadi incaran
orang banyak. "Siapa kau?" bentak I Giok Hong.
Pemuda itu malah menarik nafas panjang.
"Kouwnio, harap kau membiarkan aku pergi, jangan bertanya apa pun!"
I Giok Hong tertegun mendengar jawabannya.
Diam-diam dia memaki dalam hati.
Bagus sekali. Kau kira Gin Hua kok ini merupakan tempat yang boleh kau datangi dan
kau pergi sesuka hatimu"
Hawa murninya diedarkan, tenaga dalamnya disalurkan ke lengan kanan, dia sudah
mengerahkan tenaga sebanyak delapan bagian. Kemudian dia menarik lagi pecutnya
dengan sekuat tenaga. Pemuda itu terhuyung-huyung, tubuhnya limbung ke depan.
Tetapi di saat itu juga tiba-tiba pedangnya bergerak. Timbul suara dengungan, ternyata
dia melancarkan tiga totokan ke bagian dada I Giok Hong.
Seebun Jit sejak tadi memperhatikan jalannya pertarungan. Pada mulanya dia juga
tidak mengenal siapa pemuda itu. Sampai pada gerakan pedangnya barusan, kakek itu
baru terkesiap setengah mati.
131 "A ... pa hubunganmu dengan Pat Sian kiam Tao Cu Hun" Mengapa kau
menggunakan jurus Pat sian kiam?" teriak Seebun Jit tanpa sadar
. Mendengar teriakan Seebun Jit, I Giok Hong segera mengendurkan jari tangannya.
Pedang dan pecut pun saling terlepas. Kemudian dia memperhatikan pemuda itu
dengan seksama, lalu mengeluarkan suara tertawa dingin.
"Rupanya kau?" ujar I Giok Hong.
Melihat pedangnya tidak dililit lagi oleh pecut si gadis, tanpa mengucapkan sepatah
kata pun, Sret! Sret! Sret! Sret! Dalam sekejap mata dia melancarkan empat serangan.
Sinar pedang berkilauan dan gerakannya bukan main hebatnya.
Kali ini, I Giok Hong sudah bersiap sedia. Gerakan tubuhnya selincah burung walet
mengikuti kelebatan pedang pemuda itu. Dalam keadaan yang benar-benar terjepit,
berhasil juga dia menghindari keempat serangan tadi. Saat pedang lawan belum
sempat ditarik kembali, matanya mengukur dengan tepat. Tiba-tiba jari tengahnya
tampak meluncur ke depan dan menutul bagian tubuh pedang. Terdengar suara Tuk!
Meskipun hanya tutulan sebuah jari tangan, tapi I Giok Hong sudah menggunakan
tenaga sebanyak delapan bagian. Saat itu juga, si pemuda merasa pedangnya seperti
ditekan oleh batangan besi seberat ribuan kati. Jelas saja pedangnya terpental ke
samping namun tidak sampai terlepas.
Tangan kanan pemuda itu memang menggenggam sebatang pedang, dan tangan
kirinya memanggul seseorang. Maka begitu pedangnya terhempas ke samping, bagian
dada menjadi terbuka. Dalam waktu yang bersamaan, I Giok Hong mengayunkan
pecut di tangannya. Sinar perak berkilauan, berkelebat melalui bawah ketiaknya
kemudian bergerak melingkar. Pecut itu laksana seekor ular yang tiba-tiba sudah
melilit dadanya. Semakin lama lilitan itu semakin kuat, apalagi setelah I Giok Hong
mengerahkan tenaganya. Pemuda itu merasa tulang di sekitar rongga dadanya nyeri
sekali sehingga dia berteriak kesakitan. Namun dia tidak ceroboh, Pedang panjangnya
dikibaskan ke arah tali pecut itu. Pedang itu tepat mengenai sasarannya, tetapi pecut
lemas itu tidak putus. Pemuda itu dapat merasakan keadaannya yang tidak
menguntungkan. Dengan mengikuti gerakan pecut, pedang terus meluncur ke depan
dan sekali lagi mengancam pergelangan tangan I Giok Hong.
Jurus yang satu ini dikerahkan sesuai perkembangan yang berlangsung. Sebetulnya
tidak ada keistimewaan apa-apa, tetapi dalam keadaan terdesak ternyata bermanfaat
sekali. Pedang itu sudah sampai pada sasaran, tetapi saat itu juga terdengar suara trak!
Ternyata pergelangan tangan I Giok Hong tidak terluka karena pedang itu tepat
mengenai gelang batu giok yang dikenakannya.
I Giok Hong merasa dirinya tidak terluka. Tetapi dia menyadari bahwa ilmu pedang
pemuda itu ternyata tidak dapat dipandang ringan. Sama sekali tidak boleh diberi
kesempatan untuk menyerang terlebih dahulu. Cepat-cepat dia menyurut mundur satu
langkah. Dengan sepenuh tenaga dia menarik pecutnya, maka tali yang melilit pemuda
itu semakin menguat. Terdengar pemuda itu meraung keras-keras kemudian
melancarkan sebuah serangan lagi dalam keadaan terdesak.
132 Pecut di tangan I Giok Hong sudah membentuk lingkaran yang melilit dadanya.
Ketika dia mengerahkan tenaga dalamnya, lilitannya semakin menciut. Pemuda itu
harnpir tidak dapat menarik nafas karena dadanya terasa sesak. Dengan panik dia
mengedarkan hawa murninya dan memberontak sekuat tenaga. Serangannya kali itu
dilakukan dalam keadaan kalap. Tentu saja membahayakan sekali. Tetapi I Giok Hong
tetap tenang. Pecutnya ditarik ke samping sehingga gerakan pedang pun meleset dari
sasaran yang sebenarnya. Gadis itu kembali menjulurkan tangan kirinya ke atas dan
lagi-lagi terdengar ketukan. Kali ini dia menggunakan tenaga yang lebih besar,
sedangkan pemuda itu sudah mulai lemah karena dadanya yang terasa sesak. Seiring
dengan suara ketukan itu pedang di tangan si pemuda terpental ke udara.
I Giok Hong merasa bangga sekali. Dia tertawa terbahak-bahak.
"Jit siok, coba kau lihat bagaimana permainanku, lumayan bukan?"
Baru saja ucapannya selesai, pergelangan tangan kanannya menekan ke bawah. Tibatiba
pecutnya melayang ke atas dan jalan darah di pundak si pemuda sudah tertotok.
Setelah itu dia baru mengendorkan lilitannya lalu bergerak ke samping tiga langkah,
sikapnya santai sekali. Dia berdiri tegak sambil mengembangkan seulas senyuman
manis. Seebun Jit yang berdiri di samping melihat dengan jelas setiap gerakan tubuh I Giok
Hong. Meskipun dia tahu dirinya terlibat permusuhan yang dalam dengan I Ki Hu dan
juga tahu kemenangan I Giok Hong yang berhati keji itu pasti membawa bencana
baginya dan lie Cun Ju, tetapi dia juga tidak dapat menahan diri untuk menarik nafas
panjang. "Kepandaian yang hebat," katanya. Meskipun pemuda tadi sudah tertotok jalan
darahnya oleh I Giok Hong, tetapi mulutnya masih bisa bersuara. Dia mengedarkan
hawa murninya untuk membebaskan dirinya dari totokan.
"Untuk apa kau menahan aku di sini?" katanya. "Aku lihat wajahmu ada kemiripan
dengan Tao Ling, lagi pula kau juga pandai memainkan jurus pedang Pat Sian kiam.
Mungkinkah kau Tao Heng Kan yang membunuh Li Po di gedung Kuan Hong Siau
kemudian melarikan diri menjadi buronan orang-orang kang ouw" Tentunya tebakan
itu tidak salah, bukan?" jawab I Giok Hong sambil tersenyum.
Mendengar I Giok Hong menyebut namanya dengan tepat, Tao Heng Kan segera
memejamkan matanya dan tidak berkata-kata lagi. Wajah I Giok Hong justru semakin
berseri-seri. "Ternyata kau memang Tao Heng Kan. Ini yang dinamakan dicari-cari tidak ketemu,
eh tahu-tahunya malah datang sendiri," ujar I Giok Hong.
Tao Heng Kan sudah mengedarkan hawa murninya sebanyak dua kali. Dia merasa
jalan darahnya yang tertotok sudah hampir bebas. Karena itu dia segera mengulur
waktu agar dapat mengedarkan hawa murninya sekali lagi. Matanya tetap terpejam.
Dia bertanya kepada I Giok Hong. "Siapa kau" Untuk apa kau mencariku?"
133 Ilmu totokan dengan ujung pecut seperti yang dikerahkan I Giok Hong itu, setiap
jurusnya mengandung tenaga dalam yang murni. Jalan darah manapun yang tertotok,
tidak mudah dibebaskan dengan hanya mengedarkan hawa murni saja. Kecuali orang
yang tenaga dalamnya sudah mencapai taraf kesempurnaan.
I Giok Hong sudah melihat bahwa lawannya adalah putra Pat Sian kiam Tao Cu Hun.
Ada beberapa pertanyaan yang ingin diajukannya, karena itu dia hanya menggunakan
tiga bagian ketika menotok jalan darah Tao Heng Kan. Maksudnya agar pemuda itu
dapat menjawab pertanyaannya dengan lancar. Tetapi maksud hatinya itu justru
memberi kesempatan bagi Tao Heng Kan. I Giok Hong juga tidak menyadari bahwa
tenaga dalam lawannya sudah cukup tinggi, bahwa tidak seberapa jauh apabila
dibandingkan dengan dirinya. Apalagi mempunyai dugaan bahwa anak muda itu bisa
mengedarkan hawa murninya untuk melepaskan totokannya.
"Tentu saja ada urusan baru aku mencarimu. Aku ingin menanyakan dimana orang
tuamu sekarang?" jawab I Giok Hong dengan tawa cekikikan.
"Aku tidak tahu," jawab Tao Heng Kan segera.
Dari sepasang inata I Giok Hong yang indah menyorot sinar yang tajam,
"Kau bertanding ilmu dengan putra Pat Kua kim gin kiam Lie Yuan yang bernama Li
Po. Mengapa tiba-tiba kau membunuhnya" Apakah demi . . ." tanyanya.
Baru berkata sampai di sini, Tao Heng Kan sudah mengedarkan hawa murni dalam
tubuh untuk ketiga kalinya. Dia merasa tubuhnya menjadi ringan dan sudah bisa
bergerak lagi. Tiba-tiba tangannya mengibas dan tiga titik sinar melesat keluar secepat
kilat mengincar bagian dada I Giok Hong. Dalam waktu yang bersamaan, kakinya
menghentak dan melesat ke samping.
I Giok Hong sedang berbicara dengan Tao Heng Kan, jarak mereka dekat sekali.
Mungkin karena dia telah menotok jalan darah pemuda itu sehingga tidak khawtir bisa
diserang secara mendadak olehnya. Dia sama sekali tidak membayangkan Tao Heng
Kan bisa menembus sendiri jalan darahnya yang tertotok, bahkan menyambitkan tiga
batang senjata rahasia kepadanya.
Ilmu kepandaian I Giok Hong saat itu sebetulnya dapat menandingi jago bulim kelas
satu yang mana pun. Tetapi dalam keadaan tanpa persiapan sedikit pun, ia tidak bisa
berbuat apa-apa. Niatnya ingin mengayunkan pecut di tangannya, tetapi tidak keburu
lagi. Terpaksa dia menekuk sepasang kakinya dan berjongkok dengan kepala
menunduk. Ketiga batang senjata rahasia yang disambitkan Tao Heng Kan pun melesat lewat di
atas kepalanya. Jaraknya hanya tinggal beberapa cun. Kalau saja gerakannya kurang
sigap, pasti saat ini dia sudah terkapar di atas tanah dengan dada tertembus senjata
rahasia. Hawa amarah dalam dada I Giok Hong meluap seketika. Cepat-cepat dia bangun dan
membalikkan tubuhnya. Tampak Tao Heng Kan sudah melesat sejauh dua depaan.
Kakinya mendarat tepat di samping pedang panjangnya yang dipentalkan oleh I Giok
134 Hong tadi. Kakinya menendang, pedang itu pun mencelat ke atas. Bayangannya
seperti pelangi melintas. Pedang itu terbang ke depan, gerak tubuh Tao Heng Kan pun
melesat mengikutinya. Sembari terus berlari, tangannya menjulur ke atas meraih
pedang yang sedang melayang turun itu. Jaraknya sudah bertambah dua depa lagi.
Tahu-tahu dia sudah mencapai mulut lembah Gin Hua kok. Tanpa menolehkan kepala
sedikt pun, dia langsung berlari keluar.
I Giok Hong membentak dengan suara nyaring.
"Manusia she Tao! Jangan lari!" Gerakan tubuhnya laksana terbang, dia menghambur
ke arah kudanya yang berwarna putih perak. Sekali loncat ia sudah menunggang di
atasnya. Pecutnya diayunkan dan menimbulkan suara Tarrr! Baru saja dia ingin
melarikan kudanya untuk mengejar Tao Heng Kan, tiba-tiba terdengar Seebun Jit
berteriak. "Siocia! Jangan dikejar!"
Sepasang alis I Giok Hong langsung menjungkit ke atas. Dia mendengus satu kali.
"Kau dan dia sama-sama prajurit yang sudah dikalahkan. Setelah aku menyelesaikan
persoalanku dengan pemuda itu, aku akan kembali lagi untuk berhitungan denganmu."
Sembari berkata, dia menghentakkan tali kendali kudanya kemudian melesat ke depan.
"Siocia, apa yang kukatakan adalah demi kebaikanmu sendiri. Apakah kau melihat
senjata rahasia apa yang disambitkannya tadi?" teriak Seebun Jit dengan gugup.
Sekali lagi I Giok Hong menghentakkan tali kendali kudanya dan memutar arah.
Orangnya serta pecut di tangannya menimbulkan cahaya perak yang melingkar
sehingga tampak indah sekali. Dia tidak menghentikan gerakannya, namun dari jauh
masih terdengar teriakannya.
"Tidak perduli senjata rahasia apa pun yang digunakannya, pokoknya aku harus


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejarnya sampai dapat." Ketika suaranya sirap, orangnya pun sudah menghilang di
belokan mulut lembah.
Seebun Jit menarik nafas panjang. Dengan menggunakan goloknya sebagai tongkat,
dia ber-jalan tertatih-tatih sejauh beberapa depa. Kemudian dipungutnya ketiga batang
senjata rahasia yang disambitkan Tao Heng Kan tadi.
Senjata rahasia itu menyorotkan sinar yang berkilauan. Seebun Jit memungutnya dan
memperhatikannya dengan teliti. Bentuknya benar-benar aneh. Karena tidak sesuai
dijadikan senjata rahasia. Panjangnya satu cun lebih. Ternyata benda itu adalah naganagaan
dari emas murni yang buatannya halus sekali.
Seebun Jit masih menggenggam ketiga buah senjata rahasia itu. Lalu dia menolehkan
kepalanya kembali ke arah mulut lembah. Terdengar dia menghela nafas panjang.
Baru saja dia ingin memasukkan ketiga buah naga emas tadi ke dalam saku bajunya,
tiba-tiba tampak sesosok bayangan berkelebat di mulut lembah. Rupanya Leng Coa
sian sing sudah kembali lagi.
135 "Seebun Jit, orang yang melihat seharusnya mendapat bagian," kata Leng Coa sian
sing. "Leng Coa sian sing, di tanganku sekarang ada tiga buah naga emas, apakah kau masih
berani bergebrak denganku?" sahut Seebun Jit sambil melintangkan goloknya di depan
dada. "Di dalam lembah ini tidak ada orang lain seandainya aku membunuhmu, rasanya
tidak mungkin ada yang mengetahui," ucap Leng Coa sian sing dengan tawa
cekikikan. Wajah Seebun Jit tidak menyiratkan perasaan takut sedikit pun. Dia malah tertawa
terbahak-bahak.
"Leng Coa sian sing, sudah cukup lama kau mengasingkan diri di wilayah barat ini.
Kehidupanmu tenang dan damai. Mengapa kau masih ingin menceburkan dirimu
dalam kancah dunia bulim yang tidak habis-habisnya saling membunuh dan
memperebutkan nama kosong" Pemilik naga emas ini bagai dewa yang sakti. Tidak
ada hal yang tidak diketahuinya. Apabila kau berniat mengelabuinya, mungkin lebih
sulit daripada terbang ke angkasa," kata Seebun Jit.
Wajah Leng Coa sian sing berubah hebat. Tampaknya dalam hati dia merasa agak
takut, tetapi dalam sekejap mata penampilannya sudah pulih lagi seperti semula.
"Seebun Jit, waktu kematianmu sudah tiba, buat apa kau membuka mulut sesumbar
yang tidak-tidak?" Dia melangkah ke depan dua tindak. 'Cambuk kumala' yang rebah
di tangannya langsung dikibaskan ke depan, tepat mengenai betis Seebun Jit.
Luka Seebun Jit sudah parah sekali. Dia mempertahankan diri berdiri dengan goloknya
sebagai penopang. Begitu kena tersapu, Seebun Jit langsung jatuh ambruk di atas
tanah. Leng Coa sian sing maju ke depan satu langkah, kakinya sudah siap menginjak dada
lawannya. Tiba-tiba Seebun Jit melihat ada tiga sosok bayangan yang berkelebat di
mulut lembah. Diam-diam hatinya merasa girang.
"Leng Coa sian sing, ada orang yang datang," katanya.
Pada saat itu Leng Coa sian sing juga sudah mendengar suara langkah kaki. Hatinya
tercekat. Apalagi setelah Seebun Jit mengibaskan tangannya melemparkan ketiga buah
naga emas itu ke tempat yang jauh. Dalam waktu yang bersamaan, ketiga orang yang
tadi berkelebat di mulut lembah juga sudah menghambur ke dalam. Ternyata memang
tiga iblis dari keluarga Lung. Begitu melihat sinar berkilauan melesat lalu terjatuh di
atas tanah, mereka segera menghampirinya. Setelah melihat dengan jelas bahwa benda
itu adalah tiga buah naga-nagaan dari emas yang panjangnya satu cun lebih, wajah
mereka langsung berseri-seri.
"Tong tian pao Hong! (Naga pusaka penembus langit)." Seru mereka serentak.
136 Setelah mengeluarkan seruan tadi. Tanpa bersepakat lagi ketiganya langsung
menerjang ke arah tiga naga emas itu. Leng Coa sian sing yang melihat ketiga iblis
dari keluarga Lung akan memungut naga-nagaan dari emas, langsung panik. 'Dia
berteriak sekeras-kerasnya.
"Tunggu dulu!" Lupa sudah dia akan tujuan semula yang ingin membunuh Seebun Jit.
Tubuh-nya membalik lalu melesat bagai terbang, gerakannya memutar bagai angin
topan. Setelah tujuh-delapan kali putaran, dia langsung menerjang ke arah tiga iblis
dari keluarga Lung. 'Cambuk kumala' di tangannya mengeluarkan suara desisan yang
aneh. Binatang itu menjulurkan kepalanya dan menyapu tiga orang itu.
Tiga iblis dari keluarga Lung mengeluarkan suara pekikan yang menyeramkan.
Mereka meloncat ke samping untuk menghindarkan diri. Tetapi sekejap kemudian
mereka berkumpul kembali dan mengurung Leng Coa sian sing. Keempat orang itu
pun terlibat perkelahian yang seru. Tampak bayangan manusia berkelebat kesana
kemari. Bayangan ular yang mirip pecut lemas juga bergerak kian kemari. Pertarungan
itu sungguh sengit. Sedangkan ketiga naga-nagaan dari emas itu belum sempat
dipungut oleh siapapun dan masih menggeletak di atas tanah.
Seebun Jit melihat keempat musuhnya terlihat dalam perkelahian yang seru. Matanya
menatap lekat-lekat pada ketiga naga-nagaan dari emas yang tergeletak di atas tanah.
Hatinya timbul perasaan sayang. Ketiga naga-nagaan dari emas itu merupakan benda
yang diinginkan setiap tokoh persilatan di bulim. Sekarang benda itu justru hanya
berjarak tiga-empat depa di hadapannya.
Seebun Jit juga tahu, apabila dia merayap ke depan untuk memungut ketiga naganagaan
dari emas itu, tiga iblis dari keluarga Lung beserta Leng Coa sian sing yang
terlibat perbentrokan justru karena benda yang sama, pasti tidak akan membiarkannya.
Bisa jadi mereka malah bersatu untuk mengeroyok dirinya.
Dengan kata lain, meskipun Seebun Jit bisa mendapatkan ketiga naga-nagaan dari
emas itu, dia pasti terbunuh di dalam lembah Gin Hua kok. Menurut cerita yang
tersebar di dunia kang ouw, naga-nagaan yang sejenis jumlahnya ada tujuh buah.
Walaupun dia bisa mendapatkan semuanya sekaligus, namun kalau akibatnya seperti
itu, apa gunanya"
Seebun Jit merenung dengan termangu-mangu sekian lama. Leng Coa sian sing dan
tiga iblis dari keluarga Lung yang bertarung mati-matian juga tidak memperhatikan
gerak gerik Seebun Jit.
Sebenarnya tidak ada kesulitan bagi tiga iblis untuk mengalahkan Leng Coa sian sing.
Semestinya manusia pemelihara ular itu sudah bisa dikalahkan sejak tadi. Namun
karena sebelumnya Lung Sen dan Lung Ping pernah terluka di tangan Seebun Jit,
maka gerakan kaki mereka menjadi kurang gesit. Sedangkan Leng Coa sian sing
merasa, dirinyalah yang seharusnya mendapatkan ketiga ekor naga-nagaan itu. Dengan
menggunakan 'cambuk kumalanya sebagai senjata, dia mengerahkan segenap
kemampuannya untuk menghadapi tiga iblis dari keluarga Lung.
Leng Coa sian sing memijit keras-keras bagian ekor ularnya. Cambuk Kumala
kesakitan, maka menjadi buas seketika. Asal Leng Coa sian sing menggerakkan
137 tangannya sedikit saja, ular itu langsung menyeruduk ke depan dengan kalap.
Serangannya merupakan gerakan yang sulit ditirukan oleh manusia. Lagipula
tindakannya kalap seperti tidak memperdulikan mati hidupnya sendiri. Inilah
perbedaan ular dengan manusia. Manusia, pasti mempunyai berbagai pertimbangan,
sedangkan ular hanya ingin melepaskan dirinya dari rasa sakit. Hal lain tidak
diperdulikan. Terdengar suara desisan yang semakin lama semakin keras. Ular itu menyemburkan
bisanya kesana kemari. Tiga iblis dari keluarga Lung tidak berani melawan dengan
kekerasan. Karena itu, meskipun bertiga mereka mengeroyok satu orang, hasilnya
sampai sekian lama tetap seimbang.
Seebun Jit sendiri sudah merayap sampai keluar mulut lembah. Di kejauhan terlihat
debu beterbangan di angkasa. Tentu kuda I Giok Hong yang sedang mengejar Tao
Heng Kan. Seebun Jit menarik nafas panjang, setelah itu dia menepi untuk merawat
lukanya. ***** Tao Heng Kan yang berlari secepat kilat meninggalkan Gin Hua kok, dikejar ketat
oleh I Giok Hong di belakangnya.
Beberapa bulan yang lalu, ilmu kepandaian Tao Heng Kan masih belum terhitung apaapa,
tetapi sejak pertandingan ilmu melawan Li Po di gedung kediaman Kuan Hong
Siau, tampaknya dia menemukan suatu mukjijat yang membuat ilmu silatnya maju
pesat. Kalau tidak, ketika dia bertarung melawan I Giok Hong di dalam lembah Gin
Hua kok tadi, tidak mungkin tenaga dalamnya bisa seimbang dengan gadis itu.
Meskipun ilmu silat Tao Heng Kan mengalami kemajuan pesat, tetapi saat itu dia
sedang memanggul Lie Cun Ju. Ditambah lagi tunggangan I Giok Hong yang
merupakan kuda pilihan. Maka semakin lama jarak kedua orang itu pun semakin
mendekat. Tao Heng Kan menolehkan kepalanya. Tampak cahaya putih berkilauan. Gerakan I
Giok Hong dan kudanya seperti melesat tanpa memijak tanah. Jarak mereka sekarang
tinggal tiga-empat depa. Dalam hati dia sadar tidak bisa lolos dari kejaran gadis itu.
Karenanya, dia segera menghimpun hawa murni dalam tubuhnya dan memaksakan
kakinya berhenti berlari. Setelah itu dia berdiri tegak dengan pedang melintang di
depan dada. "I kouwnio, antara kita tidak ada permusuhan apa pun. Untuk apa kau mendesakku
sedemikian rupa?"
Baru saja ucapannya selesai, I Giok Hong sudah menyusul tiba. Tangan kirinya
menarik tali kendali kuda erat-erat, kemudian tubuhnya bergerak turun dengan lincah.
Dalam sekejap mata dia sudah berdiri di hadapan Tao Heng Kan sambil tertawa
dingin. Tangannya menunjuk kepada Lie Cun Ju yang ada dalam panggulan pemuda
itu. 138 "Kau berani masuk ke dalam Gin Hua kok secara sembarangan. Hal itu sudah
merupakan kesalahan besar. Apalagi kau berani menculik orang lembah itu."
"I kouwnio, aku menculik orang ini bukan atas kemauanku sendiri. Aku terpaksa
melakukannya. Seandainya I kouwnio bisa melapangkan hati sedikit, aku juga tidak
ingin bergebrak dengan nona. Dengan demikian masing-masing tidak akan mengalami
kerugian apa-apa," kata Tao Heng Kan sambil menarik napas panjang.
I Giok Hong mendengus dingin.
"Kenapa" Kau kira kalau terjadi perkelahian, aku akan kalah di tanganmu?"
Bibir Tao Heng Kan bergerak-gerak seakan ingin mengatakan sesuatu, namun
akhirnya dia membatalkan niatnya. Kakinya menyurut mundur satu langkah.
"Kalau I kouwnio berkeras ingin berkelahi, silakan membuka serangan!" ujar Tao
Heng Kan kemudian.
I Giok Hong adalah seorang gadis yang sangat cerdas. Sejak tadi dia sudah melihat
ada ucapan yang ingin dikatakan oleh Tao Heng Kan tetapi dibatalkannya. Meskipun
dalam hati dia merasa benci melihat tindakan Tao Heng Kan yang seenaknya menculik
Lie Cun Ju dari lembah Gin Hua kok, malah ketiga batang senjata rahasia yang
dilontarkannya hampir saja melukai dirinya, tetapi sejak Tao Heng Kan bertanding
ilmu dengan Li Po di gedung kediaman Kuan Hong Siau, lalu membunuhnya tanpa
sebab musabab yang pasti, hal ini sudah diketahui seluruh bu Hm, bahkan Tao Heng
Kan dianggap sebagai tokoh yang misterius.
Ketika I Giok Hong menolong Lie Cun Ju dan Tao Ling yang hampir mati di dalam
gedung 'Ling Wei piau kiok', dia justru mengira Lie Cun Ju adalah Tao Heng Kan.
Namun akhirnya ternyata dugaannya salah. Karena itu dia merasa tidak memerlukan
pemuda itu dan melemparkannya ke tepi jalan begitu saja.
Sekarang ini, di dalam hatinya justru timbul perasaan ingin tahu tentang diri pemuda
tampan yang berdiri di hadapannya itu. Sebetulnya apa yang membuat Tao Heng Kan
tiba-tiba membunuh LiPo.
"Apa yang ingin kau katakan barusan" Mengapa akhirnya kau tidak jadi
mengatakannya?" tanya I Giok Hong.
Tao Heng Kan tertegun. Seakan dia menjadi bimbang karena I Giok Hong berhasil
menebak isi hatinya. Tampak dia menarik nafas panjang. "I kouwnio, seandainya
terjadi perkelahian di antara kita, mungkin aku tidak dapat mengalahkanmu. Tetapi
kalau kau sampai melukaiku sedikit saja, bisa menimbulkan kemarahan seorang tokoh
besar. Mungkin ayahmu sendiri tidak sanggup berbuat apa-apa terhadap tokoh yang
satu ini."
I Giok Hong mendengar nada suara Tao Heng Kan yang serius dan wajahnya juga
menandakan bukan orang yang sedang bergurau. Tetapi dia tidak percaya di dunia bu
lim ada tokoh yang ayahnya sendiri tidak berani mencari gara-gara dengannya. Tapi di
samping itu dia juga tahu Tao Heng Kan tidak berdusta. Kemarahan dalam hatinya
139 agak reda seketika, bibirnya tertawa sumbang. "Kalau begitu, kau tidak ingin
berkelahi denganku, justru karena kebaikanku sendiri?"
Wajah Tao Heng Kan menjadi merah padam. Dia merasa malu sekali.
"Memang demikianlah maksudku," ujar Tao Heng Kan.
"Boleh saja aku tidak berkelahi denganmu, asal kau kembalikan orang yang kau
panggul itu. Aku pun akan menyudahi urusan ini," kata I Giok Hong.
Kata-kata dan tingkah laku I Giok Hong kali ini sudah terhitung sungkan sekali.
Karena Gin leng hiat dang I Ki Hu tidak pernah memandang sebelah mata terhadap
siapa pun, sebagai putrinya jelas I Giok Hong mempunyai sifat yang sama. Apabila
dia bersedia melepaskan Tao Heng Kan begitu saja, bagi orang yang mengenalnya
benar-benar merupakan suatu kejadian yang langka. Bahkan I Giok Hong sendiri tidak
mengerti mengapa dia demikian menaruh simpatik terhadap pemuda tampan yang ada
di hadapannya ini.
Di dalam hati Tao Heng Kan juga dapat merasakan sikap istimewa I Giok Hong
terhadap dirinya. Tetapi dia benar-benar mempunyai kesulitan tersendiri yang
membuatnya tidak dapat menyerahkan Lie Cun Ju.
Tao Heng Kan menyelinap ke dalam lembah Gin Hua kok untuk menculik Lie Cun Ju
sebetulnya mendapatkan waktu yang tepat. Karena pada saat itu Seebun Jit sudah
terluka parah, I Ki Hu pun sedang bepergian. Tetapi semua ini dilakukannya bukan
karena dia sudah mengintai datangnya kesempatan. Kalaupun saat itu Seebun Jit
belum terluka dan I Ki Hu ada di dalam lembah Gin Hua kok, tetap dia harus menculik
Lie Cun Ju. Karena itu, mendengar permintaan I Giok Hong, dia terpaksa tertawa getir serta menggelengkan
kepalanya. "I kouwnio, aku tahu sikapmu yang rela melepaskan aku pergi begitu saja merupakan
hal yang sulit ditemui. Tapi . . . aku masih mempunyai satu permohonan, entah I
kouwnio bersedia mengabulkannya atau tidak?"
Sembari berkata, sepasang mata Tao Heng Kan yang menyiratkan penderitaan
menatap I Giok Hong lekat-lekat. Gadis itu sendiri merasa bahwa selama ini hatinya
belum pernah mempunyai perasaan yang demikian ganjil. Tanpa terasa wajahnya
menjadi merah. Diam-diam dia berpikir dalam hati. "Aneh sekali! Rasanya aku ingin
mendengarkan perkataannya. Mengapa bisa mempunyai perasaan seperti ini" Apa
sebabnya?" Di dalam hatinya berpikir, tetapi mulutnya sudah langsung menjawab.
"Ada urusan apa" Silakan utarakan saja!"
Wajah Tao Heng Kan langsung berseri-seri. Padahal sebelumnya wajahnya yang
tampan selalu murung. Tetapi begitu terlihat cerah, malah penampilannya semakin
gagah. Sungguh tidak mudah menemukan pemuda yang demikian tampan dan enak
dipandang. Tanpa dapat ditahan lagi, hati I Giok Hong bergetar.
140 "Seandainya I kouwnio bisa mengijinkan aku membawa Lie kongcu ini, seumur hidup
aku tidak akan melupakan budi kebaikan nona," ujar Tao Heng Kan.
Mendengar ucapannya, I Giok Hong menjadi tertegun. Aku membawa Tao Ling
mengikuti tia menuju Si Cuan yang jauh. Tahu-tahu di tengah perjalanan, tia
menghentikan kereta kuda dan berpesan wanti-wanti agar aku kembali ke Gin Hua kok
dan membawa Lie Cun Ju menuju rumah kediaman keluarga Sang di Si Cuan. Tia
mengatakan kami akan bertemu di sana. Bahkan ketika menyampaikan perintah itu,
sikap tia serius sekali. Sedemikian seriusnya sampai aku belum pernah melihatnya. Ini
berarti perintahnya itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Seandainya aku
menemuinya dengan tangan kosong, kemungkinan aku akan mendapatkan hukuman
berat, pikirnya dalam hati. Seandainya permintaan Tao Heng Kan saat ini merupakan
hal yang lainnya, mungkin I Giok Hong bisa mengabulkannya mengingat pemuda itu
sudah menarik simpatinya. Tetapi justru hal inilah satu-satunya permintaan yang tidak
dapat dikahulkan.
Dia termenung beberapa saat. Teringat kembali kata-katanya sendiri yang demikian
tegas tadi, dia jadi tidak enak hati. Bibirnya memaksakan seulas senyuman.
"Tao kongcu, urusan ini aku sendiri tidak bisa mengambil keputusannya."
Rona berseri-seri di wajah Tao Heng Kan sirna seketika.
"Apakah ayahmu menyuruhmu kembali ke Gin Hua kok untuk mengambil orang ini?"
I Giok Hong menganggukkan kepalanya, "Dugaanmu memang benar."
Wajah Tao Heng Kan berubah hebat. Kakinya menyurut mundur beberapa langkah.
"I kouwnio, ini ... ini . . ." Sampai cukup lama dia tergagap tanpa dapat meneruskan
kata-katanya. I Giok Hong merenung sejenak.
"Tao kongcu, apakah keadaanmu sama denganku" Yakni menculik orang ini bukan
atas kemauan sendiri, melainkan atas desakan orang lain" Dan apabila kau tidak
sampai membawa orang ini, kau akan tertimpa musibah besar?"
Wajah Tao Heng Kan pucat pasi. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Karena itu
I Giok Hong justru semakin yakin bahwa dugaannya tidak salah.
"Kalau begitu, aku tidak usah menanyakan siapa orang itu. Aku sudah dapat
membayangkan bahwa orang itu berilmu tinggi sekali. Biarpun kita bergabung
menghadapinya, kita tidak sanggup mengalahkanriya . . ."
Berbicara sampai di situ, wajahnya yang cantik kembali merah padam.
"Aku justru mempunyai sebuah jalan yang mungkin bisa menguntungkan kita
bersama. Sekarang ini ayah dan adikmu sedang menunggu di Si Cuan. Bagaimana


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

141 kalau kita bersama-sama menuju tempat itu dulu, setelah bertemu dengan tia dan
adikmu, baru kita tentukan kembali langkah berikutnya."
Tao Heng Kan terkejut setengah mati mendengar keterangan I Giok Hong.
"Adikku bersama-sama dengan ayahmu sekarang?"
I Giok Hong menganggukkan kepalanya. Baru saja gadis itu ingin menjawab
pertanyaan Tao Heng Kan, tiba-tiba di belakangnya terdengar sebuah suara.
Suara itu persis seperti langit akan runtuh atau bumi membelah dalam waktu seketika.
Baik Tao Heng Kan maupun I Giok Hong sama-sama terkejut. Serentak mereka
menolehkan kepalanya. Tampak dari lembah Gin Hua kok yang terlihat dari kejauhan
ada empat orang yang berlari-lari kalang kabut. Gerakan tubuh keempat orang itu
cepat sekali. Meskipun jaraknya sangat jauh, dapat dipastikan bahwa mereka adalah
Leng Coa sian sing dan tiga iblis dari keluarga Lung.
Lari mereka bukan seperti tiga orang yang bersaudara itu mengejar seorang lawan,
atau yang satu mengejar yang tiga. Bahkan tampaknya keempat orang itu seperti
melarikan diri secara serabutan seakan ingin menyelamatkan jiwa masing-masing. Dua
di antaranya, yakni Lung Sen dan Lung Ping malah tampak bergulingan karena
terjatuh-jatuh. Mereka lari kalang kabut, tampaknya seperti lupa bagaimana
mengerahkan ilmu ginkang yang mereka kuasai.
I Giok Hong yang melihatnya sampai terheran-heran. Gadis itu berpikir dalam hati.
"Keempat orang itu, tokoh-tokoh kelas satu di dunia bu lim. Mengapa tiba-tiba berlari-
Iari seperti orang yang ketakutan" Mungkinkah tia sudah kembali ke Gin Hua kok?"
Baru saja I Giok Hong ingin menghambur ke depan untuk melihat apa yang sedang
terjadi, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang menggelegar. Sumbernya dari lembah
Gin Hua kok. Gadis itu segera menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Tampak
batu-batu dinding di mulut lembah terpental dan berhamburan sehingga menimbulkan
debu-debu yang tebal. Bahkan batu-batu itu melambung tinggi sampai kurang lebih
tiga depa. Rasa terkejut I Giok Hong tak terkirakan lagi. Sejak kecil dia dibesarkan
dalam lembah Gin Hua kok. Bahkan dinding batu yang berhamburan itu merupakan
tempat bermainnya ketika masih anak-anak. Dia mengenal sekali kekokohan dinding
batu itu. Tetapi siapa orangnya yang mempunyai kekuatan demikian besar, yang
mampu menghantam batu itu sehingga pecan berhamburan"
Karena terkejutnya, langkah kaki I Giok Hong terhenti. Gadis itu tidak melangkah
maju lagi. Tampak Leng Coa sian sing dan tiga iblis dari keluarga Lung bergerak
semakin cepat ke arahnya. Gerakan keempat orang ini benar-benar menggunakan
kecepatan yang semaksimal mungkin. Suara ledakan di belakang semakin bergemuruh
sehingga gendang telinga terasa ngilu. Wajah keempat orang itu tampak semakin pucat
pasi. Dan saat itu sudah semakin mendekat ke arah I Giok Hong dan Tao Heng Kan.
Wajah mereka penuh dengan debu, keringat membasahi seluruh tubuh, dan sikap
mereka tampak benar-benar panik. Ketika sampai di depan I Giok Hong dan Tao Heng
Kan, mereka sempat berhenti sejenak untuk menolehkan kepala melihat keadaan
142 lembah Gin Hua kok. Kemudian mereka sama-sama mengluarkan suara pekikan
histeris lalu meneruskan langkah kaki mereka untuk berlari ke depan.
Hati I Giok Hong dilanda rasa penasaran yang tidak terkirakan. Tanpa menunggu
sampai jarak mereka terlalu jauh, dia langsung menghentakkan sepasang kakinya dan
melesat melewati keempat orang itu. Dalam sekejap mata dia berhasil melewati atas
kepala keempat orang itu dan menghadang di depan mereka. Pecut di tangannya
segera diayunkan ke depan agar mereka tidak berani menerjang terus ke depan.
"Apa yang terjadi di dalam lembah?" bentaknya segera.
Keempat orang itu tidak memberikan jawaban. Gerakan tubuh mereka terhenti.
"Minggir!" bentak Lung Goan Po.
Lung Sen dan Lung Ping segera bergerak ke samping dan terus berlari ke depan.
Sedangkan Leng Coa sian sing lebih licik. Dari tadi dia sudah melihat tubuh I Giok
Hong yang bergerak ingin menghadang mereka. Baru saja I Giok Hong melayang
turun, dia sudah membalikkan tubuhnya dan berlari meninggalkan tempat itu dengan
mengambil jalan memutar.
I Giok Hong sadar, bahwa menghadang keempat orang dengan seorang diri itu bukan
suatu hal yang mudah. Ternyata ketiga orang lainnya melarikan diri tanpa
memperdulikan apa pun. Seandainya menghadapi Lung Goan Po seorang diri, I Giok
Hong tentu tidak merasa khawatir.
I Giok Hong langsung mengeluarkan suara tertawa yang nyaring. Pecut di tangannya
diayunkan untuk mengirimkan sebuah totokan ke bagian dada Lung Goan Po.
"Ketiga orang yang lainnya sudah melarikan diri, kau kira kau dapat lolos begitu
saja?" bentak I Giok Hong.
Melihat pecut di tangan I Giok Hong melayang ke arahnya, Lung Goan Po segera
membungkukkan tubuhnya dan berguling di atas tanah. Meskipun tubuh Lung
berbentuk pendek gemuk, kecepatan gerakannya tidak sembarangan bisa diikuti orang
lain. Setelah bergulingan tiga kali, tahu-tahu tubuhnya sudah berada pada jarak sejauh
lima depaan. Pakaian I Giok Hong tampak mengibar-ngibar. Tampaknya dia tidak sudi melepaskan
orang itu begitu saja. Pecut di tangannya kembali diayunkan. Terdengar suara Tar!
Tar! Tar! Tar! sebanyak empat kali. Semuanya mengarah ke tubuh Lung Goan Po.
Keempat pecut itu bukan main cepatnya, orang lain yang menyaksikan pasti hanya
sempat melihat lintasan cahaya perak. Keempat serangannya mengenai tubuh Lung
Goan Po. I Giok Hong khawatir tenaganya terlalu kuat sehingga orang itu tidak kuat
menahannya. Apabila orang itu sampai mati, berarti gagal keinginan I Giok Hong
untuk mengajukan pertanyaan. Karena itu dia segera menyurutkan tenaganya. Tetapi
tidak disangka-sangka, kesempatan itu digunakan oleh Lung Goan Po. Iblis itu
mengeluarkan suara raungan dan menerjang ke arah I Giok Hong sambil
mencengkeram. Rangkuman angin yang kencang menerpa ke arah gadis itu.
143 I Giok Hong langsung tertegun. Ketika gadis itu memperhatikan keadaan Lung Goan
Po. Dia heran melihat pakaian orang itu terkoyak di sana-sini kena lecutan pecut,
tetapi kulitnya hanya meninggalkan jalur merah darah sebanyak empat tempat. Dia
tidak terluka parah hanya kulit tubuhnya yang lecet sedikit.
Saat itu I Giok Hong baru menyadari bahwa nama besar tiga iblis dari keluarga Lung
ternyata bukan nama kosong. Mereka masing-masing memiliki ilmu yang tinggi,
bahkan menguasai sejenis ilmu yang dapat melindungi luar tubuh. Mereka benar-benar
bukan tokoh sembarangan.
Sikap I Giok Hong tinggi hati, seperti ayahnya sendiri. Tanpa sadar dia berseru
memuji. "Ilmu kebal yang mengagumkan," ucap I Giok Hong.
Tanpa menunggu terjangan Lung Goan Po sampai, tubuhnya segera menggeser ke
samping, pecutnya disentakkan ke depan. Terlihat tali pecut itu melayang, kemudian
membentuk lingkaran serta mengincar telapak tangan Lung Goan Po yang sedang
mencengkeram ke arahnya.
Pecut perak diayunkan dengan menggunakan jurus yang lihai sekali. Ketika I Giok
Hong dilarikan, I Ki Hu memberontak terhadap pihak mokau dan membunuh ketua
serta beberapa pentolannya yang berilmu tinggi. Setelah itu I Giok Hong dibawa serta
menetap di lembah Gin Hua kok. Kemudian mereka jarang muncul di dunia kang ouw,
karena I Giok Hong masih terlalu kecil. Sedangkan ilmu pecut ini diciptakan oleh I Ki
Hu dengan menghabiskan waktu selama belasan tahun. Dalam setiap jurusnya pecut
itu dapat membentuk tiga buah lingkaran. Ketika menghadapi Tao Heng Kan di Gin
Hua kok, I Giok Hong justru menggunakan ilmu pecutnya yang hebat sehingga tubuh
pemuda itu terlilit.
Ketika I Giok Hong mengayunkan pecutnya sehingga melingkar, tampaknya sekejap
lagi tangan Lung Goan Po pasti akan terlilit. Tetapi justru sampai pada waktunya, lakilaki
bertubuh gemuk pendek itu mencelat ke udara dan tiba-tiba mengirimkan dua
buah tendangan. Tangannya yang tadinya bergerak mencengkeram malah ditarik
kembali. Sedangkan tubuhnya terlentang ke belakang seperti dalam posisi tertidur di
tengah udara. Manusia bukan burung, tentu saja tidak bisa tidur di awang-awang. Lung Goan Po
melakukan gerakan itu juga hanya sekejapan saja. Tetapi kakinya yang tiba-tiba
mengirimkan tendangan justru menggunakan jurus yang hebat sekali. Sasarannya
jantung I Giok Hong.
Pecut I Giok Hong luput dari sasarannya. Melihat Lung Goan Po menggunakan jurus
serangan yang aneh, I Giok Hong menjadi semakin bersemangat. Dia tertawa merdu
sambil menghentukkan sepasang kakinya. Tubuhnya mencelat ke atas kurang lebih
satu depa setengah. Pakaiannya yang putih berkibar-kibar. Bukan main indahnya.
Dengan melayang di udara, gadis itu menghentakkan pecutnya sehingga membentuk
sebuah lingkaran dan ditujukan ke bagian leher Lung Goan Po.
144 Kali ini, tubuh Lung Goan Po sedang mencelat di tengah udara. Sudah pasti dia tidak
bisa menghindar lagi. Apalagi gerakan pecut I Giok Hong cepatnya bagai kilat. Tibatiba
terdengar suara jeritan dari mulut Lung Goan Po. Sepasang tangannya melindungi
lehernya dengan panik. Tetapi tetap saja terlambat. Lehernya sudah terjerat oleh pecut
I Giok Hong. Setelah serangannya berhasil, I Giok Hong tetap tidak membiarkan lawannya begitu
saja. Dia mengerahkan tenaga dalamnya. Lung Goan Po hampir putus nafasnya.
Begitu disentakkan oleh I Giok Hong, tubuh iblis itu langsung melayang di udara dan
terlempar sejauh enam-tujuh depa. Dia kelabakan setengah mati. Terdengar suara buk!
Tubuhnya pun terhempas di atas tanah.
Pecut di tangan I Giok Hong laksana seekor ular yang hidup. Lilitannya di leher Lung
Goan Po begitu erat. Baru saja tubuh iblis itu menghempas di atas tanah, I Giok Hong
sudah menghentakkan pecutnya kembali sehingga sekali lagi tubuh lawannya
melayang di udara. Lalu dibanting lagi ke atas tanah. Demikianlah dia melakukannya
sebanyak tujuh-delapan kali berturut-turut. Meskipun Lung Goan Po pernah
mempelajari ilmu kebal, sehingga dia dapat melindungi bagian luar tubuhnya agar
tidak terluka parah. Tetapi berulang kali diangkat kemudian dibanting oleh I Giok
Hong, mesti saja dia merasa isi perutnya seperti diaduk-aduk. Apalagi leher
merupakan anggota tubuh yang penting. Nafasnya pun menjadi sesak serta matanya
berkunang-kunang. Hampir saja dia tidak dapat mempertahankan kesadarannya.
Setelah sembilan kali berturut-turut I Giok Hong mempermainkan Lung Goan Po, ia
baru menghentikan gerakan pecutnya. Terdengar nafas Lung Goan Po tersengalsengal.
I Giok Hong mengendurkan genggaman tangannya.
"Apa yang terjadi di dalam lembah" Cepat katakan!" bentak I Giok Hong.
Dada Lung Goan Po bergerak naik turun. Tubuhnya terkulai di atas tanah. Matanya
mendelik ke atas, mana mungkin dia mempunyai tenaga untuk menjawab pertanyaan I
Giok Hong. I Giok Hong tertawa terkekeh-kekeh. Dia melihat Tao Heng Kan masih berdiri dengan
termangu-mangu sambil memondong Lie Cun Ju.
"Dasar goblok! Mengapa kau tidak menggunakan kesempatan di saat aku bergebrak
dengannya untuk melarikan diri?" kata I Giok Hong.
Wajah Tao Heng Kan merah padam. Dia menolehkan kepalanya dan menatap ke arah
lembah Gin Hua kok.
I Giok Hong melihat wajah Tao Heng Kan yang tampak menyiratkan ketegangan dan
ketakutan. Matanya menatap ke arah Gin Hua kok lekat-Iekat. I Giok Hong merasa
heran, dia segera mengikuti pandangan mata pemuda itu. Setelah melihat dengan
tegas, dia pun terkejut setengah mati. Ternyata getaran yang terjadi di dinding sekitar
Gin Hua kok semakin menjadi-jadi. Bahkan suaranya pun makin menggelegar seakan
terjadi gempa bumi yang dahsyat.
I Giok Hong tertegun sesaat.
145 "Siapa yang menghantam tembok sekitar Gin Hua kok?" tanyanya panik.
I Giok Hong mengayunkan pecutnya sambil berlari ke arah Gin Hua kok. Tetapi dia
baru berlari beberapa langkah, tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat. Orang itu
menghadang di depannya. Setelah diperhatikan baik-baik, ternyata Tao Heng Kan.
Tampak wajahnya menyiratkan kepanikan.
"I kouwnio, cepatlah naik ke atas kuda dan tinggalkan tempat ini. Kalau lebih lama
sedikit, pasti akan terlambat!"
Mendengar kata-kata Tao Heng Kan yang serius dan menyiratkan ketulusan, I Giok
Hong tahu apa yang dikatakan pemuda itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Hatinya
langsung tergerak. Tapi dia tidak ingin pergi begitu saja.
"Tao Kong Cu, kau tidak perlu mencampuri urusanku!" kata gadis itu.
Lengan bajunya berkibar, dia melesat melewati samping Tao Heng Kan dan berlari
menuju lembah Gin Hua kok. Tetapi ketika jaraknya dengan mulut lembah masih
sepuluh depaan, tiba-tiba terdengar lagi suara gemuruh tadi. Ketika dia
memperhatikan, ternyata sebagian lagi tembok yang mengelilingi lembah itu runtuh
berserakan. Di balik kepulan debu yang beterbangan di udara dan sekitarnya, terlihat sesosok
bayangan tinggi kurus melesat dengan kecepatan yang sulit diuraikan dengan kata-kata
dan menerjang ke arah I Giok Hong.
Melihat tembok yang mengelilingi lembah tempat tinggal rubuh tidak karuan, sukma I
Giok Hong seakan melayang. Sesaat dia jadi termangu-mangu. Dia hampir tidak
percaya dengan pandangannya sendiri. Di dunia ini mana mungkin ada orang yang
bisa berlari secepat itu"
Gerakannya bahkan seperti terbang. Orang itu menerjang ke arahnya.
"Jangan dilawan!" teriak orang itu.
I Giok Hong dalam keadaan panik. Dia tidak mendengarkan teriakan orang itu. Ketika
I Giok Hong mengayunkan pecutnya ke depan, kelihatannya pecut di tangannya telak
mengenai orang itu. Tetapi kenyataannya justru tubuh orang itu melesat melewatinya.
I Giok Hong tertegun. Apakah orang itu hanya sesosok bayangan" Mengapa pecut
yang sudah telak mengenai tubuhnya bisa meleset" pikirnya dalam hati.
Tetapi bagaimana pun I Giok Hong adalah putri seorang tokoh sesat yang berilmu
tinggi sekali. Setelah merenungkan sejenak, dia pun tahu sebab musababnya. Ternyata
gerakan orang tadilah yang terlalu cepat. Begitu sampai di depannya langsung melesat
melewatinya. 146 Tepat pada detik itu, I Giok Hong menganggap orang itu masih di depan matanya.
Tetapi nyatanya hanya bayangan yang masih tertinggal saking cepatnya tubuh orang
itu berkelebat. Karena itu pula pecutnya hanya mengenai tempat yang kosong. Bahkan
orang itu pun sudah tidak kelihatan lagi. Entah kemana perginya.
Meskipun I Giok Hong sangat cerdas dan dalam sekejap sudah tahu sebab
musababnya, tetap saja sudah terlambat. Dia merasa pundaknya mengencang. Cepatcepat
dia menolehkan kepalanya. Ternyata bahunya dicengkeram oleh sebuah tangan
yang kurus dan panjang. Bahkan tidak mirip tangan manusia. Dia pun hanya dapat
melihat tangan orang itu tanpa dapat melihat bagian lainnya.
Begitu terasa ada lima jari yang mencengkeram pundaknya, I Giok Hong segera
mengedarkan hawa murninya untuk mengadakan perlawanan. Tetapi rasa sakitnya
semakin menjadi-jadi, tanpa dapat ditahan lagi wajahnya pucat pasi dan keringat
dingin bercucuran.
"Suhu, aku . . . sudah berhasil . . . ma . . . ri kita . . . tinggal. . . kan . . . tempat ini!"
Terdengar teriakan Tao Heng Kan dengan gugup.
Pikiran I Giok Hong tergerak. Diam-diam dia berkata dalam hati.
"Rupanya orang itu suhunya Tao Heng Kan. Tetapi entah siapa" Mengapa dia sanggup
meringkus dirinya dengan demikian mudah?"
I Giok Hong berusaha memberontak. Tetapi bukan saja dia tidak sanggup melepaskan
diri, bahkan tulang di pundaknya terasa seperti remuk saking sakitnya. Juga seperti
meminta lawannya agar memperkeras cengkeramannya. Karena itu dia tidak berani
sembarangan bergerak lagi.
Terdengar suara orang itu yang dingin dan menyeramkan.
"Di dalam lembah Gin Hua kok ada tiga batang benda pusaka. Dari mana asalnya?"
Nada suara Tao Heng Kan sendiri terdengar gemetar.
"A ... ku ti. . . dak tahu." Dari nada suaranya saja sudah dapat dipastikan bahwa dia
belum pernah berbohong sebelumnya.
Orang itu mengeluarkan suara terkekeh-kekeh yang menggidikkan hati.
"Kemari dan tikam dia sampai mati!"
Mendengar kata-katanya, tanpa dapat ditahan lagi tubuh I Giok Hong bergetar. Dari
pembicaraan yang berlangsung antara Tao Heng Kan dan orang itu, dapat dipastikan
bahwa pemuda itu jeri sekali terhadap gurunya. Sekarang orang itu justru
menyuruhnya menikam I Giok Hong, kemungkinan dia akan menuruti perkataan
gurunya itu. 147 Sungguh tidak disangka dirinya yang demikian cantik dan berilmu tinggi terpaksa
harus menerima kematian di luar lembah Gin Hua kok yang merupakan tempat
tinggalnya sendiri.
Setelah menunggu beberapa saat, belum juga terdengar Tao Heng Kan menuruti
perkataan gurunya itu. Juga tidak terlihat bayangan pedang yang berkelebat menikam
jantungnya. Sesaat kemudian, baru terdengar lagi suara Tao Heng Kan yang gemetar.
"Su . . . hu, a . . . ku ti . . . dak sang . . . gup." Diam-diam hati I Giok Hong merasa
girang. Perasaannya menjadi agak lega. Walaupun dia mengerti, Tao Heng Kan
mengatakan tidak sanggup membunuhnya, mungkin gurunya akan memaksakannya
kembali. Atau kalau dia tetap menolak, gurunya pasti akan turun tangan sendiri.
Meskipun akibatnya sama-sama mati, asal bukan Tao Heng Kan yang turun tangan
melakukannya. Karena itu, hatinya merasa terhibur mendengar kata-kata pemuda itu.
Pada dasarnya antara dia dengan Tao Heng Kan tadinya berhadapan sebagai musuh.
Tetapi di saat yang demikian genting, ternyata Tao Heng Kan menyatakan tidak
sampai hati membunuhnya. Apa maksud hati pemuda itu" Tentunya sudah dapat
diduga. Justru karena ini pula I Giok Hong merasa terhibur.


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar suara yang menyeramkan itu bertanya. "Mengapa kau tidak sanggup
melakukannya?"
"A ... ku sen . . . diri ... ti ... dak tahu a... pa sebabnya," jawab Tao Heng Kan.
Orang itu mendengus dingin. "Jadi semua yang kukatakan sudah kau lupakan?"
Suaranya begitu kaku tanpa kelembutan sedikit pun dan bagi orang yang
mendengarnya pasti merasa menggidik dan menusuk gendang telinga. I Giok Hong
berada di sampingnya, hatinya merasa tidak enak mendengar suara itu.
"Murid tidak berani melupakan perkataan yang pernah Suhu katakan."
"Kalau kau tidak melupakannya, mengapa kau belum turun tangan juga?"
Tao Heng Kan menarik nafas panjang. I Giok Hong merasa bagian bawah ketiaknya
agak dingin. Dia segera menundukkan kepalanya. Tampak sebatang pedang telah
menekan jalan darah di bagian bawah ketiaknya. Ternyata rasa dingin itu terasa karena
pedang itu telah mengoyak pakaiannya dan ujung pedang telah menyentuh kulit
tubuhnya. I Giok Hong menolehkan kepalanya kembali, tepat pada saat itu Tao Heng
Kan juga sedang menatap kepadanya. Tampak wajah pemuda itu menyiratkan
penderitaan yang tidak terkatakan. Pandangan matanya seperti kosong dan terpaku ke
depan. Ketika dia melihat sinar mata I Giok Hong, tanpa dapat mempertahankan diri
lagi tubuhnya bergetar. Kakinya menyurut mundur satu langkah.
Kelima jari tangannya mengendur. Pedang yang tadinya menekan di bawah ketiak I
Giok Hong segera memperdengarkan suara Trang! dan terlepas jatuh di atas tanah.
Terdengar orang tadi meraung marah. Tiba-tiba tangannya melepas kemudian secepat
kilat menotok jalan darah pada pundak I Giok Hong. Setelah itu terdengar suara plak!
Plak! sebanyak dua kali. Tidak usah diragukan lagi tentu Tao Heng Kan kena
148 ditempeleng oleh gurunya. Kemudian terdengar lagi dia membentak dengan suara
marah. "Coba ulangi kembali apa yang pernah kuajarkan!"
Tao Heng Kan terdiam sejenak.
"Di bawah pedang ada perasaan, apa pun tidak dapat berhasil, apabila pedang tanpa
perasaan, persoalan apa pun dapat diselesaikan," kata Tao Heng Kan.
"Kalau kau sudah tahu bahwa pedang yang tanpa perasaan baru bisa menyelesaikan
semua persoalan, mengapa kau masih tidak menikamnya" Apakah kau akan
membiarkan pedangmu berperasaan?"
"Su . . . hu, a ... ku ... a ... ku," kata Tao Heng Kan dengan suara parau.
Tidak menunggu Tao Heng Kan menyelesaikan kata-katanya, terdengar orang itu
mendengus marah.
"Cepat ambil pedang itu, jangan ucapkan kata-kata yang tidak ada gunanya!"
Pada saat itu jalan darah I Giok Hong sudah tertotok. Jelas tubuhnya tidak dapat
bergerak. Karena itu dia hanya dapat mendengar pembicaraan antara Tao Heng Kan
dengan gurunya, tetapi tidak dapat melihat gerak-gerik mereka. Dia tidak tahu apakah
Tao Heng Kan menuruti perkataan gurunya mengambil pedang itu. Hatinya terasa
berdebar-debar, perasaannya kacau balau. Dia juga merasa bingung karena tidak
mengerti makna pembicaraan kedua orang itu.
Justru di saat dia tidak mengerti apa yang akan dialaminya, tiba-tiba dari belakang
punggungnya terdengar suara angin berdesir seperti senjata tajam yang digerakkan di
udara. Ketika mulai terdengar, suara itu seperti bergerak cepat sekali. Namun sesaat
kemudian melemah dan dalam waktu yang bersamaan terdengar suara Tao Heng Kan
yang mirip keluhan.
"Suhu, aku benar-benar tidak sanggup," ucap Tao Heng Kan.
"Kau pasti sanggup, bahkan kau tidak akan menikamnya dari belakang. Putarlah ke
depannya dan tikam tepat di jantungnya. Inilah yang dinamakan pedang tanpa
perasaan."
Baru saja perkataan orang itu selesai, I Giok Hong melihat Tao Heng Kan sudah
berjalan dengan terhuyung-huyung ke depannya. Pemuda itu tidak memanggul Lie
Cun Ju lagi. Entah kapan dia meletakkan pemuda itu. Tangan kanannya menggenggam
sebatang pedang, tetapi pergelangan tangannya justru tampak gemetar terus. Kalau
dilihat dari langkah kakinya yang limbung, tampaknya pemuda itu berjalan ke
depannya bukan atas kehendak dirinya sendiri. Tetapi didorong oleh gurunya.
Pada saat ini perasaan I Giok Hong bukan main tegangnya. Dia dapat mendengar
bahwa orang itu tidak akan turun tangan sendiri, melainkan dia mengharuskan Tao
Heng Kan yang melakukannya. Untuk mengokohkan prinsipnya yang entah 'Pedang
149 tanpa perasaan semuanya dapat diselesaikan' apa tadi. Dengan kata lain, mati hidupnya
tergantung pemuda itu sendiri.
Karena itu sepasang mata I Giok Hong yang indah menyorotkan sinar yang
mengandung penderitaan menatap Tao Heng Kan lekat-Iekat. Tetapi ketika Tao Heng
Kan berjalan ke arahnya, kepala pemuda itu sudah menunduk dalam-dalam. Dia tidak
berani memandang sinar mata I Giok Hong.
"Kau masih belum turun tangan juga?" tanya guru itu lagi.
Tiba-tiba Tao Heng Kan mendongakkan kepalanya. Penderitaan yang tersirat di
wajahnya sudah mencapai titik puncaknya. Tetapi sekejap kemudian tampak tersirat
keriangan di wajahnya, Meskipun kejadiannya hanya sekejap mata, tetapi I Giok Hong
yang sejak tadi menatapnya sempat memperhatikan perubahan wajahnya itu.
Belum sempat I Giok Hong mengerti apa arti perubahan wajahnya tadi, tiba-tiba
pergelangan tangan Tao Heng Kan bergerak. Sinar tajam berkilauan, ternyata pedang
di tangan Tao Heng Kan sudah menusuk ke dalam jantungnya.
I Giok Hong bukan gadis sembarangan. Ilmu silatnya tinggi sekali. Ketika melihat
gerakan pedang Tao Heng Kan, dia segera sadar bahwa pemuda itu sudah mengambil
keputusan yang bulat. Dia tidak mungkin menghunjamkan pedangnya setengah jalan
atau tidak sampai hati lagi seperti sebelumnya.
Dalam waktu yang demikian singkat, I Giok Hong teringat perasaan hatinya yang
berbunga-bunga ketika mendengar Tao Heng Kan mengatakan tidak sampai hati
membunuhnya. saat itu baru menyadari betapa bodohnya dia.
Tao Heng Kan meluncurkan pedang demikian cepat. Belum lagi pikiran I Giok Hong
habis, dadanya sudah terasa nyeri. Ternyata pedang itu sudah menghunjam ke dalam.
Mata I Giok Hong habis, dadanya sudah terasa nyeri. Ternyata pedang itu sudah
menghunjam ke dalam. Mata I Giok Hong menjadi gelap seketika. Dia merasa
tubuhnya seperti selembar kertas yang melayang tertiup angin. Telinganya masih
sempat mendengar orang itu tertawa dengan terkekeh kemudian berkata, "Mari kita
pergi!" I Giok Hong mendengar desir angin yang semakin lama semakin menjauh. Lalu tidak
terde-ngar lagi, karena orangnya sendiri sudah terkulai pingsan di atas tanah.
***** Entah berapa lama sudah berlalu. Lambat laun kesadarannya tergugah kembali. Ketika
dia membuka matanya, tampak matahari sudah di ufuk barat. Hari sudah menjelang
senja. Sebentar lagi malam akan merayap. I Giok Hong membiarkan matanya terpejam
beberapa saat. I Giok Hong membuka matanya kembali dan menatap ke sekelilingnya. Tampak
bebatuan dan rerumputan di sekitarnya penuh dengan percikan darahnya. Tapi yang
paling banyak nodanya justru pakaiannya yang putih. Bahkan hampir seluruhnya
terpercik darahnya sendiri.
150 Mendapatkan dirinya masih belum mati, I Giok Hong justru merasa keheranan. la
ingin memaksakan dirinya untuk bangkit dan duduk. Tetapi baru saja bergerak sedikit,
telinganya sudah mendengar seseorang berkata, "Sio cia, jangan bergerak!"
I Giok Hong sudah lama tinggal bersama-sama dengan Seebun Jit di dalam lembah
Gin Hua kok, tetapi selama itu dia belum pernah menemui sikap seperti sekarang ini.
Tampak pinggangnya agak menekuk dan berdiri di samping I Giok Hong. Seandainya
tidak ada golok yang dijadikan penyanggah, mungkin orang tua itu sudah terkulai
jatuh sejak tadi.
I Giok Hong ingin menggerakkan mulutnya untuk berbicara, tetapi dia tidak
mempunyai tenaga sedikit pun.
"Siocia, antara aku dan ayahmu terdapat permusuhan yang dalam. Dan sampai
sekarang masih belum terselesaikan. Sekarang aku sedang menderita luka parah.
Tetapi tampaknya luka yang kau derita justru lebih parah lagi. Seandainya pedang Tao
Heng Kan tadi menusuk lebih dalam satu dua cun saja, tidak usah diragukan siocia
sekarang pasti sudah terkapar menjadi mayat. Tetapi aku berniat menolongmu agar
bisa hidup terus, asal kau bersedia mengabulkan permintaanku."
Selesai mengucapkan kata-kata itu, suasana jadi hening esaat. I Giok Hong menatap ke
atas langit. Tampak beberapa ekor elang sedang beterbangan mengelilingi tempat itu.
Tiba-tiba saja timbul rasa takut dalam hatinya. la takut menerima kenyataan dirinya
akan mati. Lagi pula dia tidak rela dirinya yang masih demikian muda mati begitu
saja. Dia mengerahkan segenap kemampuannya untuk bertanya.
"Permintaan ... a ... pa?"
Seebun Jit maju selangkah kemudian menatap I Giok Hong lekat-lekat. I Giok Hong
dapat melihat sinar mata Seebun Jit yang mengandung kekalutan hatinya. Seperti ada
keinginan membiarkan I Giok Hong mati cepat-cepat, tetapi juga ada keinginan
membiarkan dia hidup terus agar permintaannya dapat terlaksana.
Beberapa saat kemudian, baru terdengar Seebun Jit menarik nafas panjang sambil
mendo-ngakkan wajahnya menatap langit.
"Seebun Jit ... Seebun Jit ... Tidak disangka kau akan mengorbankan selembar jiwamu
untuk menyelamatkan putri musuhmu sendiri. Tetapi selain ini, apakah masih ada cara
lainnya?" tanya I Giok Hong.
I Giok Hong tahu, selania tinggal di dalam lembah Gin Hua kok, Seebun Jit setiap
waktu mencari kesempatan untuk melampiaskan kebencian hatinya kepada ayahnya
ataupun dirinya. Tetapi dengan berbagai pertimbangan, maka dari awal hingga akhir
dia tidak pernah melakukan apa-apa. Ayahnya sendiri berkali-kali memperingatkan
dirinya agar berhati-hati terhadap Seebun Jit. Ayahnya pernah mengatakan bahwa
Seebun Jit adalah tokoh golongan hitam yang dulunya sangat terkenal. Meskipun di
luarnya tampak dia patuh sekali kepada mereka ayah dan anak, tetapi sebetulnya
mereka memelihara musuh dalam selimut.
151 Justru karena ilmu kepandaian Seebun Jit mempunyai keistimewaan tersendiri dan
cukup tinggi. Maka I Giok Hong pun tidak segan-segan memanggilnya 'paman'. Tentu
saja Seebun Jit tidak akan mengajarkan ilmu kepandaiannya kepada I Giok Hong juga
tidak akan belajar darinya. Tetapi terhadap kejadian yang aneh bagaimana pun dalam
dunia bu lim, boleh dikatakan bahwa pengetahuan Seebun Jit sangat luas. Dia sering
mengungkitnya di hadapan I Giok Hong. Karena itu, kalau ditilik dari luarnya,
hubungan mereka baik-baik saja. Meskipun kenyataannya dalam hati masing-masing
terdapat ganjalan yang tidak pernah diperlihatkan. Sampai saat ini Seebun Jit baru
menyatakan isi hatinya secara terus terang.
I Giok Hong hanya memandang Seebun Jit lekat-lekat. Dia tidak mengucapkan
sepatah kata pun.
Sekali lagi Seebun Jit menarik nafas panjang.
"Siocia, aku ingin mengajukan sebuah permintaan kepadamu. Tetapi apakah kau
bersedia melaksanakannya?"
I Giok Hong tidak mengerti urusan apa yang dimaksud oleh Seebun Jit. Untuk sesaat
dia tidak tahu harus menjawab apa.
Wajah Seebun Jit tiba-tiba saja menjadi garang. Dia membentak dengan suara keras.
"Perempuan she I, apakah selembar nyawa Seebun Jit kurang berharga ditukar dengan
sekali anggukan kepalamu?"
"Jit siok, katakan ... lah ... a ... pa ... per . . . minta . . . anmu!" kata I Giok Hong
dengan susah payah.
"Seandainya kau bersedia melaksanakan permintaanku, maka aku akan mengoperkan
darah yang ada dalam tubuhku ke dalam lukamu. Dengan demikian, bukan saja
jiwamu akan tertolong, bahkan tenaga dalammu akan bertambah. Kau jawab dulu, kau
bersedia mengabulkan permintaanku atau tidak?"
Saat itu I Giok Hong merasa tubuhnya sudah terlalu lemah. Dirinya bagai ada di
ambang kematian. Asal suara ucapan Seebun agak keras sedikit saja, telinganya terasa
mendengung-dengung. Dengan susah payah dia baru berhasil menyimak apa yang
dikatakan Seebun Jit.
Sampai Seebun Jit menyelesaikan kata-katanya, I Giok Hong baru menyadari lukanya
ternyata demikian parah. Kalau tidak, mana mungkin Seebun Jit sudi mengorbankan
dirinya untuk menolong I Giok Hong. Tentu saja dia tidak tahu bahwa watak Seebun
Jit sangat keras, pendiriannya kukuh sekali. Dia Sudan bertekad untuk membalaskan
dendam penolongnya yakni tocu Hek cuito yang dibunuh oleh I Ki Hu. Tetapi Seebun
Jit juga sadar bahwa ia tidak punya kesempatan lagi. Lukanya terlalu parah.
Seebun Jit mengerti satu hal. Walaupun lukanya dapat disembuhkan, kepandaiannya
sudah menyusut terlalu banyak. sekarang saja dia bukan tandingan I Ki Hu. Apalagi
setelah lukanya sembuh dan kepandiannya semakin menurun. Karena itulah dia
152 bersedia menolong I Giok Hong agar cita-citanya yang belum tercapai semasa hidup
dapat dilaksanakan oleh gadis itu. Juga demi keselamatan Lie Cun Ju.
I Giok Hong merenung sejenak. Dia tahu, apabila tidak mengabulkan permintaan
Seebun Jit, pasti dirinya akan mati. Permintaan apa pun yang diajukan orang itu, asal
bukan mati, dia tidak akan menolaknya. Biarpun permohonan Seebun Jit itu mungkin
suatu yang membahayakan jiwanya, setidaknya dia juga sudah memperoleh
keuntungan. I Giok Hong menggeretakkan giginya erat-erat.
"Baik, Jit ... siok, aku ber ... se ... dia."
Seebun Jit menatapnya lekat-lekat.
"Aku tahu kalian ayah dan anak memang berhati keji dan tidak segan membunuh siapa
saja. Tetapi aku juga tahu bahwa kalian mempunyai satu segi kebaikan, yakni selalu
memegang janji. Namun, karena hal ini penting sekali bagiku, aku minta kau
bersumpah!"
"Ka . . . lau . . . aku sam . . . pai . .. menya . . . lahi... jan . . . ji, biarlah ... a ... ku mati . .
. dengan ... pe ... dang menembus di. .. jan . . . tung."
Tampaknya Seebun Jit puas terhadap sumpah yang diucapkan gadis itu.
"Baik, dengarkan baik-baik permintaanku! Aku ingin kau mencari Lie Cun Ju sampai
ketemu dan sampaikan padanya agar jangan melupakan apa yang pernah kukatakan
kepadanya. Ilmu kepandaiannya tidak seberapa, kau juga harus melindunginya apabila
dia sampai berhadapan dengan musuh. Tidak perduli siapa pun musuhnya, pokoknya
kau harus membantunya sekuat tenaga!"
I Giok Hong mendengarkan permintaan Seebun Jit dengan seksama. Setelah selesai, ia
merasa permintaan orang itu tidak terlalu sulit. Dengan kekuatan ayahnya dan dia
sendiri, apabila ingin melindungi seseorang yang tidak memiliki ilmu sama sekali pun,
juga bukan hal yang sulit.
Dia tidak perlu turun tangan sendiri. Dengan lencana Gin leng hiat ciang, dia bisa
memerintahkan tokoh mana pun untuk melakukan tugas itu.
"Apa masih ada yang Iain?" tanya I Giok Hong.
"Siocia, kau jangan menganggap permintaan ini terlalu ringan!"
"A . . . ku tahu!" sahut I Giok Hong.
Seebun Jit menarik nafas panjang. Kemudian dia mengangkat goloknya yang tadi
dijadikan tongkat penyanggah tubuhnya.
"Siocia, aku mempunyai dua macam hadiah yang akan kuberikan kepadamu. Pertama,
golok lemas ini. Yang satu lagi tempat tidur pusaka yang dinamakan Ban nian si ping.
153 Kau harus merebahkan diri di atasnya selama satu kentungan. Tidak boleh
sembarangan bergerak, satu kentungan kemudian, kau boleh bangun. Tetapi satu
kentungan lagi, kau harus kembali merebahkan diri di atasnya dan kali ini tidak boleh
bergerak selama tujuh hari tujuh malam. Di bagian atas tempat tidur itu aku
meninggaikan sebuah kitab kecil yang berisi tujuh belas jurus terampuh yang pernah
kupelajari. Senjatamu sendiri seutas pecut, tentu ilmu yang kau miliki jauh lebih hebat.
Tetapi tujuh belas jurus yang kutulis itu merupakan kombinasi antara pecut dengan
golok lemas ini, kau belum pernah mempelajarinya."
I Giok Hong mengunggukkan kepalanya. Tiba-tiba Seebun Jit mengangkat goloknya
ke atas kemudian memotong urat nadi pergelangan tangannya sendiri. Darah langsung
mengucur dengan deras. Seebun Jit cepat-cepat membungkukkan tubuhnya lulu
menempelkan pergelangan tangan yang disayatnya tadi ke luka di dada I Giok Hong.
Seebun Jit menekannya kuat-kuat. I Giok Hong merasa di dalam tubuhnya ada darah
hangat yang mengalir. Tidak lama kemudian, keadaannya sudah seperti sebelumnya.
Matanya terasa ingin dipejamkan agar dapat tertidur dengan pulas. Seebun Jit sendiri
sudah Terkulai di samping tubuh I Giok Hong. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya sudah
dingin dan kaku. Ternyata Seebun Jit sudah mati kehabisan darah.
Udara lambat laun meajadi gelap. I Giok Hong tahu dirinya telah tertolong. Dia
membiarkan tubuhnya terbaring di atas tanah. Tanpa bergerak sedikit pun dia
melewati sepanjang malam.
Pada hari kedua, I Giok Hong merasa hawa murni di dalam tubuhnya sudah dapat
diedarkan dengan lancar. Dia bangun dan berlatih ilmu. Sampai menjelang sore
harinya, I Giok Hong baru menghentikan gerakannya. Cepat-cepat dia memanggul
jenasah Seebun jit kemudian mencelat ke atas kudanya. Tidak lupa dia mengambil
golok lemas yang dihadiahkan orang tua itu. Kemudian melesat ke arah lembah Gin
Hua kok. Sesampainya di dalam lembah Gin Hua kok, mata I Giok Hong membelalak. Hatinya
terkejut bukan kepalang. Keadaan di dalam lembah itu kacau balau, seperti baru terjadi
peperangan dahsyat dan beribu-ribu tentara dan kuda yang mengacak-acak tempat itu.
Tanaman dan rerumputan rusak tidak karuan. Tidak terlihat keindahan yang memukau
seperti sebelumnya. I Giok Hong termangu-mangu. Dia tahu semua ini merupakan
hasil perbuatan guru Tao Heng Kan. Tetapi sampai sekarang dia masih belum tahu
siapa orang itu sebenarnya.


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

I Giok Hong memanggul jenasah Seebun Jit ke ruangan batu tempat tinggal orang itu
semasa hidupnya. Kemudian dia menggali tanah di sana dan menguburkannya asalasalan.
Setelah itu dia berdiam diri beberapa saat. Hatinya sedang mempertimbangkan
apakah dia harus menuruti perkataan Seebun Jit agar merebahkan dirinya di atas
tempat tidur Ban nian si ping selama tujuh hari tujuh malam"
Seandainya dia menuruti kata-kata orang tua itu, bukankah dia bisa mati kesal
terkurung di dalam ruangan batu itu selama tujuh hari" Dengan membawa pikiran itu,
akhirnya dia hanya mengambil kitab kecil peninggalan Seebun Jit. Matanya melirik
sekilas ke arah tempat tidur Ban nian si ping itu. Setelah itu dia keluar dari ruangan
batu tersebut dan mencelat ke atas kuda putihnya serta meninggalkan Gin Hua kok.
154 I Giok Hong tidak ingin merebahkan dirinya di atas tempat tidur Ban nian si ping
selama tujuh hari tujuh malam. Bahkan dia meninggalkan Gin Hua kok dengan
tergesa-gesa. Tujuannya ingin bertemu dengan I Ki Hu secepatnya agar dapat
menceritakan peristiwa yang terjadi di dalam Gin Hua kok kepada ayahnya.
Karena itu pula, begitu meninggalkan lembah Gin Hua kok, dia langsung memacu
kudanya menuju wilayah Si Coan. Ketika itu, ia dan ayahnya membawa Tao Ling
meninggalkan Gin Hua kok. Baru menempuh perjalanan sejauh seratus li lebih, tibatiba
ayahnya menyuruh ia pulang ke lembah dan mengajak Lie Cun Ju menemuinya.
Saat itu, I Ki Hu juga mengatakan bahwa dia akan menempuh perjalanan dengan
lambat dan menunggu I Giok Hong datang dengan membawa Lie Cun Ju. I Giok Hong
menyadari bahwa kepergiannya sudah memakan waktu sehari lebih. Tetapi ayahnya
tidak balik ke lembah Gin Hua kok untuk menengok keadaannya. Hatinya menjadi
bingung. Namun gadis itu selalu beranggapan bahwa ilmu kepandaian ayahnya demikian tinggi.
Mana mungkin terjadi apa-apa pada dirinya. Mungkin orang tua itu sudah tidak sabar
menunggunya sehingga berangkat terlehih dahulu menuju Si Cuan.
Karena itu dia melarikan tunggangannya secepat kilat, siang malam tanpa istirahat
sedikit pun. Kira-kira tengah malam, rembulan bersinar dengan terang, tiba-tiba di
kejauhan terlihat sebuah kereta berwarna putih keperakan berhenti di tengah padang
rumput. Hati I Giok Hong melonjak kegirangan. Baru saja ia ingin membuka mulut memanggil
ayahnya, tiba-tiba dia melihat ada sesuatu benda yang aneh di samping kereta
kudanya. Setelah memperhatikan dengan seksama, hati I Giok Hong jadi tertegun Ternyata
benda itu adalah sebuah pedupaan tempat menancapkan hio. Di atasnya memang
tertancap beberapa batang sarana sembahyangan itu. Diam-diam I Giok Hong berpikir,
aneh sekali! Mungkinkah tia mengadakan upacara sembahyang" pengangkatan saudara
dengan seseorang di sini" Cepat-repat dia melajukan kudanya untuk maju beherapa
depa. Ternyata dia melihat lagi sebuah batu. besar di samping wadah pedupaan itu.
Sedangkan di atas batu itu lerukir tulisan 'hi' yang artinya hahagia.
Hampir saja ! Giok Hong tertawa geli melihatnya. Kalau hanya sebuah tempat
pedupaan saja, dia masih merenungkan adanya kemungkinan ayahnya menjalankan
upacara sembahyangan mengangkat saudara dengan seseorang. Tetapi dengan adanya
tulisan 'hi' yang terukir di atas batu, berarti ada sepasang kekasih yang menjalankan
upacara perkawinan dengan menyembah langit dan bumi. Tentu saja tidak mungkin
ayahnya yang menikah.
Saat ini hati I Giok Hong benar-benar dilanda kebingungan. Dia segera
menghentakkan sepasang kakinya dan melesat ke depan.
"Tia, aku sudah kembali!"
155 Tampak tirai penutup kereta kuda tersingkap, Gin leng hiat ciang I Ki Hu yang
namanya menggetarkan dunia persilatan turun dari kereta itu. Setelah melihat I Giok
Hong orang tua itu menarik nafas panjang.
"Aih! Kenapa hanya kau seorang?" tanya I Ki Hu.
"Tia, di dalam lembah Gin Hua kok telah terjadi sesuatu yang penting . . . ketika aku
sampai?" I Giok Hong tergesa-gesa ingin menceritakan apa yang terjadi di dalam lembah Gin
Hua kok, tetapi I Ki Hu tidak memberinya kesempatan.
"Giok Hong, tia di sini juga ada urusan yang penting. Untuk sementara tunda dulu
ceritamu mengenai Gin Hua kok!" tukas I Ki Hu.
I Giok Hong jadi bingung.
"Tia, kau ada urusan penting apa di sini" Apakah kau sudah tahu apa yang terjadi
dalam lembah Gin Hua kok?" tanya I Giok Hong.
I Ki Hu tertawa lebar.
"Urusan yang terjadi pada jarak seratus li lebih, mana mungkin aku bisa
mengetahuinya" Giok Hong, tia sudah menduda sejak lama. Sekarang baru timbul
ketnginan untuk beristri lagi. Mengapa kau masih belum mengucapkan selamat kepada
ayahmu ini?"
Tubuh I Giok Hong langsung bergetar. Hampir saja dia tidak percaya dengan
pendengarannya sendiri.
"Tia ... a ... pa yang kau ka . . . takan?" tanya I Giok Hong.
Di dalam lembah Gin Hua kok, sejak kecil I Giok Hong hidup bersama ayahnya. Dia
belum pernah mendengar ayahnya mengatakan akan menikah atau mengambil istri
lagi. Ketika ia melihat tulisan di atas batu besar tadi, I Giok Hong hampir saja tertawa
geli dan merasa yakin bukan ayahnya yang sedang menjalankan upacara pernikahan.
Tetapi, sesuatu yang dianggap paling mustahil toh akhirnya menjadi kenyataan.
"Aku sudah menjalankan upacara pernikahan di tempat ini. Cepat kau temui ibumu
yang baru!" ucap I Ki Hu.
Mendengar kata-kata ayahnya yang bersungguh-sungguh dan mimik wajahnya yang
serius, I Giok Hong sadar apa yang didengarnya memang kenyataan. Bukan I Ki Hu
yang sedang bergurau dengannya. Ia menolehkan kepala kembali melihat tulisan di
atas batu tadi. Kali ini dia baru memperhatikan bahwa tulisan itu demikian rapi dan
tidak ada bekas pahatan sedikit pun. Hal ini membuktikan bahwa ayahnya membuat
tulisan itu dengan mengerahkan tenaga dalamnya ke ujung jari dan menekannya di
atas batu itu. 156 Untuk sesaat, kekalutan dalam hati I Giok Hong langsung mencapai puncaknya. Sejak
kecil dia hidup berdampingan dengan ayahnya. Mereka saling memperhatikan dan
saling mencintai. Selama itu pula tidak ada seorang ibu pun yang menemani mereka.
Di dalam hati I Giok Hong, dia merasa hanya mempunyai seorang ayah. Tidak
mempunyai ibu. Walaupun kadang-kadang dia suka menanyakan prihal ibunya kepada
ayahnya, tetapi I Ki Hu tidak pernah menjawabnya
Dan sekarang, tiba-tiba ada seorang perempuan asing yang menjadi ibunya. Bahkan ia
harus memanggil 'mama' pada perempuan asing itu. Bagi I Giok Hong, hal ini tidak
pernah terbayangkan sebelumnya.
Karena itu pula, dia terdiam untuk beberapa saat.
"Tia, aku tidak sudi menemuinya." Akhirnya I Giok Hong menjawab dengan tegas.
Wajah I Ki Hu langsung berubah angker dan berwibawa.
"Giok Hong, kau tidak senang dengan tindakan ayahmu ini?" bentaknya garang.
"Anak tidak berani," jawab gadis itu.
"Kalau begitu, cepat temui ibumu!"
Tangan I Ki Hu terulur dan pergelangan tangan I Giok Hong telah tercengkeram
olehnya. Dia menyeret anak gadis itu ke arah pintu kereta. Belum lagi sampai, lengan
bajunya sudah dikibaskan, tirai penyekat kereta itu pun tersingkap.
Hati I Giok Hong tercekat seketika. Di samping itu, dia meragukan pandangan
matanya sendiri. Siapa yang menjadi istri I Ki Hu" I Giok Hong memandang dengan
mata terbelalak. Tanpa sadar tangannya menuding ke dalam kereta.
"Kau . . . rupanya engkau orangnya."
Rupanya di dalam kereta duduk seorang gadis yang usianya hampir sebaya dengan I
Giok Hong. Gadis ini tidak asing baginya. Karena dia adalah putri Pat Sian kiam Tao
Cu Hun suami istri, yakni Tao Ling.
Meskipun I Giok Hong adalah seorang gadis yang sangat cerdas. Tetapi dia sama
sekali tidak membayangkan ayahnya akan memilih seorang istri yang patut menjadi
putrinya. Lebih-lebih tidak membayangkan bahwa gadis itu adalah Tao Ling.
Untuk sesaat I Giok Hong tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tetapi ada satu hal
yang diyakininya. Biar bagaimana pun dia tidak sudi mengakui Tao Ling sebagai
pengganti ibunya.
Mata I Giok Hong menatap Tao Ling lekat-lekat. Wajah gadis itu tampak menyiratkan
perasaan yang aneh. Pandangan matanya kosong. Seakan tidak memperdulikan
peristiwa apa pun yang terjadi di hadapannya. Urusan sehebat apa pun tidak akan
157 mempengaruhinya. I Giok Hong menatapnya sejenak, kemudian tiba-tiba saja dia
membalikkan tubuhnya dan bermaksud melesat pergi.
"Berhenti!" bentak I Ki Hu.
I Giok Hong tidak berani membangkang. Tetapi meskipun langkah kakinya terhenti, ia
tidak membalikkan tubuhnya sama sekali. Ia berdiri membelakangi I Ki Hu dan Tao
Ling. Wajah I Ki Hu berubah tidak enak dilihat.
"Giok Hong, mengapa kau masih belum menyembah?" kata I Ki Hu dengan nada
dingin. I Giok Hong tetap berdiri tanpa bergerak sedikit pun. Hawa amarah dalam dada I Ki
Hu langsung meluap.
"Giok Hong, rupanya di dalam pandangan matamu sudah tidak ada ayahmu lagi?"
"Tentu saja dalam pandanganku, ayahku masih ada. Tetapi apabila menyuruh aku
sembarangan menyembah seseorang dan memanggilnya 'ibu', aku tidak dapat
melakukannya," sahut I Giok Hong tegas.
Selama hidupnya, baru kali ini I Giok Hong bersikap demikian keras kepala di
hadapan ayahnya. Di satu pihak, emosi dalam hatinya seakan membara, tetapi di pihak
yang lain, dia juga merasa takut. Karena dia paham sekali watak ayahnya. Apabila
laki-laki itu sudah membenci seseorang, biarpun putrinya sendiri, ia tidak segan-segan
mengambil tindakan tegas.
Ternyata memang benar. Baru saja ucapannya selesai, terasa ada angin yang
menyambar dari belakangnya. I Giok Hong sadar, seandainya gerakan ayahnya yang
menimbulkan sambaran angin itu, meskipun dia menghindar juga tidak ada gunanya.
Karena itu, dia diam saja tanpa bergerak sedikit pun.
Pundak I Giok Hong terasa memberat, tangan I Ki Hu telah menekannya. Dengan
keras I Ki Hu membalikkan tubuh putrinya. Setelah itu tenaga dalamnya dikerahkan
ke arah telapak tangan.
"Berlutut!" bentaknya keras.
Telapak tangannya menekan di pundak I Giok Hong, begitu tenaganya dikerahkan.
Gadis itu merasa seakan ada benda yang beratnya ribuan kati menindih pundaknya.
Sepasang lututnya jadi lemas, hampir saja dia menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.
Tetapi watak I Giok Hong sangat keras. Saat itu juga, dalam hati dia berseru.
"Tidak! Aku tidak boleh berlutut!" Dengan panik dia menghimpun hawa murninya dan
menyentakkannya ke atas. Tetapi, mana mungkin tenaga dalamnya dapat menyaingi I
Ki Hu?" 158 Sesaat kemudian terdengar suara Krek! Krek! Rasa nyeri menyerang kedua
pergelangan kakinya sampai-sampai dia hampir tidak dapat mempertahankan diri.
Matanya berkunang-kunang, kemudian bluk! Tentu karena dia mengerahkan
tenaganya untuk mengadakan perlawanan, maka tulang kecil di pergelangan kakinya
langsung patah seketika.
Begitu sakitnya sampai seluruh tubuh, I Giok Hong gemetar. Keringat dingin menetes
membasahi keningnya. Tetapi dalam hati dia merasa senang, karena dari awal hingga
akhir ia tetap tidak menyembah Tao Ling.
I Ki Hu melihat putrinya rela membiarkan tulang kakinya patah tetapi tetap tidak
bersedia menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tao Ling. Tidak timbul perasaan iba
sedikit pun di hatinya, bahkan dia semakin marah. Mulutnya mengeluarkan suara
terkekeh-kekeh dan terdengar menyeramkan.
"Giok Hong, nyalimu sungguh besar. Rupanya kau sudah berani melawan aku?" tanya
I Ki Hu. I Giok Hong menenangkan perasaanya. Dia juga mengeluarkan suara tertawa yang
dingin. "Tia, kau yang memaksa anak melakukannya. Jangan menyalahkan aku!"
I Ki Hu tertawa terbahak-bahak.
"Aku tidak mempunyai anak seperti kau!" Tangannya segera melayang dan menampar
wajah I Giok Hong.
I Giok Hong sungguh bermimpi pun tidak pernah membayangkan ayahnya akan
memutuskan hubungan dengannya. Pipinya terasa perih. Namun dalam sekejap mata I
Ki Hu sudah mengangkat tangannya kembali. Tetapi kali ini dia hanya menekan
pundak I Giok Hong. Gadis itu segera menahan kedua tangannya di atas tanah.
Pokoknya, bagaimana pun dia tidak sudi menjatuhkan diri berlutut.
Tenaga dalam I Ki Hu sudah mencapai taraf yang tinggi sekali. Bahkan orang yang
dapat menandinginya di dunia kang ouw, mungkin dapat terhitung dengan jari.
Tadinya I Giok Hong bermaksud menopang tangannya di atas tanah dan mencelat ke
belakang. Tetapi tekanan di pundaknya demikian kuat. Bukan saja tubuhnya tidak
dapat terangkat, bahkan tulang kedua lengannya pun hampir patah seperti tulang di
pergelangan kakinya.
Tanpa dapat menahan diri lagi, tubuhnya terkulai di atas tanah. Dan tiba-tiba
pinggangnya seperti terantuk sebuah benda yang keras. Suatu ingatan melintas di
benaknya. "Tunggu dulu!" teriaknya segera.
"Apakah kau sudah bersedia menyembah di depan ibumu?" tanya I Ki Hu dengan nada
dingin. 159 I Giok Hong tidak menyahut. Dia mengulurkan tangannya ke dalam saku baju dan
mengeluarkan sebuah benda yang sinarnya berkilauan. Ternyata Gin leng hiat ciang.
"Lihat lencana seperti bertemu dengan orangnya sendiri!" seru I Giok Hong.
I Ki Hu langsung tertegun. Karena lencana itu memang merupakan lambang dirinya.
Siapa pun yang bertemu dengan lencana itu, dia seperti mewakili I Ki Hu sendiri. Dan
apa pun yang diperintahkan, orang-orang dunia bu lim sampai saat ini belum pernah
ada yang menentangnya. Sedangkan lencana Gin leng hiat ciang yang sekarang di
tangan I Giok Hong, justru I Ki Hu yang menyerahkannya sendiri agar disampaikan
kepada Leng Coa sian sing. I Ki Hu pernah menjanjikan Leng Coa sian sing untuk
menggunakannya sebanyak dua kali.
Watak I Ki Hu memang angin-anginan. Tetapi apa yang pernah diucapkannya tidak
pernah dijilat kembali. Karena itu telapak tangannya langsung terhenti di tengah udara.
"Apa yang kau inginkan?" tanya I Ki Hu dengan nada dingin.
"Aku hanya ingin meninggalkan tempat ini, tidak ada permintaan lainnya."
Trang! I Giok Hong melemparkan lencana itu di depan kaki I Ki Hu. Laki-laki setengah baya
itu menyepakkan kakinya, lencana itu mental di tengah udara dan disambut oleh
tangan I Ki Hu.
"Giok Hong, dengan mengandalkan lencana ini, kau bisa meninggalkan tempat ini.
Tetapi sadarkah kau bahwa sekali kau pergi, hubungan kita sebagai ayah dan anak pun
sudah terputus?"
Tanpa berpikir panjang. I Giok Hong langsung menyahut.
"Ayahnya sendiri yang tidak menginginkan putrinya. Bukan putrinya yang tidak
menginginkan ayahnya."
I Ki Hu tertawa terkekeh-kekeh.
"Bagus sekali! Bagus sekali! Tetapi aku tetap mengharap kau dapat menjaga dirimu
baik-baik!" Tangannya merogoh ke dalam saku pakaiannya. Dia mengeluarkan
sebuah botol kecil berwarna hijau kemudian dilemparkannya ke atas tanah
"Di dalam botol itu terdapat dua butir pil penyambung tulang. Bawalah dan sambung
kembali tulang kakimu yang patah itu!"
I Giok Hong tahu obat penyambung tulang buatan ayahnya manjur sekali. Tetapi
wataknya yang keras membuat dia tidak sudi menerima pemberian I Ki Hu. Bahkan
meliriknya sekilas pun tidak.
"Terima kasih!" katanya singkat.
160 Sret! Golok lemas pemberian Seebun Jit ditarik ke luar. Dia menggunakannya sebagai
penyanggah. Kedua kakinya tidak dapat menapak di atas tanah. Dengan menahan
sakit, ia melesat pergi meninggalkan tempat itu.
Ketika I Giok Hong baru melesat sejauh beberapa depa, tiba-tiba I Ki Hu berteriak.
"Tunggu dulu! Apa yang terjadi di dalam lembah Gin Hua kok?"
I Giok Hong sama sekali tidak menolehkan kepalanya.
"Tao Heng Kan menculik Lie Cun Ju. Tiga iblis dari keluarga Lung dan Leng Coa sian
sing menimbulkan masalah di dalam lembah Gin Hua kok. Entah mengapa mereka lari
terbirit-birit. Seebun Jit sudah mati. Dan masih ada seorang laki-laki yang tinggi sekali
meruntuhkan seluruh tembok yang mengelilingi lembah Gin Hua kok. Keadaan di
dalam ataupun di luar kacau balau. Tao Heng Kan memanggil orang itu 'suhu'."
Pada saat itu, hati I Giok Hong pedih tidak terkirakan. Sembari berkata, dia terus
melesat lagi sejauh beberapa depa. Tulang di pergeiangan kakinya sudah patah karena
tekanan I Ki Hu yang terlalu kuat. Saat ini persendiannya terasa nyeri. Meskipun
untuk menyambungnya memang tidak terlalu sulit, tetapi gerakannya sekarang hanya
mengandalkan sebilah golok, maka sulitnya bukan main.
Tetapi I Giok Hong tetap tidak sudi memohon ayahnya. Dia lebih tidak sudi lagi
menyembah di hadapan Tao Ling. Sedikit demi sedikit dia menggeser golok di
tangannya. tidak berapa lama kemudian, sosok tubuhnya hanya meninggalkan


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayangan yang berlompat-Iompat dan akhirnya menghilang dalam kegelapan malam.
Ketika bayangan I Giok Hong sudah tidak terlihat lagi, I Ki Hu baru menolehkan
kepalanya dan memaksakan bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
"Anak ini sejak kecil sudah kehilangan ibunya, karena itu adatnya jadi keras. Harap
Hu jin tidak mengambil hati atas sikapnya!"
Wajah Tao Ling tetap tidak menyiratkan perasaan apa-apa.
"Kata-kata Hu kun (panggilan kepada suami) terlalu serius. Karena aku, hubungan
kalian ayah dan anak jadi retak. Justru akulah yang bersalah."
I Ki Hu menghampirinya dan mengelus-elus rambut Tao Ling dengan lembut.
Mulanya Tao Ling ingin menghindar, tetapi baru saja kepalanya dipalingkan sedikit,
dia merasa menghindar pun tiada gunanya. Toh nasi sudah menjadi bubur. Dia
membiarkan I Ki Hu membelai-belainya. Dan laki-laki setengah baya itu pun tampak
sangat menyayanginya.
"Hu jin, kita juga harus melanjutkan perjalanan!"
Suara Tao Ling tidak menunjukkan perasaan apa pun. Seperti orang yang mengigau
dalam mimpi. "Mari kita berangkat!" sahutnya.
161 Pada saat ini, sebongkah hati Tao Ling meskipun belum mati, tetapi sudah tidak jauh
lagi dari ambang kematian. Beberapa hari yang lalu, dia merupakan seorang gadis
yang lincah dan riang, tetapi beberapa hari kemudian, dia malah berubah menjadi
pendiam dan murung. Bahkan dia sendiri tidak mengerti mengapa tiba-tiba dia bisa
menjadi istri si raja iblis yang menggetarkan dunia kang ouw ini.
Padahal dia sudah mengambil keputusan untuk tidak memikirkan apa pun, termasuk
Lie Cun Ju. Tetapi ketika barusan dia mendengar I Giok Hong mengatakan bahwa
Seebun Jit sudah mati dan kokonya yang tiba-tiba saja menjadi misterius dan jejaknya
tidak ketahuan malah datang ke Gin Hua kok untuk menculik Lie Cun Ju. Hatinya
yang mulai redup sinarnya tiba-tiba bergelora lagi.
Yang paling membingungkan, justru gerak gerik kokonya, Tao Heng Kan. Karena,
apabila di dalam gedung Kuan Hong Siau, Tao Heng Kan tidak membunuh Li Po
tanpa sebab musabab, dirinya juga tidak akan menemui berbagai kejadian yang
janggal sampai sekarang ini.
Tentu saja, dia juga tidak akan menjadi istri Gin leng hiat ciang, I Ki Hu.
Namun kenyataannya, semuanya sudah terjadi. Tao Ling juga tidak menyalahkan Tao
Heng Kan. Dia hanya menyesaikan nasibnya sendiri yang buruk. Dia menguburkan
dalam-dalam kerinduannya terhadap Lie Cun Ju.
Rupanya dua hari yang lalu, I Ki Hu dan putrinya membawa Tao Ling meninggalkan
Gin Hua kok. Kereta kuda itu dilarikan dengan cepat, tetapi baru menempuh
perjalanan kurang lebih seratusan li, tiba-tiba I Ki Hu mengeluarkan suara seruan
terkejut. Seakan ada sesuatu yang tiba-tiba teringat olehnya. la pun segera
menghentikan kereta kudanya di tepi jalan. Kemudian dia melepaskan tali yang
mengait pada leher seekor kuda putih.
"Giok Hong, cepat kau kembali ke Gin Hua kok dan bawa Lie Cun Ju kemari. Kita
harus mengajaknya bersama-sama ke Si Cuan untuk menemui pasangan suami istri Pat
Kua kiam, Lie Yuan!" kata I Ki Hu.
I Giok Hong tidak banyak bertanya. Dia hanya mengiakan kemudian melesat ke atas
kuda putih yang dilepaskan oleh I Ki Hu tadi lalu melesat kembali ke Gin Hua kok.
Sedangkan apa yang dialaminya di dalam lembah itu sudah kita ketahui.
Sementara itu, setelah I Giok Hong kembali ke lembah Gin Hua kok, kereta kuda yang
ditumpangi oleh I Ki Hu dan Tao Ling melaju lagi ke depan secepat kilat. Mereka
menempuh perjalanan sejauh belasan li. Kemudian di sebuah padang rumput yang
luas, I Ki Hu menghentikan keretanya.
Berduaan dengan si raja iblis yang menggetarkan dunia kang ouw itu perasaan Tao
Ling agak takut juga. Tetapi, dia sama sekali tidak membayangkan bahwa I Ki Hu
mempunyai pikiran untuk mengambilnya sebagai istri. Dia hanya khawatir I Ki Hu
yang licik itu akan membunuhnya dengan kejam. Karena itu dia duduk sendiri di
162 dalam kereta tanpa berani mengeluarkan suara sedikit pun. Bahkan bernafas pun tidak
berani keras-keras.
I Ki Hu menyilangkan tangannya di depan dada. la berjalan mondar mandir di padang
rum-put itu. Dengan rasa jenuh mereka terus menunggu, sampai matahari sudah
tenggelam, ter-nyata I Giok Hong masih belum kembali juga. Sepasang alis I Ki Hu
tampak menjungkit ke atas.
"Heran! Anak itu sudah pergi setengah harian, mengapa sampai sekarang belum
kembali juga?" I Ki Hu seakan menggumam seorang diri. " Mungkin di dalani lembah
terjadi sesuatu yang menunda kedatangannya." Tao Ling memaksakan dirinya
menjawab. Seruling Perak Sepasang Walet 12 Kitab Pusaka Karya Tjan Id Rahasia 180 Patung Mas 5
^