Pendekar Jembel 16

Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen Bagian 16


Telah kuperiksa selama beberapa hari ini bahwa ikan yang
terjun ke bawah ini datangnya pasti dari tempat yang
tingginya beberapa meter saja. Di bawah ketinggian ini
tampak jatuhnya air mendadak bertambah besar, warna air
juga rada keruh, jelas ini menandakan adanya dua arus air
yang bertemu pada suatu percu-rahan. Maka menurut
dugaanku di balik air terjun ini pasti ada sumber air yang lain,
asalkan kita menemukan arah sumber air ini tentu pula kita
akan menemukan jalan keluar."
Lam-sing memangnya mahir berenang, Kongsun Yan juga
dibesarkan di tepi sungai Tiang-kang, maka air bukanlah
rintangan bagi mereka. Dengan Ginkang yang tinggi mereka
lantas pemanjat ketinggian belasan meter, lalu mereka
melompat ke balik air terjun dengan gaya 'burung seriti
menyusup tirai', setelah melintasi tirai air terjun, benar juga
mereka mendapatkan sebuah gua alam. Ternyata ada mata
air yang mengalir keluar dari gua itu, untung airnya tidak
dalam, hanya sebatas pinggang saja.
Dengan dibantu Lam-sing, dapatlah Kongsun Yan ikut
meditasi gua berair yang panjang itu. Akhirnya mereka
menemu-kan sebuah jalan keluar yang terletak di balik
gunung. Mereka melihat sinar matahari lagi.
Mendengar sampai di sini Kim Tiok-liu berkata dengan
tertawa, "Ketika aku mencari kalian di lembah Tho itu, aku
pun melihat air terjun di sana, cuma sayang aku tidak tahu
bahwa di balik air terjun itu ternyata ada dunia lain."
"Setelah lolos dengan selamat, mestinya kami hendak pergi
mencari kau," tutur Lam-sing lagi. "Tapi kabar yang kami
peroleh di tengah jalan ternyata pasukan pergerakan sudah
mengundurkan diri dari Sedjiang, pangkalan di Thay-liang-san
juga sudah dipindahkan, terpaksa maksud kami itu dibatalkan.
Adik Yan minta aku ikut dia pulang untuk meminta bantuan
ayahnya buat menuntut balas. Tapi sebelum ke sana kami
datang ke sini lebih dulu, inipun di luar dugaan. Kukira kau
pun sudah mengetahui sebabnya setelah kau bertemu dengan
ayahnya." "O, jadi di tengah jalan kalian mendapat kabar tentang terlukanya
Kongsun-totju," kata Tiok-liu.
"Benar, terutama orang telah memalsukan diriku, mana
boleh aku tinggal diam," sahut Lam-sing, "Maka lebih dulu aku
lantas datang ke sini. Kupikir dengan kekuatan Kongsun-totju
rasanya pukulan Siu-lo-im-sat-kang paling-paling hanya bisa
membuatnya terluka saja, untuk ini beliau tentu sanggup
menyembuhkannya sendiri."
"Memang benar dugaanmu, dalam waktu belasan hari ini
kesehatan Kongsun-lotjianpwe pasti akan pulih kembali," kata
Tiok-liu. "Waktu berangkat dari rumah," demikian Lam-sing menutur
pula, "Ibu memberikan sebuah peta pangkalan Thian-mo-kau
ini padaku, sebenarnya kau disuruh mencari genta besar yang
berukir Pek-tok-tjin-keng itu. tapi kemudian diketahui Pek-toktjin-
keng telah didapatkan Li Tun, genta raksasa itupun sudah
dimusnahkan, maka selama ini aku tidak jadi datang ke sini.
Tak terduga sekarang peta pemberian ibu menjadi ada
gunanya." "Pantas kau tidak gentar terkurung di dalam kamar tadi,"
ujar Tiok-liu dengan tertawa. "Jika begitu nona Kongsun
tentunya menunggu di jalan keluar ini."
"Benar, aku menyuruh dia menjaga di luar situ," kata Lamsing.
"Tempat keluar ini terletak di belakang gunung,
tempatnya sunyi dan ada pesawat rahasianya, orang luar pasti
tidak tahu. Dan bagaimana dengan nona Su?"
"Dia menyaru sebagai peronda, sekarang bagian dalam
sudah geger, entah dia sudah kepergok musuh atau belum,"
kata Tiok-liu. Sementara itu mereka sudah dekat dengan lubang keluar
jalan rahasia itu, Kim Tiok-liu seperti merasakan sesuatu, ia
bersuara heran dan berkata, "He, di luar seperti ada suara
benturan senjata."
Saat itu di luar sana memang sudah terjadi kegemparan. L
Di bawah hujan gerimis dan angin malam yang dingin Su Anging
yang menyaru sebagai peronda menantikan keluarnya Kim
Tiok-liu dengan rasa gelisah. Padahal sudah cukup lama Tiokliu
meninggalkan dia, tapi suasana masih sunyi, ia tidak berani
sembarangan tinggal pergi, terpaksa menunggu lagi.
Tidak lama pula, selagi gelisah, tiba-tiba Ang-ing melihat
empat orang mendekatinya dari kanan kiri. Terkesiap hati
Ang-ing jika yang datang itu adalah penjaga baru, kenapa
empat oiang banyaknya" Ia merasa gelagat jelek, tapi juga
tidak berani sembarangan bertindak.
Selagi Ang-ing merasa ragu-ragu, pihak musuh sudah turun
tangan leibh dulu. Serentak terdengar suara angin mendesir,
keempat orang itu menyambitkan empat buah senjata rahasia
dari empat penjuru yang rapat, tak peduli kemana Ang-ing
menghindar tentu akan terkena salah satu senjata rahasia itu.
Dari suara desiran angin senjata-senjata rahasia itu Ang-ing
lantas mengetahui musuh yang datang bukanlah kaum lemah.
Untuk mencabut pedang buat menangkis rasanya tidak keburu
lagi, mendadak ia memutar tubuh sambil membuka mantel,
sebagai perisai saja ia mengebas mantel itu seputaran. Kontan
keempat senjata rahasia yang menyambar datang dari arah
berbeda-beda itu kena disampuk jatuh.
Sudah tentu tindakannya ini seketika pula membongkar
penyamarannya. Keempat orang itu beramai-ramai
membentak, "Kurangajar, bocah ini ternyata memang matamata
musuh!" "Bocah apa" Dia adalah budak hina keluarga Su!" teriaki
yang lain. "Aha, kiranya perempuan hina Liok-hap-pang yang
mengkhianati kakaknya sendiri itu!" ejek seorang lagi.
"Perhitungan Yang-lotjianpwe sungguh hebat, dugaannya
ternyata tepat," kata pula yang lain.
Kiranya saat itu di dalam benteng sudah terjadi
kegaduhan,) jejak Kim Tiok-liu dan Le Lam-sing telah
dipergoki, Yang Go lantas mengatur anak buahnya, sebaliknya
Su Ang-ing belum tan hu apa-apa.
Yang Go memang tua-tua keladi dan bisa berpikir, dia
menduga berhasilnya Kim Tiok-liu menyusup masuk
bentengnya tentu salah seorang penjaganya telah dikerjai,
dan bukan mustahil ditukar oleh teman Kim Tiok-liu pula.
Sebab itulah orang yang dia kirim untuk menyelidiki urusan ini
tentu bukan jago lemah, tapi adalah jago pilihan Thian-mokau.
Cara Ang-ing menyambut jatuh senjata rahasia tadi adalah;
kepandaian keluarga Su yang terkenal, maka dengan segera
dua orang di antara empat jago yang dikirim Yang Go itu
mengetahui siapa Su Ang-ing.
Begitulah keempat orang itu serentak menerjang maju,
yang seorang memakai golok tebal, yang kedua memakai
ruyung baja yang ketiga memakai gada tembaga dan yang
keempat adalah seorang kakek baju kuning yang tak
bersenjata. Tapi justru kepandaian kakek inilah paling tinggi di
antara mereka. Kakek baju kuning datang belakangan tapi menyerang lebih
dulu. Kebasan mantel Su Ang-ing yang hebat dapat menggoncang
pergi golok dan ruyung musuh, tetapi ternyata tidak
mampu menahan tangan kosong si kakek itu, terdengarlah
suara "bret" yang keras, mantel yang tebal itu kena dirobek
mentah mentah menjadi dua oleh Eng-djiau-kang (tenaga
cakar elang) yang hebat si kakek.
"Bagus," seru Ang-ing sambil menggeser ke samping.
Sekonyong-konyong sinar perak berkelebat, di tengah selasela
mantel yang robek itu tahu-tahu menyambar keluar
sebatang pedang mengkilat.
Sama sekali si kakek tidak menduga gerakan Su Ang-ing
^bisa sedemikian cepat, lekas ia menarik tangannya
berbareng i sikut kiri dipakai menyodok, namun tidak urung
lengan bajunya terkupas juga sebagian, untung dia cepat
mengkeretkan tangannya, kalau tidak jarinya pasti sudah
kutung. Sebaliknya Ang-ing juga hampir tersikut, ia tergetar
mundur beberapa tindak. Mantel robek segera dibuang
olehnya tangan kiri lantas melepaskan cambuk yang melilit di
pinggang. Gebrakan ini benar-benar sangat bahaya dan sama
menggunakan gerakan mematikan, diam-diam Su Ang-ing
mengeluh akan kerubutan empat jago musuh yang lihai ini.
Sebaliknya si kakek baju kuning juga terkejut. Dia punya Engdjiau-
kang mestinya beruntun tiga kali serangan, tapi karena
ilmu pedang Ang-|ing yang lihai memaksa dia mesti menarik
kembali tangannya sehingga jurus ketiga gagal dilancarkan.
Orang yang bersenjata gada tadi mengira Su Ang-ing sutdah
sempoyongan, segera ia berseru, "Hayolah maju, kawankawan!"
Berbareng gadanya lantas mendahului menghantam
pedang Su Ang-ing, ia yakin bila pedang si nona dibentur
jatuh tentu pundak si nona itu akan remuk kena dikemplang
olehnya. Temannya yang bersenjata ruyung baja itu selamanya
bertempur berduaan dengan pemain gada, begitu temannya
berseru baju, tanpa disuruh segera ruyungnya juga lantas
menyabet kaki Ang-ing.
Yang satu menyerang bagian atas dan yang lain mengincar
lagian bawah, kerjasama mereka benar-benar sangat rapi.
Kalau Ang-ing sedikit gugup dan salah menangkis, temu salah
satu sepangan, entah atas entah bawah tentu sukar
dihindarkan dan pasti ia akan roboh oleh hantaman gada atau
ruyung. Tak terduga langkah Ang-ing yang sempoyongan tadi
sebenarnya adalah 'Tjui-pat-sian' (dewa mabuk) yang aneh
dan sukar diraba. Dengan Ginkang yang hebat, ditambah
kepandaian ganda ilmu pedang dan cambuk, sekalipun
kerjasama gada dan ruyung kedua lawan yang hebat itupun
tak mampu menembus penjagaannya.
Segera Ang-ing menggunakan cambuknya untuk melawan
ruyung musuh yang juga lemas, dan menggunakan pedang
untuk menandingi gada lawan. Sekali sabet, ujung cambuknya
melilit di atas ruyung musuh, pedangnya juga menyampuk
sehingga gada lawan tergetar ke samping, tapi mendadak
musuh yang memakai ruyung itu menarik sekuatnya.
Ang-ing tidak tahan oleh betotan yang kuat itu, tubuhnya
mendoyong ke depan, tapi tetap ia menggunakan langkah
'dewa mabuk' untuk menubruk ke depan. "Sret", ia terus
menusuk ke arah yang tak diduga oleh musuh yang memakai
gada. "Cret", tanpa ampun lagi pundak orang itu tertusuk.
Untung orang itu memakai rompi kulit tebal sehingga pedang
Ang-ing tidak sampai menembus tulang pundaknya.
Dalam pada itu si kakek baju kuning sudah lantas
menubruk maju, merasa sambaran angin yang kuat itu, tanpa
menoleh Ang-ing lantas tahu yang menyerang pasti si kakek
berkepandaian paling tinggi. Terpaksa ia menarik kembali
pedangnya untuk menangkis serangan Eng-djiau-kang musuh
yang lihai. Berbareng itu ia pun menyendal cambuknya untuk
melepaskan lilitan pada ruyung musuh, dengan gesit ia
menggeser ke samping, cambuknya menyabet sekaligus,
dengan tepat golok musuh yang membacok dari samping kena
ditangkis juga.
Bicara tentang kepandaian sendiri-sendiri, kalau satu lawan
satu, maka tiada seorang pun di antara keempat musuh itu
mampu menandingi Ang-ing. Tapi di bawah kerubutan
mereka, mau tak mau Ang-ing rada kewalahan juga. Ia tahu
lama-lama dirinya tentu kecundang, padahal keadaan Kim
Tiok-liu entah bagaimana.
Tanpa pikir lagi segera ia berseru dengan ilmu
'mengirimkan gelombang suara' untuk memanggil Kim Tiokliu.
Ia tidak tahu bahwa pada saat yang sama Tiok-liu dan
Lam-sing sudah [berada di dalam jalan rahasia di bawah tanah
sehingga seruan dengan gelombang suara itu tidak sampai di
telinga Tiok-liu.
Keempat orang ini adalah jago pilihan Thian-mo-kau,
mereka merasa malu berempat tak mampu membekuk
seorang anak perempuan. Dengan mendongkol, si kakek baju
kuning lantas mengeluarkan Kim-na-djiu-hoat yang lihai
sehingga Su Ang-ing terdesak mundur dan menghindar ke
sana kemari. Ia mengejek 'dengan gelak tertawa, "Hahaha,
bocah she Kim itu sudah tertangkap di dalam sana, biarpun
tenggorokanmu sampai bejat juga tak berguna teriakanmu itu.
Jika kau ingin bertemu bocah she Kim itu sebaiknya kau buang
senjata dan ikut kami masuk ke sana!"
Belum habis ucapannya mendadak terdengar suara
mendesingnya senjata rahasia, menyusul lengking suara mirip
genta mengejek, "Jangan takabur! Ini dia masih ada aku di
sini! Tak berlu Kim Tiok-liu juga aku dan Su-tjitji sanggup
membereskan kalian kawanan bangsat ini!"
Orang yang bergelak itu bertenaga paling besar di antara
kawan-kawannya, tapi gerak-geriknya juga paling lamban.
Saat Senjata rahasia mendesing, belum sempat ia menggeser
langkah, tahu-tahu pinggangnya terasa kesemutan, ia kena
disambit oleh sebuah piau mata uang. Baru saja sempat
menjerit, kontan tu-buhnya lantas roboh.
Dalam pada itu secepat angin seorang perempuan berbaju
pitam bersenjatakan sepasang pedang sudah menerjang tiba.
Kejut dan girang pula Su Ang-ing, serunya, "Kongsun-tji-tji,
kiranya kau....."
"Ya, sebelum menuntut balas masakah aku rela mati?"
saput Kongsun Yan dengan tertawa.
Munculnya Kongsun Yan secara mendadak membikin
keempat jago Thian-mo-kau itu sangat terkejut. Mereka tidak
takut kepada Kongsun Yan, tapi jeri pada ayahnya, yaitu
Kongsun Hong yang di dunia persilatan namanya hanya di
bawah Kang Hay-thian saja.
Belum lama berselang Kongsun Hong baru saja dijebak dan
terluka oleh Siu-Io-im-sat-kangnya Yang Go, tapi dia masih
mampu menerjang keluar sarang Thian-mo-kau. Pertarungan
itu benar-benar membikin setiap orang Thian-mo-kau rontok
nyalinya menyaksikan ketangkasan ketua Ang-eng-hwe itu.
Maka mereka masih kuatir kalau-kalau jago tua itu akan
datang menuntut balas bila lukanya sembuh.
Sekarang munculnya Kongsun Yan mau tak mau
menimbulkan kekuatiran mereka akan ikut datangnya Kongsun
Hong. Bukan mustahil jago tua itu sekarang sudah
bersembunyi di sekitar situ untuk menyaksikan cara


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana puterinya melabrak musuh.
Dalam pada itu bagai angin cepatnya Kongsun Yan sudah
menerjang tiba, sepasang pedangnya bekerja cepat, kontan
kakek baju kuning segera ditusuk tenggorokannya, berbareng
itu pedang lain menahas musuh yang bergolok.
Gentar oleh wibawa Kongsun Hong, si kakek menjadi jeri
dan berseru, "Aku selamanya menghormati ayahmu, ada
urusan apa hendaklah nona bicarakan dengan baik-baik." Tapi
betapa cepat serangan Kongsun Yan itu, belum habis ucapan
si kakek tahu-tahu iganya sudah tertusuk, padahal kalau dia
tidak gugup, sedikitnya si kakek mampu menandingi Kongsun
Yan, tapi lantaran keder, maka sekali gebrak saja sudah kena.
Laki-laki bergolok itu adalah orang kasar yang tidak kenal
takut, maka sekuatnya golok dipakai menangkis tabasan
Kongsun Yan tadi.
"Mengingat kesegananmu terhadap ayahku, biarlah
kuampuni jiwamu!" seru Kongsun Yan terhadap si kakek baju
kuning tadi. Segera ia menarik pedang terus melingkar ke
depan laki-laki bergolok, menyusul pedang yang lain lantas
menusuk ke tengah lingkaran, jengeknya, "Hra, kau berani
padaku, maka tak bisa kuampuni kau!"
Laki-laki bergolok itu terhitung jagoan di dalam Thian-mokau,
tapi dibanding tokoh-tokoh dunia persilatan paling-paling
hanya terhitung jago kelas tiga saja. Sebaliknya ilmu pedang
Kongsun Yan sudah mendapat ajaran asli ayahnya, gerak
serangannya ganas dan lihai, mana dia mampu melawan.
Tanpa ampun lagi terdengar, "erat", sebelah tangan orang itu
kena dikutungi pedang Kongsun Yan, menyusul dadanya juga
tertusuk, terjungkallah dia dan seketika tak berkutik lagi.
Di sebelah sini Kongsun Yan membereskan dua musuh, di
sebelah sana Su Ang-ing juga tidak mau kalah, seperti
berlomba dengan Kongsun Yan, cepat saja cambuk dan
pedang Ang-ing juga bekerja dengan cepat, sekali sabet
cambuknya membikin pecah batok kepala lawan bersenjata
ruyung itu dan terguling, menyusul pedangnya menusuk dan
merobohkan pula musuh bersenjata gada.
Saking girang karena datangnya Kongsun Yan sampai Su
Ang-ing tak mampu bicara untuk sesaat, dengan tertawa
Kongsun Yan lantas bicara dulu, "Tentu kau tidak menyangka
akan kedatanganku ini bukan" Kabarnya kau telah menjabat
Pangtju Liok-hap-pang kalian, terimalah ucapan selamat
dariku." "Soal ini boleh kita bicarakan nanti," ujar Ang-ing. "Dimanakah
Le-toako?"
"Ada orang memalsukan dia dan menjadikan Thian-mokautju,
maka dia pergi mencari orang itu buat membikin
perhitungan."
Saat itu tepat Yang Go sedang mengerahkan anak buahnya
untuk mengepung Kim Tiok-liu serta Le Lam-sing, maka suara
ramai di ruangan pendopo dalam benteng sayup-sayup dapat
didengar. "Kedatanganku dengan Tiok-liu justru untuk urusan ini,"
kata Ang-ing. "Eh, coba dengarkan! Di dalam seperti sudah
mulai bertempur. Marilah kita lekas masuk ke sana."
"Tidak perlu masuk, ikutlah aku, tanggung kutemukan
mereka," kata Kongsun Yan.
Dalam pada itu terdengar suara teriakan ramai di sana-sini,
gerombolan musuh membanjir tiba, maka tanpa pikir lagi
Angin u lantas ikut berlari bersama Kongsun Yan. Tidak lama
kemudian sampailah mereka di belakang gunung, para
pengejar sudah jauh tertinggal, bahkan suara teriakan mereka
pun tak terdengar lagi-
Kongsun Yan berhenti pada suatu tempat dan menggumam
sendiri, "Ya, kukira di sinilah tempatnya."
"Untuk apa kau membawa aku kemari?" tanya Ang-ing
heran sebab tempat mereka sekarang hanya semak belukar
belaka. "Di sini ada suatu jalan rahasia yang menembus ke ruangan
dalam Thian-mo-kau," tutur Kongsun Yan. "Le-toako telah
berjanji dengan aku, bilamana sudah terjadi kegemparan di
dalam sana, tentu dia akan keluar melalui jalan rahasia ini."
Tengah bicara, tiba-tiba Ang-ing bersuara heran, "He, suara
apa ini" Apakah....." Belum lenyap suaranya, terdengar suara
kresak-kresek baju tertiup angin, benar juga seorang berlari
tiba. Ang-ing terkejut, ia heran siapakah yang memiliki Gin-kang
sedemikian tinggi, sedangkan Kongsun Yan lantas
membentak, "Siapa itu?"
Sekonyong-konyong sesosok bayangan muncul di depan
mereka dan mengejek dengan tertawa dingin, "Hehe, kiranya
kalian berdua budak busuk ini. Bagus, malam ini kalian kepergok
olehku, kebetulan kugunakan untuk tumbal kematian anak
Tiong." Kiranya orang ini tak lain tak bukan adalah Bun To-tjeng.
Puteranya yaitu Bun Seng-tiong mati dalam pertempuran di
Se-djiang, ia sendiri berhasil lolos, maka sekarang bersumpah
akan menuntut balas kematian anaknya setiap lawan yang
diketemu-kan pasti akan dibunuh olehnya.
Ang-ing kenal kelihaian orang, segera ia mendahului
menyerang, cepat pedangnya menusuk bahu kiri lawan.
Kongsun Yan juga tidak tinggal diam, ia pun melompat maju
secepat terbang untuk mengimbangi Ang-ing, pedangnya
terus menusuk bahu kanan Bun To-tjeng.
Ilmu pedang kedua nona sama-sama mengutamakan
kegesitan dan kecepatan, tapi siapa duga betapa cepat
serangan mereka toh mengenai tempat kosong. Di tengah
berkelebatnya sinar pedang dan deru angin pukulan,
terdengar suara "Biang" yang keras, sebatang dahan pohon
sebesar lengan patah. Tenaga pukulan Bun To-tjeng melanda
tiba laksana gugur gunung dahsyatnya.
Lekas Ang-ing menyingkir mengitari pohon sehingga tidak
terkena pukulan lawan, namun demikian, terkejut juga dia
akan i kelihaian pukulan lawan.
"Kenal belum kelihaianku" Ini rasakan lagi!" seru Bun Totjeng
sambil terkekeh-kekeh, kembali ia memukul, sekali ini ke
arah Kongsun Yan.
Kongsun Yan coba menjaga diri dengan memalangkan
pedangnya tapi sedemikian dahsyat tenaga pukulan lawan
hingga ujung pedang mendering dan tergetar.
Segera Ang-ing melancarkan serangan pula namun pukulan
ketiga Bun To-tjeng juga lantas dilontarkan. Kalau kedua
pukulannya tadi sangat dahsyat, adalah pukulan sekali ini
tampaknya enteng-enteng saja tanpa suara.
Ang-ing tercengang, mendadak ia merasa gelagat jelek
terasa tenaga pukulan lawan membanjir tiba bagai air bah
menerjang dengan tebatnya Untung Ginkang Su Ang-ing
sangat ting-gi, begitu merasa gelagat jelek segera ia
melompat dan berjum-palitan ke belakang. Walaupun caranya
menghindar sangat bagus, namun dada terasa sesak juga
seperti digodam, isi perutnya seakan-akan terjungkir balik.
Kiranya Bun To-tjeng menggunakan Sam-siang-sin-kang yang
sakti. Terkejut dan heran pula Ang-ing, dia sudah kenal Samiang-
sin-kang lawan, pernah juga bergebrak ketika bertemu di
Sedjiang, tatkala itu ia sanggup melawannya paling sedikit
juga belasan jurus, tapi malam ini ternyata begini berat, hanya
dua-tiga gebrakan saja sudah hampir celaka, la heran cara
bagaimana Sam-siang-sin-kang lawan bisa maju begitu pesat
dalam waktu dua-tiga bulan saja.
Sudah tentu Ang-ing tidak tahu bahwa Sam-siang-sin-kang
itu mestinya dapat disempurnakan melalui Lwekang dari
golongan Tjing-pay, dengan demikian terhadap badan sendiri
tak berbahaya. Tapi sejak Bun To-tjeng kematian anaknya,
karena ber-napsu hendak menuntut balas, pikirannya menjadi
gelap, keadaannya sudah dalam keadaan kurang waras, maka
dia menempuh jalan sesat, menyempurnakan Sam-siang-sinTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kang dengan Lwekang kaum Sia-pay yang cepat dipakai, tapi
merusak badan sendiri.
Memang hasilnya menakjubkan, tapi setelah itu barulah
Bun To-tjeng mengetahui latihannya menimbulkan tandatanda
'Tjau-hwe-djip-mo', semacam kortsluiting, kesesalan
latihan. Biasanya setengah tahun atau paling lama setahun
tentu dia akan lumpuh dan cacad untuk selamanya.
Setelah mengetahui penyakitnya itu, bukannya Bun Totjeng
menyesal, sebaliknya ia menjadi tambah bernapsu akan
menuntut balas dalam waktu singkat Kedatangannya ke Tjilay-
san ini tujuannya hendak bergabung dengan Yang Go
untuk menumpas musuh-musuhnya satu persatu.
Namun Su Ang-ing selama beberapa bulan berkumpul
dengan Kim Tiok-liu juga banyak mendapat kemajuan dalam
hal Lwekang atas petunjuk pemuda itu. Sebab itu, meski rada
payah, tapi sekuatnya ia masih bisa bertahan. Sebaliknya
Kongsun Yan yang Lwekangnya lebih rendah menjadi
kewalahan, di bawah gempuran Sam-siang-sin-kang Bun Totjeng,
hampir saja ia tidak mampu bernapas.
Saat itu Kongsun Yan berdiri di muka lubang terowongan,
ia menjadi gelisah karena sudah sekian lamanya masih belum
nampak munculnya Le Lam-sing dan Kim Tiok-liu. Terpaksa ia
mencari kesempatan meng-hindar ke belakang pohon, setelah
berganti napas, cepat ia ber-suit panjang.
Maksudnya bersuit adalah sebagai tanda minta tolong
kepada Kim Tiok-liu dan Le Lam-sing, tetapi Bun To-tjeng
menyangka si nona sedang minta bantuan kepada ayahnya
keruan Bun To-tjeng menjadi jeri, menghadapi nona itu saja
sukar menang dalam waktu singkat, apalagi kalau datang lagi
Kongsun Hong yang lihai.
Kongsun Yan sangat cerdik, begitu melihat serangan Bun
To-tjeng rada merandek, segera ia dapat menerka pikiran
lawan, cepat ia berseru, "Lekas kemari, ayah!"
Tapi Bun To-tjeng berbalik menyerang lebih dahsyat,
ejeknya. "Hm, sekalipun si tua bangka Kongsun Hong datang
sendiri juga aku tidak takut. Yang jelas kau tidak sempat
bertemu lagi dengan ayahmu."
Sekonyong-konyong terdengar suara gemuruh, sebatang
pohon dihantam tumbang oleh Bun To-tjeng sehingga hampir
Kongsun Yan tertindih oleh pohon roboh itu. Robohnya pohon
itu berarti Kongsun Yan kehilangan tempat berlindung pula
segera Bun To-tjeng menubruk maju dan mencengkeram.
Lekas Ang-ing memburu maju, cambuknya menyabet dan
pedangnya menusuk serangan berganda ini sangat lihai
sehingga Bun To-tjeng terpaksa meninggalkan Kongsun Yan
dan berbalik buat menghadapi Su Ang-ing, bentaknya "Akan
kubinasakan kau budak busuk ini!" secepat kilat ia menerjang
maju, "bret", tahu-tahu baju di pundak Ang-ing terobek.
Untung pada detik paling berbahaya itu Ang-ing sempat
mengelak ke samping.
Pada saat itu pula Kongsun Yan juga menyerang untuk
memaksa musuh harus menjaga diri. Ketiga orang sama-sama
bergerak secepat kilat, Bun To-tjeng tidak sempat menyerang
Ang-ing lebih lanjut, tangannya membalik, "creng", pedang
Kongsun Yan terjentik ke pinggir. Menyusul kedua telapak
tangan menghantam sekaligus dengan tipu 'Lui-tian-kau-hong'
atau halilintardan geledek menghantam sekaligus.
Kepandaian Kongsun Yan lebih rendah daripada Ang-ing.
tentu saja ia tidak sanggup menghadapi hantaman dahsyat
tenaga Sam-siang-sin-kang. "Trang", pedang si nona terpukul
jatuh lebih dulu, lekas Kongsun Yan melompat buat
menghindar. "Lari kemana!" bentak Bun To-tjeng, bagai bayangan saja
ia lantas memburu.
Pada saat punggung Kongsun Yan hampir tercengkeram
oleh Bun To-tjeng, mendadak terdengar pula suara "biang"
yang gemuruh. Batu yang menyumbat mulut terowongan itu
menggelinding pergi, Kim Tiok-liu dan Le Lam-sing muncul
berbareng. Saat itu Ang-ing sendiri belum sempat menolong Kongsun
Yan karena sempoyongan tergetar oleh tenaga pukulan
musuh. Keruan Tiok-liu dan Lam-sing terkejut, cepat Kim Tiokliu
memburu ke arah Ang-ing dan Lam-sing lekas berusaha
merintangi Bun To-tjeng.
"Bayar kembali jiwa anakku!" teriak Bun To-tjeng sambil
menyeringai kalap, berbareng sebelah tangan mencengkeram
kepala Lam-sing, tangan yang lain memukul dada bahkan
sebelah kakinya dipakai menendang perut pemuda itu,
sekaligus tiga serangan dilontarkan.
Lam-sing terkejut, ia heran apakah orang ini sudah gila"
Lekas ia menggunakan Thian-lo-poh-hoat untuk
menghindarkan tendangan dan mencengkeram lawan. Tapi
pukulan Bun To-tjeng yang datangnya dari jurusan tengah
tetap sukar terhindar. Lam-sing menjerit dan mendadak
berjumpalitan beberapa meter ke belakang.
Keruan Kim Tiok-liu juga terkejut, sungguh tak terduga
bahwa hanya sekali gebrak saja Le Lam-sing sudah dikalahkan
Bun To-tjeng, tanpa pikir lagi ia memburu ke sana.
"Hahaha, jadi kau anak jadah inipun datang! Haha,
sungguh kebetulan!" seru Bun To-tjeng dengan terbahakbahak
seperti orang gila.
Secepat kilat Kim Tiok-liu menerjang maju sambil berputar
kian kemari, pukulan Bun To-tjeng juga dilancarkan dengan
cepat. Dalam sekejap saja Kim Tiok-liu mengeluarkan macammacam
gerakan aneh sehingga pukulan dahsyat lawan
dipatahkan seluruhnya.
"Gunakan Hian-tiat-pokiam!" seru Ang-ing.
Setelah bergebrak beberapa kali Tiok-liu juga terheran-heran
mengapa kepandaian Bun To-tjeng bisa mendadak
bertambah selihai ini"
Di tengah pertarungan sengit itu, saat Bun To-tjeng
menghantam, tiba-tiba Kim Tiok-liu menjerit dan jatuh. Keruan
Lam-sing terkejut dan bermaksud maju menolong, tapi baru
saja kakinya bergerak segera dada terasa sesak, rupanya ia
terluka oleh getaran tenaga pukulan Bun To-tjeng tadi. Lamsing
mengeluh karena merasa tak mampu membantu
temannya. "Jangan kuatir Le-toako!" seru Ang-ing tiba-tiba
Waktu Lam-sing memandang pula ke sana ternyata Tiok-liu
sudah melompat bangun dan menghunus Hian-tiat-pokiam.
"Bun To-tjeng, keluarkan senjatamu, marilah kita cobacoba
ilmu pedang!" seru Kim Tiok-liu lantang, sebaliknya
tangan Bun To-tjeng tampak memegang sepotong robekan


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kain. Kiranya Kim Tiok-liu menjadi teringat pada pedang pusaka
yang dibawanya setelah diingatkan oleh Su Ang-ing, tadi dia
tidak sempat melolos pedangnya, maka digunakan suatu
gerakan aneh, ia pura-pura jatuh dan terguling, kesempatan
itulah digunakan untuk mencabut Hian-tiat-pokiam. Tapi Bun
To-tjeng juga amat cepat, ia menubruk maju sehingga baju
Kim Tiok-liu terobek.
Dengan terkekeh-kekeh Bun To-tjeng lantas menerjang
maju, mendadak selarik sinar hitam menyabet ke arah Kim
Tiok-liu. Kiranya Bun To-tjeng memakai pedang lemas buatan
baja biasanya kalau tidak terpakai digunakan sebagai sabuk.
Ketika di Sedjiang tempo hari sudah pernah ia
menggunakannya untuk melawan Hian-tiat-pokiam, sekarang
ia telah memperbaharui pula pedang lemas itu dengan
rendaman racun, asalkan terluka dan berdarah sedikit saja
sang korban akan terus mati seketika,
"Awas Hiante, pedangnya berbisa!" cepat Lam-sing
memperingatkan Kim Tiok-liu.
"Pantas pedangnya mengkilat kehitam-hitaman, kiranya
beracun," demikian pikir Kim Tiok-liu, maka ia pun bertambah
waspada, tapi tak gentar. Dengan Hian-tiat-pokiam yang berat
itu segera ia membacok.
Bun To-tjeng telah menyempurnakan Sam-siang-sin-kang,
pedangnya sekarang sudah berbeda daripada dahulu. Ketika ia
menangkis dan kedua pedang beradu, "creng", pedang lemas
itu hanya melengkung saja, Hian-tiat-pokiam tidak mampu
raengu-tunginya.
"Lihat serangan!" bentak Bun To-tjeng, mendadak
pedangnya mendal ke atas terus menusuk ke dada Kim Tiokliu.
Cepat Tiok-liu menekan Hian-tiat-pokiam ke bawah
sehingga pedang lemas lawan tergetar pergi lagi, namun Bun
To-tjeng lantas menusuk pula ke Koh-tjing-hiat di bahunya.
Segera Kim Tiok-liu menggunakan langkah ajaibnya Thian-lopoh-
hoat untuk menghindar dan balas menyerang pula.
Begitulah dalam sekejap saja mereka sudah serang
menyerang belasan kali.
Semakin lama semakin kuat damparan tenaga lawan, Kim
Tiok-liu merasa tenaga Bun To-tjeng seperti ombak
mendampar, ombak yang satu lebih hebat daripada ombak
yang lain. Padahal pedang lemas Bun To-tjeng itu kecil tipis,
tapi ternyata mampu menahan Hian-tiat-pokiam yang amat
berat itu. Sampai 30-an jurus Kim Tiok-liu merasakan ujung
pedang sendiri laksana diganduli sepotong batu, makin lama
makin berat, permainan pedangnya menjadi tidak segesit tadi.
Tiok-liu terkejut, ia tahu Bun To-tjeng menggunakan ilmu
'Keh-but-thoan-kang' (menyalurkan tenaga melalui benda
lain), tujuannya hendak membikin Kim Tiok-liu terluka dalam
dan akhirnya roboh. Diam-diam Kim Tiok-liu mengeluh, kalau
tidak lekas mengalahkan lawan dengan serangan aneh, lamalama
tentu dirinya sendiri akan kecundang.
Begitulah di tengah pertarungan sengit itu berulang-ulang
im Tiok-liu mengeluarkan tipu-tipu serangan aneh, selalu meerang
dari arah yang sama sekali tak terduga oleh lawan. Kean
Bun To-tjeng kaget, diam-diam ia mengakui tipu serangan
eh pemuda itu benar-benar luar biasa, mungkin tiada
bandingannya di zaman ini sekalipun Kang Hay-thian.
Sebagai seorang ahli silat, sebelum jelas cara permainan
lawan, segera Bun To-tjeng berganti siasat, untuk sementara
ia hanya menjaga diri dengan rapat saja. Karena itu serangan
Kim Tiok-liu selalu kena ditangkis olehnya.
Di sebelah lain Le Lam-sing, Su Ang-ing dan Kongsun Yan
yang belum pulih tenaganya juga tidak berani sembarangan
maju membantu. Dalam keadaan tak berdaya Le Lam-sing
lantas memejamkan mata untuk mengumpulkan tenaga
diharapkan tenaga muminya lekas pulih agar dapat membantu
Kim Tiok-liu. Makin sengit pertempuran di tengah kalangan itu,
sekonyong-konyong Bun To-tjeng membentak, "Anak keparat,
biar kau pun kenal kelihaianku!" Ketika kedua pedang beradu,
terdengar "trang", sekali ini pedang lemas Bun To-tjeng tidak
melengkung lagi, sebaliknya Hian-tiat-pokiam yang tidak tahan
akan daya tekanan lawan, tanpa kuasa Kim Tiok-liu terdesak
mundur. Kiranya setelah berlangsung sekian lamanya tenaga Kim
Tiok-liu banyak terbuang percuma tanpa bisa merobohkan
lawan, maka permainan Hian-tiat-pokiam menjadi lamban
pula. Le Lam-sing yang sedang mengumpulkan tenaga dengan
mata tertutup, mau tak mau membuka mata ketika
mendengar seruan kuatir Kongsun Yan dan Su Ang-ing Ia
terkejut juga melihat Kim Tiok-liu terdesak mundur, andaikan
dia hendak mengumpulkan tenaga lagi dengan tenang sudah
tentu tidak dapat pula.
Mereka tidak tahu bahwa keadaan Kim Tiok-liu lebih celaka
daripada perkiraan mereka. Setelah mengadu senjata
beberapa kali, racun dari pedang lemas Bun To-tjeng
merembes ketangan Kim Tiok-liu. Walaupun tangan Kim Tiokliu
tidak ter-luka sehingga racun itu tidak membahayakan
jiwanya, tapi tangan sudah terasa gatal, ia harus
mengerahkan tenaga dalam untuk menolak racun yang bisa
menjalar itu. Sementara itu pertempuran sudah berjalan sekian lamanya,
karena perhatian terbagi, dengan sendirinya Kim Tiok-liu
bertambah payah. Untung Bun To-tjeng juga jeri terhadap
Hian-tiat-pokiam, pula Tiok-liu menggunakan Thian-lo-pohhoat
yang aneh sehingga dalam waktu singkat Bun To-tjeng
tak bisa mengalahkan Tiok-liu.
Lam-sihg sendiri belum pulih tenaganya dan merasa cemas
karena tidak bisa membantu, tak terduga pada saat demikian
justru datang pula seorang lawan tangguh.
Kiranya Yang Go setelah sekian lamanya mengepung kamar
itu dan Kim Tiok-liu berdua tetap tidak mau keluar, segera ia
menyuruh anak buahnya menerjang ke dalam dengan lebih
dulu menghujani panah beracun dan semprotan api. Tapi
setelah kamar itu bobol ternyata tidak nampak bayangan
apapun. Baru sekarang Yang Go tahu telah tertipu. Ketika
diperiksa, dilihatnya ada sebuah lubang terowongan, tapi
bagian dalam ada pintu batu yang tertutup rapat, untuk
membobol pintu batu itu tidaklah mudah.
Yang Go bukan orang bodoh, ia menduga Kim Tiok-liu
berdua tentu sudah lolos dari jurusan lain. Segera ia
memimpin anak buahnya keluar memeriksa sekitar
pegunungan itu. Rupanya suara pertempuran Bun To-tjeng
dan Kim Tiok-liu di belakang gunung itu didengar olehnya
akhirnya dapatlah Yang Go menemukan mereka.
Sekali lihat saja Yang Go lantas tahu kemenangan Bun Totjeng
sudah pasti, ia menjadi girang. Ia menduga pengaruh
pukulan Siu-lo-im-sat-kang terhadap Le Lam-sihg dan Kongsun
Yan tentu masih dirasakan oleh kedua muda-mudi itu, asal dia
turun tangan lagi sekarang tentu dengan gampang dapat
membekuk mereka.
Maka dengan terbahak ia mendekat dan berkata, "Bocah
she Le, kukira kau sudah lari dengan mencawat ekor, siapa
duga kau masih belum lolos dari genggamanku. Nah, kau dan
budak busuk itu boleh maju semua untuk menerima
kematian."
"Aku justru hendak mencari kau!" teriak Lam-sing dengan
gusar. Bersama Kongsun Yan mereka lantas berdiri di tempa)
yang menguntungkan dan siap bertempur.
Yang Go lantas menghantam, seketika hawa dingin
menyambar, dalam lingkaran seluas beberapa meter rasanya
dingin seperti di dalam peti es.
Lam-sing dan Kongsun Yan tergetar, tapi bersin saja tidak
Sebaliknya Su Ang-ing yang berdiri di samping menjadi
menggigil kedinginan malah.
Kiranya Lam-sing berdua setelah menyembuhkan racun
dingin Siu-lo-im-sat-kang di Tho-hoa-kok, secara otomatis
timbul daya tahan racun pukulan itu dalam tubuhnya, maka
mereka tidak gentar lagi pada pukulan Siu-lo-im-sat-kang
Yang Go seka rang. Hanya saja tenaga Le Lam-sing belum
pulih seluruhnya se hingga ia rada payah.
Sebaliknya Kongsun Yan menjadi girang dan tambah
berani, ia memutar pedangnya dengan kencang katanya
dengan ter tawa, "Tua bangka she Yang, barangkali kau
hendak mengipasi aku" Ehm, nyaman benar!" Berbareng ia
menusuk tiga kali susul-menyusul ke tempat berbahaya di
tubuh musuh. Su Ang-ing juga tidak tinggal diam, ilmu pedangnya sama
cepatnya dengan Kongsun Yan, segera ia pun menusuk tiga
kali ketiga Hiat-to lawan.
Cepat Yang Go memukulkan kedua tangannya telapak ta
ngan kiri menggetar pergi pedang Kongsun Yan, tangan kanan
menggunakan Kim-na-djiu-hoat memaksa mundur Su Ang-ing
Habis itu mendadak kedua kakinya menendang susulmenyusul
untuk mematahkan serangan Le Lam-sing. Seorang
melawan ti ga toh Yang Go masih lebih unggul, namun
demikian diam-diam ia pun merasa heran mengapa mereka
tidak takut kepada Siu-lo-im-sat-kang"
Ketika pertempuran di sini berlangsung dengan sengit, di
sebelah sana keadaan Kim Tiok-liu tambah berbahaya. Waktu
itu sebagian besar tenaga Kim Tiok-liu telah diperas oleh Bun
To-tjeng, walaupun tenaga Bun To-tjeng sendiri juga banyak
terbuang, tapi tidak sehebat Kim Tiok-liu. la mengerahkan
Sam-siang-sin-kang habis-habisan dan mendesak lebih kuat,
sedangkan Kim Tiok-liu makin lama makin berat memainkan
Hian-tiat-pokiam, keadaannya mulai payah.
Mengira kemenangannya segera akan menjadi kenyataan,
dengan terkekeh-kekeh Bun To-tjeng berseru, "Anak Tiong!
Sekarang tiba saatnya ayahmu membalaskan sakit hatimu,
bocah she Kim ini akan kubinasakan, lalu budak busuk Su
Ang-ing itu. Ya anak perempuan Kongsun Hong dan bocah she
Le itupun takkan kuampuni. Hehehe, empat jiwa akan
mengiringi kau ke alam baka tentunya kau pun akan puas."
Begitulah ia tertawa dan berteriak seperti orang gila tapi
pedangnya yang lemas itu bekerja lebih kencang.
Kiranya pada saat itu Bun To-tjeng mulai merasakan
dadanya seperti dibakar, itulah tanda-tanda akan kumatnya
penyakit Tjau-hwe-djip-mo. Mestinya tidak begitu cepat
timbulnya penyakit itu, tapi lantaran sekarang dia bertempur
dengan sengit sehingga dia tak bisa menguasai diri lagi.
Pikiran sehat Bun To-tjeng sudah mulai kabur, hanya satu
pikiran saja yang masih terang baginya yaitu menuntut balas
bagi Bun Seng-tiong, putera kesayangannya itu.
Sebenarnya Kim Tiok-liu tak pernah kenal apa artinya takut,
tapi sekarang demi melihat tingkah laku Bun To-tjeng yang
mirip binatang buas dan kalap serta menubruk maju itu, mau
tak mau ngeri juga rasanya.
Mendadak dirasakan tenaga lawan melanda tiba dari
sekelilingnya begitu hebat daya tekanan lawan sampai-sampai
langkah Thian-lo-poh-hoat terasa sukar digunakan. Terkejut
juga Kim Tiok-liu, ia heran mengapa tenaga lawan mendadak
bisa bertambah begitu hebat"
Melihat Kim Tiok-liu kewalahan, Su Ang-ing menjerit kuatir.
Sedikit meleng saja memberi kesempatan kepada Yang
Go untuk menyerang, lebih dulu ia mendesak mundur
Kongsun Yan, menyusul tangannya lantas mencengkeram ke
arah Ang-ing, walaupun Ang-ing sempat menghindar, tidak
urung robek juga lengan bajunya"
Kim Tiok-liu tidak tahu bahwa kekuatan Bun To-tjeng yang
mendadak bertambah besar itu adalah rontaan orang yang
mendekati ajal. Untuk tidak membikin kuatir Su Ang-ing,
segera ia berganti siasat, ia mengeluarkan ilmu pedang Si-mikiam-
hoat yang mengutamakan bertahan dengan rapat untuk
menghadapi lawan yang lebih tangguh. Dengan demikian Bun
To-tjeng sukar juga mengalahkan Kim Tiok-liu dengan segera
meski dia menerjang dan menubruk semakin kalap.
Yang Go menjadi cemas setelah menyerang pula dengan
sengit dan tetap tak bisa menang, pikirnya, "Aneh, mengapa
mereka tidak muncul?" Yang dimaksudkan Yang Go adalah
anak buahnya, padahal tempat pertempuran mereka tidak
terlalu jauh dari depan gunung, seharusnya saat itu anak
buahnya sudah menyusui tiba
Kalau Yang Go merasa gelisah, maka Le Lam-sing sendiri
jauh lebih gelisah pula. Ia sangat menghargai jiwa setia kawan
Kim Tiok-liu, betapapun ia tidak mau membiarkan Kim Tiok-liu
menghadapi bahaya dilukai oleh Bun To-tjeng. Kini tenaganya
sudah pulih sebagian besar, jika digabung tenaga mereka
bertiga lagi untuk mengeroyok Bun To-tjeng tentu gampang
mendapat kemenangan, untuk ini Yang Go harus dikalahkan
lebih dulu. Lantaran ingin membantu Kim Tiok-liu, tanpa pikir lagi Le
Lam-sing mendesak maju dan menyerang, hal ini malah
memberi kesempatan kepada Yang Go untuk mengincar
kelemahannya Mendadak Yang Go membentak, kelima jarinya
yang mirip cakar tahu-tahu mencengkeram ke bahu Le Lamsing.
Kongsun Yan selalu berdampingan dengan Le Lam-sing,
melihat gelagat jelek segera pedangnya menusuk. Terpaksa
pula Yang Go menarik kembali tangannya sebelum tulang
pundak am-sing sempat diremasnya cepat ia menggeser ke
samping, alu balas memukul ke arah Kongsun Yan.
Walaupun begitu terlempar juga tubuh Le Lam-sing lak-ana
bola melayang ke udara, untung tidak terluka maka begitu
jatuh ke tanah segera Lam-sing meloncat bangun.
Di tengah berkelebatnya sinar pedang dan melesatnya baangan
orang, terdengar Yang Go membentak pula "Lepas peang!"
Tahu-tahu sepasang pedang Kongsun Yan sudah
terlepas ari cekalan dan mencelat ke udara. Berbareng tubuh
si nona ju-a ikut mencelat dan meloncat beberapa meter
jauhnya ke bela-g-
Kiranya pedang Kongsun Yan kena dirampas oleh Yang o
dengan Kim-na-djiu-hoat yang lihai, untung Ginkang si nona
ukup hebat, begitu senjata terlepas segera ia melompat
mundur. Pada saat hampir bersamaan itulah terdengar pula
seorang membentak, "Siapa yang berani mencelakai puteriku!"
Begitu keras suara bentakan itu sehingga Yang Go terkejut
tergetar mundur, kiranya pendatang ini tak lain tak bukan
Jalah Kongsun Hong, ketua Ang-eng-hwe yang termashur.
ahkan tidak cuma Kongsun Hong saja yang muncul bersama ia
masih ada lagi seorang lain, yaitu tokoh yang diakui sebagai


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

go nomor satu di dunia persilatan Kang Hay-thian adanya.
Ketika menengadah dan melihat munculnya Kang Hay-ian,
keruan pecah nyali Yang Go.
Sedangkan Kongsun Yan menjadi girang luar biasa seraya
"Ayah!" Berbareng ia terus menyongsong maju, Kongsun Tong
memegang erat-erat kedua tangan anak perempuannya
menjadi heran puterinya tiada sedikitpun tanda-tanda
keracunan leh pukulan Siu-lo-im-sat-kang. Padahal menurut
ukuran Lwe-ng Kongsun Yan sekarang jauh daripada cukup
untuk mela-ni ilmu Yang Go yang lihai itu.
Kedua tangan Kongsun Yan yang dipegang oleh sang ayah
tiba-tiba terasa disaluri oleh hawa yang panas. Hanya sekejap
saja sekujur badan rasanya sangat segar, kiranya Kongsun
Hong menggunakan Lwekangnya untuk melancarkan
peredaran darah anaknya.
Ketika Kongsun Yan menarik napas panjang, ia merasa
semangatnya bertambah menyala, tenaga bertambah kuat,
cepat ia berseru, "Lam-sing, lekas kemari!"
Saat itu Le Lam-sing baru saja melompat bangun, setelah
merasa dirinya tidak terluka, segera ia maju memberi hormat
kepada Kongsun Hong.
Untuk sejenak Kongsun Hong mengamat-amati Le Lamsing,
lalu tertawa terbahak-bahak.
Kongsun Yan menjadi bingung. "Ayah, apakah kau sudah
pangling kepada Lam-sing?" tegurnya dengan aleman.
"Anak Yan," sahut Kongsun Hong tertawa. "Kau tidak tahu
bahwa ayah memang telah tertipu satu kali, seorang Thianmo-
kautju gadungan kusangka sebagai kakakmu Lam-sing
ini!" Di sebelah sini Kongsun Hong asyik berbicara dengan puterinya
dan Le Lam-sing seakan-akan tidak memandang
sebelah mata kepada Yang Go di sampingnya, keruan Yang Go
menjadi serba kikuk, la tahu kepandaian Kongsun Hong jauh
lebih tinggi dari dia tetapi terpaksa ia menabahkan hati dan
menantang, "Kongsun tua kepandaianmu jauh lebih lihai
dariku, boleh kau maju saja. Mati di tanganmu rasanya masih
berharga."
Saat itu Bun To-tjeng sudah berada dalam keadaan gila, dia
kenal Kongsun Hong dan Kang Hay-thian, tapi sekarang dia
tidak kenal takut lagi kepada mereka. Mendengar kata-kata
Yang Go tadi, mendadak ia pun tergelak tertawa serunya
sambil berjingkrak, "Hahaha kau keparat Yang Go jangan
coba-coba berebut lawan dengan aku. Hahaha Kongsun Hong
dan Kang Hay-thian, kedatangan kalian sangat kebetulan,
memangnya aku bersumpah akan membabat habis kalian
untuk mengganti nyawa puteraku. Pendek kata hari ini kalian
tak bisa lolos lagi dari tanganku, kalian harus mati!"
Bun To-tjeng berjingkrak-jingkrak seperti orang gila setiap
gerakannya ternyata merupakan tipu serangan mematikan
pula keruan Kang Hay-thian melengak, pikirnya pula
"Kepandaian Kim-sute sungguh hebat, aku sendiri juga akan
kewalahan menghadapi pertarungan gila seperti ini."
Sebaliknya semangat Kim Tiok-liu terbangkit seketika demi
nampak datangnya Kang Hay-thian. Bun To-tjeng berjingkrak
dan menyerang seperti orang gila maka ia pun menggunakan
macam-macam tipu aneh ciptaan baru untuk mematahkannya.
Dalam pada itu Kongsun Hong juga menggenggam kedua
gan Le Lam-sing dan menyalurkan tenaga dalam, hanya
sekejap saja wajah Le Lam-sing yang tadinya pucat bersemu
merah embali, pada saat itulah Yang Go menantangnya
Dengan tertawa Kongsun Hong melepaskan tangan Lamsing,
lalu menjawab Yang Go, "Hm, kau ini kutu macam apa"
lasakah aku perlu turun tangan sendiri. Anak Yan, boleh kau
usnahkan ilmu silatnya bersama Le-toako."
Kongsun Yan dan Le Lam-sing mengiakan berbareng lalu
lompat maju bersama.
Dalam hati Yang Go merasa girang, tapi lahirnya ia puraura
marah, katanya "Kongsun tua kau terlalu menghina orang
Jangan-jangan sebentar lagi puteri dan menantu
kesayanganmu kubunuh, maka tak boleh kau menyalahkan
aku." "Huh, hanya sedikit kepandaianmu ini rasanya juga tidak
bisa mencelakai mereka" sahut Kongsun Hong. "Apa kemahiranmu
boleh kau keluarkan semua jika kau mampu lolos di
bawah tangan mereka maka selanjurnya aku pun tidak perlu
mencari setori lagi padamu."
Yang Go menyebut Le Lam-sing sebagai menantunya hal
liini tidak dibantah oleh Kongsun Hong, sama halnya dia
membenarkan perjodohan kedua muda-mudi itu, keruan
wajah Kongsun Yan menjadi merah, tapi girang di dalam hati.
Sebaliknya Yang Go juga girang karena Kongsun Hong
berjanji takkan turun tangan sendiri, segera ia berkata pula,
"Bagus, seorang laki-laki sejati harus bisa pegang janji. Nah,
silakan maju, nona Kongsun dan Le-kongtju!"
Su Ang-ing menjadi ragu-ragu apakah mesti maju
membantu lagi atau tidak, syukur Kongsun Yan lantas berseru
padanya, "Su-tjitji, boleh kau membantu Kim-toako menghajar
bangsat she Bun itu. Marilah kita balapan, coba siapa yang
menang lebih dulu!"
Melihat Kongsun Yan berbicara dengan penuh keyakinan
akan menang, Ang-ing menduga tentu Kongsun Hong yang
telah mengatur pasangan mereka untuk menghadapi Yang Go,
maka jawabnya, "Baiklah, akan kubantu Kim-toako sekuatnya,
tapi jelas tak bisa menandingi pasangan kalian."
"Hehe, siluman cilik, kau juga datang" Hehe, sangat
kebetulan, akan kubalaskan juga sakit hati Su Pek-to," seru
Bun To-tjeng dengan mengekek-tawa. "Wahai Su Pek-to,
hendaklah di akhirat nanti kau mengawinkan puteraku itu.
Puteraku tidak menginginkan Hong Biau-siang lagi, tapi
menginginkan adik perempuanmu ini."
"Orang gila!" damprat Ang-ing. "Ini, lihat serangan!"
Segera pedangnya menusuk ke punggung Bun To-tjeng,
tapi mendadak tangan Bun To-tjeng membalik, punggungnya
seperti punya mata, pedang Su Ang-ing diselentik terpental,
menyusul pergelangan tangan si nona hendak
dicengkeramnya.
"Lihat seranganku!" bentak Kim Tiok-liu, Hian-tiat-po-kiam
segera membacok.
Meski Bun To-tjeng sudah kehilangan akal sehatnya, tapi
caranya bertempur ternyata tidak ngawur, sebaliknya malah
lebih gesit dan cepat. Mendadak pedang lemas hitam itu
menyendat ke depan untuk menahan Hian-tiat-pokiam,
menyusul pedang melengkung balik, secepat kilat lantas
menusuk Ih-gi-hiat di bagian iga Kim Tiok-liu.
Saat itu penyakit Tjau-hwe-djip-mo di tubuh Bun To-tjeng
sudah hampir meledak, kekuatannya sudah banyak berkurang
walaupun Hian-tiat-pokiam mampu ditahannya, tapi tenaga
pukulannya yang dilontarkan kepada Su Ang-ing sudah banyak
berkurang. Ang-ing sempat mengelakkan cengkeraman Bun To-tjeng
tadi, menyusul ia balas menusuk ke perut musuh.
"Haya, anak Tiong! Gagal pula kau mendapatkan bini!" te-
Itiak Bun To-tjeng sambil menggeser ke samping dengan
sempoyongan seperti orang mabuk tapi dengan tepat
serangan Ang-ing dapat dihindarkan.
Di lain pihak Le Lam-sing dan Kongsun Yan juga mulai
melabrak Yang Go, sudah tentu Yang Go memandang enteng
kedua lawannya, ia tidak tahu bahwa tenaga kedua mudamudi
jitu kini sudah pulih seluruhnya, maka ia menjadi kaget
ketika Le iLam-sing menusuk dengan tenaga maha kuat.
Bahkan Kongsun pan juga membarengi serangan-serangan
kilat beberapa kali sehingga Yang Go kelabakan.
Ketika Lam-sing mendesak maju dan menabas pula. Yang
fco menggunakan tenaga Siu-lo-im-sat-kang untuk menangkis,
[tapi mendadak terdengar "cret" pelahan, tahu-tahu kulit
pundak kiri Yang Go terkupas oleh pedang Kongsun Yan.
Sadarlah Yang Go sekarang sukar memenangkan lawanlawan
muda itu, ia pikir untuk lari rasanya masih bisa dan
tentu HCongsun Hong takkan menjilat kembali ludahnya dan
merintanginya. Dengan kalap ia lantas menyerang, ia
keluarkan Siu-lo-im-sat-kang sepenuhnya untuk menerjang ke
arah Kongsun Yan.
"Haha, sudah kepepet mau nekad," seru Kongsun Yan
dengan tertawa.
"Anjing gila harus digebuk!" kata Lam-sing. Ia pun
mendesak maju, sekaligus ia menusuk beberapa tempat Hiatto
musuh. "Sref', dari arah tak terduga secepat kilat Kongsun Yan
penusuk pula, sebelum Yang Go sempat melancarkan tenaga
ukulannya, kembali bahu kirinya terluka lagi.
Berturut-turut terluka dua kali, untung hanya luka ringan
saja, namun terasa kesakitan juga, saking murka Yang Go
berkaok-kaok dan menerjang dengan kalap.
"Anjing gila jangan dibiarkan lagi, kalau lari tentu akan
menggigit orang lagi," kata Lam-sing dengan tertawa.
"Mana dia bisa lari!" ujar Kongsun Yan sambil menyerang
pula Selama beberapa hari tinggal di Tho-hoa-kok, antara Lamsing
dan Kongsun Yan telah berhasil diyakinkan ilmu pedang
gabungan, kini kebetulan bagi mereka untuk menggunakan
Yang Go sebagai percobaan. Tenaga Lam-sing lebih kuat, ia
menghadapi serangan Yang Go dari depan, sedang gerakgerik
Kongsun Yan lebih lincah, ia selalu mengincar musuh
dari samping. Walaupun baru pertama kali ini mereka
mencoba ilmu pedang baru mereka tapi kerja-sama mereka
ternyata sangat baik.
Alangkah senangnya Kongsun Hong menyaksikan hal
demikian, ia mengelus jenggotnya sambil tersenyum puas,
terutama terhadap calon menantunya yang hebat itu.
Dalam pada itu Yang Go sudah terkurung oleh sinar pedang
kedua muda-mudi itu, melihat hal itu Kang Hay-thian berdecak
kagum, katanya pada Kongsun Hong, "Kongsun-lorjian-pwe,
sungguh hebat anak perempuanmu itu, semuda itu dia sudah
bisa memunahkan kekuatan Siu-lo-im-sat-kang. Benar-benar
tunas muda terpuji Terimalah ucapan selamat dariku."
"Ah, Kang-taybiap terlalu memuji," sahut Kongsun Hong.
"Sesungguhnya bukanlah ajaranku kesanggupannya menahan
racun dingin Siu-lo-im-sat-kang musuh. Di zaman ini yang
mampu memunahkan Siu-lo-im-sat-kang aku kira hanya
gurumu saja. Sungguh aku menajdi kepingin tahu cara
bagaimana dahulu gurumu mengalahkan Beng Sin-thong, jago
ahli Siu-lo-im-sat-kang tertinggi."
Rada heran juga Kang Hay-thian bahwasanya Kongsun
Hong mendadak membicarakan peristiwa di masa lampau itu,
tapi ia lantas paham maksudnya, kiranya Kongsun Hong ingin
aku memberi isyarat kepada Le Lam-sing cara mematahkan
Siu-lo-im-sat-kang Yang Go itu dan memunahkan ilmu silatnya
pula maka berkatalah Kang Hay-thian, "Menurut cerita guruku,
asalkan Lwekawng sudah terlatih sampai tingkatan tidak takut
akan serangan racun, maka sangatlah mudah untuk
mematahkan Siu-lo-im-sat-kang. Puterimu jelas tidak gentar
akan racun dingin lawan, maka kemenangan puterimu
segampang membalik telapak tangan sendiri saja."
Akhir ucapan Kang hay-thian itu ditekankan kepada katakata
"telapak tangan", seketika Le Lam-sing dapat menerima
isyarat itu. Kiranya orang yang meyakinkan Siu-lo-im-sat-kang,
bila sudah mencapai tingkatan tinggi, maka hawa dingin yang
j dihimpun itu pasti terkumpul pada telapak tangannya.
Asalkan . Lau-kiong-hiat di tengah telapak tangan itu tertusuk
tembus, maka punahlah seluruh ilmunya.
Begitulah ia lantas mendesak maju, ia mengincar telapak
tangan Yang Go terus menusuk dengan pedangnya. Benar
juga Yang Go tampak terkejut dan gugup, lekas ia
menggenggamkan tangannya.
Ilmu silat Yang Go tidak lemah, sudah tentu tidaklah
gampang bagi Le Lam-siang untuk menusuk Hiat-to maut itu
hanya sekali tusuk saja.
Melihat serangan Lam-sing itu segera Kang Hay-thian tahu
pemuda itu dapat menangkap isyaratnya tadi. Maka ia tidak
mengurus di sebelah sini lagi, tapi berpaling ke sana untuk
mengikuti pertarungan Kim Tiok-liu melawan Bun To-tjeng.
Kekuatan Tiok-liu dan Bun To-tjeng sebenarnya selisih tipak
banyak, setelah Su Ang-ing membantunya keruan mereka
menjadi lebih unggul.
Terdengar Bun To-tjeng berteriak aneh, mendadak darah
segar menyembur dari mulurnya, sikapnya makin beringas.
Kang Hay-thian terkejut. "Hati-hatilah, Sute!" serunya.
Kongsun Hong merasa heran juga, katanya kepada Kang
Hay-thian, "Meski dia kalap, tapi sudah mirip pelita kehabisan
minyak, tampaknya ajalnya sudah hampir tiba, masakah Kangtayphiap
kuatir dia balas menyerang lebih hebat?"
"Memang benar ucapan Lotjianpwe, melihat gelagatnya dia
seperti kena penyakit Tjau-hwe-djip-mo, jiwanya sukar
diselamatkan lagi," sahut Kang Hay-thian. "Cuma muntah
darahnya ini bukanlah karena terluka dalam, tapi dia sedang
mengerahkan Thian-mo-kay-deh-tay-hoat."
'Thian-mo-kay-deh-tay-hoat' adalah sejenis Lwekang kaum
Sia-pay yang paling kejam, yang menggunakan ilmu ini harus
merusak badan sendiri, setelah mengeluarkan darah,
tenaganya akan bertambah sekali lipat Tapi pemakaian ilmu
ini sangat merugikan diri sendiri, andaikan tidak mati tentu
juga akan ca-cad untuk selamanya. Sebab itulah ilmu ini
hanya digunakan tokoh Sia-pay di kala mereka sudah bertekad
akan mati bersama musuh.
Memang benar, setelah menggigit pecah ujung lidah sendiri
dan menyemburkan darah, Bun To-tjeng menggunakan Thianmo-
kay-deh-tay-hoat untuk menambah tenaga, ternyata
serangannya menjadi bertambah hebat. Hian-tiat-pokiam yang
diputar Kim Tiok-liu hampir tidak kuat menahan tenaga
pukulannya, Su Ang-ing lebih-lebih tidak mampu
mendekatinya. Dengan kuatir Kongsun Hong berkata pula, "Tampaknya
kita terpaksa harus maju. Kau atau aku, Kang-tayhiap"
"Lotjianpwe tidak perlu kuatir," sahut Hay-thian, di balik
kata-katanya ini jelas dia yang akan maju bila perlu. Namun
habis berkata dia tetap mengikuti pertarungan sengit itu
dengan tenang-tenang saja.
"Kim Tiok-liu!" seru Bun To-tjeng dengan menyeringai.
"Dengan Hian-tiat-pokiam saja kau tidak mampu melukai aku
seujung rambut pun. Jadi jelas ilmu silatku nomor satu di


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia ini, kau menyerah atau tidak" Hahaha, jika kau tidak
terima, lekas panggil bapakmu ke sini, kutanggung bapakmu
juga bukan tandinganku. Hahahahaha!"
Di tengah suara tertawanya yang seperti orang gila itu,
kedua tangan Bun To-tjeng terus menghantam naik turun
sehingga tenaga pukulannya mendampar ke segenap penjuru.
Walaupun Kim Tiok-liu dan Su Ang-ing dapat menghindar kian
kemari dengan cepat, tidak urung dada mereka terasa sesak,
hampir saja tidak bisa bernapas.
Sekonyong-konyong Bun To-tjeng berteriak tajam seperti
orang menangis, "Anak Tiong, ai, anak Tiong, tentu kau
kesepian di dunia fana itu. Biarlah ayahmu mencarikan
seorang gadis manis untuk temanmu. Nah, ini dia Su Ang-ing,
lekas kau menyusul anakku saja!"
Dengan teriakan melengking tajam memekak telinga
mendadak Bun To-tjeng menubruk maju, pedangnya
menyambet dan tangan memukul, "krek", cambuk Su Ang-ing
tertabas kutung I sebagian.
Kim Tiok-liu terkejut melihat Su Ang-ing terancam, cepat ia
mengadang di depannya tapi pukulan Bun To-tjeng yang
dahsyat membikin Hian-tiat-pokiam Kim Tiok-liu tak bisa
berkutik sama sekali.
Mendadak Bun To-tjeng membentak, tubuhnya berputar
dan pedangnya yang lemas menyendat, Hian-tiat-pokiam
terbentur ke samping, sedang Bun To-tjeng mengitar sampai
di depan Su Ang-ing, kelima jarinya bagai kaitan terus
mencengkeram ke batok kepala nona itu.
Karena berhadapan, Ang-ing dapat melihat muka Bun Totjeng
yang kejang beringas menakutkan, keruan ia menjerit
kaget. Melihat Ang-ing terancam bahaya tanpa pikir lagi Kongsun
Hong lantas melangkah maju, tapi baru saja kakinya bergerak,
tiba-tiba terasa seorang mendahului melesat ke depan.
Ternyata dengan kecepatan luar biasa Kang Hay-thian sudah
berdiri di depan Bun To-tjeng. Sebaliknya Kim tiok-liu dan Su
Ang-ing bergandengan tangan sempat melompat keluar
lingkaran tenaga pukulan Bun To-tjeng yang hebat.
Dengan cara bagaimana Kang Hay-thian menolong Ang ing,
sampai Kongsun Hong pun tidak dapat melihat jelas. Diamdiam
ia merasa malu sendiri dan mengakui Kang Hay-thian
memang tidak bemama kosong sebagai jago nomor satu di
dunia ini. Dalam pada itu Bun To-tjeng sedang mendelik pada Kang
Hay-thian, katanya dengan suara setengah sinting, "Aku kenal
kau, kau Kang Hay-thian. Gurumu tidak berada di sini, orang
bilang ilmu silatmu nomor satu. Apa kau berani bertanding
dengan akur' "Ilmu silat tidak kenal nomor satu, demikian sering
dikatakan guruku walaupun beliau sudah menjelajahi seluruh
jagat tanpa tandingan," sahut Hay-thian.
"Hahahaha! Siapa bilang tiada ilmu silat nomor satu" Ini,
aku inilah nomor satu. Kau takut padaku bukan" Hm, biarpun
kau takut juga akan kuhajar kau. Kau telah membunuh
puteraku, aku harus menuntut balas!" kata Bun To-tjeng
dalam keadaan kurang waras, siapa pun yang ditemuinya
sekarang semuanya dianggap sebagai musuh pembunuh
anaknya. Dengan tenang Kang Hay-thian menjawab, "Aku tidak takut
padamu, tapi aku pun tidak ingin membunuh kau."
"Kau tidak membunuh aku, akulah yang akan membunuh
kau!" seru Bun To-tjeng. "Sret" segera pedangnya menusuk.
Tapi mendadak terdengar "ering" yang keras, tahu-tahu
pedang lemas Bun To-tjeng itu mencelat ke udara.
"Sungguh tenaga jari yang maha sakti!" Kongsun Hong
berseru memuji.
"Kau punya ilmu sakti, aku pun punya ilmu sakti!" teriak
Bun To-tjeng tak mau kalah. Tanpa menghiraukan pedangnya
yang terpental itu, kedua telapak tangannya lantas menyodok
ke depan, dalam lingkaran seluas beberapa meter seketika
bergemuruh dengan batu pasir bertaburan. Rupanya inilah
himpunan segenap tenaga sakti Sam-siang-sin-kang yang
dikerahkan untuk menghadapi Kang Hay-thian yang
dianggapnya musuh paling tangguh.
Namun Kang Hay-thian tetap berdiri tanpa bergerak.
Terdengar suara "brak," empat tangan beradu dan seperti
melengket. Hanya sebentar saja Bun To-tjeng merasa telapak
tangannya seperti kena ditusuk oleh jarum sehingga hawa
mumi dalam tubuhnya merembes keluar melalui lubang
tusukan itu. Seketika ia lemas lunglai laksana balon gembes,
melongo dan lesu ia memandang Kang Hay-thian.
Tapi aneh juga meski hawa muminya terus bocor keluar,
tapi pikirannya menjadi makin jemih. Sampai akhirnya ia
sudah tidak bertenaga lagi, maka pikirannya menjadi sadar
pula seluruhnya. Meskipun badannya lemas, namun rasanya
segar malah. Dengan pelahan Kang Hay-thian berkata "Kau kematian
seorang anak, lantas kemana-mana hendak menuntut balas.
Padahal orang yang dibunuh kalian ayah dan anak entah
berapa banyaknya jika semua orang juga menuntut balas
padamu lantas bagaimana?"
Bun To-tjeng tahu ilmu silatnya sendiri sudah dipunahkan
oleh Kang Hay-thian, kata-kata Kang Hay-thian itu seakanakan
kemplangan keras di atas kepalanya. Tanpa terasa ia
manggut-manggut, katanya dengan menghela napas, "Benar
aku tak bisa melawan kau, bolehlah kau bunuh saja diriku."
"Buat apa aku membunuh kau, asal kau mau kembali ke
jalan yang benar, selanjurnya kau masih dapat menjadi orang
baik," kata Kang Hay-thian.
"Kini aku sudah mirip orang cacad, apa gunanya hidup di
?dunia ini?" kata Bun To-tjeng dengan putus asa.
"Tidak, meski Sam-siang-sin-kangmu sudah lenyap, paling
sedikit kau masih dapat mengajarkan ilmu itu kepada
angkatan yang akan datang," ujar Hay-thian.
Kiranya Kang Hay-thian te-lah memunahkan ilmu silat Bun
To-tjeng, akan tetapi juga telah menyembuhkan penyakit
Tjau-hwe-djip-mo dan merenggutnya dari malaikat elmaut.
Sebagai seorang tokoh, Bun To-tjeng cukup sadar apa artinya
penyakit Tjau-hwe-djip-mo itu, kini dia dapat ditolong oleh
Kang Hay-thian, sekalipun ilmu silatnya meski dikorbankan
juga rela dia. Setelah jernih kembali pikirannya, timbul juga
semangatnya untuk hidup terus, dengan wajah merah ia
menghaturkan terima kasih kepada Kang Hay-thian.
"Apa yang kulakukan sekarang adalah sama seperti guruku
terhadap pamanmu dahulu, semoga Bun-siansing dapat
memahami maksud baik guruku itu," ujar Hay-thian.
"Terima kasih atas nasihat kalian," sahut Bun To-tjeng
sambil melangkah pergi dengan bantuan sebatang kayu.
Dengan tertawa kemudian Kongsun Hong berkata "Kangtayhiap,
aku sangat kagum atas kebijaksanaanmu, bukan saja
penyakit badaniah Bun To-tjeng telah kau sembuhkan, bahkan
penyakit rohaniahnya juga kau sembuhkan, semoga dia benarbenar
sembuh." Dalam pada itu Kim Tiok-liu dan Su Ang-ing mendekati
Kongsun Hong dan memberi salam hormat. Ketika Kim Tiok-liu
mengawasi Le Lam-sing, pemuda itu tampak masih bahu
membahu dengan Kongsun Yan, keadaan sangat
menguntungkan mereka kemenangan sudah pasti. Maka
dengan tertawa ia pun berkata, "Tampaknya selekasnya
bangsat tua Yang Go itupun akan mengalami nasib seperti
Bun To-tjeng cuma ada sesuatu yang mengherankan,
mengapa begundalnya dan anggota Thian-mo-kau tiada
nampak seorang pun" Padahal sudah cukup lama kita berada
di sini?" "Hal ini segera akan kau ketahui," ujar Kongsun Hong.
Mendadak terdengar Su Ang-ing menjerit kuatir, "Celaka!"
Kim Tiok-liu terkejut, ketika ia berpaling, dilihatnya Yang Go
sedang meloncat ke atas, kedua tangannya dihantamkan kc
atas kepala Kongsun Yan, inilah serangan yang hebat dan bila
perlu siap gugur bersama lawan.
Kiranya Yang Go tidak percaya Kongsun Yan dan Lam-sing
mau mengampuni jiwanya karena itu ia menjadi nekat dan
melancarkan serangan maut.
Tapi perhitungannya meleset, Le Lam-sing tidak kalah
cepatnya juga menubruk maju. Terdengarlah suara jeritan
seram, dua larik sinar melayang ke udara Kongsun Yan
melompat jauh ke samping, sebaliknya Yang Go menggeletak
di atas tanah dengan muka berlumuran darah.
Rupanya pada saat kedua tangan Yang Go memukul tadi,
Lau-kiong-hiat di telapak tangannya sempat ditusuk oleh Le
Lam-sing, tenaga pukulan Yang Go dapat menggetarkan
pedang Kongsun Yan sehingga terpental, tapi hawa murninya
juga bocor keluar melalui Hiat-to telapak tangan yang
berlubang itu, tenaganya habis, maka Kongsun Yan yang
terkena pukulan tidak cidera apa-apa sebaliknya sekilas pada
detik pedang Kongsun Yan akan terpental tadi, ujung pedang
menggores muka Yang Go dan membutai sebelah matanya.
Cepat Kongsun Hong memburu maju dan memegangi puterinya
melihat Kongsun Yan tidak terluka apa-apa barulah ia
merasa lega Le Lam-sing lantas mendamprat, "Bangsat keparat,
maksudku hendak mengampuni jiwamu, kenapa kau begini
keji?" Sementara itu Yang Go telah merangkak bangun, katanya
"Kongsun-totju, apa yang telah kau ucapkan tetap berlaku
tidak?" Sebelum bertarung tadi Kongsun Hong hanya memberi
pesan agar Le Lam-sing dan puterinya memunahkan ilmu silat
Yang Go dan tidak menyatakan mencabut jiwanya.
Maka Kongsun Hong menjawab, "Apa yang telah kukatakan
sudah tentu tetap berlaku."
"Baiklah, bangsat tua macam kau rasanya selanjutnya juga
tak bisa main gila lagi," ujar Lam-sing sambil menyimpan
kembali pedangnya.
Seperti Bun To-tjeng tadi, dengan menjemput sepotong
kayu sebagai tongkat, lalu Yang Go bermaksud mcngeluyur
pergi. Mendadak Kongsun Hong membentaknya "Nanti dulu!"
Keruan Yang Go terkejut, katanya, "Kongsun tua ucapanmu
bisa dipercaya tidak?"
"Hm, apa yang kau takutkan" Sekali aku sudah menyatakan
takkan mancabut nyawamu, andaikan kau menyembah
padaku dan minta aku membunuh kau juga aku tak sudi," kata
Kong-sun Hong. "Tapi kau tidak boleh pergi begitu saja,
urusan Thian-mo-kau belum lagi beres, tidak sedikit temanteman
yang kau undang sebagai bala bantuanmu, masakah
sama sekali kau tidak memberikan sesuatu pertanggungjawaban?"
"Benar, biar tampangnya diketahui dan supaya
begundalnya mengetahui bagaimana akhir riwayatnya," ujar
Kongsun Yan dengan tertawa.
Yang Go menjadi malu, ia pikir daripada dihina ada lebih
baik mati saja tadi. Tapi lantas terpikir olehnya Siu-lo-im-satkangnya
yang ampuh itu masih dapat diturunkan kepada
murid keponakannya, andaikan angkatan ini tidak dapat
menuntut balas toh masih ada angkatan berikutnya. Dasar
jiwanya memang lebih licin daripada Bun To-tjeng, maka ia
pura-pura menuruti segala perintah Kongsun Hong.
Begitulah mereka lantas menggiring Yang Go ke atas
gunung, setelah melintasi sebuah tanjakan, terdengarlah
suara hiruk-pikuk yang ramai. Agaknya di situ ada dua
kelompok sedang bertanding.
Baru sekarang Kongsun Yan tahu, katanya "Ayah, kiranya
kau tidak datang sendiri."
Rupanya sebagian jago dan anak-buah Ang-eng-hwe ikut
datang bersama ketua mereka.
"Nona Su," kata Kongsun Hong kepada Ang-ing. "Li-hupangtju
kalian juga datang dengan anak buahnya. Berita
mereka sungguh sangat cepat, belum lagi aku mengirim kabar
ke sana mereka sudah mengetahui engkau dan Kim-siauhiap
datang ke Tji-lay-san sini."
"Pantas anak buah Yang Go tidak seorang pun yang datang
membantu pemimpinnya kiranya dicegat oleh teman-teman
kita" kata Kongsun Yan.
"Jadi Li tun juga datang?" seru Ang-ing dengan girang.
"Ya dia datang bersama isterinya pula" sahut Kongsun
Hong. "Li Tun memang cerdik dan pintar, tentu dia sudah dapat
menduga Thian-mo-kautju gadungan itu dan yakin kita pasti
datang ke sini buat menyelidiki perkaranya" kata Kim Tiok-liu.
"Li Tun paling mahir mengobati racun orang Thian-mo-kau,
kedatangannya sungguh sangat kebetulan."
Tengah bicara mereka sudah sampai di atas gunung,
orang-orang kedua pihak juga sudah melihat kedatangan
mereka. Kelihatan tiga Hiangtju Ang-eng-hwe, yaitu Tjiok
Hian, Tjin Tiong dan Tjeng Wan hadir semua di situ, Li Tun
sedang berbicara dengan seorang tua pihak lawan. Malahan
Kim Tiok-liu dapat mengenali di antara hadirin itu ada pula
tokoh-tokoh dari berbagai perkumpulan Kangouw, malahan
beberapa orang yang pernah bertemu di Hoa-san juga tampak
berada di antara orang-orang Thian-mo-kau.
Begundal Yang Go menjadi terkejut ketika melihat sang
pemimpin digiring datang dalam keadaan konyol, orang-orang
Thian-mo-kau juga terkejut dan heran melihat kedatangan Le
Lam-sing. Maka berkatalah Li Tun dengan bergelak tertawa "Nah itu
dia inilah Kautju kalian yang tulen, sekarang kalian percaya
tidak dengan omonganku?"
Orang tua yang bicara dengan Li Tun tadi termasuk orang
lama Thian-mo-kau dan sangat setia kepada ayah-bunda Lamsing,
cuma dia belum pernah mengenal Lam-sing. Sekarang
melihat wajah Lam-sing yang rada-rada mirip dengan Kautju
gadungan mereka ia menjadi ragu-ragu dan bingung,
"Bagaimana urusan yang sebenarnya ini?"
"Mungkin kau adalah Hiangtju Tiong-dji-tong, Han Tjing-rat
bukan" Ayah sering menyebut dirimu karena beliau pernah
kau gendong pulang waktu mengalami cidera di daerah Eklam
dahulu," kata Lam-sing.
Peristiwa di masa lampau itu tidak pernah diketahui orang
lain, kedudukan Han Tjing-tiat di dalam Thian-mo-kau juga
cuma diketahui beberapa orang lama saja, maka dengan
kejut-kejut girang Han Tjing-tat menjawab, "Ah, kiranya


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkau benar-benar tuan muda. Jika demikian, jadi Kautju itu
adalah palsu."
Lam-sing mengangguk katanya, "Ya, semuanya ini adalah
tipu muslihat yang diatur Yang Go, sekarang biarlah dia sendiri
yang bicara kepada kalian."
Terpaksa Yang Go menguraikan apa yang telah
dikerjakannya selama ini di hadapan orang banyak. Dalam
pada itu Le Lam-sing dan Han Tjing-tat memasuki ruangan
dalam Thian-mo-kau dan menyeret keluar Kautju gadungan
yang saat itu sudah megap-megap hampir mati. Dengan
keterangan Yang Go sendiri ditambah bukti hidup yang ada,
maka jelaslah duduknya perkara yang sebenarnya. Banyak
orang lantas mencaci-maki Yang Go dan mengalihkan segala
dosa kepadanya dengan harapan begundalnya itu bisa
diampuni. "Hahaha! Yang kami hukum hanya biang keladinya dan
tidak pengikutnya, yang perlu bila kalian ada yang berbuat
jahat hendaklah selanjutnya memperbaiki diri, kalau tidak,
pada suatu saat kalian tentu akan menerima ganjaran
setimpal," seru Kong sun Hong. "Nah, sekarang bolehlah
kalian pergi."
Keruan tanpa disuruh kedua kalinya, serentak orang-orang
itu bubar, hanya tertinggal anggota Thian-mo-kau saja yang
masih berada di situ.
Tiba-tiba Su Ang-ing merasa kehilangan Kim Tiok-liu yang
tadi berada di sebelahnya, sekarang entah pergi kemana. la
coba menoleh ke sana sini juga tidak nampak Kim Tiok-liu
berada di antara orang banyak.
Dalam pada itu Kongsun Hong membubarkan pula
begundal Yang Go, lalu katanya, "Le-kongtju, tentang orangorang
Thian-mo-kau kuserahkan padamu sendiri."
Dengan suara lantang Han Tjing-tat lantas berseru, "Kautju
muda, kembalinya kami ke Tji-lay-san sini adalah karena ingin
mendukung engkau, tak tahunya kami telah tertipu oleh tua
bangka Yang Go. Sekarang segala sesuatu sudah menjadi
jelas, adalah tugasmu untuk menduduki kembali jabatan
Kautju dan mengembangkan agama kita."
Serentak beratus-ratus anggota Thian-mo-kau yang lain
bersorak mendukung.
"Banyak terima kasih atas maksud baik kalian," kata Lamsing.
"Tapi hendaklah kalian mendengarkan keteranganku.
Dua puluh tahun yang lalu ayahku telah membubarkan agama
ini atas anjuran Kim-tayhiap, buat apa sekarang kita mesti
membangun kembali. Pula usiaku terlalu muda kepandaianku
rendah, tidak sesuai untuk menjadi Kautju kalian."
"Lain dulu lain sekarang," kata Han Tjing-tat. "Dahulu
agama kita dibubarkan lantaran terlalu banyak kemasukan
golongan-golongan jahat. Sekarang sebagian besar orang
demikian sudah mati atau kabur, maka sisa-sisa seperti kami
ini sengaja pulang mengabdi kepada Kautju muda bukan tiada
sama sekali orang jahat di antara kami, tapi sedikitnya yang
baik lebih banyak daripada yang jahat, maka janganlah Kautju
muda mengecewakan harapan mereka ini."
Le Lam-sing merasa serba susah, katanya kemudian, "Aku
ada suatu usul, hendaklah kalian pikirkan dahulu. Sekarang
Ang-eng-hwe dan Liok-hap-pang adalah dua organisasi
terbesar di dunia Kongouw dan tidak perlu disangsikan citacita
perjuangan mereka. Maka kalau kalian ada maksud
berjuang lagi, kukira le-bih baik kalian masuk saja dalam
kedua perkumpulan tadi daripada mendirikan cabang lain?"
Karena Le Lam-sing tetap menolak menjadi Kautju baru
mereka, usulnya juga masuk diakal, maka sesudah berunding
Han Tjing-tat dan kawan-kawan menyatakan setuju.
Beramai-ramai Han Tjing-tat dan anak buahnya lantas
meminta semua orang masuk lagi ke ruang pendopo Thianmo-
kau untuk sekadar diadakan perjamuan.
Ketika Su Ang-ing bermaksud pergi mencari Kim Tiok-liu,
tiba-tiba datang beberapa orang memberi hormat padanya
kiranya adalah Sun Pek-siu dan kawan-kawannya, yaitu orangorang
yang pernah dijumpai dahulu di atas Hoa-san.
Sun Pek-siu berkata, "Tempo hari kami mendengar nona Su
dan Kim-siauhiap akan datang ke sini membikin perhitungan
dengan Kautju gadungan itu, padahal kami biasanya tunduk di
bawah Liok-hap-pang, sekarang nona Su yang menjadi
Pangtju, sudah tentu kami ingin datang memberi semangat
sekalipun tidak bisa memberi bantuan apa-apa, selain itu
tempo hari nona Su pernah menyatakan seorang Li-hupangtju
kalian mahir memunahkan racun Thian-mo-kau, kini keadaan
Pangtju kami sudah payah, terpaksa kami usung kemari dan
mohon nona Su sudi mengizinkan Li-hupangtju mengobati
Pangtju kami."
Rupanya kedatangan Sun Pek-siu dan kawan-kawannya itu
yang utama adalah minta pengobatan, sudah tentu Su Ang-ing
dengan suka hati memenuhi keinginan mereka, segera ia
bertanya, "Dimana Pangtju kalian sekarang"''
"Berkat bantuan Han-lotjianpwe dari Thian-mo-kau tadi,
sekarang Pangtju kami dibaringkan di kamar tidur," tutur Su
Pek-siu. Su Ang-ing lantas memanggil Li Tun dan memperkenalkan
mereka serta menguraikan apa maksudnya, sudah tentu Li
Tun mengiakan dengan senang hati.
"Kubantu kau, Li-Toako," seru Lam-sing.
Sun Pek-siu dan lain-lain sekarang sudah mengetahui Lamsing
adalah putera Thian-mo-kautju yang sebenarnya di masa
lalu, mereka menduga kepandaiannya mengobati racun tentu
lebih mahir daripada Li Tun, maka mereka menjadi girang.
Ketika bicara mengenai kejadian tempo hari, orang-orang
itu lantas menanyakan Kim Tiok-liu. Baru sekarang Ang-ing
ingat lagi akan diri pemuda itu, katanya, "Ya, aku pun sedang
mencari dia, entah kemana dia pergi, tadi masih berada di
sini." Sementara itu hari sudah menjelang petang, melihat sang
Sute masih belum pulang, Kang Hay-thian merasa sangsi juga,
segera bersama Su Ang-ing keluar mencari, Sun Pek-siu dan
lain-lain juga ikut keluar bantu mencari Kim Tiok-liu.
Sesungguhnya kemanakah perginya Kim Tiok-liu" Kiranya dia
telah menemukan seorang yang dikenalnya di antara
begundal-begundal Yang Go itu, dia bukan lain daripada Hong
Tju-tjiau, ayah Hong Biau-siang.
Hati Kim Tiok-liu tergerak, teringat olehnya urusan
perjodohan Tjin Goan-ko dan Hong Biau-siang yang belum ada
penyelesaian secara resmi itu, kedatangan Hong Tju-tjiau
menjadi sangat kebetulan baginya. Sebaliknya ia pun sangsi,
jangan-jangan Hong Tju-tjiau datang dengan tugas rahasia
tertentu mengingat dia adalah bekas anak buah Sat Hok-ting.
Waktu itu Hong Tju-tjiau sudah pergi jauh, tanpa memberitahu
siapa-siapa termasuk Su Ang-ing, segera Kim Tiok-liu
menyusul ke sana. Dengan Ginkangnya yang tinggi, tidak
terlalu usah baginya untuk memburu Hong Tju-tjiau.
Setelah melintasi suatu pengkolan bukit, dilihatnya Hong
ju-tjiau sedang berjalan bersama dua orang dan tampaknya
se-ang asyik bicara dengan pelahan. Padahal anak buah Yang
Go abur semua ke bawah gunung, hanya tiga orang ini yang
me-ambil jalan ke belakang gunung agaknya tidak ingin
bercam-dengan orang banyak.
Diam-diam Kim Tiok-liu mendekati mereka dengan Gin-g
yang tinggi, setiba di belakang Hong Tju-tjiau, dengan ter-wa
ia mengulur tangan buat menabok pundaknya sambil me-gur,
"Hei, kau masih ingat padaku tidak?"
Tabokan Kim Tiok-liu itu sudah diperhimngkan, tak peduli
Hong Tju-tjiau berkelit ke sebelah manapun sukar menghindar
akan tertutuk Hiat-tonya oleh Kim tiok-liu.
Ternyata Kim Tiok-liu juga salah hitung, sama sekali ia
tidak memikirkan kedua teman Hong Tju-tjiau itu, maka ketika
tangannya sudah bergerak menabok mendadak laki-laki
sebelah kanan Hong Tju-tjiau menjengek, "Hm, bocah she
Kim, terlalu iurangajar kau. Kongsim Hong saja tidak berani
mengusik kami, tapi kau malah berani mencegat kepergian
kami. Baiklah, akan kucoba, apa kepandaianmu sehingga
berani kau main gila padaku."
Ketika kedua tangan beradu, Kim Tiok-liu merasa
tangannya panas seperti terbakar, keruan ia kaget, sebaliknya
orang itu sambil bicara, tapi tenaganya tak berkurang,
beberapa kali Kim Tiok-liu menggunakan macam-macam gaya
pukulan dan tetap sukar melepaskan diri dari serangan lawan.
Namun begitu Kim Tiok-liu juga sudah mengetahui dimana
letak kekuatan lawan, mendadak terdengar "cres" satu kali,
jari Kim Tiok-liu tepat me-nyelentik Lau-kiong-hiat di telapak
tangan orang itu.
Walaupun bukan titik lemah Hiat-to yang diselentik oleh
Kim Tiok-liu, tapi tergetar juga orang itu dan cepat menarik
kembali pukulannya.
"Hm, kukira siapa, tak tahunya adalah jago yang pernah
keok di tangan Tiong-pangtju!"
Kiranya orang ini adalah Auwyang Kian, putera Auwyang
Pek-ho yang terkenal dengan pukulan sakti 'Lui-sin-tjiang'"
Tapi ketika kepergok Tiong Tiang-thong, ketua Kay-pang, di
puncak Hoa-san dahulu, ilmu silat Auwyang Pek-ho telah
dipunahkan oleh Tiong Tiang-thong.
Tiga tahun yang lalu Auwyang Kian juga kebetulan bertemu
Tiong Tiang-thong di lereng Tji-lay-san, dalam suatu
pertempuran sengit, Auwyang Kian tidak mampu membalas
sakit hati ayahnya, sebaliknya ia pun keok. Kejadian itu
disaksikan oleh Kim Tiok-liu tatkala dia mencari Tjin Goan-ko
ke rumah Hong Tju-tjiau sebagaimana diceritakan pada awal
cerita ini. Begitulah Auwyang Kian menjadi gusar karena olok-olok
Kim Tiok-liu tadi, jengeknya, "Bagus, biarlah kau coba-coba
lagi Lui-sin-tjiangku!"
Segera Auwyang Kian melancarkan pukulan lebih dahsyat
lagi sehingga hawa panas memancar dengan hebat. Kim Tiokliu
menghindari adu pukulan lagi, ia menggunakan Thian-lopoh
hoat untuk melayani lawan, begitu ada kesempatan baru
ia balas menyerang.
Bicara tentang kepandaian sejati, Kim Tiok-liu tidak di
bawah Auwyang Kian, soalnya tadi dia baru bertempur sengit
melawan Bun To-tjeng, sekarang tenaga belum pulih
seluruhnya. Sebaliknya Auwyang Kian habis melatih diri
selama tiga tahun hingga kekuatannya jauh lebih tangguh
daripada melawan Tiong Tiang-thong dahulu. Maka selang tak
lama Kim Tiok-liu sudah mandi keringat, rasanya seperti
dipanggang oleh hawa panas yang terpancar dari pululan
lawan. Dalam pada itu Hong Tju-tjiau yang mengikuti pertarungan
mereka di samping tampaknya rada gelisah. Heran juga Kim
Tiok-liu melihat Hong Tju-tjiau tidak kabur.
Selain Hong Tju-tjiau, yang ikut menonton di samping
masih ada seorang lagi, yaitu seorang laki-laki setengah umur
berdandan sebagai seorang Susing (pelajar) dengan
memegang kipas, sikapnya gagah.
Setelah menonton sebentar, tiba-tiba orang itu berkata,
"Wah, panas benar! Selamat Auwyang-heng, kau punya Luisin-
tjiang sudah berhasil diyakinkan bahkan jauh lebih hebat
daripada mendiang ayahmu."
Rupanya Auwyang Kian menjadi senang oleh pujian itu,
sahurnya dengan gelak tertawa, "Ah, sedikit kepandaianku ini
masakah ada harganya untuk dipuji Boh-heng dengan ilmu
silat Hu-siang-to yang termashur itu, hanya untuk dipakai
melayani bocah ini rasanya jauh daripada cukup."
ilmu silat Hu-siang-to dimulai dari Kiu-sik-khik di zaman
dinasti Tong. Kiu-sik-khik, diturunkan kepada Boh Djong-long
yang sangat terkenal pula pada zaman Khong-khong-dji dan
Tiat-mo-lek Tapi setelah turun temurun sejak dinasti Song,
Goan, Beng dan Tjhing, entah mulai kapan ilmu silat aliran Husiang-
to itu sudah tak terdengar lagi. Beberapa tahun yang
lampau Kim Si-ih juga pernah mendatangi pulau itu untuk
mencari keturunan keluarga Boh, tapi juga tidak bertemu.
Dalam batin Kim Tiok liu berpikir, "Kiu-sik-khik dan Boh
Djong-long adalah pendekar-pendekar besar pada zaman
dahulu, bilamana orang ini adalah keturunan mereka, kenapa
dia tidak bergaul dengan kaum ksatria yang baik, sebaliknya
berkumpul dengan golongan Sia-pay?"
Setelah memuji Auwyang Kian, tiba-tiba orang tadi memuji
Kim Tiok-liu pula, katanya, "Puteranya begini, dapatlah
diketahui bapaknya. Setiap orang mengatakan ilmu silat Kim
Si-ih nomor satu di dunia ini, tampaknya memang tidak
bernama kosong. Engkoh cilik inipun tidak malu sebagai
putera Kim-tay-hiap."
Auwyang Kian menjadi panas. Ia tidak buka suara, tapi
menyerang lebih gencar. Tenaga Kim Tiok-liu belum pulih
seluruhnya, walaupun bermandi keringat namun dia masih
cukup kuat untuk bertahan.
Sambil menggoyang-goyang kipasnya, laki-laki she Boh tadi
berkata pula, "Kabarnya ilmu pedang Kim Si-ih memetik
intisari dari berbagai aliran lain, sedangkan Hian-tiat-pokiam
juga raja daripada semua senjata. Kenapa engkoh cilik ini tak
mau menggunakan pedang?"
Dengan gusar mendadak Auwyang Kian menghentikan
pukulannya dan berkata, "Baiklah kau keluarkan pedangmu,
Kim Tiok-liu!"
Sebenarnya kalau Kim Tiok-liu mau menggunakan Hiantiat-
pokiam, maka dapat dipastikan dia takkan terkalahkan,
tapi dia justru kepala batu. Orang she Boh mengingatkan dia
memakai pedang, dia berbalik tidak sudi. Maka ketika
Auwyang Kian menarik pukulannya, ia justru menyerang
dengan pukulannya sambil membentak, "Terima seranganku
ini!" "Suruh kau memakai pedang, apa kau tuli?" teriak Auwyang
Kian dengan gusar.
"Tanpa menggunakan Hian-tiat-pokiam juga aku sanggup
melayani kau, pendek kata apa yang kau gunakan aku pun
menggunakan dengan cara yang sama, aku tidak sudi
mengambil keuntungan atas dirimu!" sahut Tiok-liu.
Ilmu pukulan Kim Tiok-liu secepat kilat dan sukar diraba,
karena didahului, Auwyang Kian malah menjadi kelabakan
menangkisnya, terpaksa ia melayani dengan penuh perhatian.
Sungguh gemasnya tak terkatakan, kalau bisa sekali hantam
ia ingin memampuskan Kim Tiok-liu. Tapi lantaran naik darah
itulah ia berbalik kena didesak sampai belasan jurus oleh Kim


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiok-liu. Laki-laki she Boh tadi geleng-geleng kepala lagi dan
mengakui kebandelan Kim Tiok liu. Ia tahu bila pertarungan
begitu diteruskan, walaupun Kim Tiok-liu bisa memberondong
serangan lebih dulu, tapi lama-lama tentu tidak tahan.
Dalam keadaan belum ada ketentuan itu, tiba-tiba
berkumandang suara seorang tua berkata, "Auwyang Kian,
marilah kita coba-coba lagi, ingin kulihat apakah selama tiga
tahun ini kepandaianmu sudah bertambah maju atau tidak?"
Kiranya yang muncul ini adalah Tiong Tiang-thong, tokoh
utama Kay-pang.
Dengan tertawa Kim Tiok-liu menyambut, "Tiok-pangtju,
aku hanya main-main saja dengan dia, belum lagi menentukan
unggul atau asor."
"Hahaha, Kim-Iaute, apakah kau kuatir beberapa kerat
tulangku yang sudah lapuk ini tidak tahan pukul" Ah, tidak
apa, aku justru ingin melemaskan otot, silakan menonton di
samping saja, Kim-laute," seru Tiong Tiang-thong dengan
tertawa sambil melompat ke depan Auwyang Kian, lalu
berkata pula, "Kau sudah berkelahi lebih dulu, tapi umurku
lebih tua darimu, tentunya kau takkan mengatakan aku
menarik keuntungan darimu."
Auwyang Kian tahu bila Kim Tiok-liu memakai Hian-tiatpokiam
tentu dirinya tak bisa menang kalau sekarang si
pengemis tua bangka yang sebelah kakinya sudah di ambang
liang kubur ini mau maju, mustahil sekarang dirinya bisa
dikalahkan seperti dahulu"
Yakin akan kemampuannya sendiri, dengan nada dingin
Auwyang Kian lantas berkata, "Pengemis tua, jika kau sendiri
yang ingin mencari mampus, terpaksa aku sempurnakan kau.
Cuma aku tidak ingin mencabut nyawamu, kau pernah
menghancurkan ilmu silat ayahku, maka aku hanya akan
menuntut balas dengan cara yang sama saja."
"Haha, aku sendiri memang sudah bosan hidup, maka
boleh kau berbuat sesukamu, hanya saja siapa yang
kecundang mesti tunggu dan lihat nanti," ujar Tiong Tiangthong
tertawa. Kim Tiok-liu cukup kenal watak si pengemis tua yang
kepala batu itu, apalagi dia bicara dengan penuh keyakinan,
terpaksa Tiok-liu mengalah.
Dalam pada itu Auwyang Kian sudah mulai menyerang
dengan pukulan-pukulan dahsyat, namun Tiong Tiang-thong
melayani dengan seenaknya. Ketika kedua tangan beradu,
mau tak mau kedua orang sama-sama terkejut.
Tadinya Auwyang Kian mengira Tiang-thong sudah tua
bangka, tak terduga tenaga pukulan pengemis tua itu ternyata
sangat lunak sehingga tenaga pukulan sendiri tidak dapat
memancarkan kekuatannya, baru sekarang ia tahu Tiong
Tiang-thong tua-tua keladi, makin tua makin sakti,
Lwekangnya jauh lebih lihai daripada tiga tahun yang lalu.
Sebaliknya Tiong Tiang-thong juga terkejut dan mengakui
kepandaian Auwyang Kian sudah jauh lebih maju daripada
dulu. Mungkin sekarang dirinya akan sukar mengalahkan dia.
Kim Tiok-liu tidak tahu Tiong Tiang-thong telah
menggunakan segenap kekuatannya, ia merasa kagum
melihat cara bertempur pengemis tua itu yang seenaknya
saja, maka ia tidak merasa kuatir lagi bagi Tiong Tiang-thong,
dilihatnya Hong Tju-tjiau sedang memandang ke arahnya
seperti ingin bicara apa-apa padanya.
Selagi Tiok-liu bermaksud mendekati dan mengajak bicara,
tiba-tiba laki-laki she Boh tadi telah berada di depannya.
Karena bermaksud berkenalan dengan dia, segera Tiok-liu
mendahului memberi salam dan berkata, "Kepandaian tuan
sungguh amat tinggi, Siaute teramat kagum, entah ada
petunjuk apakah?"
"Ah, hanya bicara saja kan gampang, kalau bertempur
sungguhan mungkin aku bukan tandinganmu," sahut orang
she Boh itu. "Entah Kim-laute masih berminat buat
melemaskan otot lagi dengan aku atau tidak?"
Kim Tiok-liu melenggong, baru sekarang ia tahu bahwa
orang ternyata ingin menjajalnya, diam-diam ia mendongkol.
Dasar sifat Tiok-liu memang angkuh, meski sekarang dia
cukup lelah tapi ia tidak mau dipandang rendah, segera ia
menjawab, "Sudah lama kudengar ilmu silat Hu-siang-to tiada
bandingannya, kalau sekarang ada kesempatan buat
membuktikannya, kebetulan bagiku bila tuan sudi memberi
petunjuk sejurus dua."
"Kim-siauhiap tidak perlu sungkan, yang jelas ayahmu
terkenal sebagai tokoh nomor satu pada zaman ini, maka
secara sembrono aku ingin berkenalan dengan Kiam-hoat
keluargamu yang termashur itu," sahut orang she Boh.
Tiok-liu menduga kepandaian orang ini tentu jauh di atas
Auwyang Kian, maka tanpa sungkan ia lantas mengeluarkan
Hian-tiat-pokiam, katanya, "Jika begitu terpaksa aku menurut
saja, silakan keluarkan senjata."
Orang she Boh itu menggoyang-goyang kipasnya dan
berkata, "Kim-siauhiap sudah bertempur dua babak,
sedangkan kita hanya sekadar belajar kenal saja, maka aku
tidak boleh mengambil keuntungan darimu. Biarlah aku
memakai kipas mi menyambut beberapa jurusmu, harap Kimsiauhiap
jangan salah paham dengan maksudku."
Semula Kim Tiok-liu memang mendongkol karena merasa
dihina, tapi orang sudah mendahului bicara demikian, terpaksa
ia tidak bisa menolak, katanya, "Baik, silakan mulai!"
"Tamu harus menghormati tuan rumah, silakan Kimsiauhiap
lebih dulu," sahut orang she Boh.
Watak Kim Tiok-liu memang tidak suka bertele-tele, segera
ia mendahului menusuk ke depan, cepat orang itu
menggunakan kipasnya untuk menekan batang pedang
sehingga Hian-tiat-pokiam yang beratnya ratusan kati itu
tertolak ke samping.
Kim Tiok-liu terkejut, segera ia mengganti serangan,
pedang berputar terus menahas pergelangan lawan.
"Bagus!" seru orang itu sambil mengegos, kipasnya lantas
menusuk 'Ih-gi-hiat' di dada Kim Tiok-liu, ternyata yang
digunakan juga satu jurus ilmu pedang yang sangat bagus.
Serangan orang itu memaksa Kim Tiok-liu harus
menyelamatkan diri lebih dulu, mau tak mau Tiok-liu berseru
memuji kehebatan tipu serangan lawan. Diam-diam ia merasa
malu pula, dirinya memakai Hian-tiat-pokiam, tapi ternyata
tidak mampu mengatasi senjata lawan yang cuma berupa
sebuah kipas saja.
Sebaliknya orang she Boh itupun kagum terhadap Kim Tiokliu,
mestinya ia berniat mencari Kim Si-ih bertanding dengan
dia, tapi sekarang putera Kim Si-ih yang diketemukan lebih
dulu, puteranya saja sedemikian lihai apalagi ayahnya
Begitulah kedua orang bertempur dengan hati-hati dan
tidak mau kalah. Kipas orang she Boh itu dimainkan
sedemikian hebat dalam bentuk macam-macam senjata tapi
tetap sukar menembus pertahanan Kim Tiok-liu yang rapat itu.
Sedang pertandingan itu berlangsung dengan seru, tibatiba
terdengar suara seorang tua berseru, "Siapakah yang
berani main gila di sini" Ah, kiranya Tiong-pangtju! Eh, bocah
itu adalah Auwyang Kian!"
Menyusul suara seorang nyaring berseru, "Lekas kemari,
Kang-tayhiap, mungkin Tiok-liu bukan tandingan orang ini!"
Kiranya Kongsun Hong, Su Ang-ing dan Kang Hay-thian
datang bersama yang menarik bagi Kongsun Hong adalah
partai Tiong Tiang-thong melawan Auwyang Kian, sebaliknya
yang [diperhatikan Su Ang-ing dengan sendirinya adalah Kim
Tiok-liu. Waktu Kongsun Hong berpaling ke arah Kim Tiok-liu, ia
penjadi terkejut dan berkata kepada Kang Hay-thian,
"Siapakah orang ini" Sungguh hebat! Tampaknya umurnya
baru tiga puluhan saja pada waktu aku berusia sekian
mungkin aku tidak ampu menandingi dia"
Kang Hay-thian juga merasa heran akan jago yang tak
ikenalnya ini, katanya, "Entah dari aliran manakah ilmu silat
orang ini, tapi tampaknya dia tidak berniat jahat. Biarlah kita
menonton saja untuk menghindarkan salah paham."
Kongsun Hong mengiakan, tapi lantas berkata pula,
"Namun Auwyang Kian itu tampaknya hendak mengadu jiwa
dengan Tiong-pangtju, untuk itu kita tidak bisa tinggal diam."
"Hahaha!" mendadak Tiang-thong bergelak tertawa.
"Pengemis tua sedang bermain-main dengan anak kecil ini,
Kong-sun-laute, hendaklah kau jangan ikut campur!"
Saat itu dia sudah ratusan jurus bertempur dengan
Auwyang Kian, dan keadaan kedua pihak masih sama kuat.
Tenaga Tiang-thong mulai surut, tetapi Lui-sin-tjiang yang
dimainkan Auwyang Kian juga sangat memakan tenaga, lamalama
ia pun merasa payah.
Walaupun Kongsun Hong dan Kang Hay-thian hanya
menonton saja, tapi Auwyang Kian yang merasa gugup
melihat kedatangan mereka. Di tengah pertarungan sengit itu
sekonyong-konyong Tiong Tiang-thong menggertak, "Pergi!"
Terdengar suara keras tangan beradu, Auwyang Kian
mencelat pergi beberapa meter jauhnya, lalu Tiang-thong
menjengek, "Pergilah berlatih lagi sepuluh tahun baru mencari
padaku pula, tapi sepuluh tahun kemudian mungkin pengemis
tua sudah pulang ke dunia nirwana Semoga kau bisa
memahami maksud baikku ini, hendaklah kelak kau menjadi
orang baik-baik."
Kiranya Tiong Tiang-thong menggunakan 'Kun-goan-it-kikang'
untuk memecahkan Lui-sin-tjiang musuh, walaupun ilmu
Auwyang Kian tidak menjadi punah tapi untuk memulihkan
ilmu pukulan Lui-sin-tjiang itu sedikitnya diperlukan waktu 10
tahun. Mana Auwyang Kian berani bicara lagi, pada saat terpental
tadi ia terus berjumpalitan lebih jauh, lalu melarikan diri.
Melihat kekalahan Auwyang Kian itu, terdengar Hong Tjutjiau
berseru kaget sambil termangu-mangu memandangi
larinya Auwyang Kian, entah apa maksudnya, agaknya dia
serba susah, tapi tidak ikut berlari pergi.
"Kang-tayhiap, Kongsun-laute, untung kalian datang
sehingga keparat Auwyang Kian itu ketakutan sendiri.
Sesungguhnya kalau dia tidak gugup rasanya sukar untuk
mengalahkan-nya" demikian kata Tiong Tiang-thong
kemudian. "Pengemis tua kau benar-benar tua-tua jahe, makin tua
makin pedas, sungguh aku sangat kagum. Kenapa kau tidak
memunahkan ilmu silatnya agar tidak mendatangkan bahaya
di kemudian hari?" kata Kongsun Hong.
"Ah, jangan Kongsun-laute memoles emas di mukaku,
sedangkan sebelah kakiku sudah menginjak liang kubur
masakah aku ada harganya untuk dikagumi segala?" sahut
Tiong Tiang-thong dengan tertawa. "Tentang Auwyang Kian
itu, dia hanya ingin menuntut balas bagi bapaknya pribadinya
sih tidak begitu jahat. Aku sudah memunahkan ilmu silat
ayahnya maka aku tidak ingin menghabisi kedua-duanya
kuberi dia waktu sepuluh tahun agar ia punya kesempatan
memperbaiki diri"
Dalam pada itu Hong Tju-tjiau mendekat, ia memandang
Tiong Tiang-thong dan Kang Hay-thian pula dengan air muka
sebentar pucat sebentar merah, seperti mau bicara, tetapi
tidak jadi. "Eh, kiranya kau pun berada di sini, Hong Tju-tjiau," tegur
Tiong Tiang-thong. "Apa yang hendak kau katakan?"
"Aku.....aku ingin.....ingin bicara dengan Kang-tayhiap....."
sahut Hong Tju-tjiau dengan gelagapan.
"Mau bicara apa lekas katakan!" bentak pula Tiong Tiangthong.
Karena digertak, Hong Tju-tjiau bertambah mengkeret dan
sukar bicara. Pada saat itulah terdengar Su Ang-ing bersuara heran,
ketika Kang Hay-thian menoleh, dilihatnya Kim Tiok-iiu sedang
menahas dengan pedangnya sebaliknya orang she Boh sedang
menggunakan kipasnya untuk menekan batang pedangnya
dan bergeser ke samping. Kim Tiok-iiu seperti bermaksud
menarik kembali pedangnya untuk berganti jurus serangan
lagi, tapi pedangnya sukar ditarik, kipas orang itupun lengket
di atas pedang dan tak bisa diangkat.
Begitulah kedua orang mengadu Lwekang, keduanya samasama
berdiri tegak bagai patung, lama-lama dari ubun-ubun
mereka mengepulkan kabut tipis.
Melihat keadaan demikian, Kang Hay-thian berkata,
"Baiklah, nanti sebentar lagi kau bicara, Hong Tju-tjiau."
Kemudian ia memasuki kalangan pertandingan dan berkata,
"Kalian sukar menentukan kalah dan menang, sebaiknya
berhenti sampai di sini saja." Sembari berkata pelahan-lahan
ia menyentik sekali di atas Hian-tiat-pokiam.
Seketika kedua orang merasa tangan masing-masing
tergetar, Hian-tiat-pokiam tergeser dan kipas orang she Boh
juga dapat ditarik kembali. Kedua orang sama-sama melompat
mundur. Melihat dengan sekali menyentik saja Kang Hay-thian
sudah dapat memisahkan mereka, betapapun orang she Boh
itu merasa malu dan berterima kasih, pikirnya, "Murid Kim Siih
saja sudah begitu lihai, berdasar kepandaian apa aku berani
menantang dia"
Maka cepat ia melempit kipasnya dan memberi hormat
kepada Kang Hay-thian, katanya, "Ilmu Kang-tayhiap yang
maha sakti sungguh sangat mengagumkan!"
"Boh-siansihg ini adalah ahli waris Hu-siang-to," Tiok-liu
memberitahu. Kang Hay-thian terkejut, cepat ia membalas hormat orang
dan menjawab, "Ilmu silat golongan kalian sudah termashur
sejak ribuan tahun yang lampau, kukira sudah putus turunan,
tidak terduga hari ini dapat menyaksikan kembali ilmu sakti
kalian, sungguh tidak bernama kosong."
Dengan bergelak tertawa Kongsun Hong juga melangkah
maju katanya, "Ilmu silat aliran Hu-siang-to muncul kembali di
wilayah Tionggoan, ini benar-benar suatu kejadian baik bagi
dunia persilatan. Hanya ada sesuatu yang membingungkan
aku, entah mengapa Boh-siansing bisa berada bersama
Auwyang Kian, jangan-jangan Boh-siansing belum tahu asalusulnya?"
Sekarang Kim Tiok-liu ikut bicara pula dan minta
keterangan nama orang she Boh itu.
"Aku bernama Boh Tjong-tiu," kata orang itu. "Tentang
perkenalanku dengan Auwyang Kian agak panjang kalau
diceritakan dan ada sedikit sangkut pautnya juga dengan
Kang-tayhiap, biarlah aku mulai dulu dengan maksud tujuan


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedatanganku ke Tionggoan sini."
Memangnya Kang Hay-thian dan lain-lain sangat ingin
mengetahui asal-usulnya, maka serentak mereka menyambut
dengan gembira.
"Leluhurku tidak banyak menerima anak murid," demikian
Boh Tjong-tiu memulai. "Tetapi setelah ribuan tahun lamanya,
akhirnya anak muridnya terbagi juga dalam tiga cabang. Husiang-
to sudah lama dijajah kawanan bajak (orang Jepang
pada I waktu itu), maka keturunan keluarga Boh kami banyak
yang mengasingkan diri dan tidak berani menonjol di dunia
ramai, dengan sendirinya ilmu silat keluarga kami menjadi
terpendam pula, setahuku paling-paling tinggal dua-tiga
bagian saja ilmu silat leluhur kami yang masih dapat
dipertahankan, jago-jagonya juga dapat dihitung dengan jari.
Karena tersebarnya keturunan keluar-ga Boh kami, maka
sekarang biarpun berhadapan juga aku tidak kenal kepada
sanak keluarga sendiri."
"Kiranya demikian, pantas ayahku tidak menemukan
keturunan keluarga Boh ketika beliau mencarinya ke Hu-siangto,"
pikir Kim Tiok-liu.
Sementara itu Boh Tjong-tiu lagi meneruskan ceritanya, "Di
antara ketiga cabang ilmu silat keluarga Boh kami, dua cagbang
yang lain entah tinggal dimana dan bagaimana
perkembangannya sama sekali aku tidak tahu. Hanya aku
mempunyai cita-cita akan menjelajahi seluruh pelosok negeri
ini untuk men-bari orang-orang sesama perguruan, kuharap
akan dapat meng-Rimpun kembali ilmu silat yang telah
tercecer dan memulihkannya seperti sediakala."
"Kiranya dia bermaksud membuka cabang dan mendirikan
aliran, besar juga ambisinya," pikir Kongsun Hong.
"Aku telah mencari sesama perguruan di segenap pulaupulau
pantai, walaupun tidak sama sekali gagal, tapi hasilnya
juga cuma sedikit," demikian Boh Tjong-tiu melanjutkan.
"Kupikir setelah ribuan tahun ini, tentu ada sebagian sesama
perguruan pulang ke Tionggoan, maka timbul juga pikiranku
untuk datang ke sini mencari teman seperguruan. Nama
gurumu, Kim-tayhiap, yang termashur sudah tentu kudengar
juga. Kim-tayhiap mempunyai pergaulan sangat luas, sebab
itu pernah juga kudatang ke pulau kediaman Kim-tayhiap, tapi
sayang kebetulan beliau tidak berada di tempat sehingga tidak
bertemu." "Bilakah Boh-siansing mencari ayahku?" tanya Kim Tiok-liu.
"Kira-kira setengah tahun yang lalu," sahut Boh Tjong-tiu.
"Lantaran tidak ketemu ayahmu, barulah timbul pikiranku,
untuk datang ke Tionggoan sini."
Diam-diam Kim Tiok-liu membatin, "Ayah pernah
mengatakan ingin melakukan perjalanan ke Tionggoan sini,
jangan-jangan sekarang beliau sudah datang?"
Maka ia lantas bertanya pula, "Jika demikian apakah Bohsiansing
bertemu dengan paman Ki" Apakah beliau tidak
mem-beritahu kemana ayahku pergi?"
"Sungguh sayang, Ki Hiau-hong, Ki-lotjianpwe sudah
meninggal dunia, di pulau itu aku tidak menemukan siapasiapa,
hanya batu nisan Ki-lotjianpwe yang dibangun ayahmu
itulah yang kulihat."
"Hah, Ki-lotjianpwe sudah meninggal?" seru Tiok-liu kaget.
Ki Hiau-hong adalah seorang maling sakti budiman, pada
masa tua ia merasa bosan akan kehidupannya di dunia
Kangouw itu, maka ia mencari Kim Si-ih dan tinggal di pulau
terpencil bersama sobat lamanya itu. Meski usia Ki Hiau-hong
jauh lebih tua, tapi Kim Tiok-liu paling senang bergaul dengan
dia. Teringat kepada kakek yang setiap hari diajak bermain
itu, Kim Tiok-liu merasa sedih juga atas wafatnya.
"Karena tidak bertemu ayahmu," demikian Boh Tjong-tiu
menyambung. "Pada waktu pulang, di suatu pulau kecil yang
indah permai aku memergoki seorang tokoh, meski ilmu
silatnya belum tentu mampu menandingi ayahmu dan Kangtayhiap,
tapi pergaulanku dengan dia boleh dikata pengalaman
aneh." Kongsun Hong menjadi heran, siapakah tokoh di zaman ini
yang pantas dikagumi selain Kim Si-ih dan Kang Hay-thian.
Sebaliknya Tiong Tiang-thong seperti teringat kepada
seseorang, tiba-tiba ia berseru, "He, apakah orang kosen yang
kau ketemukan itu she Yap."
"Benar," sahut Boh Tjong-tiu. "Beliau she Yap bernama
Tiong-siau."
"O, kiranya dia," baru sekarang Kongsun Hong maklum.
Seperti diketahui, Yap Tiong-siau adalah putera mahkota
sebuah kerajaan kecil di daerah barat (Tibet). Dia sengaja
menyerahkan takhta kepada adiknya, lalu menyingkir keluar
lautan. Kok Tiong-lian, isteri Kang Hay-thian adalah adik
perempuan Yap Tiong-siau, Yap Boh-hoa, murid utama Kang
Hay-thian juga putera Yap Tiong-siau.
"Selama tiga hari aku bertukar pikiran tentang ilmu silat
dengan Yap-totju di sana Ketika beliau mengetahui aku akan
pulang ke daratan, aku diminta melakukan dua hal. Pertama
disuruh menyambangi Kang-tayhiap yang dikatakan sebagai
iparnya." "Kudengar Yap-toako mau pulang kemari, entah mengapa
sampai sekarang dia belum datang," ujar Hay-thian dengan
girang. "Beliau sekarang lagi asyik meyakinkan Pan-yak-tjiang-hoat
yang paling tinggi, setelah selesai barulah beliau berangkat,"
kata Boh Tjong-tiu. "Dan urusan kedua pesan Yap-totju itu
adalah permintaan nyonya Yap-totju. Nyonya Yap ingin
mengetahui berita sanak keluarganya makanya aku mencari
Auw yang Kian."
Isteri Yap Tiong-siau, Auwyang Wan, adalah keponakan
Auwyang Pek-ho, jadi terhitung kakak perempuan Auwyang
Kian. Waktu Auwyang Wan menikah, Auwyang Kian sendiri
masih ingusan. Lantaran perjodohan Yap Tiong-siau dan
Auwyang Wan terjadi di luar izin orang tua mereka boleh
dikala putus hubungan dengan keluarga Auwyang, maka tidak
heran jika Auwyang Wan ingin sekali mengetahui seluk-beluk
sanak keluarganya yang tinggal Auwyang Kian seorang saja
itu. "Mestinya aku ingin menyambangi Kang-tayhiap dulu,"
tutur Boh Tjong-tiu pula. "Tapi kabarnya Kang-tayhiap sudah
berangkat ke Siau-kim-djwan, terpaksa aku mencari Auwyang
Kian lebih dulu. Aku cuma tahu Auwyang Kian mempunyai
hubungan dengan keluarga Yap-totju, tentang bagaimana
pribadinya memang aku tidak tahu."
"Kau ingin menemui Suhengku kan sangat mudah, kenapa
tidak kau katakan sejak tadi," ujar Tiok-liu tertawa.
"Auwyang Kian mengajak aku mencari Yang Go, katanya
Yang Go paling paham akan semua tokoh-tokoh persilatan,
lantaran kurang pengalaman aku hanya menurut saja dan ikut
ke sini. Sampai di sini, setelah menyaksikan kejadian-kejadian
tadi barulah aku mengetahui bagaimana duduk perkaranya
tapi betapapun aku adalah tamu Auwyang Kian, aku tidak bisa
membikin susah padanya maka terpaksa aku ikut berangkat
lagi dengan dia kupikir kelak akan kujumpai Kang-tayhiap
sendirian, tidak terduga Kim-siauhiap mengikuti jejak kami
sehingga terjadilah seperti sekarang ini."
"Pertemuan ini sungguh sangat menggembirakan," ujar
Kang Hay-thian dengan tertawa "Bilamana Boh-siansing tidak
menolak, marilah mampir dulu ke tempat kami agar bisa
berca-kap lebih asyik."
"Agaknya kalian ada urusan penting yang harus
dirundingkan, maka biarlah aku mohon diri saja," kata Boh
Tjong-tiu. "Baiklah, jika Boh-siansing masih ada urusan lain, maka aku
pun tidak menahan lebih jauh," kata Hay-thian. "Semoga citacitamu
lekas terkabul sehingga dunia persilatan akan
bertambah jaya. Sampai bertemu lagi."
Hong Tju-tjiau ikut menyaksikan keberangkatan Boh Tjongtiu
dengan rasa gelisah, tampaknya dia ada pikiran apa-apa
yang berat dan belum sempat diucapkan.
"Baiklah sekarang giliranmu Hong Tju-tjiau, kalau mau
kentut lekas hembuskan," kata Kongsun Hong.
"Ya memang Tjayhe mau bicara sedikit dengan Kangtayhiap
dan Kim-siauhiap, hanya entah kalian sudi memaafkan
aku tidak," kata Hong Tju-tjiau dengan muka merah. Dan
sampai sekian lamanya ia tergagap-gagap tidak bisa bicara
lagi sambil memandangi Kim Tiok-liu.
"O, barangkali kau masih harus mengucapkan terima kasih
kepada comblang seperti aku ini," kata Tiok-liu dengan
tertawa "Ai, dasar hamba ini memang berotak udang, pernah punya
pikiran jahat akan memperalat anak perempuanku demi
kepentingan diriku sehingga mengingkari maksud baik Kimsiauhiap,"
kata Hong Tju-tjiau dengan menyesal.
"Sesungguhnya hamba malu untuk bertemu dengan Kimsiauhiap
dan juga tidak punya muka buat menjumpai lagi anak
perempuanku sendiri. Cuma aku sangat ingin tahu keadaan
anak perempuanku itu, dapatkah kiranya Kim-siauhiap
memberi keterangan?"
"Jika demikian, kau telah setuju perjodohan anak
perempuanmu dengan Tjin Goan-ko?" tanya Kim Tiok-liu.
"Tjin-siauhiap adalah murid Bu-tong-pay yang termashur,
aku kuatir dia yang tidak sudi mempunyai mertua seperti
diriku ini," sahut Hong Tju-tjiau.
"Asalkan kau mau insyaf akan kesalahanmu, maka sebagai
comblang aku akan menyuruh menantumu itu mengakui kau
sebagai bapak mertua" kata Tiok-liu dengan tertawa. "Mereka
sekarang berada di Tay-liang-san, semuanya baik-baik, kau
tidak perlu kuatir."
"Berkali-kali Kim-siauhiap menanam budi padaku, sungguh
aku tidak tahu cara bagaimana membalasnya," kata Hong Tjutjiau
dengan girang-girang cemas, tampak sekali dia masih
ada sesuatu urusan yang membuatnya tidak tenteram.
"Bukankah kau bilang ada urusan yang akan dibicarakan
dengan Suhengku," tanya Kim Tiok-liu.
"Ya, Kang-tayhiap, ada.....ada sesuatu urusan aku merasa
berdosa padamu," kata Tju-tjiau dengan tergagap-gagap.
Kang Hay-thian menjadi tidak paham akan maksud orang,
katanya, "Segala urusan aku sudah memaafkan kau."
"Ti.....tidak, yang kumaksudkan ada sesuatu yang sedang
berlangsung, hal ini harus kuceritakan padamu," kata Tjutjiau.
"Baiklah, boleh kau katakan sekarang," sahut Hay-thian.
"Keberangkatanku dari kotaraja sekali ini dengan membawa
perintah Sat Hok-ting agar aku mencelakai anggota
keluargamu," tutur Tju-tjiau.
"Haha, rupanya Sat Hok-ting sedemikian tinggi menilai
dirimu!" seru Tiok-liu dengan tertawa
Maklumlah, istri Kang Hay-thian adalah ketua Bin-san-pay,
biarpun ilmu silatnya tidak sehebat Kang Hay-thian juga dapat
ditonjolkan sebagai seorang di antara sepuluh tokoh
terkemuka pada zaman ini, jangankan cuma seorang Hong
Tju-tjiau, 20 orang Hong Tju-tjiau juga bukan tandingannya.
Keruan muka Hong Tju-tjiau menjadi merah, katanya
"Sudah tentu Sat Hok-ting tidak menugaskan aku sendirian,
dia hanya menyuruh aku menjadi pembantu Auwyang Kian."
"Menyuruhmu menjadi pembantu Auwyang Kian?" Kongsun
Hong menegas dengan melengak. "O, jadi keparat itu
telah mengekor kepada kerajaan. Tiong-pangtju, jadi tadi kau
salah mengampuni orang jahat." Dalam hati ia membatin,
pantas ketika Auwyang Kian pergi tadi tampak Hong Tju-tjiau
seperti mau bicara sesuatu tapi urung.
Maka Tiong Tiang-thong menjawab, "Untuk bisa
menandingi Kang-hudjin kukira keparat Auwyang Kian itu
masih jauh daripada mampu."
"Apakah kau maksudkan ada orang kosen yang lain lagi?"
tanya Kang Hay-thian kepada Hong Tju-tjiau sesudah
merenung sejenak.
"Selain Bun To-tjeng dan Yang Go berdua dari manakah Sat
Hok-ting mendapatkan orang kosen lagi?" ujar Tiok-liu.
"Dunia tidak seluas daun kelor, orang kosen dimana-mana
selalu ada" kata Hay-thian. "Seperti Boh Tjong-tiu tadi kan
juga seorang kosen yang terkenal?"
Wajah Tiok-liu menjadi merah dan tidak bicara lagi.
"Tepat ucapan Kang-tayhiap tadi, memang betul ada orang
kosen lain lagi yang ditugaskan Sat Hok-ting," kata Hong Tjutjiau.
"Siapakah orang kosen itu?" tanya Tiok-liu. "Aku tidak tahu,
tapi bisa jadi ialah Boh Tjong-tiu," sahut Tju-tjiau.
Semua orang terkesiap oleh kata-kata Hong Tju-tjiau ini.
"Kukira bukan dia" ujar Kang Hay-thian. "Tadi dia
menceritakan sebab musabab pergaulannya dengan Auwyang
Kian, kulihat ia pun tidak mirip orang licik dan jahat."
"Tetapi manusia palsu tidaklah sedikit terdapat di dunia
Kangouw," kata Kongsun Hong.
"Betul juga tapi sementara ini tak perlu kita meraba-raba
tidak keruan, dengarkan dulu uraian Hong Tju-tjiau," kata
Tiong Tiang-thong.
Tergerak hati Hay-thian, ia merasa nada ucapan Tiongpangtju
itu seperti ada sesuatu yang diketahuinya lebih dulu.
Maka Hong Tju-tjiau lantas melanjutkan, "Kejadiannya
begini. Ketika Bun To-tjeng lari dari Sedjiang, berita yang dia
sampaikan ke kotaraja adalah Kang-tayhiap beserta anak
muridnya semua berada di Siau-kim-djwan serta Sedjiang,
mendengar laporan itu Sat Hok-ting merasa ada kesempatan
bagus untuk membalas sakit hati kerajaan dari kejadian
seratus tahun yang lalu."
Su Ang-ing merasa bingung, tanyanya "Untuk mencelakai
keluarga Kang-tayhiap kenapa Sat Hok-ting memakai alasan
yang tak keruan juntrungannya itu?"
"Sat Hok-ting memang bukannya tidak beralasan," kata
Tiok-liu dengan tertawa. "Aku pernah mendengar cerita dari
ayahku, bahwasanya cikal bakal Bin-san-pay, Tok-pi Sin-ni,
ialah puteri kerajaan Beng, rahasia ini sudah lama diketahui
ke-rajaan Boandjing, hanya saja tidak berani disiarkan,
kemudian Kaisar Yong-tjing terbunuh oleh Lu Si-nio, murid
Tok-pi Sin-ni, sudah tentu kerajaan Boandjing lebih sakit hati
kepada Bin-san-pay. Terbunuhnya Kaisar merupakan peristiwa
yang memalukan bagi keluarga kerajaan, maka selama itu
tetap dirahasiakan. Hanya secara diam-diam mereka berusaha
menuntut balas dan untuk itu terpaksa tidak bisa
mengerahkan kekuatan secara terang-terangan. Selama
ratusan tahun seringkah pihak kerajaan mengirim jago-jago
kosen untuk membunuh tokoh-tokoh Bin-san-pay, tapi selalu


Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gagal di tengah jalan. Lu Si-nio adalah ketua Bin-san-pau
angkatan kedua, ibuku adalah ketua angkatan ketiga, mereka
adalah buronan kerajaan yang selalu diincar sehingga banyak
bahaya yang mereka alami selama hidup. Sekarang isteri
Kang-suhengku adalah ketua Bin-san-pay angkatan keempat,
beliau tetap dipandang sebagai musuh kerajaan, maka
tidaklah mengherankan jikalau Sat Hok-ting bermaksud
membikin susah padanya."
"Semula Sat Hok-ting seperti mau menugaskan urusan ini
kepada Bun To-tjeng, tapi kemudian karena Bun To-tjeng
tampak kurang waras lantaran latihan Sam-siang-sin-kang
mengalami Tjau-hwe-djip-mo, maka terpaksa Sat Hok-ting
mengangkat jago yang lain. Sayang siapa jago pilihannya
sampai saat ini aku tidak mengetahui. Yang jelas tugasku
adalah bergabung dengan Yang Go di Tji-Iay-san sini dan
menjadi pembantu Auw-yang Kian. Adapun terpakainya
Auwyang Kian oleh Sat Hok-ting adalah karena dia
menyanggupi akan mengundang jago kosen yang mampu
menandingi Kang-tayhiap. Bisa jadi Auwyang Kian telah
menyebut nama orang kosen yang dia andalkan kepada Sat
Petualang Asmara 23 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Pedang Darah Bunga Iblis 4
^