Pencarian

Persekutuan Pedang Sakti 6

Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong Bagian 6


Kekuatan serangan yang terkandung dalam pukulan ini betul betul luar biasa. terdengar angin pukulan menderu deru. ketika menyapu diatas batu cadas itu kaki didepan sana. bagaikan dilanda sapu baja saja, segulung debu dan pasir segera beterbangan diangkasa.
Bagi kakek Ou yang bertenaga sempurna pun merasa sukar untuk menarik kembali serangannya, apalagi bagi Wi Tiong hong yang tenaga dalamnya jelas masih sangat jauh darinya, bagaimana mungkin bisa untuk menahan diri"
"Blaaamm." Tak ampun lagi serangan tersebut bersarang telak diaias bahu kanan kakek Ou
Padahal kakek Ou yang berusaha memunahkan serangan Itu, ketika mengenainya sasaran yang kosong, hal tersebut membuat tubuhnya tanpa terasa gontai kearah sebelah kiri.
Kini setelah termakan oleh pukulan Wi Tiong hong yang menghantam bahu kanannya, betul ia sudah mengerahkan hawa murninya untuk menahan serangan tersebut, toh tak kakinya mundur juga berapa langkah ke kiri dengan sempoyongan.
Pukulan yang dilontarkan oleh Wi Tiong hong tadi sudah menggunakan tenaga yang cukup kuat, tapi kakinya toh belum juga dapat menahan diri, sehingga badannya kembali menubruk kedepan.
Ditambah pula tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan, alhasil serangan itu segera menghantam badan belakang kalek Ou lagi.
Disinilah letak keanehan, kalau hanya telapak tangan tanan yang tidak dapat ditebas serargannya, itu masih bisa diterima, tapi kalau sampai telapak tangan kiri pun tak bisa ditahan. ini baru lucu namanya.
Bstapa pun hebatnya ilmu silat yang di-miliki kakek Ou setelah tubuhnya berulang kali menerima pukulan dari Wi Tiong hong, apaiagi dalam keadaan sama sekali tak siap diterjang pula oleh Wi Tiong hong dengan pukulan tangan kiri yang kuat ia menjadi keok juga dibuatnya.
"Blaaamm !"
Panglima sakti berlengan sakti berlengan emas yang tinggi besar itu tergetar sampai mencelat ke belakang, kemudian setelah berjumpalitan heberapa kali, tubuhnya terjatuh ke dalam jurang disisi kiri puncak bukit itu.
Tampaknya Wi Tiong hong seperti tidak sengaja dengan perbuatannya itu, melihat kakek Ou terjatuh kedalam jurang, ia segera menjerit kaget"
"Kakek Ou.. kakek Ou.. Seluruh bukit segera dipenuhi dengan gema suara teriakannya yang amat keras itu:
"Kakek Ou. kakek Ou.."
Tapi Kakek Ou yang terjatuh kedalam jurang
mengetahuinya dengan jelas apa yang telah terjadi. diam diam pekiknya,
"Bjcah keparat. jelas kau telah menyerangku dengan jarum dibalik telapak tangan.
oooodwoooo Tam See hoa yang menyaksikan seluruh tubuh Wi Tiong hong menjadi dingin dan kaku menjadi terkejut bercampur gelisah.
Biarpan dia mengerti sedikit tentang cara
menyembuhkan Iuka luka kecil namun menghadapi penyakit parah yang menyerang tubuh Wi Tiong hong, untuk sejenak ia menjadi bingung dan kelabakan dibuatnya.
Mendadak dari kejauhan situ ia menyaksikan adanya sosok bayangan manusia sedang bergerak mendekat Sebagai jago kawakan dari dunia persilatan. Tam See boa mempunyai pengalaman yang cukup luas, dalam sekilas pandangan saja ia sudah melihat kalau pendatang memiliki kepandaian silat yang cukup tangguh.
Sebelum keadaan pendatang itu diketahui jelas sebagai kawan atau lawan. tentu saja dia tak ingin meninggalkan sedikit jejak pun ditempat tersebut.
Dengan cepat dibopongnya tubuh Wi Tiong hong, kemudian sambil menghimpun tenaga dalamnya dia melompat naik keatas pohon dan menyembunyikan diri dibalik rindangnya dedaunan.
Semua kejadian ini berlangsung didalam waktu singkat, baru saja ia selesai menyembunyikan diri, kedua sosok bayangan manusia itu sudah tiba didalam hutan.
Terdengar orang yang berada djdepan itu berkata.
"Sudah terang mereka kabur menuju kearah sibi. kenapa tidak ditemukan jejaknya?"
Begitu orang tersebut membuka suara. Tam See hoa jadi terperanjat. rupanya orang itu adalah Hian nomor tiga amal buah kiu tok kaucu.
Sementara hatinya baru tergerak. terdengar orang yang berada dibelakangnya telah menyahut:
"Malam sudah tiba, tentu saja mereka akan pergi mencan tsmpat pemondokan. masa mereka akan mcngendon ditempat seperti ini?"
Suara tersabut berasal dari Ui nomor empat, ini berarti kedua orang itu memang, berasal dari anak buah Kiu tok kaucu.
Tergerak hati Tam See hoa setelah menyaksikan kejadian itu. diam diam pikirnya:
"Jika didengar dari pembicaraan mereka, tampaknya kedua orang itu memang dltugaskan untuk menguntit kami berdua!"
Sementara itu terdengar Hian nomor tiga berkata lagi:
"Kaucu telah memperhitungkan dengan tepat bahwa racun hawa dingin yang mengeram ditubuh keparat she Wi itu pasti akan kambuh lagi tiga hari mendatang menjelang magrib kapankah perkataan yang tersebut diucapkan kaucu tidak tepat?"
0000OdwO0000 KETIKA TAM SEE HOA mendengar racun yane
mengeram ditubuh Wi Tiong hong ternyata adalah racun hawa dingin dari Kiu tok kaucu. hatinya menjadi sangat gusar. Tapi berhubung Wi Tiong hong sudab tak sadarkan diri dengan tnbuh dingin kaku sekarang. maka diapun tak berani terlampau menuruti napsu.
Terdengar Ui nomor empat berkata lagi: "Biarpun apa yang kau ucapkan benar, tapi bocah keparat she Wi pun
bukan manusia sembarangan, bayangkan saja betapa hebatnya dupa pemabuk dari kaucu.
"Bila seseorang tidak menghisap obat penawarnya lebih dulu, betapapun hebatnya kepandaian silat yang dimiliki, asal terendus sedikit saja niscaya dia akan tertidur pulas.
"Tapi dalam kenyataan, biarpun sudah memasuki pesanggrahan Cing sim siam ternyata keadaannya tetap sehat tanpa kekurangan sesuatu apapun.
"Bukan cuma begitu, malah dia masih mempunyai kemampuan untuk memaksa kaucu mengeluarkan obat penawar racunnya dan menyadarkan orang she Tam menurut perasaan siaute, mungkin saja racun hawa dingin itu belum tentu bisa mengapa apakan dia."
Biarpun dupa pemabuk sangat hebat, bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan penggaris kemala dingin" Bukankah kau perneh bilang, biarpun ada malaikat yang turunpun asal terkena penggaris kemala dingin itu, maka dia pasti akan terjatuh kembili dari atas kahyangan, apalagi bocah keparat she Wi itu bukan malaikat"
"Tapi kaucu toh tidak memukul bocab keparat she Wi itu secara langsung, ayo, aku dengar penggaris kemala dingin milik kaucu telah ditembusi beberapa lubang oleh keparat itu?"
Hian nomor tiga segera tertawa dingin,
"Kau dengar dari Huang nomor delapan?" serunya, tampaknya persoalan apapun dia beritahukan si budak cilik itu kepadamu. suatu kali dia nanti akan melanggar pantangan kawcu"
*Bu. bukan dia yang bilang" seru Huang nomor empat amat terperanjat.
"Kalau bukan dia lantas siapa lagi" tob tahu apa yang menyebarkan kematian dari Tee nomor dua?"
Berdiri semua bulu kuduk Ui nomor empat dia menjadi gelagapan saking kagetnya, kemudian setengah merengek katanya:
"Sam suheng, kumohon ingatlah hubungan persaudaraan kita dan jangan kau katakan dihadapan kaucu nanti"
Hian nomor tiga mendengus dingin
"Asal kalian tak akan menuruti lagi perkataan Thian nomor satu dikemudian baru tentu saja tak akan kusampaikan kepadanya"
"Baik. baik" sahut Ui nonor empat berulang kali,
"selanjutnya siaute pasti akan menuruti perintah sam suheng"
Hian nomor tiga kembali tertawa seram.
"Padahal antara aku dengan thian nomor satu sama sekali tidak terikat hubungan dendam atau permusuhan apa pun, aku hanya merasa dia kelewat sombong, dihari hari biasa. kecuali terhadap kaucu pada hakekatnya tak seorangpun yang dipandang sebelah mata olehnya.
"Hm. hm. Ang nomor tujuh si budak ingusan itu terayu oleh kata katanya yang manis dan mengira sebagai sungguhan, dia selalu berkeinginan untuk menjadi menantunya keluarga Lan di im lam. padahal mana mungkin bocah keparat itu bersungguh hati" Konon dia sudah bertunangan dengan adik misannya dari Lam hay bun"
"Kenapa ucapan semacam ini belum pernah kudengar dari Huan nomor delapan?" tanya Ui nomor empat.
"Sekembalinya dari sini nanti, tak ada salahnya bila kau sampaikan kata kataku ini kepada kekasih hatimu.
kemudian suruh dia menyampaikan hal tersebut kepada Ang nomor tujuh, cuma sudah barang tentu jangan kau katakan kalau mendengar dari mulutku"
Ui nomor empat segera mengiakan berulang kali"
"Siaute mengerti, akan siaute katakan bahwa berita tersebut siaute dengar dari berita yang tersiar didalam dunia persilatan"
"Bagus sekali, nah jangan samjai lupa" kata Hian nomor tiga seraya tertawa. ditepuk tepuknya bahu orang itu.
"Kalau cuma urusau sekecil ini, sudah pasti akan siaute kerjakan dengan sebaik baiknya"
"Kalau begitu mari kita segera berangkat, jangan sampai melupakan tugas utama kita"
Seusai berkata, kedua sosok bayaqgan manusia itu tergerak lagi meluncur kedepan.
Sepeninggal kedaa orang itu, Tam See hoa baru dapat menghembuskan napas lega pikirnya.
"Sebenarnya aku berniat membawa Wi tayhiap masuk kota dan mencari seorang tabib, tapi sekarang Hian nomor tiga dan Ui nomor empat telah menyusul kemari. bila tidak menemukan kami berdua niscaya dia akan melakukan pencarian didalam kota ditengah jalan sampai ketemu, waah... bisa berabe bilamana kalau mereka menemukanku aku tidak akan bisa menandingi serangan..."
Berpikir sampai disitu, dia lantas melepaskan ikat pinggannya dan meletakkan tubuh Wi Tiong hong diantara ranting ranting dengan dedaunan yang lebat. kemudian
mengikat tubuh pemuda tersebut dengan ikat pinggangnya sehingga tak mungkin jatuh ke bawah.
Selesai bekerja, ia baru melompaf turun dari pohon dan berangkat menuju ke kota.
Waktu itu kentongan pertama pun baru sampai, tiba disebuab kota. ia segera mencari berita dari orang. baru diketahui dalam kota tersebut berdiam seorang tabib kenamaaa yang bernama Thio Ki ban, ilmu pertabibsnnya sangat hebat.
Karena itu diapun mencari tahu alamat si tabib dan mendatangi rumah kediamannya. Thio Ki ban adalah seorang kakek yang berusia enam pulub tahunan, ketika melihat sikap Tam See hoa yang begitu gelisah, dia pun segera menegur.
"Apakah tuan hendak memeriksakan badan?"
"Apakab sianseng adalah Thio Ki ban ?" Tam See hoa balik bertanya.
Thio Ki ban segera menganguk.
"Ya. akulab orangnya"
Buru buru Tam See hoa menjura, ujarnya "Seorang sahabatku menderifa penyakit aneh karena itu, sengaja aku kemari untuk mohon pengobatanmu"
"Temanmu berada dimana sekarang?" tanya Thio Ki ban sambil menyambar peti obatnya.
"Didepan dusun situ, harap sianseng mengikutiku kesana
"Sudah tuan sispkan tandu untukku?"
Tam See hoa jadi tertegun, tapi cepat cepat dia mengangguk:
"Yaa, tandunya ada diluar"
"Baik" ujar Thio Ki ban kemudian sambil mengangguk,
"kalau begitu mari kita segera berangkat"
Tam See hoa berjalan dimuka, dengan cepat ia sudah tiba diluar pintu, menunggu Thio Ki ban telah melangkah keluar dan pintu rumahnya Tam See hoa segera menotoK
jalan dan bisiknya, Kemudian berbisik:
"Maaf sianseng, aku terpaksa mambuatmu menderita sebentar!"
Dengan mangempit tubuh Thio Ki ban, ia segera berlarian keluar dusun dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna.
Tak selang berapa saat kemudian, mereka sudah sampai ditempat semula, cepat cepat orang tua itu diturunkan dan ditepuk bebas jalan darahnya yang tertoiok.
Thio Ki ban ini menghembuskan napas panjang, ia makin terkejut setelah mengetahui dirinya dilarikan keluar kota, serunya kemudian agak cemas"
"Hohan. apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku?"
"Tak usah kuatir tuan, seorang sahabatku sangat membutuhkan pengobataa tuan" kata Tam See hoa.
Selesai berkata dia segera melompat naik keatas pohon.
Pohon itu tingginya dua kaki lebih. melihat tamunya bisa melompat sedemikian tingginya, Thio Ki ban semakin terkejut lagi tanpa terasa ia berpikir
"Wah, tampak tampaknya aku telah bertemu dengan begal ulung pada malam ini!"
Tapi kalau didengar dari nada pembicaraan Tam See hoa, agaknya dia hanya bermaksud uotuk minta pertolongan guna menjobati rekannya tanpa disertai
maksud jahat, hal tersebut membuat perasaannya sedikit agak tenteram,
Dalam kegelapan malsm, ia saksikan di belakang pohon berbaring sesosok tubuh manusia.
Tho Ki ban segera mengira orang itulah yang hendak diperiksa, maka sebelum menanti permintaan dari Tam See hoa. dia sudah menuju kebelakang pohon, berjongkok dan memeriksa denyutan nadi orang itu...
Selang beberapa saat kemudian ia sudah menggeleng kepalanya berulang kali, ujarnya sambil mengangkat kepala.
"Sahabatmu sudah terkena racun jahat yang mulai bekerja. aku tak mampu untuk memunahkan racun sejahat itu."
Dalam pada itu, Tam See boa telah melepaskan ikatan tali pinggangnya dan melompat turun dari atas pohon sambil membopong tubuh Wi Tiong hong. ketika mendengar perkataan mana, ia pun bertanya dengan keheranan.
"Tuan kau toh belum memeriksa denyut nadinya, darimana bisa kau ketahui kalau tak tertolong lagi?"
"Sudah kuperiksa denyut nadinya"
"Eeh. lucu amat perkataanmu itu, orangnya saja masih kubopong, sejak kapan tuan memeriksa denyut nadinya?"
Thio Ki ban juga keheranan dibuatnya?"
"Lhoo. lantas bukan orang itu yang kau maksudkan?" dia balik bertanya.
Mtngikuti arah yang ditunjuk Tam See boa berpaling, benar juga, ia jumpai sesosok tubuh manusia sedang
berbaring dibelakang pohon, penemuan tersebut membuatnya sesaat keheranan.
"Aneh, siapa gerangan orang itu"* demikian ia berpikir.
Tapi ia ssgera membaringkan tubuh Wi Tiong hong keatas tanah lalu ujarnya:
"Tuan, cepat kau periksa denyut nadinya"
Thio Ki ban segera duduk barsila dan memegang pergelangan tangan Wi Tiong hong, namun kakek ini segera mcnjerit kaget:
"Ooooh.. dingin amat tangannya!"
"Sobatku ini terkena racun hawa dingin. coba tuan periksa dengan seksama apakah dia masih dapat ditolong?"
Thio Ki ban menempelkan ke tiga jari tangannya keatas nadi Wi Tiong hong, setelah diperiksa sesaat.katanya kemudian keheranan: "Sungguh aneh, nadinya masih berdenyut." Tam See hoa yang menjumpai si tabib itu sedang memejamkan mata sambil memeriksa denyut nadi Wi Tiong hong, ia tak berani mengusiknya. diam diam ia pun berjalan menuju kebelakang pohon dan msmeriksa bayangan manusia tadi.
Ternyeta orang yang-tergeletak disitu adalah seorang kakek beramtut putih, waktu itu matanya terpejam rapat, agaknya ia sudah jatuh tak sadarkan diri
Dari seluruh tubuh kakek berambut putih itu. ia tak berhasil menemukan sesuatu lukapun tapi keadaannya memang mirip sekali dengan orang yang sedang keracunan, tanpa terasa dia membalikkan tubuh sikakek Itu.
Setelah tubuhnya dibalik, baru terl bat ada nya setitik cahaya biru diatas babu kanan si kakek, sinar biru tersebut tampak jelas di bawah sinar rembulan.
Penemuan ini membuat perasaan Tam See hoa tergerak cepat cepat dia memeriksa lebih jauh.
Benar juga, dibalik bahu kakek itu dijumpai lagi tiga batang jarum lembut berwarna biru, sudah jelas jarum itu adalah jarum jarum terbang yang telah diolesi racun jahat.
Serta merta dia merobek secarik kain dan mencabut keluar ke tiga batang jarum tadi,
setiap jarum panjangnya cuma satu inci. semua seluruh badan jaram justru berwarna biru tua.
"Sekali lagi ia pun berpikir didalam hati,
"Benar beoar senjata rahasia yang amat beracun, cuma tidak banyak orang persilatan yang menggunakan jarum beracun..."
Baru saja dia hendak bangkit berdtri. mendadak ia jumpai kepalan tangan kanan kakek berambut putib itu seakas akan sedang menggenggam suatu benda. terdorong rasa ingin tahunya tanpa terasa ia mendekati lagi kakek itu serta dibuka genggamannya.
-oo0dw0oo- Jilid 11 Edit by Dewi KZ
TERNYATA BENDA YANG BERADA didalam
genggaman kakek berambut putih itu adalah sebuah botol kecil berwarna putih susu, ketika penutup botolnya dibuka isinya hanya berupa sebutir pil sebesar kacang hijau , Sebagai orang yang berpengalaman luas, dalam sekilas pandangan saja Tam See hoa sudah tahu kalau pil itu bisa jadi adalah obat penawar racun, agaknya dia sewaktu
mengeluarkan botol obat itu dan belum sempat menelan pil tersebut, racun yang mengeram dalam tubuhnya sudah mulai bekerja,
Berpikir sampai disini, tidak ambil perduli apakah kakek berambut putih itu masih bisa tertolong atau tidak, ia segera membuka mulut kakek itu serta menjejalkan pil tadi ke dalam mulutnya
Sebetulnya tindakan ini dilakukan tanpa suatu maksud tertentu suneguh tak di sangka justru karena perbuatannya yang tanpa sengaja ini, dia telah menyelamatkan selembar jiwa seorang tokoh sakti dan dunia persilatan.
Dalam pada itu terdengar Thio Ki ban menghembuskan napas panjang... cepat cepat Tam See hoa bertanya :
"Sianseng, apakah sahabatku ini masih bisa tertolong ?"
"Sulit... sulit ..." Thio Ki ban menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Jadi ia sudah tak tertolong lagi"'
Menghadapi desakan pertanyaan ini, Thio Ki ban menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal.
'Aku tidak mengatakan kalau sahabatmu itu sudah tak tertolong lagi, hanya saja kemampuan yang kumiliki sangat terbatas, aku tak bisa menolongnya "
"Sianseng amat termashur sebagai seorang tabib kenamaan bila kau sanggup menyembuhkan racun hawa dingin yang menyerang sobatku ini pasti akan kuberi imbalan yang amat besar untuk sianseng."
"Imbalan yang amat besar sih tak berani kuterima, selama aku bekerja sebagai seorang tabib, asal penyakit tersebut masih mampu kusembuhkan, aku selalu akan berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki, tapi
racun hawa dingin yang menyerang tubuh sobatmu itu
..baru pertama kali ini kujumpai setelah bekerja selama puluhan tahun lamanya..."
Belum selesai dia berkata, kakek berambut putih yang berada dibelakang pohon itu sudah bangkit dan duduk, kemudian sambil membuka matanya lebar leber dia menegur .
"Apakah selembar jiwaku telah diselamatkan oleh Sianseng ini .... ?"
Tadi, Thio Ki ban sudah memeriksa denyut nadi kakek tersebut dan ia mengetahui pasti bahwa orang itu sudah tak tertolong lagi, tapi sekarang, tiba tiba saja kakek yang dianggapnya sudah pasti akan mati itu bisa duduk dan berbicara kembali, tak heran kalau dia dibuat terkejut dan ketakutan setengah mati
Secara beruntun tubuhnya mundur sampai beberapa puluh langkah, tapi akhirnya dia tersandung batu sehingga jatuh terjengkang ke atas tanah
Buru buru Tam See hoa membangunkan tabib tersebut dari atas tanah, tegurnya : "Sianseng. kenapa kau "'
Sambil menjulurkan lidahnya karena ketakutan, sahut Thio Ki ban agak tergagap 'Dia ...dia sudah jelas keracunan hebat dan .... dan tidak bakal tertolong lagi, ke . . kenapa sekarang ..bisa duduk dan .... dan berbicara lagi"
Tam See hoa tahu. pil yang dijejalkan ke mulut si kakek berambut putih tadi sudah pasti merupakan obat penawar racun yang sangat mujarab, karena itu dia tidak berkata apa apa lagi.
Sementara itu, kakek berambut putih tadi sudah bargkit berdiri, sambil membersihkan pakaiannya yang kotor, dia berkata seraya tertawa :
"Betul, aku memang sudah merupakan seorang yang hampir mampus karena keracunan entah siapakah yang telah membantuku untuk memasukkan pil penawar racun ke mulutku ?"
Tam See hoa segera menjura, lalu sahut nya :
'Ketika kujumpai lotiang memegang sebuah botol obat aku lantas menduga kalau lotiang belum sempat menelan pil penawar racun tersebut karena sang racun sudah keburu bekerja, itulah sebabnya kubantu lotiang untuk masukkan pil tersebut ke mulutmu, untung sekarang racunpun sudah punah silahkan bersemedi sebentar untuk memulihkan kekuatan badan . . ."
Berkilat sepasang mata kakek itu. kata nya sambil tertawa terbahak bahak :
"Haa ...haa .. haa .. tadi aku tak sadarkan diri karena terkena jarum beracun tapi sekarang racun itu sudah punah tak lama kemudian kesehatan tubuhku akan pulih kembali dengan sendirinya."
Kemudian kepada Tam See hoa tanyanya seraya menyura :
"Terima kasih banyak atas pertolongan lote. boleh aku tahu siapa namamu?"
"Aku Tam See hoa"
Namun berhubung penyakit yang diderita Wi Tiong hong sangat parah, ia sama sekali tidak berniat untuk banyak berbicara dengan kakek tersebut, selesai berkata ia berpaling lagi ke arah Thio Ki ban sambil berkata:
"Sianseng, cobalah mencari akal, apakah masih ada cara lain untuk menyembuhkan dia ?"
"Aku sama sekali tidak pandai ilmu silat, berbicara soal pemeriksaan denyutan nadi, penyakit sobatmu itu berbeda sekali dengan terkena hawa jahat yang umum menyerang manusia, jadi aku benar benar tak bisa menjelaskan penyakit apakah itu, tentu saja sulit pula bagiku untuk memberi obatnya."
Tiba tiba terdengar kakek barambut putih itu menyela :
"Tam lote penyakit apa sih yang diderita sobatmu itu"
Biar aku yang memeriksa"
Tam See hoa sudah lama berkelana didalam dunia persilatan pengalamannya mau pun pengetahuannya amat luas, ia sudah tahu kalau kakek tersebut bukan manusia biasa, karena itu sahutnya;
"Sobatku terserang hawa dingin beracun'
"Hawa dingin beracun" Bagaimana ceritanya bisa terkena hawa dingin beracun"'
Tiba tiba Thio Ki ban menyela "Menurut hasil pemeriksaanku tadi, paling tidak penyakit tersebut sudah dideritanya tiga empat hari berselang"
Tam See hoa segera mengangguk.
"Yaa sudah tiga hari cuma baru hari ini mulai kambuh'
Melihat hasil pemeriksaannya tepat. Thio Ki ban segera manggut manggut dengan perasaan bangga.
"Yang ingin kuketahui adalah apa yang menyebabkan dia terkena hawa dingin beracun?" ujar kakek berambut putih itu.
"Terus terang saja kukatakan, sobatku ini terkena hawa dingin beracun yang terpancar keluar dari senjata penggaris kemala."
"Penggaris kemala dingin"'' kakek itu tercengang, "jadi kalian sudah berjumpa dengan Kou lou tok kun" Sungguh aneh sudah belasan tahun lamanya tidak kudengar kabar berita tentang Kou lou tok kun tersebut.,.."
Berbicara sampai di situ, tanpa terasa ia tertawa terbahak bahak:
"Sungguh beruntung kalian telah berjumpa dengan aku"
Ketika Tam See hoa mendengar dari pembicaraan tersebut seolah olah dia memahami cara untuk mengobati luka tersebut, buru buru katanya dengan cepat:
"Bila lotiang berhasil menyelamatkan jiwanya aku pasti akan berterima kasih"
"Selembar jiwaku juga pemberian dari lote, buat apa sih kau mesti bicarakan soal berterima kasih" Cuma sobatmu sudah tiga hari terkena hawa dingin beracun dari senjata penggaris kemala dingin, ini berarti hawa dinginnya telah merasuk ke dalam tulang, repot rasanya untuk mengobati luka itu . .ehmm, biar kuperiksa sekali lagi keadaan lukanya.'
Sambil membungkukkan diri ia memeriksa sekejap raut wajah Wi Tiong hong, mendadak ujarnya:
"Apakah wajah sahabatmu ini telah di rubah dengan obat penyaru muka...."'
Tam See hoa merasa amat terkejut, tapi saat ini dia lebih memikirkan soal keselamatan jiwa pemuda itu. maka sahutnya sambil mengangguk berulang kali:
"Ya sobatku ini memang sudah menyaru muka."
"Apakah dia membawa obat pencuci muka"
Tam See hoa segera merogoh ke dalam saku Wi Tiong hong daa mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil yang
segera diangsurkan ke depan. Kakek itu segera membuka kotak kayu itu dan mengeluarkan sebutir pil berwarna bisu, pil tadi diremas-remas lebih dulu ditelapak tangannya kemudian baru diusapkan ke wajah Wi Tiong hong.
Ketika Thio Ki ban mendengar kakek itu pandai menyembuhkan racun rawa dingin, timbul perasaan ingin tahu didalam hatinya, dengan tenang ia berdiri disamping serta mengawasi semua gerak geriknya dengan seksama dan penuh perhatian,
Ia semakin kaget bercampur keheranan setelah melihat obat yang digosokkan ke wajah seorang lelaki setengah umur yang berwajah merah itu tiba tiba berubah menjadi selembar wajah yang tampan.
(Catatan : Sejak Wi Tiong hong berpisah dengan Cho Kiu moay dibukit Kang.san dan hendak berangkat memenuhi janjinya dengan si paman yang tak dikenal namanya, ia sudah mulai menyamar sebagai seorang lelaki setengah umur yang berwajah merah ).
Ketika selesai menghilangkan obat penyaru muka diwajah Wi Tiong hong, tiba-tiba kakek berambut putih itu membalikkan badan dan mencengkeram urat nadi Tam See hoa, lalu dengan mata bersinar tajam dan tertawa terbahak bahak serunya :
"Haaahh...hahaa,. ..hampir saja aku tertipu oleh sobat, hmm hmm . apa yang telah kau lakukan terhadap Wi siangkong" Ayo cepat berbicara terus terang!"
Tam See hoa merasa pergelangannya yg dicengkram amat sakit dan sama sekali tak mampu bergerak bagaikan dijapit oleh ja pitan besi. Dengan perasaan kaget buru buru serunya
''Lotiang, cepat kau lepaskan tanganku kau telah salah paham"
"Lepas tangan"'' jengek kakek itu sambil tertawa seram
''aku tidak akan takut kau bisa kabur kelangit salah paham"
Apanya yang salah paham."'
Sembari berkata dia benar benar mengendorkan kelima jari tangannya dan melepaskan pergelangan tangan Tam See hoa
"Aku Tam See hoa," ujarnya kemudian sambil menggosok gcsok pergelangannya yg sakit,
"Sejak tadi aku sudah tahu kau bernama Tam See hoa, yang ingin kuketahui adalah apa yang telah kau lakukan terhadap Wi siangkong"'
"Semua yang ku katakan tadi merupakan kejadian yang sebenarnya sebetulnya aku dan Wi tayhiap sedang melakukan perjalanan untuk mencari seseorang, siapa tahu menjelang magrib tadi racun hawa dingin yang menyerang tubun Wi tayhiap telah kambuh sehingga jatuh tak sadarkan diri, karenanya aku pun berangkat kedusun depan sana untuk mengundang Thio lo sian seng ini agar mengobati penyakitnya'.
"Sudah berapa hari kau menempuh perjalanan bersama samanya" "
"Aku dan Wi tayhiap berangkat dari perkumpulan Thi pit pang, hari ini sudah merupakan hari ke tiga'
"Waaah, jadi aneh rasanya .." gumam kakek itu keheranan bercampur tidak habis mengerti.
Tiba tiba sorot matanya dialihkan ke atas jari manis tangan kiri Wi Tiong hong ia segera menjumpai diatas jari manis tersebut melingkar sebuah cincin besi
Melihat itu tanpa terasa dia melepaskan cincin tadi dari tangan kirinya dan diperiksa sekejap
Tampak olehnya diatas mata cincin besi itu terdapat sebutir mutiara hitam sebesar kacang kedelai, dalam sekilas pandangan saja ia dapat mengenali kalau mutiara hitam itu tak lain adalah mutiara penolak pedang yang termashur dalam dunia pe silatan.
Kemudian diapun melihat di sisi tubuh Wi Tiong hong tergeletak sebilah pedang maka setelah memasukkan kembali cincin tadi ke jari manis tangan kiri pemuda itu, mendadak ia meloloskan pedang tersebut.
Setelah meloloskan pedang Jit siu kiam, kakek itu hanya memandangnya sekejap kemudian paras mukanya berubah hebat, sambil mendepak depakkan kakinya berulang kali. ia membentak penuh amarah . 'Keparat terkutuk.."
Tam See hoa mengira kakek itu hendak menyerang Wi Tiong hong, secepat kilat dia meloloskan pula sepasang poan koan pitnya sambil bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan bentaknya ;
''Lotiang mau apa kau..."'
Sebelum Tam See hoa menyelesaikan kata katanya kakek itu sudah menyarung kan kembali pedang jit siu kim, lalu serunya gelisah
"Tam lote, cepat kau bopong Wi siang kong dan ikuti aku, racun hawa dingin yang menyerang tubuh Wi siangkong hanya bisa dipunahkan dengan kemala penghangat.
Melihat gerak gerik lawan yang aneh dan mencurigakan itu. Tam See hoa jadi ragu ragu, serunya tertahan :
"Lotiang.. ..'
"Cepat ikuti diriku" seru kakek itu cemas 'aku Ou Sian, Ban nian un giok kemala hangat berusia selaksa tahun, berada disaku nona kami..."
Nama besar si panglima sakti berlengan emas dari Lam hay bun sudah barang tentu pernah didengar Tam See hoa dia menjadi kegirangan setengah mati, serunya cepat:
' Oooh, rupanya lotiang adalah Ou locian pwee, tapi aku mesti mengantar lo siansang ini pulang dulu ke rumah."
Sejak kakek Ou menemukan mutiara penolak pedang dan Jit siu kiam disisi tubuh Wi Tiong hong dan membuktikan kalau orang inilah Wi Tiong hong yang sesungguhnya, maka ia pun lantas menaruh curiga kalau orang yang diselamatkan oleh nya semalam adalah Wi tiong hong gadungan
Pikiran tersebut kontan saja membuatnya sangat gelisah dan ingin selekasnya kembali ke kuil.
Karena itu, sewaktu mendengar perkataan ini cepat cepat ia bersera sambil mendupakan kakinya berulang kali;
"Saat ini masalahnya sudah sangat gawat, kau anggap dia tak mampu berjalan pulang seorang diri" Ayo cepat ikuti aku"
Thio Ki ban buru buru menimbrung pula:
"Ya, benar, Tam tayhiap memang seharus nya menang orang lebih dulu, sedang aku bisa pulang sendiri, tak usah diantar lagi."
Tatkala Sa siau hui mendusin kembali, ia merasakan tubuhnya bergoncang terus menerus, bahkan telinganya menangkap suara putaran roda kereta yang amat keras, Ia bagaikan mendapar sebuah impian yg amat buruk, ia masih ingat peristiwa semalam ....
Waktu itu dia sedang mengejar keluar kuil tapi sama sekali tak nampak bayangan tubuh musuh, sewaktu hendak membalikkan badan, ia jumpai ada sesosok bayangan hitam sedang melewat ke belakang bukit dari arah kuil.
00OdwO00 WAKTU ITU Wi Tiomg hong menyuruh dia mengejar keselatan, sedang dia menuju ke timur, maka bayangan hitam itu bisa ja di adalah penjahat, maka diapun mengejar ke atas bukit.
Ketika tiba dipuncak gunung itu, ternyata Wi Tiong hong sudah tiba lebih dulu di situ sambil berteriak teriak keras :
"Kakek Ou .. . . kakek Ou . . . . "
Waktu itu dia menjadi keheranan sehingga tanpa terasa bertanya kepadanya :
"Mana empek Ou"
Tapi sikap maupun mimik muka Wi liong hong segera menunjukkan ketidak beresan-bahkan berbalik menanyakan kepada dirinya
"Apakah kau melihat empek Ou?"
Sementara dia masih keheranan oleh pertanyaan itu.
mendadak ia menotok jalan darahnya, waktu itu dia masih merasakan bagaimana dia dibopong dan dilarikan sepanjang malam .
Sekarang, dia benar benar berada diatas kereta, hendak dibawa kemana dia"
Mendadak ia teringat kembali akan ucapan Wi Tiong hong yang jelas mengatakan hendak mengejar kearah timur, kenapa ia bisa muncul dipuncak bukit"
Kemudian ia teringat kembali malam sebelumnya Wi Tiong hong diracuni orang, bahkan semalampun masih ada orang hendak mencelakainya lewat jendela, kalau orang yang muncul d:puncak bukit itu benar benar adalah Wi Tiong hong asli, mengapa ia terburu buru membawanya melakukan perjalanan siang malam".
Tiba tiba satu ingatan yang mengerikan hati melintas didalam benaknya, jangan jangan orang itu bukan Wi Tiong hong"
Sudah pasti dia kuatir jejaknya diketahui oleh Wi Tiong hong serta empek Ou sehingga dilakukan pengejaran, maka dirinya pun segera diculik dan dilarikan pada malam itu juga
Berpikir sampai disini, tanpa terasa dia berpaling, ditemui Wi Tiong hong masih du duk disampingnya.
Diatas wajahnya yang tampan ia mengulumkan
senyuman yang mesrah bahkan sambil membelai pipi So Siau hui yang lembut ia berbisik lirih:
"Nona telah mendusin"'
Dengan sorot rrata yang tajam bagaikan sembilu So Siau hui mencoba untuk mengawasi wajahnya dan berusaha menemukan titik kelemahan diatas wajah tersebut, namun ia tak berhasil menemukan sesuatu apa pun


Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sekarang dia yakin, orang sudah pasti bukan Wi Thiong hong biarpun raut wajahnya sangat mirip dengan wajah Wi Tiong hong yang sebenarnya, namun sorot mata orang ini liar, gerak geriknya juga cabai dan tidak tahu aturan
Membayangkan kesemuanya itu, si nona segera merasakan jari jari tangan yang sedang meraba wajahnya itu seperti ular berbisa, dia ingin menyingkirkan tangan itu, namun sepalang tangannya lemas tak bertenaga dan sama sekali tak mampu diangkat.
Kejut dan gusar yang mencekam perasaan Siau hui, membuat dia ingin membentak keras-
"Jangan kau sentuh aku... ?"
Siapa tahu bibirnya hanya mampu dibuka namun tak sepatah katapun yang dapat di ucapkan keluar, ternyata jalan darah bisu Tiya telah ditotok.
Dalam keadaan begini, dia cuma dapat menunjukan kemarahannya lewat sorot mata, ia muak dan sebal dengan orang itu,sedang dalam hatinya menyumpah:
'Keparat, manusia laknat, siapa kau" Megapa kau culik aku" Kenapa kau melarikan aku " Apa yang hendak kau lakukan " Kau bajingan tengik, semoga saja mampus secepatnya sesambar geledek . "
Tapi sikap Wi Tiong hong masih tetap lembut dan mesrah, sambil membereskan rambutnya yang kusut katanya lembut :
"Lebih baik kau beristirahatlah dulu, kita masih harus menempuh perjalanan selama dua hari 1agi "
Selesai berkata dia mencium kembali pipi si nona dengan mesrah dan bernapsu
Gemetar keras sekujur badan So Siau hui menghadapi ciuman yang penuh bernapsu itu, dia ingin menjerit sekeras kerasnya :
"Bajingan keparat jangan kau sentuh aku, bajingan tengik, aku mau ..."
Namun tak setitik suara pun yang bisa diucapkan, dia gelisah, dia malu. dia pun marah dan mendendam, tak berani dibayang kan olehnya bencana apakah yang bakal di alaminya setelah terjatuh ke tangan iblis bejad tersebut "
Gadis itu berusaha untuk menguatkan hatinya, tidak membiarkan air matanya bercucuran, tapi akhirnya air mata tetap berlinarg membasahi pipinya.
Kasih dan sayang wi Tiong hong membelai tubirnya yang lembut, kemudian kata nya:
"Adikku sayang, kau sedang marah kepadaku" Kapan sih aku menyalahimu" Adikku sayang, jangan kau bersedih hati, selama hidup aku tak akan menyia nyiakan dirimu"
Ia bilang seumur hidup, padahal sedetik pun bagi So Siau hui sudah merupakan siksaan dan penderitaan yang amat besar.
Dalam pembicaraan mana, ternyata Wi Tionghong menundukan kepalanya lagi dan menghisap butiran air mata yang bercucuran Keluar itu dengan bibirnya yang panas
Seperti beruang hitam sedang menjilat pipinya, nona itu dapat mendengar dengus napasnya yang memburu bagaikan binatang buas, dia semakin muak, ia semakin sebal, sekujur badannya gemetar semakin keras, tapi ia berusaha dengan sepenun tenaga untuk mengendalikan gejolak emosi ter tebut.
Dalam perjalanan yang amat panjang ini terpaksa dia hanya bisa memejamkan matanya rapat rapat dan tidak menengok lagi kearatanya. juga tidak memperdulikan sega la sesuatunya
Roda kereta berputsr tiada hentinya menuju kearah timur laut, menjelang tengah hari sampailah mereka dikota Ning
tok, kereta berhenti didepan sebuth rumah makan So siau hui masih saja memejamkan matanya rapat rapat berlagak tidur pulas ia mendengar Wi Tiong hong turun dari keretanya dan berpesan kepada sang kusir agar baik baik menjaganya.
Tak selang berapa saat kemudian pelayan rumah makan datang membawakan hidangan untuk sang kusir, kusir itupun bersantap didalam kereta
Kemudian tak lama lagi Wi Tiong hong telah kembali, dia datang dengan memba sebungkus bakpao, sayur dan hidangan lain nya
Setelah naik kedalam kereta, ia menepuk bahu So Siau hui dengan lembut, knmudian ujarnya:
"Adikku, mungkin kau sudah lapar sedari tadi bukan "
Sekarang bukalah matamu dan bersantaplah sedikit !"
"keparat, manusia laknat, siapa yang menjadi adikmu ?"
Dalam hati kecilnya kembali So Siau hui bersumpah.
Tapi dia pun berpikir lagi "
"Selesai bersantap nanti, kau tentu akan membebaskan jalan darah sikutku yang kau totok, begitu kau membebaskan jalan datah ku maka aku akan menguasahi jalan darah mu pula dengan ilmu pemotong urat pengunci naga . .
Biarpun berpikir begini, namun ia belum juga membuka maunya untuk menengok pemuda tersebut.
"Adikku sayang kembali terdengar wi Tiong hong berkata dengan lembut, cepatlah mendusin. coba kau lihat, aku telah membelikan sayur dan bakpao yang lezat untukmu. ayo cepat buka matamu, ayo cepat buka matamu, biar kusuapi untukmu !"
"Keparat sialan, bajingan tengik ini benar benar licik sekali !" batin So Siau hui dengan perasaan hampir meledak karena mendongkolnya, "ia mau menyuapi aku, tapi enggan membebaskan jalan darahku yg tertotok, hmm, siapa yang sudi kau suapi" Aku lebih suka mati kelaparan daripada menerima suapanmu" ,
Gadis itu memejamkan matanya semakin rapat, sampai mati pun dia enggan membu kanya kembali
"Ooooh rupanya kau masih marah kepada ku ?" kata Wi Tiong hong kemudian, baik sekarang kau belum ingin bersantap, sebentar lagi kau toh akan lapar juga !"
Sang kusir yang berada didepan kereta tiba tiba berpaling dan bertanya lirih :
"Lotoa kita boleh melanjutkan perjalanan?"
'Baik juga, kita boleh berangkat sampai ke kota Kwang ciong untuk beristirahat semalam, jarak perjalanan sampai ke sana tidak terlalu jauh, jalanan pun datar dan halus kau boleh berjalan agak lamban sehingga goncangin kereta tidak terlalu terasa"
'Malam ini kita bisa sampai di Lam hong" seru sang kusir
'Tidak usah cukup sampai di Khong ciong saja, kita pun perlu secepatnya beristirahat.'
"Baik "sahut sang kusir kemudian sambil tertawa ringan.
Mendengar kata kata "kita perlu secepat nya beristirahat"
So siau hui merasakan hatinya seperti disambar geledek ditengah hari bolong, mengapa bajingan itu ingin secepatnya beristirahat" Sudah jelas bajingan tengik ini tidak mengandung maksud baik.
Gelisah dan cemas segera menyelimuti perasaan So Siau hui, dalam keadaan begini dia hanya berharap empek Ou serta Wi Ti ong hong bisa secepatnya menyusul datang.
Semestinya, dengan tidak ditemukannya dia semalam mereka pasti sudah menyusul kemari, berbicara dari kecepatan kedua orang itu, masa mereka tak mampu menyusul kereta kuda" Atau jangan jangan mereka malahan sudah melampaui kereta ini "
Benar benar amat pikun mereka berdua, padahal merela seharusnya curiga kek atau menengok kek setelah menjumpai ada kereta yang menempuh perjalanan jauh.
Tentu saja si rona tak pernah menyangka kalau wi Tiong hong yang ditolong malam sebelumnya itulah orang yang menculik dirinya sekarang bahkan dia masih berharap Wi Tiong hong datang menyelamatkan jiwa nya.
Roda kereta masih juga berputar kencang.
Tapi belum seberapa jauh mereka menempuh perjalanan, mendadak terdengar sang kusir kereta itu berseru dengan suara rendah :
'Lotoa, agaknya ada orang menguntil perjalanan kita!"
"Lo ngo, sippa saja mereka?" buru buru Wi Tiong hong bertanya dengan gelisah.
Ternyata kusir kereta itu adalah koruptannya, yang seorang bernama lo toa, yang lain bernama Lo ngo.
"Seorang kakek' jawab si kusir cepat So Siau hui bersorak gembira dalac hatinya, ia segera berpikir:
'Tentu empek Ou yang teJah menyusul kemari :"
"Seorang kakek ?" kedengaran suara Wi Tiong hong rada parau dan terkejut, 'dia bagaimakah bentuknya " Apakah punggung nya bongkok . . . "'
''Tidak bongkok, agaknya berperawakan besar !''
"Pakaian apa yang dikenakan olehnya "'
'Sebuah jubah panjang berwarga abu abu'
Mendengar kesemuanya itu, So Siau menjadi amat kecewa, segera pikirnya :
Kalau begitu orang itu bukan empek Ou Wi Tiong hong juga menghembuskan napas panjang seraya berpikir didalam hati ;
"Aku betul betul orang goblok, tua bangka tersebut sudah terkena tiga batang jarum dibalik telapak tanganku, mana tnungkin ia dapat hidup lebih jauh ?"
Dalam pada itu si kusir telah berkata lebih jauh .
"Kakek itu ku jumpai berada pula dalam umah makan, sejak semula siaute sudah mencurigai indentitasnya, ternyata begitu kita berangkat diapun segera membuntuti dari kejauhan"
"Cuma dia seorang" " dengus Wi Tiong hong.
"Aku kuatir dia masih mempunyai komplotan lain. oya, Lotoa perlukah kita beri sedikit bau harum kepada mereka disepanjalng jalan"'
"Siapa tahu orang itu cuma seorang yang sedang menempuh perjalanan, kenapa ia selalu menempel kita dan tak pernah bergeser dari posisinya semula"*
"Kalau begitu coba kau percepat perjalanan kita, kita lihat apakah dia masih menguntil kita"
Kusir kereta itu segera mengiakan, cambuknya segera diayunkan keudara dan menggetarkan tali lesnya kuda tersebut segera meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Putaran roda kereta pun berbunyi nyaring kereta bergoncang kian kemari semakin keras sudah pasti kereta kuda itu di larikan kencang kencang
Dalam hati kecilnya So Siau hui lantas berpikir;
"Biarpun orang yang menguntil bukan empek Ou asal ada yang menguntil saja ini lebih baik dari pada sama sekali tak ada orang yang mengikuti"
Kereta kuda itu mulai menelusuri jalan gunung yang terjal dan tidak merata, tapi perjalanan masih ditempuh dengan keeepatan maksimum.
Tak selang seperminum teh kemudian mereka sudah menempuh perjalanan sejauh puluhan li. didepan sana sudah terbentang mulut Ou nia san, bukitnya tidak begitu tinggi tapi jalan bakitnya semakin menyempit dan terjal.
Mendadak terdengar suara ringkikkan kuda yang memanjanjang, kuda kuda yang sedang berlari kencang menuju ke depan itu tiba tiba dihentikan secara mendadak sehingga kereta tersebut bergoncang keras Ketika roda roda kereta menggesek di atas pasir dan batu, terdengarlah, suarn gemericik yang keras, tapi kereta berhenti dengan seketika
. . Wi Tiong hong Segera menegur keras :
'Lo ngo, kenapa kau "'
"Didepan sana terdapat sebuah batu-besar yang persis menghadang perjalanan kita."
Baru selesai ia berkata, tiba tiba sambil berseru tertahan katanya lagi :
'Cepat amat gerakan tubuh kakek itu, ternyata ia sudah duduk diatas batu cadas-tersebut !"
So siau sui teramat gembira oleh berita tersebut, pikirnya dengan perasaan girang: "Ternyata memang terjadi suatu penghadangan terhadap perjalanan mereka i"
Wi Tiong hong segera menyingkap tirai kereta dan melompat turun, betul juga, di tengah jalan raya terlentang sebuah batu raksasa yang lebih tinggi dari manusia, batu tersebut persis menghadang perjalanan mereka Bila dilihat dari bentuk batu raksasa tersebut, bobotnya paling tidak mencapai ribuan kati, mustahil dengan kekuatan seorang batu itu bisa dipindahkan ke tengah jalan.
Persis diatas batu raksasa itu, duduklah seorang kakek berbaju abu abu yang berwajah dingin menyeramkan, ia duduk tak bergerak maupun berbicara sepatah kata pun.
Berkerut keninp Wi Tiong hong melihat kejadian ini.
baru saja hendak buka suara., .
Tiba tiba kusir kereta itu berpaling ke belakang, lalu berseru tertahan.
'Lotoa, orang mengikuti kereta kita telah tiba pula di sini."
"Jadi bukan dia "' tanya Wi Tiong hong keheranan.
"Bukan, orang yang berada dibelakang itu"
Cepat cepat Wi liong hong membalikkan badan, betul juga dari belakang situ muncul pula seorang kakek berbaju abu abu yang sedang bergerak mendekat dengan cepat.
Orang ini mempunyai perawakan tubuh yg mirip sekali dengan si kakek berbaju abu abu yang duduk diatas batu besar itu, orang ini baru menghentikan langkahnya setelah tiba nya kaki dibelakang kereta.
Sekilas senyuman dingin yang mengidikkan hati segera menghiasi wajah Wi Tiong hong, sambil menunjuk ke depan, katanya seraya berpaling:
"Lo ngo, coba kau tanya kepadanya, apa maksud dan tujuannya menghadang perjalanan kita?"
Sang kusir itu mengiakan, setelah menegakkan tubuhnya dia menegur dengan suara keras: "Sobat tua. apa maksudmu menghadang perjalanan kami"'
Kakek berbaju abu abu yang duduk diatas batu cadas itu segera mendengus berat, lalu balik bertanya dengan dingin:
'Siapa yang menghadang perjalanan kalian ?"
"Bukankah batu besar itu kau yang memindabkan ketengah jalan"'
"Memangnya kau mampu untuk memindahkan batu ini"* tanya si kakek tanpa emosi.
Perkataan tersebut memang benar juga, kakau anak muda yang bertenaga kuatpun tak sanggup memindahkan batu raksasa tersebut mana mungkin seorang kakek tua bangkotan sanggup melakukan hal yang sama"
'Bila kalian tidak bermaksud untuk menghadang perjalanan kami mengapa sepanjang jalan dia menguntil kereta kami terus menerus?" seru si kusir lagi.
"Lucu amat perkataanmu itu" seru si kakek yang ada ikereta dengan suara yang tak kalah dinginnya, "jalan raya ini toh bukan milik kalian berdua?"
Perkataan inipun ada benarnya juga, mereka boleh memakai jalan raya tersebut, tentu saja diapun boleh menggunakan jalan yang sama. apakah menempati perjalanan yang searah merupakan suatu penguntilan. " "
Si kusir kereta itu menjadi naik darah sambil menarik mata dia mendengus dingin'
"Didalam kelopak mata yang sehat tak akan kemasukan biji pasir, pakaian yang dikenakan kamu berdua serupa, masa kamu berdua bukan sekomplotan'
"Lantas kau suruh aku mengenakan pakaian apa?" tanya kakek dibelakang kereta ketus.
Jubah panjang berwarna abu abu merupakan pakaian yang umum dikenakan orang, terutama Sekali kaum tua di dusun, bila musim gugur atau musim dingin telah tiba, maka sebagian besar akan mengenakan jubah panjang berwarna abu abu macam begitu.
Tak heran kalau sang kusir kereta itu di bikin terbungkam diam seribu bahasa dan tidak mampu berbicara lagi
Mendadak terdengar kakek berbaju abu-abu yang berada diatas batu itu tertawa dingin, kemudian berkata lagi.
'Orang yang mengenakan jubah abu abu di tempat ini toh bukan cuma kami berdua "
"Tapi disini nyata sekali hanya kalian ber dua' teriak si kusir kereta penasaran.
"Huuuh, kau memang manusia yang tidak punya mata"
jengek si kakek sinis.
Dampratan tersebut kontan saja mecggusarkan sang kusir kereta, segera bentaknya keras keras.
"Kau memaki siapa ?"
Tapi ia segera tertegur, rupanya dlmana sorot matanya beralih, tiba tiba saja ia saksi kan dibawab sebatang pohon besar disisi kiri jalan, entah sejak kapan, kini telah
bertambah pula dengan seorang kakek berjubah abu abu yang berwajah dingin menyeramkan.
Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya sekarang, tak tahan lagi dia berpaling kenbali ke arah yang lain.
D bawah sebuah batu cadas disebelah kanan jalan, ternyata berdiri pula seorang kakek berjubah abu abu, orang itu pun berdiri dengan wajah dingin menyeramkan.
Dengan demikian, disisi kiri, kanan muka maupun belakang telah muncul empat orang kakek berbaju abu abu, dengan tanpa disadari rrereta kuda mereka pun sudah terkepung di tengah tengah arena.
Berkilat sepasang mata Wi Tiong hong menyaksikan peristiwa itu, namun sikapnya masih tetap tenang, katanya tiba-tiba sambil tertawa nyaring. "Lo ngo. kau ambillah pedangku, sudah jelas orang lain datang untuk mencari gara gara dengan aku orang she Wi, mungkin mereka ingin mencoba apakah pedangku cukup tajam atau tidak"'
Si kusir kereta itu mengiakan dan buru buru kembali ke kereta dari situ dia meloloskan dua bilah pedang, sebilah pedang yang bertatahkan mutu menikam segera diserahkan ke tangan Wi Tiong hong.
Sedangkan ia sendiri menggenggam sebilah yang lain dan mengundurkan diri kebelakang Wi Tiong hong.
Setelah menerima pedang tersebut. Wi, Tiong hong meloloskan senjatanya dari dalam sarung, lalu sambil mengangkat kepala ujarnya kening berkerut :
"Silahkan kalian berempat maju bersama-sama!"
Ke empat kakek berbaju aba abu itu tetap tak bergerak, sorot matanya dingin dan hambar, wajahnya kaku tanpa
emosi, tak seorang pun yang berkutik atau pun menengok arah mereka.
Menyaksikan keadaan dan sikap orang orang tersebut Wi Tiong hong segera mendongakkan kepalanya sambil tertawa keras;
"Haah. , haah. . haah. . tampaknya kalian berempat masih menunggu pembantu" Atau mungkin sudah ketakutan setengah mati?"
Ke empat kakek berbaju abu abu itu masih tetap membungkam dalam seribu bahasa, bergerak pun tidak.
Kontan saja Wi Tiong hong tertawa dingin lalu :
'Hei. sudah congek semua rupanya kalian" Jika kamu berempat belum juga mau turun tangan jangan salahkan bila aku orang she Wi tak akan bersungkan sungkan lagi!"
Baru selesai dia berkata, mendadak dari atas puncak bukit berkumandang datang suara seruan seseorang dengan nada yang rendah dan berat.
"Wi Tiong hong. coba kau lihat siapakah aku?"
Dengan melintangkan pedangnya di depan dada untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan, Wi Tiong hong segera berpaling keatas.
Dengan cepat ia saksikan diatas sebuah bukit kecil disamping kanan mereka, duduk seorang kakek berjenggot putih yang mengenakan jubah hitam yang lebar dan membawa tongkat bambu?, pemunculan orang ini kontan saja membuat hatinya tertegun.
Sedangkan si kusir kereta itu segera bersin dengan tubuh gemetar keras buru buru serunya.
'Lotoa, rupanya kaucu telah ...."
Kata "datang' belum sempat diutarakan, ia sudah bertekuk lutut siap menyembah orang itu.
Mendadak Wi Tiong hong berpaling seraya membentak keras.
'Lo ngo, kenapa kau ?" Sementara berbicara, buru buru dia memberi kerlingan mata kepada si kusir kereta itu.
Lo ngo si kusir kereta itu tak mengetahui apa maksud dan tujuan lotoa nya berbuat begitu, tapi menyaksikan kaucunya telah munculkan diri, untuk sesaat dia menjadi kebingungan sendiri, haruskah berlutut untuk menyembahnya apakah mesti menuruti perkataan sang lotoa "
Berkilat sepasang mata Wi Tiong hong, tiba tiba ia berseru dengan angkuh.
"Siapakah kau " Maaf aku orang she Wi tidak mengenail dirimu"
Mendengar seruan itu, si kusir kereta menjadi teramat terkejut, segera pikirnya.
'Lo toa sudah edan nampaknya; masa setelah bertemu dengan kaucu, ia masih berani berbicara dengan nada seperti ini?"
Dalam pada itu si kakek berjanggot putih berjubah hitam diatas bukit itu telah mengetukkan tongkat bambunya keras keras kemudian setelah tertawa dingin bentaknya.
"Orang sheWi, kau berbicara semacam itu kepadaku ?"
'Lotoa....' teriak si kusir kereta Lo ngo pula dengan suara gemetar.
Wi Tiong hong segera terpaling dan melotot gusar sekejap kearahnya, kemudian dengan ilmu menyampaikan suara dia berkata.
'Ia bukan kaucu kita, baik-baik pertahankan kereta tersebut"
Kemudian sambil tertawa terbahak bahak ia berseru;
"Besar nian bacotmu itu. beranikah kau turun kemari untuk bertarung melawanku?"
Ia berdiri sambil melintangkan pedangnya didepan dada.
alis maunya berkenyit, di lihat dari gayanya memang agak mirip dengan gaya Wi Tiong hong tulen.
Kakek berjenggot putih berjubah hitam itu setera mendengus marah, serunya:
"Apa sih hebatnya dengan kau" Huuh, untuk menghadapi manusia she Wi seperti kau. tak usah aku orang tua mesti turun tangan sendiri"
Biarpun ta membahasa diri sebagai "aku orang tua*'
namun nada suaranya sama sekali tidak mencerminkan kekuatannya, seakan akan dia menaruh perasaan gusar dan mendongkol tethadap Wi Tiong hong.
Mendadak terdengar ia membentak keras.
'Ringkus semua orang orang itu!'
Berkilat sorot mata Wi Tiong hong, ia berseru pula sambil tertawa terbahak bahak:
"Haaah. . haaah. . hah . sejak tadi aku orang she Wi memang sudah menyuruh mereka maju bersama sama"
Sementara itu kakek berbaju abu abu yang Semula duduk diatas batu cadas itu sudah mengiakan sambil bangkit berdiri, selangkah demi selangkah dia maju mendekati.
Batu cadas dimana dia berjongkok tadi tinggi nya melebihi ketinggian manusia, jaraknya deigan Wi Tiong hong juga mencapai dua kaki lebih. tapi sewaktu dia
melangkah turun tadi, ternyata dapat berjalan seolah olah di tanah datar saja, dalam sekali jangkauan saja ia sudab. tiba dihadapan Wi Tiong hong.
Sudah barang tentu Wi Tiong hong tidak membiarkan musuhnya berhasil mendekatinya, pedangnya segera digerakkan dan tiba tiba menusuk iga kiri kakek berbaju abu abu itu. Ssrangan yang dilancarkan olehnya ini di lakukan dengan kekejaman dan kecepatan yang luar biasa, lagipula sama sekali diluar dugaan manusia, tapi ia muncul sebagai Wi Tiong hong, sekarang, maka kita pun menganggapnya sebagai Wi Tiong hong untuk sementara waktu .
Biarpun gerak serangan pemuda itu cepat, ternyata gerakan tubuh si kakek betbaju abu abu itu lebib cepat lagi, dalam sekali kelebatan saja ia sudah menghindar kesamping, jengeknya kemudian sambil tertawa seram.
"Bocah keparat, seranganmu benar benar teramat keji"
Gagal dengan serangannya itu, Wi Tiong hong segera berkata dengan dingin;
"Dalam melancarkan serangan siapa sih yang perlu membicarakan sungkan sungkan atau kata rikuh"'
Sepasang bahunya bergerak, tiba tiba tubuhnya mendesak maju l?gi kedepan sambil melepaskan sebuah babatan maut.
"Bagus sekali seranganmu bocah keparat" bentak kakek berbaju abu abu itu dingin.
Dia mundur setengah langkah ke belakang, kemudian tangan kirinya mengayun kedepan dgn mencengkeram mata pedang yang tajam itu.
Mimpi pun Wi Tiong hong tidak menyangka kalau dia berani menangkap pedangnya dengan tangan telanjang, dengan terkejutnya ia cepat cepat memutar pergelangan tangan kanannya dengan separuh tenaga, maksudnya hendak membabat kutung jari tangan lawan.
Siapa tahu tangan si kakek berbaju abu abu yang mencengkeram pedangnya itu ibarat jepitan baja yang sangat keras selain keras ju ga kuat. biarpun Wi Tiong hong sudah memutar pedangnya sepenuh tenaga, bukan saja dia gagal mematahkan jari tangannya, bahkan mata pedang itu pun sama sekait tak berhasil digerakkan.
Serta merta Wi Tiong hong mengalihkan perhatiannya keatas jari tangan si kakek yasig mencengkeram pedangnya itu.
Ternyata jari tangan lawan berwarna merah membara seperti bara api, hal tersebut membuat hatinya terkesiap, segeia pikirnya.
"Waaah, orang ini telah berhasil melatih ilmu pasir merah yang kebal senjata,"
Sementara dia berpikir; tubuhnya sudah mendesak maju ke depan sambil mengayunkan telapak tangannya, secepat kilat tangan kirinya telah di hantamkan kedada musuh.
Melotot besar sepasang mata kakek berbaju abu abu itu, tangan kirinya masih tetap menggenggam mata pedang itu erat erat, sementara tangan kanannya diangkat untuk menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras
Begitu sepasang telapak tangan mereka berdua saling bertemu, terjadilah benturan keras yang memelikkan telinga.
"Druuukk. ..!"
Wi Tiong hong merasa pukulannya seakan akan menghajar diatas sebuah besi baja yang amat keras, dia sampai tergetar mundur se-jauh dua langkah, cengkeraman kelima jari tangan kanannya juga turut mengendor, mau tak mau dia mesti membuang senjatanya untuk melompat mundur ke belakang.
Si kakek berbaju abu abu itu masih tetap berdiri tegak ditempat semula, ia sama sekali tidak melakukan pengejaran, hanya sembari merentangkan tangan kanannya, dia menjengek sambil tertawa dingin.
'Huih cuma pemainan kucing kaki tiga pun berari berlagak sesumbar disini"
Ternyata didelam genggaman targan kanan nya telah bertambah dengan sebatang jarum baja beracun yang memancarkan cabaya biru.
Tentu saja jarum beracun itu dipancarkan oleh Wi Tiong hong selagi melepaskan pukulan tadi. namun sayang telapak tangan musuh keras melebihi baja sehingga jarum beracun itupun tdak mampu melukai tubuhnya. .
Ketika sudah selesai berkata tadi, kakek berbaju aku abu itu dengan membawa serta pedang Wi Tiong hong melejit keudara dan mundur kembali keatas batu cadas.
Berhubung pedang kena direbut lawan. Wi Tong hong merasa terkejut becampur-marah, baru saja dia bersiap siap untuk menerjang maju kedepan. .
Tiba tiba ia merasa dari belakang tubuhnya mendesir lewat segulung angin tajam, sudah jelas ada orang menyergapnya dari belakang.
Bersamaan waktunya, ia mendengar lo ngo kusir kereta berteriak pula memperingatkan
"La toa. hati hati belakang"
Wi Tiong hong segera melompat maju ke-depan kemudian baru membalikkan badan, ternyata si kakek berbaju abu abu yang selama ini menguntil perjalanan mereka telah menerjang kebelakang tubuhnya.
Paras muka kakek berbaju abu abu itu dingin dan hambar, katanya dengan suara menyeramkan :
"Bocah keparat, sekarang sudah seharusnya kita mulai beradu kekuatan. . '
Hanya dalam dua gebrakan saja. Wi Tiong hong sudah kehilangan senjatanya dirampas kakak berbaju abu abu yang berada diatas batu. kenyataan Ini membuat sadar pemuda tersebut bahwa ke empat kakek berbaju abu-abu yang dihadapinya hari ini rata rata ber ilmu tinggi dan merupakan musuh tangguh yg belum pernah dijumpai sebelumnya.
Kenyataan tersebut meningkatkan kewaspadaannya menghadapi serangan lawan mendadak ia membentak dengan kening berkerut
Sambil berseru dia mengayunkan telapak tangannya untuk melepaskan sebuah pukulan.
"Aku hendak membekukmu, mengerti?" jengek si kakek dingin.
Dia mengayunkan telapak tangan kanannya dan menyambut serangan dari Wi Tiong hong tersebut dengan keras lawan keras
Wi Tiong hong hanya merasakan datangnya segulung tenaga pukulan yang sangat kuat menangkis balik serangan sendiri, kejadian Ini segera mengagetkan hatinya.
"Waaah, sempurna amat tenaga dalam yang dimiliki tua bangka ini...' demikian ia berpikir kcmudian.
Setelah berhasil menangkis balik serangan yang dilancarkan Wi Tiong hong tadi, kakek berbaju abu abu itu segera menggerakkan kelima jarinya yang runcing bagaikan jepitan untuk mencengkeram batok kepala lawan.
Wi Tiong hong sangat marah, dia mengangkat tangan kanannya untuk menyambut cengkeraman lawan dengan kekerasan, sedangkan tangan kirinya disentilkan ke maka melepaskan sebatang jarum beracun
Tatkala sepasang tangan saling beradu. Wi Tiong hong merasa cengkeraman musuh dingin dan keras seperti besi baja, sekali lagi hatinya dibuat tertegun.
'Heran, kenapa jari tangan pun sedingin salju ?" ia berpikir keheranan.
Tapi seditik sebelum tangan mereka saling beradu, dia telah mengubah taktik serangannya dengan berbalik mencengkeram pergelangan tangan kakek tersebut Disaat sepasang tangan hampir beradu tadi tiba tiba kakek terbaju abu abu itu menundukkan kepalanya dan menggigit sebatang jarum beracun yang dibidikkan kearah tenggorokannya itu, ternyata gigitan itu persis menggagalkan serangan jarum tersebut,
Akan tetapi dengan pecahnya perhatian tersebut maka tak ampun lagi pergelangan tangan kena dicengkeram oleh serangan Wi-Tiong bong.
Biarpun begitu, ternyata ia bersikap acuh tak acuh.
seakan akan ia sama sesali tidak memikirkan soal dicengkeramnya pergelangan tangan tersebut.
Pelan pelan dia mengayunkan tangan kirinya untuk mengambil jarum beracun tersebut dari mulutnya, kemudian dengan wajah dingin dan senyuman sinis dia berkata;
'Bocah keparat, racun yang kau oleskan di atas jarummu benar benar sangat hebat, sampai sampai lidah ku pun turut terasa rada kaku dan kesemutan'
Menyaksikan musuh menggigit jarum beracunnya dengan gigi. diam diam Wt Tiong hong mendengus dingin.
pikirnya "Tua bangka celaka, kau anggap racun di atas jarum kongcu mu itu cuma racun biasa" Kena teroles dijari tanganpun sudah cukup membunuh orang, apalagi kau berani mengigit dengan gigimu, hmm! Tak disangsikan lagi kau akan mampus. .'
Sementara dalam hati kecilnya sedang gembira akan hal tersebut mendadak ia merasakan datangnya segulung tenaga pantulan yang-memancar keluar dari balik pergelangan lawan yang langsung menggetarkan kelima jari tangan sendiri.
Akibat dari getaran yang cukup keras itu,
cengkeramannya atas pergelangan tangan lawan segera mengendor dengan sendirinya.
Tiba tiba kakek berbaju abu abu itu tertawa tergelak, sambil melompat mundur ia berseru:
"Nah sekarang tiba giliran kalian untuk menyerahkan diri!"
Tergerak hati Wi Tiong hong setelah menyaksikan si kakek yang tanpa sebab telah mengundurkan diri, walaupun ia berhasil mengetarkan lepas cengkeramannya.
Tapi pada saat itulah tiba tiba ia saksikan dua orang kakek berbaju abu abu yang berdiri disisi kiri kanannya itu pelan-pelan bergerak mendekat, dengan amarah yg meluap ia segera berpaling seraya membentak keras
"Lo ngo, cepat kan serahkan pelangmu i'tu kepadaku"
Belum selesai ia berkata, tubuhnya sudah melompat balik ke samping Lo ngo, si kusir kereta memberikan pedang miliknya itu ke padanya
Baru saja Wi Tiong hong menyambut pedangnya tersebut, tiba tiba ia merasakan kepalanya sangat pusing, pandangan matanya menjadi gelap, tubuhnya gontai dan hampir saja tubuhnya roboh terjengkang, buru buru menghimpun hawa murninya dengan menggunakan pedang tersebut sebagai penyanggah badan agar tak sampai roboh ketanah.
Kakek berjenggot putih berbaju hitam yang berada diatas bukit kecil itu menjadi amat gembira setelah menyaksikan kejadian tersebut, segera bentaknya.
"Wl Tiong hong, kau masih ingin menunjukkan kesombonganmu" Hmm. . untuk menghadapi anak buahku saja tak mampu, apalagi yang perlu kau sombongkan?"
Didalam gembiranya dia seperti lupa akan penyaruannya sehingga suara umpatan yang munul kedengaran merdu dan nyaring. Jelas suata seorang perempuan.
Sementara itu, kakek berbaju abu abu yang berdiri disebelah kiri sudah melayang ke hadapan Wi Tiong hong dan menotok jalan darahnya.
Sadaagkao si kakek berbaju abu abu yang ada disebelah kiripun menyergap kusir kereta itu kembali membentak
"Bocah kerarar, rupanya kaupun komplotan nya "'
Lo ngo si kusir kersta menjadi ketakutan setengah mati.
pedangnya sudah diserahkan kepada Wi Tiong hong, berarti dia cuma bertangan kosong sekarang, karenanya cepat cepat dia melompat kesamping sambil mengayunkan tangan kanannya ke depan, beberapa gulung asap hijau segera tersentil ke muka.
Kakek berbaju abu abu yang berada disebelah kanan itu kembali menjenggek dangan suara dingin.
"Humm, permainan semacam ini mah percuma kau perlihatkan dihadapanku'
Ujung bajunya dikebaskan ke muka, segulung angin pukulan yang kuat segera menyibak ke depan.
Beberapa gulung asap hijau yarg disentilkan oleh Lo ngo si kusir kereta itu segera menyebar dan menggulung balik ke arahnya senditi setelah termakan oleh kebasan ujung baju lawan.
Cepat cepat kusir kereta itu membalikkan badan sambil melarikan diri, baru didalam beberapa kali lompatan saja dia sudah menyusup ke dalam sebuah hutan.
Kakek berbaju abu abu yang berada di sebelah kanan itu kembali menjengek dingin. "Bocah keparat, kau masih ingin kabur ?"
Dia melompat ke depan seperti seekor burung rajawali dan mengejar dibelakang kusir kereta tersebut, Tapi kakek berjenggot putih berjubah hitam yang berada diatas bukit itu sudah berteriak.
"Biarkan saja di pergi, tak perlu di kejar lagi "
Waktu itu si kakek berbaju abu abu itu sudah berada ditepi hutan, ia segera menghentikan langkahnya sesudah terdengar suara teriakan tersebut.
"Aaaah, tak disangka bocah keparat itu pandai mempergunakan racun, ternyata dia memakai Cing. ."
Perkataan itu belum selesai diutarakan seketika tubuhnya gontai dan tahu tahu sudah roboh terduduk diatas tanah.
Kakek berjubah abu abu yang duduk di atas batu cadas ditengah jalan itu segera melompat turun dan berseru sambil tertawa;
"Huang tua, kali ini kau benar benar kena dipecundangi orang. . "
Tapi setibanya disamping kakek berbaju abu abu tersebut dan memeriksa keadaannya, sambil menjerit kaget serunya;
'Waah. . ternyata bocah keparat itu mempergunakan bubuk beracun Cing siang san. ."
Cepat cepat dia mengeluarkan sebutir pil yang segera dijejalkan ke mulut kakek berbaju abu abu itu.
Sementara itu, si kakek berjenggot putih berjubah hitam yang berada dipucak bukit kecil itu telah berteriak kembali


Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hai. bukankah dalam kereta masih terdapat seseorang lagi" Tu sim, cepat longok ke dalam ruang kereta dan gusur keluar orangnya, kita harus segera pergi dari sini"
Kakek bsrbaju abu abu di muka kereta yang lagaknya bernama Tu sim itu segera mengiakan dia membuka tirai penutup ruang kereta lalu berpaling sambil serunya;
"Orang yang berada dalam kereta adalah sorang wanita, rupanya ia sudah ditorok jalan darahnya oleh keparat she Wi tersebut"
"Perduli amat dia laki laki atau wanita pokoknya seret dia keluar, kita mesti melanjutkan perjalanan secepatnya!"'
"Baik! ' Kakek betbaju abu abu yang bernama Tu sim itu mengiakan, kemudian memboyong So siu hui dan beranjak dari situ.
Sementara itu. kakek berbaju abu abu yang berada disebelah kiri tadi telah mengempit tubuh Wi Tiong hong.
Padahal ia sudah tidak berdiri disebelah kiri lagi sekarang, tapi agar para pembaca tidak kebingungan, maka disini akan tetap di bahas sebagai dikiri, kanan atas batu ataupun depan kereta.
Dalam pada itu si kakek berbaju abu abu yang ada disebelah kanan tadi telah melompat bangun, kemudian berteriak teriakan dengan penuh kemarahan
"Tak kusangka bocah keparat itu (si kusir, kereta) mempergunakan racun Cing siang san untuk
menghadapiku, keparat sialan, darimana ia peroleh obat racun bikinan khusus dari selat kita ini"''
"Kalau kita dapat membuat racun, apakah orang lain tidak bisa membuatnya pula" Apasih yang mesti kauherankan"' tukas kakek berjenggot putih berjubah hitam itu tidak sukaran.
Selesai berkata dia lantas beranjak dan meninggalkan puncak bukit kecil itu.
Pada saat inilah dari bawah kaki bukit telah muncul sesosok bayangan manusia bayangan hijau yang berada didepan itu begitu melayang datang segera melempar kedipan dan menerjang kearab kakak berbaju abu abu yang ada disebelah Kiri sambil bentaknya;
"Lepaskan Wi sauhiap dari kempitanmu!" Sedangkan bayangan merah yang datang belakangan melompat maju pula ke muka dan menerjang kakek berbaja abu abu yang ada disebelah kiri ini.
Ilmu meringankan tubub yang dimiliki kedua orang ini cukup tangguh, ketika menghadapi ancaman tersebut, kakek berbaju abu abu disebelah kiri yang mengempit Wi Tiong hong itu segera maju selangkah ke muka, kemudian seraya berpaling ke arah kakek berbaju abu abu yang ada diatas batu cadas tadi ia berseru
'Lo tu, semestinya ini urusanmu bukan?"
Jangan dilihat gerakan tubuh kedua sosok itu bayangan manusia itu meluncur datang dengan kecepatan tinggi, dan jangan pula dilihat langkah si kakek itu amat lamban, namun cukup selangkah saja ia sudah maju satu kaki jauhnya.
Sewaktu kedua sosok bayangan manusia tadi tiba ditempat semula, kakek berbaju abu abu yang berada disebelah kiri itu sudah berada satu kaki jauhnya dari tempat semula.
Ternyata ke dua sosok bayangan manusia yang baru datang itu adalah seorang lelaki berwajah putih bersih yang berjubah hijau ser ta seorang nona cantik berbaju merah.
Tiba diarena, nona cantik berbaju merah itu segera memandang sekejap kewajah Wi Tiong hong yang telah dikempit kakek ber baju abu abu yang berada disebelah kiri dan telah berada satu kaki jauhnya itu, dalam gelisahnya dia segera berteriak.
'Jiko. cepat kau halangi kepergiannya!"
Namun kakek berbaju abu abu yang ada di batu cadas tadi sudah menghadang jalan pergi kedua orang tersebut seraya menegur dingin
"Hei, buat apa kau jerit-jerit macam monyet kepanasan saja?"
Di dalam waktu singkat, tiga sosok bayangan manusia berbaju abu abu sudah melejit ke udara dan mengundurkan diri ke atas bukit kecil, kemudian sekejap mata saja sudah lenyap dari pandangan mata
Kini tinggal si kakek berbaju abu abu yang berada dibatu besar tadi masih menghadang dihadapan mereka berdua dengan wajah hambar dan sedingin.
'Mau menyingkir tidak kau "' bentak lelaki berjubah hijau itu kemudian dengan penuh amarah.
Telapak tangannya diayunkan ke muka melepaskan sebuah pukulan yang amat keras.
Sedangkan nona cantik berbaju merah itu dengan perasaan gelisah menjejakkan kakinya ke atas tanah dan menerjang ke atas bukit kecil itu. ..
Si kakek berbaju abu abu ( yang kini tinggal seorang saja) menggerakkan tangan kiri nya dengan cepat menyambut serangan lelaki berbaju hijau yang mengarah dadanya itu, sementara tangan kanannya diayunkan dari samping menghajar tubuh si nona berbaju merah yang sedang melambung ke udara.
000OdewiO000 LELAKI berbaju hijau itu menjadi sangat terperanjat ketika pukulannya disanggah lawan keatas sehingga pertehanan bagian dada nya terbuka lebar, cepat cepat dia melompat mundur ke belakang.
Sebaliknya si nona eantik berbaju merah yang sedang meleset ditengah udara itu segera merasakan datangnya segulung tenaga pukulan tak berwujud yang menyapu datang dan menghadang dirinya.
Berada dalam keadaan begini, tubuhnya yang sedang menerjang ke muka itu tak sanggup dihentikan lagi, ia segera tertumbuk keras yaag mengakibatkan badannya tergetar keras dan mundur lima langkah dengan sempoyongan.
Dengan kening berkerut lelaki berjubah hijau itu segera meloloskan pedangnya, lalu membentak keras.
"Sahabat, bila kau tidak menyingkir lagi, jangan salahkan bila Thio Kun kay akan melakukan dosa"
Ternyata ke dua orane ini adalah anggota perguruan dari Bu tong pay, si pedang bunga bwee Thio Kun kay serta adiknya Lak jiu imseng Thio Man.
Dengan mimik wajah tanpa emosi maupun perasaan, kakek berbaju abu abu itu menjawab dingin,
'Semenjak tadi kau telah melakukan dosa terhadapku !"
"Criiing. .!"
Lik jiu im eng Thio Man segera meloloskan pedangnya dari dalam sarung, lalu berteriak.
"Jiko, buat apa kau mesti banyak berbicara dengan dia "'
'Adikku, kejarlah mereka secepatnya, biar aku yang menghadapi orang ini" seru pedang Bunga bwee Thio Kun kay seraya berpaling
Mendengar perkataan tersebut. sikakek ber baju abu abu itu segera mendengus dingin; "Hmm belum tentu kau bisa pergi dari sini'
Mencorong sinar tajam dari balik mata Thio Kun kay, tiba tiba ia membentak penuh amarah.
"Berhati hatilah kau!"
Tiba tiba pedangnya diayunkan ke depan dan
melancarkan sebuah tusukan kilat.
Lak jiu im eng Thio Man pun tidak berani berayal, dia menjejakkan kakinya ke atas tanah dan segera menerjang keatas bukit kecil tersebut. . .
-oo0dw0oo- Jilid 12 Kakek berbaju abu abu itu sama sekali tidak menggerakan tubuhnya, ia hanya miringkan badannya menghindarkan diri dari babatan mata pedang Thio Kun kay, kemudian telapak tangannya diayunkan kemuka membabat ketengah udara.
Serangan pedang yang dilepaskan Thio kun kay pun tidak kalah hebatnya, dia memutar pergelangan tangan kanannya kemudian..." Sreeet!" sekali lagi dia melancarkan sebuah babatan kilat kedepan. Bacokan pedangnya itu sengaja dilancarkan dengan maksud untuk melindungi adiknya ujung pedang mencukil keatas menyambar pergelangan tangan kakek berbaju abu-abu yang sedang melancarkan serangan tersebut, gerak serangannya benar benar teramat cepat.
Kakek berbaju abu abu itu balas melancarkan pukulan keudara, dimana telapak tangannya direndahkan kebawah lalu . "plaak" menghajar telak diatas pedang Thio Kun kay Seketika itu juga Thio Kun kay merasakan pedangnya disambar oleh sesuatu kekuatan yang sangat besar sehingga pergelangan tangan kanannya bergetar keras dan kakinya limbung, dengan sempoyongan dia mundur selangkah kebelakang.
Setelah mempunyai pengalaman yang lampau, saat ini Lak jiu im eng Thio Man sudah melakukan yang cukup matang, ketika tubuhnya melejit ke udara, dia segera meluncurkan jurus serangan Juan im si ji (menembusi awan memanah sang surya,) pedangnya berubah menjadi segulung bianglala berwarna perak melindungi seluruh tubuhnya yang sedang menyerbu kemuka.
Siapa tahu baru saja menerjang sejauh tujuh delspan depa, kembali tubuhnya sudah terkena hadangan oleh sebuah pukulan dahsyat kakek berbaju abu abu yang menyambar tiba dari samping.
Seperti juga keadaan semula tadi, kembali dia dibuat tergetar sehingga mundur se jauh empat lima langkah.
Pada dasarnya sipedang bunga bwee Thio Kun kay adalah seorang yang tinggi hati, setelah dua kali serangannya malah kena terdesak mundur lawan, habis sudah kesabarannya
Tiba tiba ia tertawa nyaring, sambil mendesak kemuka dia putar pergelangan tangannya, cahaya pedang segera berkilauan memenuhi seluruh angkasa dan menyambut kedatangan tubuh sikakek berbaju abu abu itu.
Didalam gusar dan penasarannya, serangan tersebut telah dilancarkan olehnya dengan mengerahkan fegenap kekuatan yang dimilikinya .
Desingan angin sedang yang memekikkan telinga dengan mengandung taktik melekat, menggiring, menutul dan membabat dari aliran Bu tong pay langsung menyambar ke depan.
Sementara itu. Lak jiu im seng Thio Man yang gagal untuk ke dua kalinya menyusup ke atas bukit kecil itu
menjadi penasaran bercampur gemas, sambil menggertak gigi menahan diri dia maju pula sambil memntar senjatanya Selapis cabaya perak yang berkilauan se perti hujan yang berderai menghambur ke atas tubuh kakek berbaju abu abu itu, serangkaian serangan yang gencar dan beruntun ini dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa.
Begitulah lakak beradik ini segera bekerja sama secara ketat, dua bilah pedang mereka kian menyerang kian bertambah cepat. Tampak gulungan cahaya pelangi ber warna perak melingkar datang dari kiri dan kanan dengan kecepatan tinggi, laksana mengepung kakek berbaju abu abu itu ditengah arena sehingga pada hakekatnya angin dan hujan pun sukar untuk menembusi.
Tampaknya kakek beabaju abu abu itu tidak menyangka kalau permainan pedang dari kedua orang ini sedemikian hebat dan dahsyatnya, biarpun dia harus menghadapi dengan pukulan telapak tangan, bacokan serta totokan, sulit juga rasanya untuk menghadapi keadaan tersebut.,..
Puluhan jurus kemudian, ke dua belah ujung bajunya sudah dipenuhi oleh beberapa buah lubang tusukan yang cukup besar.
Diam diam ia terkejut bercampur terkesiap juga menghadapi kejadian ini, segera bentaknya keras-keras.
'Tahan!" Bagaimana pun juga, si pedang bunga Bwee Thio Kun kay berasal dari sebuah perguruan kenamaan, ketika mendenger bentakkan tersebut, ia benar benar menghentikan serangannya seraya membentak: "Apalagi yang herdak kau bicarakan?"
Sebaliknya Lak jiu im eng Thio man dengan wajah merah membara enggan untuk menghentikan serangannya, ia malah berteriak keras ;
"Jiko, kita habisi nyawanya lebih dulu sebelum berbicara"
Secara beruntun pedangnya melepaskan beberapa kali tusukan yang gencar dan beruntun.
Kakek berbaju abu abu itu segera terdesak mundur sejauh tiga langkah, mendadak sambil menuding ke arah Lak jiu im eng Thio man serunya dengan dingin :
"la sudah terkena racun sentilan jariku, sejak roboh ke atas tanah, dia baru akan sadar satu jam kemudian"
Thio Kun kay yang mendengar perkataan tersebut menjadi tertegun, dia tak tahu apa yang diucapkan tersebut benar atau salah. Sebaliknya Lak jiu im eng Thio Man segera berseru dengan penun amarah :
'Jiko, jangan percaya dengan obrolannya . . . . "
Baru berbicara sampai disitu, tiba tiba hidungnya mengendus bau harum semerbak yang sangat aneh.
Cepat cepat ia menutup semua pernapasannya, sayang keadaan sudah terlambat
Tiba tiba saja dia merasakan kepalanya menjadi amat pening, tubuhnya menjadi gontai dan akhirnya jatuh terduduk keatas tanah.
Menyaksikan keadaan tersebut, kakek berbaju abu abu itu segera tertawa tergelak menjejakkan kakinya keatas tanah, dan sosok bayangan abu abu menyelinap ke atas bukit dengan kecepatan luar biasa...
000OdewiO000 SI PENA baja Tam See hoa dengan membopong tubuh Wi Tiong hong mengikuti dibelakang panglima sakti berlengan emas Oh swan menuju kediamannya. Sudah barang tentu So Siau hui belum kembali kerumah.
Peristiwa ini segera membuat kakek Oh menjadi panik bercampur gusar otot otot hijau pada keningnya pada menonjol keluar semua, sambil mencak mencak penuh amarah umpatnya kalang kabut.
'Bocah keparat, bila aku tak sanggup membacok dirimu hingga mampus percuma saja aku dinamakan panglima sakti berlengan emas"
'Locianpwee" kata Tam See hoa kemudian, "apakah sudah terjadi suatu peristiwa yang diluar dugaan atas diri nona So?"
"Sudah pasti dia telah diculik oleh bajingan yang menyamar sebagai Wi sauhiap" umpat kakek Ou lagi dengan penuh kebencian
Tam See hoa yang mendengar perkataan tersebut jadi tertegun dia tak mengira kalau ada orang yang berani menyamar sebagai Wi Tiong hong menculik puteri kesayangan Lam hay bun.
Tiba-tiba saja dia teringat dengan masalah Pit tok kim wan yang diperintahkan kepada Thian nomor satu untuk dicuri itu rahasia mana yang berhasil disadap olehnya sewaktu berada di pasenggerahan Cing sim sian ketika berlangsung pembicaraan antara Kiu tok kaucu dangau Thian nomor satu.
Pada waktu itu Thian nomor satu berkata begini-
"Kedatangan piaumoay kedaratan Tiong goan kali ini dikawal oleh panglima sakti berlengan emas On Swan. Ini menyebabkan aku tak bisa bertindak cepat, harap kaucu sudi memberi kelonggaran waktu selama beberapa hari lagi"
Pada waktu itu Kiu tok kaucu segera menyahut:
"Tua bangka So cuma mempunyai seorang putri yang dianggapnya bagaikan mutiara dalam genggaman, bila kita tak berhasil menyandra putrinya, ia pasti tak akan bersedia menyerahkan pula pil Pit tok kim wan tersebut kepada kita, baik, biar kuberi batas waktu sebulan lagi kepadamu..."
Ketika berpikir sampai disini, tak kuasa lagi Tam See hoa berteriak keras. "Sudah pasti Thian nomor satu!'
Kakek Ou menjadi terbelalak matanya mendengar teriakan itu, tanyanya kemudian ;
"Thian nomor satu " Siapakah dia ?"
"Menurut dugaanku, orang yang rrenyaru sebagai Wi tayhiap pastilah seseorang yang sangat dikenal, atau dengan perkataan lain orang dalam ."
Sejak bahunya dihujam dengan tiga batang jarum "Ciang tiong ciam", sebetulnya kakek Ou sudah mempunyai dugaan di dalam hati kecilnya, ketika mendengar perkataan itu segera serunya dengan perasaan terkejut bercampur keheranan :
"Dari mana saudara Tam bisa tahu ?"
Tam See hoa sudah cukup lama berkelana di dalam dunia persilatan, melihat mimik wajah kakek tersebut, ia dapat menduga kalau pihak lawan bisa jadi sudah mempunyai gambaran siapakah yang telah menyamar sebagai Wi Tiong hong itu.
Maka tanpa bertedeng aling lagi, secara ringkas diapun bercerita tentang pengalamannya sewaktu menyelundup ke dalam pesanggrahan Ling long san koan pada malam itu Seusai mendengar penuturan tersebat dengan penuh amarah kakek Ou berteriak :
'Ternyata memang dia, bocah keparat ini sudah mengidap sakit gila nampaknya, sampai terhadap adik misan sendiripun berani menyatroni . ."
Kemudian setelah berhenti sejenak. sambungnya lebih jauh :
"setelah menculik nona kita, sudah pasti dia berangkat menuju kebukit Thian bok san, Tam lote ayo kita kejar "
Tam See hoa menjadi sangsi setelah mendengar perkataan itu, sebab keadaan Wi Tiong hong waktu itu sudah amat kritis padahal perjalanan menuju ke bukit Thian bok san masih ada berapa hari lamanya, dia kuatir terjadi sesuatu dan susah mencari tabib untuk mengobati keadaan mana
Kakek Ou yang bermata tajam rupanya sudah membaca isi hatinya, sambil tertawa ka tanya kemudian :
"Kalau memang Wi sauhiap sudah terluka oleh senjata penggaris berhawa dingin, berarti dikolong langit dewasa ini selain batu hangat Ban nian un giok, hanya orang yang mahir ilmu Kiu yang sinkang saja yang bisa mengusir keluar bawa racun dingin tersebut, kecuali ke dua cara ini tiada obat penawar lain yang bisa menyembuhkan"
"Dari perguruan Lam hay bun kami memang terdapat pil Pit tok kim wan yang bisa memunahkan berbagai macam racun yang ada dikolong langit namun pil tersebut tidak bermanpaat sama sekali untuk mengobati racun hawa
dingin, sebab biarpun namanya racun hawa dingin, padahal bukan berbentuk racun sungguhan.
Sekarang nona kami sudah diculik orang, tapi untung sekali semua obat obatan yang dibawanya masih tertinggal disini semua.
'Perlu kau ketahui, Lam hay bun kami pun terdapat semacam obat mestika yang dinamakan Pek jit put swan wan, pil tersebut daoat mencegah penyakit yang diderita Wi sauhiap tak sampai menyebar atau semakin bertambah parah didalam seratus hari, ini berarti kita masih cukup waktu untuk mengejar nona dan minta kepadanya agar memunahkan racun hawa dingin tersebut"
Tam See hoa yang mendengar perkataan itu segera berpikir dihati:
"Pek jit put swan wan benar benar sebuah nama yang aneh sekali ... !"
Sementara itu kakek Ou telah masuk ke dalam ruang dalam dan muncul kembali dengan membawa sebutir pil sebesar buah kelengkeng yang dibungkus dengan lilin, ketika lilinnya dibuka, didalamnya terdapat Kain kertas pembungkus yang berisikan sebutir pil kecil Tam See hoa yang berdiri dihadapannya segera dapat mengendus bau obat yang harum semerbak.
Sambil tertawa kakek Ou berkata kemudian :
"Tam lote, bukankah kau merasa nama Pek jit put swan wan ini aneh sekali kedengarannya" Haaah .. haahh.
..sungguhnya obat tersebut terbuat menurut resep obat peninggalan Hoi Tou dimasa lalu, betapa pun parahnya penyakit yang kau derita asalkan menelan pil tersebut maka di dalam seratus hari kemudian keadaan sakit yang dideritanya akan tetap seperti semula atau dengan
perkataan lain didalam waktu seratus hari itu. dalam kitab catatan raja akhirat tak bakal tercantum namamu, itulah sebabnya pil itu dinamakan Pek jit put swan-wan.'"
"Oooh, rupanya begitu' Tam See hoa segera tertawa setelah mendengar penjelasan tersebut.
Sementara itu kakek Ou sudah menggencet mulut Wi Tiong hong dengan kedua jari tangannya, kemudian menuangkan hancuran obat bersama air itu ke dalam mulutnya.
Tak lama kemudian hari pun mulai terang tanah.
Setelah mengetahui bahwa nonanya diculik oleh Lan Kun pek, perasaan kakek Ou nampak jauh lebih lega.
Dengan mata kepala sendiri dia melihat Lan Kun pit tumbuh menjadi dewasa dia pun tahu pemuda itu bisa sombong dan jumawa karena semenjak kecil sudah terbiasa di sayang dan dimanja oleh ke dua orang tuanya, hal terssbut menyebabkan dia mudah terbujuk dan mudah pula menempuh ke jalan sesat.
Padahal orangnya sendiri sama sekali tidak jahat, apalagi dia pun sudah lama menaruh hati terhadap nona ini, biarpun sudah terjatuh ke tangannya sekarang, ia yakin pemuda tersebut tak akan berani berbuat apa apa tethadap nonanya.
Setelah memandang keadaan cuaca, dia membopong tubuh Wi Tiong hong sambil katanya:
"Tam lote kita harus menempuh perjalanan secepatnya '
"Lebih baik biar aku saja yang membopongnya."
Kakek Ou segera menggeleng
"Lote tak perlu bersungkan sungkan kepdaaku, sekalipun kau berkoson tangan, belum tentu kau sanggup menyusul diriku!'
Apa yang dikatakan memang sejujurrya nama besar panglima sakti berlengan emas dalam dunia persilatan sudah terhitung jagoan yang berilmu tinggi, tentu saja Tan See hoa tak dapat memungkiri kenyataan tersebut.
Kedua orang itu segera berangkat menuju ke utara untuk melakukan pengejaran jalan yang ditempuh ini tak lain adalah jalan yang hendak ditempuh Wi Tiong hong serta Tam See hoa juga merupakan jalan yang dilewati Lan Kun pik yang menyamar sebagai Wi Tiong hong dalam usaha melarikan So Siau hui dari pengejaran,
Hanya bedanya saja kereta kuda yang tempuh Lan Kun pit itu sudah berlalu lebih duluan daripada Tam See hoa sekalian
Ketika tengah hari baru lewat, merekapun sudah sampai di Ning tok dan bersantap sebuah warung dipinggir jalan Baru saja mereka berdua mengambil tempat duduk seorang lelaki berbaju biru lah datang menghampiri dengan langkah cepat setelah memberi hormat kepada Tam See Joa, katanya :
'Tam huhoat bersedia mengunjungi warung kami"
kejadian ini benar benar merupakan satu kebanggaan bagi kami"
"Darimana ciangkwee bisa mengenaliku "' tanya Tam See hoa kemudian sambl balas memberi hormat Setelah tertawa paksa, siangkwee tersebut berkata
"Dahulu hamba pernah menjadi pelayan di sebuah rumah makan di kota. Hi cian, tentu saja mengenali Tam Huhoat'
Berbicara sampai disitu, dia pun berseru kepada pelayannya :
"Beritahu ke dapur, suruh selekasnya menyiapkan semeja hidangan yang paling baik aku hendak menjamu dua orang tamu agung"
Buru buru Tam See hoa menggoyangkan tangannya berulang kali seraya berkata : "Ciangkwee tak perlu sungkan, aku dan orang tua ini hanya akan beristirahat sebentar lalu meneruskan perjalanan lagi, kami tidak mempunyai waktu yang terlalu banyak"
"Aaah hal ini mana boleh jadi" Dihari hari biasa untuk mengundang kau orang tua pun belum tentu bisa sekarang mumpung Tam huhoat datang berkunjung, sedikit banyak hamba harus bertindak seperti seorang tuan rumah yang baik'
Melihat orang itu berbicara dengan tulus hati, tentu saja Tam See hoa tak dapat menampik lagi, mata ujarnya kemudian:
'Kalau memang begitu terpaksa aku she Tam mesti mengganggumu, cuma kami benar-benar masih ada urusan penting yang harus di selesaikan, apalagi kami dua orang pun tak akan habis makan hidangan semeja begini saja.
buatlah sayur berapa macam si ja, asal kenyang sudah lebih dari cukup"
Tapi pemilik warung itu menolak katanya lagi: Aaah, tidak, kalau berbuat begini berarti kurang hormatku terhadap dirimu "
Tak lama kemudian hidangan telah keluar semuanya merupakan masakan yang lezat dan mewah.
Melihat perjamuan sudah siap, pemilik rumah makan itu segera berkata kepada kakek Ou yang masih membopong seorang lelaki dalam keadaan tak sadar itu;
"Teman huhoat ini rupanya sudah menderita luka dalam yang cukup parah, selama kalian berdua lagi bersantap lebih baik baringkan saja diatas pembaringan hamba'
'Tidak usah, beginipun tak menjadi soal' tampik kakek Ou dengan cepat.
Dengan hormat pemilik rumah makan itu menuangkan arak buat tamunya kemudian menemani pula dimeja perjamuan.
Ketika perjamuan sudah berlangsung segera waktu tiba tiba pemilik rumah makan seperti teringat akan sesuatu, dengan cepat dia celingukan sekejap kesekeliling tempat itu.
kemudian bisiknya dengan suara lirih:
'Tam huhoat. hamba teringat akan Suatu urusan"
Melihat orang itu berbicara dengan wajah serius dan bersungguh sungguh, Tam See hoa pun bertanya:
"Ada urusan apa ciangk wee" Kalau dibicarakan kembali hamba memang berdosa sekali, hamba ibaratnya punya mata tak mengenal bukit Thay san, barusan wakil ketua Wi tayhiap beristirahat diwarung kami."
Yang dimaksudkan sebagai Wi tayhiap tentu saja adalah Lan Kun pin
Tidak sampai dia menyelesaikan kata katanya, dengan cepat Tam See hoa telah ber tanya:
"Semenjak kapan dia lewat dari sini"'
"Belum lama berselang, paling banter baru sepertanakan nasi lamanya."
Kakek Ou segera menatapnya lekat lekat kemudian bertanya;
'Apakah dia menempuh perjalanan bersama sama seorang nona'.'"
Pemilik rumah makan itu berpikir sebentar, kemudian sahutnya:
"Rasanya wi tayhiap datang dengan menunggang sebuah kereta, kereta itu diparkir dimuka pintu gerbang sementara tirai nya diturunkan sehingga hamba tak sempat melihat secara jelas apakah dalam kereta itu terdapat seorang nona atau tidak, namun setelah selesai bersantap, wi tayhiap masih sempat membeli bakpao sayur asin yang di bawanya ke dalam kereta'
Ou segera mang gut-manggut.
Dengan suara yang semakin rendah, pemilik rumah makan itu kembali berkata
"Tam huhoat hamba hendak melaporkan kepada kau orang tua, bahwa hamba sudah pernah menjadi pelayan selama dua puluh tahun lebih, sedikit banyak hamba pun mengenali cara kerja orang orang persilatan, barusan tampaknya ada dua rombongan manusia yang menguntil kereta yang ditumpangi wi tayhiap tersebut "
"Siapa siapa saja mereka itu?"
"Pada mulanya adalah dua orang kakek berbaju abu abu yang menguntil kereta tersebut dari kejauhan hamba waktu itu duduk dibelakang meja kasir dan bisa melihat keadaan tersebut dengan jelas sekali.
"Ketika kereta yang di tumpangi Wi tay hiap berhenti di pintu gerbang rumah makan kami, satu diantara ke dua orang kakek berbaju abu abu itu segera berjalan masuk ke ruangan sedangkan yang lain berada di kejauhan sana sambil tetap mengawasi gerak gerik kereta itu.
"Melihat hal mana hamba sudah menaruh curiga, cuma pada waktu itu belum ketahui kalau orang yang menunggang kereta tersebut adalah Wi tayhiap . . .
Setelah menelan air liur, lanjutnya lebih jauh :
"Kemudian datang kembali seorang lelaki dan seorang wanita yang beristirahat disini, mereka bertanya kepada hamba apaka terdapat sebuah kereta kuda yang melewat pintu gerbang warung kami " Hamba pun memberitahukan kepada mereka bahwa kereta tersebut beristirahat pula di warung kami.
Lelaki itu lantas bertanya siapa yang berada dikereta itu"
Secara terus terang hamba pun memberi keterangan.
Perempuan tersebut segera berseru gembira setelah mendengar keterangan tersebut: "Aaah, kalau begitu dia tentu Wi toako. Setelah makan bakmi, mereka pun buru buru berangkat meninggalkan tempat ini. Hamba pernah mendengar tentang bentuk wajah pengganti ketua Wi tayhiap dari teman teman dalam perkumpulan, ditambah pula mendengar keterangan mereka, baru meyakini kalau orang yang beristirahat dalam warung tadi adalah Wi tayhiap..."
Tam see hoa dan kakek Ou tidak banyak berbicara lagi, selesai bersantap diri minta kepada pemilik rumah makan itu, terburu-buru mereka melanjutkan perjalanan.
Ketika menyusul ke Ou nia eng kebetulan sekali Lak jiu im seng Thio Man sedang keracunan oleh ulah kakek berjubah abu abu itu dan roboh tidak sadarkan diri.
Sedangkan si pedang bunga bwee Thio Kun kay sedang dibuat gugup dan gelagapan setengah mati, terpaksa dia menuruti perkataan dari kakek berbaju abu abu itu dengan membaringkan adiknya ke atas tanah sedangkan dia sendiri berjaga jaga disisi nya.
Tam See hoa maupun kakek Ou semua nya merupakan jago jago kawakan yang sudah sering melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, menyaksikan jalanan tersebut dihadang sebuah batu cadas, sebuah kereta kosong tertinggal ditepi jalan, lalu melihat seorang nona berbaju merah tergeletak diatas tanah ditunggui seorang lelaki berbaju hijau yeng bermuram durja, mereka lantas sadar bahwa ditempat itu pasti sudah terjadi suatu peristiwa.
Kakek Ou sudah pernah bersua dengan pedang bunga bwee bersaudara ketika berada di kuil dewa bukit di pit bu san tempo hari, karenanya dalam sekilas pandangan saja ia dapat mengenalinya, segera tegurnya cepat:
"Bukankah kau adalah Thio sauhiap dari Bu tong pay"
bagaimana keadaan adikmu?"
Tentu saja si pedang bunga bwee Thio Kun kay mengenali pula kakek Ou sebagai panglima sakti berlengan emas Ou Swan dari Lam hay bun, cepat cepat dia memberi hormat sambil sahutnya :
"Oooh, rupanya orang tua Ou juga telah menyusul kemari, kami dua bersaudara telah menemukan ada orang sedang mengendarai kereta yang ditumpangi saudara wi Tiong hong disekitar Ning tok, karena kami tidak tahu apa maksud tujuan mereka maka sepanjang jalan menguntil terus hingga sampai disini siapa tahu, kawanan manusia
tersebut ternyata terdiri dari jago jago lihay selat Tok seh sia, sewaktu kami berdua menyusul kemari, saudara wi sudah ditangkap lawan, sedangkan nona So dari perguruan anda turut ditawan oleh mereka.
"Didalam pengejaran itulah adikku terkena sentilan bubuk racunnya sehingga roboh tak sadarkan diri'
Mendengar perkataan tersebut, dengan gusar kakek Ou segera berseru keras
"Dia bukan Wi sauhiap melainkpn seorang yang menyamar sebagai Wi sauhiap" Tampaknya orang tua ini enggan banyak berbicara, setelah menengok sekejap kearah Lak jiu im eng Tho Man yang masih tergeletak diatas tanah, sambungnya lagi:
"Tampaknya adikmu tidak terlalu dalam keracunannya, untung aku masih membawa sebutir obat penawar racun, tolong Thi sauhiap enduskan ditepi lubang hidung adik mu, tak lama kemudian dia tentu akan sadar kembali"
Dengan tangan sebelah membopong Wi Tiong hong tangan yang lain mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya dan diangsurkan kedepan
Berhubung waktu itu Wi Tiong horg tengah menyaru muka, maka Thio Lun kay sama sekali tidak mengenalinya, setelah mengucapkan terima kasih dia sambut botol obat itu.
Kakek Ou segera bertanya "Apakah sauhiap melihat dengan jelas macm apakah penjahat penjahat itu dan mereka telah kabur kemana ?"
"Mereka terdiri dari empat orang kakek berbaju abu abu dan kabur menuju ke barat"
Mendengar kalau keterangan tersebut persis seperti apa yang didengar dari pemilik rumah makan, kakek Ou segera berseru
'Maaf, aku tak akan menemani lebih jauh"
Seusai berkata, bersama Tam See hoa buru buru mereka melakukan pengejaran menuju kebarat
Waktu itu Thio Lun kay hanya mendengar kakek Ou mengatakan bahwa orang yang tertawan bukan Wi Tiong hong, melainkann seseorang yang menyaru sebagai dirinya belum sempat bertanya lebih jauh, ke orang tersebut sudah pergi jaub.
'Hm, mari kita tembusi bukit demi bukit, aku tidak kuatir bila tempat tersebut tak berhasil ditemukan. . .
Semenjak menempuh perjalanan bersama sama, Tam See hoa telah mendapat tahu kalau Panglima sakti berlengan emas ini meski sudah lanjut usia namun keberangasannya tak kalah dengan pemuda pemuda maka ia tertawa getir sesudah mendengar perkataan itu.
"Locianpwee" ujarnya kemudian "bukit Kou lou san amat luas dan besar, bukit dan puncaknya sangat banyak, andaikata mesti ditelusuri secara sungguh-sungguh aku kuatir hal ini pun tidak gampang"
"Menurut pendapat lote, apa yang mesti kita lakukan?"
tanya kakek Ou dengan sepasang mata berkilat
"Menurut pendapatku, selat Tok seh sia dapat dinamakan selat itu berarti terletak dibagian selat atau lembah bukit."
"Ucapan lote memang benar, antara dua bukit memang bisa disebut selat bila kira harus mencari selat melulu, ini berarti sudah menghemat banyak tenaga"
'Selat mereka disebut selat pasir beracun. Sudah pasti terletak pula di suatu tempat yang terpencil dan jauh dari jamahan manusia"
'Haah.. . hahh . , hah.. , benar berarti kalau kita khusus mencari lembah yang jarang ditemui manusia, lebih banyak tenaga lagi bisa kita hemat' Kakek Ou semakin tertawa terbahak.
Melihat perkataanya kembali ditukas, orang See hoa terpaksa berkata lebih jauh,
"Harap locianpwee jangan gelisah dulu, aku belum selesai berkata, menurut dugaanku meskipun letak selat pasir beracun itu berada di tempat yang terpencil, tapi bila ditinjau dan kemunculan mereka di dalam dunia persilatan lagipula berambisi menguasai daratan di Tionggoan, maka bisa jadi pula mereka memiliki anak buah dalam jumlah yang cukup banyak.
'Dengan perkataan lain dalam satu hari saja pasti ada sekian orang yang hilir mudik didalam lembab tersebut, kita cukup memilih sebuah puncak yang bisa dipakai untuk memperhatikan keadaan disekeli!ingnya kemudian berjaga jaga disitu sambil melakukan pengintaian, aku yakin pasti akan kita temukan orang yang hilir mudik itu dan dengan demikian tok seh sia pun bisa kita temukan secara gampang"
Kembali kakek Ou tertawa tetbahak-bahak
"Haah..haah. . . haah. .. akal lote memang amat jitu, kalau begitu kita begitu bertindak demikian saja'
Ketika selesai berunding merekapun memilih sebuah puncak bukit yang tinggi serta mendakinya ke atas.
Dari puncak yang amat tinggi itu. semua pemandangan sejauh puluhan lie dapat terlihat dengan jelas sekali
Mereka berdua mencari sebuah batu cadas yang terlindung dari angin untuk duduk, kakek Ou membaringkan pula Wi Tiong hong ke atas tanah, lalu sambilmemandarg sekelilingg tempat Itu katanya sambil tertawa:
"Tarn lote, seandainya kita berhasil menemukan selat Toi seh sia nanti, kau cukup mencari sebuah tempat yang terlindung untuk melindungi Wi sauhiap, biar aku seorang diri saja yang bertindak, sebab bila aku bekerja seorang diri maka hal ini akan lebih leluasa dan tidak mudah ditemukan orang, otomatis usahaku menolong orangpun semakin gampang"
Tam Sae hoa tahu bahwa apa yang diucap memang merupakan suatu kenyataan,
Tok seh sia penuh dengan jago jago lihay, bila dia memasukinya seorang diri, otomatis gerak geriknya akan jauh lebih leluasa.
Karena itu sahutnya sambil manggut manggut,
"Perkataan locianpwe memang benar.." Belum habis ia berkata, tiba tiba kakek Ou sudah bangkit berdiri sambil memandang kearah timur seraya ujarnya
'Nah, sudah datang, sudah datang, Tam lote cepat lihat, bukankah dari arah depan situ muncul dua sosok bayangan manusia"'
Menuruti arah yang ditunjuk Tam See hoa berpaling, betul juga tampak dua titik bayargan hitam sedang meluncur mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Dengan perasaan terkesiap ia segera berpikir.
'Tampaknya selat Tok seh sia benar benar merupakan sarang naga gua harimau, berbicara soal ilmu meringankan
tubuh yang di miliki kedua orang itu, entah berapa kali lipat lebih tangguh daripada aku?"
Kedua sosok manusia itu bergerak amat cepat, tapi sewaktu tiba disebuah tikungan bukit, tiba tiba bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas.
Kakek Ou segera mengamati keadaan disekitar situ dengan seksama, lalu katanya.
"Tam lote agaknya ditempat itu terdapat sebuah selat'"
Jarak antara bayangan manusia tadi dengan tempat dimana mereka berada terpisah hampir dua puluh li, bagaimana mungkin Tam See hoa dapat menyaksikan secara jelas"
Sesudah memperhatikan beberapa saat, kakek Ou segera berpaling seraya berkata.
"Ayo berangkat, mari kita tengok kedepan sana! "
"Apakah locianpwee sudah melihat dengan jelas ?"
Kakek Ou tertawa.
'Tentu saja dapat melihat dengan jelas, disebelah kiri diluar lembah tersebut terdapat sebuah air terjun dengan air yang mengalir deras, sedang dimulut lembah tampaknya banyak terdapat batuan cadas yang berserakan. ."
Mendengar keterangan mana diam diam Tam See hoa merasa kagum, padahal dia sendiri hanya dapat melihat bukit saja, jangan lagi yang lain, bentuk lembah itupun tidak nampak.
Tapi kenyataannya sekarang, locianpwee tersebut dapat melihat begitu jelas sampai batu batunya, ketajaman matanya boleh di bilang luar biasa sekali.
Mereka berdua segera menuruni bukit, dipimpin kakek Ou berangkatlah mereka menuju ke timur untuk mencari lembah tersebut.
Tak sampai sepertanak nasi kemudian, sampailah mereka dibawah bukit, betul juga di situ terdapat sebuah selat, disisi kirinya merupakan air terjun yang Iebar dengan air yg mengalir deras.
Batu cadas yang berserakan dimana mana serta semak belukar yang tumbuh sangat lebat membuat mulut lembah itu persis ditutup rapat, andaikata tidak terlibat dari atas bukit tadi, siapa pun tak akan menyangka kalau tempat itu terdapat sebuah selat.
Kakek Ou berlarian menuju ke mulut lembah tersebut, kemudian setelah diamati sejenak, katanya sambil tertawa dingin.
"Haaaa,. . haaa. . haa. .. hanya mengandalkan ilmu barisan semacam itu pun sudah ingin menghalangi jalan pergi orang, dibandingkan dengan barisan yang dibuat Lun nia dari Lam hay kami entah berapa kali 1ipat barisan kami lebih tangguh.
Berbicara sampai disitu dia serahkan tubuh Wi Tiong bong ke tangan Tam See hoa kemudian katanya lagi.
'Tam lote. ikuti saja dibelakangku, perhatikan setiap langkahku, kau mesti ikuti secara tepat jangan sampai salah langkah biar setindak pun"
"Aku akan mengingat dengan seksama"
Kakek Ou tidak berbicara lagi, dia segera berjalan memasuki batuan cadas tersebut.
Dengan ketat Tam See hoa mengikuti dibelakangnya.
Ternyata dibalik batuan cadas yang dikelilingi semak
belukar itu terdapat sebuah jalan lintas yang kecil dan berliku liku.
Setelah memasuki lembah, ke dua orang itu berliku liku membelok pada beberapa tikungan kemudian dihadapan mereka terbentang batuan cadas yang berserakan seperti hutan, makin ke dalam jalanan yang harus dilewati semakin sukar dilalui.
Kakek Ou yang menguasahi ilmu barisan berjalan lebih dulu memasuki barisan batu tersebut, siapa tahu beberapa saat kemudian tiba tiba saja ia menjumpai susunan barisan yang dihadapinya sekarang amat kalut, sulit dan membingungkan.
Tanpa terasa dia berpaling memandang sekejap ke belakang, siapa tahu hanya didalam waktu yang sangat singkat inilah semua pintu barisan yang semula dilaluinya.
kini sudah hilang lenyap tidak berbekas, kenyataan ini membuat hatinya terperanjat sekali.


Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tam See hoa yang membopong Wi Tiong hong dan mengikuti dibelakangnya menjadi sangat keheranan ketika melihat kakek Ou berhenti secara tiba tiba dan berpaling dengan wajah penuh perasaan terkejut, tak tahan ia bertanya.
"Locianpwee. apa yang telah kau jumpai?"
Kakek Ou menggelengkan kepalanya berulang kali.
*'Lote, terus terang saja kukatakan, dan luar barisan batu ini sampaknya persis sekali sama dengan barisan batu yang berada di Lui nia kami. namun kenyataannya perubahan pintu pintu hidupnya jauh berbeda dengan barisan kami.
'Aaai. di hari hari biasa aku kurang begitu menaruh perhatian terhadap persoalan macam ini andaikata nona kami berada di sini, urusan pasti beres. Dia berpengetahuan
amat luas, lagipula banyak menguasahi rahasia rahasia ilmu barisan. . "
Biarpun kurang mengerti tentang ilmu barisan. namun Tam See hoa yang sudah cakup lama berkelana didalam dunia persilatan banyak sebuah yang pernah didengarnya, karena itu dia pun berkata;
"Locianpwe. bila kau memang merasa terdapatnya perbedian dalam pintu pintu rahasia barisan ini bagaimana jika kita mengundurkan diri lebih dulu kemudian baru membicarakan lebih lanjut."
Kakek Ou segera tertawa getir.
"Gampang amat perkatann lote itu, jalan mundur kita sekarang sudah tersumbat, kini hanya jalan maju yang masih terbuka, padahal kita benar benar sudah kehilangan mata angin, mumpung aku masih mempunyai tenaga dalam akan kuusahakan agar menembusnya sebelum kehabisan tenaga nanti, coba kita buktikan apakah barisan ini sanggup mengurung kita atau tidak"'
Sembari berkata, ia sudah meneruskan perjalanannya menuju kedepan, ternyata perjalanan cepat yang ditempuh olehnya secara kebetulan berhasil menembusi pintu hidup yang benar sehingga berhasil lolos dari himpitan selat sempit tadi.
Sekarang dihadapan mereka terbentang dua buah persimpangan jalan, satu menuju ke selatan dan satu lain menuju ke utara, masing masing melingkari sebuah kaki bukit.
Sedangkan pada bagian tengahnya terpancang sebuah papan nama yang bertuliskan- 'Setiap pengunjung yang salah masuk ke dalam selat ini harap segera
mengundurkan diri menuruti jalan semula. sebab jalan yang lebih kedepan berbahaya sekali"
Rupanya tempat dimana mereka berdua berada sekarang adalah sebuah daratan rendah yang luasnya dua tiga kaki.
bila maju lebih ke depan maka akan terbentang dua cabang jalan menuju ke utara dan selatan, semuanya menembusi tanah berbatu yang amat rapat dan kacau, jelas kedua jalan itupun masing-masing diatur menurut sebuah ilmu barisan.
Sambil berpaling kakek Ou segera berkata. 'Tampaknya tempat ini benar benar adalah selat Tok seh sia. . setelah sampai disini. lebih baik lote mengikuti aku masuk ke dalam saja"
"Silahkan Iocianpwe maju lebih dulu" Tam See hoa manggut-manggut. Kakek Ou segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,kemudian dia mengambil keputusan untuk menulusuri jalan yang menembus ke arah utara.
Jalan itu berliku liku dan jauh lebih sempit daripada jalanan dimulut lembah tadi, ketika mereka berdua sudah menempuh perjalanan sampai sepertanak nasi lamanya, tak tahu ditemukan bahwa mereka telah balik kembali ke tempat semula.
Menyaksikan keadaan ini berkobarlah hawa amarah kakek Ou, serta merta dia mengayunkan sebuah pukulan menghantam kearah batu cadas yang berada dihadapannya.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar benar mengandung kekuatan yang sangat luar biasa...
' Blaaammm !' Terjadi suara benturan keras yang memekikkan telinga, batu dan pasir segera beterbangan memenuhi angkasa
sebuah batu cadas sebesar manusia terhajar telak dan
"Kraaaak l' roboh terjuling ke atas tanah
Diam diam Tam See hoa menjulurkan lidahnya
menyaksikan kejadian Itu dan saat itulah dari arah jalanan sebelah selatan terdengar pula dua kali suara benturan yang memekik kan telinga.
Tak lama kemudian, dari puncak bukit sebelah selatan melayang turun suara bentakan seseorang yang tua dan nyaring-
"Siapa yang berani menghancurkan barisan batuku "
Belum habis suara tetsebut berkumandang, dari puncak bukit sebelah utara bergema pula suara teguran yang sama.
"Siapa yang berani menghancurkan barisan batuku "'
Kalau suara yang berasal dari puncak bukit sebelah selatan diutarakan dengan nyaring dan lantang. maka suara yang berasal dari sebelah utara lebih rendah dan berat.
Tam See hoa yang berada dibelakang kakek itu segera mengganggap suara itu sebagai suraa pantulan belaka, karenanya tak menaruh perhatian secata khusus.
Kisah Para Pendekar Pulau Es 10 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Petualang Asmara 8
^